gelombang p : garis bergerigi pada lead inferior dan...

57
54 Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan gelombang P dengan kecepatan teratur pada V1. Interval PR : Tidak terdapat suatu hubungan dalam keteraturan antara gelombang P dan R, sehingga Interval PR tidak dapat diukur. Durasi QRS : Durasinya kurang dari 0.12 detik (terdapat tiga satuan luas persegi berukuran kecil). Pola QRS : Berdasarkan morfologinya (ilmu yang mempelajari tentang berbagai bentuk) pola dia atas normal dan gelombang R mengalami perubahan ukuran ketika melintasi lead dada. Segmen ST : Secara keseluruhan berupa garis isoelektrik (garis maya). Interval QT : Intervalnya adalah 10.5 satuan luas persegi, maka interval QT = 10.5 * 0.04 = 420 ms. Interval QTc : Rate = 100 bpm, sehingga perhitungan interval QTnya sesuai dengan persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang T : Gelombang T menjadi tidak jelas karena adanya garis bergerigi atau dikarenakan aktivitas gelombang P yang cepat. Kesimpulan dari analisis di atas adalah terdapatnya axis normal, atrial flutter, dan aktivitas gelombang P pada kecepatan 300/min (minute). Irama ventrikel di atas teratur dengan perbandingan 1:1 dan irama atrium juga teratur (gelombang P).

Upload: hoangthuy

Post on 02-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

54

Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan gelombang P dengan kecepatan

teratur pada V1.

Interval PR : Tidak terdapat suatu hubungan dalam keteraturan antara gelombang P

dan R, sehingga Interval PR tidak dapat diukur.

Durasi QRS : Durasinya kurang dari 0.12 detik (terdapat tiga satuan luas persegi

berukuran kecil).

Pola QRS : Berdasarkan morfologinya (ilmu yang mempelajari tentang berbagai

bentuk) pola dia atas normal dan gelombang R mengalami perubahan

ukuran ketika melintasi lead dada.

Segmen ST : Secara keseluruhan berupa garis isoelektrik (garis maya).

Interval QT : Intervalnya adalah 10.5 satuan luas persegi, maka interval

QT = 10.5 * 0.04 = 420 ms.

Interval QTc : Rate = 100 bpm, sehingga perhitungan interval QTnya sesuai dengan

persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s).

Gelombang T : Gelombang T menjadi tidak jelas karena adanya garis bergerigi atau

dikarenakan aktivitas gelombang P yang cepat.

Kesimpulan dari analisis di atas adalah terdapatnya axis normal, atrial flutter,

dan aktivitas gelombang P pada kecepatan 300/min (minute). Irama ventrikel di atas

teratur dengan perbandingan 1:1 dan irama atrium juga teratur (gelombang P).

Page 2: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

55

Gambar 2.24b EKG Atrial Flutter 2:1

(direkam dari seorang pria berumur 81 tahun)

(Sumber: http://www.cardioweb.co.uk/ecg/ecgpage104.asp)

Analisis EKG di atas:

Rate : Di antara gelombang R terdapat 2 satuan luas persegi besar, maka

Rate = 300/2 = 150 bpm.

Ritme : Gelombang R terlihat dalam interval tidak teratur dengan garis

bergerigi pada lead inferior dan gelombang P dengan kecepatan teratur

pada V1.

Axis : Lead I dan II positif, maka dapat dipastikan axis tersebut normal.

Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan gelombang P dengan kecepatan

teratur pada V1.

Interval PR : Tidak terdapat suatu hubungan dalam keteraturan antara gelombang P

dan R, sehingga Interval PR tidak dapat diukur.

Page 3: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

56

Durasi QRS : Durasinya kurang dari 0.12 detik (terdapat tiga satuan luas persegi

berukuran kecil).

Pola QRS : Berdasarkan morfologinya (ilmu yang mempelajari tentang berbagai

bentuk) pola dia atas normal dan gelombang R mengalami perubahan

ukuran ketika melintasi lead dada.

Segmen ST : Secara keseluruhan berupa garis isoelektrik (garis maya).

Interval QT : Intervalnya adalah 9 satuan luas persegi, maka interval

QT = 9 * 0.04 = 360ms.

Interval QTc : Rate = 150 bpm, sehingga perhitungan interval QT yang sesuai dengan

persyaratan yaitu QTc = 360/0.632 = 569 ms.

Gelombang T : Gelombang T menjadi tidak jelas karena adanya garis bergerigi atau

dikarenakan aktivitas gelombang P yang cepat.

Kesimpulan dari analisis di atas adalah terdapatnya axis normal, atrial flutter

dengan perbandingan 2 : 1, aktivitas gelombang P pada kecepatan 300/min (minute), dan

terdapatnya perpanjangan pada QTc.

2.6.7.7 Atrial Fibrillation

Atrial Fibrillation beriarama sangat kacau. Otot-otot atrium berkontraksi secara

random. Impuls tersebut dibawa ke AV node secara random pula dan interval antara

kompleks QRS selalu berubah. Atrium biasanya berdenyut antara 400-700 kali per

menit.

Karakteristik :

- Rata-rata denyut atrium biasanya antara 400-700 denyut per menit.

Page 4: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

57

- Rata-rata denyut ventrikel biasanya antara 160-180 denyut per menit.

- Irama denyut ventrikel tidak teratur.

- Tidak ada gelombang P. Aktivitas elektrikal yang kacau atau yang disebut

gelombang “f” (gelombang F berukuran kecil) dapat terjadi.

- Kompleks QRS normal.

Contoh:

Gambar 2.25 EKG Atrial Fibrillation

(direkam dari seorang insinyur berumur 83 tahun)

(Sumber: http://www.cardioweb.co.uk/index.asp)

Analisis EKG di atas:

Rate : Di antara gelombang R hanya terdapat 3 satuan luas persegi besar,

berdasarkan rata-rata dari detak jantung yang bervariasi, maka

Rate = 300/3 = 93 bpm.

Page 5: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

58

Ritme : Gelombang R terlihat dalam interval yang tidak teratur, dengan pola

pergerakan yang tidak diketahui, dan tidak terlihat adanya

gelombang P.

Axis : Lead I dan II positif, maka dapat dipastikan axis tersebut normal.

Gelombang P : Garis dasarnya tidak teratur dan tidak terlihat jelas adanya aktivitas

atrial.

Interval PR : Karena tidak ditemukannya gelombang P, maka interval PR tidak dapat

diukur.

Durasi QRS : Durasinya kurang dari 0.12 detik (terdapat tiga satuan luas persegi

berukuran kecil).

Pola QRS : Berdasarkan morfologinya (ilmu yang mempelajari tentang berbagai

bentuk) pola dia atas normal dan gelombang R mengalami perubahan

ukuran ketika melintasi lead dada.

Segmen ST : Secara keseluruhan berupa garis isoelektrik (garis maya).

Interval QT : Intervalnya adalah 9 satuan luas persegi, maka interval

QT = 9 * 0.04 = 360 ms.

Interval QTc : Rate = 93 bpm, sehingga interval QT yang seharusnya adalah 450 ms

(interval R-R = 0.64 s).

Gelombang T : Gelombang T tidak normal pada posisi negative di lead III dan aVF.

Kesimpulan dari analisis di atas adalah terdapatnya axis normal, atrial

fibrillation yang menunjukkan terdapatnya bukti-bukti kerusakan pada bagian inferior

atau dikenal dengan istilah inferior ischaemia dan interval normal dengan perpanjangan

pada QTc.

2.6.7.8 Premature Junctional Complexes (PJC)

PJC adalah impuls elektrikal yang berasal dari dekat AV node. Impuls ini terjadi

sebelum denyut sinus yang seharusnya

Page 6: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

59

Karakteristik :

- Irama jantung tidak teratur.

- Denyut terjadi sebelum denyut sinus yang seharusnya.

- Tidak ada gelombang P positif sebelum kompleks QRS.

- Bila terdapat gelombang P, nilainya negatif, berada sebelum, bertabrakan, atau

mengikuti kompleks QRS.

- Bila gelombang P berada sebelum kompleks QRS, interval PR bisa normal, bisa

juga lebih panjang.

- Blok total dapat terjadi dengan tidak adanya kompleks QRS yang mengikuti

gelombang P.

- Kompleks QRS bisa normal, bisa juga lebih lebar.

2.6.7.9 Junctional Tachycardia

Bila terdapat 3 atau lebih PJC secara beruntun maka disebut junctional

tachycardia

Karakteristik :

- Terdapat 3 atau lebih PJC secara beruntun.

- Rata-rata denyut atrium antara 160-240 denyut per menit.

- Irama teratur, tetapi dengan denyut atrium diatas 200, AV blok dapat juga terjadi.

- Gelombang P bernilai negatif dan dapat berada sebelum, bertabrakan, atau

mengikuti kompleks QRS.

- Interval PR bisa normal, bisa juga lebih panjang.

- Kompleks QRS normal, bisa juga lebih lebar.

Page 7: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

60

2.6.7.10 Premature Ventricular Complexes (PVC)

Karakteristik :

- Irama jantung tidak teratur.

- Gelombang P biasanya.

- Interval PR bisa normal, bisa juga lebih panjang.

- Ada kompleks QRS yang muncul sebelum denyut sinus yang seharusnya.

- Lebar kompleks QRS biasanya 0.12 detik atau lebih.

- Bentuk kompleks QRS seringkali aneh.

- Gelombang T biasanya berlawanan polaritas dengan QRS kompleks.

- Irama sinus node biasanya terganggu.

2.6.7.11 Ventricular Tachycardia

Karakteristik :

- Terdapat tiga atau lebih PVC secara beruntun.

- Rata-rata 100-220 denyut per menit.

- Irama jantung biasanya teratur tetapi bisa juga tidak.

- Gelombang P mungkin bisa dikenali. Biasanya tidak ada relasi yang tetap antara

gelombang P dan kompleks QRS.

- Bentuk kompleks QRS biasanya aneh. Kadang-kadang dapat juga terjadi

kompleks QRS yang sempit.

Page 8: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

61

2.6.7.12 Ventricular Fibrillation

Karakteristik :

- Denyut jantung sangat cepat, tetapi biasanya terlalu tidak teratur sehingga sulit

untuk dihitung.

- Irama jantung tidak teratur.

- Bentuk gelombang eletrikal bervariasi dalam bentuk dan ukuran, tidak ada ciri

khas gelombang P, QRS, maupun T.

2.6.7.13 Escapes

Kadang dapat terjadi pause dalam aktivitas elektrikal jantung. Denyut apapun

yang muncul setelah pause disebut denyut escape. Denyut escape berasal dari tiga

tempat yang berbeda :

1. Sinus Escape

Karakteristik :

- Ada Gelombang P positif sebelum escape.

2. Junctional Escape

Karakteristik :

- Tidak ada gelombang P positif sebelum escape, tetapi QRS normal.

3. Ventricular Escape

Karakteristik :

- Tidak ada gelombang P positif sebelum escape dan kompleks QRS

berukuran lebar dan aberrant.

Page 9: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

62

2.6.7.14 Ventricular Asytole

Ventricular asytole mewakili total absennya aktivitas eletrikal ventrikel. Karena

tidak terjadi depolarisasi maka tidak ada kontraksi ventrikel. Ini dapat terjadi bila

jantung berhenti atau dapat mengikuti terjadinya ventrikular fibrillation.

Karakteristik :

- Benar-benar tidak ada aktivitas eletrikal ventrikel.

- Kadang terdapat gelombang P.

2.6.7.15 AV Block

Delay pada AV node yang lebih lama dari 0,20 detik atau aktivitas atrium yang

tidak disalurkan ke ventrikel disebut “heart block”. Ada tiga derajat “heart block”:

1. AV Block derajat satu

Konduksi melalui node AV sedikit terlambat tetapi semua impuls dapat

terkonsuksi. Walaupun semua gelombang P diikuti oleh kompleks QRS

tetapi interval PR lebih panjang.

Karakteristik :

- Ritme seperti biasa.

- Setiap gelombang P diikuti gelombang QRS.

- Interval PR sekitar 0,2 detik lebih panjang.

- Kompleks QRS biasanya normal.

2. AV Block derajat dua tipe I

Ini adalah pemblokiran sebagian dari node AV. Perlambatan di node AV

selalu terjadi samapai semua impuls terblokir seluruhnya. Kejadian ini selalu

berulang.

Page 10: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

63

Karakteristik :

- Laju atrium tidak terpengaruh tetapi laju ventrikel lebih lambat karena

adanya detak jantung yang terkonduksi.

- Ritme Atrium normal. Ritme ventrikel tak normal.

- Gelombang P normal.

- Inteval PR meningkat terus-menerus sampai kompleks QRS terblokir.

- Kompleks QRS normal.

3. AV Block derajat dua tipe II

Bentuk lain dari AV Block. Kondisi konduksi normal untuk sebagian besar

denyut tetapi sebagian impuls tidak terkonduksi sama sekali. Hal ini akan

menyebabkan hilangnya gelombang QRS

Karakteristik :

- Laju atrium tak terpengaruh tetapi laju ventrikel lebih lambat karena

adanya detak jantung yang terkonduksi.

- Ritme atrium normal. Ritme bentrikel tak normal.

- Gelombang P normal.

- Tidak setiap P diikuti oleh QRS.

- Interval gelombang P dapat normal atau lebih panjang namun selalu

konstan. Ada kemungkinan interval PR menjadi pendek setelah satu sela.

4. AV Block derajat tiga

Ini adalah pemblokiran node AV secara penuh dan tak ada impuls yang

melewatinya. Pada kasus ini salah satu dari kumpulan AV atau jaringan

Purkinje yang akan menjadi pemacu denyut untuk ventrikel tetapi atrium

Page 11: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

64

tetap dipacu oleh node sinus. Sehingga tidak ada hubungan antara gelombang

P dan kompleks QRS pada EKG.

Karakteristik :

- Laju atrium tak terpengaruh tetapi laju ventrikel lebih lambat daripada

atrium.

- Laju ventrikel sekitar 40-60 denyut per menit.

- Ritmenya normal.

- Gelombang P normal.

- Tak ada hubungan antara gelombang dan kompleks QRS.

- Kompleks QRS normal atau lebih lebar.

2.6.7.16 Bundle Branch Block

Ritme pada supraventrikular ada tetapi melalui cabang berkas diblokir atau

terjadi penyimpangan. Kompleks QRS lebih lebar dan ada gelombang P sebelumnya.

Gangguan gelombang atrium dan atrial fibrillation juga dapat berhubungan dengan

penyakit ini. Dalam gangguan atrium, gelombang F dapat terlihat tetapi kompleks QRS

lebih lebar dan dalam atrial fibrillation kompleks pola QRS tak teratur, sehingga dapat

dibedakan dengan ventrikel tachycardia.

Pada suatu saat bisa sulit untuk membedakan PVC atau ventrikular tachycardia

dari bundle branch block. Masalah ini sangat rumit dan seringkali perbedaannya hampir

tidak mungkin bahkan bagi pakar elektrokardiograf.

Karakteristik :

- Kompleks QRS lebar.

- Ada gelombang P atau F mendahului kompleks QRS.

Page 12: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

65

Atau

- Kompleks QRS lebar.

- Tidak ada gelombang P. Aktivitas listrik yang kacau atau gelombang f

(gelombang F yang kecil) terlihat.

- Ritmenya tidak normal.

2.7 Pemrosesan Sinyal Digital

Dalam pemrosesan sinyal digital terdapat beberapa gangguan eksternal di

antaranya adalah noise atau pengaburan sinyal (sinyal menjadi lebih rumit). Agar dapat

diperoleh hasil analisa yang akurat, maka noise harus dihilangkan. Noise dapat

dihilangkan dengan menggunakan teknik filtering. Dari hasil analisa yang ada dapat

dilakukan diagnosis untuk mengetahui tipe pola denyut jantung seseorang yang akan

digunakan untuk diagnosis selanjutnya.

2.7.1 Representasi Domain Waktu dari Sinyal dan Filter

Untuk dapat mengetahui waktu dari suatu sinyal, maka terlebih dahulu sinyal

tersebut dijadikan unit impuls. Dari pengukuran waktu dari unit impuls akan

menghasilkan Discrete-time signal. Unit impuls ini dapat diukur dengan menggunakan

rumus:

[ ] { 0,1

0,0

=

≠=

nif

nifnδ (2-6)

dimana n adalah nilai unit impuls berbentuk integer dengan range ∞+≤≤∞− n , yang

akan dipresentasikan dalam bentuk gambar koordinat seperti di bawah:

Page 13: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

66

Gambar 2.26 Sinyal Digital Memanggil Sinyal Unit Impuls

Filter adalah proses transformasi dari suatu sinyal menjadi sinyal yang lain.

Dalam pemrosesan sinyal digital maka fungsi filter adalah mengubah suatu sinyal yang

memiliki noise menjadi suatu sinyal yang siap dianalisis.

}{xHy = (2-7)

Gambar 2.27 Filter Digital H

di mana x adalah sinyal input, y adalah sinyal output dan H melambangkan filter.

Respon terhadap unit impuls dari suatu filter bersifat linier untuk semua konstanta a dan

b, dan semua sinyal 1x dan 2x sehingga:

}{}{}{ 2121 xbHxaHbxaxH +=+ (2-8)

Filter harus mempunyai fase linier dalam passband-nya agar tidak mendistorsi sinyal.

Discrete-time signal yang dilambangkan dengan ][nx adalah jumlah unit impuls

yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

∑+∞

∞−=

−=k

knkxnx ][][][ δ (2-9)

Page 14: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

67

Apabila filter linier H diterapkan pada ][nx maka

∑+∞

∞−=

−==k

knHkxnxHny ]}[{][]}[{][ δ (2-10)

Dari rumusan di atas diketahui bahwa efek dari filter linier H sepenuhnya

bergantung pada Discrete-time signal. Dengan demikian maka output [ ]ny dapat

dihitung untuk setiap input [ ]nx . Dan rumus efek linier H atau yang lebih dikenal

dengan sebutan respon impuls filter H dapat dinyatakan dengan rumus:

]}[{][ knHnhk −= δ (2-11)

di mana ][nhk adalah fungsi respon impuls filter H dan k adalah posisi waktu dari

sebuah impuls.

Respon impuls dari sebuah filter linier adalah fungsi perbedaan waktu antara

waktu input dan waktu respon impuls, dikenal dengan istilah linear time-invariant filter.

Output dari discrete-time linear time-invariant filter dapat diukur dengan menggunakan

rumus:

[ ] ∑+∞

∞−=

−=k

knxkhny ][][ (2-12)

Apabila respon impuls berdurasi terbatas (finite duration), maka filternya disebut

Finite Impulse Response (FIR), dan apabila berdurasi tak terhingga (infinite duration),

maka disebut Infinite Impulse Response (IIR).

Page 15: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

68

2.7.2 Representasi Domain Frekuensi dari Sinyal dan Filter

Selain unit impuls, ada jenis sinyal lain yang sangat penting yaitu complex

phasor yang mewakili nilai kompleksitas dari suatu sinyal. Phasor dinyatakan dalam

fungsi:

[ ] njenx ω= (2-13)

Pergeseran pada variabel waktu mengakibatkan perkalian phasor dengan

konstanta kompleks menghasilkan fungsi:

[ ] ( ) [ ] kjkjnjknj enxeeeknx ωωωω −− =−==− (2-14)

di mana variabel frekuensi (ω ) berada dalam periode πωπ ≤≤− . Frekuensi digital

tertinggi adalah π yang berkorespondensi dengan frekuensi sampling sinyal.

Bila respon impulse sebuah linear time-invariant discrete-time filter adalah [ ]nh ,

maka apabila digabungkan dengan fungsi di atas, akan menghasilkan fungsi:

[ ] [ ] [ ] [ ] [ ] ( ) [ ]nxeHnxekhknxkhny j

k

kj

k

ωω =⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛=−= ∑∑

∞+

∞−=

−∞+

∞−=

(2-15)

dimana ( )ωjeH disebut sebagai respon frekuensi filter, ( ) ( )ωω jeHG = yang

merupakan magnitudo dari fungsi ini disebut sebagai respon magnitude, dan

( ) ( )ωωθ jeHarg= yang merupakan sudut fase disebut sebagai respon fase filter.

Turunan dari sudut fase terhadap frekuensi mempunyai unit delay. Dan delay

sinyal yang melalui filter ini dapat dinyatakan dengan fungsi frekuensi:

( ) ( )ωωθωτ

dd

−= (2-16)

dimana ( )ωτ merupakan delay waktu yang dialami komponen frekuensi sinyal (ω ) saat

melewati input menuju output filter.

Page 16: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

69

2.7.3 Transformasi Fourier Diskrit

Suatu sinyal pada domain waktu dapat diubah menjadi sinyal pada domain

frekuensi ataupun sebaliknya dengan menggunakan Discreet Fourier Transform. Oleh

karena itu, hubungan domain waktu dengan domain frekuensi dapat diinterpretarsikan

sebagai berikut:

domainfrequency domain timeiDFT

DFT

⎯⎯ ⎯←⎯⎯→⎯

Gambar 2.28 Hubungan Domain Waktu Dan Domain Frekuensi

dimana DFT adalah Discreet Fourier Transform dan iDFT adalah inverse Discreet

Fourier Transform.

Berikut adalah contoh Discreet Fourier Transform dalam pembuatan sebuah

bandpass filter agar dapat merespon sinyal pada domain waktu dari sinyal pada domain

frekuensi tertentu. Hal pertama yang dilakukan adalah membuat representasi sinyal pada

domain frekuensi seperti gambar di bawah ini.

domain frekuensi domain waktu

Gambar 2.29 Representasi Sinyal Pada Domain Frekuensi Ke Domain Waktu

Setelah representasi domain waktu atau respon impuls didapatkan, agar sinyal

yang masuk ke dalam filter tidak mengalami peningkatan / penguatan maupun

⎯⎯ →⎯iDFT

Page 17: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

70

penurunan / pelemahan maka nilai dari sinyal tersebut harus diolah kembali dengan

menggunakan fungsi: 1)(1

0

=∑−

=

N

i

ix . Kemudian nilai dari tiap respon impuls dimasukkan

ke dalam ∑−

=

=1

0

)(N

i

ixd , dimana d adalah pembagi untuk nilai tiap respon impuls, N adalah

order dari filter (jumlah sinyal dalam respon impuls), dan x adalah respon impuls.

Selanjutnya, respon impuls yang telah dibagi dengan d diubah indexnya dari 0 s/d N-1

menjadi ( )2

1N +− s/d 2N , sehingga bentuk dari respon impuls menjadi:

Gambar 2.30 Respon Impuls

Penggeseran index dilakukan agar delay ω menjadi nol atau tidak ada. Hal ini

bertujuan agar sinyal yang datang tidak akan mengalami delay waktu saat melewati

sinyal filter.

2.7.4 Perancangan Filter Digital

Komponen sinyal dari suatu gelombang QRS relatif lebar frekuensinya, berkisar

antara 2-100 Hz dengan puncak pada 10-15 Hz. Output dari sebuah filter FIR fase linier

dinyatakan sebagai fungsi:

[ ] [ ] [ ]knxkhnyM

k

−= ∑=0

(2-17)

Page 18: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

71

dimana M adalah filter order. Order ke-90 (NF = 90) pada fase filter linier didesain

menggunakan Hamming Window dengan rumusan:

[ ] [ ] [ ]inEihN

nEF

F

N

NiF

++

= ∑=

01 121 (2-18)

dimana [ ]nE0 adalah sinyal yang asli.

2.7.5 Scaling

Langkah selanjutnya setelah proses pemfilteran adalah scaling sinyal yang

bertujuan agar amplitudo rata-rata sinyal sama dengan sepuluh, dengan fungsi sebagai

berikut:

[ ] [ ][ ]minmax

12 10

EEnE

nE−

= (2-19)

dimana maxE dan minE adalah nilai maksimum dan minimum dari 1E dalam interval

waktu tertentu.

2.7.6 Squaring dan Moving Averaging

Setelah melewati tahap scaling maka nilai sinyal dikuadratkan untuk

memperkirakan kekuatannya. Kemudian dihaluskan dengan moving window integrator.

Lebar window integrator sama dengan lima ( )2,512 11 ==+ NN .

[ ] [ ]( )2

21

3

1

112

1 ∑−=

++

=N

Ni

inEN

nE (2-20)

dimana sinyal E3[n] merepresentasikan perkiraan kekuatan jangka pendek EKG yang

sudah difilter dengan perkiraan waktu n.

Page 19: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

72

2.7.7 Dynamic Threshold

Walaupun telah melewati proses filter, terkadang masih terdapat noise ataupun

gangguan lainnya yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pendeteksian

gelombang QRS. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk merancang dynamic

threshold khusus dengan algoritma sederhana untuk menghilangkan gangguan-gangguan

pada gelombang yang belum teratasi pada saat filtering. Dynamic threshold dapat

dimanfaatkan untuk pendeteksian onset dan offset pada gelombang QRS. Fungsi dari

Dynamic threshold adalah:

[ ] [ ] [ ] [ ]B

KnTnE

nTnT +−+

+=+1

1 3 (2-21)

dimana [ ]1+nT dan [ ]nT adalah nilai T yang baru dan nilai T yang lama. [ ]13 +nE

adalah sinyal EKG yang telah difilter dan diperhalus, dan B adalah nilai offset.

Threshold dapat diadaptasikan dalam berbagai situasi tergantung dari faktor pembobot

K, yang akan menghasilkan nilai kecil bila diberikan nilai yang besar.

Dua peraturan dasar dalam pengaturan threshold:

1. Apabila nilai data ≤ threshold sebelumnya, nilai threshold diubah dengan

menggunakan rumus di atas. Dengan kata lain gelombang QRS tidak

dideteksi.

2. Apabila nilai data > threshold sebelumnya, nilai threshold tetap dan dari

threshold yang ada dicari titik onset (is) yang menjadi kandidat gelombang

QRS. Selanjutnya setiap data EKG yang masuk dibandingkan dengan nilai

threshold yang ada hingga data bernilai lebih kecil. Setelah titik akhir (ie)

ditentukan dan threshold diubah sesuai dengan aturan pertama.

Page 20: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

73

Gambar 2.31 Periode Deteksi QRS

Periode [is, ie] dianggap sebagai alternatif periode gelombang QRS. Keputusan

untuk menentukan apakah alternatif tersebut adalah periode gelombang QRS

sesungguhnya harus dilakukan dengan menghitung area S (daerah arsiran pada Gambar

2.31) dengan menggunakan rumus:

[ ] [ ]( )∑=

≥−=e

s

i

iiTSiTiES 3 (2-22)

Apabila S bernilai lebih besar daripada nilai ST pada area alternatif dalam interval [is, ie],

maka alternatif tersebut adalah periode gelombang QRS sesungguhnya.

ST adalah area threshold yang merupakan salah satu dari tiga parameter dalam

algoritma dynamic threshold. Dua parameter lainnya adalah B (nilai offset) dan K (faktor

pembobot).

2.7.8 Lokasi Puncak QRS

Langkah terakhir dalam pengukuran waktu sinyal dan filter adalah mencari

lokasi puncak QRS, yaitu dengan menggunakan dynamic threshold untuk mengetahui

lokasi sinyal [ ]nE 3 maksimum dalam periode deteksi QRS.

Page 21: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

74

2.8 Pendekatan Polinomial Chebyshev

Polinomial Chebyshev sangat berguna untuk menghilangkan noise dan

mendapatkan karakteristik dari gelombang yang ada. Untuk menghilangkan noise maka

perlu diketahui fungsi kontinu ( )tx , posisi di mana gelombang saling berkelanjutan

tanpa noise. Fungsi kontinu ( )tx dapat diperoleh dengan kombinasi linier dari fungsi

polinomial ( )ty ( ){ }nktk ,,1,0: K=φ , dengan rumusan:

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )∑=

==+++=n

kkknn tytctctctctx

01100 φφφφ K (2-23)

di mana c ( )tkφ adalah koefisien polinomial.

Dan Polinomial φ yang dipilih adalah polinomial Chebyshev dengan rumusan:

( ) ( )( ) 11,coscos 1 ≤≤−= − ttktkφ (2-24)

di mana k mewakili derajat fungsi polinomial.

Hal penting yang harus diperhatikan adalah agar dapat diperoleh fungsi kontinu

yang lebih akurat dari sebuah kurva maka diperlukan nilai koefisien {ck} yang optimal.

Selain itu hal penting lainnya yang harus diperhatikan juga adalah fungsi polinomial

Chebyshev harus tegak lurus terhadap fungsi pembobot ( ) ( ) 21

21 −−= ttw

( ) ( )∫−

⎪⎪⎩

⎪⎪⎨

≠=

==≠

=−

1

12

0,2

0,,0

11

ji

jiji

dtt

tt jiππφφ (2-25)

Apabila rumus x(t) dikalikan dengan ( ) ( )twtkφ kemudian kedua ruas

diintegralkan dengan interval [-1, 1], maka:

Page 22: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

75

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )⎪⎩

⎪⎨⎧

===∫ ∫

− −0,

2

0,1

1

1

1kc

kcdttwttcdttwttx

k

k

kkkk ππ

φφφ (2-26)

Sehingga:

( ) ( ) ( )⎪⎩

⎪⎨⎧

=== ∫

−0,

2

0,1 1

1k

kdttwttxc kk π

πφ

α (2-27)

Apabila rumus tersebut dihitung secara langsung maka akan menghasilkan error

dalam jumlah yang sangat banyak. Hal ini dikarenakan w(t) menjadi tak terhingga pada

t=-1 dan t=+1. Masalah ini dapat diatasi dengan mensubstitusi θcos=t ke dalam

rumus, sehingga menghasilkan rumusan:

( )( ) ( ) θθθα

π

dkxck ∫=0

coscos1 (2-28)

Apabila rumusan di atas dinyatakan sebagai jumlah integral dengan N interval

diskrit maka akan diperoleh rumusan:

( )( ) ( )( )

θθθα

π

π

dkxcN

m

Nm

Nm

k ∑ ∫−

=

+

=1

0

1

coscos1

(2-29)

Apabila nilai N cukup besar, setiap integran dapat didekati secara linier melalui durasi

interval Nπ , sehingga:

( )( ) ( )⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛= ∑

=

1

01

1 N

mkk mymyxc

β (2-30)

dimana

( ) ,cos ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

Nkmmyk

π dan ⎪⎩

⎪⎨⎧

=

>=0,

0,2

kN

kNβ (2-31)

Page 23: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

76

Dalam penerapannya, fungsi x diperoleh dari sampling x[0], x[1], ..., x[N-1] oleh

karena itu untuk menghilangkan perbedaan yang ada, rumusan di atas dapat diganti

menjadi:

[ ] ( )⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛= ∑

=

1

0

1 N

mmk myixc

β (2-32)

dimana

( )( )⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −= myNroundim 11

2 (2-33)

2.9 Pengenalan Pola

Pemrosesan sinyal digital akan menghasilkan beberapa pola yang berbeda dari

sumber-sumber yang berbeda. Pola yang dihasilkan dapat menunjukkan ada atau

tidaknya kelainan pada jantung seseorang. Agar dapat mengetahui adanya kelainan atau

tidak pada jantung seseorang maka diperlukan pengenalan pola dari pola yang telah

dihasilkan.

Pola yang dihasilkan dari pemrosesan sinyal digital dibagi menjadi dua:

Pola Konkret

Pola konkret adalah pola yang dapat dilihat dan memiliki ukuran, seperti:

gambar, simbol, benda tiga dimensi, sinyal elektrokardiogram, dll.

Pola Abstrak

Pola abstrak adalah pola yang tidak dapat dilihat maupun diukur secara fisik,

contohnya: ide atau konsep. Sehingga pola abstrak sering dikenal dengan

istilah pengenalan konsep (conceptual recognition). Pengenalan pola tersebut

termasuk didalam cabang artificial intelligence yang lain. Salah satu contohnya

adalah pengenalan pola kalimat pada suatu perintah untuk kompiler mesin.

Page 24: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

77

Recognition atau pengenalan adalah proses ketika seseroang mengenali sebuah

suara, nada lagu, arti sebuah kata, bau yang tidak sedap, dsb. Proses pengenalan tersebut

terjadi ketika seseorang membanding apa yang dilihat atau didengarnya dengan

informasi yang serupa dengan objek tersebut. Oleh karena itu, Recognition atau

pengenalan juga dapat didefinisikan sebagai proses membandingkan objek dari suatu

lingkungan (set) ke dalam suatu kelompok objek (subset) yang sama atau mirip dengan

objek yang sudah diketahui sebelumnya.

Pengenalan pola yang dimaksud dalam EKG memiliki proses yang sama dengan

proses pengenalan pada umumnya. Tepatnya, pengenalan pola terjadi ketika sinyal yang

diterima dibandingkan dengan sinyal sudah diketahui sebelumnya. Ruang lingkup

pengenalan pola dibagi menjadi dua:

1. Pengenalan pola secara alamiah oleh makhluk hidup. Pengenalan pola

tersebut dipelajari secara khusus dalam ilmu biomedika.

2. Pengenalan pola melalui penerapan teori dan teknik pengenalan pola dengan

bantuan teknologi komputer, yang dirancang untuk fungsi tertentu.

Maksudnya adalah teori dan teknik atau metode yang dikembangkan

disesuaikan dengan tujuan tertentu, contoh: metode pengenalan pola sinyal

EKG berbeda dengan metode pengenalan pola gelombang suara alat musik.

2.9.1 Proses Pengenalan Pola

Proses pengenalan pola dibagi menjadi tiga fase (E.R. Davies, 1990):

1. Data Acquisition

Data Acquisition adalah pengumpulan data dari objek fisik dengan

menggunakan transducer. Data-data yang telah terkumpul kemudian

Page 25: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

78

dikonversikan menjadi format digital, yang lebih mudah dipahami dan diolah

oleh komputer. Apabila hasil dari transducer adalah photocells maka data

berupa nilai dari intensitas cahaya. Dan apabila transducer adalah

microphone maka data berupa nilai dari tinggi gelombang.

2. Data Preprocessing.

Data Preprocessing adalah pengelompokkan data, yang telah diukur pada

tahap Data Acquisition, menurut ciri-ciri tertentu. Data-data yang memiliki

karakteristik yang sama dijadikan set data karakteristik tertentu.

3. Data Classification

Data Classification atau klasifikasi data adalah pemilihan set data

karakteristik yang sesuai dengan fungsi yang telah dideklarasikan. Set data

karakteritik yang disesuaikan dengan set fungsi tertentu bermanfaat untuk

mengetahui apakah objek yang memiliki data tersebut dikenali atau tidak.

Gambar 2.32 Proses Pengenalan Pola

Untuk dapat melalui ketiga tahapan tersebut, input berupa gelombang EKG harus

dijadikan data digital yaitu dengan menggunakan interface card. Interface card

berfungsi untuk menghasilkan file yang berisi angka biner dari tinggi gelombang setiap

frekuensi. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dapat diakuisisi dengan

Data Acquisition

Data Preprocessing

Fase I Fase II Fase III

x(r) xN

variabel fisik class

Data Classification

Page 26: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

79

menggunakan komputer. Data yang sudah diakusisi kemudian difilter dari sinyal yang

mendistorsi untuk dikelompokkan menurut ciri-cirinya (Data Preprocessing). Selain itu

data yang telah difilter juga dapat diekstrak untuk menghasilkan paramater-parameter

yang berguna untuk menjadi set parameter yang deskriptif. Parameter yang dihasilkan

dari tahap II ini, apabila dicontohkan dengan menggunakan pengenalan seorang

manusia, dalam pengenalan pola, adalah tinggi, berat badan, warna kulit, warna rambut,

dsb. Sedangkan, di dalam EKG parameter yang dimaksudkan adalah durasi gelombang,

luas area, koefisien Chebyshev, dsb.

Setelah melewati tahap-tahap tersebut maka data digital siap dijadikan input

untuk tahap klasifikasi. Tahap klasifikasi bermanfaat untuk mengelompokkan objek ke

dalam subset kelasnya. Dalam tahap klasifikasi yang menghasilkan prototipe ini

digunakan berbagai metode dalam cabang artificial intelligence seperti neural networks,

fuzzy logic, minimum distance classifier, knowledge based expert system, dsb. Namun

menurut penelitian yang ada diketahui bahwa metode-metode tersebut tidak menjamin

dikenalinya suatu objek karena pada beberepa kasus pengenalan pola gelombang EKG,

ciri paramater yang membedakan suatu subset tidaklah tetap dan beberapa objek akan

cenderung mengalami kesalahan klasifikasi (misclassified).

2.9.2 Metode Pengenalan Pola

2.9.2.1 Fuzzy Logic

Logika fuzzy merupakan suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang

input ke dalam suatu ruang output.

Sebagai contoh terlihat pada Gambar 2.33. Misalkan akan dibuat himpunan

tinggi badan orang. Kata TINGGI menunjukkan derajat seberapa besar orang dikatakan

Page 27: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

80

tinggi. Dengan menggunakan himpunan crisp, misalkan seseorang dikatakan tinggi jika

memiliki tinggi badan diatas 165 cm.

Gambar 2.33 Orang-orang dengan Tinggi Badan yang Berbeda

Gambar 2.34 Fungsi Keanggotaan TINGGI secara Tegas

Secara tegas dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki tinggi badan diatas 165

cm dikatakan TINGGI dengan nilai keanggotaan (µ=1). Sebaliknya, apabila seseorang

memiliki tinggi badan kurang dari atau sama dengan 165 cm, maka secara tegas

dikatakan bahwa orang tersebut TIDAK TINGGI dengan µ=0 (Gambar 2.34). Hal ini

menjadi tidak adil, karena untuk orang yang memiliki tinggi badan 165,1 cm dikatakan

Page 28: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

81

TINGGI, sedangkan orang yang memiliki tinggi badan 165 cm dikatakan TIDAK

TINGGI.

Gambar 2.35 Fungsi Keanggotaan TINGGI secara Kontinu

Dengan menggunakan himpunan fuzzy, maka dapat dibuat suatu fungsi

keanggotaan yang bersifat kontinu. Orang yang memiliki tinggi badan 160 cm sudah

mendekati tinggi, artinya dia dikatakan TINGGI dengan µ=0,75. Sedangkan orang yang

memiliki tinggi badan 153 cm, dia memang kurang tinggi, artinya dia dikatakan

TINGGI dengan µ=0,2 (Gambar 2.35).

Contoh lain, untuk variabel umur terlihat pada Gambar 2.36. Gambar 2.36

menunjukkan himpinan crisp untuk SETENGAH BAYA, dimana orang yang berumur

kurang dari 35 tahun atau lebih dari 55 tahun disebut bukan SETENGAH BAYA (nilai

keanggotaan = 0). Sedangkan orang yang berumur antara 35 dan 55 tttahun disebut

SETENGAH BAYA (nilai keanggotaan = 1).

Page 29: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

82

Gambar 2.36 Himpunan Crisp SETENGAH BAYA

Gambar 2.37 Himpunan Fuzzy SETENGAH BAYA

Gambar 2.37 menunjukkan fuzzy set untuk setengah baya. Orang yang berumur

25 sampai 65 tahun dikatakan SETENGAH BAYA dengan nilai keanggotaan yang

berbeda. Orang dikatakan benar-benar SETENGAH BAYA (nilai keanggotaan = 1) jika

berumur 45 tahun.

Gambar 2.38 Himpunan Fuzzy: Kelompok Umur

Page 30: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

83

Himpunan fuzzy yang dapat berhubungan dengan MUDA, SETENGAH BAYA,

dan TUA, dapat didefinisikan secara bersama terlihat pada Gambar 2.38 Himpunan-

himpunan tersebut kelihatan oveerlap. Umur 60 tahun termasuk SETENGAH BAYA

dan TUA. Jika umur semakin bertambah, maka keanggotaan MUDA-nya semakin

mendekati 0. Tiap-tiap himpunan fuzzy pada Gambar 2.38 dapat disebutkan sesuai

dengan linguistik yang bersesuaian, dalam hal ini MUDA, SETENGAH BAYA, dan

TUA.

Sekarang telah diperoleh 2 variabel yang berbeda yang berhubungan dengan

umur, yaitu:

UmurDalamTahun Variabel numeris (bernilai integer);

UmurGrup Variabel linguistik (MUDA, SETENGAH BAYA, TUA)

Terkadang kemiripan antara keanggotaan fuzzy dengan probabilitas menimbulkan

kerancuan. Keduanya memiliki nilai pada interval [0,1], namun interpretasi nilainya

sangat berbeda anatara kedua kasus tersebut. Keanggotaan fuzzy memberikan suatu

ukuran terhadap suatu pendapat atau keputusan, sedangkan probabilitas

mengindikasikan proporsi terhadap keseringan suatu hasil bernilai benar dalam jangka

panjang. Misalnya, jika nilai keanggotaan suatu himpunan fuzzy MUDA adalah 0,9;

maka tidak perlu dipermasalahkan berapa seringnya nilai itu diulang secara individual

untuk mengharapkan suatu hasil yang hampir pasti muda. Di lain pihak, nilai

probabilitas 0,9 muda berarti 10% dari himpunan tersebut diharapkan tidak muda.

Page 31: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

84

2.9.2.1.1 Operasi Himpunan Fuzzy

Seperti halnya himpunan konvensional, ada beberapa operasi yang didefinisikan

secara khusus untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy. Berikut adalah

beberapa operasi logika fuzzy konvensional yang didefinisikan oleh Zadeh:

Interseksi ])[],[min( yx BABA μμμ =∩ (2-34)

Union ])[],[max( yx BABA μμμ =∪ (2-35)

Komplemen ][1' xAA μμ −= (2-36)

Karena himpunan fuzzy tidak dapat dibagi dengan tepatseperti halnya himpunan crisp,

maka operasi-operasi ini diaplikasikan pada tingkat keanggotaan. Suatu elemen

dikatakan menjadi anggota himpunan fuzzy jika:

1. Berada pada domain himpunan tersebut.

2. Nilai kebenaran keanggotaannya ≥ 0.

3. Berada di atas ambang α-cut yang berlaku.

2.9.2.1.1.1 Interseksi Himpunan Fuzzy

Pada sistem crisp, interseksi antara 2 himpunan berisi elemen-elemen yang

ebrada pada kedua himpunan. Hal ini ekuivalen dengan operasi aritmatik atau logika

AND. Apda logika konvensional, operator AND diperlihatkan dengan derajat

keanggotaan minimum antar kedua himpunan. Tabel 2.3 menunjukkan nilai fuzzy AND

untuk merepresentasikan keanggotaan x dan y.

Page 32: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

85

Tabel 2.3 Tabel Kebenaran Operator ZADEH ‘AND’

Operator intersesksi seringkali digunakan sebagai batasan anteseden dalam suatu

aturan fuzzy, seperti:

IF x is A AND y is B THEN z is C

Kekuatan nilai keanggotaan antara konsekuen x dan daerah fuzzy C ditentukan oleh kuat

tidaknya premis atau anteseden. Kebenaran anteseden ini ditentukan oleh

min(µ[x is A], µ[y is B]), Gambar 2.39 dan Gambar 2.40 menunjukkan fungsi

karakteristik untuk himpunan fuzzy SETENGAH BAYA yang diberikan sebagai

berikut:

]45[]35[][ ≤∧≥= umurumurxYASETENGAHBAμ

Sehingga, keanggotaan himpunan ini adalah semua individu yang berada di antara 35

dan 45 tahun.

Gambar 2.39 Operasi Himpunan Crisp

Page 33: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

86

Gambar 2.40 Representasi Crisp: TINGGI

Fungsi karakteristik himpunan fuzzy TINGGI diberikan sebagai berikut:

]150[][ ≥= ntinggibadaxTINGGIμ

yang berisi semua individu yang tinggi badannya lebih dari 150 cm.

Tabel 2.4 Profil Dosen Perguruan Tinggi A dalam Umur dan Tinggi

Jika ditanyakan: anggota-anggota suatu sampel populasi dosen Perguruan Tinggi A yang

termasuk SETENGAH BAYA dan TINGGI, maka harus dipilih suatu sampel kecil

seperti terlihat pada Tabel 2.4

Page 34: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

87

Tabel 2.5 Vektor bit AND: SETENGAH BAYA dan TINGGI

Pada logika boolean, individu-individu yang termasuk SETENGAH BAYA dan

TINGGI dapat dicari dengan menggunakan operator AND. Visualisasi proses ini

merupakan peng-AND-an bit pada vektor boolean yang merepresentasikan kebenaran

dari ekspresi himpunan karakteristik untuk tiap-tiap kategori seperti terlihat pada Tabel

2.5

Gambar 2.41 Repesentasi Fuzzy: SETENGAH BAYA

Pada Gambar 2.41 menunujukkan himpunan SETENGAH BAYA. Himpunan ini

dimulai dari umur 25 tahun yang merupakan umur untuk SETENGAH BAYA. Kurva

keanggotaan akan beranjak naik secara stabil hingga mencapai umur 40 tahun yang

Page 35: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

88

berarti benar-benar SETENGAH BAYA. Setelah melewati umur 40 tahun, kurva akan

berangsur-angsur turun sehingga orang yang berumur 50 tahun hanya dikatakan

SETENGAH BAYA secara lemah, dan orang yang berumur 55 tahun sudah tidak

memiliki keanggotaan lagi pada himpunan fuzzy SETENGAH BAYA.

Gambar 2.42 Represesntasi Fuzzy: TINGGI

Hal yang sama diterapkan juga pada konsep TINGGI (Gambar 2.42). Kurva

untuk himpunan fuzzy TINGGI berbentuk linier. Jika tinggi badan semakin bertambah,

maka derajat keanggotaannya juga akan semakin bertambah secara proporsional.

Himpunan fuzzy ini dimulai dari 150 cm yang berarti tidak memiliki keanggotaan fuzzy

dan berangsur-angsur naik hingga mencapai nilai satu pada tinggi badan 180 cm. Untuk

semua individu yang memiliki tinggi badan di bawah 150 cm dikatakan tidak TINGGI,

sedangkan semua individu yang memiliki tinggi badan lebih dari 180 cm dikatakan

benar-benar TINGGI.

Page 36: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

89

Gambar 2.43 Daerah Interseksi Himpunan Fuzzy: TINGGI dan SETENGAH BAYA

Berikut adalah aturan Zadeh dasar untuk interseksi fuzzy, daerah antara 2

himpunan ditentukan oleh aplikasi operasi tersebut:

]).[],[min( yx BABA μμμ =∩ (2-37)

Daerah yang diarsir pada Gambar 2.43 menunjukkan daerah tersebut.

2.9.2.1.1.2 Union Himpunan Fuzzy

Union dari 2 himpunan dibentuk dengan menggunakan operator OR. Pada logika

fuzzy konvensional, operator OR diperlihatkan dengan derajat keanggotaan minimum

antara kedua himpunan. Tabel 2.6 menunjukkan nilai fuzzy OR untuk

merepresentasikan keanggotaan x dan y.

Tabel 2.6 Tabel kebenaran operator Zadeh ‘OR’

Page 37: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

90

Operator fuzzy OR jarang sekali digunakan dalam pemodelan sistem, karena

operasi OR pada dasarnya dapat dibentuk sebagai gabungan dari 2 proposisi fuzzy.

Sebagai contoh:

IF x is A OR y is B THEN z is C

Dapat dibentuk:

IF x is A THEN z is C

IF y is B THEN z is C

Pada kedua kasus, kekuatan nilai keanggotaan antara konsekuen z dan daerah fuzzy C

oleh max (µ[x is A], µ[y is B]). Seperti halnya pada operator AND, visualisasi proses ini

merupakan peng-OR-an bit pada vektor boolean yang merepresentasikan kebenaran dari

ekspresi himpunan karakteristik untuk tiap-tiap kategori seperti terlihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Vektor bit OR: SETENGAH BAYA dan TINGGI

Untuk membangun himpunan fuzzy yang menggunakan union dari himpunan

fuzzy SETENGAH BAYA dan himpunan fuzzy TINGGI, berikut ini digunakan aturan

Zadeh dasar untuk union fuzzy, daerah antara 2 himpunan ditentukan oleh aplikasi

operasi tersebut:

])[],[max( yx BABA μμμ =∪ (2-38)

Page 38: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

91

Daerah yang diarsir pada Gambar 2.44 menunjukkan daerah tersebut.

Gambar 2.44 Daerah Union Himpunan Fuzzy: TINGGI dan SETENGAH BAYA

2.9.2.1.1.3 Komplemen Himpunan Fuzzy

Komplemen atau negasi suatu himpunan A berisi semua elemen yang tidak

berada di A dan direpresentasikan dengan:

][1' xAA μμ −=

Gambar 2.45 Komplemen Himpunan Crisp: SETENGAH BAYA

Page 39: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

92

Gambar 2.46 Komplemen Himpunan Crisp: TINGGI

Gambar 2.45 dan Gambar 2.46 menunujukkan contoh komplemen untuk

himpunan SETENGAH BAYA dan TINGGI.

]4535[][' >∨<= umurumurxBAYASETENGAHμ

Tabel 2.8 Vektor bit AND: SETENGAH BAYA dan TINGGI

Yang menjadi pertanyaan adalah: yang manakah anggota populasi yang tidak

tinggi dan juga tidak setengah baya? Interseksi ini dapat ditunjukkan dengan proyeksi

vektor bit dari tabel populasi seperti terlihat pada Tabel 2.8. Pada logika fuzzy,

komplemen dihasilkan dengan cara menginverskan fungsi kebenaran untuk tiap-tiap titik

pada himpunan fuzzy sebagai berikut:

][1' xAA μμ −= (2-39)

Page 40: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

93

Gambar 2.47 dan Gambar 2.48 menunjukkan komplemen himpunan fuzzy untuk

TINGGI dan himpunan fuzzy SETENGAH BAYA.

Gambar 2.47 Komplemen Himpunan Fuzzy: TINGGI

Gambar 2.48 Komplemen Himpunan Fuzzy: SETENGAH BAYA

Andaikan ada suatu aturan: x is NOT A dengan x adalah elemen dalam domain

daerah fuzzy A, maka interseksi antara SETENGAH BAYA’ dan TINGGI’ memiliki

kenggotaan:

]).[],[min( '''' yx TINGGIYASETENGAHBATINGGIYASETENGAHBA μμμ =∩

Pada himpunan crisp, suatu daerah tidak akan memiliki interseksi dengan daerah yang

menjadi komplemennya seperti pada Gambar 2.48 dimana daerah TINGGI akan

Page 41: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

94

beririsan dengan daerah TIDAK TINGGI (PENDEK). Namun tidak demikian dengan

himpunan fuzzy. Pada Gambar 2.49 terlihat adanyan interseksi antara daerah TINGGI

dan PENDEK (TINGGI’), dimana suatu nilai domain dapat dikatakan TINGGI dan

PENDEK.

Gambar 2.49 Interseksi Komplemen Crisp: TINGGI dan PENDEK

Gambar 2.50 Interseksi Komplemen Fuzzy: TINGGI dan PENDEK

Page 42: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

95

Gambar 2.51 Daerah Fuzzy Ambiguous dalam Suatu Domain

Hal ini akan menyebabkan terjadinya ambiguitas. Sebagai contoh, pada definis

SETENGAH BAYA, ada seorang yang termasuk baik SETEGNAH BAYA maupun

MUDA, ada pula orang yang termasuk kategori baik SETENGAH BAYA maupun TUA

(Gambar 2.51).

Contoh lain, misalkan pada daftar BUDGET PROYEK yang termasuk kelas

NOMINAL, MODERAT, dan MAHAL. Biaya yang berkisar antara $300 dan $450

termasuk kategori NOMINAL dan Moderat, sedangkan biaya yang berkisar antara $600

dan $800 termasuk MODERAT dan MAHAL. Ada 2 aturan yang berhubungan dengan

hal ini, yaitu:

IF BudgetProyek is NOMINAL

THEN HarapanDiterima BERTAMBAH

IF BudgetProyek is MODERAT

THEN HarapanDiterima agak BERTAMBAH

Page 43: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

96

Pada beberapa titik yang terletak diantara $300 dan $450, predikat fuzzy:

BudgetProyek is NORMAL

BudgetProyek is MODERAT

memiliki derajat keanggotaan yang bukan nol. Dengan demikian, pemodelan sistem

fuzzy dalam praktiknya harus dapat menghindari hal-hal yang bersifat ambiguitas.

Gambar 2.52 Budget Proyek Himpunan Fuzzy

Sebagai contoh, pada Gambar 2.52, memperlihatkan representasi fuzzy untuk

anggaran biaya MAHAL, dan komplemennya MAHAL’. Aturan yang diterapkan:

IF Budget Proyek is MAHAL

THEN resiko DINAIKKAN

IF BudgetProyek is TIDAK MAHAL

THEN resiko DIKURANGI

2.9.2.2 Neural Network

2.9.2.2.1 Pembelajaran dalam Neural Network

Sifat yang paling utama dari Neural Network adalah kemampuan untuk belajar

dari lingkungan, dan meningkatkan daya guna jaringan melalui pembelajaran tersebut.

Page 44: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

97

(Haykin, 1999, p50). Neural Network belajar melalui proses interaktif dari penyesuaian

bobot-bobot interkoneksi (weights). Nilai bobot ditentukan oleh output dari Neural

Network. Jika output tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka Neural Network akan

menyesuaikan nilai output dengan cara mengubah nilai bobot untuk mendapatkan nilai

output yang diharapkan dan meminimalkan nilai kesalahan (error). Proses penyesuaian

bobot agar jaringan dapat mempelajari hubungan diantara input dan target disebut

learning, atau training. Banyak algoritma learning telah ditemukan untuk membantu

menemukan bobot optimum untuk berbagai model Neural Network. Menurut Fausett

(1994, p3), learning dalam Neural Network dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Supervised Learning, merupakan teknik belajar dimana data input dan data

output yang diharapkan sudah tersedia. Perbedaan antara output sebenarnya

dan output yang diharapkan digunakan oleh algoritma untuk menyesuaikan

bobot (weight) dalam jaringan (Gambar 2.53). Perbedaan antara hasil

perhitungan dengan data yang diharapkan digunakan untuk menghitung

bobot. Nilai bobot inilah yang digunakan untuk perhitungan selanjutnya.

Gambar 2.53 Supervised Learning Model

(Sumber: Yu, 2000, p10)

2. Unsupervised Learning, yang sering disebut self-organizing. Unsupervised

learning dianggap sebagai model dalam konsep sistem biologis. Teknik ini

Training Data

Jaringan

Algoritma Training (optimization method)

Fungsi Obyektif

Input Desired output

in out

Perubahanbobot

target Sinyal kesalahan+

-

Page 45: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

98

tidak memerlukan target output, sehingga tidak ada nilai pembanding yang

dilakukan. Rangkaian pelatihan ini hanya memerlukan nilai input dan

jaringan akan menyesuaikan sendiri outputnya sampai hasil konsisten.

Gambar 2.54 menunjukkan beberapa tipe Neural Network yang berbeda dan

bagaimana pengelompokannya berdasarkan algoritma pembelajaran.

Gambar 2.54 Klasifikasi Artificial Neural Network Berdasarkan Algoritma Learning

(Sumber : Ham, 2001, p19)

Page 46: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

99

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa salah satu jenis Neural Network

yang menggunakan supervised learning untuk meminimumkan error keluaran adalah

Feedforward Network yang dilatih (trained) menggunakan algoritma backpropagation.

2.9.2.2.2 Feedforward Neural Network

Feedforward network umumnya terdiri dari beberapa lapisan (multi-layer), yaitu

sebuah input layer, sebuah output layer dan satu atau beberapa output layer yang

terletak diantara input layer dan output layer, dan setiap layer mengandung beberapa

unit. Setiap unit menerima input secara langsung dari layer sebelumnya (kecuali input

unit) dan mengirim output-nya secara langsung ke unit-unit di layer selanjutnya (kecuali

output unit).

Untuk menetapkan suatu struktur jaringan yang pasti seperti, berapa jumlah

hidden layer harus digunakan, berapa banyak unit di dalam sebuah hidden layer untuk

suatu masalah tertentu adalah pekerjaan yang tidak mudah. Untuk membuat sebuah

jaringan dengan kemampuan pembelajaran yang baik, perlu ditentukan jumlah hidden

units yang sesuai. Jika terlalu sedikit, jaringan mungkin tidak belajar apa-apa, sementara

hidden units yang terlalu banyak membuat proses pembelajaran terlalu lama dan

melebihi kebutuhan sebuah model jaringan yang optimal (Michie et al., 1994, p96).

Tidak ada alasan teoritis untuk menggunakan jaringan yang lebih dari dua hidden layer,

karena pada dasarnya jaringan dengan dua hidden layer dapat merepresentasikan

berbagai bentuk fungsi. Menentukan jumlah unit dalam sebuah hidden layer

diperngaruhi oleh jumlah unit input dan output, jumlah training set, jumlah noise dalam

Page 47: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

100

output target, error function complexity, struktur jaringan dan algoritma training. Dalam

banyak situasi, tidak ada cara yang mudah untuk menentukan jumlah hidden units yang

optimum tanpa melakukan training menggunakan jumlah hidden units yang berbeda-

beda dan menganalisis setiap error yang dihasilkan. Pendekatan terbaik untuk

menemukan jumlah hidden units yang optimum adalah dengan trial and error (Yu,

2000, p16-18).

2.9.2.2.3 Propagasi Balik (Backpropagation)

Neural Network model propagasi balik (Backpropagation) didesain untuk

beroperasi secara multilayer, terdiri dari satu lapisan unit-unit masukan (input layer),

satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan unit-unit keluaran

(output layer). berarsitektur umpan maju (feedforward network), menggunakan metode

supervised learning dan antara lapisan yang satu dengan lapisan yang lain saling

berhubungan (fully interconnection by layer). Backpropagation memiliki unjuk kerja

yang baik dari sisi tingkat ketelitian, sehingga sering dipakai dalam pelatihan (training)

untuk meminimalkan kesalahan pada output jaringan melalui penyesuaian bobot

(weight).

Ada beberapa paramenter dalam proses pembelajaran untuk mengubah input

menjadi output yang diinginkan. Parameter yang dimaksud adalah parameter konstanta

belajar (learning rate) yang merupakan suatu parameter yang berfungsi sebagai

penyekala perubahan bobot pada iterasi yang sedang berlangsung, parameter momentum

(α) yang berfungsi sebagai penyekala perubahan dari iterasi sebelumnya dan

menambahkan pada iterasi yang sedang berlangsung, parameter epoch yang merupakan

suatu putaran proses dari input yang mendapatkan output sehingga menghasilkan error

Page 48: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

101

yang kemudian dipropagasikan kembali dan dilakukan penyesuaian bobot yang ada.

Untuk menghindari gangguan yang cukup besar dalam arah pembelajaran akibat

kehadiran pasangan training pattern yang tidak biasa, disarankan menggunakan nilai

learning rate yang kecil. Konvergensi seringkali lebih cepat tercapai jika momentum

term ditambahkan kedalam formula penyesuaian bobot.

Error pada output menentukan perubahan bobot antara hidden layer dan output

layer, kemudian digunakan sebagai dasar untuk mengatur bobot antara hidden layer dan

input layer. Hubungan transformasi antara input dan output biasanya dinyatakan oleh

sebuah harga yang kontinu oleh fungsi aktivasi.

Pelatihan backpropagation memiliki tiga tahap yaitu: proses pelatihan pola input

propagasi maju (forward propagation), proses propagasi balik (backward propagation)

dari error dan proses penyesuaian bobot (update weight). Algoritma selengkapnya

adalah sebagai berikut:

1. Inisialisasi bobot (weight) dengan interval 0 sampai 1.

2. Selama syarat berhenti salah lakukan langkah 3-10

3. Untuk setiap pasangan training (masukan dan keluaran) lakukan langkah 4-9

4. Setiap unit pada lapisan pertama menerima sinyal masukan dengan interval

antara 0 hingga 1, yang merupakan hasil penyekalaan menggunakan

persamaan:

Nilai skala = nilai sebenarnya – min (2-40)

max – min

di mana: min = nilai minimum yang diharapkan dalam jaringan

max = nilai maksimum yang diharapkan dalam jaringan

Page 49: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

102

selajutnya meneruskan (propagated) ke seluruh unit pada lapisan berikutnya,

yaitu hidden unit.

5. Setiap unit tersembunyi (hidden) menghitung total sinyal masukan terbobot

menggunakan persamaan (2.1), lalu menghitung sinyal keluarannya dengan

fungsi aktivasi menggunakan persamaan (2.4) dan mengirimkan sinyal ini ke

seluruh unit pada lapisan berikutnya (fungsi sigmoid memiliki kelebihan

untuk digunakan dalam algoritma backpropagation karena hubungan yang

sederhana antara nilai fungsi pada suatu titik dengan nilai turunannya,

sehingga mengurangi waktu komputasi selama pembelajaran).

6. Setiap unit output juga menghitung total sinyal masukan terbobot

menggunakan persamaan (2.1), lalu menghitung sinyal keluaran dengan

fungsi aktivasi menggunakan persamaan (2.4).

7. Setiap unit menerima sebuah pola target yang sesuai dengan pola masukan

pelatihannya. Unit tersebut menghitung informasi kesalahan dengan

persamaan:

)_()( kkkk inyfyt ′−=δ (2-41)

di mana: δk = koreksi error untuk weight Wjk

tk = target keluaran ke-k

yk = unit keluaran ke-k

y_ink = unit keluaran ke-k yang belum dihitung nilai aktivasinya

f ′ = turunan dari fungsi aktivasi

serta mengirimkan nilai kδ ke unit pada lapisan sebelumnya.

Page 50: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

103

8. Setiap unit tersembunyi menghitung selisih input dari unit-unit pada layer

berikutnya menggunakan persamaan:

∑=

=m

kjkkj Win

1

_ δδ (2-42)

di mana: jkW = bobot antara unit tersembunyi ke-j dan unit keluaran ke-k lalu

mengalikannya dengan turunan fungsi aktivasi untuk menghitung informasi

kesalahannya menggunakan persamaan:

)_(._ jjj inZfin ′= δδ (2-43)

di mana: jδ = koreksi error untuk bobot (weight) Vij

9. Setiap unit output mengubah bias dan bobot-bobotnya menggunakan

persamaan:

jkjkjkjk WZoldWnewW Δ++= .)()( αηδ (2-44)

di mana: )(newWjk = bobot Wjk yang baru

)(oldWjk = bobot Wjk yang lama

η = learning rate

Zj = unit tersembunyi (hidden) ke-j

α = koefisien momentum

jkWΔ = perubahan bobot Wjk

Setiap unit tersembunyi mengubah bias dan bobot-bobotnya dengan

persamaan:

ijijijij VXoldVnewV Δ++= .)()( αηδ (2-45)

Page 51: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

104

di mana: )(newVij = bobot Vij yang baru

)(oldVij = bobot Vij yang lama

Xi = unit masukan ke-i

ijVΔ = perubahan bobot Vij

10. Uji syaraf berhenti dengan rumus:

ε<−∑=

n

kkk yt

1

2)( (2-46)

di mana : ε = error toleransi dengan syarat 10 <≤ ε

Jika benar maka selesai, jika tidak, kembali ke langkah 2

Algoritma training diatas diasumsikan hanya memiliki satu hidden layer saja. Jika

terdapat lebih dari satu hidden layer, algoritma harus dimodifikasi sebagai berikut:

a. Langkah 5 dilakukan berulang-ulang untuk setiap hidden layer dengan asumsi

sinyal terbobot berasal dari unit di lapisan sebelumnya.

b. Langkah 8 dilakukan berulang-ulang.

2.9.2.3 Minimum Distance Classifier

Minimum distance classifier adalah salah satu metode klasifikasi yang

memanfaatkan fungsi diskriminan dalam menentukan subset. Dengan fungsi diskriminan

maka dapat ditentukan jarak terdekat suatu objek di dalam suatu feature space yang

digunakan dalam klasifikasi. Contoh apabila dalam feature space terdapat kelompok-

kelompok titik maka masing-masing kelompok titik tersebut mewakili masing-masing

Page 52: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

105

class. Dan jarak minimum dapat diperoleh dengan mengelompokkan titik pola x ke

dalam class yang terdekat dengannya.

Keuntungan dari metode Minimum distance classifier ini adalah waktu yang

dibutuhkan dalam melakukan perhitungan lebih singkat dan implementasinya lebih

mudah.

Ada beberapa jenis perhitungan jarak minimum di antaranya:

Euclidean distance:

( )∑=

−=−Nn

nn vxvx,...,1

22

(2-47)

City-block distance:

∑=

−=−Nn

nn vxvx,...,1

2 (2-48)

Maximum distance:

nnNn vxvx −=− =∞ ,...,1max (2-49)

Perepresentasian kelas tidak hanya dapat menggunakan satu pola sampel tapi

juga dapat menggunakan lebih. Dalam keadaan demikian maka jarak pola x ke suatu

kelas k0 sama dengan jarak minimum dari pola x dengan semua pola sampel zk yang

mewakili kelas tersebut:

{ }kkk zxzx −=− min0

(2-50)

Minimum distance classifier dengan jenis perhitungan Euclidean digunakan

untuk mengenali pola QRS. Berikut ini adalah perumusan untuk mendapatkan jarak

minimum dengan jenis perhitungan Euclidean.

Page 53: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

106

( ) ( ) ( ) ( )2552

222

11521 ,, cccccccccd −+−+−= (2-51)

Perhitungan di atas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah suatu

gelombang QRS termasuk dalam pola QRS normal atau QRS ventrikular.

2.9.2.4 Knowledge Based Expert System

Knowledge Based Expert System merupakan bagian dari artificial intelligence

yang didesain untuk memecahkan suatu permasalahan berdasarkan pengetahuan

(informasi) yang telah diinput ke dalam komputer. Hasil dari proses expert system

disebut goals (tujuan). Dalam perancangan Knowledge Based Expert System, goals

dibuat berdasarkan fakta dan aturan, contoh :

Fakta : Tumbuhan membutuhkan sinar matahari

Aturan : JIKA mawar adalah tumbuhan MAKA mawar membutuhkan

sinar matahari

Dalam kasus pengenalan pola rekaman EKG terkadang suatu aturan terkait dengan lebih

dari satu fakta.

Langkah awal pembuatan Knowledge Based Expert System untuk EKG adalah

membuat tabel nama variabel.

Page 54: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

107

Tabel 2.9 Contoh Tabel Nama Variabel

Nama Variabel Pengertian

Kecepatan denyut rata-rata

(Heart Rate) Rata-rata denyut jantung per menit

Varian (irama) jantung Irama denyut jantung

Interval Perbedaan waktu antara dua denyut yang

berurutan

Jumlah kompleks QRS ventrikular Banyaknya kompleks QRS ventrikular

yang terdeteksi

Waktu sejak QRS terakhir Berapa rentang waktu sejak QRS terakhir

Langkah selanjutnya adalah mengisi tabel tersebut dengan menggunakan

rumusan atau ketentuan yang ada. Misalnya untuk mencari kecepatan rata-rata denyut

jantung yaitu dengan menggunakan rumusan:

4321

460tttt

r+++

= (2-52)

Di mana r adalah kecepatan rata-rata denyut jantung dan tn adalah interval antara denyut

n dan n+1.

Rumusan lain misalnya untuk mencari varian interval, yaitu:

( ) ( ) ( ) ( )( )2

4

2

3

2

2

2

12

31 tttttttt −+−+−+−=σ (2-53)

Di mana σ adalah varian interval.

Page 55: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

108

Berikut adalah contoh Knowledge Based Expert System pada pengenalan pola

EKG:

Rule 1 : IF Time since last QRS IS normal AND

Number of ventricular complexes IS none

THEN Rhythm IS supraventricular

Rule 2 : IF Rhythm IS supraventricular AND

Rhythm IS regular AND

Heart rate IS normal

THEN Diagnosis normal sinus rhythm IS yes

Rule 3 : IF Rhythm IS supraventricular AND

Rhythm IS NOT regular AND

Interval shortened IS none AND

Interval prolonged IS none

THEN Diagnosis sinus arrhythmia IS yes

Aturan (rule) seperti di atas akan menjadi dasar bagi algoritma forward chaining

dan backward chaining untuk mendapatkan hasil dari suatu keadaan tertentu.

Penggunaan algoritma forward dan backward dalam pengenalan pola EKG:

Forward chaining

Dengan mengamati keadaan waktu QRS dan jumlah kompleks ventrikular,

dapat diperoleh suatu kesimpulan baru. Dan dengan penggabungan bersama

variabel lain akan diperoleh diagnosis pola jantung tertentu. Sebagai contoh,

Page 56: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

109

apabila dari sebuah gambar didapatkan Time since last QRS IS normal dan

Number of ventricular complexes IS none, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi Rhythm IS supraventricular.

Setelah mendapatkan kondisi baru tersebut, maka baru dapat ditambah

dengan keadaan Rhythm IS NOT regular dan Interval shortened IS none dan

Interval prolonged IS none untuk mendapatkan kondisi diagnosis

selanjutnya. Dari penggabungan keempat kondisi maka akan menghasilkan

Diagnosis sinus arrhythmia IS yes.

Backward chaining

Backward chaining merupakan kebalikan dari Forward chaining, dimana

pada Backward chaining kondisi yang diketahui adalah kondisi akhir atau

polanya. Dan tujuan dilakukan Backward chaining adalah untuk mengetahui

penyebab dari suatu kondisi. Sebagai contoh, apabila dari suatu kondisi

diketahui Diagnosis normal sinus rhythm IS yes kemudian dicari rule yang

dapat menghasilkan kondisi tersebut, yaitu dengan menggunakan algoritma

seperti yang ada pada rule kedua. Dengan mengetahui bahwa Rhythm IS

supraventricular dan Rhythm IS regular dan Heart rate IS normal maka

dapat ditelusuri lebih lanjut penyebab awal dari kondisi tersebut; sesuai

dengan algoritma pada pertama yaitu Time since last QRS IS normal dan

Number of ventricular complexes IS none.

Page 57: Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan ...thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/2007-2-00233-IF-Bab 2.2.pdf · persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang

110

2.10 State Transition Diagram

Menurut Pressman (1997, p301), State Transition Diagram (STD)

mengindikasikan bagaimana suatu sistem berkerja setelah berinteraksi dengan event

eksternal. Untuk memenuhi hal ini, STD merepresentasikan berbagai mode perilaku

(disebut state) dari sistem dan bagaimana setiap transisi terjadi dari state ke state. STD

menyediakan basis permodelan perilaku. Informasi tambahan dari aspek kontrol

software yang terkandung dalam control spesification. STD merepresentasikan perilaku

dari sebuah sistem dengan menggambarkan state-state yang ada dalam sistem dan event-

event yang menyebebkan sistem berganti state. Sebagai tambahan, STD

mengindikasikan tindakan apa yang diambil sebagai konsekuensi dari sebuah event.

Simbol-simbol dari STD yang sering digunakan:

a. State, disimbolkan dengan segiempat.

Simbol state

b. Transition state atau perubahan state disimbolkan dengan panah berarah.

Simbol transition state

c. State adalah kumpulan keadaan atau atribut yang mencirikan seseorang

atau suatu benda pada waktu tertentu atau kondisi tertentu.

d. Condition adalah suatu event pada lingkungan eksternal yang dapat

dideteksi oleh sistem.

e. Action adalah yang dilakukan sistem bila terjadi perubahan state atau

merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi akan menghasilkan keluaran atau

tampilan.

f. Display pada screen menghasilkan kalkulasi dan sebagainya.