gaya hidup dan kejadian sindrom metabolik pada … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko...

36
GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA KARYAWAN LAKI-LAKI BERSTATUS GIZI OBESITAS DI PT. INDOCEMENT CITEUREUP FITRIA NURJANAH DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: phungdang

Post on 07-Mar-2019

251 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK

PADA KARYAWAN LAKI-LAKI BERSTATUS GIZI

OBESITAS DI PT. INDOCEMENT CITEUREUP

FITRIA NURJANAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gaya Hidup dan

Kejadian Sindrom Metabolik pada Karyawan Laki-laki Berstatus Gizi Obesitas di

PT. Indocement Citeureup adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Fitria Nurjanah

NIM I14100037

Page 3: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

ABSTRAK

FITRIA NURJANAH. Gaya Hidup dan Kejadian Sindrom Metabolik pada

Karyawan Laki-laki Berstatus Gizi Obesitas di PT. Indocement Citeureup.

Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis gaya hidup dan kejadian sindrom

metabolik pada karyawan laki-laki berstatus gizi obesitas di PT. Indocement

Citeureup. Desain penelitian adalah cross sectional dengan purposive sampling dan

melibatkan 59 karyawan laki-laki obes yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi.

Sebanyak 49.15% contoh mengalami sindrom metabolik dengan prevalensi

penanda sindrom metabolik tertinggi adalah obesitas sentral (96.55%), diikuti oleh

hipertrigliseridemia (82.76%), kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL)

rendah (72.41%), kadar glukosa darah puasa tinggi (62.07%) dan hipertensi

(55.17%). Tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik menurut

umur, riwayat kegemukan, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, tingkat

aktivitas fisik maupun perilaku makan (p>0.05). Semakin banyak jumlah rokok

yang dikonsumsi berkorelasi signifikan (p<0.05) dengan tekanan darah diastol yang

rendah dan ukuran lingkar perut yang besar. Perilaku makan yang tidak sehat

berkorelasi signifikan dengan rendahnya kadar kolesterol HDL, sedangkan perilaku

konsumsi cemilan berkorelasi dengan tingginya kadar glukosa darah puasa

(p<0.05).

Kata kunci: gaya hidup, obesitas, sindrom metabolik

ABSTRACT

FITRIA NURJANAH. Life Style and Incidence of Metabolic Syndrome among

Obese Male Employees in PT. Indocement Citeureup. Supervised by KATRIN

ROOSITA.

The objectives of this study were to analyze life style and incidence of

metabolic syndrome among obese male employees in PT. Indocement Citeureup.

The cross sectional design was applied in this study, with purposive sampling

involving 59 male obese employees selected by inclusion criteria. As much 49.15%

sample has metabolic syndrome with the highest prevalence of metabolic syndrome

marker was central obesity (96.55%), followed by hipertriglyceridemia (82.76%),

low level of High Density Lipoprotein (HDL) (72.41%), high level of fasting blood

glucose (62.07%) and hypertension (55.17%). There is no significant difference in

proportion of metabolic syndrome incidence according to age, history of obesity,

smoking habits, excercise habits, physical activity level and eating behavior

(p>0.05). High consumption of cigarettes significantly correlated (p<0.05) with

lower diastolic blood pressure and greater abdominal circumference. Unhealthy

eating behavior also significantly correlated with lower level of HDL cholesterol,

while snacking behavior correlated with high level of fasting blood glucose

(p<0.05).

Keywords: life style, obesity, metabolic syndrome

Page 4: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK

PADA KARYAWAN LAKI-LAKI BERSTATUS GIZI

OBESITAS DI PT. INDOCEMENT CITEUREUP

FITRIA NURJANAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi

dari Program Ilmu Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

Page 5: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan
Page 6: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah obesitas

dan sindrom metabolik, dengan judul Gaya Hidup dan Kejadian Sindrom Metabolik

pada Karyawan Laki-Laki Berstatus Gizi Obesitas di PT. Indocement Citeureup.

Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak, oleh

karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Katrin Roosita, SP., M.Si selaku dosen pembimbing akademik

sekaligus pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikirannya,

memberikan arahan, nasihat, serta motivasi kepada penulis selama

melaksanakan kuliah maupun dalam menyelesaikan skripsi.

2. Ibu dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, M.Sc selaku dosen pemandu seminar

dan penguji skripsi yang memberikan banyak masukan dalam penyelesaian

skripsi.

3. Ibu dr. Devi Dwirantih, M.KKK selaku pembimbing lapangan di Health Care

Section PT. Indocement Citeureup yang telah membantu dan memberikan

arahan, dukungan dan saran selama pengumpulan data.

4. Umi dan Abi tercinta, beserta Mbak Indah dan Mbak Sari, atas kasih sayang

dan kehangatan, dukungan dan doa yang tak ada hentinya diberikan pada

penulis di sepanjang perjalanan kehidupan, serta menjadi penyemangat dalam

kejenuhan.

5. Dini ‘baggy’, Ita, Mimi, Almira, Dhini, Wilda, Faridh, Andhika, Kadek, Ali,

Occi, Bibah, Kiki Thoif, Restu dan seluruh teman seperjuangan di Gizi

Masyarakat 47, 46, 48, dan 49 atas bantuan, keceriaan, motivasi, dan kenangan

yang tercipta selama masa kuliah.

6. Mbak Widy, Mas Puji, Mbak Selfi, Mbak Nelly, Pak Darminto, Pak Sunu dan

Mbak Yeni, yang telah menerima dan membantu penulis selama proses

pengumpulan data di Health Care Section PT. Indocement Citeureup.

7. Seluruh karyawan PT. Indocement Citeureup yang telah membantu kelancaran

proses penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

Fitria Nurjanah

Page 7: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat Penelitian 2

KERANGKA PEMIKIRAN 2

METODE PENELITIAN 3

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 3

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 4

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 5

Definisi Operasional 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Profil Perusahaan 8

Karakteristik Contoh 9

Status Gizi 10

Gaya Hidup 11

Kejadian Sindrom Metabolik (MetS) 16

Korelasi Antar Variabel 17

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 26

RIWAYAT HIDUP 28

Page 8: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

DAFTAR TABEL

1 Perilaku makan pada orang obes setelah modifikasi beserta skor 6

2 Deskripsi karakteristik contoh 10

3 Sebaran contoh menurut IMT dan risiko komorbiditas 11

4 Sebaran contoh menurut kebiasaan merokok 12

5 Sebaran contoh menurut jenis, durasi dan frekuensi olahraga 13

6 Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik hari kerja 14

7 Sebaran contoh menurut perilaku makan 15

8 Persentase komponen penanda sindrom metabolik pada contoh

yang mengalami sindrom metabolik

17

9 Sebaran contoh berdasarkan komponen penanda sindrom metabolik 17

10 Sebaran contoh menurut umur dan kejadian sindrom metabolik 18

11 Sebaran contoh menurut riwayat kegemukan dan kejadian sindrom

metabolik

18

12 Sebaran contoh menurut status merokok dan kejadian sindrom

metabolik

18

13 Sebaran contoh menurut aktivitas olahraga dan kejadian sindrom

metabolik

19

14 Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik dan kejadian sindrom

metabolik

20

15 Sebaran contoh menurut perilaku makan dan kejadian sindrom

metabolik

20

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 3

2 Alur penarikan contoh 4

3 Sebaran kejadian sindrom metabolik 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji korelasi beberapa variabel 27

Page 9: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia tak terlepas dari peran industri

yang terus berkembang. Perkembangan industri yang semakin pesat menuntut

perusahaan untuk dapat mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang

dimilikinya secara optimal, salah satunya adalah sumberdaya tenaga kerja.

Perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang sehat, produktif dan berkualitas

sebagai salah satu modal utama dalam menghadapi persaingan pasar. Oleh karena

itu diperlukan manajemen yang baik, khususnya berkaitan dengan kesehatan

pekerja agar produktivitasnya tetap terjaga.

Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, salah

satunya adalah status gizi dan kesehatan pekerja. Menurut Supariasa et al. (2001),

masalah kekurangan maupun kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah

penting karena selain menimbulkan resiko terhadap penyakit tertentu, masalah gizi

juga dapat mengurangi produktivitas kerja. Aziiza (2008) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara status gizi dengan

produktivitas kerja yang mengindikasikan bahwa pekerja dengan status gizi baik

akan memiliki produktivitas kerja yang baik, begitu pula sebaliknya.

Salah satu faktor penurun produktivitas kerja adalah status gizi obesitas.

Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak

dalam jaringan adiposa. Prevalensi obesitas terus meningkat. Secara global,

terdapat 1.5 milyar orang dewasa yang mengalami kelebihan berat badan dan

obesitas. Jumlah ini diperkirakan akan mencapai 3 milyar pada tahun 2030 (WHO

2000). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa

prevalensi obesitas pada orang dewasa di Indonesia mencapai 19.1%. Angka ini

terus meningkat menjadi 21.7% pada tahun 2010 dan 28.9% pada tahun 2013.

Selain itu, hasil Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa prevalensi obesitas

cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan perdesaan serta lebih

dominan terjadi pada kelompok penduduk usia produktif (35-60 tahun),

berpendidikan lebih tinggi, bekerja sebagai PNS/TNI/Polri/Pegawai dan memiliki

pendapatan lebih tinggi.

Selain berpengaruh terhadap produktivitas kerja, obesitas merupakan salah

satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan

sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan sekelompok kondisi yang

terjadi bersama-sama dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit degeneratif

seperti penyakit jantung (cardiovascular disease), diabetes melitus tipe 2, struk,

maupun beragam jenis kanker (Hu 2008). Saat ini, tercatat prevalensi sindrom

metabolik di dunia mencapai 20% (Lechleitner 2008), sedangkan di Jakarta sebagai

ibu kota negara Indonesia, prevalensi sindrom metabolik mencapai 28.4%

(Soewondo 2010). Selain itu, hasil penelitian Muherdiyantiningsih (2008) terhadap

laki-laki dewasa gemuk di Bogor mencatat bahwa prevalensi sindrom metabolik

mencapai 44%. Pemahaman mengenai sindrom metabolik menjadi penting

mengingat bahwa sindrom metabolik berkaitan erat dengan perubahan metabolisme

tubuh, stres oksidatif, inflamasi, resistensi insulin, dislipidemia, aktivitas fisik,

umur, genetik dan ras (IDF 2006). Perubahan gaya hidup yang mengarah pada

Page 10: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

2

sedentary life style dan pola makan tidak sehat diketahui menjadi faktor risiko

timbulnya obesitas yang memicu sindrom metabolik (Lee et al. 2011).

Salah satu industri yang mendorong perekonomian Indonesia adalah PT.

Indocement. Berdasarkan data Health Care Section perusahaan tahun 2013,

diketahui bahwa lebih dari 10.4% karyawan mengalami obesitas dan berisiko

terhadap berkembangnya sindrom metabolik. Kejadian ini telah menjadi masalah

kesehatan yang perlu diteliti lebih lanjut terkait penyebab dan solusi

penanggulangannya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

terkait gaya hidup dan kejadian sindrom metabolik pada karyawan laki-laki

berstatus gizi obesitas di PT. Indocement Citeureup.

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan gaya

hidup dan kejadian sindrom metabolik pada karyawan laki-laki berstatus gizi

obesitas di PT. Indocement Citeureup. Adapun tujuan khusus penelitian ini

meliputi:

1. Menganalisis gaya hidup contoh meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan

olahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan.

2. Menganalisis kejadian sindrom metabolik.

3. Menganalisis hubungan karakteristik contoh (umur dan riwayat kegemukan)

dan gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik dan

perilaku makan) dengan kejadian sindrom metabolik.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak,

antara lain:

1. Bagi PT. Indocement Citeureup dapat memberikan informasi sebagai bahan

pertimbangan dalam perencanaan program pencegahan dan penanggulangan

masalah kesehatan, khususnya masalah gizi lebih dan sindrom metabolik pada

karyawan.

2. Bagi masyarakat umum dapat meningkatkan wawasan tentang gaya hidup dan

sindrom metabolik.

3. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat menambah referensi tentang kaitan gaya

hidup dan kejadian sindrom metabolik pada kelompok obesitas.

KERANGKA PEMIKIRAN

Sindrom metabolik hadir sebagai bentuk interaksi antara obesitas yang

disertai pola hidup tidak sehat. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak

eksesif yang dapat memperburuk kesehatan. Obesitas dapat disebabkan oleh

ketimpangan dalam keseimbangan energi, dimana asupan kalori lebih besar

daripada energi yang dikeluarkan. Hal tersebut dapat merupakan dampak dari

Page 11: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

3

modernisasi yang memungkinkan meningkatnya asupan pangan padat energi yang

sarat dengan lemak dan kalori. Sejalan dengan peningkatan asupan kalori dan lemak,

berkembang pula kehidupan sedenter yang penuh dengan hipoaktivitas. Hal ini

berkaitan dengan majunya teknologi sehingga memudahkan berbagai aktivitas yang

dilakukan.

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study.

Penelitian dilaksanakan di PT. Indocement yang berlokasi di Citeureup, Bogor,

Gaya Hidup

Kebiasaan merokok

Kebiasaan olahraga

Aktivitas fisik

Perilaku makan

Karakteristik Contoh

Umur

Riwayat kegemukan

Konsumsi Pangan

Status Gizi Obesitas

Indeks Massa Tubuh ≥27.0 kg m-2

(Kemenkes 2010)

Sindrom Metabolik

(Alberti et al. 2009)

Lingkar perut ≥90 cm

Tekanan darah sistolik ≥130 mmHg dan/atau diastolik ≥85 mmHg

Glukosa darah puasa ≥100 mg dL-1

Trigliserida ≥150 mg dL-1

Kolesterol HDL <40 mg dL-1

Page 12: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

4

Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan

kemudahan akses. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2014,

sedangkan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni 2014.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Penentuan jumlah contoh yang dibutuhkan dalam penelitian dilakukan

menggunakan rumus perhitungan jumlah contoh minimal menurut Lemeshow et al.

(1991). Berikut adalah rumus perhitungan jumlah sampel minimal.

n≥z∝

2×p(1-p)

d2

Keterangan:

n = jumlah contoh minimal yang dibutuhkan dalam penelitian

𝑧∝ = tingkat signifikansi pada α=0.05 (1.96)

p = proporsi laki-laki usia dewasa berstatus gizi obesitas dan bekerja sebagai

pegawai/PNS/TNI/Polri (17.5% atau 0.175) (Kemenkes RI 2010)

d = estimasi galat (0.1)

Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan jumlah contoh minimal sejumlah

55 orang yang ditingkatkan menjadi 59 orang untuk mengantisipasi contoh yang

drop out. Proses penarikan contoh yang terlibat dalam penelitian ini disesuaikan

dengan kondisi perusahaan. Dalam hal ini, PT. Indocement Citeureup rutin

mengadakan medical checkup bagi karyawan tetap yang dilaksanakan setiap bulan

di sepanjang tahun. Sehingga, karyawan yang terlibat dalam penelitian adalah

karyawan yang melakukan medical checkup saat dilakukan pengumpulan data,

yakni pada bulan Juni 2014. Selanjutnya, pemilihan karyawan yang menjadi contoh

dilakukan secara purposive (non probability sampling) menggunakan kriteria

inklusi, yakni berjenis kelamin laki-laki, berusia 30-64 tahun, berstatus gizi obesitas

(IMT ≥27.0 kg m-2) (Kemenkes RI 2010), tidak sedang menjalani terapi diet

penurunan berat badan serta bersedia menjadi contoh penelitian. Berikut adalah alur

penarikan contoh yang dilakukan dalam penelitian.

Gambar 2 Alur penarikan contoh

Karyawan PT. Indocement Citeureup

(2800 karyawan)

Karyawan yang melakukan medical

checkup pada bulan Juni 2014

(257 karyawan)

Kriteria Inklusi

Contoh terpilih

(59 karyawan)

Page 13: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh melalui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner,

sedangkan data sekunder diperoleh dari profil perusahaan dan hasil medical

checkup karyawan bulan Juni 2014. Data primer meliputi karakteristik contoh

(umur, tingkat pendidikan, besar keluarga, pendapatan, golongan karyawan, masa

kerja dan riwayat kegemukan) dan gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan

olahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan). Data sekunder meliputi gambaran

umum PT. Indocement Citeureup dan data hasil medical checkup contoh yakni hasil

pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, tekanan darah, kadar

trigliserida, kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) serta kadar glukosa darah

puasa (GDP).

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh di lapangan kemudian dipindahkan ke bentuk e-file dan

diolah sesuai dengan kategori pengukuran masing-masing data menggunakan

perangkat lunak Microsoft Excel 2013. Selanjutnya, dilakukan analisis data secara

statistik menggunakan perangkat lunak SPSS 16.0 for Windows. Data status gizi

ditentukan dengan indeks massa tubuh (IMT) yang dihitung berdasarkan rumus

berat badan (kg)/tinggi badan (m2). Penggunaan cut off IMT untuk status gizi

obesitas ialah ≥27.00 kg m-2 (Kemenkes RI 2010), kemudian dilakukan

penggolongan risiko komorbiditas berdasarkan IMT menurut WHO (2004).

Data karakteristik contoh dianalisis secara deskriptif kemudian disajikan

dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase. Umur diklasifikasikan

berdasarkan Soetardjo (2011) menjadi 2 kelompok yaitu dewasa madya (30-49

tahun) dan dewasa akhir (≥50 tahun). Data tingkat pendidikan dikelompokkan

menjadi SMP/sederajat, SMA/sederajat, D3, dan S1. Data besar keluarga

dikelompokkan menjadi 3, yakni keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-6

orang) dan keluarga besar (≥7 orang) (BKKN 1997). Data pendapatan contoh per

bulan dikelompokkan menggunakan rumus interval kelas (Slamet 1993) menjadi 3

kelompok, yaitu rendah (4 000 000-12 666 667 rupiah), sedang (12 666 668-21 333

333 rupiah) dan tinggi (21 333 334-30 000 000 rupiah).

Kelas 1 (rendah) : Nilai terendah (NR) s/d (Nilai Terendah + IK)

Kelas 2 (sedang) : (NR + IK) + 1 s/d (NR + 2 IK)

Kelas 3 (tinggi) : (NR + 2 IK) + 1 s/d Nilai Tertinggi (NT)

Data golongan karyawan dikelompokkan menjadi empat berdasarkan posisi

kerja yang diberlakukan perusahaan. Golongan 1 meliputi karyawan dengan posisi

kerja sebagai department head; golongan 2 meliputi superintendent, supervisor,

engineer, dan senior inspector; golongan 3 meliputi foreman, inspector, senior

clerk, senior operator; serta golongan 4 meliputi pelaksana, operator, patroller dan

driver. Golongan 1 menunjukkan posisi kerja yang lebih tinggi dari golongan 2 dan

seterusnya. Data masa kerja dalam tahun dianalisis secara deskriptif. Data riwayat

kegemukan dalam keluarga dikelompokkan menjadi 3 menurut Hidayati et al.

(2006), yakni tidak ada riwayat kegemukan, ada riwayat kegemukan pada salah satu

Page 14: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

6

orangtua (ayah atau ibu) dan ada riwayat kegemukan pada kedua orangtua (ayah

dan ibu).

Gaya hidup contoh meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas

fisik dan perilaku makan. Data seputar kebiasaan merokok meliputi status merokok,

jumlah rokok yang dikonsumsi sehari dan jenis rokok. Data status merokok

dikelompokkan menjadi tiga, yakni bukan perokok, mantan perokok dan perokok.

Data jumlah rokok yang dihabiskan dalam sehari dikelompokkan menjadi empat,

yakni ≤5 batang, 6-10 batang, 11-15 batang, dan >15 batang (Sari 2011).

Data kebiasaan olahraga contoh meliputi aktivitas olahraga, frekuensi

olahraga dalam seminggu, jenis olahraga yang dilakukan serta durasi tiap kali

berolahraga. Data frekuensi olahraga per minggu dikelompokkan menjadi 1-2 kali,

3-4 kali, 5-6 kali, dan ≥7 kali. Durasi olahraga dikelompokkan menjadi <30 menit,

30-60 menit, dan >60 menit. Data aktivitas fisik contoh pada hari kerja yang

dikumpulkan meliputi jenis aktivitas dan durasi aktivitas fisik selama 1x24 jam.

Jenis aktivitas fisik dikelompokkan berdasarkan sebaran jawaban contoh. Lama

aktivitas fisik diukur dalam berapa jumlah jam selama melakukan masing-masing

jenis aktivitas. Tingkat aktivitas fisik dinyatakan dalam Physical Activity Level

(PAL) yang dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu ringan (1,40≤PAL≤1,69),

sedang (1,70≤PAL≤1,99), dan berat (2,00≤PAL≤2,39) (FAO/WHO/UNU 2001).

Berikut merupakan rumus menghitung PAL.

PAL=∑ (PAR×alokasi waktu tiap aktivitas)

24 jam

Informasi tentang perilaku makan contoh didapatkan dari hasil wawancara

menggunakan kuesioner. Jenis pertanyaan perilaku makan yang tertera pada

kuesioner mengacu pada Obesity-Related Eating Behavior dalam penelitian Mesas

et al. (2012) dengan modifikasi seperti yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Perilaku makan pada orang obes setelah modifikasi beserta skor

No. Perilaku Makan Skor

1 Merencanakan seberapa banyak makanan yang akan

dimakan saat itu

Tidak=1 ; Ya=0

2 Mengatur jumlah dan jenis makanan yang disajikan pada

piring makan

Tidak=1 ; Ya=0

3 Melakukan sarapan pagi Tidak=1 ; Ya=0

4 Konsumsi makanan kalengan dan atau makanan instan Tidak=0 ; Ya=1

5 Konsumsi kudapan/cemilan Tidak=0 ; Ya=1

6 Konsumsi produk makanan cepat saji Tidak=0 ; Ya=1

7 Memilih makanan rendah kalori Tidak=1 ; Ya=0

8 Membuang lemak yang terlihat/gajih pada hidangan

olahan daging

Tidak=1 ; Ya=0

9 Membuang kulit ayam pada hidangan olahan ayam Tidak=1 ; Ya=0

10 Makan siang dan atau makan malam sambil menonton TV Tidak=0 ; Ya=1

11 Menunda waktu makan Tidak=0 ; Ya=1

12 Makan dalam waktu cepat Tidak=0 ; Ya=1

Kejadian sindrom metabolik ditegakkan menggunakan kriteria menurut

Alberti et al. (2009) yang menetapkan terjadinya sindrom metabolik pada laki-laki

jika terdapat tiga dari lima kondisi berikut, lingkar perut ≥90 cm, kadar trigliserida

≥150 mg dL-1, kadar kolesterol HDL (k-HDL) <40 mg dL-1, kadar glukosa darah

Page 15: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

7

puasa (GDP) ≥100 mg dL-1, dan tekanan darah (sistol ≥130 mmHg dan/atau diastol

≥85 mmHg).

Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi

16.0 for windows. Berikut merupakan jenis analisis yang dilakukan.

1. Analisis deskriptif (univariat) meliputi:

a. Karakteristik contoh (umur, tingkat pendidikan, besar keluarga, pendapatan,

golongan karyawan dan masa kerja)

b. Kebiasaan merokok (status merokok, jumlah dan jenis rokok)

c. Kebiasaan Olahraga (aktivitas olahraga, jenis, frekuensi dan durasi olahraga)

d. Tingkat aktivitas fisik

e. Perilaku makan

f. Kejadian sindrom metabolik

2. Analisis bivariat dengan Chi-Square test untuk melihat hubungan variabel

kategorikal, meliputi hubungan variabel umur, riwayat kegemukan, kebiasaan

merokok, olahraga, tingkat aktivitas fisik dan perilaku makan dengan kejadian

sindrom metabolik.

3. Analisis bivariat dengan Spearman test untuk mengetahui derajat keeratan

hubungan dan arah hubungan dua variabel numerik, meliputi hubungan umur,

riwayat kegemukan, jumlah rokok, durasi dan frekuensi olahraga, tingkat

aktivitas fisik dan perilaku makan terhadap kelima komponen penanda sindrom

metabolik.

Definisi Operasional

Aktivitas fisik adalah seluruh jenis dan lama kegiatan yang melibatkan fisik

(tubuh) dan diperoleh melalui recall aktivitas 1x24 jam (hari kerja). Aktivitas

fisik dikategorikan menjadi ringan (1,40≤PAL≤1,69), sedang

(1,70≤PAL≤1,99), dan berat (2,00≤PAL≤2,39) (FAO/WHO/UNU 2001).

Contoh adalah karyawan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Citeureup yang

mengikuti medical checkup selama bulan Juni 2014 dan memenuhi kriteria

inklusi meliputi berjenis kelamin laki-laki, berusia 30-64 tahun, berstatus gizi

obesitas (IMT ≥27.0 kg m-2) (Kemenkes RI 2010), tidak sedang menjalani

terapi diet penurunan berat badan.

Gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya,

dan keadaan. Gaya hidup dalam penelitian ini menggambarkan kebiasaan

merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan.

Perilaku makan adalah pola perilaku yang berhubungan dengan makan dan

makanan. Perilaku makan pada penelitian mengacu pada perilaku makan

terkait obesitas menurut Mesas et al. (2012) yang dapat menggambarkan

perilaku makan tidak sehat. Perilaku makan yang tidak sehat diantaranya

tidak merencanakan banyaknya makanan yang akan dikonsumsi, tidak

menentukan jumlah dan jenis makanan yang akan dikonsumsi, melewatkan

sarapan, konsumsi makanan instan, makanan cepat saji dan makanan padat

kalori, tidak membuang lemak/gajih pada daging, tidak membuang kulit

ayam, makan sambil menonton televisi, menunda waktu makan, serta makan

dalam waktu cepat.

Page 16: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

8

Kebiasaan merokok adalah pola merokok contoh yang meliputi status merokok,

jumlah rokok yang dihisap dalam sehari, dan jenis rokok yang dihisap.

Kebiasaan olahraga adalah kebiasaan olahraga karyawan yang meliputi aktivitas

olahraga, jenis, frekuensi dan durasi berolahraga setiap kalinya.

Obesitas atau kegemukan adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak

yang berlebihan di dalam tubuh yang diekspresikan dengan perbandingan

berat badan serta tinggi badan (IMT) yang meningkat dan ditandai oleh IMT

≥27.0 kg m-2 (Kemenkes RI 2010).

Pendapatan adalah jumlah uang yang dimiliki per bulan dari hasil kerja karyawan,

baik dari pekerjaan utama maupun sampingan.

Sindrom metabolik adalah suatu kondisi gangguan metabolik yang ditegakkan jika

dijumpai tiga dari lima kondisi berikut: lingkar perut ≥90 cm, kadar

trigliserida ≥150 mg dL-1, kadar kolesterol HDL <40 mg dL-1, kadar gula

darah puasa (GDP) ≥100 mg dL-1, dan tekanan darah (sistol ≥130 mmHg;

diastol ≥85 mmHg) (Alberti et al. 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Perusahaan

PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. merupakan produsen bahan bangunan

terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis semen yang dipasarkan

dengan merek dagang Semen Tiga Roda. PT. Indocement didirikan pada tahun

1975 dan dioperasikan secara terpadu dengan total kapasitas produksi per tahun

mencapai 18.6 juta ton per tahun. Saat ini, PT. Indocement mengoperasikan 12

pabrik, sembilan di antaranya berlokasi di Citeureup, Bogor, dua pabrik di

Palimanan, Cirebon, dan satu pabrik di Tarjun, Kota Baru, Kalimantan Selatan.

Jumlah karyawan PT Indocement per tahun 2013 mencapai 7900 karyawan.

Hierarki karyawan membagi tingkatan karyawan menjadi tujuh level, yakni

General Manager, Manager (eselon 1), Department Head (eselon 2),

Planner/Section Head (eselon 3), Superintendent/ Supervisor/Engineer/Senior

Inspector (eselon 4), Foreman/Inspector/ Senior Clerk/Senior Operator (eselon 5),

dan Pelaksana/Operator/Patroller/Driver (eselon 6). Waktu kerja karyawan

dikelompokkan menjadi dua macam, yakni waktu kerja non shift dan shift. Waktu

kerja non shift diperuntukkan bagi karyawan eselon 1 hingga eselon 4, sedangkan

waktu kerja shift diperuntukkan bagi karyawan eselon 5 dan 6. Waktu kerja non

shift menganut sistem 5 hari kerja dalam seminggu, yaitu senin hingga jumat pukul

8 00-17 00. Berbeda dengan waktu kerja non shift, karyawan dengan waktu kerja

shift bekerja secara bergiliran dalam 24 jam kerja. Masing-masing shift bekerja

selama delapan jam, sehingga terdapat empat shift yakni shift A, B, C, dan D. Shift

A bekerja mulai pukul 07 00-15 00, shift B pukul 15 00-23 00, shift C pukul 23 00-

07 00, sedangkan shift D adalah waktu libur. Sehingga, dalam 24 jam terdapat tiga

shift yang bekerja, sedang satu shift lainnya libur.

Page 17: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

9

Aktivitas makan siang karyawan mayoritas dilakukan di kantin maupun di

kantor, bagi karyawan yang membawa bekal. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya

kegiatan penyelenggaraan makan bagi karyawan. Terdapat kantin di sekitar wilayah

pabrik yang menjual masakan sunda, soto dan sop, masakan padang, nasi goreng,

dan sebagainya. PT. Indocement memiliki beragam upaya dalam meningkatkan

derajat kesehatan karyawan, beberapa di antaranya yaitu mengadakan senam

aerobik rutin tiap 2 kali/minggu, menyediakan fasilitas fitness room yang tersebar

hampir di seluruh divisi, penyuluhan seputar keselamatan dan kesehatan kerja pada

karyawan, serta pengadaan medical checkup rutin bagi karyawan di setiap tahunnya.

Karakteristik Contoh

Deskripsi terhadap karakteristik contoh berdasarkan umur, tingkat

pendidikan, besar keluarga, pendapatan, golongan karyawan, masa kerja dan

riwayat kegemukan tertera pada Tabel 2. Seluruh contoh dalam penelitian

merupakan karyawan PT. Indocement Citeureup yang berjenis kelamin laki-laki.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur contoh berkisar antara 30 hingga 55

tahun, dengan mayoritas contoh (61.02%) tergolong sebagai dewasa madya.

Pendidikan merupakan salah satu alat ukur untuk mengetahui status sosial dan

ekonomi contoh. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar

contoh (77.97%) menamatkan pendidikan hingga ke jenjang SMA/sederajat,

namun terdapat sejumlah contoh yang menamatkan pendidikannya hingga ke

jenjang perguruan tinggi (15.25%).

Menurut BKKBN (1997), keluarga dikategorikan sebagai keluarga kecil jika

jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, keluarga sedang jika beranggotakan 5-6 orang,

dan keluarga besar jika ≥ 7 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir

separuh jumlah contoh (49.15%) termasuk dalam kategori keluarga sedang, 45.76%

termasuk dalam keluarga kecil dan hanya 5.08% termasuk dalam kategori keluarga

besar. Berdasarkan pendapatan, diketahui bahwa pendapatan per bulan contoh

berkisar antara 4 000 000-30 000 000 rupiah. Namun, sebanyak 89.83% contoh

tergolong memiliki pendapatan rendah yang berkisar antara 4 000 000 hingga 12

666 667 rupiah.

Lebih dari separuh jumlah contoh (61.02%) termasuk dalam karyawan

golongan 4 yang memiliki posisi kerja sebagai pelaksana, operator, patroller

maupun driver. Masa kerja contoh sebagai karyawan tetap di PT. Indocement

Citeureup berkisar antara 6-34 tahun dengan rata-rata masa kerja 23.90±6.75 tahun.

Sebaran contoh menurut riwayat kegemukan dalam keluarga hampir merata pada

kedua kategori. Sebanyak 45.76% contoh tidak memiliki riwayat kegemukan dalam

keluarga, sedangkan 54.23% contoh memiliki riwayat kegemukan baik dari ayah

atau ibu (42.37%) maupun dari ayah dan ibu (11.86%).

Page 18: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

10

Tabel 2 Deskripsi karakteristik contoh

Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)

Umur (tahun)

Dewasa madya (30-49) 36 61.02

Dewasa akhir (>50) 23 38.98

Total 59 100.00

Rata-rata ± SD 45.10±0.88

Tingkat Pendidikan

SMP 4 6.78

SMA 46 77.97

D3 1 1.69

S1 8 13.56

Total 59 100.00

Besar Keluarga

Kecil (≤4) 27 45.76

Sedang (5-6) 29 49.15

Besar (≥7) 3 5.08

Total 59 100.00

Pendapatan (Rupiah/bulan)

Rendah (4 000 000-12 666 667) 53 89.83

Sedang (12 666 668-21 333 333) 5 8.47

Tinggi (21 333 334-30 000 000) 1 1.69

Total 59 100.00

Rata-rata ± SD 8 733 333±3 999 999

Min-Maks 4 000 000-30 000 000

Golongan Karyawan*

1 (Department Head) 1 1.69

2 (Superintendent/Supervisor/Engineer/

Senior Inspector) 9 15.25

3 (Foreman/Inspector/Senior Clerk/

Senior Operator) 13 22.03

4 (Pelaksana/Operator/Patroller/Driver) 36 61.02

Masa Kerja

Rata-rata ± SD 23.90±6.75

Min-Maks 6-34

Riwayat Kegemukan

Tidak Ada 27 45.76

Ada

Ada (Ayah/Ibu) 25 42.37

Ada (Ayah & Ibu) 7 11.86

Total 59 100.00

Status Gizi

Penilaian status gizi contoh dilakukan menggunakan perhitungan indeks

massa tubuh (IMT). Dalam penelitian ini, karyawan yang diikutsertakan sebagai

Page 19: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

11

contoh adalah karyawan dengan IMT ≥27.00 kg m-2 yang tergolong bersatus gizi

obesitas (Kemenkes RI 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa IMT contoh

berkisar antara 27.00-37.20 kg m-2 dengan rata-rata 29.65±0.31 kg m-2.

Selain mudah dalam pengukuran, penilaian status gizi dengan IMT

memberikan kelebihan lain, yakni hasil pengukuran berkorelasi kuat dengan tingkat

lemak dalam tubuh (Hu 2008) serta berhubungan langsung dengan risiko kesehatan

dan tingkat kematian di berbagai populasi (WHO 2004). WHO (2004) menekankan

bahwa kenaikan berat badan pada orang dewasa berkaitan dengan peningkatan

morbiditas dan mortalitas. Penyakit degeneratif seperti diabetes melitus tipe 2 dan

penyulit kardiovaskular serta peningkatan tingkat kematian adalah dampak yang

paling penting dari kelebihan berat badan dan kegemukan, selain dampak kesehatan

seperti gangguan sistem muskuloskeletal, menurunnya fungsi respirasi dan

menurunnya fungsi fisik dan kualitas hidup.

Sebaran contoh berdasarkan IMT dan risiko komorbiditas menurut WHO

(2004) tertera pada Tabel 3. Peningkatan IMT menjadi 25.00-29.00 kg m-2

berpeluang meningkatkan risiko komorbid, dan apabila IMT meningkat melebihi

30.00 kg m-2 tingkat risiko komorbid meningkat lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 3,

dapat diketahui bahwa contoh yang tergolong pre-obesitas (66.10%) memiliki

peningkatan risiko komorbiditas, sedangkan contoh yang tergolong obesitas kelas

1 (28.81%) memiliki risiko komorbiditas sedang (moderate co-morbidity) dan

contoh yang tergolong obesitas kelas 2 (5.08%) memiliki risiko komorbiditas yang

parah (severe co-morbidity).

Tabel 3 Sebaran contoh menurut IMT dan risiko komorbiditas

Klasifikasi IMT (kg m-2) Risiko Komorbiditas n %

Pre-obesitas ≤29.99 Meningkat 39 66.10

Obesitas kelas 1 30.00-34.99 Sedang 17 28.81

Obesitas kelas 2 35.00-39.99 Parah 3 5.08

Total 59 100.00

Gaya Hidup

Usia dewasa merupakan rentang waktu kronologis kehidupan yang panjang

dan, seperti fase kehidupan lainnya, kondisi yang dialami pada usia dewasa

merupakan hasil dari interaksi faktor fisiologis, perkembangan dan faktor sosial

selama bertahun-tahun (Mahan dan Escott-Stump 2008). Bersama-sama dengan

faktor genetik dan sosial, kondisi yang dialami oleh orang dewasa merupakan

akumulasi dari faktor perilaku atau gaya hidup dan faktor lingkungan. Gaya hidup

hadir sebagai hasil interaksi antara berbagai faktor budaya dan lingkungan hidup

yang dapat mempengaruhi pola konsumsi seseorang (Madanijah 2004). Gaya hidup

contoh yang diteliti dalam penelitian ini meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan

berolahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan.

Kebiasaan Merokok

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya terdapat 28.81% contoh yang

merokok dan 22.03% contoh merupakan mantan perokok. Jika ditelaah lebih lanjut,

hampir separuh jumlah contoh yang merokok dapat mengkonsumsi lebih dari 15

Page 20: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

12

batang rokok perhari (47.06%). Menurut Martini dan Hendrati (2004), kelompok

yang merokok dengan jumlah rokok 10-20 batang perhari menunjukkan perbedaan

risiko hipertensi 3.02 kali lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok yang

merokok kurang dari 10 batang perhari. Kandungan zat kimia beracun seperti

nikotin yang masuk ke dalam tubuh akan memberikan rangsangan pada pelepasan

norepinefrin dan epinefrin yang mampu meningkatkan tekanan darah sistolik

maupun diastolik. Nikotin dan karbon monoksida yang masuk ke dalam aliran

darah dapat merusak endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses

aterosklerosis dan tekanan darah tinggi (Kaplan 2002). Jenis rokok yang paling

banyak dikonsumsi oleh contoh yang merokok adalah rokok filter (82.35%).

Sebaran contoh menurut kebiasaan merokok tertera pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran contoh menurut kebiasaan merokok

Kebiasaan Merokok Jumlah (n) Persentase (%)

Status Merokok

Tidak merokok

Bukan perokok 29 49.15

Mantan perokok 13 22.03

Merokok 17 28.81

Total 59 100.00

Jumlah rokok yang dikonsumsi

≤5 batang 3 17.65

6-10 batang 3 17.65

11-15 batang 3 17.65

>15 batang 8 47.06

Total 17 100.00

Jenis rokok

Rokok kretek 1 5.88

Rokok filter 14 82.35

Rokok mild 2 11.76

Total 17 100.00

Chiolero et al. (2008) menyatakan bahwa seorang perokok dapat mengalami

penurunan nafsu makan yang merupakan efek dari nikotin dalam jangka pendek.

Akan tetapi, perokok dapat memiliki nafsu makan yang lebih tinggi saat tidak

merokok. Begitu pula terjadi pada mantan perokok (smoking cessation) yang

berpotensi mengalami obesitas dikarenakan hilangnya efek ganda merokok, yakni

meningkatkan pengeluaran energi dan menurunkan nafsu makan (Chiolero et al.

2008; McGovern dan Bernowitz 2011).

Kebiasaan Olahraga

Olahraga merupakan bagian aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dan

melibatkan gerakan tubuh yang berulang-ulang, serta ditujukan untuk

meningkatkan kebugaran jasmani (Karim 2002). Kebiasaan olahraga contoh dalam

penelitian ini dinilai dari aktivitas olahraga, jenis, frekuensi, dan durasi berolahraga.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa 61.02% contoh melakukan aktivitas

olahraga. Jika ditelaah lebih lanjut, terlihat bahwa jenis olahraga yang sering

dilakukan oleh contoh adalah jogging (27.78%), jalan santai (27.78%) dan aerobik

(22.22%). Contoh kerap melakukan aktivitas olahraga pada hari libur dan hari kerja,

Page 21: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

13

baik saat sebelum bekerja maupun sepulang kerja. Selain itu, sejumlah contoh juga

kerap mengikuti kegiatan senam aerobik yang dilaksanakan oleh perusahaan setiap

dua kali seminggu. Suatu review dan studi meta analisis oleh Vissers et al. (2013)

memperlihatkan bahwa latihan aerobik intensitas sedang atau berat tanpa disertai

dengan diet hipokalorik memiliki potensi tinggi dalam menurunkan jaringan lemak

viseral pada laki-laki dewasa.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar contoh melakukan

olahraga dengan frekuensi 1-2 kali per minggu (66.67%), namun terdapat contoh

yang melakukan olahraga hingga lebih dari 7 kali per minggu (5.56%). Durasi per

tiap kali olahraga yang dilakukan contoh dikelompokkan menjadi 3 kategori,

dengan mayoritas contoh melakukan sekali olahraga selama 30-60 menit (55.56%).

Sebaran jenis, frekuensi dan durasi olahraga dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5 Sebaran contoh menurut jenis, durasi dan frekuensi olahraga

Kebiasaan Olahraga Jumlah (n) Persentase (%)

Jenis Olahraga

Jogging 10 27.78

Jalan santai 10 27.78

Aerobik 8 22.22

Badminton 8 22.22

Bersepeda 4 11.21

Fitness 4 11.21

Lainnya* 9 25.00

Frekuensi Olahraga

1-2 kali/minggu 24 66.67

3-4 kali/minggu 5 13.89

5-6 kali/minggu 5 13.89

≥7 kali/minggu 2 5.56

Total 36 100.00

Durasi Olahraga

<30 menit 5 13.89

30-60 menit 20 55.56

>60 menit 11 30.56

Total 36 100.00

* Futsal (2.78%), voli/basket (0%), tenis (2.78%), tenis meja (5.56%), karate (5.56%), senam

pernapasan (5.56%), dan renang (5.56%).

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot

rangka sebagai suatu pengeluaran tenaga, yang meliputi pekerjaan, waktu senggang

dan aktivitas sehari-hari. Dalam melakukan aktivitas fisik, diperlukan usaha ringan,

sedang atau berat yang dapat menyebabkan perbaikan kesehatan bila dilakukan

secara teratur (Adisapoetra 2005). Aktivitas fisik contoh pada hari kerja sebagian

besar tergolong ke dalam aktivitas fisik tingkat ringan (64.41%) dan hanya sebagian

kecil yang tergolong ke dalam aktivitas fisik sedang (35.59%). Bentuk aktivitas

fisik yang dilakukan contoh saat bekerja di antaranya memonitor alat/panel, duduk,

menulis dan membaca laporan, berjalan santai di dalam ruang kantor,

mengoperasikan komputer, berjalan kaki di sekitar lokasi pabrik, mengendarai

Page 22: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

14

mobil/motor, mengoperasikan alat berat, membersihkan kerak/coating semen pada

alat penggiling, naik dan turun tangga, serta berjalan dengan atau tanpa beban.

Tabel 6 Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik hari kerja

Tingkat Aktivitas Fisik Jumlah (n) Persentase (%)

Ringan 38 64.41

Sedang 21 35.59

Berat 0 0.00

Total 59 100.00

FAO (2001) mengklasifikasikan gaya hidup berdasarkan tingkat kebutuhan

energi menjadi gaya hidup aktivitas ringan atau sedenter (menetap), gaya hidup

aktif atau cukup aktif, gaya hidup yang sangat aktif (vigorously active) dan aktivitas

yang ekstrim (tingkat aktivitas terlalu rendah atau tinggi). Gaya hidup sedenter

memperlihatkan aktivitas seseorang yang tidak memerlukan banyak upaya fisik,

tidak perlu berjalan jauh, umumnya menggunakan kendaraan bermotor untuk

transportasi, menghabiskan sebagian besar waktu luang untuk duduk atau berdiri

dengan perpindahan posisi tubuh yang minim. Hal ini menunjukkan bahwa

sebagian besar contoh dalam penelitian memiliki gaya hidup yang sedenter atau

kurang aktif.

Hasil analisis lanjut memperlihatkan bahwa terdapat kaitan antara tingkat

aktivitas fisik dengan golongan karyawan. Contoh pada golongan 1 cenderung

memiliki tingkat aktivitas fisik yang lebih ringan dibandingkan dengan contoh pada

golongan dibawahnya. Hal ini memperlihatkan bahwa karyawan dengan posisi

tinggi (golongan 1) cenderung memiliki aktivitas fisik yang ringan, dikarenakan

mayoritas pekerjaan yang dilakukan tidak memerlukan banyak upaya fisik dan

minimnya perpindahan posisi tubuh.

Perilaku Makan

Perilaku makan muncul sebagai faktor risiko obesitas yang terkait dengan

gaya hidup (Lee et al. 2011). Perilaku makan contoh dianalisis menggunakan

perilaku makan pada orang obesitas atau disebut Obesity-Related Eating Behavior

(OREB) yang mengacu pada penelitian Mesas et al. (2012). Mesas et al. (2012)

menyatakan bahwa perilaku makan pada orang obesitas cenderung mengambarkan

pola yang hampir sama di berbagai wilayah. Sebanyak 12 perilaku makan yang

dianalisis, terdapat sembilan perilaku makan tidak sehat dengan persentase kejadian

melebihi 50% jumlah contoh, yakni tidak melakukan perencanaan makan, tidak

melakukan pengaturan jumlah dan jenis makanan, mengkonsumsi makanan

kalengan dan/atau makanan instan, mengkonsumsi cemilan, mengkonsumsi

makanan cepat saji, tidak memilih makanan rendah kalori, makan sambil menonton

TV, menunda waktu makan, dan makan dalam waktu cepat. Jika dilakukan

pembobotan skor perilaku makan secara keseluruhan, rata-rata contoh memiliki

skor perilaku makan tidak sehat sebesar 8 poin, dengan skor terendah 4 poin dan

tertinggi 11 poin. Hal ini memperlihatkan buruknya perilaku makan contoh.

Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar contoh tidak memiliki perilaku

perencanaan maupun pengaturan jumlah dan jenis makanan yang akan dikonsumsi.

Perilaku tidak merencanakan maupun mengantur jumlah dan jenis makanan yang

dikonsumsi erat kaitannya dengan perilaku tidak mengontrol konsumsi pangan

maupun perilaku diet pada seseorang. Penelitian Hays et al. (2002) pada wanita usia

Page 23: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

15

dewasa menemukan bahwa perilaku tidak membatasi konsumsi pangan berkorelasi

kuat dengan peningkatan berat badan dan IMT tinggi, sedangkan perilaku diet

(dietary restraint) untuk mengatur konsumsi pangan dapat mengurangi efek

tersebut.

Tabel 7 Sebaran contoh menurut perilaku makan

Perilaku Makan* Ya Tidak

n % n %

Merencanakan seberapa banyak makanan yang akan

dimakan saat itu

9 15.25 50 84.75

Mengatur jumlah dan jenis makanan yang disajikan

pada piring makan

9 15.25 50 84.75

Melakukan sarapan pagi 55 93.22 4 6.78

Konsumsi makanan kalengan dan/atau makanan

instan

53 89.83 6 10.17

Konsumsi kudapan/cemilan 58 98.31 1 1.69

Konsumsi produk makanan cepat saji 39 66.10 20 33.90

Memilih makanan rendah kalori 16 27.12 43 72.88

Membuang lemak yang terlihat/gajih pada makanan

olahan daging

44 74.58 15 25.42

Membuang kulit ayam pada makanan olahan ayam 43 72.88 16 27.12

Makan siang dan/atau makan malam sambil menonton

TV

42 71.19 17 28.81

Menunda waktu makan 39 66.10 20 33.90

Makan dalam waktu cepat** 51 86.44 8 13.56

*Perilaku makan menurut Obesity-Related Eating Behavior (OREB) dalam Mesas et al. (2012).

**Makan dalam waktu cepat jika akumulasi lama waktu makan dalam sehari (sarapan, makan siang

dan malam) ≤35 menit dan lama jika >35 menit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku sarapan pagi pada contoh

penelitian cukup tinggi (93.22%). Hal ini dapat disebabkan tidak adanya kegiatan

penyelenggaraan makan bagi karyawan, sehingga mayoritas karyawan melakukan

sarapan pagi sebelum bekerja. Sarapan pagi bermanfaat untuk menyediakan energi

bagi tubuh untuk melakukan aktivitas harian. Dengan sarapan, tubuh terhindar dari

lemah, letih, lesu, dan kurang konsentrasi akibat kurangnya asupan gizi. Selain itu,

sarapan dengan asupan gizi yang tepat dapat menghindarkan tubuh dari kegemukan

akibat kemungkinan makan berlebih (overeating) di sepanjang hari (Timlin dan

Pereira 2007).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih dari 50% contoh memiliki

perilaku mengkonsumsi makanan kalengan dan/atau makanan instan (89.83%),

cemilan (98.31%) dan makanan cepat saji (66.10%). Kebanyakan contoh mengaku

mongkonsumsi cemilan dan makanan instan saat bekerja maupun saat bersantai di

rumah. Mesas et al. (2012) mengemukakan bahwa berat badan dapat meningkat

apabila seseorang memiliki perilaku mengkonsumsi makanan cepat saji dan

cemilan. Meskipun demikian, contoh yang telah mengalami kegemukan belum

menghindari perilaku makan tersebut.

Menurut Mesas et al. (2012) terdapat beberapa perilaku makan yang berhati-

hati (mindful eating behavior) seperti memilih makanan rendah kalori, membuang

gajih atau lemak dan kulit ayam. Namun, berdasarkan hasil penelitian diperoleh

bahwa terdapat 72.88% contoh belum mempertimbangkan untuk memilih makanan

Page 24: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

16

yang rendah kalori. Berkebalikan dengan hal tersebut, sebanyak 74.58% contoh

telah memiliki perilaku membuang gajih/lemak daging dan 72.88% contoh

memiliki perilaku membuang kulit ayam.

Mayoritas contoh memiliki perilaku makan siang dan/atau makan malam

sambil menonton televisi (71.19%). Perilaku makan sambil menonton televisi

terbukti dapat menyebabkan peningkatan berat badan. Ini dikarenakan proses

makan menjadi terganggu karena perhatian teralihkan saat menonton televisi,

sehingga efektivitas sinyal rasa kenyang dalam tubuh berkurang dan menunda rasa

kenyang (Blass et al. 2006). Lebih dari separuh jumlah contoh memiliki perilaku

menunda makan (66.10%). Selain menimbulkan gangguan lambung, perilaku

menunda makan dapat menyebabkan kegemukan. Perilaku menunda makan

memiliki dampak yang sama seperti melewatkan sarapan pagi dimana dapat timbul

efek makan berlebih (overeating) di sepanjang hari (Timlin dan Pereira 2007).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki

perilaku makan dalam waktu cepat (86.44%). Makan dengan cepat diartikan

sebagai waktu yang digunakan untuk sarapan, makan siang, dan makan malam tidak

lebih dari 35 menit , dengan cut off sarapan lima menit serta makan siang dan makan

malam masing-masing 15 menit (Mesas et al. 2012). Dalam hasil penelitiannya,

Mesas et al. (2012) menyatakan bahwa makan dengan cepat dapat memicu

konsumsi makanan dalam jumlah yang lebih banyak. Jika tidak diimbangi dengan

pengeluaran energi, perilaku makan dengan cepat dapat menimbulkan kegemukan.

Hasil penelitian Lee et al. (2011) menemukan bahwa remaja yang makan dengan

cepat memiliki risiko tiga kali lebih besar untuk mengalami overweight. Laju

makan yang abnormal (terlalu cepat) membuat seseorang makan lebih banyak

sebelum perut merasa kenyang dan asupan energi meningkat (Otsuka et al. 2006).

Kejadian Sindrom Metabolik (MetS)

Sindrom metabolik dianggap sebagai faktor risiko kardiovaskular yang

bersifat kompleks dengan tiap komponen faktor risiko memiliki potensi

menginduksi kejadian patologik tersendiri (Dekker et al. 2005). Sindrom metabolik

secara tipikal ditandai oleh obesitas sentral, dislipidemia aterogenik seperti

hipertrigliseridemia dan penurunan kolesterol HDL, hipertensi dan disglisemia.

Dalam penelitian ini, kriteria diagnosis sindrom metabolik didasarkan pada Alberti

et al. (2009). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi sindrom metabolik di antara

contoh cukup tinggi, yakni mencapai 49.15%. Angka ini lebih tinggi jika

dibandingkan dengan prevalensi sindrom metabolik pada laki-laki dewasa gemuk

di Bogor sebesar 44% (Muherdiyantiningsih 2008).

Gambar 3 Sebaran kejadian sindrom metabolik

Tidak

51%

Ya

49%

Page 25: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

17

Analisis lanjutan yang dilakukan terhadap contoh yang mengalami sindrom

metabolik menunjukkan bahwa obesitas sentral merupakan komponen penanda

sindrom metabolik yang dominan terjadi, yakni sebesar 96.55%, diikuti oleh

hipertrigliseridemia (82.76%), kolesterol HDL rendah (71.41%), kadar GDP tinggi

(62.07%), dan tekanan darah tinggi (55.17%). Dengan meningkatnya obesitas

sentral, lemak viseral akan berkembang sehingga berperilaku seperti organ

endokrin yang mampu mensekresikan adipokin pro inflamatorik (TNF-𝛼 dan IL-6)

yang disertai dengan penurunan adipokin anti inflamatorik adiponektin. Hal ini

memicu timbulnya stres oksidatif yang berpeluang menimbulkan kerusakan DNA,

sel maupun jaringan dan berimplikasi pada perkembangan resistensi insulin

maupun penyulit kardiovaskular (Effendi et al. 2013).

Tabel 8 Persentase komponen penanda sindrom metabolik pada contoh yang

mengalami sindrom metabolik

Penanda Sindrom Metabolik Jumlah (n) Persentase (%)

Tekanan darah (sistol ≥130 dan/atau diastol ≥85 mmHg) 16 55.17

Lingkar perut (≥90 cm) 28 96.55

Gula Darah Puasa (≥100 mg/dL) 18 62.07

Kolesterol HDL (<40 mg/dL) 21 72.41

Trigliserida (≥150 g/dL) 24 82.76

Jika dianalisis pada keseluruhan contoh mengenai tiap komponen penanda

sindrom metabolik, kejadian obesitas sentral tetap menduduki posisi paling tinggi

(84.75%), diikuti oleh hipertrigliseridemia (49.15%), rendahnya kolesterol HDL

(44.07%), tekanan darah tinggi (38.98%) serta kadar GDP tinggi (33.90%).

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan komponen penanda sindrom metabolik

Penanda Sindrom Metabolik Ya Tidak Total

n % n % n %

Tekanan darah (sistol ≥130 dan/atau

diastol ≥85 mmHg)

23 38.98 36 61.02 59 100.0

Lingkar perut (≥90 cm) 50 84.75 9 15.25 59 100.0

Gula Darah Puasa (≥100 mg/dL) 20 33.90 39 66.10 59 100.0

Kolesterol HDL (<40 mg/dL) 26 44.07 33 55.93 59 100.0

Trigliserida (≥150 g/dL) 29 49.15 30 50.85 59 100.0

Korelasi Antar Variabel

Karakteristik Contoh dan Sindrom Metabolik

Tabulasi silang antara umur dengan kejadian sindrom metabolik tertera pada

Tabel 10. Hasil memperlihatkan bahwa sebanyak 50.00% contoh yang tergolong

sebagai dewasa madya mengalami sindrom metabolik, sedangkan pada contoh yang

tergolong sebagai dewasa akhir terdapat 47.83% contoh yang mengalami sindrom

metabolik. Hasil uji korelasi Chi-Square diperoleh nilai p=1.00 maka disimpulkan

tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik antara contoh usia

dewasa madya dengan contoh usia dewasa akhir.

Page 26: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

18

Tabel 10 Sebaran contoh menurut umur dan kejadian sindrom metabolik

Umur

Sindrom Metabolik Total

P value Tidak Ya

n % n % n %

Dewasa madya 18 50.00 18 50.00 36 100.00 1.00 Dewasa akhir 12 52.17 11 47.83 23 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Tabulasi silang antara riwayat kegemukan dalam keluarga dengan kejadian

sindrom metabolik tertera pada Tabel 11. Hasil memperlihatkan bahwa sebanyak

51.85% contoh yang tidak memiliki riwayat kegemukan mengalami sindrom

metabolik, sedangkan pada contoh yang memiliki riwayat kegemukan terdapat

46.86% contoh yang mengalami sindrom metabolik. Hasil uji korelasi Chi-Square

diperoleh nilai p=0.91 maka disimpulkan tidak terdapat perbedaan proporsi

kejadian sindrom metabolik antara contoh yang tidak memiliki maupun contoh

yang memiliki riwayat kegemukan.

Tabel 11 Sebaran contoh menurut riwayat kegemukan dan kejadian sindrom

metabolik

Riwayat Kegemukan

Sindrom Metabolik Total

P value Tidak Ya

n % n % n %

Tidak ada 13 48.15 14 51.85 27 100.00 0.91 Ada 17 53.12 15 46.86 32 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa umur dan riwayat

kegemukan tidak berkorelasi secara signifikan terhadap kelima komponen penanda

sindrom metabolik. Namun, ditemukan kecenderungan positif antara riwayat

kegemukan dengan ukuran lingkar perut, dimana contoh yang memiliki riwayat

kegemukan dari kedua orangtua cenderung memiliki ukuran lingkar perut yang

lebih besar (p>0.05).

Kebiasaan Merokok dan Sindrom Metabolik

Tabulasi silang antara status merokok dengan kejadian sindrom metabolik

tertera pada Tabel 12. Hasil memperlihatkan bahwa terdapat 47.62% contoh yang

tidak merokok mengalami sindrom metabolik, sedangkan pada contoh yang

merokok, terdapat 52.94% contoh yang mengalami sindrom metabolik.

Tabel 12 Sebaran contoh menurut status merokok dan kejadian sindrom metabolik

Status Merokok

Sindrom Metabolik Total

P value Tidak Ya

n % n % n %

Tidak merokok 22 52.38 20 47.62 42 100.00 0.93 Merokok 8 47.06 9 52.94 17 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Page 27: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

19

Hasil uji korelasi Chi-Square diperoleh nilai p=0.93 maka disimpulkan tidak

terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik antara contoh yang tidak

merokok maupun contoh yang merokok. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan

bahwa jumlah rokok yang dihisap berkorelasi negatif signifikan dengan tekanan

darah diastol (p<0.05) namun berkorelasi positif dengan lingkar perut (p<0.05),

dimana semakin banyak jumlah rokok yang dikonsumsi maka tekanan darah diastol

cenderung lebih rendah dan ukuran lingkar perut cenderung lebih besar. Hal ini

sejalan dengan hasil review oleh Chiolero et al. (2008), yang menyatakan bahwa

kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan akumulasi lemak pusat. Xu

et al. (2007) melalui hasil penelitiannya, menyatakan bahwa kebiasaan merokok

berhubungan berhubungan dengan peningkatan ukuran lingkar perut pada laki-laki.

Kebiasaan Olahraga dan Sindrom Metabolik

Tabulasi silang antara kebiasaan olahraga dengan kejadian sindrom metabolik

tertera pada Tabel 13. Hasil memperlihatkan bahwa sebanyak 47.83% contoh yang

tidak berolahraga mengalami sindrom metabolik, sedangkan pada contoh yang

berolahraga terdapat 50.00% contoh yang mengalami sindrom metabolik. Hasil uji

korelasi Chi-Square diperoleh nilai p=1.00 maka disimpulkan tidak terdapat

perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik antara contoh yang tidak

berolahraga maupun contoh yang berolahraga.

Tabel 13 Sebaran contoh menurut aktivitas olahraga dan kejadian sindrom

metabolik

Aktivitas Olahraga

Sindrom Metabolik Total

P value Tidak Ya

n % n % n %

Tidak olahraga 12 52.17 11 47.83 23 100.00 1.00 Olahraga 18 50.00 18 50.00 36 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur

serta melibatkan gerakan tubuh yang berulang-ulang dengan tujuan meningkatkan

kebugaran jasmani. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat

kecenderungan yang negatif antara frekuensi berolahraga dalam seminggu dan

durasi berolahraga terhadap ukuran lingkar perut meskipun tidak mencapai level

signifikan (p>0.05). Olahraga berperan pada penurunan lemak tubuh khususnya

lemak perut (Irwin et al. 2003). Olahraga dengan durasi 370 menit per minggu pada

laki-laki juga terbukti menurunkan obesitas sentral (McTiernan et al. 2007).

Aktivitas Fisik dan Sindrom Metabolik

Tabulasi silang antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian sindrom

metabolik tertera pada Tabel 14. Hasil memperlihatkan bahwa sebanyak 42.11%

contoh yang memiliki tingkat aktivitas fisik ringan mengalami sindrom metabolik,

sedangkan pada contoh yang memiliki tingkat aktivitas fisik sedang, terdapat

61.90% contoh yang mengalami sindrom metabolik. Hasil uji korelasi Chi-Square

diperoleh nilai p=0.236 maka disimpulkan tidak terdapat perbedaan proporsi

kejadian sindrom metabolik antara contoh dengan tingkat aktivitas fisik ringan

maupun sedang.

Page 28: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

20

Tabel 14 Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik dan kejadian sindrom

metabolik

Tingkat Aktivitas

Fisik

Sindrom Metabolik Total

P value Tidak Ya

n % n % n %

Ringan 22 57.89 16 42.11 38 100.00 0.24 Sedang 8 38.10 13 61.90 21 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Tingkat aktivitas fisik contoh tidak berkorelasi secara signifikan terhadap

kelima komponen penanda sindrom metabolik. Namun demikian, terdapat

kecenderungan negatif antara tingkat aktivitas fisik dengan ukuran lingkar perut,

dimana semakin ringan aktivitas fisik maka ukuran lingkar perut cenderung lebih

besar. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan

bahwa penurunan aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan lingkar perut

(Zhang et al. 2007; Besson et al. 2009; Mustelin et al. 2009).

Perilaku Makan dan Sindrom Metabolik

Tabulasi silang 12 perilaku makan dengan kejadian sindrom metabolik tertera

pada Tabel 15. Hasil uji korelasi Chi-Square seluruh variabel perilaku makan

terhadap kejadian sindrom metabolik diperoleh nilai p>0.05. Maka disimpulkan

bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik pada kedua

kelompok contoh, baik yang menjawab ‘ya’ maupun ‘tidak’ pada seluruh perilaku

makan. Mesas et al. (2012) menemukan bahwa perilaku makan terkait obesitas

berhubungan dengan buruknya kualitas diet. Dalam penelitian ini, tidak ditemukan

korelasi yang signifikan antara total skor perilaku makan contoh dengan kejadian

sindrom metabolik (p>0.05). Namun demikian, ditemukan kecenderungan semakin

buruk perilaku makan contoh, maka kadar kolesterol HDL semakin rendah (p<0.05).

Jika dilakukan analisis perilaku makan secara terpisah, didapatkan bahwa

sejumlah perilaku makan berkorelasi signifikan dengan komponen penanda

sindrom metabolik. Perilaku tidak merencanakan dan mengatur jumlah maupun

jenis makanan yang dikonsumsi maupun perilaku tidak membuang lemak atau gajih

pada makanan olahan daging diperoleh berkorelasi signifikan dengan rendahnya

kadar kolesterol HDL, sedangkan perilaku konsumsi cemilan berkorelasi signifikan

dengan tingginya kadar glukosa darah puasa (p<0.05).

Page 29: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

21

Tabel 15 Sebaran contoh menurut perilaku makan dan kejadian sindrom metabolik

Perilaku Makan

Sindrom Metabolik Total

P value Tidak Ya

n % n % n %

Perencanaan makan

1.00 Tidak 25 50.00 25 50.00 50 100.00

Ya 5 55.56 4 44.44 9 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Pengaturan makan

Tidak 25 50.00 25 50.00 50 100.00

Ya 5 55.56 4 44.44 9 100.00 1.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Sarapan

Tidak 2 50.00 2 50.00 4 100.00

1.00 Ya 28 50.91 27 49.09 55 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Konsumsi makanan instan

Tidak 2 33.33 4 66.67 6 100.00

0.42 Ya 28 52.83 25 47.17 53 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Konsumsi kudapan/cemilan

Tidak 0 0.00 1 100.00 1 100.00 0.49

Ya 30 51.72 28 48.28 58 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Konsumsi fast food

Tidak 8 40.00 12 60.00 20 100.00

0.36 Ya 22 56.41 17 43.59 39 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Memilih low caloric food

Tidak 20 46.51 23 53.49 43 100.00

0.42 Ya 10 62.50 6 37.50 16 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Membuang lemak/gajih

Tidak 7 46.67 8 53.33 15 100.00

0.94 Ya 23 52.27 21 47.73 44 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Membuang kulit ayam

Tidak 10 62.50 6 37.50 16 100.00

0.42 Ya 20 46.51 23 53.49 43 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Makan sambil menonton TV

Tidak 8 47.06 9 52.94 17 100.00

0.93 Ya 22 52.38 20 47.61 42 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Menunda waktu makan

Tidak 11 55.00 9 45.00 20 100.00

0.86 Ya 19 48.72 20 51.28 39 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Makan dalam waktu cepat

Tidak 3 37.50 5 62.50 8 100.00

0.47 Ya 27 52.94 24 47.06 51 100.00

Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00

Page 30: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

22

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Gaya hidup contoh dapat dikatakan sebagai gaya hidup yang sedenter

(menetap). Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat aktivitas fisik contoh dan

mayoritas pekerjaan contoh telah dibantu oleh alat bermotor/mesin maupun

elektronik yang menyebabkan perpindahan posisi tubuh cukup minim. Kebiasaan

merokok contoh tergolong rendah. Sebagian besar contoh memiliki kebiasaan

olahraga dengan jenis olahraga yang paling sering dilakukan adalah jogging, jalan

santai dan aerobik.

Terdapat 9 dari 12 perilaku makan tidak sehat yang terjadi dengan persentase

melebihi 50% jumlah contoh, yakni tidak melakukan perencanaan makan (84.75%),

tidak melakukan pengaturan jumlah dan jenis makanan (84.75%), mengkonsumsi

makanan kalengan dan/atau makanan instan (89.83%), mengkonsumsi cemilan

(98.31%), mengkonsumsi makanan cepat saji (66.10%), tidak memilih makanan

rendah kalori (72.88%), makan sambil menonton TV (71.19%), menunda waktu

makan (66.10%), dan makan dengan cepat (86.44%). Rata-rata contoh memiliki

skor perilaku makan tidak sehat sebesar 8 poin, dengan skor terendah 4 poin dan

tertinggi 11 poin. Hal ini memperlihatkan buruknya perilaku makan contoh.

Sebanyak 49.15% contoh mengalami sindrom metabolik dengan prevalensi

penanda sindrom metabolik tertinggi adalah obesitas sentral, diikuti oleh

hipertrigliseridemia, kadar kolesterol HDL rendah, kadar glukosa darah puasa

tinggi dan hipertensi. Hasil uji korelasi Chi-Square menunjukkan tidak terdapat

perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik dilihat dari umur, riwayat

kegemukan, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, tingkat aktivitas fisik maupun

perilaku makan.

Hasil uji korelasi Spearman memperlihatkan bahwa contoh yang memiliki

riwayat kegemukan pada kedua orangtua cenderung memiliki ukuran lingkar perut

lebih besar. Selain itu, contoh dengan frekuensi olahraga, durasi olahraga dan

tingkat aktivitas fisik yang rendah cenderung memiliki ukuran lingkar perut yang

lebih besar. Hasil uji turut memperlihatkan bahwa semakin banyak jumlah rokok

yang dikonsumsi, maka tekanan darah diastol akan lebih rendah dan ukuran lingkar

perut akan lebih besar. Perilaku makan yang tidak sehat berkorelasi dengan

rendahnya kadar kolesterol HDL, sedangkan perilaku konsumsi cemilan berkorelasi

dengan tingginya kadar glukosa darah puasa.

Saran

Penelitian ini masih terbatas hanya pada contoh dengan status gizi obesitas.

Bagi penelitian selanjutnya, dianjurkan untuk meneliti contoh dengan status gizi

kurang dan normal. Selain itu, bagi penelitian selanjutnya dapat ditambahakan

variabel konsumsi pangan untuk menganalisis asupan zat gizi secara kuantitatif

agar hasil penelitian lebih komprehensif.

Bagi masyarakat, penting membudayakan gaya hidup aktif dan sehat tanpa

rokok, rutin berolahraga serta menghindari perilaku makan tidak sehat untuk

mempertahankan berat badan ideal dan mencegah obesitas yang memicu sindrom

Page 31: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

23

metabolik. Bagi karyawan PT. Indocement Citeureup yang mengalami kegemukan,

dianjurkan untuk mulai mengubah perilaku makan yang tidak sehat menjadi

perilaku makan yang sehat. Salah satunya, dengan mulai merencanakan dan

mengatur jumlah maupun jenis makanan yang akan dikonsumsi untuk mengatur

konsumsi pangan sesuai kebutuhan. Selain itu, bagi karyawan yang kegemukan

dapat mengurangi konsumsi karbohidrat, lemak, gula dan garam serta

meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

Orang dewasa membutuhkan kurang lebih 30 menit aktivitas sedang setiap

hari dalam seminggu untuk mendapatkan tubuh yang sehat dan berat badan yang

ideal. Mengingat sebagian besar karyawan memiliki tingkat aktivitas fisik yang

ringan pada hari kerja, PT. Indocement Citeureup dapat menciptakan lingkungan

kerja yang mampu meningkatkan aktivitas fisik karyawan. Selain menyediakan

fitness room, upaya yang dapat dilakukan di antaranya menyediakan jalur pejalan

kaki ataupun jogging track yang aman serta terlindung dari panas dan hujan. Selain

itu, perlunya menyediakan fasilitas shower atau kamar mandi yang memadai

sehingga memungkinkan karyawan untuk membersihkan diri/berganti pakaian

setelah berolahraga. Dalam upaya meningkatkan kesadaran karyawan akan

pentingnya gaya hidup aktif dan sehat, perlu diadakan program penyuluhan tentang

gaya hidup dan perilaku makan yang sehat kepada karyawan sebagai bentuk

pencegahan dan penanggulangan masalah karyawan obesitas, beserta dampak yang

dapat ditimbulkan jika membudayakan gaya hidup yang tidak sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningrum RD. 2008. Karakteristik kegemukan pada anak sekolah dan remaja di

Medan dan Jakara Selatan [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Adisapoetra. 2005. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Status Kegemukan

pada Kohort Anak Tahun 2001 di Kota Bogor [tesis]. Jakarta (ID):

Universitas Indonesia.

Alberti KGMM, Eckel RH, Grundy SM, Zimmet PZ, Cleeman JI, Donato KA,

Fruchart JC, James WPT, Loria CM, Smith SC. 2009. Harmonizing the

metabolic syndrome: a joint interim statement of the International Diabetes

Federation Task Force on Epidemiology and Prevention; National Heart,

Lung, And Blood Institute; American Heart Association; World Heart

Federation; International Atherosclerosis Society; and International

Association for the Study Obesity. Circulation. 120:1640-1645.

Aziiza F. 2008. Analisis aktivitas fisik, konsumsi pangan dan status gizi dengan

produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi [Skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Besson H, Ekelund U, Luan J, May AM, Sharp S, Travier N, Agudo A, Slimani N,

Rinaldi S, Jenab M et al. 2009. A cross-sectional analysis of physical activity

and obesity indicators in European participants of The EPIC-PANACEA

study. Int J Obes. 33:497-506.

Page 32: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

24

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1997. Kamus Istilah

Kependudukan Keluarga Berencana Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN.

Blass EM, Anderson DR, Kirkorian HL, Pempek TA, Price I, Koleini MF. 2006.

On the road to obesity: television viewing increases intake of high density of

foods. Physiol Behav. 88:597-604.

Chiolero A, David F, Fred P, Jacques C. 2008. Consequences of smoking for body

weight, body fat distribution, and insulin resistance. Am J Clin Nutr. 87:801-

09.

Dekker JM, Girman C, Rhodes T, Nijpels G, Stehouwer C, Boutter LM, Heine RJ.

2005. Metabolic syndrome and 10-year cardiovascular disease risk in the

Hoorn Study. Circulation. 112:666-673.

Effendi AT, Hardinsyah, Effendi YH, Dewi M, Nurdin NM. 2013. Nutrigenomik

Resistensi Insulin Sindrom Metabolik Prediabetes. Bogor (ID): IPB Press.

[FAO] Food And Nutrition Technical Report Series. 2001. Energi Requirements of

Adults. [Internet] 2001; [diunduh pada 18 Februari 2014].

http://www.fao.org./docrep/007/y56 86e/5686 e07.htm#bm07.3

Hays NP, Bathalon GP, McCory MA, Roubenoff R, Lipman R, Roberts SB. 2002.

Eating behavior correlates of adult weight gain and obesity in healthy women

aged 55-65y. Am J Clin Nutr. 75:476-83.

Hidayati, Irawan R, Hidayat B. 2006. Obesitas pada Anak [Internet]. 2010-2014

[diunduh pada 20 Februari 2014]. http://www.pediatrik.com

Harper, Deaton, Driskel. 1986. Pangan, Gizi, Pertanian. Suhardjo (penerjemah).

Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Food, Nutrition, and Agriculture.

Hu FB. 2008. Metabolic concequences of obesity. Di dalam: Hu FB, editor. Obesity

Epidemiology. New York (US): Oxford University Press.

[IDF] International Diabetes Foundation. 2006. The IDF consensus worldwide

definition of the metabolic syndrome. Belgium: IDF.

Irwin ML, Yasui Y, Ulrich C, Bowen D, Rudolph R, Schwartz RS, Yukawa M,

Aiello E, Potter JD, McTiernan. 2003. Effect of excercise on total and intra

abdominal body fat in postmeopausal women: a randomized controlled trial.

JAMA. 289(3):323-30.

Kaplan NM. 2002. Clinical Hypertension 8th ed. Lippincott (US): Williams

&Wilkins.

Karim F. 2002. Panduan Kesehatan Olahraga bagi Ptugas Kesehatan. Jakarta (ID):

Kesehatan Komunitas.

[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Laporan Riset

Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan.

_____. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

_____. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Lechleitner M. 2008. Obesity and metabolic syndrome in the elderly: a mini review.

Gerontology. 54:253-259.

Lee HA, Lee WK, Kong KA, Chang N, Ha EH, Hong YS, Park H. 2011. The effect

of eating behavior on being overweight or obese during preadolescence. J

Prev Med Public Health. 44(5):226-233.

Page 33: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

25

Lemeshow S, Lwanga SK. 1991. Sampel Size Determination in Health Studies: A

Practical Manual. Geneva: WHO Library Cataloguing in Publication Data.

Madanijah S. 2004. Pola konsumsi pangan. Di dalam Baliwati YF, Khomsan A,

Dwiriani CM, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Penebar

Swadaya.

Mahan LK, Escott-Stump S. 2008. Krause’s Food and Nutrition Therapy 12th

edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.

Martini S, Hendrati LY. 2004. Perbedaan risiko kejadian hipertensi menurut pola

merokok. Jurnal Penelitian Medika Eksakta. 5(2):169-181.

McGovern JA, Benowitz NL. 2011. Cigarette smoking, nicotine, and body weight.

Clin Pharmacol Ther. 90(1):164-168.

McTiernan A, Sorensen B, Irwin ML, Morgan A, Yasui Y, Rudolph RE, Surawicz

C, Lampe JW, Lampe PD, Ayub K, et al. 2007. Excercise effect on weight

and body fat in men and women. Obesity. 15:1496-1512.

Mesas AE, Castillon PG, Munoz LM, Graciani A, Garcia EL, Fisac JLG, Banegas

JR, Artalejo FR. 2012. Obesity-related eating behaviors are associated with

low physical activity and poor diet quality in spain. J Nutr. 142:1321-

1328.doi:10.3945/jn.112.158154.

Muherdiyantiningsih, Ernawati F, Effendi R, Herman S. 2008. Sindrom metabolik

pada orang dewasa gemuk di wilayah Bogor. Penel Gizi Makan. 31(2):75-81.

Mustelin L, Silventoinen K, Pietilainen K, Rissanen A, Kaprio J. 2009. Physical

activity reduces the influence of genetic effects on BMI and waist

circumference: a study in young adullt twins. Int J Obes. 33:29-36.

Otsuka R, Tamakoshi K, Yatsuya H, Murata C, Sekiya A, Wada K, Zhang HM,

Matsushita K, Sugiura K, Takefuji S, et al. Eating fast leads to obesity:

findings based on self administered questionnaires among middle-aged

Japanese men and women. J Epidemiol. 16(3): 117-124.

Pradono J, Suparmi, Sihombing N. 2013. Prevalensi dan determinan hipertensi

kelompok umur 15-60 tahun di kota Bogor, Prov. Jawa Barat. Jurnal Ekologi

Kesehatan. 12(3):171-179.

Sari, DM. 2011. Gaya hidup, intake zat gizi dan morbiditas orang dewasa yang

berstatus gizi obes dan normal [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo (ID): Dabara Publisher.

Soetardjo. 2011. Gizi usia dewasa. Di dalam: Almatsier S; editor. Gizi Seimbang

dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Soewondo P, Purnamasari D, Oemardi M, Waspadji S, Soegondo S. 2010.

Prevalence of metabolic syndrome using NCEP/ATP III criteria in Jakarta,

Indonesia: the Jakarta primary non communicable disease risk factors

surveillance 2006. Acta Med Indones. 42(4):199-203.

Timlin MT, Pereira MA. 2007. Breakfast frequency and quality in the etiology of

adult obesity and chronic diseases. Nutr Rev. 65:268-81.

Vissers D, Hens W, Taeymans J, Baeyens JP, Poortmans J, Gaal LV. 2013. The

effect of exercise on visceral adipose tissue in overweight adults: a systematic

review and meta-analysis. PloS ONE. 8(2): e56415. doi:10.1371/

journal.pone0056415.

Xu F, Yin XM, Wang Y. 2007. The association between amount of cigarettes

smoked, overweight, and central obesity among chinese adults in Nanjing,

China. Asia Pac J Clin Nutr. 16(2):240-247.

Page 34: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

26

Zhang X, Shu XO, Yang G, Li H, Cai H, Gao YT, Zheng W. 2007. Abdominal

adiposity and mortality in Chinese women. Arch Intern Med.167:886-892.

[WHO] World Health Organization. 2000. Obesity: Preventing and Managing the

Global Epidemic. Report of a WHO consultation. Geneva, Switzerland.

[WHO] World Health Organization, Expert Consultation. 2004. Appropriate body-

mass index for Asian populations and its implications for policy and

intervention strategies. Lancet. 363:157-63.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji korelasi Spearman beberapa variabel

Lingkar

Perut

Gula Darah

Puasa

Kolesterol

HDL Trigliserida Sistol Diastol

Umur r .001 .173 .094 -.140 .195 .244

p .993 .189 .480 .289 .139 .062

n 59 59 59 59 59 59

Riwayat

Kegemukan

r .288 .103 -.130 .031 .140 -.045

p .083 .438 .327 .814 .289 .733

n 59 59 59 59 59 59

Jumlah Rokok r .348** -.150 -.216 -.023 -.217 -.477**

p .007 .258 .101 .862 .098 .000

n 59 59 59 59 59 59

Frekuensi

Olahraga

r -.234 .222 -.113 .095 .013 .046

p .074 .091 .395 .476 .922 .732

n 59 59 59 59 59 59

Durasi Olahraga r -.066 .218 -.118 .044 .000 .038

p .620 .097 .375 .741 .995 .777

n 59 59 59 59 59 59

Tingkat

Aktivitas Fisik

r -.199 .044 -.080 .188 .022 .057

p .130 .738 .548 .154 .866 .688

n 59 59 59 59 59 59

Skor perilaku

perencanaan

makan

r -.022 -.058 -.271* -.010 .188 -.029

p .867 .662 .038 .942 .153 .825

n 59 59 59 59 59 59

Skor perilaku

pengaturan

makan

r -.022 -.058 -.271* -.010 .188 -.029

p .867 .662 .038 .942 .153 .825

n 59 59 59 59 59 59

Skor perilaku

sarapan

r .034 .067 -.154 .128 -.092 -.011

p .795 .614 .243 .333 .489 .936

n 59 59 59 59 59 59

Page 35: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

27

Lampiran 1 Hasil uji korelasi Spearman beberapa variabel (lanjutan)

Lingkar

Perut

Gula Darah

Puasa

Kolesterol

HDL Trigliserida Sistol Diastol

Skor perilaku

konsumsi

makanan instan

r .143 -.207 .017 .010 .049 .135

p .281 .115 .897 .943 .712 .306

n 59 59 59 59 59 59

Skor perilaku

konsumsi

cemilan

r -.003 .258* -.152 .148 .201 .203

p .983 .049 .250 .262 .127 .123

n 59 59 59 59 59 59

Skor perilaku

konsumsi fast

food

r .078 .010 .176 -.008 -.178 .022

p .559 .939 .183 .951 .177 .869

n 59 59 59 59 59 59

Skor perilaku

memilih

makanan rendah

kalori

r .101 .052 -.203 .015 -.014 -.174

p .448 .698 .123 .912 .913 .188

n 59 59 59 59 59 59

Skor perilaku

membuang

lemak/gajih

r -.234 -.028 -.264* .108 .225 .163

p .075 .832 .043 .417 .086 .217

n 59 59 59 59 59 59

Skor perilaku

membuang kulit

ayam

r -.206 -.071 -.026 -.085 .058 .051

p .118 .591 .848 .520 .663 .700

n 59 59 59 59 59 59

Skor perilaku

makan sambil

menonton TV

r -.025 .169 .053 .098 -.118 -.018

p .853 .201 .689 .458 .373 .891

N 59 59 59 59 59 59

Skor perilaku

menunda waktu

makan

r .140 -.173 -.048 -.041 -.057 -.082

p .290 .189 .717 .758 .666 .535

n 59 59 59 59 59 59

Skor perilaku

makan dalam

waktu cepat

r -.148 -.077 .209 -.157 -.058 -.138

p .264 .561 .113 .235 .663 .297

n 59 59 59 59 59 59

r = koefisien korelasi; p = signifikansi; n = jumlah contoh

**Korelasi signifikan pada p<0.01

*Korelasi signifikan pada p<0.05

Page 36: GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK PADA … · dan sindrom metabolik, ... satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan ... ketimpangan dalam keseimbangan

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Maret 1992 dari ayah Sugeng

Widodo dan ibu Sumarsih. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis

mengawali pendidikan di TK Islam Al-Munawwar Bogor tahun 1997-1998,

kemudian melanjutkan sekolah dasar di SD Negeri Ciriung 2 Cibinong tahun 1998-

2004. Tahun 2004-2007, penulis menjalani pendidikan menengah pertama di SMP

Bina Insani Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA

Negeri 2 Bogor tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi

mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi di Departemen Gizi Masyarakat IPB melalui

jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjalani masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi himpunan

mahasiswa HIMAGIZI sebagai sekretaris divisi Pemberdayaan Sumber Daya

Mahasiswa (PSDM) tahun 2011-2013. Penulis juga aktif dalam berbagai acara

seperti Gebyar Nusantara (2011), Nutrition Fair (2012), Masa Perkenalan

Departemen Gizi Masyarakat (2012) dan Nutrition Fair (2013). Selain itu, penulis

juga aktif menjadi asisten dalam praktikum mata kuliah Ilmu Bahan Makanan

(2012/2013), Kulinari dan Gizi (2013/2014), Dietetika Penyakit Degeneratif

(2013/2014), dan Dietetika Penyakit Infeksi dan Defisiensi Gizi (2014/2015). Pada

bulan Juni-Juli 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa

Curugbitung, Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dan pada Februari 2014

penulis mengikuti Internship Dietetic di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Selama menjalani masa kuliah, penulis pernah menerima beasiswa Peningkatan

Prestasi Akademik (PPA) tahun 2011-2012, beasiswa Indocement tahun 2013 dan

beasiswa Djarum Bakti Pendidikan tahun 2011-2012.