gaung aman edisi 47 februari 2013
DESCRIPTION
Gaung AMAN Edisi 47 Februari 2013TRANSCRIPT
2februari 2013
Gaung AMAN terbit dua bulan sekali untuk membuat perkembangan dan kegiatan organisasi.
Redaksi menerima sumbangan tulisan yang bertujuan memajukan gerakan masyarakat adat, dan berhak mengedit-nya tanpa mengubah substansi.
SAMPUL DEPANMemperkuat Suara Masyarakat Adat
DITERBITKANPengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
PENANGGUNG JAWABArifin SalehDeputi I PB AMAN; Bidang Kelembagaan, Komunikasi dan Penggalangan Sumberdaya
PIMPINAN REDAKSIDirektur Informasi dan Komunikasi PB AMAN
REDAKTUR PELAKSANAJeffar Lumban Gaol
EDITORJeffar Lumban Gaol
LAYOUTAlex TegeSnik
KONTRIBUTORAbdon NababanEustobio Rero RenggiFaridMina SetraErasmus CahyadiPatricia WattimenaMahir TakakaTaryudi CaklidAnnas Radin SarifElisabeth NusmartatyYoga Saipul Rizal “Kipli”Rukka SombolinggiRainny SitumorangSimon PabarasSurti HandayaniPW AMANPD AMAN
DISTRIBUSIYohanes SendaDebi Lisa SitanalaYusuf
ALAMAT REDAKSIJl. Tebet Timur Dalam Raya No. 11AJakarta Selatan 12820
Telp/Fax:+62 21 8297954/8370 6282
E-mail:[email protected]
Website:www.aman.or.id
GaunG aman Edisi ke 47februari 2013
Cerita sampulArifin Saleh “monang” adalah salah satu kader penggerak masyarakat adat yang berasal dari Rakyat Penunggu.
TaJUK Konflik agraria struktural terus meningkat, dan kini hampir seluruh wilayah Indonesia diselimuti konflik agraria yang juga menerpa wilayah masyarakat adat. Konflik Ini merujuk pada pertentangan klaim, siapa yang paling berhak atas akses tanah, sumber daya alam (SDA) dan wilayah tertentu. Antara satu komunitas adat atau rakyat pedesaan berhadapan dengan badan usaha raksasa yang bergerak dalam bidang produksi, ekstraksi, konservasi dan lainnya. Konflik agraria sebenarnya sudah sejak dari pemberian ijin/ hak oleh pejabat publik, termasuk Menteri Kehutanan, Menteri ESDM (Energi Dan Sumber Daya Mineral), Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional), Gubernur dan Bupati. Mereka memasukkan tanah, SDA, dan wilayah rakyat ke- dalam konsesi perusahaan-perusahaan raksasa dalam bidang ekstrasi, produksi, maupun konservasi berbasiskan sumberdaya alam. Kolom Kritik ini ditulis oleh Noer Fauzi Rachman.
Pada akhir tahun 2011 RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat resmi terdaftar sebagai salah satu RUU dalam Prolegnas 2012. Beberapa bulan setelahnya AMAN harus menanti dengan pertanyaan; bagaimana kira-kira Badan Legislasi menanggapi isu-isu pokok dalam draf yang diusulkan oleh AMAN tersebut?. Akhirnya Badan Legislasi mulai “menggarap” RUU itu. Sejauh informasi yang didapat Badan Legislasi melakukan semacam konsultasi ke beberapa wilayah dan yang paling mengejutkan adalah bahwa Badan Legislasi “berkonsultasi” dengan beberapa bekas kerajaan. Padahal patut dicatat bahwa hingga hari ini Badan Legislasi belum menanggapi surat yang dilayangkan oleh AMAN untuk hearing ataupun dengar pendapat. Badan Legislasi sudah melakukan,“tourney,” ke bekas-bekas kerajaan. Padahal gagasan AMAN di dalam RUU sama sekali tak menyertakan point bekas-bekas kerajaan itu dalam rancangan sebab ditengarai membangkitkan entitas politik masa lalu itu. Sebuah refleksi yang ditulis oleh Erasmus Cahyadi.
Suku Talang Mamak masuk dalam kategori Melayu Tua (Proto Melayu) hidup menyeba r di pedalaman Indragiri Hulu, Propinsi Riau hingga ke Propinsi Jambi. Suku Talang Mamak memiliki tradisi Gawai Gedang, (perhelatan nikah adat besar). Ritual ini merupakan pesta nikah untuk dua mempelai yang berasal dari Desa Talang Perigi dan Ampang Delapan. Namun gawai kali ini berbeda dengan pesta pernikahan adat biasa, karena melibatkan pemangku adat tertinggi Talang Mamak.
Sekjen AMAN berkunjung ke Komunitas Sahu di Halmahera Barat dalam kunjungan itu Abdon Nababan mengatakan; “Sumberdaya alam di atas tanah adat kebanyakan telah diekploitasi perusahan tambang dan perkebunan sawit. Kemudian kita disuap Corporate Social Responsibility atau CSR. Lebih parah lagi masyarakat adat menjadi buruh di atas tanah sendiri dan kerap menerima nasib dikriminalisasi oleh pihak kepolisian dan penguasa,”.
Berita komunitas lainnya Peresmian Balai Adat Afnawi Noeh, Musyawarah Wilayah AMAN NTB, Musda AMAN Tanah Rejang (Bengkulu), Negeri Tananahu (Maluku Tengah) secara resmi mengambil alih wilayah petuanannya.
Galeri photo dari pra Rakernas Kalimatan-Tengah dan Rakernas Tana Luwu, Sulawesi Selatan, September 2011.
Salam Solidaritas Masyarakat Adat.
***
3februari 2013
DAFTAR ISI
27 I Tokoh Muda DibalikGawe Gedang Talang Mamak
4 I info amanPenyelamatan Hutan Tersisa Tidak Bisa Lagi Ditunda
13 I
Audiensi RAKERNAS AMAN dengan Pak Agustina Teras Narang-Gubernur Kalteng I Rancangan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Antara Cita-cita dan Realitas Politik Indonesia
20 I berita komunitasPeresmian Balai Adat Afnawi Noeh I KMusyawarah Daerah AMAN Tanah Rejang I Musyawarah Wilayah AMAN Nusa Tenggara Barat I Tokoh Muda Dibalik Gawai Gedang Talang Mamak I Musyawarah Daerah AMAN Rejang I Negeri Tananahu Secara Resmi Mengambil Alih Wilayah Petuanannya I ISekjen AMAN dan Wakil Ketua Komnas HAM berdialog dengan-Komunitas Sahu
32 I Sejarah dalam CERMINBarisan Pemuda Adat
46 I Galeri
6 I Laporan utama
4februari 2013
info aman
enambah kegentingan yang ada, Penundaan
Pemberian Izin Baru dan Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang dituangkan melalui Inpres No.10
“Penyelamatan Hutan Tersisa Tidak Bisa Lagi Ditunda”
Koalisi Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global
Tahun 2011 (baca: Inpres Moratorium) akan habis masa berlakunya pada Mei 2013 ini dan belum jelas langkah nyata selanjutnya. Hutan alam tersisa luasannya terus menyusut setiap
Jakarta, 28 Januari 2013. Koalisi Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global mempertanyakan perwujudan komitemen pro-poor dan pro-green pemerintah. Langkah-langkah penyelamatan hutan yang tercantum di dalam Stratnas REDD+ terancam tidak bisa diimplementasikan karena kelembagaan REDD+ sebagaimana dimandatkan di dalamnya bahkan belum terbentuk. Padahal, Satgas REDD+ telah usai masa tugasnya.
M
tahunnya, sebagaimana yang terjadi di Propinsi Papua. Berdasarkan analisis PIPIB revisi 3, Greenpeace menemukan terjadi lagi perubahan fungsi kawasan dari hutan lindung menjadi hutan produksi seluas 339.791 Ha.
Regulasi ini pun belum mampu memperbaiki tata kelola kehutanan Indonesia secara mendasar karena pelaksanaannya dibatasi oleh
Hancurnya Kemenyan Masyarakat Adat Sipituhuta oleh PT. IIV : Sumber photo dokumen AMAN
Hutan Sui Utik: Sumber photo dokumen AMAN
5februari 2013
info aman
waktu yang hanya 2 tahun. Hingga saat ini, kawasan hutan yang telah dikukuhkan dan memiliki legalitas status baru sekitar 14 persen. Selain itu, hingga 2012, hanya 14 propinsi yang telah memiliki Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP). Padahal, RTRWP berperan penting guna mengontrol sekaligus mengamankan luasan hutan dari sasaran obral perijinan Pemerintah Daerah. Tata kelola yang buruk ini menyebabkan konflik kehutanan terus berkembang. Dewan Kehutanan Nasional bahkan mencatat terjadinya konflik tenurial pengelolaan kawasan hutan pada 19.420 desa di 33 propinsi seantero Indonesia, seperti yang terjadi di Mesuji, Senyerang, dan Pulau Padang, sementara 31.957 desa di dalam dan di kawasan hutan belum jelas statusnya. Luasan konflik di sektor kehutanan ini paling tinggi dibandingkan sektor agraria lainnya, yakni mencapai lebih dari 1,2 juta hektar (HuMa, 2012).
Di sisi lain, bencana yang telah terjadi akibat terus berkurangnya luasan hutan sebagai daerah tangkapan air (water catchment area) maupun sarana pendukung ekologis lain sudah masif terjadi. Banjir di Jambi, Kalimantan Tengah, dan yang tentu belum terlepas dari ingatan
adalah banjir bandang di Wasior Papua seharusnya sudah bisa menjadi warning bagi pengelolaan hutan. Banjir Jakarta baru-baru ini harus menjadi pelajaran yang menggugah kesadaran untuk menyelamatkan hutan.
Namun, upaya demi upaya penyelamatan hutan selalu mendapatkan penjegalan. Moratorium penerbitan izin dijegal sedari proses penerbitannya dan substansinya lalu dikerdilkan. Pasal pengecualian yang termuat di dalam Inpres tersebut menyiratkan diakomodasinya kepentingan untuk terus merusak hutan. Selain dasar hukum yang lemah dan cakupan serta pembagian tugas yang sumir dan tidak jelas, kaji ulang atas perizinan yang pernah diterbitkan juga dibuang dari naskah Inpres tersebut.
Strategi Nasional REDD+ disusun sebagai upaya perbaikan tata kelola kehutanan Indonesia secara mendasar dan menyeluruh. Penyusunannya dilakukan secara terbuka dan mengikutsertakan para pihak terkait. Telah disadari bahwa saat ini tengah terdapat persoalan akut tata kelola kehutanan sehingga resolusinya pun harus luar biasa (extraordinary), bukan business as usual. Akan tetapi, upaya ini dilemahkan juga. Stranas yang tadinya diharapkan diterbitkan setidaknya oleh Peraturan Presiden ini pada akhirnya hanya ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ (SK No.02/SATGAS REDD+/09/2012), proses pelemahan hukum yang sangat jelas.Menyikapi situasi di atas, Koalisi mendesak pemerintah untuk sesegera mungkin melakukan perbaikan mendasar dan menyeluruh tata kelola sumber daya alam
melalui perpanjangan pelaksanaan moratorium berbasis capaian dan implementasi Strategi Nasional REDD+ secara menyeluruh untuk menyelesaikan secara sistemik persoalan pengabaian hak masyarakat adat dan komunitas lokal yang selama ini memicu konflik tenurial dan mendorong hutan Indonesia ke jurang kehancuran.
Disampaikan oleh Koalisi Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global.
Hutan Sui Utik: Sumber photo dokumen AMAN
Salah satu komunitas di hutan Sui Utik: Sumber photo dokumen AMAN
Apa
i Jan
ggut
Pel
indu
ng P
eles
tari
Hut
an S
ui U
tik:
Sum
ber
phot
o do
kum
en A
MA
N
6februari 2013
info aman
Audiensi RAKERNAS AMAN III dengan Pak Agustin Teras Narang, Gubernur KaltengPalangkaraya, Sabtu, 8 Desember 2012.
"Saya menyambut penyelenggaraan RAKERNAS AMAN 2012 di Kalimantan Tengah dengan es i a pe, siap !,” demikian pernyataan Gubernur Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang pagi itu di ruang VIP Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya, saat bertemu dengan Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS), Sekjen AMAN dan Pengurus Wilayah (PW) AMAN Kalimantan Tengah.
Fhoto bersama DAMANNAS, PB AMAN, Gubernur Kalteng dan BPH AMAN Kalteng Pra RAKERNAS: Sumber photo dokumen AMAN
7februari 2013
laporan utama
aya baru saja kembali dari Doha dan merasa sangat
tersanjung dalam event tingkat inter-nasional yang menampilkan masyara-kat adat Kalimantan Tengah tersebut, kemudian ada masyarakat adat yang memelihara hutan. Rakernas AMAN
ke III di Kalimantan Tengah nantinya akan memperkuat keberpihakan pada masyarakat adat terutama pengakuan atas hak-haknya. Oleh karena itu per-juangan ini harus terus dipelihara dan kita bangun estafet generasi, khusus-nya pemuda dan perempuan adat. Saya yakin apa yang kita kerjakan dan lakukan ini adalah usaha bersama. Sudah jadi komitmen pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah dengan AMAN, bahwa masyarakat adat harus memperoleh tempat yang layak kare-na merupakan soko guru bagi kehidu-pan.
Audiensi RAKERNAS AMAN III dengan Pak Agustin Teras Narang, Gubernur Kalteng
S
“Semua rencana yang baik kalau dilakukan lewat cara berbagi tugas pasti bisa kita laksanakan!”, janji Gubernur Kalteng memberi se-mangat penuh keyakinan.
Begitu pak Teras Narang memberi tanggapan berkait dengan rencana AMAN untuk menyelengga-rakan rangkaian kegiatan Rakernas ke III yang akan diselenggarakan di Kota Palangkaraya dan Kam-pung Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas.
Sebagai Gubernur Kalimantan Tengah, Pak Agustin Teras Narang berjanji akan memberikan bantuan yang baik berdasarkan kemampuan yang ada agar pelaksanaan kegiatan nantinya berjalan dengan baik. Seb-agai contoh antara Gunung Mas den-gan Palangka Raya jarak tempuhnya lewat darat memakan waktu tiga jam, akan diupayakan jadi dua jam setengah.
Dalam pertemuan ini Ketua Dewan AMAN Nasional, Hein Namotemo, tak lupa mengu-capkan terimakasih atas dukungan Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah dalam penyelenggaraan Kongres AMAN ke - IV di Tobelo, April awal tahun 2012 lalu, sekaligus menyampaikan keputusan penting. Hein Namotemo yang juga adalah Bupati Halmahera Utara itu minta dukungan dan doa dari Gubernur Kalimantan Tengah, untuk ikut serta dalam barisan perjuangan AMAN, baik di daerah-daerah hingga ke tingkat nasional. “Salah satu yang terpenting saat ini untuk kita per-juangkan bersama adalah pengesa-han RUU Pengakuan dan Perlindun-gan Hak-Hak Masyarakat Adat yang sedang dibahas oleh Baleg DPR RI”, lanjut Hein Namotemo.
8februari 2013
laporan utama
Pada bagian lain, Sekjen AMAN, Abdon Nababan, menjelas-kan rangkaian kegiatan Rakernas nantinya akan dihadiri oleh sekitar 250-an orang peserta dari seluruh pelosok Nusantara.
Agustin Teras Narang se-bagai Gubernur mewakili rakyat Kalimantan Tengah dan sebagai Presiden Majelis Adat Dayak Nasi-onal mewakili masyarakat adat di Kalimantan berkomitmen mensuk-seskan acara ini dan siap berbagi sumberdaya sesuai dengan kemam-puan,” ujar Gubernur sekaligus pres-iden masyarakat adat Kalimantan Tengah itu.
Pada bagian akhir sambu-tannya, di hadapan Sekda dan para pimpinan SKPD, Gubernur meminta kepada PW AMAN Kalimantan Ten-gah untuk segera menindak-lanjuti rencana ini, bekerja sama dengan Sekda dan jajaran aparat Pemerin-
Ketua DAMANNAS menyerahkan bendera AMAN kepada Gubernur KaltengSumber photo: Dokumen AMAN
DAMANNAS photo bersama dengan Gubernur KaltengSumber photo: Dokumen AMAN
9februari 2013
laporan utama
auh sebelum AMAN dideklarasikan pada ta-
hun 1999 komunitas-komunitas ma-syarakat adat dan para aktivis gerakan masyarakat adat menyadari bahwa salah satu penyebab ketertindasan masyarakat adat adalah tidak adanya pengakuan yang cukup memadai dari negara terhadap masyarakat adat dan hak-haknya. Bahkan ketertindasan masyarakat adat itu disebabkan oleh karena pengaturan yang sedemikian rupa oleh negara yang “mengingkari” masyarakat adat dan hak-hak yang melekat dan membentuk identitasnya itu. Kita bisa catat sejumlah peraturan perundang-undangan yang memang dirancang untuk memuluskan lang-kah negara dalam pengambilalihan hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam mereka. Sebut saja Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA) yang meskipun diagung-agungkan sebagai salah satu UU terbaik yang pernah dihasilkan Republik, toh UU ini pula yang mengawali pengakuan bersyarat terhadap masyarakat adat dalam sistem hukum nasional. Setelah itu, la-hir beberapa undang-undang seperti UU penanaman modal asing, UU Desa, UU Pertambangan dan UU Kehutanan. Sangat menyedihkan lagi bahwa “per-ampokan” hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam melalui aturan hukum itu dilakukan negara bukan untuk kemakmuran Republik tetapi untuk diserahkan kepada sek-tor swasta. Keuntungan dari pengeru-kan harta kekayaan masyarakat adat
itu pun diangkut keluar dari wilayah Republik. Dalam proses itulah sesung-guhnya pemerintah kita tak lebih dari sekadar “kacung” orang lain.
Adalah angin reformasi yang kemudian memunculkan setitik asa pada perubahan yang lebih baik di masa depan. Amandemen UUD 1945 memunculkan pengakuan terhadap masyarakat adat dan hak-haknya meskipun pengakuan UUD 1945 ma-sih menyisakan pertanyaan karena ia melanggengkan pengakuan ber-syarat terhadap masyarakat adat sebagaimana telah ada sebelumnya dalam UUPA. Reformasi juga mela-hirkan desentralisasi yang memung-kinkan daerah lebih kreatif karena membuka ruang pada perancangan pembangunan yang lebih kontekstual.
Rancangan Undang-Undang tentang
Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat AdatAntara Cita dan Realitas Politik Indonesia
J Celakanya, desentralisasi ini salah kaprah di banyak tempat. Bagi-bagi kuasa dan harta sangat kental me-warnai proses densentralisasi. Jika di era sentralistik kuasa lebih mudah ditelusuri, maka era desentralisasi kuasa tidaklah mudah ditelusuri. Raja-raja kecil bermunculan bak jamur di musim hujan yang justeru semakin menjauhkan masyarakat adat dari kesejahteraan. Yang ter-jadi adalah jumlah “peperampok” bertambah. Ada juga yang berganti baju.
MengaMbil Peran dalaM Politik
HukuM sebagai PiliHan
Masyarakat adat
AMAN sebagai wadah per-juangan masyarakat adat di seluruh nusantara sangat gelisah dengan situasi itu. Jika di era otoritarian-isme hanya imajinasi yang tidak dapat dipenjara yang menyebabkan masyarakat nyaris tidak ada pilihan selain “menengadah ke langit” tentu di era reformasi sikap itu tidak pan-tas lagi ditunjukan. Reformasi telah membuka ruang pada kebebasan dan partisipasi. Namun, apa yang terjadi? Dalam banyak hal, reformasi dilaksanakan dengan mengabaikan tujuan yang hendak dicapai sehing-ga malah menghadirkan persoalan yang lebih rumit. Perampokan atas harta kekayaan di wilayah-wilayah adat serta pengingkaran atas iden-titas masyarakat adat semakin tidak
Oleh: Erasmus Cahyadi
10februari 2013
laporan utama
terkendali dan dilakukan dengan terang-terangan tanpa rasa malu. Sejarah kelam era otoritarianisme terulang lagi.
Sebagai wadah perjuangan masyarakat adat AMAN tentu harus mengambil bagian dalam proses pe-rubahan sosial. Bagi AMAN, berke-cimpung dalam belantara politik hukum adalah pilihan yang harus diambil dalam rangka menghadirkan perubahan mendasar bagi masyara-kat adat. Diskusi-diskusi kemudian dilakukan yang kemudian mem-perkuat gagasan untuk mendorong satu undang-undang yang memung-kinkan masyarakat adat berdaulat, mandiri dan bermartabat. Cita-cita itu tidaklah berlebihan karena itu pulalah yang diidam-idamkan oleh para pendiri bangsa ini, yaitu men-jadi bangsa yang berdaulat, mandiri dan bermartabat. Setidaknya dalam 3 kali Kongres Masyarakat Adat Nu-santara (KMAN) gagasan tentang undang-undang masyarakat adat itu muncul dengan sangat kuat-nya. Melalui kerja-kerja marathon sejak tahun 2010 yang dilakukan baik di tingkat nasional, wilayah, daerah maupun di komunitas ang-gota AMAN, pada pertengahan 2011 AMAN telah menyelesaikan kajian akademik dan pada akhir tahun 2011 AMAN telah mengantongi draf RUU dengan judul “RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat. Ini adalah “lisensi” untuk ma-suk dalam Program Legislasi Nasi-onal (Prolegnas) 2012.
Proses di badan legislasi
Pada akhir tahun 2011 RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat resmi terdaftar sebagai salah satu RUU dalam Prole-gnas 2012. Beberapa bulan setelahn-ya adalah masa di mana AMAN harus menanti kira-kira bagaimana Badan
Legislasi menanggapi isu-isu pokok dalam draf yang diusulkan oleh AMAN. Setelah beberapa bulan terlewati, akh-irnya Badan Legislasi mulai “meng-garap” RUU itu. Sejauh informasi yang didapat ketika itu, Badan Legislasi melakukan semacam konsultasi ke beberapa wilayah. Yang mengejutkan adalah informasi bahwa Badan Legis-lasi “berkonsultasi” dengan beberapa bekas kerajaan. Padahal patut dicatat bahwa hingga hari ini Badan Legis-lasi belum menanggapi surat yang dilayangkan oleh AMAN untuk hearing ataupun dengar pendapat. Informasi bahwa Badan Legislasi melakukan “tourne” ke bekas-bekas kerajaan, tentu membuat kita geleng-geleng kepala terlebih karena gagasan AMAN di dalam RUU sama sekali tidak dimak-sudkan untuk membangkitkan feo-dalisme entitas politik masa lalu itu. Namun demikian, informasi itu tentu membuat kita bertanya diri. Jangan jangan kita memang kurang “ap-proach” ke Badan Legislasi sehingga ada beberapa gagasan kita yang tidak “nyampe” atau tidak “nyangkut” di
kepala orang-orang di badan Legislasi itu atau mungkin gagasan pokok yang kita dorong itu “berseberangan” den-gan arus di bawah tanah yang sangat mungkin mengalir deras di Badan Legislasi atau bahkan lebih luas dari sekadar Badan Legislasi. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu pun tak cukup tersedia karena dunia poli-tik dalam prakteknya lebih menyukai jawaban yang samar yang dengan itu tiap aktor bisa bebas mengartikulasi-kan kepentingan bahkan yang terse-mbunyi sekalipun. Adalah tantangan bagi AMAN untuk mendapatkan jawa-ban yang terang benderang dari per-soalan-persoalan itu karena masyara-kat adat perlu kepastian mengenai masa depan mereka.
isu kunci dalaM ruu PPHMa
AMAN bukanlah aktor formal dalam penyusunan undang-undang di DPR. Karena itu AMAN harus memiliki “telinga” yang mampu mendengar dengan cermat. Dari draf badan leg-islasi per September 2012 lalu dan dari hasil “dengar-dengar” ternyata
MengaMbil Peran dalaM Politik HukuM sebagai PiliHan Masyarakat adat"
Konsultasi Nasional RUU PPHMA khusus Perempuan Adat di Bogor: Sumber photo: Dokumen AMAN
11februari 2013
laporan utama
ada bagian dari konsep kunci yang diusung oleh AMAN tidak dapat atau paling tidak sejauh ini mendapat tan-tangan yang berat. Pertama, identifi-kasi masyarakat adat. Di dalam draf badan legislasi, pemerintah diberi kewenangan absolut dalam melaku-kan identifikasi sementara masyara-kat adat hanya berperanserta. Pada sisi lain AMAN mengusung proses identifikasi yang dilakukan oleh ma-syarakat adat itu sendiri. Pemerin-tah (daerah) bersama-sama dengan akademisi, LSM dan masyarakat adat akan melakukan proses verifikasi un-tuk memastikan apakah identifikasi yang telah dilakukan oleh masyara-kat adat itu benar atau tidak. Bahaya dari identifikasi yang dilakukan oleh pemerintah adalah adanya peluang yang besar pada kekeliruan dalam melihat entitas masyarakat adat dan lebih jauh lagi bisa menimbulkan ke-sewenang-wenangan dalam menentu-kan ada atau tidak adanya masyara-kat adat meskipun ada lips service dalam draf RUU yang disusun Baleg mengenai keterlibatan masyarakat
adat dalam proses itu.
Kedua, kelembagaan. Ada kegerahan di badan legislasi untuk menambah lembaga negara den-gan menghadirkan Komisi Nasional Masyarakat Adat dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah ala-san beban negara (APBN dan APBD) yang akan meningkat. Padahal AMAN mendorong adanya lembaga khu-sus ini karena ada ketidakpercayaan yang akut – berdasarkan sistem ket-atanegaraan dan permainan politik yang kental – pada lembaga-lembaga negara yang ada saat ini di samping untuk menghindari terulangnya watak sektoralisme dan parsialitas yang mengakar kuat dalam pengurusan masyarakat adat di Indonesia.
Ketiga, sentralisme dalam penetapan masyarakat adat. Dalam draf Badan Legislasi penetapan ma-syarakat adat dilakukan oleh Pres-iden dengan SK Presiden. Tidak bisa kita bayangkan berapa ribu SK Presiden yang akan lahir dari UU ini nantinya. Padahal maksud awal dari
AMAN adalah supaya penetapan ini dilakukan di tingkat daerah melalui SK Bupati. Ini gagasan sederhana karena proses identifikasi dan veri-fikasi dilakukan di tingkat daerah. Lagi pula bukankah lebih baik jika tanggungjawab untuk menetapkan keberadaan sebagai konsekuensi lo-gis dari adanya pengakuan terhadap masyarakat adat itu diletakkan ke pemerintah daerah supaya sejalan dengan gagasan desentralisasi? Di samping tiga tema tersebut, masih ada beberapa tema yang juga tidak kalah sensitifnya yang patut selalu dicermati oleh masyarakat adat. Misalnya saja mengenai pendanaan, perempuan, dan peradilan adat.
tantangan yang Harus diHadaPi
Saat ini proses pemba-hasan di Baleg masih pada tahap-tahap pengumpulan data dan infor-masi melalui Rapat-Rapat Dengar pendapat Umum dengan beberapa pihak yang dianggap Baleg berkom-peten misalnya dengan para pa-kar hukum. Sayangnya dalam jadwal yang dirilis Baleg beberapa waktu lalu tidak ditemukan adanya agen-da Rapat dengar Pendapat Umum dengan AMAN sebagai inisiator RUU PPHMA. Tidaklah cukup meng-habiskan waktu dengan bertanya “KENAPA” Baleg tidak mengagen-dakan satu Rapat dengar Pendapat Umum dengan AMAN?
AMAN sudah melaksanakan rangkaian konsultasi di sebagian be-sar kepengurusan AMAN di tingkat wilayah. Konsultasi itu diarahkan untuk mencermati tema-tema pent-ing sebagaimana disebutkan di atas. Beberapa wilayah bahkan mengirim-kan langsung masukan atau usulan perubahan atas draf Baleg melalui pos ataupun fax. Yang penting di-lakukan saat ini adalah desakan yang kuat kepada Baleg untuk ti-
MengaMbil Peran dalaM Politik HukuM sebagai PiliHan Masyarakat adat
"
12februari 2013
dak hanya memperhatikan dengan serius masukan-masukan dari AMAN tetapi juga membuka ruang bagi AMAN – sekali lagi tidak hanya seb-agai inisiator dari RUU PPHMA tetapi juga sebagai organisasi yang berke-pentingan terhadap lahirnya satu UU yang berkualitas – untuk mem-berikan pendapat secara resmi pada rapat-rapat pembahasan di Baleg.
*****
laporan utama
Mina Susana Setra (Deputi II) dalam Konsultasi Nasional RUU PPHMA di Surabaya Sumber photo: Dokumen AMAN
Konsultasi Nasional RUU PPHMA di Kalbar: Sumber photo: Dokumen AMAN
AMAN Terus Melakuan
Konsultasi RUU PPHMA
di Tingkat Wilayah dan Daerah
13februari 2013
MengapaKonflik-konflikAgraria
Terus- menerus Meletus Di sana- sini?Hukum memenjarakan laki dan perempuan, tersangka yang mencuri seekor angsa dari tanah kepunyaan bersama.Namun tersangka yang lebih besar lolos begitu saja,yakni mereka yang mencuri tanah milik bersama dari angsa itu …Dan para angsa terus hidup dalam kekurangan tanah bersama Sampai mereka masuk dan mencurinya kembali (Pepatah protes pada enclosure atau perampasan tanah dari abad ke-17di Inggeris)
onflik agraria struktural yang dimaksud dalam ar-K
tikel ini merujuk pada pertentangan klaim yang berkepanjangan men-genai siapa yang berhak atas akses pada tanah, sumber daya alam (SDA), dan wilayah antara suatu kelompok rakyat pedesaan dengan badan usaha raksasa yang bergerak dalam bidang produksi, ekstraksi, konservasi, dan lainnya. Pihak-pihak yang berten-tangan tersebut berupaya dan bertin-dak, secara langsung maupun tidak, menghilangkan klaim pihak lain. Konf-lik agraria dimulai pemberian ijin/ hak oleh pejabat publik, termasuk Menteri Kehutanan, Menteri ESDM (Energi Dan Sumber Daya Mineral), Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional), Guber-nur, dan Bupati, yang memasukkan tanah, SDA dan wilayah rakyat terten-tu ke dalam konsesi perusahaan-peru-sahaan raksasa yang bergerak dalam bidang ekstrasi, produksi, maupun konservasi berbasiskan sumberdaya alam.
Konflik agraria yang dimak-sud dalam artikel ini dimulai dengan pemberian ijin/ hak pemanfaatan oleh pejabat publik yang mengekslusi
sekelompok rakyat dari tanah, SDA, dan wilayah kelolanya. Akses yang telah dipunyai sekelompok rakyat itu dibatasi, atau dihilangkan sepenuhn-ya. Dalam literature studi agraria ter-baru, konsep akses dan ekslusi adalah dua konsep yang diletakkan sebagai dua sisi dari satu mata uang. Akses diberi makna sebagai “kemampuan untuk mendapat manfaat dari sesua-tu, termasuk objek-objek material, orang-orang, institusi-institusi dan simbol-simbol”
-----------------------*) Noer Fauzi Rachman, PhD adalah Advisor pada Kemi-traan untuk Pembaruan Tata Pemerintahan; peneliti sen-ior dan direktur Sajogyo Institute, Bogor; dan pengajar mata kuliah “Politik dan Gerakan Agraria” pada Departe-men Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Perta-nian Bogor (IPB). 1 “The law locks up the man or woman ; Who steals the goose from off the common ; But leaves the greater vil-lain loose; Who steals the common from off the goose; … And geese will still a common lack; Till they go and steal it back.” Kalimat-kalimat protes atas enclosure (peram-pasan tanah) yang merupakan gejala umumdi Inggris mulai abad 17. Dalam literature terbaru, kalimat-kalimat ini dikutip kembali untuk menunjukkan relevansi kon-sep analitik “enclosure’. Lihat misalnya Ollman (2008:8), Kloppenburg (2010:367).
(Ribot and Peluso: 2003:153), se-dangkan ekslusi dimaknakan seba-
gai “cara-cara dimana orang lain dicegah untuk mendapatkan man-faat dari sesuatu (lebih khususnya, tanah)” (Hall dkk. 2011:7).
Artikel ini secara lugas mengungkap dan membahas rantai penjelas (sebab langsung, sebab struktural, dan kondisi-kondisi yang melestarikannya) dari konflik agraria, dengan mengambil ilus-trasi konflik agraria yang secara langsung diakibatkan oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit itu. Tanpa mengurus secara adekuat ketig-anya itumaka konflik agraria akan terus-menerus meletus di sana-sini, menjadi kronis dan berdampak luas. Pelajaran pokok yang hendak dike-mukakan tulisan ini adalah bahwa dalam menangani konflik-konflik agraria struktural yang sudah bersi-fat struktural, kronis dan berdampak
kritik
Oleh: Noer Fauzi Rachman
14februari 2013
laporan utama
luas. Kita tidak bisa mengandalkan cara-cara tambal-sulam dengan sek-edar mengatasi secara cepat dan darurat, terutama sehubungan den-gan eskalasi dan ekses yang tampak dari konflik-konflik itu. Selain mema-hami apa-apa yang tampak, konflik agraria seperti ini perlu ditemukan cara mengatasinya dengan secara sungguh-sungguh memahami rantai penyebab dan kondisi yang mele-starikannya.
Potret uMuM konflik agraria sebagai akibat eksPansi Perkebunan kelaPa sawit
Produksi Crude Palm Oil (CPO) Indonesia terus tumbuh pesat dari tahun ke tahun. Indonesia ada-lah penghasil CPO terbesar di du-nia. Pemantauan dari Indonesian Commercial News Letter (Juli 2011) produksi CPO meningkat menjadi 21,0 juta pada 2010 dari tahun sebelumn-ya 19,4 juta ton. Pada 2011 produksi diperkirakan akan naik 4,7% menjadi sekitar 22,0 juta ton. Sementara itu, total ekspor juga meningkat, pada 2010 tercatat sekitar 15,65 juta ton, kemudian diperkirakan akan mel-onjak menjadi 18,0 juta ton pada 2011. Dari total produksi tersebut diperkirakan hanya sekitar 25% sekitar 5,45 juta ton yang dikon-sumsi oleh pasar domestik. Produksi CPO sebanyak itu ditopang oleh to-tal luas konsesi perkebunan kelapa sawit yang terus bertambah yaitu menjadi 7,9 juta hektar pada 2011 dari 7,5 juta hektar pada 2010.
Data Dirjenbun menunjuk-kan bahwa luasan perkebunan ke-lapa sawit di Indonesia adalah 8,1 juta (Dirjenbun 2012 sebagaimana dikutip oleh Sawit Watch 2012). Luas perkebunan ini, lebih kecil dari yang sesungguhnya, yang diperkirakan menurut Sawit Watch (2012) telah
mencapai 11,5 juta hektar. Perkebunan-perkebunan kelapa sawit sering lebih luas dari konsesi legalnya. Dari luasan ini berapa persen partisipasi petani-petani yang bertanam kelapa sawit di tanahnya sendiri. Menurut Dirjen Perkebunan, Departemen Pertanian, luasan kebun sawit milik petani ada-lah diatas 40 % (sebagaimana dikutip oleh Sawit Watch 2012), Sementara menurut Sawit Watch (2012), jumlah-nya adalah kurang dari 30 %. Dengan percepatan luasan 400.000 ha per tahun, luasan kebun sawit Indonesia digenjot pemerintah, perusahaan-perusahaan swasta, dan petani-petani sawit, luasan kebun Sawit di Indonesia dicanangkan mencapai 20 juta hektar pada tahun 2025.
Menarik sekali untuk mem-perhatikan data dari Direktur Pascap-anen dan Pembinaan Usaha Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan pada Kementerian Pertanian, Herdrad-jat Natawidjaja (2012), sebagaimana dimuat dalam Kompas 26 Januari 2011, “Lahan Sawit Rawan Konflik“. Ia menyampaikan data dalam satu rapat koordinasi perkebunan berkelanjutan di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, pada tanggal 25 Januari 2012. Ia me-nyebutkan bahwa sekitar 59 persen dari 1.000 perusahaan kelapa sawit di seluruh daerah Indonesia terlibat konflik dengan masyarakat terkait lahan. Tim dari Ditjen Perkebunan su-dah mengidentifikasi konflik itu di 22 provinsi dan 143 kabupaten. Totalnya ada sekitar 591 konflik, dengan urutan pertama banyaknya konflik ditempati Kalimantan Tengah dengan 250 kasus, disusul Sumatera Utara 101 kasus, Ka-limantan Timur 78 kasus, Kalimantan Barat 77 kasus, dan Kalimantan Sela-tan 34 kasus.
Dalam banyak konflik-konflik agraria kita juga menyaksikan in-
strumentasi hukum, penggunaan kekerasan, kriminalisasi tokoh pen-duduk, manipulasi, penipuan, dan pemaksaaan persetujuan, yang di-lakukan secara sistematik dan melu-as. Semua ini sering menyertai upaya penghilangan klaim rakyat, atau pen-galihan penguasaan atas tanah, SDA dan wilayah kelola rakyat setempat ke konsesi yang dipunyai oleh badan-badan usaha raksasa termaksud. Hal ini sekaligus merupakan ekslusi atau pembatasan akses rakyat terhadap tanah, SDA, maupun wilayah kelolan-ya. Sebaliknya, perlawanan langsung dari rakyat, maupun yang difasilitasi oleh organisasi-organisasi gerakan sosial, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun elit politik, dilakukan untuk menentang eksklusi, atau pem-batasan paksa akses rakyat tersebut.
Sudah diakui bahwa masalah pengadaan tanah untuk perkebunan sawit di Indonesia cenderung beru-jung pada konflik agraria. Perten-tangan klaim hak atas tanah antara pengusaha yang telah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) dari pemerin-tah dengan masyarakat petani yang telah hidup bertahun-tahun di sebuah wilayah dengan sistem tenurialnya sendiri (Colchester et al 2006).
sebab-sebab struktural dari konflik agraria
Penjelasan mengenai konflik agraria yang belum banyak diungkap adalah sebab-sebab struktural dari padanya, yang berhubungan dengan bagaimana ekonomi pasar kapital-istik bekerja. Harus dipahami bahwa ekonomi pasar kapitalistik bekerja sama sekali berbeda dengan ekonomi pasar sederhana dimana terjadi tukar-menukar barang melalui tindakan be-lanja dan membeli yang diperantarai oleh uang. Dalam ekonomi pasar ka-
kritik
15februari 2013
laporan utama
pitalis, “bukanlah ekonomi yang me-lekat ke dalam hubungan-hubungan sosial, melainkan hubungan-hubun-gan sosial lah yang melekat ke dalam sistem ekonomi kapitalis itu” (Polanyi 1944/1957:57). Pasar kapitalis memiliki kekuatannya sendiri yang dipercayai bisa mengatur dirinya sendiri. Tapi, sebagaimana ditunjukkan oleh Po-lanyi, badan-badan negara lah yang sesungguhnya membuat pasar kapi-talis demikian itu bisa bekerja.
Ekonomi pasar kapitalis terus bergerak. Kalau tidak bergerak dia mati. Gerakan pasar dapat dibedakan sebagai penyedia kesempatan dan juga dapat sebagai kekuatan pemak-sa. Ellen Wood (1994) mengistilahkan-nya sebagai market-as-opportunity (pasar-sebagai-kesempatan), dan market-as-imperative (pasar-sebagai-keharusan). Pasar sebagai kesempa-tan bekerja melalui proses sirkulasi barang dagangan. Kebutuhan manusia pada gilirannya dibentuk agar dapat mengkonsumsi apa-apa yang diprod-uksi. Sebagai suatu sistem produksi yang khusus, ia mendominasi cara pertukaran komoditas melalui pasar. Lebih dari itu, perusahaan kapitalisme sanggup membentuk bagaimana cara sector ekonomi dikelola oleh badan-badan pemerintahan hingga ke pe-mikiran cara bagaimana cara ekonomi pasar itu diagung-agungkan.
Negara Indonesia secara-terus-menerus dibentuk menjadi negara neoliberal dalam rangka mel-ancarkan bekerjanya ekonomi pasar kapitalis di zaman globalisasi seka-rang ini. Hal ini perlu dipahami den-gan kerangka pasar-sebagai-keharu-san. Pasar-sebagai-keharusan dapat dipahami mulai dari karakter sistem produksi kapitalis sebagai yang pal-ing mampu dalam mengakumulasikan keuntungan melalui kemajuan dan
sofistikasi teknologi, serta peningka-tan produktivitas tenaga kerja per-unit kerja, dan efisiensi hubungan sosial dan pembagian kerja produksi dan sirkulasi barang dagangan. Kes-emuanya mengakibatkan penggan-tian pabrik-pabrik yang telah usang, sektor-sektor ekonomi yang tidak kompetitif, hingga ketrampilan para pekerja tidak lagi dapat dipakai
Sebagai sistem produksi yang khusus, kapitalisme ini memberi tem-pat hidup dan insentif bagi semua yang efisien, dan menghukum mati atau membiarkan mati hal-hal yang tidak sanggup menyesuaikan diri den-gannya. Selanjutnya, di atas apa-apa yang telah dihancurleburkan itulah dibangun sesuatu yang baru, yang da-pat lebih menjamin keberlangsungan akumulasi keuntungan. Schumpeter (1944/1976:81-86) menyebut hal ini sebagai the process of creative de-struction (proses penghancuran yang kreatif).
Sejarah penguasaan agraria di Indo-nesia hampir mirip dengan sejarah yang terjadi di negara-negara paska-kolonial di Asia, Amerika Latin hingga Afrika. Pemberlakuan hukum agraria yang baru, termasuk di dalamnya hukum yang mengatur usaha-usaha perkebunan, kehutanan, dan pertam-bangan, merupakan suatu cara agar perusahaan-perusahaan kapitalis dari negara-negara penjajah di Eropa mau-pun Amerika dapat memperoleh akses eksklusif atas tanah dan kekayaan alam, yang kemudian mereka definisi-kan sebagai modal perusahaan-peru-sahaan itu.
Di Indonesia paska kolo-nial, kran liberalisasi sumberdaya alam tersebut sangat jelas ketika Orde Baru pimpinan Soeharto mulai berkuasa, tahun 1967. Liberalisasi ini
telah merampas kedaulatan rakyat atas tanah untuk kedua kalinya sete-lah pemerintah kolonial melakukan cara serupa semasa penjajahan sebelumnya. Badan-badan pemerin-tahan dan perusahaan-perusahaan mulai mengkapling-kapling untuk konsesi perkebunan, kehutanan dan pertambangan, dan menge-luarkan penduduk yang hidup di dalam konsesi itu. Hubungan dan cara penduduk menikmati hasil dari tanah dan alam telah diputus mela-lui pemberlakuan hukum, penggu-naan kekerasan, pemagaran wilayah secara fisik, hingga penggunaan simbol-simbol baru yang menun-jukkan status kepemilikan yang bu-kan lagi dipangku oleh mereka. Bila saja sekelompok rakyat melakukan protes dan perlawanan untuk men-guasai dan menikmati kembali tanah dan wilayah yang telah diambil alih pemerintah dan perusahaan-peru-sahaan itu, akibatnya sangat nyata, yakni mereka dapat dikriminalisasi, dikenai sanksi oleh birokrasi hukum, atau tindakan kekerasan lainnya yang dapat saja dibenarkan secara hukum.
Pengkaplingan dan pemutu-san hubungan itu pada intinya ada-lah penghentian secara paksa akses petani atas tanah dan kekayaan alam tertentu. Tanah dan kekayaan alam itu kemudian masuk ke dalam modal perusahaan-perusahaan kapitalistik. Jadi, perubahan dari alam menjadi sumberdaya alam ini berakibat san-gat pahit bagi rakyat petani yang harus tersingkir dari tanah asalnya dan sebagian dipaksa berubah men-jadi tenaga kerja/ buruh upahan.
Proses demikian dipahami oleh Adam Smith – pemikir ekonomi terkenal yang menteorikan menge-nai “tangan-tangan tak kelihatan (in-
kritik
16februari 2013
laporan utama
visible hands)” yang bekerja dalam mengatur bagaimana pasar bek-erja—dalam karya terkenalnya The Weath of Nations bahwa “akumulasi kekayaan alam harus terjadi dulu sebelum pembagian kerja” (1776, I.3:277). Belajar dari kenyataan dan keniscayaan ini, Karl Marx mengem-bangkan teori “the so-called primi-tive accumulation”, yang menduduk-kan proses perampasan tanah ini sebagai satu sisi dari mata uang, dan kemudian memasangkannya dengan sisi lainnya, yaitu penciptaan tenaga kerja bebas (Marx, Das Capital, 1867). Ini adalah proses paksa menciptakan orang-orang yang tidak lagi bekerja terikat pada tanah dan alam. Orang-orang ini mengandalkan hanya pada tenaga yang melekat pada dirinya saja, lalu menjadi para pekerja be-bas. Sebagian mereka pergi dari tanah mereka di desa-desa ke kota-kota untuk mendapatkan pekerjaan. Kantung-kantung kemiskinan di ko-ta-kota juga dilahirkan oleh proses
ini (Davis 2006).
David Harvey (2003, 2005) mengemukakan istilah accumulation by dispossession (akumulasi dengan cara perampasan) yang dibedakan dengan accumulation by exploitation, yakni akumulasi modal secara me-luas melalui eksploitasi tenaga kerja dalam proses produksi dan sirkulasi barang dagangan. Dalam proses aku-mulasi dengan cara perampasan, dia menekankan pentingnya ”produksi ruang, organisasi pembagian kerja secara keseluruhannya baru dalam wilayah yang baru pula, pembukaan berbagai macam cara perolehan sum-berdaya baru yang jauh lebih murah, pembukaan wilayah-wilayah baru sebagai bagian dari dinamika ruang-ruang akumulasi modal, dan pen-etrasi terhadap formasi sosial yang ada oleh hubungan-hubungan sosial kapitalis dan tatanan kelembagaan-nya (contohnya aturan kontrak dan kepemilikan pribadi) membuka jalan
bagi penyerapan surplus modal mau-pun tenaga kerja” (Harvey 2003:116). Reorganisasi dan rekonstruksi geo-grafis untuk pembukaan ruang-ruang baru bagi sistem produksi kapitalis ini dimulai dengan menghancur-lebur hubungan kepemilikan rakyat pede-saan dengan tanah, kekayaan alam, dan wilayahnya, dan segala hal-ihwal kebudayaannya yang hidup, melekat secara sosial pada tempat-tempat itu.
Reorganisasi dan rekon-struksi geografis inilah yang sedang kita alami dengan pemberian kons-esi-konsesi tanah dan sumber daya alam untuk menghasilkan komoditas-komoditas global seperti yang diran-cang secara terpusat dengan Master-plan Percepatan dan Pengembangan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Dalam MP3EI itu, tiap koridor ekonomi dirancang untuk menghasilkan anda-lan-andalan komoditas global terten-tu (lihat table 1 di bawah).
kritik
17februari 2013
laporan utama
Tabel 1. Pembagian Koridor Ekonomi menurut MP3EI
Koridor Ekonomi Produksi Komoditas Global yang Diandalkan
sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional dengan fokus sektor pada minyak kelapa sawit/CPO, Karet, dan Batubarapendorong industri dan jasa nasional dengan fokus sektor pada produk makanan, tekstil dan industri alat angkutpusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional dengan fokus sektor pada migas, minyak kelapa sawit, dan batubarapusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan nasional dengan fokus sektor pada tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan pertambangan nikelpintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional dengan fokus sektor pada pariwisata serta pertanian dan peternakanpengolahan sumber daya alam yang melimpah dan SDM yang sejahtera dengan fokus sektor pada pertambangan serta pertanian dan perkebunan
Sumatera – Banten UtaraJawa
Kalimantan
Sulawesi – Maluku Utara
Bali – Nusa TenggaraPapua – Maluku
Rantai penjelas mengapa konflik agraria terus berlangsung
Merujuk pada puisi yang di-kutip di awal tulisan ini, di kalangan kaum terdidik, termasuk para ahli hukum, baik di Indonesia maupun di berbagai belahan bumi lainnya, kita dihadapkan oleh dua macam pemikiran yang bertentangan satu sama lainnya, yakni mereka yang mempelajari “orang-orang yang men-curi seekor angsa dari tanah milik bersama”, dan mereka yang mem-pelajari mereka “yang mencuri tanah milik bersama dari angsa itu” (Ollman 2008:8). Tulisan ini membela mereka yang “mencuri angsa” dari “tanah milik bersama” itu, dengan berusaha mengemukakan cara kerja mereka ”yang mencuri tanah milik bersama dari angsa itu”. Untuk memperjelas siapa ”yang mencuri tanah milik ber-sama dari angsa itu” itulah, telah saya jelaskan sebab-sebab strukturalnya dari konflik-konflik agraria itu.
Kita sudah saksikan bahwa jika konflik-konflik agraria struktural,
seperti yang terjadi sehubungan den-gan ekspansi perkebunan kelapa sa-wit, dipahami hanya sebatas problem kriminalitas rakyat, maka pendekatan polisionil yang diterapkan sebagai konsekuensi dari pemahaman itu be-rakibat pada semakin rumitnya kon-flik-konflik agraria tersebut. Penulis menganjurkan mendudukkan konflik-konflik agraria yang berhubungan dengan perluasan perkebunan sawit di Indonesia dalam perspektif yang lebih luas, yakni bagian dari perkem-bangan kapitalisme yang tidak sama dan seragam antara satu tempat dan tempat lainnya. Akibat lanjutan dari konflik agraria ini adalah meluasnya konflik itu sendiri, dari sekedar kon-flik klaim atas tanah, sumberdaya alam dan wilayah menjadi konflik-konflik lain. Konflik agraria yang berkepanjangan menciptakan krisis sosial-ekologi, termasuk yang men-dorong penduduk desa bermigrasi ke wilayah-wilayah baru untuk men-dapatkan tanah pertanian baru, atau
pergi dan hidup menjadi golongan miskin kota. Hal ini menjadi sumber masalah baru di kota-kota.
Lebih jauh dari itu, artiku-lasi konflik agraria dapat memben-tuk-bentuk konflik lain seperti kon-flik antara para petani pemilik asal tanah dengan pekerja perkebunan, konflik antar kelompok etnis, antar “penduduk asli” dan pendatang, bahkan hingga konflik antar kam-pung/desa. Ketika konflik-konflik itu berlangsung dalam intensitas yang tinggi, rakyat mencari akses ke or-ganisasi gerakan sosial, LSM, DPRD, Badan Pertanahan Nasional, Kemen-trian Kehutanan, hingga DPR Pusat, Komnas HAM, dll. Dalam sejumlah kasus klaim dan keperluan rakyat korban bisa diurus sesuai dengan kewenangan dan kapasitas masing-masing lembaga. Namun, tidak de-mikian halnya untuk kasus-kasus karakteristik konfliknya bersifat struktural, dan sudah kronis, serta
kritik
18februari 2013
laporan utama
akibat-akibatnya telah meluas. Konflik agraria struktural macam ini dilestarikan oleh tidak adanya koreksi/ralat atas putusan-putusan pejabat publik (Menteri Ke-hutanan, Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri ESDM, Bupati dan Gubernur) yang memasukkan tanah, SDA, dan wilayah hidup rakyat ke
dalam konsesi badan usaha raksasa untuk produksi, ekstraksi, maupun konservasi. Kita tahu bahwa berdasar-kan kewenangannya, pejabat publik itu dimotivasi oleh keperluan perole-han rente maupun untuk pertumbu-han ekonomi, mereka melanjutkan dan terus-menerus memproses pem-berian izin/hak pada badan-badan usaha/proyek raksasa tersebut. Kita
tahu pula bahwa bila suatu koreksi demikian dilakukan, pejabat-pejabat publik dapat dituntut balik oleh peru-sahaan-perusahaan yang konsesinya dikurangi atau apalagi dibatalkan. Resiko kerugian yang bakal diderita bila kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tentu dihindari oleh pejabat publik yang bersangkutan.
Penutup
Dalam situasi konflik agrar-ia yang berkepanjangan, rakyat ber-tanya mengenai posisi dan peran pemerintah. Rakyat bisa sampai pada perasaan tidak adanya pemer-intah yang melindungi dan men-gayomi. Pada tingkat awal mereka akan memprotes pemerintah. Ketika kriminalisasi diberlakukan terhadap mereka, mereka merasa dimusuhi pemerintah. Pada gilirannya, mero-sotnya kepercayaan rakyat korban itu terhadap pemerintah inilah sam-pai pada pertanyaan apakah mereka “berhak mempunyai hak”?
Indonesia di bawah Demokrasi Terpimpin (1957-1965) dan Orde Baru (1966-1998) mewariskan cara bagaimana pemerintah yang
berkuasa menekankan kewajiban-kewajiban sosial penduduk, dan bukan memenuhi hak-hak sipil-politik dan ekonomi, sosial dan budaya penduduk (Saich dkk 2010, 2011). Dalam konteks ini, perjuangan rakyat miskin pede-saan yang utama saat ini adalah mem-perjuangkan posisi kewarganegaran-nya, yakni untuk ”berhak mempunyai hak”, dan sekaligus mendorong trans-formasi kelembagaan Negara Repub-lik Indonesia. Indonesia saat ini bukan hanya memerlukan Reformasi atas pemerintahan yang otoritarian dan sentralistik dan digantikan oleh suatu pemerintahan demokratis dan desen-tralistis, melainkan juga transformasi kelembagaan yang menyeluruh dari apa-apa yang diwarisi rejim Demokra-si Terpimpin dan rejim Orde Baru itu
agar kaum birokrat di masa Reformasi tidak terus berlaku sebagai penguasa dan bertindak semaunya saja, termas-uk menjadi pelayan pasar kapitalis.
Kalau hal ini diteruskan, kita akan semakin jauh dari pencapaian cita-cita proklamasi kemerdekaan Ne-gara Republik Indonesia sebagaimana dikemukakan dalam pembukaan Un-dang-undang Dasar 1945.Bandung, 7 Januari 2013
(Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan)
kritik
19februari 2013
laporan utama
Daftar Pustaka
Colchester, M., Jiwan, N., Sirait, M.T., Firdaus, A.Y., Surambo, A. & Pane, H. ( 2006). Promised Land: Palm Oil and Land Acquisition in Indonesia - Implications for Local Communities and Indigenous Peoples (published by Forest People Programme (FPP), Sawit Watch, HUMA, World Agroforestry Centre (ICRAF) - SEA.Hall, Derek, Philip Hirsch, dan Tania Li. 2011. Powers of Exclusion: Land Dilemmas in Southeast Asia. Singapore and Manoa: NUS Press.Indonesian Commercial Letter. 2011. “Indonesian Commercial Letter, July 2011” http://www.datacon.co.id/Sawit-2011Kelapa.html (Unduh terakhir tanggal 04 Oktober 2012).Polanyi, Karl. 1967 (1944). The Great Transformation: The Political and Economic Origins of Our Time. Boston: Beacon Press._____. 2001 (1944) The Great Transformation: The Political and Economic Origins of Our Time. Boston: Beacon Press.Ribot, Jesse dan Nancy Lee Peluso. 2003. “A Theory of Access”. Rural Sociology 68(2):153-81.Sawit Watch. 2012. “Menerka Luasan Kebun Sawit Rakyat” http://sawitwatch.or.id/2012/07/menerka-luasan-kebun-sawit-rakyat/ (Unduh terakhir tanggal 04 Oktober 2012).Saich, Anthony, David Dapice, Tarek Masoud, Dwight Perkins, Jonathan Pincus, Jay Rosengard, Thomas Vallely, Ben Wilkinson, and Jeffrey Williams. 2010. Indonesia Menentukan Nasib: dari Reformasi ke Transformasi Kelembagaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas._____. 2011. From Reformasi to Institutional Transformation: A strategic Assessment of Indonesia’s Prospects for Growth, Equity and Democratic Governance. Harvard Kennedy School Indonesia Program, Harvard, USA.Davis, Mike. 2006. Planet of Slums. New York: Verso.Harvey, David. 2003. The New Imperialism. Oxford: Oxford University Press._____. 2004. "The 'New' Imperialism: Accumulation by Disposession." in Socialist Register 2004, edited by L. Panitch and C. Leys. New York: Monthly Review Press._____. 2005. A Brief History of Neoliberalism. Oxford: Oxford University Press.Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011 Kloppenburg, Jack. 2010. “Impeding dispossession, enabling repossession: biological open source and the recovery of seed sovereignty”. Journal of Agrarian Change 10:3 (July): 367-388.Ollman, Bertell. 2008. “Why Dialectics? Why Now?”, Dialectics for the New Century. Edited by Bertell Ollman dan Tony Smith. Hampshire: Palgrave Macmillan.Wood, Ellen Meiksins. 1994. “From Opportunity to Imperative: The History of the Market”. Monthly Review 46(3).____. 2002. The Origin of Capitalism. A Longer View. London, Verso.
kritik
Aksi Agraria di depan Istana Presiden: Sumber photo: Dokumen AMAN
20februari 2013
berita komunitas
12-12-2012 Percut Sei Tuan.
pong, pemuda adat, perempuan adat serta perwakilan warga masyarakat adat Rakyat Penunggu juga dari kam-pong-kampong yang tersebar di Kota Medan, Binjai, Kabupaten Deli Serdang, Langkat, Sidikalang dan Pakpak Barat datang berduyun-duyun memadati
PERESMIAN BALAI ADATAFNAWI NOEH
Kampong Tanjung Mulia. Mereka ber-kumpul dan menyaksikan kedatangan Ketua Umum BPRPI yang juga adalah Ketua BPH AMAN Sumut, Plt Gubernur Sumatera Utara, KOMNAS HAM dan DAMANAS untuk meresmikan Balai Adat Afnawi Noeh di tanah adat Raky-at Penunggu Kampong Tanjung Mulia, Kecamatan Percut Sei Tuan.
ara pemangku-pemangku adat, ketua-ketua kam-P Kehadiran Ketua Umum
Badan Perjuangan Rakyat Penung-gu Indonesia (BPRPI), bapak Harun Noeh yang juga Ketua Badan Pengu-rus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sumatera Utara (BPH AMAN Sumut) bersama bapak plt Gubernur Sumatera Utara, Komi-si Nasional Hak Asasi Manusia
Ketua BPH AMAN Sumut menandatangani peresmian Balai Adat Afnawi Noeh: Sumber photo: Dokumen AMAN
21februari 2013
berita komunitas
(KOMNAS HAM) bapak Dianto Bachriadi, Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (DAMANAS) Region Sumatera bapak Alfi Syahrin dan Ketua DAMANAS bapak Hein Namote-mo disambut serta dielu-elukan dengan antusias. Perhelatan budaya adat digelar. Pencak silat Melayu, tarian anggrek Jawa, tarian japin Melayu, tarian Karo, tarian tor-tor Batak sudah menyatu dalam wilayah adat Rakyat Penunggu.
Dalam sambutannya Pemangku adat Kampong Tanjung Mulia bapak Sahrum, mengatakan bahwa ter-laksananya pembangunan dan peresmian balai adat ini karena kemauan serta keinginan besar dari warga Rakyat Penunggu. Balai adat ini akan digunakan sebagai tempat pertemuan musyawarah-mufakat adat untuk memperkuat perjuan-gan Rakyat Penunggu dalam mem-perjuangkan wilayah adatnya yang sudah diperjual-belikan oleh para preman, oknum pemerintah yang tak bertanggung jawab, bersama PT. Perkebunan Nusantara 2 (PTPN-2)
Peresmian Balai Adat AFNAWI NOEH di wilayah adat Rakyat Penunggu kampong Tanjung Mulia
ini dilakukan dengan penandatanga-nan batu prasasti oleh Ketua Umum BPRPI, KOMNAS HAM, Gubernur Sumatera Utara dan Ketua DAMANAS mendampingi Pemangku Adat di Kam-pong Tanjung Mulia, disaksikan oleh Pemangku-pemangku adat Rakyat Penunggu lainnya.
Bapak Harun Noeh men-gatakan bahwa terbangunnya ger-akan ini, sebagai ungkapan rasa syu-kur pemangku-pemangku adat dan warga Rakyat Penunggu atas gerakan yang dilakukan oleh pejuang penda-hulu masyarakat adat Rakyat Penung-gu, seperti apa yang telah dilakukan oleh almarhum Afnawi Noeh dalam memperjuangkan hak-hak masyara-kat adat. Bapak Harun Noeh juga me-nyampaikan bahwa pembangunan dan peresmian balai adat di kampong Tan-jung Gusta yang berada di Kabupaten Deli Serdang serta Kampong Secang-gang di wilayah Kabupaten Langkat sudah berdiri.
Bapak Dianto Bachriadi dari KOMNAS HAM mengatakan, akan membentuk tim khusus untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia serius yang selama ini
dialami Rakyat Penunggu atas perlakuan kekerasan aparat bersama PTPN-2 terhadap mereka.
Dalam sambutannya bapak Hein Namotemo, Ketua DAMANAS yang juga adalah Bupati Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara, menyampaikan rasa salut atas perjuangan dan kepe-mimpinan almarhum Afnawi Noeh saat masih mempimpin perjuangan untuk mengembalikan hak-hak masyarakat adat yang sejak lama dirampas oleh kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Bapak Hein Namotemo me-nyarankan agar para pemuda adat dan perempuan adat Rakyat Penung-gu menyadari kekuatan basisnya yang luar biasa di Sumatera Utara, ini pasti bisa duduki kursi pemerintahan dan keluarlah kebijakan yang pro rakyat. Pak Hein berharap agar acara seperti ini bisa diadakan kembali pada tahun berikutnya di kampong-kampong lain.
(R-A)
" "Kalau itu HAK Kami
Wajib Hukumnya
Untuk Merebut dan
Mempertahankannya
Walaupun Nyawa dan Darah
Taruhannya
Photo bersama di Balai Adat Afnawi NoehSumber photo: Dokumen AMAN
22februari 2013
berita komunitas
Musyawarah Daerah AMAN Tanah Rejang
Rejang, Bengkulu, 5 – 6 Januari 2013. Musyawarah Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Tanah Rejang berlangsung dengan baik. Musda ini adalah musyawarah daerah pertama yang diselenggarakan untuk membentuk pengurus daerah AMAN Tanah Rejang. Musda telah berhasil memilih dan menetapkan Ketua BPH PD AMAN Tanah Rejang dan Dewan AMAN Daerah.
erujuk pada Anggaran Dasar AMAN, Musyawa-
rah-Daerah, disingkat MUSDA, dise-lenggarakan sedikitnya sekali dalam lima tahun:
a. Menyusun Program Kerja AMANDA.
b. Menilai Pertanggung- jawa ban BPH AMANDA dan DAMANDA sebagai- Pengurus Daerah.
c. Memilih dan menetapkan anggota-anggota DAMANDA dan Ketua BPH AMANDA.
d. Menetapkan keputusan-
keputusan lainnya yang be-rada dalam batas wewenangnya.
Acara pembukaan Musya-warah Daerah AMAN Tanah Re-jang dihadiri berbagai komunitas masyarakat adat. Komunitas adat Bermani Ilir, Selupu Rejang, Juru Kalang dan sebagai tuan rumah Masyarakat Adat Bermani Ulu. Mus-da ini dihadiri Dinas Kehutanan Ka-bupaten Rejang Lebong, Wakapolres Kabupaten Rejang Lebong, Kepala Desa, Ketua BMA Kabupaten Rejang Lebong, DPRD Provinsi Bengkulu dan Pengurus Wilayah AMAN Bengkulu.Dalam kata sambutannya, Kepala Desa Air Pikat berharap agar AMAN bisa berkontribusi pada masyarakat adat. Sementara itu anggota DPRD Junaidi Albab Setiawan sekaligus Dewan pakar AMAN, Bengkulu men-gatakan; masyarakat adat merupa-kan subyek utama dari pembangu-nan sehingga tujuan pembangunan pemerintah yakni keadilan dan kes-ejahteraan masyarakat akan terlak-sana, jika AMAN sebagai organisasi gerakan masyarakat adat menjadi wadah bagi masyarakat untuk men-capai masyarakat yang mandiri, ber-daulat dan bermartabat. “Berbagai tantangan yang
dihadapi oleh masyarakat adat mu-lai dari tantangan ekonomi, politik sosial budaya, wilayah dan pen-gelolaan sumber daya akan dibahas dalam sidang-sidang musda den-gan berpijak pada kecerdasan serta kearifan masyarakat adat,” sambut Def Tri Hamri selaku Ketua BPH sebe-lum membuka Musda secara resmi. Pada hari pertama Musda yang berlangsung di Desa Air Pikat,
M
Kecamatan Bermani Ulu Kabupaten Rejang Lebong ini melakukan so-sialisasi hasil Musyawarah Wilayah (Mus-Wil) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Bengkulu ke-II juga review sejarah organisasi oleh Ketua BPH AMAN Wilayah Bengkulu. Pada sore hari pukul 16.00 WIB sidang dimulai dipimpin oleh Riky Aprizal dan Iswadi sebagai pimpinan sidang sementara, membahas tentang quorum, tata
Penyerahan bendera AMAN oleh Deftri Hamri: Sumber photo: Dokumen AMAN
23februari 2013
berita komunitas
Musyawarah Daerah AMAN Tanah Rejang
tertib dan pemilihan pimpinan sidang tetap. Kemudian Musyawarah Daerah menetapkan saudara Edi Haryanto, Nedi Harian, Maryono Buchari untuk melanjutkan persidangan musda dan membagi peserta musda untuk mel-akukan sidang komisi membahas pro-gram kerja dan rekomendasi.
Pada hari ke-dua 6 Januari 2013 persidangan dilajutkan dengan agenda pleno hasil sidang komisi un-tuk menetapkan program kerja serta rekomendasi. Sidang Pleno 3 dengan agen-da pemilihan pengurus daerah AMAN
Tanah Rejang berhasil memilih dan menetapkan.
Ketua Damanda : Edy Heryanto, A Yusuf sekretaris dan Betty selaku anggota.
Ketua BPH AMAN Tanah Rejang : Maryono buchari.
Dengan demikian persidan-gan musyawarah daerah AMAN Tanah Rejang, dianggap selesai. Acara secara resmi ditutup oleh ketua BPH AMAN Wilayah Bengkulu. Def Tri menghara-pkan pengurus daerah AMAN Tanah Rejang terpilih harus bekerja semak-
simal mungkin menjalankan pro-gram kerja dan rekomendasi yang merupakan mandat dari seluruh ko-munitas anggota. Agenda kerja dan rekomendasi komunitas anggota dalam musda akan lebih mudah ter-laksana apabila komunitas anggota AMAN terlibat aktif untuk mencapai tujuan organisasi. (Riky Aprizal PWAMAN Bengkulu). //*****
Suasana Musda AMAN Tanah Rejang: Sumber photo: Dokumen AMAN
24februari 2013
berita komunitas
ataram, 10 September 2013. AMAN Wilayah
Nusa Tenggra Barat pada tanggal, 8 s/d 9 Januari 2013 lalu, telah sukses melaksanakan musyawarah wilayah di Gedung Asrama Haji, Selong, Lom-bok Timur. Musyawarah diikuti oleh sekitar 60-an orang peserta utusan komunitas, juga kehadiran perem-puan adat dan pemuda adat sebagai peninjau. Pembukaan acara muswil secara internal dilaksanakan oleh PB AMAN PUSAT sedang pembukaan se-cara eksternal oleh BUPATI LOMBOK TIMUR dilaksanakan di pantai Tan-jung Menagis, Desa Ketapang, Kec. Pringgabaya. Rangkaian acara dilanjut-kan dengan upacara ritual adat REBO BUNTUNG atau disebut mandi safar. Ribuan masyarakat adat tump-ah ruah menyaksikan upacara adat yang sakral tersebut.
Proses kegiatan berjalan lan-car sesuai tahapan jadwal persidan-gan, dipimpin oleh :
1. Lalu Maskur 2. Lalu Payasan 3. Hj, Baiq Mulyati 4. Nora Maemunah 5. Jasardi Gunawan
Musyawarah dibagi dalam 3 komisi yakni; Komisi A. Program, Komi-si B Rekomendasi dan Komisi C Or-ganisasi. Masing-masing komisi telah menghasilkan keputusan musyawarah yang ditetapkan dalam sidang pleno. Program aksi AMAN Wilayah NTB yang sangat mendesak adalah berkait den-gan advokasi Kasus Masyarakat Adat Pakasa (Sumbawa) sebagai gerakan hak –hak atas tanah adat, dimana saat ini Datu Pakasa sang pemimpin masih dalam tahanan dan telah di-vonis 1.5 tahun penjara, namun AMAN
Musyawarah WilayahAMAN Nusa Tenggara Barat
M
masih akan melakukan upaya band-ing. MUSWIL juga merekomendasikan mendesak DPR RI agar RUU – PPHMA segera ditetapkan menjadi undang-undang sesuai dengan draft yang disusun oleh PB AMAN.
Dalam pemilihan BPH AMAN Wilayah NTB secara aklamasi telah memilih dan menetapkan L. PRIMA WIRA PUTRA menggantikan L. SA-TRIAWANGSA SH sebagai ketua masa bakti 2013 s/d 2017. Sidang juga sudah memilih dan menetapkan 9 orang DA-MANWIL terdiri dari:
1. Lalu Satriawangsa, S.H (Ketua DAMANDA WIL)
2. H. Abdurrahman Sembahukun (Wakil DAMANDAWIL)3. BojongDwi
(Wakil DAMANDAWIL)4. Mahniwati (anggota)5. Baiq Mulyati (angota)6. Masidep (anggota)7. Drs. Mastam (anggota)8. Datu Baharudin (anggota)9. Lalu Dikjaya ( anggota)
Pelantikan pengurus AMAN Wilayah NTB dengan pengambi-lan sumpah janji dilaksanakan oleh Pengurus Besar AMAN dan selan-jutnya diakhiri pidato oleh ketua ter-pilih L. Prima Wira Putra. //*****
Motif Sumba
25februari 2013
berita komunitas
Tokoh Muda Di balik
agi itu semerbak aroma wangi kemenyan seakan
ikut menuntun tangan para lelaki Ta-lang Mamak saat menegakkan “tiang gelanggang” di Desa Talang Perigi, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau . Desa Talang Perigi yang berada sekitar 200 kilometer dari Kota Pekanbaru itu jadi arena ritual adat Talang Mamak yang sudah selama 10 tahun berselang tak pernah diselenggarakan. Berdirinya,”tiang elanggang,” sebagai penanda dimulainya gawai Gedang. Tiang kayu setinggi lima me-ter tersebut terbuat dari kayu,”pungai ,” bambu dan berbalut kain putih serta hiasan uang logam yang menggan-tung di puncaknya. Terang tanah, ma-tahari mulai muncul dari ufuk Timur dan angin sepoi menerpa empat kain perlambang. Layar pun berkibar di arena ,” tiang gelanggang,” sebagai simbol persatuan warga dan penghor-matan untuk para tokoh adat. Layar bercorak batik mewakili masyarakat, layar putih menandai batin, warna hitam untuk patih, dan layar merah untuk dubalang. Suku Talang Mamak masuk dalam kategori Melayu Tua (Proto Melayu) yang hidup menyebar di pedalaman Indragiri Hulu, Propinsi Riau hingga ke Propinsi Jambi ini memiliki tradisi Gawai Gedang, (perhelatan nikah adat besar).
Nyaris Punah Ketua Panitia Gawai Gedang, Gilung menjelaskan bahwa ritual ini merupakan pesta ni-kah untuk dua mempelai yang berasal dari Desa Talang Perigi dan Ampang
Delapan. Namun gawai kali ini ber-beda dengan pesta pernikahan adat biasa, karena melibatkan pemangku adat tertinggi Talang Mamak (Patih), serta 20 dari 29 tokoh adat setingkat kepala desa (batin). Masing-masing batin mengajak puluhan warga untuk meramaikan pesta. “Jumlah panitian-ya saja ada 100 orang, berasal dari tiap-tiap batin,” papar pergerak adat berusia 33 tahun itu.
Ritual pesta nikah dilaksana-kan bersama pesta sunatan massal, diikuti oleh enam orang anak laki-laki. Tiap kali ada tokoh adat tiba di lokasi pesta, kedua mempelai bersa-ma pengantin sunat menyambutnya dengan berkeliling tiang gelanggang sebanyak tiga putaran. Uniknya, para pengantin itu berkeliling dengan cara digendong di pundak pengiring pen-gantin.
Gawai Gedang berlangsung selama tiga hari mulai tanggal 14
Gawai GedangTalang Mamak
Psampai 16 Januari. Rangkaian ritual adat sering berlangsung hingga dini hari, seperti pembacaan petuah ke-hidupan (Gantung Pauh-pauh), ritual pengobatan dukun (Kemantan) dan Tari Piring.
Ritual Gawai Gedang tak bisa lepas dari tradisi sabung ayam dan kerap kali diwarnai perjudian. Pihak keluarga pengantin nikah juga menyiapkan ayam aduan sendiri, di-adu pada saat Gawai Gedang dimulai dan sebelum penutupan pada hari terakhir. Suku Talang Mamak per-caya adu ayam itu dapat mencegah roh jahat masuk ke rumah tempat ritual adat digelar.
Gilung menerangkan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk Gawai Gedang “membengkak” berlipat-lipat untuk ukuran pesta nikah di kampung. Pengeluaran paling ban-yak untuk pos konsumsi, karena panitia sudah mulai berkumpul di lokasi pesta sejak dua minggu sebe-lum acara berlangsung.
“Kalau dikalkulasikan se-muanya, biaya Gawai Gedang lebih dari Rp 200 juta,” papar Gilung.
Gilung mengakui bahwa tingginya kebutuhan biaya tersebut jadi salah satu penyebab warga Ta-lang Mamak kesulitan menggelar Gawai Gedang. Terakhir kali ritual itu digelar di Desa Durian Cacar, Kecamatan Rakit Kulim tahun 2003. Akibatnya, banyak generasi muda Talang Mamak tak lagi mengenal
Gilung (Kader Penggerak Talang Mamak)
26februari 2013
berita komunitas
ritual tradisi Gawai Gedang.
Namun Gilung menegas-kan bahwa sudah ada kata sepakat dari para tokoh adat Talang Mamak, berikrar untuk “menghidupkan” kembali Gawai Gedang. Ritual ni-kah akbar seperti ini diyakini mem-pererat tali persaudaraan serta me-lestarikan budaya gotong-royong Suku Talang Mamak.
Oleh karena itu ritual Gewai Gedang ini , ikut dipikul oleh 20 ba-tin yang turut serta dalam prosesi ritualnya. Batin-batin mengumpul-kan sumbangan dari warga Talang Mamak di daerahnya masing-mas-ing. Setiap batin ikut membantu, ada yang sumbang uang, ada yang bawa beras tapi ada juga menyum-bang tenaga saja. “Penyebab lain Gawai Gedang mulai ditinggalkan karena pengaruh budaya luar, terutama
kehadiran agama Islam. Ketika banyak warga Talang Mamak memeluk Islam, secara adat hal itu berarti meninggalkan kepercayaan,”Langkah Lama,” yang dianut leluhur, papar Gilung menjelaskan situasi yang dihadapi ritual Suku Talang Mamak sebagai budaya Melayu Tua (Proto Melayu) tersebut. Biaya tinggi serta serbuan pengaruh budaya luar, adalah tantangan bagi Gilung sebagai Ketua Panitia Gawai Gedang,”Talang
Mamak,” tahun 2013 ini. Semoga Gawai Gedang bisa diselenggarakan lagi untuk tahun-tahun mendatang.
Suasana Upacara Gawe Gedang : Sumber photo: Dokumen AMAN
27februari 2013
berita komunitas
Sumatera Utara (27/01/13).
Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang menjadi tempat musyawarah Pemangku-pemangku masyarakat adat Rakyat Penunggu dari Kampong-kampong yang berada tersebar di daerah Serdang. Musyawarah Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (MUSDA AMAN) Serdang ini diadakan untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan yang selama ini jadi hambatan masyarakat adat Rakyat Penunggu, baik dalam pengakuan, pengembalian serta perlindungan atas hak-haknya.
MUSDA AMAN Serdang diadakan di atas tanah perjuangan masyarakat adat Rakyat Penunggu Kampong Bandar Setia ini dihadiri oleh Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS) Region Sumatera, Alfi Syahrin. Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) AMAN Sumatera Utara, Harun Nuh. Barisan
Pemuda Adat serta Perempuan Adat dan beberapa utusan undangan lainnya turut hadir.
Dalam kata sambutannya DAMANNAS Region Sumatera, Alfi Syahrin, menegaskan bahwa AMAN adalah wujud dari wadah masyarakat adat yang tersebar di wilayah Nusantara dan merupakan media perjuangan kolektif demi memperjuangkan hak-hak masyarakat adat yang selama ini dirampas oleh sistem dan regulasi Negara. Sehingga kita perlu energi yang kuat untuk mendorong pemangku kebijakan (Pemerintah maupun Negara) untuk segera memberikan pengakuan dan mengembalikan hak-hak masyarakat adat. Sesuai dengan kebijakan atau keputusan pemerintah daerah maupun pusat yang pernah dikeluarkan sebelumnya terkait penyelesaian konflik yang dialami oleh masyarakat adat Rakyat Penunggu. Hal ini juga berkaitan secara universal,
sebab sudah tertera dalam deklarasi Perserikantan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu hak-hak masyarakat adat, meliputi hak atas ekonomi, sosial dan budaya.
Seruan yang tak jauh beda dari DAMANAS Alfi Syahrin, Ketua BPH AMAN Sumatera Utara, Harun Nuh, juga menekankan perlunya pengorbanan sepenuh hati. Karena untuk menjalankan roda-roda Organisasi AMAN tantangannya cukup berat. Baik itu pengorbanan tenaga, dana, waktu, bahkan nyawa sekalipun, khususnya dalam menangani kasus-kasus yang menimpa masyarakat adat pada masa lalu maupun yang kini sedang berlangsung, demi tercapainya masyarakat adat yang mandiri secara ekonomi, berdaulat secara politik dan bermartabat secara budaya. Melihat begitu kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat Rakyat Penunggu, musyawarah dan mufakat tersebut merekomendasikan beberapa agenda penting antara lain dan utama adalah mendesak Pemerintah pusat untuk secepatnya mengesahkan dan menetapkan RUU Pengakuan, Perlindungan Masyarakat Adat.
Wakil Ketua I Dewan AMAN Daerah Serdang, Irwansyah, mewakili beberapa pengurus terpilih mengata-kan, butir-butir rekomendasi begitu berat sehingga perlu kerja keras dan untuk mencapai visi dan misi tersebut harus sebangun dan sejalan dengan pikiran DAMANNAS Region Sumatera serta Ketua BPH AMAN SUMUT.//*****
Musyawarah Daerah AMAN Serdang
Musda AMAN Serdang : Sumber photo: Dokumen AMAN
28februari 2013
berita komunitas
PTP Nusantara XIV beroperasi sejak tahun 1982 dan ijin HGU-nya berakhir pada tanggal 31 Desember 2012 lalu. Proses awal ijin di tahun 1982 penuh dengan kekerasan. Raja dan sekertaris negeri ditangkap dan dimasukan ke penjara. Saksi hidup dari peristiwa itu sekertaris negeri yang ketika itu baru berumur 32 tahun, kini masih hidup masih bisa menceritakannya dengan baik.
HGU yang dimiliki oleh PTP Nusantara XIV seluas 10.000 Ha, meliputi 5 negeri yaitu Negeri Waraka, Negeri Tananahu, Negeri
Liang, Negeri Sahulau dan Negeri Samasuru. Tanaman yang ada dalam perkebuanan adalah Kelapa, Coklat dan Karet.
Pada awalnya 5 negeri sepakat untuk tak memperpanjang HGU, namun karena PTP Nusantara XIV menggunakan uang untuk membujuk mereka akhirnya beberapa raja negeri dan sekertaris negeri menandatangani proses perpanjangan HGU.
Masyarakat negeri Tananahu dalam rapat negeri telah memutuskan tak ingin lagi memperpanjang HGU
sebagaimana permintaan PTP Nusantara XIV. Pada tanggal 3 Januari 2013 proses pengambil alihan wilayah adat seluas 3.458 Ha dilakukan secara serentak oleh seluruh masyarakat Negeri Tananahu. Proses penebangan terhadap pohon coklat sebagai simbol pengambil-alihan kembali wilayah adat tersebut dilakukan oleh ; (1) Raja Negeri Tananahu, (2) Ketua Saniri Negeri Tananahu, (3) 5 orang kepala soa Negeri Tananahu, (4) Kepala Kampung Rumalait - Negeri Tananahu (5) Ketua BPH AMAN Wilayah Maluku sekaligus
Negeri Tananahu secara resmi mengambil alih
wilayah petuanannya
Pada tanggal 3 Januari 2012 Pemerintah Negeri Tananahu secara resmi telah mengambil alih wilayah petuanannya yang selama 30 tahun telah dikuasai oleh PTP Nusantara XIV.
Sumber photo: http://regional.kompas.com
29februari 2013
berita komunitas
mewakili Tim Kuasa Hukum Negeri Tananahu.
Setelah penebangan secara simbolis dilakukan, masyarakat secara serempak melakukan penebangan pohon coklat dan pohon kelapa seluas 5 Ha, di lokasi ini akan dibangun perkampungan masyarakat Negeri Tananahu yang belum mampu membangun rumah karena tak ada tanah.
Penebangan dijaga 100 orang lebih anggota POLSEK Samasuru dan dari POLRES Maluku Tengah, serta kurang lebih 60 orang anggota TNI BKO dari Kodam Udayana yang bertugas di sekitar lokasi perkebunan. Semua proses berjalan dengan aman lalu ditutup dengan makan patita bersama dan badendang menggunakan tifa deng totobuang sebagai tanda telah merdeka dari penjajahan PTP N XIV selama 30 tahun.
Sebelumnya pada tanggal 2 Januari, Pemerintah Negeri Tananahu yang didampingi AMAN Wilayah Maluku dan Tim Kuasa Hukum Negeri Tananahu, bertemu langsung dengan Bupati Maluku Tengah dan Kapolres Maluku Tengah, mendukungan pengambilalihan lahan dengan catatan menjaga stabilitas.
Pada tanggal 9 Januari 2013 Komisi B DPRD Kabupaten Maluku Tengah mengundang Pemerintah Negeri Tananahu untuk memberi penjelasan atas pelaksanaan acara tanggal 3 Januari 2013 itu. Pemerintah Negeri Tananahu didampingi oleh AMAN Wilayah Maluku serta Tim Kuasa Hukum Negeri Tananahu. Dalam pertemuan tersebut Raja Negeri Samasuru membuat pernyataan cukup mengejutkan
pihak direksi PTP Nusantara XIV yang hadir. Rakyat Negeri Samasuru tak mau memperpanjang kontrak dan akan mengelola seluruh tanaman karet yang berada dalam wilayah petuanan Negeri Tananahu, karena yang memberi tanda tangani persetujuan perpanjangan HGU dari negeri Tananahu adalah Sekertaris Negeri Tananahu.
Tanggal 9 Januari 2013, sekitar jam 20.00 WIT, kurang lebih 150 anggota masyarakat dari Negeri Sahulau yang tak setuju dengan perpanjangan HGU datang ke negeri Tananahu untuk bersama - sama mendiskusikan langkah - langkah konkrit untuk membangun gerakan secara bersama - sama dengan pemerintah negeri dan masyarakat negeri Tananahu. Sementara diskusi berjalan dipimpin utusan AMAN Wilayah Maluku dan Tim Kuasa Hukum Negeri Tananahu. Tiba - tiba datang 5 truk dan 10 mobil angkot, diperkirakan membawa 250 orang lagi dari Negeri Samsuru , bergabung membangun perjuangan bersama dengan Pemerintah dan Saniri agar PTP Nusantara XIV dikeluarkan dari kawasan adat negeri - negeri tersebut. Pertemuan berlangsung hingga jam 01.00 WIT dini hari.
Tanggal 10 Januari 2013, Masyarakat Negeri Samasuru dan masyarakat negeri Sahulau beramai-ramai masuk ke perkebunan karet, melakukan penyadapan pohon karet untuk kepentingan ekonomi mereka. Tindakan ini sebagai simbol bahwa mereka telah mengambil alih kembali tanah petuanan negeri mereka, walaupun Negeri Sahulau disetujui oleh Raja Negeri, sedangkan pada Negeri Samasuru hanya disetujui oleh sekertaris negeri. Saat ini hanya tinggal negeri Liang dan Waraka yang masih mempertahankan memperpanjang HGU dan semoga
dalam proses pengorganisasian ke depan kedua negeri setuju untuk tak memperpanjang HGU lagi.
Terhadap karyawan PTP Nusantara XIV yang menempati perumahan di dalam wilayah negeri Tananahu, Pemerintah Negeri Tananahu memutuskan untuk menerima mereka jadi bagian dari masyarakat negeri Tananahu dan akan turut terlibat secara penuh mengelola tanaman yang telah dikuasai kembali petuanan negeri Tananahu. (Leny Patty)//*****
30februari 2013
berita komunitas
alam kesempatan tersebut Sekjen
AMAN mengatakan; Bahwa masyarakat adat Sahu boleh bersyukur telah dititipkan oleh leluhur mereka tanah adat serta sumberdaya alam yang kaya melimpah. Namun jika warisan ini tak dikelola masyarakat adat dengan baik maka akan diambil alih oleh perusahan-perusahan besar
Sekjen AMAN & Wakil Ketua Komnas HAM Berdialog Dengan Komunitas Sahu
seperti tambang atau perkebunan.Secara umum di berbagai tempat nasib masyarakat adat sangat tak beruntung, karena tanah yang kaya tadi justru membawa malapetaka.
“Sumberdaya alam di atas tanah adat kita kebanyakan diekploitasi perusahan tambang, perkebunan sawit. Kemudian kita disuap dengan Corporate Social
Responsibility atau CSR. Kita juga harus menjadi buruh di atas tanah sendiri dan kerap menerima nasib dikriminalisasi oleh pihak kepolisian dan penguasa,” papar Abdon Nababan.
Selama ini eksploitasi SDA di wilayah masyarakat adat berlangsung akibat kesalahan Pemerintah menerjemahkan
27/12/2012 Halmahera Barat. Sekjen AMAN Abdon Nababan dan Wakil Ketua Komnas HAM RI Sandrayati Moniaga didaulat sebagai narasumber dalam dialog “Percepatan Pengakuan dan Perlindungan Hak - Hak Masyarakat Adat Dalam Bingkai NKRI” sekaligus peresmian rumah adat Walalolom Suku Sahu, Kabupaten Halmahera Barat, Propinsi Maluku Utara.
D
Sekjen & Wakil Ketua KomnasHAM kunjungi Komunitas Sahu: Sumber photo: Dokumen AMAN
31februari 2013
berita komunitas
UUD 1945 Pasal 33 ayat (3). Negara mengambil alih hak-hak masyarakat adat lalu diserahkan kepada perusahaan. Pada akhirnya masyarakat adat lah yang sangat dirugikan.
Beliau mengatakan bahwa, masyarakat adat Sahu harus melakukan pemetaan wilayah adat secepat mungkin, supaya wilayah ini bisa dijaga dan dipertahankan. Bahkan bisa dikelola dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat adat. Begitu juga bagi siapapun yang ingin melakukan eksploitasi di atas tanah adat Sahu, harus mendapat persetujuan dari masyarakat adat yang diputuskan lewat musyawarah adat. Bukan atas ijin seseorang, lalu seenaknya melakukan eksploitasi, pungkas Nababan.
Sementara itu Sandra Moniaga sebagai Wakil Ketua Komnas HAM RI lebih menekankan perlunya perlindungan hak asasi manusia yang seharusnya dilakukan oleh negara.
Menurut Sandra gerakan masyarakat adat itu dasarnya adalah hak asasi yang di perjuangkan. Hak asasi itu mau diakui atau tidak diakui oleh negara hak itu ada pada setiap manusia, melekat sebagai hak bawaan sejak lahir.
“Bahwa hak atas tanah adalah hak atas atas kekayaan yang harus dihormati oleh siapapun. Di atas hak atas tanah itulah masyarakat memiliki hak untuk bekerja jadi petani, nelayan demi memenuhi kebutuhan hidupnya,” ujar Sandra Moniaga.
Masyarakat juga memiliki hak untuk berorganisasi, itulah sebabnya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara didirikan, sebagai organisasi untuk memperjuangkan hak asasi masyarakat adat tersebut. Terutama hak atas tanah, wilayah dan SDA.
Hak masyarakat atas wilayah ini dalam undang-undang disebut dengan hak ulayat. Contohnya dalam masyarakat adat Sahu hak itu disebut Ji’o, namun faktanya hak masyarakat adat ini masih dilanggar. Banyak undang-undang yang dibuat tak mengakui adanya hak - hak masyarakat adat, padahal dalam Undang-Undang Dasar 45 sudah mengakui itu.
Di banyak tempat hak-hak atas tanahnya itu masih dikuasai oleh IUP, HPH dan ijin lainnya, yang dalam banyak kasus berpotensi melahirkan pelanggaran HAM. Penyelesaian masalah pelanggaran HAM ini mestinya diselesaikan secara damai dan tak seharusnya dilakukan dengan kekerasan.
Selesai dialog dilanjutkan dengan peresmian rumah adat walalolom yaitu penanda tanganan prasasti oleh Sekjen AMAN dan Wakil Ketua KOMNAS HAM.
//***** (Munadi Kilkoda)
32februari 2013
rubrik khusus
Waktu cepat berlalu, tak terasa satu tahun sudah Simon Pabaras memimpin Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) sebagai Ketua Umum sejak dideklara-sikan pada tanggal 29 Januari 2012 lalu di Curug Nangka, Bogor. Sayap organ-isasi AMAN, Barisan Pemuda Adat Nusantara ini mengemban tugas penting dan trategis dalam perjuangan Masyarakat Adat masa depan.
adat yang ideal serta bagaimana perkembangan terakhir sayap organ-isasi AMAN ini, Gaung AMAN memuat wawancara dengan dua sosok tokoh yang kami anggap layak untuk mem-bagi pengalaman dan pikiran-nya yaitu; DAMANAS, Region Sumatera, bang Alfi Syahrin dan Ketua Umum BPAN, bung Simon Pabaras. Kita mulai berbincang dengan bang Alfi Syahrin lebih dulu.
GaunG; Abang bisa ceritakan bagaimana sejarahnya hingga lahir
barisan pemuda adat (BPA BPRPI) dan tahun berapa dibentuknya?.
alfi Syahrin; Sepanjang pen-getahuan saya ada tiga pilar yang jadi pondasi dalam perjuangan BPRPI, yaitu; sejarah, kaderisasi, uquah. Tiga hal ini yang kita tahu dari Abah (pang-gilan untuk pemimpin BPRPI Afnawi Noeh Alm) dan itu yang kita lanjutkan hingga kini, barulah kemudian ada program ekonomi yang berkelanju-tan. Bagaimana sikap dan nilai-nilai dari para kader-kader, itu belakangan. Saat BPA kita lahirkan, belum lagi lahir BPAN. Kita sudah dari dulu ada peran
Sejarah dalam cermin
ntuk memberi gambaran peran dan fungsi pemuda
Barisan Pemuda Adat
U
barisan pemuda adat, cuma wadahn-ya baru kita bentuk pada tahun 2007, karena ada kesibukan gerakan.
Sudah beberapa kali ini kalau ada masalah apa-apa di kam-pung-kampung, BPA yang turun. Pa-sukan hitam semua, raaaa...p semua seragam hitam bergerak duluan ke kampung itu. Memang kita tempa mereka bukan untuk bertempur, yang kita tempa ini untuk belajar.
Coba bayangkan, pemuda itu biasanya akan jadi emosionil ke-tika mereka merasa harkat orang tua kami diganggu, itu kan tanah adat kami dan itu muncul dengan spontan tak bisa dibendung bak air bah. Kita tinggal mengarahkan saja.
GaunG; Pendidikan apa lagi yang diberikan untuk Barisan Pemu-da Adat BPRPI, disamping komputer ?
alfi Syahrin; Ada banyak pelatihan, seperti pemetaan atau fasilitator, pemuda itu harus diisi terus. Pertanian ada di kampung-kampung, sebentar lagi pemuda kita arahkan ke pertanian.
BPA kan sedang menemu-kan identitas mereka, ini yang harus betul-betul kita rawat. Ketika mer-eka bertanya,” kami mau dibawa ke mana?,” itu kita arahkan. Dengan gejolak yang menggebu-gebu kita harus pandai-pandai mengarahkan mereka.
GaunG; BPA BPRPI sekarang ini sudah berapa generasi?
Alfi Syahrin; Sebenarnya ka-lau jaman Abah saja sudah angkatan ke-tiga. Perbedaan jaman Abah dulu dengan pemuda adat generasi seka-rang nggak jauhlah bedanya, cuma ganti nama. Dulu namanya Banser, itu masa kepemimpinan Ustad Kadir dari tahun 1953 hingga tahun 1979.
Alfi Syahrin DAMANNAS Region Sumatera
Barisan Pemuda Adat BPRPI Mengawal Ketua DAMANNAS: Sumber photo: Dokumen AMAN
33februari 2013
rubrik khusus
Saat Abah mulai memimpin tahun pada 1979 dia berani pangkas seten-gah pimpinan BPRPI. Tahun 1979 sampai tahun 1995 Abbah melahir-kan angkatan kami. Tahun 1984-an, aku dan Harun Nuh sudah ikut. Meski masih remaja, usia SMA kelas satu waktu itu.
Tahun 1995 Abah, pukul genderang perang. Sembilan puluh persen pemimpin dan pemangku digantinya, itu regenerasi. Abbah pun berani mengambil sikap. Se-jak semula Abbah sudah memberi perhatian dan mempersiapkan pemuda, bagi Abah nomor satu ya pemuda itulah. Tiap kali turun ke kampung-kampung dia tanya; mana pemudanya?. Dibawalah satu per satu pemuda itu dari tiap kampung yang dikunjunginya. Kemudian Abah membawa mereka keliling dari satu kampung ke kampung lainnya, ber-minggu-minggu bahkan berbulan-bulan baru dia pulang lagi ke rumah, begitu seterusnya.
Waktu itu kami di-kumpulkan, basisnya di Mabar. Abah rupanya sudah memukul bedug dan genderang perang, kepemimpinan sudah sembilan puluh persen di tan-gan pemuda. Dihajar serentaklah itu daerah sei Wampu dan sei Ular. “ Ini tanah adat-mu, hajar,” kata Abbah. Raaaa...p tak lama dikuasai semua daerah di-situ. Ada yang ketangkap, ditembak dan segala macam. Itu semua resiko perjuangan.
Jadi menurutku disamp-ing sejarah tadi yang harus mereka paham, mereka juga harus menggali sejarah untuk membuktikan bahwa itu tanah adatnya. Bagaimana dia cinta pada gerakan masyarakat adat ini kalau mereka gak tahu sejarah? Ke-tika mereka yakin itu tanah adatnya, pemuda akan bangkit membela itu.
Begitulah cara Abah ke-tika dia turun ke kampung-kampung, pertama sejarah disampaikan, ke-dua generasi muda dia rangkul, ke-tiga uquah, solidaritas rasa persatuan di-galang, tanpa itu perjuangan tak bisa jalan. Tiga pondasi inilah yang kami terus lanjutkan bersama Harun Nuh ( Ketua Umum BPRPI-AMAN-SUMUT) sampai sekarang, hingga lahirlah Barisan Pemuda Adat BPRPI.
Simon Pabaras
(Ketua Umum BPAN)
“laksanakan Mandat dan rebut Media”
(Refleksi satu tahun Barisan Pemuda Adat Nusantara)
Gaung; Satu tahun sudah berlalu sejak Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dideklarasikan, apa saja program-program BPAN yang sudah terlaksana?
Simon Pabaras;
Jadi begini, kita tarik ke awal-nya dulu, memang pembentukan sayap organisasi BPAN maupun Perempuan Adat Nusantara adalah mandat dari Kongres. Mulai Kongres ke-II di Tanjung, Lombok, Kongres III di Pontianak juga sudah meman-datkan pembentukan BPAN dan Perempuan Adat Nusantara. Berkai-tan dengan itu, sebelum Kongres ke IV Tobelo berlangsung dibentuk-lah Barisan Pemuda Adat Nusan-tara melalui Jambore Pemuda Adat Nusantara tanggal 29 Januari 2012 di Bogor. Itu sebenarnya momentum kebangkitan pemuda dan pemudi Adat Nusantara, deklarasi adanya Barisan Pemuda Adat BPRPI Mengawal Ketua DAMANNAS: Sumber photo: Dokumen AMAN
34februari 2013
sayap organisasi yang kita maknai sebagai kebangkitan pemuda adat Nusantara.
Sebelumnya gerakan pemuda adat sudah ada di wilayah-wilayah, seperti di Maluku Utara, Su-matera Utara dan lain-lain. Bagaima-na gerakan-gerakan yang ada di wilayah ini kita akomodir secara nasional di Indonesia. Setelah kita bentuk tentu tak lepas dari mandat, apa sebenarnya yang kita inginkan dan kita sepakati saat Jambore per-tama, berkaitan dengan program, konstitusi dan statuta segala ma-cam di situ bisa kita lihat.
Saya sebagai ketua Umum harus memilah-milah lagi, apa garis-garis besar program, apa rekomendasinya dan kita jadikan semacam master plan. Jabaran mandat dari Jambore itu ada lima hal yang jadi prioritas untuk gerakan awal ini. Setelah terbentuknya organisasi sayap AMAN tentu harus diperkuat, nantinya BPAN tidak hanya pengurus nasional saja, tetapi akan kita bentuk juga pengurus-pengurus tingkat wilayah, daerah hingga sampai ke kampung-kampung yang kita sebut komisariat kampung.
Untuk penguatan organisasi dalam satu tahun ini kita sudah membentuk 5 kepengurusan BPAN tingkat wilayah, tentu ini pen-capaian luar biasa. Pembentukan BPAN pertama di Kalimantan Barat, kemudian Maluku Utara, Kalimantan Selatan, menyusul Sumatera Utara, lalu baru-baru ini NTB.
Untuk Sumatera Utara, mereka sebenarnya sudah punya organisasi pemuda adat sendiri, BPA Sumut namanya. Karena kita mau menggerakkan secara nasional, mereka melebur ke dalam BPAN dan menyetujui statuta BPAN, jadilah pengurus di wilayah BPAN Sumut. Begitu juga dengan NTB, di sana su-dah ada BARALOSA (Barisan Pemuda Adat Lombok-Sumbawa), juga me-lebur ke-dalam gerakan BPAN.
Persoalannya bagaimana
agar gerakan pemuda adat ini diketa-hui oleh publik? Disitulah pentingnya mobilisasi dan peran propaganda media. Kita ada agenda kerja investi-gasi, mobilisasi dan propaganda me-dia. Bagaimana mobilisasi anggota, simpatisan dan lain sebagainya?. Bagaimana melakukan propaganda melalui media? itu penting. Karena media itu sebenarnya sebagai ujung tombak, corong untuk menyampaikan gerakan ke publik, itu yang ke-dua.
Yang ke-tiga, juga tak kalah penting, bagaimana supaya or-ganisasi ini menjadi wadah kaderisasi gerakan AMAN secara keseluruhan? itu penting, karena tetua-tua adat sudah capek maka perlu regenerasi, dari anak-anak muda inilah nantinya tampil ke depan meneruskan perjuan-gan para tetua.
Ada De-partemen pendikan dan Capacity Building, untuk menjawab bagaimana gerakan kaderisasi AMAN dari segi pemuda-nya. “Anggaplah anak muda ini sebagai senjata yang belum ada pelurunya dan peluru yang dimak-sud di sini adalah ilmu pengetahuan,” transfer kearifan lokal dan lain-lain.
Jadi ada training pemeta-an, training CO, Community Organ-iser, bagaimana pemuda mengorgan-isir komunitas. Training investigasi, bagaimana anak-anak muda ini men-jadi tim intelijen-nya masyarakat adat nantinya.
Misalnya ketika medannya begitu berat dan kita harus melewati medan itu, kasihan kan bapak-bapak tua harus melalui medan itu, harus-nya anak mudalah yang bergerak. Yang tua-tua sebagai penyemangat saja, yang turun ke–medan sulit sep-erti itu anak mudalah jadi garda de-pan. Itu yang ke-tiga.
Yang ke-empat; di lingkun-gan anak-anak muda ini kan banyak sekali membuat seni kreatifitas. Ada
yang bisa menganyam, ada yang bisa menari, sanggar-sang-
gar segala macam. Bagaimana itu bisa diakomodir. Yang ada sanggar mis-alnya kita rangkul,
kita kembangkan, dikemas dalam kesada-
ran bahwa sanggar-sanggar itu tak hanya sekedar sanggar hi-
buran. Tetapi harus ada sesuatu yang ingin disampaikan. Terus bagaimana seni kerajinan tangan membuahkan rupiah?, misalnya ekonomi kreatif juga kita akomodir.
“Kabarnya di Toraja ada anak muda yang lukisannya sampai ke-mana-mana, gitu kan? kek gitu itu kita akomodir tapi belum ter-realisasi secara maksimal,” itu yang ke-empat.
Terakhir yang ke-lima, bagaimana memastikan bahwa dalam gerakan BPAN, baik dalam penyeleng-garaan organisasi maupun dalam gerakannya, melibatkan perempuan. Supaya gerakan ini tak hanya didomi-nasi laki-laki, perempuan juga. Sebab ada hal-hal yang tak dikuasai laki-laki. Jadi agar ada balance, ada partisipasi gerakannya perempuan, karena ini wadah kaderisasi. Walau bagaiman-pun kita harus meng-kader pemudi dalam gerakan BPAN. Supaya kelak perempuan punya kesempatan dan
“Saya merasa bahwa organisasi
sayap belum ditempatkan sebagai sebuah kekuatan dalam gerakan AMAN. Sehingga banyak
kawan-kawan enggan membentuk dan menggerakkannya”
rubrik khusus
Aksi Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) di depan DPR RI: Sumber photo: Dokumen AMAN
35februari 2013
berpeluang dalam pengambilan kepu-tusan. Hak-hak mereka nantinya tera-komodir, itulah mandat dari Jambore.
Gaung; Apa sebenarnya hajatan Jambore itu?
Simon Pabaras;
Kalau di AMAN sendiri kan ada Kongres, telah disepakati bahwa BPAN ini adalah organisasi sayap, ti-dak boleh pakai kata kongres, karena hanya organisasi induk yang boleh menggunakan kata kongres. Kongres
AMAN adalah mekanisme dalam pen-gambilan keputusan ter-tinggi. Untuk sayap khususnya Barisan Pemuda Adat Nusantara, Jambore merupakan kegiatan pertemuan seluruh anggota pemuda-pemudi adat Nusantara, se-cara nasional dan itu jadi mekanisme pengambilan keputusan tertinggi dalam BPAN. Jambore itu diadakan setiap tiga tahun sekali. Pergantian Ketua Umum di situ juga dilakukan, macam-macam diatur di situ.
Gaung; Dalam perjalanan satu tahun BPAN apa yang jadi peng-hambat, komunikasi misalnya? apakah mandat dan program berjalan mulus?
Tentu saja ada hambatan-nya! “Anggaplah ini seperti manusia, dalam usia satu tahun kan banyak hambatan untuk berjalan, mulai dari merangkak dulu. Terutama dari segi human resources-nya (sdm) dan per-soalan klasik, seperti kesulitan finan-sial. Dengan kondisi minim pada peri-ode awal ini, kita kesulitan bergerak. Katakanlah memastikan bahwa agen-da organisasi jalan dengan adanya staf-staf, mengisi lima departeman yang ada di Pengurus Nasional. Siapa yang akan didatangkan untuk mengisi lima departemen yang ada?. “Ada eng-gak orang dari wilayah mau datang
kemari untuk mengisi departemen-departemen yang kosong, dengan tantangan; makan nggak makan asal ngumpul, asal bergerak?,”.
Kalau dalam komunikasi tak jadi masalah. Tapi dari segi organisasi, bagaimana induk memastikan sayap jalan, bagaimana memastikan pem-bentukan BPAN tidak hanya di pusat tapi juga di wilayah-wilayah, daerah-daerah dan di kampung-kampung.
“Saya merasa bahwa organ-isasi sayap belum ditempatkan seb-agai sebuah kekuatan dalam gerakan AMAN. Sehingga banyak kawan-kawan enggan membentuk dan menggerak-kannya” saya membacanya begitu, pungkas Simon Pabaras mengakhiri perbincangan kami senja itu.//*****
rubrik khusus
Aksi Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) di depan DPR RI: Sumber photo: Dokumen AMAN
Photo bersama Jambore Pemuda Adat Nusantara di Bogor: Sumber photo: Dokumen AMAN
Selamat Ulang Tahun
Barisan Pemuda Adat Nusantara
(BPAN)
29 Januari 2013
36februari 2013
Surat pembaca
salaM adat---
Majalah Gaun AMAN belum terlalu bagus tapi menarik untuk dibaca. Semoga majalah ini terus terbit dan berkembang untuk mem-beritakan kejadian - kejadian yang dialami oleh masyarakat adat. Seperti pelanggaran HAM maupun pelestarian budayanya, sering kali luput dari pemberitaan media cetak dan media elektronik Nasional. Saya sungguh berharap majalah ini terdistribusi hingga ke daerah dan komunitas-komunitas yang tersebar di Nusantara, supaya timbul rasa rasa solidaritas antar sesama komunitas Masyarakat Adat dan satu saat nantinya diharapkan bisa mendongkrak serta mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan dan mensahkan UU PPHMA se-hingga undang-undang ini bisa kita jadikan sebagai payung hukum bagi masyarakat adat di seluruh Nusantara.
Salam Masyarakat Adat, Horas! LAMBOK LUMBAN GAOLAMAN Tano Batak (Sipitu huta-Pandumaan )
salaM adat---
Bagus sekali isi majalah Gaung AMAN ini , dengan gaya ba-hasa yang sederhana dan mudah dipahami. Semoga majalah Gaung AMAN bisa memotifasi banyak orang, khususnya masyarakat adat yang terus dihantui oleh berbagai kebijakan pemerintah yang tak berpihak kepada masyarakat adat. Harapan saya semoga majalah GAUNG AMAN bisa didistribusikan ke berbagai pelosok di negeri ini serta bisa menjadi sumber pengetahuan baru bagi masyarakat adat.
HIDUP MASYARAKAT ADAT....!!!Salam dari sayaANDI LAHATA(Komunitas Serawai Seluma)PW.AMAN BENGKULU
salaM adat---
Majalah ini bagus dibaca karena semua permasalahan wilayah adat atau pun kegiatan masyarakat adat. Semoga nantinya se-mua berita bisa dimuat dalam majalah ini. Majalah Organisasi AMAN ini memberikan banyak informasi data data untuk orang banyak, khususn-ya masyarakat adat. Sehingga memberikan informasi & pengetahuan bagi masyarakat luas juga pemuda adatnya. Saran saya agar majalah Gaung AMAN ini selalu menghadirkan update terbaru masyarakat adat yang memberi Inspirasi pada masyarakat adat Nusantara. Terimakasih saya ucapkan kepada tim kerja majalah ini yang sudah memberi peng-etahuan ataupun pelajaran khususnya untuk saya dan juga kepada Masyarakat Adat Nusantara.
Jekki Angkat, AMAN Tanoh Pak pak Njuah njuah
Salam Bangkit Bersatu----
Gaung AMAN merupakan media informasi yang cukup efektif untuk menyampaikan berita, khususnya di beberapa Komu-nitas Masyarakat Adat gaung AMAN masih menjadi media selaintelevisi yang memberi berita yang cukup rinci tentang perkem-bangan yang terjadi di Nusantara. Kami dari Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) pun merasa bahwa Gaung AMAN membantu para kader muda di Ko-munitas Masyarakat Adat yang tidak mendapat akses komunikasi menjadi semakin faham dengan perkembangan dan tujuan dari gerakan Masyarakat Adat Nusantar. Pesan Pemuda untuk Gaung AMAN tetap berkarya dan berinovasi dalam mengisi konten berita dan maju terus Masyarakat Adat Nusantara
Tabe’, Hotuuu..u!Indra Wahid
Dear redaksi Gaung Aman
Terima kasih kami sudah menerima “Gaung Aman” edisi ke 46, dengan tampilan dan layout yang makin bagus. Sajian ber-ita dan foto-foto juga semakin baik dan cukup informatif. Hanya saja, kami melihat masih ada beberapa yang perlu perbaikan ke depan agar Gaung Aman tampil lebih menarik lagi, antara lain:
- Pemilihan huruf untuk judul-judul tulisan (artikel), ba rangkali akan lebih bagus kalau menggunakan Times New Roman, Calibry, atau Arial. - Bagaimana mengatasi agar jangan terlalu banyak space yang kosong (rata kanan-kiri), di samping terli hat kurang indah, sekaligus sebagai bentuk penghema tan kertas.- Ucapan duka sebaiknya jangan ditempatkan di sampul luar, karena hal ini merupakan bentuk penghormatan kita terhadap para almarhum. Sampul luar sebaiknya diisi dengan informasi lain (tentang buku dan produk AMAN lainnya)- Tulisan/artikel lebih baik lagi kalau mewakili berba gai wilayah anggota AMAN, mengingat anggota AMAN berada hampir di seluruh nusantara. Barangkali perlu membangun kesepakatan dengan anggota AMAN di wilayah-wilayah agar bersedia mengirimkan tulisan un tuk memperkaya isi Gaung Aman.
Demikian masukan dari kami, mudah-mudahan Gaung Aman ke depan tampil lebih menarik dengan sajian-sajian berita yang se-makin informatif.
salam(Suryati Simanjuntak)
37februari 2013
laporan keuanGan
Laporan Keuangan pB aMan per 31 Januari 2013
Penerimaan Dana terikat periode Juni 12-Jan 13
Jumlah Penerimaan Dana terikat periode Juni 12-Jan 13
Jumlah
AIPP - National Training on HRs 94,488,055.00 AIPP - National Training on HRs 94,573,880.00
AIPP - Study Trip In indonesia 93,661,725.00 AIPP - Study Trip In indonesia 93,661,725.00
AIPP- Miserior 188,100,800.00 AIPP- Miserior 104,063,000.00
AIPP - IPHRD 48,395,241.36 AIPP - IPHRD 48,622,608.00
RFN - REDD 1,943,415,124.55 RFN - REDD 942,799,616.00
IWGIA/AIPP - REDD 2,643,101,286.24 IWGIA/AIPP - REDD 703,156,900.00
TamalPais 971,154,305.00 TamalPais 544,916,399.25
GreenPeace 35,000,000.00 NCIV 248,399,600.00
NCIV 333,814,751.95 Tebtebba - REDD 262,500,000.00
Tebtebba - REDD 378,430,274.00 Kemitraan 469,505,780.00
Kemitraan 576,599,000.00 JSDF 492,699,563.00
JSDF 3,775,000,000.00 Saldo 4,004,899,071.25
Saldo 11,081,160,563.10
Pengeluaran Organisasi Jumlah
Penerimaan Dana tidak terikat Jumlah Musyawarah Wilayah 48,956,000.00
IURAN Komunitas 3,170,000.00 Musayawarah Daerah 70,670,000.00
IURAN Kader 497,000.00 Rapat Pengurus Besar 291,711,450.00
IURAN Kader Pemimpin 288,000.00 Rapat Kerja Nasional 64,960,000.00
IURAN Bebas dari Kader & Anggota 52,000.00 Rapat Kerja Wilayah 4,000,000.00
Donasi, sumbangan Staf dan lain-lain 651,365,875.57 Sumbangan/Donasi (acara adat, dll) 96,063,665.00
Saldo 655,372,875.57 Gaji Staf PB AMAN 739,100,000.00
11,736,533,438.67 Subsidi Operasional PEREMPUAN AMAN dan BPAN
120,000,000.00
Damannas 147,200,000.00
Sisa Dana per 31 January 2013 Jumlah Biaya Konsumsi Anak Magang 22,750,000.00
Kas 306,900.00 Biaya operasional dan kegiatan organisasi
251,000,000.00
Dana Proyek per 31 January 2013 6,825,752,552.07 Saldo 1,856,411,115.00
Dana Organisasi per 31 January 2013 49,412,890.21 5,861,310,186.25
Saldo per 31 January 2013 6,875,472,342.28
Piutang Organisasi kepada Proyek 200,789,149.57
Saldo 7,076,261,491.85
Kontak Person Laporan Keuangan:Rainny [email protected]
38februari 2013
laporan keuanGan
Tanggal Nama Keterangan Jumlah
IURAN ANGGOTA KOMUNITAS
30/09/2011 Burani Tadje Iuran Anggota Aman PD Muara Enim - Sumsel (Burani Tadje) 500,000
12/3/2012 Burani Tadje Iuran anggota bpk burani Tadje 500,000
4/17/2012 Burani Tadje Iuran anggota bpk burani Tadje 200,000
14/11/2012 Afrida Iuran Anggota Maluku - Pagu 240,000
13/11/2012 Afrida Iuran Anggota Maluku - Pagu 240,000
5/12/2012 Robinson Misi (kepala suku sahu)
Iuran Anggota Komunitas Sahu Jiotalai Padusua Kab. Halbar, Malut dari April 2010-2012
360,000
7/12/2012 Robinson Iuran Anggota Halmahera Barat an Robinson 400,000
10/12/2012 Ariana Iuran Anggota Kalbar an Ariana 250,000
20/12/2012 Romba Iuran anggota komunitas Bangadan Malimbong 240,000
20/12/2012 AMAN KALTENG Iuran anggota komunitas Makatip 240,000
IURAN KADER PEMIMPIN
2/2/2010 Ariana Iuran kader Pemimpin AMAN 72,000
29/08/2012 Hein Namotemo Iuran Kader Pemimpin AMAN 25,000
29/08/2012 Alex Sanggenafa Iuran Kader Pemimpin AMAN 25,000
29/08/2012 Kamardi Iuran Kader Pemimpin AMAN 25,000
29/08/2012 Rukmini Iuran Kader Pemimpin AMAN 25,000
29/08/2012 Emilia Kontesa Iuran Kader Pemimpin AMAN 25,000
29/08/2012 Ambu Naptamis Iuran Kader Pemimpin AMAN 25,000
29/08/2012 Alfi Syahrin Iuran Kader Pemimpin AMAN 25,000
29/08/2012 Isjaya Kaladen Iuran Kader Pemimpin AMAN 25,000
29/08/2012 Junus Ukru Iuran Kader Pemimpin AMAN 25,000
iuranKoMunitas anggota, Kader aMan dan suMBangan-suMBangan dari anggota untuK organisasi
39februari 2013
29/08/2012 Muhtarom Iuran Kader Pemimpin AMAN 25,000
29/08/2012 Jajang Kurniawan Iuran Kader Pemimpin AMAN 25,000
29/08/2012 Aleta Baun Iuran Kader Pemimpin AMAN 25,000
29/08/2012 Ludia Mentansan Iuran Kader Pemimpin AMAN 25,000
20/12/2012 Romba' Iuran kader Pemimpin AMAN 25,000
4/2/2012 Abdon Nababan Iuran kader Pemimpin AMAN 75,000
IURAN KADER PENGGERAK
29/08/2012 Simon Pabaras Iuran Kader Penggerak 24,000
4/2/2012 Arifin Saleh Iuran Kader Penggerak 48,000
4/2/2012 Eustobio Iuran Kader Penggerak 48,000
6/2/2012 Mahir Takaka Iuran Kader Penggerak 48,000
6/2/2012 Silvia Iuran Kader Penggerak 24,000
6/2/2012 Rainny Situmorang Iuran Kader Penggerak 48,000
6/2/2012 Mina Susana Setra Iuran Kader Penggerak 48,000
SUMBANGAN ORGANISASI
29/08/2012 Simon Pabaraas Sumbangan Oganisasi 4,000
5/12/2012 Robinson Misi (kepala suku sahu)
sumbangan organisasi dari anggota Komunitas Sahu Jiotalai Padusua Kab. Halbar, Malut
40,000
4/2/2012 Arifin Saleh Sumbangan organisasi 2,000
4/2/2012 Eustobio Sumbangan organisasi 2,000
6/2/2012 Rainny Situmorang Sumbangan organisasi 2,000
6/2/2012 Silvia Sumbangan organisasi 2,000
Total 4,007,000
KoMunitas anggota, Kader aMan dan suMBangan-suMBangan dari anggota untuK organisasi
laporan keuanGan
40februari 2013
Surat EdaranPenarikan Iuran Anggota
No. Surat : 25/Edaran-SEKJEN/PB AMAN/IX/2012
Perihal : Penarikan Iuran Anggota AMAN
Sifat : Perhatian
Kepada Yth ;
Komunitas Adat
Anggota AMAN di seluruh Nusantara
Dengan hormat,
AMAN telah berdiri sejak Kongres Masyarakat Adat Nusantara I (KMAN I) tahun 1999 dan sudah
melewati KMAN IV 2012 di Tobelo Kaputen Halmahera Utara propinsi Maluku Utara. Dari periode
ke periode terus terjadi pertambahan jumlah anggota AMAN, Di KMAN I tahun 1999 anggota
AMAN hanya berjumlah 360 komunitas ditambah dengan organisasi masyarakat adat yang
telah terbentuk. Di tahun 2003 KMAN II jumlah anggota AMAN berjumlah 777, pada tahun 2007
KMAN III jumlah anggota AMAN berjumlah 1696 dan kemudian pada KMAN IV tahun 2012 jumlah
anggota AMAN bertambah menjadi 1992 komunitas adat.
Dalam rentang waktu hampir 14 tahun perjalanan organisasi ini, dengan penambahan jumlah
anggota yang begitu cepat dan besar maka sudah seharusnya penggalangan dana organisasi
secara bertahap dilakukan dengan cara mandiri. Ketergantungan dengan lembaga donor
seperti saat ini, dalam jangka panjang akan membahayakan keberadaan dan kredibilitas AMAN
sebagai ORMAS yang independen berbasis anggota. AMAN secara bertahap harus melakukan
penganeka-ragaman sumber pendanaan, salah satunya dana dari iuran anggota dan sumbangan
komunitas masyarakat adat yang sudah menjadi anggota AMAN.
Iuran anggota adalah kewajiban yang sudah diatur di dalam Anggaran Dasar AMAN yang
jumlahnya Rp.120.000; (seratus dua puluh ribu rupiah) per-tahun/komunitas Adat. AMAN harus
memulai gerakan kemandirian ekonomi dengan memastikan pembayaran iuran tahunan
sebagai bakti material keterikatan Masyarakat Adat (Anggota) dengan AMAN sebagai organisasi
perjuangan bersama mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan kemartabatan.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, melalui surat edaran ini, saya sebagai Sekjen AMAN yang
bertanggung-jawab atas PENARIKAN IURAN ANGGOTA AMAN menyampaikan hal penting tentang
tata cara pembayaran iuran anggota AMAN sebagai berikut:
Penarikan iuran dilakukan oleh Pengurus Besar, Pengurus Wilayah atau Pengurus Daerah atau
dikirimkan sendiri oleh Komunitas Adat melalui rekening khusus Iuran PB AMAN,
iuran anggota
41februari 2013
terhitung sejak tahun diterima dan disahkan sebagai anggota.
Besaran iuran komunitas masyarakat adat anggota AMAN jumlahnya sebesar Rp. 120.000
(Seratus Dua Puluh Ribu Rupiah) per tahun yang ditetapkan oleh Anggaran Dasar AMAN.
Iuran disetorkan atau dikirimkan melalui Rekening Khusus Iuran atas Nama Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara Bank Mandiri cabang Pejaten, Jakarta No.Rekening:
127.00.0644161.1
Iuran juga dapat disetorkan melalui Wesel pos ke Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Jl. Tebet
Timur Dalam No.11 A Jakarta Selatan 12820.
Semua pengiriman atau setoran harus mencantumkan nama komunitas dan Konfirmasi atau
Pemberitahuan bahwa PW atau PD atau Komunitas telah mengirimkan iuran dapat di kirimkan
SMS pemberitahuan ke Nomor 081218334211 atau email: [email protected]
Persentase pembagian (alokasi) iuran yang ditetapkan oleh Anggaran Rumah Tangga dan
Keputusan RPB X yaitu : 40 % untuk Pengurus Daerah, 30% untuk Pengurus Wilayah dan 30%
untuk Pengurus Besar
Setiap Komunitas adat anggota AMAN yang membayar iuran akan di publikasikan atau di
umumkan melalui media AMAN antara lain website AMAN, Gaung AMAN dan SMS Adat.
Setiap komunitas adat yang telah melakukan pelunasan iuran anggota akan menjadi bahan
pertimbangan dalam penyelenggaraan upaya-upaya perlindungan, pembelaan, dan pelayanan
AMAN sebagai Organisasi kepada anggota.
Bergerak dan majunya organisasi ini kedepan, kedaulatan sepenuhnya berada di tangan
komunitas adat sebagai anggota AMAN. Demikian pemberitahuan penarikan iuran ini di
sampaikan , atas perhatian dan kerjasama yang baik di ucapkan terimakasih.
Hormat Kami,
Abdon Nababan
Sekretaris Jenderal AMAN
Tembusan:
1. Seluruh Ketua BPH AMAN Wilayah
2. Seluruh Ketua BPH AMAN Daerah
3. DAMANNAS (sebagai laporan)
4. ARSIP
iuran anggota
42februari 2013
Agenda Kegiatan
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
Bulan Oktober 2012Tanggal Kegiatan Yang Dihadiri AMAN
1-19 Oktober 2012 COP 11 Konvensi keanekaragaman Hayati dan MOP 6 Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati di Hyderabad, India
1-2 Oktober 2012 Workshop EITI/Makasar (1-2 Oktober 2012)
2 Oktober 2012 Kajian Indikator Kemajuan forest governance Pusat perubahan Iklim & Kebijakan Kehu-tanan di Braja Mustika Hotel, Bogor
3 Oktober 2012 Penyelenggaraan FGD "Strategi Global untuk konservasi Tumbuhan (GSPC) dan upaya implementasi bagi pelestarian tumbuhan di Indonesia di LIPI, Bogor
1-7 Oktober 2012 The study trip to Central Sulawesi - AIPP/AMAN
9 Oktober 2012 FGD mengenai dukungan Tata Kelola Kehu-tanan berkelanjutan yang partisipatif dalam implementasi REDD+ di Indonesia. Hotel Sofyan betawi, Jakarta
9 - 17 Oktober 2012 "EMERGENCY RESPONSE CAPACITY BUILDING: Project Design and Monitoring & Evaluation di Yogyakarta"
10 Oktober 2012 Forum diskusi strategi kemitraan negara bank dunia untuk Indonesia di Stefan K, Jakarta.
10 Oktober 2012 Konferensi Negara Hukum. Hotel Bumikarsa Bidakara, Jakarta
19 Oktober 2012 Membicang RUU Perlindungan dan pengatu-ran Masyarakat Adat dari Berbagai sudut pandang. Newseum, Jakarta
22 Oktober 2012 Rencana Strategi Media Infokom AMAN. Di Hotel Sofyan, Jakarta
KalenDer aman
43februari 2013
kalenDer aMaN
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
22 Oktober 2012 Konsultasi Publik rencana makro Pemanta-pan kawasan hutan di Grand Quality Hotel, Yogyakarta
29 Oktober 2012 menghadiri konsultsi Nasional Hasil pen-gumpulan Data tata kelola hutan kesiapan REDD+ di Hotel Sangrila, Jakarta
29 Oktober 2012 "Refleksi Kegiatan (Stock Taking) dan Ren-cana Kedepan Pembangun Rendah Karbon Di Provinsi Papua Jayapura. Papua Low Carbon Development Task Force"
30 Oktober 2012 The 5Th Program Executive Board Meeting UN-REDD Programme Indonesia di Jakarta
Bulan November 2012Tanggal Kegiatan Yang Dihadiri AMAN
2 November 2012 Pameran Foto suku using di GFJA, Jakarta
4 November 2012 Pemantauan pelaksanaan HAM Masyarakat adat dayak di Samarinda
5 – 8 November 2012 "Workshop dan Pelatihan tentang Isu Bio-massa Masyarakat Adat di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah
7 November 2012 Anggaran Konsultasi RUU PPMA di Maluku Utara
9 November 2012 Workshop Project Pipeline Portfolio
14 November 2012 Anggaran Konsultasi RUU PPMA di Kalimantan Selatan
15-19 November 2012 JOAS Committee Exposure Visit to Aman. Palu dan jakarta
15-18 November 2012 Rapat Pengurus Besar AMAN ke XI di Banyu-wangi
19-20 November 2012 "ILO and UNDP APRC Joint Workshop on Masyarakat Adat Issues at Borobudur Hotel Jakarta
44februari 2013
10-12 Desember 2012 "Expert Workshop on Best Practices for REDD+ and Forestry di Bali, Indonesia"
17-18 Desember 2012 "Rapat Kerja Proyek Improving Governance for Sustainable Indigenous Community Livelihoods in Forested Areas “Konsolidasi Kesiapan Organ-isasi dan Perencanaan Strategi Implementasi” di Saung Dolken, Bogor"
Bulan Januari 2013Tanggal Kegiatan Yang Dihadiri AMAN
4-6 Januari 2013 "Musyawarah Daerah AMAN Tanah Rejang Propinsi Bengkulu"
8 Januari 2013 Konsultasi RUU PPMA di NTB
9-10 Januari 2013 Musyawarah Wilayah di NTB
12-17 Januari 2013 Konsultasi RUU PPMA di Riau
12-17 Januari 2013 "Pesta Adat Gawai Gedang Talang Mamak “ Memperkokoh Kebersamaan, Mewujudkan Pen-gakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Talang Mamak Yang Berdaulat, Mandiri Dan Bermartabat ” Indragiri Hulu , Riau."
14-18 Januari 2013 Training Software Keuangan Accurate di Bogor
20-24 Januari 2013 "Lokakarya Ahli: Memfasilitasi Dialog dalam Mengatasi Konflik Sumber Daya Alam: Memban-gun Komunitas Fasilitator Perdamaian Konflik SDA di Indonesia.Hotel Holiday Inn, Bali."
27 Januari 2013 MUSYAWARAH DAERAH ( MUSDA ) AMAN SERDANG
21-24 Januari 2013 Training Technical and Financial Support for Indigenous Communities di CICO Resort, Bogor.
29 Januari 2013 Presentasi Protokol Nagoya di Komisi VII DPR RI
KalenDer aman
45februari 2013
Rumah Panjang
46februari 2013
Galeri
Peserta RAKERNAS AMAN ke II di Kabupaten Luwu Utara
Persiapan Peserta RAKERNAS AMAN II Menuju Rinding Allo
Kondisi jalan yang Menantang menuju lokasi RAKERNAS AMAN II di Rinding Allo
Lensa RAKERNAS AMAN ke II 2011
47februari 2013
Galeri
Lensa PRA RAKERNAS AMAN ke III 2013
Rumah Panjang photo bersama Masyarakat Adat Tumbang Malahoi
Pertemuan para SK, PD Kab. Gunung Mas, Persiapan RAKERNAS AMAN ke III
Peninjau lokasi RAKERNAS AMAN ke III
Photo bersama Panitia RAKERNAS AMAN ke III dengan Bupati Gunung Mas