gas trok
TRANSCRIPT
KONTRAKSI OTOT GASTROKNEMUS DAN OTOT JANTUNG KATAK
Oleh :
Nama : Siti Nur AzizahNIM : B1J011086Rombongan : IIKelompok : 1Asisten : Santi Herowati
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Otot rangka adalah masa otot yang bertaut pada tulang yang berperan
dalam menggerakkan tulang-tulang tubuh. Otot rangka dapat kita kaji lebih
dalam misalnya dengan mempelajari otot gastroknemus pada katak. Otot
gastroknemus katak banyak digunakan dalam percobaan fisiologi hewan. Otot
ini lebar dan terletak di atas fibiofibula, serta disisipi oleh tendon tumit yang
tampak jelas (tendon Achillus) pada permukaan kaki (Kimball, 1996).
Kontraksi otot didefinisikan sebagai pembongkaran aktif tenaga dalam
otot. Penggunaan tenaga oleh otot pada beban eksternal disebut tekanan otot.
Jika tekanan yang terbentuk oleh otot lebih besar dari penggunaan tenaga
eksternal pada otot oleh beban, maka otot akan memendek. Jika penggunaan
tenaga dengan beban lebih besar atau sama dengan tekanan otot, maka otot
tidak memendek. Mekanisme kerja otot pada dasarnya melibatkan suatu
perubahan dalam keadaan yang relatif dari filamen-filamen aktin dan myosin.
Selama kontraksi otot, filamen-filamen tipis aktin terikat pada dua garis yang
bergerak ke Pita A, meskipun filamen tersebut tidak bertambah banyak.
Namun, gerakan pergeseran itu mengakibatkan perubahan dalam penampilan
sarkomer, yaitu penghapusan sebagian atau seluruhnya garis H. selain itu
filamen myosin letaknya menjadi sangat dekat dengan garis-garis Z dan pita-
pita A serta lebar sarkomer menjadi berkurang sehingga kontraksi terjadi.
Kontraksi berlangsung pada interaksi antara aktin miosin untuk membentuk
komplek aktin-miosin (Hill, 1989).
Otot rangka memiliki organisasi hirarki yang kompleks di mana ribuan
kekuatan yang memproduksi otot serat-serat disusun dalam jaringan jaringan
ikat. Sifat-sifat serat individu telah dipelajari dalam isolasi selama empat
dekade terakhir (Gordon et al., 1966). Namun, bagaimana perilaku dari serat
otot dapat berubah setelah mereka diatur dalam otot tidak dipahami dengan
baik. Meskipun bisep brachii biasanya dianggap memiliki arsitektur paralel
fibered, yang memiliki fasikula susunan geometri yang lebih kompleks yang
berpotensi dapat memberikan kontribusi untuk seragam shortening. Sebagai
contoh, pemendekan otot dapat dipengaruhi oleh perbedaan panjang dari
fasikula tengah dan anterior fasikula atau kelengkungan anterior fasikula
(Blemker, 2004).
Kontraksi otot dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu kontraksi isometrik
dan kontraksi isotonik. Kontraksi isometrik adalah saat dimana tidak terjadi
perubahan panjang otot. Kontraksi isotonik adalah saat dimana otot
memendek selama kontraksi. Tubuh hewan sebenarnya tidak secara nyata
mengalami isometrik dan isotonik. Hal ini terjadi karena biasanya baik
panjang maupun beban otot akan berubaha selama kontraksi (Yuwono, 2001).
Otot jantung merupakan otot seranlintang yang sifatnya involuntari
yang artinya kerjanya tidak dipengaruhi oleh otak. Otot jantung ditemukan
hanya pada bagian jantung yang mempunyai ciri-ciri bergaris-garis seperti
pada otot sadar. Perbedaannya adalah serabutnya bercabang dan mengadakan
anastomose yaitu bersambung satu sama lain, tersususun memanjang seperti
pada otot bergaris. Kontraksi otot jantung akan lebih kuat bila sedang
renggang dan bila suhunya cukup panas kelelahan dan dingin akan
memperlemah konstraksi. Jaringan otot dibedakan menjadi tiga macam yaitu
otot polos,otot lurik dan otot jantung (Agung, 2007).
I.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui efek perangsangan
elektrik terhadap besarnya respon kontraksi otot gastroknemus dan efek
perangsangan kimia terhadap kontraksi otot jantung katak.
II. MATERI DAN CARA KERJA
II.1 Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pinset, jarum
preparat, gunting, kimograf dan asesorisnya, benang, pipet, beaker glass dan
bak preparat.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah (Fejervarya
cancrivora), larutan ringer Asetilkolin 3-5 %.
II.2 Cara Kerja
I.1.1 Pengukuran konstraksi otot gastronemus
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Katak hijau/sawah dimatikan dengan cara merusak otak dan sumsum
tulang belakang dengan jarum preparat.
3. Katak ditelentangkan di atas bak preparat dan buat irisan kulit pada bagian
pergelangan kaki dengan cara melingkar. Pemotongan harus dengan hati-
hati agar tidak memotong tendon atau otot yang ada dibawahnya.
4. Bagian kulit katak yang sudah diiris melingkar lalu di singkap hingga
kulitnya terbuka hingga lutut.
5. Pisahkan otot gastroknemus dari otot lain pada tungkai bawah. Lakukan
pemisahan dengan cara hati-hati agar tidak merusak otot gastroknemusnya.
6. Otot gastroknemus harus selalu dibasahi dengan larutan ringer (asatilkolin)
dengan pipet tetes.
7. Otot gastroknemus diikat dengan menggunakan benang untuk
mempermudah pada saat pemasangan di kimograf.
8. Katak dipasangkan pada papan fiksasi yang terdapat pada asesori
kimograf.
9. Nyalakan kimograf dan amati dan catat skala pada kimograf untuk tiap
rangsangan elektrik yang digunakan yaitu 0, 5, 10, 15, 20, 25 Volt.
I.1.2 Pengukuran konstraksi otot jantung
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Katak dimatikan dengan cara merusak otak dan sumsum tulang belakang
dengan jarum preparat.
3. Bagian abdominal katak dibedah dengan cara menggunting dari arah perut
ke arah jantung hingga jantung katak terlihat.
4. Sobek selaput jantung katak atau perikardium.
5. Teteskan 2 tetes Asetilkolin 3-5%.
6. Amati jantung katak selama 15 detik.
7. Bandingkan detak jantung katak sebelum dan sesudah ditetesi Asetilkolin
3-5%.
8. Hitung detak jantung katak tiap 15 detik dan catat hasilnya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Hasil
Tabel 1. Pengukuran Kontraksi Otot Gastroknemus pada Katak
No Voltage (Volt) Amplitudo (mm)
1 0 0
2 5 0
3 10 0
4 15 3
5 20 48
6 25 38
Tabel 2. Pengukuran Kontraksi Otot Jantung
Kelompok Asetil Kolin 3 %
Sebelum Sesudah
1 28 dj 32 dj
2 76 dj 36 dj
3 64 dj 56 dj
4 8 dj 32 dj
Grafik 1. Hubungan Voltase dengan Amplitudo pada Kontraksi Otot Gastroknemus
0 5 10 15 20 250
10
20
30
40
50
60
Amplitudo
Voltase
Am
plit
udo
III.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan kontraksi otot gastroknemus katak pada
voltase 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 didapatkan hasil amplitudo berturut-turut 0
mm, 0, mm, 0 mm, 3 mm, 48 mm, dan 38 mm. Hildebrand (1974)
menyatakan bahwa voltase yang diberikan terhadap otot akan mempengaruhi
besarnya respon dalam bentuk amplitudo. Namun, hasil yang didapatkan
ternyata tidak sesuai dengan pernyataan Kimball (1992), yang menyatakan
bahwa kekuatan kontraksi otot meningkat dengan meningkatnya jumlah
serabut individu yang berkontraksi, sehingga pada hewan yang utuh kekuatan
respon muscular itu dikendalikan oleh jumlah satuan motor yang dibuktikan
oleh system syaraf pusat. Kejutan yang lemah tidak akan berpengaruh sama
sekali jika tercapai ambang otot yang agak mengejang, kemudian karena
kekuatan rangsang itu ditinggalkan maka akan banyak kontraksi meningkat
sampai maksimum.
Menurut Agung (2007) Kontraksi otot dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain :
1. Treppe atau staircase effect, yaitu meningkatnya kekuatan kontraksi
berulang kali pada suatu serabut otot karena stimulasi berurutan berseling
beberapa detik. Pengaruh ini disebabkan karena konsentrasi ion Ca2+ di
dalam serabut otot yang meningkatkan aktivitas miofibril.
2. Summasi, berbeda dengan treppe, pada summasi tiap otot berkontraksi
dengan kekuatan berbeda yang merupakan hasil penjumlahan kontraksi
dua jalan (summasi unit motor berganda dan summasi bergelombang).
3. Fatique adalah menurunnya kapasitas bekerja karena pekerjaan itu sendiri.
4. Tetani adalah peningkatan frekuensi stimulasi dengan cepat sehingga tidak
ada peningkatan tegangan kontraksi.
5. Rigor terjadi bila sebagian terbesar ATP dalam otot telah dihabiskan,
sehingga kalsium tidak lagi dapat dikembalikan ke RS melalui mekanisme
pemompaan.
Jantung merupakan organ penting dalam tubuh manusia yang
difungsikan untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Darah yang dipompa ke
seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah membawa zat-zat yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh. Pemompaan darah dipicu oleh simpul SA yang
terdapat di sebelah serambi kiri jantung (Agung, 2007). Ototnya tersusun atas
sel otot jantung atau sel otot kardiak. Sel ini tidak dipengaruhi oleh kehendak,
yaitu sel otak tak sadar. Jantung katak sudah terbagi atas tiga bagian, yaitu
dua serambi (atrium) dan satu bilik (ventrikel). Serambi menerima aliran
darah yang masuk ke jantung, sedangkan bilik jantung mempunyai dinding
otot yang tebal karena bertugas memompa darah. Darah bersih yang berasal
dari serambi kiri masih bercampur dengan darah yang belum dibersihkan dari
serambi kanan. Hal ini disebabkan karena katak hanya memiliki satu bilik
(Mahardono et al., 1980).
Kontraksi otot terjadi bukan karena proses pemendekkan dari filamen-
filamen yang membangunnya, tetapi merupakan peristiwa pergeseran antara
filamen kasar (miosin) dan filamen halus (aktin) sehingga menambah
overlapping di antara kedua filamen tersebut. Proses ini memerlukan bantuan
masuknya ion Ca2+, ke dalam akson untuk membebaskan asetilkolin yang
berperan sebagai neurotransmiter. Melekatnya asetilkolin pada reseptor
membran akan meningkat-kan permeabilitas membran terhadap ion Na+, ion
itu masuk ke dalam sel otot, sehingga akan terjadi depolarisasi, yang
selanjutnya akan menimbulkan potensial aksi yang akan dirambatkan ke
sepanjang serabut otot. Agar supaya pulsa impuls terus berjalan, maka
molekul asetilkolin yang berinteraksi dengan reseptor harus dimusnahkan.
Dalam hal ini dilakukan oleh enzim kolinesterase yang akan mengubah
kolinesterase menjadi kolin dan asam asetat. Selanjutnya kolin akan berdifusi
kembali ke dalam akson, sedangkan asam asetat akan masuk dalam sirkulasi
darah (Silverthorn, 2001).
Konstraksi otot gastroknemus pada katak dapat dideteksi dengan
menggunakan alat kimograf. Kimograf dapat mengetahui respon biologis atau
fisiologis dengan menggunakan menggunakan metode fisika mekanik. Bagian
gastroknemus katak yang telah dilemahkan, dipasang pada alat dan diberi
beban serta dialiri listrik. Besar konstraksi otot pada alat ditampilkan berupa
garis grafik pada kertas yang telah dipasang. Setiap panjang goresan tersebut
dinamakan amplitudo. Menurut Surigi (1988) menyatakan bahwa panjang
amplitudo menggambarkan besarnya konstraksi.
Otot merupakan sistem biokontraktil dimana sel-sel atau bagian dari sel
memanjang dan dikhususkan untuk menimbulkan tegangan pada sumbu yang
memanjang. Otot merupakan jaringan yang umum pada bagian tubuh
kebanyakan binatang yang terdiri atas sel panjang atau benang-benang khusus
untuk konstraksi. Hal itu menyebabkan adanya pergerakan dari tubuh dan
bagian kerja otot adalah volontari (dibawah kontrol kesadaran) atay
involontari (tidak dibawah kontrol kesadaran). Struktur mereka adalah halus
(benang tanpa lurik) atau lurik (benang serat lintang) dan terdapat dua jenis
jaringan otot yaitu involuntari lurik atau kardiak (jantung) dan voluntari lurik
atau otot rangka badan (Hickman, 1992).
Konstraksi otot didefinisikan sebagai pembongkaran aktif tenaga dalam
otot. Penggunaan tenaga oleh otot pada beban eksternal disebut tekanan otot.
Apabila tekanan yang terbentuk oleh otot lebih besar dari penggunaan tenaga
eksternal pada otot oleh beban, maka otot akan memendek atau dapat disebut
kontraksi isotonik dan apabila penggunaan tenaga dengan beban lebih besar
atau sama dengan tekanan otot, maka otot tidak memendek (tidak berubah)
atau sering disebut dengan konstraksi isomerik (Hill, 1989). Konstraksi otot
dikendalikan oleh sistem syaraf. Otot rangka sepenuhnya bergantung pada
stimulan syaraf untuk konstraksinya. Apabila ada yang menghambat
perlakuan impuls syaraf melalui neuron motor menuju suatu otot maka otot
akan lumpuh, konstraksi otot dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang
menghasilkan suatu tegangan dalam otot dan biasanya disebabkan oleh suatu
impuls syaraf (Ville et al., 1988).
Konstraksi otot melibatkan komponen zat kimia dalam otot tersebut.
Zat kimia terpenting yang terdapat dalam otot rangka yang berperan dalam
distribusi dan pergerakan adalah ion kalsium. Sekurang-kurangnya terdapat
empat protein yaitu aktin, M-protein, troponin dan tropomiosin. Urutan
kejadian dalam stimulus dan konstraksi pada otot meliputi stimulus,
konstraksi dan relaksasi (Gordon, 1997).
Menurut Ganong (1992) tahapan dalam kontraksi otot meliputi :
1. Pelepasan muatan listrik neuron motorik
2. Pelepasan transmitter (asetilkolin) pada lempengan akhir motorik
3. Pengikatan asetilkolin ke reseptor asetilkolin nikotinik
4. Peningkatan kondukstan Na+ dan K+ dalam membran lempengan akhir
5. Pembentukan potensial lempengan akhir
6. Pembentukan potensial aksi dalam serabut otot
7. Penyebaran depolarisasi ke dalam sepanjang tubulus T
8. Pelepasan dari sistema terminalis reticulum sarkoplasma serta difusi ke
dalam filamen tebal dan tipis
9. Pengikatan Ca2+ ke troponin C, pembukaan tempat pengikatan miosin ke
atas aktin.
10. Pembentukan hubungan silang antara aktin dan myosin serta peluncuran
filament tipis diatas filament tebal yang menimbulkan pemendekan
Praktikum kontraksi otot gastroknemus dan otot jantung katak
menggunakan Kimograf universal beserta perlengkapannya yang berfungsi
untuk melihat aktifitas kontraksi otot gastroknemus maupun otot jantung
katak. Setelah kulit katak disingkap di sekitar otot gastroknemus, otot
gastroknemus harus ditetesi terus-menerus dengan menggunakan larutan
ringer. Fungsi dari larutan ringer adalah untuk membasahi sel atau otot
gastroknemus agar tetap hidup sedangkan. Sedangkan, ketika praktikum otot
jantung pada katak menggunakan larutan asetilkolin 3%. Fungsi dari larutan
asetilkolin adalah untuk meningkatkan kontraksi otot jantung katak. Rosser et
al., (2003) menyatakan bahwa di dalam otot terdapat reseptor asetilkolin
(acetylcholine receptor, AChR) yang terdistribusi dengan densitas rendah
dalam plasmalemma. Selain AChR, terdapat myosin heavy-chain (MyCH)
yang berkorelasi dengan kecepatan kontraksi otot.
Serangan listrik adalah kerusakan yang disebabkan oleh adanya aliran
arus listrik yang melewati tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun
menyebabkan terganggunya fungsi organ. Akibat sengatan ini dapat terjadi
pada kontak dengan aliran listrik bertegangan tinggi ataupun rendah. Listrik
dengan tegangan rendah lebih sering menjadi penyebab pada sengatan akibat
listrik yang terjadi pada lingkungan rumah tangga, sering disertai adanya
tetani otot pada daerah kontak listrik, dan dapat mengakibatkan gangguan
pada jantung yang dapat berakibat fatal. Umumnya otot ekstrimitas secara
langsung terkena dampak sengatan listrik, dan trauma listrik pada jaringan ini
memiliki gambaran histopatologi yang spesifik dimulai dengan proliferasi
sarkolema sebagai gambaran kerusakan tingkat awal sampai terjadinya
nekrosis otot yang difus dan luas. Gambaran kerusakan otot ekstrimitas akibat
paparan arus listrik penting dalam membantu diagnosis trauma sengatan
listrik. Otot Gastroknemus dipilih sebagai sampel pada penelitian ini karena
sel-sel ototnya memiliki sifat excitable cell yaitu dapat dirangsang oleh arus
listrik. Otot tersebut merupakan otot ekstremitas dengan volume yang besar
sehingga dapat mempemudah penelitian (Zidni, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fisiologis jantung antara lain:
temperatur lingkungan, zat kimia (alkohol), ukuran tubuh dan umur. Hewan-
hewan kecil mempunyai frekuensi (frekuensi pulsus) denyut jantung yang
lebih cepat dari pada hewan yang besar. Hal ini disebabkan hewan kecil
memiliki kecepatan metabolisme yang lebih tinggi pada setiap unit berat
badannya. Hewan yang muda memiliki frekuensi pulsus yang lebih cepat dari
pada hewan dewasa. Hal ini disebabkan karena pengaruh hambatan nerves
vagus pada hewan-hewan muda belum berkembang (Yuwono, 2001).
Menurut Silverthorn (2001), mekanisme kerja otot jantung dipengaruhi
oleh syaraf, hormon, otak dan CO2. Syaraf yang mempengaruhi kerja jantung
yaitu syaraf simpatik yang bekerja memperlambat kerja jantung, dan syaraf
simpatik yang bekerja untuk mempercepat denyut jantung. Pelepasan hormon
nonadrenalin akan mempercepat kontraksi jantung. Medula oblongata pada
otak mengontrol pemacu denyut jantung. Meningkatkan konsentrasi CO2
dalah darah akan meningkatkan kecepatan kontraksi jantung.
Percobaan respon kontraksi otot jantung pada katak yang bertujuan
untuk mengetahui kontraksi otot jantung dalam keadaan normal dan adanya
stimulus berupa asetikolin ternyata tidak berhasil. Fungsi asetikolin adalah
sebagai neurotransmitter atau untuk memberi rangsangan kimiawi pada otot
jantung. Otot jantung akan diukur kontraksinya harus selalu dibasahi dengan
larutan ringer agar jaringan tetap hidup. Hasil dari pengamatan kontraksi otot
jantung katak diperoleh nilai sebesar 9 kali denyutan sebelum ditetesi dengan
larutan asetilkolin 3% dan diperoleh nilai sebesar 9 denyutan sesudah ditetesi
dengan larutan asetilkolin. Hal ini menunjukan bahwa hasil praktikum
kelompok kami tidak sesuai dengan referensi, yang seharusnya setelah
ditetesi dengan asetilkolin maka detak jantung katak akan semakin cepat.
Transmisi pada hubungan neuromuskuler dan sinaps tertentu lainnya
melibatkan sekresi dan komeresepsi asetikolin. Perangsang yang kuat ini
menyebabkan depolarisasi setempat dari membran sel otot, yang memulai
penyebaran impuls dalam membran dan menyebabkan kontraksi serabut otot.
Serabut simpatik post ganglion mempercepat denyut jantung dengan
melepaskan norepinefrin. Serabut demikian disebut adrenegrik, sedangkan
serabut yang mengeluarkan asetikolin disebut kolinergik (Ville et al., 1988).
Proses kontraksi otot diatur oleh reseptor dan protein kontaksi yaitu
aktin dan myosin. Perubahan potensial membran, dibawa ke dalam oleh
potensial atau oleh aktivasi ion-ion di dalam membran plasma, dapat juga
memicu kontraksi. Kontraksi dapat terjadi, Rantai terang myosin kinase
(Myosin Light Chain Kinase) untuk melakukan phosphorilasi rantai terang
20-kDa pada myosin, memungkinkan interaksi molekuler pada myosin dan
aktin. Energy dihasilkan oleh ATP oleh aktivitas myosin ATPase yang
dihasilkan dalam siklus myosin yang berkebalikan dengan aktin selama
kontraksi (Webb, 2010).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan refleks spinal pada katak
dapat disimpulkan bahwa :
1. Kontraksi otot gastroknemus pada katak baru bereaksi pada voltage 15, 20
dan 25, berturut-turut sebesar 3, 48 dan 38.
2. Untuk pengukuran konstraksi otot jantung katak menunjukkan data sebanyak
7 denyut sebelum ditetesi Asetilkolin 3 % dan 9 denyutan setelah di tetesi
Asetilkolin 3 %.
.
DAFTAR REFFERENSI
Agung, Raka dan Suryawan,Adi. 2007. Pereancangan dan Realisasi Penghitung Frekuensi Detak Jantung Berbasis Mikrokontrole AT89S52. Teknologi Elektro. Vol. 13 6 No. 2.
Blemker S. S., Pinskya P. M., Delpa S. L. 2004. A 3D Model of Muscle Reveals The Causes of nonuniform Strains in The Biceps Brachii. Journal of Bioechanics (38). 657-665.
Ganong, W. F. 1992. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.
Gordon, M. S., G. A. Bortholomew., A. D. Grinell., C. B. Jorgenscy and F. N. White. 1997. Animal Physiology.: Principle and Adaptation, 4th Edition. MacMillan Publishing Co INC, New York
Hickman, C. D. and C. P. Jr. Hickman. 1992. biology of Animal. The CV. Mosby Company, Saint Louis.
Hildebrand, M. 1974. Analisis of Vertebrae Structure. John Willey and sons, Inc. Canada.
Hill, R. W. and G. A. Wyse. 1989. Animal Physiology Second ed. Harper and Collins Inc., New York.
Kimball, J. W. 1996. Biologi Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Mahardono, A., Pratignyo, S., dan Iskandar S. 1980. Anatomi Katak. PT. Intermasa, Bandung.
Rosser, B.W.C. and Bandman, E. 2003. Heterogeneity of Protein Expression Within Muscle Fibers. J Anim Sci. : 81: 94-101.
Silverthorn, D.O. 2001. Human Physiology an Integrated Approach Second Edition. Prentice Hall, New York.
Ville, C. A., F. W. Warren, and R. D. Barnes. 1988. General Biology. W. B. Saunders Co., New York.
Webb, R. Clinton. 2010. Smooth Muscle Contraction and Relaxation. Advances In Physiology Education. Volume 27 : Number 4. Hal 201-206.
Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Zidni. S., Suharto. G. 2010. Hubungan Paparan Arus Listrik secara Langsung Terhadap Kerusakan Histopatologik Otot Gastroknemius Tikus Wistar.