gambaran perilaku keluarga terhadap pasien pasca …repository.utu.ac.id/478/1/bab i_v.pdf · 2017....
TRANSCRIPT
-
GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TERHADAP PASIEN PASCASTROKE DALAM UPAYA REHABILITASI DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH CUT NYAK DHIEN MEULABOHKABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
OLEH
SAFRI RAHMAWATI08C10104056
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH ACEH BARAT
2013
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya pembangunan di Indonesia, terjadi pola
perubahan struktur masyarakat, dari masyarakat agraris menjadi masyarakat
industri. Perubahan tersebut membawa dampak pada pergeseran gaya hidup,
termasuk pola makan dan kurangnya aktivitas. Dampak lain dari perubahan pola
hidup itu terletak pada pergeseran penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit
degenerative, salah satunya adalah stroke. Sebenarnya dari dalam tubuh manusia
telah memberikan sebuah peringatan kecil yang penting akan timbulnya gejala-
gejala awal dari penyakit stroke tetapi terkadang diabaikan dan terlupakan. Seperti
dalam sebuah lingkungan yang memiliki tingkat ketegangan (stress) yang
berlebihan sebenarnya dapat memicu terjadinya sebuah serangan stroke baik skala
kecil maupun dalam skala yang lebih besar.
Banyak orang takut mendengar kata stroke karena penyakit ini cukup
mengerikan. Serangannya mendadak dan tidak bisa diprediksi. Sekali terjadi
serangan bisa berakibat fatal. Pasien bisa lumpuh atau bahkan langsung meninggal
dunia. Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar
kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun (Sutrisno, 2007).
Menurut Yuda Turana (2002), banyak persepsi yang salah dalam
mengenal stroke. Saat mengalami stroke ada beberapa orang melakukan
penusukan pada ujung-ujung jari menggunakan jarum dengan harapan akan
-
2
mendapatkan kesembuhan ada juga yang memberikan ramuan-ramuan tradisional
yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit dan menghilangkan gejala stroke,
namun ada beberapa ramuan yang dapat menyebabkan gangguan pembekuan
darah yang bila di berikan pada penderita stroke pendarahan akan memperburuk
keadaannya.
Menurut World Health Organization (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di
dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah
meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan
17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi
ketiga sebagai penyakit utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya
dipegang penyakit jantung dan kanker. Di negeri Paman Sam ini, setiap tahun
terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus
serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang.
Sebanyak 75 persen penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan
(Sutrisno, 2007).
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker, Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia, Sisanya
menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang dapat
sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan hal ini di sebabkan kurangnya
rasa sadar dari pihak keluarga akan penanganan dan perawatan yang di berikan
kepada penderita stroke (Sutrisno, 2007).
Menurut Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi jumlah
penderita stroke mencapai 8,3 per 1.000 populasi di Indonesia. Dengan jumlah
-
3
populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 1.7 juta penderita stroke.
Jumlah itu dari tahun ke tahun di perkirakan terus bertambah. Seiring
pertambahan usia angka kejadian stroke terus bertambah. Setiap kali penambahan
usia 10 tahun di hitung dari masa usia 35 tahun. resiko stroke meningkat dua kali
lipat sebanyak 5 persen, orang Indonesia di atas 65 tahun pernah mengalami
setidaknya satu kali serangan stroke.
Jika di lihat dari Jumlah penderita stroke di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam merupakan jumlah prevalensi tertinggi di seluruh Indonesia yaitu
16,6% sedangkan jumlah penderita stroke di Kabupaten Aceh Barat tahun 2012
adalah sebanyak 222 orang (Dinkes Aceh Barat, 2012).
Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien merupakan salah satu Rumah sakit
yang berada di Kabupaten Aceh Barat. Rumah Sakit Cut Nyak Dhien memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang berada di wilayah kerjanya.
Berdasarkan wawancara yang di lakukan kepada Kepala Ruang Fisioterapi yaitu
Muhammad Hamzah, S.ST. MM yang menangani masalah rehabilitasi stroke,
selama periode tahun 2012 mulai januari sampai dengan desember 2012, jumlah
penderita pasca stroke yang melakukan fisioterapi ke Rumah Sakit Cut Nyak
Dhien Meulaboh yang melakukan Rawat Jalan sebanyak 196 penderita sedangkan
pada Rawat Inap sebanyak 168 penderita.
Stroke menimbulkan permasalahan yang kompleks baik dari segi
kesehatan, ekonomi maupun sosial serta membutuhkan penanganan komprehensif
termasuk Upaya Rehabilitasi dalam jangka waktu yang lama bahkan sepanjang
sisa hidup pasien. Dampak Stroke juga akan berimbas pada keluarga penyandang
-
4
stroke. Beban ekonomi yang di timbulkan oleh stroke juga sedemikian besarnya.
stroke adalah kedaruratan dan pada umumnya Penderita stroke akan di rawat di
Rumah Sakit. Setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit, ada tiga kemungkinan
yang di alami oleh pasien stroke, yaitu: meninggal dunia, sembuh tanpa cacat,
dan sembuh dengan kecacatan (Harsono, 2000).
Rehabilitasi Medik pada penderita di mulai sedini mungkin, semakin dini
di mulai semakin besar pengembangan fungsinya, komplikasi dapat di cegah serta
kecacatan lebih lanjut dapat di hindari sehingga penderita dapat mandiri tanpa
tergantung pada orang lain. Untuk mencapai hal ini, peranan keluarga sangat
penting, karena anggota keluarga sangat mempengaruhi respon pasien terhadap
penyakit yang dideritanya dan keluarga ikut berperan terhadap keberhasilan dan
kegagalan upaya pemulihan penderita (Harsono 2000).
Dalam penyembuhan stroke sering di jumpai masalah dari segi keluarga
antara lain adalah kurangnya informasi yang di peroleh keluarga tentang stroke,
baik bersifat Preventif, Promotif, Kuratif dan Rehabilitatif. Keluarga sering
menghabiskan waktu, dana untuk tindakan pengobatan yang belum terbukti
khasiatnya dan tidak adanya dana untuk biaya pengobatan penderita. Banyak
pasien stroke mengalami depresi, rasa cemas berlebihan, mudah tersinggung,
cepat marah dan rendah diri.oleh karna itu,sangat di harapkan dukungan dan
kesabaran dari anggota keluarga untuk merawat penderita pasca stroke. Keluarga
sering memberi bantuan dan perlindungan yang tidak proporsional sehingga
menghambat pengembalian menuju mandiri dan sebaliknya banyak penderita
-
5
stroke kurang mendapat perhatian dari keluarga sehingga kesembuhan tidak
tercapai.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit
juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh merupakan Rumah Sakit
tipe C namun menjadi Rumah Sakit Rujukan bagi tipe D Aceh Barat Selatan dan
Puskesmas. selain sebagai tempat rujukan pelayanan medis juga berfungsi sebagai
tempat lahan praktek untuk (pendidikan) bagi mahasiswa perawat dan bidan
dalam memberikan pelayanan, Rumah Sakit memberikan pelayanan rawat jalan
dan rawat inap termasuk dalam pelayanan rehabilitasi penderita stroke (Profil
Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh 2008).
Berdasarkan hasil wawancara yang telah di lakukan dengan 5 keluarga
penderita stroke, di dapatkan 2 dari 5 keluarga menyatakan bahwa akan
melakukan rehabilitasi di rumah di Rumah Sakit sampai penderita benar-benar
sembuh dan keluarga mengerti dengan metode rehabilitasi di Rumah Sakit dan 2
keluarga lainnya mengatakan bahwa akan melakukan rehabilitasi penderita stroke
dengan metode tradisional, karna belum mengerti dengan rehabilitasi di Rumah
Sakit dan lebih mengerti dengan rehabilitasi metode tradisional sedangkan 1 dari
-
6
5 keluarga lain nya mengatakan masih bingung, apa yang harus di lakukan
selanjutnya setelah salah satu keluarga mengalami stroke.
Dari uraian di atas, maka peneliti perlu untuk melakukan penelitian
tentang gambaran perilaku keluarga terhadap pasien pasca stroke dalam upaya
rehabilitasi di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi fokus perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Gambaran Perilaku Keluarga
Terhadap Pasien Pasca Stroke Dalam Upaya Rehabilitasi di Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat”?.
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga terhadap pasien pasca
stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang gambaran pengetahuan
keluarga terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi.
b. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang gambaran sikap keluarga
terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi.
-
7
c. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang gambaran tindakan keluarga
terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi untuk memperkaya ilmu
kesehatan sebagai bahan bacaan bagi institusi pendidikan.
b. Sebagai bahan untuk menambah ilmu pengetahuan dan perbaikan pendidikan
untuk meningkatkan mutu pendidikan dan dapat menjadi paduan atau bahan
perbandingan untuk melakukan penelitian yang akan datang.
1.4.2. Manfaat Aplikatif
a. Sebagai bahan masukan bagi pengelola Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien
Meulaboh dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya pelayanan Rehabilitasi medik.
b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat khususnya keluarga penderita pasca
stroke dalam proses penyembuhan yang lebih optimal.
-
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
2.1.1. Pengertian Perilaku
Perilaku manusia (human behavior) merupakan suatu yang penting dan
perlu dipahami secara baik. Hal ini disebabkan perilaku manusia terdapat dalam
setiap aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia tidak berdiri sendiri. Perilaku
manusia mencangkup dua komponen yaitu sikap atau mental dan perilaku
(attitude) (Herijulianti, 2002).
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)
yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk
hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu
berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang
dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas
antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi,
merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
-
9
stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skiner ini disebut teori "S-O-R" atau Stimulus-Organisme-
Respons.
2.1.2. Jenis-Jenis Perilaku
Perilaku tertutup (covert behavior) Respons seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terserubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan
sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat
diamati secara jelas oleh orang lain. oleh sebab itu disebut covert behavior atau
unobservoble behavior (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku terbuka (overt behavior) Respons seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut
sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praklek (practice) yang dengan mudah
dapat diamati atau dilihat oleh oranglain. oleh sebab itu disebut overt behavior,
tindakan nyata atau praktek (practice) (Notoatmodjo, 2007).
2.1.3. Domain Perilaku
Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang
merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor
internal maupun eksternal. Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah
kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (l908)
-
10
seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga)
domain, ranah atau kawasan yakni: (1) kognitif (cognitive), (2) afektif (affective),
(3) psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2007),
yaitu :
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari
oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang
ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan
muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali
benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya
(Suparyanto, 2009)
Menurut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. menjelaskan bahwa pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai
6 tingkatan yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
-
11
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek
kedalam komponen-komponen.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi yaitu kemampuaan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
Pengetahuan tentang perawatan terhadap penyakit stroke ikut
mempengaruhi pemulihan pasien pasca stroke.tinggi rendahnya pengetahuan akan
mempengaruhi tindakan perawatan stroke, dengan tingginya pengetahuan yang
dimiliki akan diharapkan keluarga mampu memberikan perawatan dalam hal
perawatan stroke, sebaliknya dengan rendahnya pengetahuan yang dimiliki
keluarga ada kemungkinan untuk tidak melakukan tindakan dalam perawatan
stroke. Rendahnya pengetahuan keluarga terhadap perawatan pasien pasca stroke
dikarenakan kurangnya paparan informasi mengenai perawatan pasien pasca
-
12
Stroke oleh keluarga baik oleh medis cetak maupun cetak elektronik serta tidak
adanya penyuluhan dari petugas kesehatan setempat.
Setelah mengalami masa pemulihan dan juga masa pengobatan di rumah
sakit para penderita stroke setelah diperbolehkan pulang ke rumah maka tentunya
akan membutuhkan perawatan stroke di rumah. Karena penyakit stroke ini adalah
menyerang organ persyarafan, maka pada umumnya akan menimbulkan gejala
lanjutan seperti halnya kelumpuhan serta kelemahan beberapa anggota gerak
tubuh dan tentunya ini akan membutuhkan pengetahuan bagaimana cara merawat
pasien stroke di rumah bagi anggota keluarga lainnya. Ada beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian ketika kita merawat dan melakukan perawatan penderita
stroke yang telah pulang ke rumah diantaranya yaitu:
1) Memberikan dukungan dan juga perhatian untuk pemulihan kesehatan pasien,
seperti halnya dalam hal mengantar pasien untuk kontrol dan juga
mengingatkan pada saat waktu minum obat. Selain itu pasien-pasien dengan
stroke karena disabilitasnya sering jatuh dalam depresi, pendampingan dan
dukungan penuh dari keluarga serta semangat dari keluarga akan sangat
menolong pemulihan.
2) Mendampingi pasien dalam melakukan aktifitas kegiatan sehari-hari, dan
memberikan bantuan jika memang diperlukan.
3) Melakukan pengontrolan tekanan darah secara rutin, paling tidak dalam
seminggu sekali. Karena faktor resiko stroke adalah peningkatan tekanan
darah tinggi (hipertensi). Kontrol tekanan darah dan kolesterol adalah kunci
untuk pencegahan dari kejadian stroke atau stroke berulang dimasa depan.
-
13
b. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau
objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek
kesehatan tersebut (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Sarwono dalam Maulana (2009), sikap merupakan kecenderung-
an merespons (secara positif atau negatif) orang, situasi atau objek tertentu. Sikap
mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci, dan sedih),
kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderungan
bertindak). Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan.
Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk
berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan
perasaan terhadap objek tersebut.
Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), sikap merupakan kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak, yang menjadi predisposisi tindakan suatu
perilaku, bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek.
Dengan sikap secara minimal, masyarakat memiliki pola berpikir tertentu
dau pola berpikir diharapkan dapat berubah dengan diperolehnya pengalaman,
pendidikan, dan pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Seperti
halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan
(Notoatmodjo, 2007) yaitu:
-
14
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
dari pekerjaan itu benar atau salah.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden
terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan
hipotesis, kemudian tanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2007).
Selain pengetahuan, sikap yang penting dalam perawatan pasien pasca
stroke adalah dukungan keluarga. Menurut Sebastian (2009) menyatakan bahwa
pertolongan keluarga sangat penting untuk pemulihan stroke, jika semakin besar
keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien pasca stroke maka semakin besar
pula peluang pasien pasca stroke untuk sembuh. penderita stroke dapat melakukan
-
15
aktivitasnya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain, jika hal tersebut di
dukung motivasi dari keluarga penderita. Keluarga yang dapat melatih dan
memotivasi penderita stroke untuk melakukan aktivitas sendiri akan membuat
pasien kembali melakukan aktifitas tanpa tergantung orang lain
c. Tindakan (Practice)
Menurut Notoatmodjo (2007), Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam
suatu tindakan (overt behavior) Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Tindakan (Practice) ini mempunyai
beberapa tingkatan yaitu.
1) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2) Respons terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
3) Mekanisme (mekanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4) Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikanya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
-
16
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,
yakni dengan mengobservasi tindakan responden (Notoatmodjo, 2007).
Sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam
setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah
pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat
stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti
sebelum serangan stroke.
Adapun tahap-tahap pemulihan yang harus di lakukan keluarga terhadap
pasien pasca stroke antara lain yaitu:
1) Kunjungi penderita saat dirumah sakit atau pada pusat rehabilitasi stroke.
2) Jika penderita mempunyai masalah dan gangguan dalam bicara, tanyakan
kepada ahli terapi bicara bagaimana anda bisa membantu penyembuhannya.
3) Dorong dan bantulah anggota keluarga penderita praktek dan belajar
keterampilan dan rehabilitasi.
4) Tanyakan kepada staf rehabilitasi yang menangani, apakah kegiatan atau
aktivitas yang dilakukan dapat dikerjakan sendiri, apa saja yang dapat dia
kerjakan dengan bantuan orang lain dan apa saja yang tidak dapat dilakukan
atau dikerjakan penderita.
5) Hindarilah melakukan hal-hal yang bisa dilakukan sendiri oleh penderita. Rasa
percaya diri akan menumbuhkan kepercayaan untuk melakukan aktivitasnya
sendiri tanpa bantuan.
-
17
6) Berikan perawatan dengan baik pada penderita dengan makan dan diet yang
sehat, cukup istirahat dan berikan cukup waktu hal-hal yang membuatnya
senang.
Selain itu ada beberapa hal tindakan yang berkaitan dengan Lingkungan
yang baik bagi para penderita stroke ketika mendapatkan pengobatan dan
perawatan di rumah adalah sebagai berikut:
1) Kamar tidur dekat dengan kamar mandi atau WC agar mudah untuk
dijangkau.
2) Adanya pegangan di kamar mandi yang digunakan.
3) Menyediakan alat bantu komunikasi jika diperlukan, misalnya adalah dengan
menyediakan kertas serta pena di dekat pasien.
4) Menyediakan alat bantu berjalan atau berpindah tempat bagi pasien stroke
seperti halnya kursi roda ataupun tongkat (walker).
5) Menyediakan dan mendekatkan barang-barang yang sering digunakan seperti
buku-buku atau telepon.
6) Menyediakan alas kaki yang nyaman yang memudahkan untuk leluasa dalam
berjalan.
7) Posisi tempat tidur dan terapi fisik untuk stroke. Tempat tidur ideal untuk
pasien stroke adalah tempat tidur yang padat dengan bagian kepala cukup
keras untuk menopang berat ketika disandarkan. Membalikkan pasien dari
satu sisi ke sisi lainnya dan mengubah posisi lengan dan tungkai setiap 2 jam.
Pijatlah tungkai yang lumpuh 1-2 kali sehari. Menopang tungkai yang lemah
dengan bantal.
-
18
8) Membalik pasien. Untuk membalik pasien di tempat tidur, orang yang
merawat harus menyelipkan lengan mereka di bawah tubuh penderita stroke
dan menarik pasien ke arah mereka. Jika pasien sudah berputar, bukalah dan
kencangkan sprei di bawahnya. Punggung pasien diperiksa untuk melihat
tanda-tanda dekubitus. Karena dengan pasien yang terbaring lemah di tempat
tidur dalam jangka waktu lama akan bisa menimbulkan tanda-tanda dekubitus
termasuk tanda dekubitus pasien stroke.
9) Perawatan kulit pada pasien stroke. Sama halnya dengan di atas, bahwa tujuan
perawatan kulit penderita stroke ini juga mencegah adanya dekubitus.
Membersihkan kulit dengan air hangat, spons dan sedikit antiseptik atau sabun
paling tidak sehari sekali. Kulit penderita harus dijaga tetap kering dan bila
perlu diberi bedak.
2.1.4. Hubungan Perilaku Dengan Penyakit Stroke
Setelah terkena stroke, beberapa penderitanya kadang mengalami
perubahan kepribadian menjadi perilaku negatif yang dapat membuat hidup orang
di sekitarnya tidak menyenangkan. Seorang penderita stroke mungkin akan
merasa depresi, cemas, tidak sabar dan mudah marah. Penderita stroke mungkin
tidak tahu bagaimana mengekspresikan perasaannya dengan cara yang positif. Dia
mungkin dapat menyerang orang disekitarnya secara verbal atau bahkan fisik
(Ratnadita, 2011).
Perilaku sulit pada penderita stroke juga dapat timbul dari perubahan
kepribadian. Hampir setengah dari orang yang mengamati perilaku penderita
-
19
stroke menggambarkan perubahan mereka menjadi negatif, tidak sabar dan mudah
marah. Seorang penderita stroke dapat menunjukkan perilaku seperti anak-anak,
seperti melakukan penyerangan secara verbal atau bahkan fisik pada beberapa
orang disekitarnya (Ratnadita, 2011).
2.2. Keluarga
2.2.1.Pengertian
Keluarga adalah ”dua individu” atau lebih yang bergabung bersama karena
ada ikatan untuk saling berbagi dan kedekatan ikatan emosi dan yang
mengidentifikasikan dari mereka sebagai bagian keluarga atau suatu kelompok
dari dua orang atau lebih yang tinggal bersama yang mempunyai komitmen satu
sama lain. Orang-orang ini mungkin dihubungkan oleh genetic atau perkawinan
bisa juga tidak, tetapi mereka saying satu sama lain. (Bobak, 2004).
Menurut Slameto (2006) keluarga adalah lembaga pendidikan yang
pertama dan utama bagi anak-anaknya baik pendidikan bangsa, dunia, dan negara
sehingga cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap
belajar. Sedangkan menurut Mubarak, dkk (2009) keluarga merupakan
perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu
dengan yang lain. Adapun alasan keluarga sebagai fokus layanan kesehatan adalah
sebagai berikut:
a. Keluarga adalah unit utama dalam masyarakat dan merupakan lembaga yang
menyangkut kehidupan masyarakat.
-
20
b. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah,
memperbaiki/mengabaikan masalah kesehatan di dalam kelompoknya.
c. Masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan. Penyakit pada salah satu
anggota keluarga akan berpengaruh terhadap seluruh keluarga.
d. Keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam perawatannya.
e. Keluarga merupakan perantara yang efektif untuk berbagai usaha kesehatan
masyarakat.
2.2.2.Fungsi Keluarga
Menurut Bobak (2004), bahwa fungsi keluarga mencangkup lima bidang
dasar : biologi, ekonomi, pendidikan, psikologi, dan sosial budaya yaitu :
a. Fungsi biologis meliputi reproduksi, upaya merawat dan membesarkan anak,
nutrisi, pemeliharaan kesehatan, dan rekreasi. Keluarga menghasil-kan anak-
anak yang dapat mewarisi sifat genetik atau mempunyai predisposisi terhadap
masalah-masalah kesehatan tertentu, seperti depresi, diabetes, atau penyakit
jantung.
b. Fungsi ekonomi meliputi mencari nafkah yang cukup untuk menjalankan
fungsi-fungsi lain, mengembangkan anggaran keluarga, dan memastikan
keamanan keuangan anggota keluarga. Kemiskinan dan kesulitan financial
dihadapi oleh kelompok sosio-ekonomik rendah, keluarga orang tua tunggal
dan keluarga yang hidup dari penghasilan terbatas. Dengan sumber-sumber
financial yang terbatas, keluarga-keluarga ini mungkin mengfokuskan semua
-
21
energy mereka pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar mereka sebagai
upaya bertahan hidup.
c. Fungsi pendidikan meliputi mengajarkan keterampilan, sikap, dan
pengetahuan yang berhubungan dengan fungsi-fungsi lain.
d. Fungsi psikologi keluarga diharapkan memberi lingkungan yang
meningkatkan perkembangan kepribadian secara alami. Interaksi dan
hubungan dari angota-angota keluarga inti dan lebih sering angota-angota
keluarga besar, seperti kakek-nenek, orang tua tiri, bibi, paman, dan sepupu
menjadi pertimbangan. Hubungan dan interaksi keluarga dapat sangat
mempengaruhi nilai-nilai, keyakinan dan perilaku masing-masing anggota
keluarga
e. Fungsi sosio-budaya berhubungan dengan sosialisasi anak-anak. Fungsi ini
meliputi penyampaian nilai-nilai yang berhubungan dengan perilaku, tradisi,
bahasa, agama, dan sikap moral masyarakat. Keluarga termasuk banyak peran
dan aktivitas atau tugas-tugas yang dijalankan anggota keluarga maupun di
komunitas. Nilai, tradisi, dan praktik etnik dan kultural sering diwariskan dan
memandu pola perilaku anggota keluarga yang lebih muda. Peran dan
aktivitas mungkin dipandang dalam korteks pekerjaan, belajar, sosialisasi,
membersarkan anak, pemeliharaan rumah, olah raga, fungsi komunitas, dan
agama
f. Fungsi Kultural mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keluarga.
Dengan pertumbuhan berbagai populasi etnik dan merasakan keragaman
budaya. Masing-masing kelompok etnik mempunyai tradisi, nilai dan
-
22
keyakinan keluarga yang unik dan kuat yang memengaruhi kesehatan dan
fungsi keluarga.
g. Fungsi Lingkungan, seperti kehidupan pedesaan atau perkotaan, polusi,
sanitasi, ketersediaan dan tipe perumahan, akses ke layanan perawatan
kesehatan, juga memengaruhi kesehatan keluarga.
2.3. Stroke
2.3.1. Pengertian
Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Seiring ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer, 2002).
Menurut Mansjoer (2000), stroke merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini
merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan
cermat. Strok adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran
darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam
(kebanyakan 10 – 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan
iskemia otak sepintas (transient ischaemia attack = TIA).
Menurut Price (2006) stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai
-
23
arteri otak. Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan
penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan
tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Dari beberapa uraian dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah
gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan
pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga
terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.
2.3.2. Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari empat kejadian yaitu thrombosis (bekuan
darah didalam pembuluh darah otak atau leher), embolisme serebral (bekuan
darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain), iskemia
(penurunan aliran darah ke area otak), dan hemoragi serebral (pecahnya pembuluh
darahserebral denganpendarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).
Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke dalam otak, yang menyebabkan
kehilangan sementara atau permanen gerakan, berfikir, memori, bicara atau
sensasi (Smeltzer, 2002).
Menurut Mansjoer (2000), etiologi stroke dibagi atas 4 yaitu infark otak
(80%), perdarahan intraserebral (15%), perdarahan subaraknoid (5%) dan
penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan). Faktor resiko
terjadinya stroke adalah:
-
24
a. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat
stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
b. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan
alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
2.3.3. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan deficit neurologic, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya (Smeltzer, 2002).
Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah timbulnya
defisit neurologis secra mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi
pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun,
kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia >50 tahun
(Mansjoer, 2000).
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases
and Related Healthproblem 10th Revision, stroke hemaragik dibagi atas:
a. Perdarahan intraserbral (PIS)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali
nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat aktivitas, atua
emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat
pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegic biasa terjadi sejak permulaan
serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi
-
25
kurang dari setengah jam, 23% antara ½ sampai dengan 2 jam, dan 12% terjadi
setengah 2 jam, sampai 19 hari) (Mansjoer, 2000).
b. Perdarahan subaraknoid (PSA)
Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala prodromal berupa nyeri kepala
hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada
gejala/tanda rangsangan maningeal. Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan
sudhialoid dan karena pecahnya aneurisma pada a. komunikans anterior atau a.
karotis interna. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut dapat
berupa :
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemisensorik).
3) Perubahan mendadak status mental(konfusi, delirium, letargi, stupor, atau
koma).
4) Afasia (bicara tidak lancer, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami
ucapan).
5) Disartria (bicara pelo atau cadel).
6) Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia.
7) Ataksia (trunkal atau anggota badan).
8) Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala (Mansjoer, 2000).
-
26
2.3.4. Penatalaksanaan
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk
menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari
setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya
atau memberatnya trombrosit atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskular. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit
memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi
(Smeltzer, 2002).
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer (2002) meliputi:
a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum
3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
2.4. Rehabilitasi Pasien Pasca Stroke
2.4.1. Pengertian
Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke.
Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh
kembali apa yang mungkin dapat dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi
tubuh pada penderita stroke (Stroke and Heart Foundation, 2010).
-
27
Rehabilitasi menurut WHO adalah semua tindakan yang ditunjukan untuk
mengurangi dampak disabilitas/handicap agar memungkinkan penyandang cacat
dapat berintegrasi dengan masyarakat. Sedangkan rehabilitasi medik adalah proses
pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
fungsional fisik dan psikologis dan kalau perlu mengembangkan mekanisme
kompesasinya agar individu dapat mandiri (Widagda, 2002).
Tujuan rehabilitasi ialah menjaga atau meningkatkan kemampuan jasmani,
rohani, keadaan ekonomi dan kemampuan kerja semaksimal mungkin. Berbagai
usaha dilakukan untuk mencapai tujuan ini, diantaranya:
a. terapi fisik/fisioterapi
b. Latihan bicara
c. Latihan mental
d. Terapi okupasi
e. Psikoterapi
f. Memberi alat bantu
g. Ortotik prostetik dan olah raga
Bentuk tindakan di atas tentunya disesuaikan dengan berat ringan cacat,
bentuk cacat, kemampuan atau tingkat mental penderita. Penanganan rehabilitasi
merupakan pendekatan multidisiplin, beberapa ahli di berbagai bidang bekerja
sama, misalnya dokter keluarga, ahli rehabilitasi medik, ahli saraf, perawat dan
anggota keluarga (Stroke and Heart Foundation, 2010).
-
28
2.4.2. Prinsip-Prinsip Rehabilitasi
a. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dikatakan bahwa
rehabilitasi sejak dokter melihat penderita untuk pertama kali.
b. Tidak ada seorang penderita pun yang boleh berbaring satu hari lebih lama
dari waktu yang diperlukan, karena akan mengakibatkan komplikasi.
c. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita dan
rehabilitasi merupakanterapi terhadap seseorang penderita seutuhnya.
d. Waktu yang paling penting dalam rehabilitasi adalah kontuitas perawatan.
e. Perhatian untuk rehabilitasi lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi
neuromuskuler yang masih ada atau dengan sisa kemampuan yang masih
dapat diperbaiki dengan latihan.
f. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan secara
berulang.
g. Penderita GPDO lebih merupakan subjek rehabilitasi dan bukannya sekedar
objek. Pilihan medis, paramedic, dan pilihan lainnya termasuk keluarga
berperan untuk memberikan dorongan agar penderita selalu mempunyai
motivasi yang kuat (Mansjoer, 2000).
Menurut Wirawan (2009), Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke adalah
a. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi yang
terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan pasien untuk
bergerak/beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin
juga mengikutsertakan sisi yang sakit. Pasien dan keluarga seringkali
beranggapan salah, mengharapkan sirkuit baru di otak akan terbentuk dengan
-
29
sendirinya dan pasien secara otomatis bisa bergerak kembali. Sebenarnya
sirkuit hanya akan terbentuk bila ada “kebutuhan” akan gerak tersebut. Bila
ekstremitas yang sakit tidak pernah digerakkan sama sekali, presentasinya di
otak akan mengecil dan terlupakan.
b. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional dari
pada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya gerakan
meraih, memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak fungsional mengikut-
sertakan dan mengaktifkan bagian-bagian dari otak, baik area lesi maupun
area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan. Melatih
gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksiekstensi) siku lengan yang
lemah menstimulasi area lesi saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak,
tidak begitu saja bisa digunakan untuk gerak fungsional, namun tetap
memerlukan terapi latihan agar terbentuk sirkuit yang baru.
c. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional
yang normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak normal
artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih terlalu
lemah, berikan bantuan “tenaga” secukupnya dimana pasien masih
menggunakan ototnya secara “aktif”. Bantuan yang berlebihan membuat
pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih (otot bergerak pasif).
Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien mengerahkan tenaga secara
berlebihan dan mengikutsertakan otot-otot lain. Ini akan memperkuat gerakan
ikutan ataupun pola sinergis yang memang sudah ada dan seharusnya
-
30
dihindari. Besarnya bantuan “tenaga” yang diberikan harus disesuaikan
dengan kemajuan pemulihan pasien.
d. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai,
yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam
stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila
pasien telah mampu mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa
berpegangan dalam kurun waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi.
Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat mempertahankan posisi
duduk sementara batang tubuh dorong ke arah depan, belakang, ke sisi kiri
atau kanan dan atau dapat bertahan tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi
sementara lengan meraih ke atas, bawah, atau samping untuk suatu aktivitas.
Latihan stabilitas batang tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan
dinamik. Hasil latihan ini memungkinkan pasien mampu melakukan aktivitas
dalam posisi berdiri. Kemampuan fungsional optimal dicapai apabila pasien
juga mampu melakukan aktivitas sambil berjalan.
e. Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan terapi latihan. Gerak
fungsional yang dilatih akan memberikan hasil maksimal apabila pasien siap
secara fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan kelenturan otot-otot,
lingkup gerak semua persendian tidak ada yang terbatas, dan tidak ada nyeri
pada pergerakan. Secara mental pasien mempunyai motivasi dan pemahaman
akan tujuan dan hasil yang akan dicapai dengan terapi latihan tersebut.
Kondisi medis juga menjadi salah satu pertimbangan. Tekanan darah dan
denyut nadi sebelum dan sesudah latihan perlu dimonitor. Lama latihan
-
31
tergantung pada stamina pasien. Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan
yang tidak sangat melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45-
60 menit) namun dengan pengulangan sesering mungkin.
f. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang oleh
kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris yang utuh.
Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat dipisah-pisahkan.
Mengembalikan kemampuan fisik seseorang harus melalui kemampuan
kognitif, karena rehabilitasi pada prinsipnya adalah suatu proses belajar, yaitu
belajar untuk mampu kembali melakukan suatu aktivitas fungsional dengan
segala keterbatasan yang ada.
2.4.3. Pelayanan Rehabilitasi Pasca Stoke
Keluarga menjadi bagian yang sangat penting untuk proses pemulihan
pasien stroke. Keluarga juga harus diberikan pengertian oleh dokter atau psikiatri
mengenai apa yang sedang dihadapi oleh anggota keluarganya sehingga mereka
menjadi pihak yang ikut dalam program pengobatan (Wirawan, 2009).
Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari
setelah stroke merupakan fokus utama rehabilitasi stroke fase subakut. Terapi
latihan dan remediasi yang diberikan merupakan paduan latihan sederhana dan
latihan spesifik menggunakan berbagai metode terapi dan melibatkan berbagai
disiplin ilmu. Menentukan jenis, metode pendekatan, waktu pemberian, frekuensi
dan intensitas terapi yang tepat harus disesuaikan dengan kondisi medis pasien.
-
32
Selain itu terapi latihan fungsional baru efektif apabila terpenuhi beberapa kondisi
yaitu:
a. Tidak ada nyeri, keterbatasan gerak sendi atau pemendekan otot. Apabila ada,
maka kondisi tersebut perlu diatasi terlebih dahulu.
b. Pasien memahami tujuan dan hasil yang akan dicapai melalui latihan yang
diberikan. Kesulitan pemahaman terjadi pada pasien afasia sensorik dan
gangguan kognitif. Pemberian stimulasi untuk kemampuan pemahamanan
bahasa dan persepsi pasien diintegrasikan ke dalam terapi latihan (Wirawan,
2009).
Program mobilisasi segera dijalankan oleh tim, biasanya aktif dimulai
sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan kecuali pada perdarahan.
Tindakan mobilisasi pada perdarahan subarachnoid dimulai 2-3 minggu sesudah
serangan. Lamanya pasien harus diam di tempat tidur tergantung keadaan tipe
CVA dan prakiraan dokter tentang mobilisasi dini. Klien dengan stroke harus
dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi sedini mungkin, bila kondisi klinis
neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi pasif pada klien yang belum
boleh, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap dua jam untuk mencegah
dekubitus. Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk
mencegah kontraktur (Mansjoer, 2000).
-
33
2.5. Kerangka Teori
Gambar 2.1. Kerangka Teori
2.6. Kerangka Konsep
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tindakan
Sikap
Pengetahuan
Upaya Rehabilitasi PascaStroke Di Rumah Sakit
Perilaku Keluarga TerhadapPasien Pasca Stroke Dalam
Upaya Rehabilitasi
Menurut Benyamin Bloom (l908)Perilaku dibagi menjadi :1. Kognitif (cognitive)2. Afektif (affective)3. Psikomotor (psychomotor)
Menurut Notoatmodjo (2007)1. Pengetahuan (Knowledge)2. Sikap (Attitude)3. Tindakan (Practice)
Upaya Rehabilitasi PascaStroke
-
34
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yaitu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau
deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. (Notoadmojo, 2005). Metode
deskriptif ini digunakan untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga terhadap
pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat dan dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai
dengan 26 April 2013.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1.Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai pasien pasca
stroke yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
-
35
3.3.2.Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah secara accidental sampling yaitu dilakukan
dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia saat penelitian
berlangsung yaitu keluarga yang mempunyai pasien pasca stroke yang berkunjung
ke Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2013 berjumlah 20 responden.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1.Data Primer
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan melalui
penyebaran kuisioner kepada responden untuk memperoleh tanggapan, penjelasan
dari responden tentang perilaku keluarga terhadap pasien pasca stroke dalam
upaya rehabilitasi. Pada penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan
metode angket. Angket ini dilakukan dengan mengedarkan fomulir-fomulir,
diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan jawaban
(Notoatmodjo, 2005). Kuesioner disusun sendiri oleh peneliti mengacu kepada
konsep rehabilitasi pasca stroke.
3.4.2.Data Sekunder
Data yang diperoleh sebagai pendukung hasil penelitian, sumber data
sekunder diperoleh dari catatan, literatur, artikel dan tulisan ilmiah yang relevan
dengan topik penelitian yang dilakukan (Sarwono, 2006).
-
36
3.5. Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel
No Variabel Keterangan1 Perilaku Definisi
Cara UkurAlat UkurHasil Ukur
Skala Ukur
Suatu Kegiatan atau aktivitas keluargadalam upaya rehabilitasi pasien pascastrokeAngketKuesioner1. Kurang2. BaikOrdinal
a Pengetahuan Definisi
Cara UkurAlat UkurHasil Ukur
Skala Ukur
Hasil tahu keluarga dalam upayarehabilitasi pasien pasca strokeAngketKuesioner3. Kurang4. BaikOrdinal
b Sikap Definisi
Cara UkurAlat UkurHasil Ukur
Skala Ukur
Reaksi atau respon keluarga dalamupaya rehabilitasi pasien pasca strokeAngketKuesioner1. Negatif2. PositifOrdinal
c Tindakan Definisi
Cara UkurAlat UkurHasil Ukur
Skala Ukur
Pelaksanaan yang dilakukan keluargadalam upaya rehabilitasi pasien pascastrokeAngketKuesioner1. Tidak baik2. BaikOrdinal
3.6. Aspek Pengukuran
3.6.1. Pengetahuan
Pada variabel pengetahuan yang berisi 10 pertanyaan dengan bentuk
pertanyaan tertutup. Jawaban yang benar diberi skor 1 (satu) dan salah diberi skor
0 (nol). Kategori pengukuran pengetahuan dibagi dalam dua kategori yaitu:
-
37
a. Pengetahuan kurang bila skor atau nilai ≤5
b. Pengetahuan baik bila skor atau nilai >5
Dalam mencari nilai tersebut, peneliti menggunakan rumus interval
(Notoatodjo, 2007):
I =
I =2
010
I =2
10
I = 5
3.6.2. Sikap
Pengukuran dalam penelitian ini mengunakan pernyataan tertutup (close
anded question) yang berjumlah 10 pernyataan. Hasil ukur mengunakan cara skala
Likert dengan graduasi tingkat penilaian positif yaitu : Sangat setuju diberi bobot
5, Setuju diberi bobot 4, Netral diberi bobot 3, Tidak Setuju diberi bobot 2, dan
Sangat Tidak Setuju diberi bobot 1. Sedangkan tingkat penilaian negatif yaitu
Sangat setuju diberi bobot 1, Setuju diberi bobot 2, Netral diberi bobot 3, Tidak
Setuju diberi bobot 4, dan Sangat Tidak Setuju diberi bobot 5 (Sarwono, 2006).
Menurut Hidayat (2007), Kategori pengukuran sikap dibagi dalam dua
bagian, yaitu:
a. Sikap negatif bila skor atau nilai ≤20
b. Sikap positif bila skor atau nilai >20
Keterangan :
I : Interval
H : High (nilai tertinggi)
L : Low (nilai terendah)
K : Kelas interval
-
38
3.6.3. Tindakan
Metode pengukuran dalam penelitian ini mengunakan skala guttman
merupakan skala yang bersifat tegas dan konsistensi dengan memberikan jawaban
yang tegas seperti jawaban “Ya” dan “Tidak”. Skala guttman ini dibuat dibuat
dalam bentuk chacklist dengan 10 pernyataan dalam tiap-tiap variabel, interpretasi
penilaian dalam penelitian ini, apabila skor dilakukan nilainya 1 (satu) dan apabila
tidak dilakukan nilainya 0 (nol). Kategori pengukuran pengetahuan dibagi dalam
dua kategori yaitu:
a. Pengetahuan tidak baik bila skor atau nilai ≤5
b. Pengetahuan baik bila skor atau nilai >5
3.7. Metode Pengolahan Data
Dalam penelitian ini data yang telah dikumpulkan akan diolah melalui
beberapa tahap (Hidayat, 2007) yaitu :
1. Editing yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian kuesioner yang
meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang diberikan oleh responden.
2. Coding yaitu memberikan kode berupa angka-angka untuk setiap hasil
jawaban pada kuesioner.
3. Transfering yaitu menyusun total nilai dari variabel-variabel penelitian yang
diberikan.
4. Tabulating yaitu pengelompokan nilai responden berdasarkan katagori yang
telah dibuat untuk tiap-tiap variabel dan selanjutnya dimasukan ke dalam tabel
distribusi frekuensi.
-
39
3.8. Analisa Data Penelitian
Analisa data dilakukan dengan menggunakan analisa univariate. Analisis
ini bertujuan untuk mengetahui gambaran terhadap variabel-variabel independen
yang diteliti, mendiagnosis asumsi statistik lanjut dan mendeteksi nilai ekstrim
dengan melihat gambaran distribusi frekuensi variabel dependen dan independen
yang akan diteliti yang digambarkan dalam bentuk tabel dan grafik (Sarwono,
2006).
Data hasil pengkatagorian untuk tiap-tiap variabel yang diteliti selanjutnya
ditentukan persentase perolehannya masing-masing dengan menggunakan rumus
(Hidayat, 2007):
P = fn x 100%.
Keterangan :
P = Persentase
f = Jumlah Jawaban yang Benar
n = Jumlah Skor Maksimal
-
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh mempunyai luas
areal 2,8 hektar yang terletak di jalan Gajah Mada Gampong Drien Rampak
Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat merupakan rumah sakit
rujukan bagi rumah sakit tipe C namun menjadi Rumah Sakit Rujukan bagi tipe D
Aceh Barat Selatan dan Puskesmas. selain sebagai tempat rujukan pelayanan
medis juga berfungsi sebagai tempat lahan praktek untuk (pendidikan) bagi
mahasiswa perawat dan bidan dalam memberikan pelayanan. Badan Pengelola
Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh memberikan pelayanan kepada
masyarakat melalui :
1. Fasilitas Rawat Jalan yang terdiri dari : Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik
Zaitun, Poliklinik THT, Poliklinik Saraf, Poliklinik Umum, Poliklinik
KIA/KB, Poliklinik Anak, Poliklinik Gigi, Poliklinik bedah dan Pelayanan
Instalasi Gawat Darurat (IGD), Ruang Staf
2. Fasilitas Rawat Inap yang terdiri dari : Rawat Penyakit Dalam, Rawat Anak,
Rawat Bedah, Rawat Kebidanan dan Kandungan, Rawat Kelas Utama, Rawat
VIP, Rawat ICU, ruang NICU, dan ruang saraf
3. Unit Tranfusi Darah
4. Kamar Bedah/ Ruang Operasi
5. Radiologi, Fisioterapi, Laboratorium, Apotik
-
41
6. Fasilitas penunjang lain yang terdiri : Pelayanan Ambulance, Mushalla, Kamar
Jenazah, Kereta Sorong, Air Bersih, Gizi/Dapur, Kantin, Area Parkir dan
Perumahan dokter.
4.2. Analisis Univariat
4.2.1.Pengetahuan Kelurga
Pengetahuan keluarga dibagi menjadi 2 kategori yaitu kurang dan baik,
secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Keluarga Terhadap PasienPasca Stroke Dalam Upaya Rehabilitasi di Rumah Sakit UmumDaerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh BaratTahun 2013
No Pengetahuan Jumlah Persen12
KurangBaik
182
90.010.0
Jumlah 20 100.0
Dari Tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas pengetahuan
responden mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 18 responden (90.0%).
4.2.2.Sikap Keluarga
Sikap keluarga dibagi menjadi 2 kategori yaitu negatif dan positif, secara
rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Sikap Keluarga Terhadap Pasien PascaStroke Dalam Upaya Rehabilitasi di Rumah Sakit Umum DaerahCut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013
No Sikap Jumlah Persen12
PositifNegatif
200
100.00.0
Jumlah 20 100.0
-
42
Dari Tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas sikap responden
mempunyai kategori sikap positif sebanyak 20 responden (100.0%).
4.2.3.Tindakan Keluarga
Tindakan keluarga dibagi menjadi 2 kategori yaitu tidak baik dan baik,
secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Tindakan Keluarga Terhadap Pasien PascaStroke Dalam Upaya Rehabilitasi di Rumah Sakit Umum DaerahCut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013
No Tindakan Jumlah Persen12
Tidak baikBaik
146
70.030.0
Jumlah 20 100.0
Dari Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas tindakan
responden mempunyai kategori tindakan baik sebanyak 14 responden (70.0%).
4.2.4.Perilaku Keluarga
Perilaku keluarga dibagi menjadi 2 kategori yaitu tidak baik dan baik,
secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Perilaku Keluarga Terhadap Pasien PascaStroke Dalam Upaya Rehabilitasi di Rumah Sakit Umum DaerahCut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013
No Perilaku Jumlah Persen12
KurangBaik
614
30.070.0
Jumlah 20 100.0
Dari Tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas perilaku responden
mempunyai kategori perilaku baik sebanyak 14 responden (70.0%).
-
43
4.3. Pembahasan Penelitian
4.3.1. Pengetahuan Keluarga
Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden mempunyai
pengetahuan kurang terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Hal ini disebabkankan responden belum mampu menguraikan dan menyebutkan
alasan kenapa penderita menjalani beberapa upaya rehabilitasi dan tidak mampu
menjelaskan secara benar alasan kegiatan itu diperlukan oleh penderita.
Dalam penyembuhan stroke sering dijumpai masalah dari segi keluarga
antara lain adalah kurangnya informasi yang diperoleh keluarga tentang stroke,
baik bersifat preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Keluarga sering
menghabiskan waktu, dana untuk tindakan pengobatan yang belum terbukti
khasiatnya dan tidak adanya dana untuk biaya pengobatan penderita. Hal ini
sesuai yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2007), Pengetahuan adalah hasil dari
tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. menjelaskan bahwa pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Sedangkan menurut Stroke and Heart Foundation (2010), Rehabilitasi
merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke. Tujuan rehabilitasi ini
adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh kembali apa yang
-
44
mungkin dapat dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi tubuh pada penderita
stroke.
Peneliti berasumsi bahwa responden masih belum menjawab dengan tepat
karena upaya rehabilitasi bukan bertujuan menyembuhkan penderita bahkan
sebagian besar penderita pasca stroke tidak bisa kembali normal seperti sebelum
terkena serangan stroke. Kurang pengetahuan juga disebabkan karena kesibukan
atau kurangnya motivasi keluarga untuk mendapatkan informasi. Seharusnya
sebagai keluarga sudah selayaknya anggota keluarga yang sehat berperan
membantu penderita untuk mendapatkan kesehatan, mulai dari merawat, mencari
palayanan kesehatan dan berusaha mencapai tingkat kesehatan yang tertinggi
untuk penderita pasca stroke.
4.3.2. Sikap Keluarga
Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden mempunyai
sikap positif terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden mendukung penderita dalam
menjalankan upaya rehabilitasi. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Wirawan
(2009), Keluarga menjadi bagian yang sangat penting untuk proses pemulihan
pasien stroke. Keluarga juga harus diberikan pengertian oleh dokter atau psikiatri
mengenai apa yang sedang dihadapi oleh anggota keluarganya sehingga mereka
menjadi pihak yang ikut dalam program pengobatan.
-
45
Sedangkan menurut Sarwono dalam Maulana (2009), sikap merupakan
kecenderungan merespons (secara positif atau negatif) orang, situasi atau objek
tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci,
dan sedih), kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderung-
an bertindak). Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan.
Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk
berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan
perasaan terhadap objek tersebut.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa seluruh responden mempunyai sikap
yang baik terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi. Dalam hal ini
peneliti berasumsi bahwa sikap responden yang baik ini akan berpengaruh
terhadap tindakan responden terhadap penderita pasca stroke dalam upaya
rehabilitasi.
4.3.3. Tindakan Keluarga
Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden mempunyai
tindakan tidak baik terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Tindakan responden terhadap upaya rehabilitasi adalah melakukan hal-hal
yang mendukung proses terlaksananya upaya rehabilitasi dengan baik dengan
memberikan bantuan-bantuan dan bentuk dukungan berupa materi dan non materi
untuk meningkatkan kesehatan penderita. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh
Notoatmodjo (2007), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah
-
46
mendapatkan rangsangan ataupun adaptasi dari dalam tubuh maupun dari luar
tubuh atau lingkungan. Secara logis, sikap akan dicerminkan dalam bentuk
tindakan namun tidak dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki
hubungan yang sistematis. Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu
tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor
dukungan dari berbagai pihak.
Hal ini diasumsikan karena sebagian responden memiliki peran pasif
terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi stroke. Responden
memiliki pengetahuan yang kurang dan sikap yang positif terhadap penderita
pasca stroke dalam upaya rehabilitasi pasca stroke namun dalam beberapa hal
responden tidak bertindak aktif terhadap penderita dalam upaya rehabilitasi,
karena ketidakahlian dalam merawat penderita dan keterbatasan waktu dan
tenaga, sehingga mengandalakan orang lain untuk membantu penderita pasca
stroke dalam upaya rehabilitasi.
4.3.4. Perilaku Keluarga
Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden mempunyai
perilaku baik terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah
Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Herijulianti (2002), Perilaku
manusia (human behavior) merupakan suatu yang penting dan perlu dipahami
secara baik. Hal ini disebabkan perilaku manusia terdapat dalam setiap aspek
-
47
kehidupan manusia. Perilaku manusia tidak berdiri sendiri. Perilaku manusia
mencangkup dua komponen yaitu sikap atau mental dan perilaku (attitude).
Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2007).
Sedangkan menurut Harsono (2000), Rehablitasi Medik pada penderita di
mulai sedini mungkin, semakin dini di mulai semakin besar pengembangan
fungsinya, komplikasi dapat di cegah serta kecacatan lebih lanjut dapat di hindari
sehingga penderita dapat mandiri tanpa tergantung pada orang lain. Untuk
mencapai hal ini, peranan keluarga sangat penting, karena anggota keluarga
sangat mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan
keluarga ikut berperan terhadap keberhasilan dan kegagalan upaya pemulihan
penderita.
Hal ini diasumsikan bahwa sebagian responden memiliki perilaku baik
terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi stroke. Responden
memiliki sikap yang positif terhadap penderita pasca stroke dalam upaya
rehabilitasi pasca stroke namun dalam beberapa hal responden belum mampu
menguraikan dan menyebutkan alasan kenapa penderita menjalani beberapa upaya
rehabilitasi dan belum mampu menjelaskan secara benar alasan kegiatan
diperlukan oleh penderita karena responden tidak bertindak aktif terhadap
penderita dalam upaya rehabilitasi, karena ketidakahlian dalam merawat penderita
dan keterbatasan waktu dan tenaga, sehingga mengandalakan orang lain untuk
membantu penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi.
-
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat simpulkan sebagai berikut :
1. Mayoritas responden mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 18 responden
(90.0%) terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
2. Mayoritas responden mempunyai sikap positif sebanyak 20 responden
(100.0%) terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah
Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
3. Mayoritas responden mempunyai tindakan tidak baik sebanyak 14 responden
(70.0%) terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
4. Mayoritas responden mempunyai perilaku baik sebanyak 14 responden
(70.0%) terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
5.2. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya agar lebih meneliti lagi dalam tentang keluarga
juga untuk pasien pasca stroke juga sebagai acuan untuk referensi peneliti
selanjutnya.
-
49
2. Diharapkan untuk menambah referensi perpustakaan untuk meningkatkan
mutu pendidikan dan dapat menjadi paduan atau bahan perbandingan
untuk melakukan penelitian yang akan datang.
3. Diharapkan kepada instalasi terkait yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat untuk tetap mempertahan-
kan pelayanan yang sudah baik kepada pengguna pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan rehabilitasi medik dan tetap memberikan informasi
kepada keluarga pasien tentang upaya rehabilitasi supaya meningkatkan
pengetahuan keluarga dan tetap berperan aktif terhadap penyembuhan
penderita
4. Diharapkan kepada keluarga agar tetap memberikan dukungan kepada
penderita pasca stroke untuk menggunakan fasilitas kesehatan dalam
meningkatkan kesehatan penderita pasca stroke.
-
DAFTAR PUSTAKA
AMI. 2009. Penyakit Tidak Menular. Pembawa Pesan Kesehatan.
Bobak. 2004. Konsep Keluarga. Jakarta : EGC.
Farizal. 2011. Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Stroke. UniversitasPadang dikutip dari http://pasca.unand.ac.id/id pada tanggal 07 Juli 2012.
Harsono. 2000. Upaya Rehabilitasi Medik Pada Penderita Stroke dikutip darihttp://repository.usu.ac.id pada tanggal 07 Juli 2012.
Herijulianti, Eliza dkk. 2002. Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC.
Hidayat, A.Alimul. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: BinekaCipta.
Lusiakusanna. 2011. Stroke Bayangi Belasan Juta Jiwa Kaum Muda dikutip darihttp://health.kompas.com/read pada tanggal 07 Juli 2012.
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed III. Cet 2. Jakarta : MediaAesculapius.
Maulana, Heri D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta. EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : RinekaCipta.
. 2007. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : RinekaCipta.
Ratnadita. 2011. Cara Berikan Dukungan Bagi Penderita Stroke Yang Pemarahdikutip dari http://health.detik.com/read 2011/ pada tanggal 8 juli 2012.
Sarwono, Jonathan. 2006, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung :Graha Ilmu.
Slameto, 2006. Belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : PTAsdi Mahasatya.
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Medikal BedahBrunner and Suddarth. Ed 8. Jakarta: EGC.
Stroke and Heart Foundation. 2010. Rehabilitasi Stroke dikutip darihttp://repository.usu.ac.id/bitstream/ pada tanggal 30 September 2012.
-
Suparyanto. 2009. Konsep Pengetahuan. dikutip dari http://dr-suparyanto.compada tanggal 06 Maret 2012.
Sutrisno, Alfred Dr. 2007. Stroke You Must Know Before You Get It. SebaiknyaAnda Tahu Sebelum Anda Terserang Stroke. Jakarta : EGC.
Sebastian, H. Stain. 2009. Sikap dan Dukungan Keluarga.http://www.medicatte.com/search/label/Stroke. pada tangal 19 Maret2013
Turana, Yuda Dr. 2002. Tangani Stroke Dengan Cepat. http://tentang penyakitstroke dan pengobatannya.com pada tanggal 18 Maret 2013.
Widagda. 2002. Penilaian Tingkat Ambulasi. Fakultas Kedokteran. Program StudiRehabilitasi Medik.
Wirawan. 2009. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer. Majkedokteran Indonesia.
KOVERBAB IBAB IIBAB IIIBAB IVBAB VDAFTAR PUSTAKA AMA