gambaran efikasi diri pada lansia dengan ...eprints.ums.ac.id/83327/2/naskah publikasi.pdfkeadaan...

19
GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN PENYAKIT DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I Pada Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh : KAMELIA WIJAYANTI J210160071 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020

Upload: others

Post on 14-Dec-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN

PENYAKIT DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I

Pada Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

KAMELIA WIJAYANTI

J210160071

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2020

Page 2: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

i

Page 3: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

ii

Page 4: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

iii

Page 5: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

1

GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN PENYAKIT

DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

MOJOLABAN SUKOHARJO

Abstrak

Meningkatnya populasi lansia di Indonesia kini menjadi perhatian banyak pihak.

Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia salah satunya adalah diabetes

melitus. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang membutuhkan

waktu lama dalam pengelolaan dan penatalaksanaannya, sehingga dibutuhkan

adanya perubahan perilaku pada penderitanya. Salah satu faktor yang dibutuhkan

untuk mencapai perubah perilaku pada lansia diabetes melitus adalah efikasi diri.

Efikasi diri pada lansia dengan diabetes melitus berfokus pada kemampuan lansia

dalam mengelola, memodifikasi, dan merencanakan perilaku agar dapat

mengontrol kadar gula darahnya dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui tingkat efikasi diri pada lansia dengan penyakit diabetes melitus di

wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo. Penelitian ini merupakan

penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Jumlah sampel

sebanyak 83 responden dengan teknik pengambilan sampel proportional random

sampling. Pengambilan data menggunakan kuesioner Diabetes Management Self-

Efficacy (DMSES). Analisa data menggunakan analisa univariat. Hasil dari

penelitian ini menyatakan bahwa lansia dengan penyakit diabetes melitus di

wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo mayoritas berusia 60 – 65 tahun,

berjenis kelamin perempuan, tingkat pendidikan SD, status pernikahan menikah,

tidak bekerja, dan lama menderita diabetes melitus 1 – 5 tahun. Tingkat efikasi

diri pada lansia dengan penyakit diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas

Mojolaban Sukoharjo mayoritas baik

Kata Kunci : Lansia, Diabetes Melitus, Efikasi Diri

Abstract

The increasing population of the elderly in Indonesia now be a concern of many

parties. Health problems that often occur in the elderly one of which is diabetes

mellitus. Diabetes mellitus is a non-communicable disease that needs a long time

in management, so it needs to change the behaviour of sufferer. One of the

factors to achieve behavior change in elderly with diabetes mellitus is self-

efficacy. Self-efficacy in the elderly with diabetes mellitus has focuses on the

ability of the elderly to manage, modify, and plan behavior, so they can properly

to control their blood sugar levels. This study has a purpose to determine the level

of self-efficacy in the elderly with diabetes mellitus in the working area of

Mojolaban Public Health Center in Sukoharjo. This research is a quantitative

study and using descriptive methods. The number of samples was 83 respondents

with proportional random sampling technique. Retrieval of data using the

Diabetes Management Self-Efficacy questionnaire (DMSES). Data analysis uses

univariate analysis. The results of this study stated that the majority of elderly

with diabetes mellitus in the working area of Mojolaban Public Health Center in

Sukoharjo were mostly 60-65 years old, female sex, elementary school education,

marital status is marriage, not working, and had diabetes mellitus for 1 - 5 years.

Page 6: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

2

The level of self-efficacy in the elderly with diabetes mellitus in the working area

of the Mojolaban Public Health Center in Sukoharjo majority is good

Keywords : Elderly, Diabetes Mellitus, Self Efficacy

1. PENDAHULUAN

Di Indonesia saat ini populasi lansia mengalami peningkat di setiap tahunnya

sehingga menjadi perhatian banyak pihak (Kemenkes, 2019). Lansia menurut

UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia adalah seseorang

yang memiliki usia 60 tahun keatas. Lansia beresiko mengalami penurunan

fungsi fisiologis yang disebabkan oleh proses penuaan (Rumahorbo, 2014).

Keadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia

salah satunya adalah diabetes melitus (DM) (Kemenkes, 2013).

Prevalensi penyakit DM diseluruh dunia mengalami peningkatan,

yang awalnya 108 jiwa pada tahun 1980 menjadi 422 juta jiwa pada tahun

2014 (WHO, 2018). Di Indonesia sendiri prevalensi DM yang awalnya 8,4

juta jiwa diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun

2020. Tingginya prevalensi DM di Indonesia menjadikan Indonesia peringkat

ke empat dunia untuk penyakit DM terbanyak (Damayanti, 2017).

Menurut Kurniawan (2010), lansia adalah populasi yang rentan

terserang pennyakit DM. Hal tersebut dikarenakan lansia rentan terkena

obesitas karena penurunan aktivitas fisik selain itu lansia rentan mengalami

gangguan metabolisme karbohidrat, penurunan sekresi insulin oleh sel beta

pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi urine) sehingga memicu

terjadinya penyakit DM (Fatimah, 2015). Kekurangan vitamin D yang sering

terjadi pada lansia juga memicu terjadinya penyakit DM pada lansia (Chentli,

Azzoug & Mahgoun, 2015).

Dalam mengelola penyakit DM dibutuhkan waktu yang cukup lama

sehingga dibutuhkan adanya perubahan perilaku dari penderita. Salah satu

faktor yang dapat memebri perubahan pada perilaku adalah efikasi diri

(Rahman & Sukmarini, 2017). Efikasi diri adalah keyakinan atas kemampuan

dalam melakukan dan mengatur tugas tertentu yang dibutuhkan untuk

Page 7: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

3

mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan (Ramadhani, MM & Hadi,

2016). Sumber dari efikasi diri adalah pengalaman menguasai sesuatu,

persuasi sosial, pengalaman orang lain serta kondisi fisik dan emosional

seseorang (Feist, Feist & Roberts 2017).

Efikasi diri pada lansia dengan penyakit DM berfokus pada

kemampuan untuk mengelola, memodifikasi, dan merencanakan perilaku

sehingga lansia mampu mengendalikan kadar gula darahnya (Nurhayani,

2019). Sehingga dengan adanya efikasi diri yang baik lansia dengan penyakit

DM akan lebih percaya diri dalam menghadapi penyakitnya (Damayanti,

2017)

2. METODE

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitian

deksirptif survei. Metode penelitian deskriptif survei adalah metode

penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek

sesuai dengan fakta yang terdapat atau terjadi pada suatu wilayah. Data yang

telah terkumpul akan diklasifikasikan berdasarkan jenis, sifat serta

kondisinya. Setelah data terkumpul secara lengkap maka data akan

disimpulkan (Arikunto, 2013).

Populasi adalah sebuah kelompok yang menarik peneliti, dimana

peneliti menjadikan kelompok tersebut sebagai objek untuk

menggeneralisasikan hasil dari penelitiannya (Winarni, 2018). Populasi pada

penelitian ini adalah seluruh lansia dengan penyakit DM di wilayah kerja

puskesmas Mojolaban Sukoharjo dengan jumlah 491 orang (Periode Januari-

Agustus 2019). Sampel adalah suatu bagian daripada suatu populasi. Sampel

dapat dikatakan sebagai sembarang himpunan sebagai suatu bagian dari suatu

populasi (Winarni, 2018). Sampel pada penelitian ini berjumlah 83 responden

dan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Proportional Random

Sampling.

Instrumen penelitian yang digunakan peneliti adalah kuesioner efikasi

diri untuk penderita diabetes melitus atau bisa disebut dengan Diabetes

Page 8: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

4

Management Self Efficacy Scale (DMSES), kuesioner tersebut terdiri 15

pertanyaan. Peneliti mengadopsi instrument tersebut dari penelitian Ariani

(2011). Instrumen tersebut telah diuji validitas dan reliabilitas oleh Ariani

(2011), dengan nilai Cronbach alpha 0,840 dan r = 0,362, Ramadhani, MM

& Hadi (2016), dengan nilai Cronbach alpha 0,850. Menurut penelitian

Katuuk & Kallo (2019), dengan nilai Cronbach alpha 0,904 dan nilai r =

0,206-0,751 selain itu, kuesioner DMSES juga telah diuji validitas dan

realibilitas di kota Semarang oleh Sejati (2017) dengan nilai Cronbach alpha

= 0,921 dan nilai r = 0,3. Jenis analisa data yang digunakan adalah analisa

univariat. Analisa data pada penelitian ini menggunakan metode statistika

deskriptif dan disajikan dalam bentuk frekuensi dan presentase.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Responden

Berikut ini adalah karakteristik responden lansia dengan penyakit DM di

wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo meliputi usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status pernikahan dan lama

menderita diabetes.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Usia

a. 60-65 45 54.2 %

b. 66-70 25 30.1 %

c. 71-75 10 12.0 %

d. 76-80 3 3.6 %

Jenis Kelamin

a. Laki – Laki 20 24.1 %

b. Perempuan 63 75.9 %

Tingkat Pendidikan

a. Tidak Sekolah 19 22.9 %

b. SD 31 37.3 %

c. SMP 14 16.9 %

d. SMA 12 14.5 %

e. Perguruan Tinggi 7 8.4 %

Pekerjaan

a. Tidak Bekerja 38 45.8 %

Page 9: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

5

b. Petani 19 22.9 %

c. Pensiunan PNS / TNI /

POLRI 3 3.6 %

d. Swasta 6 7.2 %

e. Wirausaha 17 20.5 %

Status Pernikahan

a. Tidak Menikah 2 2.4 %

b. Janda / Duda 15 18.1 %

c. Menikah 66 79.5 %

Lama Menderita

a. 1-5 Tahun 54 65.1 %

b. 6-10 Tahun 21 25.3 %

c. 11-15 Tahun 3 3.6 %

d. 16-20 Tahun 4 4.8 %

e. > 20 Tahun 1 1.2 %

Karakteristik responden berdasarkan usia mayoritas berusia 60 –

65 tahun. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Chentli, Azzoug &

Mahgoun (2015), dimana pada usia 60 – 65 tahun penyakit DM

menjadi masalah kesehatan yang mengkhawatirkan. Hal tersebut

dikarenakan pada usia 60 – 65 tahun fungsi tubuh seseorang mengalami

penurunan karena proses penuaan (Rumahorbo, 2014). Keadaan

tersebut menyebabkan lansia rentang terkena obesitas karena penurunan

aktivitas fisik yang dapat memicu terjadinya penyakit DM. Secara

fisiologis lansia rentan mengalami gangguan metabolik yang

diakibatkan oleh penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan

atau ganguan fungsi insulin (resistensi urine) pada tubuhnya, selain itu

metabolisme karbohidrat pada lansia sehingga dapat memicu penyakit

DM (Fatimah, 2015). Adanya kekurangan vitamin D yang sering terjadi

pada lansia dapat memicu terjadinya penyakit DM pada lansia (Chentli,

Azzoug & Mahgoun, 2015).

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin mayoritas

berjenis kelamin perempuan. Hasil tersebut sejalan dengan Kemenkes

(2013), jumlah lansia berdasarkan jenis kelamin di Indonesia mayoritas

berjenis kelamin perempuan. Menurut Dinkes Jateng (2018), komposisi

lansia di Jawa Tengah lebih banyak berjeneis kelamin perempuan

Page 10: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

6

dibandingkan laki – laki. Menurut Fatimah (2015), prevalensi DM pada

perempuan lebih tinggi karena perempuan secara fisik memiliki

peluang peningkatan indeks masa tubuh (IMT) yang lebih besar.

Menurut Allorerung, Sekeon & Joseph (2016), prevalensi DM pada

perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki disebabkan oleh faktor

kehamilan, karena kehamilan adalah salah satu faktor resiko untuk

terjadinya penyakit DM.

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas

memiliki tingkat pendidikan terakhir SD yang tergolong tingkat

pendidikan yang rendah. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian

kemenkes (2013), dimana mayoritas penduduk lansia di Indonesia

memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah. Lansia dengan tingkat

pendidikan terakhir SD menempati peringkat ketiga tertinggi. Hasil

tersebut sejalan dengan penelitian Damayanti (2015), semakin tinggi

tingkat pendidikan maka resiko untuk terkena DM semakin rendah

begitu pula sebaliknya. Hal tersebut karena tingkat pendidikan yang

tinggi akan memiliki lebih banyak pengetahuan mengenai kesehatan

dibandingakn dengan tingkat pendidikan terakhir rendah. Dengan

pengetahuan tersebut seseorang akan lebih sadar dalam menjaga

kondisi kesehatannya.

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan mayoritas

responden tidak bekerja. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Nur,

Wilya & Ramadhan (2016), seseorang yang kurang melakukan aktivitas

fisik seperti tidak bekerja dan tidak berolahraga maka memiliki resiko

kadar glukosa darah sulit terkontrol, hal tersebut dikarenakan makanan

yang dikonsumsi tidak diolah dengan baik oleh tubuh sehingga

tertimbun menjadi lemak dan gula dalam tubuh. Hasil tersebut tidak

sejalan dengan penelitian Wiastuti, Rondhianto & Widayati (2017),

menurutnya orang yang bekerja memiliki resiko DM lebih tinggi

dibandingkan orang yang tidak bekerja. Seseorang yang memiliki

perekonomian cukup 1,4 kali lebih rentang terkena DM dibandingkan

Page 11: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

7

seseorang yang memiliki perekonomian kurang. Hal tersebut terjadi

karena adanya perubahan sosial ekonomi serta selera makan yang

menyebabkan perubahan pola makan yang jauh dari pola makan sehat

dan seimbang sehingga berdampak buruk pada kesehatan tubuh.

Karakteristik responden berdasarkan status pernikahan mayoritas

responden berstatus menikah. Hasil tersebut sejalan dengan penelitin

Yanto & Setyawati (2017), dimana penderita DM didominasi dengan

status pernikahan menikah. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya

keterkaitan usia dengan penyakit DM. Diusia 40 tahun keatas manusia

akan mengalami penurunan fungsi fisiologis yang cukup drastis.

Keadaan tersebut dapat memicu terjadinya penyakit DM. Terutama

pada usia ≥ 45 tahun seseorang berisiko mengalami intoleransi glukosa

pada tubuhnya sehingga mengalami penurunan kemampuan sel β

pankreas dalam memproduksi insulin dan dapat menyebabkan

metabolisme glukosa dalam tubuh terganggu.

Karakteristik responden berdasarkan lama menderita mayoritas

pada rentang 1 – 5 tahun. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian

Chaidir, Wahyuni & Furkhani (2017), lama responden menderita DM

paling banyak < 10 tahun, hal tersebut disebabkan karena seseorang

jarang menyadari jika ada tanda gejala DM pada dirinya, serta

membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri terhadap penyakit yang

dideritanya.Semakin lama seseorang menderita DM maka seseorang

beresiko mengalami komplikasi lanjutan baik akut maupun kronis

(Purwanti, 2013).

Page 12: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

8

3.2 Efikasi Diri

Berikut adalah hasil dari analisa data univariat efikasi diri responden

lansia dengan penyakit DM dalam bentuk frekuensi dan presentase.

Tabel 2 Efikasi Diri Responden

Efikasi Diri Responden Frekuensi Persentase (%)

Baik 49 59.0

Kurang Baik 34 41.0

Total 83 100.0

Dari tabel 2 didapatkan hasil bahwa mayoritas efikasi diri pada lansia

dengan penyakit DM di wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo

yaitu baik. Efikasi diri responden dapat dikatakan baik apabila responden

mampu memeriksa kadar glukosa darahnya secara mandiri, mampu

memeriksa keadaan kakinya secara mandiri, mampu melakukan diet DM

dengan baik, mampu melakukan olahraga sesuai dengan anjuran dari

dokter serta mampu mentaati pengobatan penyakit DM yang dianjurkan.

Menurut peneliti efikasi diri pada responden mayoritas baik disebabkan

oleh beberapa faktor seperti usia , jenis kelamin, status pernikahan dan

pekerjaan.

Salah satu faktor menurut pernyataan diatas yang membuat efikasi diri

responden mayoritas baik adalah usia. Mayoritas responden memiliki usia

dengan rentang 60 – 65 tahun dengan jumlah 45 responden (54,2 %),

rentang usia tersebut adalah rentang usia paling muda. Penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian Wantiyah, Sitorus dan Gayatri (2010), pasien

yang lebih tua akan memiliki keyakinan yang lebih baik dalam mengelola

dan melakukan perawatan terhadap penyakitnya. Pernyataan diatas sejalan

dengan penelitian Ngurah & Sukmayanti (2014), rentang usia 40 – 65

adalah usia keberhasilan, dimana seseorang dapat secara maksimal

membimbing diri sendiri, menilai diri sendiri dan dapat mendapat

pengaruh yang maksimal.

Page 13: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

9

Faktor lain yang membuat efikasi diri responden mayoritas baik

adalah jenis kelamin, mayoritas responden berjenis kelamin perempuan

dengan jumlah 63 responden (75,9 %). Hal tersebut sejalan dengan

penelitian Ariani (2011), menurutnya mayoritas responden berjenis

kelamin perempuan dan memiliki efikasi diri yang baik. Hal tersebut juga

sejalan dengan penelitian Ngurah & Sukmayanti (2014), menurutnya

perempuan memiliki efikasi diri yang lebih baik dibandingkan dengan laki

– laki karena perempuan lebih patuh dalam mengontrol dan melakukan

perawatan pada penyakitnya. Mekanisme koping perempuan dalam

menghadapi masalah juga lebih baik dibandingkan dengan laki – laki. Hal

tersebutlah yang menyebabkan efikasi diri perempuan lebih baik

dibandingkan dengan efikasi diri laki – laki. Hasil dari penelitian ini

tidak sejalan dengan penelitian Mystakidou et al (2010), menurutnya laki –

laki memiliki efikasi diri yang lebih baik dibandingkan dengan

perempuan.

Faktor lain yang menyebabkan efikasi diri responden mayoritas baik

adalah pekerjaan responden. Mayoritas responden sudah tidak berkerja

dengan jumlah 38 responden (45,8 %) . Hasil penelitian ini tidak sejelan

dengan penelitian Ngurah & Sukmayanti (2014), dimana seseorang yang

memiliki pekerjaan akan memiliki efikasi diri yang lebih baik

dibandingkan dengan seseorang yang tidak bekerja, karena seorang

pekerja akan memiliki kepercayaan diri dan kemampuan yang lebih baik

dalam mengontrol dan melakukan perawatan terhadap penyakitnya. Hal

tersebut juga tidak sejalan dengan penelitian Wantiyah, Sitorus & Gayatri

(2010), menurutnya pekerjaan ialah salah satu faktor yang cukup

signifikan yang dapat mempengaruhi efikasi diri seseorang. Seseorang

yang memiliki pekerjaan akan memiliki efikasi diri yang lebih baik

dibanding dengan seseorang yang tidak bekerja. Hal tersebut dikarenakan

seseorang yang bekerja akan memiliki kemampuan dan kepercayaan diri

yang lebih baik untuk mengatasi masalah kesehatanya. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Ariani (2011), menurutnya responden yang tidak

Page 14: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

10

bekerja akan memiliki efikasi diri yang lebih baik, karena seseorang yang

berkerja kemungkinan memiliki kegiatan yang cukup padat serta

mengalami stress akibat tuntutan pekerjaan, sehingga tidak cukup waktu

untuk memperhatikan kondisi kesehatannya dan mengelola penyakitnya

sehingga dapat berpengaruh pada efikasi dirinya. Seseorang yang tidak

memiliki pekerjaan akan memiliki waktu yang cukup untuk lebih

memperhatikan kondisi kesehatannya dan mengelola penyakitnya sehingga

dapat meningkatkan efikasi dirinya.

Faktor yang mempengaruhi efikasi diri pada lansia dengan penyakit

DM di wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo mayoritas baik

adalah status pernikahan. Mayoritas responden memiliki status pernikahan

menikah dengan jumlah 66 responden (79,5 %). Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Wahyuni & Dewi (2018), status pernikahan

memiliki hubungan dengan efikasi diri, karena adanya pasangan

merupakan salah satu bentuk dukungan dari keluarga yang mampu

meningkatkan efikasi diri seseorang. Menurut penelitian Setyoadi &

Kardinasari (2018), status pernikahan dapat menguntungkan kondisi

seseorang dikarenakan dengan adanya pasangan, seseorang yang sakit

dapat mendapatkan perhatian dan perawatan dari pasanganya.

Menurut penelitian Wahyuni & Rezkiki (2015), dengan adanya

pasangan maka seseorang akan mendapat dukungan berupa perawatan dan

perhatian dari pasangan sehingga mampu berpengaruh terhadap proses

penyembuhan penyakit. Menurut penelitian Lingga (2013), dukungan

keluarga terutama pasangan merupakan salah satu faktor yang

berhubungan dengan efikasi diri dikarenakan dapat menyebakan pasien

memiliki semangat yang lebih, sehingga akan dapat lebih yakin dalam

mengelola penyakitnya dan akan memiliki efikasi diri yang lebih baik.

Berdasarkan hasil analisa data dari tabel 3.2 pada lansia dengan

penyakit DM di wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo

didapatkan hasil bahwa responden yang memiliki efikasi diri kurang baik

lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan efikasi diri yang baik.

Page 15: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

11

Efikasi diri responden dapat dikatakan kurang baik apabila responden

tidak mampu memeriksa kadar glukosa darahnya secara mandiri, tidak

mampu memeriksa keadaan kakinya secara mandiri, tidak mampu

melakukan diet DM dengan baik, tidak mampu melakukan olahraga sesuai

dengan anjuran dari dokter serta tidak mampu mentaati pengobatan

penyakit DM yang dianjurkan.

Menurut peneliti faktor yang menyebabkan efikasi diri responden

kurang baik adalah tingkat pendidikan responden dan lama menderita DM.

Faktor tersebut pula yang membuat perbedaan jumlah antara efikasi diri

responden yang baik dan kurang baik tidak terlalu signifikan.

Menurut pernyataan diatas salah satu faktor yang mempengaruhi

efikasi diri lansia dengan penyakit DM di wilayah kerja Puskesmas

Mojolaban Sukoharjo menjadi kurang baik adalah tingkat pendidikan

dikarenakan mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SD yang

masih tergolong rendah sebanyak 31 responden (37,3 %) . Hal tersebut

sejalan dengan penelitian Wu et al (2008), seseorang yang memiliki

tingkatan pendidikan tinggi akan memiliki efikasi diri dan perilaku

perawatan diri yang lebih baik. Menurut Ariani (2011), seseorang yang

memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah dalam menangkap

dan mencerna informasi sehingga dapat lebih baik dalam mengkontrol dan

melakukan perawatan pada penyakitnya sehingga dapat meningkatkan

efikasi dirinya. Menurut Stipanovic (2003), tingkat pendidikan seseorang

merupakan faktor yang penting pada pasien DM untuk mengelola dan

mengontrol gula darahnya. Menurut Wiastuti, Rondhianto & Widayati

(2017), tingkat pendidikan seseorang memiliki pengaruh pada proses

berpikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

seseorang akan semakin mudah berpikir secara rasional, menangkap

informasi dan menganalisis suatu masalah sehingga dapat mempermudah

seseorang dalam menguraikan suatu masalah.

Faktor lain yang mempengaruhi efikasi diri pada lansia dengan

penyakit DM di wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo menjadi

Page 16: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

12

kurang baik adalah lama menderita DM. Mayoritas responden penelitian

menderita DM selama 1-5 tahun dengan jumlah 54 responden (65,1 %).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ngurah & Sukmayanti

(2014), Seiring berjalannya waktu seseorang menghadapi suatu penyakit

maka semakin baik pula seseorang mengelola penyakitnya, sehingga

semakin baik pula efikasi diri seseorang. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Wu et al (2008), penderita DM dengan lama menderita

≥ 11 tahun memiliki efikasi diri yang lebih baik dibandingkan penderita

DM yang menderita DM < 10 tahun. Hal tersebut dikarenakan semakin

lama seseorang menderita suatu penyakit maka semakin berpengalaman

seseorang dalam mengelola penyakitnya dan semakin baik pula koping

dalam menghadapi penyakitnya. Sehingga mampu meningkatkan efikasi

dirinya.

4. PENUTUP

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa

lansia dengan penyakit diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas

Mojolaban Sukoharjo mayoritas memiliki usia pada rentang 60 – 65 tahun,

berjenis kelamin perempuan, tingkat pendidikan SD, status pernikahan

menikah, tidak bekerja, lama menderita diabetes melitus 1-5 tahun. Tingkat

efikasi diri lansia dengan penyakit diabetes melitus di wilayah kerja

Puskesmas Mojolaban Sukoharjo mayoritas baik.

DAFTAR PUSTAKA

Allorerung, D. L., Sekeon, S. A., & Joseph, W. B. (2016). Hubungan antara

Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Diabetes

Melitus Tipe 2 di Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado Tahun 2016.

Kesehatan Masyarakat

Arikunto, Suharsini. (2013). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Ariani, Y. (2011). Hubungan Antara Motivasi dengan Efikasi Diri Pasien DM

Tipe 2 dalam Konteks Asuhan. Jakarta : Universitas Indonesia

Chaidir, R., Wahyuni, A. S & Furkhani, D. W. (2017). Hubungan Self Care

Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus. Jurnal Endurance : Kajian

Page 17: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

13

Ilmiah Problema Kesehatan, 2(2), 132-144. Retrieved from

https://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance/article/view/1357,

diakses pada 20 Februari 2020

Chentli, F., Azzoug, S., & Mahgoun, S. (2015). Diabetes mellitus in elderly.

Indian Journal of Endocrinology and Metabolism, 19(6), 744–752.

https://doi.org/10.4103/2230-8210.167553, diakses pada 19 November 2019

Damayanti, S. (2017). Efektivitas ( Self-Efficacy Enhancement Intervention

Program ( Seeip ) Terhadap Efikasi Diri Manajemen Diabetes Mellitus Tipe

2. Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 4,148–153. Retrieved from

http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY/article/view/104, diakses

pada 11 Oktober 2019

Damayanti S. 2015. Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan.

Cetakan 1. Yogyakarta: Nuha Medika.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2018. Semarang : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

Feist, Jess.,Feist, Gregory J., & Roberts, Tomi-Ann. (2017). Teori

Kepribadian(R.A. Handwitia Dewi Pertiwi, penerjemah).Jakarta: Salemba

Humanika

Fatimah, N.R. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Majority, 4(5), 93-101.

Retrieved from

https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/615/619,

diakses pada 22 Februari 2020

Katuuk, M.E & Kallo, V.D. (2019). Hubungan Motivasi Dengan Efikasi Diri

Pada Pasien Dengan Diabetes Melitus Tipe II Di Rumah Sakit Umum

GMIM Pancaran Kasih Manado. e - Journal Keperawatan, 7(1), 1-7.

Retrieved from

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/25209/24906,

diakses pada 10 November 2019

Kemenkes. (2019). Indonesia Memasuki periode Aging Population. Retrieved

from https://www.kemkes.go.id/article/view/19070500004/indonesia-

masuki-periode-aging-population.html, diakses pada 27 September 2019

Kemenkes. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta:

Kemenkes

Kurniawan, Indra. (2010). Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Usia Lanjut. . Journal

of Gerontological Nursing, 20(11), 55–55. https://doi.org/10.3928/0098-

9134-19941101-20, diakses pada 26 September 2019

Lingga L. 2013. All About Stroke: Hidup Sebelum dan Pasca stroke. Jakarta:

Elex Media Komputindo.

Mystakidou, K., Tsilikia., Parpa., Gougut., Theodoriakis. & Vlahos. (2010).

Selfefficacy beliefs and level of anxiety in advanced cancer patient.

Page 18: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

14

European Journal of Cancer Care, 19, 205-211. Retrieved from http://

www.ebscohost.com, diakses pada 4 Januari 2020

Nurhayani, Yani. (2019). Gambaran Efikasi Diri pada Pasien Penyakit

Diabetes Melitus Tipe II di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon.

Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004, diakses pada 30

September 2019

Nur, A., Wilya, V & Ramadhan R. (2016) Kebiasaan Aktivitas Fisik Pasien

Diabetes Mellitus Terhadap Kadar Gula Darah Di Rumah Sakit Umum dr.

Fauziah Bireuen. Sel Jurnal Penelitian Kesehatan, 3(2), 41-48. Retrieved

from http://202.70.136.138/index.php/sel/article/view/6381/4815, diakses

pada 21 Februari 2020

Ngurah, I.G.K.G & Sukmayanti, M. (2014). Efikasi Diri Pada Pasien Diabetes

Melitus Tipe 2. Politeknik Kesehatan Denpasar

Purwanti, O.S. (2013). Hubungan Faktor Risiko Neuropati Dengan Kejadian

Ulkus Kaki Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Rsud Moewardi Surakarta.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan, 130–134. ISSN: 2338-2694.

Retrieved from

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3403/19.%20OKI.

pdf?sequence=1&isAllowed=y, diakses pada 20 Februari 2020

Rahman, H. F & Sukmarini, L. (2017). Efikasi Diri, Kepatuhan, dan Kualitas

Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 ( Self Efficacy, Adherence, and

Quality of Life of Patients with Type 2 Diabetes ). E-Jurnal Pustaka

Kesehatan, 5, 108–113. Retrieved from

https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/4059/3172, diakses pada

15 Sepetember 2019

Ramadhani, D. Y., MM, F. A., & Hadi, R. (2016). Dukungan Keluarga dan

Efikasi Karakteristik, Di Diri pada Lanjut Usia Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Kelurahan Padangsari, Semarang. Jurnal Ners Lentera, 4(2), 142–151.

Retrieved from http://jurnal.wima.ac.id/index.php/NERS/article/view/877,

diakses pada 11 Oktober 2019

Rumahorbo, Hotman. (2014). Mencegah Diabetes Melitus dengan Perubahan

Gaya Hidup. Bogor: In Media

Republik Indonesia. (1998). Undang-Undang kesejahteraan lansia. Jakarta:

Sekretariat Negara

Setyoadi, Nasution TH & Kardinasari A. (2018). Family Support In Improving

Independence Of Stroke Patiens. Jurnal Ilmu Keperawatan. 6 (1). Retrieved

from https://jik.ub.ac.id/index.php/jik/article/view/175, diakses pada 5

Januari 2020

Sejati, A. P. R. (2017). Hubungan Efikasi Diri dan Problem Focused Coping

(PFC) dengan Kepatuhan Diet pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2.

Page 19: GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA LANSIA DENGAN ...eprints.ums.ac.id/83327/2/NASKAH PUBLIKASI.pdfKeadaan tersebut membuat banyak penyakit tidak menular menyerang lansia salah satunya adalah

15

Semarang: Unika Soegijapranata. Retrieved from

http://repository.unika.ac.id/15092/, diakses pada 15 Oktober 2019

Stipanovic, A.R. (2003). The effects of diabetes education on self-efficacy and self

care. Retrieved from http://proquest.umi.com/pqdweb, diakses pada 4

Januari 2020

Wahyuni, S & Dewi, C. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Efikasi

Diri Pasien Paca Stroke: Studi Cross Sectional di RSUD Gambiran Kediri.

Jurnal Wiyata, 5(2), 86-92. Retrieved From

http://www.ojs.iik.ac.id/index.php/wiyata/article/view/214/127, diakses

pada 5 Januari 2020

WHO. (2018). Noncommunicable Diseases Country Profiles 2018. In World

Health Organization. https://doi.org/16/j.jad.2010.09.007, diakses pada 11

November 2019

Wahyuni, A & Rezkiki F. 2015. Pemberdayaan Dan Efikasi Diri Pasien Penyakit

Jantung Koroner Melalui Edukasi Kesehatan Terstruktur. Jurnal Ipteks

Terapan, 9, 28-39. ISSN: 1979-9292/ E-ISSN: 2460-5611

Wantiyah, Sitorus, R., Gayatri, D. (2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi

efikasi diri pasien penyakit jantung koroner dalam konteks asuhan

keperawatan di RSUD dr. soebandi jember. Depok: FIK UI

Winarni, Endang widi. (2018). Teori dan Praktik Penelitian Kuantitatif kualitatif.

Jakarta: Bumi Aksara

Wiastuti, S.M., Rondhianto & Widayati, N. (2017). Pengaruh Diabetes Self

Management Education and Support (DSME/S) Terhadap Stres Pada Pasien

Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Patrang

Kabupaten Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, 5(2), 260-275. Retrieved

From https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/5784/4293,

diakses pada 15 Februari 2020

Wu, S.F.V., Courtney, M., Edward, H., McDowell, J., Shortridge-Baggett, L.M

& Chang, P.J. (2008). Self-efficacy, outcome expectation and self care

behavior in people with type diabetes in taiwan. Jurnal of Nursing Studies,

45(4), 534-542. https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2006.08.020, diakses pada

5 Januari 2020

Yanto, A & Setyawati, D. (2017). Dukungan Keluarga Pada Pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2 Di Kota Semarang. Semarang: Universitas Muhammadiyah

Semarang