gambar 3.9 persentase sampel pada hasil uji parameter no3 ...dlh.kulonprogokab.go.id/files/buku ii...

60
48 Gambar 3.9 Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter NO3 Tahun 2017 Pada grafik di atas menunjukan bahwa hasil pemantauan kandungan NO3 atau nitrat pada sumur-sumur di Kabupaten Kulon Progo masih berada pada kondisi normal namun terdapat 17 % dari total sampel penelitian telah tercemar nitrat dengan kandungan melebihi baku mutu. 5. Kadmium Kadmium dalam air merupakan logam yang bersumber dari beberapa hal, seperti erosi endapan alam, limpasan dari sampah baterai dan cat. Kandungan kadmium dalam air yang melebihi baku mutu dapat berpengaruh terhadap kesehatan karena dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal apabila dikonsumsi.

Upload: duongnguyet

Post on 12-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

48

Gambar 3.9 Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter NO3 Tahun 2017

Pada grafik di atas menunjukan bahwa hasil pemantauan kandungan NO3

atau nitrat pada sumur-sumur di Kabupaten Kulon Progo masih berada pada

kondisi normal namun terdapat 17 % dari total sampel penelitian telah tercemar

nitrat dengan kandungan melebihi baku mutu.

5. Kadmium

Kadmium dalam air merupakan logam yang bersumber dari beberapa hal,

seperti erosi endapan alam, limpasan dari sampah baterai dan cat. Kandungan

kadmium dalam air yang melebihi baku mutu dapat berpengaruh terhadap

kesehatan karena dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal apabila dikonsumsi.

49

Gambar 3.10. Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Kadmium Tahun 2017

Berdasarkan gambar di atas mengenai persentase sampel pada hasil uji

parameter kadmium menunjukkan bahwa kandungan kadmium yang sesuai

dengan baku mutu sebesar 100% dan tidak ada sampel yang menunjukkan

memliki kandungan kadmium yang melebihi baku mutu.

6. Besi

Besi merupakan logam yang sering dijumpai terkandung dalam air. Pada

dasarnya, zat besi sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Namun, apabila zat besi

yang terkandung dalam air sangat tinggi maka akan berdampak buruk bagi

kesehatan manusia, diantaranya yaitu rusaknya dinding usus serta iritasi pada

mata dan kulit. Tinggi rendahnya kandungan zat besi tergantung pada kondisi

struktur tanah di suatu tempat. Air dengan kandungan zat besi yang melebihi baku

mutu biasanya ditandai dengan warna yang lebih gelap dan mengeluarkan bau

yang tidak sedap.

50

Gambar 3.11. Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Besi Tahun 2017

Berdasarkan Gambar di atas mengenai persentase sampel pada hasil uji

parameter besi menunjukkan bahwa dari 12 tempat yang menjadi sampel

penelitian, tidak ditemukan adanya kandungan zat besi yang tidak sesuai baku

mutu atau dengan kata lain seluruh sampel air tanah di Kabupaten Kulon Progo

sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.

7. Timbal

Timbal merupakan unsur kimia yang bersumber dari kerak bumi namun

dapat pula bersumber dari aktifitas manusia. Unsur timbal dalam air tanah

dianggap aman jika kadarnya masih dibawah baku mutu. Sebaliknya jika

kandungan timbal diatas baku mutu maka dianggap berbahaya, khususnya bagi

tubuh manusia. Sumber pencemaran timbal sangat beragam, seperti kaca,

keramik, baterai, plastik, bahkan pipa air minum.

51

Gambar 3.12. Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Timbal Tahun 2017

Gambar di atas mengenai persentase sampe pada hasil uji parameter

timbal menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya timbal yang melebihi baku

mutu yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa

kerak bumi maupun aktifitas manusia di lokasi penelitian tidak menghasilkan

kandungan timbal yang melebihi baku mutu pada air tanah.

8. Mangan

Mangan dapat ditemukan secara alami dalam air tanah dan air

permukaan. Pada umumnya mangan terbentuk bersamaan dengan zat besi.

Namun aktifitas manusia juga menjadi penyebab kontaminasi mangan di suatu

daerah. Konsentrasi mangan yang tinggi dapat mengubah warna air menjadi

hitam. Konsentrasi mangan yang tinggi tentu berbahaya bagi kesehatan

penduduk yang tendampak. Berikut disajikan persentase sampel pada hasil uji

parameter mangan.

52

Gambar 3.13. Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Mangan Tahun 2017

Gambar di atas menunjukkan bahwa 67% sampel mengandung mangan

sesuai baku mutu, sedangkan 33% sampel mengandung mangan yang tidak sesuai

dengan baku mutu. Angka tersebut tentu menjadi perhatian khusus, karena

33% sampel mengandung mangan yang tidak sesuai dengan baku mutu yang

akan memberikan efek terhadap kesehatan penduduk yang mengkonsumsi air

tanah tersebut.

9. Seng (Zn)

Seng (Zn) dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk proses metabolisme.

Kebutuhan seng sangat bervariasi, namun kecukupan seng yang dianjurkan adalah

15 mg/hari. Menurut Peraturan Gubernur DIY Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, kandungan seng dalam

sumber air minum tidak lebih dari 0,05 mg/L.

53

Gambar 3.14. Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Seng Tahun 2017

Berdasarkan Gambar di atas menunjukkan bahwa 100% persen sumur

sampel di Kabupaten Kulon Progo mengandung seng di sesuai dengan baku mutu

dan tidak ditemukannya sampel dengan kandungan seng yang melebihi baku

mutu. Air dengan kandungan seng yang melebihi baku mutu akan berdampak

pada kesehatan, seperti anemi, kram perut dan iritasi kulit.

10. Klorida

Klorida merupakan suatu zat yang menyebabkan rasa asin pada air,

dimana semakin asin suatu air maka kandungan klorida nya semakin tinggi. Jika

suatu sangat asin atau memiliki kadar klorida yang tinggi maka air tersebut

tergolong tidak sehat dan tidak layak untuk dikonsumsi.

54

Gambar 3.15 Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Klorida Tahun 2017

Gambar di atas tentang persentase sampel hasil pada hasil uji parameter

klorida menunjukkan bahwa dari 12 lokasi yang dijadikan sampel pengujian tidak

ditemukan adanya kandungan klorida yang melebihi baku mutu atau dengan kata

lain 100% sesuai baku mutu dan layak untuk dikonsumsi.

11. Sianida

Sianida merupakan gas yang keluar dari tanah dan dapat mencemari air

tanah. Sianida juga dapat dihasilkan dari adanya kegiatan manusia, seperti limbah

industri. Beberapa industri yang limbahnya dapat memperparah pencemaran

sianida pada air yaitu industri pupuk, batik dan emas. Semakin banyak kandungan

sianida dalam air, maka semakin tercemar pula air tersebut, begitu pula

sebaliknya.

55

Gambar 3.16. Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Sianida Tahun 2017

Berdasarkan gambar di atas, hasil uji parameter sianida menunjukkan

tidak ada sampel air di Kabupaten Kulon Progo yang memiliki kandungan sianida

melebihi baku mutu atau dengan kata lain 100% sesuai baku mutu. Hal ini

menunjukkan kandungan sianida pada air tanah di Kulon Progo relatif aman dan

tidak tercemar.

12. Flourida

Fluorida adalah salah satu mineral yang dapat mencegah kerusakan gigi,

namun efek negatif kelebihan fluorida jika kandungan fluorida tidak dapat

dikeluarkan oleh tubuh akan merusak organ tubuh manusia. Berikut adalah

kandungan fluoride pada air tanah di Kabupaten Kulon Progo:

56

Gambar 3.17. Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Fluorida Tahun 2017

Berdasarkan hasil uji sampel pada hasik uji parameter fluorida

menunjukkan bahwa seluruh sampel di Kabupaten Kulon Progo 100% sesuai baku

mutu dan tidak ditemukan adanya sampel yang mengandung fluorida tidak sesuai

baku mutu.

13. Nitrit

Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis

perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut yang

rendah. Selain itu nitrit juga dapat bersifat racun karena dapat bereaksi dengan

hemoglobin dalam darah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen.

57

Gambar 3.18. Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Nitrit Tahun 2017

Hasil uji sampel menunjukkan 100% sampel air di Kabupaten Kulon

Progo mengandung nitrit sesuai baku mutu dan tidak ditemukan adanya sampel

yang mengandung nitrit tidak sesuai baku mutu. Hal ini menunjukkan seluruh

sampel air tergolong baik.

14. Sulfat

Sulfat dihasilkan oleh bakteri melalui oksida senyawa sulfida. Sulfat

dapat bersumber dari kegiatan manusia, seperti pembuangan limbah industry,

limbah laboratorium maupun limbah rumah tangga berupa air deterjen. Air yang

telah tercemar sulfat akan terasa pahit, berbeda dengan air yang tidak tercemar.

58

Gambar 3.19. Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Sulfat Tahun 2017

Berdasarkan gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa sulfat yang

terkandung dalam air pada sampel air di Kabupaten Kulon Progo seluruhnya

sesuai baku mutu dan tidak ditemukan adanya air yang mengandung sulfat dan

tidak sesuai baku mutu.

15. Total Coliform

Total Coliform merupakan bakteri yang digunakan sebagai indiKator

dalam menentukan apakah suatu air terkontaminasi pathogen atau tidak, dimana

bakteri ini dapat menyebabkan penyakit kanker. Semakin banyak kandungan

coliform dalam air maka air tersebut semakin tercemar dan sangat tidak baik

kesehatan apabila dikonsumsi, terlebih jika dikonsumsi jangka panjang.

59

Gambar 3.2o. Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Total Coliform Tahun

2017

Gambar di atas menunjukkan bahwa 58% sampel air di Kabupaten Kulon

Progo yang mengandung Total Coliform sesuai baku mutu, sedangkan 42%

sampel air mengandung total coliform tidak sesuai baku. Hal ini perlu menjadi

perhatian bersama mengingat air yang tercemar total coliform dapat berbahaya

bagi tubuh manusia apabila dikonsumsi secara terus menerus. Pencemaran

tersebut diperparah apabila terdapat adanya industri yang membuang limbahnya

sembarangan tanpa ada pemerosesan terlebih dahulu. Selain itu, limbah rumah

tangga juga berperan cukup besar dalam pencamaran air dari total coliform.

3.2.3. Kualitas Air Laut

Luas wilayah laut yang menjadi kewenangan Kabupaten KulonProgo

adalah 15.872 hektar (158,72 km2) dan mempunyai panjang pantai/pesisir yang

membujur dari barat (muara Sungai Bogowonto) ke timur (muara Sungai Progo)

sekitar 24,9 km dan lebar sekitar 1,5 km dibatasi Jalan Daendels.

Pesisir dan laut di wilayah Kabupaten KulonProgo telah dimanfaatkan

oleh masyarakat sebagai sumber penghidupan, seperti perikanan tangkap, tambak

udang, pertanian lahan pantai, peternakan dan jasa lingkungan, yaitu pariwisata

alam. Seperti halnya permasalahan lingkungan pesisir dan laut di daerah lain, di

KulonProgo terjadi penurunan kualitas lingkungan akibat pencemaran air oleh

60

kegiatan industri yang membuang limbahnya ke laut. Selain itu, kegiatan

pariwisata menyebabkan pencemaran dari sampah, juga kerusakan ekosistem

akibat penambangan dan pola penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.

Kegiatan pertanian lahan pantai yang terlalu banyak menggunakan pupuk dan

pestisida serta pengambilan air tanah berlebihan juga menyebabkan degradasi

lingkungan pesisir.

Pengukuran kualitas air laut Kabupaten Kulon Progo dilakukan sebanyak

dua kali periode yaitu periode Maret dan Agustus. Pengukuran periode Maret

dilakukan padadua tempat yaituPantai Bugel dan Pantai Glagah. Sedangkan

periode Agustus dilakukan pada satu tempat yaitu Pantai Glagah. Pengukuran

kualitas air laut menggunakan tiga parameter yaitu parameter fisika, kimia, dan

biologi. Namun demikian pada pengukuran kualitas air laut tahun 2017 hanya

menggunakan dua parameter yaitu parameter fisika dan kimia. Parameter fisika

meliputi warna, bau, kekeruhan, TSS, dan temperatur. Parameter kimia meliputi

pH, salinitas, DO, BOD, amonia, sulfida, dan fenol.

1. Warna

Air laut memiliki warna yang bersumber dari kandungan sedimen,

kandungan zat organik dan anorganik yang terlarut pada air laut serta efek cahaya

yang diserap oleh air laut. Kekeruhan air laut menyebabkan penetrasi sinar

matahari lemah dan hanya dapat mencapai kedalaman antara 15 – 40 meter saja.

Sedangkan pada air yang jernih, sinar matahari dapat menembus hingga

kedalaman 200 meter. Warna air laut yang jernih ini merupakan lingkungan yang

baik bagi terumbu karang dan coral untuk berkembangbiak. Warna dinyatakan

dalam Pt-Co dengan nilai baku mutu sebesar 30 Pt-Co.

Tabel 3.35 Hasil Uji Parameter Warna Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten

Kulon Progo Tahun 2017

No. Nama Lokasi Waktu Sampling

(tgl /bulan)

Warna

(Mt)

Baku Mutu

(Pt-Co)

1. Pantai Bugel 17 Maret 0,993 30

2. Pantai Glagah 17 Maret 0,812 30

3. Pantai Glagah 17 Agustus 1,4441 30

Sumber: Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017

61

Tabel 3.9 menunjukkan parameter warna dibawah baku mutu, artinya air

dalam keadaan jernih sehingga sinar matahari dapat menembus air dan makhluk

hidup yang berada pada kedalaman air laut dapat memperoleh cahaya yang cukup

dan dapat berkembangbiak dengan baik.

2. Bau

Bau merupakan salah satu parameter fisik kualitas air laut. Adanya

pencemaran pada air laut akan menimbulkan bau yang menyengat. Artinya air

tersebut tidak baik untuk perkembangbiakan ikan maupun makluk hidup lain di

dalam dan di sekitar air laut. Hasil uji pada parameter bau ditahun 2017

menunjukkan air laut daerah Kabupaten Kulon Progo “tidak berbau” artinya air

laut dalam keadaan baik dan cocok untuk perkembangbiakan ikan dan terumbu

karang.

3. Kekeruhan

Kekeruhan merupakan kandungan bahan organik maupun anorganik

yang terdapat di perairan dan berpengaruh terhadap proses kehidupan organisme

yang ada di perairan tersebut. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan turunnya

kandungan oksigen. Hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk

dalam perairan menjadi terbatas karena kekeruhan yang tinggi, sehingga

tumbuhan/phytoplanktonyang berada di dalam laut tidak dapat melakukan proses

fotosintesis untuk dapat menghasilkan oksigen.

Tabel 3.36 Hasil Uji Parameter Kekeruhan Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten

Kulon Progo Tahun 2017

No. Nama Lokasi Waktu Sampling

(tgl/th/bulan)

Kekeruhan

(NTU)

Baku Mutu

(NTU)

1. Pantai Bugel 17 Maret 8,77 5

2. Pantai Glagah 17 Maret 5,68 5

3. Pantai Glagah 17 Agustus 12,9 5

Sumber: Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017

Kekeruhan air laut di Pantai Bugel dan Pantai Glagah pada pengujian

kualitas air laut tahun 2017 menunjukan bahwa parameter kekruhan air laut

melebihi baku mutu yang ditetapkan. Keruhnya air laut pada pantai tersebut

disebabkan kondisi di Daerah Aliran Sungai (DAS) pada daerah hulu kurang baik.

62

Hal ini sebagai akibat terjadinya erosi yang kemungkinan disebabkan tutupan

pohon yang kurang memadai, pengambilan pasir yang intensif atau adanya

sampah di aliran sungai yang bermuara pada Pantai Bugel dan Glagah.

4. TSS

TSS atau Total Suspended Solid air laut adalah kandungan zat padat yang

tersuspensi dalam air laut, dapat berupa pasir, lumpur, tanah maupun logam berat

atau partikel tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik)

seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi ataupun komponen mati (abiotik)

seperti detritus dan partikel anorganik. Hasil uji TSS pada kualitas air laut di

Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.37 Hasil Uji Parameter TSS Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten Kulon

Progo Tahun 2017

No. Nama Lokasi Waktu Sampling

(tgl/th/bulan) TSS (mg/L)

Baku Mutu

(mg/L)

1. Pantai Bugel 17 Maret 87,9 20

2. Pantai Glagah 17 Maret 76 20

3. Pantai Glagah 17 Agustus 126 20

Sumber: Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017

Berdasarkan data dalam tabel di atas, diketahui bahwa konsentrasi TSS

air laut di Pantai Bugel dan Pantai Glagah Kabupaten Kulon Progo tahun 2017

telah melebihi baku mutu. Tingginya nilai TSS pada Pantai Bugel dan Pantai

Glagah dimungkinkan karena aktivitas wisata pada kedua pantai tersebut. Selain

itu kadungan TSS tinggi kemungkinan berasal dari muara sungai Serang yang

banyak membawa material terlarut dari daerah hulu. Bila dibandingakan dengan

data tahun 2016, nilai parameter TSS di patai Kulon Progo tahun 2017 tidak

kunjung membaik. Seluruh titik lokasi pemantauan menunjukan nilai angka yang

jauh melebihi batasan baku mutu parameter TSS yaitu 20 (mg/L). Diperlukan

pemantauan terhadap aktivitas pariwisata dan kondisi air sungai yang bermuara

pada pantai-pantai di Kabupaten Kulon Progo agar dapat menekan kandungan zat

padat yang larut dan menyatu dengan air laut.

63

5. Temperatur

Berikut hasil uji temperatur pada kualitas air laut di Kabupaten Kulon

Progo tahun 2017:

Tabel3.38 Hasil Uji Parameter Temperatur Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten

Kulon Progo Tahun 2017

No. Nama Lokasi Waktu Sampling

(tgl/th/bulan) Temperatur(ºC)

1. Pantai Bugel 17 Maret 27,4

2. Pantai Glagah 17 Maret 26,8

3. Pantai Glagah 17 Agustus 26,8

Sumber: Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017

Temperatur atau suhu air laut di wilayah Kabupaten Kulon Progo tahun

2017 menunjukkan angkaantara 26 sampai dengan 28C. Pada pengamatan dua

lokasi menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Hal ini dikarenakan

pengamatan dengan rentang waktu yang tidak terlalu jauh. Temperatur terendah di

adalah 26,8C, sedangkan temperatur adalah 27,4C. Tingginya temperatur air

laut sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Pada pagi hari temperatur

relatif masih rendah antara 25 - 26C, sedangkan pada siang hari temperatur

mengalami kenaikan menjadi 27 - 30C. Selain intensitas matahari, besarnya

temperatur juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, biasanya bila terjadi hujan

maka temperatur air laut akan turun. Hasil pengukuran temperatur tersebut masih

berada dalam batas normal, tidak ada kenaikan temperatur maupun penurunan

temperatur yang signifikan.

Pengaruh temperatur air laut terhadap lingkungan laut antara lain jumlah

oksigen terlarut, kecepatan reaksi kimia dan kehidupan binatang laut. Pada

temperatur normal maka kehidupan dan proses-proses kimia juga akan

berlangsung normal, dan sebaliknya pada temperatur yang lebih tinggi kecepatan

reaksi akan menjadi lebih cepat demikian pula sebaliknya, karena kenaikan

temperatur sebesar 10C akan meningkatkan kecepatan reaksi dua kali lipat.

6. Derajat Keasaman (pH)

Derajat Keasaman atau Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hydrogen

dalam air. Air dianggap asam jika nilai pH kurang dari 7 dan dianggap basa jika

64

lebih dari 7. Baku Mutu pH untuk laut bahari berkisar antara 7 – 8,5, di luar nilai

itu berarti air laut mengalami pencemaran. Berikut hasil uji pH kualitas air laut di

Kabupaten Kulon Progo:

Tabel 3.39 Hasil Uji Parameter pH Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten Kulon

Progo Tahun 2017

No. Nama Lokasi Waktu Sampling

(tgl/th/bulan) pH Baku Mutu

1. Pantai Bugel 17 Maret 7,79 7 – 8,5

2. Pantai Glagah 17 Maret 7,82 7 – 8,5

3. Pantai Glagah 17 Agustus 7,69 7 – 8,5

Sumber: Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017

Berdasarkan hasil uji kadar parameter pH, air laut di Pantai Bugel dan

Pantai Glagah masih berada pada nilai ketetapan baku mutu. Artinya kondisi air

lautdi wilayah Kabupaten Kulon Progo tahun 2017 untuk parameter derajat

keasaman (pH) dalam kondisi baik untuk kehidupan makhluk hidup.

7. Salinitas

Salinitas merupakan kadar garam yang terkandung dalam air laut.

Berikut hasil uji salinitas air laut yang ada di Kabupaten Kulon Progo:

Tabel 3.40 Hasil Uji Parameter Salinitas Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten

Kulon Progo Tahun 2017

No. Nama Lokasi Waktu Sampling

(tgl/th/bulan) Salinitas (‰)

Baku Mutu

1. Pantai Bugel 17 Maret 5,5 Alami

2. Pantai Glagah 17 Maret 5,8 Alami

3. Pantai Glagah 17 Agustus 32,4356 Alami

Sumber: Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017

Hasil pengukuran salinitas air laut di Kulon Progo tahun 2016 adalah

37‰, sedangkan pada tahun 2017 salinitas tertinggi 32,4‰. Tidak ada batas

maksimal salinitas yang ditentukan, sehingga semua masih dalam batas alami

perairan. Keberadaan garam-garaman di laut mempengaruhi sifat fisik air laut,

seperti densitas, titik beku, temperatur, daya hantar listrik (konduktivitas) dan

tekanan osmosis.Semakin tinggi salinitas maka daya hantar listrik semakin tinggi

demikian juga tekanan osmosisnya.

65

Tinggi rendahnya salinitas ditentukan oleh tiga faktor, yaitu penguapan,

curah hujan dan banyak sedikitnya sungai yang bermuara. Semakin besar tingkat

penguapan air laut, maka kadar salinitasnya akan semakin tinggi. Di daerah tropis

seperti Indonesia, salinitas air di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman

akibat tingginya curah hujan. Semakin banyak sungai yang bermuara ke laut maka

salinitas semakin rendah, demikian pula sebaliknya, karena sungai membawa air

tawar yang bersifat mengencerkan salinitas air laut.

8. DO (Dissolved Oxygen)

DO (dissolved oxygen) atau Oksigen terlarut disebut dengan kebutuhan

oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis

kualitas air. Nilai DO menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu

badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut

memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui

bahwa air tersebut telah tercemar.

Tabel 3.41 Hasil Uji Parameter DO Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten Kulon

Progo Tahun 2017

No. Nama Lokasi Waktu Sampling

(tgl/th/bulan) DO (mg/L) Baku Mutu

1. Pantai Bugel 17 Maret 6.28 >5

2. Pantai Glagah 17 Maret 6.44 >5

3. Pantai Glagah 17 Agustus 6.92 >5

Sumber: Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017

Kadar DO tahun 2016 di Patai wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah

6,25 mg/L, sedangkan pada tahun 2017 kadar DO tertinggi adalah 6,92 mg/L

dengan baku mutu minimal 5 mg/L. Hal ini menandakan bahwa kandungan

oksigen pada air laut di pantai wilayah Kabupaten Kulon Progo cenderung

meningkat. Tingginya kadar DO dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

pergerakan air di permukaan air, luas daerah permukaan perairan terbuka, tekanan

atmosfer dan presentase oksigen di sekelilingnya.

9. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BOD atau Biochemical Oxygen Demand merupakan suatu karakteristik

yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme

66

(biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam

kondisi aerobik. BOD dapat diartikan sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang

digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon

terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai.

Tabel 3.42 Hasil Uji Parameter BOD Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten Kulon

Progo Tahun 2017

No. Nama Lokasi Waktu Sampling

(tgl/th/bulan) BOD5 (mg/L) Baku Mutu

1. Pantai Bugel 17 Maret 0.03 10

2. Pantai Glagah 17 Maret 0.36 10

3. Pantai Glagah 17 Agustus 0.87 10

Sumber: Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017

Konsentrasi BOD air laut di pantai wilayah Kulon Progo tahun 2016

adalah 0,43 mg/L, sedangkan tahun 2016 konsentrasi BOD tertinggiadalah 0,87

mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa BOD air laut masih jauh di bawah ambang

batas baku mutu yaitu 10 mg/L. Rendahnya kadar BOD menunjukkan bahwa

bahan pencemar organik yang mudah membusuk yang terkandung dalam air laut

masih dapat ditoleran, sehingga tidak menimbulkan pencemaran. Kadar bahan

pencemar yang masih rendah secara alami akan mengalami proses swapentahiran

di perairan.

10. Amoniak

Amoniak merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4 pada pH

rendah dan disebut ammonium. Amoniak berasal dari air seni dan tinja, dari

oksidasi zat organis secara mikrobiologi yang berasal dari air alam atau air limbah

industri dan penduduk. Kadar amoniak yang tinggi dalam perairan

mengindikasikan adanya pencemaran, selain menimbulkan rasa tidak enak juga

bau yang tidak sedap. Dan hal yang lebih penting adanya amoniak tinggi akan

menyebabkan kematian ikan. Sifat toksik dari Amoniak ini juga bergantung

dengan pH air laut. Apabila pH rendah dan kadar Amoniak cukup tinggi maka

akan menyebabkan racun, tetapi jika pH tinggi, hanya dengan kadar amoniak yang

rendahpun sudah bersifat racun. Selain pH, toksisitas amoniak juga dipengaruhi

oksigen terlarut (DO). Dalam DO perairan yang tinggi, maka kadar amoniak akan

67

turun, sehingga semakin dalam air laut maka kadar amoniak semakin tinggi

sejalan dengan berkurangnya oksigen.

Berikut hasil uji kandungan amoniak pada kualitas air laut di Kabupaten

Kulon Progo:

Tabel 3.43 Hasil Uji Parameter Amoniak Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten

Kulon Progo Tahun 2017

No. Nama Lokasi Waktu Sampling

(tgl/th/bulan)

Amoniak Total

(mg/L)

Baku Mutu

1. Pantai Bugel 17 Maret ≤0,0094 0

2. Pantai Glagah 17 Maret ≤0,0094 0

3. Pantai Glagah 17 Agustus 5 0

Sumber: Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017

Hasil pengukuran kadar amoniak air laut di wilayah Kabupaten Kulon

Progo tahun 2017 adalah ≤ 0,0094 mg/L. Untuk laut wisata bahari tidak

diperkenankan mengandung amoniak. Kemungkinan amoniak berasal limbah

domestik di sekitar pantai, yaitu restoran dan kamar mandi/WC atau kegiatan

pertanian di daerah pesisir. Saat ini lahan pantai banyak yang digunakan untuk

pertanian lahan pantai yang membutuhkan banyak pupuk karena unsur hara di

daerah pasir pantai sangat minim. Akibat pemupukan yang intensif dan cukup

banyak tersebut menyebabkan tingginya amoniak yang meresap ke dalam tanah.

11. Sulfida

Sifat senyawa sulfida sangat berbahaya karena akan menyebabkan

kematian ikan pada konsentrasi 0,4 mg/L terhadap ikan salmon, dan 4 mg/L

terhadap jenis ikan lainnya. Toksisitas sulfida dapat mengalami penurunan jika pH

air laut meningkat dan suhu rendah, demikian pula sebaliknya, jika pH turun dan

suhu meningkat maka toksisitas sulfida akan bertambah.

Tabel 3.44 Hasil Uji Parameter Sulfida Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten

Kulon Progo Tahun 2017

No. Nama Lokasi Waktu Sampling

(tgl/th/bulan)

Sulfida (H2s)

(mg/L)

Baku Mutu

1. Pantai Bugel 17 Maret 0.012 0

2. Pantai Glagah 17 Maret 0.012 0

3. Pantai Glagah 17 Agustus 0.006 0

Sumber: Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017

68

Konsentrasi sulfida air laut di pantai wilayah Kabupaten Progo tahun

2016 yang dipantau adalah 0,11 mg/L sedangkan tahun 2017 yaitu 0,12 mg/L dan

0,006 mg/L dimana ambang batas yang diperkenankan di dalam air laut ini adalah

0 mg/L. Banyaknya kandungan sulfida tersebut masih dianggap normal karena

belum mencapai 0,4 mg/L yang mengakibatkan kematian ikan. Namun demikian

kenaikan kandungan sulfida pada tahun 2017 perlu diwaspadai karena kenaikan

kandungan sulfida dapat mengancam kehidupan ikan laut.

12. Fenol

Senyawa fenol sering ditemukan pada perairan laut yang merupakan

bahan polutan berasal dari tumpahan minyak mentah, tumpahan bahan bakar

kapal, maupun pembuangan limbah industri minyak bumi. Fenol menimbulkan

bau tidak sedap, bersifat racun dan korosif terhadap kulit (iritasi). Disamping itu

fenol menyebabkan gangguan pada manusia dan kematian organisme yang

terdapat pada air dengan nilai konsentrasi tertentu. Pada kadar fenol yang rendah

masih dapat didegradasi oleh mikroorganisme, namun jumlah dan

mikroorganisme pengurai fenol sangat terbatas pada kadar fenol yang tinggi.

Senyawa Fenol tidak diperbolehkan dalam perairan wisata laut bahari atau

ambang batasnya 0 mg/L. Kadar fenol air laut di lokasi pantai Kabupaten Kulon

Progo tahun 2016 sebesar 0,0001 mg/L, artinya melebihi baku mutu. Sedangkan

pada tahun 2017 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.45 Hasil Uji Parameter Fenol Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten Kulon

Progo Tahun 2017

No. Nama Lokasi Waktu Sampling

(tgl/th/bulan) Fenol (mg/L) Baku Mutu

1. Pantai Bugel 17 Maret <0,0001 0

2. Pantai Glagah 17 Maret <0,0001 0

3. Pantai Glagah 17 Agustus 0.0226 0

Sumber: Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa kandungan fenol sebesar <0,0001

mg/L artinya masih diatas baku mutu. Namun demikian ada kenaikan kandungan

fenol dari tahun 2016 ke tahun 2017. Di lautan senyawa fenol dalam kadar rendah

dapat diuraikan oleh bakteri sehingga tidak bersifat toksik. Kehidupan bakteri

biodegradasi ini tergantung pada kualitas lingkungan yang baik, maka faktor-

69

faktor fisik dan kimia perairan turut menentukan dapat tidaknya terjadi proses

biodegradasi. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan

bakteri pendegradasi fenol adalah konsentrasi BOD, COD, DO, Salinitas, suhu

dan pH air laut.

3.2.4 Kualitas Air Danau/Waduk/Situ/Embung

Kabupaten Kulon Progo memiliki satu waduk dan beberapa embung

yang difungsikan sebagai penampung air guna memenuhi kebutuhan air

masyarakat sekitar. Berikut beberapa daftar rincian waduk dan embung yang ada

di Kabupaten Kulon Progo:

Tabel 3.46. Kondisi Danau/Waduk/Situ/Embung di Kabupaten Kulon Progo

Tahun 2017

No. Nama

Danau/Waduk/Situ/Embung Luas (Ha)

Volume

(m3)

Danau - -

1. Tidak Ada - -

Waduk - -

1. Waduk Sermo 157 25.000.000

Situ - -

1. Tidak Ada - -

Embung - -

1. Embung Tangkisan I 0 35.000

2. Embung Tangkisan II 0 7.500

3. Embung Ngroto 0,3120 6.000

4. Embung Kayangan 0,15 6.000

5. Embung Dawetan 0,9438 4.000

6. Embung Penggung 1,5146 4.000

7. Embung Blubuk 0,9525 18.655

8. Embung Bogor 0 6.000

9. Embung Batur 0 8.900

10. Embung Kalibuko I dan Plampang 0 6.700

11. Embung Kedungromo 0 3.500

12. Embung Weden 0 3.500

13. Embung Cikli 0 3.000

14. Embung Sambeng 0 12.000

15. Embung Bibis 0 40.000

16. Embung Jurug 0 9.000

70

No. Nama

Danau/Waduk/Situ/Embung Luas (Ha)

Volume

(m3)

17. Embung Samigaluh 0 6.523

18. Embung Kleco 0 8.000

19. Embung Tonogoro 0 10.000

Keterangan : Tidak ada Danau dan Situ di Kabupaten Kulon Progo

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman

Kabupaten Kulon Progo, 2017

Waduk Sermo merupakan satu-satunya waduk yang terdapat di

Kabupaten Kulon Progo dengan luas 157 hektar dan berkapasitas 25 juta m3.

Waduk Sermo memiliki banyak manfaat khususnya bagi masyarakat sekitar, baik

dari segi ekonomi, pertanian maupun pariwisata. Masyarakat sekitar

memanfaatkan Waduk Sermo untuk mengairi lahan pertanian berupa budidaya

buah-buahan lokal seperti durian dan budidaya ikan tawar. Bukan hanya itu, untuk

mendukung kegiatan pariwisata dibangun pula fasilitas-fasilitas penunjang untuk

menarik minat kunjungan wisatawan.

Selain memiliki waduk, Kabupaten Kulon Progo juga memiliki embung

sebanyak 19. Beberapa embungdi Kabupaten Kulon Progo yaitu Embung Ngroto

dengan luas 0.3120 Ha dan volume 6,000 m3, kemudian Embung Kayangan

dengan luas 0.15 Ha dan volume 6,000 m3 serta Embung Penggung dengan luas

1.5146 dan volume 4,000 m3. Keberadaan embung tersebut berfungsi untuk

mengairi sawah sekitar dan penampung air disaat musim kemarau tiba.

3.3. Kualitas Udara

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon Progo telah melakukan

pemantauan kualitas udara pada 8 titik lokasi yang tersebar di wilayah Kabupaten

Kulon Progo. Pemantauan dilakukan satu kali periode yaitu pada bulan November

2017. Berikut merupakan daftar lokasi dan hasil pemantauan kualitas udara

Kabupaten Kulon Progo.

Tabel 3.47. Lokasi 8 Titik PemantauanKualitas Udara Kabupaten Kulon Progo

2017

Nomor Lokasi Nama Lokasi

Lokasi 1 : Pertigaan Tugu Brosot, Galur, Kulon Progo

Lokasi 2 : Pertigaan Jangkaran, Temon, Kulon Progo

Lokasi 3 : Pro Liman Karangnongko, Jl. Khudori, Wates, Kulon Progo

Lokasi 4 : Pertigaan Ngeplang, Kulon Progo

Lokasi 5 : Perempatan Dekso, Kalibawang, Kulon Progo

71

Lokasi 6 : Pertigaan Tugu Brosot, Galur, Kulon Progo

Lokasi 7 : Pro Liman Karangnongko, Jl. Khudori, Wates, Kulon Progo

Lokasi 8 : Perempatan Dekso, Kalibawang, Kulon Progo

1. Parameter SO2

Nilai kandungan SO2 pada 8 titik memiliki nilai rata-rata 33,4125

µg/Nm3. Nilai terkecil kandungan SO2 yaitu 7,6 µg/Nm3 yang berada pada lokasi

Pro Liman Karangnongko, Jl. Khudori, Wates dan kandungan SO2 tertinggi yaitu

72,85 µg/Nm3 terdapat pada lokasi Perempatan Dekso, Kalibawang, Kulon

Progo. Dari semua pemantauan yang dilakukan pada 8 titik seluruh nilai pada

parameter SO2 masih berada pada nilai Baku Mutu yang ditetapkan.

2. Parameter CO

Nilai kandungan CO pada 8 titik memiliki nilai rata-rata 33,4125

µg/Nm3. Nilai terkecil kandungan CO yaitu 7,6 µg/Nm3 yang berada pada lokasi

Pro Liman Karangnongko, Jl. Khudori, Wates dan kandungan CO tertinggi yaitu

72,85 µg/Nm3 terdapat pada lokasi Perempatan Dekso, Kalibawang, Kulon

Progo. Dari semua pemantauan yang dilakukan pada 8 titik seluruh nilai pada

parameter CO masih berada pada nilai Baku Mutu yang ditetapkan.

3. Parameter NO2

Nilai kandungan NO2 pada 8 titik memiliki nilai rata-rata 23,68125

µg/Nm3. Nilai terkecil kandungan NO2 yaitu 15,91 µg/Nm3 yang berada pada

lokasi Perempatan Dekso, Kalibawang dan kandungan NO2 tertinggi yaitu

35,77µg/Nm3 terdapat pada lokasiPertigaan Ngeplang. Dari semua pemantauan

yang dilakukan pada 8 titik seluruh nilai pada parameter NO2 masih berada pada

nilai Baku Mutu yang ditetapkan.

4. Parameter TSP

Nilai kandungan TSP pada 8 titik memiliki nilai rata-rata 133,1988

µg/Nm3. Nilai terkecil kandungan TSP yaitu 80,52 µg/Nm3 yang berada pada

lokasi Pertigaan Tugu Brosot, Galur dan kandungan TSP tertinggi yaitu 203,35

µg/Nm3 terdapat pada lokasiPertigaan Ngeplang. Dari semua pemantauan yang

72

dilakukan pada 8 titik seluruh nilai pada parameter TSP masih berada pada nilai

Baku Mutu yang ditetapkan.

Gambar 3.22. Dokumentasi Pemantauan Kualitas Udara

Tabel 3.48 Konsentrasi Parameter Kebisingan Bulan Maret dan September

Tahun 2017

No. Nama Lokasi Konsentrasi dB (A) Baku Mutu

dB (A) Maret September

1 Pertigaan Tugu Brosot, Galur,

Kulon Progo 67,3 67,6 70

2 Pertigaan Jangkaran, Temon,

Kulon Progo 64,4

- 70

3 Pro Liman Karangnongko, Jl.

Khudori, Wates, Kulon Progo 71,5* 70,8* 70

4 Pertigaan Ngeplang, Kulon

Progo 74,2*

- 70

5 Perempatan Dekso,

Kalibawang, Kulon Progo 68,7 65,4 70

Sumber : Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017

Keterangan : warna merah * : Melebihi Baku Mutu.

Parameter yang melebihi baku mutu udara ambien dalam pengambilan

sampel adalah parameter Kebisingan. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Progo melakukan pemantauan kualitas udara ambien dengan parameter

Kebisingan dua kali periode yaitu bulan Maret dan September. Periode pertama

dilakukan pemantauan kualitas udara pada lima lokasi dan periode ke dua

sebanyak tiga lokasi pemantauan. Berikut analisa parameter Kebisingan pada

lima lokasi. Kondisi tingkat kebisingan dari 5 lokasi pemantauan menunjukkan

bahwa, di lokasi pemantauan pada bulan Maret berkisar 64,4 - 74,2 dB(A) dimana

73

tertinggi berada di Pertigaan Ngeplang dan terendah di Pertigaan Jangkaran,

Temon. Pemantauan periode ke dua pada tiga lokasi pemantauan nilai tingkat

Kebisingan berkisar 65,4 - 70,8 dB(A) dengan intensitas kebisingan paling tinggi

berada di Pro Liman Karangnongko, Jl. Khudori, Wates dan untuk angka

terendahnya di Perempatan Dekso, Kalibawang. Untuk rerata intensitas

kebisingan pada bulan Maret sebesar 72,85 dB(A) dan untuk Bulan September

sebesar 70,8 dB(A), sedangkan baku mutu tingkat Kebisingan berdasarkan Baku

Mutu Udara Ambient Daerah di Prop. DIY No. 153 tahun 2002 adalah sebesar 70

dB(A). Pemantauan pada bulan Maret terdapat dua lokasi yang melebihi baku

mutu pada parameter Kebisingan sedangkan pada bulan September terdapat satu

lokasi.

Tingginya tingkat Kebisingan di Kabupaten Kulon Progo menimbulkan

dampak antara lain dapat mengganggu ketenangan pikiran, mengarah kepada

peningkatan emosional, serta tidak adanya kenyamanan lingkungan. Apabila

dibandingkan dengan tingkat Kebisingan tertinggi antara tahun 2017 dan 2016

yaitu tahun 2017 sebesar 74,2 dB(A) sedangkan kondisi tahun 2016 sebesar 72,6

dB(A) maka kondisi parameter Kebisingan tahun 2017 lebih tinggi, hal ini

dimungkinkan oleh adanya penambahan alat transportasi atau kendaraan bermotor

yang melintas atau terjadinya pembangunan yang terjadi pada titik-titik

pemantauan. Perbandingan kondisi parameter Kebisingan dari pengukuran yang

telah dilakukan dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Tabel 3.49 Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (0C).

Nama dan Lokasi Stasiun

Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (0C)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

Staklim Yogyakarta

26,1 26,2 26,4 26,5 26,3 26,3 25,1 25,1 25,7 26,6 25,6 26,3

Suhu udara merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kualitas

udara di suatu wilayah, khususnya di perkotaan. Rata-rata suhu bulanan pada

Kabupaten Kulon Progo tahun 2017 adalah berkisar antara 25 sampai 26 derajat

celsius. Hal tersebut menunjukan bahwa keadaan suhu di Kabupaten Kulon Progo

dalam keadaan normal. Hal tersebut di dukung dengan hasil pengujian kualitas

udara yang menunjukkan semua parameter kualitas udara dibawah baku mutu.

74

Sehingga dapat disimpulkan, kualitas udara di Kabupaten Kulon Progo tahun

2017 tergolong baik. Sedangkan pada parameter kebisingan terdapat dua titik

yang menunjukkan diatas baku mutu karena padatnya jumlah kendaraan.

3.4. Resiko Bencana

Bencana merupakan sebuah kata yang membuat sebagian orang takut

apabila mendengarnya. Bencana identik dengan kata negatif seperti kerugian,

penderitaan, kecelakaan, bahaya dan lain sebagainya. Waktu dan tempat

terjadinya bencana tidak bisa ditebak secara pasti, hanya bisa diprediksi dan

dianalisis, sehingga dapat menyimpulkan perkiraan dampak dan cara penanganan

dari bencana yang akan terjadi. Pengelolaan bencana perlu dilakukan agar resiko

bencana dapat di minimalisir. Pemerintah Indonesia membuat Undang-Undang

tentang penanggulangan bencana agar penanganan bencana yang terjadi di

wilayah Indonesia dapat berjalan efektif. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2007 BAB I Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana, menjelaskan bahwa

“Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian

harta benda, dan dampak psikologis”. Selanjutnya dalam undang-undang tersebut

juga dijelaskan pengertian risiko bencana, yaitu potensi kerugian yang

ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang

dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,

mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

Berdasarkan pengertian bencana dan risiko bencana, maka bencana dapat

dibedakan menjadi bencana alam, non alam, dan bencana sosial. Sedangkan yang

terjadi di Kabupaten Kulon Progo yaitu bencana alam dan bencana sosial. Adapun

data risiko bencana dapat dilihat pada uraian berikut ini:

3.4.1. Bencana Alam

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,

tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor

75

(UURI Nomor 24 Tahun 2007). Berikut diuraikan bencana alam yang terjadi di

Kabupaten Kulon Progo tahun 2017:

Pada tahun 2017 terjadi dua bencana alam di Kabupaten Kulon Progo

yaitu bencana banjir dan tanah longsor. Bencana banjir terjadi di lima kecamatan,

yaitu Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, Kecamatan Galur, Kecamatan

Lendah, dan Kecamatan Sentolo. Total area yang terendam seluas 114 ha, dengan

kerugian mencapai Rp10.945.250.000,-. Kecamatan yang memiliki dampak total

area terendam banjir terluas yaitu Kecamatan Wates dan perkiraan kerugian

tertinggi ada pada Kecamatan Panjatan dengan nilai perkiraan kerugian sebesar

Rp 10.140.000.000,-. Berikut adalah tabel bencana alam banjir berdasarkan

masing-masing kecamatan :

Tabel 3.50. Bencana Banjir, Korban, dan Kerugian di Kabupaten Kulon Progo

Tahun 2017

No. Kecamatan

Total Area

Terendam

(Ha)

Jumlah Korban Perkiraan

Kerugian (Rp.) Mengungsi Meninggal

1. Temon 0,00 0 0 0,00

2. Wates 57,00 0 0 285.000.000,00

3. Panjatan 15,00 497 0 10.140.000.000,00

4. Galur 13,00 0 0 100.000.000,00

5. Lendah 23,00 155 0 270.250.000,00

6. Sentolo 6,00 0 0 150.000.000,00

7. Pengasih 0,00 0 0 0,00

8. Kokap 0,00 0 0 0,00

9. Girimulyo 0,00 0 0 0,00

10. Nanggulan 0,00 0 0 0,00

11. Samigaluh 0,00 0 0 0,00

12. Kalibawang 0,00 0 0 0,00

Total 114,00 652 0 10.945.250.000,00

Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kulon Progo, 2017

Kelima kecamatan yang terkena banjir merupakan kecamatan yang

masuk dalam zona rawan bencana banjir, selain Kecamatan Sentolo yang masih

belum masuk pada zona rawan banjirsesuai RTRWK yaitu Kecamatan Temon,

Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, Kecamatan Galur, dan Kecamatan

Lendah. Kelima daerah terkena banjir merupakan daerah dataran di wilayah

Kabupaten Kulon Progo dengan ketinggian 25-200 mdpl.

Penanganan bencana banjir dilaksanakan oleh Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo

76

dengan memberikan bantuan berupa perahu karet, pompa air, bantuan logistik,

serta makanan. Dinas kesehatan juga memperhatikan sanitasi air yang digunakan

warga pasca banjir. Dinas kesehatan melakukan kaporisasi pada air yang

tercemar. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya wabah penyakit.

Selanjutnya bencana alam yang terjadi di Kabupaten Kulon progo yaitu

tanah longsor. Tanah longsor terjadi di enam kecamatan, yaitu Kecamatan

Lendah, Kecamatan Sentolo, Kecamatan Kokap, Kecamatan Girimulyo,

Kecamatan Nanggulan dan Kecamatan Samigaluh. Perkiraan kerugian dari tanah

longsor pada tiap kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.51. Bencana Alam Tanah Longsor dan Gempa Bumi, Korban, Kerugian di

Kabupaten Kulon Progo Tahun 2017

No. Kecamatan Jenis Bencana

Jumlah

Korban

Meninggal

(jiwa)

Perkiraan

Kerugian(Rp.)

1. Temon

0 0,00

2. Wates 0 120.000.000,00

3. Panjatan 0 0,00

4. Galur 0 0,00

5. Lendah 0 79.000.000,00

6. Sentolo Tanah longsor 0 195.000.000,00

7. Pengasih 1 659.000.000,00

8. Kokap 0 1.887.070.000,00

9. Girimulyo 2 6.547.000.000,00

10. Nanggulan 0 526.500.000,00

11. Samigaluh 0 6.137.000.000,00

12. Kalibawang 0 481.000.000,00

Total 3 16.631.570.000,00

Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kulon Progo, 2017

Bencana alam tanah longsor di Kabupaten Kulon Progo tahun 2017

diperkirakan mengakibatkan kerugian sebesar Rp 16.631.570.000,- rupiah dan

telah mengakibatkan tiga korban meninggal dunia. Kondisi paling parah terjadi di

Kecamatan Girimulyo dengan kerugian terbesar yaitu Rp 6.547.000.000,-. Tanah

longsor di Kecamatan Girimulyo juga merupakan daerah dengan korban jiwa

tertinggi yaitu 2 korban jiwa serta 1 korban jiwa di Kecamatan Pengasih. Menurut

RTRWK kecamatan yang termasuk dalam zona bencana longsor yaitu Kecamatan

Pengasih, Kecamatan Kokap, Kecamatan Nanggulan, Kecamatan Girimulyo,

77

Kecamatan Kalibawang, dan Kecamatan Samigaluh. Berdasarkan kejadian

bencana tanah longsor di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2017 maka

Kecamatan Wates, Kecamatan Lendah dan Kecamatan Sentolo belum menjadi

kawasan zona bencana longsor pada RTRW sehingga perlu mendapatkan

perhatian dalam penanganan penanggulangan bencana tanah longsor.

Pada bencana tanah longsor, pemerintah khususnya BPBD bersama

Dinas Kesehatan berkoordinasi melakukan bantuan dan pelayanan kesehatan bagi

korban dan masyarakat yang mengungsi. Bantuan berupa logistik, makanan dan

obat-obatan.

Bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Kulon Progo terjadi

hampir setiap tahun. Oleh karena itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah

menyusun peta kawasan bencana banjir dan tanah longsor. Pemetaan tersebut

bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat maupun pemerintah

setempat. Selain pembuatan peta rawan bencana,BPBD melakukan mitigasi

bencana dengan penyuluhan dan simulasi kepada masyarakat yang bertujuan

untuk bersiapsiaga terhadap bencana alam.

78

Gambar 3.22 Peta Rawan Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Kulon Progo

79

Gambar 3.23 Peta Rawan Bencana Banjir di Kabupaten Kulon Progo

3.4.2. Bencana Non Alam

Bencana non alam yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo merupakan

kejadian luar biasa yang telah terdokumentasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

Kulon Progo sebagai berikut.

Tabel 3.52. Kejadian Luar Biasa Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo Tahun

2017

No. Kejadian Luar Biasa Jumlah Lokasi

1 Antraks 1 Girimulyo

2 AFP 1 Galur

3 Rubella 1 Kokap

4 Keracunan Makanan 1 Panjatan

5 Keracunan Makanan 1 Galur

6 Keracunan Makanan 2 Sentolo

7 Keracunan Makanan 1 Kalibawang

8 Keracunan Makanan 1 Lendah

9 Keracunan Makanan 1 Panjatan

10 Keracunan Makanan 1 Kokap

11 Keracunan Makanan 1 Wates

Jumlah 12

80

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, 2017

Bencana non alam atau kejadian luar biasa yang terjadi di Kabupaten

Kulon Progo seperti yang terdapat pada table di atas menunjukan daftar list

kejadian luar biasa diantaranya antraks, AFP, rubella dan keracunan makanan

dengan total sebanyak 12 kasus yang terjadi di berbagai kecamatan di Kabupaten

Kulon Progo. Antraks merupakan penyakit menular dan mematikan yang

disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Penyakit ini dapat ditularkan dari

hewan yang terjangkit kepada manusia, namun tidak dapat ditularkan antara

sesama manusia. Kejadian ini terjadi di Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo

dan menjangkiti 16 warga serta menyebabkan kematian satu ekor sapi dan empat

kambing secara mendadak.

Acute Flaccid paralysis (AFP) adalah kelumpuhan flaccid (layuh) tanpa

penyebab lain pada anak kurang dari 15 tahun. AFP tersebut merupakan gejawa

awal dari penyakit polio. Penyakit ini pun menjangkiti warga di Kecamatan Galur.

Penyakit berikutnya yaitu Rubella, yang terjadi di Kecamatan Kokap. Rubella

atau campak Jerman adalah infeksi virus yang ditandai dengan ruam merah pada

kulit yang dapat terjadi pada anak-anak dan remaja. Pemerintah melalui Dinas

Kesehatan langsung mengambil tindakan cepat dengan melakukan imunisasi

Measles Rubbela (MR) dengan sasaran kepada anak-anak dan remaja usia 9

bulan-15 tahun yang dibagi menjadi dua fase.

Kejadian luar biasa lainnya yaitu keracunan makanan. Hal ini disebabkan

oleh tindakan mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri,

virus dan parasait. Adapun gejala yang dialami yaitu seperti mual-mual dan

muntah, doiare dan sakit atau kram perut. Kejadian ini pun menjadi yang paling

sering terjadi di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 17 dengan total 9 kasus yang

terjadi di Kecamatan Panjatan, Galur, Sentolo, kalibawang, Lendah, Kokap dan

Wates.

3.4.3. Bencana Sosial

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial

antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Pada tahun 2017

81

tidak terjadi bencana social di Kabupaten Kulon Progo. Hal tersebut menunjukan

bahwa masayarakat di Kabupaten Kulon Progo dalam keadaan yang damai dan

tidak memiliki pengelompokan berdasarakan suku ataupun kelompok tertentu.

Diharapkan kondisi masyarakat yang dapat bersatu walaupun berbeda pendapat

atau pandangan akan terus terjaga demi kehidupan yang lebih baik.

3.5. Perkotaan

3.5.1 Kependudukan

Jumlah penduduk diarea perkotaan relative lebih tinggi dibandingkan

dengan jumlah penduduk di pedesaan. Penduduk merupakan subjek pembangunan

yang perlu diperhatikan. Data-data kependudukan dapat dijadikan dasar sebagai

pedoman penentu kebijakan suatu daerah. Data kependudukan tidak dapat

terlepas dari laju pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, dan rasio jenis

kelamin.

Laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu indikator penting

dalam proses pembangunan suatu wilayah. Jumlah penduduk yang tinggi akan

menjadibeban berat bagi pertumbuhan wilayah. Pertumbuhan penduduk yang

tinggi tentu harus disertai kualitas penduduk yang baik pula. Namun jika

jumlah penduduk tinggi dengan kualitas penduduk yang rendah, maka beban

pemerintah akan semakin berat dalam menjalankan pembangunannya.

Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Kabupaten Kulon Progo, jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo tahun 2017

sebanyak 446.064 jiwa. Jumlah tersebut naik sebesar 0,17% bila dibandingkan

dengan jumlah penduduk pada tahun 2016 yaitu sebanyak 445.293 jiwa. Secara

umum, jumlah penduduk di Kabupaten Kulon Progo dalam 5 tahun terakhir terus

mengalami peningkatan yag cukup signifikan. Berikut data jumlah penduduk

Kabupaten Kulon Progo dalam 5 tahun terakhir.

82

Gambar 3.24. Perkembangan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Tahun 2013-2017 di Kabupaten Kulon Progo

Berdasarkan Gambar di atas, perkembangan jumlah penduduk Kabupaten

Kulon Progo berdasarkan jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan tahun

2013-2017 terus mengalami peningkatan. Selama tahun 2013-2017, jumlah

penduduk Kulon Progo mengalami peningkatan sebesar 7,17%. Berdasarkan

jumlah tersebut, jumlah penduduk dengan jenis kelamin perempuan selalu

mendominasi dibanding jumlah penduduk laki-laki pada tiap

tahunnya.Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Kulon Progo

memiliki kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan kuantitas yang cukup

tinggi.Namun, peningkatan kuantitas tersebut harus diimbangi dengan

peningkatan kualitas SDM tersebut agar tidak menjadi beban dalam perekonomian

keluarga yang nantinya dapat menyebabkan indeks gini (gini ratio) Kabupaten

Kulon Progo semakin meningkat.

Pertumbuhan jumlah penduduk bukan hanya terjadi secara keseluruhan

penduduk Kabupaten Kulon Progo, namun pertumbuhan penduduk juga terjadi di

tiap-tiap kecamatan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

83

Tabel 3.53 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan

Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2017

No. Kecamatan Luas

(km2)

Jumlah Penduduk (jiwa) Pertumbuhan

Penduduk

(%)

Kepadatan

Penduduk

(jiwa/km2) L P L+P

1. Temon 36,3 14.436 14.748 29.184 0,52 803,97

2. Wates 32 24.495 24.600 49.095 -0,18 1.534,22

3. Panjatan 44,59 19.352 19.681 39.033 0,08 875,38

4. Galur 32,91 16.423 16.620 33.043 0,34 1004,04

5. Lendah 35,59 20.557 20.809 41.366 0,45 1.162,29

6. Sentolo 52,65 25.006 25.245 50.251 0,05 954,43

7. Pengasih 61,66 25.541 26.100 51.641 0,35 837,51

8. Kokap 73,8 18.280 18.339 36.619 0,22 496,19

9. Girimulyo 54,9 12.475 12.695 25.170 -0,18 458,47

10. Nanggulan 39,61 15.149 15.639 30.788 0,27 777,28

11. Samigaluh 52,96 14.441 14.375 28.816 0,26 544,11

12. Kalibawang 69,29 15.225 15.797 31.022 -0,18 447,71

Jumlah 586,28 221.380 224.684 446.064 0.17 760,84

Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil Kabupaten Kulon Progo,

2017

Pertumbuhan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Temon yaitu

sebesar 0,52% dengan kepadatan penduduk sebesar 803,97 jiwa/km2. Sedangkan

Kecamatan dengan pertumbuhan penduduk terbesar kedua dan ketiga yaitu

Kecamatan Lendah yaitu sebesar 0,45% dengan kepadatan penduduk sebesar

1.162,29 jiwa/km2 dan Kecamatan Pengasih sebesar 0,35% dengan kepadatan

penduduk sebesar 837,51 jiwa km2. Pada tahun sebelumnya pertumbuhan

tertinggi terdapat di kecamatan Wates dengan pertumbuhan sebesar 3,28% dengan

kepadatan penduduk 1.537 jiwa/km2. Namun, pada tahun 2017 pertumbuhan

penduduk Kecamatan Wates justru mengalami penurunan yang cukup signifikan

bahkan menyentuh minus (-) yaitu sebesar -0,18%. Penurunan yang sama pun

terjadi pada dua Kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Girimulyo dan Kalibawang

dengan pertumbuhan penduduk sebesar -0,18%.Hal ini diduga disebabkan oleh

84

angka kematian yang lebih besar dibanding angka kelahiran dan adanya

perpindahan penduduk (transmigrasi).

Tabel 3.54. Jumlah Penduduk Kota Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten

Kulon Progo

No. Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk (Jiwa)

Total Laki-laki Perempuan

1. Wates Wates 7.171 7.300 14.471

Giripeni 4.053 4.289 8.342

Bendungan 3.256 3.339 6.595

Triharjo 3.392 3.600 6.992

2. Pengasih Pengasih 4.849 5.027 9.876

Karangsari 4.749 5.116 9.865

Margosari 2.854 3.010 5.864

Sendangsari 4.480 4.740 9.220

Kedungsari 2.076 2.227 4.303

Total 36.880 38.648 75.528

Sumber: Proyeksi Penduduk Kabupaten Kulon Progo,Badan Pusat Statistik (BPS)

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jumlah penduduk kota di

Kabupaten Kulon progo sebanyak 75.528 jiwa, dengan rincian 36.880 jiwa laki-

laki dan 38.648 jiwa perempuan. Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk

terbanyak yaitu Desa/Kelurahan Wates dengan total penduduk sebanyak 14.471

jiwa. Sedangkan Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk terendah yaitu

Desa/Kelurahan Kedungsari dengan total penduduk sebanyak 4.303 jiwa.

Jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo berdasarkan jenis kelamin

tahun 2017, diketahui jumlah penduduk laki-laki yaitu 221.380 jiwa dan jumlah

penduduk perempuan yaitu 224.684 jiwa, maka nilai sex ratio nya sebesar 99,

artinya terdapat 99 laki-laki per 100 perempuan. Berdasarkan rasio tersebut dapat

disimpulkan bahwa jumlah penduduk laki-laki dan perempuan seimbang, , seperti

pada gambar berikut:

85

Gambar 3.25. Diagram Persentase Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di

Kabupaten Kulon Progo Tahun 2017

Terdapat beberapa permasalahan yang sering terjadi dalam kependudukan,

salah satu yang utama yaitu masalah kemiskinan.Kemiskinan selalu menjadi

momok yang menakutkan bagi masyarakat maupun pemerintah sebagai

pengambil kebijakan.Kemiskinan terjadi diseluruh negara, baik negara maju

maupun negara berkembang seperti Indonesia.Oleh sebab itu, diperlukan adanya

formulasi kebijakan yang tepat dari pemerintah untuk menyelesaikan

permasalahan tersebut, baik melalui kebijakan moneter, fiskal maupun kebijakan

lainnya.Permasalahan kemiskinan tersebut pun terjadi di Kabupaten Kulon Progo,

seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini.

Tabel 355. Jumlah Rumah Tangga Miskin per Kecamatan di Kabupaten Kulon

Progo Tahun 2017

No. Kecamatan Jumlah Rumah

Tangga

Jumlah Rumah

Tangga Miskin

1. Temon 10.101 4.081

2. Wates 16.165 5.805

3. Panjatan 13.113 5.800

4. Galur 11.374 5.183

5. Lendah 14.076 6.655

86

No. Kecamatan Jumlah Rumah

Tangga

Jumlah Rumah

Tangga Miskin

6. Sentolo 16.426 7.752

7. Pengasih 16.914 7.264

8. Kokap 12.276 6.019

9. Girimulyo 8.517 4.001

10 Nanggulan 10.094 5.159

11. Samigaluh 9.719 5.417

12. Kalibawang 10.490 5.677

Total 149.265 68.813

Sumber :Jumlah Rumah Tangga Miskin - DTPPFM (Data Dinas Sosial

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kab. Kulon Progo,

2017)

Jumlah Rumah Tangga (KK) - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Kabupaten Kulon Progo, 2017 ( Data Semester 2 tahun 2017)

Berdasarkan data di atas, jumlah Rumah Tangga di Kabupaten Kulon

Progo sebanyak149.265 dan 68.813 diantaranya termasuk dalam Rumah Tangga

Miskin (RTM). Jumlah ini meningkat sangat drastis yakni 215% dari tahun lalu

dimana jumlah RTM Kabupaten Kulon Progo tahun 2016 sebesar 21.820 dari

108.889 jumlah rumah tangga. Kecamatan dengan RTM tertinggi yaitu

Kecamatan Sentolo, kemudian Pengasih dan Kokap. Sedangkan Kecamatan

dengan RTM terendah yaitu Kecamatan Girimulyo, disusul Temon dan

Nanggulan.

Tinggi nya jumlah RTM tersebut harus menjadi perhatian khusus

pemerintah Kabupaten Kulon Progo dan harus segera dicari solusi untuk

mengatasi hal tersebut. Sesuai dengan yang tercantum dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kulon Progo,

pemerintah diberikan mandat untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan

berkeadilan diantaranya meningkatkan pembangunan wilayah; mengurangi

kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat dan

wiayah yang tertinggal,; menanggulangi kemiskinan dan pengangguran;

menyediakan akses yang sama terhadap berbagai pelayanan sosial dan sarana

prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek.

87

Tak hanya itu, terdapat satu faktor utama yang dapat dijadikan sebagai

solusi untuk menyelesaikan masalah kependudukan, yaitu pendidikan.Pendidikan

merupakan faktor yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

khususnya Kabupaten Kulon Progo yang memiliki jumlah penduduk yang selalu

meningkat tiap tahunnya.Berikut grafik jumlah penduduk menurut tingkat

pendidikan di Kabupaten Kulon Progo.

Gambar 3.26. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Kulon

Progo Tahun 2017

Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kulon Progo,

2017

Pada tahun 2017, jumlah penduduk menurut pendidikan didominasi oleh

penduduk berpendidikan SMA sebanyak 119.119 orang (30%), kemudian SD

sebanyak 100.673 orang (25%) dan berpendidikan tinggi (Diploma, S1, S2 dan

S3) sebanyak 28.130 orang (6%), sedangkan penduduk yang tidak atau belum

sekolah (21%). Komposisi penduduk menurut pendidikan ini tidak jauh berbeda

dengan komposisi pada tahun 2016 dimana persentase komposisi penduduk

menurt pendidikan tertinggi yaitu jenjang SMA (29%), kemudian SD (26%) dan

jumlah penduduk yang tidak atau belum sekolah (21%).Detail mengenai

persentase tersebut seperti tergambar pada gambar berikut:

88

Gambar 3.27. Persentase Tingkat Pendidikan di Kabupaten Kulon Progo Tahun

2017

3.5.2 Kesehatan

Kesehatan merupakan hak semua manusia, kesehatan juga sebagai

salah satu indikator kesejahteraan penduduk. Untuk meningkatkan

produktivitas penduduk, yang dilakukan yaitu meningkatkan kesehatan

penduduknya. Dengan penduduk yang sehat maka pekerjaan akan optimal dengan

hasil yang baik. Saat ini ada dua beban yang dialami pemerintah untuk mengatasi

penyakit di Indonesia, khususnya di Kabupaten Kulon Progo yaitu penyakit

degeneratif dan penyakit karena lingkungan. Penyakit degeneratif yaitu penyakit

karena gen atau keturunan atau pola hidup, seperti diabetes mellitus.

Sedangkan penyakit karena kondisi lingkungan yaitu lingkungan fisik yang

kurang baik (adanya pencemaran atau kawasan slum) maupun kondisi makanan

yang kurang sehat salah satu contohnya seperi diare. Berikut beberapa jenis

penyakit utama yang diderita penduduk di Kabupaten Kulon Progo:

89

Tabel 3.56. Jenis Penyakit Utama yang Diderita Penduduk di Kabupaten Kulon

Progo Tahun 2016

No. Jenis Penyakit Jumlah Penderita

1. Nasofaringitis akut (Common Cold) 46.754

2. Hipertensi Esensial (primer) 44.358

3. Dispepsia 20.856

4. Artritis Lainnya 16.984

5. Infeksi saluran nafas atas akut multipel dan YTT 12.601

6. Diabetes Melitu Non dependen Insulin 9.547

7. Penyakit Pulpa dan jaringan periapikal 8.200

8. Dermatitis kontak alergi 7.872

9. Sakit kepala 7.511

10. Myalgia 5.917

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, 2017 (Profil Kesehatan 2017

data Tahun 2016)

Nasofaringitis akut dan hipertensi esensial merupakan dua penyakit

dengan jumlah penderita terbanyak di Kabupaten Kulon Progo.Nasofaringitis akut

atau yang popular dengan istlah “masuk angin” merupakan terjadinya peradangan

yang disebabkan oleh virus di saluran pernafasan dimana penyakit ini dapat

sembuh dengan dirinya.Sedangkan hipertensi atau yang biasa disebut darah tinggi

merupakan kondisi dimana tekanan darah melebihi nilai normal pada kisaran

130/80 mmHg.Penyakit ini disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat.

Peran pemerintah sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas

hidup masyarakatnya khususnya dibidang kesehatan melalui berbagai kebijakan

strategis, seperti penyediaan sarana prasarana kesehatan, seperti puskesmas dan

rumah sakit yang memadai serta adanya keringanan biaya kesehatan bagi

masyarakat kurang mampu. Disisi lain, di era media teknologi seperti saat ini

pemerintah juga harus gencar melakukan sosialisasi tentang pentingnya hidup

sehat dengan olahraga rutin dan menjaga lingkungan agar tetap bersih melalui

berbagai media sosial yang saat ini sudah sangat familiar di masyarakat . Tak

hanya itu, pemerintah juga dapat mengajak berbagai komunitas maupun lembaga

swadaya masyarakat untuk melakukan olahraga bersama seperti senam sehat

setiap minggu pagi. Melalui kegiatan seperti itu diharapkan dapat meningkatkan

kualitas kesehatan dan kualitas hidup masyarakat Kabupaten Kulon Progo.

90

3.5.3 Timbulan Sampah

Sampah merupakan permasalahan yang sering timbul khususnya di

perkotaan. Hal ini disebabkan oleh konsumsi masyarakat kota yang cukup tinggi

yang menyebabkan tingginya produksi sampah perkotaan yang melebihi

kemampuan pengelolaannya. Permasalahan tersebut belum dapat ditangani

dengan baik karena belum ditemukannya metode dan formulasi yang tepat untuk

mengatasi permasalahan tersebut.

Tabel 3.57. Perkiraan Jumlah Timbulan Sampah per Hari di Kabupaten Kulon

Progo Tahun 2017

No. Kecamatan Jumah Penduduk Timbulan Sampah (kg/hari)

1. Temon 26.634 9.855

2. Wates 47.877 17.714

3. Panjatan 36.071 13.346

4. Galur 31.024 11.479

5. Lendah 39.271 14.530

6. Sentolo 48.327 17.881

7. Pengasih 49.169 18.193

8. Kokap 32.003 11.841

9. Girimulyo 22.615 8.368

10. Nanggulan 29.372 10.868

11. Samigaluh 27.741 9.656

12. Kalibawang 26.096 10.264

Total 416.200 153.995

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman

Kabupaten Kulon Progo, 2017

Berdasarkan data di atas, diketahui total timbulan sampah di Kabupaten

Kulon Progo mencapai 154 ton per hari. Kecamatan dengan jumlah timbulan

sampah terbesar yaitu Kecamatan Pengasih, Sentolo dan Wates.Sedangkan,

Kecamatan dengan timbulan sampah terkecil yaitu Kecamatan

Girimulyo,Samigaluh, dan Temon.Sampah tersebut dibagi menjadi sampah

organik dan anorganik dimana sampah organik akan diolah menjadi pupuk

kompos, sedangkan sampah anorganik hanya dilakukan pengepresan saja.

Berdasarkan sumbernya, timbulan sampah dibagi menjadi 2, yaitu: timbulan

sampah permukiman dan timbulan sampah non-permukiman.

91

3.5.3.1 Timbulan Sampah Permukiman

A. Kondisi Pengelolaan Sampah

1. Timbulan Sampah

Pelayanan pengelolaan sampah di Kabupaten Kulon Progo

sudahmelingkupi seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Girimulyo.Unit yang

bertanggung jawab terhadap pengelolaan sampah adalah UPTD Kebersihan dan

Pertamanan di bawah koordinasi Dinas Pekerjaan Umum. Sumber timbulan

sampah yangdikelola oleh UPTD Kebersihan dan Pertamanan berasal dari

warga/pemukiman, taman danpenyapuan jalan, pasar, terminal, industri, rumah

sakit, perkantoran dan sekolah.

Volume sampah yang tertanggani sebesar 84,76 m3/hari(10,39 %) dari

total timbulan sampah setiap harinya sebesar 815,81 m3/hari, sedangkan

reratatingkat pelayanan sampah di 12 Kecamatan adalah 8,31 %. Timbulan

sampah tertinggidiKecamatan Pengasih (94,95 m3/hari), dan terendah di

Kecamatan Girimulyo (46,01 m3/hari).Daerah yang tertinggi pelayanan

sampahnya adalah Kecamatan Wates yaitu volumesampah terlayani sebesar 57,17

m3/hari dan pelayanan terendah pada Kecamatan Kalibawang(sampah terlayani

0,15 m3/hari) dan Kecamatan Girimulyo yang belum terlayani sama sekali.

Tabel 3.58. Pelayanan Sampah di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2014

Sumber : Penyusunan DED Persampahan (PTMP dan DED) Kabupaten Kulon

Progo 2014

92

Hasil survei primer menunjukkan timbulan sampah Kabupaten Kulon

Progo adalah 2,06 liter/org/hari, dan data sekunder menunjukkan tingkat

pertumbuhan penduduk sebesar 0,71 % dan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,16%

per tahun. Berdasarkan hal tersebut,timbulan sampah diprediksikan akan

mengalami kenaikan dari 2,06 lt/org/hr (sekarang)hingga 4,86 lt/org/hari atau

sebesar 2.394 m3/hari pada tahun 2034 dengan densitassampahuntuk kota

kecil/sedang sebesar 300 kg/m3.

Sesuai dengan jumlah penduduknya, timbulan sampah terbesar terdapat

pada Kecamatan Pengasih, Sentolo dan Wates.Timbulan sampah yang terdata

merupakan sampahyang sudah dilakukan pengelolaan (pewadahan) melalui TPS

yang disiapkan oleh pemerintah(DPU) maupun oleh non pemerintah (masyarakat

dan perusahaan/swasta).Selainpengelolaantersebut diatas maka timbulan sampah

tidak dilakukan pendataan (timbulan sampah liar).Berikut ini timbulan sampah

berdasarkan sumber sampah yang diangkut menuju ke TPA Banyuroto.

Tabel 3.59. Timbulan Sampah Berdasarkan Sumber Sampah di Kulon Progo

93

Sumber : Penyusunan DED Persampahan (PTMP dan DED) Kabupaten Kulon

Progo 2014

2. Komposisi Sampah

Komposisi sampah di Kabupaten Kulon Progo didominasi oleh materi

organik denganprosentase terbesar sebesar 67.18%. Bila ditilik dari komposisi

keseluruhan sesuai konseppemakaian kembali dan daur ulang pengelolaan sampah

yang dapat dilakukan sebesar 29.73%yang merupakan penjumlahan prosentase

komponen kertas, kaca, plastik, dan logam.Komposisi persampahan Kabupaten

Kulon Progo dapat dilihat pada table berikut:

94

Tabel 3.60. Komposisi Sampah di Kabupaten Kulon Progo

Sumber : Penyusunan DED Persampahan (PTMP dan DED) Kabupaten Kulon

Progo 2014

Berdasarkan hasil pengukuran di seluruh rumah yang dijadikan lokasi

sampling, maka diperoleh data timbulan per hari baik volume maupun beratnya.

Hasil pengukuran ini kemudian dianalisa untuk mendapatkan nilai rata-rata,

terendah dan tertinggi dari volume dan berat sampah.

a. Volume Sampah

Untuk menghitung volume sampah, petugas sampling menyediakan wadah

yang sudah diketahui dimensinya baik panjang, lebar dan tinggi. Sampah dituang

ke wadah tersebut kemudian diukur volumenya. Hasil pengukuran per hari

direkap untuk setiap lokasi sampling baik rumah permanen, semi permanen dan

non permanen, hasilnya adalah sebagai berikut :

Gambar 3.28. Timbulan Sampah Harian Rumah Permanen (L/org. hari

95

Untuk rumah permanen, rerata volume sampah yang dihasilkan perorang

per hari sebesar 3,37 L. Sedangkan volume terkecil didapatkan di daerah Temon

dengan nilai 0,95 L dan volume terbesar diperoleh di daerah Kalibawang yaitu

sebesar 7,87 L. Apabila dibandingkan dengan SNI 19-3983-1995 tentang standar

volume sampah yang dihasilkan oleh rumah permanen yaitu antara 2,25 – 2,50

L/org.hari maka volume timbulan sampah di Kulon Progo masih lebih besar. Hal

ini terjadi karena sebagian besar sampah yang dihasilkan oleh rumah permanen

adalah plastik dan bungkus makanan sehingga volumenya besar.

Gambar 3.29. Timbulan Sampah Harian Rumah Semi Permanen (L/org. hari)

Untuk kategori rumah semi permanen, rerata volume sampah yang

dihasilkan sebesar 4,02 L/org.hari. Volume sampah terendah diperoleh di daerah

Kokap dengan nilai 1,10 L/org.hari, sedangkan volume sampah terbesar diperoleh

sebesar 10,23 L/org.hari di daerah Girimulyo. Jika dibandingkan dengan SNI 19-

3983-1995 tentang standar timbulan sampah yang dihasilkan oleh rumah semi

permanen antara 2,00 – 2,25 L/org.hari maka volume timbulan sampah di Kulon

Progo masih lebih besar.

96

Gambar 3.30. Timbulan Sampah Harian Rumah Non Permanen (L/org. hari)

Untuk kategori rumah non permanen, jumlah sampel yang diambil sebesar

11 rumah. Rerata volume sampah yang dihasilkan sebesar 4,81 L/org.hari.

Volume sampah terendah yang dihasilkan sebesar 1,60 L/org.hari diperoleh di

daerah Kokap sedangkan volume sampah terbesar diperoleh sebesar 9,51

L/org.hari di daerah Sentolo. Jika dibandingkan dengan SNI 19-3983-1995

tentang standar timbulan sampah untuk rumah non permanen yaitu antara 1,75 –

2,00 L/org.hari maka timbulan sampah di Kulon Progo masih lebih besar.

b. Berat Sampah

Untuk mendapatkan berat sampah, petugas sampling melakukan

penimbangan sampah dengan mempergunakan alat timbang gantung. Hasil

pengukuran tiap lokasi sampling direkap dan dikelompokkan berdasarkan kategori

rumah. Berikut ini hasil pengukuran berat sampah yang diperoleh :

97

Gambar 3.31. Timbulan Sampah Harian Rumah Permanen (Kg/org. hari)

Rerata berat sampah yang dihasilkan dari sampling di rumah permanen

didapatkan nilai sebesar 0,17 kg/org. hari. Berat sampah terendah diperoleh di

daerah Temon dengan nilai 0,07 kg/org.hari sedangkan berat sampah terbesar

diperoleh 0,37 kg/org.hari di daerah Kalibawang. Jika dibandingkan dengan SNI

19-3983-1995 tentang standar berat sampah yang dihasilkan oleh rumah permanen

yaitu antara 0,350 – 0,400 kg/org.hari maka berat sampah di Kabupaten Kulon

Progo masih lebih rendah. Hal ini disebabkan sebagian besar sampah yang

dihasilkan adalah jenis plastik dan kertas bungkus makanan.

Gambar 3.32. Timbulan Sampah Harian Rumah Semi Permanen (Kg/org. hari)

Untuk kategori rumah semi permanen, rerata berat sampah yang diukur

diperoleh sebesar 0,23 kg/org.hari. Berat sampah terendah diperoleh di daerah

Kokap yaitu sebesar 0,09 kg/org.hari sedangkan berat sampah sampah terbesar

98

diperoleh di daerah Girimulyo yaitu sebesar 0,48 kg/org.hari. Jika dibandingkan

dengan SNI 19-3983-1995 tentang standar berat sampah yang dihasilkan oleh

rumah semi permanen yaitu antara 0,300 – 0,350 kg/org.hari maka berat sampah

di Kabupaten Kulon Progo masih lebih rendah.

Gambar 3.33. Timbulan Sampah Harian Rumah Non Permanen (Kg/org. hari)

Rerata berat sampah yang dihasilkan untuk kategori rumah non permanen

sebesar 0,20 kg/org.hari. Berat sampah terendah diperoleh di daerah Sentolo yaitu

sebesar 0,07 kg/org.hari sedangkan berat sampah terbesar diperoleh di daerah

Sentolo yaitu sebesar 0,42 kg/org.hari. Jika dibandingkan dengan SNI 19-3983-

1995 tentang standar berat sampah yang dihasilkan oleh rumah non permanen

yaitu antara 0,250 – 0,300 kg/org.hari maka berat sampah di Kabupaten Kulon

Progo masih lebih rendah.

3. Komposisi Sampah Permukiman

Untuk mengetahui komposisi sampah maka dilakukan pemilahan dan

diukur baik volume maupun berat untuk setiap komponen. Berikut ini hasil

pengukuran komposisi sampah untuk masing-masing lokasi sampling.

a. Rumah Permanen

Dari hasil pengukuran komposisi sampah di kawasan rumah permanen

didapatkan komposisi sampah yang dominan adalah sampah organik, kertas dan

plastik. Sedangkan untuk logam dan kaca jarang ditemukan pada kegiatan

sampling ini. Komposisi sampah yang terbanyak adalah sampah organik dengan

nilai sebesar 74,4%, sedangkan sampah plastik menduduki urutan kedua dengan

99

nilai sebesar 14,9%. Sampah kertas diperoleh sebesar 10,5% dan sampah logam

sebesar 0,2%. Secara rinci data per wilayah dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 3.61. Komposisi Sampah Rumah Permanen Kabupaten Kulon Progo

Daerah Sampling Komposisi Sampah Rumah Permanen

Organik Kertas Logam Kaca Plastik

Nanggulan 67,0% 17,2% 0,0% 0,0% 15,8%

Kalibawang 79,1% 9,3% 0,0% 0,0% 11,6%

Girimulyo 69,1% 18,8% 0,0% 0,0% 12,0%

Wates 83,5% 4,9% 1,0% 0,0% 10,5%

Galur 75,9% 17,2% 0,0% 0,0% 6,9%

Sentolo 77,5% 3,7% 0,7% 0,0% 18,1%

Temon 73,0% 6,5% 0,0% 0,0% 20,5%

Kokap 69,8% 6,4% 0,0% 0,0% 23,8%

Rerata 74,4% 10,5% 0,2% 0,0% 14,9%

Untuk sampah organik wilayah Wates memiliki prosentase tertinggi yaitu

sebesar ,5% sedangkan prosentase terendah terdapat di daerah Nanggulan.

Sedangkan untuk sampah kertas, wilayah Girimulyo memiliki prosentase tertinggi

sedangkan untuk sampah plastik prosentase tertinggi diperoleh di daerah Kokap.

Distribusi komposisi sampah untuk rumah permanen di Kabupaten Kulon Progo

dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3.34. Distribusi Komposisi Sampah Rumah Permanen

100

b. Rumah Semi Permanen

Untuk rumah semi permanen, komposisi sampah terbanyak diperoleh pada

sampah organik yaitu sebesar 79,6%, sampah plastik di urutan kedua sedangkan

sampah kertas berada di urutan ketiga. Untuk sampah logam dan kaca,

prosentasenya sangat sedikit yaitu sebesar 0,2% dan 0,4%. Secara rinci data tiap

komponen sampah di setiap wilayah dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.62. Komposisi Sampah Rumah Semi Permanen Kabupaten Kulon Progo

Daerah Sampling Komposisi Sampah Rumah Semi Permanen

Organik Kertas Logam Kaca Plastik

Nanggulan 71,3% 14,2% 0,0% 0,0% 14,5%

Kalibawang 81,6% 7,7% 0,0% 0,0% 10,7%

Girimulyo 75,9% 13,0% 0,0% 0,0% 11,0%

Wates 78,4% 8,0% 1,2% 0,0% 12,3%

Galur 82,2% 6,7% 0,0% 0,8% 10,3%

Sentolo 81,3% 4,7% 0,0% 0,0% 14,0%

Temon 82,8% 3,5% 0,0% 2,6% 11,2%

Kokap 82,8% 2,6% 0,0% 0,0% 14,6%

Rerata 79,6% 7,6% 0,2% 0,4% 12,3%

Untuk sampah organik wilayah yang memiliki prosentase tertinggi

didapatkan di adalah wilayah Temon dan Kokap, yaitu sebesar 82,8%. Sedangkan

untuk sampah kertas prosentase tertinggi didapatkan di wilayah Nanggulan yaitu

sebesar 14,2%. Sedangkan sampah plastik wilayah yang memiliki prosentase

terbesar adalah Kokap yaitu sebesar 14,6%. Distribusi prosentase untuk masing-

masing wilayah dapat dilihat pada gambar berikut:

101

Gambar 3.35. Distribusi Komposisi Sampah Rumah Semi Permanen

c. Rumah Non Permanen

Untuk rumah non permanen, sampling dilakukan hanya di empat lokasi

karena keterbatasan jumlah rumah non permanen yang dapat disampling.

Komposisi sampah terbanyak didapatkan untuk sampah organik yaitu sebesar

75,8% disusul sampah plastik dan kertas yaitu sebesar 17,0% dan 7,0%. Selain itu

juga ditemukan sampah kaca dengan prosentase sebesar 0,2%. Rincian dari

komposisi sampah rumah non permanen dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 3.63. Komposisi Sampah Rumah Non Permanen Kabupaten Kulon Progo

Daerah Sampling Komposisi Sampah Rumah Non Permanen

Organik Kertas Logam Kaca Plastik

Girimulyo 81,1% 9,5% 0,0% 0,0% 9,4%

Wates 72,8% 7,7% 0,0% 0,0% 19,5%

Sentolo 76,8% 3,8% 0,0% 0,8% 18,6%

Kokap 72,6% 6,9% 0,0% 0,0% 20,6%

Rerata 75,8% 7,0% 0,0% 0,2% 17,0%

Wilayah Girimulyo memiliki prosentase sampah tertinggi untuk jenis

sampah organik dan kertas yaitu sebesar 81,1% dan 9,5%. Sedangkan untuk

102

sampah plastik, wilayah Kokap memiliki prosentase tertinggi dengan nilai sebesar

20,6%. Sampah kaca pada kegiatan sampling ini hanya ditemukan di daerah

Sentolo. Distribusi prosentase komposisi sampah untuk rumah non permanen pada

tiap wilayah dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.36. Distribusi Komposisi Sampah Rumah NonPermanen

3.5.3.2 Timbulan Sampah Non Permukiman

Berdasarkan hasil pengukuran di seluruh bangunan non permukiman yang

dijadikan lokasi sampling, maka diperoleh data timbulan per hari baik volume

maupun beratnya. Hasil pengukuran ini kemudian dianalisa untuk mendapatkan

nilai rata-rata, terendah dan tertinggi dari volume dan berat sampah.

a. Kantor

Untuk menghitung volume sampah, petugas sampling menyediakan wadah

yang sudah diketahui dimensinya baik panjang, lebar dan tinggi. Sampah dituang

ke wadah tersebut kemudian diukur volumenya. Hasil pengukuran per hari

direkap untuk setiap lokasi sampling hasilnya adalah sebagai berikut :

103

Gambar 3.37. Timbulan Sampah Kantor

Berdasarkan hasil pengukuran timbulan sampah dari kantor diperoleh

rerata berat timbulan sampahnya sebesar 0,083 kg/pegawai.hari dan volume

timbulannya sebesar 1,009 L/pegawai.hari. Jika dibandingkan dengan SNI 19-

3983-1995 untuk berat timbulan sampah kantor antara 0,025 – 0,100

kg/pegawai.hari maka hasil pengukuran timbulan sampah di Kabupaten Kulon

Progo sudah masuk di kisaran tersebut. Sedangkan untuk volume timbulan

sampah dalam SNI 19-3983-1995, nilainya berkisar antara 0,50 – 0,75

L/pegawai.hari maka volume sampah di Kabupaten Kulon Progo lebih besar

nilainya.

b. Toko

Terdapat 8 toko yang akan diukur timbulan sampahnya baik volume

maupun beratnya. Dari hasil pengukuran diperoleh rerata berat timbulan

sampahnya sebesar 0,498 kg/petugas.hari. Nilai tersebut lebih besar dari kisaran

berat timbulan sampah toko dalam SNI 19-3983-1995 yaitu 0.150 – 0,350

kg/petugas.hari. Sedangkan rerata volume timbulan toko di Kabupaten Kulon

Progo sebesar 5,25 L/petugas.hari. Nilai ini lebih besar dari kisaran volume

timbulan sampah toko dalam SNI 19-3983-1995 yaitu 2,50 – 3,00 L/petugas.hari.

104

Gambar 3.38. Timbulan Sampah Toko

c. Sekolah

Terdapat 10 sekolah yang menjadi lokasi sampling sampah non

permukiman di Kabupaten Kulon Progo. Rerata berat timbulan sampah yang

diperoleh sebesar 0,034 kg/murid.hari. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan

kisaran berat timbulan sampah sekolah dalam SNI 19-3983-1995 yaitu antara

0,010 – 0,020 kg/murid.hari. Sedangkan rerata volume timbulan sampah sekolah

diperoleh nilainya sebesar 0,302 L/murid.hari. Nilai ini lebih besar dari kisaran

volume timbulan sampah sekolah dalam SNI 19-3983-1995 yaitu 0,10 – 0,15

L/murid.hari.

105

Gambar 3.39. Timbulan Sampah Sekolah

d. Lokasi Wisata

Terdapat tiga lokasi wisata yang menjadi lokasi sampling non permukiman

di Kabupaten Kulon Progo, yaitu Gua Kiskendo, Kalibiru, dan Wanatirta

Mangrove. Rerata berat timbulan sampah yang diperoleh sebesar 5,00

kg/lokasi.hari sedangkan rerata volume timbulan sebesar 52,25 L/lokasi.hari. Nilai

yang diperoleh tersebut tidak dapat dibandingkan dengan SNI 19-3983-1995

karena tidak ada nilai acuan untuk kategori lokasi wisata

Gambar 3.40. Timbulan Sampah Lokasi Wisata

106

e. Rumah Makan

Terdapat 18 rumah makan yang menjadi lokasi sampling timbulan sampah

non permukiman. Dari hasil pengukuran diperoleh rerata berat timbulan sampah

yang dihasilkan sebesar 9,76 kg/unit.hari sedangkan rerata volume timbulan

sampahnya sebesar 19,97 L/unit.hari. Nilai yang diperoleh tersebut tidak dapat

dibandingkan dengan SNI 19-3983-1995 karena tidak ada nilai acuan untuk

kategori rumah makan.

Gambar 3.41. Timbulan Sampah Rumah Makan

f. Pasar

Ada tiga pasar di Kabupaten Kulon Progo yang menjadi lokasi sampling

timbulan sampah non permukiman. Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan

nilai rerata berat timbulan sampah sebesar 0,08 kg/m2.hari. Nilai tersebut lebih

rendah dibandingkan kisaran berat timbulan sampah pasar dalam SNI 19-3983-

1995 yaitu antara 0,100 – 0,300 kg/m2.hari. Sedangkan rerata volume timbulan

107

sampah pasar sebesar 0,74 L/m2.hari dan Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan

kisaran berat timbulan sampah pasar dalam SNI 19-3983-1995 yaitu antara 0,20 –

0,60 L/m2.hari.

Gambar 3.42. Timbulan Sampah Pasar

g. Jalan

Ada dua jalan di Kabupaten Kulon Progo yang menjadi lokasi sampling

timbulan sampah non permukiman, yaitu jalan kolektor dan jalan lokal.

Berdasarkan hasil pengukuran penyapuan sore hari diperoleh rerata berat timbulan

sampah untuk jalan kolektor adalah 0,008 kg/m.hari. Nilai tersebut lebih rendah

dibandingkan dengan acuan dalam SNI 19-3983-1995 yaitu antara 0,010 – 0,050

kg/m.hari. Sedangkan untuk jalan lokal, berat timbulan sampah yang dihasilkan

sebesar 0,009 kg/m.hari dan nilainya berada pada kisaran dalam SNI 19-3983-

1995 yaitu antara 0,005 – 0,025 kg/m.hari

Gambar 3.43. Timbulan Sampah Penyapuan Jalan