gagal jantung kronis

41
GAGAL JANTUNG KRONIS Pasien gagal jantung biasanya datang dalam keadaan sudah kronis, dengan keluhan yang dirasakan bertambah berat sehingga pasien datang ke dokter. Untuk menegakkan diagnosis pasien dengan gagal jantung kronis, perlu penggalian anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, juga didukung dengan pemeriksaan penunjang dari yang sederhana sampai pemeriksaan teknologi terkini, diharapkan dengan demikian akan terwujud penatalaksanaan gagal jantung kronis yang optimal. Kemampuan fungsional penderita dengan gagal jantung didapat melalui anamnesa yang cermat, atau jika memungkinkan melalui test saat aktivitas. Analisis udara ekspirasi saat beraktivitas adalah pemeriksaan gold-standard untuk mengukur keterbatasan fisik seseorang. Test ini tidak umum dilakukan diluar senter-senter transplantasi jantung. Untuk mempermudah hal klasifikasi fungsional NYHAmengklasifikasikan gagal jantung menjadi 4 kelas fungsional yang dapat ditentukan melalui anamnesa, klasifikasi ini dapat dilihat pada tabel 1.1. Berdasarkan klasifikasi NYHA pasien yang dapat berjalan beberapa ratus meter tanpa gejala namun kesulitan menaiki tangga 2 lantai memiliki gagal jantung kelas II, sementara pasien yang tidak mampu berjalan jauh atau kesulitan saat menaiki beberapa anak tangga dapat dimasukan kedalam kelas III. Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut NYHA tidak dapat dicampur-adukkan dengan stadium gagal jantung menurut ACC/AHA yang sebelumnya dibahas. Klasifikasi NYHA didasarkan

Upload: melany-sii-penghayal

Post on 02-Feb-2016

233 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

data

TRANSCRIPT

Page 1: GAGAL JANTUNG KRONIS

GAGAL JANTUNG KRONIS

Pasien gagal jantung biasanya datang dalam keadaan sudah kronis, dengan keluhan

yang dirasakan bertambah berat sehingga pasien datang ke dokter. Untuk menegakkan

diagnosis pasien dengan gagal jantung kronis, perlu penggalian anamnesis dan pemeriksaan

fisik yang cermat, juga didukung dengan pemeriksaan penunjang dari yang sederhana sampai

pemeriksaan teknologi terkini, diharapkan dengan demikian akan terwujud penatalaksanaan

gagal jantung kronis yang optimal.

Kemampuan fungsional penderita dengan gagal jantung didapat melalui anamnesa yang

cermat, atau jika memungkinkan melalui test saat aktivitas. Analisis udara ekspirasi saat

beraktivitas adalah pemeriksaan gold-standard untuk mengukur keterbatasan fisik seseorang.

Test ini tidak umum dilakukan diluar senter-senter transplantasi jantung. Untuk

mempermudah hal klasifikasi fungsional NYHAmengklasifikasikan gagal jantung menjadi 4

kelas fungsional yang dapat ditentukan melalui anamnesa, klasifikasi ini dapat dilihat pada

tabel 1.1.

Berdasarkan klasifikasi NYHA pasien yang dapat berjalan beberapa ratus meter tanpa

gejala namun kesulitan menaiki tangga 2 lantai memiliki gagal jantung kelas II, sementara

pasien yang tidak mampu berjalan jauh atau kesulitan saat menaiki beberapa anak tangga

dapat dimasukan kedalam kelas III. Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut NYHA

tidak dapat dicampur-adukkan dengan stadium gagal jantung menurut ACC/AHA yang

sebelumnya dibahas. Klasifikasi NYHA didasarkan pada limitasi fungsional, sementara

stadium gagal jantung menurut ACC/AHA didasarkan pada progresi gagal jantung, terlepas

dari status fungsionalnya.

Tabel 1.1. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural (ACC/AHA) atau berdasarkan gejala, berdasarkan kelas fungsionalnya (NYHA)

Tahapan Gagal Jantung berdasarkan struktural dan

kerusakan otot jantung.

Beratnya gagal jantung berdasarkan gejala dan aktivitas

fisik.

Stage

A

Memiliki risiko tinggi mengembangkan

gagal jantung. Tidak ditemukan kelainan

struktural atau fungsional, tidak terdapat

tanda/gejala.

Kelas

I

Aktivitas fisik tidak terganggu, aktivitas yang

umum dilakukan tidak menyebabkan kelelahan,

palpitasi, atau sesak nafas.

Stage Secara struktural terdapat kelainan jantung Kelas Aktivitas fisik sedikit terbatasi. Saat istirahat

Page 2: GAGAL JANTUNG KRONIS

B

yang dihubungkan dengan gagal jantung,

tapi tanpa tanda/gejala gagal jantung. II

tidak ada keluhan. Tapi aktivitas fisik yang

umum dilakukan mengakibatkan kelelahan,

palpitasi atau sesak nafas.

Stage

C

Gagal jantung bergejala dengan kelainan

struktural jantung. Kelas

III

Aktivitas fisik sangat terbatasi. Saat istirahat

tidak ada keluhan. Tapi aktivitas ringan

menimbulkan rasa lelah, palpitasi, atau sesak

nafas.

Stage

D

Secara struktural jantung telah mengalami

kelainan berat, gejala gagal jantung terasa

saat istirahat walau telah mendapatkan

pengobatan.

Kelas

IV

Tidak dapat beraktivitas tanpa menimbulkan

keluhan. Saat istirahat bergejala. Jika

melakukan aktivitas fisik, keluhan bertambah

berat.

Dikutip dari: Mann DL4

DIAGNOSIS GAGAL JANTUNG KRONIS

TANDA DAN GEJALA GAGAL JANTUNGPemeriksaan klinis gagal jantung selalu dimulai dari anamnesa dan pemeriksaan fisik,

yang hingga kini tetap menjadi ujung tombak evaluasi gagal jantung. Prinsip dan teknik

pemeriksaan yang benar harus dikuasai, sehingga riwayat gagal jantung yang objektif dapat

digali secara detail.1

- ANAMNESAGejala kardinal gagal jantung adalah sesak nafas, intoleransi saat aktivitas, dan lelah.1,5

Keluhan lelah secara tradisional dianggap diakibatkan oleh rendahnya kardiak output pada

gagal jantung, abnormalitas pada otot skeletal dan komorbiditas non-kardiak lainnya seperti

anemia dapat pula memberikan kontribusi. Gagal jantung pada tahap awal, sesak hanya

dialami saat pasien beraktivitas berat, seiring dengan semakin beratnya gagal jantung, sesak

terjadi pada aktivitas yang semakin ringan dan akhirnya dialami pada saat istirahat. Penyebab

dari sesak ini kemungkinan besar multifaktorial, mekanisme yang paling penting adalah

kongesti paru, yang diakibatkan oleh akumulasi cairan pada jaringan intertisial atau

intraalveolar alveolus. Hal tersebut mengakibatkan teraktivasinya reseptor juxtacapiler J yang

menstimulasi pernafasan pendek dan dangkal yang menjadi karakteristik cardiac dypnea.

Faktor lain yang dapat memberikan kontribusi pada timbulnya sesak antara lain adalah

kompliance paru, meningkatnya tahanan jalan nafas, kelelahan otot respiratoir dan

diagfragma, dan anemia. Keluhan sesak bisa jadi semakin berkurang dengan mulai timbulnya

gagal jantung kanan dan regurgitasi trikuspid.1

Page 3: GAGAL JANTUNG KRONIS

- ORTHOPNU DAN PAROXYSMAL NOCTURNAL DYSPNEA

Ortopnu didefinisikan sebagai sesak nafas yang terjadi pada saat tidur mendatar, dan

biasanya merupakan menisfestasi lanjut dari gagal jantung dibandingkan sesak saat aktivitas.1

Gejala ortopnu biasanya menjadi lebih ringan dengan duduk atau dengan menggunakan

bantal tambahan. Ortopnu diakibatkan oleh redistribusi cairan dari sirkulasi splanchnic dan

ekstrimitas bawah kedalam sirkulasi sentral saat posisi tidur yang mengakibatkan

meningkatnya tekanan kapiler paru. Batuk-batuk pada malam hari adalah salah satu

manisfestasi proses ini, dan seringkali terlewatkan sebagai gejala gagal jantung. Walau

orthopnea merupakan gejala yang relatif spesifik untuk gagal jantung, keluhan ini dapat pula

dialami pada pasien paru dengan obesitas abdomen atau ascites, dan pada pasien paru dengan

mekanik kelainan paru yang memberat pada posisi tidur.1

Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah episode akut sesak nafas dan batuk yang

umumnya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidurnya, biasanya terjadi

1 hingga 3 jam setelah pasien tertidur. Manisfestasi PND antara lain batuk atau mengi,

umumnya diakibatkan oleh meningkatnya tekanan pada arteri bronchialis yang

mengakibatkan kompresi jalan nafas,disertai edema pada intersitial paru yang mengakibatkan

meningkatnya resistensi jalan nafas. Keluhan orthopnea dapat berkurang dengan duduk tegak

pada sisi tempat tidur dengan kaki menggantung, pada pasien dengan keluhan PND, keluhan

batuk dan mengi yang menyertai seringkali tidak menghilang, walau sudah mengambil posisi

tersebut. Gejala PND relatif spesifik untuk gagal jantung. Cardiac Asthma(asma cardiale)

berhubungan erat dengan timbulnya PND, yang ditandai dengan timbulnya wheezing

sekunder akibat bronchospasme, hal ini harus dibedakan dengan asma primer dan penyebab

pulmoner wheezing lainnya.5

- EDEMA PULMONER AKUT

Hal ini diakibatkan oleh transudasi carian kedalam rongga alveolar sebagai akibat

meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler paru secara akut sekunder akibat menurunnya

fungsi jantung atau meningkatnya volume intravaskular. Manisfestasi edema paru dapat

berupa batuk atau sesak yang progresif. Edema paru pada gagal jantung yang berat dapat

bermanifestasi sebagai sesak berat disertai dahak yang disertai darah. Jika tidak diterapi

secara cepat, edema pulmoner akut dapat mematikan.5

Page 4: GAGAL JANTUNG KRONIS

- RESPIRASI CHEYNE STOKES

Dikenal pula sebagai respirasi periodik atau siklik, adalah temuan umum pada gagal

jantung yang berat, dan umumnya dihubungkan dengan kardiak output yang rendah.

Respirasi cheyne-stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitifitas pusat respirasi terhadap

kadar PCO2 arteri. Terdapat fase apnea, dimana PO2 arteri jatuh dan PCO2 arteri meningkat.

Perubahan pada gas darah arteri ini menstimulasi pusat nafas yang terdepresi dan

mengakibatkan hiperventiasi dan hipokapni, yang diikuti kembali dengan munculnya apnea.

Respirasi cheyne-stokes dapat dicermati oleh pasien atau keluarga pasien sebagai sesak nafas

berat atau periode henti nafas sesaat.5

- GEJALA LAINNYA

Pasien dengan gagal jantung juga dapat muncul dengan gejala gastrointestinal.

Anorexia, nausea, dan rasa cepat kenyang yang dihubungkan dengan nyeri abdominal dan

kembung adalah gejala yang sering ditemukan, dan bisa jadi berhubungan dengan edema dari

dinding usus dan/atau kongesti hati. Kongesti dari hati dan pelebaran kapsula hati dapat

mengakibatkan nyeri pada kuadran kanan atas. Gejela serebral seperti kebingungan,

disorientasi, gangguan tidur dan emosi dapat diamati pada pasien dengan gagal jantung berat,

terutama pada pasien lanjut usia dengan arteriosklerosis serebral dan berkurangnya perfusi

serebral. Nocturia juga umum ditemukan dan dapat memperberat keluhan insomnia.5

Manisfestasi tanda dan gejala klinis gagal jantung yang diutarakan diatas sangatlah

bervariasi. Sedikit yang spesifik untuk gagal jantung, sensitivitasnya rendah dan semakin

berkurang dengan pengobatan jantung.1 Pada tabel 1.2. dibawah ini menunjukkan sensitivitas

dan spesifitas berbagai tanda dan gejala tersebut. Walau orthopnea dan paroxysmal nocturnal

dyspeu relatif spesifik untuk gagal jantung, gejala tersebut tidak sensitif untuk diagnosis

gagal jantung. Banyak orang dengan gagal jantung tidak memiliki gejala ini pada anamnesa.

Tidak jauh berbeda, tekanan vena jugular yang meningkat sangat spesifik, tapi tidak sensitif

dan membutuhkan keahlian klinis untuk deteksi tepat.

Page 5: GAGAL JANTUNG KRONIS

Tabel 1.2 Sensitivitas dan Spesifitas Tanda dan Gejala Gagal Jantung pada pasien yang dianggap memiliki gagal jantung (Ejeksi Fraksi < 40%) pada 1306 pasien Penyakit Jantung Koroner yang menjalani Angiography Koroner.

Tanda dan Gejala Gagal Jantung Sensitivitas (%)

Spesifitas (%)

(+) Predictive Value (%)

Anamnesa

Mudah sesak 66 52 23 Orthopnea 21 81 2 Nocturnal dyspnea 33 76 26 Riwayat bengkak 23 80 22Pemeriksaan Fisik Takikardi 7 99 6 Ronkhi 13 99 6 Edema 10 93 3 Ventricular gallop (S3) 31 95 61 Distensi Vena Jugularis 10 97 2Thorax Foto (Chest X-Ray) Cardiomegaly 62 67 32Anamnesa 66 52 23 Mudah sesak 21 81 2 Orthopnea 33 76 26 Nocturnal dyspnea 23 80 22

Dikutip dari: Harlan WR dkk.13

Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung

Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara luas.

Diagnosis gagal jantung mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor

disertai dua kriteria minor. Kriteria minor dapat diterima jika kriteria minor tersebut tidak

berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati,

atau sindroma nefrotik. 1 Kriteria mayor dan minor dari Framingham untuk gagal jantung

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Framingham untuk Gagal JantungKriteria Mayor:Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopneaDistensi vena leherRales paruKardiomegali pada hasil rontgenEdema paru akutS3 gallopPeningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kananHepatojugular refluxPenurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon pengobatan gagal jantungKriteria Minor:Edema pergelangan kaki bilateralBatuk pada malam hariDyspnea on ordinary exertionHepatomegali

Page 6: GAGAL JANTUNG KRONIS

Efusi pleuraTakikardi ≥ 120x/menit

Dikutip dari: Mann DL4

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang cermat harus selalu dilakukan dalam mengevaluasi pasien

dengan gagal jantung. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membantu menentukan apa

penyebab gagal jantung dan juga untuk mengevaluasi beratnya sindroma gagal jantung.

Memperoleh informasi tambahan mengenai profil hemodinamik, sebagai respon terhadap

terapi dan menentukan prognosis adalah tujuan tambahan saat pemeriksaan fisik.4

KEADAAN UMUM DAN TANDA VITAL

Pada gagal jantung ringan atau sedang, pasien bisa tampak tidak memiliki keluhan,

kecuali merasa tidak nyaman saat berbaring datar selama lebih dari beberapa menit. Pada

pasien dengan gagal jantung yang lebih berat, pasien bisa memiliki upaya nafas yang berat

dan bisa kesulitan untuk menyelesaikan kata-kata akibat sesak. Tekanan darah sistolik bisa

normal atau tinggi, tapi pada umumnya berkurang pada gagal jantung lanjut karena fungsi LV

yang sangat menurun. Tekanan nadi bisa berkurang, dikarenakan berkurangnya stroke

volume, dan tekanan diastolik arteri bisa meningkat sebagai akibat vasokontriksi sistemik.

Sinus tachycardia adalah gejala non spesifik yang diakibatkan oleh aktivitas simpatis yang

meningkat. Vasokontriksi perifer mengakibatkan ekstrimitas perifer menjadi lebih dingin dan

sianosis dari bibir dan ujung jari juga diakibatkan oleh aktivitas simpatis yang berlebihan.5

PEMERIKSAAN VENA JUGULARIS DAN LEHER

Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium kanan, dan

secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pemeriksaan tekanan vena jugularis dinilai

terbaik saat pasien tidur dengan kepala diangkat dengan sudut 45o. Tekanan vena jugularis

dihitung dengan satuan sentimeter H2O (normalnya kurang dari 8 cm), dengan

memperkirakan tinggi kolom darah vena jugularis diatas angulus sternalis dalam centimeter

dan menambahkan 5 cm (pada postur apapun). Pada tahap awal gagal jantung, tekanan vena

jugularis bisa normal saat istirahat, tapi dapat secara abnormal meningkat saat diberikan

tekanan yang cukup lama pada abdomen (refluk hepatojugular positif). Giant V wave

menandakan keberadaan regurgitasi katup trikuspid.4

Page 7: GAGAL JANTUNG KRONIS

PEMERIKSAAN PARU

Pulmonary Crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi cairan dari

rongga intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki dapat didengar

pada kedua lapang paru dan dapat disertai dengan wheezing ekspiratoar (asma kardiale). Jika

ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru, ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Walau

demikian harus ditekankan bahwa ronkhi seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan

gagal jantung kronik, bahkan ketika pulmonary capilary wedge pressure kurang dari 20

mmHg, hal ini karena pasien sudah beradaptasi dan drainase sistem limfatik cairan rongga

alveolar sudah meningkat. Efusi pleura timbul sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem

kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena pada

pleura bermuara pada vena sistemik dan pulmoner, effusi pleura paling sering terjadi pada

kegagalan kedua ventrikel (biventricular failure). Walau effusi pleura biasanya ditemukan

bilateral, angka kejadian pada rongga pleura kanan lebih sering daripada yang kiri.4

PEMERIKSAAN JANTUNG

Pemeriksaan jantung, walau penting, seringkali tidak dapat memberikan informasi yang

berguna mengenai beratnya gagal jantung. Jika terdapat kardiomegali, titik impulse maksimal

(ictus cordis) biasanya tergeser kebawah intercostal space (ICS) ke V, dan kesamping

(lateral) linea midclavicularis. Hipertrofi ventrikel kiri yang berat mengakibatkan pulsasi

prekodial (ictus) teraba lebih lama (kuat angkat). Pemeriksaan pulsasi prekordial ini tidak

cukup untuk mengevaluasi beratnya disfungsi ventrikel kiri. Pada beberapa pasien, bunyi

jantung ketiga dapat didengar dan teraba pada apex.1

Pada pasien dengan ventrikel kanan yang membesar dan mengalami hipertrofi dapat

memiliki impulse yang kuat dan lebih lama sepanjang sistole pada parasternal kiri (right

ventricular heave).Bunyi jantung ketiga (gallop) umum ditemukan pada pasien dengan

volume overload yang mengalami tachycardia dan tachypnea, dan seringkali menunjukkan

kompensasi hemodinamik yang berat. Bunyi jantung keempat bukan indikator spesifik gagal

jantung, tapi biasanya ada pada pasien dengan disfungsi diastolik. Murmur regurgitasi mitral

dan trikuspid umumnya ditemukan pada pasien dengan gagal jantung yang lanjut.4

PEMERIKSAAN ABDOMEN DAN EKSTRIMITAS

Page 8: GAGAL JANTUNG KRONIS

Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak umum pada pasien dengan gagal

jantung. Jika memang ada, hati yang membesar seringkali teraba lunak dan dapat berpulsasi

saat sistol jika terdapat regurgitasi katup trikuspid. Ascites dapat timbul sebagai akibat

transudasi karena tingginya tekanan pada vena hepatik dan sistem vena yang berfungsi dalam

drainase peritenium.4

Jaundice dapat juga ditemukan dan merupakan tanda gagal jantung stadium lanjut,

biasanya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik pada gagal jantung diakibatkan

terganggunya fungsi hepar sekunder akibat kongesti (bendungan) hepar dan hipoksia

hepatoselular.4

Edema perifer adalah manisfestasi kardinal gagal jantung, hal ini walau demikian

tidaklah spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah mendapat diuretik.

Edema perifer pada pasien gagal jantung biasanya simetris, beratnya tergantung pada gagal

jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi sekitar pergelangan kaki dan daerah pretibial

pada pasien yang masih beraktivitas. Pada pasien tirah baring, edema dapat ditemukan pada

sakrum dan skrotum. Edema yang berlangsung lama dihubungkan dengan kulit yang

mengeras dan pigmentasi yang bertambah.4

KAKEKSIA KARDIAK

Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditemukan riwayat penurunan berat badan

dan kaheksia. Walau mekanisme kakeksia tidak sepenuhnya dimengerti, kemungkinan besar

faktor penyebabnya adalah multifaktorial, termasuk didalamnya adalah meningkatnya basal

metabolik rate, anorexia, nausea, dan muntah-muntah yang diakibatkan oleh hematomegali

hepatomegali dan rasa penuh di abdomen, meningkatnya konsentrasi sitokin pro-inflamasi

yang bersirkulasi, dan terganggunya absorpsi pada saluran cerna akibat kongesti vena

intestinal. Jika terdapat kakeksia maka prognosis gagal jantung akan semakin memburuk.4

TEST DIAGNOSTIK PADA GAGAL JANTUNG KRONIS

Page 9: GAGAL JANTUNG KRONIS

Seperti yang dapat dilihat pada tabel sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan klinis baik

pada anamnesa dan pemeriksaan fisik dalam mendiagnosa gagal jantung relatif rendah.

Karenanya pemeriksaan penunjang memiliki peranan penting dalam mendiagnosa gagal

jantung. Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang antara lain : (1) menentukan apakah

terdapat kelainan jantung baik struktural atau fungsional yang dapat menjelaskan gejala

pasien, (2) mengidentifikasi kelainan yang dapat diatasi oleh intervensi spesifik, dan (3)

menentukan berat dan prognosis gagal jantung.4

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain

adalah : darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum & kreatinine, SGOT/PT, dan

BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung karena

beberapa alasan berikut : (1) untuk mendeteksi anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan

elektrolit (hipokalemia dan/atau hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan

(4) untuk mengukur brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).4

Kandungan elektrolit biasanya normal pada gagal jantung ringan-sedang, namun dapat

menjadi abnormal pada gagal jantung berat ketika dosis obat ditingkatkan. Kadar serum

kalsium biasanya normal, tapi penggunaan diuretik kaliuretik seperti thiazid atau loop

diuretik dapat mengakibatkan hipokalemia. Derajat hiponatremia juga merupakan penanda

beratnya gagal jantung, hal ini dikarenakan kadar natrium secara tidak langsung

mencerminkan besarnya aktivasi sistem renin angiotensin yang terjadi pada gagal jantung.

Selain itu, rektriksi garam bersamaan dengan terapi diuretik yang intensif dapat

mengakibatkan hiponatremia. Gangguan elektrolit lainnya termasuk hipofasfatemia,

hipomagnesemia, dan hiperurisemia.4

Anemia dapat memperburuk gagal jantung karena akan menyebabkan meningkatnya

kardiak output sebagai kompensasi memenuhi metabolisme jaringan, hal ini akan

meningkatkan volume overload miokard. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa anemia

(kadar Hb <12 gr/dl) dialami pada 25% penderita gagal jantung.

Pemeriksaan Biomarker BNP sangat disarankan untuk diperiksa pada semua pasien

yang dicurigai gagal jantung untuk menilai beratnya gangguan hemodinamik dan untuk

menentukan prognosis. Biomarker Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dan BNP disekresikan

sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan pada dinding jantung dan/atau neurohormon

Page 10: GAGAL JANTUNG KRONIS

yang bersirkulasi. Karena ANP memiliki waktu paruh yang pendek, hanya NT-ANP yang

secara klinis berguna. Untuk BNP, N-Terminal Pro-BNP dan BNP memiliki nilai klinis yang

bermakna. Kadar ANP dan BNP meningkat pada pasien dengan disfungsi sistolik, sementara

disfungsi diastolik peningkatan kadarnya lebih rendah. Pada disfungsi sistolik, kadar BNP

ditunjukan berbanding lurus dengan wall stress, ejeksi fraksi, dan klasifikasi fungsional.

Pemeriksaan BNP berbanding lurus dengan beratnya gagal jantung berdasarkan kelas

fungsionalnya.1

Gambar 4. Kadar BNP berbanding lurus dengan beratnya gagal jantung menurut kelas

fungsionalnya. Dikutip dari: Maisel AS dkk.1

Fungsi ginjal memiliki peran penting pada progresi disfungsi ventrikel dan gagal

jantung. Penurunan pada fungsi renal, terutama pada glomerular filtration rate (GFR),

menurut NYHA adalah prediktor mortalitas yang lebih kuat dibandingkan klasifikasi kelas

fungsional.4

Fungsi hepar sering ditemukan abnormal pada gagal jantung sebagai akibat

hepatomegali yang menyertai. Aspartate aminotransferase (AST/SGOT) dan alanine

aminotransferase (ALT/SGPT) dapat meningkat, protrombin time (PT) dapat memanjang,

dan pada sebagian kecil kasus dapat terjadi hiperbilirubinemia.4

Urinalisis harus dilakukan pada semua pasien dengan gagal jantung untuk mencari

infeksi bakteri, mikroalbunuria dan mikrohematuri. Konsentrasi dan volume urine harus

mendapat perhatian seksama terutama pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan yang

mendapat diuretik.4

Page 11: GAGAL JANTUNG KRONIS

PEMERIKSAAN FOTO TORAKS

Pemeriksaan Chest X-Ray (CXR) sudah lama digunakan dibidang kardiologi, selain

menilai ukuran dan bentuk jantung, struktur dan perfusi dari paru dapat dievaluasi.

Kardiomegali dapat dinilai melalui CXR, cardiothoracic ratio (CTR) yang lebih dari 50%,

atau ketika ukuran jantung lebih besar dari setengah ukuran diameter dada, telah menjadi

parameter penting pada follow-up pasien dengan gagal jantung. Bentuk dari jantung menurut

CXR dapat dibagi menjadi ventrikel yang mengalami pressure-overload atau volume-

overload, dilatasi dari atrium kiri dan dilatasi dari aorta asenden. 4

Pasien dengan gagal jantung akut dapat ditemukan memiliki gambaran hipertensi

pulmonal dan/atau edema paru intersitial, sementara pasien dengan gagal jantung kronik tidak

memilikinya. Kongesti paru pada CXR ditandai dengan adanya Kerley-lines, yaitu gambaran

opak linear seperti garis pada lobus bawah paru, yang timbul akibat meningkatnya kepadatan

pada daerah interlobular intersitial akibat adanya edema. Edema intersitial dan perivaskular

terjadi pada dasar paru karena tekanan hidrostatik di daerah tersebut lebih tinggi. Temuan

tersebut umumnya tidak ditemukan pada pasien gagal jantung kronis, hal ini dikarenakan

pada gagal jantung kronis telah terjadi adaptasi sehingga meningkatkan kemampuan sistem

limfatik untuk membuang kelebihan cairan interstitial dan/atau paru. Hal ini konsisten dengan

temuan tidak adanya ronkhi pada kebanyakan pasien gagal jantung kronis, walau tekanan

arteri pulmonal sudah meningkat. Keberadaan dan beratnya effusi pleura juga merupakan

informasi penting dalam evaluasi pasien dengan gagal jantung, dan terbaik dinilai melalui

CXR dan CT-scan.3 Temuan pada foto toraks dengan penyebab dan implikasi klinisnya dapat

di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Temuan pada Foto Toraks , Penyebab dan Implikasi Klinis

Kelainan Penyebab Implikasi Klinis

Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel

kanan, atria, efusi perikard

Ekhokardiografi, doppler

Hipertropi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta,

kardiomiopati hipertropi

Ekhokardiografi, doppler

Kongesti vena paru Peningkatan tekanan pengisian

ventrikel kiri

Gagal jantung kiri

Edema interstisial Peningkatan tekanan pengisian

ventrikel kiri

Gagal jantung kiri

Efusi pleura Gagal jantung dengan

peningkatan pengisian tekanan

jika ditemukan bilateral, infeksi

paru, keganasan

Pikirkan diagnosis non kardiak

Page 12: GAGAL JANTUNG KRONIS

Garis Kerley B Peningkatan tekanan limfatik Mitral stenosis atau gagal jantung

kronis

Dikutip dari : Mann DL dkk. 4

ELEKTROKARDIOGRAMPemeriksaan elektrokardiogram (ECG) harus dilakukan untuk setiap pasien yang

dicurigai gagal jantung.1 Dampak diagnostik elektrokardiogram (ECG) untuk gagal jantung

cukup rendah, namun dampaknya terhadap terapi cukup tinggi.1 Temuan EKG yang normal

hampir selalu menyingkirkan diagnosis gagal jantung.1 Gagal jantung dengan perubahan

EKG umum ditemukan. Temuan seperti gelombang Q patologis, hipertrofi ventrikel kiri

dengan strain, right bundle branch block (RBBB), left bundle branch block (LBBB), AV

blok, atau perubahan pada gelombang T dapat ditemukan. Gangguan irama jantung seperti

takiaritmia supraventrikuler (SVT) dan fibrilasi atrial (AF) juga umum. Ekstrasistole

ventrikular (VES) dapat sering terjadi dan tidak selalu menggambarkan prognosis yang

buruk, sementara takikardi ventrikular sustained dan nonsustained dapat dianggap sebagai

sesuatu yang membahayakan. Jenis aritmia seperti ini biasanya tidak terdeteksi pada resting

ECG tapi dapat terdeteksi pada monitoring holter 24- atau 48- jam.4

PEMERIKSAAN UJI LATIH BEBAN JANTUNG

Pemeriksaan uji latih beban jantung (ULBJ) ini memiliki keterbatasan dalam diagnosis

gagal jantung, walau demikian hasil yang normal pada pasien yang tidak mendapat terapi

hampir selalu menyingkirkan diagnosis gagal jantung. Nilai pemeriksaan ini adalah dalam

penilaian kapasitas fungsional dan stratifikasi prognosis. Kapasitas fungsional ditentukan

melalui aktivitas yang secara progresif ditingkatkan hingga pasien tidak dapat meneruskan.

Pada saat aktivitas maksimal, uptake maksimal oksigen (Vo2 MAX) dapat dihitung. Parameter

ini mencerminkan kemampuan aerobik pasien dan berkorelasi dengan mortalitas

kardiovaskular pada pasien dengan gagal jantung.1, Pemeriksaan ini juga memungkinkan

untuk menentukan ambang batas metabolisme anaerob, yaitu titik dimana metabolisme

pasien beralih dari aerob ke anaerob, yang menghasilkan laktat berlebih. Secara praktis

prinsip perhitungannya ULJB dihentikan ketika : (1) Vo2 tidak meningkat lagi saat intensitas

latihan ditingkatkan, (2) pasien menghentikan latihan karena timbulnya gejala berat seperti

sesak atau letih. Hasil dari ULBJ memiliki arti prognostik yang penting. Puncak Vo2 <10

Page 13: GAGAL JANTUNG KRONIS

ml/kg/menit dikategorikan sebagai pasien berisiko tinggi, >18 ml/kg/menit adalah pasien

berisiko ringan. Nilai diantaranya adalah zona abu-abu dengan risiko sedang. Data prognostik

untuk puncak Vo2 pada wanita masih terbatas. Nilai Vo2 max digunakan sebagai batasan

untuk menentukan kapan pasien dengan gagal jantung yang progresif harus dipertimbangkan

untuk menjalani transplantasi jantung. Walau demikian harus tetap diingat bahwa puncak Vo2

max dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, massa otot, dan status pelatihan aerobik. Hal

ini menjelaskan mengapa pada beberapa pasien dengan Vo2 max yang rendah (<14

ml/kg/menit) masih tetap memiliki prognosis yang cukup baik. Karena hal tersebut beberapa

peneliti telah mengusulkan angka prediksi persentase Vo2 dibandingkan nilai absolut Vo2

max.1

Karena pasien dengan gagal jantung umumnya memiliki kemampuan latihan yang

terbatas dan ULBJ tidak ditoleransi baik oleh banyak pasien, latihan submaksimal atau

symptom-driven exercise test yang dikenal dengan 6-minutes walking test menjadi popular

digunakan untuk evaluasi rutin. Pada test ini diukur jarak yang dapat ditempuh dalam 6 menit

pada koridor yang datar dimana pasien dapat berjalan sesuai kemampuannya, berjalan lebih

pelan, lebih cepat, atau berhenti. Test ini memperkirakan puncak Vo2 max dan merupakan

faktor independen yang berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.

Karena kemudahan-nya, test ini semakin sering digunakan pada uji klinis multisenter untuk

menilai efektivitas suatu terapi.

ECHOCARDIOGRAPHY

Pemeriksaan echo saat ini telah menjadi metode diagnostik umum digunakan untuk

menilai anatomi dan fungsi jantung, myokardium dan perikadium, dan mengevaluasi gerakan

regional dinding jantung saat istirahat dan saat diberikan stress farmakologis pada gagal

jantung. Pemeriksaan ini non-invasif, dapat dilakukan secara cepat di tempat rawat, dapat

dengan mudah diulang secara serial, dan memungkinkan penilaian fungsi global dan regional

ventrikel kiri. Pada penilaian gagal jantung echocardiography adalah metode diagnostik yang

dapat dipercaya, dapat diulang, dan aman dengan banyak fitur seperti doppler echo, doppler

tissue imaging, strain rate imaging, dan cardiac motion analysis.4

Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal jantung adalah penilaian Left-ventricular

ejection fraction (LVEF), beratnya remodelling ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi

diastolik.3 Echo dua dimensi sangat berharga dalam menilai fungsi sistolik dan diastolik pada

pasien dengan gagal jantung. Tabel 4 mendeskripsikan temuan ekokardiografi yang sering

ditemukan pada gagal jantung.

Page 14: GAGAL JANTUNG KRONIS

Tabel 4. Temuan Echocardiography pada Gagal Jantung

TEMUAN UMUM DISFUNGSI SISTOLIK DISFUNGSI DIASTOLIK

Ukuran dan bentuk ventrikel

Ejeksi fraksi ventikel kiri

(LVEF)

Gerakan regional dinding

jantung, synchronisitas

kontraksi ventrikular

Remodelling LV (konsentrik

vs eksentrik)

Hipertrofi ventrikel kiri atau

kanan (Disfunfsi Diastolik :

hipertensi, COPD, kelainan

katup)

Morfolofi dan beratnya

kelainan katup

Mitral inflow dan aortic

outflow; gradien tekanan

ventrikel kanan

Status cardiac output

(rendah/tinggi)

Ejeksi fraksi ventrikel kiri

berkurang <45%

Ventrikel kiri membesar

Dinding ventrikel kiri tipis

Remodelling eksentrik

ventrikel kiri

Regurgitasi ringan-sedang

katup mitral*

Hipertensi pulmonal*

Pengisian mitral berkurang*

Tanda-tanda meningkatnya

tekanan pengisian ventrikel*

Ejeksi fraksi ventrikel kiri

normal > 45-50%

Ukuran ventrikel kiri

normal

Dinding ventrikel kiri tebal,

atrium kiri berdilatasi

Remodelling eksentrik

ventrikel kiri.

Tidak ada mitral

regurgitasi, jika ada

minimal.

Hipertensi pulmonal*

Pola pengisian mitral

abnormal.*

Terdapat tanda-tanda

tekanan pengisian

meningkat.

Keterangan : * Temuan pada echo-doppler.

Dikutip dari: Mann DL4

TATALAKSANA GAGAL JANTUNG KRONIS

- TUJUAN MANAJEMEN TERAPI GAGAL JANTUNG KRONIS

Tujuan dalam mendiagnosa gagal jantung dan memberi terapi dini tidak

berbeda dengan kondisi kronis lainnya, yaitu menurunkan mortalitas dan morbiditas.

Karena angka kematian tahunan gagal jantung sangatlah tinggi, penekanan pada end-

point ini menjadi goal pada banyak tujuan uji klinis. Walau demikian pada

kebanyakan pasien, terutama orang tua, kemampuan untuk hidup mandiri, terbebas

dari gejala mengganggu yang tidak nyaman, dan menhindari perawatan adalah tujuan

yang seringkali seiring dengan keinginan untuk meningkatkan usia harapan hidup.

Upaya untuk mencegah timbulnya gagal jantung atau progresinya tetap merupakan

Page 15: GAGAL JANTUNG KRONIS

bagian yang tak terpisahkan dari managemen terapi. Banyak uji klinis acak gagal

jantung mengevaluasi pasien dengan disfungsi sistolik dengan LVEF 35-40%.

Patokan LVEF <40% ini relatif arbitrary, dan terdapat bukti yang terbatas bahwa

gagal jantung dapat simtomatik pada antara LVEF 40-50%. 15

Dapat disimpulkan bahwa tujuan pengobatan gagal jantung antara lain :

a) Menurunkan mortalitas

b) Mempertahankan / meningkatkan kualitas hidup

c) Mencegah terjadinya kerusakan miokard, progresivitas kerusakan miokard,

remodelling miokard, timbulnya gejala-gejala gagal jantung dan akumulasi cairan,

dan perawatan di rumah sakit.

ALGORITMA TATALAKSANA GAGAL JANTUNG KRONIS

Penatalaksanaan gagal jantung kronis yang dapat dipakai dapat dilihat pada

skema tata laksana gagal jantung kronik pada Gambar 5.

Gambar 5. Alrogitma yang dapat dijadikan acuan pada penatalaksanaan gagal

jantung akut. Dikutip dari:Dickstain dkk15

TERAPI NONFARMAKOLOGIS

Page 16: GAGAL JANTUNG KRONIS

PERAWATAN MANDIRI(SELF CARE)

Perawatan mandiri mempunyai andil dalam keberhasilan pengobatan gagal jantung dan

dapat memberi dampak yang bermakna pada keluhan-keluhan pasien, kapasitas fungsional,

morbiditas dan prognosis. Perawatan mandiri dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan

yang bertujuan untuk mempertahankan stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat

memperburuk kondisi dan deteksi dini gejala-gejala perburukan. Untuk bisa merawat dirinya

pasien perlu diberi pelatihan baik oleh dokter atau perawat terlatih. Topik-topik penting dan

perilaku perawatan mandiri yang perlu dibahas antara lain dapat dilihat pada Tabel 5.15

Tabel 5. Topik Keterampilan Merawat Diri yang perlu dipahami penderita Gagal Jantung.

Topik Edukasi Keterampilan dan Perilaku Perawatan Mandiri

Definisi dan etiologi gagal

jantung

Memahami penyebab gagal jantung dan mengana keluhan-keluhan

timbul

Gejala-gejala dan tanda-

tanda gagal jantung

Memantau tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung

Mencatat berat badan setiap hari

Mengetahui kapan menghubungi petugas kesehatan

Menggunakan terapi diuretik secara fleksibel sesuai anjuran

Terapi farmakologik Mengerti indikasi, dosis dan efek dari obat-obat digunakan

Mengenal efek samping yang umum obat

Modifikasi faktor risiko Berhenti merokok, memantau tekanan darah

Kontrol gula darah (DM), hindari obesitas

Rekomendasi diet Restriksi garam, pantau dan cegah malnutrisi

Rekomendasi olah raga Melakukan olah raga teratur

Kepatuhan mengikuti anjuran pengobatan

Prognosis Mengerti pentingnya faktor-faktor prognostik dan membuat

keputusan realistik

Dikutip dari: Dickstain dkk15

TERAPI FARMAKOLOGIS

Pengobatan gagal jantung dengan farmakologis, secara garis besar bertujuan

mengatasi permaslahan preload, dengan menurunkan preload, meningkatkan

kontraktilitas juga menurunkan afterload. Pemilihan terapi farmakologis ini

tergantung pada penyebabnya. Selama bertahun-tahun, obat golongan diuretik dan

digoksin digunakan dalam terapi gagal jantung. Obat-obat ini mengatasi gejala dan

meningkatkan kualitas hidup, namun belum terbukti menurunkan angka mortalitas.

Setelah ditemukan obat yang dapat mempengaruhi sistem neurohumoral, RAAS dan

Page 17: GAGAL JANTUNG KRONIS

sistem saraf simpatik, barulah morbiditas dan mortalitas pasien gagal jantung

membaik.1

ANGIOTENSIN CONVERTING ENZYME INHIBITORS(ACEI)

Pasien dengan tidak ada kontra indikasi maupun pasien yang masih toleran

terhadap ACE Inhibitor (ACEI), ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan

gagal jantung yang simtomatik dan LVEF < 40%. Terapi dengan ACEI memperbaiki

fungsi ventrikel dan kesejahteraan pasien, menurunkan angka masuk rumah sakit

untuk perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka keselamatan. Pada pasien

yang menjalani perawatan terapi dengan ACEI harus dimulai sebelum pasien pulang

rawat.Dosis awal ACEI dengan target pada tdosis dapat dilihat pada Tabel 6. KELAS

REKOMENDASI I, TINGKAT BUKTI A.

Pasien yang harus mendapatkan ACEI :

LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.

Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi

Kontraindikasi yang patut diingat antara lain :

Riwayat adanya angioedema

Stenosis bilateral arteri renalis

Konsentrasi serum kalsium > 5.0 mmol/L

Serum kreatinin > 220 mmol/L (>2.5 mg/dl)

Stenosis aorta berat

Cara pemberian ACEI :

Periksa fungsi renal dan elektrolit serum.

Pertimbangkan meningkatkan dosis setelah 24 jam

Jangan meningkatkan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau

hiperkalemia

Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi meningkatkan

secara cepat sangat mungkin pada pasien yang dimonitoring ketat.

Tabel 6. Obat –obat Gagal Jantung dengan Dosis Awal dan Target Dosis yang

diinginkan

Page 18: GAGAL JANTUNG KRONIS

Dikutip dari: Dickstain dkk.15

Kemungkinan yang dihadapi saat memberikan ACEI :

Perburukan fungsi renal – peningkatan urea dan kreatinin saat diberikan ACEI

adalah sesuatu yang diharapkan, dan tidak dianggap penting secara klinis

kecuali jika peningkatanya cepat dan bermakna. Periksa obat-obatan

nefrotoxic yang mungkin diberikan bersamaan seperti obat anti inflamasi non

steroid (OAINS). Jika diperlukan turunkan dosis ACEI atau jangan teruskan.

Jika terdapat peningkatan kreatinin lebih dari 50% dari baseline atau hingga

konsentrasi absolut 265 mmol/L (~3 mg/dL). Jika konsentrasi kreatinine

meningkat hingga 310 mmol/L (~3.5 mg/dL) atau diatasnya stop ACEI

secepatnya dan monitor kimia darah secara erat.

Hiperkalemia – periksa penggunaan agen lain yang dapat menyebabkan

hiperkalemia, misalnya suplementasi kalsium, diuretik hemat kalsium, dan

hentikan penggunaannya. Jika kadar kalsium meningkat diatas 5.5 mmol/L,

turunkan dosis ACEI setengahnya dan monitor kima darah secara erat. Jika

kalisum naik diatas 6 mmol/L stop penggunaan ACEI secepatnya dan monitor

kimia darah secara erat.

Hipotensi simtomatik (misal : pusing) adalah hal yang umum terjadi – hal ini

seringkali membaik seiring waktu, dan pasien perlu diyakinkan. Jika

Page 19: GAGAL JANTUNG KRONIS

mengganggu pertimbangkan untuk mengurangi dosis diuretik dan agen

hipotensif lainnya (kecuali ARB/ β-bloker/antagonis aldosteron). Hipotensi

asimtomatik tidak memerlukan intervensi.

ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKER(ARB)

Pada pasien dengan tnpa kontraindikasi dan tidak toleran dengan ACE, ARB

direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang tetap

simtomatik walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB, kecuali

telah mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi

ventrikel dan kejahteraan pasien dan mengurangi hospitalisasi untuk perburukan

gagal jantung. (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A).

Pemberian ARB mengurangi risiko kematian karena penyebab kardiovaskular.

Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B. ARB direkomendasikan sebagai alternatif

pada pasein yang intoleran terhadap ACEI. Pada pasien-pasien ini pemberian ARB

mengurangi risiko kematian akibat kardiovaskular atau perlunya perawatan akibat

perburukan gagal jantung. Pada pasien yang dirawat, terapi dengan ARB harus

dimulai sebelum pasien dipulangkan.Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B.14

Pengobatan dengan ARB meningkatkan fungsi ventrikel dan kesehatan pasien

dan menurunkan angka masuk rumah sakit akibat perburukan gagal jantung.

Angiotensin Reseptor Blockerdirekomendasikan sebagai pilihan lain pada pasien yang

tidak toleran terhadap ACEI.14

Pasien yang harus mendapatkan ARB :

Left ventrikular ejection fraction (LVEF)< 40%

Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas

fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.

Pasien dengan gejala menetap (kelas fungsionaal II-IV NYHA) walaupun

sudah mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete bloker.

Memulai pemberian ARB:

Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum

Page 20: GAGAL JANTUNG KRONIS

Pertimbangkan meningkatkan dosis setelah 24 jam.

Jangan meningkatkan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau

hiperkalemia

Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi meningkatkan secara

cepat sangat mungkin pada pasien yang monitoring ketat.

β-bloker / PENGHAMBAT SEKAT-β

Alasan penggunaan beta bloker(BB) pada pasien gagal jantung adalah adanya

gejala takikardi dan tingginya kadar katekolamin yang dapat memperburuk kondisi

gagal jantung. Pasien dengan kontraindikasi atau tidak ditoleransi, BB harus diberikan

pada pasien gagal jantung yang simtomatik, dan dengan LVEF < 40%. BB

meningkatkan fungsi ventrikel dan kesejahtraan pasien, mengurangi kejadian rawat

akibat perburukan gagal jantung, dan meningkatkan keselamatan. Jika memungkinkan

pada pasien yang menjalani perawatan, terapi BB harus dimulai secara hati-hati

sebelum pasien dipulangkan. Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A.

Manfaat beta bloker dalam gagal jantung melalui:

Mengurangi detak jantung : memperlambat fase pengisian diastolik sehingga

memperbaiki perfusi miokard.

Meningkatkan LVEF

Menurunkan tekanan baji kapiler pulmonal

Pasien yang harus mendapat BB:

LVEF < 40%

Gejala gagal jantung sedang-berat (NYHA kelas fungsional II-IV), pasien

dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri setelah kejadian infark miokard.

Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika

diindikasikan).

Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis).

Inisiasi terapi sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada

pasien yang baru saja masuk rawat karena GJA, selama pasien telah membaik

dengan terapi lainnya, tidak tergantung pada obat inotropik intravenous, dan

Page 21: GAGAL JANTUNG KRONIS

dapat diobservasi di rumah sakit setidaknya 24 jam setelah dimulainya terapi

BB.

Kontraindikasi :

Asthma (COPD bukan kontranindikasi).

AV blok derajat II atau III, sick sinus syndrome (tanpa keberadaan

pacemaker), sinus bradikardi (<50 bpm).

Bagaimana menggunakan BB pada gagal jantung :

Dosis awalan : bisoprolol 1 x 1.25 mg, carvedilol2 x 3.125-6.25 mg,

metoprolol CR/XL 1 x 12.5-25 mg, atau nebivolol 1 x 1.25 mg. Dengan

supervisi jika diberikan dalam setting rawat jalan.

Pada pasien yang baru mengalami dekompensasi, BB dapat dimulai sebelum

pasien dipulangkan dengan hati-hati.

Titrasi dosis :

Kunjungan tiap 2-4 minggu dapat digunakan untuk meningkatkan dosis BB

(peningkatan dosis yang lebih lambat mungkin dibutuhkan pada beberapa pasien

degan gagal jantung yang berat). Jangan tingkatkan dosis bila terdapat

perburukan gagal jantung, hipotensi sistemik, atau bradikardia yang berlebih

(<50x/menit).

Pasien dengan tanpa permasalahan diatas, dosis BB dapat ditingkatkan 2x lipat

tiap kunjungan hingga dicapai target dosis. (Bisoprolol 10 mg o.d., carvedilol 25-

50 mg b.i.d., metaprolol CR/XL 200 mg o.d., atau vebivolol 10 mg o.d.-atau

dosis yang bisa ditoleransi maksimal.

DIURETIK

Diuretik direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung yang disertai tanda dan

gejala kongesti.Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B

Diuretik memperbaiki kesejahteraan hidup pasien dengan mengurangi tanda dan

gejala kongesi vena sistemik dan pulmoner pada pasien dengan gagal jantung.

Diuretik mengakibatkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dan

biasanya digunakan bersamaan dengan ACEI atau ARB. Dosis diuretik harus

Page 22: GAGAL JANTUNG KRONIS

disesuaikan dengan kebutuhan tiap pasien dan membutuhkan monitoring klinis yang

cermat. Secara umum loop diuretik dibutuhkan pada gagal jantung sedang-berat.

Thiazid dapat pula digunakan dengan loop diuretik untuk edema yang resisten, namun

harus diperhatikan secara cermat kemungkinan dehidrasi, hipovolemia, hiponatremia,

atau hipokalemia. Selama terapi diuretik, sangat penting level kalium, natrium, dan

kreatinine dipanantau secara berkala.14

Hal yang harus dicermati pada pemberian diuretik :

Diuretik dan ACEI/ARB/atau antagonis aldosteron dapat meningkatan risiko

hipotensi dan disfungsi ginjal, terutama jika digunakan bersamaan.

Pasein dengan menggunakan ACEI/ARB/antagonis aldosteron digunakan

bersamaan dengan diuretik, penggantian kalium biasanya tidak dibutuhkan.

Hiperkalemia yang berat dapat terjadi jika diuretik hemat kalsium termasuk

antagonis aldosteon digunakan bersamaan dengan ACEI/ARB. Penggunaan

diuretik antagonis non-aldosteron harus dihindari. Kombinasi dari antagonis

aldosteron dan ACEI/ARB hanya boleh diberikan pada supervisi yang cermat.

Penggunaan diuretik pada gagal jantung :

Periksa selalu fungsi ginjal dan serum elektrolit.

Kebayakan pasien diresepkan loop diuretik dibandingkan thiazid karena

efektivitasnya yang lebih tinggi dalam memicu diuresis dan natriuresis.

Selalu mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan hingga terrdapat perbaikan

klinis dari segi tanda dan gejala gagal jantung. Jenis dan dosis pemberian dapat

dilihat pada tabel 7.

Dosis harus disesuaikan, terutama setelah berat badan kering normal telah

tercapai, hindari risiko disfungsi ginjal dan dehidrasi. Upayakan untuk

mencapai hal ini dengan menggunakan dosis diuretik serendah mungkin.

Keadaan yang mungkin terjadi pada penggunaan diuretik dapat dilihat pada

tabel 8.

Penyesuaian dosis sendiri oleh pasien berdasarkan pengukuran berat badan

harian dan tanda-tanda klinis lainnya dari retensi cairan harus selalu disokong

pada pasien gagal jantung rawat jalan. Untuk mencapai hal ini diperlukan

edukasi pasien.

Page 23: GAGAL JANTUNG KRONIS

Tabel 7. Diuretik yang umum diberikan pada gagal jantung dan dosis hariannya

Keterangan:

*Dosis harus disesuaikan dengan volume status / berat badan pasien , dengan pertimbangan dosis yang besar dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan ototoksisitas.

** Jangan menggunakan thiazid jika eGFR < 30mL/menit, kecuali diresepkan dengan loop diuretic

Dikutip dari: Dickstain dkk.15

Tabel 8. Keadaan yang mungkin terjadi pada pemberian diuretik jangka panjang, dan tindakan

yang disarankan

Page 24: GAGAL JANTUNG KRONIS

Dikutip dari: Dickstain dkk.15

ANTAGONIS ALDOSTERON

Antagonis aldosteron menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan

gagal jantung dan meningkatkan angka keselamatan jika ditambahkan pada terapi

yang sudah ada, termasuk dengan ACEI.

Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :

LVEF < 35%

Gejala gagal jantung sedang- berat ( kelas fungsional III-IV NYHA)

Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB

Memulai pemberian spironolakton :

Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum

Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 4-8 minggu. Jangan meningkatkan

dosis jika terjadi penurunan fungsi ginjal atau hiperkalemia.

HYDRALIZIN & ISOSORBIDE DINITRAT

Pada pasien simtomatik dengan LVEF < 40%, kombinasi dari Hidralizine-ISDN dapat

digunakan sebagai alternatif jika terdapat intoleransi baik oleh ACEI dan ARB.

Penambahan kombinasi H-ISDN harus dipertimbangkan pada pasien dengan gejala

Page 25: GAGAL JANTUNG KRONIS

yang persisten walau sudah diterapi dengan ACEI, BB, dan ARB atau Aldosteron

Antagonis.Terapi dengan H-ISDN pada pasien-pasien ini dapat mengurangi risiko

kematian.9Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B

Mengurangi angka kembali rawat untuk perburukan gagal jantung.Kelas

Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B

Memperbaiki fungsi ventrikel dan kemampuan latihan.Kelas Rekomendasi IIa,

Tingkat Bukti A

Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak uji klinis

adalah :

Sebagai alternatif ACEI/ARB ketika keduanya tidak dapat ditoleransi.

Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron

tidak dapat ditoleransi.

Manfaat pengobatan secara lebih jelas ditemukan pada keturunan afrika-

amerika.

Kontraindikasinya anatara lain hipotensi simtomatik, sindroma lupus, gagal ginjal

berat (pengurangan dosis mungkin dibutuhkan).

Cara pemberian hidralizin dan ISDN pada gagal jantung :

Dosis awalan : hidralizin 37.5 mg dan ISDN 20 mg tiga kali sehari.

Pertimbangkan untuk menaikan titrasi setelah 2-4 minggu, jangan dinaikan

bila terdapat hipotensi simtomatik.

Jika dapat ditoleransi, upayakan untuk mencapai target dosis yang digunakan

pada banyak uji klinis- yaitu hidralizine 75 mg dan ISDN 40 mg tiga kali sehari, atau

jika tidak dapat ditoleransi hingga dosis maksimal tertoleransi.

Kemungkinanan efek samping yang dapat timbul :

Hipotensi ortostatik (pusing) – seringkali membaik seiring waktu,

pertimbangkan untuk mengurangi dosis obat yang dapat menyebabkan hipotensi

(kecuali ACEI/ARN/BB/Antagonis aldosteron). Hipotensi yang asimtomatik tidak

membutuhkan intervensi.

Artralgia, nyeri sendi atau bengkak, perikarditis/pleuritis, ruam atau demam –

pikirkan sindroma mirip lupus akibat obat, cek antinuclear antibodies (ANA), jangan

teruskan H-ISDN.

Page 26: GAGAL JANTUNG KRONIS

GLIKOSIDA JANTUNG (DIGOXIN)

Pada pasien gagal jantung simtomatik dan atrial fibrilasi, digoxin dapat digunakn

untung mengurangi kecepatan irama ventrikel. Pada pasien dengan AF dan LVEF <

40% digoxin dapat pula diberikan bersamaan dengan BB untuk mengontrol tekanan

darah.Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti C

Pada pasien sinus ritme dengan gagal jantung simtomatik dan LVEF < 40%, terapi

dengan digoxin bersamaan dengan ACEI meningkatkan fungsi ventrikel dan

kesejahteraan pasien, mengurangi kemungkinan perawatan ulang untuk perburukan

gagal jantung, hal ini walau demikian tidak memiliki dampak terhadap angka

mortalitas.Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B.

Glikosida jantung menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung dengan

meningkatkan kontraksi sarkomer jantung melalui peningkatan kadar kalsium bebas

dalam protein kontraktil, yang merupakan hasil dari peningkatan kadar natrium

intrasel akibat penghambatan NaKATPase dan pengurangan relatif dalam ekspulsi

kalsium melalui penggantian Na+ Ca2+ akibat peningkatan natrium intrasel.

Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung dalam hal :

Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan dan fungsi

ventrikel kiri.

Menstimulasi baroreseptor jantung

Meningkatkan penghantaran natrium ke tubulus distal sehingga menghasilkan

penekanan sekresi renin dari ginjal.

Menyebabkan aktivasi parasimpatik sehingga menghasilkan peningkatan vagal

tone.

Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat> 80x/menit, dan

saat aktivitas > 110-120x/ menit harus mendapatkan digoksin.

Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF < 40%)

yang mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB, beta bloker dan

antagonis aldosteron jika diindikasikan, yang tetap simtomatis, digoksin dapat

dipertimbangkan.

ANTIKOAGULAN (ANTAGONIS VIT-K)

Page 27: GAGAL JANTUNG KRONIS

Warfarin (atau antikoagulan oral alternatif lainnya) direkomendasikan pada pasien

gagal jantung dengan atrial fibrilasi permanen, persisten, atau paroksismal tanpa

adanya kontraindikasi terhadap antikoagulasi. Dosis antikoagulan harus disesuaikan

dengan risiko komplikasi tromboembolik termasuk stroke.Kelas Rekomendasi I,

Tingkat Bukti A

Antikoagulasi juga direkomendasikan pada pasien dengan trombus intrakardiak yang

terdeteksi pada echocardiography atau bukti adanya tromboembolisme sistemikKelas

Rekomendasi I, Tingkat Bukti C

Temuan yang perlu diingat :

Pada pasien atrial fibrilasi yang dilibatkan pada serangkaian uji klinis acak,

termasuk pada pasien dengan gagal jantung, warfarin ditemukan dapat mengurangi

risiko stroke dengan 60-70%.

Warfarin juga lebih efektif dalam mengurangi risiko stroke dibanding terapi

antiplatelet, dan lebih dipilih pada pasien dengan risiko stroke yang lebih tinggi,

seperti yang ditemukan pada pasien dengan gagal jantung.

Tidak terdapat peranan antikoagulan pada pasien gagal lainnya, kecuali pada

mereka yang memiliki katup prostetik.

Pada analisis dua uji klinis skala kecil yang membandingkan efektifitas

warfarin dan aspirin pada pasien dangan gagal jantung, ditemukan bahwa risiko

perawatan kembali secara bermakna lebih besar pada pasien yang mendapat terapi

aspirin, dibandingkan warfarin.