gabungan

23
Pertemuan 2 : Tutorial 1 Discussion Task – Study Task Peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus, merupakan peraturan peraturan peryndang-undangan yang mengatur tentang hal-hak yang bersifat khusus di luar KUHP. Tituik tolak kekhususan suatu peraturan perundang-undangan khusus dapat dilihat dari perbuatan yang diatur, masalah subyek tindak pidana maupun pidana dan pemidanaanya. Diundangkan UU No.7 Drt Tahun 1955 tidak dapat dilepaskan dengan kebijakan untuk adanya penyeragaman dalam pemidanaan tindak pidana ekonomi, karena banyaknya peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian, baik yang merupakan produk pemerintah belanda maupun yang diundangkan pasca proklamasi 1945. Tugas : 1. Identifikasi peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus, selain UU No.7 Tahun 1955, UU No.5 Tahun 1997, UU No. 35 Tahun 2009 dan UU No. 20 Tahun 2001. 2. Identifikasi dan diskusikan penyimpangan- penyimpangan dalam peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus tersebut terhadap ketentuan umum Buku I KUHP. 1

Upload: agusatria

Post on 24-Oct-2015

178 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: gabungan

Pertemuan 2 : Tutorial 1

Discussion Task – Study Task

Peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus, merupakan peraturan

peraturan peryndang-undangan yang mengatur tentang hal-hak yang bersifat

khusus di luar KUHP. Tituik tolak kekhususan suatu peraturan perundang-

undangan khusus dapat dilihat dari perbuatan yang diatur, masalah subyek tindak

pidana maupun pidana dan pemidanaanya. Diundangkan UU No.7 Drt Tahun

1955 tidak dapat dilepaskan dengan kebijakan untuk adanya penyeragaman dalam

pemidanaan tindak pidana ekonomi, karena banyaknya peraturan perundang-

undangan di bidang perekonomian, baik yang merupakan produk pemerintah

belanda maupun yang diundangkan pasca proklamasi 1945.

Tugas :

1. Identifikasi peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus, selain

UU No.7 Tahun 1955, UU No.5 Tahun 1997, UU No. 35 Tahun 2009 dan

UU No. 20 Tahun 2001.

2. Identifikasi dan diskusikan penyimpangan-penyimpangan dalam peraturan

perundang-undangan tindak pidana khusus tersebut terhadap ketentuan

umum Buku I KUHP.

3. Diskusikan latar belakang pemikiran diundangkanya UU No. 7 Drt Tahun

1955.

Pembahasan :

1. Identifikasi peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus,

selain UU No.7 Tahun 1955, UU No.5 Tahun 1997, UU No. 35 Tahun

2009 dan UU No. 20 Tahun 2001 :

1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

1

Page 2: gabungan

Tindak Pidana pencucian uang adalah tindak pidana lanjutan, artinya

sebelumnya sudah ada tindak pidana tertentu sebagaimana dpisebutkan dalam

Pasal 2 UU No. 8 Tahun 2010, kemudian hasil dari tindak pidana tertentu

tersebut disembunyikan / disamarkan asal-usulnya sehingga seolah-olah hasil

dari tindak pidana tersebut adalah uang sah.

Segala hasil tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 2 UU tersebut

disamarkan / disembunyikan asal-usulnya agar seolah-olah merupakan harta

kekayaan yang sah yakni meliputi hasil dari tindak pidana:

a) korupsi;

b) penyuapan;

c) narkotika;

d) psikotropika;

e) penyelundupan tenaga kerja;

f) penyelundupan migran;

g) di bidang perbankan;

h) di bidang pasar modal;

i) di bidang perasuransian;

j) kepabeanan;

k) cukai;

l) perdagangan orang;

m) perdagangan senjata gelap;

n) terorisme;

o) penculikan;

p) pencurian;

q) penggelapan;

r) penipuan;

s) pemalsuan uang;

t) perjudian;

u) prostitusi;

v) di bidang perpajakan;

w) di bidang kehutanan;

2

Page 3: gabungan

x) di bidang lingkungan hidup;

y) di bidang kelautan dan perikanan; atau

z) tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun

atau lebih, yang dilakukan diwilayah negara kesatuan republik

indonesia atau diluar wilayah negara kesatuan republik indonesia dan

tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukm

indonesia.

Yang menjadi subjek hukum tindak pidana pencucian uang yakni:

-          Manusia

Manusia sebagai subjek hukum tindak pidana pencucian uang sudah tidak

diragukan lagi hal ini dapat kita pahami dari ketentuan didalam undang-undang

tersebut (UU No. 8 Tahun 2010), antara lain dapat dilihat pada Pasal 1 angka 9,

3, 4, 5, 10, dst. Dari pasal-pasal tersebut dapat kita ketemukan kata “setiap

orang”, kata tersebut menunjukan bahwa manusia adalah subjek hukum tindak

pidana pencucian uang. Lebih lanjut apabila kita menyimak ketentuan Pasal 1

angka 9 lebih menegaskan bahwa manusia adalah subjek hukum tindak pidana

pencucian, dalam pasal tersebut dikatakan bahwa “ setiap orang adalah orang

perseorangan atau korporasi”

-          Korporasi (Badan Hukum dan Non Badan Hukum)

Korporasi baik berbadan hukum maupun non badan hukum tidak diragukan

lagi sebagai subjek hukum tindak pidana pencucian uang. Hal ini dapat kita

pahami dari ketentuan pasal-pasal dalam UU TPPU, diantaranya pada Pasal 1

angka 9-10, Pasal 3-5, 6, 7, 9 dst. Korporasi (badan hukum dan non badan

hukum) adalah subjek hukum tindak pidana pencucian uang hal ini ditegaskan

dari ketentuan Pasal 1 angka 9 dan 10 UU TPPU. Berikut akan disajikan bunyi 

Pasal 1 angka 9 dan 10. Pasal 1 angka 9 menyatakan bahwa “setiap orang

adalah orang perseorangan atau korporasi” sementara Pasal 1 angka 10

menyatakan “korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang

terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”.

3

Page 4: gabungan

Dari apa yang dikemukakan diatas jelas bahwa subjek hukum tindak

pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam UU No 8 Tahun 2010, tegas

menyatakan bahwa subjek hukumnya yakni manusia dan korporasi baik badan

hukum mapun non badan hukum

Objek hukum tindak pidana pencucian uang yakni:

pencucian uang yang meliputi segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsut

tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Ketentuan pidana dalam undang-undang ini terdapat pada bab XIII yang

mana menitik beratkan pada penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang

pengadilan yang mana terdapat pada pasal 68 sampai pasal 82 undang-undang

tersebut.

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang

Hak Cipta.

Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk

itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas

inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,

imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam

bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

Perbuatan yang diatur dalam undang-undang ini adalah:

-          Fungsi dan sifat hak cipta

-          Pencipta

-          Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui

-          Ciptaan yang dilindungi

-          Pembatasan hak cipta

-          Hak moral

-          Sarana control teknologi

-          Masa berlaku hak cipta

4

Page 5: gabungan

-          Pendaftaran ciptaan

-          Lisensi

Yang menjadi subyek hukum dalam undang-undang ini adalah orang

perorangan.

Ketentuan pidana dalam undang-undang ini terdapat pada bab XIII mulai

dari pasal 72 sampai dengan pasal 73 yang menekankan pada penyiaran atau

memperbanyak ciptaan seseorang tanpa izin dari penciptanya. Serta Produser

Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang

pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan

Karya Rekaman suara atau rekaman bunyi.

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang

Penyiaran

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana

pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan

menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media

lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat

dengan perangkat penerima siaran.

Perbutan yang diatur dalam undang-undang ini adalah:

a. Pelanggaran penyiaran

b. Komisi penyaran Indonesia

c. Jasa penyiaran

d. Lembaga panyiaran public

e. Lembaga penyiaran swasta

f. Lembaga penyiaran komunitas

g. Lembaga penyiaran berlangganan

h. Lembaga penyiaran asing

i. Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan  Persyaratan Teknis Perangkat

Penyiaran

5

Page 6: gabungan

Yang menjadi subyek hukum dalam Undang-undang ini adalah lembaga

penyiaran baik lembaga penyiaran public, lembaga penyiaran swasta, maupun

lembaga penyiaran berlangganan.

Ketentuan pidananya terdapat dalam bab x mulai dari pasal 57 sampai

dengan pasal 59 yang menekankan pada pelanggaran terhadap pendirian

lembaga penyiaran harus dengan modal warga Negara Indonesia, dan juga

pembatasan kepemilikin siaran. Serta pemusatan kepemilikan dan penguasaan

Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di

satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran yang  dibatasi.

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi

anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

Perbuatan yang diatur dalam UU ini adalah:

a. non diskriminasi; 

b. kepentingan yang terbaik bagi anak; 

c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan 

d. penghargaan terhadap pendapat anak.

Yang menjadi subyek hukum dalam UU ini adalah oarang perorangan,

pemerintah dan negara ikut serta memperhatikan.

Ketentuan pidananya terdapat pada bab XII mulai dari Pasal 77 sampai

dengan Pasal pasal 90 yang menekannkan pada sanksi apabila sseorang

mendiskriminasi, menelantarkan, memperjuabelikan serta penculikan anak.

Sanksi yang dijatuhkan oleh undang-undang ini mulai dari denda sampai

dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

6

Page 7: gabungan

5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri

atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

PrasaranaLalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna

Jalan, serta pengelolaannya.

Perbuatan yang diatur dalam Undang-undang ini adalah:

a. asas transparan;

b. asas akuntabel;

c. asas berkelanjutan;

d. asas partisipatif;

e. asas bermanfaat;

f. asas efisien dan efektif;

g. asas seimbang;

h. asas terpadu; dan

i.asas mandiri.

Yang menjadi subyek hukum dalam Undang-udang ini adalah orang

perorangan.

Ketentuan pidana Undang-undang ini terdapat pada bab XX mulai dari

pasal 237 sampai dengan pasal 317 yang memberi sanksi kepada pengendara

kendaraan bermotor apabila melanggar ketentuan yang telah tertuang pada

pasal-pasal undang-undang nomor 22 tahun 2009 ini, mulai dari kelengkapan

kendaraan serta surat-surat kendaraan bermotor sampai dengan tata cara

berkendara dijalan

6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis

dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan

mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang

meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,

danpenegakan hukum.

7

Page 8: gabungan

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain

Perbuatan yang diatur dalam Undang-undang ini:

a. tanggung jawab negara;

b. kelestarian dan keberlanjutan;

c. keserasian dan keseimbangan;

d. keterpaduan;

e. manfaat;

f. kehati-hatian;

g. keadilan;

h. ekoregion;

i. keanekaragaman hayati;

j. pencemar membayar;

k. partisipatif;

l. kearifan lokal;

m. tata kelola pemerintahan yang baik; dan

n. otonomi daerah.

Yang menjadi subyek hukum dalam Undang- undang ini adalah orang

perorangan

Ketentuan pidananya terdapat pada Bab XV mulai dari pasal 97 sampai

dengan pasal 120  yang menekankan kepada setiap orang yang dengan sengaja

melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara

ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup.

2. Identifikasi dan diskusikan penyimpangan-penyimpangan dalam

peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus tersebut

terhadap ketentuan umum Buku I KUHP.

8

Page 9: gabungan

a) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

1. Dalam Kitab Udang-Undang Hukum pidana Indonesia pasal 2, 3 dan 4

disebutkan :

- Pasal 2 KUHP

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan dangan Indonesia diterapkan

bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.”

- Pasal 3 KUHP

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap

orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam

kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.”

- Pasal 4 KUHP

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi

setiap orang yang melakukan di luar Indonesia.”

Dari ketiga pasal tersebut yang dapat dipidana adalah “orang” sedangkan

di pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang disebutkan :

- Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

“Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal

3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap

Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi.”

“Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang”

Dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

disebutkan disebutkan bahwa “Korporasi” dapat dikenakan pidana. Jadi jelas

disini ada penyimpangan dimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

yang dapat dipidana adalah “orang” sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang “Korporasi” juga dapat dikenakan pidana.

2. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 10 disebutkan :

9

Page 10: gabungan

Pidana terdiri atas:

a.  pidana pokok: 1. pidana mati;

2. pidana penjara;

3. pidana kurungan;

4. pidana denda;

5. pidana tutupan.

b.  pidana tambahan: 1. pencabutan hak-hak tertentu;

2. perampasan barang-barang tertentu;

3. pengumuman putusan hakim.

Sedangkan di pasal 7 ayat (2) disebutkan :

Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Korporasi

juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:

a. pengumuman putusan hakim;

b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi;

c. pencabutan izin usaha;

d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi;

e. perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau

f. pengambilalihan Korporasi oleh negara.

Dalam kedua pasal tersebut terdapat penyimpangan dimana dalam pasal 10

KUHP, pidana terdiri dari pidana pokok (pidana mati, pidana penjara, pidana

kurungan, pidana denda, pidana tutupan) dan pidana tambahan (pencabutan hak-

hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan hakim)

sedangkan dalam pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pdana tambahan

dapat berupa pengumuman putusan hakim, pembekuan sebagian atau seluruh

kegiatan usaha Korporasi, pencabutan izin usaha, pembubaran dan/atau

pelarangan Korporasi, perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau

pengambilalihan Korporasi oleh negara.

10

Page 11: gabungan

3. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 53 dan 54 tentang

Percobaan, pasal 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61 dan 62 tentang Penyertaan

disebutkan :

- Pasal 53

“(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari

adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan

semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.”

“(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi

sepertiga.”

“(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur

hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

“(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.”

- Pasal 54

“Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.”

- Pasal 55

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta

melakukan perbuatan;

2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan

menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman

atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau

keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan

perbuatan.

11

Page 12: gabungan

(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang

diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

- Pasal 56

“Dipidana sebagai pembantu kejahatan :

1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;

2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk

melakukan kejahatan.”

Pasal 57

“(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan,

dikurangi sepertiga.

(2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,

dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.

(4) Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya

perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-

akibatnya.”

Pasal 58

“Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi seseorang,

yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pengenaan pidana, hanya

diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri.”

Pasal 59

12

Page 13: gabungan

“Dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus,

anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus,

anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur

melakukan pelanggaran tidak dipidana.”

Pasal 60

“Membantu melakukan pelangaran tidak dipidana.”

Pasal 61

“(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, penertiban selaku

demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan

tempat tinggalnya, sedangkan pembuatnya dikenal, atau setelah dimulai

penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan kepada

penerbit.

(2) Aturan ini tidak berlaku jika pelaku pada saat barang cetakkan terbit, tidak

dapat dituntut atau sudah menetap di luar Indonesia.”

Pasal 62

“(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, pencetaknya selaku

demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan

tempat tinggalnya, sedangkan orang yang menyuruh mencetak dikenal, atau

setelah dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu

diberitahukan oleh pencetak.

(2) Aturan ini tidak berlaku, jika orang yang menyuruh mencetak pada saat barang

cetakkan terbit, tidak dapat dituntut sudah menetap di luar Indonesia.”

Sedangkan dalam pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang disebutkan

“Setiap Orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan

13

Page 14: gabungan

Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau

Permufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang dipidana

dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan

Pasal 5.“. Penyimpangan yang terjadi antara pasal tersebut dengan pasal 53 dan 54

tentang Percobaan, pasal 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61 dan 62 tentang Penyertaan

dalam KUHP adalah pada pidana yang dikenakan, di pasal 10 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang disebutkan baik percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat

dikenakan pidana sama dengan pidana pokoknya sedangkan di dalam KUHP

pidana yang dikenakan beda kurang dari pidana pokok atau bahkan tidak di

pidana. Selain itu dalam 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang disebutkan ”

Setiap Orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang turut serta melakukan” dapat dipidana, sedangkan di

pasal 61 ayat (2) dan 62 ayat (2) pelaku tidak dapat di pidana jika sudah menetap

di luar Indonesia.

3. Diskusikan latar belakang pemikiran diundangkanya UU No. 7 Drt

Tahun 1955

Latar belakang diundangkanya Undang-Undang Darurat Republik Indonesia

Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan Dan Peradilan Tindak

Pidana Ekonomi terdapat di bagian menimbang Undang-Undang tersebut yaitu :

“Menimbang:

a. bahwa perlu diadakan peraturan yang efektif tentang pengusutan, penuntutan

dan

pengadilan perbuatan-perbuatan yang merugikan perekonomian;

b. bahwa berhubung dengan itu, untuk mempermudah penyelenggaraannya

dianggap perlu

diadakan kesatuan dalam perundang-undangan ekonomi.

14

Page 15: gabungan

Menimbang:

Bahwa karena keadaan-keadaan yang mendesak peraturan ini perlu segera

diadakan.”

Dari bagian terebut dapat kita ketahui bahwa saat itu negara dalam keadaan

darurat sehingga diperlukan Undang-Undang untuk mengatasi masalah ekonomi

sehingga dibuatlah Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

1955 tentang Pengusutan, Penuntutan Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.

Pembuatan undang-undang ini juga tidak tanpa dasar, Undang-Undang Darurat

Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan Dan

Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, dasar hukum pembuatanya ada pada bagian

“mengingat” dalam undang-undang ini, yaitu Pasal-pasal 96, 101 dan 102

Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia yang berbunyi

- Pasal 96 UUDS

“1. Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung-djawab sendiri menetapkan

undang-undang darurat untuk mengatur hal-hal penjelenggaraan-pemerintahan

jang karena

keadaan-keadaan jang mendesak perlu diatur dengan segera.

2. Undang-undang darurat mempunjai kekuasaan dan deradjat undang-undang;

ketentuan ini tidak mengurangi jang ditetapkan dalam pasal jang berikut.”

- Pasal 101 UUDS

“1. Perkara perdata, perkara pidana sipil dan perkara pidana militer semata-mata

masuk perkara jang diadili oleh pengadilan-pengadilan jang diadakan atau diakui

dengan undang-undang atau atas kuasa undang-undang.

2. Mengangkat dalam djabatan pengadilan jang diadakan dengan undang-undang

atau atas kuasa undang-undang, didasarkan semata-mata pada sjarat kepandaian,

ketjakapan dan kelakuan tak-bertjela jang ditetapkan dengan undang-undang.

Memberhentikan, memetjat untuk sementara dan memetjat dari djabatan jang

demikian hanja boleh dalam hal-hal jang ditentukan dengan undang-undang.”

- Pasal 102 UUDS

“Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun hukum pidana

militer, hukum atjara perdata dan hukum atjara pidana, susunan dan kekuasaan

15

Page 16: gabungan

pengadilan diatur dengan undang-undang dalam kitab-kitab hukum ketjuali djil

pengundng-undang menganggap perlu untuk mengatur beberapa hal dalam

undang-undang tersendiri.”

16