fungsi fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian , amran

38
FUNGSI-FUNGSI DALAM SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN DI ERA OTONOMI DAERAH (KASUS DI KABUPATEN BOGOR PROPINSI JAWA BARAT) Oleh : Dayat ABSTRACT Keberhasilan penyuluhan pertanian yang ditunjukan dengan diterimanya ide baru berlanjut sampai digunakannya ide baru oleh petani (fungsi pelaku utama), berlangsung dalam suatu sistem penyuluhan pertanian yang di dalamnya ada beberapa fungsi yang dapat saling mempengaruhinya yaitu (1) Fungsi penelitian, (2) Fungsi pengaturan, (3) Fungsi pelayanan, dan (4) Fungsi Penyuluhan. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui kondisi keberlanjutan masing- masing fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian, (2) Menganalisis atribut determinan (faktor pengungkit utama) yang dapat digunakan untuk menunjukan pengembangan masing-masing fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian, (3) Menganalisis kebersamaan masing-masing fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian terhadap fungsi pelaku utama (petani), (4) Menganalisis ketergantungan fungsi pelaku utama (petani) pada masing-masing fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian, dan (5) Mengetahui gambaran tingkat partisipasi petani dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 bertempat di Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif dengan menggunakan teknik survei. Pendekatan penelitian yang digunakan merupakan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian fungsi-fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor menunjukan: (1) Masing- masing Fungsi berada pada kondisi berkelanjutan baik untuk fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, dan fungsi pelaku utama (petani); dan kondisi cukup berkelanjutan untuk fungsi penyuluhan.; (2) Adanya atribut determinan (faktor pengungkit utama) masing-masing fungsi untuk dilakukan pengembangan; (3) Adanya kebersamaan pengaruh masing-masing fungsi terhadap fungsi pelaku utama untuk perbaikan usahatani; (4) Adanya ketergantungan fungsi pelaku utama (petani) dalam perbaikan usahatani pada masing-masing fungsi; (5) Ada tiga tingkatan partisipasi petani dalam kegiatan penyelenggaraan penyuluhan pertanian yaitu cukup baik dalam ikut pelaksanaan, kurang baik dalam memecahkan masalah usahatani, dan sangat tidak baik dalam ikut perencanaan dan evaluasi. Kata kunci: fungsi-fungsi dalam sitem penyuluhan pertanian, keberlanjutan, atribut determinan, kebersamaan, ketergantungan, partisipasi petani, otonomi daerah.

Upload: gozwul-fikri

Post on 01-Dec-2015

309 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

dfddf

TRANSCRIPT

Page 1: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

FUNGSI-FUNGSI DALAM SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN DI ERA OTONOMI DAERAH

(KASUS DI KABUPATEN BOGOR PROPINSI JAWA BARAT)

Oleh : Dayat

ABSTRACT

Keberhasilan penyuluhan pertanian yang ditunjukan dengan diterimanya ide baru berlanjut sampai digunakannya ide baru oleh petani (fungsi pelaku utama), berlangsung dalam suatu sistem penyuluhan pertanian yang di dalamnya ada beberapa fungsi yang dapat saling mempengaruhinya yaitu (1) Fungsi penelitian, (2) Fungsi pengaturan, (3) Fungsi pelayanan, dan (4) Fungsi Penyuluhan. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui kondisi keberlanjutan masing-masing fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian, (2) Menganalisis atribut determinan (faktor pengungkit utama) yang dapat digunakan untuk menunjukan pengembangan masing-masing fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian, (3) Menganalisis kebersamaan masing-masing fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian terhadap fungsi pelaku utama (petani), (4) Menganalisis ketergantungan fungsi pelaku utama (petani) pada masing-masing fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian, dan (5) Mengetahui gambaran tingkat partisipasi petani dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 bertempat di Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif dengan menggunakan teknik survei. Pendekatan penelitian yang digunakan merupakan pendekatan kuantitatif.

Hasil penelitian fungsi-fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor menunjukan: (1) Masing-masing Fungsi berada pada kondisi berkelanjutan baik untuk fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, dan fungsi pelaku utama (petani); dan kondisi cukup berkelanjutan untuk fungsi penyuluhan.; (2) Adanya atribut determinan (faktor pengungkit utama) masing-masing fungsi untuk dilakukan pengembangan; (3) Adanya kebersamaan pengaruh masing-masing fungsi terhadap fungsi pelaku utama untuk perbaikan usahatani; (4) Adanya ketergantungan fungsi pelaku utama (petani) dalam perbaikan usahatani pada masing-masing fungsi; (5) Ada tiga tingkatan partisipasi petani dalam kegiatan penyelenggaraan penyuluhan pertanian yaitu cukup baik dalam ikut pelaksanaan, kurang baik dalam memecahkan masalah usahatani, dan sangat tidak baik dalam ikut perencanaan dan evaluasi.

Kata kunci: fungsi-fungsi dalam sitem penyuluhan pertanian, keberlanjutan,

atribut determinan, kebersamaan, ketergantungan, partisipasi petani, otonomi daerah.

Page 2: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

2

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang sebelumnya dilaksanakan

secara sentralistik yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, mulai tahun 2001

sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, kewenangan di bidang penyuluhan

pertanian dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Sesuai dengan tujuan otonomi

daerah, pelimpahan kewenangan ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja

penyuluhan pertanian.

Ide dasar desentralisasi penyuluhan pertanian adalah memberi kewenangan

kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan SDM (Sumberdaya Manusia)

pertanian sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah. Pengembangan SDM yang

didukung oleh Litbang, unit usaha yang bersekala ekonomis, dan perusahan

swasta (Mawardi, 2004).

Menurut Lionberger dan Gwin yang dikutif oleh Mardikanto (1993)

bahwa kegiatan penyuluhan pertanian perlu didukung atau dibarengi dengan

kegiatan-kegiatan dan kemudahan-kemudahan tertentu yang menjamin penerapan

inovasi yang ditawarkan, seperti: pengadaan input, kemudahan kredit, pemasaran

produk, penelitian/pengujian lokal, dan kelembagaan penunjangnya. Menurut

Putra (2005) kegiatan penyuluhan akan berjalan dengan baik jika: pasar,

teknologi, input, intensitas produksi (harga yang layak) dan transportasi desa

mencapai keadaan maksimum.

Jarmie (1994) menegaskan bahwa petani dalam meningkatkan perbaikan

usahataninya tergantung pada banyak fungsi yang berperan dalam penggunaan

sumberdaya lahan dan pengelolaan usahatani. Di Indonesia pada pelaksanaan

Bimas berperan fungsi pengaturan, penyuluhan, pelayanan, penelitian dalam

membina petani. Fungsi-fungsi didalam sistem Bimas sama dengan sistem

penyuluhan yang ada di Jepang, Korea maupun Taiwan.

Dari pendapat Lionberger dan Gwin, Putra, dan Jarmie menunjukan

bahwa keberhasilan penyuluhan pertanian yang ditunjukan dengan diterimanya

ide baru berlanjut sampai digunakannya ide baru oleh petani (fungsi pelaku

Page 3: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

3

utama), diindikasikan berlangsung dalam suatu sistem penyuluhan pertanian yang

di dalamnya ada beberapa fungsi yang dapat saling mempengaruhinya yaitu (1)

Fungsi penelitian, (2) Fungsi pengaturan, (3) Fungsi pelayanan, dan (4) Fungsi

Penyuluhan. Masing-masing fungsi tersebut mempunyai peran yaitu (1) Peran

penelitian, (2) Peran Pengaturan, (3) Peran pelayanan, dan (4) Peran penyuluhan.

Fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan dan fungsi

penyuluhan, keberaadaannya memang dibutuhkan oleh pelaku utama (petani)

sebagai pengusahaan usahatani. Namun demikian, apakah antar fungsi-fungsi itu

menunjukan adanya kebersamaan dan ketergantungan dalam sistem penyuluhan

pertanian di era otonomi daerah? Pertanyaan tersebut perlu dijawab melalui

penelitian dan dikaji lebih lanjut secara komprehensif.

Kemudian bagian penting yang perlu juga diteliti dan dikaji adalah

bagaimana gambaran kondisi partisipasi petani di era otonomi daerah pada masa

ini dalam penyelenggaran penyuluhan pertanian?. Santoso et al (2003)

melaporkan salahsatu hasil penelitiannya bahwa agar adopsi teknologi dapat

berlanjut, maka diperlukan kesadaran dan partisifasi petani. Widjaya (2002)

menegaskan bahwa dalam otonomi daerah tanpa meningkatkan partisipasi

masyarakat dan swasta, otonomi akan kehilangan makna dasarnya.

Penelitian Sistem Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi Daerah

dilaksanakan atas dasar pertimbangan yaitu adanya penomena pelaksanaan

otonomi daerah yang memunculkan keragaman dalam penyelenggaraan

pemerintahan pada setiap daerah, sehingga dimungkinkan munculnya masalah

yang berbeda pada setiap daerah otonom maka pemecahan masalah harus melalui

pendekatan wilayah masing-masing daerah otonom. Dalam penelitian ini, dipilih

secara sengaja Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah otonom yang dijadikan

lokasi obyek penelitian (kasus) dalam pelaksanaan sistem penyuluhan pertanian

di era otonomi daerah.

Menurut Slamet (2003) sejak diberlakukannya Undang-Undang

Pemerintah Daerah (Otonomi Daerah), memunculkan keragaman dalam

kelembagaan, peraturan-peraturan dan kebijakan pada masing-masing daerah.

Page 4: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

4

Keragaman tersebut memunculkan berbagai permasalahan dalam pembangunan

pertanian termasuk dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian.

Permasalahan yang diindikasikan berhubungan dengan pelaksanaan sistem

penyuluhan pertanian di era otonomi daerah di Kabupaten Bogor, dapat

teridentipikasi salah satunya dari hasil analisa keadaan struktur perekonomian

Kabupaten Bogor pada sektor pertanian di masa otonomi daerah yang

menunjukan: (1) Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) pertumbuhannya

minus dibandingkan dengan sektor lain; (2) sektor pertanian tidak memilki daya

saing dan pertumbuhannya lambat jika dibandingkan dengan wilayah lain; (3)

sektor pertanian tetap menjadi sektor yang berdaya saing rendah dan lambat

pertumbuhannya (Maryanti RB Sianturi, 2008). Adanya permasalahan tersebut,

sebagai penyebabnya diduga karena (1) fungsi pengaturan, fungsi pelayanan,

fungsi penelitian, fungsi penyuluhan, dan fungsi pelaku utama (petani) belum

menjalankan perannya dengan baik; (2) masing-masing fungsi belum berlangsung

dalam kebersamaan dan saling ketergantungan; dan (3) tingkat partsipasi petani

dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian masih rendah.

Masalah Penelitian (1) Bagaimana gambaran tentang kondisi keberlanjutan fungsi penelitian, fungsi

pengaturan, fungsi pelayanan, fungsi penyuluhan, dan fungsi pelaku utama

(petani) dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada

masa ini di Kabupaten Bogor?

(2) Atribut determinan (faktor pengungkit utama) apa saja yang dapat digunakan

untuk menunjukan pengembangan fungsi penelitian, fungsi pengaturan,

fungsi pelayanan, fungsi penyuluhan, dan fungsi pelaku utama (petani)

dalam sistem penyuluhan di era otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten

Bogor?

(3) Apakah adanya kebersamaan fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi

pelayanan, dan fungsi penyuluhan terhadap fungsi pelaku utama (petani)

dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di

Kabupaten Bogor?

Page 5: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

5

(4) Apakah adanya ketergantungan fungsi pelaku utama (petani) pada fungsi

penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, dan fungsi penyuluhan

dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di

Kabupaten Bogor?

(5) Bagaimana gambaran tingkat partisipasi petani dalam penyelenggaraan

penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten

Bogor?

Tujuan Penelitian

(1) Mengetahui kondisi keberlanjutan fungsi penelitian, fungsi pengaturan,

fungsi pelayanan, fungsi penyuluhan, dan fungsi pelaku utama (petani)

dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di

Kabupaten Bogor.

(2) Menganalisis atribut determinan (faktor pengungkit utama) yang dapat

digunakan untuk menunjukan pengembangan fungsi penelitian, fungsi

pengaturan, fungsi pelayanan, fungsi penyuluhan, dan fungsi pelaku utama

(petani) dalam sistem penyuluhan di era otonomi daerah pada masa ini di

Kabupaten Bogor.

(3) Menganalisis kebersamaan fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi

pelayanan, dan fungsi penyuluhan terhadap fungsi pelaku utama (petani)

dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di

Kabupaten Bogor.

(4) Menganalisis ketergantungan fungsi pelaku utama (petani) pada fungsi

penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, dan fungsi penyuluhan

dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di

Kabupaten Bogor.

(5) Mengetahui gambaran tingkat partisipasi petani dalam penyelenggaraan

penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten

Bogor.

Page 6: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

6

LANDASAN TEORI

Keberhasilan penyuluhan pertanian yaitu diterimanya ide baru berlanjut

sampai digunakannya ide baru oleh petani (fungsi pelaku utama) perlu didukung

dan dibarengi dengan kegiatan-kegiatan dan kemudahan-kemudahan tertentu yang

menjamin penerapan inovasi yang ditawarkan, seperti: pengadaan input,

kemudahan kredit, pemasaran produk, penelitian/pengujian lokal, dan

kelembagaan penunjangnya (Lionberger dan Gwin dalam Mardikanto 1993;

Putra, 2005 Jarmie, 1994; Taryoto et al, 1995; Mawardi, 2004), yang berlangsung

dalam sistem penyuluhan pertanian. Sistem penyuluhan pertanian terdiri dari

fungsi-fungsi yaitu fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, fungsi

penyuluhan, dan fungsi pelaku utama (petani) (Jarmie, 1994). Menurut Jarmie

(1994) fungsi-fungsi tersebut harus berlangsung dalam sistem yang ditunjukan

adanya kebersamaan dan ketergantungan antar fungsi-fungsi. Informasi dari hasil

penelitian Jarmie (1994), menunjukan ciri adanya sistem. Ciri-ciri tersebut

mencakup kebersamaan antar fungsi-fungsi dan ciri ketergantungan antar fungsi-

fungsi dalam penyuluhan pembangunan pertanian di Indonesia.

Penelitian yang Jarmie laksanakan pada tahun 1994 berlangsung di era

pemerintahan yang bersifat sentralistis (terpusatnya kekuasaan) yang hampir

semua kebijakan pembangunan pertanian termasuk didalamnya penyelenggaraan

penyuluhan pertanian serba diatur oleh pusat. Pelaksanaan pembangunan

direncanakan dan diekskusi oleh pusat, daerah hanya menjadi tempat kebijakan

yang akan dilaksanakan. Di era otonomi daerah, daerah otonom dapat melakukan

pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam

masalah-masalah pengelolaan pembangunan untuk mendorong dan meningkatkan

kinerja pembangunan. Dengan demikian fungsi-fungsi yang telah dikemukakan

yaitu penelitian, pengaturan pelayanan, penyuluhan, keberaadaannya memang

dibutuhkan oleh petani sebagai pengusahaan usahatani (petani), namun demikian

di era otonomi daerah, apakah antar fungsi-fungsi itu adanya kebersamaan dan

ketergantungan yang berlangsung dalam sistem penyuluhan pertanian, masih perlu

dikaji lebih lanjut.

Page 7: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

7

Perubahan petani bertolak dari adanya ide baru hasil fungsi penelitian

yang diterima dan diolah (rekayasa) oleh fungsi penyuluhan, selanjutnya

disuluhkan (sesuai dengan tingkat kemajuan) ke fungsi pelaku utama (petani)

dalam meningkatkan usahatani. Kebersamaan dan ketergantungan antara fungsi

penelitian, fungsi penyuluhan dan fungsi pelaku utama (petani) itu,

memungkinkan relevannya temuan fungsi penelitian dan tepatnya teknik

penyuluhan terhadap kebutuhan fungsi pelaku utama (petani), bila dibandingkan

dengan fungsi-fungsi itu bekerja sendiri (Jarmie, 1994).

Secara keseluruhan fungsi-fungsi dalam penyuluhan pertanian dirakit

melalui peran fasilitator, stabilisator dan koordinator oleh fungsi pengaturan yang

didukung oleh fungsi penelitian didalam pembangunan pertanian yang bersifat

nasional maupun regional. Fungsi-fungsi tersebut dalam sistem (kebersamaan dan

ketergantungan) untuk meningkatkan kualitas hidup fungsi pelaku utama yang

sejajar dengan kemajuan profesi lain, yaitu suatu kualilifikasi kemandirian petani

dalam pertanian yang berkelanjutan (Jarmie, 1994).

Petani merupakan unsur bagian dari sistem penyuluhan pertanian,

keberadaannya menjadi sama penting dengan unsur lain karena bisa ikut

menentukan keberhasilan penyuluhan pertanian. Salah satu peran petani dalam

sistem penyuluhan pertanian adalah keikutsertaan (partisipasi) petani dalam

penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Santoso et al (2003) melaporkan

salahsatu hasil penelitiannya bahwa agar adopsi teknologi dapat berlanjut, maka

diperlukan kesadaran dan partisifasi petani. Menurut Wijianto (2008) partisipasi

adalah keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota dalam suatu kegiatan.

Menurut Wardojo (1992) sebagai bentuk kegiatan, partisipasi masyarakat dalam

pembangunan mencakup partisipasi dalam pembuatan keputusan, perencanaan

kegiatan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi kegiatan, serta

pemanfaatan hasil pembangunan. Ditegaskan oleh Widjaya (2002) bahwa dalam

otonomi daerah tanpa meningkatkan partisipasi masyarakat dan swasta, otonomi

akan kehilangan makna dasarnya.

Page 8: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

8

Berdasarkan latar belakang, masalah, tujuan, serta landasan teori yang

diketengahkan dalam penelitian ini, maka dibuat model penelitian induk

sebagaimana ditunjukan pada Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1. Model Penelitian Induk Keterangan:

X1 = Fungsi penelitian X11 = Peran Menemukan Ide Baru X12 = Peran Adaptasi Ide Baru X13 = Peran Menyebarkan Hasil Penelitian

X2 = Fungsi Pengaturan

X21 = Peran Fasilitator X22 = Peran Stabilisator X23 = Peran Koordinator

X3 = Fungsi Pelayanan X31 = Peran Melayani Sarana Produksi

X1

X11

X12

X13

X2

X21

X22

X23

X41

X42

X43 X4

X44

X45

X46

X3

X31

X32

X33

Y

Y1

Y3

Y2

Page 9: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

9

X32 = Peran Melayani Peralatan Pertanian X33 = Peran Melayani Kredit Usahatani X4 = Fungsi Penyuluhan X41 = Peran Komunikator X42 = Peran Motivator X43 = Peran Edukator X44 = Peran Dinamisator X45 = Peran Organisator X46 = Peran Penasihat Y = Fungsi Pelaku Utama (Petani) Y1 = Perilaku Petani Y2 = Kebersamaan Antar Fungsi

Y3 = Ketergantungan antar Fungsi.

METODE PENELITIAN

Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif

dengan menggunakan teknik survei. Menurut Singarimbun (1995) metode

diskriptif yaitu suatu penelitian yang memusatkan perhatian pada pemecahan

masalah yang ada pada masa sekarang dan bertitik tolak dari data yang

dikumpulkan. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik survei dimana

penelitian dilakukan dengan cara mengambil sampel dari suatu populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Kemudian dianalisis dan

disimpulkan dalam konteks teori-teori hasil penelitian terdahulu.

Pendekatan penelitian yang digunakan merupakan pendekatan kuantitatif

dimana gejala-gejala sosial yang ada dimanipulasi dalam bentuk angka agar

supaya dapat dianalisis secara statistik untuk membuktikan hipotesis (Wibowo et

al, 2008).

Metode Pengambilan Sampel

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposif (sengaja). Untuk

lokasi penelitian dipilih Kabupaten Bogor dengan pertimbangan sebagai daerah

Page 10: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

10

otonom; terdapat lembaga penyuluhan pertanian; terdapat lembaga penelitian

pertanian; terdapat lembaga penyalur sarana produksi dan kredit pertanian;

terdapat lembaga petani (kelompok tani); dan sektor pertanian memegang peranan

penting dalam perekonomian yang masih perlu pengembangan. Pemelihan sampel

lokasi dengan mengunakan metode porposive sampling (sengaja), dipilih 6 (enam)

wilayah kerja BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan),

yaitu Ciawi, Dramaga, Cibungbulang, Leuwiliang, Cibinong dan Jonggol. yang

berada dibawah tanggungjawab BP4K (Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan) Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat.

Populasi dalam penelitian ini adalah pelaku fungsi pengaturan (unsur

pemerintahan), pelaku fungsi penelitian (peneliti), pelaku fungsi pelayanan

(penyalur sarana produksi dan kredit pertanian), pelaku fungsi penyuluhan

(Penyuluh PNS), dan pelaku fungsi pelaku utama (petani). Sampel yang dijadikan

responden untuk pelaku fungsi pengaturan, penelitian, pelayanan dan penyuluhan

ditetapkan populasi diambil semua (penelitian populasi). Petani sampel yang

dijadikan responden adalah petani yang menjadi pengurus dan anggota kelompok

tani. Teknik pengambilan sampel untuk petani ditetapkan secara proportionate

stratified random sampling yaitu cara pengambilan sampel dari anggota populasi

secara acak dan berstrata secara proporsional. Jumlah sampel yang dijadikan

responden penelitian untuk petani ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin

(Djari,2009; Wibowo, 2008), sehingga diperoleh ukuran sampel petani sebanyak

150 orang.

Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini terdapat dua klasifikasi variabel, yaitu variabel bebas

terdiri dari Fungsi Penelitian (X1), Fungsi pengaturan (X2), Fungsi Pelayanan

(X3), dan Fungsi Penyuluhan (X4); dan variabel terikat yaitu Fungsi Pelaku

Utama (Y).

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung

dari responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner sebagai

Page 11: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

11

alatnya. Data primer mencakup berbagai variabel yaitu fungsi pengaturan,

penelitian, pelayanan, penyuluhan, dan petani. Data sekunder adalah data yang

dikumpulkan dari instansi atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian.

Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah campuran antara statistik

deskriptif dan kualitatif. Statistik deskriptif untuk menganalisis data kualitatif

yang dikuantitatifkan. Sedangkan kualitatif digunakan sebagai alat untuk

membahas dan memberikan fenomena-fenomena sosial yang terjadi di lokasi

penelitian (Hanifah Ihsaniyati, 2005).

Untuk mengetahui kondisi keberlanjutan fungsi penelitian, fungsi

pengaturan, fungsi pelayanan, fungsi penyuluhan, dan fungsi pelaku utama

(petani) dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini

di Kabupaten Bogor menggunakan analisis multidimensional scaling (MDS).

Dilanjutkan dengan analisis sensitivitas untuk mengetahui atribut determinan

(faktor pengungkit utama) yang dapat digunakan untuk menunjukan

pengembangan fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, fungsi

penyuluhan, dan fungsi pelaku utama (petani) dalam sistem penyuluhan di era

otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor.

Untuk mengetahui kebersamaan fungsi penelitian, fungsi pengaturan,

fungsi pelayanan, dan fungsi penyuluhan terhadap fungsi pelaku utama (petani)

dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di

Kabupaten Bogor menggunakan analisis regresi simultan dengan F-test.

Selanjutnya untuk mengetahui ketergantungan fungsi pelaku utama (petani) pada

fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, dan fungsi penyuluhan

dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di

Kabupaten Bogor menggunakan analisis regresi parsial dengan T-test. Analiis

data menggunakan bantuan program komputer SPSS (Statistical Package for the

Social Sciences) 16 for Widows. Kemudian untuk mengetahui gambaran tingkat

partisipasi petani dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian di era otonomi

Page 12: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

12

daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor menggunakan analisis dengan metode

Wight Mean Score.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Keberlanjutan Masing-masing Fungsi

Analisis keberlanjutan bertujuan untuk mengetahui kondisi keberlanjutan

fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, fungsi penyuluhan, dan

fungsi pelaku utama (petani) dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi

daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor.

Tabel 1. Keberlanjutan Masing-masing Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi Daerah di Kabupaten Bogor.

No. Fungsi Ideks Keberlanjutan (%) Nilai Stress Nilai R2 1. Penelitian 100.0 0.0000106 0.998 2. Pengaturan 83.55 0.0000971 0.998 3. Pelayanan 81.78 0.0000964 0.998 4. Penyuluhan 58.89 0.5839947 0.4018 5. Pelaku Utama (Petani) 100.0 0.0000019 0.995

Sumber: Analisis Data Primer Bulan Mei 2011

Hasil analisis keberlanjutan masing-masing fungsi adalah sebagai

berikut:

1. Fungsi Penelitian. Hasil analisis menunjukan bahwa indeks keberlanjutan

adalah sebesar 83.55 persen (berkelanjutan baik).

2. Fungsi Pengaturan. Hasil analisis menunjukan bahwa indeks keberlanjutan

adalah sebesar 83.55 persen (berkelanjutan baik).

3. Fungsi Pelayanan. Hasil analisis menunjukan bahwa indeks keberlanjutan

adalah sebesar 81.78 persen (berkelanjutan baik).

4. Fungsi Penyuluhan. Hasil analisis menunjukan bahwa indeks keberlanjutan

adalah sebesar 58.89 persen (cukup berkelanjutan).

5. Fungsi Pelaku Utama (Petani). Hasil analisis menunjukan bahwa indeks

keberlanjutan adalah sebesar 100.0 persen (berkelanjutan baik).

Dari hasil analisis menunjukan hanya ada dua performa indeks

keberlanjutan yaitu: Pertama berkelanjutan baik untuk fungsi penelitian, fungsi

Page 13: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

13

pengaturan, fungsi pelayanan, dan fungsi pelaku utama. Performa berkelanjutan

baik artinya masing-masing fungsi tersebut secara oprasional telah menjalankan

perannya dengan baik. Kedua cukup berkelanjutan untuk fungsi penyuluhan.

Performa cukup berkelanjutan artinya secara oprasional fungsi tersebut belum

sepenuhnya (cukup) menjalankan perannya.

Lebih rendahnya nilai indeks keberlanjut fungsi penyuluhan

(berkelanjutan cukup) dibandingkan dengan nilai indeks keberlanjutan fungsi

lainnya (berkelanjutan baik) menunjukan bahwa fungsi penyuluhan belum secara

optimal melaksanakan perannya sebagai komunikator, motivator, edukator,

dinamisator, organisator, dan penasihat.

Dari informasi pendukung, bahwa belum optimalnya fungsi penyuluhan

dalam melaksanakan perannya, diduga yang menjadi penyebabnya adalah: (a)

faktor ketenagaan dari sisi kuantitas jauh dari kebutuhan ideal, dari sisi kualitas

yang belum memadai karena jarang mendapat pelatihan-pelatihan dalam upaya

peningkatan kompetensi, dan dari sisi usia penyuluh sebagian besar menuju pada

usia pensiun dan tidak ada peremajaan/kaderisasi yang berkesinambungan; (b)

wilayah kerja dan binaan penyuluh termasuk luas dan banyak; dan (c) dukungan

sarana/prasarana dan pembiayaan yang belum sesuai dengan kebutuhan penyuluh.

Kemudian yang perlu dicermati dan diperhitungkan dalam sistem

penyuluhan pertanian adalah keberadaan dan peran penyuluh swasta/kontrak dan

penyuluh swasta/mandiri. Ada indikasi atau patut diduga yang ikut memberi

kontribusi pada kondisi indeks “keberlanjutan baik fungsi pelaku utama (petani)”

adalah karena ada peran penyuluh swasta/kontrak dan penyuluh swasta/mandiri.

Dari informasi pendukung di Kabupaten Bogor terdapat penyuluh swasta/kontrak

dan penyuluh swasta/mandiri yang bekerja sendiri maupun yang bekerjasama

dengan penyuluh pertanian PNS. Keberadaan dan keikutsertaan penyuluh

swasta/kontrak dan penyuluh swasta/mandiri dalam kegiatan penyuluhan

pertanian memberikan gambaran positif ke arah privatisasi penyelenggaraan

penyuluhan pertanian di era otonomi daerah, khususnya di Kabupaten Bogor.

Selain ada peran penyuluh pertanian PNS, penyuluh swasta/kontrak dan

penyuluh swasta/mandiri diindikasikan yang memberi kontribusi informasi dan

Page 14: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

14

pengetahuan berusahatani kepada pelaku utama (petani) adalah media, baik media

cetak atau media elektronik. Dalam data karakteristik petani, petani juga

memperoleh informasi dan pengetahuan tentang berusahatani bersumber dari:

radio, televisi, internet, majalah, surat kabar, tabloid, buku dan lain-lain sumber

bacaan.

Kemudian perlu jadi bahan pertimbangan selain faktor ketenagaan,

dukungan sarana/prasarana dan pembiayaan yang perlu diperbaiki untuk

meningkatkan performa tingkat keberlanjutan fungsi penyuluhan, yaitu diperlukan

perubahan paradigma penyuluhan pertanian. Paradigma baru ini bukan untuk

merubah prinsip-prinsip penyuluhan, tetapi diperlukan untuk mampu merespon

tantangan-tantangan baru yang muncul dari situasi baru pembangunan pertanian

baik di tingkat petani, tingkat daerah (pelaksanaan otonomi daerah), nasional,

regional maupun internasional. Menurut Slamet (2003) paradigma baru

penyuluhan pertanian dimaksud meliputi: (1) Jasa informasi, (2) Lokalitas, (3)

Berorientasi agribisnis, (4) Pendekatan kelompok, (5) Fokus kepada kepentingan

petani, (6) Pendekatan humanistik egaliter, (7) Profesionalisme, (8) Akuntabilitas,

dan (9) Memuaskan petani.

Implikasi: (1) Adanya kondisi keberlanjutan masing-masing fungsi maka

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dapat mempertahankan dan meningkatkan

keberlanjutan masing-masing fungsi; (2) Adanya indikasi penyebab cukup

berkelanjutan fungsi penyuluhan karena faktor ketenagaan yang belum ideal

secara kuantitas dan kualitas, serta dukungan sarana/prasarana dan pembiayaan

yang belum mencukupi, apabila indikasi tersebut tidak direspon oleh pemerintah

daerah akan berdampak pada fungsi-fungsi lainnya sehingga efektivitas

berjalannya sistem penyuluhan pertanian menjadi terganggu; (3) Adanya indikasi

keikutsertaan penyuluh swasta/kontrak dan penyuluh swasta/mandiri dalam

penyuluhan pertanian perlu direspon oleh pemerintah daerah agar keberadaannya

dan aktifitasnya terorganisir sehingga bisa menjadi bagian dari sistem penyuluhan

pertanian; dan (4) Adanya indikasi kearah privatisasi penyelenggaraan

penyuluhan pertanian harus direspon dan dikaji, serta disikapi secara positif oleh

Page 15: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

15

pemerintah daerah karena sejalan dengan makna otonomi daerah yaitu

kemandirian.

Atribut Determinan Masing-masing Fungsi Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui atribut determinan

(faktor pengungkit utama) yang dapat digunakan untuk menunjukan

pengembangan fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, fungsi

penyuluhan, dan fungsi pelaku utama (petani) dalam sistem penyuluhan di era

otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor. Sensitivitas dari atribut

mengindikasikan bahwa perbaikan terhadap atribut-atribut tersebut akan sangat

mempengaruhi performa dari nilai indeks keberlanjutan masing-masing fungsi.

Tabel 2. Atribut determinan (faktor pengungkit utama) masing-masing fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi daerah di Kabupaten Bogor.

No. Fungsi Atribut Determinan (Faktor Pengungkit Utama) 1. Penelitian 1. Peran Proses Adaptasi Ide Baru (43,0%)

2. Peran Menyebarkan Hasil Penelitian (33,3%) 3. Peran Menemukan Ide Baru (23,7%)

2. Pengaturan 1. Peran Koordinator (44,8%) 2. Peran Fasilitator (42,2%) 3. Peran Stabilisator (13,0%)

3. Pelayanan 1. Peran Melayani Sarana Produksi (42,5%) 2. Peran Melayani Peralatan Pertanian (37,0%) 3. Peran Melayani Kredit Usahatani (20,5%)

4. Penyuluhan 1. Peran Motivator (25,0%) 2. Peran Komunikator (22,1%) 3. Peran Penasehat (17,9%)

5. Pelaku Utama (Petani)

1. Kebersamaan antar Fungsi (67,9%) 2. Perilaku Petani (22,1%) 3. Ketergantungan Antar Fungsi (9,5%)

Sumber: Analisis Data Primer Bulan Mei 2011

Berdasarkan analisis sensitivitas masing-masing fungsi menunjukan hasil

sebagai berikut:

1. Fungsi Penelitian. Hasil analisis yang menjadi faktor pengungkit utama

(atribut determinan) secara berurutan adalah Peran Proses Adaptasi Ide Baru

Page 16: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

16

(43,0%) dilanjutkan dengan Peran Menyebarkan Hasil Penelitian (33,3%) dan

Peran Menemukan Ide Baru (23,7%). Dari hasil analisis tersebut maka

pengembangan fungi penelitian ditujukan pada perbaikan peran

mengadaptasikan ide baru yaitu dengan cara melibatkan peneliti, petani,

kontak tani, penyuluh pertanian, pemerintah daerah dan instansi terkait

sehingga ide baru yang akan dijadikan bahan materi penelitian bisa secara

cepat diketahui oleh para petani; kemudian perbaikan peran menyebarkan

hasil penelitian melalui partisipasi aktif dari peneliti, petani, kontak tani,

penyuluh pertanian, pemerintah daerah dan instansi terkait sehingga hasil

penelitian bisa secara cepat tersebar kepada petani; selanjutnya perbaikan

peran menemukan ide baru melalui proses penetapan materi yang perlu

diteliti dengan melibatkan peneliti, petani, kontak tani, penyuluh pertanian

dan pemerintah daerah sehingga materi penelitian benar-benar sesuai

kebutuhan petani atau berdasarkan masalah yang dihadapi petani.

Mengadaptasikan ide baru, menyebarkan hasil penelitian dan menemukan ide

baru perlu melibatkan peneliti, petani, kontak tani, penyuluh pertanian,

pemerintah daerah dan instansi terkait. Hasil kajian Syam et al (1993)

menyimpulkan harus didapatkan mekanisme yang efektif untuk

meningkatkan komunikasi penelitian. Program keterkaitan antara peneliti dan

penyuluh yang selama ini ditonjolkan ternyata tidak efektif tanpa melibatkan

peneliti, penyuluh, petani dan pejabat setempat dalam rantai proses

penyampaian hasil penelitian. Adopsi hasil penelitian oleh petani banyak

ditentukan oleh para pejabat dari instansi terkait.

2. Fungsi Pengaturan. Hasil analisis yang menjadi faktor pengungkit utama

(atribut determinan) secara berurutan adalah Peran Koordinator (44,8%),

dilanjutkan dengan Peran Fasilitator (42,2%) dan Peran Stabilisator (13,0%).

Dari hasil analisis tersebut maka pengembangan fungi pengaturan ditujukan

pada perbaikan peran koordinator antar fungsi agar mendukung perbaikan

diversivikasi usahatani; kemudian perbaikan peran fasilitator seperti

membangun prasarana untuk perbaikan usahatani; selanjutnya agar fungsi

Page 17: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

17

yang terkait lebih terdorong untuk berperan maka dibutuhkan perbaikan peran

stabilisator agar terbentuk iklim usaha yang menguntungkan bagi petani

untuk memperoleh kepastian hasil usahanya. Menurut Putra (2005) kegiatan

penyuluhan akan berjalan dengan baik jika: pasar, teknologi, input, intensitas

produksi (harga yang layak) dan transportasi desa mencapai keadaan

maksimum. Kajian yang dilakukan Mudikdjo et al (1997) terhadap persepsi

tentang kesesuaian aturan, penerapan aturan, dan peran pengatur dibidang

pertanian tergolong sedang, yang berarti belum sepenuhnya pengaturan di

bidang pertanian dapat menumbuhkan persepsi positif masyarakat sasaran

tentang pembangunan pertanian.

3. Fungsi Pelayanan. Hasil analisis yang menjadi faktor pengungkit utama

(atribut determinan) secara berurutan adalah Peran Melayani Sarana Produksi

(42,5%), dilanjutkan dengan Peran Melayani Peralatan Pertanian (37,0%) dan

Peran Melayani Kredit Usahatani (20,5%). Dari hasil analisis tersebut maka

pengembangan fungi pelayanan ditujukan pada perbaikan peran melayani

sarana produksi dan peran melayani peralatan pertanian dalam menyediakan

sarana produksi dan peralatan pertanian yang tepat waktu sesuai dengan

kebutuhan usahatani baik secara kuantitas maupun kualitas yang diperlukan

petani, serta ada kemudahan untuk mendapatkannya; dan perbaikan peran

melayani kredit usahatani dalam menyediakan kredit usahatani yang tepat

waktu sesuai kebutuhan usahatani yang dilaksanakan petani, serta ada

kemudahan untuk mendapatkannya.

Fungsi pelayanan adalah mengadakan dan menyalurkan sarana maupun

modal perbaikan usahatani. Keberadaanya mendorong perubahan petani

subsistem menjadi petani komersial (Jarmie, 1994). Kajian yang dilakukan

Mudikdjo et al (1997) terhadap persepsi tentang pelayanan pertanian masih

tergolong sedang. Ketersediaan fasilitas pelayanan di daerah pantai tergolong

kurang, di daerah persawahan dan perkebunan cukup tersedia. Fasilitas

pelayanan di bidang pertanian belum sepenuhnya dimanfaatkan masyarakat

Page 18: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

18

sasaran pada semua tipe daerah, demikian juga peran petugas pelayanan

pertanian yang masih tergolong sedang.

4. Fungsi Penyuluhan. Hasil analisis yang menjadi faktor pengungkit utama

(atribut determinan) secara berurutan adalah Peran Motivator (25,0%),

dilanjutkan dengan Peran Komunikator (22,1%) dan Peran Penasihat (17,9%).

Dari hasil analisis tersebut maka pengembangan fungi penyuluhan ditujukan

pada perbaikan peran motivator dengan cara memotivisir petani agar lebih

cepat menerima ide baru untuk melakukan perbaikan usahatani; kemudian

perbaikan peran komunikator dengan cara mengkomunikasikan

(menyampaikan) setiap ide baru perbaikan usahatani kepada petani;

selanjutnya perbaikan peran penasehat yaitu membantu petani memecahkan

setiap masalah yang timbul dalam menjalanjakan usahataninya.

Dikethuinya atribut determinan fungsi penyuluhan yaitu peran motivator,

peran komunikator dan peran penasihat untuk dilakukan perbaikan

(pengembangan) memberikan argumen yang positif untuk merubah citra

penyuluhan pertanian dari penyuluhan konvensional (melalui konsep trnsfer

of technology) menjadi penyuluhan pertanian dengan konsep pemberdayaan.

Menurut Slamet (2003) hakikat dan makna penyuluhan pertanian, adalah

sebagai sistem pendidikan non formal yang memberdayakan rakyat petani

agar mampu membangun diri dan lingkungannya dalam arti luas.

Sumardjo (1999) melaporkan hasil penelitiannya diantaranya bahwa

implementasi penyuluhan yang sudah ada cenderung linier (satu arah: guru-

murid, melalui konsep trnsfer of technology), terpusat dan berorientasi pada

kepentingan “atas”. Soedijanto (2003) menegasakan bahwa sebagai pilar

untuk menopang kokohnya pembangunan pertanian di masa kini dan

mendatang, penyuluhan pertanian harus mampu mengubah citranya yaitu

sebagai suatu proses pemberdayaan untuk “mengubah petani”, bukan transfer

teknologi untuk “mengubah cara petani” yang menghasilkan “petani sebagai

manusia bukannya “petani sebagai alat produksi”. Menurut Mardikanto

(2003) keberhasilan penyuluhan bukan diukur dari seberapa banyak terjadi

Page 19: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

19

“alih teknologi”, melainkan seberapa jauh terjadi proses belajar bersama

melalui dialog atau tukar pengalaman antara penyuluh dan yang disuluh.

5. Fungsi Pelaku Utama (Petani). Hasil analisis yang menjadi faktor

pengungkit utama (atribut determinan) secara berurutan adalah Kebersamaan

antar Fungsi (67,9%), dilanjutkan dengan Perilaku Petani (22,6%) dan

Ketergantungan antar Fungsi (9,5%). Dari hasil analisis tersebut maka

pengembangan fungi pelaku utama (petani) ditujukan pada perbaikan

keikutsertaan pelaku utama (petani) bersama fungsi lainnya dalam proses

perencanaan, pelaksanaan dan penilaian aktivitas yang membutuhkan

kebersamaan. Kemudian melakukan perbaikan usahatani, melakukan

pengolahan hasil pertanian agar mendapatkan harga yang lebih

menguntungkan, melakukan penyimpanan hasil dengan baik agar

mendapatkan harga yang lebih menguntungkan, dan melakukan pemasaran

hasil secara sendiri atau dengan cara berkelompok agar mendapat harga yang

layak atau menguntungkan. Selanjutnya menumbuhkan kesadaran kepada

semua fungsi bahwa dibutuhkannya aktivitas pelaku fungsi lain terhadap

kelangsungan aktivitas suatu fungsi untuk mencapai sasaran dan tujuan

bersama.

Perilaku petani yang perlu diadakan berbaikan mengindasikan bahwa

petani dalam menjalankan usahataninya cenderung berusaha pada tingkat

usahatani penghasil bahan baku (on farm level), belum secara maksimal

menjalankan usahatani ke tingkat yang lebih tinggi lagi (off farm

level/pengolahan, pengemasan dan pemasaran). Maryanti RB Sianturi (2008)

melaporkan hasil penelitiannya di era otonomi daerah di Kabupaten Bogor sektor

pertanian tetap menjadi sektor yang berdaya saing rendah dan lambat

pertumbuhannya. Sektor industri pengolahan berdaya saing rendah tetapi

pertumbuhannya cepat. Hasil penelitian Sumardjo (1999) menunjukan hasil

bahwa profil kemandirian petani di Propinsi Jawa Barat masih tergolong relatif

rendah, terutama mengelola usahatani secara efesien dan kemampuan daya

saingnya. Anantanyu (2009) dalam penelitiannya menunjukan hasil bahwa

Page 20: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

20

kemampuan petani dalam mengelola usahatani relatif rendah yang menunjukan

masih rendahnya budaya agribisnis yang dimiliki.

Dengan demikian di masa mendatang, dengan melakukan perbaikan

terhadap atribut-atribut determinan (faktor pengungkit utama) diharapkan dapat

meningkatkan status keberlanjutan masing-masing fungsi dalam sistem

penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor.

Taryoto et al (1995) menegaskan bahwa upaya meningkatkan salah satu fungsi

tidak akan berhasil dengan baik tanpa meningkatkan fungsi yang lainnya.

Implikasi dari hasil penelitian adalah: Setelah diketahuinya atribut-atribut

determinan (faktor pengungkit utama) untuk pengembangan (melakukan

perbaikan) masing-masing fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian apabila

tidak direspon secara cepat, terarah dan terorganisir serta perbaikan secara

bersama-sama dan menyeluruh oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor maka

akan berdampak pada sektor pertanian yang tetap menjadi sektor yang berdaya

saing rendah dan lambat pertumbuhannya.

Kebersamaan Antar Fungsi Analisis kebersamaan antar fungsi bertujuan untuk mengetahui

kebersamaan fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, dan fungsi

penyuluhan terhadap fungsi pelaku utama (petani) dalam sistem penyuluhan

pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor.

Tabel 3. Kebersamaan Pengaruh Fungsi Penelitian, Fungsi Pengaturan, Fungsi Pelayanan dan Fungsi Penyuluhan terhadap Fungsi Pelaku Utama

ANOVAb

4296.848 4 1074.212 218.507 .000 a

48117.152 145 331.842

52414.000 149

Regression Residual

Total

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Fungsi Penyuluhan, Fungsi Penelitian, Fungsi Pengaturan, Fungsi Pelayanan

a.

Dependent Variable: Fungsi Pelaku Utamab.

Page 21: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

21

Dari hasil pengujian pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh bahwa

angka F hitung sebesar 218.507 > F tabel sebesar 2.61. Hal ini berarti ada

kebersamaan pengaruh Fungsi Penelitian, Fungsi Pengaturan, Fungsi Pelayanan

dan Fungsi Penyuluhan terhadap Fungsi Pelaku Utama dalam melakukan

perbaikan usahatani. Dengan demikian secara oprasional menunjukan adanya

kebersamaan anatar fungsi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian yang

memerlukan kebersamaan.

Kegiatan penyuluhan perlu didukung atau dibarengi dengan kegiatan-

kegiatan dan kemudahan-kemudahan tertentu yang menjamin penerapan inovasi

yang ditawarkan, seperti: pengadaan input, kemudahan kredit, pemasaran produk,

penelitian/pengujian lokal, dan kelembagaan penunjangnya (Lionberger dan

Gwin, 1982, 1991 dalam Mardikanto, 1998). Santoso et al (2003) dalam

penelitiannya menyimpulkan agar adopsi teknologi dapat berlanjut, maka

diperlukan: (1) penyediaan sarana produksi tepat waktu (peran fungsi

pelayanan); (2) bimbingan oleh petugas secara terus menerus (peran fungsi

penyuluhan dan peran fungsi penelitian), sejak tanam hingga pasca panen; (3)

jaminan harga yang layak dan stabil (peran pengaturan); (4) kesadaran dan

partisifasi petani (peran pelaku utama/petani); dan (5) dorongan pemerintah

daerah (peran pengaturan). Menurut Jarmie (1994) secara keseluruhan fungsi-

fungsi dalam penyuluhan pertanian dirakit melalui peran fasilitator, stabilisator

dan koordinator oleh fungsi pengaturan yang didukung oleh fungsi penelitian

didalam pembangunan pertanian yang bersifat nasional maupun regional. Fungsi-

fungsi tersebut dalam sistem (kebersamaan dan ketergantungan) untuk

meningkatkan kualitas hidup fungsi pelaku utama yang sejajar dengan kemajuan

profesi lain, yaitu suatu kualilifikasi kemandirian petani dalam pertanian yang

berkelanjutan.

Agar kebersamaan antar fungsi tetap terjaga dan kondusif dalam sistem

penyuluhan pertanian diperlukan kelembagaan yang menanganinya. Menurut

Taryoto et al (1995) diperlukan pembangunan dan pemantapan jaringan

kelembagaan yang profesional dan kondusif untuk mendukung interaksi antara

petani nelayan dengan penyelenggara penyuluhan (pelaksana/penyuluh dan

Page 22: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

22

pembina, institusi pendukung penelitian, unit-unit kerja terkait lingkup pertanian

maupun di luar sektor pertanian, koperasi BUMN, swasta (perusahaan agribisnis

dan agro industri), asosiasi dan LSM.

Implikasi dari hasil penelitian adalah: Adanya kebersamaan pengaruh

Fungsi Penelitian, Fungsi Pengaturan, Fungsi Pelayanan dan Fungsi Penyuluhan

terhadap Fungsi Pelaku Utama (petani), maka Pemerintah Daerah Kabupaten

Bogor dapat mempertahankan kebersamaan antar fungsi dalam sistem penyuluhan

pertanian. Kemudian kebersamaan antar fungsi dalam sistem penyuluhan

pertanian agar melembaga di era otonomi daerah maka pemerintah daerah perlu

membangun dan memantapkan jaringan kelembagaan yang profesional dan

kondusif. Apabila kebersamaan antar fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian

tidak dilembagakan dan dipertahankan melalui kelembagaan khusus

dikhawatirkan akan muncul ego masing-masing fungsi (ego sektor) dalam

menjalankan perannya.

Ketergantungan Antar Fungsi Analisis ketergantungan antar fungsi bertujuan untuk mengetahui

ketergantungan fungsi pelaku utama (petani) pada fungsi penelitian, fungsi

pengaturan, fungsi pelayanan, dan fungsi penyuluhan dalam sistem penyuluhan

pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor.

Tabel 4. Hubungan Fungsi-fungsi dalam Sistem Penyuluhan Pertanian dengan Fungsi Pelaku Utama (Petani)

No. Variabel Beta t-hitung t-tabel

1. Fungsi Penelitian 0.939 25.025 1.660

2. Fungsi Pengaturan 0.803 12.337 1.660

3. Fungsi Pelayanan 0.859 15.346 1.660

4. Fungsi Penyuluhan 0.586 8.213 1.660

Sumber: Analisis Data Primer Bulan Mei 2011

Page 23: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

23

Hasil analisis hubungan masing-masing fungsi dengan pelaku utama

(petani) adalah sebagai berikut:

1. Hubungan Fungsi Penelitian dengan Fungsi Pelaku Utama (Petani)

Hasil pengujian pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh bahwa t hitung

(25.025) > t tabel (1.660), berarti Fungsi Pelaku Utama bergantung secara

siginifikan pada Fungsi Penelitian.

Ketergantungan yang signifikan fungsi Pelaku Utama (petani) pada Fungsi

Penelitian menunjukan bahwa Fungsi Penelitian mempengaruhi Pelaku

Utama (petani) dalam melaksanakan perbaikan usahatani. Menurut Jarmie

(1994) fungsi penelitian adalah menemukan ide baru dan membantu

penyebarannya. Untuk itu fungsi penelitian berperan dalam menemukan ide

baru, berperan pula untuk mendorong fungsi lain di dalam mengadaptasikan

temuan dan membantu penyebaran. Perubahan petani bertolak dari adanya ide

baru hasil fungsi penelitian yang diterima dan diolah (rekayasa) oleh fungsi

penyuluhan, selanjutnya disuluhkan (sesuai dengan tingkat kemajuan) ke

fungsi pelaku utama (petani) dalam meningkatkan usahatani. Musyafak

(2005) melaporkan hasil penelitiannya, bahwa untuk mempercepat proses

adopsi dan difusi inovasi pertanian harus dilakukan beberapa strategi,

salahsatunya yaitu memilih inovasi pertanian yang tepat guna (good

innovation).

2. Hubungan Fungsi Pengaturan dengan Fungsi Pelaku Utama (Petani)

Hasil pengujian pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh bahwa t hitung

(12.337) > t tabel (1.660), berarti Fungsi Pelaku Utama bergantung secara

signifikan pada Fungsi Pengaturan.

Ketergantungan yang signifikan fungsi Pelaku Utama (petani) pada Fungsi

Pengaturan menunjukan bahwa Fungsi Pengaturan mempengaruhi Pelaku

Utama (petani) dalam melaksanakan perbaikan usahatani. Fungsi pengaturan

yang mempunyai peran sebagai koordinator, fasilitator dan stabilisator secara

signifikan berpengaruh terhadap berlangsungnya proses adopsi suatu inovasi

Page 24: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

24

perbaikan usahatani. Musyafak (2005) dalam penelitiannya melaporkan

keberhasilan adopsi dan difusi inovasi dipengaruhi secara signifikan yang

sulit untuk dilakukan intervensi, diantaranya yaitu faktor lingkungan ekonomi

(jaminan pemasaran, harga produk, harga input, biaya transportasi, dan lain-

lain). Menurut Putra (2005) kegiatan penyuluhan akan berjalan dengan baik

jika: pasar, teknologi, input, intensitas produksi (harga yang layak) dan

transportasi desa mencapai keadaan maksimum.

3. Hubungan Fungsi Pelayanan dengan Fungsi Pelaku Utama (Petani)

Hasil pengujian pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh bahwa t hitung

(15.346) > t tabel (1.660), berarti Fungsi Pelaku Utama bergantung secara

signifikan pada Fungsi Pelayanan.

Ketergantungan yang signifikan fungsi Pelaku Utama (petani) pada Fungsi

Pelayanan menunjukan bahwa Fungsi Pelayanan mempengaruhi Pelaku

Utama (petani) dalam melaksanakan perbaikan usahatani. Santoso et al

(2003) melaporkan hasil penelitiannya agar adopsi teknologi dapat berlanjut,

maka salahsatu unsur yang harus dipenuhi adalah diperlukan penyediaan

sarana produksi yang tepat waktu.

4. Hubungan Fungsi Penyuluhan dengan Fungsi Pelaku Utama (Petani)

Hasil pengujian pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh bahwa t hitung

(8.213) > t tabel (1.660), berarti Fungsi Pelaku Utama bergantung secara

signifikan pada Fungsi Penyuluhan.

Ketergantungan yang signifikan fungsi Pelaku Utama (petani) pada Fungsi

Penyuluhan menunjukan bahwa Fungsi Penyuluhan mempengaruhi Pelaku

Utama (petani) dalam melaksanakan perbaikan usahatani. Menurut Hafsah

(2009) peranan penyuluh pertanian antara lain: memfasilitasi petani dalam

mengembangkan perilaku dan tindakan, serta mengupayakan berjalannya

proses perencanaan, pengelolaan dan pengembangan usaha petani. Santoso et

al (2003) melaporkan hasil penelitiannya agar adopsi teknologi dapat

berlanjut, maka salahsatu unsur yang harus dipenuhi adalah diperlukan

Page 25: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

25

bimbingan oleh petugas secara terus menerus (peran fungsi penyuluhan

pertanian) sejak tanam hingga pasca panen. Penelitian Musyafak (2005)

menyimpulkan hasil penelitiannya, bahwa untuk mempercepat proses adopsi

dan difusi inovasi pertanian diantaranya yaitu memberdayakan agen

penyuluhan secara optimal (good extension method) dan memilih metode

penyuluhan yang efektif (good extension method).

Dari hasil analisis ketergantungan menunjukan bahwa Fungsi Pelaku

Utama (Petani) bergantung secara signifikan pada Fungsi Penelitian, Fungsi

Pengaturan, Fungsi Pelayanan dan Fungsi Penyuluhan. Artinya bahwa Fungsi

Penelitian, Fungsi Pengaturan, Fungsi Pelayanan dan Fungsi Penyuluhan

mempengaruhi Fungsi Pelaku Utama dalam melaksanakan perbaikan usahatani.

Kemudian nilai beta masing-masing fungsi dalam sistem penyuluhan

pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor adalah: (1)

Beta fungsi penelitian: 0,939; (2) Beta fungsi pengaturan: 0,803; (3) Beta fungsi

pelayanan: 0,859; dan (4) Beta fungsi penyuluhan: 0,586. Berdasarkan data

tersebut, maka yang memiliki pengaruh terbesar terhadap fungsi pelaku utama

(petani) untuk melakukan perbaikan usahatani adalah fungsi penelitian (0,939).

Fakta tersebut menunjukan bahwa perubahan petani bertolak dari adanya ide baru

hasil fungsi penelitian yang diterima dan diolah (rekayasa) oleh fungsi

penyuluhan, selanjutnya disuluhkan (sesuai dengan tingkat kemajuan) ke fungsi

pelaku utama (petani) dalam meningkatkan usahatani. Menurut Jarmie (1994)

aktivitas penyuluhan pertanian berlangsung dalam perubahan berencana karena

adanya ide baru hasil fungsi penelitian yang disuluhkan. Fungsi penelitian adalah

menemukan ide baru dan membantu penyebarannya. Untuk itu fungsi penelitian

berperan dalam menemukan ide baru, berperan pula untuk mendorong fungsi lain

di dalam mengadaptasikan temuan dan membantu penyebaran.

Selanjutnya yang memiliki pengaruh terkecil terhadap fungsi pelaku

utama (petani) untuk melakukan perbaikan sahatani adalah fungsi penyuluhan

(0,586). Sedangkan fungsi pelayanan (0,859) dan fungsi pengaturan (0,803)

Page 26: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

26

memberikan pengaruh relatif sama terhadap fungsi pelaku utama (petani) untuk

melakukan perbaikan sahatani.

Fungsi pelayanan adalah mengadakan dan menyalurkan sarana dan modal

untuk dapat digunakannnya ide baru perbaikan diversivikasi usahatani.

Kedudukannya sangat penting, karena menyediakan bahan yang mendukung

digunakan ide baru dan penting pula sebagai alat peraga penyuluhan

pembangunan pertanian. Fungsi pelayanan terdiri atas peran pelayanan sarana

produksi, alat dan mesin pertanian, berikut peran pelayanan kredit modal

usahatani. Keberadaanya mendorong perubahan petani subsistem menjadi petani

komersial. Aktivitas fungsi pelayanan berlangsung dalam kebersamaan dan

ketergantungan dengan fungsi-fungsi dalam penyuluhan pembangunan pertanian

(Jarmie, 1994).

Menurut Putra (2005) kegiatan penyuluhan akan berjalan dengan baik jika:

pasar, teknologi, input, intensitas produksi (harga yang layak) dan transportasi

desa mencapai keadaan maksimum. Membangun pertanian yang baik tidak akan

bisa tercapai jika 80% masalah berada di luar petani. Kegiatan penyuluhan tidak

akan efektif apabila kelima masalah di atas tidak diatasi. Kelima masalah yang

dikemukakan Putra (2005) menjadi tanggung jawab fungsi pengaturan

(pemerintah) untuk mengatasinya. Musyafak (2005) dalam penelitiannya

melaporkan keberhasilan adopsi dan difusi inovasi dipengaruhi secara signifikan

yang sulit untuk dilakukan intervensi, diantaranya yaitu faktor lingkungan

ekonomi (jaminan pemasaran, harga produk, harga input, biaya transportasi, dan

lain-lain).

Menurut Taryoto et al (1995) keberhasilan suatu kegiatan penyuluhan

bukan semata-mata keunggulan seseorang penyuluh pertanian secara individu,

melainkan karena didukung oleh program yang tepat, persiapan/latihan yang

sesuai sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menjalankan program.

Dengan kata lain peluang dari keberhasilan akan terealisasi tergantung pada

keadaan setempat, atau kondisi lingkungan serta adanya dukungan dari kebijakan

pemerintah. Dengan demikian nampak jelas bahwa suatu programa penyuluhan

Page 27: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

27

sebenarnya hanya menjadi salah satu mata rantai dari kegiatan lain yang saling

berkaitan.

Implikasi dari hasil penelitian adalah: Adanya ketergantungan fungsi

pelaku utama terhadap masing-masing fungsi memberikan argumen yang positif

agar Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dapat mengurangi dan memperbaiki

ketergantungan pengaruh fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian di era

otonomi daerah pada masa ini. Apabila tingkat ketergantungan pelaku utama

(petani) terhadap fungsi-fungsi lainnya tidak dikurangi melalui perbaikan

pengaruh fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian maka akan menghambat

proses terjadinya dipusi inovasi perbaikan usahatani. Untuk itu perlu komitmen

dan kesungguhan pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan ketergantungan

fungsi tersebut. Secara umum perbaikan peran masing-masing fungsi harus

berpedoman pada hasil analisis sensitivitas dalam penelitian ini.

Partisipasi Petani Analisis partisipasi petani bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat

partisipasi petani dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian di era otonomi

daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor.

Tabel 5. Distribusi jawaban responden untuk kuesioner Partisipasi Petani dalam Penyelenggaraan Penyuluhun Pertanian

No

.

Atribut Partisipasi Petani

Tidak Pernah Berpar-tisipasi

Jarang Berpar-tisipasi

Kadang- kadang Berpar- tisipasi

Sering Berpar-tisipasi

Selalu Berpar- tisipasi

Kesim-pulan

Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %

1. Ikut merencanakan program penyuluhan pertanian

12 8 11 7,3 59 39,3 40 26,7 28 18,7 Sangat Tidak Baik

2. Ikut melaksanakan program penyuluhan pertanian

2 1,3 8 5,3 46 30,7 59 39,3 35 23,3 Cukup Baik

3. Berperan mengevaluasi kegiatan penyuluhan pertanian

9 6 23 15,3 67 44,7 32 21,3 19 12,7 Sangat Tidak Baik

4. Hadir pada setiap kegiatan penyuluhan pertanian

2 1,3 3 2 43 28,7 63 42 39 26 Cukup Baik

5. Membantu dana, alat/bahan kegiatan penyuluhan pertanian

14 9,3 23 15,3 40 26,7 43 28,7 30 20 Sangat Tidak Baik

6. Berperan mengajak anggota dalam penyuluhan pertanian

2 1,3 5 3,3 44 29,3 57 38 42 28 Cukup Baik

Page 28: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

28

7. Berperan dalam memecahkan masalah usahatani

2 1,3 32 21,3 41 27,3 50 33,3 25 16,7 Kurang Baik

8. Ikut pelatihan/pendidikan, kursus tani

5 3,3 10 6,7 52 34,7 65 43,3 18 12 Kurang Baik

9. Ikut menyampaikan materi penyuluhan kepada sesama anggota kelompok

5 3,3 21 14 43 28,7 51 34 30 20 Kurang Baik

10. Menghubungi Penyuluh Pertanian apabila ada masalah usahatani

13 8,7 10 6,7 41 27,3 58 38,7 28 18,7 Kurang Baik

Jumlah Kemunculan 66 146 476 518 294

Persentase Kemunculan 4,4 9,7 31,7 34,5 19,6 Kurang Baik

Sumber: Analisis Data Primer Bulan Mei 2011

Berdasarkan distribusi jawaban responden ada tiga tingkatan partisipasi

petani dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada

masa ini di Kabupaten Bogor yaitu Cukup Baik, Kurang Baik, dan Sangat Tidak

Baik.

1. Cukup Baik dalam hal ikut melaksanakan program penyuluhan pertanian

(62,6%), hadir pada setiap kegiatan penyuluhan pertanian (68%), dan

berperan mengajak anggota dalam penyuluhan pertanian (66%).

2. Kurang Baik dalam hal berperan dalam memecahkan masalah usahatani

(50%), ikut pelatihan/pendidikan, dan kursus tani (55,3%), ikut

menyampaikan materi penyuluhan kepada sesama anggota kelompok (54%),

dan menghubungi penyuluh pertanian apabila ada masalah usahatani (57,4%).

3. Sangat Tidak Baik dalam hal ikut merencanakan program penyuluhan

pertanian (45,4%), berperan mengevaluasi kegiatan penyuluhan pertanian

(34%), dan membantu dana, alat/bahan kegiatan penyuluhan pertanian

(48,7%).

Dari hasil analisis Partisipasi Petani dalam Penyelenggaraan Penyuluhan

Pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor menunjukan

bahwa petani belum secara optimal ikut serta dalam kegiatan penyelenggaraan

penyuluhan pertanian, terutama dalam tahapan perencanaan dan evaluasi serta

pembiayaan. Emi Widiyanti et al (2006) menyimpulkan hasil penelitiannya

bahwa tingkat partsipasi anggota kelompok tani yang tergolong tinggi berada pada

Page 29: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

29

tahap pelaksanaan, sedangkan tahap perencanaan dan evaluasi tergolong tidak

tinggi. Santoso et al (2003) melaporkan salahsatu hasil penelitiannya bahwa agar

adopsi teknologi dapat berlanjut, maka diperlukan kesadaran dan partisifasi

petani.

Masih belum optimalnya partisipasi petani dalam penyelenggaraan

penyuluhan pertanian di Kabupaten Bogor diduga salah satunya disebabkan karena

belum optimalnya fungsi penyuluhan dalam melaksanakan perannya. Emi

Widiyanti et al (2006) dan Wijianto (2008) melaporkan hasil penelitiannya bahwa

ada hubungan yang signifikan antara peranan penyuluh dengan prtisipasi anggota

dalam kegiatan kelompok tani. Anantanyu (2009) melaporkan hasil penelitiannya

bahwa tingkat dukungan penyuluhan pertanian baik langsung maupun tidak

langsung memberikan pengaruh terhadap kapasitas petani, peningkatan partisipasi

petani dalam kelembagaan kelompok petani, serta mendorong kapasitas

kelembagaan kelompok tani.

Implikasi dari hasil penelitian adalah: Adanya tiga tingkatan partisipasi

petani dalam penyelenggaraan penyuluahan pertanian yaitu Cukup Baik, Kurang

Baik, dan Sangat Tidak Baik, maka memberikan argumen yang positif agar

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor meningkatkan partisipasi petani dalam

penyelenggaraan penyuluhan pertanian terutama dalam tahapan perencanaan dan

evaluasi pelaksanaan. Apabila tingkat partisipasi petani tidak ditingkatkan dengan

sungguh-sungguh maka akan menghambat proses adopsi inovasi perbaikan

usahatani dan bisa menghambat pelaksanaan pembangunan pertanian secara

umum. Kemudian adanya indikasi tingkat partisipasi petani dipengaruhi oleh

peran penyuluh pertanian maka agar pemerintah daerah tidak henti-hentinya untuk

berusaha meningkatkan kualitas serta profesionalisme penyuluh. Selain itu

pemerintah daerah hendaknya juga tetap memperhatikan keberadaan kelompok

tani, karena upaya untuk memandirikan petani salah satunya bisa ditempuh

dengan memberdayakan kelompok tani.

Page 30: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

30

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan tujuan penelitian, serta hasil analisis interpretasi penelitian

yang dilakukan dapat diambil kesimpulan dan alternatif yang direkomendasikan

sebagai saran untuk pihak-pihak berkepentingan dalam rangka meningkatkan

keberlanjutan fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, fungsi

penyuluhan dan fungsi pelaku utama (petani); memahami kebersamaan dan

ketergantungan hubungan dengan masing-masing fungsi penelitian, fungsi

pengaturan, fungsi pelayanan, dan fungsi penyuluhan dengan fungsi pelaku

utama; dan memahami partisipasi petani dalam kegiatan penyelenggaraan

penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor.

Kesimpulan

(1) Secara umum fungsi-fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian di era

otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor berada pada kondisi

berkelanjutan. Kondisi keberlanjutan masing-masing fungsi yaitu berada

pada kondisi yang berkelanjutan baik untuk fungsi penelitian, fungsi

pengaturan, fungsi pelayanan, dan fungsi pelaku utama (petani); dan kondisi

cukup berkelanjutan untuk fungsi penyuluhan.

Katagori status berkelanjutan baik, artinya bahwa kondisi fungsi penelitian,

fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, dan fungsi pelaku utama (petani)

mencerminkan kondisi yang menguntungkan dalam sistem penyuluhan

pertanian pada masa ini di Kabupaten Bogor. Katagori status cukup

berkelanjutan untuk fungsi penyuluhan, artinya bahwa kondisi fungsi

penyuluhan mencerminkan kondisi yang cukup menguntungkan dalam

sistem penyuluhan pertanian pada masa ini di Kabupaten Bogor.

Sebagai penyebab status cukup berkelanjutan untuk fungsi penyuluhan

diindikasikan karena faktor ketenagaan yang belum ideal secara kuantitas dan

kualitas; dukungan sarana/prasarana dan pembiayaan yang belum mencukupi;

adanya keikutsertaan penyuluh swasta/kontrak dan penyuluh swasta/mandiri

dalam penyuluhan pertanian; adanya peran media masa, baik cetak maupun

elektronik yang memberi kontribusi terhadap perubahan perilaku fungsi

Page 31: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

31

pelaku utama (petani) dalam perbaikan usahatani; materi penyuluhan

pertanian yang belum sepenuhnya berorientasi pada kebutuhan petani; dan

masih kurangnya kemampuan penyuluh pertanian dalam menjembatani

(menghubungkan) antara petani dengan penyedia sarana poduksi, lembaga

keuangan dan lembaga pemasaran hasil.

(2) Ada atribut determinan (faktor pengungkit utama) yang menunjukan untuk

pengembangan masing-masing fungsi dalam sistem penyuluhan di era

otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor. Atribut determinan

(faktor pengungkit utama) masing-masing fungsi adalah sebagai berikut:

Fungsi Penelitian dengan urutan sensitivitas yaitu peran proses adaptasi ide

baru, peran menyebarkan hasil penelitian, dan peran menemukan ide baru;

Fungsi Pengaturan dengan urutan sensitivitas yaitu peran koordinator, peran

fasilitator, peran stabilisator; Fungsi Pelayanan dengan urutan sensitivitas

yaitu peran melayani sarana produksi, peran melayani peralatan pertanian,

peran melayani kredit usahatani; Fungsi Penyuluhan dengan urutan

sensitivitas yaitu peran motivator, peran komunikator, peran penasihat;

Fungsi Pelaku Utama (Petani) dengan urutan sensitivitas yaitu kebersamaan

antar fungsi, perilaku petani, ketergantungan antar fungsi.

Dengan melakukan pengembangan terhadap atribut-atribut determinan (faktor

pengungkit utama) diharapkan dapat meningkatkan status keberlanjutan

masing-masing fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi

daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor, sehingga masalah pembangunan

pertanian yang ada pada masa ini di Kabupaten Bogor bisa teratasi.

(3) Ada kebersamaan pengaruh Fungsi Penelitian, Fungsi Pengaturan, Fungsi

Pelayanan dan Fungsi Penyuluhan terhadap Fungsi Pelaku Utama (petani)

dalam perbaikan usahatani dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi

daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor. Artinya secara oprasional adanya

kebersamaan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian antar fungsi

dalam sistem penyuluhan pertanian untuk perbaikan usahatani yang dilakukan

fungsi pelaku utama (petani).

Page 32: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

32

(4) Fungsi Pelaku Utama (Petani) dalam perbaikan usahatani bergantung pada

Fungsi Penelitian, Fungsi Pengaturan, Fungsi Pelayanan, dan Fungsi

Penyuluhan dalam sistem penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada

masa ini di Kabupaten Bogor. Artinya Fungsi Pelaku Utama (petani) dalam

melakukan perbaikan usahatani mempunyai ketergantungan terhadap Fungsi

Penelitian, Fungsi Pengaturan, Fungsi Pelayanan, dan Fungsi Penyuluhan.

Fakta hasil uji statistik menunjukan bahwa yang memiliki pengaruh terbesar

terhadap fungsi pelaku utama (petani) untuk melakukan perbaikan usahatani

adalah fungsi penelitian. Artinya peran fungsi penelitian memberikan

pengaruh yang lebih besar terhadap fungsi pelaku utama (petani) dalam

perbaikan usahatani dibandingkan dengan fungsi-fungsi lainnya. Fakta

tersebut menunjukan bahwa perubahan petani bertolak dari adanya ide baru

dari hasil fungsi penelitian.

Kemudian fungsi pelayanan berada pada peringkat kedua dan fungsi

pengaturan berada pada peringkat ketiga dalam memberikan pengaruh

terhadap fungsi pelaku utama (petani) untuk melakukan perbaikan sahatani.

Dan yang memiliki pengaruh terkecil terhadap fungsi pelaku utama (petani)

untuk melakukan perbaikan usahatani adalah fungsi penyuluhan. Fakta

tersebut menunjukan bahwa pelaku utama (petani) dalam melakukan

perbaikan usahatani perlu mendapat dukungan yang maksimum dari pelaku

fungsi pelayanan (penyalur sarana produksi dan penyalur kredit usahatani)

dan pelaku fungsi pengaturan (pemerintah daerah) dalam memecahkan

masalah yang yang berada diluar kemampuan pelaku fungsi utama (petani).

Artinya bahwa penyuluhan pertanian akan berjalan efektif apabila ada

dukungan secara maksimum dari pelaku fungsi pelayanan (penyalur sarana

produksi dan penyalur kredit usahatani) dan pelaku fungsi pengaturan

(pemerintah daerah).

(5) Tingkat partisipasi petani dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian di era

otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor secara umum termasuk

dalam katagori kurang baik. Secara spesifik tingkat partisipasi petani dalam

penyelenggaraan penyuluhan pertanian di era otonomi daerah pada masa ini

Page 33: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

33

di Kabupaten Bogor terdiri dari katagori cukup baik dalam hal ikut

melaksanakan program penyuluhan pertanian, hadir pada setiap kegiatan

penyuluhan pertanian, dan berperan mengajak anggota dalam penyuluhan

pertanian; katagori kurang baik dalam hal berperan memecahkan masalah

usahatani, ikut pelatihan/pendidikan dan kursus tani, ikut menyampaikan

materi penyuluhan kepada sesama anggota kelompok, dan menghubungi

penyuluh pertanian apabila ada masalah usahatani; katagori sangat tidak baik

dalam hal ikut merencanakan program penyuluhan pertanian, berperan

mengevaluasi kegiatan penyuluhan pertanian, dan membantu dana, alat/bahan

kegiatan penyuluhan pertanian.

Tingkat partisipasi petani dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian di era

otonomi daerah pada masa ini di Kabupaten Bogor yang secara umum dalam

kondisi kurang baik menunjukan bahwa petani belum mengambil

bagian/ikutserta secara optimal dalam setiap tahapan proses kegiatan

penyelenggaraan penyuluhan pertanian terutama dalam tahapan perencanaan

dan evaluasi. Kondisi tersebut juga mengindikasikan bahwa kegiatan

penyuluhan pertanian belum berorientasi pada pemberdayaan petani melalui

pendekatan penyuluhan yang partisipatif atau belum ada perubahan

paradigma dalam kegiatan penyuluhan pertanian, dan penyuluh pertanian

belum memiliki kompetensi yang memadai untuk memfasilitasi petani dalam

proses pemberdayaan agar petani lebih aktif berpartisifasi dalam kegiatan

penyelenggaraan penyuluhan pertanian.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian fungsi-fungsi dalam sistem penyuluhan

pertanian di era otonomi daerah di Kabupaten Bogor maka dalam rangka

meningkatkan keberlanjutan fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi

pelayanan, fungsi penyuluhan dan fungsi pelaku utama yakni para petani;

memahami hubungan masing-masing fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi

pelayanan, dan fungsi penyuluhan dengan fungsi pelaku utama; dan memahami

Page 34: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

34

partisipasi petani dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian maka diajukan

saran kepada pihak yang berkepentingan sebagai berikut:

(1) Untuk Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Bogor.

a. Agar memperhatikan peningkatan keberlanjutan fungsi penelitian, fungsi

pengaturan, fungsi pelayanan, fungsi penyuluhan dan fungsi pelaku utama

melalui pengembangan atribut determinan (faktor pengungkit utama)

masing-masing fungsi; memahami hubungan masing-masing fungsi

penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, dan fungsi penyuluhan

dengan fungsi pelaku utama; dan memahami partisipasi petani dalam

penyelenggaraan penyuluhan pertanian.

b. Agar membenahi fungsi penyuluhan melalui penyediaan ketenagaan yang

ideal secara kuantitas maupun kualitas; serta mencukupi sarana/prasarana

dan pembiayaan.

c. Agar kebersamaan antar fungsi tetap terjaga diperlukan pembangunan dan

pemantapan jaringan kelembagaan yang profesional dan kondusif untuk

mendukung interaksi antara masing-masing fungsi dalam sistem

penyuluhan pertanian.

d. Agar mengurangi dan memperbaiki ketergantungan pengaruh masing-

masing fungsi dalam sistem penyuluhan pertanian.

e. Agar meningkatkan partisipasi petani dalam penyelenggaraan penyuluhan

pertanian terutama dalam tahapan perencanaan dan evaluasi pelaksanaan

melalui peningkatan kualitas dan profesionalisme penyuluh pertanian,

serta memperhatikan keberadaan kelompok tani.

f. Hasil penelitian ini perlu dijabarkan dalam program pengembangan

penyuluhan pertanian.

g. Agar memberikan penghargaan kepada pihak-pihak berkepentingan,

sehingga cita-cita peningkatan keberlanjutan fungsi penelitian, fungsi

pengaturan, fungsi pelayanan, fungsi penyuluhan dan fungsi pelaku utama;

pemahaman hubungan masing-masing fungsi penelitian, fungsi

pengaturan, fungsi pelayanan, dan fungsi penyuluhan dengan fungsi

Page 35: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

35

pelaku utama; dan pemahaman partisipasi petani dalam penyelenggaraan

penyuluhan pertanian dapat tercapai.

(2) Untuk Pelaku Fungsi Sistem Penyuluhan Pertanian.

a. Agar memahami tentang pentingnya peningkatan keberlanjutan fungsi

penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, fungsi penyuluhan dan

fungsi pelaku utama; pentingnya pemahaman hubungan masing-masing

fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan dan fungsi

penyuluhan dengan fungsi pelaku utama; dan pemahaman pentingnya

partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan pertanian.

b. Agar lebih meningkatkan pelaksanaan fungsi penelitian, fungsi pengaturan,

fungsi pelayanan, fungsi penyuluhan dan fungsi pelaku utama; lebih

meningkatkan pemahaman pentingnya hubungan hubungan masing-masing

fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan dan fungsi

penyuluhan dengan fungsi pelaku utama; dan pemahaman pentingnya

partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan pertanian.

(3) Ilmu Pengetahuan.

Agar penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti yang lain

bahwa keberlanjutan fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan,

fungsi penyuluhan dan fungsi pelaku utama; hubungan hubungan masing-masing

fungsi penelitian, fungsi pengaturan, fungsi pelayanan dan fungsi penyuluhan

dengan fungsi pelaku utama; dan partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan

pertanian dapat ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Djari. 2009. Pengembangan Sistem Penyuluhan Perikanan Era Desentralisasi Di

Indonesia. IPB. Bogor.

Emi Widiyanti. 2006. Partisipasi Petani Dalam Proyek Pengembangan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (Kimbun) Jambu Mete Di Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Dalam Jurnal Penyuluhan dan

Page 36: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

36

Komunikasi Pertanian [AGRITEXTS] XX, Desember 2006. UNS. Surakarta.

Hafsah. 2009. Penyuluhan Pertanian Di Era Otonomi Daerah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Hanifah Ihsaniyati. 2005. Analisis Persepsi Petani Terhadap Usahatani Padi Di Kabupaten Sukoharjo. Dalam Jurnal Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian [AGRITEXTS] XVIII, 18 Desember 2005. UNS. Surakarta.

Jarmie. 1994. Sistem Penyuluhan Pembangunan Pertanian di Indonesia. IPB. Bogor.

Mardikanto. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

_________. 2003. Redifinisi dan Revitalisasi Penyuluhan Pembangunan. Dalam Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB PRESS. Bogor.

Maryanti RB Sianturi. 2008. Kinerja Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor Sebelum dan Masa Otonomi Daerah. IPB. Bogor.

Mawardi. 2004. Persoalan Penyuluhan Pertanian Di Era Otonomi Daerah. Dalam Jurnal Semeru. No. 12: Oktober-Desember 2004.

Mudikdjo. 1997. Persepsi Masyarakat Tentang Penyuluhan Pembangunan Dalam Pembangunan Masyarakat Pedesaan. Dalam Ringkasan Tesis dan Desertasi Forum Pascasarjana 20 (1). IPB. Bogor.

Musyafak. 2005. Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMATANI). BPTP

Putra. 2005. Masalah-masalah Penyuluhan pertanian. Dalam Jurnal Penyuluhan Pertanian. Vol 1No. 1. September 2005. IPB. Bogor.

Santoso et al. 2003. Kajian Adopsi Dan Dampak Teknologi Sistem Usaha Pertanian Padi-Udang Windu Di Lahan Sawah Tambak Kabupaten Lamongan. Balai Pengkajian Teknologi Jawa Timur.

Slamet. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB Press. Bogor.

Soedijanto. 2003. Penyuluhan Sebagai Pilar Akselerasi Pembangunan Pertanian di Indonesia pada Masa Mendatang. IPB PRESS. Bogor.

Sumardjo. 1999. Kemandirian Sebagai Indikator Kesiapan Petani Menghadapi Era Globalisasi Ekonomi. Dalam Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian, Vol. 12, No. 1, April 1999. Jurusan Sosek, Faperta IPB. Bogor.

Syam et al. 1993. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Wardojo. 1992. Pendekatan Penyuluhan Pertanian Untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat. Dalam Penyuluhan Pembangunan Di Indonesia

Page 37: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

37

Menyongsong Abad XXI. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta.

Wibowo. 2005. Peran Lumbung Desa Modern Dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Dalam Jurnal Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian [AGRITEXTS] XVIII, 18 Desember 2005. UNS. Surakarta.

________. 2008. Model Pengelolaan Usahatani Sayuran Dataran Tinggi Berkelanjutan Di Kawasan Agropolitan. IPB. Bogor.

Wibowo et al. 2008. Kinerja Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) Dalam Pengembangan Beras Organik Menuju Terwujudnya Kabupaten Sragen Sebagai Sentra Beras Organik. Dalam Jurnal Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian [AGRITEXTS] XXIV, No. 24 Desember 2008. UNS. Surakarta.

Wijaya. 1992. Titik Berat Otonomi pada Tingkat II. CV. Rajawali. Jakarta.

Wijianto. 2008. Hubungan Antara Peranan Penyuluh Dengan Partisipasi Anggota Dalam Kegiatan Kelompok Tani Di Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali. Dalam Jurnal Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian [AGRITEXTS] XXIV, 24 Desember 2008. UNS. Surakarta.

Page 38: Fungsi Fungsi Dalam Sistem Penyuluhan Pertanian , Amran

38