fraud

24
FRAUD A. FRAUD DALAM PERUNDANGAN KITA Pengumpulan dan pelaporan statistik tentang kejahatan di suatu Negara dapat dilakukan sesuai dengan klasifikasi kejahatan dan pelanggaran (tindak pidana) menurut ketentuan perundang-undangan Negara tersebut. Dalam Statistik Kejahatan Indonesia yang dilaporkan oleh BPS tidak selalu tersedia dalam format yang sama, istilah kejahatan yang dipergunakan sering kali juga tidak konsisten, dan tidak terlalu bermanfaat untuk pembahasan akuntansi forensik. Dalam membaca dan menggunakan statistik kejahatan di Indonesia, perlu diingat bahwa masih rendahnya kesadaran untuk melaporkan kejahatan. Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat enggan melaporkan kejahatan. Di antaranya, tercermin dari ungkapan sehari-hari yang sederhana. Oleh karena itu, beberapa kajian luar negeri tentang data kejahatan di Indonesia memberi peringatan “crimes may be unreported” B. FRAUD DALAM KUHP Beberapa pasal dalam KUHP yang mencakup pengertian Fraud : 1. Pasal 362 tentang pencurian 2. Pasal 368 tentang Pemerasan dan pengancaman 3. Pasal 372 tentang penggelapan 4. Pasal 378 tentang perbuatan curang 5. Pasal 396 tentang merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit 6. Pasal 406 tentng menghancurkan dan Merusak Barang

Upload: ayik

Post on 10-Jul-2016

23 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mengenal tentang fraud

TRANSCRIPT

Page 1: Fraud

FRAUD

A. FRAUD DALAM PERUNDANGAN KITA

Pengumpulan dan pelaporan statistik tentang kejahatan di suatu Negara dapat dilakukan

sesuai dengan klasifikasi kejahatan dan pelanggaran (tindak pidana) menurut ketentuan

perundang-undangan Negara tersebut. Dalam Statistik Kejahatan Indonesia yang dilaporkan

oleh BPS tidak selalu tersedia dalam format yang sama, istilah kejahatan yang dipergunakan

sering kali juga tidak konsisten, dan tidak terlalu  bermanfaat untuk pembahasan akuntansi

forensik. Dalam membaca dan menggunakan statistik kejahatan di Indonesia, perlu diingat

bahwa masih rendahnya kesadaran untuk melaporkan kejahatan. Banyak faktor yang

menyebabkan masyarakat enggan melaporkan kejahatan. Di antaranya, tercermin dari

ungkapan sehari-hari yang sederhana. Oleh karena itu, beberapa kajian luar negeri tentang

data kejahatan di Indonesia memberi peringatan “crimes may be unreported”

B. FRAUD DALAM KUHP

Beberapa pasal dalam KUHP yang mencakup pengertian Fraud :

1. Pasal 362 tentang pencurian

2. Pasal 368 tentang Pemerasan dan pengancaman

3. Pasal 372 tentang penggelapan

4. Pasal 378 tentang perbuatan curang

5. Pasal 396 tentang merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit

6. Pasal 406 tentng menghancurkan dan Merusak Barang

7. Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan 435 yang secara

khusus diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(Undang-Undang Nomor 31 Tahun 199).

Di samping KUHP juga ada ketentuan perundang-undangan lain yang mengatur

perbuatan melawan hukum yang termasuk dalam ketegori fraud, seperti undang-undang

tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dan berbagai undang-undang perpajakan yang

mengatur tindak pidana perpajakan.

C. FRAUD TREE (POHON FRAUD)

Secara skematis, Assosiation of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan

occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari

Page 2: Fraud

fraud dalam hubungan kerja, beserta rantinf dan anak rantingnya. Occupational fraud tree ini

mempunyai tiga cabang utama, yakni:

c o r r u p t i o n , asset misappropriation, dan fraudulent statements.

 

D.

C

orruption

Istilah corruption disini serupa tetapi tidak sama dengan istilah korupsi dalam ketentuan

perundangan kita. Korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 meliputi 30 tindak pidana korupsi

dan 4 bentuk dalam ranting-ranting:

con f l i c t s o f i n t e re s t , b r ibe ry , i l l ega l g r a tu i t i e s , e c onomi cs ex to r t i on .

Page 3: Fraud

Conf l i c t s o f i n t e r e s t  atau benturan kepentingan diantaranya dapat berupa  bisnis

plat merah atau bisnis pejabat dan keluarga serta kroni mereka yang menjadi  pemasok atau

rekanan di lembaga-lembaga pemerintah dan di dunia bisnis. Ciri-ciri mereka menjadi

pemasok :

1. Selama bertahun-tahun. Bukan saja selama pejabat tersebut berkuasa. Melalui kontrak

jangka panjang, bisnis berjalan terus meskipun pejabat tersebut sudah lengser.

2. Nilai kontrak relatif mahal ketimbang kontrak yang dibuat dalam arm’s length.

3. Dalam bahasa sehari-hari disebut juga dengan mark up atau  penggelembungan.

4. Para rekanan ini, meskipun hanya sefelintir, mengusai pangsa pembelian yang relatif

sangat besar dalam lembaga tersebut.

5. Kemenangan dalam proses tender dicapai dengan cara-cara tidak wajar. Hubungan

antara penual dan pembeli lebih dari hubungan bisnis. Pejabat atau  penguasa bisa

menggunakan sanak saudaranya (nepotisme) sebgai órang depan” atau ada

persekongkolan (kolusi) yang melibatkan penyuapan.

Bisnis yang mengandung benturan kepentingan sering disamarkan dengan kegiatan sosial-

keagamaan dan muncul dalam bentuk yayasan-yayasan.

B r i b e r y   atau penyuapan merupakan bagian yang akrab dalam kehidupan bisnis dan

politik Indonesia. Kickbacks merupakan salah satu bentuk penyuapan di mana si penjual

“mengikhlaskan” sebagian dari hasil penjualannya. Persentase yang dihasilkan itu bisa diatur

dimuka, atau diserahkan sepenuhnya kepada “keikhlasan” penjual. Kickback berbeda dengan

bribery. Dalam bribery pemberinya tidak “Mengorbankan” suatu penerimaan. Misalnya,

apabila seseorang menyuap atau menyogok sesorang penegak hukum, ia mengharapkan

keringanan hukuman. Dalam contoh kickback tersebut pemberinya menerima keuntungan

materi. Dalam kickback, si pembuat keputusan atau yang dapat mempengaruhi pembuatan

keputusan dapat “mengancam” sang rekanan. Ancaman ini bisa terselubung tetapi tidak

jarang pula dilakukan secara terbuka. Ancaman ini bisa merupakan pemerasan (economic

excortion).

B i d R i g g i n g   merupakan permainan tender, Illegal Gratuities adalah pemberian

atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari penyuapan. Dalam kasus korupsi di

Indonesia kita dapat melihat hal ini dalam bentuk hadiah perkawinan, hadiah ulang tahun,

hadiah perpisahan, hadiah kenaikan pangakat dan jabatan, dan lain-lain yang diberikan

kepada pejabat.

E. Aset Misappropriation

Page 4: Fraud

Aset misappropriation atau “pengambilan” aset secara ilegal dalam bahasa sehari-hari

disebut mencuri. Di dalam istilah hukum, “mengambil” aset secara ilegal (tidak sah, atau

melawan hukum) yang dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola

atau mengawasi aset tersebut, disebut menggelapkan. Istilah pencurian, dalam fraud tree

disebut larceny. Istilah penggelapan dalam bahasa Inggris nya adalah Embezzlement. Aset

misappropriation dalam bentuk penjarahan kas atau cash appropriation dilakukan dalam tiga

bentuk : skimming, larceny, f raudulent disbursements . Klasifikasi penjarahan kas

dalam tiga bentuk disesuaikan dengan arus uang masuk.

Dalam s k i m m i n g , uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke

perusahaan. Cara ini terlihat dalam dalam fraud yang sangat dikenal para auditor, yakni

lapping. Kalau uang sudah masuk kedalam perusahaan dan kemudian baru dijarah, maka

fraud ini disebut larceny atau pencurian. Sekali arus uang sudah terekam dalam (atau sudah

masuk ke) sistem, maka penjarahan ini disebut fraudulent disbursements yang lebih dekat

dengan istilah penggelapan.

Penjarahan atas dana-dana yang tidak masuk ke perusahaan secara fisik atau secara

administratif, dengan cara menghimpun dana-dana tersebut dari berbagai sumber, misalnya

komisi resmi dari perusahaan asuransi atau kickback dari penyuplai. Dana-dana ini disebut

dana taktis; dalam bahasa Belanda, tactishe fonds; dalam  bahasa Inggris, slush funds. Dalam

fraud tree, baik pembentukan maupun pengeluaran dari dana taktis ini didefinisikan sebagai

corruption bukan asset misappropriation. Corruption seperti ini mengandung ciri skimming.

L a r c e n y  atau pencurian adalah bentuk penjarahan yang paling kuno dan dikenal sejak

awal peradaban manusia. Peluang untuk terjadinya penjarahan jenis ini  berkaitan erat dengan

lemahnya sistem pengendalian intern, khususnya yang  berkenaan dengan perlindungan

keselamatan aset (safeguarding of assets).

Pencurian melalui pengeluaran yang tidak sah (fraudulent disbursements )

sebenarnya satu langkah lebih jauh dari pencurian. Sebelum tahap pencurian, ada tahap

perantara. Terdapat lima kolom (sub ranting) pada fraudulent disbursements, yaitu : billing

schemes, payroll schemes, expense reinbursement schemes, check tampering, dan register

disbursements .

a) B i l l i ng s chem es   adalah skema permainan (schemes) dengan menggunakan

proses billing atau pembebanan tagihan sebagai sarananya. Pelaku fraud dapat

mendirikan perusahaan “bayangan” (shell company) yang seolah-olah merupakan

penyuplai atau rekanan atau kontraktor sungguhan. Perusahaan bayangan ini

merupakan sarana untuk mengalirkan dana secara tidak sah ke luar perusahaan.

Page 5: Fraud

b) Payroll schemes adalah skema permainan melalui pembayaran gaji. Bentuk

permainannya antara lain dengan pegawai atau karyawan fiktif (ghost employee) atau

dalam pemalsuan jumlah gaji. Jumlah gaji yang dilaporkan lebih besar dari gaji yang

dibayarkan.

c) Expense reinbursement schemes adalah skema permainan melalui  pembayaran

kembali biaya-biaya, misalnya biaya perjalanan. Seorang pemasar mengambil uang

muka perjalanan, dan sekembalinya dari perjalanan, ia membuat  perhitungan biaya

perjalanan. Kalau biaya perjalanan melampaui uang muka nya, ia meminta

reinbursement atau penggantian. Ada beberapa skema permainan melalui mekanisme

reinbursement ini. Rincian biaya menyamarkan jenis pengeluaran yang sebenarnya

(mischaracterized expense).

d) Check t amper i ng   adalah sekema permainan melalui pemalsuan cek. Hal yang

dipalsukan bisa tanda tangan orang yang mempunyai kuasa mengeluarkan cek, atau

endorsemennya, atau nama kepada siapa cek dibayarkan, atau cek nya disembunyikan

(concealed checks).

e) Register disbursments adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam cash register.

Skema permainan melalui register disbursements pada dasarnya ada dua, yakni false

refunds (pengembalian uang yang dibuat-buat) dan false voids (pembatalan palsu).

Dalam false refund ada berbagai cara penggelapan, di antaranya, penggelapan dengan

seolah-olah ada pelanggan yang mengembalikan barang, dan perusahaan memberikan refund.

False voids hampir sama dengan false refund. Hal yang dipalsukan disini adalah pembatalan

penjualan. Penjualan yang sudah terekam di pita cash register dibatalkan, seolah-olah

pembeli urung melakukan pembelian. Jumlah yang sudah diterima perusahaan seolah-olah

juga dibatalkan.

S k i m m i n g  merupakan penjarahan sebelum uang secara fisik masuk ke  perusahaan.

Contoh yang sangat populer adalah praktik gali lubang tutup lubang dalam penagihan piutang

(lapping). Contoh lain, piutang dihapusbukukan, namun tetap ditagih dari pelanggan. Hasil

tagihan tidak masuk ke perusahaan, dan dijarah oleh si penagih.

Sasaran lain dari penjarahan adalah persediaan barang (inventory). Dalam situasi tertentu,

persediaan barang menjadi barang menarik untuk dijadikan sasaran  pencurian. Contoh,

penjualan BBM bersubsidi secara ilegal pada waktu ada disparsitas harga yang tinggi antara

BBM bersubsidi dan yang tidak. Aset lainnya (yang bukan kas dan inventory) juga bisa

menjadi sasaran adalah aset tetap, misalnya kendaraan bermotor yang dimiliki perusahaan.

Page 6: Fraud

Modus operan di dalam penjarahan aset yang bukan uang tunai atau uang di  bank adalah

“misuse da larceny”. Misuse adalah penyalahgunaan, misalnya  penggunaan kendaraan

bermotor perusahaan atau aset tetap lainnya untuk keperluan  pribadi. Contoh, alat

transportasi perusahaan atau lembaga pemerintah yang dipakai untuk mengangkut barang-

barang pribadi atau inventaris kantor atau instansi pemerintah yang “dipinjam” selama

seseorang memegang jabatan (misuse) dan tidak mengembalikan nya sesudah ia tidak lagi

menjabat (larceny)

F. Fraudulent Statement

Cabang dan ranting yang menggambarkan fraud yang diberi label “Fraudulent

Statements” dapat dilihat di sisi kanan dari fraud tree. Jenis fraud ini sangat dikenal oleh

auditor yang melakukan general audit (opinion audit). Fraud yang berkenaan dengan

penyajian laporan keuanga, sangat menjadi perhatian auditor, masyarakat atau  para

LSM/NGO, namun tidak menjadi perhatian akuntan forensik.

Ranting pertama menggambarkan fraud dalam menyusun laporan keuangan. Fraud ini

berupa salah saji (misstatements baik overstatements maupun understatements). Cabang dari

ranting ini ada dua. Pertama, menyajikan aset atau  pendapatan lebih tinggi dari yang

sebenarnya (aset/revenue understatements). Kedua, menyajikan aset atau pendapatan lebih

rendah dari yang sebenarnya (aset/revenue understatements).

Ranting kedua menggambarkan fraud dalam menyusun laporan non-keuangan. Fraud ini

berupa penyampaian laporan non-keuangan secara menyesatkan, lebih  bagus dari keadaan

yang sebenarnya, dan sering kali merupakan pemalsuan atau  pemutarbalikan keadaan. Bisa

tercantum dalam dokumen yang dipakai untuk keperluan intern maupun eksteren. Contoh,

perusahaan minyak besar didunia yang mencantumkan cadangan minyak nya lebih besar

secara signifikan dari keadaan yang sebenarnya apabila diukur dengan standar industrinya.

AKUNTAN FORENSIK DAN JENIS FRAUD

Dari tiga cabang fraud tree, yakni corruption, misappropriation of asset, dan

fraudulent statements. Akuntan forensik memusatkan perhatian pada dua cabang  pertama.

Cabang fraudulent statements menjadi pusat perhatian dalam audit atas laporan keuangan

(general audit atau opinion audit).

Akuntan forensik atau audit investigatif hampir tidak pernah menyentuh fraud yang

menyebabkan laporan keuangan menjadi menyesatkan, dengan dua  pengecualian. Pertama,

ketika “regulator” seperti Bapepam, Securities and Exchange Commission, atau Financial

Page 7: Fraud

Services Authority (OJK, Otoritas Jasa Keuangan) mempunyai dugaan kuat bahwa laporan

audit suatu kantor akuntan publik mengandung kekeliruan yang serius (atau kantor akuntan

publik yang bersangkutan mengakui hal tersebut). Regulator dapat meminta kantor akuntan

lain melakukan  pendalaman, atau mereka sendiri melakukan penyidikan. Dalam hal ini

akuntan forensik melakukan audit investigatif. Mengapa? Kasusnya bisa dibawa ke

pengadilan atau diselesaikan di luar pengadilan dan auditnya harus lebih luas dan mendalam

karena harus jelas siapa yang bertanggungjawab untuk hal apa.

Kedua, ketika fraudulent statements dilakukan dengan pengolahan data secara

elektronis, terintegrasi, dan besar-besaran atau penggunaan komputer yang dominan dalam

penyiapan laporan. Selain pertimbangan penyelesaian kasus di dalam atau diluar pengadilan,

juga ada pertimbangan diperlukannya keahlian khusus, yakni computer forensics.

MANFAAT FRAUD TREE

Fraud tree yang dibuat ACFE sangat bermanfaat. Fraud tree memetakan fraud dalam

lingkungan kerja. Peta ini membantu akuntan forensik mengenali dan mendiagnosis fraud

yang terjadi. Ada gejala-gejala “penyakit” fraud yang dalam auditing dikenal sebagai red

flags. Dengan memahami gejala-gejala ini dan menguasai teknik-teknik audit investigatif,

akuntan forensik dapat mendeteksi fraud tersebut.

Kondisi kita yang berbeda dengan kondisi di Amerika Serikat dapat menjadi alasan

untuk tidak sepenuhnya mengikuti fraud tree diatas. Koruptor atau pelaku fraud di Indonesia

sering kali lebih kreatif. Juga iklim bisnis dan pemerintahan yang koruptis mengharuskan

akuntan forensik berpikir mengenai dunia nyatanya. Akuntan forensik sebaiknyamembuat

sendiri fraud tree atau peta dari tindak pidana yang diperiksanya.

Fraud Triangle

Bermula dari penelitian Donald R. Cressey yang tertarik pada embezzlers yang

disebutnya “trust violators” atau pelanggra kepercayaan, yakni mereka yang melanggar

kepercayaan atau amanah yang dititipkan kepada mereka. Penelitian nya diterbitkan dengan

judul Other People’s Money : Study in the Social Psychology of Embezzlement.

Page 8: Fraud

Dalam perkembangan selanjutnya, hipotesis dari penelitian tersebut dikenal sebagai

fraud triangle atau segitiga fraud. Sudut pertama dari segitiga itu diberi judul

pressure yang merupakan perceived non-shareable financial need. Sudut keduanya,

perceived opportunity Sudut ketiga, r a t i o n a l i z a t i o n .

.

PRESSURE

Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu tekanan (pressure)

yang menghimpitnya. Orang ini mempunyai kebutuhan keuangan yang mendesak, yang tidak

dapat diceritakan nya kepada orang lain. Konsep yang penting di sini adalah, tekanan yang

menghimpit hidupnya (berupa kebutuhan akan uang),  padahal ia tidak bisa berbagi (sharing)

dengan orang lain. Konsep ini di dalam bahasa inggris disebut perceived non-shareable

financial need. Cressey menemukan bahwa non-shareable problem timbul dari situasi yang

dapat dibagi dalam enam kelompok :

1. violation of ascribed obligation

2. problems resulting from personal failure

3. business reversals

4. physical isolation

5. status gaining

6. employer-employee relation

Keenam kelompok situasi tersebut, pada dasarnya berkaitan dengan upaya

memperoleh status lebih tinggi atau mempertahankan status yang sekarang dipunyai.

Violation of Ascribed Obligation

Suatu kedudukan atau jabatan dengan tanggung jawab keuangan, membawa

konsekuensi tertentu bagi yang bersangkutan dan juga menjadi harapan atasan atau

majikannya. Di samping harus jujur, ia dianggap perlu memiliki perilaku tertentu. Orang

dalam jabatan seperti itu merasa wajib menghindari perbuatan yang dapat merendahkan

martabatnya. Inilah kewajiban yang terkait dengan jabatan yang dipercayakan kepadanya, ini

adalah ascribed obligation baginya. Kalaui ia menghadapi situasi yang melanggar kewajiban

terkait dengan jabatannya, ia merasa masalah yang dihadapinya tidak dapat diungkapkannya

kepada orang lain.

Page 9: Fraud

Problems Resulting from Personal Failure

Kegagalan pribadi juga merupakan situasi yang dipersepsikan oleh orang yang

mempunyai kedudukan serta dipercaya dalam bidang keuangan, sebagai kesalahan nya

menggunakan akal sehatnya, dan karena itu menjadi tanggungjawab pribadinya.

Seorang pengacara yang kehilangan tabungan hasil kerjanya bertahun-tahun. Ia

menderita rugi karena menanamkan uang nya dalam bisnis yang bersaing dengan  bisnis para

pelanggannya. Ia percaya, kalau ia mengungkapkan masalahnya kepada  para pelanggannya,

mereka akan bersedia membantu. Namun, ia merasa tidak mampu mengungkapkan masalah

tersebut karena telah menghianati para pelanggannya dengan berusahan dalam bisnis

“rahasia” yang bersaingan dengan mereka. Ia bahkan tidak berani mengungkapkan kerugian

tersebut kepada istrinya, dan memilih mencuri uang perusahaan. Ia takut kehilangan status

nya sebagai orang yang dipercaya dalam  bidang keuangan, karena itu ia takut mengakui

kegagalannya. Kehormatan pada diri sendiri menjadi awal kejatuhannya.

Business Reversals

Cressey menyimpulkan bahwa kegagalan bisnis merupakan kelompok situasi yang

juga mengarah kepada non-shareable problem. Masalah ini berbeda dari kegagalan pribadi

yang dijelaskan diatas, karena pelakunya merasa bahwa kegagalan itu berasal dari luar

dirinya atau luar kendalinya. Dalam persepsinya, kegagalan itu karena inflasi yang tinggi,

atau krisis moneter, tingkat bunga yang tinggi, dan lain-lain.

Physical Isolation

Situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan dalam kesendirian. Dalam

situasi ini, orang itu bukan tidak mau berbagi keluhan dengan orang lain. Ia tidak mempunyai

orang lain tempat ia berkeluh dan mengungkapkan masalahnya.

Status Gaining

Situasi ini tidak lain dari kebiasaan buruk untuk tidak mau kalah dengan “tetangga”.

Orang lain punya harta tertentu, ia juga harus seperti itu atau lebih dari itu. Orang lain punya

jabatan tertentu, ia juga harus punya jabatan seperti itu atau  bahkan lebih baik. Dalam situasi

yang dibahas di atas, pelaku berusaha mempertahankan status. Di sini, pelaku bersedia

meningkatkan statusnya. Cressy mencatat, “masalahnya menjadi non-shareable ketika orang

itu menyadari bahwa ia tidak mampu secara financial untuk naik ke status itu, untuk

menikmati simbol-simbol keistimewaan yang dijanjikan status itu secara wajar dan sah, dan

Page 10: Fraud

pada saat yang sama ia tidak bisa menerima kenyataan untuk tetap berada dalam status itu,

apalagi kalau harus turun status.”

Employer-Employee Relation

Situasi ini mencerminkan kekesalan (atau kebencian) seorang pegawai yang menduduki

jabatan yang dipegangnya sekarang, tetapi pada saat yang sama ia merasa tidak ada pilihan

baginya, yakni ia tetap harus menjalankan apa yang dikerjakannya sekarang. Menurut

Cressey, masalah yang diahadapi orang menjadi non-shareable karena kalau ia mengusulkan

solusi untuk masalah yang dihadapinya, ia khawatir statusnya di organisasi itu menjadi

terancam. Juga ada motivasi yang kuat baginya untuk “membuat perhitungan”

dengan majikannya ketika ia merasa diperlakukan tidak adil.

PERCEIVED OPPORTUNITY

Cressey berpendapat, ada dua komponen dari persepsi tentang peluang. Pertama,

general information, yang merupakan pengetahuan bahwa kedudukan yang mengandung trust

atau kepercayaan, dapat dilanggar tanpa konsekuensi. Pengetahuan ini diperoleh dari apa

yang dia dengar atau lihat, misalnya dari pengalaman orang lain yang melakukan fraud dan

ketidak tahuan atau tidak dihukum atau terkena sanksi. Kedua, technical sklill atau

keahlian/ketrampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kejahatan tersebut. Ini biasanya

keahlian atau keterampilan yang dipunyai orang itu dan yang menyebabkan ia mendapat

kedudukan tersebut. General information dan technical skills yang dibahas Cressey bukan

semata-mata dipunyai oleh orang yang punya kedudukan, pegawai biasa juga mempunyainya.

Namun, mereka yang mempunyai posisi dengan kepercayaan di bidang keuangan, ketika

menghadapi non-shareable financial problem, akan melihat general information dan technical

skills sebagai jalan keluar dari masalah itu. Posisi mereka yang mendapat kepercayaan atau

trust, khususnya di bidang keuangan, memungkinkan mereka memanfaatkan general

information dan technical skills yang mereka miliki.

RATIONALIZATION

Rationalization (rasionalisasi), dapat dikatakan sebagai usaha untuk mencari

pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Biasanya secara naluri

alamiah ketika kejahatan telah dilakukan, rationalization ini ditinggalkan. karena tidak

Page 11: Fraud

diperlukan lagi. Pertama kali manusia akan berbuat kejahatan atau pelanggaran, ada  perasaan

tidak enak. contohnya : ketika kita mengulanginya perbuatan itu menjadi mudah, dan

selanjutnya menjadi biasa. Ketika akan mencuri uang perusahaan untuk  pertama kalinya,

pembenarannya adalah: "nanti kubayar, nanti kuganti". Sekah si  pelaku sukses, mencuri

secara berulang kali, ia tidak memerlukan rationalization semacam itu.

Kejahatan Kerah Putih

Kejahatan kerah putih adalah terjemahan untuk istilah yang sangat dikenal dalam

bahasa Inggris, yakni w h i t e - c o l l a r c r i m e . Istilah ini dikenalkan oleh Edwin H.

Sutherland. kejahatan kerah putih merupakan kejahatan kelas atas, kelas manusia  berkerah

putih yang terdiri atas orang-orang bisnis dan profesional terhormat, atau  paling tidak,

dihormati. Kejahatan kerah putih terbatas pada kejahatan yang dilakukan dalam lingkup

jabatan mereka. Kamus terbitan the Federal Bureau of Justice Statistics ( Dictionary of

Criminal Justice Data Terminology) mendefinisikan wh i t e -   c o l l a r c r i m e  sebagai:

"nonviolent crime for financial gain committed by means of deception by persons whose

occupational status is entrepreneurial, professional or semi-professional and utilizing their

special occupational skills and opportunities; also nonviolent crime for financial gain

utilizing deception and committed by anyone having  special technical and professional

knowledge of business and government, irrespective of the person's occupation.”

"Kejahatan tanpa kekerasan demi keuntungan keuangan yang dilakukan dengan

penipuan oleh orang yang pekerjaannya adalah wiraswasta, profesional atau semi  profesional

dan yang memanfaatkan keahlian dan peluang yang diberikan oleh  jabatannya; juga

kejahatan tanpa kekerasan demi keuntungan keuangan yang dilakukan dengan penipuan oleh

orang yang mempunyai keahlian khusus dan  pengetahuan profesional mengenai bisnis dan

pemerintahan, meskipun ia tidak terkait dengan pekerjaannya.". Ada suatu definisi lain juga

yang diusulkan oleh Albert J. Reiss, Jr. dan Albert Biderman, yaitu :

"White-collar crime violations are those violations of law to which penalties are attached

that involve the use of a violator's position of economic power, influence, or trust in the

legitimate economic or political institutional order for the purpose of illegal gain, or to

commit an illegal act for personal or organizational gain."

"Pelanggaran kerah putih adalah pelanggaran terhadap hukum yang terkena sanksi tertentu

dan yang meliputi pemanfaatan kedudukan pelakunya yang mempunyai kekuasaan ekonomi,

pengaruh, atau kepercayaan dalam lembaga-lembaga yang sebenarnya mempunyai legitimasi

Page 12: Fraud

ekonomi dan politik namun disalahgunakan untuk keuntungan ilegal atau untuk melakukan

kegiatan ilegal demi keuntungan pribadi atau organisasi."

REPORT TO THE NATION

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) secara berkala menerbitkan

kajiannya mengenai fraud di Amerika Serikat. Laporan ACFE terakhir mengenai hal ini

dikenal dengan nama Report to the Nation on Occupational Fraud and Abuse. Meskipun

Report to the Nation adalah untuk, dari, dan berkenaan dengan Amerika Serikat, Namun di

dalamnya ada informasi tertentu yang bermanfaat bagi akuntan forensik (fraud examiners).

ACFE mensurvei dengan cara survey online secara terbuka kepada Certifed Fraud Examiners

(CFEs) dengan jangka waktu satu tahun. sebagai bagian dari survey, responden di minta

untuk menyajikan sebuah naratif yang detail tentang kasus fraud yang terbesar yang pernah

mereka tangani/ investigasi dalam kurun waktu tertentu, Kasus tersebut harus memenuhi 4

kriteria yaitu :

1. Kasus harus berhubungan atau melibatkan Occupational Fraud (didefinisikan sebagai

Fraud secara internal, atau fraud yang dilakukan oleh seseorang yang di dalam

organisasi)

2. Kasus dan investigasi yang dilakukan oleh CFEs haruslah terjadi dalam kurun waktu

survey.  

3. Investigasi dari kasus tersebut haruslah sudah selesai pada kurun waktu survey. 

4. CFEs haruslah telah yakin dengan pelaku kejahatan yang telah di identifikasi.

Responden juga di berikan lebih kurang 85 pertanyaan untuk dijawab terkait dengan

kasus yang mereka sajikan tersebut. termasuk dengan informasi si pelaku kejahatan, korban

di dalam organisasi, dan metode yang digunakan untuk melakukan fraud serta tentang

kecenderungan fraud secara menyeluruh. untuk menguji  profesionalitas ACFE hanya

mengirimkan kepada CFEs tertentu yang dianggap baik  pada kurun waktu survey dilakukan

dan ACFE meminta responden (yakni CFEs) untuk menyajikan beberapa informasi mengenai

pengalaman mereka, profesionalitas mereka sehingga ACFE tahu siapa yang sedang terlibat

untuk mengatasi kasus yang dikirimkan kepada mereka. Berikut merupakan responden di

dalam Report to the Nation on Occupational Fraud and Abuse tahun 2012 :

Page 13: Fraud

dari table di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden adalah Fraud Examiner/

Investigator dan Responden rata-rata memiliki pengalaman kerja sebagai  professional di

bidangnya selama 11 tahun.

Di dalam Report to the Nation on Occupational Fraud and Abuse tahun 2012, dapat

disimpulkan bahwa Fraud dapat terdeteksi dengan adanya informasi (yang dibeikan oleh

Page 14: Fraud

karyawan, konsumen, anonym, vendor, owner, competitor ), review yang dilakukan oleh

manajemen dan adanya internal audit.

Page 15: Fraud

seperti yang di tunjukan dibawah, pelaku kejahatan fraud jika didasarkan oleh umur mereka, kebanyakan mereka berumur antara 31 - 41 tahun, da kecenderungannya adalah laki-laki lebih banyak melakukan fraud di banding dengan perempuan, serta kebanyakan dari mereka adaah orang yang memiliki degree college sampai kepada  post graduate ke atas.

Jika dilihat melalui perbagian di dalam perusahaan maka bagian yang harus diwaspadai akan adanya fraud adalah bagian Akuntansi, Operasional, Penjualan, Manajer eksekutif atau manajer tingkat Atas, Costumer service, dan bagian  pembelian. hal dapat terlihat dari survey yang dilakukan di dalam Report to the  Nation on Occupational Fraud and Abuse tahun 2012. dan kebanyakan dari mereka melakukan fraud karena ada dorongan dari gaya hidup, kebutuhan finansial yang mendesak, dan karena adanya control yang kurang baik dari organisasi.