framework peningkat kinerja

152

Upload: others

Post on 17-Nov-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Framework Peningkat Kinerja
Page 2: Framework Peningkat Kinerja
Page 3: Framework Peningkat Kinerja

Framework Peningkat Kinerja Sistem Manajemen Aset Berbasis

ISO 55001 dan ISO 31000

Winda Nur Cahyo

Penerbit:

2020

Penulis:

Page 4: Framework Peningkat Kinerja

Penerbit:

Framework Peningkat Kinerja Sistem Manajemen Aset Berbasis ISO 55001 dan ISO 31000

©2020 Penulis

Hak cipta dilindungi Undang-Undang.Dilarang memperbanyak atau memindahkan seluruh atau sebagian isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik ataupun mekanik termasuk memfotokopi, tanpa izin dari Penulis.

Penulis: Winda Nur Cahyo

ISBN : 978-602-450-536-3E-ISBN : 978-602-450-537-0 (PDF)

Kampus Terpadu UIIJl. Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta 55584 Tel. (0274) 898 444 Ext. 2301; Fax. (0274) 898 444 psw 2091http://gerai.uii.ac.id;e-mail: [email protected]

Anggota IKAPI, Yogyakarta

Cetakan ISeptember 2020 M / Sya’ban 1441 H

Ukuran : 16x23 cmJumlah halaman : xiv + 136

Page 5: Framework Peningkat Kinerja

v

Aset, antara Beban dan Manfaat

Bagi banyak organisasi, baik organisasi bisnis maupun organisasi sektor publik – aset menjadi faktor penting untuk menghasilkan produk atau jasa dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Ada berbagai kelompok dan jenis aset yang digunakan organisasi, seperti aset lancar, aset tetap, aset tidak berwujud, dan aset untuk penyertaan pada entitas lain.

Dari perspektif pemilik atau pemegang saham, aset merupakan investasi untuk menjalankan operasional bisnis atau organisasi. Para investor, apakah investor kreditor maupun investor ekuitas, menempatkan dananya ke organisasi atau perusahaan dengan harapan mendapatkan tingkat pengembalian (return) yang baik.

Direksi sebagai pengelola perusahaan, menggunakan dana tersebut untuk investasi dalam bentuk aset, yang selanjutnya digunakan untuk aktivitas operasional yang menghasilkan laba. Laba ini sebagian dibagikan ke investor, sebagian diinvestasikan kembali dalam bentuk aset. Aset pun semakin bertambah, tumbuh dan berkembang yang memberikan keman-faatan bagi pelanggan dan investor – dua stakeholder penting dalam sebuah organisasi bisnis.

Pengelolaan aset yang efektif dan efisien akan memberikan banyak manfaat bagi pelanggan dan investor. Sebaliknya, bila aset tidak dikelola dengan baik, aset akan menjadi beban. Pelanggan tidak mendapatkan manfaat atas produk atau jasa yang mereka beli. Sementara, investor pun tidak mendapatkan manfaat atas dana yang ditanamkan.

Dalam konteks inilah, saya menyambut baik dan memberikan apresiasi kepada kolega saya, Winda Nur Cahyo, Ph.D, atas pemikiran, pembela-jaran, dan penulisan buku serial manajemen aset.

Page 6: Framework Peningkat Kinerja

vi

Buku ini menarik dan menjadi relevan di saat kebutuhan para pemimpin organisasi untuk mendapatkan referensi yang praktis dan komprehensif dalam menjawab pertanyaan mengapa, apa, dan bagaimana mengelola aset untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan dan sebagai strategi untuk pertumbuhan dan kelestarian organisasi.

Selamat membaca untuk mendapatkan pencerahan, keberkahan, dan semangat inspirasi perubahan dalam mengelola aset.

Salam sukses muliaZaroni – Pesepeda, Penulis buku “Circle of Logistics” dan “Logistik Halal”. CFO Pos

Logistik Indonesia. Dosen Praktisi pada Program Magister Teknik Industri FTI UII.

Page 7: Framework Peningkat Kinerja

vii

Kata Pengantar

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil alamin, sebesar- besar puji bagi Allah SWT atas semua nikmat khususnya kesempatan yang diberikan sehingga buku ini dapat terselesaikan. Dan semoga shalawat dan salam tak henti- hentinya dan bertambah setiap hari disampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Saat ini manajemen aset adalah sebuah disiplin baru di Indonesia. Jika dicari di mesin pencari online dengan kata kunci “manajemen aset” kita masih disajikan hasil yang berupa list perusahaan investasi yang menawarkan saham, obligasi dan sebagainya. Namun cakupan manajemen aset saat ini bergerak lebih banyak ke arah engineering asset management, pengelolaan aset- aset yang bersifat fisik hasil karya manusia atau bahkan ke aset fisik industri. International Standard Organisation (ISO) juga sudah mengelu-arkan standar internasional tentang sistem manajemen aset yang berupa seri ISO 55000 yang berisi ISO 55000, ISO 55001, dan ISO 55002. Standar ini kemudian baru diadopsi oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) ada tahun 2018 menjadi SNI ISO 55001. Sehingga saat ini masih banyak perusahaan- perusahaan di Indonesia yang masih awam dan belum aware tentang manajemen aset. Perusahaan yang sudah sadar tentang manajemena aset kesulitan untuk menerapkannya karena berbagai alasan yaitu : kurangnya tenaga ahli yang betul- betul paham tentang manajemen aset. Masih sedikitnya jumlah pakar manajemen aset dan ISO 55001 ini dikarenakan mereka harus memahami banyak hal di organisasi mulai dari manajemen perawatan, manajemen keuangan, hingga manajemen risiko. Dengan kata lain pakar manajemen aset adalah orang yang paham bagaimana menyeim-bangkan kinerja aset, biaya dan risiko di berbagai tingkat organisasi mulai dari manajemen puncak hingga dataran operasional. Dengan kata lain manajemen aset adalah bidang yang multidisiplin dan interdisiplin. Sebab lain kesulitan perusahaan dalam penerapan manajemen aset adalah karena

Page 8: Framework Peningkat Kinerja

viii

kurang best practice manajemen aset. Dari sudut pandang saya, minimnya best practice ini bisa dikurangi dengan banyak membaca literatur tentang manajemen aset sehingga ini menginspirasi untuk menulis buku ini yaitu buku tentang fremework untuk meningkatkan kinerja sistem manajemen aset. Buku ini diharapkan bisa bermanfaat bagi para praktisi, akademisi dan peneliti yang tertarik di bidang manajemen aset atau bidang lain yang berkaitan dengan manajemen aset. Rekomendasi penggunaan buku ini bagi para praktisi, akademisi, dan peneliti disampaikan di akhir bab 1 di dalam buku ini.

Ini adalah buku ketiga di dalam seri buku manajemen aset setelah yang pertama berupa buku dengan judul “Life Cycle Cost Model to Support Asset Management Decision Making” yang membahas tentang aplikasi life cycle cost untuk mendukung pembuatan keputusan di dalam manajemen aset yang di dalamnya juga membahas tentang kasus- kasus konrit yang terjadi di perusahaan dan bagaimana dapat diselesaikan dengan pendekatan life cycle cost. Buku kedua adalah buku dengan judul “Engineering Asset Management (Pengantar Manajemen Aset Industri berbasis ISO 55000)”. Buku tersebut adalah buku ajar yang dimaksudkan membantu dan mengisi kekosogan buku tentang manajemen aset di Indonesia. Bisa digunakan oleh para sivitas akademika atau siapa saja yang ingin belajar tentang manajemen aset. Dan semoga buku- buku tentang Engineering Asset Management akan semakin banyak nantinya.

Saya juga menyampaikan terima kasih kepada pihak- pihak yang mendukung dalam penyelesaian buku ini khususnya kepada keluarga saya: Hayyin, Akhtar, dan Ayeesha. Juga kepada Haris Hadiyanto dan Nael Naufal Fiantama atas dukungannya dalam proses pengumpulan data, jurusan Teknik Industri FTI UII dan Pusat Studi Operational Excellence and Asset Management.

Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para praktisi, akademisi dan peneliti yang tertarik di bidang manajemen aset. Segala bentuk masukan, saran, kritik dan diskusi akan sangat membantu untuk membangun pilar pengetahuan di bidang ini. Sehingga jika berkenan untuk memberikan masukan, saran, kritik dan berdiskusi tentang manajemen aset dan secara

Page 9: Framework Peningkat Kinerja

ix

umum tentang manajemen industri dan organisasi maka dipersilakan untuk mengirimkan email ke [email protected].

Terima kasih.

Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yogyakarta, 25 Juni 20204 Dzul Qa’idah 1441 H

Winda Nur Cahyo

Page 10: Framework Peningkat Kinerja
Page 11: Framework Peningkat Kinerja

xi

DAFTAR ISI

Aset, antara Beban dan Manfaat ............................................................v

Kata Pengantar ...................................................................................... vii

Daftar Isi ..................................................................................................xi

Daftar Tabel .......................................................................................... xiii

Daftar Gambar ..................................................................................... xiv

Pendahuluan ............................................................................................. 11.1 Mengapa Manajemen Aset? .................................................................11.2 Mengapa harus Menerapkan Sistem Manajemen Aset? ..............31.3 Kebaruan dan Urgensi ...........................................................................8

1.3.1 Kebaruan ...................................................................................... 81.3.2 Urgensi .......................................................................................... 9

1.4 Struktur dan Saran Cara Menggunakan Buku ini .................... 101.4.1 Struktur Buku ............................................................................101.4.2 Cara Menggunakan Buku ini .................................................11

Tinjauan Literatur ................................................................................. 152.1 Pendekatan untuk Tinjauan Literatur ........................................... 15

2.1.1 Pengantar Systematic Literature Review ...........................152.1.2 Implementasi Systematic Literature Review ...................19

2.2 Hasil Sytematic Literature Review ................................................. 22

Pengantar Manajemen Aset berbasis Seri ISO 55000 ......................... 313.1 Manajemen Aset .................................................................................. 323.2 Manajemen Aset di sebuah organisasi .......................................... 34

3.2.1 Peran manajemen aset di sebuah organisasi ...................343.2.2 Bagaimana memulai implementasi manajemen aset ....37

3.3 House of Asset Management ............................................................. 433.4 Sistem Manajemen Aset dan ISO 55001 ........................................ 473.5 Self Assessment Methodology Plus .................................................. 50

Model Konseptual Manajemen Aset .................................................... 574.1 Asset Management Strategy & Planning ........................................ 604.2 Asset Management Decision Making .............................................. 61

Page 12: Framework Peningkat Kinerja

xii

4.3 Organisation and People Enabler .................................................... 634.4 Asset Lifecycle Delivery ..................................................................... 644.5 Asset Knoweledge Enabler ................................................................ 654.6 Risk and Review ................................................................................... 66

Pengantar Manajemen Risiko berbasis ISO 31000 .............................. 695.1 Definisi Risiko ....................................................................................... 705.2 Manajemen Risiko ............................................................................... 715.3 Asset-Related Risk Management ...................................................... 76

Framework Peningkatan Kinerja Sistem Manajemen Aset ............... 836.1 Metodologi ............................................................................................. 836.2 Framework Usulan untuk peningkatan kinerja Sistem Manajemen Aset .................................................................................. 86

6.2.1 Tahap asesmen awal................................................................876.2.2 Tahap identifikasi gap .............................................................896.2.3 Tahap penilaian risiko ............................................................946.2.4 Tahap perlakuan risiko .........................................................101

Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus ............................. 1077.1 Tahap Penilaian awal ....................................................................... 1077.2 Tahap Identifikasi Gap ..................................................................... 1097.3 Tahap Penilaian Risiko ..................................................................... 111

7.3.1 Analisis akar masalah pada risiko RM01 .........................1147.3.2 Analisis akar masalah pada risiko AI03 ...........................1157.3.3 Akar Masalah Risiko pada AM03 ........................................115

7.4 Tahap Perlakuan Risiko ................................................................... 1197.5 Pembahasan Studi Kasus ................................................................ 120

Penutup ................................................................................................. 1238.1 Kesimpulan .......................................................................................... 1238.2 Saran .................................................................................................... 124

Daftar Pustaka ...................................................................................... 125

Glosari ................................................................................................... 131

Indeks .................................................................................................... 133

Page 13: Framework Peningkat Kinerja

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Fase- fase di dalam tahap- tahap Systematic Literature Review ................................................................................................... 16Tabel 3.1. Penjelasan Pembobotan Tingkat Kematangan .......................... 52Tabel 6.1. Cacah Pertanyaan di tiap Klausul dalam Self Assessment Methodology Plus. ........................................................ 90Tabel 6.2. Contoh rubrik tingkat kemungkinan risiko ................................. 98Tabel 6.3. Contoh rubrik tingkat dampak risiko ............................................ 98Tabel 7.1. Daftar Narasumber untuk wawancara dan hasilnya .............108Tabel 7.2. Tingkat kematangan sistem manajemen aset yang berhubungan dengan Manfaat Manajemen Aset ....................111Tabel 7.3. Hasil indentifikasi risiko berdasarkan kriteria manfaat manajemen aset. ...............................................................................112Tabel 7.3. Hasil indentifikasi risiko berdasarkan kriteria manfaat manajemen aset. ...............................................................................113Tabel 7.5. Usulan strategi mitigasi risiko AI03 .............................................118Tabel 7.6. Usulan strategi mitigasi risiko AM03 ...........................................119

Page 14: Framework Peningkat Kinerja

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Perbedaaan cakupan dalam manajemen aset ..........................5Gambar 2.1. Simplified Systematic Literature Review oleh Wilson et al. (2017) ......................................................................................18Gambar 2.2. Diagram Systematic Literature Review untuk Penelitian ini .......................................................................................................20Gambar 2.3. Hasil Pencarian pada search term pertama ...........................23Gambar 2.4. Hasil Pencarian pada search term kedua ................................26Gambar 2.5. Hasil Pencarian pada search term ketiga ................................27Gambar 3.1. Perusahaan Pertama Tersertifikasi ISO 55001:2014 di NZ (Unison, 2018) .....................................................................31 Gambar 3.2. Ilustrasi Grey Cloud Antara Rencana Strategis Organisasi dan Operasional Aset ...................................................................36Gambar 3.3. Peran Manajemen Aset Menjembatani antara Rencana Strategis Organisasi dan Operasional Aset ............................38Gambar 3.4. Matriks komplesitas dan kekritisan aset .................................39Gambar 3.5. 10 langkah manajemen aset .......................................................41Gambar 3.6. Metode dan alat yang digunakan di tiap langkah manajemen aset ............................................................................42Gambar 3.7. Hubungan 10 langkah manajemen aset dengan the five core questions of asset management.........................................43Gambar 3.8. House of Asset Management (HAM) v.1 ....................................43Gambar 3.9. ISO 55001 dalam skema PDCA ....................................................48Gambar 3.10. Level Tingkat Kematangan (dari The Instistute of Asset Management (2015) ..........................................................51Gambar 3.11. Tampilan Assessment Form SAM+ ..........................................54Gambar 3.12. Tampilan Hasil Assessment SAM+ ...........................................55Gambar 4.1. The Conceptual Model of Asset Management (adopted from The Instistute of Asset Management (2015) .................58Gambar 4.2. Subyek- subyek dalam keenam group di manajemen aset (Sumber: The Instistute of Asset Management (2015) .....................................................................60

Page 15: Framework Peningkat Kinerja

xv

Gambar 5.1. Hubungan ketiga aspek utama manajemen risiko (ISO, 2009) .......................................................................................71Gambar 5.2. Kerangka kerja manajemen risiko dan klausulnya (ISO, 2009) .......................................................................................75Gambar 5.3. Proses Manajemen Risiko (ISO, 2009) ......................................76Gambar 6.1. Diagram alir penelitian ................................................................85Gambar 6.2. Framework usulan untuk peningkatan kinerja sistem manajemen aset ............................................................................88Gambar 6.3. Referensi manfaat manajemen aset ke klausul ISO 55001 .................................................................................................89Gambar 6.4. Tampilan klausul 7.2 di dalam aplikasi Self Assessment Methodology Plus ..........................................................................94Gambar 6.5. Contoh Peta Risiko .........................................................................97Gambar 6.6. Contoh diagram tulang ikan untuk analisis risiko ...............99Gambar 6.7. Contoh diagram Pareto untuk analisis risiko ...................... 100Gambar 6.8. Diagram alir proses perlakuan risiko ................................... 102Gambar 7.1. Radar Chart Tingkat Kematangan Keseluruhan Divisi .... 109Gambar 7.2. Peta Risiko Divisi Perangkat Tukar ....................................... 114Gambar 7.3. FTA untuk risiko RM01 ............................................................. 115Gambar 7.4. FTA untuk risiko AI03 ................................................................ 116Gambar 7.5. FTA untuk Risk Event AM03 ................................................... 116Gambar 7.6. Estimasi posisi risiko setelah dilakukan mitigasi ............. 120

Page 16: Framework Peningkat Kinerja
Page 17: Framework Peningkat Kinerja

Pendahuluan 1

1

Pendahuluan

1.1 Mengapa Manajemen Aset?

Saat ini manajemen aset adalah sebuah keharusan bagi sebuah organisasi yang mempunyai aset yang kompleks dan atau aset yang kritis. Komplesitas aset dapat dilihat dari sisi kuantitas dan kualitas dari aset yang dimiliki organisasi. Sebuah perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa yang besar atau sebuah perusahaan manufaktur dengan tingkat produksi yang tinggi bisa dijadikan contoh organisasi yang mempunyai aset yang kompleks. Organisasi- organisasi tersebut mempunyai aset dengan komplesitas tinggi karena secara kuantitas jumlah asetnya besar seperti gedung, peralatan komputer dan IT, alat komunikasi, kendaraan, mesin, AC, furniture, dan sebagainya, yang jumlahnya bisa ratusan bahkah ribuan unit. Kekritisan aset merupakan tingkat risiko aset di sebuah organisasi sehingga semakin tinggi kontribusi risiko aset terhadap organisasi maka akan semakin kritis aset tersebut. Bisa jadi aset yang kritis namun secara kuantitas tidak begitu kompleks, tetapi jika ada ada kerusakan atau kecelakaan yang berhubungan dengan aset tersebut maka organisasi akan mengalami kerugian yang besar. Sebagai contoh, di beberapa negara perusahaan gas mendistribusikan gas ke industri atau rumah tangga langsung melalui pipa- pipa yang disambungkan hingga ke konsumen akhir. Secara jenis aset mungkin tidak terlalu banyak, semisal hanya pipa dengan berbagai ukuran, valve, pompa dan sebagainya. Namun jika terjadi kegagalan sistem, maka kerugian perusahaan bisa sangat besar. Kegagalan sistem dalam kasus ini bisa berupa kebocoran pipa gas yang menimbulkan bencana. Organ-isasi yang masuk ke kriteria ini sudah seharusnya mengimplementasikan sistem manajemen aset. Lalu bagaimana organisasi yang mempunyai aset yang masuk ke kedua kriteria tersebut?

Page 18: Framework Peningkat Kinerja

2 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Sebuah organisasi yang memiliki aset yang kompleks dan sekaligus kritis, seharusnya sudah mengimplementasikan sistem manajemen aset di tingkat korporat. Organisasi yang memiliki aset dengan kriteria hanya kompleks saja atau kritis saja, bisa menerapkan sistem manajemen aset secara parsial misalnya di tingkat departemen. Namun jika kriteria asetnya sudah kompleks dan kritis maka sistem manajemen aset harus diimplementa-sikan di tingkat yang lebih tinggi yaitu di tingkat korporat. Sebagai contoh, ada sebuah perusahaan milik negara yang mempunyai 6 pabrik (plant) yang menghasilkan produk yang berbeda. Data dari perusahaan tersebut menunjukkan bahwa ada salah satu plant yang mempuyai opportunity lost yang tinggi yang disebabkan karena shutdown. Sehingga manajemen memutuskan untuk mengimplementasikan sistem manajemen aset di plant itu saja. Contoh lain misalnya sebuah perusahaan tambang minyak bumi yang mempunyai rantai pasok mulai dari hulu ke hilir. Bisa dibayangkan komplesitas dan kekritisan aset yang dimiliki sehingga seharusnya penge-lolaan aset sudah masuk ke tingkat korporat dan tidak hanya di salah satu unit organisasinya saja. Hal ini yang dilakukan kementrian BUMN di Pertamina seperti yang disajikan oleh Iskana (2017)

Seringkali muncul pertanyaan “bagaimana jika organisasi saya tidak menerapkan sistem manajemen aset?”. Jawaban dari pertanyaan itu dapat dilihat dari kondisi aset organisasi itu sendiri. Jika aset organisasi tersebut tidak memenuhi salah satu kriteria sebagai aset yang kompleks atau kritis, maka implementasi manajemen aset akan menimbulkan pengeluaran yang tidak diperlukan (unnecessary cost). Unnecessary cost ini tentu akan dibebankan ke dalam biaya tidak langsung dalam pembuatan barang atau penyediaan jasa sehingga harga pokok produksi akan menjadi lebih tinggi dan bisa jadi membuat barang atau jasa yang dihasilkan tidak kompetitif dari segi harga. Namun jika organisasi mempunyai aset yang masuk ke dalam kriteria kompleks atau kritis atau keduanya, dan tidak mengimplementasikan manajemen aset maka dapat berujung pada besarnya risiko yang harus dihadapi oleh organisasi. Risiko ini bisa berupa opportunity lost, risiko yang behubungan dengan rantai pasok, risiko kecelakaan kerja, risiko lingkungan, risiko finansial, kehilangan pelanggan dan sebagainya. Pemaparan lebih jauh mengenai hal ini akan dibahas di Bab 3 tentang Pengantar Manajemen Aset berbasis Seri ISO 55000.

Page 19: Framework Peningkat Kinerja

Pendahuluan 3

1.2 Mengapa harus Menerapkan Sistem Manajemen Aset?

Kegagalan atau low maturity dalam implementasi sistem manajemen aset bagi organisasi yang seharusnya menerapkan sistem ini dapat mengaki-batkan kerugian besar bagi organisasi, baik yang bersifat finansial atau non-finansial. Implementasi manajemen aset mempunyai berbagai manfaat bagi organisasi. Contoh- contoh manfaat implementasi dari manajemen aset sudah dibahas di dalam artikel yang disampaikan oleh Roda and Garetti (2015), Zhang, Crawley, and Kane (2015), dan Alsyouf, Alsuwaidi, Hamdan, and Shamsuzzaman (2018). Roda and Garetti (2015) menyatakan bahwa implementasi manajemen aset dapat meningkatkan nilai ekonomis dari aset fisik. Zhang et al. (2015) berpendapat bahwa dengan implementasi manajemen aset dapat meningkatkan tingkat pelayanan kepada konsumen serta dapat menterjemahkan tingkat pelayanan dan nilai konsumen ke dalam proses pengambilan keputusan. Pembahasan lebih detil tentang manfaat implementasi manajemen aset dibahas oleh Alsyouf et al. (2018). Mereka juga melakukan survey terhadap beberapa perusahaan di Uni Emirat Arab untuk melihat dampak dari impelementasi manajemen aset di perusahaan mereka dan hasilnya menunjukkan bahwa implementasi manajemen aset dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara umum. Dari artikel- artikel yang dibahas tersebut dapat ditarik sebuah hipotesis bahwa secara umum implementasi manajemen aset dapat meningkatkan manfaat kompetitif (competitive advantage) bagi organisasi.

Manfaat implementasi manajemen aset dibahas lebih detil di dalam seri ISO tentang manajemen aset. Pada tahun 2014, International standard Organisation (ISO) mengeluarkan seri ISO tentang sistem manajemen aset yang terdiri dari:

1. ISO 55000 : Overview, principles and terminology2. ISO 55001 : Management systems — Requirements3. ISO 55002 : Management systems — Guidelines for the application of

ISO 55001Di dalam ISO 55000, dicantumkan sembilan manfaat yang dapat diperoleh dari hasil implementasi manajemen aset bagi organisasi. Namun manfaat- manfaat tersebut tidak hanya terbatas pada yang tercantum di dalam dokumen ISO 55000 saja. Manfaat- manfaat tersebut antara lain adalah :

Page 20: Framework Peningkat Kinerja

4 Framework Peningkat Kerja Sistem...

1. improved financial performance: dapat meningkatkan pengembalian investasi dan pencapaian penghematan biaya, dengan tetap mempertahankan nilai aset dan tanpa mengorbankan realisasi tujuan organisasi jangka pendek atau jangka panjang;

2. informed asset investment decisions: memungkinkan organisasi untuk meningkatkan proses pengambilan keputusan dan menyeimbangkan biaya, risiko, peluang, dan kinerja secara efektif;

3. managed risk: dapat mengurangi kerugian finansial, meningkatkan kesehatan dan keselamatan (heath and safety), goodwill dan reputasi, meminimalkan dampak lingkungan dan sosial yang dapat mengakibatkan berkurangnya liabilitas seperti premi asuransi, denda dan penalti;

4. improved services and outputs: memastikan kinerja aset dapat mengarah pada peningkatan layanan atau produk yang secara konsisten memenuhi atau melampaui harapan pelanggan dan pemangku kepentingan;

5. demonstrated social responsibility: meningkatkan kemampuan organisasi untuk, misalnya, mengurangi emisi, melestarikan sumber daya dan beradaptasi dengan perubahan iklim, memungkinkannya untuk menunjukkan praktik dan pengelolaan bisnis yang bertanggung dan beretika;

6. demonstrated compliance: secara transparan dapat menenuhi atau sesuai dengan persyaratan hukum, perundang-undangan dan peraturan, serta mematuhi standar, kebijakan, dan proses manajemen aset, dapat memungkinkan mendemonstrasikan kepatuhan terhadap peraturan;

7. enhanced reputation: melalui peningkatan kepuasan pelanggan, kesadaran pemangku kepentingan dan kepercayaan diri;

8. improved organizational sustainability: Secara efektif mengelola efek jangka pendek dan jangka panjang, pengeluaran dan kinerja, dapat meningkatkan keberlanjutan operasi dan organisasi;

9. improved efficiency and effectiveness: meninjau dan memperbaiki proses, prosedur dan kinerja aset dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas, dan pencapaian tujuan organisasi.

Page 21: Framework Peningkat Kinerja

Pendahuluan 5

Sembilan manfaat di atas adalah manfaat dari implementasi manajemen aset menurut ISO 55000. Namun perlu diingat bahwa manajemen aset berbeda dengan sistem manajemen aset. Defini manajemen aset menurut ISO 55000 adalah “coordinated activity of an organisation to realise value from asset” (aktivitas yang terkoordinasi dari sebuah organisasi untuk merelisasikan nilai dari aset). Sedangkan sistem manajemen aset adalah “set of interrelated or interacting elements to establish asset management policy, asset management objetives and processes to achieve those objec-tives” (kumpulan elemen- elemen yang saling berhubungan atau berint-eraksi untuk menetapkan kebijakan manajemen aset, tujuan manajemen aset serta proses- proses untuk mencapai tujuan tersebut). Sehingga sistem manajemen aset adalah elemen- elemen di organisasi dan inter-aksinya yang bisa berupa kumpulan prosedur untuk menentukan tujuan manajemen aset, membuat kebijakan dan proses- proses (termasuk aktivitas) yang berhubungan dengan manajemen aset. Atau dengan kata lain sistem manajemen aset adalah implementasi dari manajemena aset di dalam sebuah organisasi. Detil dari perbedaan ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Perbedaaan cakupan dalam manajemen aset

Seperti yang terlihat pada Gambar 1.1, bahwa dalam sebuh organ-isasi cakupan terluar adalah managing the organisation (pengelolaan organisasi). Pengelolaan organisasi ini mencakup pengelolaan semua

Page 22: Framework Peningkat Kinerja

6 Framework Peningkat Kerja Sistem...

sumberdaya organisasi. Pengeloaan organisasi dapat terdiri dari beberapa bagian manajemen atau sub-manajemen, seperti misalnya: manajemen keuangan, manajemen sumber daya manusia, manajemen pemasaran, manajemen operasi, manajemen kualitas, dan sebagainya. Manajemen aset adalah salah satu bagian dari sub-manajemen pengelolaan organ-isasi ini. Sehingga di dalam Gambar 1.1 terlihat bahwa manajemen aset berada di dalam lingkaran managing the organisation. Untuk menfor-malkan implementasi manajemen aset di dalam sebuah organisasi diper-lukan sebuah sistem yang kemudian disebut dengan sistem manajemen aset dimana sistem manajemen aset ini akan mengelola sekumpulan aset yang masuk ke dalam asset portofolio. Asset portofolio adalah “assets that are within the scope of asset management system” (aset- aset yang berada di dalam cakupan sistem manajemen aset). Dari definisi ini dapat disim-pulkan bahwa tidak semua aset organisasi harus dimasukkan proses pengelolaannya di dalam sistem manajemen aset. Sebagai contoh, misalnya kembali ke kasus perusahaan milik negara di sub bab 1.1, yang mempunyai 6 pabrik yang independen satu sama lain. Artinya masing- masing pabrik menghasilkan produk yang berbeda. Dari laporan kinerja masing- masing pabrik, perusahaan dapat melihat pabrik mana yang mempunyai kinerja yang kurang memuaskan. Setelah diinvestigasi lebih lanjut ternyata hal ini disebabkan karena seringnya terjadi unplanned shutdown yang menye-babkan besarnya kerugian kehilangan kesempatan (opportunity lost). Dengan berbagai berbagai pertimbangan, organisasi boleh hanya mener-apkan sistem manajemen aset berbasis ISO 55001 hanya di salah satu pabrik tersebut.

Dari definisi manajemen aset menurut ISO 55000, tujuan implementasi manajemen aset adalah untuk merelisasikan nilai dari aset organisasi. Sehingga fokus dari manajemen aset bukan pada aset itu sendiri namun fokusnya adalah bagaimana mengelola aset sedemikian hingga aset dapat secara optimal memberikan nilai bagi organisasi seperti yang diharapkan para stakeholder (pemangku kepentingan). Proses realisasi nilai dari aset ini dapat dilakukan dengan menyimbangkan kinerja aset yang diharapkan dengan risiko serta biaya yang mungkin muncul di dalam lini masa yang ditentukan. Proses menyeimbangkan aspek- aspek ini tidak bisa dilakukan hanya oleh satu bagian di dalam organisasi namun harus antardepartemen

Page 23: Framework Peningkat Kinerja

Pendahuluan 7

dan multidisiplin. Proses ini juga kadang menimbulkan konflik antarde-partemen dan jika tidak dikelola secara baik akan menyebabkan kegagalan sistem manajemen aset secara keseluruhan. Penyebab utama dari konflik ini adalah karena masing- masing departemen memiliki KPI (key perfor-mance indicator) yang harus mereka capai. Proses menyeimbangkan aspek- aspek tadi bisa secara langsung atau tidak langsung dapat mempen-garuhi kinerja KPI mereka. Sebagai contoh, di dalam proses penerapan KPI, kinerja aset secara umum diterjemahkan ke dalam variabel KPI keandalan (reliability) dan melekat atau menjadi domain dari departemen perawatan (maintenance) dan aspek biaya biasanya masuk ke dalam domain depar-temen purchasing atau finance. Di beberapa kasus, terjadi untuk menjaga kinerja aset, departemen perawatan mengajukan biaya perawatan dan penggantian suku cadang yang mahal dan hanya memperhatikan aspek kinerja tanpa melihat aspek biaya. Di sisi lain, seringkali juga terjadi di purchasing membeli suku cadang substitusi dengan spesifikasi yang sama namun dengan harga yang lebih murah tanpa memperhatikan aspek kualitas dan dampaknya terhadap kinerja aset. Contoh lain, pengambilan keputusan kapan masin harus berhenti untuk dilakukan perawatan karena diindikasikan mesin sedang bermasalah. Departemen produksi ingin mesin tetap jalan karena KPI mereka output produksi sangat ketat. Di sisi lain departemen perawatan ingin mesin berhenti sekarang untuk dirawat karena pertimbangan jika mundur maka akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah. Konflik- konflik seperti ini harus dikelola dengan baik dan bijaksana untuk menghindari adanya barisan sakit hati di kemudian hari. Contoh- contoh konflik yang berhubungan dengan aset tersebut dapat dibantu penyelesaiannya dengan pendekatan manajemen aset. Lebih detil mengenai contoh konflik di dalam organisasi dalam rangka menyeim-bangkan aspek kinerja, risiko dan biaya dan proses penyelesaiannya dapat dilihat di dalam artikel yang berjudul “Derivation of Life Cycle Cost Model for Selecting Optimum Decisions in Engineering Asset Management” oleh Cahyo (2018a). Sehingga perlu digarisbawahi sekali lagi bahwa manajemen aset ini adalah salah satu disiplin yang dapat melibatkan banyak disiplin yang lain atau multidisiplin karena harus menyeimbangkan aspek biaya, kinerja, dan risiko.

Page 24: Framework Peningkat Kinerja

8 Framework Peningkat Kerja Sistem...

1.3 Kebaruan dan Urgensi

1.3.1 KebaruanDari pembahasan mengenai manfaat implementasi manajemen aset di subbab 1.2, dapat dibuat sebuah sintesis bahwa perusahaan yang mempunyai aset yang kompleks dan atau kritis disarankan untuk mengim-plementasikan manajemen aset di lingkungan organisasinya secara matang untuk dapat menikmati manfaatnya dan menghindari kerugian yang tidak diharapkan. Berdasarkan penelitian oleh Alsyouf et al. (2018) bahwa dengan mengimplementasikan manajemen aset maka akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini didasarkan pada survey yang dilakukan pada perusahaan- perusahaan di Uni Emirat Arab. Sehingga hal ini mengarah ke dalam satu hipotesis tentang bagaimana meningkatkan kinerja manajemen aset itu sendiri yang akhirnya akan merujung kepada peningkatan kinerja perusahaan secara umum? Fokus dari buku ini adalah mendesain sebuah framework yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja sistem manajemen aset di sebuah organisasi dengan mengga-bungkan pendekatan ISO 55001 dan ISO 31000. Seperti diketahui bahwa ISO 55001 adalah salah satu seri ISO tentang sistem manajemen aset yang berisi hal- hal yang harus dipenuhi jika sebuah organisasi akan mener-apkan dan atau ingin tersertifikasi sistem manajemen asetnya. Sedangkan ISO 31000 adalah standar internasional tentang manajemen risiko. Framework ini diharapkan dapat digunakan baik oleh praktisi di bidang manajemen aset, pengambil keputusan di organisasi yang mempunyai aset yang kompleks atau kritis, atau oleh peneliti dan akademisi yang tertarik di dalam bidang majemen aset. Hingga saat ini, dari hasil tinjauan yang dilakukan belum ada penelitian atau publikasi yang fokus ke pembuatan desain usulan framework peningkatan kinerja manajemen aset yang bedasarkan penggabungan dua standar internasional tersebut. Ini adalah kebaruan yang diklaim di dalam buku ini.

Kebaruan adalah salah satu indikator utama dari sebuah karya. Proses mencari, menentukan dan mengklaim kebaruan yang disampaikan di dalam buku ini dilakukan dengan metode tinjauan literatur yang menggu-nakan metode Systematic Literature Review. Berdasarkan pemaparan di subbab 1.2 bahwa terdapat setidaknya sembilan manfaat yang dapat diperoleh sebuah organisasi yang mengimplementasikan manajemen aset. Maka di dalam proses Systematic Literature Review nanti akan dicari

Page 25: Framework Peningkat Kinerja

Pendahuluan 9

artikel- artikel yang berhubungan dengan proses peningkatan kinerja manajemen aset serta alat, metode dan pendekatan apa saja yang sudah digunakan dalam proses peningkatan kinerja ini. Detil mengenai proses tinjauan literatur untuk mencari kebaruan penelitian di dalam buku ini serta hasil yang diperoleh akan dibahas di Bab 2. Namun secara ringkas dapat disampaikan bahwa dari hasil yang diperoleh melalui proses Systematic Literature Review di Bab 2, belum ditemukan artikel publikasi yang membahas mengenai pembuatan framework untuk peningkata kinerja sistem manajemen aset yang berbasis ISO 55001 dan ISO 31000. Sehingga dari hasil proses Systematic Literature Review yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kebaruan penelitian ini adalah pada pembuatan desain framework berdasarkan ISO 55001 dan ISO 31000 untuk mening-katkan kinerja sistem manajemen aset.

1.3.2 UrgensiSeri ISO 55000 baru diterbitkan oleh ISO pada tahun 2014 dan baru diadopsi oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional) menjadi seri SNI ISO 55000 lima tahun kemudian atau pada tahun 2019. Sehingga perusahaan dan organ-isasi di Indonesia sangat membutuhkan sumber informasi mengenai bagaimana implementasi dan perbaikan kinerja sistem manajemen aset. Untuk implementasi ISO 55001, nampaknya sebagaian besar perusahaan tidak akan mendapatkan kendala karena mereka sudah terbiasa dengan implementasi seri ISO yang lain serta sudah ada beberapa best practice yang bisa dicontoh dari perusahaan lainnya. Namun mereka dihipote-siskan akan menghadapi kendala pada sisi peningkatan kinerja supaya dapat mencapai sertfifikasi. Sekali lagi, berdasarkan data hasil Systematic Literature Review bahwa hingga saat ini belum ada sebuah artikel publikasi yang mengusulkan metode yang baku dan implementatif dalam rangka meningkatkan kinerja sistem manajemen aset ini, sehingga kebutuhan baik yang bersifat praktis dari industri atau perusahaan atau yang bersifat akademis sebagai bahan kajian untuk perbaikan belum tersedia. Hal ini membuat penelitian ini sangat perlu untuk dilakukan.

Dari hasil Systematic Literature Review diindikasikan bahwa sudah ada banyak artikel yang mengusulkan tentang peningkatan kinerja sistem manajemen aset, tetapi artikel artikel tersebut masih mengajukan usulan peningkatan kinerja secara parsial dan belum dalam cakupan manajemen

Page 26: Framework Peningkat Kinerja

10 Framework Peningkat Kerja Sistem...

aset, atau dengan kata lain hanya berfokus pada peningkatan kinerja sub sistem manajemen aset seperti pada peningkatan kinerja sistem perawatan, keuangan dan sebegainya seperti yang disampaikan oleh Roda and Garetti (2015), Zhang et al. (2015) dan Flynn and Vlok (2015). Kondisi ini mendukung urgensi untuk dilakukan penelitian tentang pemban-gunan model atau framework peningkatan kinerja sistem manajemen aset dan jika framework yang diusulkan berdasarkan ISO 55001 akan sangat membantu pihak industri atau peneliti di bidang ini.

1.4 Struktur dan Saran Cara Menggunakan Buku ini

1.4.1 Struktur BukuBuku ini ditulis dan dibagi ke dalam delapan bab. Ringkasan ketujuh bab berikutnya di dalam buku ini dapat disampaikan sebagai berikut:

1. Tinjauan Literatur : di dalam bab ini disajikan tinjauan literatur untuk menentukan originalitas dari framework yang diusulkan di dalam buku ini. Proses tinjauan pustaka yang dilakukan menggunakan pendekatan Systematic Literature Review. Hasil dari Systematic Literature Review yang dilakukan menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ditemukan penelitian untuk mendesain sebuah framework untuk meningkatkan kinerja sistem manajemen aset berbasis ISO 55001 berdasarkan pendekatan manajemen risiko berbasis ISO 31000.

2. Pengantar Manajemen Aset berbasis Seri ISO 55000 : bagi yang ingin mengetahui lebih jauh tetang manajemen aset berbasis ISO 55000 maka disarankan untuk membaca bab ini secara utuh. Memang bab ini belum memberikan seluruh informasi tentang manajemen aset namun dengan membaca bab ini sudah cukup memberikan gambaran singkat tentang pentingnya manajemen aset, menentukan apakah suatu organisasi perlu menerapkan manajemen aset, bagaimana langkah- langkah implementasinya. Di dalam bab ini juga diperkenalkan tentang House of Asset Management serta Sistem Manajemen aset berbasis ISO 55001 dan cara mengukur kematangan dengan Self Assessment Methodology Plus

3. Model Konseptual Manajemen Aset : Lebih jauh tentang aset manajemen akan dibahas di dalam bab ini khususnya tentang model

Page 27: Framework Peningkat Kinerja

Pendahuluan 11

konseptual dari manajemen aset menurut The Institute of Asset Management. Model ini terdiri dari enam group dan tiga puluh sembilan subyek yang akan dibahas lebih detil.

4. Pengantar Manajemen Risiko berbasis ISO 31000: di dalam bab ini diperkenalkan dasar- dasar manajemen risiko dan bagaimana manajemen risiko berbasis Kinerja. Karena di dalam buku ini akan dipersempit ke dalam risiko yang berhubungan dengan aset maka ada satu bagian khusus di dalam bab ini yang membahas tentang manajemen aset yang berhubungan dengan aset.

5. Framework Peningkatan Kinerja Sistem Manajemen Aset: bab ini dimulai dengan pembahasan tentang metode yang diaplikasikan dalam pembuatan framework untuk meningkatkan kinerja sistem manajemen aset. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai framework yang diusulkan dan detil langkah- langkah di dalamnya.

6. Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus, framework yang sudah dibangun di bab 6 kemudian diaplikasikan ke dalam sebuah studi kasus yang pembahasan lebih detil dapat ditemukan di bab ini. Studi kasusnya memuat langkah- langkah implementasi frameworknya beserta hasil yang diperoleh. Hasilnya menunjukkan bagaimana framework ini dapat diimplementasikan dengan sukses.

7. Penutup : bab ini berisi kesimpulan yang merupakan puncak dari analisis dan pembahasan dari permasalahan yang disampaikan di bab 1. Beberapa rekomendasi juga disampaikan untuk dapat dilanjutkan bagi para peneliti dan praktisi untuk perbaikan ke depan.

1.4.2 Cara Menggunakan Buku iniBuku ini disajikan tidak hanya untuk akademisi sebagai referensi untuk penelitian, namun buku ini juga bisa dijadikan sebagai sebuah panduan untuk meningkatkan kinerja sistem manajemen aset bagi para praktisi dan manajer di bidang ini. Sehingga, jika Anda mempunyai cukup waktu untuk membaca maka disarankan untuk membaca buku ini secara berurutan mulai dari bab 1 dan seterusnya hingga selesai. Tetapi jika Anda mempunyai waktu yang terbatas atau ingin melakukan quick read yang optimal maka Anda dapat memilih beberapa alternatif sebagai berikut:

Page 28: Framework Peningkat Kinerja

12 Framework Peningkat Kerja Sistem...

a. Jika Anda seorang praktisi di industri dan sudah mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang cukup tentang manajemen aset dan manajemen risiko, maka Anda bisa langsung mulai dari bab 6 tentang Framework Peningkatan Kinerja Sistem Manajemen Aset dan kemudian dilanjutkan ke studi kasusnya di bab 7 yaitu tentang Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus. Kemudian Anda dapat membaca lagi mulai dari bab 1 secara berurutan.

b. Jika Anda seorang praktisi di industri dan sudah mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang cukup tentang salah satu manajemen yang digunakan di dalam buku ini yaitu manajemen aset dan manajemen risiko, maka Anda bisa langsung mulai dari bab yang membahas tentang satu bidang manajemen yang masih ingin dipelajari dan kemudian melanjutkan ke bab 6 tentang Framework Peningkatan Kinerja Sistem Manajemen Aset dan kemudian dilanjutkan ke studi kasusnya di bab 7 yaitu tentang Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus. Kemudian Anda dapat membaca lagi mulai dari bab 1 secara berurutan.

c. Jika Anda seorang praktisi di industri namun masih ingin mengetahui lebih banyak atau ingin memulai perjalanan untuk pengalaman dan pengetahuan tentang manajemen aset dan manajemen risiko, maka Anda bisa langsung mulai dari bab 3 tentang Pengantar Manajemen Aset berbasis Seri ISO 55000 dan bab 4 tentang Model Konseptual Manajemen Aset kemudian ke bab 5 tentang Pengantar Manajemen Risiko berbasis ISO 31000. Setelah itu Anda bisa mulai membaca bab 6 tentang Framework Peningkatan Kinerja Sistem Manajemen Aset dan kemudian dilanjutkan ke studi kasusnya di bab 7 yaitu tentang Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus. Kemudian Anda dapat membaca lagi mulai dari bab 1 secara berurutan jika sudah memungkinan.

d. Bagi peneliti atau akademisi yang ingin mengetahui lebih jauh tentang implementasi manajemen aset dan manajemen risiko Anda bisa mulai dari bab 7 tentang Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus.

e. Bagi peneliti dan akademisi yang tertarik tentang Systematic Literature Review dan implementasinya serta bagaimana penelitian- penelitian tentang peningkatan kinerja manajemen aset dan manajemen risiko, maka Anda bisa mulai dari bab 1 untuk melihat latar belakang dari

Page 29: Framework Peningkat Kinerja

Pendahuluan 13

penelitian ini dan kemudian ke bab 2 tentang Tinjauan Literatur. Jika ingin lebih jauh mengetahui bagaimana detil dari framework yang diusulkan ini dan langkah- langkah pembuatannya di bab 6 tentang Framework Peningkatan Kinerja Sistem Manajemen Aset dan implementasinya di 7 tentang Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus.

Page 30: Framework Peningkat Kinerja
Page 31: Framework Peningkat Kinerja

Tinjauan Literatur 15

2

Tinjauan Literatur

Bab Tinjauan Literatur ini dikhususkan bagi para pembaca yang menggu-nakan buku ini dalam rangka mendapatkan insight akademik mengenai literatur- literatur yang berhubungan dengan proses pembangunan framework terkait. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan bagi para praktisi untuk lebih memahami proses pembangunannya dalam koridor akademik. Dalam bab tinjauan literatur ini akan terbagi menjadi beberapa bagian, bagian pertama akan membahas mengenai pendekatan yang diper-gunakan dalam melakukan proses tinjauan literatur. Kemudian diikuti dengan analisis mengenai hasil tinjauan literatur yang sudah dilakukan.

2.1 Pendekatan untuk Tinjauan Literatur

Tinjauan literatur di dalam buku ini dilakukan untuk memastikan kebaruan atau originalitas dari penelitian yang dilakukan. Sudah banyak penelitian mengenai usulan metode, strategi, atau framework untuk meningkatkan kinerja dari sistem manajemen aset. Namun dihipotesiskan belum ada penelitian yang mendesain sebuah framework untuk peningkatan kinerja sistem manajemen aset yang menggunakan pendekatan ISO 55001 dan ISO 31000. Untuk memastikan bahwa klaim hipotesis dalam tinjauan pustaka ini terpenuhi maka akan dilakukan proses tinjuan pustaka dengan pendekatan Systematic Literature Review.

2.1.1 Pengantar Systematic Literature ReviewSystematic Literature Review adalah salah satu metode yang banyak digunakan oleh para peneliti dan penulis untuk mencari kebaruan, origi-nalitas atau gap penelitian berbasis tinjauan pustaka. Perlu disadari bahwa untuk mengembangkan rencana yang kuat dan terstruktur di dalam proses tinjauan literatur adalah sebuah tahap yang sangat penting dalam proses

Page 32: Framework Peningkat Kinerja

16 Framework Peningkat Kerja Sistem...

menemukan kebaruan penelitian. Di tahap ini, Systematic Literarure Review bisa berperan dengan optimal. Systematic Literature Review, sudah banyak digunakan di berbagai bidang, mulai dari kesehatan, teknologi, hingga sosial. Di antara luasnya area penelitian yang menggunakan Systematic Literature Review, beberapa contoh artikel yang dapat ditemukan antara lain adalah artikel- artikel yang disampaikan oleh Alsolai and Roper (2020), Burgers, Brugman, and Boeynaems (2019), Wilson, Arshed, Shaw, and Pret (2017) dan Tranfield, Denyer, and Smart (2003). Dalam penelitiannya, Tranfield et al. (2003) menyampaikan bahwa Systematic Literature Review mempunyai tiga tahap utama yaitu:

1. Planning the review,2. Conducting the review, 3. Reporting and disseminating.

Setiap tahap utama yang disampaikan oleh Tranfield et al. (2003) memiliki beberapa fase pendukungnya. Detail dari fase- fase pendukung di dalam setiap tahap yang diadopsi dari Tranfield et al. (2003) ditunjukkan di dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Fase- fase di dalam tahap- tahap Systematic Literature Review

No Tahap di Systematic Literature Review

Fase yang berhubungan

Phase 0 - Identification for the need for a reviewPhase 1 - Preparation of a proposal for a reviewPhase 2 - Development of a review protocolPhase 3 - Identification of researchPhase 4 - Selection of studiesPhase 5 - Study quality assessmentPhase 6 - Data extraction and monitoring progressPhase 7 - Data synthesisPhase 8 - The report and recommendationsPhase 9 - Getting evidence into practice

2 Conducting the review

3 Reporting and disseminating

1 Planning the Review

Page 33: Framework Peningkat Kinerja

Tinjauan Literatur 17

Tahap- tahap dan fase- fase Systematic Literature Review yang disampaikan oleh Tranfield et al. (2003) kemudian diadopsi oleh Wilson et al. (2017). Wilson et al. (2017) mengadopsi tahap- tahap literature review di dalam Tranfield et al. (2003) ke dalam format diagram yang menjadikannya lebih sederhana, applicable dan lebih mudah dipahami. Diagram tahap- tahap Systematic Literature Review di dalam Wilson et al. (2017) yang sudah disederhanakan tersaji di Gambar 2.1

Format yang disajikan pada Gambar 2.1 juga mempunyai tiga tahap yang mirip dengan tahap di Tranfield et al. (2003). Detil dari tahap- tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tahap pertama adalah tahap Planning the Review yang berisi aktivitas Setting the Research Objective (Merumusakan Tujuan Penelitian) dan Defining the Conceptual Boundaries (Menentukan batasan konseptual). Perlu diingat bahwa istilah research di sini mengacu ke hanya proses tinjuan literatur yang merupakan bagian penting dari riset mengenai pembuatan framework dan bukan riset yang menjadi payung dari proses tinjauan literatur.

2. Tahap kedua adalah tahap Conducting the Review. Di tahap ini penentuan incusion criteria untuk proses mencari literatur harus dilakukan. Kriteria inclusinya berisi antara lain adalah : (a) search boundaries yang berisi batasan proses pencarian yang bisa berisi misalnya asal database pencarian, indexing dan sebagainya, (b) seacrh terms, yang berisi antar lain kata- kata kunci dalam prose pencarian literatur, dan (c) cover period, yang digunakan untuk menentukan waktu atau periode publikasi literatur yang diharapkan. Tahap ini juga mencakup proses menerapkan exclusion criteria atau kriteria untuk memilih dan mensortir literatur, misalnya hanya literatur berbahasa Inggris, hanya sumber elektronik dan sebagainya. Dan yang terakhir adalah melakukan validasi pencarian.

3. Tahap ketiga adalah tahap Reporting and Dessiminating. Inti dari tahap ini adalah membangun analisis dan melaporkan hasil reviewnya. Pelaporan ini bisa berbentuk deskripsi secara langsung atau bisa juga berupa grafik.

Page 34: Framework Peningkat Kinerja

18 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Setting the Research Objective

Defining the Conceptual Boundaries

Applying Exclusion Criteria

Defining Search

Boundaries

Defining Cover Period

Defining Search Terms

Validating Search Result

Independent Data Coding

Validating Data Coding

Setting the inclusion criteria

STEP

1ST

EP 2

STEP

3

Gambar 2.1. Simplified Systematic Literature Review oleh Wilson et al. (2017)

Implementasi dari Systematic Literature Review di dalam penelitian ini akan dibahas di bab berikutnya.

Page 35: Framework Peningkat Kinerja

Tinjauan Literatur 19

2.1.2 Implementasi Systematic Literature Review

Di dalam bagian ini, akan dijabarkan proses Systematic Literture Review yang dilakukan di dalam penelitian ini. Secara umum, proses dari Systematic Literature Review yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2.2. Tahap- tahap Systematic Literature Review yang disajikan pada Gambar 2.2 diadopsi dari proses yang tersaji di Gambar 2.1. Penjelasan tahap demi tahap dari Gambar 2.2 adalah sebagai berikut:

1. Tahap pertama : Planning the review. Pada proses setting the research objective, diberikan dua kalimat tujuan penelitian yaitu:

a. Menemukan dan membandingkan metode- metode yang digunakan untuk meningkatkan kinerja dari sistem manajemen aset, dan

b. Menemukan penelitian tentang aplikasi Self Assessment Methodology Plus sebagai dasar untuk meningkatkan kinerja dari sistem manajemen aset.

Pada Defining Conceptual Boundaries, penelitian ini akan fokus hanya pada isu- isu yaitu:a. Bagaimana sistem manajemen aset ditingkatkan kinerjanyab. Bagaiman aplikasi manajemen risiko di dalam sistem

manajemen asetc. Bagaimana kemungkinan implementasi dari kombinasi Self

Assessment Methodology Plus dapat dikombinasikan dengan konsep ISO 31000 untuk meningkatkan kinerja dari sistem manajemen aset.

Page 36: Framework Peningkat Kinerja

20 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Setting the Research Objective:- Finding and comparing the methods used to improve the performance of asset management system.

- Finding the application of Self Assessment Methodology Plus as a basis to improve the performance of asset management system

Defining Conceptual Boundaries:- How asset management system is improved

- How risk management applied in asset management- How possible SAM+ on ISO 55001 is combined with the concept of ISO 31000 to improve the

performance of an asset management system

Search boundaries:- Google scholar data base

- Only research articles from journal, conference

proceeding, and book chapter.

Cover period:From 2015 to May 2020

Search Terms:- “asset management

performance”

- "self assessment methodology plus", “asset management”

- “Risk management” , “asset management” , “ISO 55001”

Applying the Exclusion Criteria:- Non English paper

- Non electronics articles- Not Patent nor citation

- Articles mentioning the word related to the search term but did investigate or use it in the research

Reporting:- Reporting the result of the review in writing only

STEP

1ST

EP 2

STEP

3

Validating the Search Result:It’s done by reading the paper too see the relevance with this research. Un-relevant articles are not

selected for the further process

Gambar 2.2. Diagram Systematic Literature Review untuk Penelitian ini

2. Tahap Kedua : Conducting the Review. Fokus utama dari tahap kedua ini adalah mengaplikasikan inclusion criteria dan exclusion criteria serta melakukan validasi dari hasil pencarian artikel. Di dalam fase mengaplikasikan inclusion criteria di dalam proses tinjuan literatur ini, terdapat tiga sub aktivitas yaitu:

Page 37: Framework Peningkat Kinerja

Tinjauan Literatur 21

a. Menentukan search bundaries, di mana dalam proses tinjuan literatur ini hanya akan mencari artikel di dalam data base Google Scholar. Alasan utamanya adalah pengindeks Googles Scholar mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan pegindeks lain. Selain itu artikel yang akan dijadikan materi tinjauan literatur ini adalah artikel riset yang dipublikasikan di dalam jurnal, prosiding seminar/konferensi, atau book chapter.

b. Menentukan Search Terms, search term mempunyai fungsi yang mirip dengan keyword di mesin pencari (search engine). Untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian, di dalam proses tinjuan pustaka ini akan digunakan tiga kombinasi search terms yaitu:

- “asset management performance” : ini adalah search term yang digunakan untuk mencari artikel-artikel yang mengandung kata “asset management performance”. Tujuan dari aplikasi search term ini adalah untuk mencari artikel tentang peningkatan kinerja sistem manajemen aset.

- “self assessment methodology plus”, “asset management”: dengan search term ini diharapkan akan diperoleh artikel- artikel yang mengimplementasikan self assesment methodology plus di sistem manajemen aset.

- “risk management” , “asset management” , “ISO 55001” : search term ini digunakan untuk mencari artikel- artikel yang mengaplikasikan manajemen risiko di sistem manajemen aset berbasis ISO 55001.

c. Menentukan Cover Period, untuk memberikan batasan tahun publikasi artikel maka diperlukan penentuan cover period. Hal ini juga berfungsi untuk menjamin kebaruan artikel yang akan ditinjua. Di dalam proses tinjauan literatur ini, artikel yang akan dipilih hanya dibatasi artikel- artikel yang terbit mulai tahun 2015 hingga bulan Mei 2020.

Fase kedua di tahap kedua Systematic Literature Review untuk tinjauan literatur ini adalah fase mengimplementasikan exclusion criteria. Fungsi dari exclusion criteria adalah sebagai penyeleksi paper yang akan ditinjau. Setelah implementasi dari inclusion criteria akan muncul berbagai macam

Page 38: Framework Peningkat Kinerja

22 Framework Peningkat Kerja Sistem...

paper yang perlu pensortiran lebih lanjut. Ada 3 exclusion criteria yang diterapkan di dalam proses tinjauan pustaka ini, yaitu:

- Non-English paper, paper yang bukan berbahas Inggris tidak akan digunakan untuk proses berikutnya.

- Non-Electronic article, untuk saat ini memang hampir semua artikel tentu sudah ada website atau sudah dapat diakses secara online. Namun kriteria ini dirasa masih perlu untuk diaplikasikan.

- Not Patent nor citation, artikel tentang paten dan kutipan tidak akan digunakan untuk proses selanjutnya.

- Articles mentioning the words in the search term but did not investigate or use it in the research, jika inclusion criteria diaplikasikan maka hal ini memungkinkan search term yang digunakan tidak bisa secara detil memilih apakah artikel tersebut hanya menyebut atau membahas secara detil term yang ada. Oleh karena itu masih diperlukan proses pemilihan artikel menggunakan exclusion criteria.

Fase terakhir di tahap ini adalah fase Validating the Search Result. Di dalam fase ini dilakukan proses pemilihan artikel- artikel yang relevan dengan proses tinjauan pustaka. Paper yang terpilih dibaca secara cepat untuk menentukan relevansinya. Artikel yang rendah atau tidak relevan akan disisihkan dari proses ini.

3. Tahap Ketiga : Reporting and Dessiminating. Karena kebutuhan utama dari tinjauan literatur dengan Systematic Literture Review di sini adalah untuk mendukung pernyataan kebaruan, maka proses reporting-nya akan difokuskan pada paragraf narasi untuk menunjukkan kebaruan dari tunjuan utama penelitian ini.

2.2 Hasil Sytematic Literature Review

Di dalam subbab ini akan disajikan hasil dari proses Systematic Liter-ature Review yang menggunakan pedoman yang ada di Gambar 2.2. Secara umum hasil dari Systematic Literature Review ini akan disajikan ke dalam tiga bagian yang masing- masing merepresentasikan tiga search terms di Gambar 2.2.

Untuk search term yang pertama adalah“asset management performance” : ini adalah search term yang digunakan untuk mencari artikel-artikel yang mengandung kata “asset management performance”. Tujuan dari aplikasi

Page 39: Framework Peningkat Kinerja

Tinjauan Literatur 23

search term ini adalah untuk mencari artikel tentang peningkatan kinerja sistem manajemen aset. Dari search term ini diperoleh 327 hasil dari google scholar seperti yang terlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Hasil Pencarian pada search term pertama

Informasi pada Gambar 2.3 perlu untuk disampaikan karena setiap hari bisa jadi ada ratusan atau ribuan artikel- artikel baru yang terindeks di google scholar sehingga jejak digital per periode waktu proses systematic literature review ini dilakukan perlu untuk disampaikan.

Karena keterbatasan fasilitas pencarian di google scholar, hasil ini baru hasil yang merepresentasikan cover period setelah 2015 saja dan belum merepresentasikan inclusion criteria yang lain yaitu paper yang hanya merupakan research articles dari jurnal, conference proceeding, dan book chapter namun masih ada hasil yang berasal dari skripsi sarjana, tesis magister atau desertasi doktor. Selain itu, hasilnya juga belum bisa menga-komodasi exclusion criteria seperti masih berisi artikel yang berbahasa selain Bahasa Inggris. Berangkat dari kondisi ini maka hasil yang ada kemudian di-screening secara manual untuk mencari artikel- artikel yang relevan. Kemudian dipilih 10 (sepuluh) yang paling relevan. Dan hasilnya menunjukkan bahwa di dalam prose peningkatan kinerja sistem manajemen aset secara umum dapat dibagi menjadi empat area yaitu:

a. peningkatan manajemen aset dari sisi peningkatan kinerja aset,b. peningkatan manajemen aset dari sisi pengurangan biaya aset atau

peningkatan keuntungan,

Page 40: Framework Peningkat Kinerja

24 Framework Peningkat Kerja Sistem...

c. peningkatan manajemen aset dari sisi pengurangan risiko atau mitigasi,

d. aspek- aspek lain diluar poin a hingga c.Dari area peningkatan manajemen aset dari sisi peningkatan kinerja aset diperoleh enam paper yang berhubungan yaitu paper yang ditulis oleh Roda and Garetti (2015), Thomasson and Sinha (2015), Green, Masschelein, Hodkiewicz, Schoenmaker, and Muruvan (2016), Chattopadhyay (2016), Zhang et al. (2015), dan Bopoto, Geddes, and Pinard (2019). Dari area yang kedua yaitu peningkatan manajemen aset dari sisi pengurangan biaya aset atau peningkatan keutungan diperoleh tiga paper yang berkaitan yaitu paper yang ditulis oleh Roda and Garetti (2015), Chattopadhyay (2016), dan Zhang et al. (2015). Paper yang berkaitan dengan peningkatan manajemen aset dari sisi pengurangan risiko atau mitigasi dapat dilihat dari paper- paper yang ditulis oleh Chattopadhyay (2016), dan Zhang et al. (2015). Ketiga area ini dibagi berdasarkan tiga aspek yang harus diseimbangkan di dalam implementasi manajemen aset yaitu aspek kinerja, biaya, dan risiko. Namun ada juga usaha untuk peningkatan kinerja manajamen aset yang tidak termasuk di dalam ketiga area yang ada sebelumnya namun jika hasilnya diimplementasikan, secara tidak langsung akan dapat mening-katkan kinerja manajemen aset, seperti paper- paper yang ditulis oleh Urmetzer, Parlikad, Pearson, and Neely (2015), Polimac and Polimac (2016), Lee, Park, and Kim (2015), dan Kriege, Jooste, and Vlok (2016). Keempat paper tersebut menghasilkan usulan framework atau strategi, yang jika diimplementasi di dalam sistem manajemen asset dihipotesiskan atau secara empiris sudah dibuktikan di dalam studi kasus yang ada di dalam papernya, dapat meningkatkan kinerja sistem manajemen asset.

Dari paper- paper yang dianalisis dari search term yang pertama ini diperoleh hasil yang beragam hasil mulai dari prediksi cashflow (Roda & Garetti, 2015), desain KPI (Thomasson & Sinha, 2015), strategi (Chatto-padhyay, 2016; Polimac & Polimac, 2016; Urmetzer et al., 2015), hingga framework (Bopoto et al., 2019; Green et al., 2016; Kriege et al., 2016; Lee et al., 2015). Karena tujuan dari proses tinjauan literatur ini adalah mencari originalitas dari framework yang diusulkan maka proses analisis hasil tinjauan literatur akan difokuskan pada hasil paper yang berupa framework. Framework yang dihasilkan oleh Green et al. (2016) merupakan framework gabungan antara framework untuk mengukur kinerja manajemen aset

Page 41: Framework Peningkat Kinerja

Tinjauan Literatur 25

dengan usulan objective oleh penulis. Sehingga framework yang ada di dalam penelitian ini secara umum hanya merupakan framework untuk mengukur kinerja manajemen aset saja dan belum memunculkan usulan strategi atau usulan yang perlu dilakukan setelah hasil pengukuranya diketahui. Selain itu, framework yang diusulkan di dalam artikel ini belum mengikutkan aspek manajemen risiko berbasis ISO 31000 di dalamnya. Di dalam artikel lain yang ditulis oleh Bopoto et al. (2019), sebuah framework untuk meningkatkan kinerja manajemen aset juga diusulkan. Namun framework yang diusulkan oleh Bopoto et al. (2019) sangat spesifik untuk melakukan monitoring kinerja Road Agency di area- area yang berada di luar kota (rural road). Di dalam penelitian ini, rural road dianggap sebagai asset yang perlu untuk dijaga kinerjanya oleh para road agency. Sehingga kinerja road agency tersebut perlu untuk dimonitor dalam rangka untuk menjaga kualitas dan kinerja dari rural road. Aspek lain yang menjadi perhatian juga adalah bahwa parameter- parameter yang disampaikan di dalam framework ini juga secara spesifik didesain untuk proses monitor-ingnya. Meski tidak disampaikan oleh penulis, namun dapat dihipote-siskan bahwa kemungkinan framework ini bisa dimodifikasi untuk dapat diaplikasikan ke dalam sistem asset yang lain seperti proses monitoring manajemen perawatan aset manufaktur yang dilakukan oleh kontraktor. Framework ini juga hanya berhenti hingga proses penilaian kinerja saja dan tidak sampai pada pembuatan usulan strateginya. Selain itu ISO 31000 juga tidak dimasukkan ke dalam frameworknya. Pola yang sama juga diperoleh dari hasil analisis dari paper yang ditulis oleh Lee et al. (2015) dan Kriege et al. (2016) yang berturut- turut mengusulkan framework untuk sustainable infrastructure asset management manual di Korea dan framework untuk membangun database karyawan yang berhubungan dengan proses penge-lolaan aset. Dari analisis hasil systematic literature review dengan search term yang pertama masih belum ditemukan framework seperti yang akan dibangun di dalam penelitian ini.

Untuk search term yang kedua menggunakan gabungan dua kata kunci yaitu “self assessment methodology plus” dan “asset management”. Dengan search term ini diharapkan akan diperoleh artikel- artikel yang mengim-plementasikan self assesment methodology plus di sistem manajemen aset. Hasil yang diperoleh dari proses ini bisa jadi sebuah harapan dalam penentuan originalitas penelitian ini karena hanya diperoleh 8 hasil pencarian seperti yang terlihat pada Gambar 2.4.

Page 42: Framework Peningkat Kinerja

26 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Gambar 2.4. Hasil Pencarian pada search term kedua

Dari 8 hasil yang diperoleh dari search term yang pertama, kemudian di-screening lagi untuk mencari relevansi dari masing- masing dokumen yang terindeks. Beberapa dokumen dihilangkan karena tidak termasuk di dalam inclusion criteria karena berupa skripsi atau tesis. Beberapa skripsi yang muncul memang menggunakan self assessment methodology plus namun hanya sebagai proses penilaian dan usulan perbaikannnya menggunakan guidance dari penilaian di self assessment methodology plus. Dokumen terindeks yang lain diidentifikasi tidak menggunakan self assessment methodology plus. Sehingga hanya ditemukan satu artikel paling mendekati maksud dari penggunaan search term tersebut yaitu artikel yang ditulis oleh Godau and Mary McGeoch (2016). Paper oleh Godau and Mary McGeoch (2016) membahas tentang proses penilaian kematangan manajemen asset berdasarkan ISO 55001 dengan studi kasus pada Public Transport Victoria (PTV) yang sudah mendapatkan sertifikasi PAS 55: 2008. PAS 55: 2008 adalah stardardisasi sistem manajemen asset dari BSI di Inggris. Di dalam paper tersebut disebtukan PTV berencana untuk mendapatkan sertifikasi ISO 55001 sehingga diperlukan proses self assessment methodology plus namun proses self assessmentnya masih menggunakan standar PAS 55 yang memang sangat mirip dengan self assessment methodology plus versi ISO 550001. Hasil dari penelitian ini adalah rekomendasi usulan- usulan yang dapat diimplementasikan oleh PTV untuk dapat meningkatkan kinerja sistem manajemen aset. Penelitian ini juga belum menggunakan pendekatan ISO 31000. Sehingga dapat disam-

Page 43: Framework Peningkat Kinerja

Tinjauan Literatur 27

paikan bahwa, penelitian ini tidak mengusulkan sebuah framework untuk peningkatan kinerja manajemen aset berbasis manajemen risiko namun proses pembuatan rekomendasinya hanya berdasarkan pada standar penilaian dalam PAS 55.

Hasil pencarian di google scholar menggunakan search term yang ketiga terlihat juga menjanjikan. Search term yang digunakan di dalam pencarian ini adalah gabungan dari 3 kata kunci yaitu “risk management”, “asset management” dan “ISO 55001”. Search term ini digunakan untuk mencari artikel- artikel yang mengaplikasikan manajemen risiko di dalam sistem manajemen aset berbasis ISO 55001. Hasil yang diperoleh dari search term ini diperoleh 295 dokumen seperti yang terlihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Hasil Pencarian pada search term ketiga

Seperti yang dilakukan pada hasil pencarian pada search term sebelumnya, hasil pecarian pada search term ketiga ini juga di-screening yang bertujuan untuk proses validasi dari hasil yang diperoleh dari google scholar. Satu per satu dokumen yang ada divalidasi dan seperti yang terjadi pada hasil pencarian sebelumnya bahwa sebagian dokumen yang muncul masih terdiri dari skripsi, tesis dan desertasi yang ikut terindeks oleh google. Selain itu sebagian besar dokumen memang mengandung kata- kata yang digunakan di dalam search term namun tidak secara kuat membahas isu yang berhubungan dengan search term tersebut. Setelah dilakukan proses seleksi maka dipilih sepuluh paper yang mempunyai relevansi yang kuat

Page 44: Framework Peningkat Kinerja

28 Framework Peningkat Kerja Sistem...

terhadap maksud yang diharapkan dari search term ketiga ini. Kesepuluh paper tersebut kembali akan dikategorikan ke dalam empat area seperti yang dilakukan pada kategorisasi hasil pada search term yang pertama.

Pada area peningkatan kinerja aset terdapat enam paper yang mempunyai relevansi kuat terhadap maksud dari search term ini yaitu paper- paper yang ditulis oleh Maletič, Maletič, Al-Najjar, and Gomišček (2018), Alvarez, Rosero, Rivera, and Romero (2019), Van Heerden and Jooste (2018), Komljenovic, Abdul-Nour, and Boudreau (2020), Vermeer, Schuddebeurs, and Wetzer (2016), dan Leva et al. (2018). Selain bertujuan untuk mening-katkan kinerja aset, artikel oleh Van Heerden and Jooste (2018) juga bertujuan untuk pengurangan biaya atau peningkatan profit, dimana di dalam area ini hanya ada satu penelitian yaitu yang dilakukan oleh Van Heerden and Jooste (2018). Di dalam area mengurangi risiko atau mitigasi ditemukan tiga paper yang ditulis oleh Komljenovic et al. (2020), Leva et al. (2018), dan Miya and Grobbelaar (2015). Perlu juga diperhatikan bahwa paper- paper yang ditulis Komljenovic et al. (2020), Leva et al. (2018) juga masuk ke dalam are peningkatan kinerja aset sehingga kedua paper tadi selain bertujuan untuk meningkatkan kinerja aset juga membahas tentang pengurangan atau mitigasi risiko. Di luar ketiga area tadi juga ditemukan tiga paper yaitu yang ditulis oleh Wijnia and de Croon (2015), E. Lima, Lorena, and Costa (2018), dan E. S. Lima and Costa (2019).

Dari kesepuluh paper yang dianalisis, secara umum menghasilkan keluaran yang dapat dikategorikan ke dalam tiga katerogi yaitu keluaran yang berupa strategi (Leva et al., 2018; Miya & Grobbelaar, 2015); reference model (E. S. Lima & Costa, 2019; Maletič et al., 2018; Wijnia & de Croon, 2015); dan framework (Alvarez et al., 2019; Komljenovic et al., 2020; E. Lima et al., 2018; Van Heerden & Jooste, 2018; Vermeer et al., 2016). Seperti analisis yang dilakukan pada search term yang pertama, bahwa fokus analisis adalah pada paper- paper yang menghasilkan luaran berupa framework.

Framework yang diusulkan oleh Alvarez et al. (2019) bertujuan untuk membantu proses penilaian sistem aset kelistrikan dalam jangka waktu pendek, jangka menengah dan jangka panjang yang masing- masing akan menghasilkan kebijakan yang berbeda- beda. Framework yang digunakan di dalam paper ini memang menggunakan pendekatan ISO 55001. Namun nampaknya framework yang diusulkan sangat spesifik untuk kasus aset

Page 45: Framework Peningkat Kinerja

Tinjauan Literatur 29

sistem jaringan listrik. Selain itu, untuk pengelolaan risikonya, Alvarez et al. (2019) tidak secara eksplisit menuliskan bahwa prosesnya mengadopsi ISO 31000 bahkan kata ISO 31000 sekali disebut karena dikaitkan dengan ISO 55000 dan ISO yang lainnya. Tahap- tahap analisis risiko berbasis ISO 31000 juga tidak dijabarkan dengan detil, hanya terdapat penjelasan tentang analisis risiko yang menggunakan peta risiko. Selain itu di dalam penelitian ini juga tidak menggunakan self assessment methodology plus atau analisis tentang manfaat manajemen aset bagi organisasi. Ini sebuah indikasi kuat bahwa framework di dalam Alvarez et al. (2019) berbeda dengan framework yang diusulkan di dalam penelitian ini. Van Heerden and Jooste (2018) juga mengusulkan sebuah framework untuk mening-katkan kinerja aset. Framework yang diusulkan adalah untuk menginte-grasikan mamajemen aset ke dalam Total Quality Management, yang tentu saja mempunyai perbedaan yang sangat mendasar dengan framework di dalam buku ini.

Framework yang diusulkan oleh Komljenovic et al. (2020) bisa digunakan sebagai panduan untuk mendesain sebuah pengambilan keputusan yang mempertimbangkan risiko (risk-informed decision making). Secara umum proses pangambilan keputusan berbasis risiko yang diusulkan oleh Komljenovic et al. (2020) diklaim mengadopsi ISO 31000 namun ISO 55001 tidak dijadikan panduan dalam proses pengambilan keputusannya meski disampaikan di dalam artikel ini bahwa ISO 55001 adalah standar untuk manajemen aset. Sehingga bisa juga disimpulkan bahwa framework ini juga berbeda dengan framework yang disampaikan di dalam buku ini. Namun, proses analisis risikonya bisa jadi berguna untuk dijadikan pertim-bangan dalam proses pembuatan framework nantinya. Penelitian oleh Vermeer et al. (2016) kurang lebih mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Komljenovic et al. (2020) namun Vermeer et al. (2016) mempunyai framework yang lebih jelas dan mudah dimengerti.

Paper terakhir di dalam kelompok ini adalah paper yang ditulis oleh (E. Lima et al., 2018). Penelitian yang mendasari penulisan paper tersebut adalah untuk menjawab pertanyan dasar “dari mana harus memulai implementasi manajemen aset berbasis ISO 55001 dan ISO 31000?”. Dari pertanyaan ini dapat dihipotesiskan bahwa E. Lima et al. (2018) ingin mengusulkan sebuah framework untuk mengasosiasikan ISO 31000 ke dalam proses manajemen aset berbasis ISO 55001. Artinya segala risiko

Page 46: Framework Peningkat Kinerja

30 Framework Peningkat Kerja Sistem...

yang berhubungan dengan proses pengelolaan aset akan dianalisis dengan pendekatan ISO 31000. Di dalam salah satu langkah yang diusulkan di dalam paper tersebut adalah langkah untuk membandingkan anatara ISO 31000 dan ISO 550001 dengan tujuan untuk menidentifikasi kebutuhan dasar untuk proses implementasinya. Langkah ini kemudian dilan-jutkan dengan langkah pembuatan kuisioner untuk proses pengumpulan datanya. Dari analisis langkah- langkah di dalam framework yang disam-paikan oleh E. Lima et al. (2018), dapat diidentifkasi bahwa framework ini berbeda dengan framework yang diusulkan di dalam buku ini. Hal ini dapat dilihat dari tahapan frameworknya dan juga dari fungsi manajemen risiko di dalam framework yang diusulkan.

Dari tinjuan literatur yang sudah dilakukan dengan menggunakan systematic literature review dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa belum ada artikel yang mengusulkan sebuah framework untuk pening-katan kinerja sistem manajemen aset berbasis ISO 55001 dan ISO 31000. Lebih detil lagi, menggunakan self assessment methodology plus sebagai alat untuk menilai kematangan implementasi manajemen aset. Hasil dari self assessment methodology plus ini kemudian dianalisis untuk menen-tukan gap yang kemudian gap ini akan dianggap sebagai risiko yang akan dimitigasi menggunakan pendekatan ISO 31000.

Page 47: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Aset... 31

3

Pengantar Manajemen Aset berbasis Seri ISO 55000

Di dalam beberapa artikel di dalam blog dan berita online dapat ditemukan berita dan informasi tentang perusahaan- perusahaan di berbagai belahan dunia berlomba- lomba untuk menginformasikan ke khalayak bahwa organisasi atau perusahaan mereka sudah tersetifikasi ISO 55001:2014. Bahkan ada dengan percaya diri mendeklarasikan bahwa perusahaannya menjadi yang pertama tersetifikasi ISO 55001:2014 di negaranya atau di wilayah regionalnya. Misalnya terlihat di Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Perusahaan Pertama Tersertifikasi ISO 55001:2014 di NZ (Unison,

2018)

Selain itu masih banyak berita dan artikel blog serupa yang dapat ditemukan di internet hingga saat ini, antara lain adalah:

1. First two companies certified to new international Asset Management standard, yang dapat ditemukan di BSI (2014),

2. Downer Awarded First Australian Accredited ISO 55001 Certification, yang dapat ditemukan di Odysseus-imc (2015),

Page 48: Framework Peningkat Kinerja

32 Framework Peningkat Kerja Sistem...

3. ADCO: The First Oil & Gas Company in the Gulf to be Certified in ISO 55001 for Asset Management, yang dapat ditemukan di Reliabilityweb (2014).

Fenomena ini adalah salah satu indikasi bahwa implementasi ISO 55001 dapat memberikan dampak positif bagi sebuah organisasi. ISO 55001 adalah sebuah standar internasional yang diterbitkan oleh ISO yang dapat menjadi pegangan bagi organisasi yang akan menerapkan sistem manajemen aset (Asset Management System). Penjelasan mengenai manajemen aset dapat dilihat pada subbab 3.1

3.1 Manajemen Aset

Menurut ISO 55000: (2014a) definisi manajemen aset adalah “coordi-nated activities of an organisation to realize value of their asset”, atau dapat diterjemahkan sebagai “aktivitas yang terkoordinasi dari sebuah organisasi untuk mewujudkan nilai asetnya”. Definisi yang disampaikan tersebut sepintas terlihat sederhana, namun jika lebih dalam dikupas mengenai maksud dari istilah coordinated activities dan value, maka hal ini bisa memunculkan banyak pertanyaan. Misalnya, bagaimana ruang lingkup aktivitas (the coordinated activities) tersebut di dalam sebuah organisasi atau perusahaan? Apakah hanya melingkupi satu departemen atau inter-departement atau multi-department? Apakah harus masuk ke dalam struktur organisasi? struktural atau fungsional? Pada istilah yang kedua, apa definisi nilai (value) aset terhadap organisasi? Apakah nilainya bersifat finansial atau ada nilai lainnya? Masih di dalam definisi aset, pada bagian berikutnya setelah definisi tersebut disampaikan bahwa nilai aset bisa berbeda untuk organisasi yang berbeda atau stakeholder-nya. Sehingga masing- masing organisasi harus menetapkan definisi nilai atau kualifikasi nilai mereka sendiri. Kemudian dengan mengimplementa-sikan manajemen aset, hal ini akan lebih memungkinan organisasi untuk merealisasikan nilai dari aset mereka untuk mendukung tujuan organsasi. Nilai aset bagi organisasi akan tergantung dari tujuan organisasi, sifat dan maksud organisasi, serta kebutuhan dan harapan dari stakeholder-nya. Dengan manajemen aset, proses realisasi nilai aset ini dilakukan dengan menyimbangkan aspek keuangan, biaya sosial dan lingkungan, risiko, kualitas pelayanan dan kinerja yang berhubungan dengan aset.

Page 49: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Aset... 33

Sudah disampaikan bahwa proses perwujudan (realisasi) nilai dari aset di sebuah perusahaan/ organisasi secara umum akan mengikutertakan penyeimbangan biaya (cost), risiko (risk), kesempatan (opportunities), dan kinerja (performance) dari aset. Proses ini juga harus mempertimbangan umur dari aset mulai dari aset tersebut diadakan (acquired) hingga aset tersebut dihapusbukukan atau dimusnahkan (disposed). Periode waktu mulai dari aset diadakan hingga dimusnahkan disebut dengan asset life cycle. Selama periode tersebut, semua keputusan yang berhubungan dengan aset harus dibuat dengan mempertimbangkan keseimbangan antara biaya, kinerja, dan risiko dari aset yang bersangkutan. Misalnya keputusan untuk memilih dua alternatif mesin produksi: mesin pertama harganya lebih mahal tetapi biaya perawatan dan operasional lebih murah atau mesin kedua dengan harga yang lebih murah tetapi biaya operasional yang lebih mahal. Dalam kasus ini, departemen manajemen aset dapat berperan dalam pengambilan keputusan yang optimal untuk perusahaan.

Dari definisi dan penjelasan mengenai manajemen aset di awal bagian ini, dapat diindikasikan bahwa manajemen aset dapat diimplementasikan di hampir semua jenis organisasi, baik itu organisasi besar atau organ-isasi kecil, perusahaan milik pemerintah atau organisasi nirlaba, Menurut informasi dari The Institute of Asset Management (2015), ada bukti- bukti dari berbagai jenis organisasi di berbagai belahan dunia bahwa imple-mentasi manajemen aset yang efektif dapat meningkatkan reputasi perusahaan dan meningkatan kemampuan perusahaan untuk:

1. beroperasi dengan lebih aman, dalam arti implementasi manajemen aset dapat mengurangi risiko terjadi kecelakaan kerja yang disebabkan oleh aset.

2. memenuhi peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan aset.

3. mengevaluasi strategi-strategi bisnis dengan mempertimbangkan perbedaan kinerja, biaya, dan risiko yang berhubungan dengan aset.

4. dapat secara signifikan membantu proses penghematan biaya yang muncul selama umur dari aset.

Sehingga manajemen aset bukan hanya ranah dari departemen keuangan atau departemen maintenance (perawatan) saja mengingat bahwa imple-mentasi manajemen aset juga akan mempengaruhi kinerja organisasi

Page 50: Framework Peningkat Kinerja

34 Framework Peningkat Kerja Sistem...

dalam hal keselamatan, perundang-undangan, dan risiko. Hal ini berarti bahwa implementasi manajemen aset membutuhkan staf dengan keter-ampilan multi-disiplin dan pengetahuan integral yang mampu melihat peran aset di dalam proses operasi di sebuah organisasi.

3.2 Manajemen Aset di sebuah organisasi

3.2.1 Peran manajemen aset di sebuah organisasiKesuksesan implementasi manajemen aset yang efektif dan efisein di sebuah organisasi memerlukan sumber daya manusia yang mempunyai pengetahuan mendalam mengenai proses bisnis di organisasi tersebut serta mempunyai keterampilan dan kemampuan analisis multi-disiplin. Hal ini disebabkan karena di beberapa organisasi, impelementasi maajemen aset masih berada di area yang “abu’abu” atau grey area (Hastings, 2010) yang terlihat dari kurang lancarnya komunikasi dari manajemen atas ke bawah dan atau sebaliknya. Dalam konsep pendekatan sistem (system approach), grey area ini biasa disebut dengan kotak hitam (black box), dimana proses yang terjadi di dalam kotak hitam tersebut tidak bisa diamati secara jelas dan transparan. Di dalam bidang manajemen, kotak hitam ini seharusnya tidak terjadi atau harus diminimalkan. Namun kadang karena masih minimnya pengetahuan sumber daya manusia atau dengan kata lain tingkat kematangan manajemen yang belum minim yang membuat permasalah kotak hitam ini belum bisa diselesaikan. Sebagai contoh, di dalam sebuah organisasi, manajemen puncak membuat rencana strategis organisasi dengan mempertimbangkan beberapa hal baik dari internal atau eksternal organisasi seperti: kondisi pasar, stakeholder, risiko, perun-dang-undangan, dan sebagainya. Setelah rencana strategis ini tersusun, maka langkah berikutnya adalah menurunkan rencana strategis tersebut menjadi kebijakan- kebijakan struktural di departemen- depertemen terkait seperti di bidang pemasaran, operasi, keuangan, dan sumberdaya manusia. Tetapi sering muncul missing link kebijakan, misalnya di bidang manajemen aset sering terjadi ketidakselarasan kebijakan perawatan aset, operasi aset, pembelian aset, pengadaan spare-part aset, dan sebagainya. Missing link ini yang kemudian menyebabkan kotak hitam manajemen

Page 51: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Aset... 35

dan kadang menyebabkan tidak dapat dicapainya efesiensi dan efektivitas organisasi. Kondisi yang bisa jadi muncul adalah karyawan merasa tidak secara jelas mengetahui mengapa mereka harus mengerjakan tugas mereka atau mereka merasa sudah mengerjakan tugas dengan baik namun selalu salah atau ada yang kurang. Di sisi manajemen kadang mereka merasa karyawan tidak bekerja dengan baik. Contoh bagaimana kotak hitam di dalam manajemen aset dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Pada Gambar 3.2, kotak hitam diilustrasikan sebagai awan abu- abu (grey cloud) yang menghalangi pandangan managemen puncak ke tingkat operasional dan sebaliknya. Dapat dilihat pada gambar tersebut bahwa bahwa proses pembuatan rencana strategis organisasi dilakukan oleh top management dengan mempertimbangkan salah satu faktor penting yaitu stakeholder. Rencana strategis yang sudah dibuat kemudian diter-jemahkan ke dalam kebijakan-kebijakan yang lebih operasional di bidang operasi, pemasaran, keuangan, sumber daya manusia dan sebagainya. Namun kebijakan ini seringkali tidak menyentuh proses pengelolaan aset. Penyebab dari kondisi ini adalah karena pola pikir manajemen di mana aset sering dianggap hanya sebagai budak untuk diperah utilitasnya dan kadang diperparah dengan pendapat bahwa proses pengelolaan aset adalah sebuah cost centre sehingga biayanya harus ditekan seminimal mungkin dan seringkali menyisihkan aspek risiko dan kinerja aset. Hal ini didukung dengan pendapat mengenai revolusi maintenance khususnya di dalam manajemen aset yang disampaikan oleh Pintelon and Parodi-Herz (2008). Dengan pola pikir bahwa aset adalah budak dan pengelolaan adalah cost center, maka biasanya fokus manajemen lebih banyak ke proses yang terjadi di hilir organisasi, yaitu pemasaran dan kurang memperhatikan bagaimana peran dari aset dalam mendukung strategi organisasi.

Page 52: Framework Peningkat Kinerja

36 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Gambar 3.2. Ilustrasi Grey Cloud Antara Rencana Strategis Organisasi dan Opera-

sional Aset

Dari perspektif pelaku yang berhubungan dengan aset di dataran opera-sional seperti bagian perawatan aset, gudang suku cadang, dan purchasing suku cadang, tekanan yang dibebankan ke mereka semakin berat untuk mengurangi biaya yang berhubungan dengan aset seperti bagaimana mengurangi inventory value, mengurangi biaya purchasing suku cadang tetapi harus tetap menjaga kinerja aset. Bisa para pelaku ini akan merasa menjadi anak tiri yang hanya diminta untuk bekerja dengan tuntutan kinerja yang semakin berat setiap hari tanpa ada dukungan dari top manajemen dan miskin informasi mengenai peran mereka dalam mendukung kinerja organisasi. Hal ini yang menyebabkan adanya grey cloud yang menutupi pandangan top management ke bawah dan pandangan pelaku aset ke atas.

Page 53: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Aset... 37

Kondisi di atas akan sangat menjadi kritis ketika terjadi di organisasi yang mempunyai aset yang kompleks dan atau kritis, karena dapat menye-babkan pengelolaan aset menjadi tidak matang sehingga kinerja aset semakin menjadi tantangan. Di titik ini akan terasa manfaat implementasi manajemen aset. Dengan implementasi manajemen aset akan membantu organisasi untuk menterjemahkan rencana strategisnya ke dalam peren-canaan dan strategi yang berhubungan dengan aset. Rencana dan strategi organisasi ini kemudian harus diturunkan ke dalam kebijakan di dalam organisasi tersebut seperti di bidang pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia termasuk pengelolaan aset. Dalam koridor manajemen aset, rencana dan strategi perusahaan akan diturunkan menjadi rencana dan strategi aset yang kemudian diimplementasikan ke dalam proses asset life cycle delivery. Proses ini harus direview secara periodik untuk menjaga kesinambungan antara rencana dan strategi aset dengan opeasional dan perawatan aset sehari- hari. Dengan ini maka para pelaku yang berhubungan dengan aset di organisasi dapat dengan jelas melihat peran mereka terhadap kinerja organisasi dan top management juga bisa dengan lebih jelas melihat dan memahami bagaimana peran aset dalam mendukung kinerja organisasi serta dapat lebih memberikan dukungan ke pelaku aset di ranah operasional. Ilustrasi mengenai bagaimana maajemen aset dapat menjembatani antara rencana dan strategi organisasi dan rencana dan strategi aset di dataran operasional ini dapat dilihat pada Gambar 3.3

3.2.2 Bagaimana memulai implementasi manajemen asetUntuk memulai implementasi manajemen aset di sebuah organisasi, secara umum diusulkan tiga langkah utama, yaitu:

1. Mengidentifkasi apakah organisasi tersebut memang memerlukan manajemen aset, hal ini bisa dilakukan dengan matriks komplesitas dan kekritisan aset seperti yang terlihat di Gambar 3.4.

2. Megidentifkasi posisi organisasi awal organisasi dengan menjawab five core questions of asset management.

3. Menentukan langkah yang harus dilakukan berdasarkan hasil pertanyaan no 2 dengan menggunakan 10 langkah manajemen aset seperti yang terlihat pada Gambar 3.5, Gambar 3.7, dan Gambar 3.6

Page 54: Framework Peningkat Kinerja

38 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Gambar 3.3. Peran Manajemen Aset Menjembatani antara Rencana Strategis

Organisasi dan Operasional Aset

Matriks komplesitas dan kekritisan asetPada subbab 1.1 yang membahas tentang mengapa perlu manajemen aset, dipaparkan mengenai kriteria organisasi yang perlu menerapkan manajemen aset berdasarkan tingkat kekrtitisan dan komplesitas asetnya. Di dalam Davis (2015), diilustrasikan organisasi yang perlu menerapkan manajamen aset ke dalam diagram kartesian seperti terlihat di Gambar 3.4. Organisasi yang mempunyai aset yang kompleks atau kritis sebaiknya sudah menerapkan manajemen aset di lingkungannya. Tetapi jika aset diorganisasi sudah bersifat kritis dan kompleks maka implementasi manajemen aset sudah harus ada di tingkat korporat.

Page 55: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Aset... 39

Asset CriticalityLow High

Asse

t Com

plex

ityLo

wHi

gh

Competent(ISO 55001)

Competent(ISO 55001)

Sophisticated (enterprise system)

Simplistic(paper based)

Gambar 3.4. Matriks komplesitas dan kekritisan aset

Ini adalah proses awal untuk mengindikasikan seberapa matang sebuah organisasi perlu mengimplementasi manajemen aset.

The Five Core Questions of Asset ManagementSetelah organisasi mengindikasikan bahwa manajemen aset perlu diter-apkan di dalam lingkup organisasi mereka, langkah berikutnya adalah bagaimana dapat meyakinkan semua pengambil keputusan di manajemen puncak bahwa dengan implementasi manajemen aset, organisasi mereka bisa akan lebih efektif memanfaatkan aset untuk mendukung penca-paian tujuan organisasi. Untuk membantu manajemen meyakinkan para pengambil keputusan, ada lima pertanyaan inti manajemen aset (five core asset management questions) yang bisa menjadi bahan acuan (Massachu-setts, 2017). Jika salah satu saja pertanyaan tersebut tidak terjawab, maka itu sebuah indikasi kuat bahwa manajemen aset perlu diterapkan oleh organisasi tersebut. Tentu saja hal ini dilakukan setelah me-review posisi organisasi dengan menggunakan Asset Complexity and Criticality Matrix di Gambar 3.4. Kelima pertanyaan inti manajemen aset tersebut adalah:

Page 56: Framework Peningkat Kinerja

40 Framework Peningkat Kerja Sistem...

1. What is the current state of my assets? – Seperti apa kondisi aset saya saat ini?

2. What is my required “sustainable” level of service? – Seperti apa tingkat pelayanan (dari aset) yang sustainable yang diperlukan organisasi

3. Which assets are critical to sustained performance? – Aset- aset mana yang kritis untuk mendukung kinerja (organisasi) yang berkesinambungan?

4. What are my “minimum life-cycle-cost” CIP and O&M strategies? – Bagaimana life cycle cost untuk CIP (Capital Investment Program) dan dan O&M (Operation and Maintenance) yang minimum?

5. Given the above, what is my best long-term funding strategy? – Memperhatikan semua pertanyaan sebelumnya, bagaimana srategi pendanaan jangka panjang yang terbaik?

Jika ada satu dari kelima pertanyaan di atas tidak bisa terjawab (meski hanya satu saja), maka itu adalah indikasi kuat bahwa organisasi tersebut perlu untuk menerapkan manajemen aset berbasis seri ISO 55000 dalam mengelola asetnya.

Sepuluh Langkah Implementasi Manajemen AsetPertanyaan berikutnya adalah bagaimana memulai implementasi manajemen aset di sebuah organisasi? Untuk memberikan guidance bagi pengambil keputusan untuk implementasi manajemen aset, langkah- langkah di Gambar 3.5 dapat dijadikan sebagai sebuah arahan. Pada Gambar 3.5 terdapat 10 langkah implementasi manajemen aset yaitu:

1. Develop Aset Registry 2. Assess Condition, Failure Modes3. Determine Residual Life4. Determined Life Cycle & Replacement Costs5. Set taget Level of Service (LoS)6. Determine Business Risk (“Criticality”) 7. Optimise Operation and Management Investment8. Optimise Capital Investment9. Determine Funding Stratey10. Build Asset Management Plan.

Page 57: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Aset... 41

Develop Asset Registry Assess Condition, Failure Modes

Determine Residual Life

Determine Life Cycle & Replacement Cost

Set Target Level of Service

Determine Business Risk

(“criticality”)

Optimize O&M Investment

Optimize Capital Investment

Determine Funding Strategy

Build Asset Management Plan

STEP 1 STEP 2 STEP 5STEP 4STEP 3

STEP 7STEP 6 STEP 8 STEP 9 STEP 10

Gambar 3.5. 10 langkah manajemen aset

Organisasi pada tahap awal implementasi manajemen aset perlu melakukan investigasi internal untuk mengidentifikasi organisasinya menempati level berapa dari kesepuluh langkah implementasi manajemen aset tersebut. Artinya tidak semua organisasi harus memulai dari langkah pertama. Jika hasil identifikasi menunjukkan bahwa sebuah organisasi sudah sampai di langkah ke tiga (Determine Residual Life), maka organisasi tersebut tinggal membuat rencana untuk mulai masuk ke langkah keempat, kemudian dilanjut ke langkah kelima dan seterusnya. Untuk membantu melakukan evaluasi tentang posisi organisasi di kesepuluh langkah ini, maka di masing- masing langkah ada alat bantu merupa metode atau tool seperti yang terlihat pada Gambar 3.6.

Metode dan tool yang tersedia di masing- masing langkah di Gambar 3.6 juga membantu para praktisi manajemen aset untuk membuat rencana ke depan ke langkah selanjutnya. Misalnya, sebuah organisasi sudah sampai pada langkah ketiga yaitu pada tahap Determine Residual Life. Di tahap ini organisasi sudah mengetahui sisa umur ekonomis dari aset mereka. Dari tahap ini organisasi ingin masuk ke langkah berikutnya yaitu langkah keempat: Determine Life Cycle and Replacement Cost (Menentukan biaya untuk siklus hidup dan penggantian). Untuk menentukan besarnya biaya ini metode life cycle costing dapat dipergunakan.

Page 58: Framework Peningkat Kinerja

42 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Develop Asset Registry Assess Condition, Failure Modes

Determine Residual Life

Determine Life Cycle & Replacement Cost

Set Target Level of Service

Determine Business Risk

(“criticality”)

Optimize O&M Investment

Optimize Capital Investment

Determine Funding Strategy

Build Asset Management Plan

System Layout; Data Hierarchy; Standards,

and Inventory

Condition Assessment Protocol; Rating Methodologies

Expected Life Tables; Decay Curves

Valuation; Life Cycle Costing

Demand Analysis; Balanced Scorecard;

Perform, Metrics

FMECA; Business Risk Ex. Delphi

Techniques

Root Cause; RCM; PdM; ORDM

Confidence Level Rating; Strategic Validation; ORDM

Renewal Annuity

Asset Management Plan; Policies & Strategy; Annual

Budget

Gambar 3.6. Metode dan alat yang digunakan di tiap langkah manajemen aset

Untuk menentukan total biaya siklus hidup dan penggantian ini dapat dipergunakan model life cycle cost (LCC) seperti misalnya yang diusulkan oleh Ebeling (2010) dan Cahyo (2015). Proses pembuatan model matematis untuk LCC dapat dilihat di bab tentang life cycle dan life cycle cost di dalam buku yang berjudul “Engineering Asset Management (Pengantar Manajemen Aset Industri berbasis ISO 55000)” yang ditulis oleh Cahyo (2019). Jika organisasi sudah selesai menetapkan biaya untuk siklus hidup aset beserta biaya penggantiannya, maka langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah menentukan Target Level of Service (target tingkat pelayanan yang diharapkan). Untuk menentukan target level of service ini, organisasi dapat menggunakan pendekataan seperti demand analysis dan balanced score card, begitu seterusnya hingga organisasi mencapai langkah terakhir dari manajemen aset.

Kesepuluh langkah manajemen aset tersebut dapat dihubungkan dengan lima pertanyaan inti dari manajemen aset. Atau dengan kata lain, untuk lebih memberikan gambaran detil tentang kelima pertanyaan inti manajemen aset tersebut dengan kesepuluh langkah manajemen aset dapat dilihat di Gambar 4.4. Untuk menjawab pertanyaan pertama: what is the current state of my asset?, maka organisasi perlu mengevaluasi langkah pertama hingga langkah ketiga, dan begitu seterusnya.

Page 59: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Aset... 43

Develop Asset Registry Assess Condition, Failure Modes

Determine Residual Life

Determine Life Cycle & Replacement Cost

Set Target Level of Service

Determine Business Risk

(“criticality”)

Optimize O&M Investment

Optimize Capital Investment

Determine Funding Strategy

Build Asset Management Plan

1. What is the current state of my assets?2. What is my required level of

service?

3. Which assets are critical to sustained

performance?

4. What are my best O&M and CIP investment strategies?

5. What is my best long-term funding strategy?

Gambar 3.7. Hubungan 10 langkah manajemen aset dengan the five core questions

of asset management

3.3 House of Asset Management

Untuk lebih memudahkan pemahaman mengenai manajemen aset, tersedia ilustrasi di Gambar 3.8. Ilustrasi di Gambar 3.8 disebut dengan House of Asset Management (HAM) v.1. HAM diilustrasikan sebagai sebuah ruumah dengan atap yang merepresentasikan tujuan dari manajemen aset yaitu merealisasikan (mewujudkan) nilai dari aset. Untuk dapat mendukung pencapaian tujuan ini, ditopang dengan tiga pilar, yaitu: Cost, Performance, dan Risk (Biaya, Kinerja, dan Risiko).

Gambar 3.8. House of Asset Management (HAM) v.1

Page 60: Framework Peningkat Kinerja

44 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Menurut ISO 55000 (2014a), proses mencapai tujuan manajemen aset ini meliputi dan harus mempertimbangkan keseimbangan dari biaya, kinerja, dan risiko dari aset. Oleh karena itu ketiga faktor tersebut dijadikan pilar- pilar dari HAM. Ketiga pilar tersebut harus mempunyai beban dan keseim-bangan yang sama. Jika salah satu pilar lebih kecil dari yang lain atau lebih tinggi dari yang lain, maka keseimbangan ini tidak akan dapat tercapai dan proses pencapaian tujuan manajemen aset tidak akan optimal.

Untuk mencapai tujuan manajemen aset melalui penyeimbangan biaya, kinerja, dan risiko harus didukung dengan pondasi (fundamental) yang tangguh. Ada empat fundamental dari aset manajemen yaitu:

1. Value 2. Alignment 3. Leadership4. Assurance

Keempat fundamental manajemen aset tersebut akan dibahas sebagai berikut:

ValueDalam konteks manajemen aset, aset ada untuk menyediakan value (nilai) terhadap organisasi dan stakeholder-nya. Value ini bisa berbeda- beda di organisasi-organisasi yang berbeda atau pada stakeholder- stakeholder yang berbeda. Sehingga fokus dari manajemen aset bukan pada aset itu sendiri melainkan value (nilai atau kontribusi) yang bisa diberikan aset terhadap organisasi. Tetapi jika memperhatikan House of Asset Management, proses ini harus mempertimbangkan keseimbangan dari biaya, kinerja, dan risiko. Value dari aset tidak hanya bersifat finansial tetapi juga bisa berupa value yang non-finansial dan juga bisa tangible atau intangible. Proses penentuan value dari aset di dalam sebuah organisasi dilakukan oleh manajemen dan stakeholdernya, dan disesuaikan dengan tujuan organisasi atau rencana strategis organisasi. Dikutip dari ISO 55000 : 2004, proses penentuan value dari aset harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. sebuah pernyataan yang jelas tentang bagaimana tujuan manajemen aset selaras dengan tujuan organisasi.

2. menggunakan pendekatan life cycle management untuk merealisasikan nilai dari aset.

3. menetapkan proses pengambilan keputusan yang merefleksikan kebutuhan stakeholder dan mendefinisikan nilai.

Page 61: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Aset... 45

Semua organisasi harus menentukan apa yang merupakan value dari aset yang berhubungan dengan proses pencapaian tujuan organisasi. Dalam proses penentuan tujuan organisasi, akan mempertimbangkan kebutuhan dan harapan dari para stakeholder -nya. Para stakeholder yang berperan dalam penentuan tujuan organisasi ini bisa terdiri dari para investor, konsumen regulator, manajemen dan masyarakat umum.

AlignmentDalam konsep manajemen aset, aset diadakan untuk memberikan value terhadap organisasi. Sehingga harus ada kesesuain antara manajemen aset dengan tujuan organisasi atau rencana strategis organisasi. Di dalam ISO 55000 (2014a), dengan implementasi manajemen aset maka tujuan organ-isasi atau rencana strategis organisasi dapat diterjemahkan ke dalam aktivitas, rencana, dan keputusan yang bersifat teknis atau finansial. Dan proses ini termasuk:

1. implementasi aktivitas dan proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang berdasarkan risk-based dan information-driven untuk mentransformasi tujuan organisasi menjadi perencanaan manajemen aset.

2. integrasi proses manjemen aset dengan proses funsional manajemen lain di dalam organisasi seperti misalnya: manajemen sumber daya manusia, keuangan, teknologi informasi dan sebagainya.

3. spesifikasi, desain, dan implementasi dari sistem pendukung manajemen aset.

LeadershipDi hampir semua standar yang dikeluarkan oleh International Standard Organisation (ISO), memasukkan unsur leadership (kepemimpinan) di dalamnya. Karena kepemimpinan dan budaya organisasi menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan organisasi. Di dalam manajemen aset, unsur kepemimpinan dan organisasi menjadi faktor determinan dari proses realisasi value dari aset terhadap organisasi. Fungsi manajerial mengenai aset manajemen dapat melekat di semua posisi di dalam organ-isasi mulai dari CEO hingga supervisor dan kepala regu. Semua posisi yang menggunakan aset untuk mendukung proses pencapaian organisasi harus dilekati dengan pengetahuan mengenai manajeman aset. Hal ini

Page 62: Framework Peningkat Kinerja

46 Framework Peningkat Kerja Sistem...

dapat dianalogikan dengan manajemen sumber daya manusia (MSDM), di mana semua supervisor harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan mengenai MSDM meski sudah ada departemen khusus untuk itu.

Di dalam ISO 55000 (2014a) disebutkan bahwa kesuksesan proses pemban-gunan, pelaksanaan, dan pengembangan manajemen aset di sebuah organ-isasi sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan dan komitmen dari seluruh aras manajerial, termasuk:

1. peran, wewenang, dan tanggung jawab yang didefinisikan secara jelas

2. memastikan bahwa semua karyawan sadar, kompeten, dan diberdayagunakan.

3. Proses konsultasi dengan para stakeholder dan karyawanJika organisasi memang menganggap penting sebuah disiplin manajemen, maka akan semakin tinggi posisi puncak yang ditugaskan untuk mengelola bidang manajemen tersebut. Demikian pula posisi manajemen aset di dalam sebuah organisasi, jika organisasi meletakkan manajemen aset di posisi manajemen yang tinggi di struktur organisasi maka organisasi melihat bahwa aset di organisasi adalah sumber daya yang yang kritis untuk mendukung proses pencapaian tujuan organisasi. Manajemen aset perlu diterapkan di organisasi yang mempunyai aset yang kritis atau aset yang kompleks, jadi manajer aset harus mempunyai otoritas dan pengaruh yang cukup untuk proses pengelolaan aset yang ideal di organisasi tersebut.

AssuranceAssurance adalah sebuah kata kunci bagaimana manajemen aset dapat diimplementasikan untuk menjamin bahwa aset akan memenuhi tujuan dan peruntukkannya di dalam organisasi. Untuk proses penjaminan ini, perlu diadakan audit untuk mengkonfirmasi apakah aset individual, aset sistem, manajemen aset, dan sistem manajemen aset beroperasi sesuai dengan tujuan dan peruntukkannya. Di dalam ISO 55000 (2014a), beberapa kegiatan yang perlu dilakukan untuk mendukung fundamental ini antara lain adalah:

1. pembangunan dan implementasi proses yang menghubungkan sasaran dan kinerja yang diinginkan dari aset ke tujuan organisasi.

2. implementasi proses untuk menjamin kemampuan selama tahapan- tahapan di life cycle dari aset.

Page 63: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Aset... 47

3. implementasi proses untuk proses monitoring dan perbaikan berkelanjutan.

4. menyediakan sumber daya yang diperlukan dan personil yang kompeten untuk mendemonstrasikan proses penjaminan ini dengan cara menjalankan aktivitas- aktivitas manajemen aset dan menjalankan sistem manajemen aset.

3.4 Sistem Manajemen Aset dan ISO 55001

ISO 55000 : 2014 adalah standardisasi untuk sistem manajemen aset dan diklaim sebagai digunakan untuk semua jenis aset. Standar ini diinisiasi dari PAS 55 (Publicly Available Specification) yang diterbitkan oleh British Standards Institution pada tahun 2004. Untuk seri ISO 55000 sendiri terdiri dari 3 jenis yaitu:

1. ISO 55000 : 2004 yang berisi Asset Management – Overview, principles and terminologi

2. ISO 55001 : 2004 yang berisi Asset Management - Requirements3. ISO 55002 : 2004 yang berisi Asset Management – Guidelines for the

application of ISO 55000Menurut Dieter (2007), ISO 55000 merupakan dokumen untuk level CEO dan berisi prinsip- prinsip serta definisi yang diperlukan untuk mengatur keselarasan dengan dokumen ISO 55000 yang lainnya (ISO 55001 dan ISO 55002). Sedangkan ISO 5001 berisi tentang hal- hal yang diperlukan atau syarat- syarat implementasi ISO 55000. Untuk dapat secara sukses mengim-plementasikan ISO 55001, diterbitkan ISO 55002 yang berisi petujuk- petujuk pelaksanaannya. Jadi isi dari ISO 55002 isinya sama dengan ISO 55000 tetapi dengan pedoman pelasanaannya untuk setiap bagian dari ISO 55001.

ISO 55001 : 2014 terdiri dari 10 klausul. Untuk implementasi ISO 55001, penilaian hanya dilakukan mulai dari klausul 4 hingga klausul 10. Kesepuluh klausul di ISO 55001 tersebut adalah:

1. Scope (Cakupan) 2. Normative Reference (Acuan Normatif)3. Term and Definition (Istilah dan Definisi)4. Context of Organization (Konteks Organisasi)5. Leadership (Kepemimpinan)

Page 64: Framework Peningkat Kinerja

48 Framework Peningkat Kerja Sistem...

6. Planning (Perencanaan)7. Support (Dukungan)8. Operation (Operasi)9. Performance Evaluasion (Evaluasi Kinerja)10. Improvement (Perbaikan)

Ruh dari hampir semua standar yang dikeluarkan oleh ISO adalah menggunakan filosofi PDCA (Plan, Do, Check, Act). Klausul keempat hingga kesepuluh yang menjadi klasul implementasi ISO 55001 jika dipetakan ke dalam lingkaran PDCA dapat dilihat pada Gambar 3.9. Gambar 3.9 juga memuat sub- sub klausul dari klausul empat hingga sepuluh di ISO 55001

7.1 RESOUCES7.2 COMPETENCE7.3 AWARENESS7.4 COMMUNICATION7.5 INFORMATION REQUIREMENT7.6 DOCUMENTED INFORMATION

7 SUPPORT

6.1 ACTION TO ADDRESSS RISK AND OPPORTUNITIES6.2 ASSET MANAGEMENT OBJECTIVES; AND PLANNING TO ACHIVE THEM

8.1 OPERATION PLANNING AND CONTROL8.2 MANAGEMENT OF CHANGE8.3 OUTSOURCING

6 PLANNING

PLAN

8 OPERATION

DO

9.1 MONITORING, MEASUREMENT, ANALYSIS & EVALUATION9.2 INTERNAL AUDIT9.3 MANAGEMENT REVIEW

9 PERFORMANCE EVALUATION

CHECK

10.1 NON-CONFIRMITY & CORRECTIVE ACTION10.2 PREVENTIVE ACTION10.3 CONTINUAL IMPROVEMENT

10 IMPROVEMENT

ACT

5.1 LEADERSHIP & COMMITMENT5.2 POLICY5.3 ORGANISATION ROLES, RESPONSIBILITIES & AUTHORITIES

4.1 UNDERSTANDING THE ORGANISATION AND ITS CONTEXT4.2 UNDERSTANDING THE NEEDS 7 EXPECTATION OF STAKEHOLDERS4.3 DETERMINING THE SCOPE OF THE ASSET MANAGEMENT SYSTEM4.4 ESTABLISHING THE ASSET MANAGEMENT SYSTEM

4 CONTEXT OF ORGANISATION

Gambar 3.9. ISO 55001 dalam skema PDCA

Dalam konsep PDCA, tahap pertama adalah tahap perencanaan (Plan) dan hubungan antara tahap ini dengan ISO 55001 adalah di klausul 6 yaitu Planning. Klausul 6 mempunyai dua sub klausul yaitu:

1. Action to address risks & opportunities2. Asset management objectives; and planning to achieve them.

Page 65: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Aset... 49

Pada klausul ini, manajemen harus menjelaskan tentang proses yang sudah dilakukan untuk mengidentifikasi risiko dan peluang yang berhubungan dengan aset. Selain itu manajemen juga harus menentukan tujuan manajemen aset dan rencana yang telah didesain untuk menca-painya. Untuk tahapan pelaksanaan (Do), klausul yang berasosiasi dengan tahap ini adalah klausul 8 yaitu operation. Klausul ini terdiri dari tiga sub klausul yaitu:

1. Operation planning & control2. Managemen of change3. Outsourcing

Untuk tahap ketiga, yaitu tahap check, akan berasosiasi dengan klausul sembilan yaitu performance evaluation. Klausul ini mempunyai tiga sub klausul yaitu:

1. Monitoring, measurement analysis & evaluation2. Internal Audit3. Management review

Untuk tahapan PDCA yang terakhir, yaitu Act, akan berasosiasi dengan klausul ke 10. Di mana klausul nomer sepuluh ini juga mempunyai tiga sub klausul, yaitu:

1. Non-Conformity & Corrective Action2. Preventive Action3. Continual Improvement.

Di dalam ISO 550001, keempat klausul yang berasosiasi dengan tahap- tahap dari PDCA didukung oleh klausul ketujuh yaitu Support (Dukungan). Ada enam jenis dukungan yang harus disediakan oleh organisasi untuk mendukung implementasi manajemen aset yang efektif. Keenam dukungan yang harus disediakan oleh organisasi ini diwujudkan dalam sub klausul di klausul ketujuh ini, yaitu:

1. Resources2. Competence3. Awarness4. Communication5. Information Requirement6. Documented Information

Keseluruhan proses PDCA dan klausul yang berasosiasi dengannya termasuk klausul support manajemen aset dalam pelaksanaannya harus mematuhi rambu- rambu dan koridor yang tersedia di klausul yang keempat yaitu

Page 66: Framework Peningkat Kinerja

50 Framework Peningkat Kerja Sistem...

context of organisation. Di dalam klausul keempat ini terdapat empat sub klausul, yaitu:

1. Understanding the organisation and its context2. Undertanding the needs and expectiations of stakeholders3. Determining the scope of the asset management system4. Establishing the asset management system

Jadi dapat diambil sebuah benang merah bahwa proses PDCA adalah proses di dalam sistem manajemen aset yang bertujuan untuk mewujudkan value dari aset. Value dari aset ini dapat secara eksplisit atau implisit tertuang dalam klausul keempat dari ISO 55001 ini. Untuk secara efektif mengorkestrasi proses ini maka diperlukan faktor kepemimpinan yang efektif. Faktor ini menjadi faktor yang signifikan karena akan mengatur tentang bagaimana kepemimpinan dan budaya organisasi yang efektif diperlukan di dalam penerapan manajemen aset. Selain itu juga bagaimana kebijakan manajemen aset diambil di semua aras manajemen beserta peran, wewenang dan tanggung jawab masing- masing posisi di organ-isasi berkenaan dengan manajemen aset. Faktor kepemimpinan ini diatur dalam klausul kelima yaitu Leadership, yang di dalamnya terdapat tiga sub klausul yaitu:

1. Leadership & Commitment2. Policy 3. Organisational rules, responsibilities, and autorities.

3.5 Self Assessment Methodology Plus

Asset Management Maturity Model atau Model Kematangan Manajemen Aset adalah sebuah metode untuk mengukur tingkat kematangan penerapan manajemen aset dalam suatu organisasi untuk dapat mencapai kebutuhan saat ini dan kebutuhan di masa yang akan datang dengan melihat dari berbagai aspek. Aspek yang dipertimbangkan adalah aspek kapabilitas, performa dan kemampuan untuk menjamin kelangsungan kegiatan organisasi(“Asset Management Maturity Position Statement,” 2015). Dalam implementasinya, Asset Management Maturity Model menggunakan kuisioner untuk assesmen di departemen- departemen yang terkait dengan pengelolaan aset di sebuah organisasi. Terdapat beberapa jenis kuisioner yang berbeda yang dapat digunakan untuk keperluan ini dan mencakup keseluruhan kondisi kematangan organisasi, tergantung

Page 67: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Aset... 51

dari acuan yang digunakan(“Implementation Guide For an ISO 55001 Asset Management System,” 2016).

Dalam bab ini, Asset Management Maturity Model yang diperkenalkan adalah berbasis ISO 55000 dan mengacu ke Self Assessment Method-ology Plus (SAM +) yang merupakan salah satu panduan untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja manajemen aset organisasi yang dikelu-arkan oleh The IAM. Tujuan utama dari model ini adalah untuk menye-diakan pedoman dalam melakukan pengukuran tingkat kematangan manajemen aset suatu organisasi(The Self-Assessment Methodology Plus, 2015). Terdapat tiga metode yang berbeda untuk pengukuran tingkat kematangan dalam SAM+ yaitu pengukuran berdasarkan BSI PAS 55:2008 Maturity Scale, berdasarkan ISO 55001:2014 Maturity Scale, dan AM Landscape Assessment.

Penilaian terhadap sistem manajemen aset dapat dilakukan dengan 39 perspektif apabila mengacu pada AM Landscape, 27 perspektif apabila mengacu pada ISO 55001:2014 serta 28 perspektif apabila mengacu kepada mengacu kepada BSI PAS 55:2008. Hal ini didukung oleh Asset Management Landscape Subjects, Second Edition yang diterbitkan oleh Global Forum on Maintenance & Asset Management (2014), yang juga menjabarkan mengenai metode-metode penilaian tersebut. Pada bab ini, metode yang akan digunakan adalah ISO 55001:2014 yang merupakan metode pengukuran tingkat kematangan dengan menggunakan 27 elemen dari 7 klausul yang berbeda dengan total 39 pertanyaan yang mereplikasikan keseluruhan elemen dari sistem manajemen aset organ-isasi. Menurut Institute of Asset Management (2015), langkah selanjutnya adalah pemberian bobot berdasarkan pertanyaan yang diajukan tersebut untuk mengetahui tingkat kematangan dari masing-masing klausul yang diujikan. Level tingkat kematangan pembobotan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10. Level Tingkat Kematangan (dari The Instistute of Asset Management

(2015)

Page 68: Framework Peningkat Kinerja

52 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Di dalam SAM+ berbasis ISO 55000, terdapat lima tingkat kematangan manajemen aset di sebuah organisasi yaitu Maturity Level 0, Level 1, Level 2, Level 3, dan Beyond, seperti yang terlihat di Gambar 3.10. Penjelasan dari kelima level tersebut dapat dilihat di Tabel 3.1

Tabel 3.1. Penjelasan Pembobotan Tingkat Kematangan Skala Level Keterangan

0 InnocentOrganisasi belum menyadari perlunya penerapan klausul- klausul terkait dan tidak terdapat langkah pasti untuk menerapkannya.

1 Aware Organisasi memahami perlunya penerapan klausul terkait dan adanya inisiasi untuk menerapkan.

2 Developing

Organisasi telah mengidentifikasi sistem yang sesuai dan secara konsisten mencapai target dari klausul terkait serta tengah dalam progres penerapan untuk meningkatkan kinerja.

3 CompetentOrganisasi telah mengidentifikasi sistem yang sesuai dan secara konsisten mencapai target dari klausul terkait yang tercantum dalam ISO 55001.

4

Organisasi telah mengidentifikasi sistem yang sesuai dan secara konsisten mengoptimalkan kinerja manajemen aset selaras dengan tujuan dan operasional organisasi.

5

Organisasi telah mencapai nilai maksimal dalam manajemen aset dan menjadi tolak ukur dalam penerapan manajemen aset yang selaras dengan tujuan dan operasional organisasi.

Beyond

Untuk melakukan pengukuran tingkat kematangan, Institute of Asset Management telah mengembangkan sebuah software berbasis microsoft excel yang didesain khusus untuk mempermudah baik organisasi maupun individu dalam melakukan pengujuran terhadap tingkat kematangan tersebut. Adapun aplikasi tersebut dinamakan SAM+ Tool yang dapat membantu dengan 3 metode yang telah disebutkan sebelumnya.

Mengacu pada rekomendasi yang disampaikan oleh The Institute of Asset Management, mekanisme dan tata cara untuk melakukan penilaian kematangan implementasi manajemen aset dengan menggunakan SAM+ antara lain adalah sebagai berikut:1. Menunjuk narasumber yang mampu dan mengetahui bagaimana

praktek manajemen aset serta terampil untuk menjadi responden kuisioner.

Page 69: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Aset... 53

2. Asesor perlu menentukan cakupan sistem manajemen aset yang akan dikenai assessment. Ini bisa dilakukan dengan mengacu ke ISO 55000.

3. Format pengambilan data bisa dilakukan dengan berbagai macam cara mulai dari wawancara 1on 1, bisa juga dengan FGD atau kombinasi dari keduanya.

4. Melakukan tinjauan ulang kepada level lain dari organisasi baik secara vertikal maupun horizontal, serta pihak-pihak yang terkait dengan aset manajemen organisasi untuk pendukung dan penunjang data yang didapat dari responden utama.

5. Melakukan komunikasi sebelum assessment dilakukan untuk menjelaskan mekanisme serta maksud dan tujuan assessment.

6. Mengidentifikasi pertanyaan yang akan digunakan.

Kemudian melalui serangkaian proses pengambilan data, klausul-klausul yang telah ditampilkan sebelumnya diberi pembobotan berdasarkan data-data yang disampaikan oleh narasumber dan telah melalui proses validitas data. Proses pengukuran berbasis SAM+ inidapat dilakukan dengan bantuan aplikasi yang telah disediakan oleh The IAM. Aplikasi ini berbasis Microsoft Excel, sehingga hasil pengukurannya dapat dilihat secara real time serta dapat dilakukan analisa terhadap kondisi yang ada imple-mentasi manajemen asetnya. Merujuk pada Institute of Asset Management (2015), pertanyaan-pertanyaan pada setiap klausul yang terdapat dalam aplikasi SAM+ tersebut harus dijawab oleh responden. Sedangkan guidance untuk proses ientifikasinya dapat dijelaskan sebagai berikut:1. Indikator Maturity Level yang mungkin adalah dari level yang paling

rendah yakni Maturity Level 0 – Innocent hingga level yang paling tinggi yakni Maturity Level 4 – Beyond dengan rubriknya yang juga tersedia di dalam aplikasi. penjelasan kriteria dari masing-masing level akan memudahkan peneliti untuk memberi bobot berdasarkan evidence yang didapat dari wawancara atau group discussion.

2. Panduan latar belakang mengapa klausul perlu ditanyakan kepada narasumber.

3. Panduan mengenai kepada siapa pertanyaan dapat ditujukan dan kriteria SDM yang dianggap mampu menjawab pertanyaan.

Page 70: Framework Peningkat Kinerja

54 Framework Peningkat Kerja Sistem...

4. Panduan mengenai petunjuk dan pertanyaan tambahan yang perlu digali untuk mendukung pertanyaan utama dan memudahkan peneliti melakukan pembobotan.

5. Organisasi akan mendapatkan indikator ISO 55001:2014 yang sesuai dengan kondisi yang ada apabila menjawab keseluruhan klausul dengan sesuai.

Gambar 3.11 menunjukkan tampilan dari Assessment Form yang terdapat pada aplikasi SAM+ yang digunakan untuk melakukan pembobotan saat observasi dilakukan.

Gambar 3.11. Tampilan Assessment Form SAM+

Setelah melakukan serangkaian proses pembobotan, maka akan didapatkan hasil berupa diagram web atau diagram radar yang menng-gambarkan kinerja manajemen aset dari responden atau organisasi. Hasil ini kemudian dapat dianalisa untuk mencari pada klausul mana responden atau organisasi yang bersangkutan masih mempunyai tantangan dalam implementasi manajemen aset atau dengan kata lain yang belum optimal kinerjanya. Contoh tampilan dari diagram radar hasil observasi dapat dilihat pada Gambar 3.12.

Page 71: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Aset... 55

Gambar 3.12. Tampilan Hasil Assessment SAM+

Angka- angka yang berada di batas dalam sepanjang keliling lingkaran menunjukkan klausul yang dinilai. Sedangkan angka 0 hingga 3 yang dimulai dari titik pusat lingkaran menunjukkan tingkat kematangan dari responden di masing- masing klausul yang ada. Hasil dari pengukuran kematangan di masing- masing klausul akan ditransfer ke dalam diagram radar. Sehingga semakin besar luas area di diagram gambar akan merepre-setasikan semakin matang implementasi manajemen aset di suatu organ-isasi.

Page 72: Framework Peningkat Kinerja
Page 73: Framework Peningkat Kinerja

Model Konseptual Manajemen Aset 57

4

Model Konseptual Manajemen Aset

Asset Management Conceptual Model (Model konseptual manajemen aset) dibuat dan diusulkan oleh The IAM (The Institute of Asset Management). The IAM adalah sebuah badan profesi internasional di bidang profesional manajemen aset. Pembentukan model ini dimulai dari ide diperlukan sebuah model konseptual untuk manajemen aset. The IAM mengambil pandangan bahwa tidak ada model yang sempurna. Sebagai gantinya mereka menyambut berbagai model yang berguna karena model disukai oleh beberapa individu karena memudahkan pemahaman atau karena mereka menjelaskan teori atau praktik yang berbeda cara untuk berbagai tujuan di organisasi. Bab ini menyajikan sebuah model konseptual yang dapat digunakan oleh semua lembaga yang akan mengimplementasikan manajemen aset. Model Konseptual ini dirancang untuk menggambarkan keseluruhan lingkup Manajemen Aset dan kelompok tingkat aktivitas yang termasuk dalam bidang disiplin manajemen aset ini. Model ini menyoroti fakta bahwa Aset Manajemen adalah tentang integrasi aktivitas- aktivitas di bidang manajemen aset, tetapi tidak hanya kegiatan internal manajemen aset saja tetapi juga menekankan masalah kritis lain dari manajemen aset yaitu untuk melayani tujuan organisasi. Itu ‘Garis pandang’ dari sasaran organisasi ke aktivitas manajemen aset atau ‘penyelarasan’ yang dipro-mosikan dalam ISO 55000.

Model konseptual dari manajemen aset menurut The IAM terdiri dari 6 group dan 39 subyek yang berkaitan dengan manajemen aset. Subyek- subyek dalam manajemen aset mengacu kepada bidang- bidang yang dipergunakan untuk membuat kualifikasi manajemen aset di tingkat inter-nasional. Sedangkan group adalah kumpulan subyek yang berada dalam satu bidang yang sama. Dari pemaparan ini, dapat dilihat bahwa ini sangat penting untuk dipahami bahwa 39 subyek ini dimaksudkan untuk

Page 74: Framework Peningkat Kinerja

58 Framework Peningkat Kerja Sistem...

menggambarkan ruang lingkup lengkap Manajemen Aset. Oleh karena itu setiap orang yang ingin menjadi kompeten, profesional atau ahli di bidang ini harus mengetahui luasnya semua subjek yang melingkupi manajemen aset. Gambar model konseptual dari manajemen aset dapat dilihat di Gambar 4.1.

Gambar 4.1. The Conceptual Model of Asset Management (adopted from The

Instistute of Asset Management (2015))

Seperti yang terlihat pada Gambar 4.1, keenam group di dalam mdel konseptual manajemen aset tersebut adalah:

1. Asset Strategy and Planning2. Asset Management Decision Making3. Organisation and People Enabler4. Asset Lifecycle Delivery5. Asset Knowledge Enaabler6. Risk and Review

Page 75: Framework Peningkat Kinerja

Model Konseptual Manajemen Aset 59

Di dalam Gambar 4.1., terdapat Organisational Strategic Plan, namun ini bukan merupakan bagian dari model konseptual. Karena aset itu ada untuk mendukung tujuan organisasi maka model konseptual manajemen aset ini akan dimulai dari tujuan organisasi yang di desain dari Organisational Strategic Plan. Sesuai dengan model konseptual manajemen aset, untuk membuat Organisational Strategic Plan, organisasi perlu mempertim-bangkan empat faktor utama, yaitu: Customer, Legislation, Investors, dan Commercial Environment. Setelah Organisational Strategic Plan terbentuk, langkah berikutnya adalah bagaimana menurunkan Organisational Strategic Plan tersebut ke dalam strategi dan perencanaan aset (Strategy and Planning). Dalam tahap ini pembahasan tentang desain sistem menggu-nakan system matrix seperti yang diusulkan oleh (Cahyo, 2018b) dapat dipergunakan. Selain mempertimbangkan Organisational Strategic Plan, dalam membangun strategi dan perencanaan aset juga harus mempertim-bangkan Organisation and People Enabler, dan Asset Management Decision Making. Dalam menentukan Asset Management Decision Making, diper-lukan dukungan data dari group Asset Knowledge Enabler. Setelah strategi dan perencanan aset selesai dibuat, strategi dan perencanaan ini kemudian diimplementasikan ke dalam lifecycle delivery dari aset. Tentu saja mash dengan dukungan dari Asset information. Selama pelaksanaan lifecycle delivery dari aset tersebut, juga diperlukan proses pengelolaan risiko dan review yang menjadi group terakhir yaitu group Risk and Review. Keenam group tersebut terdiri dari beberapa subyek. Detil subyek- subyek yang ada di tiap- tiap group dapat dilihat di Gambar 4.2.

Page 76: Framework Peningkat Kinerja

60 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Gambar 4.2. Subyek- subyek dalam keenam group di manajemen aset (Sumber:

The Instistute of Asset Management (2015))

4.1 Asset Management Strategy & Planning

Grup Strategi & Perencanaan Manajemen Aset berisi kegiatan-kegiatan inti Manajemen Aset yang diperlukan untuk mengembangkan, mengimple-mentasikan, dan meningkatkan Manajemen Aset dalam suatu organisasi, dengan mempertimbangkan tujuan bisnis dan organisasi dan dampak dari perubahan permintaan dari waktu ke waktu pada portofolio aset. Keluaran kelompok ini biasanya adalah Rencana Manajemen Aset yang dengan jelas menjelaskan apa yang organisasi rencanakan untuk lakukan dengan asetnya sehubungan dengan akuisisi, pemeliharaan, operasi, dan pembuangan serta tingkat layanan apa yang akan diberikan sebagai hasil dari kegiatan ini. Strategi & Perencanaan Manajemen Aset perlu memper-timbangkan output yang diperlukan dari aset, baik sekarang dan di masa depan, dan opsi untuk memberikan output ini dengan biaya seumur hidup terendah. Di banyak organisasi, ini memerlukan pertimbangan Rencana Manajemen Aset selama jangka waktu yang panjang, misalnya 50 tahun, untuk memastikan implikasi jangka panjang dari Pengambilan Keputusan Manajemen Aset dipahami. Karena itu, penting agar kegiatan Strategi & Perencanaan Manajemen Aset dilakukan bersamaan dengan kegiatan Pengambilan Keputusan Manajemen Aset. Strategi & Perencanaan

Page 77: Framework Peningkat Kinerja

Model Konseptual Manajemen Aset 61

Manajemen Aset juga perlu memperhitungkan ketidakpastian yang terkait dengan perencanaan jangka panjang. Ketidakpastian ini dapat meliputi:

- Apa tingkat permintaan di masa depan? - Apakah tingkat layanan yang diperlukan akan berubah? - Akankah aset memburuk pada tingkat yang diasumsikan? - Bagaimana risiko akan berubah seiring waktu? - Teknologi baru apa yang akan tersedia? - Apa perubahan di masa depan dalam peraturan dan

perundang-undangan? - Seperti apa lingkungan bisnis ekonomi di masa depan?

Adalah penting bahwa implikasi dari ketidakpastian ini dipahami dalam hal kemungkinan dampak pada biaya, risiko dan tingkat layanan. Ini mungkin mengharuskan pengembangan Rencana Manajemen Aset untuk sejumlah skenario yang berbeda untuk mencerminkan asumsi yang berbeda di sekitar ketidakpastian ini. Grup Strategi & Perencanaan Manajemen Aset mencakup Subjek Manajemen Aset berikut:

- Kebijakan Manajemen Aset - Strategi Manajemen Aset - Analisis Permintaan - Perencanaan strategis - Rencana Manajemen Aset

4.2 Asset Management Decision Making

Kunci untuk membuat keputusan Manajemen Aset yang baik adalah memperoleh pengetahuan yang tepat dan menerapkannya dalam kerangka kerja pengambilan keputusan yang kuat. Strategi Manajemen Aset harus ada yang berasal dari dan konsisten dengan Kebijakan Manajemen Aset. Memiliki Kebijakan Manajemen Aset dan Strategi Manajemen Aset yang konsisten memberikan kerangka kerja yang stabil untuk memungkinkan Pengambilan Keputusan Manajemen Aset yang tergabung. Kebijakan Manajemen Aset memberikan prinsip-prinsip menyeluruh yang ada untuk memungkinkan Strategi, tujuan, dan rencana Manajemen Aset untuk diproduksi dan diimplementasikan. Strategi Manajemen Aset biasanya akan berisi kriteria yang akan digunakan untuk mengoptimalkan Pengam-bilan Keputusan Manajemen Aset. Pengetahuan Aset juga merupakan elemen penting dalam Pengambilan Keputusan Manajemen Aset. Penge-

Page 78: Framework Peningkat Kinerja

62 Framework Peningkat Kerja Sistem...

tahuan Aset yang diperlukan tentang aset dapat dikelompokkan ke dalam area berikut:

- Kekuatan dan Kelemahan: Memahami kekritisan aset Anda dan kondisi aset.

- Peluang: tindakan yang dapat diambil untuk meningkatkan kondisi aset, teknologi baru atau keterampilan yang dapat dibawa ke dalam organisasi untuk meningkatkan kemampuan Manajemen Aset.

- Ancaman: risiko terhadap kinerja dan untuk memahami tindakan mitigasi yang dapat dilakukan untuk mengelola risiko ini.

Pengambilan Keputusan Manajemen Aset sangat penting pada semua tahap siklus hidup aset dan harus dilakukan dengan cara yang terkoordinasi untuk mengoptimalkan nilai seumur hidup mengingat kendala mendasar, peraturan perundang-undangan atau kewajiban peraturan lainnya. Pengambilan Keputusan Manajemen Aset biasanya dilakukan bersamaan dengan Perencanaan Strategis dan merupakan kunci untuk mengem-bangkan Rencana Manajemen Aset yang dioptimalkan. Pengambilan Keputusan Manajemen Aset kadang-kadang dilakukan untuk keputusan satu kali tertentu, misalnya untuk mengoptimalkan skema investasi utama dan hasilnya akan dimasukkan dalam Rencana Manajemen Aset. Namun, untuk keputusan yang lebih umum, misalnya kebijakan pembaruan optimal untuk aset yang digunakan secara luas, Pengambilan Keputusan Manajemen Aset dapat dilakukan sekali dan diwujudkan dalam kebijakan khusus aset. Kebijakan-kebijakan ini kemudian akan digabungkan dengan Pengetahuan Aset untuk mengembangkan volume kerja dan biaya untuk portofolio aset dalam Rencana Manajemen Aset. Keluaran dari penerapan kebijakan ini perlu ditinjau secara terus-menerus untuk memastikannya sejalan dengan asumsi yang dibuat selama proses Pengambilan Keputusan Manajemen Aset. Grup Pengambilan Keputusan Manajemen Aset terdiri dari Subjek-Subjek berikut:

- Pengambilan Keputusan Investasi Modal - Pengambilan Keputusan Pengoperasian dan Pemeliharaan - Biaya Siklus Hidup dan Optimalisasi Nilai - Sumber Daya Strategi dan Optimasi - Strategi Shutdown & Outage dan Optimasi - Strategi Penuaan Aset

Page 79: Framework Peningkat Kinerja

Model Konseptual Manajemen Aset 63

4.3 Organisation and People Enabler

Manajemen Aset adalah cara berpikir. Ini adalah sesuatu yang perlu diper-hitungkan dalam segala hal yang dilakukan organisasi. Ini bukan hanya seluruh biaya dan seluruh hidup aset tetapi seluruh perusahaan juga. Ini sering kali dipertanyakan di dalam pola pikir tradisional, kepentingan pribadi di ruang dewan, struktur dan kompetensi yang ada, proses pengam-bilan keputusan yang mapan, dan hubungan pemasok. Pengalaman penga-dopsi awal Manajemen Aset sangat menyarankan masalah ini harus ditangani lebih cepat. Ada hubungan dua arah antara Strategi Manajemen Aset dan budaya dan kemampuan organisasi. Masing-masing memiliki implikasi untuk yang lain yang perlu didefinisikan, diukur dan dikelola secara aktif jika strategi ingin berhasil. Kelompok kegiatan ini berkaitan dengan memastikan ada garis pandang yang jelas antara Kebijakan Manajemen Aset dan Strategi Manajemen Aset dan kegiatan dan proses yang mendukungnya, antara ruang rapat dan garis depan. Organisasi-or-ganisasi Manajemen Aset yang efektif jelas tentang kegiatan apa yang bisa di-outsourcing-kan dan apa yang perlu disimpan. Pendekatan mereka terhadap Kontrak dan Manajemen Pasokan mencerminkan tujuan strategis untuk manajemen biaya, risiko dan kinerja. Mereka mengembangkan dan mengelola kemampuan dan hubungan pemasok dan kontraktor dengan tujuan jangka panjang dalam Manajemen Aset.

Kepemimpinan Manajemen Aset diperlukan di semua tingkatan untuk memastikan strategi dan rencana Manajemen Aset tidak dibatalkan oleh perspektif yang saling bertentangan di antara departemen, fungsi profe-sional atau kelompok kerja tentang apa yang merupakan nilai terbaik atau oleh kurangnya kejelasan tentang tujuan dan prioritas organisasi. Struktur & Budaya Organisasi adalah penting karena memiliki efek mendalam pada apa yang orang anggap baik dan percaya itu mungkin, bagaimana mereka berperilaku dan bagaimana komitmen yang mereka rasakan. Peran kunci bagi manajemen senior adalah secara proaktif membentuk budaya, struktur, peran, dan tanggung jawab organisasi yang kondusif bagi pemikiran Manajemen Aset dan disesuaikan dengan tujuan spesifik Manajemen Aset mereka. Kompetensi dan Perilaku staf individu harus sesuai dengan tuntutan peran mereka dan masing-masing harus memahami kontribusi yang diharapkan dari mereka. Pendekatan sistematis untuk mendefinisikan kompetensi dan persyaratan perilaku,

Page 80: Framework Peningkat Kinerja

64 Framework Peningkat Kerja Sistem...

memilih dan mengembangkan staf dan mengelola pekerjaan mereka adalah ciri khas dari praktik terbaik organisasi Manajemen Aset. Organ-isasi & People Enablers Group berisi Subjek Manajemen Aset berikut:

- Manajemen Kontrak dan Pemasok - Kepemimpinan Manajemen Aset - Struktur & Budaya Organisasi - Kompetensi dan Perilaku

4.4 Asset Lifecycle Delivery

Kelompok Subjek tentang Pengambilan Keputusan Manajemen Aset telah mengeksplorasi pendekatan untuk melakukan banyak keputusan trade-off yang biasanya dihadapi oleh Manajer Aset. Namun, itu dalam Aktivitas Asset Lifecycle Delivery di Manajemen Aset di mana sebagian besar pengeluaran terjadi. Ada peluang signifikan untuk mengidentifikasi efisiensi melalui penerapan praktik Manajemen Aset yang baik dalam Aktivitas Penyerahan Siklus Hidup ini, serta risiko signifikan dari kenaikan biaya jika aktivitas ini tidak dikelola dengan baik. Aktivitas Asset Lifecycle Delivery tidak boleh dianggap terpisah sebagai aktivitas individual. Meskipun keputusan tentang aset apa yang akan diperoleh mungkin telah diambil, pendekatan siklus hidup untuk Kegiatan Asset Lifecycle Delivery harus tetap diadopsi.

Sebagai contoh, penting untuk memastikan fase perawatn aset di dalam Asset Lifecycle Delivery diwakili pada fase Penciptaan Aset & Akuisisi dan Sistem Rekayasa siklus aset untuk memastikan masalah keberlan-jutan dipertimbangkan pada tahap desain. Fase Pembuangan Aset juga harus dipertimbangkan pada fase Penciptaan Aset & Akuisisi dan Sistem Rekayasa siklus hidup karena mungkin ada peluang untuk mempengaruhi biaya pembuangan melalui perubahan dalam desain atau bahan yang digunakan. Penting juga bahwa pelajaran yang dipetik dari fase Pemeli-haraan di dalam Asset Lifecycle Delivery diumpankan kembali ke aktivitas Pembuatan & Akuisisi Aset dan Sistem Rekayasa untuk terus meningkatkan desain aset dan sistem aset. Grup Aktivitas Pengiriman Siklus Hidup berisi Subjek Manajemen Aset berikut:

- Standar Teknis dan Legislasi - Penciptaan Aset dan Akuisisi - Rekayasa sistem - Manajemen konfigurasi

Page 81: Framework Peningkat Kinerja

Model Konseptual Manajemen Aset 65

- Pengiriman Perawatan - Rekayasa Keandalan & Analisis Penyebab Root - Operasi Aset - Pengelolaan sumber daya - Manajemen Pemadaman / Pemadaman - Respon Insiden - Rasionalisasi dan Pembuangan Aset

4.5 Asset Knoweledge Enabler

Asset intensif organisasi bergantung pada data aset, informasi dan penge-tahuan aset sebagai enabler utama dalam melakukan kedua kegiatan Manajemen Aset strategis dan kegiatan operasional.

- Data - Angka, kata, simbol, gambar, dll. Tanpa konteks atau makna, mis. Data dalam format mentah, mis. 25 meter.

- Informasi - Kumpulan data yang diungkapkan dengan konteks pendukung mis. Rentang jembatan adalah 25 meter.

- Pengetahuan - Kombinasi pengalaman, nilai-nilai, informasi dalam konteks, dan wawasan yang membentuk dasar untuk pengambilan keputusan.

Informasi aset adalah istilah kolektif yang dapat mencakup jenis informasi umum berikut:

- Catatan keberadaan aset fisik, secara kolektif dikenal sebagai inventaris aset.

- Atribut tentang aset ini, mis. membuat, model, nomor seri, umur, kapasitas.

- Lokasi, informasi spasial dan informasi konektivitas - terutama dalam Sistem Informasi Geografis (SIG).

- Informasi subyektif tentang aset, seperti penilaian kinerja, kondisi, dan kemudahan servis.

- Merencanakan kegiatan intervensi aset jangka pendek, menengah, dan panjang serta sejarah kegiatan di masa lalu.

- Dokumen, gambar CAD dan foto-foto aset.

Strategi Informasi Aset secara keseluruhan mendefinisikan kegiatan yang akan dilakukan organisasi untuk memastikan bahwa informasi asetnya memenuhi persyaratan saat ini dan di masa mendatang. Standar Penge-tahuan Aset digunakan untuk mendefinisikan secara eksplisit data dan

Page 82: Framework Peningkat Kinerja

66 Framework Peningkat Kerja Sistem...

informasi yang diperlukan, format yang diperlukan, siapa yang harus menyediakannya, dan kapan harus disediakan. Sistem Informasi Aset, atau aplikasi, digunakan untuk mengotomatisasi proses Manajemen Aset dan untuk memberikan analisis dukungan keputusan yang konsisten. Informasi aset biasanya merupakan input untuk proses tersebut, dapat dimodifikasi atau dibuat oleh proses dan akan menjadi output dari proses. Kualitas Data Aset & Pengetahuan harus dinilai, dipahami dan dikelola untuk memas-tikan bahwa itu memberikan dukungan yang efektif untuk pengambilan keputusan dan proses bisnis. Biasanya, organisasi yang intensif aset tidak memiliki semua informasi aset yang mereka butuhkan secara ideal, dan informasi yang mereka miliki mungkin tidak sesuai dengan kualitas yang disyaratkan. Oleh karena itu, organisasi perlu menilai dan mempriori-taskan pengumpulan data dan kegiatan pembersihan data untuk fokus pada bidang yang akan bermanfaat. Asset Knowledge Enablers Group berisi Subjek Manajemen Aset berikut:

- Strategi Informasi Aset - Standar Pengetahuan Aset - Sistem Informasi Aset - Data Aset dan Pengetahuan

4.6 Risk and Review

Grup Risiko dan Peninjauan Lanskap Manajemen Aset ini adalah blok bangunan fundamental untuk Pengambilan Keputusan Manajemen Aset yang berkelanjutan. Ini memfasilitasi pertukaran timbal balik yang konstan dan berkembang antara kinerja, biaya, dan risiko sambil memberikan umpan balik dan mekanisme peninjauan untuk memfasilitasi adaptasi tujuan dan evolusi pemahaman tentang kekritisan aset terhadap penyam-paian tujuan bisnis.

Grup ini membutuhkan pemahaman tentang toleransi organisasi terhadap risiko dalam hal risiko keselamatan, lingkungan, keuangan, reputasi, dan kinerja agar kekritisan dapat didefinisikan dengan tepat dan proses pengambilan keputusan diinformasikan. Pengembangan dan penge-lolaan hubungan pemangku kepentingan yang berkelanjutan adalah kunci untuk memahami, menggambarkan dan mengkomunikasikan toleransi ini. Selain peran kunci yang dimainkan risiko dalam menginformasikan pengambilan keputusan Manajemen Aset, ini juga merupakan mekanisme

Page 83: Framework Peningkat Kinerja

Model Konseptual Manajemen Aset 67

di mana organisasi dapat mempersiapkan peristiwa penting seperti kecelakaan, insiden atau dampak perubahan iklim untuk memastikan bahwa ia memiliki perencanaan kontingensi yang sesuai di tempat. dan mekanisme untuk memastikan kelangsungan bisnis.

Setelah memahami toleransi terhadap risiko dan dengan demikian peran aset dalam hal kritikalitas terhadap pengambilan keputusan bisnis, penting untuk memastikan bahwa umpan balik dan mekanisme peninjauan sudah ada dan sesuai. Pemahaman yang kuat tentang kinerja aset dan kesehatan aset menginformasikan evolusi kritikalitas dan risiko. Investigasi insiden dan kegagalan serta proses tinjauan manajemen terkait menyediakan mekanisme untuk menyatukan pemahaman kinerja aset dan kesehatan dalam konteks kekritisan dan tujuan bisnis sehingga memastikan bahwa perubahan diinformasikan dan sesuai. Proses Manajemen Perubahan menyediakan kontrol yang diperlukan. Praktik Akuntansi memberikan jaminan bahwa termometer kinerja keuangan kami dikalibrasi dengan benar dan audit memberikan jaminan bahwa segala sesuatu dalam organ-isasi sebagaimana mestinya. Kedua elemen ini memberikan umpan balik tambahan untuk menginformasikan evolusi proses Manajemen Aset di seluruh bisnis. Risk & Review Group berisi Subjek Manajemen Aset berikut:

- Kekritisan, Penilaian Risiko, dan Manajemen - Perencanaan Kontinjensi dan Analisis Ketahanan - Pembangunan berkelanjutan - Cuaca dan Perubahan Iklim - Kinerja Aset & Sistem & Pemantauan Kesehatan - Manajemen Perubahan Aset & Sistem - Tinjauan Manajemen, Audit & Jaminan - Praktek Akuntansi - Hubungan Stakeholder

Page 84: Framework Peningkat Kinerja
Page 85: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Risiko berbasis ISO 31000 69

5

Pengantar Manajemen Risiko berbasis ISO 31000

Di dalam bab akan dibahas mengenai model konseptual manajemen aset, terdapat satu grup yang disebut dengan group risk dan review. Salah satu subyek dari group ini adalah Criticality, Risk Assessment and Management (Kekritisan, Pengelolaan dan Penilaian Risiko).

Criticality, Risk Assessment and Management merupakan komponen penting yang memungkinkan suatu organisasi mendapat manfaat dari pengam-bilan keputusan Manajemen Aset yang dioptimalkan. Ini adalah bagian dari proses yang memungkinkan pendekatan disiplin bagi organisasi untuk memaksimalkan nilai dan menyampaikan Rencana Strategis Organisasi. Tujuan memiliki pandangan tentang kekritisan aset adalah untuk mengin-formasikan organisasi Strategi Manajemen Aset dan alat serta proses pengambilan keputusan. Menilai kekritisan aset mengharuskan organisasi untuk mengantisipasi konsekuensi atau dampak dari kegagalan suatu aset, bagaimana organisasi menilai konsekuensi atau dampak dari kegagalan aset tergantung pada visi, misi, nilai-nilai, kebijakan bisnis, persyaratan pemangku kepentingan, tujuan dan kriteria manajemen risiko organisasi .

Setelah konsekuensi atau dampak dari kegagalan aset telah dicatat oleh suatu organisasi, itu harus diletakkan dalam format yang berguna yang akan memungkinkan penilaian informasi berlangsung. Kriteria penilaian risiko yang digunakan oleh suatu organisasi biasanya akan mencer-minkan masalah utama yang berusaha dikelola oleh organisasi yaitu mungkin berdasarkan biaya atau parameter lain yang penting bagi organ-isasi, meski secara umum parameter tersebut bisa juga dikuantifikasi ke dalam ukuran nilai uang. Namun tujuan dari penilaian risiko adalah untuk memungkinkan organisasi untuk mengoptimalkan pengambilan

Page 86: Framework Peningkat Kinerja

70 Framework Peningkat Kerja Sistem...

keputusan Manajemen Aset mereka dengan menyediakan metodologi penilaian yang konsisten dan mengurangi tingkat ketidakpastian. Kekri-tisan, Penilaian Risiko, dan Manajemen harus terjadi dalam kerangka kerja manajemen yang disiplin dan proses tata kelola. Seringkali organisasi akan mengembangkan daftar risiko atau catatan dan mengembangkan proses untuk mendukung pembukaan, pembaruan, dan penutupan risiko bisnis. Manajemen risiko akan mencakup sistem peninjauan dan pening-katan risiko, dengan penilaian dilakukan pada tingkat yang sesuai dalam suatu organisasi. ISO 31000, Prinsip dan Pedoman Manajemen Risiko, memberikan panduan lebih lanjut tentang pendekatan praktik yang baik untuk Kekritisan, Penilaian Risiko, dan Manajemen.

5.1 Definisi Risiko

Salah satu aspek yang perlu diseimbangkan dalam proses realisasi nilai aset adalah risiko. International Standard Organisation (ISO) juga telah merilis standar untuk pengelolaan risiko yaitu ISO 31000. ISO 31000 menyediakan prinsip- prinsip dan pedoman umum tentang manajemen risiko. Definisi risiko menurut standar ini adalah “effect of uncertainty on objectives” – efek dari ketidakpastian terhadap tujuan. Menurut ISO 31000, risiko adalah efek dari ketidakpastian terhadap tujuan. Ada tiga kata kunci dari definisi tersebut, yaitu efek, ketidakpastian dan tujuan. Ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Efek adalah penyimpangan dari harapan – penyimpangan ini bisa positif atau negatif

2. Tujuan bisa mempunyai beberapa aspek yang berbeda- beda, misalnya : finansial, kesehatan dan keselamatan kerja, dan sebagainya. Ini juga dapat berlaku pada level yang berbeda- beda, misalnya di level strategis, keseluruhan organisasi, projek, produk, dan proses.

3. Ketidakpastian adalah kondisi dimana informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan tidak cukup tersedia.

Secara umum risiko dapat diekspresikan sebagai kombinasi dari konsekuensi dari sebuah kejadian dengan probabilitas kejadian tersebut. Sehingga semakin besar konsekuensinya dan atau probabilitasnya maka akan semakin besar risiko yang terjadi. Sehinga jika probabilitas adalah representasi dari ketidakpastian maka untuk mengurangi risiko dapat

Page 87: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Risiko berbasis ISO 31000 71

dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi yang relevan. Selain itu cara mengurangi risiko adalah dengan cara mengurangi atau mengelola dampaknya. Contoh sederhana manajemen risiko di bidang manajemen aset adalah perawatan. Salah satu risiko terhadap sebuah aset adalah jika aset tersebut rusak. Risiko kerusakan terhadap aset akan semakin besar jika probabilitas kerusakannya besar dan atau dampak karena kerusakan tersebut besar. Sehingga untuk mengurangi risiko kerusakan aset dapat dilakukan dengan dua alternatif yaitu dengan mengurangi probabilitasnya dan atau mengurangi (mengelola dampaknya). Probabilitas kerusakan aset dapat dikurangi dengan cara mengimplementasikan strategi preventive maintenance. Sedangkan untuk mengurangi dampak dapat dilakukan dengan cara mengimplementasikan corrective maintenance.

5.2 Manajemen Risiko

Masih menurut mengacu pada ISO 31000 (2009), definisi manajemen risiko adalah aktivitas yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengontrol segala sesuatu di dalam organisasi yang berhubungan dengan risiko. Proses pengelolan risiko (manajemen risiko) terdiri dari tiga aspek utama, yaitu prinsip- prinsip manajemen risiko, kerangka kerja (framework) manajemen risiko, dan proses pengeloaan risiko. Hubungan ketiga aspek ini dapat dilihat di Gambar 5.1.

Gambar 5.1. Hubungan ketiga aspek utama manajemen risiko (ISO, 2009)

Page 88: Framework Peningkat Kinerja

72 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Gambar 5.1 terdiri dari prinsip- prinsip, kerangka kerja, dan proses manajemen risiko. Pada bagian prinsip- prinsip manajemen risiko, terdiri dari sebelas prinsip. Kesebelas prinsip tersebut adalah:

1. Create value – manajemen risiko menciptakan dan melindungi nilai.Manajemen risiko berkotribusi dalam pencapaian tujuan yang dapat dibuktikan serta proses peningkatan kinerja. Misalnya pada bidang kesehatan dan keselamatan kerja, keamanan, kepatuhan terhadap hukum dan regulasi, penerimaan publik, kualitas produk, manajemen proyek, efisiensi di operasi, dan sebagainya.

2. Integral part of organizational process - Manajemen risiko adalah sebuah bagian inregral dari seluruh proses organisasiManajemen risiko bukan sebuah aktivitas yang berdiri sendiri dan terpisah dari aktivitas dan proses di dalam organisasi. Manajemen risiko adalah bagian dari tanggungjawab manajemen dan bagian integral dari proses organisasi, termasuk perencanaa strategis dan semua proses manajemen proyek dan maajemen perubahan.

3. Part of decision making - Manajemen risiko adalah bagian dari proses pengambilan keputusan.Manajemen risiko membantu pembuat keputusan untuk membuat pilihan yang berdasarkan informasi, memprioritaskan tindakan, dan menetukan pilihan terbaik di antara kumpulan alternatif yang ada.

4. Explicitly addresses uncertainty - Manajemen risiko secara eksplisit menangani ketidakpastianManajemen risiko secara jelas mempertimbangkan ketidakpastian, lingkungan dan sifat dasar dari ketidakpastian, dan bagaimana ketidakpastian itu dapat ditangani.

5. Systematic, structured and timely - Manajemen risiko adalah sistematis, struktur dan tepat waktu.Sebuah pendekatan yang sistematis, tepat waktu, dan terstruktur terhadap manajemen risiko berkotribusi terhadap efisiensi serta terhadap hasil yang konsisten, dapat dibandingkan, dan dapat diandalkan.

6. Based on the best available information - Manajemen risiko berdasarkan informasi terbaik yang tersedia.Masukan untuk proses pengelolaan risiko didasarkan pada sumber informasi seperti data historis, pengalaman, umpan balik stake-

Page 89: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Risiko berbasis ISO 31000 73

holder, observasi, peramalan dan penilain pakar. Akan tetapi pembuat keputusan harus memahami dan mempertimbangkan semua batasan data atau pemodelan yang dipergunakan atau kemungkinan dari perbedaan antarpakar.

7. Tailored - Manajemen risiko dapat disesuaikan. Manajemen risiko diselaraskan dengan konteks internal dan eksternal organisasi dan profil risikonya.

8. Takes human and cultural factors into account - Manajemen risiko mempertimbangkan faktor kultur dan kemanusiaan. Manajemen risiko mengenali kemampuan, persepsi, dan intensi dari orang- orang di dalam dan di luar organisasi yang dapat memfasilitasi atau menghalangi pencapaian tujuan organisasi.

9. Transparent and inclusive - Manajemen risiko inklusif dan transparan.Keterlibatan pemangku kepentingan yang tepat dan tepat waktu dan, khususnya, pembuat keputusan di semua tingkatan organisasi, memastikan bahwa manajemen risiko tetap relevan dan mutakhir. Keterlibatan ini juga memungkinkan para pemangku kepentingan untuk diwakili dengan baik dan agar pandangan mereka dipertim-bangkan dalam menentukan kriteria risiko

10. Dynamic, iterative and responsive to change - Manajemen risiko dinamis, iteratif dan responsif terhadap perubahanManajemen risiko terus-menerus merasakan dan merespons perubahan. Ketika peristiwa eksternal dan internal terjadi, konteks dan pengetahuan berubah, pemantauan dan peninjauan risiko terjadi, risiko baru muncul, beberapa risiko berubah, dan lainnya menghilang.

11. Facilitate continual improvement and enhanced of the organization - Manajemen risiko memfasilitasi perbaikan yang berkesinambungan di dalam organisasiOrganisasi harus mengembangkan dan menerapkan strategi untuk meningkatkan kematangan manajemen risiko mereka bersamaan dengan semua aspek lain dari organisasi mereka.

Masih di Gambar 5.1, kesebelas prinsip-prinsip dari manajemen risiko tadi akan menjadi masukan bagi kerangka kerja manajemen risiko, yaitu pada aspek mandate and commitment. Menurut klausul 4.2 di dalam ISO 31000 mengenai mandate and commitment, pengenalan manajemen risiko dan memastikan efektivitasnya yang berkelanjutan membutuhkan komitmen

Page 90: Framework Peningkat Kinerja

74 Framework Peningkat Kerja Sistem...

yang kuat dan berkelanjutan oleh manajemen organisasi, serta peren-canaan yang strategis dan ketat untuk mencapai komitmen di semua tingkatan. Manajemen diharuskan untuk:

- mendefinisikan dan mendukung kebijakan manajemen risiko; - memastikan bahwa budaya organisasi dan kebijakan manajemen

risiko selaras; - menentukan indikator kinerja manajemen risiko yang selaras

dengan indikator kinerja organisasi; - menyelaraskan tujuan manajemen risiko dengan tujuan dan

strategi organisasi; - memastikan kepatuhan hukum dan peraturan - menugaskan akuntabilitas dan tanggung jawab pada tingkat yang

sesuai dalam organisasi; - memastikan bahwa sumber daya yang diperlukan dialokasikan

untuk manajemen risiko; - mengomunikasikan manfaat manajemen risiko kepada semua

pemangku kepentingan; dan - memastikan bahwa kerangka kerja untuk mengelola risiko terus

tetap sesuai.

Di dalam kerangka kerja manajemen risiko, terdapat empat proses lain selain proses pembangunan atau penentuan mandate and commitment untuk manajemen risiko. Keempat proses yang lain itu adalah:

1. Design of framework for managing risk – desain kerangka kerja untuk mengelola risiko.

2. Implementing Risk Management – menerapkan manajemen risiko3. Monitoring and review of the framework – memonitor dan mereview

kerangka kerja4. Continual improvement of the framework – perbaikan berkelanjutan

dari kerangka kerja.Detil dari kelima komponen utama kerangka kerja manajemen risiko beserta klausul ISO 31000 yang berhubungan dapat dilihat di Gambar 5.2

Page 91: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Risiko berbasis ISO 31000 75

Gambar 5.2. Kerangka kerja manajemen risiko dan klausulnya (ISO, 2009)

Kerangka kerja manajemen risiko yang tersaji di Gambar 5.2 berhubungan dengan klausul 4 ISO 31000. Pada proses Design of framework for managing risk, klausul ISO 31000 yang berhubungan adalah klausul 4.3 dan sub klausul yang ada di bawahnya, misalnya pada proses Design of framework for managing risk, terdapat sub proses yaitu Understanding the organi-sation and its context. Referensi untuk proses ini dapat dilihat pada klausul 4.3.2. Proses kedua dalam kerangka kerja manajemen risiko adalah Imple-menting risk management, Monitoring and review of the framework, dan Continual improvement of the framework yang referensinya dapat dilihat pada klausul 4.4, 4.5, dan 4.6 secara berturut- turut.

Bagian ketiga dari Gambar 5.2 adalah proses manajemen risiko. Pada Gambar 5.2 terlihat bahwa dalam kerangka kerja manajemen risiko terdapat proses untuk mengimplementasikan manajemen risiko (Imple-menting risk management). Proses implementasi manajemen risiko ini dapat dilihat pada Gambar 5.3. Proses manajemen risiko dimulai dari proses komunikasi dan konsultasi yang mengacu ke klausul 5.2 di ISO 31000. Hasil dari proses ini akan menjadi input pada proses Establishing the context (klausul 5.3).

Page 92: Framework Peningkat Kinerja

76 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Gambar 5.3. Proses Manajemen Risiko (ISO, 2009)

Pada Gambar 5.3 terlihat ada sebuah kumpulan proses yang disebut dengan Risk Assessment yang mengacu ke klausul 5.4. Proses ini terdiri dari tiga sub proses yaitu Risk identification, Risk analysis, dan Risk evaluation yang mengacu ke klausul 5.4.2, klausul 5.4.3, dan 5.4.3 berturut- turut. Hasil dari risk assessment ini akan menjadi masukan pada proses risk treatment. Hasil risk treatment ini akan dievaluasi untuk mencari tahu apakah hasil treatment yang berupa residual risk dalam level yang ecceptable bagi organ-isasi. Proses ini dimulai dari Establishing the context hingga Risk treatment dan harus selalu melalui proses komunikasi dan konsultasi dengan stake-holder baik dari internal atau eksternal organisasi. Selain itu juga setiap prosesnya harus melalui proses monitoring dan review.

5.3 Asset-Related Risk Management

Di dalam subbab ini akan dibahas lebih detil tentang bagaimana manajemen risiko dapat diterapkan di dalam proses manajemen aset. Risiko yang berhubungan dengan aset secara kualitas dan kuantitas bisa dikatakan beragam baik yang berasal dari dalam sistem organisasi atau dari luar organisasi. Contoh risiko yang berasal dari dalam organisasi adalah kerusakan aset karena praktek manajemen perawatan yang buruk, kurangnya pelatihan bagi para teknisi. Contoh lain misalnya kesalahan pemilihan investasi aset, kecelakaan kerja yang behubungan dengan penggunaan aset dan sebagainya. Contoh risiko yang berasal dari luar

Page 93: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Risiko berbasis ISO 31000 77

organisasi antara lain bisa berupa peraturan pemerintah, tuntutan dari pemangku kepentingan eksternal, kenaikan harga sparepart yang tidak terkendali dan sebagainya. Intinya adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi kinerja aset dalam pencapaian tujuannya untuk dapat memenuhi fungsinya dalam proses pencapaian tujuan organisasi adalah risiko yang berhubungan dengan aset. Sehingga untuk memastikan bahwa risiko- risiko tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi kinerja aset, maka diperlukan proses manajemen aset yang salah satu keluarannya adalah strategi mitigasi.

Sebagai contoh sederhana, proses perawatan aset adalah salah satu proses mitigasi risiko. Dimana risiko yang muncul di dalam contoh ini adalah kerusakan aset. Jika risiko dapat dikuantifikasi ke dalam akumulasi kemun-gkinan risiko dan dampak risiko (consequences/severity and occurance/likelihood), maka risiko dapat dikurangi dengan cara mengurangi dampak risiko atau mengurangi kemungkinan risiko, atau mengurangi keduanya. Di dalam kasus kerusakan aset, jika strategi yang akan dipilih adalah mengurangi kemungkinan terjadinya risiko maka diperlukan sebuah strategi mitigasi untuk mengurangi kejadian risiko ini dengan cara lebih sering melakukan perawatan aset secara berkala atau bisa disebut dengan strategi preventive maintenance, baik yang berupa time-based maintenance atau bisa juga berupa condition-based maintenance. Kemudian bagaimana dengan strategi corrective maintenance? Dari sudut pandang ini, corrective maintenance atau breakdown maintenance adalah bukan strategi yang berfokus untuk mengurangi kemungkinan risiko namun lebih cenderung ke bagaimana mengurangi dan mengelola dampak risiko sehingga risiko dapat dikurangi. Kedua strategi tadi mempunyai konsekuensi yang berbeda, misalnya dalam aspek penyediaan sumberdaya perawatan. Organisasi yang memilih strategi corrective maintenance bisa jadi membu-tuhkan jumlah sumberdaya perawatan yang lebih sedikit dari organ-isasi yang memilih strategi preventive maintenance namun sumberdaya tersebut harus siap kapan saja dibutuhkan. Strategi mana yang lebih baik? Jawabannya adalah no size fits all, tidak ada satu strategi yang lebih baik yang cocok untuk setiap situasi atau untuk semua institusi. Tidak selalu preventive maintenance adalah strategi yang lebih baik daripada corrective maintenance. Di dalam konteks manajemen aset, ada tiga aspek yang harus

Page 94: Framework Peningkat Kinerja

78 Framework Peningkat Kerja Sistem...

dipertimbangkan dan diseimbangkan yaitu kinerja aset, risiko aset dan biaya. Artinya harus ada satu pendekatan yang bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan ini. Di dalam manajemen aset dikenal pendekatan life cycle costing. Pendekatan ini dapat digunakan untuk memilih strategi mana yang lebih baik dipilih oleh perusahaan. Contoh penggunaan life cycle cost dalam menyelesaikan kasus manajemen aset yang menyeim-bangkan ketiga aspek tadi dapat dibaca di Cahyo (2018a) dan di dalam Cahyo, Raben, et al. (2019)

Selain contoh di atas, ada beberapa risiko yang diklaim sebagai lima risiko terbesar terhadap implementasi manajemen aset yang efektif (The Five Biggest Risks to Effective Asset Management). Dikutip dari LCE (2015), kelima risiko yang terutama berkontribusi pada kegagalan organisasi untuk mengelola aset mereka secara optimal adalah:

1. not knowing what they have (tidak mengetahui apa yang dimiliki oleh organisasi);

2. over or under maintenance (pelaksanaan perawatan aset yang terlalu banyak atau terlalu sedikit);

3. improper operation (operasi yang tidak sesuai atau tidak semestinya, atau bisa dikatakan pelaksanaan operasi aset yang ceroboh);

4. improper risk management (implementasi manajemen risiko yang tidak semestinya);

5. sub-optimized asset management systems (sistem manajemen aset yang kurang optimal).

Untuk memahami kelima risiko tersebut di atas untuk membantu proses analisis risiko di dalam organisasi maka kelima risiko tersebut akan dibahas secara lebih detil.

not knowing what they have Banyak organisasi merasa cukup puas hanya dengan mengetahui secara angka berapa dan bagaimana kondisi asetnya. Berapa di sini bisa dalam konteks berapa cacah aset dan atau berapa nilai total aset di dalam necara perusahaan. Namun di dalam manajemen aset, organisasi harus melihat lebih dalam lagi kepada bagaimana level of service yang dapat disediakan

Page 95: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Risiko berbasis ISO 31000 79

oleh aset dan bagaimana cara mendapatkannya, bahkan harus lebih dalam lagi ke bagaimana level of service di masa yang akan datang. Karena level of service ini merupakan inti dari fungsi aset di dalam organisasi. Artinya organisasi harus melakukan langkah- langkah untuk mengumpulkan informasi tentang hal ini. Jika suatu organisasi benar-benar serius dengan program mereka, mereka perlu mengambil langkah-langkah berikut untuk membangun fondasi yang tepat untuk:

1. Membangun daftar semua aset organisasi dan melakukan verifikasi daftar ini dengan apa yang ada di lapangan.

2. Menetapkan dan konfigurasikan hierarki aset fisik.3. Mengembangkan kriteria evaluasi kekritisan bisnis dan

memberlakukannya untuk basis aset yang diverifikasi. Di sini aset individu terkait dengan bagaimana mereka mempengaruhi rencana strategis organisasi dimana salah satu inputnya adalah level of service dari aset.

4. Mengembangkan dan menerapkan proses Manajemen Perubahan atau Manajemen Konfigurasi yang akan memastikan bahwa setiap perubahan di masa mendatang terhadap aset dievaluasi dan dicatat dengan benar.

over or under maintenance Selama fase operasional dari siklus hidup aset, seringkali terjadi kasus over or under maintenance. Isu utama mengenai over maintenance biasanya melibatkan dua masalah yang akan membuat sistem manajemen aset tidak efektif. Pertama, umumnya ada biaya yang signifikan terkait dengan pelak-sanaan pemeliharaan yang tidak bernilai tambah. Dalam hal ini, biaya dapat secara longgar digunakan sebagai pedoman karena ada tolok ukur industri yang terdokumentasi dengan baik untuk pengeluaran pemeli-haraan yang dapat diikuti. Kedua, organisasi yang biasanya diindikasikan melakukan over maintenance pada asetnya kemungkinan besar karena ada maintenance task yang dilakukan lebih sering. Maintenance task yang lebih sering dilakukan ini disebabkan karena adanya ganggung atau kerusakan kecil di aset dalam periode waktu yang signifikan namun belum bisa diselesaikan. Alasan mengapa under-maintenance dan bagaimana hal ini mencegah pencapaian manfaat manajemen aset yang efektif bahkan lebih jelas lagi. Pemeliharaan sering dipandang sebagai pengeluaran bisnis yang bisa dipotong anggarannya kapan saja untuk memaksimalkan keuntungan

Page 96: Framework Peningkat Kinerja

80 Framework Peningkat Kerja Sistem...

organisasi. Dengan kondisi seperti ini, departemen maintenance terus-me-nerus berusaha untuk selalu menyeimbangkan biaya dengan persyaratan kinerja untuk aset seperti keandalan dan waktu kerja. Namun, pemotongan biaya sering kali membuat pemeliharaan proaktif yang tertunda serta teknisi pemeliharaan yang tidak memiliki keterampilan dan alat yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan yang tepat.

Solusi yang bisa dilakukan untuk masalah over and under maintenance ini antara lain adalah dimulai dengan mengidentifikasi dan memprioritaskan aset yang penting, kemudian menentukan persyaratan pemeliharaan aset yang optimal melalui metodologi yang lebih ketat seperti Reliability Centered Maintenance (RCM). Kemudian meningkatkan sumber daya (finansial dan manusia) yang diperlukan untuk mengimplementasikan rencana pemeliharaan. Terakhir, pastikan ada rencana pelatihan untuk menutup kesenjangan keterampilan orang-orang yang diperlukan untuk tugas-tugas tersebut.

improper operation Banyak organisasi menderita kerugian karena kurangnya pemahaman tentang kemampuan desain yang melekat dari aset mereka dan cara yang terbaik untuk beroperasi dalam situasi mereka untuk mengoptimalkan siklus hidup aset. Karena aset yang beroperasi dibawah atau di atas dari yang didesain akan berdampak buruk terhadap umur dari aset tersebut. Sehingga organisasi disarankan untuk;

1. mencari tahu bagaimana aset harus dijalankan; 2. memahami efek operasi di luar rentang desain; dan 3. jika aset tidak dapat dioperasikan dalam rentang desain tersebut,

perlu ada proses untuk memahami risiko atau mengurangi risikonya

Improper Risk ManagementPrinsip dasar manajemen aset adalah menentukan bahwa rencana diter-apkan yang tidak hanya mengelola operasi dan pemeliharaan aset organ-isasi tetapi juga mengelola risiko yang terkait dengan kepemilikan dan penggunaan aset. Risiko, dalam bentuknya yang paling dasar, adalah fungsi dari konsekuensi dan kemungkinan terjadinya risiko. Manajemen risiko terjadi pada dua bidang utama: 1) penilaian atau identifikasi; dan 2) manajemen dan kontrol. Setiap area, ketika tidak dilakukan dengan baik,

Page 97: Framework Peningkat Kinerja

Pengantar Manajemen Risiko berbasis ISO 31000 81

merupakan kontributor berkelanjutan untuk manajemen aset yang tidak efektif.

Sub-optimized Asset Management Systems Sistem Enterprise Asset Management (EAM), dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi lebih populer digunakan dalam organisasi untuk mengelola aset. Sebagian besar sistem memiliki kekurangan inheren yang mencegah manajemen holistik dari semua area yang disyaratkan dalam rencana. Hal ini mengakibatnyakan sistem sekunder tambahan sering diperlukan namun kadang tidak seharusnya ada. Banyak organisasi yang kurang sukses mengimplementasikan EAM karena diindikasikan tidak sepenuhnya memanfaatkan dari fitur-fitur yang tersedia di dalam EAM. Ini umumnya terjadi karena perusahaan atau developer melakukan jalan pintas yang diambil selama implementasi EAM. Sehingga organisasi perlu untuk melakukan perencanaan, penyediaan sumber daya dan melakukan program implementasi EAM sebagai program perubahan besar dan bukan hanya dalam skala proyek.

Manajemen aset adalah pendekatan terpadu untuk mengoptimalkan siklus hidup aset organisasi mulai dari desain konseptual, hingga penggunaan, penonaktifan, dan disposal. Dengan mengetahui dan memperhatikan lima risiko utama terhadap manajemen aset yang efektif, organisasi dapat membuat rencana untuk mengurangi dampak yang mungkin terjadi pada program mereka. Perlu juga memperhatikan, bahwa keunggulan dalam kinerja manajemen aset tidak hanya terletak pada menghindari risiko, tetapi dalam mengubah setiap risiko menjadi peluang untuk unggul. Risiko yang behubungan dengan aset akan selalu ada di setiap organisasi entah hal tersebut diketahui atau tidak oleh manajemen. Sehingga di dalam kasus ini, manajemen mempunyai dua pilihan:

1. Membiarkan risiko yang berhubungan dengan aset selalu terjadi dan melakukan mitigasi apa adanya atau dalam skala yang terbatas dan cenderung bersifat reaktif, atau;

2. Organisasi menyediakan waktu dan sumberdaya yang cukup untuk melakukan proses manajemen risiko aset secara terstruktur sehingga risiko- risiko yang berhubungan dengan

Page 98: Framework Peningkat Kinerja

82 Framework Peningkat Kerja Sistem...

aset di masa sekarang dan masa yang akan datang dapat teridentifikasi dan organisasi akan mempunyai strategi untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan risikonya.

Namun juga perlu diingat bahwa strategi mitigasi risiko yang berhubungan dengan aset perlu dianalisis kelayakannya untuk menghindari biaya dari implementasi strategi lebih besar daripada biaya jika risikonya terjadi. Sehingga pemahaman mengenai analisis kelayakan juga diperlukan dalam analisis dan mitigasi risiko. Ini sekali lagi menjadi sebuah pendukung ide bahwa manajemen risiko dan manajemen aset adalah bidang yang multi-disiplin dan inter-disiplin.

Page 99: Framework Peningkat Kinerja

Framework Peningkatan Kerja Sistem... 83

6

Framework Peningkatan Kinerja Sistem Manajemen Aset

Di dalam bab ini akan dibahas lebih detil tentang metodologi dan pembuatan framework untuk peningkatan kinerja sistem manajemen aset. Sehingga, secara umum bab ini akan dibagi menjadi dua bagian utama yaitu subbab yang membahas mengenai metodologi penelitian dan subbab yang membahas tentang pembuatan frameworknya.

6.1 Metodologi

Tujuan utama dari penelitian yang dipublikasi di dalam buku ini adalah membuat sebuah framework usulan untuk peningkatan kinerja sistem manajemen aset yang aplikatif yang pola pikir dan prinsipnya bisa diimple-mentasikan dengan mudah baik untuk kalangan praktisi dan akademisi. Artinya, terdapat 2 prinsip yang harus mendukung proses dan hasil pembuatan frameworknya, yaitu:

1. Methodologically sound : metodologi yang dipergunakan untuk membangun frameworknya dapat dipertanggungjawabkan secara akademik karena menggunakan pendekatan ilmiah, sehingga dapat dipergunakan oleh para akademisi sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

2. Feasibly applicable : framework yang dihasilkan dapat dengan mudah dipahami dan layak diaplikasikan oleh praktisi dan dapat dengan mudah diduplikasi prosesnya.

Untuk mendukung prinsip yang pertama (Methodologically Sound), diper-lukan sebuah metode penelitian yang secara akademik dapat dipertan-gungjawabkan. Tahap- tahap dalam metode penelitian yang diaplikasikan di dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram alir yang disediakan di Gambar 6.1. Kemudian, untuk menguji apakah framework

Page 100: Framework Peningkat Kinerja

84 Framework Peningkat Kerja Sistem...

yang dihasilkan dapat memenuhi prinsip yang kedua maka akan diujikan ke dalam sebuah studi kasus yang ada di Bab 7 di dalam buku ini. Namun untuk menjadikan framework yang diusulkan ini dapat feasibly applicable, diperlukan sebuah penjabaran langkah- langkah impementasinya yang akan dibahas di bab ini.

Di dalam diagram alir penelitian pada Gambar 6.1, terdiri dari lima tahapan umum yang masing- masing bisa mempunyai tahapan khususnya. Kelima tahap tersebut dan penjelasannya adalah:

1. Research Preparation: di dalam tahap ini dilakukan beberapa aktivitas seperti menentukan tujuan penelitian dan mendesain kerangka umum penelitian yang kemudian dituangkan ke dalam proposal penelitian. Metode penelitian termasuk di dalamnya alat dan bahan yang akan digunakan juga ditentukan di tahap ini.

2. Finding research originality: salah satu tahap terpenting di dalam keseluruhan tahap penelitian ini adalah pada pencarian originalitas penelitian. Untuk memastikan bahwa proses pencarian originalitas penelitian adalah proses yang terukur dan terstruktur, maka metode Systematic Literature Review diaplikasikan di dalam tahap ini. Lebih detil mengenai Systematic Literature Review dan aplikasinya untuk penelitian ini dapat dilihat pada Bab 2 buku ini.

3. Designing the proposed framework: tahap ini adalah tahapan inti dari keseluruhan penelitian. Dari tahap penentuan originalitas penelitian diperoleh hasil bahwa hingga saat ini belum ada penelitian yang menghasilkan sebuah framework untuk meningkatkan kinerja manajemen aset berbasis ISO 55001 dan ISO 31000. Hal ini menjadi sebuah titik mulai untuk mendesain framework yang akan diusulkan di dalam penelitian ini. Framework yang didesain akan memanfaatkan Self Assessment Methology Plus untuk mencari kematangan dari implementasi manajemen aset berbasis ISO 55001. Hasil dari Self Assessment Menthodology Plus ini bisa juga dibandingkan dengan manfaat implementasi manajemen aset berbasis ISO 55001 yang dibahas di subbab 1.2 di dalam buku ini. Jika terdapat gap antara kedua aspek tadi maka gap ini akan dianggap sebagai risiko yang akan dimitigasi menggunakan pendekatan manajemen risiko berbasis ISO 31000. Detil mengenai framework usulan beserta proses di dalamnya akan di bahas di dalam subbab 6.2.

Page 101: Framework Peningkat Kinerja

Framework Peningkatan Kerja Sistem... 85

Mulai

Research Preparation:- Determining research objective- Setting overall research design

Finding research originalitySystematic Literature Review

Designing the proposed frameworkISO 55001 ISO 31000

Applying the proposed framework to a case study

- Data Collection- Data Analysis

Analysing the result of case study

Selesai

1

2

3

4

5

Gambar 6.1. Diagram alir penelitian

Di dalam tahap ini diperlukan proses pengumpulan data primer dan data sekunder. Di dalam proses Self Assessment Methodology Plus, data primer yang diperlukan adalah data tingkat kematangan implementasi manajemen aset di sebuah organisasi. Data ini dapat diperoleh dengan berbagai macam alternatif seperti wawancara langsung, fokus group discussion, atau kuisioner. Namun, wawancara langsung lebih disarankan dalam proses akuisisi data ini karena dengan wawancara akan terjadi komunikasi dua arah dan diskusi untuk menentukan tingkat kematangan dari setiap klausul beserta bukti pendukungnya. Bukti pendukung ini adalah data sekunder di dalam proses Self Assessment Methodology Plus. Di dalam proses mitigasi gap (yang kemudian dianggap sebagai risiko), data primer yang perlu untuk dikumpulkan adalah data tentang rootcause

Page 102: Framework Peningkat Kinerja

86 Framework Peningkat Kerja Sistem...

dari masing- masing risiko, dampak, dan probabilitasnya. Data- data ini bisa diperoleh dengan wawancara langsung atau focus group discusssion. Kuisioner tidak direkomendasikan di dalam proses pengumpulan data ini karena diperlukan proses diskusi dua arah untuk menentukan atribut dari risiko- risiko yang ditemukan. Data primer lain yang diperlukan adalah data mitigasi risiko yang proses pengumpulannya juga direkomendasikan untuk dilakukan dengan cara wawancara langsung atau focus group discussion.

1. Applying the framework to a case study: setelah framework selesai dibuat pada tahap sebelumnya, maka langkah berikutnya adalah mengaplikasikan framework ini ke dalam sebuah studi kasus. Tujuan aplikasi framework ini adalah untuk proses verifikasi model, untuk melihat apakah framewok yang diusulkan dapat membantu untuk meningkatkan kinerja manajemen aset.

2. Analsing the result of the case study: di dalam langkah ini, hasil aplikasi framework yang dihasilkan akan dianalisis. Analisis akan dilakukan pada dua level, yaitu pada level studi kasus untuk melihat bagaimana framework dapat membantu pengambil keputusan untuk menentukan langkah- langkah yang diperlukan dalam proses peningkatan kinerja manajemena aset. Selain itu akan juga dilakukan analisis pada level model, dimana akan dilakukan proses verifikasi apakah framework yang diusulkan sudah cukup mampu untuk memenuhi tujuannya.

6.2 Framework Usulan untuk peningkatan kinerja Sistem Manaje-men Aset

Seperti yang disampaikan di beberapa subbab sebelumnya bahwa framework yang dibuat dan diusulkan di dalam buku ini adalah framework yang dibuat dengan menggunakan pendekatan ISO 55001 dan ISO 31000. Di dalam pendekatan ISO 55001, digunakan Self Assessment Methodology Plus yang dibuat oleh The Institute of Asset Management. Framework yang dibuat dan diusulkan di dalam buku ini terlihat pada Gambar 6.2. Secara umum dapat dijelaskan bahwa framework tersebut mempunyai empat tahap utama yaitu:

Page 103: Framework Peningkat Kinerja

Framework Peningkatan Kerja Sistem... 87

1. Tahap penilaian awal2. Tahap identifikasi gap3. Tahap penilaian risiko4. Tahap perlakuan risiko

Tahap- tahap dalam framework ini, termasuk akan dijelaskan lebih detil di paragraf selanjutnya.

6.2.1 Tahap asesmen awalAktivitas yang dilakukan di tahap asesmen awal ini adalah melakukan penilaian kinerja sistem manajemen aset. Prosesnya bisa dilakukan dengan dua pendekatan yang berbeda. Pendekatan pertama adalah dimulai dari penilaian kinerja sistem manajemen aset menggunakan Self Assessment Methodology Plus, yang kemudian hasilnya dianalisis untuk mencari klausul- klausul mana yang nilainya masih kurang memuaskan. Klausul- klausul yang nilainya kurang memuaskan tersebut kemudian akan diband-ingkan dengan daftar manfaat mengimplementasikan manajemen aset menggunakan referensi yang ada pada Gambar 6.3. Jika kemudian terkon-firmasi bahwa kurangnya nilai hasil Self Assessment Methodology Plus ini menyebabkan perusahaan tidak secara optimal mendapatkan manfaat dari implementasi manajemen aset berdasarkan referensi di Gambar 6.3, maka ini prosesnya akan dilajutkan ke tahap berikutnya (tahap identi-fikasi gap). Hal lain yang mungkin terjadi juga adalah manfaat imple-mentasi manajemen aset saat ini masih dirasakan perusahaan, namun jika nilai klausul- klausul yang berhubungan tersebut kurang memuaskan maka dapat mengurangi atau mengancam organisasi untuk mendapatkan manfaat- manfaat tersebut di masa yang akan datang.

Page 104: Framework Peningkat Kinerja

88 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Benefit of Asset managementa) Improved financial performanceb) Informed asset investment decisionsc) Managed riskd) Improved services and outputse) Demonstrated social responsibilityf) Demonstrated complianceg) Enhanced reputationh) Improved organisational sustainabilityi) Improved efficiency and effectiveness

The Result of SAM Plus Assessment

Related Cluases in ISO 55001:2014

Is there gap?

NO

Risk Identification

Risk Analysis

Risk Evaluation

YES

Taha

p pe

nila

ian

awal

Taha

p id

entif

ikas

i gap

Taha

p pe

nila

ian

risik

oTa

hap

perla

kuan

ris

iko

Gambar 6.2. Framework usulan untuk peningkatan kinerja sistem manajemen aset

Pendekatan kedua adalah memulai tahap asesmen ini dari evaluasi perusahaan yang berbasis kepada daftar manfaat implementasi manajemen aset. Misalnya jika sebuah organisasi sudah mengimplemen-tasikan manajemen aset berbasis ISO 55001 namun setelah beberapa saat belum mendapatkan manfaat dari implementasi manajemen aset yang ada di dalam daftar, maka organisasi tersebut perlu untuk melakukan penilaian kinerja manajemen asetnya dengan Self Assessment Methodology Plus untuk mengetahui di klausul- klausul mana implementasi manajemena aset masih kurang memuaskan nilainya. Kemudian hasilnya kembali ada dibandingkan menggunakan referensi yang ada di Gambar 6.3. Self Assessment Methodology Plus sendiri terdiri dari total 39 pertanyaan yang distrubusinya ke masing- masing klausul dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Page 105: Framework Peningkat Kinerja

Framework Peningkatan Kerja Sistem... 89

a) Improved financial performance

b) Informed asset investment decisions

c) Managed risk

d) Improved services and outputs

e) Demonstrated social responsibility

f) Demonstrated compliance

g) Enhanced reputation

h) Improved organisational sustainability

i) Improved efficiency and effectiveness

7.1, 7.5, 9.1, 9.3, 10.3

6.1, 7.1, 7.5, 7.6, 9.1, 9.3

6.1, 8.2, 9.3, 10.1, 10.2

4.2, 5.2, 5.3, 6.1, 6.2, 7.1, 7.2, 8.1, 8.3, 9.1, 10.3

7.4, 10.1

4.4, 7.2,7.3, 7.4, 7.6

4.4, 10.1

5.1, 6.1, 6.2, 9.1, 9.3, 10.3

4.4, 5.1, 5.3, 6.1, 7.1, 7.2, 7.4, 7.5, 8.1, 8.3, 9.1, 9.2, 9.3, 10.1, 10.2, 10.3

BENEFIT OF ASSET MANAGEMENT RELATED CLAUSE IN ISO 550001

Gambar 6.3. Referensi manfaat manajemen aset ke klausul ISO 55001

6.2.2 Tahap identifikasi gapPada tahap ini dilakukan identifikasi perbedaan antara hasil Self Assessment Methodology Plus dengan daftar manfaat dari implementasi manajemen aset. Jika ditemukan gap maka gap ini akan dianggap sebagai risiko yang akan diproses pada tahap selanjutnya. Risiko tersebut secara umum dapat berupa kegagalan mendapatkan manfaat dari implementasi manajemen aset. Misalnya, setelah beberapa waktu menerapkan manajemen aset kinerja keuangan organisasi yang berhubungan dengan aset masih kurang memuaskan. Maka ini akan menjadi sebuah risiko yang kemudian akan diproses pada tahap selanjutkan di dalam framework ini. Pada tahap ini banyak menggunakan Gambar 6.3 sebagai referensi untuk mengiden-tifikasi risiko- risiko yang sudah, sedang atau akan terjadi yang akan mempengaruhi kinerja dari manajemen aset.

Pada Gambar 6.3, terlihat daftar manfaat implementasi manajemen aset yang ada di kolom sebelah kiri dan klausul- klausul yang berhubungan di kolom sebelah kanan. Jika menggunakan pendekatan pertama, maka akan dilihat klausul- klausul yang berhubungan terlebih dahulu. Jika klausul- klausul yang berada di dalam satu kelompok yang berasosiasi dengan satu

Page 106: Framework Peningkat Kinerja

90 Framework Peningkat Kerja Sistem...

manfaat tertentu nilainya rendah maka terdapat risiko baik yang sudah terjadi atau akan terjadi yang berhubungan dengan kegagalan mencapai manfaat tersebut. Jika yang dipergunakan adalah pendekatan yang kedua, maka setelah organisasi mengidentifikasi manfaat mana yang kurang berhasil atau gagal diperoleh oleh organisasi, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi nilai dari hasil Self Assessment Methodology Plus yang berhubungan dengan manfaat manajemen aset yang menjadi perhatian.

Tabel 6.1. Cacah Pertanyaan di tiap Klausul dalam Self Assessment Methodology

Plus.

Klausul Sub-Klausul Nama Klausul Jumlah Pertanyaan4.1 Understanding the Organisation and Its Context 2

4.2Understanding the Needs and Expectations of Stakeholders 3

4.3 Determining the Scope of the AM System 14.4 Asset Management System 25.1 Leadership and Commitment 15.2 Policy 15.3 Organisational Roles, Responsibilities and Authorities 1

6.1 Actions to address risks and opportunities for the asset management system

1

6.2.1 Asset management objectives 16.2.2 Planning to achieve asset management objectives 27.1 Resources 27.2 Competence 17.3 Awareness 17.4 Communication 17.5 Information Requirements 1

7.6.1 Documented Informaion General 17.6.2 Creating and Updating Documented Information 17.6.3 Control of Documented Information 18.1 Operational Planning & Control 28.2 Management of Change 28.3 Outsourcing 19.1 Monitoring, Measurement, Analysis and Evaluation 29.2 Internal Audit 19.3 Management Review 2

10.1 Nonconformity and Corrective Action 310.2 Preventive Action 110.3 Continual Improvement 1

39Total

4

5

6

7

8

10

9

Page 107: Framework Peningkat Kinerja

Framework Peningkatan Kerja Sistem... 91

Ketigapulusembilan pertanyaan yang ada di dalam Self Assessment Methodology plus tersebut juga sudah disediakan dengan rubrik penilaian dan kolom untuk menempatkan bukti yang relevan dengan klausul dan pertanyaannnya. Sebagai contoh, diambil pertanyaan untuk klausul 7.2 mengenai kompetensi dengan detil dibawah ini:

Pertanyaan klausul 7.2 : To what extent has the organization determined

the necessary competence of persons doing work

under its control that affects performance of

assets, asset management or asset management

systems.

(Sejauh mana organisasi menentukan kompe-

tensi yang diperlukan dari orang yang melakukan

pekerjaan di bawah kendali yang mempen-

garuhi kinerja aset, manajemen aset, atau sistem

manajemen aset.)

Pertanyaan untuk klausul 7.2 ini mempunyai empat sub pertanyaan, yaitu:

How does the organization ensure that competency requirements, on the basis

of appropriate education, training or experience, are assessed and kept current?

(Bagaimana organisasi memastikan bahwa persyaratan kompetensi, berdasarkan

pendidikan, pelatihan, atau pengalaman yang sesuai, dinilai dan tetap terkini?)

How are training requirements determined, planned, delivered and monitored?

(Bagaimana persyaratan pelatihan ditentukan, direncanakan, dijalankan dan

dipantau?)

How are competency records managed?

(Bagaimana catatan kompetensi dikelola?)

How are current and future competency needs and requirements reviewed?

(Bagaimana kebutuhan dan persyaratan kompetensi saat ini dan masa depan

ditinjau?)

Sedangkan rubrik penilaian untuk klausul ini adalah sebagai berikut:

Maturity Level 1 - Innocent : There is no mechanism for managing competency,

OR the competency framework does not include

Asset Management Competencies.

(Tidak ada mekanisme untuk mengelola kompe-

tensi, ATAU kerangka kerja kompetensi tidak

termasuk Kompetensi Manajemen Aset.)

Page 108: Framework Peningkat Kinerja

92 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Maturity Level 2 - Aware : The organization has identified the need for this requirement, and there is evidence of intent to progress it.

(Organisasi telah mengidentifikasi kebutuhan akan persyaratan ini, dan ada bukti niat untuk mengembangkannya.)

Maturity Level 3 - Devel-oping

: The organization has identified the means of systematically and consistently achieving the requirements, and can demonstrate that these are being progressed with credible and resourced plans in place.

(Organisasi telah mengidentifikasi cara untuk secara sistematis dan konsisten mencapai persyaratan, dan dapat menunjukkan bahwa ini sedang dikembangkan dengan kredibel dan rencana dengan sumber daya yang sudah tersedia.)

Maturity Level 4 - Competent

: The organization has a process / processes for identifying competency requirements for asset management activities and assessing competence of resources; both internal and external.The organization has identified appropriate activ-ities to address any gaps in competence. Appropriate documented Information is retained as evidence of competence.There is a process in place to periodically review current and future competency requirements.

(Organisasi memiliki proses untuk mengidenti-fikasi persyaratan kompetensi untuk kegiatan manajemen aset dan menilai kompetensi sumber daya; baik internal atau eksternal.Organisasi telah mengidentifikasi kegiatan yang tepat untuk mengatasi kesenjangan dalam kompetensi.Informasi terdokumentasi yang sesuai disimpan sebagai bukti kompetensi.Ada proses untuk meninjau persyaratan kompe-tensi saat ini dan masa depan secara berkala.)

Page 109: Framework Peningkat Kinerja

Framework Peningkatan Kerja Sistem... 93

Maturity Level 5 – Beyond

ISO

: The organization’s process(es) surpass the

standard required to comply with ISO55000

requirements.

The assessor is advised to note in the ‘Evidence /

Records / Documents / Information’ section why

this is the case and evidence seen.

(Proses organisasi melampaui standar yang

diperlukan untuk mematuhi persyaratan

ISO55000.

Penilai disarankan untuk mencatat di bagian

‘Bukti / Catatan / Dokumen / Informasi’ mengapa

ini merupakan kasus dan bukti yang terlihat.)

Jadi setelah pertanyaan- pertanyaan yang berhubungan dengan klausul tertentu ditanyakan dan hasilnya didiskusikan dengan interviewee, maka hasilnya akan dibandingkan dengan rubrik yang sudah disediakan untuk menentukan skornya. Tampilan pertanyaan klausul 7.2 di dalam aplikasi Self Assessment Methodology Plus dapat dilihat pada Gambar 6.4. Di dalam tampilan aplikasi Self Assessment Methodology Plus seperti yang terlihat pada Gambar 6.4, terdapat beberapa bagian yang perlu untuk diperhatikan supaya proses penilaiannya menjadi lebih lancar. Di dalam Gambar 6.4 bagian- bagian tersebut diberi angka dari 1 hingga 6 yang masing- masing dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Nomer 1 adalah bagian yang menunjukkan interviewee-nya. Jika interviewee lebih dari satu atau ingin ditambahkan interviewee yang lain, maka hal inicukup dilakukan dengan meng-klik tanda (+) kemudian memasukkan detil dari interviewee yang ingin ditambahkan. Masing- masing interviewee bisa jadi akan menjawab semua atau beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan klausul yang menjadi bagiannya.

b. Nomer 2 dan nomer 4 adalah bagian yang berisi pertanyaan dan pertanyaan lanjutan dari klasul yang berhubungan. Pada bagian nomer 2 terdapat filter untuk memilih nomer pertanyaan, atau klausulnya dan untuk siapa pertanyaan itu akan ditujukan.

Page 110: Framework Peningkat Kinerja

94 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Gambar 6.4. Tampilan klausul 7.2 di dalam aplikasi Self Assessment Methodology

Plus

c. Nomer 4 adalah bagian untuk memberikan nilai setelah jawaban dari pertanyaan yang diajukan sudah dijawab dan dibandingkan dengan rubrik yang ada di bagian nomer 6.

d. Nomer 5 berisi bagian untuk memberikan catatan yang berupa bukti, rekaman, dokumen atau informasi untuk mendukung penilaian.

Proses ini akan dilanjutkan hingga semua pertanyaan yang diperlukan untuk menentukan nilai akhir hasil Self Assessment Methodology Plus selesai diproses dan diperoleh hasilnya.

6.2.3 Tahap penilaian risikoMenurut ISO 31000, tahap penilaian risiko di dalam framework yang terlihat pada Gambar 6.2 terdiri dari tiga aktivitas utama yaitu: (1) identi-fikasi risiko, (2) analisis risiko, dan (3) evaluasi risiko. Proses ini harus dilakukan secara sistematis, iteratif, dan kolaboratif, dengan meman-faatkan pengetahuan dan pandangan berbagai pemangku kepentingan di

Page 111: Framework Peningkat Kinerja

Framework Peningkatan Kerja Sistem... 95

dalam organisasi. Dalam melakukan penilaian risiko harus menggunakan informasi terbaik yang tersedia, dilengkapi dengan investigasi lebih lanjut jika diperlukan. Tiga aktivitas utama di dalam proses penilaian risiko dapat dijelaskan sebagai berikut:

Identifikasi risiko:Tujuan dari aktivitas identifikasi risiko adalah untuk menemukan, mengenali, dan menggambarkan risiko yang mungkin. Dari proses identi-fikasi risiko ini yang dapat membantu atau mencegah organisasi mencapai tujuannya sehingga informasi yang relevan, tepat, dan terkini sangat penting untuk dikumpulkan dan dianalisis untuk menjamin proses identi-fikasi risiko yang efektif dan efisien. Perlu juga diingat bahwa menurut ISO 31000 risiko adalah “effect of uncertainty on objectives (efek dari ketida-kpastian terhadap tujuan)” Dan efek adalah deviasi dari harapan dan bisa bernilai postif atau negative atau keduanya serta dapat dan dapat mengatasi, membuat, atau menghasilkan peluang dan ancaman. Artinya risiko menurut ISO 31000 dapat juga membantu organisasi mencapai tujuannya. Karena risiko juga muncul karena aspek ketidakpastian, maka organisasi perlu untuk melakukan proses analisis ketidakpastian ini. Organ-isasi dapat menggunakan berbagai jenis metode, teknik dan pendekatan untuk mengidentifikasi ketidakpastian yang dapat memengaruhi satu atau lebih tujuan organisasi. Ada beberapa faktor- faktor atau hubungan antara faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses identifikasi risiko ini. Faktor- faktor tersebut antara lain adalah:

- sumber risiko baik yang nyata dan tidak berwujud; - penyebab dan peristiwa risiko; - ancaman dan peluang; - kerentanan dan kemampuan; - perubahan dalam konteks eksternal dan internal; - indikator risiko yang muncul; - sifat dan nilai aset dan sumber daya; - konsekuensi dan dampaknya terhadap tujuan; - keterbatasan pengetahuan dan keandalan informasi; - faktor terkait waktu; - bias, asumsi dan kepercayaan dari mereka yang terlibat.

Selain itu organisasi harus tetap mengidentifikasi risiko tanpa melihat bahwa sumbernya terkendali atau tidak. Perlu juga dipertimbangkan

Page 112: Framework Peningkat Kinerja

96 Framework Peningkat Kerja Sistem...

bahwa bisa jadi hasil yang diperoleh bisa lebih dari satu jenis, yang dapat menghasilkan berbagai konsekuensi baik yang bersifat nyata atau tidak berwujud.

Analisis risikoAktivitas- aktivitas di dalam analisis risiko ini bertujuan untuk untuk memahami sifat risiko dan karakteristiknya termasuk di dalamnya tingkat risiko yang ditentukan organisasi jika ada. Beberapa aktivitas penting yang dilakukan di dalam analisis risiko adalah menilai dan mempertim-bangan secara detil mengenai ketidakpastian, sumber risiko, konsekuensi, kemungkinan, kejadian risiko, skenario, kontrol, dan efektivitasnya. Perlu juga diingat bahwa sebuah kejadian risiko dapat memiliki banyak penyebab dan konsekuensi, selain itu satu kejadian risiko juga dapat mempengaruhi lebih dari satu tujuan organisasi. Karena sebuah organ-isasi mempunyai tingkatan yang berbeda di dalam struktur organisasinya, maka analisis risiko juga dapat dilakukan dengan berbagai tingkat detail dan kompleksitas. Perbedaan detil dan komplesitas ini tergantung pada tujuan analisis, ketersediaan dan keandalan informasi, dan sumber daya yang tersedia serta tingkatan manajemen yang mengimplementasikan manajemen risikonya. Teknik analisis dapat kualitatif, kuantitatif atau kombinasi dari ini, tergantung pada keadaan dan tujuan penggunaan.

Di beberapa kasus, proses analisis risiko dapat dipengaruhi oleh perbedaan pendapat, bias, persepsi risiko dan penilaian. Hal lain yang mungkin juga mempengaruhi proses ini dan hasilnya adalah kualitas informasi yang digunakan, asumsi dan pengecualian yang dibuat, segala keterbatasan teknik dan bagaimana prosesnya dilakukan. Sehingga hal- hal yang mempengaruhi proses analisis risiko ini sebaiknya dipertimbangkan, didokumentasikan dan dikomunikasikan kepada para pembuat keputusan. Kejadian risiko yang sangat tidak pasti bisa sulit untuk diukur dan dapat menjadi lebih menantang jika kejadian risiko ini mempunyai

konsekuensi (dampak) yang berat (severe). Dalam kasus seperti itu, penggunaan kombinasi dari beberapa alat dan metode untuk menga-nalisis risiko biasanya memberikan wawasan yang lebih besar kepada para pelaku analisis keputusan. Secara umum proses analisis keputusan ini dilakukan untuk menentukan seberapa besar dampak dari sebuah risiko dan ketidakpastian dari kejadian risikonya. Selain itu perlu juga

Page 113: Framework Peningkat Kinerja

Framework Peningkatan Kerja Sistem... 97

dianalisis untuk mencari informasi mengenai sumber risikonya sehingga dapat dilakukan proses menentukan alternatif mitigasi risiko yang efektif dan efisien. Beberapa alat dan metode yang bisa dipergunakan di dalam proses ini antara lain adalah:

1. Fishbone diagram2. FMEA3. Pareto4. Peta Risiko5. Rubrik dampak dan probabilitas risiko

Seperti yang sudah disampaikan di dalam paragrap awal di subbab ini bahwa di dalam proses analisis risiko ini dilakukan proses untuk mengalisis dampak dan probabilitas risiko. Hasil analisis dampak dan probabilitas risiko ini akan dipresentasikan ke dalam peta risiko (risk map). Tampilan umum peta risiko dapat dilihat pada Gambar 6.5

Gambar 6.5. Contoh Peta Risiko

Warna yang berbeda di dalam peta risiko ini menunjukka tingkat risikonya. Warna merah menunjukkan tingkat risiko tinggi, warna kuning menunjukkan tingkat risiko sedang dan warna hijau menunjukkan tingkat risiko rendah. Namun bisa juga warna ini dimodifikasi sesuai kebutuhan dan risk apetite (selera risiko) dari organisasi. Di beberapa kasus, sangat memungkinkan untuk menambahkan warna orange diantara warna merah dan kuning sehingga hal ini juga akan merubah klasifikasi tingkat risiko. Misalnya warna merah menjadi tingkat risiko sangat tinggi, orange menunjukka tingkat risiko tinggi, dan berturut- turut kuning dan hijau menunjukkan tingkat risiko sedang dan rendah.

Page 114: Framework Peningkat Kinerja

98 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Seperti yang sudah disampaikan bahwa hasil dari identifikasi risiko adalah berupa risiko- risiko yang dapat menganggu pencapaian tujuan organisasi. Risiko- risiko ini kemudian akan dianalisis untuk menentukan tingkat kemungkinan (probalilitas atau likelihood) risiko serta dampak risikonya. Tingkat kemungkinan dan dampak ini akan berupa angka mulai dari 1 hingga 5 seperti yang terlihat pada peta risiko di Gambar 6.5. Untuk memudahkan proses penilaian tingkat kemungkinan dan dampak risiko ini, maka dapat menggunakan rubrik penilaian tingkat risiko. Contoh rubrik penilaian risiko dapat dilihat di Tabel 6.2 dan Tabel 6.3.

Tabel 6.2. Contoh rubrik tingkat kemungkinan risiko

Kemungkinan Risiko

Tingkat Deskripsi

Rare 1 Kejadian risiko terjadi sekali setiap lebih dari satu tahun

Unlikely 2 Kejadian risiko terjadi sekali setiap 9 bulan hingga 12 bulan

Possible 3 Kejadian risiko terjadi sekali setiap 2 bulan hingga 6 bulan

Likely 4 Kejadian risiko terjadi setiap bulanAlmost Certain 5 Kejadian risiko terjadi setiap minggu

Tabel 6.3. Contoh rubrik tingkat dampak risiko

Dampak Risiko Tingkat Deskripsi

Insignificant 1 Kerugian yang dialami perusahaan setiap kejadian risiko kurang dari satu juta rupiah

Minor 2Kerugian yang dialami perusahaan setiap kejadian risiko antara lebih dari satu juta rupiah hingga lima juta rupiah

Moderate 3Kerugian yang dialami perusahaan setiap kejadian risiko antara lebih dari lima rupiah hingga sepuluh juta rupiah

Major 4Kerugian yang dialami perusahaan setiap kejadian risiko antara lebih dari sepuluh rupiah hingga lima belas juta rupiah

Catasthropic 5 Kerugian yang dialami perusahaan setiap kejadian risiko lebih dari lima belas juta rupiah

Setelah masing- masing risiko dianalisis untuk menentukan tingkat risikonya yang salah satunya dengan menggunakan rubrik tingkat risiko, maka hasil analisisnya kemudian diplotkan ke dalam peta risiko. Seperti

Page 115: Framework Peningkat Kinerja

Framework Peningkatan Kerja Sistem... 99

yang terlihat di dalam Gambar 6.5, sebagai ilustrasi saja terdapat kode risiko R1, R2, dan R3 yang masing- masing berada di daerah warna merah, kuning, dan hijau. Hal ini terjadi karena hasil analisis tingkat kemun-gkinan risiko untuk R1, R2, dan R3 berturut- turut adalah likely (4), possible (3), dan unlikely (2) dan hasil analisis dampak risiko untuk R1, R2, dan R3 berturut- turut adalah Major (4), Major (4) dan Minor (2).

Setelah masing- masing risiko dipetakan ke dalam peta risiko, maka mulai dapat dilihat risiko- risiko mana yang akan menjadi prioritas untuk dimitigasi terlebih dahulu. Disarankan untuk memitigasi risiko mulai dari yang tingkatnya paling tinggi (risiko dengan hasil perkalian antara tingkat dampak dan tingkat kumungkinan risiko yang terbesar). Proses untuk memitigasi risiko bisa dilakukan dengan terlebih dahulu mencari akar permasalahan atau sumber risiko tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan fishbone diagram (diagram tulang ikan) atau dengan FMEA. Selain itu akan lebih bagus juga jika diagram tulang ikan dapat digabungkan dengan diaram Pareto untuk menghasilkan analisis yang lebih tajam. Contoh penggunaan gabungan dari diagram tulang ikan dan diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 6.6 dan Gambar 6.7 yang diadaptasi dari Cahyo, Swasono, et al. (2019)

Pipes or valve leakage

Machine deteriorates

Unawareness to load changes

Slow Response time

Lack of Communication

Doesn’tAdhere of the SOP

Leakage on the warehouse roof

Wet warehousefloor

Wet raw material

Unawareness to valve regulator

Gambar 6.6. Contoh diagram tulang ikan untuk analisis risiko

Page 116: Framework Peningkat Kinerja

100 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Gambar 6.7. Contoh diagram Pareto untuk analisis risiko

Dari diagram tulang ikan akan dapat diketahui penyebab- penyebab potensial dari sebuah risiko. Dari contoh yang disajikan pada Gambar 6.6, dapat dilihat bahwa contoh risiko yang dianalisis adalah kejadian tekanan uap yang drop dan ditemukan bahwa terdapat beberapa penyebab yang bisa memungkinkan terjadinya hal ini. Penyebab- penyebab tersebut dikategorikan kedalam 5 kriteria yaitu Machine, Method, Raw Material, Human, dan Environment yang masing- masing masih mempunyai cabang akar penyebabnya. Sebab- sebab ini kemudian dilihat data hitorisnya lalu dipetakan kedalam diagram pareto seperti yang terlihat pada Gambar 6.7. Sehingga dapat diketahui bahwa penyebab utama dari dropnya tekanan uap karena bahan bakar untuk membakar boiler yang masih basah sehingga pengapiannya tidak optimal.

Hasil dari proses analisis risiko ini akan digunakan untuk memberikan masukan di dalam proses evaluasi risiko, untuk memutuskan apakah risiko tersebut perlu dilakukan mitigasi melalui proses perlakuan risiko dan bagaimana usulan mitigasinya supaya menghasilkan keluaran yang optimal. Hasil analisis risiko ini juga harus dapat memberikan wawasan untuk pembuatan keputusan termasuk didalamnya dapat menghasilkan alternatif- alternatif usulan mitigasi yang melibatkan berbagai jenis dan tingkat risiko.

Page 117: Framework Peningkat Kinerja

Framework Peningkatan Kerja Sistem... 101

Evaluasi RisikoTujuan evaluasi risiko ini adalah untuk mendukung proses pembuatan keputusan. Tahap evaluasi risiko ini bisa melibatkan aktivitas- aktivitas untuk memilih dan membandingkan hasil dari analisis risiko dengan kriteria risiko yang ditetapkan oleh organisasi untuk menentukan mitigasi yang akan dilakukan oleh organisasi atau tindakan- tindakan tambahan yang diperlukan di dalam proses bisnisnya. Perlu juga diingat bahwa dalam mengambil keputusan, organisasi dapat mempertimbangkan beberapa hal sebelum mengambil keputusan. Di dalam ISO 31000 (2018), beberapa hal yang perlu dipertimbangkan tersebut antara lain adalah:

- organisasi dapat mempertimbangkan alternatif untuk tidak melakukan apa- apa atau dengan kata lain membiarkan risikonya terjadi.

- organisasi dapat mempertimbangkan pilihan- pilihan perlakuan risiko

- organsasi dapat memilih untuk melakukan analisis lebih lanjut untuk dapat memahasi risiko.

- organisasi dapat mempertahankan sistem kontrol yang sudah dilakukan saat ini

- organisasi dapat mempertimbangkan untuk melakukan review atau peninjauan terhadap tujuan organisasinya.

Sehingga keputusan- keputusan yang diambil organisasi diharapkan sudah harus mempertimbangkan konteks yang lebih luas dan konsekuensi aktual atau yang dipersepsikan oleh pemangku kepentingan baik dari eksternal dan internal. Hasil evaluasi risiko ini harus dicatat, dikomunikasikan dan kemudian divalidasi pada tingkat organisasi yang sesuai.

6.2.4 Tahap perlakuan risikoTujuan utama dari tahap perlakuan risiko ini adalah untuk memilih dan menerapkan alternatif- alternatif usulan mitigasi risiko yang sudah dievaluasi di dalam proses evaluasi risiko. Di dalam beberapa situasi yang kompleks, tahap ini mungkin akan terjadi secara berulang dalam rangka: (1) merumuskan dan memilih usulan perlakuan risiko yang optimal, (2) merencanakan dan mengimplementasikan usulan perlakuan risiko, (3) menilai efektivitas dari perlakuan risiko yang diterapkan, (4) menga-nalisis dan mempertimbangkan apakah sisa risiko (residual risk) setelah perlakuan risiko sudah dapat diterima (acceptable), dan (5) jika belum

Page 118: Framework Peningkat Kinerja

102 Framework Peningkat Kerja Sistem...

maka harus dilakukan analisis untuk mencari alternatif perlakuan risiko yang lain. Untuk mempermudah pemahaman mengenai proses ini, maka proses ini dapat disajikan dalam bentuk diagram alir seperti yang terdapat pada Gambar 6.8.

Mulai

merumuskan dan memilih usulan perlakuan risiko yang

optimal

merencanakan dan mengimplementasikan usulan

perlakuan risiko

menilai efektivitas dari perlakuan risiko yang

diterapkan

menganalisis dan mempertimbangkan sisa

risiko

apakah sisa risiko Acceptable?

Selesai

ya

tidak

Gambar 6.8. Diagram alir proses perlakuan risiko

Beberapa metode yang bisa digunakan untuk membantu pengambil keputusan dalam melakukan evaluasi risiko hingga perlakuan risiko dengan Benefit Cost Ratio yang dapat digabungkan dengan analisis ekonomi teknik jika keputusan yang harus diambil perlu mempertimbangkan faktor finansial serta mempunyai sifat yang multi-tahun. Hal ini dilakukan karena dalam memilih alternatif yang paling tepat untuk diimplementa-sikan di dalam tahap perlakuan risiko adalah dengan mempertimbangkan

Page 119: Framework Peningkat Kinerja

Framework Peningkatan Kerja Sistem... 103

keseimbangan dari manfaat potensial yang berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi terhadap keseluruhan biaya, usaha atau kerugian dari implementasi alternatif perlakuan risikonya. Alternatif perlakuan risiko tidak harus selalu mutually exclusive atau sesuai untuk semua keadaan, namun ada beberapa kondisi yang harus dipertimbangkan dalam proses perlakuan risiko ini, yaitu:

- alternatif untuk menghindari risiko dapat juga dipertimbangkan atau diimplementasikan. Alternatif ini adalah memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan kegiatan yang dapat menimbulkan risiko;

- di dalam beberapa kasus, ada kemungkinan risiko berbanding lurus dengan benefit yang bisa diperoleh organisasi sehingga organisasi dapat mengambil atau meningkatkan risiko untuk dapat memperoleh peluang atau benefit tersebut;

- risiko dapat dikurangi atau dihapus dengan cara menghapus atau memperkecil sumber risiko, mengubah kemungkinan risiko atau mengubah konsekuensi (dampak) risiko.

- risiko bisa juga dikurangi dari sudut pandang organisasi dengan cara berbagi risiko, misalnya dengan cara melalui kontrak atau asuransi;

- risiko juga dapat dipertahankan melalui analisis keputusan yang berdasarkan informasi.

Justifikasi pemilihan alternatif untuk perlakuan risiko bisa jadi lebih luas dan tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi atau finansial, namun harus juga memperhitungkan semua kewajiban-kewajiban organ-isasi, komitmen lain seperti CSR, dan sudut pandang dari pemangku kepentingan. Pemilihan alternatif perlakuan risiko juga harus dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan tujuan organisasi, kriteria risiko dan sumber daya yang tersedia. Selain itu, organisasi juga harus mempertimbangkan nilai-nilai, persepsi dan potensi keterlibatan dari para pemangku kepentingan dan cara-cara yang paling tepat untuk berkomunikasi dan berkonsultasi dengan mereka. Meski sama-sama efektif, salah satu atau beberapa perlakuan risiko dapat lebih diterima oleh beberapa pemangku kepentingan daripada yang lain. Organisasi perlu juga memperhatikan bahwa meski alternatif- alternatif perlakuan risiko sudah dirancang dan dilaksanakan dengan baik dan hati- hati tetapi hasil yang diperoleh tidak seperti yan diharapkan atau menghasilkan

Page 120: Framework Peningkat Kinerja

104 Framework Peningkat Kerja Sistem...

konsekuensi yang tidak diharapkan. Untuk meminimalkan hal ini maka proses monitoring dan review harus dijadikan bagian integral dari imple-mentasi perlakuan risiko untuk memberikan jaminan bahwa berbagai bentuk perawatan menjadi dan selalu efektif. Artinya jika ada bias dari hasil yang diharapkan dari proses perlakuan risiko, maka ini akan menim-bulkan risiko baru yang perlu dikelola juga oleh manajemen. Ada kemun-gkinan juga proses evaluasi dan perlakuan risiko tidak menghasilkan alter-natif yang memungkinkan untuk dilakukan atau jika alternatif perlakuan risiko tidak cukup mengurangi atau memodifikasi risiko maka risiko ini harus dicatat dan disampaikan di dalam proses review yang sedang atau akan berlangsung. Setelah alternatif yang terpilih untuk perlakuan risiko diimplementasikan maka ada kemungkinan masih ada sisa risiko (residual risk) yang harus disadari oleh para pengambil keputusan dan pemangku kepentingan di organisasi. Sisa risiko ini masih juga harus dipahami sifat, tingkat dan dampaknya selain harus juga didokumentasikan, dimonitor dan direview serta jika sesuai dilakukan perlakuan risiko lebih lanjut.

Setelah dapat ditentukan alternatif- alternatif yang memungkinkan untuk diimplementasikan di dalam proses perlakuan risiko, maka organisasi perlu mempersiapkan dan mengimplementasikan rencana perlakuan risiko. Tujuan dari rencana perlakuan risiko ini adalah untuk menentukan bagaimana alternatif perlakuan yang dipilih dan akan dilaksanakan, sehingga pengaturan ini dapat dipahami oleh pihak- pihak yang terlibat, serta progresnya dapat dipantau. Rencana perlakuan risiko ini harus mengidentifikasi urutan perlakuan risiko yang harus dilaksanakan secara jelas dan harus diintegrasikan ke dalam rencana manajemen dan proses organisasi, dengan berkonsultasi dengan pemangku kepentingan yang tepat.

Informasi yang disediakan dalam rencana perawatan harus mencakup beberapa hal, yaitu:

- dasar pemikiran yang dipergunakan untuk pemilihan alternatif perlakuan risiko, termasuk manfaat yang diharapkan untuk diperoleh;

- pihak atau posisi yang mempunyai akutabilitas dan bertanggung jawab untuk menyetujui dan mengimplementasikan rencana perlakuan risiko;

Page 121: Framework Peningkat Kinerja

Framework Peningkatan Kerja Sistem... 105

- tindakan yang diusulkan untuk perlakuan risiko termasuk sumber daya yang dibutuhkan, serta termasuk kontigensinya;

- ukuran kinerja yang bisa dipergunakan untuk menganalisis hasil dari perlakuan risiko termasuk batas waktu dan jadwal perlakuan risiko tersebut dilakukan dan diselesaikan, serta kendala dalam proses perlakuan risiko;

Dengan mempertimbangkan hal- hal diatas maka diharapkan efektivitas perlakuan risiko dapat terjaga.

Page 122: Framework Peningkat Kinerja

106 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Page 123: Framework Peningkat Kinerja

Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus 107

7

Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus

Di dalam bab ini akan disampaikan sebuah studi kasus yang mengim-plementasikan framework yang sudah dibangun di Bab 6 di dalam buku ini. Studi kasus ini merupakan studi kasus di sebuah workshop besar dan menangani mesin- mesin berat yang di dalam studi kasus ini akan disebut dengan PT. X. Justifikasi bahwa perusahaan tersebut memerlukan manajemen aset adalah bahwa keluaran yang dihasilkan dari workshop tadi adalah mesin yang kritis untuk dapat memberikan pelayanan yang handal kepada konsumen, juga dari sisi keamanan (safety). Untuk memper-mudah, tahap- tahap di dalam framework untuk meningkatan kinerja sistem manajemen aset, masing- masing akan disajikan ke dalam satu subbab tesendiri.

7.1 Tahap Penilaian awal

Tahap pertama di dalam framework yang diusulkan adalah melakukan penilaian awal. Hal ini bisa dimulai baik dengan langsung melakukan penilaian kinerja sistem manajemen aset menggunakan Self Assessment Methodology Plus atau bisa melalui analisis kinerja perusahaan berdasarkan kriteria yang berupa manfaat mengimplementasikan manajemen aset yang terdapat di dalam ISO 55000 : 2014. Di dalam studi kasus ini, proses akan dimulai dengan langsung melakukan penilaian kinerja manajemen aset menggunakan Self Assessment Methodology Plus. Proses penilaian ini dilakukan dengan metode wawancara dengan para keryawan yang bekerja di worshop tersebut dengan daftar pertanyaan yang sudah tersedia di dalam Self Assessment Methodology Plus. Kriteria narasumber yang dipilih untuk proses wawancara ini adalah karyawan yang bekerja di worshop selama lebih dari 10 tahun dengan jabatan minimal supervisor.

Page 124: Framework Peningkat Kinerja

108 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Daftar narasumber untuk wawancara beserta nama departemen, nama divisi dan tugas utamanya dapat dilihat pada Tabel 7.1. Daftar pertanyaan yang relevan di dalam Self Assessment Methodology Plus ditanyakan dan hasilnya didiskusikan kepada para narasumber yang terdapat di dalam Tabel 7.1. Hasil proses ini berupa nilai dari masing- masing divisi, yang kemudian di dalam penelitian ini hasilnya digabungkan menjadi sebuah radar chart yang merepresentasikan hasil keseluruhan divisi yang diinves-tigasi sesuai dengan Tabel 7.1. Radar chart untuk keseluruhan divisi dapat dilihat pada Gambar 7.1. Di dalam Gambar 7.1 terlihat juga nilai rata- rata untuk masing- masing klausul ISO 55001 untuk keseluruhan divisi. Hasil ini kemudian akan dibandingkan dengan manfaat implementasi manajemen aset dengan menggunakan refersi yang tersedia di Gambar 6.3. Misalnya, jika akan melihat bagaimana kinerja atau risiko yang berhubungan dengan manfaat tentang demonstrated social responsibility, maka dapat dilihat hasil penilaian pada klausul 7.4 dan 10.1. Sebagai tambahan informasi, bahwa berdasarkan Gambar 3.10 maka sebuah organisasi diharapkan mendapatkan nilai rata- rata minimal 3 untuk dapat dikatakan berkual-ifikasi untuk tersertifikasi manajemen aset. Dari pengalaman empirik, nilai rata- rata minimal dari Self Assessment Methodology Plus untuk dapat secara lancar di dalam proses sertifikasi adalah 3,5.

Tabel 7.1. Daftar Narasumber untuk wawancara dan hasilnya

No Nama Departemen

Nama Divisi Deskripsi Kerja Nilai

1 Quality Control KomponenMenjamin mutu dari aset sarana yang sudah selesai dilakukan perawatan di Workshop dengan pengecekan sesuai check sheet

2,2

2 Quality Control Perangkat Tukar

Melakukan pengecekan dan dokumentasi mengenai perangkat di dalam dan lintas workshop

1,9

3 Perencanaan Kelangsungan Kerja

Menjalankan dan memastikan program perawatan sarana sesuai dengan jadwal yang telah disusun serta mengatasi permasalahan sarana yang terlambat masuk ke workshop

2,7

4 Perencanaan Fasilitas KerjaMelakukan perawatan fasilitas aset sarana dan prasarana worshop untuk menunjang tugas masing-masing departemen di workshop

2,4

5 Produksi LogamMempersiapkan kebutuhan perangkat sarana dalam bidang perlogaman baik logam panas maupun logam dingin

2,1

6 Produksi Traksi Listrik Mempersiapkan kebutuhan perangkat sarana dalam bidang traksi listrik

2,1

7 Produksi AuxiliaryMempersiapkan kebutuhan perangkat sarana dalam bidang Pembantu/auxiliary seperti pengereman dan pendinginan

2,2

Page 125: Framework Peningkat Kinerja

Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus 109

Gambar 7.1. Radar Chart Tingkat Kematangan Keseluruhan Divisi

Dari Gambar 7.1, setelah dikalkulasi hasil dari Self Assessment Method-ology Plus dari keseluruhan divisi maka diperoleh hasil bahwa nilai rata- rata hasil untuk keseluruhan divisi yang terdapat di dalam Tabel 7.1 yang diobservasi di keseluruhan klausul di dalam ISO 55001 adalah bernilai 2,2. Hasil ini jika kemudian direlasikan dengan tingkat kematangan manajemen aset di Gambar 3.10 maka dapat ditentukan bahwa untuk keseluruhan divisi secara umum mempunyai tingkat kematangan yang ada di dalam level DEVELOPING.

7.2 Tahap Identifikasi Gap

Dari hasil penilaian awal di dalam subbab 7.1, diperoleh bahwa nilai rata- rata untuk keseluruhan divisi adalah 2,2 yang masuk ke dalam ke dalam kategori tingkat kematangan majemen aset yang developing. Sehingga jika

Page 126: Framework Peningkat Kinerja

110 Framework Peningkat Kerja Sistem...

organisasi ingin mendapatkan manfaat dari implementasi manajemen aset maka organisasi diharapkan untuk dapat meningkatkan nilainya ke minimal 3 atau akan lebih baik ke 3,5 maka terdapat gap di dalam hasil yang diperoleh dari proses Self Assessment Methodology Plus.

Di dalam tahap ini dilakukan analisis hasil dari Self Assessment Method-ology Plus secara lebih detil untuk mengidentifikasi gap jika dibandingkan dengan manfaat implementasi manajemen aset seperti yang terlihat pada Gambar 6.3. Sehingga hasil yang diperoleh dari Self Assessment Methodology Plus kemudian akan dipilah menurut kesembilan manfaat manajemen aset sesuai referensi di Gambar 6.3. Hasil dari pemilahan nilai masing- masing klausul yang berhubungan dengan manfaat manajemen aset menurut Gambar 6.3 dapat dilihat pada Tabel 7.2. Dari Tabel 7.2 terlihat bahwa skor untuk semua manfaat manajemen aset masih belum sesuai dengan harapan. Skornya bervariasi dari nilai terendah yaitu 1,45 untuk manfaat “managed risk” hingga yang tertinggi yaitu 2,5 pada manfaat “demonstrated social responsibility”. Dari hasil ini maka dapat dibuat sebuah hipotesis bahwa supaya mendapatkan manfaat manajemen aset secara optimal maka organisasi tersebut harus memperbaiki skor yang rata-ratanya masing kurang dari 3,00 di masing- masing klausul yang berhubungan dengan manfaat- manfaat manajemen aset yang di dalam kasus ini adalah keseluruhan dari kesembilan manfaat manajemen aset. Namun tentunya jika organisasi mempunyai keterbatasan dalam hal waktu, biaya dan sumberdaya yang lain, maka organisasi dapat memilih satu dari dua alternatif, yaitu:

1. menentukan prioritas mana yang akan diselesaikan terlebih dahulu. Pemilihan ini dapat dilakukan dengan memilih manfaat mana yang mempunyai skor terkecil terlebih dahulu kemudian menganalisisnya dengan pendekatan manajemen risiko (tahap berikutnya dari framework ini) atau;

2. langsung melakukan analisis manajemen risiko di kesembilan manfaat kemudian memilih prioritasnya berdasarkan hasil dari proses penilaian risikonya.

Di dalam pembahasan di studi kasus ini akan dipilih alternatif yang kedua yaitu akan dilakukan penilaian risiko dari kesembilan manfaat tersebut dengan dasar pemikiran bahwa menurut definisi risiko di dalam ISO 31000, kondisi ini (perbedaan antara ekspektasi dan aktual) dapat dianalogikan sebagai sebuah risiko.

Page 127: Framework Peningkat Kinerja

Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus 111

Tabel 7.2. Tingkat kematangan sistem manajemen aset yang berhubungan dengan

Manfaat Manajemen Aset

No Manfaat manajemen aset

Sub-Klausul yang berhubun-

gan

Tingkat ke-matangan

Aktual

Target tingkat ke-matangan

1 Improved Financial Per-formance

7.1, 7.5, 9.1, 9.3, 10.3

2,1 3

2 Informed Asset Invest-ment Decision

6.1, 7.1, 7.5, 7.6, 9.1, 9.3

2,1 3

3 Managed Risk 6.1, 8.2, 9.3, 10.1, 10.2

1,45 3

4 Improved Services and Outputs

4.2, 5.2, 5.3, 6.1, 6.2, 7.1, 7.2, 8.1, 8.3, 9.1, 10.3

2,39 3

5 Demonstrated Social Responsibility

7.4, 10.1 2,5 3

6 Demonstrated Compli-ance

4.4, 7.2, 7.3, 7.4, 7.6 2,3 3

7 Enhanced Reputation 4.4, 10.1 2 3

8 Improved Organization-al Sustainability

5.1, 6.1, 6.2, 9.1, 9.3, 10.3

2 3

9 Improved Efficiency and Effectiveness

4.4, 5.1, 5.3, 6.1, 7.1, 7.2, 7.4, 7.5, 8.1, 8.3, 9.1, 9.2, 9.3, 10.1, 10.2, 10.3

2 3

7.3 Tahap Penilaian Risiko

Setelah gap dapat diindentifikasi pada tahap sebelumnya, yang di dalam studi kasus ini secara umum dapat dilihat pada Tabel 7.2. Sesuai dengan tahap penilaian risiko yang dijelaskan pada subbab 6.2.3, dimana terdapat tiga aktivitas utama yaitu identifikasi risiko, analisis risiko dan evaluasi risiko. Tujuan dari aktivitas identifikasi risiko adalah untuk menemukan, mengenali, dan menggambarkan risiko yang mungkin. Dari gap- gap yang ditemukan di dalam Tabel 7.2 akan digali informasi lebih lanjut tentang kejadian- kejadian risiko yang mungkin akan, sedang atau sudah pernah terjadi. Di dalam studi kasus ini, akan diambil sebagai bahan analisis divisi yang mempunyai nilai terkecil yaitu perangkat tukar yang di dalam Tabel 7.1 mempunyai nilai 1,9. Kemudian dilakukan investigasi lebih lanjut

Page 128: Framework Peningkat Kinerja

112 Framework Peningkat Kerja Sistem...

untu

k m

engi

dent

ifika

si r

isik

o da

n ha

siln

ya te

rsaj

i di d

alam

Tab

el 7

.3.

Tabe

l 7.3

. Has

il in

dent

ifika

si r

isik

o be

rdas

arka

n kr

iter

ia m

anfa

at m

anaj

emen

ase

t.

No

Kat

egor

i Man

faat

M

anaj

emen

Risi

koK

ode

Risi

koRi

sk E

vent

Risk

Impa

ct

1FP

01Ef

ektiv

itas

Peng

awas

an fi

nans

ial p

ada

siste

m m

anaj

emen

ase

t yan

g re

ndah

Men

yeba

bkan

ker

ugia

n fin

ansia

l bag

i per

usah

aan

dala

m ja

ngka

pan

jang

ata

u pe

ndek

2FP

02Ti

dak

ada

pedo

man

unt

uk

peng

guna

an s

umbe

r day

a ke

uang

an d

i di

visi

Kem

ungk

inan

terja

diny

ape

mbo

rosa

nka

rena

tidak

ada

pedo

man

yang

dapa

tdig

unak

anse

baga

i acu

an d

asar

ata

u pe

dom

an

3FP

03Ef

ektiv

itas

Peng

ukur

an K

PI y

ang

rend

ahTi

dak

dapa

t men

guku

r, m

enge

valu

asi,

dan

men

gana

lisis

kine

rja fi

nans

ial s

ecar

a ef

ektif

4A

I01

Man

ajem

en d

ata

yang

tida

k ef

ektif

Dat

a-da

taya

ngdi

butu

hkan

sulit

untu

kdi

pero

leh

sehi

ngga

men

yeba

bkan

ketid

akpa

stia

nin

form

asi d

alam

org

anisa

si

5A

I02

Peng

ambi

lan

kepu

tusa

n ya

ng ti

dak

tepa

tM

enye

babk

anke

rugi

anfin

ansia

lda

nno

n-fin

ansia

lda

lam

jang

kaw

aktu

panj

ang

atau

pend

ek

6A

I03

Info

rmas

i-inf

orm

asi y

ang

dibu

tuhk

an

sulit

dic

ari a

tau

tidak

ber

kual

itas

dipe

rluka

nw

aktu

lam

aun

tuk

men

cari

data

yang

dibu

tuhk

anol

ehsu

atu

divi

sise

hing

gada

pat m

enim

bulk

an k

eter

lam

bata

n pr

oses

pro

duks

i ata

u no

n-pr

oduk

si

7R

M01

Tida

k da

pat m

enge

tahu

i dan

m

engi

dent

ifika

si ris

iko

di d

alam

div

isi

Ker

ugia

nfin

ansia

l ata

uno

n-fin

ansia

lpad

aor

gani

sasi

yang

berp

enga

ruh

terh

adap

kine

rjaor

gani

sasi

8R

M02

terd

apat

gap

ant

ara

eksp

ekta

si da

n ha

sil d

i dal

am d

ivisi

dan

org

anisa

sike

tidak

terc

apai

anK

PIdi

visi,

depa

rtem

ense

rtaor

gani

sasi

yang

men

yeba

bkan

men

urun

nya

repu

tasi

orga

nisa

si

9R

M03

Peni

ngka

tan

biay

a-bi

aya

oper

asio

nal

Ker

ugia

nfin

ansia

l pad

aor

gani

sasi

kare

naris

iko

ters

ebut

dapa

tm

enim

bulk

anbi

aya

tak

terd

uga

10SO

01Te

rjadi

nya

kesa

laha

n ko

mun

ikas

i an

tar s

umbe

r day

a m

anus

iaM

enim

bulk

anke

rugi

anda

nm

asal

ahan

tar

sum

ber

daya

man

usia

dan

prod

ukya

ngdi

hasil

kan

11SO

02Ti

dak

men

ghas

ilkan

pro

duk

yang

se

suai

den

gan

hara

pan

stak

ehol

ders

Prod

ukya

ngdi

hasil

kan

tidak

mem

ilikik

ualit

asya

ngse

suai

deng

anha

rapa

nst

akeh

olde

rs

sehi

ngga

men

gaki

batk

an k

erug

ian

finan

sial d

an p

enur

unan

repu

tasi

Risk

Man

agem

ent

Fin

anci

al P

erfo

rman

ce

Ass

et In

vesm

ent D

ecis

ion

Sevi

ces

and

Out

put

Page 129: Framework Peningkat Kinerja

Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus 113

Lanj

utan

Tab

el 7

.3. H

asil

inde

ntifi

kasi

ris

iko

berd

asar

kan

krit

eria

man

faat

man

ajem

en a

set.

No

Kat

egor

i Man

faat

M

anaj

emen

Ris

iko

Kod

e R

isik

oR

isk

Eve

ntR

isk

Impa

ct

12S

R01

Men

imbu

lkan

efe

k ne

gatif

bag

i lin

gkun

gan

sepe

rti p

olus

iM

embe

rikan

dam

pak

nega

tifte

rhad

aplin

gkun

gan

sert

atid

akse

suai

deng

anun

dang

-un

dang

13S

R02

Tuj

uan

sist

em m

anaj

emen

ase

t tid

ak

sela

ras

deng

an tu

juan

sos

ial a

taup

un

lingk

unga

n

Pen

urun

anre

puta

sior

gani

sasi

dan

keru

gian

finan

sial

beru

paak

ibat

tidak

mem

atuh

ipe

ratu

ran

yang

tela

h di

buat

ole

h pe

mer

inta

h

14A

M01

Keb

ijaka

n ce

nder

ung

berg

anti

deng

an

cepa

t dal

am w

aktu

yan

g si

ngka

tS

ulit

men

capa

iper

ubah

anja

ngka

panj

ang

deng

anef

ektif

dan

baik

kare

nase

belu

mse

lesa

im

elak

ukan

per

ubah

an, k

ebija

kan

tela

h di

perb

ahar

ui

15A

M02

Tid

ak te

rtar

ik u

ntuk

ser

tifik

asi I

SO

55

001

Bel

umef

ektin

yasi

stem

man

ajem

enas

etor

gani

sasi

sehi

ngga

tidak

dapa

tm

eras

akan

man

faat

sis

tem

man

ajem

en a

set

16A

M03

Tid

ak te

rdap

atny

a pe

latih

an s

ecar

a te

rus-

men

erus

pad

a au

dito

r ek

ster

nal

mau

pun

inte

rnal

Sul

it m

enca

pai k

eada

an c

onti

nous

impr

ovem

ent

17R

E01

Pen

urun

an r

eput

asi o

rgan

isas

i bag

i st

akeh

olde

rsT

idak

dapa

tat

ausu

litdi

perc

aya

kem

bali

oleh

para

stak

ehol

ders

dan

juga

men

gaki

batk

an k

erug

ian

finan

sial

18R

E02

Tid

ak k

uatn

ya k

epem

impi

nan

dan

kom

unik

asi d

alam

org

anis

asi

Sum

ber

daya

man

usia

sul

it m

enja

lank

an k

ewaj

iban

nya

seca

ra b

aik

19O

S01

Gol

onga

n tid

ak d

apat

men

ghad

api

peru

baha

n ce

pat p

ada

kebu

tuha

n pa

ra

pela

ngga

n

Org

anis

asi

dapa

tdi

kala

hkan

oleh

com

peti

tor

pada

jang

kaw

aktu

panj

ang

mau

pun

pend

ek

20O

S02

Per

ubah

an ti

dak

dila

kuka

n pa

da

selu

ruh

tingk

at o

rgan

isas

i ter

mas

uk

golo

ngan

dan

pel

aksa

naP

erub

ahan

tida

k m

enca

pai h

arap

an p

ara

top-

man

agem

ent

21E

E01

Tid

ak a

dany

a pe

nguk

uran

yan

g te

pat

dala

m h

al e

fekt

ifita

s da

n ef

isie

nsi k

erja

Org

anis

asi t

idak

dap

at m

enga

nalis

is le

bih

jauh

dal

am to

pik

efek

tifita

s da

n ef

isie

n ke

rja

22E

E02

Org

anis

asi b

elum

mel

akuk

an

sert

ifika

si I

SO

140

01, 1

1000

, 800

0,

5500

1T

idak

opt

imal

nya

sist

em m

anaj

emen

bai

k pr

oduk

si m

aupu

n no

n-pr

oduk

si p

ada

orga

nisa

si

Rep

utat

ion

Org

anis

atio

n Su

stai

nabi

lity

Eff

icie

ncy

and

Eff

ecti

vene

ss

Soci

al R

espo

nsib

ility

Ass

et M

anag

emen

t Sy

stem

Im

plem

enta

tion

Page 130: Framework Peningkat Kinerja

114 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian terhadap kemungkinan dan dampak risiko dari keseluruhan risiko yang terdapat di dalam Tabel 7.3. Untuk menyelesaikan proses ini diperlukan rubrik penilaian yang contohnya terdapat di Tabel 6.2 dan Tabel 6.3, Namun karena alasan confidentiality dari organisasi yang diobservasi maka rubrik dari proses penilaian kemungkinan dan dampak risiko untuk kasus ini tidak dapat disampaikan. Hasil dari analisis kemungkinan dan dampak risiko ini kemudian disajikan ke dalam sebuah peta risiko seperti yang terlihat di Gambar 7.2.

Gambar 7.2. Peta Risiko Divisi Perangkat Tukar

Dari Gambar 7.2 diperoleh informasi bahwa terdapat 3 risiko yang masuk ke zona merah yaitu RM01, AI03, dan AM03. Di dalam studi kasus ini hanya ketiga risiko tersebut yang akan dianalisis. Namun di dalam imlemen-tasinya, sebaiknya semua risiko tersebut dianalisis lebih lanjut untuk dicarikan strategi mitigasi risikonya. Langkah berikutnya adalah mencari akar permasalahan dari ketiga risiko yang berada di zona merah tadi untuk mendesain usulan minitagasinya. Di dalam pembahasan kasus ini, FTA (Fault Tree Analysis) akan digunakan untuk mencari akar permasalah dari masing- masing risiko.

7.3.1 Analisis akar masalah pada risiko RM01Akar masalah pada risiko yang mempunyai kode RM01 diidentifikasi menggunakan FTA dengan top eventnya dalah “Tidak dapat mengetahui dan mengidentifikasi risiko di dalam divisi “. Analisis dari investigasi lanjutan tentang risiko ini bahwa risiko tersebut dapat diidentifikasi

Page 131: Framework Peningkat Kinerja

Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus 115

dalam perspektif sumber daya manusia, peraturan dalam organisasi, dan proses bisnis organisasi. Dari ketiga parameter tersebut masih dapat lagi dijabarkan dan didapatkan enam basic event seperti pada Gambar 7.3.

Gambar 7.3. FTA untuk risiko RM01

7.3.2 Analisis akar masalah pada risiko AI03Di dalam proses analisis risiko AI03, ditentukan tiga faktor penyebab risiko ini yaitu faktor sumberdaya manusia, lingkungan, dan proses bisnis. Pertimbangan melibatkan kondisi lingkungan di dalam analisis ini karena lingkungan dapat berpengaruh dan dapat menyebabkan kerusakan pada dokumen organisasi yang tersimpan. Hasil representasi dengan menggu-nakan FTA untuk risiko AI03 dapat dilihat pada Gambar 7.4. Dari proses ini teridentifikasi bahwa pada risiko AI03 terdapat lima akar masalah dan satu undeveloped event.

7.3.3 Akar Masalah Risiko pada AM03Pada risiko AM, terdapat tiga masalah utama yang disajikan di dalam FTA yaitu sumber daya manusia, proses bisnis, dan peraturan dalam organ-isasi. Dari analisis ketiga faktor tersebut diperoleh lima akar masalah risiko yang dapat pergunakan untuk membuat usulan strategi mitigasi risiko. Hasil dari proses ini dapat dilihat pada Gambar 7.5.Sekali lagi karena alasan confidentiality, maka hasil FTA pada ketiga risiko

Page 132: Framework Peningkat Kinerja

116 Framework Peningkat Kerja Sistem...

yang dibahas di dalam studi kasus ini sudah melalui proses simplifikasi. Namun hal ini tidak mengurangi tujuan dari implementasi studi kasus yang ada dimana salah satu tujuannya adalah untuk melakukan verifikasi dari framework yang sudah dibangun di bab 6.

Gambar 7.4. FTA untuk risiko AI03

Gambar 7.5. FTA untuk Risk Event AM03

Page 133: Framework Peningkat Kinerja

Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus 117

Setelah diidentifikasi akar permasalahan dari masing- masing risiko yang diobservasi, maka langkah berikutnya adalah menggunakan hasil dari proses identifikasi akar masalah ini untuk menentukan membangun strategi mitigasi risikonya. Setelah melakukan diskusi dengan pihak terkait, maka diperoleh usulan strategi mitigasi risiko RM01 yang dapat dilihat pada Tabel 7.4.

Tabel 7.4. Usulan strategi mitigasi risiko RM01

No Akar Risiko Ulasan Strategi Mitigasi Risiko

1 Manajemen belum menyadari pentingnya ma-najemen risiko di organisasi

a. Perlu ada pendekatan top-down untuk implementasi manajemen risiko di semua tingkatan di organisasi dengan prinsip-prinsip yang dapat ditemukan di dalam ISO 31000.

b. Perlu dilakukan evaluasi dari level pelaksana hingga kepada manager untuk memberikan data. bahwa manajemen risiko berpengaruh terhadap proses bisnis organisasi secara bottom-up.

2 Tidak ada pera-turan tentang manajemen risiko di divisi atau organisasi

Mengajukan saran kepada kantor pusat untuk mem-buat peraturan tentang manajemen risiko yang disertai dengan bukti-bukti nyata yang berhubungan dengan pentinganya implementasi manajemen risiko di tingkat perusahaan

3 Data historis risiko yang ber-hubungan dengan aset tidak tersedia (tercatat)

Mewajibkan setiap personil yang berhubungan dengan aset untuk mendokumentasi setiap jenis kegagalan yang telah terjadi pada periode sebelumnya dan saat ini sehingga datanya dapat digunakan untuk mengh-indari risiko-risiko yang berhubungan dengan aset

4 Manajemen masih memprioritaskan hasil produksi

a. Top manajemen diharapkan untuk mempertimbangkan saran-saran dari para auditor internal dan eksternal supaya sistem manajemen dapat selalu ditingkatkan dan tidak stagnan dalam kondisi manajemen pada

b. Auditordari pusat juga wajib mempetimbangkan seluruh aspek manajemen dan tidak hanya berfokus kepada hasil produksi

c. Disarankan untuk melakukan sertifikasi sistem manajemen

5 Manajemen masih memprioritaskan proses lainnya

6 Alur dalam proses manajemen risiko yang dirasa sulit dan lama

a. Proses audit internal dilakukan pada setiap bulan dengan memasukan aspek dan tingkatan-tingkatan risiko di dalam proses bisnis organisasi

b. Melakukan usulan mitigasi secara internal divisi dan departemen pada risiko yang tidak membutuhkan keputusan pusat sehingga tidak membutuhkan alur yang panjang

Page 134: Framework Peningkat Kinerja

118 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Proses ini dilanjutkan dengan melakukan prose pembangunan strategi mitigasi risiko untuk risiko AI03. Hasil dari FTA untuk risiko AI03 yang terlihat pada Gambar 7.4, dapat diidentifikasi bahwa terdapat lima akar risiko. Dari kelima akar risiko tersebut dapat diusulkan strategi strategi mitigasi risikonya seperti yang tercantum di dalam Tabel 7.5

Tabel 7.5. Usulan strategi mitigasi risiko AI03

No Akar Risiko Mitigasi Risiko

a. Mengadakan pelatihan setiap bulannya untukminimal satu orang di masing- masing divisi

b. Mengevaluasi progressnya secara berkala

2

banyak data yang perlu diupdate sehingga sulit pendokumentasiannya

a. Pendokumentasian data dilakukan secara digitaldan jika diperlukan dapat merekrut admin khususuntuk mentransformasi data catatan manual ke digital

3

Frekuensi pemakaian dokumen rendah jadi bukan prioritas

b. Saat ini data yang dimasukkan ke dalam aplikasi ERP hanya data yang dibutuhkan oleh kantor pusat, disarankan untuk tetap mencatat dan menyimpan data terbut dan data lainnya sebagai arsip internal agar mudah didapatkan.

4

Tidak mengembalikan dokumen yang digunakan ke lokasi seharusnya

direkomendasikan untuk membuat sistem pencatatan pengambilan dokumen dan sistem punishment bagi yang tidak menaruh kembali dokumen pada tempat semula.

5 Keterbatasan lahan

Dengan sistem digitalisasi dokumen dapat membantu organisasi untuk mengurangi penumpukan dokumen di gudang penyimpanan

1

Belum ada pelatihan tentang sistem ERP yang digunakan

Page 135: Framework Peningkat Kinerja

Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus 119

Untuk risiko terkahir yang dianalisis di dalam studi kasus ini, yaitu risiko AM03 juga dilakukan proses yang sama sehingga diperoleh usulan strategi mitigasi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7.6

Tabel 7.6. Usulan strategi mitigasi risiko AM03

No Akar Risiko Mitigasi Risiko

1Kondisi perusahaan yang selalu dinamis dan berubah

a. Mengevaluasi dan memperbarui KPI secaraberkala sesuai dengan kondisi perusahaan yangdinamis khususnya pada perubahan strukturorganisasi

2KPI tidak dievaluasi dan diperbaharui secara berkala

b. Memperhatikan juga perubahan KPI didepartemen dan divisi lainnya dan tidak hanya fokuske produksi karena semuanya berhubungan satudengan yang lainnya.

3penilaian kurang tepat karena bersifat kualitatif

4

Pelatihan mengenai audit belum diterapkan pada seluruh level

5

Audit oleh kantor pusat hanya dilakukan sekali dalam setahun

Perlu dilakaukan audit internal secara berkala setidaknya dua kali setahun atau lebih sering pada kondisi atau divisi yang dirasa perlu.

Penilaian kualitataif cenderung subyektif, sehingga sebaiknya dilakukan kuantifikasi dengan menggunakan rubrik penilaiannya. Pelatihan pengukuran dengan metode baru seperti modifikasi assessment juga dapat dilakukan agar menghasilkan pengukuran yang baik, tepat dan obyektif.

7.4 Tahap Perlakuan Risiko

Tujuan utama dari tahap perlakuan risiko ini adalah untuk memilih dan menerapkan alternatif- alternatif usulan mitigasi risiko yang sudah dievaluasi di dalam proses evaluasi risiko. Setelah diperoleh usulan strategi mitigasi untuk masing- masing risiko yang dianalisis, maka sebaiknya dilakukan evaluasi yang mendalam berkenaan dengan usulan strategi yang ada. Analisis ini bisa berupa benefit-cost analysis untuk menentukan

Page 136: Framework Peningkat Kinerja

120 Framework Peningkat Kerja Sistem...

apakah sebaiknya risiko yang ada dilakukan mitigasi atau leave as it is dari perspektif biaya yang muncul dari masing- masing alternatif. Analisis tersebut akan disampaikan pada seri buku terbitan berikutnya.

Di dalam studi kasus ini, implementasi usulan strategi mitigasi secara konkit di organisasi tidak dapat dilakukan dengan cepat karena kendala manajemen. Sehingga dipilih alternatif lain untuk mengimplementa-sikan langkah- langkah perlakuan risiko. Alternatif yang dipilih adalah melakukan diskusi dengan pihak terkait untuk menilai apakah usulan stretegi mitigasi tersebut dapat mengurangi kemungkinan dan dampak risiko. Hasil diskusi ini kemudian dipetakan ke dalam peta risiko yang baru seperti yang terlihat pada Gambar 7.6.

Gambar 7.6. Estimasi posisi risiko setelah dilakukan mitigasi

7.5 Pembahasan Studi Kasus

Di dalam bab ini disajikan sebuah studi kasus yang dapat digunakan untuk memverifikasi framework yang sudah dibangun di bab 6. Studi kasus ini tentang desain strategi untuk peningkatan kinerja sistem manajemen aset dengan pendekatan manajemen risiko. Di dalam studi kasus yang dianalisis ditemukan 22 (dua puluh dua) risiko yang dapat mempengaruhi penca-paian manfaat manajemen aset oleh organisasi. Dari keseluruhan risiko yang terindentifikasi, kemudian dipetakan ke dalam peta risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan dan dampak dari masing- masing risiko tersebut. Dan hasilnya, diperoleh tiga risiko yang masuk zona merah atau

Page 137: Framework Peningkat Kinerja

Implementasi Framework: Sebuah Studi Kasus 121

bisa disebut dengan risiko yang mempunyai tingkat yang tinggi. Di dalam studi kasus ini hanya ketiga risiko tersebut yang dibahas sebagai proses verifikasi framework. Namun untuk implementasi konkritnya, disarakan risiko- risiko yang ada di dalam zona kuning juga perlu untuk dianalisis.

Proses ini kemudian dilanjutkan dengan menjalankan dengan mengikuti tahap- tahap yang ada di dalam franework yang diusulkan. Hasilnya diperoleh bahwa dari ketiga risiko yang dibahas, sudah diperoleh usulan strategi mitigasi risikonya. Namun karena kendala waktu dan perijinan, maka usulan strategi tersebut hanya dapat dianalisis melalui diskusi untuk menentukan posisi baru masing- masing risiko yang dibahas di dalam peta risiko yang baru. Hasil diskusi yang dilakukan diperoleh bahwa ketiga risiko tersebut jika diperlakukan strategi mitigasinya akan dapat mengu-rangi kemungkinan dan dampak resikonya sehingga yang awalnya berada di zona merah dapat berpindah ke dalam zona hijau.

Analisis benefit cost yang bisa digunakan untuk memilih usulan strategi mitigasi atau untuk menentukan apakah strategi mitigasi yang diusulkan layak atau feasible dari berbagai prespektif khususnya dari perspektif finansial memang tidak dapat dibahas di dalam buku ini, namun jika pembaca menginginkan untuk lebih detil mempelajari metode atau pendekatan yang bisa digunakan maka dapat membaca dua artikel yang ada di dalam Cahyo, Raben, et al. (2019) dan Cahyo, Swasono, et al. (2019). Di dalam Cahyo, Raben, et al. (2019) dibahas mengenai bagaimana life cycle cost dipergunakan sebagai dasar untuk memilih kebijakan tentang pengadaan sparepart untuk asset di sebuah perusahaan gula. Penelitian tersebut membahas tentang manfaat dari penerapan LCC untuk membantu pengambil keputusan untuk memahami dampak dari memilih strategi perawatan yang berbeda dengan kebijakan pembelian dan inventaris suku cadang kritis. LCC mampu membantu memilih strategi perawatan optimal berdasarkan biaya terendah dan dampaknya terhadap pembelian dan persediaan. Hasilnya menunjukkan bahwa strategi pemeliharaan preventif sebagai strategi pemeliharaan yang diusulkan menghasilkan total biaya yang lebih rendah daripada strategi pemeliharaan korektif

Page 138: Framework Peningkat Kinerja

122 Framework Peningkat Kerja Sistem...

sebagai strategi pemeliharaan saat ini. Strategi pemeliharaan yang diusulkan menghasilkan biaya sekitar Rp. 786.968.691,40 untuk tiga musim milling sedangkan strategi perawatan saat ini adalah Rp 1.525.722.026,00 untuk tiga musim milling. Di dalam Cahyo, Swasono, et al. (2019), benefit cost secara umum digunakan untuk menentukan apakah usulan staregi mitigasi yang disampaikan secara umumm lebih menguntungkan diband-ingkan dengan membiarkan risikonya terjadi. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang sama. Dalam penelitian ini membahas tentang kombinasi antara manajemen risiko dan biaya pendekatan manfaat dalam lean untuk mengidentifikasi waste dan mengusulkan strategi mitigasinya. Kemudian, strategi mitigasi dianalisis berdasarkan biaya mitigasi diband-ingkan dengan biaya waste. Beberapa strategi mitigasi telah diusulkan dan diperkirakan bahwa strategi yang diusulkan dapat mengurangi biaya opportunity lost karena penghentian produksi sebesar Rp 39.067.221,38.

Page 139: Framework Peningkat Kinerja

Penutup 123

8

Penutup

8.1 Kesimpulan

Buku ini menyajikan sebuah framework yang bisa dipergunakan baik oleh para akademisi atau praktisi. Bagi akademisi, framework yang diusulkan ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk melakukan penelitian dalam rangka meningkatkan kinerja manajemen aset. Masih ada banyak penelitian lanjutan yang dapat dilakukan dari hasil yang disajikan di dalam buku ini. Selain itu, para akademisi dan peneliti perlu juga menilik tinjauan litaretur yang ada di dalam buku ini untuk dapat dikembangkan lebih lanjut. Metode Systematic Literature Review yang digunakan dapat membantu para peneliti untuk membuat sebuah peta jalan tinjauan literatur yang lebih terstruktur. Bagi praktisi, framework ini adalah sebuah usulan tahap- tahap yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja sistem manajemen aset. Langkah- langkah di dalam framework ini adalah langkah- langkah praktis dan sederhana sehingga mudah dipahami. Namun untuk lebih mengoptimalkan hasilnya maka diharapkan untuk dapat terlebih dahulu mempelajari tentang pengantar manajemen aset dan pengantar manajemen risiko yang dapat ditemukan di dalam bab 3 dan bab 5 di buku ini.

Untuk membuktikan apakah implementasi framework ini dapat dilakukan dengan mudah dan praktis, maka framework yang diusulkan di dalam buku sudah melalui proses verifikasi menggunakan sebuah studi kasus konkrit di sebuah organisasi. Dan hasilnya bahwa framework yang diusulkan dapat dengan mudah diimplementasikan dan hasil yang diperoleh juga dapat sesuai yang diharapkan yaitu strategi yang dapat dilakukan untuk mening-katkan kinerja sistem manajemen aset. Sehingga dapat disimpulkan bahwa framework yang diusulkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan yaitu framework untuk peningkatan kinerja sistem manajemen aset yang

Page 140: Framework Peningkat Kinerja

124 Framework Peningkat Kerja Sistem...

memenuhi prinsi methodologically sound dan feasibly applicable. Karena framework ini disusun dengan sebuah metode penelitian yang secara akademik dapat dipertangungjawabkan serta framework yang dihasilkan dapat dengan mudah dipahami dan layak diaplikasikan oleh praktisi dan dapat dengan mudah diduplikasi prosesnya.

8.2 Saran

Seperti yang sudah disampaikan di dalam pembahasan tentang studi kasus bahwa proses perlakuan risiko yang dilakukan belum dilakukan secara optimal yang disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh karena itu bagi para akademisi yang tertarik di bidang ini dapat melanjutkan proses peneli-tiannya ke dalam desain strategi untuk usulan implementasi strategi mitigasinya hingga ke analisis hasilnya dan perubahan kinerja secara lebih detil. Namun itu dilakukan, lebih disarankan untuk melakukan evaluasi risiko dengan menggunakan benefit-cost ratio atau metode analisis yang lain, untuk mengetahui apakah usulan strategi mitigasi yang diusulkan layak untuk dilakukan. Untuk mendukung hal ini, analisis berbasis ekonomi teknik lebih disarankan karena dapat membantu untuk menganalisis dari sisi perubahan nilai uang terhadap waktu sehingga faktor inflasi dapat juga diakomodasi. Hal ini penting untuk dilakukan karena risiko bisa jadi dapat terjadi dalam horizon waktu yang multi-tahun dan di dalam timeline tersebut ada perubahan nilai uang terhadap waktu yang cukup signifikan.

Di dalam beberapa kasus, ini juga memungkinkan untuk menggunakan Life Cycle Cost (LCC) sebagai dasar untuk membuat sebuah persamaan total cost yang kemudian dapat digunakan di dalam proses analisis benefit cost. Memodifikasi LCC menjadi persamaan total cost ini akan lebih mudah dan sederhana dibandingkan membuat persamaan total cost dari awal. Sebagai referensi untuk proses ini dapat dilihat pada artikel yang ditulis oleh Cahyo (2018a). Selain itu, perlu juga dilakukan analisis dengan inten-sitas yang sama untuk risiko- risiko yang berada di dalam zona kuning yang belum di bahas di dalam studi kasus di dalam buku ini.

Page 141: Framework Peningkat Kinerja

Daftar Pustaka 125

Daftar Pustaka

Alsolai, H., & Roper, M. (2020). A systematic literature review of machine learning techniques for software maintainability prediction. Infor-mation and Software Technology, 119, 106214. doi:https://doi.org/10.1016/j.infsof.2019.106214

Alsyouf, I., Alsuwaidi, M., Hamdan, S., & Shamsuzzaman, M. (2018). Impact of ISO 55000 on organisational performance: evidence from certified UAE firms. Total Quality Management & Business Excellence, 1-19.

Alvarez, D. L., Rosero, L. S., Rivera, S. R., & Romero, A. A. (2019). A Framework For Asset Management in Electrical Systems, Part I: Conceptual Model. Paper presented at the 2019 IEEE Workshop on Power Electronics and Power Quality Applications (PEPQA).

Asset Management Maturity Position Statement. (2015).

Bopoto, C., Geddes, R., & Pinard, M. (2019). Framework for Monitoring of Road Agency Performance in Rural Road Asset Management. Transportation Research Record, 2673(12), 843-854. doi:10.1177/0361198119854088

BSI. (2014). First two companies certified to new international Asset Management standard. Retrieved from https://www.bsigroup.com/en-GB/about-bsi/media-centre/press-releases/2014/january/First-two-companies-certified-to-new-international-Asset-Manage-ment-standard/

Burgers, C., Brugman, B. C., & Boeynaems, A. (2019). Systematic liter-ature reviews: Four applications for interdisciplinary research. Journal of Pragmatics, 145, 102-109. doi:https://doi.org/10.1016/j.pragma.2019.04.004

Cahyo, W. N. (2015). A modelling approach for maintenance resource-pro-visioning policies. (Doctor of Philosophy), University of Wollongong, Wollongong - Australia.

Page 142: Framework Peningkat Kinerja

126 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Cahyo, W. N. (2018a). Derivation of Life Cycle Cost Model for Selecting Optimum Decisions in Engineering Asset Management. Paper presented at the 2018 3rd International Conference on Design and Manufac-turing Engineering (ICDME 2018), Melbourne Australia.

Cahyo, W. N. (2018b). A Proposed Model for Aligning Maintenance Strategy to Business Strategies in Engineering Asset Management. Paper presented at the 4th International Conference on Science and Technology (ICST 2018), Yogyakarta, Indonesia.

Cahyo, W. N. (2019). Engineering Asset Management (Pengantar Manajemen Aset Industri berbasis ISO 55000). Yogyakarta, Indonesia: Universitas Islam Indonesia.

Cahyo, W. N., Raben, R., Prawahandaru, H., Swasono, B. A., Sutartono, R. T., & Immawan, T. (2019). Policy Analysis on Spare Part Inventory of Critical Asset with Life Cycle Cost Approach. Paper presented at the ICOSHEET 2019, Semarang, Indonesia.

Cahyo, W. N., Swasono, B. A., Raben, R. S. I., Sutartono, R. T., Prawahandaru, H., & Immawan, T. (2019). Design of Waste Reduction Strategy Based on Risk Assessment and Cost Benefit Approach. Paper presented at the 5th International Conference on Science and Technology (ICST 2019), Yogyakarta, Indonesia.

Chattopadhyay, G. (2016). Issues and challenges of balancing cost, perfor-mance and risk in heavy-haul rail asset management. Paper presented at the 2016 IEEE International Conference on Industrial Engineering and Engineering Management (IEEM).

Davis, R. (2015). An Introduction to Asset Management : A simple but infor-mative introduction to the management of physical assets

Dieter, J. (2007). ISO 55000 Asset Management Systems. California - Washington.

Ebeling, C. E. (2010). An introduction to reliability and maintainability engineering. Long Grove, Ill: Waveland Press.

Flynn, J. R., & Vlok, P. (2015). Lean approaches in asset management within the mining industry 9th WCEAM Research Papers (pp. 101-118): Springer.

Page 143: Framework Peningkat Kinerja

Daftar Pustaka 127

Godau, R., & Mary McGeoch, F. (2016). ISO 55001 Ready–Focus on improving Asset Management Maturity. Change.

Green, D., Masschelein, S., Hodkiewicz, M., Schoenmaker, R., & Muruvan, S. (2016). Setting targets in an asset management performance measurement framework. Paper presented at the Proceedings 2016 World Congress on Engineering Asset Management (WCEAM2016), Jiuzhaigou.

Hastings, N. A. J. (2010). Physical Asset Management. London: Springer.

Implementation Guide For an ISO 55001 Asset Management System. (2016).

Iskana, F. R. (2017). BUMN tambah direktur manajemen aset di Pertamina. kontan.co.id. Retrieved from https://industri.kontan.co.id/news/bumn-tambah-direktur-manajemen-aset-di-pertamina

ISO. (2009). ISO 31000 : Risk management — Principles and guidelines.

ISO. (2014a). ISO 55000 : 2014 Asset management — Overview, principles and terminology. Switzerland.

ISO. (2014b). ISO 55001 : 2014 Asset management — Management systems — Requirements. Switzerland.

ISO. (2014c). ISO 55002 : 2014 Asset management — Management systems — Guidelines for the application of ISO 55001. Switzerland.

ISO. (2018). ISO 31000.

Komljenovic, D., Abdul-Nour, G., & Boudreau, J.-F. (2020). Risk-informed decision-making in asset management as a complex adaptive system of systems.

Kriege, L. K., Jooste, J. L., & Vlok, P. J. (2016). A framework for establishing a human asset register for the improved management of people in physical asset management. South African Journal of Industrial Engineering, 27, 77-89.

LCE. (2015). The Five Biggest Risks to Effective Asset Management. Retrieved from https://www.lce.com/The-Five-Biggest-Risks-to-Effec-tive-Asset-Management-1224.html

Page 144: Framework Peningkat Kinerja

128 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Lee, S.-H., Park, S., & Kim, J. M. (2015). Suggestion for a framework for a sustainable infrastructure asset management manual in Korea. Sustainability, 7(11), 15003-15028.

Leva, M. C., Baldissone, G., Caso, R., Demichela, M., Lawlor, L., & Mcaleer, B. (2018). Cost benefit evaluation of maintenance options for aging equipment using monetised risk values: a practical application. Procedia Manufacturing, 19, 119-126.

Lima, E., Lorena, A. L., & Costa, A. P. (2018). Structuring the Asset Management Based on ISO 55001 and ISO 31000: Where to Start? Paper presented at the 2018 IEEE International Conference on Systems, Man, and Cyber-netics (SMC).

Lima, E. S., & Costa, A. P. C. S. (2019). Improving Asset Management under a regulatory view. Reliability Engineering & System Safety, 190, 106523.

Maletič, D., Maletič, M., Al-Najjar, B., & Gomišček, B. (2018). Development of a Model Linking Physical Asset Management to Sustainability Perfor-mance: An Empirical Research. Sustainability, 10(12), 4759.

Massachusetts, C. o. (2017). Asset Management: A Best Practice Massachu-setts: Commonwealth of Massachusetts.

Miya, L., & Grobbelaar, S. (2015). Risk-Based Maintenance of Physical Assets Of Water Infrastructure: A Case Study Of A Municipality. Proceedings of International Association for Management of Technology.

Odysseus-imc. (2015). Downer Awarded First Australian Accredited ISO 55001 Certification. Retrieved from https://odysseus-imc.com.au/2015/09/

Pintelon, L., & Parodi-Herz, A. (2008). Maintenance: An Evolutionary Perspective. In K. A. H. Kobbacy & D. N. P. Murthy (Eds.), Complex System Maintenance Handbook London: Springer.

Polimac, V., & Polimac, J. (2016). Holistic approach to asset management with new ISO 55000.

Reliabilityweb. (2014). ADCO: The First Oil & Gas Company in the Gulf to be Certified in ISO 55001 for Asset Management. Retrieved from https://reliabilityweb.com/news/article/adco_the_first_oil_gas_company_in_the_gulf_to_be_certified_in_iso_55001_for

Page 145: Framework Peningkat Kinerja

Daftar Pustaka 129

Roda, I., & Garetti, M. (2015). Application of a performance-driven Total Cost of Ownership (TCO) evaluation model for physical asset management 9th WCEAM Research Papers (pp. 11-23): Springer.

The Self-Assessment Methodology Plus. (2015). (Vol. Version 2).

The Instistute of Asset Management. (2015). Asset Management - An Anatomy.

Thomasson, R. O., & Sinha, S. K. (2015). Asset management: Performance, sustainability, and resiliency model development Pipelines 2015 (pp. 1318-1332).

Tranfield, D., Denyer, D., & Smart, P. (2003). Towards a Methodology for Developing Evidence-Informed Management Knowledge by Means of Systematic Review. British Journal of Managemen, 14.

Unison. (2018). Unison first in New Zealand to achieve ISO 55001 asset management certification. Retrieved from https://www.unison.co.nz/tell-me-about/news/article/2018/03/26/unison-first-in-new-zealand-to-achieve-iso-55001-asset-management-certification

Urmetzer, F., Parlikad, A. K., Pearson, C., & Neely, A. (2015). Design consid-erations for engineering asset management systems 9th WCEAM Research Papers (pp. 263-271): Springer.

Van Heerden, M. A., & Jooste, J. L. (2018). A guide for integrating total quality management and physical asset management in the food industry. South African Journal of Industrial Engineering, 29(4), 155-170.

Vermeer, M., Schuddebeurs, J., & Wetzer, M. (2016). The application of health-and risk indices as a decision-support tool for utilities.

Wijnia, Y., & de Croon, J. (2015). The asset management process reference model for infrastructures 9th WCEAM Research Papers (pp. 447-457): Springer.

Wilson, J., Arshed, N., Shaw, E., & Pret, T. (2017). Expanding the Domain of Festival Research: A Review and Research Agenda. International Journal of Management Reviews.

Zhang, D., Crawley, C., & Kane, G. (2015). Build level of services and customer value into decision making: Sydney Water’s water main asset management strategy. Australian Journal of Multi-Disciplinary Engineering, 11(2), 179-190.

Page 146: Framework Peningkat Kinerja

130 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Page 147: Framework Peningkat Kinerja

Glosari 131

Glosari

1. Aset : barang, benda atau entitas yang memiliki nilai potensial atau aktual bagi suatu organisasi. Nilai akan bervariasi antara organisasi yang berbeda dan pemangku kepentingan mereka, dan dapat berwujud atau tidak berwujud, finansial atau non-finansial

2. Manajemen Aset : aktivitas yang terkoordinasi dari sebuah organisasi untuk merealisasikan nilai dari aset

3. Risiko : pengaruh ketidakpastian pada tujuan4. Manajemen Risiko : kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan

mengendalikan organisasi terkait dengan risiko5. Framework : struktur dasar yang mendasari sistem, konsep, atau teks.

Page 148: Framework Peningkat Kinerja

132 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Page 149: Framework Peningkat Kinerja

Indeks 133

Indeks

Aanalisis risiko 30, 81, 96, 98, 99, 101, 102, 103, 113, 117

Eevaluasi risiko 96, 102, 103, 104, 113, 122, 128exclusion criteria 18, 21, 22, 23, 24

Fframework 8, 9, 10, 11, 13, 15, 18, 25, 28, 29, 30, 31, 73, 77, 85, 86, 88, 89, 91, 93, 96, 109, 112, 118, 123, 127

Iidentifikasi risiko 96, 97, 100, 113inclusion criteria 21, 22, 23, 27ISO 31000 8, 9, 10, 15, 20, 26, 27, 30, 31, 71, 72, 73, 76, 77, 78, 86, 88, 96, 97, 103, 112ISO 55001 3, 6, 8, 9, 10, 15, 22, 27, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 49, 50, 51, 52, 54, 56, 86, 88, 90, 91, 110, 111

KKinerja 11, 12, 13, 45, 50, 69, 85

Mmaintenance task 82manajemen aset 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 15, 20, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 51, 52, 53, 54, 55, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 71, 73, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 93, 94, 109, 111, 112, 113, 114, 115, 123, 127manajemen risiko 8, 10, 11, 12, 20, 22, 26, 28, 31, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 81, 84, 86, 112, 123, 124, 127Maturity Level 54, 56, 93, 94, 95

Ppenilaian risiko 71, 89, 96, 100, 112, 113perlakuan risiko 89, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 122, 123, 128

Page 150: Framework Peningkat Kinerja

134 Framework Peningkat Kerja Sistem...

Ssearch term 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29self assessment methodology plus 22, 26, 27, 30, 31Systematic Literature Review 8, 9, 10, 12, 15, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 86, 127

Page 151: Framework Peningkat Kinerja
Page 152: Framework Peningkat Kinerja