fotovoltaik
DESCRIPTION
tentang sel suryaTRANSCRIPT
BAB III
ENERGI SURYA DAN PHOTOVOLTAIC
3.1. Energi Surya
Salah satu sumber energi adalah matahari atau surya. Energi surya ini dapat
dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung, seperti terlihat pada Gambar 3.1.
Pemanfaatan energi surya dibagi menjadi dua yaitu pemanfaatan energi thermal
dengan teknologi kolektor, dan pemanfaatan energi foton langsung dirubah menjadi
listrik dengan teknologi sel surya.
Gambar 3.1 Alur Pemanfaatan Energi Surya[2]
Dalam arti yang luas, sumber energi surya atau tenaga matahari bukan hanya
terdiri atas pancaran matahari langsung ke bumi, melainkan juga meliputi efek-efek
matahari tidak langsung, seperti tenaga angin, tenaga air, panas laut, dan bahkan
termasuk biomassa yang dapat memanfaatkan sebagai sumber energi. Inti sang surya
merupakan suatu tungku termonuklir bersuhu 108 0C tiap detik mengkonversi 5 ton
matahari menjadi energi yang dipancarkan ke angkasa luas sebanyak 6,41.107 W/m2
dengan radius sebesar 6,96.105 Km dan terletak sejauh 1.496.108 Km dari bumi.
12
Energi surya yang memasuki atmosfir dengan kepadatan yang diperkirakan sebesar1,2
KW/m2 seperti di perlihatkan pada Gambar 3.2. Dari Gambar 3.2, sebesar 34%
dipantulkan kembali keluar angkasa. Sebagian yang diperkirakan sebesar 19% diserap
atmosfir, yaitu oleh komponen-komponen yang terdapat diudara seperti dioksida
karbon (CO2), debu dan awan. Energi surya selebihnya, yaitu 47% diserap oleh
bumi[2].
Gambar 3.2 Arus Energi Bumi[2]
3.2. Proses Pemanfaatan Energi Surya
Sebagaimana telah dikemukakan, padat radiasi surya pada saat memasuki
atmosfir diperkirakan sebesar 1,2 kW/m2. Indonesia yang mempunyai luas wilayah
daratan sebesar 2 juta km2, dengan memisalkan suatu efisiensi dari hanya 10%. Jadi
sangat besar potensial daya yang terkandung dalam energi surya. Gambar 3.3.
memperlihatkan secara skematis energi asal radiasi surya yang mencapai bumi dan
yang melalui berbagai proses, baik alamiah maupun buatan manusia yang dapat
dirubah bentuknya menjadi energi yang dapat dimanfaatkan.
13
I II III
Gambar 3.3 Skema Energi Kolektor Buatan Manusia yang Dimanfaatkan di Bumi yang
Berasal dari Radiasi Surya
Penjelasan proses energi yang dapat dimanfaatkan dari Gambar 3.3 adalah :
1. Proses I : Energi yang dikumpulkan oleh kolektor biasanya dimanfaatkan
untuk memanaskan air. Air yang panas tersebut dapat dimanfaatkan, atau
melalui proses uap maupun dengan cara lain dijadikan tenaga listrik.
2. Pada proses II : Sinar surya melalui prinsip fotovoltaik dirubah langsung
menjadi tenaga listrik.
3. Pada proses III : yang kini masih merupakan angan-angan, dipergunakan
sebuah satelit surya yang beredar dalam satu orbit di atas bumi untuk
menangkap sinar-sinar matahari dan merubahnya menjadi pancaran
gelombang mikro, yang dikirim ke suatu stasiun bumi. Stasiun ini merubah
pancaran gelombang mikro ini menjadi tenaga listrik, yang selanjutnya
ditransmisikan dan didistribusikan secara konvensional ke para pemakai.
3.3. Bahan Sel Surya
14
RADIASISURYA
Kolektor Buatan Manusia
Thermal Fotovoltaik SatelitSurya
Energi yang dimanfaatkan
Bahan sel surya yang utama adalah silikon. Silikon adalah elemen kedua yang
terbanyak dibumi setelah oksigen 25,67%. Di bumi silikon terdapat dalam bentuk
silikon dioksida (SiO2). Bahan sel surya saat ini adalah silikon yang didapat dari
pemurnian SiO2. Pengelompokan sel surya di dasarkan pada bahan dan susunan.
Secara umum, dilakukan pengelompokan ke dalam golongan silikon (Si) yang bahan
dasarnya silikon dan golongan campuran yang bahan dasarnya adalah material
campuran semikonduktor
Golongan silikon dibagi lagi atas kelompok kristal dan amorfus. Sedangkan
kelompok material campuran dikelompokkan menjadi kelompok II-IV, III-V. Secara
skematis pengelompokkan sel surya berdasarkan bahan disajikan dalam Gambar 3.4.
Kristal tunggal Solar sel berefisiensi Super tinggi
Polykristal Sel surya Polykristal Substrat tipis Kristal Lapisan tipisgrup Polykristal
Lain-lain
Silikon Grup Amorfus Sel surya lapisan tipis
Sel surya II-VI (CIS,CdTe) II-VI grup (CIS,CdTe,etc) Komponen semikomduktor III-V (GaAs,InP,etc) Sel surya berefisiensi
III-V grup (GaAs,Inp,etc) supertinggi
Lain-lain
Gambar 3.4 Bagan Pengelompokan Bahan Sel Surya
3.4. Teknologi Sel Fotovoltaik
Bermacam-macam teknologi telah diteliti oleh para ahli di dunia untuk
merancang dan membuat sel fotovoltaik yang lebih baik, murah, dan efisien.
Beberapa generasi teknologi sel surya :
15
3.4.1. Monokristal
Konfigurasi normal untuk sel fotovoltaik terdiri p-n junction Monokristal
silikon material mempunyai kemurnian yang tinggi yaitu 99.999%. Ditumbuhkan
dengan sistem yang paling terkenal metode Czochralski pada Gambar 3.5., hasil
berbentuk silinder dengan panjang 12 cm, diameter tertentu 2 – 5 inch dapat dilihat
pada Gambar 3.6, alat potong yang terbaru adalah gergaji yang mampu memotong
dua sisi sekaligus dengan kapasitas 4000 wafer per-jam (Energie Nouvella
Enviroment/ENE) Belgia. Wafer yaitu Lempengen silikon yang disatukan dengan
lempengan silikon lain. Efisiensi rata-rata modul fotovoltaik yang telah komersial
12,3% oleh Arco Solar buatan tahun 1989 dengan kapasitas modul 56 W. Tetapi
belakangan ini Martin Green dari New South Wales University Australia, telah
mengembangkan Monokristal laser groved dengan nama buried contacs telah
mencapai efisiensi 19,6 – 20,4%[1].
Gambar 3.5 Metode Penumbuhan Kristal Mono Czochralski dan Produk Ingot[1]
Gambar 3.6 (a) Sel Surya dan (b) Modul Sel Surya Jenis Monokristal[1]
16
3.4.2. Polikristal
Material monoktristal harga per kilo gram masih mahal, untuk menurunkan
harga material, dikembangkan material lain yang disebut polikristal. Pembuatan
wafer dengan material ini menggunakan metode silikon Gambar 3.7. kemudian
dipotong dengan ukuran 40 x 40 cm2. Efisiensi modul fotovoltaik polikristal yang
komersial dicapai 9,5% oleh Kyocera dibuat pada tahun 1985 dengan keluaran 48
Wp/modul. Pada saat ini Kyocera telah memproduksi modul dengan kapasitas 55
Wp yang terdiri dari 36 sel berukuran 10 x 10 cm2, sedang dikembangkan sel
dengan ukuran 15 x 15 cm2 yang menghasilkan daya sebesar 100 Wp dengan
efisiensi 15%. Perkembangan teknologi ini cukup baik, pada saat ini telah mencapai
16 – 18%[1] .
Gambar 3.7 (a) Sel dan (b) Modul Surya Jenis Polikristal[1]
3.4.3. Generasi ketiga
HEM (Heat Excharger Method) untuk menghasilkan wafer yang lebih murah
menggunakan proses cor (casting) yang umumnya untuk material mono/polikristal
dengan panjang 30 – 35 cm, kemudian dipotong dengan menggunakan “fast silicon
machines” yaitu teknologi pemotongan yang lebih maju.
EFG (Edge Film Growt), proses ini menimbulkan wafer monokristal seperti
pita langsung dari cairan silikon dengan menggunakan pita kapiler seperti Gambar
3.8, dapat menghasilkan dengan lebar 5 – 10 cm pada Gambar 3.9. Pada proses ini
penumbuhan terjadi 5 m/menit dengan ketebalan 250 – 350 mikrometer, dengan
efisiensi 13 %[1].
17
Gambar 3.8 Pembuatan EFG[1]
Gambar 3.9 (a) Modul dan (b) Sel Surya Dengan Metoda EFG[1]
3.4.4. Thin Film
Lapisan tipis atau thin film, mempunyai ketebalan sekitar 10 mm di atas
substrat kaca/steel (baja) atau juga disebut advanced sel fotovoltaik. Tipe yang
paling maju saat ini adalah amorphous silicon heterojuction stack atau tandem sel
seperti Gambar 3.10. Tes yang sedang dilakukan di lapangan menunjukan bahwa
sudah dipakai beberapa tahun masih dalam keadaan baik.
Thin Film mempunyai efisiensi 6%, thin film lain adalah Metal Isolator Silikon
(MIS), CIS, dan CDS. MIS transparan adalah teknologi lebih hemat 30% dari
konvensional, MIS dikembangkan oleh Nukem GmB, H. Jerman dapat mencapai
14% untuk bahan polikristal dan 17% bahan monokristal[1].
18
Gambar 3.10 Amorphous silicon dengan heterojuction dengan stack atau tandem sel[1]
3.5. Desain Optimum Kontak Atas Sel Surya
Desain sel surya silikon telah berkembang sedemikian rupa karena berbagai
pertimbangan. Sambungan p-n junction harus terletak dekat dengan permukaan sel
untuk memberikan keluaran yang maksimum, meskipun tidak di doping setinggi-
tingginya (ditinjau dari segi praktek) akan menimbulkan masalah berkenaan dengan
resistansi lateral. Tetapi doping yang berlebihan akan menyebabkan sifat elektronik sel
menjadi kurang optimal. Doping yaitu penambahan atom pengotor seperti Boron (B)
dan Phospor (P) kedalam kristal silikon. Perlu diperhatikan juga, resistivitas substrat
optimum (optimum substrat resitivity) sel surya bergantung kepada kebendaan
permukaan bawah dan pemakaian lapisan antirefleksi yang dapat menaikkan keluaran
arus sel surya sebesar 35 – 40%. Pertimbangan lain yang cukup penting yang akan
dibahas adalah desain kontak atas sel. Parameter kritis yang menentukan besar
kehilangan daya akibat kontak atas adalah tata letak kontak, resistivitas sheel lapisan
logam kontak dan lapian difusi atas sel, dan lebar kontak minimum yang diijinkan
dengan teknologi yang digunakan untuk menentukan geometri kontak.
Desain kontak yang akan dibahas adalah desain untuk sel berbentuk bujur
sangkar atau persegi panjang. Teknik paralel dapat digunakan untuk sel-sel yang
mempunyai bentuk umum. Untuk desain kontak bentuk umum, ada dua tipe elemem
logam yang dapat diidentifikasi sebagai busbar dan finger. Busbar adalah metalisasi
yang areanya lebih besar dan dihubungkan langsung pada sambungan timah eksternal
sel. Finger adalah elemen yang lebih halus (kecil) yang berfungsi mengumpulkan arus
dan menyalurkan ke busbar. Ada lebih dari satu level finger pada sel surya seperti di
19
tunjukan Gambar 3. 11. Finger dan busbar selalu mempunyai lebar konstan,
meruncing linier, atau lebarnya mempunyai perubahan undak.
Gambar 3.11 Berbagai macam desain kontak atas[1]
3.6. Macam-macam PLTS
Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai pembangkit
listrik diutamakan untuk keuntungan masyarakat pedesaan yang belum terjangkau oleh
listrik konvensional PLN. Ruang linkup aplikasi pembangkit listrik tenaga surya secara
umum untuk aplikasi khusus, berdiri sendiri dan gabungan dengan grid. Aplikasi PLTS
bermacam-macam konfigurasi, secara umum dapat dibagi tiga yaitu :
1. Desentralisasi
2. Gabungan
3. Sentralisasi
Pada kerja praktek, kami membahas Desentralisasi dengan sistem SHS (Solar
Home Sistem). Pemilihan PLTS tergantung pada daya yang dibutuhkan dan kondisi
lokasi setempat. Masing-masing konfigurasi mempunyai keuntungan-keuntungan dan
kerugiannya sendiri.
3.6.1. Desentralisasi
Pada prinsipnya ada dua macam sistem desentralisasi, bila ditinjau dari
penggunaan PLTS yaitu :
1. Perumahan pedesaan (daya yang dibutuhkan relatif kecil). Pada umumnya
hanya memerlukan daya relatif kecil beroperasi selama beberapa jam saja
hanya untuk penerangan, radion dan TV. Daya ini dapat disuplai oleh 1 – 4
modul fotovoltaik atau 45 Wp – 200 Wp, dengan menggunakan sistem DC dan
mempergunakan penyimpanan energi baterai atau aki.
20
2. Perumahan kota daya yang diperlukan relatif besar seperti diperlihatkan pada
Gambar 11. Pada sistem desentralisasi perumahan kota ini memerlukan daya
relatif besar berkisar 1 – 3 kW yang beroperasi selama dua puluh empat jam
untuk keperluan penerangan, dan alat-alat listrik lainnya seperti kulkas,
pendingin atau pemanas ruangan, pemanas air dan lain-lain.
Gambar 3.12 SHS perumahan kota[3]
Sistem ini bila berdiri sendiri diperlukan aki atau baterai berkapasitas besar
guna mensuplai daya pada malam hari, sehingga kurang ekonomis. Untuk
mengatasi masalah ini ada dua cara yaitu :
a. Perlu pembangkit lain yang mensuplai daya pada malam hari seperti diesel
generator atau mikrohidro, ataupun disuplai dari PLN.
b. Semua beban dijalankan pada siang hari, pada malam hari dijalankan beban
yang betul-betul diperlukan misalnya untuk penerangan, beban ini disuplai
melalui aki atau baterai sehingga kapasitasnya tidak terlalu besar.
Demonstrasi PLTS semacam ini telah diterapkan di negara-negara lain, yakni
dengan menggabungkan sistem tersebut kejaringan listrik misalnya :
a. Palao Roko Jepang 100 rumah masing-masing 2 kWp dipasang di atas
rumah.
b. Jerman untuk 1000 rumah masing-masing 1 – 5 kWp.
c. Tersebar diseluruh Swiss untuk 333 rumah masing-masing 3 kWp, total 1
MWp.
21
Keuntungan dari sistem desentralisasi adalah :
1. Daya dapat direncanakan sesuai kebutuhan.
2. Berdiri sendiri.
3. Untuk rumah-rumah yang jaraknya tidak lebih dari 1 km.
4. Pemeliharaan relatif murah.
Kerugian dari sistem desentralisasi adalah :
1. Rumah dipedesaan umumnya terlindung oleh pohon-pohon, sehingga kadang-
kadang harus menebangnya sehingga dapat mengurangi mata pencarian
pemiliknya.
2. Rumah diperkotaan umumnya memerlukan daya besar untuk pemakaian siang
hari walaupun malam hari. Apabila hal ini dipenuhi memerlukan aki yang
cukup besar, sedangkan aki ukuran besar berumur panjang harganya cukup
mahal, sehingga untuk pemakaian malam hari yang besar sebaiknya
diintegrasikan dengan pembangkit lain.
3. PLTS perumahan kota yang digabungkan akan mensuplai daya hanya pada
siang hari dan pada malam hari disuplai oleh pembangkit lainnya.
3.6.2. Sistem Gabungan
Sistem PLTS gabungan atau hibrida adalah sistem yang mengkombinasikan
teknologi. Sistem PLTS hibrida gabungan direncanakan antara lain untuk :
a. Mengoptimalkan dua jenis sistem konversi maupun dari unjuk kerja maupun
biaya.
b. Memanfaatkan energi alternatif.
c. Menghemat bahan bakar minyak.
d. Meminimalkan pemakaian pembangkit konvensional.
Sistem gabungan PLTS dikembangkan diantaranya untuk mendapatkan daya
guna optimal dengan memadukan kelebihan-kelebihan dari dua jenis sistem
konversi energi yang bekerja secara terpadu sebagai satu unit. Dalam sistem
hibrida, sub-sistem FV merupakan komponen utama atau pendukung. Sub-sistem
pendukung pada PLTS hibrida berperan untuk mengantisipasi kelemahan PLTS dan
mengantisipasi ketidakpastian cuaca dan mengisi kebutuhan beban puncak yang
hanya berlangsung singkat dan relatif mahal bila diatasi oleh PLTS. PLTS sebagai
22
pembangkit pendukung pada saat pola beban hampir sama antara siang dan malam
hari atau pada saat pemakaian siang hari lebih besar.
Energi baru dan terbarukan dengan teknologi bahan bakar fosil generator diesel
atau grid di Nusa Perida seperti pada Gambar 3.13 menunjukkan hybrid power
system dari fotovoltaik dan angin (wind) atau fotovoltaik dan diesel dengan
kapasitas 3 – 100 kWH dan 80 – 155 kWp
Gambar 3.13 Nusa Penida Hybrid Power System[3]
Sedangkan, pada Gambar 3.14 menunjukkan hybrid power system dari fotovoltaik dan
angin (wind) atau fotovoltaik dan diesel dengan kapasitas 125 kVa dan 24 kWp di Desa
Penelo - Gorontalo
Gambar 3.14 Sistem Hybrid PLTS dan Diesel[3]
23
Keuntungan sistem gabungan adalah :
1. PLTS gabungan dapat direncanakan untuk komplek perumahan yang diinginkan
di kota maupun di kepulauan atau dekat sumber lainnya.
2. Penempatan model FV dapat diletakkan diatap bangunan yang ada.
3. PLTS gabungan sistem sezing tidak perlu teliti (dapat lebih kurang).
4. Dapat bersekala besar.
Kerugian dari sistem gabungan adalah :
1. Masalah pemeliharaan atau pengoperasian PLTS gabungan tidak dapat
dihindarkan.
2. Hanya bisa memilih 3 tujuan pemakaian antara lain :
a. Penghematan bahan bakar.
b. Memanfaatkan sumber energi baru.
c. Mengoptimalkan pemakaian konvensional sehingga perencanaannya juga
berbeda.
3. PLTS gabungan memerlukan lahan yang cukup luas.
3.6.3. Sentralisasi
Sistem sentralisasi ini dipasang secara terpusat dan dayanya di distribusikan
kesetiap rumah, umumnya untuk pemakaian skala kecil, masing-masing rumah
mendapatkan energi 20 – 40 W yang dipakai hanya untuk penerangan radio dan TV,
sasarannya untuk rumah pedesaan seperti Gambar 3.15
Gambar 3.15 PLTS Sentralisasi di Desa Kentang[3]
24
Untuk pemakaian sekala besar, sistem PLTS sentralisasi tunggal (tanpa
digabungkan dengan pembangkit lain) seperti ini kurang ekonomis dan kurang
praktis karena memerlukan baterai yang andal berarti mahal dan memerlukan
pemeliharaan rutin.
Keuntungan sistem sentralisasi adalah :
1. Dapat ditempatkan pada daerah yang tidak terpakai/produktif.
2. Baik untuk perumahan yang jaraknya berdekatan.
Kerugian sistem sentralisasi adalah :
1. PLTS skala besar mensuplai daya hanya pada siang hari.
2. Memerlukan lahan yang cukup luas.
3. Kurang ekonomis untuk perumahan yang jaraknya berjauhan.
3.7. Alat Ukur Radiasi Surya
Pengamatan cuaca di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1841 oleh Dokter
Onmen. Sedangkan lembaga pengamatan Meterologi didirikan sejak tahun 1866.
Untuk mengkaji besarnya radiasi surya yang jatuh ke bumi, diperlukan alat ukur. Alat
ukur radiasi surya secara umum yaitu Pyrheliometer, Pyranometer, dan pyranometer
dengan pelindung. Akhir-akhir ini pemanfaatan radiasi surya untuk energi mengalami
kemajuan yang sangat pesat, karena didukung oleh kemajuan teknologi, akan tetapi
Indonesia pada tahun 1996 relatif masih sedikit dalam melakukan pengukuran radiasi
surya. Dalam kerja praktek yang telah dilaksanakan menggunakan data loger dengan
program modas.
Dalam pengukuran tersebut perlu diperhatikan :
1. Kemiringan atau tata letak.
2. Posisi tidak terlalu jauh dari Sel Surya.
3. Intensitas Radiasi surya.
4. Sumber atau udara sekeliling yang cepat berubah.
5. Suhu.
25