fotografer yusuf ahmad in... · perekonomian masyarakat. ramli dan amirruddin adalah petani kopi...

4
B ulan April hingga dengan Juni merupakan salah satu waktu tersibuk di Desa Pattaneteang, Bantaeng, Sulawesi Selatan. Pasalnya dalam periode ini, para petani kopi memusatkan seluruh kegiatannya di kebun untuk memanen kopi. Desa Pattaneteang terletak 20 km dari pusat kota Bantaeng dan dapat ditempuh dengan berkendara mobil selama 40 menit. Jalanan yang menanjak serta semilir angin yang sejuk menandakan desa ini berada di dataran tinggi. Di Pattaneteang dan 3 desa sekitarnya, yakni Labo, Campaga, dan Bonto Tappalang, kopi menjadi salah satu penopang utama perekonomian masyarakat. Ramli dan Amirruddin adalah petani kopi asal Pattaneteang yang telah beberapa hari bermalam di kebun mereka di atas bukit. Untuk mencapai kebun, kita harus berjalan kaki beberapa kilometer melewati jalan setapak berliku nan terjal. Di lahan yang telah dimiliki turun-temurun tersebut, terlihat juga para anggota keluarga dari Ramli dan Amiruddin. Tua, muda, laki-laki, perempuan, semua bergotong royong memanen buah kopi Arabika yang berbentuk layaknya ceri. Tangan-tangan mereka dengan cekatan meraih buah masak berwarna merah yang menggantung di dahan, dan memetiknya. Hasil petikan lalu digabungkan dalam karung plastik yang jika sudah penuh, dibawa turun ke desa untuk langsung dikupas, disimpan, hingga akhirnya dijual. Ramli dan Amiruddin mengaku, walau telah membudidayakan kopi selama bertahun-tahun, namun pengetahuan mereka tentang pengelolaan kebun masih terbatas. Ditambah lagi, kini pohon- pohon kopi tersebut tidak lagi menghasilkan buah sebanyak seperti sebelumnya. Mencoba berkontribusi memecahkan permasalahan ini, AgFor Sulawesi berupaya memberikan pelatihan dengan mengundang ahli kopi, mengadakan kunjungan lapang, melakukan pendampingan, serta membangun kebun contoh (demonstration plot). “Kalau kita inginnya, suatu saat nanti, kopi dari sini (Bantaeng) bisa terkenal. Yah satu kelas lah dengan kopi Toraja,” kata Ramli berangan-angan. Memang, perjalanan mewujudkan mimpi Ramli masih panjang. Namun jika ditelusuri bersama, bukan mustahil perjalanan tersebut akan terasa lebih pendek. Oleh Enggar Paramita Fotografer Yusuf Ahmad Foto Essay BaKTINews | 34 No. 104 Agustus - September 2014

Upload: others

Post on 05-Nov-2019

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BaKTINews | 34No. 104 Agustus - September 2014

B ulan April hingga dengan Juni merupakan salah satu waktu tersibuk di Desa Pattaneteang, Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Pasalnya dalam periode ini, para petani kopi memusatkan seluruh kegiatannya di kebun untuk memanen kopi.

Desa Pattaneteang terletak 20 km dari pusat kota Bantaeng dan dapat ditempuh dengan berkendara mobil selama 40 menit. Jalanan yang menanjak serta semilir angin yang sejuk menandakan desa ini berada di dataran tinggi. Di Pattaneteang dan 3 desa sekitarnya, yakni Labo, Campaga, dan Bonto Tappalang, kopi menjadi salah satu penopang utama perekonomian masyarakat.

Ramli dan Amirruddin adalah petani kopi asal Pattaneteang yang telah beberapa hari bermalam di kebun mereka di atas bukit. Untuk mencapai kebun, kita harus berjalan kaki beberapa kilometer melewati jalan setapak berliku nan terjal. Di lahan yang telah dimiliki turun-temurun tersebut, terlihat juga para anggota keluarga dari Ramli dan Amiruddin. Tua, muda, laki-laki, perempuan, semua bergotong royong memanen buah kopi Arabika yang berbentuk layaknya ceri. Tangan-tangan mereka dengan

cekatan meraih buah masak berwarna merah yang menggantung di dahan, dan memetiknya. Hasil petikan lalu digabungkan dalam karung plastik yang jika sudah penuh, dibawa turun ke desa untuk langsung dikupas, disimpan, hingga akhirnya dijual.

Ramli dan Amiruddin mengaku, walau telah membudidayakan kopi selama bertahun-tahun, namun pengetahuan mereka tentang pengelolaan kebun masih terbatas. Ditambah lagi, kini pohon-pohon kopi tersebut tidak lagi menghasilkan buah sebanyak seperti sebelumnya. Mencoba berkontribusi memecahkan permasalahan ini, AgFor Sulawesi berupaya memberikan pelatihan dengan mengundang ahli kopi, mengadakan kunjungan lapang, melakukan pendampingan, serta membangun kebun contoh (demonstration plot).

“Kalau kita inginnya, suatu saat nanti, kopi dari sini (Bantaeng) bisa terkenal. Yah satu kelas lah dengan kopi Toraja,” kata Ramli berangan-angan.

Memang, perjalanan mewujudkan mimpi Ramli masih panjang. Namun jika ditelusuri bersama, bukan mustahil perjalanan tersebut akan terasa lebih pendek.

Oleh Enggar ParamitaFotografer Yusuf Ahmad

Foto Essay

BaKTINews | 34No. 104 Agustus - September 2014

35 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

Anggota keluarga turut terlibat dalam proses pemanenan kopi.

Ramli (kiri) menuangkan kopi pada mesin

pengupas yang akan memisahkan buah

dengan kulitnya.

35 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

Foto Essay

BaKTINews | 36No. 104 Agustus - September 2014

Petani memetik buah kopi berwarna kemerahan yang telah masak. Untuk menjaga kualitas kopi dan mendapat harga jual yang tinggi, dianjurkan hanya memetik buah yang sudah matang, yaitu yang berwarna merah.

Para wanita memeriksa dan memilah hasil

olahan, untuk memastikan semua telah

terkelupas dengan baik.

Buah kopi Arabica hasil kebun Ramli

dan Amirrudin.

BaKTINews | 36No. 104 Agustus - September 2014

37 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014

Foto Essay

Terkadang akibat terlalu beratnya karung kopi, petani harus menggunakan kuda untuk mengangkut hasil panen ke desa.

Amiruddin (depan) berjalan melewati sungai sambil mengangkat karung berisi hasil panen yang baru dipetik.

37 | BaKTINews No. 104 Agustus - September 2014