fortifikasi produk mie kering

15
1 FORTIFIKASI PRODUK MIE BASAH BERBASIS POTENSI LOKAL BORNEO Abeb Biondy 1) , Yeni Yunita 1) , M. Reza Nirwandi 1) , Agung Nogroho 2) 1) Mahasiswa/i Program Studi Teknologi Industri Pertanian 2) Dosen Program Studi Teknologi Industri Pertanian Program Studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat ABSTRAK Ubi alabio (Dioscorea sp) yang berasal dari Kalimantan merupakan salah satu bahan baku alternatif sumber karbohidrat dan memiliki kandungan zat gizi yang cukup tinggi yang sangat diperlukan oleh tubuh kita. Disamping itu, berkhasiat juga bagi kesehatan. Difortifikasi dengan bawang sabrang (Eleutherine Americana Merr) dan ikan seluang (Rasbora sp) dapat dibuat produk makanan, salah satunya adalah mie basah. Bawang sabrang mengandung suplemen yang mempunyai khasiat untuk mengembangkan dan merawat tingkat kecerdasan, terutama bagi mereka yang yang dalam masa pertumbuhan. Sedangkan ikan seluang mengandung protein yang tinggi yang sangat berguna bagi tubuh kita, seperti sebagai sumber energi dan untuk pertumbuhan, perbaikan dan pemeliharaan sel-sel tubuh. Penelitian tentang pembuatan produk mie basah ini diharapkan mampu menggali manfaat dari ubi alabio, ikang seluang dan bawang sabrang yang merupakan potensi lokal Kalimantan. Keywords : potensi lokal borneo, produk fortifikasi, mie basah PENDAHULUAN Dewasa ini produk makanan yang berbahan dasar tepung terigu beredar di dalam kehidupan masyarakat. Namun, gandum yang merupakan bahan baku tepung terigu

Upload: abebbiondy

Post on 16-Jun-2015

1.435 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fortifikasi Produk Mie Kering

1

FORTIFIKASI PRODUK MIE BASAH

BERBASIS POTENSI LOKAL BORNEO

Abeb Biondy 1), Yeni Yunita1), M. Reza Nirwandi1), Agung Nogroho2)

1) Mahasiswa/i Program Studi Teknologi Industri Pertanian2)Dosen Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Program Studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Lambung Mangkurat

ABSTRAK

Ubi alabio (Dioscorea sp) yang berasal dari Kalimantan merupakan salah satu bahan baku alternatif sumber karbohidrat dan memiliki kandungan zat gizi yang cukup tinggi yang sangat diperlukan oleh tubuh kita. Disamping itu, berkhasiat juga bagi kesehatan. Difortifikasi dengan bawang sabrang (Eleutherine Americana Merr) dan ikan seluang (Rasbora sp) dapat dibuat produk makanan, salah satunya adalah mie basah. Bawang sabrang mengandung suplemen yang mempunyai khasiat untuk mengembangkan dan merawat tingkat kecerdasan, terutama bagi mereka yang yang dalam masa pertumbuhan. Sedangkan ikan seluang mengandung protein yang tinggi yang sangat berguna bagi tubuh kita, seperti sebagai sumber energi dan untuk pertumbuhan, perbaikan dan pemeliharaan sel-sel tubuh. Penelitian tentang pembuatan produk mie basah ini diharapkan mampu menggali manfaat dari ubi alabio, ikang seluang dan bawang sabrang yang merupakan potensi lokal Kalimantan.

Keywords : potensi lokal borneo, produk fortifikasi, mie basah

PENDAHULUAN

Dewasa ini produk makanan yang berbahan dasar tepung terigu beredar di dalam kehidupan masyarakat. Namun, gandum yang merupakan bahan baku tepung terigu masih diimpor sampai saat ini. Pada tahun 2002 Indonesia mengimpor gandum dan tepung terigu sebesar 4,5 juta ton dan pada tahun 2000 sebesar 4,9 juta ton (Sisson, 2003). Sedangkan pada tahun 2008 Indonesia mengimpor gandum dan tepung terigu sebesar 541.119 ton seperti yang disampaikan pada harian Sinar Harapan bulan Agustus tahun 2008, edisi 29. Hal ini tentu berkaitan dengan finansial Indonesia untuk memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri. Menimbang perihal tersebut diperlukan suatu teknologi pangan yang mampu mensubstitusi pemakaian tepung terigu sebagai bahan pangan . Oleh karena itu, menimbulkan sebuah pemikiran dalam pemanfaatan sumber daya yang banyak tersedia di Indonesia, diupayakan suatu teknologi pangan yang dapat menggantikan peran tepung terigu diantaranya dalam pembuatan mie basah. Ubi alabio (Dioscorea sp) yang tumbuh di daerah lebak Alabio, Kabupaten Hulu Sungai Utara provinsi Kalimantan Selatan memiliki

Page 2: Fortifikasi Produk Mie Kering

2

keunggulan yaitu mudah diusahakan dengan pemeliharaan yang tidak terlalu intensif dan nilai gizinya tinggi sebagai bahan subtitusi tepung, Perbandingan Kandungan Tepung Terigu dan Tepung Ubi Alabio dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.Tabel 1. Perbandingan komposisi tepung terigu dan tepung ubi alabioNo. Komposisi Tepung

TeriguTepung Ubi

Alabio1 Air 13,25 % 15,20 %2 Serat 0,4 % 5,46 %3 Protein 8,9 % 8,774 Lemak 1,3 % 1,35 %5 KH 76,09 % 63,66 %6 Abu 0,06 % 2,33 %

Sumber : SNI 1992 dan IPPTP Banjarbaru 1983

Produk mie basah dipilih karena pembuatan lebih sederhana dan memiliki daya simpan yang lebih lama dibanding produk makanan yang lainnya seperti roti dan kue, dengan tingkat kerusakan yang tidak berarti baik dari segi gizi maupun mutu estetisnya. Mie keing tersebut difortifikasi dengan bawang sabrang yang merupakan suplemen yang mempunyai khasiat untuk mengembangkan dan merawat tingkat kecerdasan, terutama bagi mereka yang berada dalam masa pertumbuhan. Komposisi zat gizi bawang sabrang dapat dilihat pada tabel 2.

Sedangkan ikan seluang mengandung protein yang sangat berguna bagi tubuh kita, seperti sebagai sumber energi dan untuk pertumbuhan, perbaikan dan pemeliharaan sel-sel tubuh. Kadar lemak ikan seluang 5%, keunggulan khusus lemak ikan ini dilihat dari sudut pandang komposisi asam lemaknya, karena komposisi asam linoleat dan asam arakhidonat dimana keduanya berupa asam lemak esensial. Komposisi zat gizi ikan seluang per 100 gram bahan dapat dilihat pada tabel 3 berikut :

Page 3: Fortifikasi Produk Mie Kering

3

Tabel 3. Komposisi zat gizi ikan seluang per 100 gram bahanNo. Komposisi Kadar1 Air 78,5 gr2 Energi 361 kkal3 Protein 10 gr4 Lemak 3,2 gr5 KH 5,3 gr6 Abu 3,6 gr7 Kalsium 80 mg8 Fosfor 224 mg9 Besi 4,7 mg10 Retinol 312,73 mg11 Tiamin 0,03 mg

Sumber : (Darwin Karyadi dan Muhilal, 2005)Penelitian ini dilaksanakan untuk mengurangi ketergantungan pada impor

gandum dengan mensubtitusi peran tepung terigu dengan ubi alabio dalam pembuatan mie basah, meningkatkan pencitraan masyarakat terhadap komoditas unggulan lokal, dan sebagai perbaikan kualitas gizi mie basah dengan fortifikasi menggunakan bahan penunjang lainnya seperti bawang sabrang dan ikan seluang. Disamping itu karena bahan-bahan baku yang digunakan tersebut merupakan bahan pangan khas pulau Kalimantan yang mengandung suplemen dan protein dan belum banyak yang meneliti. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh produk mie basah yang tinggi akan nilai gizi. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi ilmiah yang terkait dengan kandungan zat gizi yang terdapat pada ubi alabio, bawang sabrang dan ikan seluang . Sehingga dalam jangka panjang diharapkan dengan pengolahan produk tersebut dapat meningkatkan penggunaan bahan pangan berbasis lokal,

METODE PENELITIAN

Page 4: Fortifikasi Produk Mie Kering

4

Gambar 1. Pembuatan Tepung Ubi Alabio

Ikan Seluang

Cuci dan tiriskan

Pengeringan dengan oven (400 C)PenggilinganPengayakan (80 mesh) Pengayakan (80 mesh) Dibasahkan dengan kadar air < 15% Tepung ikan seluang

Ubi Alabio

Pengirisan (tebal 2 mm)

Pencucian

Perendaman dengan larutan Na-Metabisulfit 0,3% (5 menit)

Pengeringan dengan oven (600 C, 2 jam)

Penggilingan dengan willey mills

Pengayakan (60 mesh)

Tepung Ubi Alabio

Page 5: Fortifikasi Produk Mie Kering

5

Gambar 2. Skema Pembuatan Tepung Ikan Seluang

Gambar 3. Skema Pembuatan Filtrat Bawang Sabrang.

Bawang Sabrang

Pencucian umbi bawang

Pengeringan (basah udara)

Slicing

Ekstraksi dengan air

Filtrat

Page 6: Fortifikasi Produk Mie Kering

6

Gambar 4. Skema Pembuatan Mie Basah

Tepung ubi alabio Tepung ikan seluang

Ekstrak bawang sabrang

Penambahan : (% dari total tepung) - Garam 2 % - Sodium tripolifosfat 0.3 % - CMC 2 % - Sodium karbonat 0.94 % - Potasium karbonat 0.56 %

Penambahan air (30 – 40 %)

Pengadukan

Pengukusan

Pembentukan lembaran (1.9 mm)

Pemotongan lembaran

Pengukusan II (1000 C, variasi waktu)

Pengeringan oven 600 C, 2 jam

Mie kering

Page 7: Fortifikasi Produk Mie Kering

7

Parameter yang cukup kritikal dalam proses pembuatan mie basah yang menentukan kualitas produk adalah pengukusan tahap I (gelatinisasi sebagian) dan pengukusan tahap II (gelatinisasi lanjutan). Pengukusan ini akan dilakukan tahap konstan (1000 C) dengan berbagai variasi waktu. Pengukusan tahap I dilakukan dengan variasi waktu yaitu 20, 25 dan 30 menit, sedangkan untuk pengukusan tahap II variasi waktunya antara lain 0, 5, 10, dan 15 menit.

Pada penelitian tahap II dilakukan analisa lanjutan yang dilakukan terhadap produk mie yang terpilih meliputi analisa proksimat mencakup kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar serat.

Kadar air (AOAC, 1984) - Penentuan kadar air dilakukan dengan metode obven di mana cawan kosong dan tutupnya dibasahkan dalam oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator. Cawan yang basah yang telah didinginkan ditimbang, penimbangan dilanjutkan dengan penimbangan homogen secara cepat sebanyak 5 gr ke dalam cawan. Cawan berisi sampel dibasahkan dalam oven selama 6 jam. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat konstan. Cawan beserta isi yang telah dibasahkan diangkat dan didinginkan dalam desikator sebelum ditimbang berat akhirnya. Kadar air dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis). Penetapan kadar air berdasarkan perhitungan :

Dimana :

A = berat sample awal

B = berat sample akhir

Kadar abu (AOAC, 1984) - Penentuan kadar abu didasarkan pada metode tanur. Cawan disiapkan untuk pengabungan yang dibakar dalam tanur selama 10 menit, didinginan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3,0 – 5,0 gram sampel dimasukkan dalam cawan tersebut dan diabukan dalam tanur bersuhu 500oC selama 6 jam. Cawan berisi abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Penetapan kadar abu berdasarkan pehitungan :

Kadar protein (AOAC, 1984) - Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan mikro kjeldahl. Sejumlah kecil sample (0,2 gr) ditimbang dan ditempatkan dalam abu kjeldahl 30 ml. di tambahkan 1,9 ± 0,1 gr K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4. ditambahkan pula beberapa batu didih. Sample didihkan selama 1 – 1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Dilakukan pendinginan cairan yang dihasilkan untuk kemudian ditambahkan 8 -10 ml NaOH – Na2S2O3

dan dimasukkan ke alat destilasi. Di bawah kondesor alat destilasi diletakkan Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan beberapa tetes indicator metal

Page 8: Fortifikasi Produk Mie Kering

8

merah. Ujung selang kondensor harus terendam larutan tersebut untuk menampung hasil destilasi sekitar 15 ml. hasil destilasi kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 M sampai terbentuk warna abu-abu. Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap blanko (yang tidak mengandung sampel). Penetapan kadar protein berdasarkan perhitungan :

Dimana :

A = ml titrasi HCL pada sampel

B = ml titrasi HXL pada blanko

FK = factor konversi untuk ubi alabio yaitu 5,94 (disamakan dengan kentang)

Kadar lemak (AOAC, 1984) - Penentuan kadar lemak dilakukan berdasarkan metode ekstraksi soxhlet. Labu takar dibasahkan dalam oven. Sample ditimbang sebayak 5 gr dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring dan ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring berisi sampel diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut hexane dimasukkan kedalam labu secukupnya kemudian dilakukan refluks selama minimal 5 jam. Labu takar akan berisi lemak hasil ekstraksi dan kemudian dipanaskan untuk menguapkan pelarut yang tercampur dengan lemak sampel. Penetapan kadar lemak berdasarkan pehitungan :

Penentuan kadar karbohidrat pada pembuatan mie basah ini dilakukan secara by different.

Kadar karbohidrat (bb) = 100 –a-b-c-d

Dimana ;

A = kadar air (% bb) C= kadar protein (% bb)

B = kadar abu (%bb) d= kadar lemak (%bb)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mie ubi alabio memiliki keunggulan dan manfaat yang sangat besar daripada mie basah biasa, dengan fortifikasi dari berbagai potensi lokal borneo.

Page 9: Fortifikasi Produk Mie Kering

9

Berdasarkan hasil studi pustaka maka dilakukan penelitian dengan berbagai formulasi untuk memperoleh produk dengan formulasi optimum. Hasil keragaman kenampakan mie menunjukkan bahwa formulasi optimum diperoleh pada sampel dengan kandungan tepung ubi alabio : tepung terigu : tepung seluang : filtrat bawang sabrang (18 : 76 : 3 : 3) dengan perbandingan tepung dengan air 1 : 1. Dengan pengukusan I selama 15 menit tanpa pengukusan II. Pengukusan I (pertama) ditujukan untuk membentuk massa adonan yang lunak, kohesif dan cukup elastis namun tidak lengket sehingga mudah dicetak ke dalam bentuk lembaran dan mie. Massa adonan yang lunak dan kohesif mudah dibuat lembaran yang halus dan tidak mudah patah.

Analisis proksimat yang dilakukan pada produk formulasi optimum yaitu dengan perbandingan pada produk mie basah pada umumnya, Analisis proksimat mie basah ubi alabio dapat dilihat pada tabel 1.Tabel 2. Perbandingan nilai gizi mie basah menurut SNI 1992 dengan mie

fortifikasi per 100 gram bahan

Komposisi Mie Basah menurut SNI 1992

Mie Basah Fortifikasi

Kadar air 10,6 % 8,58 %Kadar protein 10 % 30,49 %Kadar lemak 1,7 % 20,42 %Kadar serat 0,4 % 12,80 %Kadar abu 1,4 % 0,36 %Kadar karbohidrat 75,9 % 40,16 %Energi 339 % 466,35 %

Kadar air mie ubi alabio adalah 8,58 %, menurut SNI 1992 persyaratan mutu untuk kadar air adalah maksimal 10,6 % (b/b). Rendahnya kadar air suatu bahan merupakan salah satu faktor yang dapat membuat bahan pangan menjadi lebih awet karena menurunnya aktifitas mikrobiologis, kimiawi dan enzimatis. Untuk kadar protein mie ubi alabio menunjukkan hasil yang tinggi yaitu 30,49% melebihi batas syarat mutu mie basah menurut SNI 1992 yaitu minimal 10%, protein ini diperoleh dari hasil fortifikasi dengan menggunakan ikan seluang.

Ikan seluang merupakan sumber protein yang tinggi dan memiliki mutu protein yang lengkap. Dikatakan bermutu lengkap karena memiliki asam amino lengkap yang terdiri dari 10 macam asam amino esensial yaitu : isoleusin, leusin, lisin, fenilalanin, methionin, threonin, tripthopan, valin, arginin dan histianin.

Nilai energi yang dihasilkan oleh mie ubi alabio menunjukkan nilai tinggi dibanding nilai mie basah biasa. Dari kedua bahan diatas yang telah dijelaskan yaitu ubi albio dan ikan seluang. Diketahui bahwa ubi alabio merupakan bahan yang tepat digunakan sebagai bahan alternative pengganti tepung terigu dalam pembuatan mie basah. Dengan dikombinasikan bersama bawang sabrang dan ikan seluang, maka akan meningkatkan nilai gizi pada mie basah tersebut. Sehingga, dari ketiga bahan tersebut, dapat dibuat mie basah yang memiliki tingkat gizi yang tinggi yang sangat diperlukan tubuh, khususnya dalam proses pertumbuhan serta merawat kecerdasan.

Page 10: Fortifikasi Produk Mie Kering

10

KESIMPULAN

Dari kegiatan yang telah dilakukan yaitu fortifikasi produk mie basah berbasis potensi lokal borneo Untuk kadar protein mie ubi alabio menunjukkan hasil yang tinggi yaitu 30,49% melebihi batas syarat mutu mie basah menurut SNI 1992 yaitu minimal 11%, protein ini diperoleh dari hasil fortifikasi dengan menggunakan ikan seluang dan kandungan gizi bawang sabrang bertujuan merawat kecerdasan, dari kombinasi tersebut dihasilkan produk mie yang memiliki nilai lebih dibanding nilai gizi mie basah pada umumnya. Sedangkan Formulasi optimum ditunjukkan hasil keragaman kenampakan mie menunjukkan bahwa formulasi optimum diperoleh pada sampel dengan kandungan tepung ubi alabio : tepung terigu : tepung seluang : filtrat bawang sabrang (18 : 76 : 3 : 3) dengan pengukusan I selam 15 menit tanpa pengukusan.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1984. Official Method of Analisys. Association of Official Agricultural Chemists, Washington DC, USA,

Balai Pusat Perindustrian. 1992. Mie Basah dalam Standar Nasional Indonesia 1992.

Fardiaz, D. Apriyantono, A . Puspitasari, N.L. dan Budianto, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan Gizi, IPB, Bogor.

Karyadi, Darwin, dkk. 2005. Seminar Manfaat Ikan Bagi Pembangunan Sumber Daya Manusia. Depkes RI. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Nuraida, Lilis & Ratih Dewanti-Hariyadi. 2001. Pangan Tradisional basis bagi industri pangan fungsional dan suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional, Institut Pertanian Bogor.