formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

31
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masa puber merupakan saat terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh seorang anak yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pada masa ini, anak-anak akan mengalami berbagai perubahan atau transisi baik secara fisik maupun psikologis yang bisa saja menjadi pengalaman yang membingungkan, meresahkan atau bahkan mendatangkan rasa malu karena beberapa hal. Selama masa puber hormon-hormon dalam kulit banyak memproduksi minyak pada kulit yang dapat memicu timbulnya jerawat atau acne vulgaris. Jerawat bukan merupakan suatu penyakit yang mengancam jiwa, namun dapat mempengaruhi kualitas hidup dengan memberikan efek psikologis yang buruk. Jerawat merupakan penyakit peradangan yang terjadi akibat penyumbatan pada pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pastul dan bopeng (scar) pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada dan punggung. Timbulnya jerawat berkaitan dengan kebersihan kulit dan aktifnya kelenjar minyak pada kulit. Menurut para peneliti, setiap satu centimeter persegi kulit, terdapat kira-kira 14 sampai 15 kelenjar minyak. Dalam masa puber, kelenjar-kelenjar ini lebih aktif memproduksi sebum (zat mengandung minyak untuk meminyaki kulit). Baik remaja pria maupun wanita, hormon androgen memegang peranan dalam berkembangnya jerawat. Sesungguhnya, penyebab jerawat bukan minyak atau sebum tersebut. Sel-sel kulit yang overaktif pada lapisan dasarlah yang lebih banyak berperan dalam berkembangnya jerawat. Hal itu dimungkinkan karena beberapa faktor yaitu akibat minyak terperangkap, adanya sel-sel kulit mati dan tidak dibersihkan, serta adanya bakteria. Jerawat juga menyebabkan peradangan dikulit yang dipicu oleh bakteri Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Wasitaatmadja, 1997).

Upload: ershahasan

Post on 05-Jul-2015

3.845 views

Category:

Health & Medicine


10 download

DESCRIPTION

Tugas metopen

TRANSCRIPT

Page 1: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Masa puber merupakan saat terjadinya perubahan-perubahan dalam

tubuh seorang anak yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pada masa ini,

anak-anak akan mengalami berbagai perubahan atau transisi baik secara

fisik maupun psikologis yang bisa saja menjadi pengalaman yang

membingungkan, meresahkan atau bahkan mendatangkan rasa malu karena

beberapa hal. Selama masa puber hormon-hormon dalam kulit banyak

memproduksi minyak pada kulit yang dapat memicu timbulnya jerawat atau

acne vulgaris. Jerawat bukan merupakan suatu penyakit yang mengancam

jiwa, namun dapat mempengaruhi kualitas hidup dengan memberikan efek

psikologis yang buruk.

Jerawat merupakan penyakit peradangan yang terjadi akibat

penyumbatan pada pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul,

pastul dan bopeng (scar) pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada dan

punggung. Timbulnya jerawat berkaitan dengan kebersihan kulit dan

aktifnya kelenjar minyak pada kulit. Menurut para peneliti, setiap satu

centimeter persegi kulit, terdapat kira-kira 14 sampai 15 kelenjar minyak.

Dalam masa puber, kelenjar-kelenjar ini lebih aktif memproduksi sebum (zat

mengandung minyak untuk meminyaki kulit). Baik remaja pria maupun

wanita, hormon androgen memegang peranan dalam berkembangnya

jerawat. Sesungguhnya, penyebab jerawat bukan minyak atau sebum

tersebut. Sel-sel kulit yang overaktif pada lapisan dasarlah yang lebih

banyak berperan dalam berkembangnya jerawat. Hal itu dimungkinkan

karena beberapa faktor yaitu akibat minyak terperangkap, adanya sel-sel

kulit mati dan tidak dibersihkan, serta adanya bakteria. Jerawat juga

menyebabkan peradangan dikulit yang dipicu oleh bakteri

Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus

aureus (Wasitaatmadja, 1997).

Page 2: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

2

Pengobatan jerawat dilakukan dengan memperbaiki abnormalitas

folikel, menurunkan produksi sebum yang berlebih, menurunkan jumlah

koloni P. acnes yang merupakan bakteri penyebab jerawat dan menurunkan

inflamasi pada kulit. Populasi bakteri P. acnes dapat diturunkan dengan

memberikan suatu zat antibakteri seperti eritromisin, klindamisin dan

benzoil peroksida (Wyatt dkk., 2001). Namun, obat-obat ini memiliki efek

samping dalam penggunaannya sebagai anti jerawat antara lain resistensi

antibiotik, iritasi, kerusakan organ dan terjadinya imunohipersensitivitas

(Wasitaatmadja, 1997). Masyarakat Indonesia biasa menggunakan tanaman

herbal dalam mengobati Jerawat. Tanaman herbal mempunyai nilai

ekonomis dan efek samping lebih kecil dibandingkan dengan obat-obat

sintesis. Salah satu tanaman yang diketahui memiliki aktivitas anti bakteri

adalah daun sirsak (Annona muricata Linn.). Dalam pengobatan empiris,

daun sirsak berfungsi untuk mengatasi luka borok, bisul, kejang, jerawat,

dan kutu rambut. Daun Sirsak mengandung senyawa flavonoid dan polifenol

yg merupakan turunan fenol yang bekerja sebagai antiseptik dan disinfektan

sedangkan senyawa alkaloid yg terkandung dalamnya merupakan senyawa

basa yg memiliki efek bakterisida (Sari, dkk, 2010). Namun, penggunaan

secara tradisional dinilai tidak praktis dan kurang efisien. Sehingga perlu

dikembangkan formulasi tanaman herbal yang tepat agar penggunaannya

aman dan lebih efektif (Wasitaatmadja, 1997).

Sediaan anti jerawat yang telah banyak beredar di pasaran yaitu dalam

bentuk gel, krim dan losio. Jenis sediaan yang banyak disukai adalah bentuk

losio. Sediaan dalam bentuk losio lebih banyak digunakan karena

konsistensi yang berbentuk cair memungkinkan pemakaian yang cepat dan

merata pada permukaan kulit sehingga mudah menyebar dan dapat segera

kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan

kulit (Lachman dkk, 1994). Berdasarkan hal tersebut maka dibuatlah sediaan

losio ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.). Hal inilah yang

melatarbelakangi penelitian untuk mencari alternatif bagi masyarakat dalam

pengobatan jerawat yang berasal dari bahan alam yang memiliki efek

Page 3: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

3

samping minimal. Formulasi losio pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan tiga variasi komposisi karaginan dengan tujuan untuk

mengetahui efektivitas ekstrak setelah diformulasi dan memperoleh

formulasi losio ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) yang

memberikan efektivitas paling baik dibandingkan dengan kontrol positif

terhadap bakteri S. epidermidis dan P. acnes.

I.2. Rumusan Masalah

a. Apakah ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) mempunyai

aktivitas antibakteri terhadap bakteri P. acne dan S. epidermidis?

b. Apakah ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) dapat

diformulasi dalam bentuk sediaan losio?

c. Bagaimana aktivitas antibakteri sediaan gel dari ekstrak etanol daun

sirsak (Annona muricata Linn.) terhadap bakteri penyebab jerawat?

I.3. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun sirsak (Annona

muricata Linn.) terhadap bakteri P. acne dan S. epidermidis.

b. Memformulasi sediaan losio antijerawat yang mengandung ekstrak

etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.)

c. Mengetahui bagaimana aktivitas antibakteri sediaan losio dari ekstrak

etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) terhadap bakteri penyebab

jerawat.

I.4. Manfaat Penelitian

a. Memberikan informasi tentang efek antijerawat dari ekstrak etanol daun

sirsak (Annona muricata Linn.) terhadap bakteri P. acne dan S.

epidermidis yang diformulasikan dalam sediaan losio

b. Menambah nilai guna nilai jual pada daun sirsak (Annona muricata

Linn.) dikalangan masyarakat

Page 4: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Tanaman Sirsak (Annona muricata Linn.)

II.1.1 Taksonomi

Menurut Tjitrosoepomo (1991), sistematika dari sirsak (Annona

muricata Linn.) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatopyta

Kelas : Dikotil

Ordo : Ranales

Famili : Annonaceae

Genus : Annona

Spesies : Annona muricata Linn.

II.1.2 Deskripsi

Sirsak merupakan pohon yang tinggi dapat mencapai sekitar 3-8

meter. Daun memanjang, bentuk lanset atau bulat telur terbalik, ujung

meruncing pendek, seperti kulit, panjang 6-18 cm, tepi rata. Bunga berdiri

sendiri berhadapan dengan daun dan baunya tidak enak. Daun kelopak

kecil. Daun mahkota berdaging, 3 yang terluar hijau, kemudian kuning,

panjang 3.5-5 cm, 3 yang terdalam bulat telur, kuning muda. Daun kelopak

dan daun mahkota yang terluar pada kuncup tersusun seperti katup, daun

mahkota terdalam secara genting. Dasar bunga cekung sekali. Benang sari

banyak penghubung ruas sari di atas ruangsari melebar, menutup ruangnya,

putih. Bakal buah banyak, bakal biji 1. Tangkai putik langsing, berambut

kepala silindris. Buah majemuk tidak beraturan, bentuk telur miring atau

bengkok, 15-35 kali, diameter 10-15 cm. Biji hitam dan daging buah putih

(Steenis, 2003). Akar tunggang, perbanyakan dengan biji. Daun dan biji

bisa dibuat untuk ramuan insektisida nabati, tetapi daun dan biji sirsak perlu

dihaluskan terlebih dahulu lalu dicampur dengan pelarut. Buah yang mentah,

biji, daun, dan akarnya mengandung senyawa kimia annonain.

Page 5: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

5

II.1.3 Kandungan dan Khasiat

Daun sirsak mengandung alkaloid, tanin, dan beberapa kandungan

kimia lainnya termasuk annonaceous acetogenins. Annonaceous acetogenins

merupakan senyawa yang memiliki potensi sitotoksik. Senyawa sitotoksik

adalah senyawa yang dapat bersifat toksik untuk menghambat dan

menghentikan pertumbuhan sel kanker. Daun sirsak dimanfaatkan sebagai

pengobatan alternatif untuk pengobatan kanker, yakni dengan

mengkonsumsi air rebusan daun sirsak. Selain untuk pengobatan kanker,

tanaman sirsak juga dimanfaatkan untuk pengobatan demam, diare, anti

kejang, anti jamur, anti parasit, anti mikroba, sakit pinggang, asam urat,

gatal-gatal, bisul, flu, dan lain-lain (Mardiana, 2011).

II.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain,

berupa bahan alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas

simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral. Simplisia

tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik

sebagai bahan obat atau sebagai produk. Ekstrak tumbuhan obat dapat

berfungsi sebagai bahan baku obat tradisional atau sebagai produk yang

dibuat dari simplisia (Depkes RI, 1979).

II.3 Ekstrak

II.3.1 Pengertian

Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi III (1979), yang dimaksud

dengan ekstrak yaitu berupa sediaan kering, kental atau cair yang dibuat

dengan cara menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok,

diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Pembuatan ekstrak dimaksudkan

agar zat berkhasiat yang terdapat dalam simplisia terdapat dalam bentuk

yang mempunyai kadar tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat

diatur dosisnya (Depkes RI, 1995). Simplisia nabati adalah berupa tanaman

utuh, bagian tanaman utuh, eksudat tanaman. Kriteria cairan penyari yang

baik harus memenuhi syarat antara lain murah dan mudah didapat, stabil

Page 6: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

6

secara kimia fisika, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah

terbakar dan selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki

dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat (Anonim, 1986).

II.3.2 Metode Ekstraksi

Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain

maserasi, perkolasi, soxhletasi, dan infundasi. Metode ekstraksi dipilih

berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya

penyesuaian dengan macam tiap metode ekstraksi dan kepentingan dalam

memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989).

a. Maserasi

Proses maserasi merupakan cara penyari yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplia penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat

berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Sepuluh bagian simplisia

dengan derajat halus yang cocok dimasukan dalam bejana dituangi 75

bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terhindar dari

cahaya. Sambil berulang diaduk, diserkai lalu dipekatkan dengan penguapan

dan tekanan pada suhu rendah 50°C hingga konsentrasi yang dikehendaki.

Cara ekstraksi ini sederhana dan mudah dilakukan, tetapi membutuhkan

waktu lama (Anonim, 1986).

b. Perkolasi

Perkolasi merupakan proses penyarian serbuk simplisia dengan pelarut

yang cocok dengan melewatkan secara perlahan-lahan melewati suatu

kolom, serbuk simplisia di masukan ke dalam perkolator. Dengan cara

penyarian ini mengalirnya penyari melalui kolom dari atas ke bawah melalui

celah untuk keluar ditarik oleh gaya berat seberat cairan dalam kolom.

Dengan pembaharuan yang terus menerus bahan pelarut, memungkinkan

berlangsungnya suatu maserasi bertingkat (Ansel, 1989).

c. Sokletasi

Bahan yang akan disaring berada dalam kantong ekstraksi (kertas

karton) di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang diantara labu suling

dan suatu pendingin air balik dan dihubungkan melalui pipet. Labu tersebut

Page 7: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

7

berisi bahan pelarut yang menguap dan jika diberi pemanasan akan menguap

mencapai kedalam pendingin balik melalui pipa pipet, Pelarut mampu

memberikan perlindungan dari kontaminasi mikroba (Ansel,1989).

d. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk

menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati.

Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah

tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan

cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Anonim, 1986).

II.4 Kulit

II.4.1 Uraian Kulit

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan

memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan

dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah

mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-

menerus, respirasi, pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat,

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar

ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap

tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

II.4.2 Struktur Kulit

Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu: Lapisan epidermis,

lapisan dermis dan lapisan hipodermis (Wasitaatmadja, 1997):

a. Lapisan Epidermis

Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling menarik

untuk diperhatikan dalam perawatan kulit, karena kosmetikdipakai pada

bagian epidermis. Ketebalan epidermis berbeda-bedapada berbagai bagian

tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimetermisalnya pada telapak tangan

dan telapak kaki, yang paling tipisberukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak

mata, pipi, dahi danperut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis

melekat eratpada dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh

zat-zatmakanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes melalui

Page 8: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

8

dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis.Lapisan epidermis

terdiri atas 5 lapisan: stratum korneum (lapisan tanduk), stratum lusidum

(lapisan jernih), stratum granulosum (lapisan butir), stratum spinosum

(lapisan taju) dan stratum basalis (lapisan benih).

b. Lapisan Dermis

Lapisan dermis ini jauh lebih tebal daripada epidermis dan tersusun

atas jaringan fibrosa dan jaringan ikat yang elastis. Lapisan ini terdiri atas: a.

Pars papilaris, yaitu bagian yang menonjol ke dalam epidermis berisi ujung

serabut saraf dan pembuluh darah; b. Pars retikularis, yaitu bagian bawah

dermis yang berhubungan dengan lapisan hypodermis yang terdiri atas

serabut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang,

karena fungsinya dalam membentuk jaringan-jaringan kulit yang menjaga

kekeringan dan kelenturan kulit.

c. Lapisan Hipodermis

Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluhdarah dan

limfe. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf

menujulapisan kulit jangat.Jaringan ikat bawah kulit berfungsi

sebagaibantalan atau penyangga bagi organ-organ tubuh bagian dalam dan

sebagai cadangan makanan.

II.4.3 Fungsi Biologik Kulit

Menurut Tranggono dan Latifah (2007) fungsi dari kulit yaitu:

a. Proteksi

Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak

subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior

tubuh. Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh

dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah

penguapan air, selain itu juga berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari

luar. Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit.

b. Termoregulasi

Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan

konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya

Page 9: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

9

dipengaruhi saraf otonom. Pusat pengatur temperatur tubuh di hipotalamus.

Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan pada

saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan

pembuangan panas.

c. Persepsi Sensoris

Kulit sangat sensitif terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan,

raba, suhu dan nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor

tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat selanjutnya diinterpretasi oleh

korteks serebri.

d. Absorbsi

Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui

dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea dari folikel

rambut.

II.4.4 Absorbsi Obat melalui Kulit

Tujuan umum pengunaan obat topikal pada terapi adalah untuk

menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan

epidermis. Daerah yang terkena, umumnya epidermis dan dermis, sedangkan

sediaan topikal tertentu seperti pelembab dan antimikroba bekerja

dipermukaan kulit saja (Lachman, dkk., 1994). Beberapa cara penetrasi obat

yang mungkin ke dalam kulit menurut Tranggono dan Latifah (2007), yaitu:

lewat antara sel-sel stratum korneum (interselular), menembus sel-sel

stratum korneum (transelular), melalui kelenjar keringat, melalui kelenjar

sebasea dan melalui dinding saluran folikel rambut.

II.5 Jerawat

II.5.1 Uraian Jerawat

Jerawat merupakan penyakit peradangan yang terjadi akibat

penyumbatan pada pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul,

pastul dan bopeng (scar) pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada dan

punggung. Peradangan dipicu oleh bakteri Propionibacterium acne,

Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Mitsui, 1997;

Wasitaatmadja, 1997).

Page 10: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

10

II.5.2 Penyebab terjadinya Jerawat

Adapun penyebab terjadinya jerawat yang berasal dari dalam

maupun tubuh manusia yaitu (Mitsui, 1997) :

a. Hormonal

Sekresi kelenjar sebaseus yang hiperaktif dipacu oleh pembentukan

hormon testoteron (androgen) yang berlebih, sehingga pada usia pubertas

akan banyak timbul jerawat pada wajah, dada, punggung, sedangkan pada

wanita selain hormon androgen, produksi lipida dari kelenjar sebaseus

dipacu oleh hormon luteinizing yang meningkat saat menjelang menstruasi.

b. Makanan

Para pakar peneliti di Colorado State University Department of Health

and Exercise menemukan bahwa makanan yang mengandung kadar gula dan

kadar karbohidrat yang tinggi memiliki pengaruh yang cukup besar dalam

menimbulkan jerawat. Secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa mengkonsumsi

terlalu banyak gula dapat meningkatkan kadar insulin dalam darah, dimana

hal tersebut memicu produksi hormon androgen yang membuat kulit jadi

berminyak dan kadar minyak yang tinggi dalam kulit merupakan pemicu

paling besar terhadap timbulnya jerawat.

c. Kosmetik

Penggunaan kosmetika yang melekat pada kulit danmenutupi pori-

pori, jika tidak segera dibersihkan akan menyumbat saluran kelenjar palit

dan menimbulkan jerawat yang disebut komedo. Kosmetik yang paling

umum menjadi penyebab timbulnya jerawat yaitu kosmetik pelembab

yanglangsung menempel pada kulit.

d. Infeksi Bakteri

Propionibacterium acnes (Corynebacterium acnes) dan

Staphylococcus epidermidis biasanya ditemukan pada lesi-lesi akne.

Berbagai strain Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis

dapat menghidrolis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol, asam

lemak bebas tersebut memungkinkan terjadinya lesi komedo.

II.5.3 Tahap terjadinya Jerawat

Page 11: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

11

Pada kulit yang semula dalam kondisi normal, sering kali terjadi

penumpukan kotoran dan sel kulit mati karena kurangnya perawatan dan

pemeliharaan, khususnya padakulit yang memiliki tingkat reproduksi

minyak yang tinggi. Akibatnya saluran kandung rambut (folikel) menjadi

tersumbat. Sel kulit mati dan kotoran yang menumpuk tersebut, kemudian

terkena bakteri acne, maka timbulah jerawat. Jerawat yang tidak diobati

akan mengalami pembengkakan (membesar dan berwarna kemerahan)

disebut papule. Bila peradangan semakin parah, sel darah putih mulai naik

ke permukaan kulit dalam bentuk nanah (pus), jerawat tersebut disebut

pastules (Mitsui, 1997).

Jerawat radang terjadi akibat folikel yang ada di dalam dermis

mengembang karena berisi lemak padat, kemudian pecah, menyebabkan

serbuan sel darah putih ke area folikel sebasea, sehingga terjadilah reaksi

radang. Peradangan akan semakin parah jika kuman dari luar ikut masuk ke

dalam jerawat akibat perlakuan yang salah seperti dipijat dengan kuku atau

benda lain yang tidaksteril. Jerawat radang mempunyai ciri berwarna merah,

cepat membesar, berisi nanah dan terasa nyeri. Pastules yangtidak terawat,

maka jaringan kolagen akan mengalami kerusakan sampai pada lapisan

dermis, sehingga kulit/wajah menjadi bopeng (Scar) (Mitsui, 1997).

II.5.4 Penanggulangan Jerawat

Usaha pengobatan jerawat menurut Wasitaatmadja (1997) dapat

dilakukan dengan 3 cara:

a. Pengobatan Topikal

Prinsip pengobatan topikal adalah mencegah pembentukan komedo

(jerawat ringan), ditujukan untuk mengatasi menekan peradangan dan

kolonisasi bakteri, serta penyembuhan lesi jerawat dengan pemberian bahan

iritan dan antibakteri topikal seperti; sulfur, resorsinol, asam salisilat,

benzoil peroksida, asam azelat, tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin.

b. Pengobatan Sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan untuk penderita jerawat sedang sampai

berat dengan prinsip menekan aktivitas bakteri, menekan reaksi radang,

Page 12: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

12

menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal.

Golongan obat sistemik misalnya: pemberian antibiotik (tetrasiklin,

eritromisin dan klindamisin).

c. Bedah Kulit

Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi

akibat jerawat. Tindakan dapat dilaksanakan setelah jerawat sembuh baik

dengan cara bedah listrik, bedah pisau, dermabrasi atau bedah laser.

II.6 Bakteri Penyebab Jerawat

Nama bakteri berasal dari kata “bacterion” (bahasa Yunani) yang

berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut

sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan

diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop

(Dwidjoseputro, 1988). Bakteri penyebab jerawat umumnya adalah

Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis.

II.6.1 Bakteri Propionibacterium acne

Dalam penelitian ini salah satu bakteri yang digunakan adalah

Propionibacterium acne. Propionibacterium acne adalah organisme utama

yang pada umumnya memberikontribusi terhadap terjadinya jerawat.

Adapun sistematika bakteri Propionibacterium acne menurut Irianto (2006)

adalah sebagai berikut:

Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Propionibacteriaceae

Famili : Propionibacterium

Spesies : Propionibacterium acne

Propionibacterium acnes adalah termasuk gram-positif berbentuk

batang, tidak berspora, tangkai anaerob ditemukan dalam spesimen-

spesimen klinis, beberapa strain/jenis adalah aerotoleran, tetapi tetap

menunjukkan pertumbuhan lebih baik sebagai anaerob. Bakteri ini

Page 13: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

13

mempunyai kemampuan untuk menghasilkan asam propionat, sebagaimana

ia mendapatkan namanya (Irianto, 2006).

II.6.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis

Sistematika bakteri Staphylococcus epidermidis menurut Irianto (2006)

adalah sebagai berikut:

Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Micrococaceae

Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus merupakan sel gram positif berbentuk bulat biasanya

tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur.

Staphylococcus epidermidis membentuk koloni berupa abu-abu sampai

putih, non patogen, koagulasi negatif, tidak memfermentasi manitol, dapat

bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Staphylococcus epidermidis

merupakan flora normal pada kulit. Infeksi stafilokokus lokal tampak

sebagai jerawat dan infeksi folikel rambut atau abses (Irianto, 2006).

II.7 Losio

Losio adalah emulsi cair yang etrdiri dari fase minyak dan fase air

yang dapat tercampur dengan adanya emulgator. Losio dapat mengandung

satu atau lebih bahan aktif. Losio dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit

sebagai pelindung. Konsistensi yang berbentuk cair memungkinkan

pemakaian yang cepat dan merata pada permukaan kulit sehinggan mudah

menyebar dan dapat segera kering setelah pengolesan serta meninggalkan

lapisan tipis pada permukaan kulit (Lachman dkk, 1994)

Terdapat dua bentuk emulsi dalam bahan dasar kosmetik yaitu emulsi

minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak. Losio merupakan emulsi

tipe minyak dalam air, dimana minyak merupakan fase terdispersi (internal)

dan air merupakan fase pendispersi (eksternal). Tipe losio kulit umumnya

terdiri dari 10-15% fase minyak, 5-10% humektan dan 75-85% fase air

Page 14: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

14

(Morwanti, 2006). Fase minyak dan fase cair dipanaskan dan diaduk secara

terpisah pada suhu 70-75oC, kemudian kedua fase tersebut dicampur pada

suhu 70oC dengan pengadukan. Pengadukan terus dilakukan hingga

mencapai suhu kamar. Pada temperature 70oC pencampuran fase cair dapat

terjadi dengan baik (Agnessya, 2008).

Metode pembuatan losio hampir sama dengan metode pembuatan

suatu suspensi, emulsi atau larutan. Losio dapat dibuat dengan

menambahkan eksipien ke suatu pasta halus dan sisa fase cairan

ditambahkan sambil diaduk (Kuswahyuning dan Sulaiman, 2008).

II.7.1 Komposisi Losio

a. Asam Stearat

Asam stearat berupa zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan

hablur putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin. Asam stearat praktis tidak

larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian

kloroform P dan dalam 3 bagian eter P. suhu lebur tidak kurang dari 54oC

(Depkes RI, 1979). Asam stearat secara luas digunakan dalam formulasi

sediaan oral dan topical sebagai agen pengemulsi, pelarut, lubrikan pada

tablet dan kapsul. Dalam formulasi sediaan topical, asam stearat digunakan

sebagai agen emulsifikasi pelarut. Asam stearat merupakan bahan non toksik

dan tidak mengiritasi (Rowe, dkk., 2009).

Gambar 1 Struktur Kimia Asam Stearat

b. Trietanolamin

Trietanolamin berupa cairan kental, tidak berwarna hingga kuning

pucat, berbau lemah mirip amoniak, higroskopik. Mudah larut dalam air

dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut dalam kloroform P (Depkes RI,

1979). Larut dalam aseton, karbon tetraklorida, methanol dan air, dalam 24

bagian benzen, dalam 63 bagian etil eter. Tidak cocok dengan adanya asam

mineral, tembaga, reagen seperti thyonyl klorida yang dapat memebentuk

produk toksik (Rowe dkk., 2009).

Page 15: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

15

Trietanolamin secara luas dalam formulasi obat topikal terutama dalam

pembentukan emulsi. Fungsi trietanolamin yaitu sebagai agen alkalis (basa)

dan agen pengemulsi. Ketika dicampur dalam kadar yang sesuai dengan

asam lemak, seperti asam stearat atau asam oleat, trietanolamin membentuk

sebuah sbaun anionic dengan pH sekitar 8, dimana dapat digunakan sebagai

suatu agen emulsifikasi untuk menghasilkan butir halus, emulsi minyak

dalam air yang stabil (Rowe, dkk., 2009).

Gambar 2 Struktur Kimia Trietanolamin

c. Gliserin

Berupa cairan seperti sirup, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, manis

diikuti rasa hangat dan higrokopik. Jika disimpan dalam waktu yang lama

pada suhu rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna

yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20oC. Dapat

bercampur dengan air dan etabol (95%) P, praktis tidak larut dalam

kloroform P, dalam eter P dan minyak lemak (Depkes RI, 1979). Tidak

cocok dengan adanya oksidator kuta seperti kromium trioksid, potassium

klorat atau potasium permanganat. Dalam formulasi farmasetis topikal dan

kosmetik, gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien (Rowe, dkk.,

2009).

Gambar 3 Struktur Kimia Gliserin

d. Parafin Cair

Parafin cair berupa cairan kental, transparan, tidak berfluorosensi,

tidak berwarna, hampir tidak berbau dan hampir tidak mempunyai rasa.

Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut dalam

Page 16: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

16

kloroform P dan dalam eter P (Depkes RI, 1979). Terutama digunakan

sebagai bahan tambahan pada formulasi obat topical seperti emulsi minyak

dalam air, sebagai pelarut dan lubrikan pada formulasi tablet dan kapsul.

Tidak cocok dengan oksidator kuat (Rowe, dkk., 2009).

e. Metil Paraben

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih,

hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar

diikuti rasa tebal (Depkes, 1979). Metil paraben banyak digunakan sebagai

pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi

farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben

lain atau dengan antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah

pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis paraben lainnya

efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang

kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya

rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga

paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi

meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan

dengan penambahan propilen glikol (Rowe, dkk., 2009).

Gambar 4 Struktur Kimia Metil Paraben

f. Aquadest

Aqua destilata atau air suling merupakan cairan jernih, tidak berwarna,

tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Air suling dibuat dengan menyuling

air yang dapat diminum (Depkes RI, 1979).

g. Karaginan

Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester

kalium, natrium, magnesium dan kalsium sulfat dengan galaktosa dan 3,6

Page 17: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

17

anhidrogalaktopolimer. Karaginan merupakan sneyawa polisakarida yang

tersusun oleh D-galaktosa dan l-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang

terhubungkan oleh ikatan 1,4 glikosiklik. Karaginan secara khusus dalam

sediaan topikal berguna sebagai bahan pengental yaitu bahan yang mengatur

kekentalan dan mempertahankan kestabilan suatu produk. Tujuannya dalam

pembuatan losio yaitu untuk mencegah terpisahnya partikel dari emulsi

(Mitsui, 1997).

Gambar 5 Struktur Kimia Karaginan

II.8 Landasan Teori

Jerawat merupakan penyakit peradangan yang terjadi akibat

penyumbatan pada pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul,

pastul dan bopeng (scar) pada daerah wajah, leher, lengan atas, dada dan

punggung. Peradangan dipicu oleh bakteri Propionibacterium acne,

Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Mitsui, 1997;

Wasitaatmadja, 1997).

Daun sirsak merupakan salah satu tanaman obat yang secara empiris

sering digunakan untuk mengobati luka borok, bisul, kejang, jerawat, dan

kutu rambut. Pada penelitian sebelumnya, diketahui bahwa infusa daun

sirsak poten membunuh S. aureus. Dari uji tabung dan identifikasi dengan

Kromatografi Lapis Tipis infusa daun sirsak mengandung senyawa

flavonoid, polifenol, dan alkaloid. Flavonoid dan polifenol merupakan

turunan fenol yang bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan. Sedangkan

Alkaloid memiliki efek bakterisida (Sari, dkk, 2010).

Pengobatan jerawat dapat dilakukan dengan menggunakan sediaan

topikal. Pada penelitian ini diformulasi sediaan losio antijerawat yang

Page 18: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

18

berasal dari ekstrak etanol daun sirsak. Losio merupakan sediaan emulsi cair

yang terdiri dari fase minyak dan fase air yang dimaksudkan untuk

pemakaian luar sebagai pelindung. Dengan konsistensi losio yang cair

memungkinkan pemakaian cepat dan merata dalam penyebarannya

(Lachman dkk, 1994). Pembuatan losio menggunakan konsentrasi karaginan

yang berbeda untuk melihat kekentalan dan stabilitas sediaan yang

dikhawatirkan dapat terpisah fase emulsinya (Mitsui, 1997). Pengujian

stabilita losio dilakukan secara fisika dan kimia yaitu organoleptis, uji daya

sebar, uji daya lekat, viskositas dan pH. Pengujian mikrobiologi dilakukan

dengan mengukur aktifitas antibakteri terhadap P. acne dan S. epidermidis

menggunakan metode difusi agar dengan menghitung besarnya diameter

zona hambatan sekitar kertas cakram dari losio yang dibandingkan dengan

kontrol positif.

II.9 Hipotesis

Ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn.) mempunyai

aktivitas antibakteri terhadap bakteri P. acne dan S. epidermidis dalam

bentuk sediaan losio karena mengandung senyawa flavonoid, polifenol dan

alkaloid.

Page 19: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat penguap

vakum, anak timbangan, autoklaf, batang pengaduk, bejana maserasi,

blender, bulb, cawan petri, corong kaca, cover glass, erlenmeyer, gelas

beker, gelas object, gelas ukur, kaca arloji, hot plate, jangka sorong, jarum

ose, kertas millimeter blok, laminar air flow cabinet, labu ukur, lemari

pendingin, mikropipet, mortar dan stamper, oven, pinset, pembakar bunsen,

penggaris, pH meter, pipet tetes, pisau, sendok stainless, sendok tandu,

stopwatch, sudip, tabung reaksi, termometer, timbangan analitik, viskometer

stormer

III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aquades, asam

stearat, bacto agar, bacto beef extract, bacto peptone, darah kambing, daun

sirsak (Annona muricata Linn.), etanol teknis, gliserin, karaginan, kertas

merang (sampul coklat), kertas saring Whatman no. 1, media nutrient agar,

media agar darah (blood agar), metil paraben, Natrium klorida, parafin cair,

sediaan lotio anti jerawat yang beredar di pasaran: lotio anti jerawat mustika

ratu, spiritus, standar Mc. Farland no. 0,5, trietanolamin, Tryptic Soy Agar

III.1.3 Bakteri Uji

Bakteri uji yang digunakan pada penelitian ini adalah kultur bakteri

Propionibacterium acnes dan kultur bakteri Staphylococcus epidermidis.

III.2 Cara Penelitian

III.2.1 Rancangan Penelitian

Page 20: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

20

Gambar 6 Skema Rancangan Penelitian

III.2.2 Variabel penelitian

Penelitian ini menggunakan variabel bebas (independent) dan variabel

terikat (dependent). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi

hambat minimum ekstrak etanol daun sirsak dan kosnentrasi karaginan,

sedangkan variabel terikat adalah aktivitas antibakteri ekstrak, kekentalan

dan stabilitas losio serta aktivitas antibakteri losio ekstrak etanol daun sirsak.

III.2.3 Tempat dan Waktu

Page 21: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

21

Penelitian dilakukan dilaboratorium Teknologi Farmasi Fakultas

Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak. Penelitian dimulai bulan

Januari 2014.

III.2.4 Objek Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah daun sirsak (Annona

muricata Linn.). Metode pengambilan sampel menggunakan metoden non-

random purposive yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan

tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Kriteria daun sirsak yang digunakan

yaitu daun sirsak yang masih muda. Sampel daun sirsak berasal dari

pekarangan rumah yang berada di Jl. Wonoyoso I Gg. V No. 3.

III.2.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat

mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2002) yaitu :

1. Daun sirsak yang digunakan adalah daun sirsak muda

2. Zona jernih (penghambatan) bakteri terjadi selama 18-24 jam

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak

dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian (Notoatmodjo, 2002) yaitu :

1. Terdapat sampel berupa daun sirsak yang sudah tua

2. Zona jernih (penghambatan) bakteri terjadi selama > 18-24 jam

III.2.6 Cara kerja

III.2.6.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan adalah daun sirsak (Annona muricata Linn.)

yang diambil dari pekarangan rumah yang berada di Jl. Wonoyoso I Gg. V

No. 3

III.2.6.2 Pengolahan Sampel

Daun sirsak (Annona muricata Linn.) yang telah dikumpulkan,

dibersihkan dari pengotor yang melekat (sortasi basah) kemudian dicuci

Page 22: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

22

dengan air mengalir, lalu ditiriskan. Kemudian disebarkan di atas kertas

koran sehingga airnya terserap. Sampel dikeringkan di dalam lemari

pengering (suhu 50oC), kemudian sampel dihaluskan hingga derajat

kehalusan tertentu dengan menggunakan blender.

III.2.6.3 Pembuatan Ekstrak

Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi dengan

menggunakan pelarut etanol. Serbuk ditimbang, dimasukkan ke dalam

wadah kaca lalu dituang pelarut etanol secukupnya sampai serbuk simplisia

basah, diamkan beberapa jam. Setelah itu ditambah pelarut etanol sampai

bahan tumbuhan terendam sempurna. Maserasi dilakukan selama tiga hari

sambil sesekali diaduk. Setelah tiga hari, cairan penyari dienaptuangkan

(didekantir) sehingga diperoleh maserat I. Kepada ampas ditambahkan

pelarut etanol sampai terendam sempurna. Proses maserasi dilakukan lagi

selama tiga hari, cairan penyari dienaptuangkan sehingga diperoleh maserat

II. Proses maserasi diulangi lagi sehingga diperoleh maserat III. Maserat I, II

dan III digabung dan disaring. Maserat diuapkan pelarutnya dengan alat

penguap vakum putar pada suhu tidak lebih dari 40ºC (Adams, dkk, 1970).

III.2.6.4 Persiapan dan Uji Aktivitas Antibakteri terhadap Ekstrak

a. Pembuatan Nutrient Agar

Sebanyak 23 gram nutrient agar dilarutkan dalam air suling steril

sebanyak 1000 ml kemudian dipanaskan hingga semua larut, dalam keadaan

panas larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer. Lalu

disterilkan di autoklaf 121oC selama 15 menit (Difco, 1997).

b. Pembuatan Blood Agar

Sebanyak 40 gram Tryptic Soy Agar (TSA) dilarutkan ke dalam 1000

mL akuadest steril, kemudian pH media diukur sampai 7,3 dan dipanaskan

selanjutnya disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

Hangatkan darah kambing segar sebanyak 50 mL sampai suhu hingga

50°C. TSA steril didiinginkan sampai suhu mencapai 50°C kemudian darah

kambing segar dituangkan ke dalam labu berisi TSA (Hadioetomo, 1993).

c. Pembuatan Larutan NaCl 0,9%

Page 23: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

23

Natrium klorida ditimbang sebanyak 9 gram lalu dilarutkan dalam air

suling sedikit demi sedikit dalam labu ukur 1000 ml sampai larut sempurna.

Lalu ditambahkan air suling sampai garis tanda. Disterilkan di autoklaf pada

suhu 121o C selama 15 menit

d. Pembuatan Agar Miring

Ke dalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 ml media nutrient

agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai sediaan membeku pada

posisi miring membentuk sudut 45oC. Kemudian disimpan dalam lemari

pendingin pada suhu 5oC.

e. Penyiapan Inokulum

1. Pembuatan Stok Kultur Bakteri Propionibacterium acne

Biakan bakteri P. acne dari strain utama diambil dengan jarum ose

steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring,

kemudian diinkubasikan pada suhu 35±2o C selama 24 jam

2. Pembuatan Stok Kultur Bakteri Staphylococcus epidermidis

Biakan bakteri S. epidermidis dari strain utama diambil dengan

jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar

miring, kemudian diinkubasikan pada suhu 35±2o C selama 24 jam

3. Pembuatan Inokulum Bakteri Propionibacterium acne

Koloni bakteri P. acne diambil dari stok kultur diambil

menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml

larutan NaCl 0,9% steril lalu diinkubasikan pada suhu 35±2oC sampai

didapat kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat

spektrofotometer UV panjang gelombang 580 nm (Depkes RI, 1995).

4. Pembuatan Inokulum Bakteri Staphylococcus epidermidis

Koloni bakteri S. epidermidis diambil dari stok kultur diambil

menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml

larutan NaCl 0,9% steril lalu diinkubasikan pada suhu 35±2oC sampai

didapat kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat

spektrofotometer UV panjang gelombang 580 nm (Depkes RI, 1995).

5. Sterilisasi Alat dan Bahan

Page 24: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

24

Alat-alat non gelas disterilkan terlebih dahulu di dalam autoklaf pada

suhu 121°C selama 15 menit dan alat-alat gelas disterilkan di oven suhu

160-170°C selama 2 jam. Jarum ose dibakar dengan api bunsen.

6. Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Daun Sirsak dengan

Berbagai Konsentrasi

Sebanyak 5 gram ekstrak etanol daun sirsak ditimbang, lalu

ditambahkan etanol hingga volume total 10 ml dan diaduk hingga larut dan

didapat konsentrasi 500 mg/ml, kemudian dibuat pengenceran dengan

konsentrasi 400, 300, 200, 100 dan 50 mg/ml.

7. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap Ekstrak

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap ekstrak etanol daun

sirsak dengan berbagai konsentrasi. Pengujian ini dilakukan dengan metode

difusi agar.

i.Bakteri Propionibacterium acne

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril,

setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45–

50oC. Selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan

suspensi bakteri tercampur rata. Pada media blood agar yang telah padat

diletakkan beberapa kertas cakram, dipipet 0,1 ml larutan uji ekstrak etanol

daun sirsak dengan berbagai konsentrasi, kemudian diinkubasi dalam

inkubator pada suhu 35±2oC selama 18–24 jam, setelah itu diukur diameter

daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar cakram dengan

menggunakan jangka sorong (Hadioetomo, 1993).

ii.Bakteri Staphylococcus epidermidis

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril,

setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45–

50oC. Selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan

suspensi bakteri tercampur rata. Pada media nutrient agar yang telah padat

diletakkan beberapa kertas cakram, dipipet 0,1 ml larutan uji ekstrak etanol

daun sirsak dengan berbagai konsentrasi, kemudian diinkubasi dalam

inkubator pada suhu 35±2oC selama 18–24 jam, setelah itu diukur diameter

Page 25: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

25

daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar cakram dengan

menggunakan jangka sorong (Hadioetomo, 1993).

III.2.6.5 Pembuatan Losio

Sediaan losio yang dibuat terdiri atas tiga formula. Tiap formula

mengandung konsentrasi karaginan yang berbeda-beda seperti yang

ditunjukkan pada tabel 1. Losio masing-masing formula dibuat sebanyak

100 gram dan tipe formula direplikasi sebanyak 3 kali.

Tabel 1 Formula Losio Ekstrak Etanol Daun Sirsak

Bahan Kandungan per 100 gram

LA LB LC

Ekstrak etanol daun sirsak KHM KHM KHM

Asam stearat 2.5 2.5 2.5

Trietanolamin 1 1 1

Karaginan 0.5 0.75 1

Gliserin 5 5 5

Parafin cair 7 7 7

Metil paraben 0.1 0.1 0.1

Pewangi qs Qs qs

Aquadest Ad 100 gram Ad 100 gram Ad 100 gram

Keterangan:

LA : Formula losio dengan konsentrasi karaginan 0,5 %

LB : Formula losio dengan konsentrasi karaginan 0.75 %

LC : Formula losio dengan konsentrasi karaginan 1 %

Page 26: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

26

Gambar 7 Skema Pembuatan Losio

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan losio dipisahkan

menjadi dua bagian antara fase minyak dan fase air. Asam stearat dan

paraffin cair yang merupakan fase minyak dimasukkan dalam cawan

penguap. Gliserin, trietanolamin, karaginan dan aquadest yang merupakan

fase air dicampur dalam gelas beker. Sebelumnya karaginan dilarutkan

terlebih dahulu dalam dalam beberapa bagian air sebelum dicampur dalam

fase air. Lalu sisa air ditambahkan dalam campuran fase air. Fase air dan

minyak dipanaskan dan diaduk dalam suhu 70-75oC secara terpisah hingga

tercampur homogen. Proses pencampuran kedua fase dilakukan pada suhu

70oC karena pada suhu tersebut terjadi emulsifikasi. Proses pengadukan

dilakukan hingga kedua fase tersebut homogen dan mencapai suhu 40oC.

Page 27: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

27

Kemudian dimasukkan ekstrak etanol daun sirsak sedikit demi sedikit dan

gerus hingga homogen, selanjutnya metal paraben dimasukkan ke dalam

pada suhu 35oC agar tidak merusak zat aktif kemudian dilakukan

pengadukan (Anita, 2008). Pewangi ditambahkan pada tahap akhir.

III.2.6.6 Pemeriksaan Stabilitas Fisik dan Kimia Losio

Losio dengan variasi ekstrak etanol daun sirsak sebagai bahan aktif

dievaluasi sifat fisiknya meliputi uji organoleptis, daya sebar, daya lekat,

viskositas serta sifat kimianya yaitu pH. Pengamatan dilakukan 5 hari sekali

pada hari ke 0, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 (Morwanti, 2006). Pemilihan rentang

dikarenakan perubahan viskositas mulai terjadi 5-15 hari setelah emulsi

dibuat dan sete;ah itu relative konstan (Rieger, 2000).

a. Uji Organoleptik

Pemeriksaan terhadap organoleptik yang dilakukan meliputi warna,

bau, dan konsistensi yang diamati secara visual.

b. Uji Daya Sebar

Sebanyak 0.5 gram losio diletakkan di atas kaca arloji yang dibuat

berskala dnegan kertas millimeter blok. Diatas losio diletakkan kaca arloji

dan pemberat menjadi 150 gram, selanjutnya didiamkan selama 1 menit,

kemudian dicatat diameter penyebarannya dan dihitung luas penyebaran

dengan persamaan 1 (Ameliana dan Winarti, 2011). Pengukuran dilakukan

masing-masing satu kali tiap replikasi formula.

L = 𝜋 . r2……………………………………………………… (persamaan 1)

Keterangan : L = luas penyebaran losio (cm2)

𝜋 = phi (3,14)

R = jari-jari penyebaran losio (cm)

c. Uji Daya Lekat

Sebanyak 0,5 gram losio diratakan diatas gelas objek yang telah

diketahui luasnya. Diletakkan gela sobjek yang lain diatas losio tersebut.

Kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Kemudian dilepaskan

beban seberat 80 gram dan dicatat waktunya hingga kedua gelas objek

Page 28: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

28

terlepas. Pengukuran dilakukan masing-masing sati kali pada tiap replikasi

formula.

d. Uji Viskositas

Viskositas losio diukur dengan menggunakan viskosimeter stormer.

Sebanyak 200 gram losio dimasukkan kedalam wadah lalu diberi beban

hingga baling-baling dapat berputar ketika rem dilepas. Saat rem dilepas

maka pemberat akan meluncur ke bawah dan nilai rpm akan muncul pada

alat. Dilakukan prosedur yang sama dengan beban yang bervariasi (kelipatan

30). Dicatat rpm yang dihasilkan pada masing-masing beban. Kemudian

hitung Kv alat dengan memasukkan nilai beban yang menghasilkan 200

rpm. Selanjutnya dicari persamaan regresi linier dnegan pH nilai x adalah

bobot (gram) vs nilai y adalah rpm. Nilai y pada persamaan regresi dianggap

nol, sehingga dapat diperoleh nilai x yaitu nilai Wf. Nilai viskositasnya

dihitung dengan persamaan 2 :

η = 𝑘𝑣 (𝑤−𝑤𝑓)

𝑟𝑝𝑚 ……………………………………………… (persamaan 2)

Keterangan : η = viskositas (poise)

kv = tetapan alat

w = massa pemberat (gram)

wf = intersep yield value (gram)

rpm = kecepatan

e. Uji pH

Losio uji diambil secukupnya kemudian dimasukkan kedalam pH

meter dan dicatat nilai pH yang ditunjukkan oleh pH meter. Pengukuran

dilakukan masing-masing satu kali pada tiap replikasi formula.

III.2.5.7 Uji Mikrobiologi Sediaan

Uji mikrobiologi untuk mengetahui aktivitas antibakteri sediaan losio

ekstrak etanol buah belimbing wuluh yang dilakukan dengan metode difusi

agar menggunakan kertas cakram dengan cara mengukur diameter hambatan

pertumbuhan bakteri terhadap bakteri P. acne dan bakteri S. epidermidis.

a. Bakteri Propionibacterium acne

Page 29: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

29

Sebanyak 12 ml media blood agar dituangkan ke dalam cawan petri

steril. Pada media yang telah padat, inokulum bakteri P. acne ditanam

menggunakan jarum ose dengan menggoreskannya. Kemudian diletakkan

beberapa kertas cakram dengan diameter 6 mm, dipipet 0,1 ml losio ekstrak

etanol daun sirsak dan kontrol positif lotion jerawat mustika ratu

dimasukkan ke dalam kertas cakram, kemudian diinkubasi dalam inkubator

pada suhu 35±2oC selama 18-24 jam, setelah itu diukur diameter daerah

hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar cakram dengan

menggunakan jangka sorong (Hadioetomo, 1993).

b. Bakteri Staphylococcus epidermidis

Sebanyak 12 ml media nutrient agar dituangkan ke dalam cawan petri

steril.Pada media yang telah padat, inokulum bakteri S. epidermidis ditanam

menggunakan jarum ose dengan menggoreskannya. Kemudian diletakkan

beberapa kertas cakram, dipipet 0,1 ml losio ekstrak etanol daun sirsak dan

kontrol positif lotion jerawat mustika ratu dimasukkan ke dalam kertas

cakram, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35±2oC selama 18-

24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih)

pertumbuhan di sekitar cakram dengan menggunakan jangka sorong

(Hadioetomo, 1993).

III.2.6.9 Analisis Data

Data yang didapat berupa aktivitas antibakteri sediaan dengan berbagai

seri konsentrasi dan hasil stabilitas sediaan. Analisis data dilakukan dengan

menggunakan program R-Commander seri 2.14.1. R adalah suatu kesatuan

software yang terintegrasi dengan beberapa fasilitas untuk perhitungan dan

penampilan grafik. Pengujian yang dilakukan adalah One Way ANOVA

(Analysis of Varians) untuk membandingkan nilai signifikansi dari formula

I, II dan III. Selanjutnya dilakukan uji T dengan uji T Independent untuk

mengetahui nilai perbandingan sediaan losio ekstrak dengan kontrol positif.

Page 30: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

30

DAFTAR PUSTAKA

Adams, R., Johnsons, J.R., and Wilson, C.F., Jr. 1970. Laboratory Experiments in

Organic Chemistry. Edisi Keenam. Mac Millan Publishing Co, Inc. New

York

Agnessya, R. 2008. Kajian Pengaruh Penggunaan Natrium Alginat dalam

Formulasi Skin Lotion. Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Ameliana, L dan Lina Winarti. 2011. Uji Aktivitas Antinyamuk Lotion Minyak

Kunyit sebagai Alternatif Pencegah Penyebaran Demam Berdarah

Dengue. J. Trop. Phar. Chem

Anita, S.B. 2008. Aplikasi Karaginan Dalam Pembuatan Skin Lotion. Skripsi,

Institut Pertanian Bogor. Bogor

Anonim. 1986. Sediaan Galenika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Jakarta

Ansel, C.H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. UI Press. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Difco Laboratories. 1977. Difco Manual of Dehydrated Culture Media and

Reagents for Microbiology and Clinical Laboratory Procedures. Ninth

edit ion. Difco Laboratories. Detroit Michigan

Dwidjoseputro, D. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta

Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur

Dasar Laboratorium. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid I. CV.

Yrama Widya. Bandung

Kuswahyuning, R dan Sulaiman, T.N.S. 2008. Teknologi dan Formulasi Sediaan

Semi Padat. Pustaka Laboratorium Teknologi Farmasi Universitas Gajah

Mada. Yogyakarta

Page 31: Formulasi sediaan losio ekstrak etanol daun sirsak

31

Lachman, L., Herbert, A.L., dan Joseph, L.K. 199). Teori dan Praktek Farmasi

Industri Edisi III. UI Press. Jakarta

Mardiana,L.,Ratnasari,J. 2011. Ramuan dan Khasiat Sirsak. Penebar Swadaya.

Jakarta

Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Elsevier. Tokyo

Morwanti, D.A. 2006. Aplikasi Dimethicone (Silicone Oil) sebagai Pelembut

dalam Proses Pembuatan Skin Lotion. Skripsi, Institut Pertanian Bogor.

Bogor

Notoatmodjo,S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

Rieger, M.M. 2000. Harry’s Cosmeticology, Eight Edition. Chemical Publishing

Co, Inc. New York

Rowe, R.C., Sheskey, P.J and Owen, S.C. 2009. The Handbook of

Pharmaceutical Excipients. Pharmaceutical Press and the American

Pharmacists Association. London

Sari, Yeni Dianita. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Infusa Daun Sirsak (Annona

ruricata L.) secara In Vitro terhadap Staphylococcus aureus Atcc 25923

dan Escherichia coli Atcc 35218 serta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya.

Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta

Steenis, C.G.G.J. 2003. Flora. Cetakan Kesembilan. Terjemahan Surjowinoto M

dkk. PT Pradnya Paramita. Jakarta

Tjitrosoepomo, G. 1991. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. UGM Press.

Yogyakarta

Tranggono, R.I., dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan

Kosmetik. Editor: Joshita Djajadisastra. Penerbit Pustaka Utama. Jakarta

Voigt, R. 1984. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press. Yogyakarta

Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Penerbit UI-Press.

Jakarta

Wyatt et al,. 2001. Dermatological Pharmacology. In: Hardman JG, Limbird IE,

Eds. Goodman and Gillman’s The Pharmacological Basis of Therapeutic

10th Ed. Mc Graw Hill. New York