fisio giga nss

10
Proses melihat Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot- otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells. Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata. Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh (Saladin, 2011).

Upload: giga-hasabi-alkarani

Post on 16-Jan-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fisiologi

TRANSCRIPT

Page 1: Fisio Giga NSS

Proses melihat

Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan

menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal,

pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika

sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen

kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan

papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi.

Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells. Jika sistem saraf simpatis

teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak

cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi

dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita

ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya

memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan

refraksi mata. Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour

(n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan

lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata

terfokus pada benda yang dekat dan jauh (Saladin, 2011).

Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap

terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial

yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina.

Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan sensory retina.

Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin yang

bersama-sama dengan pigmen pada koroid membentuk suatu matriks hitam yang

mempertajam penglihatan dengan mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi

fotoreseptor-fotoreseptor yang ada (Saladin, 2011).

Pada sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor,

bipolar dan ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform

layer dimana neuron dari berbagai lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada

diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam

terletak diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic. Setelah aksi potensial dibentuk

Page 2: Fisio Giga NSS

pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus,

optic chiasm, optic tract, lateral geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan

korteks serebri (Seeley, 2013):

Gambar 2.1 Jaras Penglihatan (Khurana, 2012)

Nervus Opticus

Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik untuk

penglihatan. Saraf ini timbul dari sel-sel ganglion dalam retina yang bergabung untuk

membentuk saraf optikus. Saraf ini bergerak ke belakang secara medial dan melintasi

kanalis optikus, memasuki rongga cranium lantas kemudian menuju khiasma

optikum. Saraf penglihatan memiliki 3 pembungkus yang serupa dengan yang ada

pada meningen otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus serta bergabung dengan sclera,

lapisan tengah halus seperti arakhnoid, sementara lapisan dalam adalah vakuler

(mengandung banyak pembuluh darah). Pada saat serabut-serabut itu mencapai

khiasma optikum, maka separuh dari serabut-serabut itu akan menuju ke traktus

optikus sisi seberangnya, sementara separuhnya lagi menuju traktus optikus sisi yang

Page 3: Fisio Giga NSS

sama. Dengan perantara serabut-serabut ini, maka setiap serabut nervus optikus

dihubungkan dengan kedua sisi otak sehingga indera penglihatan menerima

rangsangan berkas-berkas cahay pada retina. Pusat visual terletak pada kortex lobus

oksipitalis otak (Seeley, 2013).

Respon Bola Mata terhadap benda

Relaksasi muskulus siliaris membuat ligamentum tegang, lensa tertarik

sehingga bentuknya lebih pipih. Keadaan ini akan memperpanjang jarak fokus. Bila

benda dekat dengan mata maka otot akan berkontraksi agar lengkung lensa

meningkat. Jika benda jauh, maka m. siliaris berkontraksi agar pipih supaya bayangan

benda pada retina menjadi tajam. Akomodasi mengubah ukuran pupil, kontraksi iris

membuat pupil mengecil dan melebar. Jika sinar terlalu banyak maka pupil

menyempit agar sinar tidak seluruhnya masuk ke dalam mata. Dalam keadaan gelap

pupil melebar agar sinar banyak yang ditangkap. Dalam hal melihat benda, jika mata

melihat jauh kemudian melihat dekat maka pupil berkontraksi agar terjadi

peningkatan ke dalam lapang penglihatan. Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme

umpan balik negatif secara otomatis (Seeley, 2013).

Buta warna

Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel

kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu. Berdasarkan

responsivitasnya, sel kerucut dibagi menjadi 3 macam, S cone, M cone, L cone,

sedangkan sel batang hanya terdiri dari satu tipe sel. Penamaan ini berdasarkan pada

sensitivitas sel terhadap panjang gelombang cahaya short wavelength, middle

wavelength, dan long wavelength. Ada juga yang menamakan panjang gelombang ini

sebagai RGB (red, green, dan blue) namun, penamaan SML dirasa lebih tepat. Pada

sel kerucut, terdapat 3 tipe yang menampilkan warna, sedangkan sel batang hanya

satu macam, menunjukkan bahwa sel batang tidak mampu mengidentifi kasi warna.

Sel S tersebar merata pada seluruh retina, namun tidak terdapat di daerah tengah

Page 4: Fisio Giga NSS

fovea. Perbandingan jumlah L:M:S adalah 12:6:1. Mekanisme penglihatan warna

dapat dijelaskan menurut teori-teori di bawah ini (Vaughan, 2008):

1. Teori trikromatik

Pada teori ini, dikenal 3 reseptor yang sensitif terhadap 3 spektrum

warna yaitu merah, hijau, dan biru. Gambaran warna muncul karena rasio

signal dari 3 reseptor warna yang dikirim ke otak dibandingkan sampai

menampilkan warna. Teori trikromatik ini tidak diragukan, tetapi tidak dapat

menjelaskan fenomena transmisi ke otak.

2. Teori Hering’s opponent colors

Hering mengajukan teori lawan warna dengan observasinya meliputi

penampilan warna, kontras warna, foto setelah jadi, dan defi siensi

penglihatan warna. Hering mencatat penemuannya bahwa warna tertentu tidak

terjadi secara bersamaan, contohnya kemerahan-kehijauan dan

kekuningankebiruan. Hering menemukan bahwa kontras warna ikut

berpengaruh untuk membedakan warna yang berpasangan.

3. Teori modern opponent colors

Teori ini bertentangan dengan teori trikromatik. Teori ini menyatakan

bahwa warna yang diterima di reseptor warna dikirim ke retina untuk diubah

sinyalnya dan baru dikirim ke otak

Prevalensi buta warna di Indonesia adalah sebesar 0,7% pada tahun 2007,

sedangkan di Amerika Serikat pada tahun 2006 menurut Howard Hughes Medical

Institute, terdapat 7% pria, atau sekitar 10.5 juta pria, dan 0.4% wanita tidak dapat

membedakan merah dari hijau, atau mereka melihat merah dan hijau secara berbeda

dibandingkan populasi umum. Sejumlah 95 % gangguan buta warna terjadi pada

reseptor warna merah dan hijau pada mata pria. Faktor utama yang sampai saat ini

dipercaya sebagai penyebab utama buta warna adalah faktor genetik yang sex-linked,

artinya kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Hal ini yang menyebabkan lebih

banyak penderita buta warna laki-laki dibandingkan wanita (Kuntjoro, 2014).

Page 5: Fisio Giga NSS

Defek penglihatan warna atau buta warna dapat dikenal dalam bentuk

(Kuntjoro, 2014):

1. Trikromatik

Keadaan pasien mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur fungsi

penglihatan. Pasien buta warna jenis ini dapat melihat berbagai warna, tetapi

dengan interpretasi berbeda dari normal.

2. Dikromatik

Keadaan pasien mempunyai 2 pigmen kerucut, akibatnya sulit membedakan

warna tertentu (Vaughan, 2008)

3. Monokromatik (akromatopsia atau buta warna total)

Keadaan dimana hanya terdapat satu jenis pigmen sel kerucut, sedangkan dua

pigmen lainnya rusak. Pasien sering mengeluh fotofobia, tajam penglihatan

kurang, tidak mampu membedakan warna dasar atau warna antara (hanya

dapat membedakan hitam dan putih), silau, dan nistagmus. Kelainan ini

bersifat autosomal resesif

Buta warna dapat dites  dengan tes  Ishihara, dimana lingkaran- lingkaran 

berwarna yang beberapa diantaranya dirancang  agar ada tulisan tertentu  yang hanya

dapat  dilihat  atau tidak dapat  dilihat  oleh penderita  buta warna. Macam- macam

plat ini dirancang untuk  menyediakan sebuah test yang memberikan  sebuah

penilaian yang cepat  dan akurat  mengenai buta warna bawaan. Cara melakukan test

buta  warna untuk  kelainan ini adalah dengan membedakan  macam- macam plat  ini.

Plat- plat  yang ada di  alat  test kebutaan warna Ishihara membentuk  sebuah metode

yang mudah dalam  mendiagnosa untuk kasuskasus  gangguan  peglihatan merah

hijau. Salah satu  kelainan  dari gangguan penglihatan warna merah hijau  adalah 

warna biru dan kuning yang muncul  lebih jelas dibandingkan dengan warna merah

hijau. Tapi ada juga beberapa kelompok orang  yang sangat jarang yang menderita

buta warna total dan tidak bisa membedakan variasi warna sama sekali. Biasanya, itu 

disertai dengan  kerusakan pusat penglihatan (Vaughan, 2008).

Page 6: Fisio Giga NSS

Gambar 2.2 Tes Ishihara (Vaughan, 2008)

Daftar Pustaka

Khurana, A.K. 2012. Comprehensive Ophtalmology 5th Edition. New Age International Publisher.

Kuntjoro, Keishatyanarsha, Kartika, Yohanie Halim. 2014. “Patofisiologi Dan Diagnosis Buta Warna”. CDK-215, Vol. 4 ( 41). Jakarta.

Saladin, Kenneth S. 2011. Anatomy And Physiology: The Unity of Form And Function 6th Edition. New York: McGraw Hill.

Seeley, Rod, Cinnamon VanPutte, Jennifer Regan, Andrew Russo. 2013. Seeley’s Anatomy And Physiology 10th Edition. New York: McGraw Hill Publisher.

Vaughan, DG, Asbury T. 2008. General Ophtalmology, 17th Edition. New York: McGraw Hill.