filsafat materialisme

25
KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Filsafat Pendidikan tentang Filsafat Pendidikan Materialisme. Adapun makalah Filsafat Pendidikan Materialisme ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar- lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah filsafat pendidikan materialisme ini. i

Upload: atikaizni

Post on 22-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pengertian, cabang aliran,sejarah,dsb

TRANSCRIPT

Page 1: Filsafat Materialisme

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Panyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah Filsafat Pendidikan tentang Filsafat Pendidikan Materialisme. Adapun

makalah Filsafat Pendidikan Materialisme ini telah kami usahakan semaksimal

mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar

pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

 

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada

kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena

itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi

pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat

memperbaiki makalah filsafat pendidikan materialisme ini.

 

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah filsafat pendidikan

materialisme ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan

inspirasi terhadap pembaca.

Banjarmasin,  Februari 2015

 

Penyusun

i

Page 2: Filsafat Materialisme

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2

1.3 Tujuan Makalah.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3

2.1 Konsep Dasar Filsafat Materialisme...............................................................................3

2.2 Tokoh-tokoh Aliran Filsafat Materialisme.....................................................................4

2.3 Sejarah Lahirnya Aliran Filsafat Materialisme...............................................................5

2.4 Pandangan Materialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan................................7

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Filsafat Materialisme untuk Pendidikan.............................9

BAB III PENUTUP...............................................................................................................12

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................12

3.2 Saran............................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................14

ii

Page 3: Filsafat Materialisme

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia, terdiri dari kata

philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan, kearifan atau

pengetahuan. Jadi, philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada

pengetahuan. Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan

akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia

tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Dalam filsafat terdapat berbagai aliran-aliran,

seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain.

Salah satu aliran filsafat pendidikan adalah aliran materialisme. Aliran filsafat

materialisme memandang bahwa realitas seluruhnya adalah materi. Materialisme

berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual,

atau super natural. Dalam pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah

benda seperti halnya kayu dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan

bahwa manusia sama  dengan benda seperti kayu dan batu. Akan tetapi, materialisme

mengatakan bahwa dasarnya, manusia hanyalah sesuatu yang material, dengan kata

lain materi, betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih tunggal

ketimbang benda-benda tersebut, tetapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan

mereka.

            Dengan demikian, manusia sebagai makhluk alamiah harus dibedakan dengan

benda-benda seperti bintang, pohon atau batu. Sebab manusia adalah makhluk yang

bermasyarakat, makhluk yang dilibatkan kedalam proses produksi, dilibatkan

kedalam hubungan kerja dan hubungan milik.

1

Page 4: Filsafat Materialisme

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengetahui tentang filsafat pendidikan materialisme dan hal–hal yang

berhubungan dengan filsafat pendidikan materialisme, dalam makalah ini penulis

akan membahas tentang :

1. Konsep dasar filsafat materialisme

2. Tokoh-tokoh aliran filsafat materialisme

3. Sejarah lahirnya aliran filsafat materialisme

4. Pandangan materialisme dan penerapannya di bidang pendidikan

5. Kelebihan dan kekurangan filsafat materialisme untuk pendidikan

1.3 Tujuan Makalah

Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu :

1. Mengetahui konsep dasar filsafat materialisme

2. Mengetahui tokoh-tokoh aliran filsafat materialisme

3. Mengetahui sejarah lahirnya aliran filsafat materialisme

4. Mengetahui pandangan materialisme dan penerapannya di bidang pendidikan

5. Mengetahui kelebihan dan kekurangan filsafat materialisme untuk pendidikan

2

Page 5: Filsafat Materialisme

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Filsafat Materialisme

           Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang

dapat dikatakan benar-benar ada merupakan materi. Pada dasarnya semua hal terdiri

atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-

satunya substansi. Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang realitas,

materialisme berseberangan dengan idealisme. Materialisme tidak mengakui entitas-

entitas nonmaterial seperti roh, hantu, setan dan malaikat.

Tidak ada Allah atau dunia adikodrati. Realitas satu-satunya adalah materi dan

segala sesuatu merupakan manifestasi dari aktivitas materi. Materi dan aktivitasnya

bersifat abadi. Tidak ada penggerak pertama atau sebab pertama. Tidak ada

kehidupan, tidak ada pikiran yang kekal. Dalam arti sempit, materialisme adalah teori

yang mengatakan bahwa semua bentuk dapat diterangkan menurut hukum yang

mengatur materi dan gerak.

Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan

rohani, bukan spiritual, atau supranatural. Filsafat materialisme memandang bahwa

materi lebih dahulu ada sedangkan ide atau pikiran timbul setelah melihat materi.

Dengan kata lain materialisme mengakui bahwa materi menentukan ide, bukan ide

menentukan materi. Contoh: karena meja atau kursi secara objektif ada, maka orang

berpikir tentang meja dan kursi. Bisakah seseorang memikirkan meja atau kursi

sebelum benda yang berbentuk meja dan kursi belum atau tidak ada.

1. Ciri-ciri filsafat materialisme

a. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi.

3

Page 6: Filsafat Materialisme

b. Tidak meyakini adanya alam ghaib.

c. Menjadikan panca-indera sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu.

d. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakkan

hukum. (wikipedia)

2. Variasi aliran filsafat materialisme

Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan

materialisme metafisik.

a. Filsafat Materialisme Dialektika

Materialisme dialektika adalah materialisme yang memandang segala

sesuatu selalu berkembang sesuai dengan hukum-hukum dialektika.

Dialektika adalah ilmu pengetahuan tentang hukum yang paling umum

yang mengatur perkembangan alam, masyarakat, dan pemikiran.

Pikiran-pikiran materialisme dialektika inipun dapat kita jumpai dalam

kehidupan misalnya, “bumi berputar terus, ada siang ada malam”,

“habis gelap timbullah terang”, “patah tumbuh hilang berganti”, dan

lain-lain. Semua pikiran ini menunjukkan bahwa dunia dan kehidupan

kita senantiasa berkembang.

b. Filsafat Materialisme Metafisik

Materialisme metafisik, yang memandang dunia secara sepotong-

sepotong atau dikotak-kotak, tidak menyeluruh dan statis. Pikiran-

pikiran materialisme metafisik ini misalnya: “sekali maling tetap

maling”, yaitu memandang orang sudah ditakdirkan, tidak bisa

berubah. (sinaga, 2013)

2.2 Tokoh-tokoh Aliran Filsafat Materialisme

  Terdapat beberapa tokoh-tokoh yang terdapat pada aliran materialisme:

1. Demokritos (460-360 SM)

Demokritos merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang disebut

juga “atomisme”.

4

Page 7: Filsafat Materialisme

2. Julien de Lamettrie (1709-1751)

Mengemukakan pemikirannya bahwa binatang dan manusia tidak ada

bedanya, karena semuanya dianggap sebagai mesin. Buktinya, bahan (badan)

tanpa jiwa mungkin hidup (bergerak), sedangkan jiwa tanpa bahan (badan)

tidak mungkin ada. Contohnya jantung katak yang dikeluarkan dari tubuh

katak masih berdenyut (hidup) walau beberapa saat saja.

3. Ludwig Feuerbach (1804-1972)

Ludwig Feuerbach mencanangkan suatu metafisika, suatu etika yang

humanistis, dan suatu epistemologi yang menjunjung tinggi pengenalan

inderawi. Oleh karena itu, ia ingin mengganti idealisme Hegel (guru

Feuerbach) dengan materialisme.

4. Karl Marx (1818-1883)

Nama lengkap Karl Heinrich Marx, dilahirkan di Trier, Prusia, Jerman.

Sewaktu menjadi mahasiswa ia terpengaruh oleh ajaran Hegel dan dapat

mencapai gelar dokter dalam bidang filsafat.

2.3 Sejarah Lahirnya Aliran Filsafat Materialisme

Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor pandangan materialisme

klasik, yang disebut juga “atomisme”. Demokritos beserta para pengikutnya

beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat

dibagi-bagi lagi (yang disebut atom). Atom-atom merupakan bagian dari yang begitu

kecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya. Atom-atom itu bergerak, sehingga

dengan demikian membentuk realitas pada pancaindera kita.

Ludwig Feuerbach (1804-1872) mencanangkan suatu metafisika materialistis,

suatu etika yang humanistis, dan suatu epistemologi yang menjunjung tinggi

pengenalan inderawi. Oleh karena itu, ia ingin mengganti idealisme Hegel (guru

Feuerbach) dengan materialisme. Jadi menurut Feuerbach, yang ada hanyalah materi,

tidak mengenal alam spiritual. Kepercayaan terhadap Tuhan hanyalah merupakan

suatu proyeksi dari kegagalan atau ketidakpuasan manusia mencapai cita-cita

5

Page 8: Filsafat Materialisme

kebahagiaan dalam hidupnya. Dengan kegagalan tersebut manusia memikirkan suatu

wujud di luar dirinya yang dikhayalkan memiliki kesempurnaan, yang merupakan

sumber kebahagiaan manusia, suatu wujud yang bahagia secara absolut. Oleh karena

itu, Tuhan hanyalah merupakan hasil khayalan manusia. Tuhan diciptakan oleh

manusia itu sendiri, secara maya padahal wujudnya tidak ada.

Cabang materialisme yang banyak diperhatikan orang dewasa ini, dijadikan

sebagai landasan berpikir adalah “Positivisme”. Menurut positivisme, kalau sesuatu

itu memang ada, maka adanya itu adalah jumlahnya. Jumlah itu dapat diukur. Oleh

karena itu, segala yang ada dapat diamati dan diukur. Sebaliknya segala yang tidak

dapat diamati atau diukur secara ilmiah berarti tidak dapat dijadikan secara positif.

August Comte sebagai pelopor positivisme berpandangan bahwa, “The

highest form of knowledge is simple description presumably of sensory phenomena”

(Runes, 1963:234). Comte membatasi pengetahuan pada bidang gejala-gejala

(fenomena). Menurut Comte, terdapat tiga perkembangan berpikir yang dialami

manusia, yaitu:

1. Tingkatan teologis (pola berpikir manusia dikuasai oleh tahayul dan

prasangka)

2. Tingkatan metafisik (pola berpikir abstrak)

3. Tingkatan positif (pola berpikir yang mendasarkan pada sains)

Zaman positif (Harun Hadiwijono, 1980) adalah zaman dimana orang

tahu, bahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengetahuan yang

mutlak, baik pengenalan teologi maupun metafisik. Ia tidak lagi melacak

awal dan tujuan akhir dari seluruh alam semesta tapi berusaha menemukan

hukum-hukum kesamaan dan aturan yang terdapat pada fakta-fakta yang

telah dikenal atau disajikan kepadanya. Jadi, dikatakan positivisme, karena

mereka beranggapan bahwa yang dapat kita pelajari hanyalah berdasarkan

fakta-fakta, berdasarkan data-data yang nyata, yaitu yang mereka namakan

positif.

6

Page 9: Filsafat Materialisme

Selanjutnya, dapat kita simak pandangan Thomas Hobbes, sebagai

pengikut empirisme materialistis. Ia berpendapat bahwa pengalaman

merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang

asas-asas yang diperoleh dan dikukuhkan oleh pengalaman. Hanya

pengalamanlah yang memberikan kepastian. (Drs. Uyoh Sadulloh, 2012)

2.4 Pandangan Materialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan

1. Pandangan Materialisme Mengenai Belajar Positivisme

Materialisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusun

konsep pendidikan secara eksplisit. Bahkan menurut Henderson (1956).

Materialisme belum pernah menjadi penting dalam menentukan sumber teori

pendidikan. Menurut Waini Rasyidin (1992), filsafat positivisme sebagai

cabang dari materialisme lebih cenderung menganalisis hubungan faktor-

faktor yang mempengaruhi upaya dan hasil pendidikan secara faktual.

Dikatakan positivisme karena mereka beranggapan bahwa yang dapat kita

pelajari hanyalah yang mendasarkan fakta-fakta, berdasarkan data-data yang

nyata.

2. Pandangan Materialisme Mengenai  Belajar Behaviorisme

Menurut behaviorisme, apa yang disebut dengan kegiatan mental

kenyataannya tergantung pada kegiatan fisik, yang merupakan berbagai

kombinasi dan materi dalam gerak. Gerakan fisik yang terjadi dalam otak kita,

kita sebut berpikir, dihasilkan oleh peristiwa lain dalam dunia materi, baik

material yang berada dalam tubuh manusia maupun materi yang berada diluar

tubuh manusia. Behaviorisme yang berakar pada positivisme dan materialisme

telah popular dalam menyusun teori pendidikan, terutama dalam teori belajar,

yaitu apa yang disebut dengan “conditioning theory”, yang dikembangkan

oleh E.L.Thorndike dan B.F.Skinner.

Pendidikan dalam hal ini proses belajar, merupakan proses kondisionisasi

lingkungan. Misalnya, dengan mengadakan percobaan terhadap anak yang

7

Page 10: Filsafat Materialisme

tidak pernah takut pada kucing, akhirnya ia menjadi takut pada kucing.

Percobaan bisa dilakukan dengan membunyikan suara keras (misalnya bunyi

gong, bunyi-bunyian yang keras mengagetkan anak, atau dengan jalan

menakut-nakutinya) setiap kali anak memegang atau mendekati kucing

kesayangannya. Dengan percobaan ini behaviorisme ingin menunjukan bahwa

manusia dapat dibentuk (men are built, not born).

Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah hasil pembentukan

melalui kondisi lingkungan (seperti contoh anak dan kucing diatas). Yang

dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat diamati, dan

dapat diukur (materialisme dan positivisme). Hal ini mengandung implikasi

bahwa proses pendidikan (proses belajar) menekankan pentingnya

keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian

sains, serta perilaku sosial sebagai hasil belajar.

Sebagai aliran yang dilandasi positivisme dan materialisme,

behaviorisme mengabaikan faktor intrapsikis. Hal ini berarti dalam proses

belajar tidak berorientasi pada apa yang terdapat dalam diri siswa (misalnya

harapan siswa, potensialitas siswa, kemauan siswa, dan sebagainya). Tujuan

pendidikan bersifat eksternal, dalam arti ditentukan dan dirumuskan oleh

lingkungan, tanpa memperhitungkan faktor internal siswa yang belajar.

Keberatan lain terhadap behaviorisme yang dilandasi materialisme adalah

karena behaviorisme menerangkan segala sesuatu secara mekanistik. Manusia

merupakan mesin reaksi, sehingga pendidikan hanyalah soal mempengaruhi

refleks dan perbuatan saja, yaitu perilaku yang hanya dapat diamati dan

diukur. Behaviorisme sama sekali tidak memberikan perhatian terhadap

penghayatan seseorang tentang nilai-nilai, melainkan bagaimana perbuatan

dan keterampilan dapat menampilkan nilai tersebut. Jadi dalam hal ini

behaviorisme sama sekali tidak berhubungan dengan keyakinan atau

keimanan seseorang.

8

Page 11: Filsafat Materialisme

Menurut Power (1982), implikasi aliran filsafat pendidikan materialisme, sebagai

berikut:

1. Tema

Manusia yang baik dan efisien dihasilkan dengan proses pendidikan yang

terkontrol secara ilmiah dan seksama.

2. Tujuan pendidikan

Perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya,

untuk tanggungjawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.

3. Kurikulum

Isi pendidikan yang mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya

(handal), dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.

4. Metode

Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (SR conditioning),

operant conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan

kompetensi.

5. Kedudukan siswa

Tidak ada kebebasan, perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar,

pelajaran sudah dirancang, siswa dipersiapkan untuk hidup, mereka

dituntut untuk belajar.

6. Peranan Guru

Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses

pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar

siswa.

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Filsafat Materialisme untuk Pendidikan

Jika dibandingkan dengan aliran filsafat yang lain aliran filsafat materialisme

adalah aliran yang mendapatkan kritikan dari berbagai pihak, terutama dalam

anggapannya yang hanya meyakini bahwa tidak ada sesuatu selain materi yang

sedang bergerak. Mereka menganggap bahwa materi berada di atas segala-galanya.

9

Page 12: Filsafat Materialisme

Materialisme adalah aliran yang memandang bahwa segala sesuatu adalah realitas,

dan realitas seluruhnya adalah materi belaka. Kenyataan bersifat material dipandang

bahwa segala sesuatu yang hendak dikatakannya adalah berasal dari materi dan

berakhir dengan materi atau berasal dari gejala yang bersangkutan dengan materi.

Untuk pendidikan, materialisme memandang bahwa proses belajar merupakan

proses kondisionisasi lingkungan serta menekankan pentingnya keterampilan dan

pengetahuan akademis empiris sebagai hasil kajian sains atau alam, sedangkan

perilaku sosial sebagai hasil belajar. Namun meskipun aliran filsafat materialisme

mendapat kritikan dari berbagai pihak tapi di dalam pendidikan masih sering juga kita

temui penerapannya dalam pembelajaran seperti menyodorkan setumpuk buku ke

peserta didik. Aliran filsafat materialisme memang memiliki banyak kritikan namun

juga memiliki kelebihan. Dan adapun kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh

aliran filsafat materialisme dalam pendidikan, yaitu:

1. Kelebihan filsafat pendidikan materialisme

a. Teori-teorinya jelas berdasarkan teori-teori pengetahuan yang sudah

umum.

b. Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal),

dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.

c. Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi, pelajaran

berprogram dan kompetensi.

2. Kelemahannya filsafat pendidikan materialisme

a. Dalam dunia pendidikan aliran materialisme hanya berpusat pada guru

dan tidak memberikan kebebasan kepada siswanya, guru memiliki

kekuasan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru

dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa. Sedangkan

siswa tidak ada kebebasan, perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar,

pelajaran sudah dirancang, siswa dipersiapkan untuk hidup, mereka

dituntut untuk belajar.

10

Page 13: Filsafat Materialisme

b. Di kelas, anak didik hanya disodori setumpuk pengetahuan material,

baik dalam buku-buku teks maupun proses belajar mengajar. Yang

terjadi adalah proses pengayaan pengetahuan kognitif tanpa upaya

internalisasi nilai. Akibatnya, terjadi kesenjangan yang jauh antara apa

yang diajarkan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari

anak didik. Pendidikan agama menjadi tumpul, tidak mampu

mengubah sikap-perilaku mereka. (sinaga, 2013)

11

Page 14: Filsafat Materialisme

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah filsafat pendidikan materialisme ini, yaitu :

Filsafat materialisme memandang bahwa materi lebih dahulu ada sedangkan ide

atau pikiran timbul setelah melihat materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas

materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-

satunya substansi.

Filsafat pendidikan materialisme memiliki kelebihan di dalam bidang

pendidikan, yaitu :

a. Teori-teorinya jelas berdasarkan teori-teori pengetahuan yang sudah

umum.

b. Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan

diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.

c. Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi, pelajaran berprogram

dan kompetensi.

Sedangkan kelemahan filsafat pendidikan materialisme, yaitu :

a. Dalam dunia pendidikan aliran materialisme hanya berpusat pada guru dan

tidak memberikan kebebasan kepada siswanya, guru memiliki kekuasan

untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat

mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa. Sedangkan siswa tidak

ada kebebasan, perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar, pelajaran

sudah dirancang, siswa dipersiapkan untuk hidup, mereka dituntut untuk

belajar.

12

Page 15: Filsafat Materialisme

b. Di kelas, anak didik hanya disodori setumpuk pengetahuan material, baik

dalam buku-buku teks maupun proses belajar mengajar. Yang terjadi

adalah proses pengayaan pengetahuan kognitif tanpa upaya internalisasi

nilai. Akibatnya, terjadi kesenjangan yang jauh antara apa yang diajarkan

dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari anak didik.

Pendidikan agama menjadi tumpul, tidak mampu mengubah sikap-

perilaku mereka.

3.2 Saran

Saran dalam pembuatan makalah ini, yaitu :

1. Masih perlu kajian yang mendalam tentang pandangan filsafat materialisme, sikap

kritis dalam berpikir perlu dikembangkan dan perlu kajian pembanding terhadap

pendapat-pendapat yang bertentangan dengan teori filsafat materialisme.

2. Filsafat sebaiknya diiringi oleh agama, yang merupakan kebenaran tertinggi.

3. Melalui makalah ini penulis menghimbau kepada para teman-teman agar menggali

berbagai ilmu pengetahuan yang dapat meningkatkan iman dan taqwa kepada

Tuhan YME sesuai tujuan pendidikan nasional.

4. Dalam menyusun makalah ini mungkin terdapat kesalahan atau kekurangan. Untuk

itu  penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran-saran dari pembaca

khususnya.

13

Page 16: Filsafat Materialisme

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Uyoh Sadulloh, M. (2012). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sinaga, j. (2013, 12). Dikutip 02 16, 2015, dari

http://jejesinaga.blogspot.com/2013/12/makalah-filsafat-pendidikan-

materialisme.html

Wikipedia. Dikutip 02 20, 2015, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Materialisme#Ciri-

ciri_paham_materialisme

14