filogeografi genus cicak pohon (squamata...

66
FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA; GEKKONIDAE; Hemidactylus) DI JAWA DAN SUMATRA BERDASARKAN ANALISIS MORFOLOGI DAN MOLEKULER GEN NATRIUM DEHYDROGENASE 4 (ND4) SKRIPSI oleh ARI ARDIANTORO 135090101111004 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 22-Jan-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA;

GEKKONIDAE; Hemidactylus) DI JAWA DAN SUMATRA

BERDASARKAN ANALISIS MORFOLOGI DAN

MOLEKULER GEN NATRIUM DEHYDROGENASE 4 (ND4)

SKRIPSI

oleh

ARI ARDIANTORO

135090101111004

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA;

GEKKONIDAE; Hemidactylus) DI JAWA DAN SUMATRA

BERDASARKAN ANALISIS MORFOLOGI DAN

MOLEKULER GEN NATRIUM DEHYDROGENASE 4 (ND4)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains dalam Bidang Biologi

oleh

ARI ARDIANTORO

135090101111004

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 3: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA;

GEKKONIDAE; Hemidactylus) DI JAWA DAN SUMATRA

BERDASARKAN ANALISIS MORFOLOGI DAN

MOLEKULER GEN NATRIUM DEHYDROGENASE 4 (ND4)

ARI ARDIANTORO

135090101111004

Telah dipertahankan di depan Majelis Penguji

pada tanggal 25 Juli 2017

dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains dalam Bidang Biologi

Menyetujui

Pembimbing

Nia Kurniawan S.Si., MP., D.Sc

NIP. 197810252003121002

Mengetahui

Ketua Program Studi S1 Biologi

Fakultas MIPA Universitas Brawijaya

Rodiyati azrianingsih, S.Si., M.Sc., PhD.

NIP. 197001281994122001

Page 4: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ari Ardiantoro

NIM : 135090101111004

Jurusan : Biologi

Penulis Skripsi berjudul : Filogeografi Genus Cicak Pohon

(Squamata; Gekkonidae; Hemidactlus) di

Jawa dan Sumatra Berdasarkan Analisis

Morfologi dan Molekuler Gen Natrium

Dehydrogenase 4 (ND4)

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini adalah benar-benar karya sendiri dan bukan hasil

plagiat dari karya orang lain. Karya-karya yang tercantum

dalam Daftar Pustaka Skripsi ini semata-mata digunakan

sebagai acuan atau referensi.

2. Apabila kemudian hari diketahui bahwa isi Skripsi saya

merupakan hasil plagiat, maka saya bersedia menanggung

segala risiko.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

Malang, 3 Agustus 2017

Yang menyatakan,

Ari Ardiantoro

135090101111004

Page 5: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi ini tidak dipublikasikan namun terbuka untuk umum

dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada penulis. Daftar Pustaka

diperkenankan untuk dicatat, tetapi pengutipan hanya dapat

dilakukan seizin penulis dan harus disertai kebiasaan ilmiah untuk

menyebutkannya.

Page 6: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

v

Filogeografi Genus Cicak Pohon (Squamata; Gekkonidae;

Hemidactylus) di Jawa dan Sumatra Berdasarkan Analisis

Morfologi dan Molekuler Gen Natrium Dehydrogenase 4 (ND4)

Ari Ardiantoro, Nia Kurniawan

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Brawijaya

2017

ABSTRAK

Filogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang

mengungkap terjadinya peristiwa spesiasi dan evolusi. Sekitar

10.000 tahun yang lalu pada masa Miosen, wilayah Indonesia terbagi

menjadi wilayah sundaland dan lesser sunda, sehingga hal tersebut

berpengaruh terhadap genus Hemidactylus. Tujuan dari penelitian ini

adalah merumuskan hubungan kekerabatan genus Hemidactylus di

Jawa dan Sumatra berdasarkan tingkat variasi genetik gen ND4,

menentukan distribusi anggota genus Hemidactylus di Jawa dan

Sumatra akibat konstruksi sundaland berdasarkan analisis gen ND4,

dan menentukan karakter morfologi genus Hemidactylus di Jawa dan

Sumatra. Tahapan dalam penelitian ini meliputi deskripsi lokasi

penelitian, pengambilan dan sortir sampel, preservasi dan

pengambilan jaringan, isolasi DNA, Polymerase Chain Reaction

(PCR), uji kualitatif, sekuensing DNA, rekonstruksi pohon

filogenetik menggunakan analisis Maximum-likelihood (ML),

Maximum Parsimony (MP) dengan aplikasi PAUP 4.0 dan Analisis

Bayesian Inference (BI) menggunakan aplikasi MrBayes, serta

analisis morfologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter

morfologi Hemidactylus dari Jawa dan Sumatra memiliki perbedaan

dari segi sisik dagu dan bentuk Femoral. Sedangkan rekonstruksi

pohon filogenetik ML, MP, dan BI memiliki topologi pohon yang

sama, sehingga dapat direkonstruksi menjadi satu pohon filogenetik

yang menunjukkan bahwa Hemidactylus merupakan kelompok

monofiletik yang terbagi atas 2 clade besar (A dan B) yang memiliki

nilai P-distance sebesar 0%-6%. Haplotype network juga

menghasilkan perbedaan basa yang signifikan antara Hemidactylus

frenatus dari masing-masing wilayah yaitu sebesar 29-40 basa.

Kata kunci : filogeografi, Haplotype, Hemidactylus, morfologi, ND4

Page 7: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

v

Phylogeography of Tree Lizard (Squamata; Gekkonidae;

Hemidactylus) in Java and Sumatera Based on Morphology and

Molecular Analysis of Natrium Dehydrogenase 4 (ND4) Gene

Ari Ardiantoro, Nia Kurniawan

Biology Department, Mathematic and Natural Science Faculty

Brawijaya University

2017

ABSTRACT

Phylogeography is a study focused on the phylogenetic and

biogeography which reveals the occurence of speciations and

evolutions. Approximately 10,000 years ago in Miocene, Indonesia

region disjuncted into Sundaland and Lesser Sunda. It affects the

Genus of Hemidactylus. This research’s objections are 1) to construct

phylogenetic relationship of Hemidactylus in Java and Sumatera

based on genetic variation of ND4 gene, 2) to determine the

distribution of Hemidactylus in Java and Sumatera as the effect of

Sunda Land formation based on ND4 gene analysis, and 3) to

determine morphological characteristics of Hemidactylus in Java and

Sumatera. Methods in this research were: 1) research’s site

description, 2) specimen sampling and sortment, 3) preservation and

tissue collection, 4) DNA isolation, 5) Polymerase Chain Reaction

(PCR) amplification, 6) qualitative test, 7) DNA sequencing, 8)

construction of phylogenetic tree using Maximum-likelihood (ML)

analysis, Maximum Parsimony (MP) and Bayesian Interference (BI)

analysis (via MrBayes software), then completed with 9)

morphology analysis. The results represent that 1) morphological

characteristics of Hemidactylus from Java and Sumatera have special

differences particularly on jaw’s scales and Femoral shape, 2) while

ML, MP, and BI phylogenetic tree construction represent similar

topology so that it can be reconstructed become single phylogenetic

tree which reveals that Hemidactylus included to monophyletic group

which is comprised of two main clades (A and B) with P-distance

values 1-6 %. Lastly 3) haplotype network also represents significant

base differences between Hemidactylus frenatus from each region

that values 29-40 bases.

Key words: Phylogeography, Haplotype, Hemidactylus, morphology,

ND4.

vi

Page 8: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta

alam yang dengan karunia dan rahmatnya Skripsi ini dapat disusun

dengan baik untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dalam Bidang

Biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Brawijaya, Malang.

Demikian pula rasa terima kasih diucapkan dengan tulus kepada:

1. Bapak Nia Kurniawan, S.Si, MP., D.Sc selaku Dosen

Pembimbing yang telah mendampingi, memberi pengarahan dan

tambahan ilmu serta saran yang membangun untuk meningkatkan

kualitas penelitian ini

2. Bapak Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D dan Bapak Dr. Bagyo

Yanuwiadi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran

dan masukan untuk perbaikan kualitas penelitian ini agar menjadi

lebih baik

3. Orangtua dikampung halaman yang selalu memberikan doa

terbaiknya dan support diiringi dengan motivasi dan dukungan

moril maupun materiil

4. Tim Master Of NK Research yaitu A.M Kadafi, Bagus P, M.

Fahmi, Agung S. K., Adityas P., M.A. Fauzi, M.F. Abdillah,

Anggun S. F., Erynta W., Mulyadiane M., Day Shine yang selalu

memberikan banyak sekali saran kepada penulis agar menjadi

lebih baik lagi.

5. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa Biologi Angkatan 2013

dan seluruh civitas akademika Jurusan Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya,

Malang.

6. Sahabat seperjuangan M.Sultonun A., M. Shobirin., Esti R.,

Larasati A yang selalu ada untuk menemani selama penulisan dan

telah memberikan motivasi, saran, kritik kepada penulis agar

menjadi lebih baik untuk kedepannya.

Penulisan Skripsi ini ditulis dengan usaha yang optimal sebagai

sarana untuk pengembangan Ilmu Pengetahuan di Indonesia. Saran

dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk menjadikan

karya penelitian ini bermanfaat untuk kedepannya.

Malang, 3 Agustus 2017

Penulis

vii

Page 9: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .................................................................................. v

ABSTRACT ............................................................................... vi

KATA PENGANTAR ............................................................... vii

DAFTAR ISI .............................................................................. viii

DAFTAR TABEL ...................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................. xiii

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ............................ xiv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian .................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian .................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................... 4

2.1 Sejarah Geologi Paparan Sunda ............................... 4

2.2 Spesiasi .................................................................... 6

2.3 Zoogeografi dan Filogenetik .................................... 7

2.4 Gen Natrium Dehydrogenase Subunit 4 (ND4) . ..... 9

2.5 Analisis Molekuler . ................................................. 11

2.6 Polymerase Chain Reaction (PCR) . ....................... 11

2.7 Genus Hemydactylus . .............................................. 12

2.7.1 Deskripsi Hemidactylus . ............................... 12

2.7.2 Klasifikasi . .................................................... 13

2.8 Biogeografi genus Hemidactylus. ............................ 14

2.9 Morfologi dan Morfometri genus Hemidactylus . ... 15

BAB III METODE PENELITIAN .......................................... 17

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................. 17

3.2 Kerangka Penelitian ................................................ 17

3.3 Deskripsi Lokasi Penelitian .................................... 17

3.4 Sortir dan Pengambilan Sampel Hemidactylus . ...... 18

3.5 Preservasi dan Pengambilan Jaringan . .................... 20

3.6 Isolasi DNA . ........................................................... 20

viii

Page 10: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

v

3.7 Polymerase Chain Reaction (PCR) . .................. 21

3.8 Uji Kualitatif DNA . ........................................... 22

3.9 Analisa Filogenetik . ........................................... 22

3.10 Alignment Data . ................................................. 23

3.11 Analisis Sequence Divergence (P-Distance) .. ... 24

3.12 Pembuatan Modeltest . ........................................ 24

3.13 Analisis Bayesian Inference . ............................. 24

3.14 Analisis Maximum Likelihood dan Maximum

Parsimony . ......................................................... 25

3.15 Analisis Morfologi dan Meristik . ...................... 25

3.16 Analisis Data Morfometri . ................................. 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................... 27

4.1 Morfologi genus Hemidactylus ............................ 27

4.2 Principal Component Analysis (PCA) genus

Hemidactylus di Jawa dan Sumatra Berdasarkan

Analisis Morfologi dan Meristik. .......................... 30

4.3 Hubungan Kekerabatan genus Hemidactylus dari

Jawa dan Sumatra Berdasarkan Analisis Gen

ND4 . ..................................................................... 33

4.3.1 Clade A . ..................................................... 34

4.3.2 Clade B . ...................................................... 39

4.4 P-Distance dari genus Hemidactylus berdasarkan

Wilayah Persebaran . ............................................. 42

4.5 Haplotype genus Hemidactylus . ........................... 42

4.6 Zoogeografi genus Hemidactylus . ........................ 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................... 46

5.1 Kesimpulan .......................................................... 46

5.2 Saran ..................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 47

LAMPIRAN ............................................................................... 52

ix

Page 11: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

v

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Sortir Sampel Genus Hemidactylus ................................. 19

2 Data Sekuen Genus Hemidactylus dan Spesies

Outgroup dari GenBank ................................................. 23

3 Karakter Morfometri pada Genus Hemidactylus . ........... 25

4 Karakter Morfologi pada Genus Hemidactylus ............... 26

5 Karakter Morfometri Hemidactylus frenatus Betina . ..... 27

6 Karakter Morfometri Hemidactylus frenatus Jantan . ..... 27

x

Page 12: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Rekontruksi Sejarah Geologi Paparan Sunda .............. 5

2 Peta Pembagian Zona Wilayah Sundaland . ................. 6

3 Filogenetik Famili Gekkonidae di Asia Tenggara ........ 8

4 Ancestor pada Suatu Sekuen Nukleotida . .................... 9

5 genus Hemidactylus . .................................................... 14

6 Studi Lokasi Penelitian genus Hemidactylus . .............. 18

7 Susunan Sisik Dagu pada Hemidactylus frenatus . ....... 28

8 Bentuk Femoral pore pada Hemidactylus frenatus. ..... 29

9 Hasil PCA Hemidactylus frenatus Betina .. ................. 31

10 Hasil PCA Hemidactylus frenatus Jantan . ................... 32

11 Spesies Hemidactylus frenatus Betina ......................... 35

12 Spesies Hemidactylus frenatus Jantan . ........................ 37

13 Spesies Hemidactylus frenatus dari Cilacap . ............... 38

14 Spesies Hemidactylus frenatus dari Aceh . ................... 39

15 Filogram Maximum likelihood, Maximum Parsimony

dan Bayesian Interference Berdasarkan Gen ND4. ...... 41

16 Jaringan Parsial Haplotype Network Hemidactylus

frenatus . ....................................................................... 43

17 Peta Persebaran spesies Hemidactylus frenatus dari

Wilayah Asia Tropis . ................................................... 45

xi

Page 13: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

v

LG18 Hasil alignment sekuen dengan program Mega 7.0 .. 52

LG19 Rekonstruksi pohon filogenetik Maximum Parsimony

(bootstrap) dengan menggunakan program

PAUP*4.0b10 . ............................................................. 52

LG20 Rekonstruksi pohon filogenetik Maximum Likelihood

(tanpa bootstrap) dengan menggunakan program

PAUP*4.0b10 . ............................................................. 53

LG21 Rekonstruksi pohon filogenetik Bayesian Inference

dengan program Mr. Bayes . ......................................... 54

LG22 Nilai p-distance (Pairwise Distance) Genus

Hemidactylus dengan menggunakan program Mega

7.0. . .............................................................................. 55

LG23 Haplotype Network Hemidactylus frenatus di Jawa

dan Sumatra . ................................................................ 55

xii

Page 14: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Hasil Alignment Sekuens .............................................. 52

2 Hasil Rekonstruksi Pohon Filogenetik Maximum

Parsimony ....................................................................... 52

3 Hasil Rekonstruksi Pohon Filogenetik Maximum

Likelihood ....................................................................... 53

4 Hasil Rekonstruksi Pohon Filogenetik Bayesian

Inference . ....................................................................... 54

5 Nilai p-distance (Pairwise Distance) . ........................... 55

6 Hasil Haplotype Network Hemidactylus frenatus ........... 55

xiii

Page 15: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

v

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

Simbol/Singkatan Keterangan

ND4 natrium dehydrogenase 4

Hf Hemidactylus frenatus

Hp Hemidactylus platyurus

Hg Hemidactylus garnotii

ML maximum likelihood

MP maximum parsimony

BI Bayesian inference

Nar-Eye nares-eye

Sn-Eye snout-eye

TL total length

SVL snout vent length

Eye-D eye diameter

AGL aksial length

IN internassal

Y yes

N no

ENS Erick Nelson Smith

mm milimeter

cm centimeter

P phi

μm mikrometer

xiv

Page 16: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keanekaragaman hayati atau biodiversitas Indonesia merupakan

salah satu yang terbesar di dunia. Kekayaan flora dan fauna maupun

mikrobia yang terkandung di dalam tanah dan air, daratan dan lautan,

serta tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Keanekaragaman

tersebut dipengaruhi oleh kondisi iklim dan letak geografis Indonesia

yang sangat sesuai dengan kondisi fisiologis yang dibutuhkan oleh

flora dan fauna untuk tumbuh dan berkembang dengan baik (Myers,

2000; Mallet, 2007). Indonesia sendiri terletak pada kawasan yang

dibatasi oleh garis Wallace yang kemudian dibagi menjadi Paparan

Sunda dan Paparan Sahul (Lohman dkk., 2011; Norman, 2003).

Paparan Sunda atau lebih dikenal dengan Sundaland merupakan

kawasan dengan banyak hutan tropis dan kondisi geografis paling

kompleks dibandingkan Paparan Sahul. Hal tersebut dikarenakan

Paparan Sunda terbentuk dari adanya kenaikan dan penurunan level

air laut, bencana alam, dan pergeseran lempeng bumi, sehingga

menyebabkan adanya proses penggabungan dan pemisahan beberapa

kali pada beberapa Pulau sejak periode Pleistosen, antara lain Jawa,

Sumatra, Borneo/Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia (Lohman

dkk., 2011; Hall, 1996).

Proses pembentukan sundaland menyebabkan beberapa jenis

spesies mengalami pemisahan atau persebaran, sehingga spesies

tersebut harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan, suhu, dan

habitat yang baru (Endler, 1977). Akibat dari peristiwa tersebut,

maka dapat memunculkan karakter morfologi dan anatomi serta

molekuler baru yang sangat berbeda dengan spesies sebelumnya

dalam satu populasi. Peristiwa ini disebabkan oleh adanya

mekanisme isolasi yang terjadi antara populasi dan interaksi antara

populasi dengan lingkungannya sebagai bentuk adaptasi untuk dapat

mempertahankan siklus kehidupan dan keturunannya. Di sisi lain,

peristiwa tersebut juga memunculkan diferensiasi karakter suatu

spesies sebagai bentuk adanya interaksi antara kedua faktor tersebut

(Morley, 2000).

Salah satu jenis binatang yang mengalami dampak dari adanya

peristiwa fluktuasi air laut dan telah tersebar merata hampir di

seluruh wilayah Indonesia adalah kelompok reptil. Reptil merupakan

Page 17: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

2

salah satu predator di daerah hutan tropis Indonesia. Indonesia

sendiri mempunyai banyak sekali spesies reptil khas atau endemik

yang hanya dapat ditemukan di wilayah Indonesia. Peran reptil

dalam jaring-jaring makanan adalah sebagai predator dalam suatu

keberlangsungan ekosistem. Salah satu kelompok reptil yaitu Genus

Hemidactylus yang memiliki daerah persebaran sangat luas, hampir

di seluruh wilayah Indonesia termasuk Jawa, Sumatra, dan Borneo.

Selain itu, persebaran Genus Hemidactylus juga meliputi hampir di

seluruh kawasan Asia Tenggara, meliputi Myanmar, Thailand,

Vietnam dan Laos serta kawasan Australia (Macey dkk., 1999).

Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui persebaran atau

filobiogeografi Genus Hemidactylus dengan menggunakan gen ND4,

khususnya Genus Hemidactylus yang terdapat dan ditemukan di

wilayah Sumatra dan Jawa.

Salah satu teknik dalam mengidentifikasi suatu spesies adalah

dengan menggunakan molekuler sekuen DNA yang didasarkan pada

perubahan basa nukleotida pada rantai DNA yang disebabkan oleh

proses evolusi. Adanya perubahan dalam rantai basa nukleotida

dapat dijadikan suatu acuan dalam rekonstruksi filogenetik yang

didasarkan pada susunan genom mitokondria dengan daerah bersifat

variatif sekaligus konservatif terhadap perubahan-perubahan yang

bersifat sangat signifikan terhadap DNA, sehingga mampu

menunjukkan dan memberikan data jejak adanya evolusi pada suatu

organisme (Nei & Kumar, 2000). Penelitian ini menggunakan gen

Natrium Dehydrogenase 4 (ND4) karena gen ini memiliki sifat tidak

mudah mengalami mutasi dan spesifik pada kelompok reptil. Gen

tersebut mempunyai aktivitas genom yang sangat aktif dan berjumlah

sangat besar pada bagian mitokondria suatu organisme, sehingga

analisis secara molekuler dapat dilakukan dengan sangat optimal.

Gen ND4 sendiri akan mengalami perubahan basa nukleotida pada

urutan sekuen tertentu jika terjadi perubahan lingkungan akibat

adanya pemisahan geologis, sehingga suatu organisme harus

beradaptasi dengan kondisi habitat yang baru. Oleh sebab itu,

penelitian ini penting dilakukan untuk mengidentifikasi adanya

hubungan kekerabatan Genus Hemidactylus di Jawa dan Sumatra

dengan menggunakan gen ND4.

Page 18: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

3

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang ingin dicapai dalam penelitian kali ini

adalah:

1. Bagaimana hubungan kekerabatan Genus Hemidactylus di Jawa

dan Sumatra berdasarkan tingkat variasi genetik gen ND4?

2. Bagaimana distribusi anggota Genus Hemidactylus di Jawa dan

Sumatra sebagai akibat dari konstruksi sundaland berdasarkan

analisis gen ND4 ?

3. Bagaimana karakter morfologi Genus Hemidactylus di Jawa dan

Sumatra?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian kali ini memiliki tujuan yaitu:

1. Merumuskan hubungan kekerabatan Genus Hemidactylus di Jawa

dan Sumatra berdasarkan tingkat variasi genetik gen ND4?

2. Menentukan distribusi anggota Genus Hemidactylus di Jawa dan

Sumatra sebagai akibat dari konstruksi sundaland berdasarkan

analisis gen ND4.

3. Menentukan karakter morfologi Genus Hemidactylus di Jawa dan

Sumatra.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh setelah melakukan penelitian ini

adalah mengungkapkan persebaran Genus Hemidactylus yang ada di

Jawa dan Sumatra, sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya

perbedaan secara morfologi dan fisiologis. Hasil penelitian ini juga

diharapkan dapat menjadi sumber data herpetofauna baru di Jawa

dan Sumatra, serta sebagai bahan evaluasi perencanaan konservasi

reptil yang terdapat di Indonesia, khususnya Genus Hemidactylus

dan sebagai bahan sumber pengetahuan baru tentang persebaran

Genus Hemidactylus.

Page 19: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Geologi Paparan Sunda

Keunikan Paparan Sunda telah diketahui sejak awal tahun 1869

oleh Alfred Russel Wallace yang menyatakan bahwa Jawa, Sumatra,

Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia pernah bersatu membentuk

benua, namun kemudian terpisah secara geologis. Selain itu,

Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Semenanjung Malaysia pernah

bersatu membentuk daratan luas yang disebut Paparan Sunda pada

masa Pliosen dan Pleistosen, hingga 10.000 tahun lalu. Pola

distribusi hewan pada kawasan Wallace dapat dilihat sebagai hasil

dari perpindahan fauna Pleistosen melalui Paparan Sunda. Pola unik

tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh iklim kering dan basah pada

Paparan Sunda yang menyebabkan berkurangnya luas kawasan hutan

tropis dan spesies yang hidup di dalamnya. Paparan Sunda pada

dasarnya merupakan suatu dataran yang membentang sangat luas

yang kemudian karena adanya fluktuasi atau naik turunnya air laut

dan bencana alam, yaitu erupsi vulkanik dari toba serta pergeseran

lempeng, menyebabkan dataran tersebut terpisah menjadi empat

Pulau besar yaitu Kalimantan, Sumatra, Jawa dan Semenanjung

Malaysia (Lohman dkk., 2011).

Berdasarkan bukti sejarah yang telah ditemukan, diketahui bahwa

pada zaman Paleosen sundaland merupakan suatu daratan yang

sangat luas, sehingga dapat diperkirakan bahwa spesies yang ada di

daerah tersebut sangatlah banyak dengan berbagai karakter yang

sama bahkan berbeda. Kemudian karena adanya beberapa faktor

yang menyebabkan sundaland mengalami perpecahan menjadi empat

Pulau besar yaitu kalimantan, Sumatra, Jawa dan Semenanjung

Malaysia. Hal tersebut berdampak terhadap filogeografi genetik dari

suatu spesies makhluk hidup, dimana ketika terjadi kenaikan air laut

spesies yang terdapat di daerah Kalimantan, Jawa, Sumatra, dan

Semenanjung Malaysia akan mulai terisolasi dan menyesuaikan

dengan keadaan (Hall, 1996; Jerdon, 1853). Ketika air laut surut,

maka spesies yang terdapat di daerah Sumatra akan mampu

berpindah ke daerah Kalimantan, Jawa atau bahkan Semenanjung

Malaysia, sehingga dengan sangat mudah masing-masing spesies

tersebut akan menyebar ke seluruh daerah dan melakukan

perkawinan dengan spesies yang terdapat di daerah yang berbeda.

Page 20: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

5

Oleh sebab itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui

adanya suatu filobiogeografi dari spesies yang terdapat di keempat

wilayah tersebut, khususnya untuk wilayah Jawa dan Sumatra.

(Lohman dkk., 2011)

Gambar 1. Rekonstruksi sejarah geologi Paparan Sunda

Perluasan dan pemisahan geografi yang disebabkan oleh adanya

fluktuasi air laut dan fenomena alam selama periode Pleistosen akan

menyebabkan adanya perubahan distribusi fauna yang terdapat di

Sundaland, mulai dari fauna yang terdapat di daratan utama hingga

Pulau-Pulau kecil yang berada di sekitarnya. Adanya perubahan

habitat yang disebabkan oleh iklim dan proses evolusi tersebut

memberikan dampak yang sangat signifikan pula terhadap tingkat

perubahan variasi dan karakter pada individu suatu spesies akibat

adaptasi dengan kondisi lingkungannya (Palejero dkk., 1999).

Page 21: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

6

(Lohman dkk., 2011)

Gambar 2. Peta pembagian zona wilayah Sundaland

2.2 Spesiasi

Spesiasi merupakan sebuah proses evolusi yang menyebabkan

munculnya spesies berbeda atau baru. Spesiasi disebabkan karena

suatu spesies mengalami isolasi akibat dari adanya beberapa faktor

internal maupun eksternal. Namun secara umum spesiasi disebabkan

oleh faktor lingkungan dan kondisi geografis yang kurang

mendukung suatu spesies, sehingga spesies tersebut dituntut mampu

untuk menyesuaikan dirinya dengan kondisi lingkungan yang ada

dengan tujuan utama yaitu mempertahankan keturunannya. Secara

umum, terdapat empat jenis spesiasi alami, tergantung pada sejauh

mana populasi yang berspesiasi terisolasi secara geografis dari satu

populasi ke populasi yang lainnya (Endler, 1977). Empat jenis

spesiasi alami tersebut antara lain alopatrik, peripatrik, parapatrik,

dan simpatrik. Spesiasi juga dapat dilakukan secara buatan, melalui

domestikasi ataupun eksperimen laboratorium (Hall, 1996).

Konsep spesiasi pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain adanya barier yang memiliki kemampuan untuk

mengisolasi gen dari suatu spesies dalam populasi. Konsep spesiasi

tersebut tergantung dari kemampuan suatu individu dalam kelompok

Page 22: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

7

atau populasi untuk melakukan perkawinan dan menghasilkan

keturunan yang bersifat fertil dengan tujuan mempertahankan

populasinya agar tidak mengalami suatu kepunahan. Spesies baru

terbentuk dalam kurun waktu yang sangat panjang karena proses

evolusi akan menghasilkan model spesiasi yang sangat beraneka

ragam pula, sehingga pada dasarnya proses spesiasi disebabkan oleh

adanya adaptasi suatu kelompok organisme pada lingkungan yang

berbeda dari lingkungan yang ada sebelumnya (Endler, 1977).

Menurut White (1978), proses pembentukan spesiasi itu sendiri

terjadi jika aliran gen pada suatu populasi terbentuk secara efektif

dan disebabkan oleh mekanisme peristiwa isolasi. Salah satu jenis

spesiasi adalah spesiasi alopatrik yang terjadi jika aliran gen satu

populasi dipisahkan oleh faktor geografis, sehingga menjadi sub-

populasi yang lebih kecil dan akan mengalami proses isolasi.

Spesiasi simpatrik terjadi apabila satu populasi organisme berada

pada daerah yang sama dan proses pembentukannya dipengaruhi

oleh beberapa faktor, antara lain adalah diferensiasi habitat,

poliploidi, dan seleksi alam (Mallet, 2010).

2.3 Zoogeografi dan Filogenetik

Zoogeografi adalah cabang ilmu biogeografi yang mempelajari

persebaran makhluk hidup atau hewan di muka bumi. Berdasarkan

ilmu ini, dapat diketahui bahwa jenis hewan tertentu saja yang dapat

menyebar ke seluruh penjuru bumi, sedangkan sebagian jenis hewan

hanya hidup pada wilayah dengan kondisi dan karakteristik tertentu

saja.

Analisis filogenetik suatu famili dari sekuen nukleotida atau

protein merupakan suatu determinasi atau penentuan bagaimana

suatu famili memiliki kemungkinan terbentuk akibat dari suatu

proses evolusi. Analisis filogenetik berkaitan erat dengan hasil

penyejajaran sekuen secara lokal maupun global. Tujuan dari analisis

filogenetik yaitu untuk menemukan hubungan antar cabang di dalam

suatu pohon filogenetik dan panjang antar cabang tersebut.

Hubungan evolusioner antar sekuen digambarkan dengan meletakkan

sekuen pada cabang terluar pada suatu pohon filogenetik. Hubungan

percabangan pada bagian yang lebih dalam pada pohon menunjukkan

derajat perbedaan antar sekuen. Dua sekuen yang mirip diposisikan

berdekatan pada cabang terluar dan diletakkan pada suatu cabang

umum di bawah kedua sekuen tersebut (Mount, 2004).

Page 23: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

8

Informasi terkait hubungan filogenetik antar organisme dapat

diperoleh pada beberapa situs web. Beberapa situs web tersebut

antara lain yaitu Entrez yang secara taksonomi menghubungkan

struktur antar kelompok organisme, RDP (Ribosomal Database

Project) yang menyusun pohon filogenetik berdasarkan data

ribosomal RNA dan Tree of Life yang menyediakan informasi terkait

filogeni dan biodiversitas. Penyejajaran berhubungan erat dengan

analisis filogenetik. Apabila sekuen dua asam nukleat atau protein

dari dua organisme memiliki kesamaan, maka dapat diprediksikan

bahwa sekuen kedua organisme tersebut berasal dari sekuen nenek

moyang (common ancestor). Penyejajaran sekuen menunjukkan

posisi sekuen yang dipertahankan (conserved) dan berasal dari

sekuen nenek moyang sebagaimana tampak pada gambar 5, dimana

jika dua sekuen memiliki hubungan evolusioner maka sekuen-sekuen

tersebut dapat dikatakan homolog satu sama lain (Mount, 2004).

(Brown dkk., 2012)

Gambar 3. Filogenetik Famili Gekkonidae di Asia Tenggara.

Filogenetik merupakan suatu analisa yang berkaitan dengan asam

amino atau suatu protein yang digunakan untuk mendeterminasi

hubungan kekerabatan dari suatu organisme yang diduga terjadi

Page 24: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

9

akibat dari peristiwa evolusi. Hubungan evolusi dari sekuen yang

diuji dapat dilihat dengan cara meletakkan sekuen pada bagian

terluar dari cabang suatu pohon. Sementara bagian dalam dari cabang

pohon merepresentasikan tingkat perbedaan kederajatan dari sekuen

yang terkait. Dua sekuen yang saling berkaitan dan mirip akan

berada pada cabang terluar dan akan diiikuti dengan cabang diantara

keduanya (Brown dkk, 2012).

Analisa filogenetik memiliki tujuan utama untuk menemukan

hubungan kekerabatan yang direpresentasikan pada pohon dan

cabang-cabangnya. Apabila famili dari spesies pada suatu kelompok

organisme atau grup ditemukan, maka hubungan filogenetik dari gen

dapat digunakan untuk memprediksi gen mana yang memiliki fungsi

yang ekuivalen. Prediksi fungsi tersebut dapat diperoleh melalui

eksperimen genetik. Analisa filogenik dapat juga digunakan untuk

mengetahui perubahan yang terjadi pada suatu organisme, misal

seperti perubahan pada suatu populasi yang ada merupakan bentuk

seleksi alam atau tidak dan sebagai informasi pada aplikasi seperti

epidemiologi, serta ada atau tidaknya suatu peristiwa migrasi suatu

organisme makhluk hidup (Brown dkk, 2012).

(Mount, 2004)

Gambar 4. Ancestor pada suatu sekuen nukleotida

2.4 Gen Natrium Dehydrogenase Subunit 4 (ND4)

Data molekuler berupa DNA pada akhir abad ke-20 memberikan

banyak kelebihan dibandingkan metode yang berdasarkan

perbandingan morfologi. Hal tersebut dikarenakan data sekuen DNA

dapat memberikan sejumlah besar karakter yang berperan dalam

penentuan hubungan antar taksa dalam suatu kelompok individu

populasi. Penggunaan data molekuler dapat memperkirakan

Page 25: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

10

kedekatan hubungan secara morfologis, perbedaan waktu yang

terjadi, dan probabilitas relatif dari beberapa hipotesis evolusioner.

Beberapa alasan tersebut menyebabkan penggunaan data molekuler

untuk mengetahui jejak persebaran dari suatu spesies sangat

dibutuhkan dalam identifikasi secara lebih lanjut. Adapun

penggunaan identifikasi secara molekuler salah satunya dengan

menggunakan gen mitokondria NADH Dehydrogenase Subunit 4

atau biasa disebut dengan ND4 yang bersifat conserve, memiliki sifat

tidak mudah mengalami mutasi, dan spesifik pada kelompok famili

Gekkonidae khususnya Genus Hemidactylus (Avise dkk., 1987;

Avise, 1994; Knowles, 2001).

DNA merupakan salah satu sumber informasi genetik pada suatu

organisme, Deoxyribosa Nucleic Acid (DNA) tersusun atas

makromolekul yang membentuk struktur double helix dan berpilin.

DNA mitokondria merupakan salah satu sumber informasi genetik

yang berukuran sangat besar dan tersusun dari molekul polimer

mitokondria sebagai suatu unit translasi dengan ukuran panjang basa

antara 15.000-18.000 bp. Genom mitokondria sendiri dibagi menjadi

daerah coding dan non-coding dengan jumlah perbandingan antara

keduanya adalah 9:1. Salah satu karakter utama dari DNA

mitokondria adalah memiliki laju mutasi yang sangat lambat

sehingga proses perubahan genetik yang terjadi pada suatu

organisme berlangsung dengan waktu yang cukup panjang, selain itu

informasi genetik diwariskan oleh ibu (maternal) dengan ukuran

yang cukup besar (Zhao dkk., 2009).

Natrium Dehydrogenase Subunit 4 (ND4) sangat baik digunakan

sebagai DNA barcoding pada analisis molekuler reptil untuk

identifikasi spesies dengan hubungan kekerabatannya, khususnya

pada Genus Hemidactylus panjang basa yang dapat dijadikan acuan

dan dapat dikenali oleh gen ND4 adalah pada urutan 500-700 bp.

Urutan nukleotida pada gen tersebut sangat efektif dan memiliki

kesesuaian dalam menentukan uji filogenetik suatu organisme. Gen

ND4 memiliki kompleksitas susunan gen mitokondria yang sangat

besar dengan hasil sintesis protein berupa Natrium Dehydrogenase 4.

Protein ini merupakan bagian dari kompleks enzim yang sangat besar

dan memiliki sifat aktif dalam suatu genom, adapun hal tersebut

tidak pernah terlepas dari fungsi sel mitokondria sendiri yaitu

menghasilkan dan mengubah energi menjadi bentuk lain yang

kemudian dapat dimanfaatkan oleh sel lain. Selain itu, mitokondria

sangat berperan dalam proses fosforilasi oksidatif yang

Page 26: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

11

menghasilkan sumber energi ATP yang digunakan sebagai sumber

energi utama pada suatu sel untuk tetap hidup (Huoponen, 2001;

Huoponen dkk., 1993).

2.5 Analisis Molekuler

Perkembangan teknologi yang sangat pesat di bidang biologi

molekuler menyebabkan banyak sekali penelitian yang menghasilkan

hasil akhir yaitu pohon filogenetik untuk membuat suatu persepsi

mengenai keragaman genetik dan hubungan kekerabatan antar

spesies dalam suatu populasi. Landasan utama yang menjadi

pendukung adalah peristiwa evolusi yang terjadi pada suatu spesies

dalam kurun waktu yang relatif sangat panjang dari generasi ke

generasi selanjutnya sampai akhirnya diperoleh variasi genetik dari

suatu organisme. Faktor utama yang menjadi dasar suatu peristiwa

evolusi adalah adanya perubahan iklim dan geografis sehingga

menyebabkan suatu kelompok organisme harus melakukan proses

adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang baru untuk

mepertahankan kehidupannya. Proses adaptasi yang cukup panjang

tersebut menyebabkan munculnya variasi gen yang dapat diketahui

dari urutan DNA berdasarkan jumlah basa nukleotida pada suatu

lokus gen suatu populasi organisme (Cavalli-Sforza, 1997).

Selain metode morfologi, penelitian sering menggunakan metode

secara molekuler karena metode ini sangat bagus dijadikan penanda

genetik suatu organisme. Kelebihan dari metode molekuler adalah

bila suatu gen pada sepasang jenis atau populasi berevolusi secara

jam molekuler maka akan sangat mudah dilakukan analisis dan

memiliki hasil yang sangat akurat dibandingkan dengan

menggunakan metode pengamatan morfologi karena tidak semua

jenis spesies dapat diamati secara bentuk morfologi. Penggunaan

penanda molekuler ini mempunya beberapa tahapan untuk mencapai

suatu hasil yang maksimal antara lain yaitu sekuening DNA,

hibridisasi dan yang paling utama adalah mengidentifikasi peta

enzim restriksi pada fragmen DNA agar mendapatkan daerah

pemotongan DNA yang sesuai dengan target yang diinginkan (Singh,

2012).

2.6 Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction merupakan salah satu teknik

memperbanyak DNA secara in vitro. Teknik ini sangat bergantung

Page 27: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

12

pada siklus thermal mesin PCR. Suhu pada mesin diatur sedemikian

rupa menyesuaikan dengan analisis yang ingin dilakukan agar dapat

melakukan proses amplifikasi. Prinsip utama dalam melakukan PCR

dibagi menjadi tiga siklus, yaitu denaturasi, annealing, dan ekstensi.

Siklus pada mesin PCR untuk dapat melakukan proses amplifikasi

antara 30-35 siklus. Langkah awal yang dilakukan yaitu DNA

template akan mengalami denaturasi sehingga menjadi single helix,

kemudian suhu pada mesin PCR diturunkan dengan tujuan untuk

menempelkan DNA template pada gen target yang telah disesuaikan

sebelumnya. Primer digunakan untuk mengikat DNA template agar

membentuk suatu ikatan hidrogen yang nantinya akan digunakan

untuk mengikat sekuen yang memiliki sifat komplementer dengan

sekuen primer dan memperpanjang hasil copy DNA. Proses dalam

amplifikasi gen target pada DNA harus sesuai dengan penggunaan

primer yang spesifik agar hasil yang diperoleh dapat sesuai dan

memiliki nilai yang optimal. Tahapan terakhir yaitu visualisasi DNA

target dengan menggunakan gel elektroforesis untuk mengkonfirmasi

keberhasilan dari analisis yang dilakukan (Theopillus, 2008).

2.7 Genus Hemydactylus

2.7.1 Deskripsi Hemidactylus

Cicak pohon dari Genus Hemidactylus merupakan salah satu

jenis spesies yang paling banyak ditemukan di Asia, spesies ini

menyebar dari India Selatan hingga wilayah Indonesia (Carranza &

Arnold, 2006; Bauer dkk., 2010). Berdasarkan jaring-jaring

makanan, Hemidactylus merupakan predator bagi berbagai macam

serangga dan laba-laba serta sering ditemukan dengan jumlah yang

melimpah pada daerah perkebunan, pertanian, serta menempel pada

dinding-dinding rumah. Salah satu yang menjadi faktor dari

penyebaran spesies ini adalah adanya gerakan internasional kapal

kargo yang telah berlayar ke seluruh penjuru dunia dengan

membawa spesies tersebut, sehingga populasinya diperkirakan sudah

sangat banyak menyebar hampir di seluruh Pulau dan negara yang

ada di dunia (Carranza & Arnold, 2006). Hal tersebut dapat

dibuktikan dengan catatan pertama dari Asia House Gecko di

Brisbane pada tahun 1983 yang ditemukan dekat dengan dermaga

Shipping daerah setempat. Mulai sejak itu, spesies tersebut

berkembang dengan sangat pesat dan berlimpah di kota Brisbane

(Bauer, 1994; Case dkk., 1994; Vences dkk., 2004). Salah satu faktor

Page 28: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

13

yang menjadi penyebab berlimpahnya Genus Hemidactylus tersebut

adalah karena mereka memiliki cara adaptasi yang sangat baik,

sehingga mampu bersaing dengan spesies cicak lokal yang terdapat

di daerah tersebut.

Berdasarkan penilaian terakhir menunjukkan bahwa cicak pohon

akan terus menyebar dan berkembang di Queensland, terutama di

daerah perkotaan, termasuk kota-kota besar. Genus tersebut sangat

mudah untuk beradaptasi dengan iklim tropis dan sub tropis (Bauer,

1994). Genus Hemidactylus mempunyai ciri-ciri, antara lain rata-rata

panjang tubuh 7,5-15 cm, jantan biasanya memiliki berat tubuh yang

lebih besar dibandingkan dengan betina, serta jantan mempunyai

bentuk rahang yang lebih luas dibandingkan dengan betina, dan

mempunyai scalation yang seragam dengan sedikit perbedaan. Selain

itu, Genus hemidactylus memiliki warna yang tubuh yang bervariasi,

mulai dari abu-abu, krem dan coklat, sedangkan warna iris pada mata

sangat beraneka ragam, salah satunya berwarna kehijauan, serta

warna daerah perut keputih-putihan (Carranza & Arnold, 2006).

2.7.2 Klasifikasi

Genus Hemidactylus adalah salah satu marga yang sangat umum

ditemui di daerah sekitar rumah dan hutan tropis. Hemidactylus

dalam nama lokal biasanya disebut dengan cicak pohon. Adapun

klasifikasi dari Genus Hemidactylus adalah:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub-filum : Vertebrata

Kelas : Reptilia

Ordo : Squamata

Sub-ordo : Sauria

Famili : Gekkonidae

Genus : Hemidactylus (Schlegel, 1836)

Page 29: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

14

(Dokumentasi Pribadi ENS, 2017)

Gambar 5. Genus Hemidactylus

2.8 Biogeografi Genus Hemidactylus

Genus Hemidactylus Asia/Pasifik merupakan Famili Geckonidae

yang paling beragam dan terdistribusi sangat luas, serta beberapa

spesies baru telah banyak ditemukan. Pola utama dari sejarah

evolusioner Hemidactylus masih belum banyak diketahui, karena

belum ada penelitian dengan sampel yang berskala geografi luas

dengan diversitas morfologi, sehingga sedikit sekali penelitian yang

membahas tentang persebaran dari Genus tersebut (Bauer dkk.,

2010). Hemidactylus merupakan spesies monofiletik, hanya jika

spesies dari Myanmar dan Thailand yang terkadang dikenal dengan

Cosymbotus juga dimasukkan dalam kelompok Basal divergences

sehingga membagi Hemidactylus menjadi beberapa kelompok antara

lain: H. frenatuss, clade spesies dari Malaysia, dan clade besar yang

meliputi Hemidactylus dan lainnya ditambah Cosymbotus (McMahan

& Zug, 2007; Carranza & Arnold, 2006). Adapun di dalam clade

terbesar terdapat beberapa well-supported subclades, dengan sub-

clade paling beragam di wilayah Australia, Malaysia, kawasan

Sunda, kawasan Papua, dan Filipina. Hasil filogenetik, kaitannya

dengan jam molekuler dan analisis area nenek moyang,

menunjukkan Hemidactylus berasal dari kawasan circum-Himalayan

dan Australia (Bauer, 1994; Bansal & Karanth, 2010).

Segregasi geografi yang kuat terhadap pemisahan clade Genus

Hemidactylus di wilayah Australia sendiri dan Malaysia, Myanmar,

Thailand, dan Semenanjung Malaya menunjukkan peran barier

geografi jangka panjang dalam membentuk endemisme regional.

Page 30: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

15

Pemisahan kawasan Australia dan Malaysia dari kawasan Sunda

(yang juga meliputi Semenanjung Malaya), telah dikenali sebagai

barier dari keduanya saat ini dari lokasi transisi ekologi yang tiba-

tiba (abrupt), dari hutan hujan evergreen hingga hutan deciduous

tropis pada periode Paleogene. Transgresi tersebut menyebabkan

terjadinya isolasi radiasi Hemidactylus Australia dan Sunda satu

sama lain, sekaligus menganeka-ragamkan spesies pada zaman

pertengahan Cenozoic (Carranza & Arnold, 2006; Smith, 1943).

2.9 Morfologi dan Morfometri Genus Hemidactylus

Hemidactylus sp. merupakan salah satu jenis cicak rumah yang

berukuran sedang sampai besar, dengan ukuran sekitar 90-120 mm.

Hemidactylus mempunyai moncong yang relatif pendek, dorsal

berwarna abu-abu keputihan berbintik-bintik atau kehitaman, ventral

putih atau agak kekuningan. Tak ada jumbai kulit di sisi tubuh

maupun di tungkai. Ekor membulat, dengan enam deret duri-duri

kulit yang lunak. Sisik-sisik berbentuk seperti bintik bulat halus di

sisi dorsal (punggung) dengan ukuran besar yang tidak seragam

antara sisik-sisiknya. Terdapat bintil-bintil yang tersusun dalam

deretan agak jarang. Dua baris di tiap sisi tubuh, dari pinggang

hingga ke pinggul, dan satu deret di atas pinggul. Berlanjut dengan

tiga deret bintil serupa duri yang lunak di tiap sisi ekor. Sepasang

pori anal terdapat di pangkal ekor di belakang anus. Ekor berwarna

agak jingga kemerahan di sisi bawah ke arah ujung; perisai

subcaudal (sisik-sisik lebar di sisi bawah ekor) ± ½ lebar ekor

(McMahan & Zug, 2007).

Morfometri merupakan salah satu jenis metode pengukuran

karakter morfologi secara umum pada suatu spesies. Karakter yang

diamati berkaitan dengan interaksi gen yang terekspresi dan

dipengaruhi oleh lingkungan tempat hidupnya. Morfometri

umumnya digunakan untuk mengetahui ada tidaknya variasi atau

spesiasi dalam suatu populasi (Patel dkk., 2016). Kajian morfologis

dan meristik dilakukan di Departemen Zoologi, Universitas

Osmania, Hyderabad, India. Semua pengukuran dilakukan dengan

menggunakan alat digital jangka lengkung/sorong (untuk perbesaran

terdekat yaitu 0,1 mm). Sehingga diperoleh perhitungan sebagai

berikut: panjang moncong-ventilasi (SVL; dari ujung moncong

hingga ekor), panjang badan (TRL; jarak dari ketiak groin diukur

dari tepi posterior dari tungkai depan penyisipan ke tepi anterior dari

Page 31: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

16

ekstremitas penyisipan hind), lebar tubuh (BW; lebar maksimum dari

tubuh), panjang crus (CL; dari dasar tumit hingga lutut); panjang

ekor (TL; dari ventilasi ke ujung ekor), lebar ekor (TW; diukur pada

titik terlebar ekor); panjang kepala (HL; jarak antara proses

retroarticular rahang dan moncong-tip), lebar kepala (HW; lebar

maksimum kepala), tinggi kepala (HH; ketinggian maksimum

kepala, dari occiput ke bawah rahang), panjang lengan (FL; dari

dasar kaki untuk siku); diameter orbit (OD; terbesar diameter orbit),

jarak nares mata (NE; jarak antara anterior most titik mata dan

lubang hidung), moncong hingga mata kaki (SE; jarak antara titik

paling anterior mata dan ujung moncong), jarak mata hingga telinga

(EE; jarak dari tepi anterior dari pembukaan ke sudut posterior

telinga mata), kaki internarial (IN; jarak antara nares), jarak

interorbital (IO; jarak antara kiri dan kanan supraciliary direkam di

pusat) (Zug dkk., 2007; Giri & Bauer, 2008).

Page 32: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

17

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian mengenai “Filogeografi Genus Cicak Pohon

(Squamata; Gekkonidae; Hemidactylus) di Jawa dan Sumatra

Berdasarkan Analisis Morfologi dan Molekuler Gen Natrium

Dehydrogenase 4 (ND4)” dilaksanakan selama bulan September

2016 - Mei 2017 di Laboratorium Ekologi dan Diversitas Hewan,

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Brawijaya, Malang.

3.2 Kerangka Penelitian

Berikut ini merupakan kerangka penelitian yang dilaksanakan,

meliputi :

1. Studi pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui rekonstruksi

tentang Sundaland (terutama Jawa dan Sumatra), studi literatur

Genus Hemidactylus, teknik ekstraksi DNA, dan rekonstruksi

pohon filogenetik.

2. Sortir dan koleksi sampel Hemidactylus dari Jawa dan Sumatra.

3. Preservasi dan pengambilan jaringan.

4. Isolasi DNA untuk mendapatkan DNA murni dari Genus

Hemidactylus.

5. Penentuan gen target (ND4) dan perbanyakan DNA

menggunakan mesin thermal cycler.

6. Sekuening DNA dengan menggunakan gen ND4.

7. Pencarian data pembanding Hemidactylus dan outgroup dari

Genbank.

8. Rekonstruksi pohon filogenetik untuk menentukan hubungan

kekerabatan Genus Hemidactylus di Jawa dan Sumatra.

3.3 Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengamatan kondisi lapangan secara langsung penting dilakukan

untuk mengetahui tipe topografi wilayah dalam pengambilan sampel

Genus Hemidactylus. Selain itu, dilakukan penentuan letak serta

panjang jalur pengamatan dengan cara menentukan dan memilih

beberapa lokasi yang cukup strategis serta sesuai dengan habitat

tempat hidupnya yaitu hutan primer dan hutan sekunder. Pengamatan

Page 33: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

18

lapang sekaligus pengambilan sampel di Pulau Jawa dilaksanakan

pada beberapa daerah, diantaranya Malang, Mojokerto,

Nusakambangan, Cilacap, dan Bondowoso. Sedangkan pengamatan

lapang di Pulau Sumatra menggunakan bantuan Google Earth

dengan pembagian wilayah dan pengambilan sampel yaitu

Lampung, Riau, Dumai, Kab. Muba dan Kuala Tungkal.

(Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 6. Studi lokasi penelitian Genus Hemidactylus

3.4 Sortir dan Pengambilan Sampel Hemidactylus

Cara kerja yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pertama,

melakukan sortir sampel Genus Hemidactylus yang sebelumnya

telah didapatkan pada saat di lapang, dengan kode tertera pada Tabel

1. Pengambilan sampel Hemidactylus di lapangan pada umumnya

menggunakan metode yang sederhana yaitu Visual Encounter Survey

Page 34: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

19

Tabel 1. Sortir sampel Genus Hemidactylus No. No.Sampel Spesies Locality Pulau

1. NK 0894 H. frenatus

Perbatasan Kec. Badean

dg Kec. Curah Dani,

Bondowoso

Jawa

2. NK 1585 H. frenatus Kampus Universitas

Brawijaya, Malang Jawa

3. ENS 19346 H. frenatus Along Coastal Road S.

from Banda Aceh, Aceh Sumatra

4. ENS 13721 H. frenatus Kabupaten Lampung

Selatan, Lampung Sumatra

5. NK 1102 H. frenatus Bandar Bakau, Dumai,

Riau Sumatra

6. ENS 14840 H. frenatus Kabupaten Lampung

Barat, Lampung Sumatra

7. NK 0058 H. frenatus Cilacap, Jawa Tengah Jawa

8. NK 0996 H. frenatus Kab. Muba, Sumatra

Selatan Sumatra

9. NK 1017 H. frenatus

Kab. Muba (Musi

Banyuasin), Sumatra

Selatan

Sumatra

10. NK 1053 H. frenatus

Kab. Muba (Musi

Banyuasin), Sumatra

Selatan

Sumatra

11. NK 1075 H. frenatus Kuala Tungkal, Jambi Sumatra

12. NK 1137 H. frenatus Mojokerto, Jawa Timur Jawa

13. NK 1135 H. frenatus Mojokerto, Jawa Timur Jawa

14. ENS 14841 H. frenatus Kabupaten Lampung

Barat, Lampung Sumatra

(VES) yang dikombinasikan dengan metode transek. Prinsip dasar

dari metode transek yaitu melakukan suatu pencarian sampel pada

lokasi yang luas, namun dengan waktu yang singkat dengan sudut

pandang bahwa sampel sudah umum ditemukan dengan jumlah

populasi besar dan merata di sepanjang jalur transek. Sedangkan

metode VES mempunyai prinsip dasar dengan mengacu pada daerah

jelajah yang bebas dan biasanya digunakan untuk mengetahui

Page 35: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

20

keragaman jenis pada suatu daerah tertentu, sehingga VES tidak

sesuai untuk menentukan kepadatan suatu populasi karena tidak

semua area dilakukan penjelajahan sekaligus pengambilan sampel

(Bismark, 2011). Sampel yang telah ditemukan kemudian dikoleksi

dan dilakukan analisis atau identifikasi dengan menggunakan buku

panduan lapang.

3.5 Preservasi dan Pengambilan Jaringan

Tahapan awal yang perlu dilakukan dalam preservasi adalah

persiapan hewan coba yang akan dipreservasi yaitu, Genus

Hemidactylus. Kemudian hewan coba yang akan diawetkan

dimatikan atau didislokasi dengan cara menyuntikkan alkohol 70%

pada bagian jantung atau belakang tengkorak kepala. Setelah hewan

coba mati, dilakukan pengukuran SVL (Snout Vent Length) dari

ujung moncong sampai anus dan TL (Total Length) yaitu dari ujung

moncong sampai pangkal ekor dengan menggunakan penggaris atau

jangka sorong. Sampel DNA diambil dari hewan coba dengan cara

membedah bagian dada, sehingga didapatkan sampel DNA berupa

hati (hepar) atau dilakukan pembedahan pada femur untuk

mendapatkan jaringan paha. Sampel jaringan kemudian dimasukkan

ke dalam tube yang telah diberi label sesuai dengan nomor sampel

dan di dalamnya terdapat larutan alkohol 95%. Selanjutnya,

pengawetan hewan coba dilakukan melalui penyuntikan secara

menyeluruh pada bagian tubuh hewan, meliputi bagian badan, ekor,

tangan, kaki, dan kepala menggunakan campuran alkohol dan

formalin (2:1).

3.6 Isolasi DNA

Sampel Genus Hemidactylus yang telah disortir dan diambil

untuk sampel data, maka selanjutnya dilakukan proses isolasi DNA.

Pertama, sampel yang telah dikoleksi dan identifikasi diambil bagian

jaringan otot, kemudian diawetkan dalam larutan etanol absolut 96%.

Sampel jaringan yang telah disimpan, selanjutnya diambil dan

dilakukan isolasi DNA dengan mengacu pada protokol Dneasy

Tissue Kit Qiagen yaitu sampel Hemidactylus dalam microtube berisi

alkohol absolut, diambil 25 µL sampel (jaringan paha yang

sebelumnya disimpan dalam alkohol absolut), ditambahkan 180 µL

buffer ATL kemudian divorteks selama 15 detik. Sampel

ditambahkan 20 µL proteinase K dan divorteks, kemudian diinkubasi

Page 36: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

21

pada suhu 56o

C selama 1 jam 30 menit (setiap 30 menit divorteks).

Langkah selanjutnya, sampel disentrifugasi 3000 rpm selama 15

detik (spin down), ditambahkan 200 µL buffer AL dan vorteks,

diinkubasi dengan suhu 70o C selama 10 menit, kemudian

disentrifugasi 3000 rpm selama 15 detik. Langkah selanjutnya,

ditambahakn 200 µL etanol (96-100%) dan divorteks, disentrifugasi

3000 rpm selama 15 detik, kemudian dipindahkan larutan campuran

ke mini spin coloumn (± 625 µL) dan disentrifugasi 3000 rpm selama

1 menit. Sampel dipindahkan ke microtube baru dan ditambahkan

500 µL buffer AWl, disentrifugasi 8000 rpm selama 1 menit.

Kemudian dipindahkan ke microtube baru dan ditambahkan dengan

500 µL buffer AW2, disentrifugasi 14.000 rpm selama 3 menit.

Setelah itu, filtrat pada sampel dibuang dan sampel dimasukkan ke

microtube untuk disimpan. Selanjutnya, dipasang mini spin pada

colllection tube baru, disentrifugasi 14.000 rpm selama 1 menit,

dimasukkan ke microtube 1,5 ml dan ditambahkan 200 µL buffer

AE, diinkubasi RT selama 1 menit, lalu disentrifugasi 8000 rpm

selama 1 menit. Sampel disimpan pada suhu -20o

C, dilakukan PCR,

dilakukan elektroforesis untuk dilakukan konfirmasi kualitas DNA

pada sampel Hemidactylus.

3.7 Polymerase Chain Reaction (PCR)

Primer reverse yang digunakan untuk memperoleh sekuen ND4

yaitu LEU (reverse) 5’ TA CCT TTA CTT GGA TTT GCA CCA 3’

dan primer forward yang digunakan ND4 (forward) 5’TGA CTA

CCA AAA GCT CAT GTA GAA GC 3’ (Macey dkk., 1999). PCR

mix untuk amplifikasi gen ND4 menggunakan Go Tag Green 5 µl,

ddH2O 3,6 µl, komplemen primer masing-masing 0,2 µl untuk

primer forward dan reverse dan DNA sampel 1 µl sebagai template

amplifikasi gen ND4 hingga total reaksi larutan sebanyak 10 µl. PCR

tube yang telah berisi komponen PCR kemudian dimasukkan ke

dalam mesin thermocycling. Pembagian proses PCR sendiri yaitu

pra-denaturasi dimulai dengan suhu 95oC selama 2 menit, kemudian

tahapan siklus denaturasi dengan suhu sebesar 95oC selama 30 detik,

tahapan annealing dengan suhu 45oC selama 35 detik, tahapan

extension dengan suhu 72oC selama 1 menit. Pemaksimalan siklus

PCR dilakukan dengan post-extension pada suhu 72oC selama 7

menit dengan pengulangan sebanyak 32 siklus pada tahapan

denaturasi, annealing, dan extension. Hal tersebut bertujuan untuk

Page 37: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

22

memaksimalkan proses PCR yang dilakukan (Macey dkk., 1999).

Sampel Hemidactylus dilakukan analisis sequencing dengan jasa dari

PT. GENETIKA SCIENCE Jakarta Barat.

3.8 Uji Kualitatif DNA

Konfirmasi keberhasilan amplifikasi gen target ND4 dilakukan

dengan metode pendekatan kualitatif menggunakan elektroforesis gel

agarosa. Bubuk agarosa ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian

dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer, ditambahkan dengan

buffer TBE 1x sebanyak 50 mL. Erlenmeyer dipanaskan beserta

larutan pada panic panas selama 5 menit. Larutan didiamkan hingga

menjadi hangat dan kemudian ditambahkan EtBr 0,3 µL untuk

mewarnai sampel DNA. Plate elektroforesis yang telah ditancapkan

sisiran sebanyak 15 sumuran disiapkan. Larutan dimasukkan pada

plate elektroforesis dan ditunggu hingga mengeras. Sisiran

selanjutnya diambil dari plate dan gel elektroforesis dipindahkan

pada chamber elektroforesis. Larutan loading dye dimasukkan

sebanyak 2 µL dan sampel 1 µL ke dalam sumuran. Untuk melihat

panjang DNA ditambahkan ladder 1 kilobase (kb). Selanjutnya,

elektroforesis di running pada 90 V selama 30 menit. Visualisasi

hasil elektroforesis dilakukan dengan menggunakan UV

transilluminator.

3.9 Analisa Pohon Filogenetik

Pohon filogenetik merupakan pohon yang menunjukkan

hubungan kekerabatan suatu organisme berdasarkan garis keturunan

dan jarak evolusi antar spesies, serta matriks similaritas berdasarkan

persentase jumlah nukleotida yang sama. Rekonstruksi pohon

filogenetik dilakukan dengan analisis Maximum Parsimony (MP)

untuk menduga pohon filogeni dengan meminimalisir jumlah

peristiwa evolusi. Hasil sekuen dari gen Natrium Dehydrogenase

subunit 4 (ND4) (forward dan reverse) yang telah didapatkan

kemudian dilakukan penggabungan atau (contig) dengan program

SequencherTM

version 4.1.4. Selanjutnya dilakukan BLAST (Blast

Local Alignment Search Tool) pada situs (www.ncbi.nlm.nih.gov).

Outgroup dalam penelitian ini menggunakan Genus Cyrtodactylus

dan Gekko gecko yang masih dalam satu famili Gekkonidae. Sekuen

Genus dari outgroup diambil dari data hasil sekuening DNA yang

diakses dari situs (www.ncbi.nlm.nih.gov). Sekuen Hemidactylus

Page 38: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

23

dan sekuen outgroup disejajarkan (aligment) dengan program

ClustalW pada program MEGA 7.0. (Lemey dkk., 2009).

Tabel 2. Data sekuen Genus Hemidactylus dan spesies outgroup

dari GenBank.

No. Spesies Accesion

Number Locality

1. H. brooki EU268429.1 Sri Lanka

2. H. garnotii EU268427.1 Myanmar

3. H. frenatus KC621498.1 China

4. Hemidactylus sp. KJ189841.1 China

5. Cyrtodactylus marmoratus C5 Indonesia

6. Gekko gecko HM370130.1 China

Hasil sekuen dan sekuen yang didapatkan dari GenBank

disejajarkan (alignment) dengan program MEGA 7.0. Rekonstruksi

pohon filogenetik dilakukan dengan analisis Maximum Parsimony

(MP), Maximum Likelihood (ML), dan Bayesian Inference (BI)

dianalisis dengan menggunakan PAUP*4.0b10a (Swofford, 2002

dalam Matsui dkk., 2010). General Time Reversible (GTR) dari

evolusi DNA dianalisis dengan menggunakan parameter gamma

(Tanabe, 2007 dalam Matsui dkk., 2010). Penentuan permodelan

untuk analisis ML dalam PAUP menggunakan program Jmodeltest

3.06. BI dan Bayesian Posterior Probabilities (BPP) diestimasi

dengan program Mr.Bayes 30b4 (Huelsenbeck & Renquist, 2001

dalam Matsui dkk., 2010). Analisis BI menggunakan perhitungan

Akaike Information Criterion (AIC) dengan program Kakusan 4.0

sebanyak 6.000.000 generasi dan burn in = 3.000.000. Analisis MP

menggunakan non-parametric bootstrapping dengan 1000

pseudoreplication dalam PAUP dan 100 replikasi untuk ML

(Falseintein, 1985 dalam Matsui dkk., 2010). Analisis genetic

distance dilakukan dengan menggunakan program MEGA 7.0.

(Lemey dkk., 2009).

3.10 Alignment Data

Sekuen gen ND4 Hemidactylus frenatus (Hf) dan Outgroup

dikelompokkan menjadi satu file dalam format fasta. Kemudian

Page 39: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

24

dilakukan alignment menggunakan software MEGA 7.0. Dengan

pilihan opsi alignment yang digunakan yaitu Clustal W. Hasil

alignment diteliti untuk mencari data yang ganjil, setelah itu gap

yang berada di posisi kanan dan kiri pada sekuen dihapus dengan

gblock, lalu diekspor dalam format fasta.

3.11 Analisis Sequence Divergence (p-Distance)

Munculnya perbedaan variasi basa nukleotida pada hasil

alignment dapat dianalisis dengan menggunakan metode pairwise

distance. Analisis ini perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah

nukleotida atau asam amino yang berbeda pada lokus DNA sampel

yang telah dilakukan aligment. Nilai p-distance dapat dijadikan

sebagai dasar acuan dalam penetuan spesies baru, namun Nilai p-

distance tidak dapat menjelaskan jejak historis evolusi dari suatu

taksa (Lemey dkk., 2009). Nilai p-distance pada kelas reptil sebesar

15-17% dengan menggunakan sekuen gen ND4 sudah dapat

dinyatakan sebagai spesies baru atau berbeda species.

3.12 Pembuatan Modeltest

Modeltest merupakan salah satu metode analisis pencarian model

filogenetik yang paling optimal dan sesuai dengan data alignment

yang telah dilakukan analisis sebelumnya. Pembuatan modeltest

untuk analisis bayesian dilakukan dengan menggunakan software

Kakusan 4 (Tanabe, 2007), sedangkan untuk analisis maximum

likelihood menggunakan software jModeltest (Darriba dkk., 2012)

berdasarkan AIC (Akaike Information Criterion) (Tanabe, 2007).

3.13 Analisis Bayesian Inference

Bayesian Inference (BI) dianalisis menggunakan software

MrBayes 3.0b4 (Huelsenbeck & Ronquist, 2001). Data yang

digunakan untuk analisis BI berasal dari data hasil Kakusan 4

(Tanabe, 2007) dengan model subtitusi genetik GTR (General Time

Reversible) dan parameter G (Gamma), yang teridentifikasi sebagai

model terbaik dari software MrBayes 3.0b4. Perhitungan MCMC

(Monte Carlo Markov Chain) berjumlah 1.000.000 generasi, dimana

perhitungan frekuensi sampel setiap 1000 generasi, pohon dibentuk

melalui konsensus topologi 50% (burnin=500).

Page 40: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

25

3.14 Analisis Maximum Likelihood dan Maximum Parsimony

Maximum parsimony dan maximum likelihood dianalisis

menggunakan software PAUP* 4.0b10 (Swofford, 2002). Heuristic

search option dari maximum parsimony dianalisis dengan TBR (tree

bisection recognition), replikasi pencarian sebanyak 10 kali, dan

replikasi bootstrap sebanyak 1.000 kali. Sedangkan, model yang

digunakan untuk maximum likelihood yaitu subtitusi GTR (General

Time Reversible), parameter G (Gamma), I (Invariant Sites), dengan

instruksi yang dianjurkan Lset base=(0.3584 0.2077 0.1883) nst=6

rmat=(3.5531 14.1523 3.8264 0.2403 38.9447) rates=gamma

shape=0.5080 ncat=4 pinvar=0.3470 berdasarkan AIC (Akaike

Information Criterion) (Tanabe, 2007), menggunakan software

jModeltest (Darriba dkk., 2012). Heuristic search option dianalisis

dengan TBR (Tree Bisection Recognition), replikasi pencarian

sebanyak 10 kali, dan replikasi bootstrap sebanyak 1.000 kali.

3.15 Analisis Morfologi dan Meristik

Analisis secara morfologi atau morfometri merupakan

pengukuran terhadap bagian-bagian tertentu dari Genus

Hemidactylus yang dapat dijadikan sebagai karakter utama dalam

kunci identifikasi suatu spesies (Grismer, 2014). Kajian morfologis

dan meristik pada penelitian ini tercantum pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Karakter morfometri pada Genus Hemidactylus

No. Singkatan Keterangan

1. SVL Snout-vent length (Panjang badan)

2. TL Total length (Jarak dari ujung moncong sampai ujung

ekor)

3. AGL Aksial-Length (Jarak antara ketiak tangan sampai

ketiak kaki)

4. Head-L Head length (Panjang Kepala)

5. Head-W Head Width (Lebar Kepala)

6. Eye-D Eye Diameter (Diameter Mata)

7. Sn-Eye Snout Eye (Jarak dari ujung moncong sampai mata)

8. Nar-Eye Nares Eye (Jarak dari hidung sampai mata)

9. IN Internassal (Jarak terpendek diantara dua mata)

(Grismer, 2014; Zug, 1993)

Page 41: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

26

Tabel 4. Karakter morfologi pada Genus Hemidactylus

No. Singkatan Keterangan

1 Claw_Inf Kuku pada masing-masing jari

2 ScaSupra Jumlah sisik diantara kedua lubang hidung

3 SuL Supra-Labial (Jumlah sisik pada bagian bibir atas

pada moncong)

4 InL Infra-Labial (Jumlah sisik bagian bibir bawah pada

moncong)

5 DTK Dorsal Tuberkel Keel (Tonjolan sisik pada bagian

tubuh)

6 MDT Jumlah tonjolan sisik antara bagian tubuh pada sisi

kanan sampai sisi kiri

7 MSC Median Sub-Caudal (Bentuk sisik dari bagian tengah

pada ekor)

8 VT Ventural Tail (Tonjolan sisik pada bagian ekor)

9 PKP Pre-Kloaka Pore (lubang kulit pada bagian kloaka)

10 FP Femoral Pore (Lubang kulit/pori pada bagian

Femoral)

11 PFC PreFemoral Continous (Susunan pori terbagi atau

berkelanjutan)

12 W Web (Selaput pada bagian jari tangan dan jari kaki)

13 L Lamellae (Jumlah lamela dari masing-masing jari

tangan dan jari kaki)

(Patel dkk., 2016)

3.16 Analisis Data Morfometri

Analisis data hasil morfometri diperoleh berdasarkan pengukuran

dan identifikasi dari masing-masing karakter yang dimiliki oleh suatu

spesies, selanjutnya dilakukan standarisasi untuk mengetahui dan

menentukan clustering analysis serta PCA (Kurniawan dkk., 2011).

Analisis data morfometri ini menggunakan nilai SVL sebagai

pembagi dari setiap karakter yang diukur dari masing-masing

spesies, kemudian di Log 10 dan dilakukan pengkalian sebesar 100%

(persamaan 1).

(

) (1)

Page 42: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Morfologi Genus Hemidactylus

Berdasarkan analisis morfometri dan meristik yang telah

dilakukan diperoleh hasil yaitu selama proses identifikasi

menghasilkan individu cicak pohon sebanyak 14 ekor yaitu

Hemidactylus frenatus (Hf) dengan jenis kelamin pada total 14

individu yaitu 5 berjenis kelamin betina dan 9 individu berjenis

kelamin jantan. Berdasarkan hasil dapat diketahui bahwa betina

mengalami sex dimorfisme yang dapat diketahui dari ukuran tubuh

yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan jantan. Karakter

lain yang dapat dijadikan pembeda antara jantan dengan betina

adalah pada bagian pore dengan tipe femoral pore pada individu

jantan dan femoral continous pore pada individu betina.

Tabel 5. Karakter morfometri Hemidactylus frenatus (Hf) Betina

Spesies SVL

(mm)

HeadL

(mm)

SnEye

(mm)

Claw InF

(Y/N)

H. frenatus, Lampung 55,20 15,26 5,12 Y

H. frenatus, Lampung 59,29 18,56 5,77 Y

H. frenatus, Lampung 49,64 14,27 5,78 Y

H. frenatus, Aceh 58,68 15,53 6,62 Y

H. frenatus, Malang 52,30 12,50 4,48 Y

Tabel 6. Karakter morfometri Hemidactylus frenatus (Hf) jantan

Spesies SVL

(mm)

HeadL

(mm)

SnEye

(mm)

Claw InF

(Y/N)

H. frenatus, Bondowoso 49,03 14,55 5,78 Y

H. frenatus, Riau 50,60 13,84 5,88 Y

H. frenatus, Cilacap 44,69 12,76 6,28 Y

H. frenatus, SumSel 43,67 14,67 5,60 Y

H. frenatus, SumSel 52,50 16,47 5,88 Y

H. frenatus, SumSel 45,91 13,91 5,32 Y

H. frenatus, Jambi 52,46 12,40 5,54 Y

H. frenatus, Mojokerto 48,48 13,87 5,70 Y

H. frenatus, Mojokerto 46,90 13,53 5,33 Y

Page 43: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

28

Penentuan karakter morfologi spesies cicak pohon atau Genus

Hemidactylus dapat menggunakan beberapa cara yaitu bentuk,

ukuran, pattern, warna tubuh, femoral, susunan sisik, lamella pada

jari kaki dan jumlah sisik (Vyas, 2005; Giri & Bauer, 2008; Lajmi,

2016). Namun, analisis morfologi dari Genus Hemidactylus

menggunakan 3 karakter utama yaitu bagian femoral pore, web pada

kaki, dan susunan sisik dagu, karena setiap Genus Hemidactylus

memiliki perbedaan yang sangat signifikan pada ketiga bagian

tersebut (Patel dkk., 2016). Oleh sebab itu, perbedaan yang diamati

dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan karakter khusus

dari Genus cicak pohon, terutama spesies Hemidactylus frenatus

(Hf), Hemidactylus garnotii (Hg), dan Hemidactylus platyurus (Hp).

(Dokumentasi Pribadi ENS, 2017)

Gambar 7. Susunan sisik dagu pada Hemidactylus frenatus. Keterangan: A) H. frenatus, Sumatra; B) H. frenatus, Jawa.

Scale bar = 0,5 cm; = scale bar; 1 = sisik infralabial; 2

= sisik inner postmental; 3 = sisik outer postmental; 4 =

sisik parinfralabial

Berdasarkan hasil pengamatan struktur sisik dagu antar spesies

Hemidactylus memiliki bentuk yang berbeda yaitu pada H. frenatus

dari Pulau Sumatra memiliki bagian sisik inner postmental, outer

postmental, dan parinfralabial. Sisik parinfralabial dari H. frenatus

langsung bersentuhan dengan sisik infralabial. Sedangkan untuk

spesies H. frenatus dari Pulau Jawa hanya memiliki sisik dagu inner

postmental dan outer postmental (Gambar 7). Sementara itu, untuk

jumlah susunan sisik infralabial pada H. frenatus dari Pulau Sumatra

berjumlah 14, sedangkan dari Pulau Jawa bejumlah 11 (Gambar 7).

A B

Page 44: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

29

Spesies H. frenatus memiliki karakteristik umum yaitu memiliki

granular kecil pada bagian punggung, bersifat heterogen, memiliki

sisik halus yang bercampur dan tersusun secara teratur, ukuran relatif

besar, sisik berbentuk kerucut, halus, tersusun secara membujur pada

bagian dorsolateral, sisik membentang dari tengah sampai batang

tubuh, memiliki lipatan kulit ventrolateral pada batang tubuh dan

paha. Digit pada kaki cukup lebar, sedikit berselaput, dengan jumlah

lamella pada jari pertama sebanyak lima, lamella pada jari ke empat

berjumlah 8, dan pada jari kaki keempat berjumlah 10. Mempunyai

sisik supralabial sebanyak 10-11, sisik infralabial sebanyak 9-10.

Outer postmental bersentuhan langsung dengan sisik infralabial dan

memiliki precloaca femoral pore sebanyak 31 yang terpisah dengan

satu buah pori-pori sisik. Ekor dengan tipe kecil dan cukup sempit,

berbentuk oval pada bagian penampang ekor, dan memiliki sisik

yang berbentuk kerucut pada bagian tepi ekor sebanyak 6 buah (Patel

dkk., 2016).

(Dokumentasi Pribadi ENS, 2017)

Gambar 8. Bentuk femoral pore pada Hemidactylus frenatus. Keterangan: A) H. frenatus, Sumatra; B) H.frenatus, Jawa.

Scale bar = 0,5 cm; = Scale bar; 1 = pore

Berdasarkan hasil pengamatan H. frenatus dari Sumatra memiliki

bentuk atau struktur femoral yang kompleks dengan adanya pore

pada bagian femoral sehingga disebut dengan femoral continous

pore, Selain itu juga memiliki struktur sisik yang sangat rapi dengan

ukuran yang sama besar pada bagian bawah femoral continous pore.

Sedangkan Hemidactylus frenatus dari Jawa cenderung tidak

memiliki struktur femoral pore dan tidak memiliki struktur sisik

yang jelas di bawah bagian femoral (Gambar 8). Hal tersebut

menunjukkan bahwa sampel yang berasal dari Jawa dengan sampel

Page 45: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

30

yang berasal dari Sumatra memiliki struktur morfologi yang sangat

jelas berbeda di antara kedua wilayah.

4.2 Principal Component Analysis (PCA) Genus Hemidactylus di

Jawa dan Sumatra Berdasarkan Analisis Morfologi dan

Meristik

Analisis PCA dilakukan untuk mengidentifikasi pola

pengelompokan H. frenatus di Jawa dan Sumatra berdasarkan

persamaan karakter morfologi dan meristik. Pengelompokan

dilakukan berdasarkan jenis kelamin pada sampel. Pembedaan antara

sampel jantan dan betina didasarkan pada ukuran badan (SVL), jarak

antara kedua mata (IN), diameter mata (Eye-D), lebar kepala (Head-

W), dan jarak antara hidung sampai ke mata (Nar-Eye).

Karakter morfologi akan memberikan data pendukung dalam

suatu analisis karena setiap spesies memiliki karakter morfologi

khusus yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dan mampu

menjadi pembanding suatu individu dari tingkat Genus dalam suatu

spesies. Oleh sebab itu, data morfologi sangat dibutuhkan untuk

menjadi penguat data molekuler dalam suatu analisis sehingga akan

menghasilkan nilai kevalidan yang lebih signifikan. Selain karakter

morfologi, karakter meristik yang meliputi pengukuran panjang dan

lebar suatu spesies juga dapat dijadikan suatu acuan dalam analisis

morfologi karena metode ini pernah digunakan dan menjadi data

primer atau data utama sebelum ditemukannya metode analisis

secara molekuler (Patel dkk., 2016).

Secara umum karakter meristik yang dianalisis dalam suatu

Genus Hemidactylus beraneka ragam, tergantung dari spesies yang

dianalisis. Karakter meristik dapat dianalisis dengan menggunakan

program PAST untuk menghasilkan data Principal Component

Analysis (PCA). Data PCA memberikan suatu penjelasan mengenai

perbedaan secara morfologi dan meristik dari setiap spesies yang

dianalisis (Patel dkk., 2016). Secara keseluruhan banyak sekali

karakter yang dapat dijadikan acuan dalam identifikasi secara

morfologi dan meristik, namun terdapat karakter khusus yang

biasanya akan muncul secara signifikan dan mampu dijadikan

karakter pembeda berdasarkan hasil analisis PCA (Patel dkk., 2016).

Page 46: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

31

Gambar 9. Hasil PCA H. frenatus betina. Keterangan: HFS1=H.

frenatus, Sumatra; HFS2=H. frenatus, Sumatra; HFS3=H.

frenatus, Sumatra; HFS4=H. frenatus, Sumatra; HJS5=H.

frenatus, Jawa

Berdasarkan hasil PCA pada individu cicak pohon betina

berjumlah lima individu, yaitu H. frenatus. Garis warna biru

menandakan sampel yang dikoleksi dari Pulau Sumatra berjumlah

empat individu, sedangkan garis warna ungu menunjukkan sampel

yang dikoleksi dari Pulau Jawa yang berjumlah satu individu. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa sampel yang berasal dari Sumatra

mengelompok dengan sampel dari Sumatra dengan kode sampel

yaitu HFS1, HFS2, HFS3, dan HFS4. Sampel dengan kode HFS2

yaitu Hf yang berasal dari Lampung dengan sampel HFS4 yang

berasal dari Aceh memiliki hubungan korelasi positif, hal tersebut

dapat diketahui dari hasil PCA yang ditunjukkan oleh adanya

persamaan karakter ukuran panjang dari hidung sampai mata (Nar-

Eye), ukuran panjang dari ujung mulut sampai mata (Sn-Eye),

ukuran panjang total dari ujung mulut sampai pangkal ekor (TL),

ukuran panjang kepala (Head-L) dan ukuran panjang dari ujung

mulut sampai bagian anus (SVL) (Gambar 9). Sedangkan sampel

HFJ5 dengan HFS4 berdasarkan PCA memiliki perbedaan garis

yang sangat jelas, hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan

lokasi yang sangat signifikan yaitu sampel Hemidactylus frenatus

(HFS4) dari wilayah Banda Aceh, Aceh dan sampel Hemidactylus

Page 47: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

32

frenatus (HFJ5) dari wilayah Malang, Jawa Timur. Namun, sampel

HFS1, HFS3, dan HFJ5 memiliki persamaan dari karakter diameter

mata (Eye-D) (Gambar 9).

Gambar 10. Hasil PCA Hemidactylus frenatus jantan. Keterangan: HFJ1=H. frenatus, Jawa; HFS2=H. frenatus, Sumatra;

HFJ3=H. frenatus, Jawa; HFS4=H. frenatus, Sumatra;

HFS5=H. frenatus, Sumatra; HFS6=H. frenatus, Sumatra;

HFS7=H. frenatus, Sumatra; HFJ8=H. frenatus, Jawa;

HFJ9=H. frenatus, Jawa

Berdasarkan hasil PCA pada individu cicak pohon jantan

berjumlah sembilan individu, yaitu H. frenatus. Garis warna biru

menandakan sampel yang dikoleksi dari Pulau Jawa berjumlah empat

individu, sedangkan garis warna ungu menunjukkan sampel yang

dikoleksi dari Pulau Sumatra yang berjumlah lima individu. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa sampel yang berasal dari Jawa dan

Sumatra memiliki kesamaan satu dengan yang lain, hal tersebut

dapat diketahui dari sampel H. frenatus dari Jawa (HFJ1) dan H.

frenatus dari Sumatra (HFS7) yang memiliki karakter sama, yaitu

diameter mata (Eye-D) dan jarak antara ketiak tangan sampai ketiak

kaki (AGL) (Gambar 10). Kemudian, sampel HFS7 dan HFJ3

terlihat nyata perbedaan berdasarkan letak wilayah yang sangat jelas,

yaitu sampel H. frenatus dari Jawa, khususnya wilayah Cilacap, Jawa

Tengah dan sampel H. frenatus dari Sumatra yaitu wilayah Kuala

Page 48: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

33

Tungkal, Jambi. Namun, dari seluruh sampel yang berasal dari Pulau

Jawa, sampel HFJ3 yang berasal dari Cilacap, Jawa Tengah,

memiliki perbedaan dengan sampel HFJ1 yang berasal dari

Bondowoso, Jawa Timur (Gambar 10). Sedangkan dari seluruh

sampel yang berasal dari Pulau Sumatra sampel HFS7 dari Kuala

Tungkal, Jambi memiliki perbedaan dengan sampel HFS2 dari

Dumai, Riau dan cenderung memiliki persamaan kedekatan dengan

sampel HFJ3 yang berasal dari Cilacap, Jawa Tengah berdasarkan

karakter ukuran panjang dari ujung mulut sampai pangkal ekor (TL).

4.3 Hubungan Kekerabatan Genus Hemidactylus dari Jawa dan

Sumatra Berdasarkan Analisis Gen ND4

Hasil aligment dari konstruksi pohon filogenetik dilakukan pada

19 sekuen Hemidactylus dan dua sekuen outgroup dengan panjang

590 bp setelah gap pada posisi kanan dan kiri dihapus menggunakan

software Mega 7. Rekonstruksi pohon filogenetik dilakukan dengan

tiga analisis, yaitu Maximum likelihood (ML), Maximum Parsimony

(MP) dan Bayesian Inference (BI). Hasil dari ketiga analisis tersebut

menunjukkan topologi pohon yang sama, sehingga dapat

direkonstruksi menjadi satu pohon filogenetik. Namun, pada

beberapa percabangan memiliki nilai dukungan bootstrap yang tidak

valid. Berdasarkan hasil pohon filogenetik yang terbentuk, terdapat

tiga clade utama, yaitu clade A, B, dan C. Nilai disetiap cabang

pohon filogenetik, didasarkan pada nilai bootstrap Maximum

likelihood Bootstrap (MLBS), Maximum Parsimony Bootstrap

(MPBS), dan Bayesian Posterior Probabilty (BPP).

Menurut Huelsenbeck & Hillis (1993), sebuah pohon filogeni

memiliki percabangan yang valid apabila didukung dengan bootstrap

lebih dari 70 untuk MLBP dan MPBP, serta lebih dari 95 untuk

analisis BPP. Nilai bootstrap yang muncul pada tiga pohon

filogenetik didasarkan pada uji statistik yang berbeda, namun

berdasarkan kesamaan dan perbedaan genetis antar spesies. Hasil

analisis maximum likelihood, maximum parsimony dan bayessian

inference dapat ditinjau pada topologi satu pohon filogenetik

Hemidactylus (Gambar 15).

Clade A dan clade B merupakan kelompok monofiletik yang

ditunjukkan dengan nilai bootstrap MLBS/MPBS/BPP (81/85/100)

(Gambar 15). Clade A merupakan kelompok spesies Hemidactylus

frenatus dari sebagian Sumatra dan Jawa yang mengelompok dengan

Page 49: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

34

spesies Hemidactylus frenatus dari China. Clade B merupakan

kelompok Hemidactylus platyurus dari Fillipina, Hemidactylus

brooki dari Sri Lanka, Hemidactylus garnotii dari Myanmar dan

Hemidactylus sp. dari China. Clade C merupakan spesies outgroup

yaitu Gekko gecko yang berasal dari China dan Cyrtodactylus

marmoratus yang berasal dari Jawa Barat, keduanya masih dalam

satu famili Gekkonidae dengan Hemidactylus frenatus. Selain itu,

berdasarkan uncorrected p-distance perbedaan genetis antara dua

spesies yaitu Hemidactylus dengan outgroup sekitar 39-46 %.

4.3.1 Clade A

Clade A terdiri atas spesies Hf yang berasal dari Jawa, Sumatra,

dan China meliputi wilayah Bondowoso, Malang, Riau, Sumatra

Selatan, Mojokerto, Lampung, Cilacap, Aceh, Jambi, dan China.

Clade A didukung dengan hasil analisis MLBS/MPBS/BPP

(99/100/100) yang menunjukkan bahwa clade ini memiliki hasil nilai

topografi yang sangat valid. Nilai bootstrap pada cabang pohon

filogenetik yang mencapai >70 % dianggap signifikan, sedangkan

antara 50-70% dianggap sebagai tendensi, sedangkan analisis BI

dengan nilai >95% pada cabang BPP dianggap signifikan.

Hemidactylus brooki (Sri Lanka) merupakan sister lineage dari

spesies Hemidactylus frenatus Jawa, Sumatra, dan China (Gambar

15).

Clade A mempunyai dua subclade, yaitu subclade I dan II.

Subclade I dan Subclade II mempunyai hubungan parafiletik, karena

tidak memiliki satu nenek moyang yang sama. Hasil tersebut juga

didukung dengan hasil bootstrap yang rendah. Subclade I merupakan

spesies Hf yang berasal dari Jawa, Sumatra dan China. Clade I

didukung dengan hasil analisis MLBS/MPBS/BPP (97/100/95).

Clade I tergolong clade yang politomi terdiri dari spesies Hf dari

Bondowoso, Hf dari Malang, Hf dari Riau, Hf dari Sumatra Selatan

(1), Hf dari Sumatra Selatan (2), Hf dari Sumatra Selatan (3), Hf dari

Mojokerto (2), Hf dari Lampung (3), dan Hf dari China. Berdasarkan

analisis p-distance, semua spesies Hemidactylus frenatus dari

Bondowoso, Malang, Riau, Sumatra Selatan, Mojokerto, Lampung

dan China berkerabat dekat dengan nilai (p–distance = 0,00). Oleh

sebab itu, kesembilan spesies Hemidactylus frenatus tersebut sangat

berkerabat dekat dan masih dalam satu spesies karena memiliki nilai

Page 50: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

35

p<0,05 dengan hasil bootstrap MPBS/MLBS/BPP (97/100/95)

(Gambar 15).

(Dokumentasi Pribadi ENS, 2017)

Gambar 11. Spesies Hemidactylus frenatus betina. Keterangan: A.

Malang; B. Lampung; C. Aceh

Menurut Carranza & Arnold (2006), kelompok Hemidactylus

merupakan suatu Genus yang paling mendominasi dari Famili

Gekkonidae, dan spesies H. garnotii, H. frenatus, H. turcicus, dan H.

mabouia adalah kelompok spesies yang paling banyak tersebar luas

secara merata di hampir seluruh wilayah di Asia (Gambar 12).

A

C

B

Page 51: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

36

Distribusi Genus Hemidactylus yang luas ini sangat mempengaruhi

perkembangan dan kelangsungan proses adaptasi spesies dalam

Genus secara terbatas dengan pembagian rentang wilayah yang

sangat terbatas (Gambar 11). Secara umum, kelompok Hf memiliki

distribusi persebaran yang sangat luas, yaitu hampir di seluruh

wilayah daratan Asia dan wilayah tropis, seperti Indonesia (Gambar

12). Hal tersebut menyebabkan persebaran dan jarak genetisnya

cenderung sangat rendah antara satu wilayah dengan wilayah lain

(Boulenger, 1890). Hasil tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini

mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa

persebaran Hf memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, yaitu

hampir di seluruh daratan Asia Tropis.

Subclade II terdiri atas spesies Hemidactylus frenatus yang

berasal dari Jawa dan Sumatra, meliputi Hf dari Aceh, Hf dari

Cilacap, Hf dari Lampung (1), Hf dari Lampung (2), Hf dari Jambi,

dan Hf dari Mojokerto (1). Subclade II terbagi lagi menjadi IIa dan

IIb. Adapun kelompok IIa dan IIb mempunyai hubungan

monofiletik, namun hanya didukung dengan nilai bootstrap

MLBS/MPBS/BPP (-/100/71). Nilai bootstrap pada cabang pohon

filogenetik mencapai >70%, sehingga dikategorikan sudah signifikan

(Leache & Reeder, 2002 dalam Matsui dkk., 2010; Knowles &

Carstens, 2007).

Carranza & Arnold (2006), menunjukkan bahwa spesies Hf dari

Asia merupakan anggota kelompok dari Genus Hemidactylus di

wilayah Asia tropis berdasarkan clade yang terbentuk. Hf berada

pada subclade yang sama dengan H. Brooki dan H. Flaviridi. Hasil

tersebut didukung oleh beberapa karakter morfologi yang identik

diantara spesies tersebut. Zug dkk. (2007) dan Bauer dkk. (2010)

memberikan penjelasan bahwa hubungan terdekat spesies Hf dalam

kelompok Gekko cenderung mengelompok dengan clade

Hemidactylus terestrial, termasuk H. platyurus, H. brooki, H.

bowringgi, dan H. albofasciatus yang berasal dari Semenanjung

Malaysia, Myanmar, Kalimantan, dan Sri lanka.

Page 52: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

37

(Dokumentasi Pribadi ENS, 2017)

Gambar 12. Spesies Hemidactylus frenatus jantan. Keterangan: A.

Bondowoso; B. Cilacap; C. Riau; D. Sumatra Selatan

A

D

C

B

Page 53: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

38

(Dokumentasi Pribadi ENS, 2017)

Gambar 13. Spesies Hemidactylus frenatus dari Cilacap. Keterangan:

A. bagian dorsal; B. Bagian ventral

Sub-kelompok IIa terdiri dari spesies Hf dari Lampung1, Hf

Lampung2, Hf dari Jambi, dan Hf dari Mojokerto1. Berdasarkan

analisis p–distance, spesies Hemidactylus frenatus yang berasal dari

Lampung (1) dan Mojokerto (1) berkerabat dekat dengan nilai p–

distance 0,01 dan didukung dengan nilai bootstrap

MLBS/MPBS/BPP (76/84/97). Hemidactylus frenatus yang berasal

dari Lampung (2) dan Jambi juga menunjukkan hubungan

kekerabatan yang dekat dan masih dalam satu spesies (p–distance =

0,00-0,01). Hemidactylus frenatus yang berasal dari Lampung (1)

dan Jambi berkerabat dekat dan masih dalam satu spesies (p–

distance = 0,00). Hemidactylus frenatus (Lampung1) merupakan

sister lineage dari ketiga spesies tersebut dengan nilai p–distance =

0,00 yang masih berkerabat dalam satu spesies (MPBS/MLBS/BPP =

56/70/88). Seluruh spesies dalam sub kelompok IIa berkerabat dekat

dan masih dalam satu spesies (p–distance < 0,05). Sehingga terdapat

kemungkinan mempunyai ciri–ciri morfologi yang sama.

A

B

Page 54: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

39

(Dokumentasi Pribadi ENS, 2017)

Gambar 14. Spesies Hemidactylus frenatus dari Aceh. Keterangan: A.

bagian dorsal; B. Bagian ventral

Dua spesies dalam sub kelompok IIb yaitu Hf dari Aceh dan Hf

dari Cilacap cenderung berkerabat dekat dan masih berada dalam

satu spesies (p–distance < 0,05), meskipun tidak didukung dengan

nilai bootstrap yang signifikan MLBS/MPBS/BPP (-/53/69). Tapi,

masih terdapat kemungkinan bahwa spesies yang berasal dari dua

wilayah yang berbeda tersebut mempunyai ciri–ciri morfologi dan

meristik yang mirip (Gambar 13 & 14).

4.3.2 Clade B

Clade B merupakan sampel Genus Hemidactylus yang dikoleksi

dari Genbank NCBI, terdiri atas H. garnotii yang berasal dari

Myanmar, H. platyurus dari Fillipina, dan Hemidactylus sp. dari

China. Dua spesies dari clade B yaitu Hg dan Hp merupakan spesies

yang berbeda jauh, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai p–distance

< 0,05, yaitu sebesar 34%. Hasil tersebut juga didukung dengan nilai

bootstrap yang signifikan yaitu MPBS/MLBS/BPP (100/96/100).

Hemidactylus sp. (China) merupakan sister lineage dari spesies Hg

A

B

Page 55: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

40

dan Hp yang ditunjukkan dengan nilai p–distance yang sangat jauh

antara Hemidactylus sp. dengan H. platyurus sebesar 41% dan antara

Hemidactylus sp. dengan H. garnotii sebesar 39% (Gambar 15).

Tiga spesies utama yang memiliki persebaran sangat merata di

daratan Asia tropis adalah H. bowringii, H. brooki, dan H. platyurus.

Secara umum ketiga kelompok spesies tersebut pada dasarnya

mengelompok pada wilayah Asia Timur dan memiliki nama yang

masih konsisten hingga saat ini (Boulenger, 1890). Akan tetapi, H.

bowringii diperkirakan memiliki peta persebaran yang sangat

terbatas dibandingkan dengan dua spesies yang lain, yaitu

mengalami persebaran dari Cina Selatan Indochina Timur, Taiwan,

dan Ryukus (McMahan & Zug, 2007).

Penggabungan antara data morfologi dan molekuler

menunjukkan bahwa sampel Hemidactylus frenatus dari Sumatra dan

Hemidactylus frenatus dari Jawa memiliki kesamaan secara genetik

yang ditunjukkan dengan hasil pohon filogenetik dan nilai jarak

genetis yang tidak terlalu jauh berbeda, namun secara morfologi

memiliki perbedaan dari segi sisik dagu dan kloaka. Hal tersebut

dipengaruhi oleh adanya faktor eksternal berupa lingkungan yang

mengakibatkan spesies tersebut harus melakukan adaptasi dengan

lingkungan barunya dan faktor internal yaitu peristiwa polimorfisme,

ekspresi gen, dan epigenetik. Menurut (Allis dkk., 2007)

membuktikan bahwa peristiwa epigenetik merupakan salah satu

proses terjadinya perubahan fenotip atau ekspresi gen yang

disebabkan oleh adanya mekanisme selain perubahan sekuen DNA,

hal tersebut sangat berpengaruh terhadap bentuk dan struktur

morfologi dari suatu organisme, namun secara genetik tidak

memiliki perbedaan yang sangat signifikan atau dapat dikatakan

masih dalam satu kelompok organisme atau spesies yang sama.

Page 56: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

41

Gambar 15. Filogram Maximum likelihood, Maximum Parsimony dan Bayesian Interference berdasarkan Gen

ND4 di Jawa dan Sumatra

41

Gambar 15. Filogram Maximum likelihood, Maximum Parsimony dan Bayesian Interference

berdasarkan Gen ND4 di Jawa dan Sumatra

Page 57: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

42

4.4 P-Distance dari Genus Hemidactylus berdasarkan Wilayah

Persebaran

P-distance yang dihasilkan berdasarkan hasil alignment

menunjukkan bahwa sampel yang berada pada clade A (Gambar 15)

memiliki jarak genetis yang tidak terlalu jauh, yaitu antara 1-6%.

Clade A dibagi menjadi subclade I yaitu sampel Hf dari Bondowoso,

Lampung, Riau, Sumatra Selatan, Mojokerto, Malang, dan China.

Subclade II terdiri atas sampel Hf dari Aceh, Lampung, Jambi,

Mojokerto, dan Cilacap yang memiliki jarak genetis sebesar 6%.

Nilai p-distance tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut masih

dalam spesies yang sama yaitu H. frenatus. Menurut Lemey dkk.

(2009), nilai p-distance pada kelas reptil sebesar 15-17 % dengan

menggunakan sekuen gen ND4 sudah dapat dinyatakan sebagai

spesies baru atau berbeda spesies.

Subclade I, yaitu sampel Hf dari Bondowoso, Lampung3, Riau,

Sumatra Selatan2, Sumatra Selatan 1, Mojokerto2, Sumatra Selatan3,

Malang dan China menghasilkan nilai jarak genetis yang relatif

sama, yaitu sebesar 0% atau tidak mengalami perubahan berdasarkan

genetik dan cenderung konstan, sehingga dimasukkan dalam spesies

H. frenatus. Subclade II, yaitu sampel Hf yang berasal dari

Lampung, Jambi, Mojokerto1, Lampung1, Aceh, dan Cilacap

menghasilkan jarak genetis yang bervariasi yaitu antara 0-1%,

sehingga masih dikategorikan dalam spesies Hf.

Subclade II dikelompokkan menjadi kelompok IIa, yaitu sampel

Hf yang berasal dari Lampung, Jambi, dan Mojokerto, dan IIb yaitu

sampel Hf yang berasal dari Aceh dan Cilacap, menghasilkan jarak

genetis sebesar 1%. Subclade IIa sendiri terdiri atas spesies Hf

karena tidak mengalami variasi secara genetik atau konstan, yaitu P-

0,00. Sedangkan kelompok subclade IIb, yaitu Hf dari wilayah Aceh

dan Sumatra memiliki jarak genetis yang sangat rendah, yaitu P-0,01,

sehingga mengalami variasi genetik yang rendah. Salah satu faktor

yang menyebabkan jarak genetis sangat rendah dipengaruhi oleh

beberapa faktor salah satunya adalah gen ND4 yang bersifat tidak

conserve atau sulit mengalami mutasi secara genetis (Avise, 1994;

Knowles, 2001).

4.5 Haplotype Genus Hemidactylus

Berdasarkan analisis distribusi haplotype menghasilkan jumlah

haplotype yang terbentuk dari spesies Hf sebanyak tujuh (h:7),

Page 58: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

43

dengan nilai diversitas haplotype sebesar 72,38% (Hd:0,7238).

Haplotype 1 terdiri atas spesies Hf dari Sumatra Selatan1, Sumatra

Selatan2, Sumatra Selatan3 dan Riau. Haplotype 2 terdiri atas spesies

Hf dari Malang, Bondowoso, Mojokerto1, dan Mojokerto2.

Haplotype 3 merupakan spesies Hf dari Aceh. Haplotype 4

merupakan Hf dari Lampung1 dan Lampung3. Haplotype 5

merupakan Hf dari Lampung2 (Gambar 16). Haplotype 6 merupakan

Hf dari Cilacap dan Haplotype 7 adalah sampel Hf dari Jambi.

Pembagian setiap Haplotype berdasarkan dari seberapa besar

perbedaan basa yang dimiliki oleh suatu spesies yang didasarkan

pada jarak genetis yang dihasilkan. Semakin berbeda suatu spesies

atau Genus, maka akan semakin tinggi perbedaan basa yang dimiliki

oleh suatu kelompok spesies tersebut (Smid dkk., 2015).

Gambar 16. Jaringan parsial haplotype network Hemidactylus

frenatus

Haplotype 1, terdiri atas Hf Sumatra Selatan1, Sumatra Selatan2,

Sumatra Selatan3 dan Riau, menghasilkan perbedaan jumlah basa

yang sangat jauh dengan haplotype 3, yaitu Hf dari Aceh sebesar 39

basa yang berbeda. Di sisi lain, haplotype 1 memiliki perbedaan

jumlah basa yang sangat sedikit dengan haplotype 2, yaitu Hf dari

Malang, Bondowoso, Mojokerto1, dan Mojokerto2 sebesar 1 pada

nomor basa ke 578 (Gambar 16). Peristiwa tersebut terjadi

dikarenakan letak suatu barrier wilayah yang sangat jauh akan

mempengaruhi kondisi fisiologis dan molekuler suatu spesies (Smid

dkk, 2015). Oleh sebab itu, spesies Hf dari haplotype 1 cenderung

Page 59: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

44

memiliki perbedaan yang sangat besar dengan haplotype 3 (Gambar

16).

Hubungan silsilah dari H. frenatus dianalisis dengan

menggunakan marker DNA ND4 dan selanjutnya dikonstruksi

dengan Haplotype Network. Posisi heterozigous diidentifikasi

berdasarkan adanya dua kelompok haplotype puncak dengan

ketinggian yang kira-kira sama pada lokasi nukleotida tunggal di

kedua untaian. Haplotype disimpulkan dengan menggunakan FASE

v.2.1 (Stephens dkk., 2001) dengan nilai ambang batas probabilitas

ditetapkan menjadi 0,7, kemudian digunakan SeqPHASE untuk

mengubah input data dan file output (Flot, 2010).

4.6 Zoogeografi Genus Hemidactylus

Hemidactylus frenatus merupakan salah satu dari sekian banyak

spesies dari famili gekkonidae yang memiliki wilayah persebaran

sangat luas, yaitu hampir menyeluruh di wilayah Asia tropis

(Gambar 17). Genus ini cenderung aktif di malam hari atau bersifat

nokturnal. Distribusi Genus Hemidactylus (Kluge, 1969) saat ini

diwakili oleh 127 spesies (Uetz, 2016) yang tersebar merata di

daerah tropis dan subtropis meliputi Afrika, Asia, Amerika Utara,

Amerika Selatan, Karibia, dan Eropa Mediterania (Bauer dkk., 2010)

(Gambar 17). Mengingat plastisitas adaptif, yaitu kemampuan H.

frenatus untuk menyesuaikan dengan lingkungan baru sangat tinggi,

menyebabkan spesies ini dengan mudah tersebar di seluruh wilayah

melalui agen manusia, termasuk juga spesies H. brooki, H. garnotii,

H. mabouia, H. platyurus, dan H. turcicus (Carranza & Arnold,

2006). H. frenatus merupakan salah satu spesies yang memiliki

distribusi terluas dibandingkan spesies lain dalam Genus yang sama.

Berdasarkan hal tersebut, lima spesies yang terdistribusi secara

luas di Belahan Timur dan Barat, meskipun memiliki variasi bentuk

dan ukuran, namun masih berada dalam Genus Hemidactylus.

Analisis secara kariotip dan molekuler menunjukkan bahwa spesies

ini masih samar dalam taksa H. bowringii, H. brookii, H. Frenatus,

H. garnotii, dan H. platyurus (McMahan & Zug, 2007; Lajmi dkk,.

2016). Banyak spesies Hemidactylus yang telah diketahui mengalami

introduksi dari habitat aslinya yang disebabkan oleh aktifitas

manusia. Setidaknya sudah terdapat sembilan spesies yang secara

efektif mampu beradaptasi dengan habitat barunya (Carranza &

Arnold, 2006; Bauer dkk., 2010).

Page 60: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

45

Berdasarkan geologi menunjukkan bahwa kelompok dari cicak

pohon, terutama empat spesies H. brooki, H. parvimaculatus, H.

frenatus, H. flaviridis, berasal dari anak benua India (Gambar 17).

Common House Gecko atau Hf berasal dari Asia Selatan dan Asia

Tenggara serta KePulauan Indo-Australia, namun telah

diperkenalkan sebelumnya (Bauer, 1994). Sampai saat ini,

persebaran Hf telah mencakup wilayah bagian dari Afrika Timur,

Madagaskar, Hawaii, Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika

Serikat. Tapi, sangat sedikit yang mengetahui tentang distribusi dari

spesies ini pada habitat aslinya dan ditambahkan dengan

ketidakpastian mengenai status taksonomi menyebabkan terbatasnya

pengetahuan terkait zoogeografi dari Hf.

Berdasarkan analisis terbaru mengungkapkan bahwa Hf termasuk

ke dalam kelompok Genus yang berada pada clade Asia Tropis.

Hasil tersebut ditunjukkan dengan variabilitas genetik yang tinggi

dalam populasi yang berbeda, sehingga dapat dikategorikan sebagai

spesies kompleks. Data yang telah ada membuktikan bahwa di India,

spesies Hf yang didefinisikan saat ini telah tercatat sebagai spesies

yang berasal dari negara bagian Selatan dan Timur India (Srinivsaulu

dkk,. 2014).

Gambar 17. Peta persebaran spesies Hemidactylus frenatus di

wilayah Asia tropis

Page 61: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

46

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis hubungan kekerabatan, rekonstruksi pohon

filogenetik Maximum Likelihood (ML), Maximum Parsimony (MP),

dan Bayesian Inference (BI) dengan menggunakan gen ND4

menunjukkan bahwa Hemidactylus merupakan kelompok

monofiletik yang terbagi atas 2 clade besar yaitu clade A dan clade

B, namun masih dikelompokkan dalam satu spesies yang sama.

Haplotype network juga menghasilkan perbedaan basa yang

signifikan antara Hemidactylus frenatus dari masing-masing wilayah.

Sedangkan berdasarkan karakter morfologi, Hf dari Sumatra

memiliki bagian sisik inner postmental, outer postmental, dan

parinfralabial dengan jumlah sisik infralabial sebanyak 14,

sedangkan Hf dari Jawa hanya memiliki sisik dagu inner postmental

dan outer postmental dengan jumlah sisik infralabial sebanyak 11.

Selain itu, perbedaan morfologi juga didasarkan pada bentuk femoral

Hf dari Sumatra yang cenderung jelas dan memiliki pore. Persebaran

spesies Hemidactylus frenatus di Sumatra kemungkinan melalui

aliran sungai dari Utara ke Selatan selama masa Pleistosen,

sedangkan persebaran dari Sumatra ke Jawa diakibatkan oleh

terjadinya pendangkalan Selat Sunda dan juga dipengaruhi oleh

adanya introduksi dari manusia secara langsung atau tidak langsung.

5.2 Saran

Untuk memaksimalkan data dalam penelitian, sebaiknya

digunakan sekuen tambahan terutama dari daerah di Pulau Jawa

(Jawa Tengah dan Jawa Barat) agar mewakili hubungan kekerabatan

Jawa dan Sumatra secara keseluruhan.

Page 62: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

47

DAFTAR PUSTAKA

Allis, C.David, T. Jenuwein, D. Reinberg, M. Caparros. 2007.

Epigenetics. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York.

Avise, J.C., J. Arnold, R.M. Ball, E. Bermingham, T. Lamb, J.E.

Neigl, C.A. Reeb, dan N.C. Saunders. 1987. Intraspecific

phylogeography: The mitochondrial DNA bridge between

populations genetics and systematics. Annual Review of Ecology

and Systematics 18: 489–522.

Avise, J.C. 1994. Molecular markers, natural history and

evolution. Chapman and Hall. New York.

Bansal, R. & K.P. Karanth. 2010. Molecular phylogeny of

Hemidactylus (Squamata: Gekkonidae) of the Indian

subcontinent reveals a unique Indian radiation and an Indian

origin of Asian house geckos. Molecular Phylogenetics and

Evolution 57: 459–465.

Bauer, A.M. 1994. Gekkonidae. Part 1, Australia and Oceania.

Das Tierreich 109. Walter De Gruyter Publishers. Berlin.

Bauer, A.M., T.R. Jackman, E. Greenbaum, A. de Silva, V.B. Giri &

I. Das. 2010. Molecular evidence for the taxonomic status of

Hemidactylus brookii group taxa (Squamata: Gekkonidae).

Herpetological Journal 20: 129–138.

Bismark, M. 2011. Prosedur survei keragaman jenis pada

kawasan konservasi. Puslit Kehutanan. Bogor.

Boulenger, G.A. 1890. The fauna of British India, including

Ceylon and Burma. Reptilia and Batrachia. Secretary of

State for India in Council. London.

Brown, R.M., C.D. Siler, I. Das & Y. Min. 2012. Testing the

phylogenetic affinities of Southeast Asia’s rarest geckos: Flap-

legged geckos (Luperosaurus), Flying geckos (Ptychozoon) and

their relationship to the pan-Asian Genus Gekko. Molecular

Phylogenetics and Evolution 63: 915-921.

Carranza, S. & E.N. Arnold. 2006. Systematics, biogeography, and

evolution of Hemidactylus geckos (Reptilia: Gekkonidae)

elucidated using mitochondrial DNA sequences. Molecular

Phylogenetics and Evolution 38: 531–545.

Case, T.J., D.T. Bolger & K. Petren. 1994. Invasions and competitive

displacement among House Geckos in the Tropical Pacific.

Ecology 75: 464–477.

Page 63: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

48

Cavalli-Sforza, L.L. 1997. Genes, peoples, and languages.

Proceedings of the National Academy of Sciences 94:7719-

7724.

Darriba, D., G.L. Taboada, R. Doallo & D. Posada. 2012.

JModelTest2: more models, new heuristics and parallel

computing. Nature Methods 9(8): 772.

Edgren, R. A. 1956. Notes on the neotropical population of

Hemidactylus frenatus Schlegel. National History 55: 1-3.

Endler, J.A. 1977. Geographic, variation, speciation and clines.

Princeton University. New Jersey.

Flot, J.F. 2010. Seqphase: A web tool for interconverting

phase input/output files and fasta sequence alignments.

Molecular Ecology Resources 10: 162166.

Giri, V.B. & A.M. Bauer. 2008. A new ground-dwelling

Hemidactylus (Squamata: Gekkonidae) from Maharashtra, with

a key to the Hemidactylus of India. Zootaxa 1700: 21–34.

Grismer, L.L. 2014. Lizards of Peninsular Malaysia, Singapore

and their adjacent Archipelagos. Chimaira Buchhandels gesell

schaft mbH. Germany.

Hall, R. 1996. Reconstructing cenozoic SE Asia. In tectonic

evolution of Southeast Asia. Geology Social. London.

Huelsenbeck & Hills. 1993. Maximum parsimony and maximum

likelihood of phylogenetic trees. Bioinformatics 15: 745-750.

Huelsenbeck, J.P. & F.R. Ronquist. 2001. MrBayes: Bayesian

inference of phylogenetic trees. Bioinformatics 17: 754-755.

Huoponen, K. 2001. Leber hereditary optic neuropathy: clinical and

molecular genetic findings. Neurogenetics 3: 119-125.

Huoponen K., L Amminen T., Juvonen V., Aula P., N Ikoskelainen

E., S Avontaus M.L. 1993. The spectrum of mitochondrial DNA

mutations in families with Leber hereditary optic

neuroretinopathy. Human Genetic 92: 379-384.

Jerdon, T.C. 1853 Catalogue of the reptiles inhabiting the Peninsula

of India. Part 1. Journal of the Asiatic Society of Bengal 22:

462-479.

Kluge, A.G. 1969. The evolution and geographical origin of

the New World Hemidactylus mabouia-brookii complex

(Gekkonidae, Sauria). Miscellaneous Publications Museum

of Zoology University of Michigan. USA.

Knowles, L.L. & B.C. Carstens. 2007. Delimiting species without

monophyletic gene trees. Systematic Biology 56: 887–895.

Page 64: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

49

Knowles, L.L., 2001. Did the Pleistocene glaciations promote

divergence? Tests of explicit refugial models in montane

grasshopprers. Molecular Ecology 10: 691–702.

Kurniawan, N., T.H. Djong, M.I. Islam, T. Nishizawa, D.M. Belabut,

Y.H. Sen, T. Wanichanon, I. Yasir & M. Sumida. 2011.

Taxonomic status of three types Fejervarya cancrivora from

Indonesia and other Asian countris based on morphological

observation and crossing experiments. Zoological Science

2S(1): 12-24.

Lajmi, A., V.B. Giri & K.P. Karanth. 2016. Molecular data in

conjunction with morphology help resolve the Hemidactylus

brookii complex (Squamata:Gekkonidae). Organism Diversity

and Evolution 16: 659–677.

Lemey, P., M. Salemi & A. Vandamme. 2009. The phylogenetic

handbook a practical approach to phylogenetic analysis and

hypothesis testing. Cambridge University Press. Cambridge.

Lohman, D.J., M. de Bruyn, T. Page, K. Von Rintelen, R. Hall, Peter

K. L., Ng, Hsi-Te Shih., Gary R. Cavarlho., Thomas Von

Rintelen. 2011. Biogeography of the Indo-Australian

Archipelago. Annual Review of Ecology and Systematics 42:

205-226.

Macey, J.R., Y. Wang, N.B. Ananjeva, A. Larson dan T.J. Papenfuss.

1999. Vicariant patterns of fragmentation among gekkonid

lizards of the Genus Teratoscincus produced by the Indian

collision: a molecular phylogenetic perspective and an area

cladogram for Central Asia. Molecular Phylogenetics and

Evolution 12: 320–332.

Mallet, J. 2007. Species, concepts of biodiversity. Elsevier. Oxford.

Matsui, M., A, Hamidy., R,W. Murphy., W, Konshue., P, Yambun.,

T, Shimada., N, Ahmad., D. M., Belabut., J, P. Jiang. 2010.

Phylogenetic relationship of Megophryid frogs of the Genus

Leptobrachium (Amphibia, Anura) As Revealed by mtDNA

Gene Sequences. Moleculer Phylogenetics and Evolution 56:

259-272.

McMahan, C.D. & G.R. Zug. 2007. Burmese Hemidactylus (Reptilia,

Squamata, Gekkonidae): Geographic variation in the

morphology of Hemidactylus bowringii in Myanmar and

Yunnan. Proceedings of the California Academy of Sciences 58:

485–509.

Page 65: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

50

Morley R. J. 2000. Origin and evolution of tropical rain forests.

JohnWiley & Sons. 362. Chichester.

Mount D. W. 2004. Gollery M. bioinformatics: sequence and

genome analysis, 2nd ed. Cold Spring Harbor. Cold Spring

Harbor Laboratory Press. New York.

Myers, N., R.A. Mittermeier, C.G. Mittermeiuher, G.A.B. da

Fonseca, & J. Kent. 2000. Biodiversity hotspots for

conservation priorities. Nature 403: 853-858.

Nei, M. & S. Kumar. 2000. Molecular evolution and

phylogenetics. Oxford University Press. New York.

Norman, B.R. 2003. A new geographical record for the introduced

house gecko, Hemidactylus frenatus, at Cabo San Lucas, Baja

California Sur, Mexico, with notes on other species observed.

Bulletin of the Chicago Herpetological Society 38: 98-100.

Pelejero, C., M. Kienast, M. Wang, L.J. Grimalt. 1999. The flooding

of Sundaland during the last glacial. Earth Planetary Sci. Let.

171: 661-671.

Patel, H.V., Naik & S. Tank. 2016. The common house gecko,

Hemidactylus frenatus Schlegel in Dumeril & Bibron 1836

(Reptilia: Gekkonidae) in Gujarat, India. Department of

Biosciences, Veer Narmad South Gujarat University. India.

Schlegel S. 1836. Erpetologie general of history natural complete

to reptiles. Library. Encyclopedia Roret. Paris. Vol.3: 335.

Singh, A.K. 2012. Molecular taxonomy: use modern methods in the

identification of a species. Indian Journal of Law, science and

Technology 2: 143-147.

Smid, J., S. Carranza, L. Kratochv, Gvo zd., A.K. Nasher

& J. Moravec. 2015. Out of Arabia: a complex biogeographic

history of multiple vicariance and dispersal

events in the Gecko Genus Hemidactylus (Reptilia:

Gekkonidae). Public Library of Science ONE 8: e64018.

Smith, M.A. 1943. The Fauna of British India, Ceylon and

Burma, Including the Whole of the Indo-Chinese Sub-

Region. Reptilia and Amphibia. Volume III–Serpentes.

Taylor and Francis. London.

Srinivsaulu, C., B. Srinivasulu & S. Molur. 2014. The status and

distribution of reptiles in the Western Ghats, India.

Conservation Assessment and Management Plan (CAMP).

Wildlife Information Liaison Development Society.

Coimbatore. Tamil Nadu. India.

Page 66: FILOGEOGRAFI GENUS CICAK POHON (SQUAMATA ...repository.ub.ac.id/4295/1/Ari%C2%A0Ardiantoro.pdfFilogeografi merupakan kajian ilmu filogenetik dan biogeografi yang mengungkap terjadinya

51

Stephens, M., N.J. Smith & P. Donnelly. 2001. A new

statistical method for haplotype reconstruction from population

data. American Journal of Human Genetics 68:

978989.

Swofford, D.L. 2002. PAUP*. Phylogenetic analysis using

parsimony (*and other methods). Version 4. Sinauer

Associates. Sunderland. Massachusetts.

Tanabe, A.S. 2007. Kakusan: A computer program to automate the

selection of a nucleotide substition model and the configuration

of a mixed model on multilocus data. Molecular Ecology Notes

7: 962-964.

Theopillus, B.D.M. 2008. Principle and medical aplications of the

polymerase chain reaction. Humana press. New Jersey.

Uetz, P., P. Freed & J. Hošek. 2016. The reptile database.

(http://www.reptiledatabase.org). Diakses 10 Juni 2017.

Vences, M., S. Wanke, D.R. Vieites, B. Branch & F. Glaw. 2004.

Natural colonisation or introduction? High genetic divergences

and phylogeographic relationships of house geckos

(Hemidactylus) from Madagascar. Biological Journal of the

Linnean Society 83: 115–130.

Vyas, R. 2005. First record of Asian house Gecko Hemidactylus

frenatus (Schlegel) from Gujarat State, Western India. Cobra

60: 13–17.

White, R.T. 1978. Learning science. Basil Blackwill Press. New

York.

Zhao, G., X. Zhou, L. Wang, G. Li, C. Kisker, W.J. Lennarz, H.

Schindelin. 2009. Structure of the mouse peptide N-glycanase-

HR23 complex suggests co-evolution of the endoplasmic

reticulum-associated degradation and DNA repair pathways.

Journal biological Chemistry 281: 13751–13761.

Zug, G.R., D. Watling, T. Alefaio dan C. Ludescher. 1993. A new

gecko (Reptilia: Squamata: Genus Lepidodactylus) from Tuvalu,

South Central Pacific. Proceedings of the Biological Society of

Washington 116: 38-46.

Zug, G.R., J.V. Vindum, & M.S. Koo. 2007. Burmese Hemidactylus

(Reptilia, Squamata, Gekkonidae): Taxonomic notes on tropical

Asian Hemidactylus. Proceedings of the California Academy of

Sciences 58: 387–405.