fentinoin (bcs kelas 2)

14
Tugas Terstruktur Mata Kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar ( ISBD ) MODERNISASI MASYARAKAT Disusun Oleh : MUHAMMAD HAFIZH (I21112003) PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: muhammad-hafizh-ur-hs

Post on 25-Nov-2015

94 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

perbaikan sifat disolusi fentinoin dengan membuat sediaan injeksi

TRANSCRIPT

Tugas Terstruktur Mata KuliahIlmu Sosial dan Budaya Dasar ( ISBD )

MODERNISASI MASYARAKAT

Disusun Oleh :MUHAMMAD HAFIZH(I21112003)

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TANJUNGPURA 2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas terstruktur mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar berupa makalah yang berjudul Modernisasi Masyarakat dalam rangka memenuhi aspek penilaian.Dalam pengerjaan makalah ini tentunya beberapa kendala penulis hadapi. Namun akhirnya makalah dapat diselesaikan. Dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:1. Prof. DR. Mashudi, M.Pd selaku dosen pengajar,2. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dalam upaya meningkatkan nilai dan moral dalam kehidupan bermasyarakat. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif / membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, Maret 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

JUDULHalamanKATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiBAB I PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang11.2 Rumusan Masalah11.3 Tujuan Penulisan1BAB II DASAR TEORI2.1 Definisi BCS (Biopharmaceutical Classification System)2.2 Tujuan dan Koncep BCS2.3 Klasifikasi BCS2.4 Faktor-faktopr yang Memengaruhi BCSBAB III PEMBAHASANBAB IV PENUTUP3.1 Kesimpulan3.2 SaranDAFTAR PUSTAKAviiiii

vii

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakanga.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:1)

1.3 Tujuan PenulisanTujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

BAB IIDASAR TEORI2.1 Definisi BCSBCS (Biopharmaceutical Classification System) atau sistem klasifikasi biofarmasetika adalah suatu model eksperimental yang mengukur permeabilitas dan kelarutan suatu zat dalam kondisi tertentu. Sistem ini dibuat untuk pemberian obat secara oral. Untuk melewati studi bioekivalen secara in vivo, suatu obat harus memenuhi persyaratan kelarutan dan permeabilitas yang tinggi.Bioavaibilitas obat merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai efektifitas suatu sediaan farmasi. Kecepatan disolusi dan waktu tinggal obat dalam saluran cerna merupakan faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitas. Sistem dispersi padat dan sistem penghantaran obat mukoadhesif merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan kecepatan disolusi dan waktu tinggal obat dalam saluran cerna.

2.2 Tujuan dan Konsep BCSTujuan dari BCS adalah :1. Untuk meningkatkan efisiensi pengembangan obat dan proses peninjauan dengan merekomendasikan strategi untuk mengidentifikasi uji bioekivalensi.2. Untuk merekomendasikan kelas pelepasan cepat dari bentuk sediaan padat oral yang secara bioekivalensi dapat dinilai berdasarkan uji disolusi in vitro.3. Untuk merekomendasikan suatu metode untuk klasifikasi yang sesuai dengan disolusi bentuk sediaan dengan karakteristik kelarutan dan permeabilitas produk obat.

2.3 Klasifikasi BCSBCS (Biopharmaceutical Classification System) atau sistem klasifikasi biofarmasetika diklasifikasikan menjadi empat kelas, diantaranya adalah : 1. Kelas I (Permeabilitas tinggi, Kelarutan tinggi)Misalnya Metoprolol, Diltiazem, Verapamil, Propranolol. Obat kelas I menunjukkan penyerapan yang tinggi dan disolusi yang tinggi. Senyawa ini umumnya sangat baik diserap. Senyawa Kelas I diformulasikan sebagai produk dengan pelepasan segera, laju disolusi umumnya melebihi pengosongan lambung.Oleh karena itu, hampir 100% penyerapan dapat diharapkan jika setidaknya 85% dari produk larut dalam 30 menit dalam pengujian disolusi in vitro dalam berbagai nilai pH, oleh karena itu data bioekivalensi in vivo tidak diperlukan untuk menjamin perbandingan produk2. Kelas II (Permeabilitas tinggi, Kelarutan rendah)Misalnya Fenitoin, Danazol, Ketokonazol, asam mefenamat, Nifedipine. Obat kelas II memiliki daya serap yang tinggi tetapi laju disolusi rendah. Dalam disolusi obat secara in vivo maka tingkat penyerapan terbatas kecuali dalam jumlah dosis yang sangat tinggi. Penyerapan obat untuk kelas II biasanya lebih lambat daripada kelas I dan terjadi selama jangka waktu yang lama. Korelasi in vitro-in vivo (IVIVC) biasanya diterima untuk obat kelas I dan kelas II.Bioavailabilitas produk ini dibatasi oleh tingkat pelarutnya. Oleh karena itu, korelasi antara bioavailabilitas in vivo dan in vitro dalam solvasi dapat diamati.3. Kelas III (Permeabilitas rendah, Kelarutan tinggi)Misalnya Simetidin, Acyclovir, Neomycin B, Captopril. Permeabilitas obat berpengaruh pada tingkat penyerapan obat, namun obat ini mempunyai laju disolusi sangat cepat. Obat ini menunjukkan variasi yang tinggi dalam tingkat penyerapan obat. Karena pelarutan yang cepat, variasi ini disebabkan perubahan permeabilitas membran fisiologi dan bukan faktor bentuk sediaan tersebut. Jika formulasi tidak mengubah permeabilitas atau waktu durasi pencernaan, maka kriteria kelas I dapat diterapkan.4. Kelas IV (Permeabilitas rendah, Kelarutan rendah)Misalnya taxol, hydroclorthiaziade, furosemid. Senyawa ini memiliki bioavailabilitas yang buruk. Biasanya mereka tidak diserap dengan baik dalam mukosa usus. Senyawa ini tidak hanya sulit untuk terdisolusi tetapi sekali didisolusi, sering menunjukkan permeabilitas yang terbatas di mukosa GI. Obat ini cenderung sangat sulit untuk diformulasikan.

2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi BCSFaktor-faktor yang mempengaruhi BCS diantaranya adalah :1. Laju disolusiDalam pedoman ini, suatu produk obat dikatakan cepat melarut jika tidak kurang dari 85% dari jumlah berlabel bahan obat larut dalam waktu 30 menit, menurut US Pharmacopeia (USP) alat disolusi I pada 100 rpm (atau alat disolusi II pada 50 rpm) dalam volume 900 ml atau kurang di setiap media seperti HCl 0,1 N atau cairan lambung buatan tanpa enzim, larutan buffer pH 4,5, larutan buffer pH 6,8 atau cairan usus buatan tanpa enzim.2. KelarutanTujuan dari pendekatan BCS adalah untuk menentukan kesetimbangan kelarutan suatu obat dalam kondisi pH fisiologis. Profil kelarutan terhadap pH suatu obat uji harus ditentukan pada 37 1oC dalam media air dengan rentang pH 1-7,5. Kondisi pH untuk penentuan kelarutan dapat didasarkan pada karakteristik ionisasi obat uji. Misalnya, ketika pKa obat berada di kisaran 3-5, kelarutan harus ditentukan pada pH = pKa, pH = pKa +1, pH = pKa-1, dan pada pH = 1 dan 7,5. Minimal dilakukan tiga kali percobaan. Larutan buffer standar yang dijelaskan dalam USP dapat digunakan dalam studi kelarutan. Jika buffer ini tidak cocok untuk alasan fisik atau kimia, larutan penyangga lainnya dapat digunakan. PH larutan harus diverifikasi setelah penambahan obat untuk buffer.3. PermeabilitasPermeabilitas didasarkan langsung pada tingkat penyerapan usus suatu obat pada manusia atau tidak langsung pada pengukuran laju perpindahan massa melintasi membran usus manusia. Suatu obat dikatakan sangat permeabel ketika tingkat penyerapan pada manusia adalah 90% atau lebih dari dosis yang diberikan, berdasarkan pada keseimbangan massa atau dibandingkan dengan dosis pembanding intravena.

BAB IIIPEMBAHASAN

BAB IVPENUTUP3.1 KesimpulanKesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut :

3.2 SaranSaran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

DAFTAR PUSTAKA

Bethlehem, 2011, Biopharmaceutical Classification System and Formulation Development, Technical Brief.

Dash, Vikash., & Kesari, Asha, 2011, Role of Biopharmaceutical Classification System In Drug Development Program, Journal of Current Pharmaceutical.

Reddy, Kumar., & Karunakar, 2011. Biopharmaceutics Classification System: A Regulatory Approach, Dissolution Technologies.

Sutriyo., Rachmat, Hasan, & Rosalina, Mita, 2007, Pengembangan Sediaan dengan Pelepasan Dimodifikasi Mengandung Furosemid sebagai Model zat aktif Menggunakan Sistem Mukoadhesif, Majalah Ilmu Kefarmasian.

Wagh P., Millind., & Patel, Jatis, 2010, Biopharmaceutical Classification System: Scientific Basis for Biowaiver Extensions, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical sciences.