fenomena underpricing dan kinerja saham …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - herfian... ·...

283
r TUGAS AKHIR (614415A) FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM PERUSAHAAN IPO SEKTOR INFRASTRUKTUR, UTILITAS DAN TRANSPORTASI DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010- 2018 Herfian Handrioka NRP. 1115040014 DOSEN PEMBIMBING: R.A. NORROMADANI YUNIATI, SE., M.SM. RISTANTI AKSEPTORI, SS., MM. PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019

Upload: others

Post on 12-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

i

r

TUGAS AKHIR (614415A)

FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM PERUSAHAAN IPO SEKTOR INFRASTRUKTUR, UTILITAS DAN TRANSPORTASI DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010-2018

Herfian Handrioka NRP. 1115040014 DOSEN PEMBIMBING: R.A. NORROMADANI YUNIATI, SE., M.SM. RISTANTI AKSEPTORI, SS., MM.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA

2019

Page 2: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

ii

“Halaman Sengaja Dikosongkan”

This page is intentionally left blank

Page 3: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

i

TUGAS AKHIR (614415A)

FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM PERUSAHAAN IPO SEKTOR INFRASTRUKTUR, UTILITAS DAN TRANSPORTASI DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010-2018

Herfian Handrioka NRP. 1115040014

DOSEN PEMBIMBING: R.A. NORROMADANI YUNIATI, SE., M.SM. RISTANTI AKSEPTORI, SS., MM.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA

2019

Page 4: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

ii

“Halaman Sengaja Dikosongkan”

This page is intentionally left blank

Page 5: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

iii

Page 6: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

iv

“Halaman Sengaja Dikosongkan”

This page is intentionally left blank

Page 7: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

v

Page 8: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

vi

“Halaman Sengaja Dikosongkan”

This page is intentionally left blank

Page 9: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, ridho, dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini dengan baik dan

lancar. Penulis juga mengucapkan shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah

curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabat yang telah

memberikan teladan bagi seluruh umat manusia.

Penulis menyadari penyelesaian dan penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas

dari kerjasama, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga penulis

menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan Kekuatan, kelancaran dan Ilmu Pengetahuan

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik dan tepat

pada waktunya.

2. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc MRINA selaku Direktur Politeknik Perkapalan Negeri

Surabaya.

3. Bapak Rudianto, S.T., M.T selaku ketua jurusan Teknik Bangunan Kapal.

4. Ibu Yugowati Praharsi, S.Si., M.Sc., Ph.D. selaku Kepala Program Studi Manajemen

Bisnis.

5. Ibu R.A Norromadani Yuniati, S.E., M.S.M dan Ibu Ristanti Akseptori, S.S., M.M.

selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia untuk meluangkan waktu dan pikiran

untuk membimbing serta memberi masukan dan motivasi dalam penyusunan tugas

akhir ini hingga dapat terselesaikan dengan tepat pada waktunya. Terima kasih

banyak atas waktu, ilmu, bimbingan serta perhatiannya yang telah diberikan.

6. Bapak Danis Maulana selaku Dosen Manajemen Bisnis, bagi penulis yang

mengispirasi dan membantu penulis dalam pelaksanaan perkuliahan dan memberikan

pengalaman dan penegtahuan yang luar biasa.

7. Ibu Yesica dan Bapak Gaguk yang selama saya menjadi mahasiswa pernah

mempercayakan tugas dan kegiatan untuk saya kerjakan sehingga dapat menambah

pengalaman dan wawasan yang lebih luas.

8. Bapak dan Ibu Dosen Penguji Tugas Akhir atas kritik dan saran yang membangun

dan menyempurnakan Tugas Akhir ini.

Page 10: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

viii

9. Seluruh jajaran staf Dosen Prodi Manajemen Bisnis Jurusan Teknik Bangunan Kapal

Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya yang tidak mungkin disebutkan satu per satu,

namun setiap ilmu yang diberikan sungguh sangat berharga dan bermanfaat bagi

penulis sebagai bekal dalam penulisan Tugas Akhir ini.

10. Kedua orang tua saya, Ayah Handri Wahyu Prihartono dan Bunda Herrustin terima

kasih atas doa, dukungan, perhatian serta pengertiannya selama pengerjaan Tugas

Akhir ini.

11. Adik yang selalu mendukung saya Okky Handrianto yang selalu menginspirasi dan

bersedia menyediakan kantornya untuk wifi gratis dan mengerjakan tugas akhir ini

hingga selesai. Thanks Bro.

12. Sahabat seperjuangan INDEKITA : Merlin Dyah wati, Karunia Eka Saftiri, dan

Dresthia Yusuf Kalpika Wiratama, mbak ulfa yang selalu menjadi motivasi bagi

penulis untuk menyelesaikan setiap bagian dari tugas akhir ini.

13. Rekan seperjuangan Tugas Akhir dan Pemain Moba analog Angga Prasetya dan

Puguh Prasetyo.

14. Kawan baik saya Fastin, Danny, Friska, Bagus, Iril, dan Biggy terimakasih atas saran

dan dukungannya atas kesempurnaan Tugas Akhir Ini.

15. Teman-teman seangkatan khususnya MB2015A yang telah memberikan banyak

kesan dalam masa perkuliahan, semangat, serta pelajaran selama penulis menjalani

studi.

16. Adik Adikku Manajemen bisnis khususnya tim INDEKITA, KOMINFO dan Galeri

Investasi. Selalu semangat dan terimakasih atas dukungannya selama ini.

17. Mirza Safitri A.P yang memberikan alasan untuk selalu berjuang dan semangat

dalam menjalani setiap langkah untuk mencapai tujuan. Terima kasih telah

memberikan warna selama penulis melakukan studi, saya juga berharap kita akan

selalu menjadi teman baik.

18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang membantu

terselesaikannya Tugas Akhir ini, yang mendoakan, menghibur dan menguatkan.

Semoga Allah SWT selalu mengiringi setiap langkah kalian.

Page 11: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

ix

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan yang harus disempurnakan

dari Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya dan

membuka diri untuk segala kritikan dan masukan yang dapat membangun dan

meningkatkan kualitas Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan

manfaat bagi kepentingan ilmu di masa depan.

Surabaya, 05 Agustus 2019

Penulis

Page 12: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

x

“Halaman Sengaja Dikosongkan”

This page is intentionally left blank

Page 13: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

xi

FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM

PERUSAHAAN IPO SEKTOR INFRASTRUKTUR, UTILITAS DAN

TRANSPORTASI DI BURSA EFEK INDONESIA

PERIODE 2010-2018

Herfian Handrioka

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji adanya fenomena underpricing, kinerja

saham, dan menganalisis faktor internal dan eksternal yang diduga mempengaruhi

underpricing dan kinerja saham pada perusahaan yang melakukan Penawaran Umum

Perdana (IPO) sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi di Bursa Efek Indonesia.

Periode penelitian 2010-2018, merupakan penelitian kuantitatif dengan teknik purposive

sampling, sehingga diperoleh 32 perusahaan sampel. Analisis data menggunakan regresi

linier berganda. Underpricing diukur menggunakan initial return sedangkan kinerja

saham diukur dengan menggunakan abnormal return. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa Faktor Internal yaitu Debt To Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS),

Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan, dan Presentase saham ditawarkan secara

parsial tidak berpengaruh terhadap underpricing karena asimetris informasi. Ukuran

Perusahaan secara parsial berpengaruh negatif terhadap underpricing. Faktor Internal

yaitu EPS, ROA, Umur Perusahaan, dan Presentase saham ditawarkan tidak berpengaruh

terhadap kinerja saham karena asimetris informasi. DER dan Ukuran Perusahaan

berpengaruh positif secara parsial terhadap kinerja saham. Faktor Internal secara simultan

berpengaruh terhadap underpricing, Faktor Internal secara simultan tidak berpengaruh

terhadap kinerja saham. Faktor Eksternal Inflasi dan Suku Bunga Bank Indonesia secara

parsial tidak berpengaruh terhadap Underpricing. Kurs Nilai Tukar berpengaruh Positif

terhadap Underpricing. Faktor Eksternal Inflasi, Kurs Nilai Tukar dan Suku Bunga Bank

Indonesia secara parsial tidak berpengaruh terhadap Underpricing. Faktor Eksternal

secara simultan berpengaruh terhadap Underpricing. Faktor Eksternal secara simultan

tidak berpengaruh terhadap kinerja saham. Penelitian selanjutnya dapat memperluas

waktu penelitian untuk abnormal return dan sektor penelitian lain di bursa efek indonesia.

Kata Kunci: Penawaran Umum Perdana (IPO), Underpricing, initial return, Kinerja

saham, abnormal return.

Page 14: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

xii

“Halaman Sengaja Dikosongkan”

This page is intentionally left blank

Page 15: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

xiii

THE PHENOMENON OF UNDERPRICING AND PERFORMANCE

OF IPO COMPANY SHARES IN THE INFRASTRUCTURE,

UTILITIES AND TRANSPORTATION SECTORS IN THE

INDONESIA STOCK EXCHANGE FOR THE PERIOD OF 2010-2018

Herfian Handrioka

ABSTRACT

This study aims to examine the existence of the phenomenon of underpricing, stock

performance, and analyze internal and external factors that are thought to affect the

undepricing and performance of shares in companies that conduct the Initial Public

Offering (IPO) of the infrastructure, utilities and transportation sectors on the Indonesia

Stock Exchange. The research period is from 2010 to 2018. This study uses a type of

quantitative research, because it refers to calculations in the form of numbers. The

sampling technique used purposive sampling, so that 32 sample companies were obtained

in this study. Data analysis used multiple regression models, to test the relationship

between independent variables and the dependent variable. Underpricing is measured

using initial returns while stock performance is measured using abnormal return. Based

on the results of the study showed that Internal Factors, namely Debt To Equity Ratio

(DER), Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Company Age, and

Percentage of shares offered partially did not affect underpricing. Meanwhile, the size of

the company partially has a negative effect on underpricing. Partial Internal factors,

namely Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Company Age, and

percentage of shares offered do not affect Stock Performance. While the Debt To Equity

Ratio (DER) and Company Size have a positive and partial effect on stock performance.

Internal factors simultaneously influence underpricing, while Internal Factors

simultaneously have no effect on stock performance. Bank Indonesia External Inflation

and Interest Rates partially do not affect underpricing. Whereas the Exchange Rate has

a positive effect on Underpricing. External Inflation Factors, Bank Indonesia Exchange

Rate and Interest Rates partially have no effect on Underpricing. External factors

simultaneously influence Underpricing, while simultaneous External Factors have no

effect on stock performance.

Keywords: Initial Public Offering (IPO), Underpricing, initial return, stock performance,

abnormal return

Page 16: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

xiv

“Halaman Sengaja Dikosongkan”

This page is intentionally left blank

Page 17: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

xv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii

HALAMAN LEMBAR BEBAS PLAGIAT.........................................................v

KATA PENGANTAR..........................................................................................iiv

ABSTRAK.............................................................................................................xi

ABSTRACT.........................................................................................................xiii

DAFTAR ISI.........................................................................................................xv

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xix

DAFTAR TABEL...............................................................................................xxi

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................6

1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................7

1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................7

1.5 Batasan Penelitian..................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................11

2.1 Landasan Teori.....................................................................................11

2.1.1 Pasar Modal.......................................................................................11

2.1.2 Penawaran Umum Perdana (IPO).....................................................14

2.1.3 Saham................................................................................................22

2.1.4 Underpricing.....................................................................................23

2.1.5 Teori Tetang Underpricing................................................................23

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing...........................25

2.1.6.1 Debt To Equity Rasio................................................................25

2.1.6.2 Earning Per Share......................................................................26

2.1.6.3 Return On Assets.......................................................................27

2.1.6.4 Umur Perusahaan......................................................................28

2.1.6.5 Ukuran Perusahaan....................................................................28

2.1.6.6 Presentase Saham ditawarkan...................................................29

2.1.6.7 Inflasi.........................................................................................29

2.1.6.8 Suku Bunga Bank Indonesia......................................................30

Page 18: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

xvi

2.1.6.9 Kurs Nilai Tukar........................................................................31

2.1.7 Kinerja Saham...................................................................................32

2.1.8 Return Saham....................................................................................34

2.2 Penelitian Terdahulu............................................................................35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................39

3.1 Diagram Penelitian...............................................................................39

3.2 Desain Penelitian..................................................................................40

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional......................................40

3.3.1 Variabel Penelitian.......................................................................40

3.3.2 Variabel Operasional....................................................................42

3.4 Kerangka Berpikir................................................................................43

3.5 Hipotesis..............................................................................................45

3.5.1 Pengaruh Faktor Internal Terhadap Underpricing........................45

3.5.2 Pengaruh Faktor Internal Terhadap Kinerja Saham.....................47

3.5.3 Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap Underpricing.....................49

3.5.4 Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap Kinerja Saham...................53

3.6 Jenis dan Sumber data..........................................................................55

3.7 Metode Pengumpulan Data..................................................................57

3.8 Populasi dan Sampel Penelitian...........................................................57

3.9 Metode Analisis Data...........................................................................58

3.9.1 Statistik Deskriptif........................................................................58

3.9.2 Uji Asumsi Klasik........................................................................59

3.9.3 Analisis Regresi Linier Berganda.................................................61

3.9.2 Pengujian Hipotesis......................................................................62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................65

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian....................................................65

4.2 Statistik Deskriptif...............................................................................70

4.3 Uji Asumsi Klasik ................................................................................77

4.4 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda...............................................83

4.5 Hasil Pengujian Fenomena Underpricing............................................88

4.6 Hasil dan Analisa Pembahasan Pengaruh Faktor Internal Terhadap

underpricing.............................................................................................105

Page 19: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

xvii

4.7 Hasil dan Analisa Pembahasan Pengaruh Faktor Internal Terhadap

Kinerja Saham..........................................................................................140

4.8 Hasil dan Analisa Pembahasan Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap

underpricing.............................................................................................159

4.9 Hasil dan Analisa Pembahasan Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap

Kinerja Saham .........................................................................................176

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................193

5.1 Kesimpulan........................................................................................193

5.2 Saran..................................................................................................199

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................205

LAMPIRAN........................................................................................................208

Page 20: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

xviii

“Halaman Sengaja Dikosongkan”

This page is intentionally left blank

Page 21: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Perusahaan IPO 2010-2018 di Bursa Efek Indonesia..........................2

Gambar 1.2 Pergerakkan IHSG dan Sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi

Selama Periode 2007-2018......................................................................................4

Gambar 3.1 Diagram Penelitian.............................................................................39

Gambar 3.2 Kerangka Berpikir..............................................................................44

Gambar 4.1 Pergerakkan IHSG dan Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi

Selama Periode 2007-2018....................................................................................66

Gambar 4.2 Diagram Kontribusi sub-sektor terhadap nilai underpricing............100

Gambar 4.3 Pertumbuhan Hutang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)......110

Gambar 4.4 Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dolar..........................................111

Gambar 4.5 Hutang terhadap PDB dan pertumbuhan investasi pasar modal.....112

Gambar 4.6 Perumbuhan perusahaan IPO Sektor Penelitian...............................120

Gambar 4.7 Penggunaan dana IPO menurut Prospektus sampel penelitian........136

Page 22: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

xx

“Halaman Sengaja Dikosongkan”

This page is intentionally left blank

Page 23: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

xxi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu....................................................................35

Tabel 3.1 Variabel Operasional.............................................................................42

Tabel 3.2 pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi.............................................60

Tabel 4.1 Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi IPO Periode

2010-2018..............................................................................................................70

Tabel 4.2 Stastitik Deskriptif Sampel Penelitian...................................................71

Tabel 4.3 Uji Normalitas Underpricing................................................................78

Tabel 4.4 Uji Normalitas Kinerja Saham..............................................................78

Tabel 4.5 Uji Multikolenearitas Underpricing......................................................79

Tabel 4.6 Uji Multikolenearitas Kinerja Saham....................................................80

Tabel 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas Underpricing..........................................81

Tabel 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas Kinerja saham.........................................81

Tabel 4.9 Uji Autokorelasi Underpricing..............................................................82

Tabel 4.10 Uji Autokorelasi Kinerja Saham..........................................................82

Tabel 4.11 Uji Run Test Underpricing..................................................................83

Tabel 4.12 Uji Run Test Kinerja Saham................................................................83

Tabel 4.13 Analisis Regresi Linier Berganda Underpricing.................................84

Tabel 4.14 Analisis Regresi Linier Berganda Kinerja Saham...............................86

Tabel 4.15 Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi IPO Periode

2010-2018..............................................................................................................89

Tabel 4.16 Daftar Sampel penelitian dan nilai underpricing yang diukur dari

Initial Return..........................................................................................................98

Tabel 4.17 Kinerja Saham 30 Hari dengan Perhitungan Abnormal return..........101

Tabel 4.18 Statistika Deskriptif untuk data Abnormal return..............................103

Tabel 4.19 Hasil Pengujian Uji t Hipotesis Pertama............................................105

Tabel 4.20 Hasil Perhitungan Uji F Hipotesis Pertama.......................................130

Tabel 4.21 Hasil Pengujian R Square Hipotesis Pertama....................................139

Tabel 4.22 Hasil Pengujian Uji t Hipotesis Kedua..............................................141

Tabel 4.23 Hasil Perhitungan Uji F Hipotesis Kedua..........................................154

Tabel 4.24 Hasil Pengujian R Square Hipotesis Kedua.......................................158

Tabel 4.25 Hasil Pengujian Uji t Hipotesis Ketiga..............................................159

Page 24: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

xxii

Tabel 4.26 Hasil Perhitungan Uji F Hipotesis Ketiga..........................................170

Tabel 4.27 Hasil Pengujian R Square Hipotesis Ketiga.......................................176

Tabel 4.28 Hasil Pengujian Uji t Hipotesis Keempat..........................................177

Tabel 4.29 Hasil Perhitungan Uji F Hipotesis Keempat......................................187

Tabel 4.30 Hasil Pengujian R Square Hipotesis Keempat...................................192

Page 25: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sektor yang ada di Bursa Efek Indonesia adalah Sektor

infrastruktur, utilitas dan transportasi. Menurut Neil (1980) Infrastruktur mengacu

pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan dan fasilitas publik

lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ekonomi

dan sosial. Menurut John (1987) Utilitas adalah kemampuan suatu barang untuk

memberikan kepuasan kepada manusia dalam memenuhi kebutuhannya.

Sedangkan transportasi merupakan pemindahan manusia atau barang dari satu

tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan

oleh manusia atau mesin (Salim, 2000).

Perkembangan masyarakat suatu negara saat ini dipengaruhi oleh

perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat, berbagai macam terobosan

pembangunan, inovasi dan kebijakan pemerintah mendukung kemudahan akses

serta transaksi antara kota, wilayah, maupun negara yang dikenal sebagai era

globalisasi. Hal ini menciptakan tingginya persaingan antara perusahaan,

dikarenakan berbagai perkembangan tersebut mendorong terciptanya kesepakatan

antar negara untuk mewujudkan pasar bebas yang memudahkan ekspor maupun

impor barang dimana setiap produk maupun jasa dapat secara bebas dari sebuah

negara ke negara lain. Kondisi tersebut menuntut perusahaan untuk dapat

berkompetitif dengan baik dan lebih kreatif agar tetap dapat bertahan dalam dunia

usaha. Untuk itu, perusahaan diharuskan selalu mengembangkan strategi

perusahaan agar dapat bertahan, berdaya saing, dan terus berkembang di tengah

gencarnya persaingan usaha.

Salah satu alternatif pembiayaan yang dilakukan perusahaan yang

membutuhkan dana adalah dengan menerbitkan saham baru dan dijual kepada

masyarakat yang disebut sebagai Penawaran Umum atau Initial Public Offering

(IPO). Dalam mekanismenya penawaran umum dilakukan pertama kali di pasar

perdana (primary market) dan kemudian selanjutnya saham dijual di pasar sekunder

Page 26: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

2

(secondary market) atau biasa dikenal sebagai Bursa Efek. Di Indonesia, proses

transaksi penjualan saham perusahaan dilakukan di Bursa Efek Indonesia.

Minat perusahaan melakukan Penawaran Umum dinilai berfluktuatis sejak

tahun 2010 hingga 2015, namun mengalami konsistensi kenaikan sejak 2016 hingga

2018. Hal itu dibuktikan dengan grafik dibawah ini:

Gambar 1.1 Perusahaan IPO 2010-2018 di Bursa Efek Indonesia

(Pengolahan Data, 2019)

Berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Badan Pengawas Pasar Modal

(BAPEPAM) ketika perusahaan akan melalukan penawaran umum perdana (IPO),

perusahaan selaku calon emiten harus membuat prospektus yang didalamnya berisi

laporan keuangan emiten dan informasi lainnya yang berhubungan dengan saham

yang ditawarkan seperti kebijakan deviden, kegiatan dan prospek usaha, rencana

masa depan perusahaan, umur perusahaan, jumlah presentase saham yang

ditawarkan, kantor akuntan publik, dan pernjamin emisi (Underwriter). Prospektus

tersebut wajib dipublikasikan terlebih dahulu melalui media massa yang bertujuan

menginformasikan kepada calon investor hal-hal yang layak untuk diketahui.

Informasi yang disampikan kepada masyarakat akan membantu calon investor

didalam membuat keputusan investasi mengenai risiko dan nilai saham yang akan

ditawarkan oleh perusahaan emiten, dengan mempertimbangkan informasi-

informasi tersebut calon investor dapat menilai sejauh mana perusahaan IPO

memiliki nilai yang menguntungkan.

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

INFRASTRUKTUR, UTILITAS DANTRANPORTASI

3 7 4 3 5 0 3 7 10

PERUSAHAAN IPO 23 26 22 30 24 16 15 37 58

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Jum

lah

Per

usa

haa

n

Tahun

Page 27: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

3

Harga saham pada saat penawaran perdana ditentukan oleh kesepakatan

antara perusahaan emiten dengan penjamin emisi (Underwritter). Berdasarkan dua

mekanisme penentuan harga saham, sering terjadi perbedaan harga antara di pasar

perdana dengan di pasar sekunder. Hal ini dibuktikan dari hasil data yang diolah

dari Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010-2018 terkait sektor infrastruktur, utilitas

dan transportasi yang digunakan sebagai sampel penelitian. Hasilnya terdapat 38

perusahaan bidang infrastruktur, utilitas dan transportasi yang melakukan

penawaran penawaran umum perdana. Dari beberapa perusahaan tersebut, setelah

melakukan penawaran umum perdana dan diperdagangkan di pasar sekunder dalam

hal ini di Bursa Efek Indonesia, 32 diantaranya mengalami peningkatan harga, 4

perusahaan mengalami penurunan harga dan 2 tetap berada diharga perdana.

Apabila harga yang ditunjukkan di pasar sekunder di hari pertama (closing price)

lebih rendah dari pada harga yang telah ditetapkan di pasar perdana disebut sebagai

overpricing. Sebaliknya, apabila harga saham yang ditunjukkan di pasar sekunder

di hari pertama lebih tinggi dari pada harga saham yang ditetapkan di pasar perdana

disebut sebagai Underpricing.

Fenomena Underpricing menjadi kerugian bagi emiten, karena dana yang

diperoleh pada saat IPO tidak maksimal. Terdapat selisih antara harga yang

terealisasi di pasar sekunder dengan harga yang telah ditetapkan di pasar perdana

itulah jumlah kerugian yang dialami oleh emiten. Namun hal tersebut menjadi

keuntungan bagi investor atau sering disebut sebagai initial return. Dengan adanya

fenomena Underpricing, investor akan memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap

suatu saham hal ini dapat dilihat dari prospektus dan kondisi keuangan yang dinilai

menjanjikan bagi investor. Semakin tingginya tingkat Underpricing maka semakin

tinggi pula initial return yang berupa capital gain diharapkan oleh investor.

Wijayanto (2010) Melakukan Penelitian terhadap Underpricing dengan 67

perusahaan dijadikan sebagai sampel. Indikator penelitian bersumber dari laporan

keuangan. Hasil penelitian menunjukkan EPS, dan Proceed mempunyai pengaruh

negatif dan signifikan terhadap initial return, sedangkan ROA, dan Financial

Leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap initial return. Sedangkan,

Penelitian Handayani dan Intan (2011) terhadap data laporan keuangan berupa

DER, ROA, EPS, umur Perusahaan dan Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing

Page 28: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

4

sektor keuangan di Bursa Efek Indonesia tahun 2000-2006. Menunjukkan EPS

memiliki efek signifikan terhadap Underpricing. Sementara secara simultan DER,

ROA, EPS, Umur, Ukuran Perusahaan, Prosentase penawaran umum tidak

signifikan berpengaruh pada Underpricing.

Kondisi ekonomi global sejak pemulihan krisis ekonomi tahun 2008 yang

beragam hingga 2018 mendorong berbagai macam kebijakan pemerintah yang

bertujuan untuk melakukan penguatan sektor fundamental dan meningkatkan daya

saing indonesia. Namun hal tersebut tidak berdampak besar pada pertumbuhan

perekonomian. Selain itu, isu perang dagang amerika serikat dan china yang

berkepanjangan terkait ekspor dan impor produk antar kedua negara berimbas pada

negara negara yang berdagangan dengan negara tersebut. Indonesia termasuk

negara yang terkena dampak krisis Secara global, karena kuatnya hubungan

ekonomi Indonesia dengan negara lain dan dominasi investor asing yang

menanamkan modal di Indonesia juga terbilang banyak. Krisis ini akan

berpengaruh pada inflasi yang mengambil peran dalam keputusan pembelian

barang dan jasa, Kurs Nilai Tukar berpengaruh terhadap perusahaan IPO yang

sensitif terhadap pergerakkan Nilai Tukar, dan Bunga Bank Indonesia sebagai

acuan terhadap nilai pinjaman dan imbal hasil investasi.

Gambar 1.2 Pergerakkan IHSG dan Sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi Selama Periode

2007-2018

(Pengolahan Data, 2019)

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Nila

i IH

SG

Tahun

Indeks Harga Saham Gabungan

Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi

Page 29: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

5

Rock (1986) Menjelaskan bahwa informed investor mengetahui informasi

lebih banyak mengenai prospek perusahaan emiten, sehingga kelompok informed

investor hanya berpartisipasi pada saham-saham yang underpriced yang

diindikasikan dengan adanya initial return. Agar kelompok uninformed investor

berpartisipasi dalam penawaran perdana maka emiten akan menerima harga yang

murah (underpriced) bagi penawaran sahamnya. Selain faktor dari dalam

perusahaan, Investor juga dapat mencermati keadaan makro ekonomi juga

mempengaruhi keputusan investasi. Keadaan ekonomi yang stabil merupakan

sinyal baik bagi para investor, sehingga berpengaruh secara positif terhadap pasar

modal. Demikian juga sebaliknya, jika kondisi ekonomi tidak stabil atau labil, maka

investor akan berhati-hati dalam melakukan investasi (Suad Husnan, 1999). Jika

investor banyak yang berinvestasi di pasar modal, maka cenderung ada peningkatan

harga saham sehingga mempengaruhi harga saham di pasar sekunder.

Racmadhanto dan Raharja (2014) dalam penelitiannya melakukan analisis terhadap

faktor Underpricing yang dipengaruhi oleh tingkat inflasi, BI rate, dan nilai tukar.

Dari penelitian tersebut diketahui bahwa tingkat inflasi, suku bunga BI, dan nilai

tukar Tidak terbukti pengaruh tingkat Underpricing. Dalam model penelitian ini,

menunjukkan tingkat inflasi, tingkat BI, dan nilai tukar hanya dapat menjelaskan

variasi tingkat Underpricing 45%. Namun, Penelitian Yulianto (2011) menjelaskan

bahwa pasca IPO dalam waktu 30 Hari indikator tingkat inflasi, BI rate, dan nilai

tukar secara simultan memiliki pengaruh terhadap return saham, serta secara parsial

bi rate dan inflasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return saham.

Oleh sebab itu, Adanya asimetri informasi telah mengakibatkan perbedaan

harga saham yang dipengaruhi faktor internal dan ekternal perusahaan di pasar

perdana dengan pasar sekunder. Hal tersebut terkadang hanya terjadi ketika

beberapa waktu IPO karena asismetris informasi berkembang mendorong

ketertarikan investor untuk melakukan pembelian saham. Selain itu, harga yang

meningkat mendorong tingkat harapan bagi investor lain untuk ikut melakukan

pembelian saham. Bursa Efek Indonesia setelah beberapa hari perdagangan

perusahaan IPO jika dinilai harga yang berada dipasar dalam kategori yang tidak

sesuai dengan realitas fundamentalnya maka BEI akan meminta penjelasan atas

minat investor tersebut kepada Emiten, apakah ada informasi yang harus

Page 30: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

6

disampaikan secara resmi untuk memastikan kebenaran atas asimetris informasi

yang terjadi, namun jika memang dinilai perusahaan memilik fundamental yang

bagus, informasi yang dapat dibenarkan secara resmi, serta laporan keuangan yang

mendukung untuk minat investor maka secara konsisten walaupun berfluktatif,

kinerja harga saham akan cenderung mengalami peningkatan.

Meskipun studi tentang Underpricing dan kinerja saham telah banyak

dilakukan, namun penelitian di bidang ini masih dianggap masalah yang menarik

untuk diteliti karena adanya ketidakkonsistenan antara penelitian terdahulu. Selain

itu kondisi makro ekonomi yang bergejolak karena pengaruh krisis global dari

tahun ke tahun yang berdampak pada Pertumbuhan Ekonomi, serta konsistensi atas

kinerja saham juga membuat masalah ini menarik untuk diteliti kembali. Hal inilah

yang mendorong penelitian dilakukan dengan menganalisis Faktor Internal

Perusahaan (Debt to Equity Rasio (DER), Earning Per Share (EPS), Return On

Assets (ROA), Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan dan Presentase saham yang

ditawarkan) Dan Faktor Eksternal Perusahaan dalam hal ini ekonomi makro yang

berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi (Inflasi, Bunga Bank indonesia dan

Kurs Nilai Tukar) dengan Judul “Fenomena Underpricing dan Kinerja Saham

Perusahaan IPO Sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi di Bursa Efek

Indonesia Periode 2010-2018”

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terjadi fenomena Underpricing pada hari pertama perdagangan

dan Kinerja Saham Jangka Pendek setelah Initial Public Offering pada

Perusahaan Sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi Periode 2010-

2018?

2. Bagaimana Faktor Internal Perusahaan berpengaruh terhadap tingkat

Underpricing pada Perusahaan Sektor Infrastruktur, utilitas dan

transportasi Periode 2010-2018?

3. Bagaimana Faktor Internal Perusahaan berpengaruh terhadap Kinerja

Saham Jangka Pendek pada Perusahaan Sektor Infrastruktur, utilitas dan

transportasi Periode 2010-2018?

Page 31: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

7

4. Bagaimana Faktor Eksternal Perusahaan berpengaruh terhadap tingkat

Underpricing pada Perusahaan Sektor Infrastruktur, utilitas dan

transportasi Periode 2010-2018?

5. Bagaimana Faktor Eksternal Perusahaan berpengaruh terhadap Kinerja

Saham Jangka Pendek pada Perusahaan Sektor Infrastruktur, utilitas dan

transportasi Periode 2010-2018?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis fenomena Underpricing pada hari pertama perdagangan

dan Kinerja Saham Jangka Pendek setelah Initial Public Offering pada

Perusahaan Sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi Periode 2010-

2018.

2. Menganalisis Faktor Internal Perusahaan berpengaruh terhadap tingkat

Underpricing pada Perusahaan Sektor Infrastruktur, utilitas dan

transportasi Periode 2010-2018.

3. Menganalisis Faktor Internal Perusahaan berpengaruh terhadap kinerja

saham jangka pendek pada Perusahaan Sektor Infrastruktur, utilitas dan

transportasi Periode 2010-2018.

4. Menganalisis Faktor Eksternal Perusahaan berpengaruh terhadap

tingkat Underpricing pada Perusahaan Sektor Infrastruktur, utilitas dan

transportasi Periode 2010-2018.

5. Menganalisis Faktor Eksternal Perusahaan berpengaruh terhadap

Kinerja Saham Jangka Pendek pada Perusahaan Sektor Infrastruktur,

utilitas dan transportasi Periode 2010-2018.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Perusahaan Emiten

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada

emiten selaku perusahaan yang melakukan IPO mengenai faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap Underpricing dan bagaimana kinerja saham

pasca IPO yang berrhubungan dalam menentukan nilai perusahaannya,

sehingga dapat menghindari dan meminimalisir terjadinya

Underpricing, lalu menetapkan harga yang sesuai agar memperoleh

pendanaan yang Optimal.

Page 32: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

8

2. Investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada

Investor mengenai faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam

membuat sebuah keputusan investasi pada saat membeli saham perdana

dengan tujuan memperoleh initial return yang diharapkan.

3. Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

akademisi untuk menambah wawasan serta bahan penelitian lebih lanjut

mengenai faktor-faktor yang memengaruhi Underpricing pada

penawaran umum perdana (IPO).

1.5 Batasan Penelitian

1. Penelitian ini dalam mengukur Tingkat Underpricing dan kinerja

saham Menggunakan Faktor internal berupa DER, EPS, ROA, Umur

Perusahaan, Ukuran perusahaan dan Presentase saham yang

ditawarkan.

2. Penelitian ini dalam mengukur Tingkat Underpricing dan Kinerja

Saham menggunakan Faktor Eksternal berupa Inflasi,Kurs Nilai Tukar

dan Suku Bunga Bank Indonesia.

3. Objek Dalam Penelitian ini adalah Perusahaan Emiten yang melakukan

Penawaran Umum Perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia Sektor

Infrastruktur, utilitas dan transportasi Periode 2010-2018 sebanyak 32

perusahaan yang mengalami Underpricing.

4. Perusahaan Emiten tersebut belum pernah megalami Delisting

(dikeluarkannya dari daftar emiten tercatat) maupun Relisting

(dimasukkan kembali emiten delisting ke dalam daftar emiten tercatat)

pada sektor Infrastruktur,Utilitas, dan Transportasi di Bursa Efek

Indonesia periode 2010-2018.

5. Perusahaan Emiten tersebut memiliki Laporan Keuangan dan Laporan

Prospektus sebelum proses Penawaran Umum Perdana (IPO) di Bursa

Efek Indonesia.

6. Kinerja Saham Perusahaan emiten tersebut, dihitung setelah 30 Hari

sejak Melakukan IPO, tidak termasuk Harga saham yang tercatat ketika

Page 33: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

9

saham mengalami suspensi (Pemberhentian Perdagangan sementara)

Karena Tidak adanya keputusan investor dan pergerakkan Harga

Saham dalam bentuk frekuensi maupun volume perdagangan.

7. Dalam Penelitian ini,Suku Bunga Bank Indonesia yang digunakan

sebagai acuan untuk variabel perhitungan faktor eksternal

menggunakan acuan suku bunga BI Rate dan tidak menggunakan suku

bunga acuan BI Seven Days Repo Rate.

Page 34: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

10

“Halaman Sengaja Dikosongkan”

This page is intentionally left blank

Page 35: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Landasan teori merupakan teori yang relevan dapat digunakan sebagai dasar

yang kuat untuk pengembangan penelitian. Selain itu dasar teori disusun untuk

membuat hipotesis dan kerangka konseptual. Adapun teori yang relevan dalam

penelitian ini adalah teori pasar modal, penawaran umum perdana, underpricing,

kinerja saham dan return saham.

2.1.1 Pasar Modal

a. Pengertian Pasar Modal

Dalam kegiatannya, pasar modal memiliki peranan penting didalam proses

menunjang perekonomian karena pasar modal bersangkutan dengan penawaran

umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang

diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (Undang-

Undang no. 8 tahun 1995 BAB 1 pasal 1 butir 13). Secara sederhana, pasar modal

sama seperti pasar-pasar lain pada umumnya menjadi tempat berlangsungnya

kegiatan jual beli, hal yang membedakan adalah objek yang diperjualbelikan.

Menurut Tandelilin (2001), pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang

memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara

memperjualbelikan objek atas kepemilikan efek atau instrumen keuangan yang

umumnya memiliki umurnya lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi.

Pada dasarnya pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar utuk berbagai

instrumen keuangan dalam jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam

bentuk pendanaan sendiri maupun melalui hutang yang dapat diterbitkan oleh

pemerintah, Badan Usaha Milik Negara maupun Swasta. Menurut Jogiyanto (2010)

pasar modal merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli dengan risiko

untung atau rugi, yang dapat diartikan bahwa pasar modal mendorong terciptanya

alokasi dana yang efisien, karena pengambilan keputusan atas penbelian maupun

penjualan yang dilakukan investor memiliki banyak alternatif investasi untuk

memebrikan return yang paling Optimal. Jika tidak adanya pasar modal menurut

Husnan (2009) maka para investor mungkin hanya dapat menginvestasikan dana

Page 36: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

12

mereka dalam sistem perbankan (selain investasi dalam rill asset). Dengan adanya

pasar modal, para investor dapat melakukan divertifikasi investasi, membentuk

portofolio yang terdiri atas gabungan investasi mereka sesuai dengan risiko yang

sudah mereka perhitungkan dan keuntungan yang diharapkan.

b. Jenis-Jenis Pasar Modal

Menurut Tandelilin (2001), dana yang diperoleh perusahaan atas kegiatan

penjualan saham merupakan hasil penjualan atas saham-saham yang dimiliki

perusahaan di pasar perdana. Di pasar perdana inilah pertama kalinya proses

penjualan atas kepemilikan saham perusahaan dilakukan. Proses tersebut dikenal

sebagai Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum perdana. Berdasarkan

Jenisnya pasar modal terbagi menjadi dua jenis yaitu:

1. Pasar Perdana

Pasar perdana adalah penawaran saham untuk pertama kalinya kepada

investor umum oleh perusahaan emiten melalui underwriter yang ditunjuk dengan

harga yang telah disepakati bersama serta dalam kurun waktu tertentu sebelum

saham diperdagangkan di pasar sekunder. Sebelum proses dilakukan, perusahaan

emiten harus sudah mengeluarkan informasi terkait prospektus perusahaan.

Prospektus berfungsi untuk memeberikan gambaran terkait kondisi perusahaan

kepada calon investor. Di dalam pasar perdana, investor akan memperoleh dana

yang dperlukan. Dana tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan riset dan

teknologi, melakukan perluasan bisnis, pembayaran hutang dan perbaikan atas

belanja modal.

2. Pasar Sekunder

Pasar Sekudner adalah tempat terjadinya transaksi jual beli antar investor

setelah melalui pasar perdana. Dengan adanya pasar sekunder, investor dapat

melakukan perdangangan saham untuk mendapatkan keuntungan karena harga

saham dipasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar yang dipengaruhi oleh

permintaan dan penawaran yang terjadi di bursa efek. Pasar sekunder biasanya

dimanfaatkan untuk perdangaan saham biasa, saham preference, warran maupun

obligasi.

Page 37: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

13

c. Manfaat Pasar Modal

Pasar modal sebagai salah satu tempat untuk menghimpun dana dan

investasi dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya adalah :

1. Manfaat Pasar Modal Bagi Negara

a. Pasar modal sebagai salah satu sumber pendapatan negara yang

penting melalui pajak,

b. Pasar modal membantu negara dalam menjalankan roda

perekonomian melalui proses pendanaan dan investasi,

c. Negara dapat memantau transaksi perputaran modal,

d. Memantau Perusahaan yang berlaku sebagai emiten,

e. Menarik investor asing agar ikut berinvestasi dengan

menanamkan modal di dalam negeri,

f. Memantau kinerja dan aktifitas pihak asing yang berkontribusi

didalam pasar modal,

g. Tempat bagi negara untuk menjual surat berharga kepada

investor.

2. Manfaat Pasar Modal Bagi Perusahaan Emiten

a. Sebagai sarana untuk mencari sumber pendanaan,

b. Mengurangi ketergantungan sistem hutang dan pinjaman melalui

bank,

c. Mempermudah perusahaan untuk ekspansi usaha,

d. Meningkatkan produktifitas usaha.

3. Manfaat Pasar Modal Bagi Investor

a. Tempat menanamkan modal untuk mendapatkan keuntungan,

b. Pengelolaan dana yang transparan dan profesional bisa

meminimalkan risiko investasi,

Page 38: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

14

c. Menjadi keuntungan melalui laba yang dibagikan perusahaan

dalam bentuk deviden,

d. Dapat mengambil alih kepemilikkan suatu perusahaan,

e. Memperluas jaringan bisnis,

f. Sebagai tempat jual beli instrumen modal,

g. Memiliki hak suara pada Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS).

4. Manfaat Pasar Modal bagi Masyarakat

a. Menambah lapangan pekerjaan,

b. Merasakan manfaat dari produk inovasi perusahaan,

c. Membuka kesempatan bagi masyarakat luas untuk berinvestasi.

2.1.2 Penawaran Umum Perdana (IPO)

Penawaran umum perdana merupakan salah satu bentuk pendaaan yang

dilakukan melalui penambahan jumlah kepemilikkan atas perusahaan dengan

menerbitkan saham baru ke pasar mdoal untuk pertama kalinya kepada masyarakat

baik eprorangan maupun lembaga. Menurut Tandelilin(2001), penawaran umum

adalah bentuk perdagangan atas efek yang dilakukan emiten kepada calon pembeli,

dalam hal ini masyarakat umum berdasarkan tata cara yang diatur oleh undang

undang dan peraturan pelaksanaannya. Adapun yang dimaksud sebagai efek adalah

surat berharga yang bentuk saham, obligasi, surat utang, kontrak berjangka efek dan

sebagainya.

Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar

modal menyebutkan “Yang dapat melakukan penawaran umum hanyalah emiten

yang telah menyampaikan pernyataan kepada bapepam untuk menawarkan atau

menjual efek kepada masyarakat dan penyataan pendaftaran tersebut telah efektif.”

Pasal 1 ayat (19) Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tetang pasar Modal

menyebutkan “Pernyataan Pendaftaran adalah Dokumen Wajib disampaikan

Page 39: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

15

kepada Badan PENGAWAS Pasar Modal oleh Emiten dalam rangka Penawaran

Umum atau Perusahaan Publik.”

a. Keuntungan Penawaran Umum Perdana (IPO)

Pada saat suatu perusahaan memutuskan untuk penawaran

umum perdana, tentu terdapat ebebrapa keuntungan yang

didapatkan, yaitu (Fahmi, 2012):

1. Mampu Meningkatkan likuiditas Pemegang Saham

Perusahaan yang sudah terbuka memberikan kepastian bagi

pemegang saham untuk lebih mudah dalam menjual sahamnya dari

pada perusahaan yang masih tertutup.

2. Kemampuan Meningkatkan Modal di Masa yang akan datang

Perusahaan yang sudah terbuka akan dapat lebih mudah

untuk memperoleh pendanaan dari investor karena keterbukaan

informasi yang harus perusahaan sampaikan kepada publik sehingga

investor dapat memperoleh kepastian atas laporan keuangan dan

laporan manajemen yang sudah diperiksa oleh akuntan publik

sebagai syarat perusahaan terbuka.

3. Nilai Pasar Perusahaan diketahui

Perusahaan yang sudah terbuka akan lebih mudah didalam

memperkirakan dan menilai harga dari penerimaan pasar atas

perusahaan. Hal ini sangat diperlukan apa bila misalnya perusahaan

ingin meberikan insentif dalam opsi saham kepada manajer

manajernya. Jika perusahaan tertutup maka nilai tersbeut akan sulit

ditentukan.

Page 40: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

16

4. Memberikan kesempatan melakukan diverstifikasi

Perusahaan yang sudah terbuka dapat melakukan

diverisfikasi atas laba bersih yang akan dibagikan kepada beberapa

pemegang saham baik seluruh maupun sebagian dan juga dpaat

mendivertifikasi atas risiko risiko yang ada diperusahaan.

b. Kerugian Penawaran Umum Perdana (IPO)

Dari keuntungan tersebut, perusahaan juga harus

memperhitungkan beberapa kerugian yang ada, yaitu :

1. Biaya Laporan yang meningkat

Perusahaan yang terbuka atau sudha melakukan penawaran

umum wajib menyerahkan laporan laporan kepada regulator baik

setiap kuartal, semester, maupun tahunan. Dan biaya tersebut

cenderung mahal untuk perusahaan ukuran kecil.

2. Keterbukaan Informasi Kepada Publik

Perusahaan yang terbuka cenderung memiliki kewajiban atas

keterbukaan segala informasi yang dimiliki perusahaan maupun

pemegang saham. Namun, biasanya manajemen perusahaan enggan

melakukan pengungkapan dengan alasan adanya pesaing usaha dan

pemegang saham enggan untuk mengungkapkan kepemilikkan atas

kekayaannya.

3. Risiko atas Pemindahan Kepemilikkan

Perusahaan yang terbuka akan memiliki peluang untuk

penambahan jumlah pemilik atas saham. Sehingga dalam hal ini

akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan perusahaan.

Dibeberapa kondisi, pada saat RUPS pemegang saham mayoritas

dapat menentukkan persetujuan atas rencana perusahaan, perubahan

struktur manajerial dan keberlangsungan perusahaan.

Page 41: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

17

c. Pihak yang terlibat dalam Proses Penawaran Umum Perdana (IPO)

1. Perusahaan Emiten

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (2017) Emiten adalah Pihak yang

melakukan Penawaran Umum, yaitu penawaran Efek yang dilakukan oleh

Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang

diatur dalam peraturan Undang-undang yang berlaku. Emiten dapat

berbentuk orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau

kelompok yang terorganisasi. Sedangkan, Perusahaan Publik adalah

Perseroan Terbatas seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1

Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas. Sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh

300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-

kurangnya Rp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah

pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah.

Emiten dapat menawarkan Efek yang berupa surat pengakuan utang,

surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit

Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan

setiap derivatif dari Efek.

Jenis Efek yang lain adalah Sukuk, yang merupakan Efek Syariah,

yakni akad dan cara penerbitannya sesuai dengan Prinsip Syariah di Pasar

Modal. Pada umumnya, Emiten melakukan penawaran Efek melalui Pasar

Modal untuk saham, obligasi, dan sukuk.

2. Underwriter

Underwriter adalah penjamin emisi bagi setiap perusahaan yang

akan menerbitkan sahamnya dipasar modal. Dalam Praktiknya,

Underwriter akan membantu suatu sindikasi penjamin yang terdiri atas

beberapa Underwriter dengan porsi penjamin yang berbeda-beda. Pihak

dengan porsi penjamin terbesar umumnya merupakan para penjamin

pelaksana atas emisi tersebut.

Page 42: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

18

Biasanya, pembuatan pernyataan atas penjaminan suatu perusahaan

diputuskan secara hati-hati karena dampak yang diberikan secara jangka

panjang baik dari segi keuangan maupun diluar keuangan. Selaku pihak

Underwriter, perusahaan menunjuk pakar analisis yang mampu membuat

rekomendasi untuk layak atau tidaknya emiten melakukan penawaran

umum. Analisis investasi tersebut berasal dari pihak Underwriter dan

ditambahkan dengan tenaga konsultan yang memiliki reputasi baik.

Menurut Hendy M. Fakhrudin (2004) menjelaskan bahwa wujud

dari kerjasama antara penjamin emisi dan emiten adalah berupa kontrak

penjaminan emisi yang berisi berbagai hak dan kewajiban masing masing

pihak. kontrak tersebut harus memiliki sistem penjamin dalam dua bentuk,

yaitu:

1. Agen Best Effort, berarti penjamin emisi hanya menjual sebatas

yang laku.

2. Full commitment, ebrarti penjamin emisi menjamin penjualan

seluruh saham yang ditawrakan. Bila ada yang tidak terjual, maka

penjamin emisi yang membelinya.

Jika dalam hal ini, emiten bersangkutan dianggap memberatkan

Underwriter atau Underwriter tidak mampu untuk melakukan penjualan

sendirian, maka ini dapat dilakukan dengan memebntuk suatu sindikasi

penjamin untuk mengurangi risiko dan analisis yang lebih maksimal.

3. Konsultan Hukum dan Notaris

Pendapat dari konsultan hukum dapat berpengaruh besar terhadap

keputusan investor atau yang dikenal sebagai legal opinion. Jika konsultan

hukum memberikan pandangan negatif terkait emiten. Hal ini dapat

berdampak pada rendahnya minat pada suatu saham perusahaan, demikian

pula sebaliknya. Pada dasarkan, pendapat konsultan hukum mencakup

beberapa hal berikut:

Page 43: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

19

1. Anggaran Dasar Emiten beserta perubahannya,

2. Izin usaha Emiten,

3. Bukti kepemilikkan atas harga kekayaan emiten,

4. Hubungan antar emiten dengan pihak lain melalui kerjasama

ataupun perjanjian,

5. Perkara baik pidana, maupun perdata yang menyangkut emiten

dan perseorangan didalam perusahaan emiten.

4. Auditor Penjamin Emisi

Auditor penjamin emisi adalah sebuah kantor akuntan publik (KAP)

yang ditunjuk dan menyatakan bahwa perusahaan tersebut layak untuk

melakukkan penawraan umum perdana. Pernyataan tersebut, didasari oleh

audit yang dilakukan KAP atas laporan keuangan dan haisl audit pihak lain

yang secara aturan dan prosedur pelaksanaan dapat dinyatakan telah

memenuhi syarat untuk penawaran umum.

5. Bapepam-LK

BAPEPAM adalah badan Pengawas pasar modal yang berperan

sebagai pihak yang ditunjuk atau diberi wewenang memutuskan

perusahaan yang berhak untuk melakukkan penawaran umum dan

perusahaan yang dikeluarkan dari daftar perusahaan yang tercatat. Dalam

kegiatannya, bapepam-lk harus melakukan koordinasi dengan menteri

keuangan. Karena babepapm merupakan unit ekrja yang langsung

dibawahi kementrian keuangan.

Fungsi Bapepam-LK adalah: Penyusunan dan penegakan peraturan

di bidang pasar modal primer dan sekunder Penegakan peraturan di bidang

pasar modal; Pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang

memperoleh izin usaha, persetujuan, pendaftaran dari Badan dan pihak

lain yang bergerak di pasar modal; Penetapan prinsip-prinsip keterbukaan

perusahaan bagi Emiten dan Perusahaan Publik; Penyelesaian keberatan

yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Kliring

Page 44: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

20

dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian; Penetapan

ketentuan akuntansi di bidang pasar modal; Penyiapan perumusan

kebijakan di bidang lembaga keuangan; Pelaksanaan kebijakan di bidang

lembaga keuangan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang

berlaku; Perumusan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di

bidang lembaga keuangan; Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang lembaga keuangan; Pelaksanaan tata usaha Badan.

d. Proses Penawaran Umum perdana (IPO)

Di indonesia perusahaan yang menjual sahamnya dipublik harus

mendaftarkan diri dan mendapatkan perusetujuan dari badan pengawas

pasar modal atau BAPEPAM. Proses pencatatan ini dilakukan di Bursa

Efek Indonesia dengan beberapa syarat dna kententuan yang telah

ditetapkan. Secara umum proses pencatatan emiten hingga pencatatan

saham dibursa adalah sebagai berikut (Fahmi, 2012):

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, perusahaan sebagai calon emiten bursa mengajukan

rencana Penawraan umum Perdana (IPO) dengan menerbitkan saham

melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk meminta

persetujuan para pemegang saham dalam rangka penawaran umum saham.

Setelah memperoleh persetujuan, selanjutnya perusahaan melakukan

penunjukkan enjamin emisi dna lembaga profesi yang menunjang lainnya.

Yaitu :

a. Underwriter, pihak yang melakukkan penjaminan emisiidalam

rangka penerbitan saham.

b. Akuntan Publik, bertugas melakukan audit dan pemeriksaan atas

laporna keuangan penerbitan

c. Penilai, melakukan Penilaian yang dilakukan atas aktifa tetap dan

menentukan nilai wajar atas aktifa

d. Konsultan Hukum, memberikan pendapat dari segi hukum

Page 45: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

21

e. Notaris Hukum, membuat akta-akta perubahan anggaran dasar,

akta perjanjian-perjanjian dlaam rangkan penawaran umum

dan notulen rapat.

2. Tahap pengajuan dan pendaftaran

Pada tahap ini, calon emiten membawa dokumen –dokumen yang

dibutuhkan dan menyampaikan keinginan untuk mendaftar kepada Badan

pengawas Pasar Modal sehingga BAPEPAM menyatakan pernyataan

pendaftaran menjadi efektif.

3. Tahap penawaran umum

Pada tahap ini, calon emiten yang sudah terdaftar sebagai emiten

berhak melakukan penawaran umum kepada Masyarakat selaku investor.

Pihak investor dpaat melakukan pembelian dipasar perdana melalui agen

penjualan maupun secara mandiri. Pada proses ini, tidak semua saham

diserap oelh investor ataupun sebaliknya dimana permintaan investor

tinggi namun saham yang tersedia terbatas. Maka invetsor dpaat

melakukkan perdagangan langsung di pasar sekunder yaitus etelah saham

dicatatkan dibursa.

4. Tahap pencatatan saham dibursa efek

Setelah proses pencatatan saham perdana dilakukan, selanjutnya

saham tersebut akan dicatatkan di bursa efek.Nilai perusahaan adalah

kondisi tertentu yang telah dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk

proyeksi dan kepercayaan masyarakat kepada perusahaan. Investor

menjadikan nilai perusahaan sebagai penilai kinerja perusahaan (DarmadjI

& Fakhrudin, 2006).

2.1.3 Saham

Menurut Fahmi(2012) saham adalah tanda bukti penyertaan kepemilikkan

modal atau dana pada suatu perusahaan yang berbentuk lembaran kertas yang

didalamnya menjelaskan nilai nominal, nama perusahaan serta hak dan kewajiban

yang dijelaskan kepada setiap pemegang saham yang digunakan oleh investor baik

Page 46: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

22

perorangan maupun lembaga untuk investasi dan dapat diperjual belikan sewaktu-

waktu.

Saham memberikan keuntungan yang tidak terhingga bagi pemegang

saham. Keuntungan yang diperoleh investor terdiri atas deviden, yaitu laba yang

dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham; keuntungan atas modal

atau capital gain sleisih aats harag beli dan harga pasar jika ingin melakukan

penjualan kembali; serta hak veto dalam pengambilan keputusan dalam rapat umum

pemegang saham. namun keuntungan yang diperoleh pemilik bergantung pada

perkembangan perusahaan yang menerbitkan saham. Oleh sebab itu, selain

keuntungan pemilik juga menanggung risiko yang sangat tinggi. Risiko yang

ditanggung pemilik juga setara dengan keuntungan yaitu tidak memperoleh deviden

dan menderita capital loss.

Saham dapat dibedakan menjadi dua jenis yang paling umum dikenal oleh

publik, yaitu saham biasa (common stock) dan saham istimewa (preference stock).

Suatu perusahaan dapat menerbitkan salahm satu saham tersebut maupun

keduanya. Jika perusahaan menerbitkan satu saham saja maka saham ini disebut

sebagai saham biasa. Keuntungan saham biasa lebih tinggi dibanding dengan saham

istimewa begitupulah risikonya. Selain deviden dan capital gain pemegang saham

biasa juga dpaat memiliki hak suara atas pembentukkan amanjemen perusahaan dan

berperan aktif dalam pengambilan keputusan penting dalam Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS), sedangkan pemegang saham istimewa sebaliknya yaitu

tidak memiliki hak suara atas perusahaan melainkan tetap memperoleh deviden dan

capital gain akan tetapi memiliki hak terhadap aktiva jika natinya terjadi likuidasi.

2.1.4 Underpricing

Underpricing adalah perbedaan antara harga awal dimana saham

perusahaan ditawarkan dipasar perdana lebih rendah dibandingkan dengan harga

penutupan saham pada hari pertama diperdagangan pasar sekunder. Harga yang

dijual dipasar perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan

emiten dna penjamin emisi (Underwriter). Sedangkan harga yang terjadi pada pasar

sekunder merupakan mekanisme paar yang terbentuk dari perdagangan antar

investor yang bergantung pada permintaan dan penawaran. Menurut Jogiyanto

Page 47: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

23

(2010) dalam proses penetapan harga saham di pasar perdana, pihak Underwriter

sebagai pihak yang akan menjamin saham yang telah ditawarkan oleh pihak emiten

cenderung akan menetapkan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga

yang diharapkan dari pihak perusahaan dengan tujuan untuk meminimalkan risiko

jika nantinya saham yang beredar tidak laku diperdagangkan. Walaupun jika harga

dinilai terlalu rendah ketika perdagangan perdana dan akan naik pada perdagangan

sekunder maka dana yang diperoleh pada saat IPO tidak akan maksimal kerugian

tersebut akan ditanggung oleh emiten selaku perusahaan yang melakukan

pencatatan, namun dinilai keuntungan bagi investor karena mempeoleh initial

return. Oleh sebab itu, dengan adanya Underpricing akan menarik investor untuk

berpartisipasi dalam kegiatan jual beli saham di pasar perdana dan pasar sekunder.

2.1.5 Teori Tentang Underpricing

Terdapat beberapa teori yang dpaat digunakan untuk menjelaskan fenomena

Underpricing. Beberapa teori tersebut adalah sebagai berikut :

1. Asymetry Information Theory

Asymetry Information Theory adalah suatu keadaan dimana terdapat

informasi yang tidak sama atau seimbang baik dari segi kualitas maupun kuantitas,

antara informasi yang dimiliki oleh pihak dalam perusahan (emiten) dan pihak luar

(investor). Menurut Baron (1982) dalam Karsana (2009), asimetri informasi

disebabkan adanya perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak-pihak yang

terlibat dalam penawaran perdana emiten dan Underwriter. Underwriter memiliki

informasi yang lebih baik tentang pasar modal, sedangkan pihak emiten merupakan

pihak yang tidak memiliki informasi tentang pasar modal sehingga apabila di antara

mereka tidak memiliki informasi yang lengkap maka akan terjadi perbedaan harga.

Perbedaan harga di kedua pasar tersebut mestinya dapat dihindarkan apabila

penentu harga di kedua pasar memiliki informasi yang sama. Pada model Rock

(1986) dalam Guntoro dan Harahap (2008) , informasi asimetri terjadi pada

kelompok informed investor dan uninformed investor. Informed investor yang

mengetahui lebih banyak mengenai prospek perusahaan emiten akan membeli

saham penawaran umum perdana jika after market price yang diharapkan melebihi

harga perdana atau dengan kata lain kelompok ini hanya membeli saham penawaran

umum perdana yang underpriced saja.

Page 48: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

24

Sementara kelompok uninformed investor karena kurang memiliki

informasi mengenai perusahaan emiten akan melakukan penawaran secara

sembarangan, baik pada saham penawaran umum perdana (Initial Public Offering)

yang underpriced maupun overpriced. Akibatnya, kelompok uninformed investor

memperoleh proporsi yang lebih besar dalam saham penawaran umum perdana

yang overpriced daripada kelompok informed investor. Menyadari bahwa mereka

menerima saham penawaran umum perdana yang tidak proporsional, kelompok

uninformed akan meninggalkan pasar perdana. Agar kelompok ini berpartisipasi

pada pasar perdana dan memungkinkan memperoleh return saham yang wajar serta

dapat menutupi kerugian akibat membeli saham yang overpriced, maka saham

penawaran umum perdana (Initial Public Offering) harus cukup underpriced

(Krinsky, 1994 ; Guiness, 1992) dalam Guntoro dan Harahap (2008).

2. Signalling Theory

Teori signalling mengungkapkan bahwa tindakan dari perusahaan yang

dengan sengaja dalam penawaran melalui penawaran umum perdana (Initial Public

Offering) memberikan sinyal pada pasar berupa signal positif ataupun signal

negatif bagi investor. Menurut Grinblatt dan Hwang (1989) dalam Alteza (2010)

memaparkan bahwa sebagian besar informasi mengenai prospek perusahaan hanya

diketahui oleh mereka sendiri. Oleh karena itu, maka perusahaan yang baik akan

berusaha memberikan sinyal yang terkait dengan prospeknya di masa depan lewat

fenomena Underpricing. Meskipun menderita kerugian saat penawaran saham

perdana, tetapi diharapkan dengan terjadinya fenomena Underpricing maka

menjadi sinyal yang ampuh bagi investor dan selanjutnya dapat menutup kerugian

melalui kinerjanya yang akan datang. Demikian pula halnya perusahaan yang

kurang baik. Mereka tidak akan memberikan sinyal karena mengetahui bahwa

mereka tidak akan dapat mengganti kerugian yang timbul akibat Underpricing.

Teori dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Asymetry

Information Theory karena fenomena Underpricing terjadi pada saham yang untuk

pertama kalinya diterbitkan dan dijual di pasar perdana.

Page 49: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

25

2.1.6 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing

Keputusan perusahaan dalam melakukan go public dan melempar saham-

sahamnya ke publik (Initial Public Offering) perlu dipikirkan dan diperhatikan oleh

perusahaan (emiten) dengan matang, hal tersebut dikarenakan perusahaan (emiten)

harus mengetahui dengan pasti isuisu yang akan muncul yaitu: jenis atau tipe saham

apa saja yang akan dikeluarkan, berapa harga saham yang akan ditetapkan per

lembar sahamnya dan kapan waktu pelemparan yang tepat. Pada umumnya masalah

perusahaan yang berhubungan dengan penawaran umum perdana akan diserahkan

ke banker investasi yang memiliki keahlian khusus didalam penjualan sekuritas.

Underpricing terjadi karena adanya asimetri informasi yang akan

memengaruhi harga saham penawaran perdananya lebih rendah daripada harga

pasar di pasar sekunder. Underwriter memiliki informasi yang lebih baik tentang

pasar modal, sedangkan pihak emiten merupakan pihak yang tidak memiliki

informasi tentang pasar modal sehingga apabila di antara mereka tidak memiliki

informasi yang lengkap maka akan terjadi perbedaan harga.

Signalling Theory mengungkapkan bahwa tindakan dari perusahaan dalam

penawaran saham perdananya melalui penawaran umum perdana memberikan

sinyal pada pasar berupa signal positif ataupun signal negatif bagi investor. Hal

yang tidak kalah penting adalah sikap dan tanggapan dari investor yang merupakan

pihak penyandang dana dalam penawaran umum perdana. Keputusan atau respon

dari investor tentunya didasari atas pengetahuan dan pengamatannya terhadap

informasi yang tersedia.

2.1.6.1 Debt To Equity Ratio (DER)

Debt To Equity Ratio menurut Darsono dan Ashari (2010:54-55) merupakan

salah satu rasio leverage atau solvabilitas. Rasio solvabilitas adalah rasio untuk

mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan

tersebut dilikuidasi. Rasio ini juga disebut dengan rasio pengungkit (Leverage)

yaitu menilai batasan perusahaan dalam meminjam uang.

Rasio utang terhadap ekuitas adalah komputasi lain yang menentukan

kemampuan membayar utang jangka panjang suatu entitas. Menurut Sugiyono

(2009), menyatakan bahwa: Rasio ini menunjukan perbandingan hutang dan modal.

Rasio ini merupakan salah satu rasio penting karena berkaian dengan masalah

Page 50: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

26

trading on equiy, yang dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap

rentabilitas modal sendiri dan perusahaan tersebut.

Secara matematis menurut Horne dan Wachowicz (2009:186), “Debt To

Equity Ratio adalah perbandingan antara total hutang atau total debts dengan total

sharehoder’s equity”. Rumusan untuk mencari Debt To Equity Ratio dapat

digunakan perbandingan antara total utang dengan total ekuitas sebagai berikut

(Kasmir, 2014:158):

𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔

𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠

Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan, dapat disimpulkan

bahwa Debt To Equity Ratio merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh

perusahaan dibiayai oleh hutang dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi

kewajibannya dengan ekuitas yang dimiliki.

2.1.6.2 Earning Per Share (EPS)

Investor dalam melakukan investasi di pasar modal membutuhkan ketelitian

dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan saham. Penilaian saham

secara akurat dapat meminimalkan resiko agar tidak salah dalam pengambilan

keputusan. Oleh sebab itu, investor perlu menganalisis kondisi keuangan

perusahaan untuk pengambilan keputusan dalam melakukan investasi saham.

Untuk mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan, investor dapat melakukannya

dengan menghitung rasio keuangan perusahaan yaitu Earning Per Share (EPS).

Menurut Darmaji dan Fakhruddin (2006:195) mendefinisikan bahwa “Laba

Per Saham sebagai rasio yang menunjukkan bagian laba untuk setiap saham.

Earning Per Share menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tergambar pada

setiap lembar saham.” Sedangkan Earning Per Share (EPS) menurut Brigham dan

Houston (2010) yang diterjemahkan Ali Akbar Yulianto, “Earning Per Share (EPS)

adalah pendapatan bersih yang tersedia dibagi jumlah lembar saham yang beredar.”

Laba merupakan alat ukur utama kesuksesan suatu perusahaan, karena itu para

pemodal seringkali memusatkan perhatian pada besarnya Earning Per Share (EPS)

dalam melakukan analisis saham.

Page 51: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

27

Pengertian Earning Per Share (EPS) menurut Kasmir (2012:207)

merupakan “Rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai

keuntungan bagi pemegang saham.” Semakin tinggi nilai EPS tentu saja

menggembirakan pemegang saham karena semakin besar laba yang disediakan

untuk pemegang saham. Rasio laba menunjukkan dampak gabungan dari likuiditas

serta manajemen aktiva dan kewajiban terhadap kemampuan perusahaan

menghasilkan laba. Jadi, disimpulkan bahwa EPS merupakan suatu rasio yang

menunjukkan jumlah laba yang didapatkan dari setiap lembar saham yang ada.

Berikut rumus dalam menghitung EPS menurut Kasmir (2012:207):

𝐸𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒 =𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟

2.1.6.3 Return On Assets (ROA)

Pengertian Return On Assets menurut Kasmir (2014:201) yaitu “return on

total assets merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva

yang digunakan dalam perusahaan”. Menurut Brigham dan Houston (2010:148)

mengatakan bahwa ROA adalah “rasio laba bersih terhadap total aset mengukur

pengembalian atas total aset”. Menurut Fahmi (2012:98) pengertian Return On

Assets yaitu: Return On Assets sering juga disebut sebagai return on investment,

karena ROA ini melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu

memberikan pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan dan

investasi tersebut sebenarnya sama dengan aset perusahaan yang ditanamkan atau

ditempatkan.

Berdasarkan definisi menurut para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa Return On Assets (ROA) merupakan rasio profitabilitas yang digunakan

untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan

memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Menurut Brigham & Houston (2010:148)

dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑂𝑛 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 =𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑥 100%

2.1.6.4 Umur Perusahaan

Umur perusahaan menggambarkan seberapa lama perusahaan tersebut

beroperasi, artinya menggambarkan kemampuan perusahaan dalam bertahan hidup.

Page 52: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

28

Menurut Daily et al (2003), perusahaan yang kurang berpengalaman (perusahaan

baru) akan memiliki lebih sedikit data keuangan tahunan yang dipublikasikan dan

kecil kemungkinannya telah dinilai oleh analis keuangan. Hal ini mengakibatkan

tingkat risiko pada perusahaan baru akan lebih besar.

Semakin lamanya umur perusahaan, maka semakin banyaknya informasi

yang diserap oleh masyarakat. Pada kenyataanya, perusahaan yang telah lama

berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan lebih banyak dibandingkan dengan

perusahaan yang masih baru. Dengan adanya pulikasi yang luas akan

mempermudah investor dalam memperoleh informasi. Investor dapat

memanfaatkan informasi tersebut untuk mengurangi adanya asimetri informasi

sehingga memperkecil ketidakpastian yang ada di pasar, yang pada akhirnya dapat

mengurangi tingkat Underpricing.

2.1.6.5 Ukuran Perusahaan

Besarnya ukuran suatu perusahaan mencerminkan skala ekonomi

perusahaan tersebut. Dengan skala ekonomi yang besar, diharapkan perusahaan

mampu bertahan dalam waktu yang lama. Menurut Yasa (2008), Ukuran

perusahaan dapat dilihat dari jumlah total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin

besar total aset akan mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan baik dan memiliki

prospek dimasa yang akan datang.

Perusahaan besar dapat mengurangi ketidakpastian bagi calon investor,

dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil (Daily et al, 2003).

Perusahaan yang berskala besar umunya akan banyak diketahui oleh masyarakat,

dibanding dengan perusahaan yang berskala kecil. Dengan begitu, investor akan

semakin mudah untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan tersebut,

sehingga dapat mengurangi terjadinya asimetri informasi.

Prospek yang di tunjukkan oleh perusahaan berskala besar, serta banyaknya

informasi yang tersedia akan mengurangi ketidakpastian yang dapat terjadi dimasa

yang akan datang. Hal ini akan memudahkan investor dalam mengambil keputusan

investasi. Atau dapat dikatakan perusahaan dengan skala besar akan memiliki

ketidakpastian yang kecil, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya

Underpricing.

Page 53: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

29

2.1.6.6 Presentase Saham Yang Ditawarkan

Persentase saham yang ditawarkan ke publik dilihat dari jumlah saham yang

ditawarkan pada saat IPO. Besarnya persentase saham yang ditawarkan perusahaan

akan mempengaruhi besarnya informasi yang ada dipasar. Menurut Dita (2013),

Proporsi dari saham yang ditahan dari pemegang saham lama (emiten), dapat

menunjukan adanya aliran informasi dari emiten ke calon investor. Semakin besar

proporsi saham yang dipegang oleh pemegang saham lama (emiten) semakin

banyak informasi privat (ketidakterbukaan) yang dimiliki oleh pemegang saham

lama.

Entrepreneur (pemilik sebelum go public) akan tetap menginvestasikan

modal pada perusahaannya apabila mereka yakin akan prospek pada masa

mendatang. Pemilik tidak akan menginvestasikan modalnya pada perusahaan lain

bila investasi di perusahaannya lebih baik (Leland & Phyle (1977) dalam Yasa,

(2008)). Informasi tingkat kepemilikan saham oleh entrepreneur akan digunakan

oleh investor sebagai pertanda bahwa prospek perusahaannya baik (Yasa, 2008).

Semakin tingginya jumlah saham yang ditahan oleh pemilik lama (semakin rendah

jumlah saham yang akan ditawarkan) mengisyaratkan bahwa kinerja dan prospek

dari perusahaan dalam kondisi yang baik. Hal tersebut akan mengurangi tingkat

ketidakpastian di masa yang akan datang, sehingga akan memperkecil

kemungkinan terjadinya Underpricing.

2.1.6.7 Inflasi

Menurut Boediono (1999) inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga

untuk menaik secara menyeluruh dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau

dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau

mengakibatkan kenaikan pada sebagian besar harga barang-barang lain yaitu harga

makanan, harga makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, harga sandang,

harga kesehatan, harga pendidikan, rekreasi, dan olahraga, harga transportasi,

komunikasi, dan jasa keuangan. Dari definisi tersebut, ada tiga komponen yang

harus dipenuhi agar dapat dikatakan terjadi inflasi, yaitu :

a. Kenaikan harga, yaitu apabila harga suatu komoditas menjadi lebih

tinggi dari harga periode sebelumnya.

Page 54: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

30

b. Bersifat umum, yaitu kenaikan harga komoditas secara umum yang

dikonsumsi masyarakat bukan merupakan kenaikan suatu komoditas

yang tidak menyebabkan harga naik secara umum.

c. Berlangsung terus menerus, kenaikan harga yang bersifat umum juga

belum akan memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat misalnya kenaikan

harga pada saat lebaran atau tahun baru bukan merupakan inflasi.

Kebalikan dari inflasi adalah deflasi. Deflasi adalah suatu keadaan dimana

jumlah barang yang beredar melebihi jumlah uang yang beredar sehingga harga

barang-barang menjadi turun, dan nilai uang menjadi naik.

Tingkat inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga-harga secara

menyeluruh (Hardi, 2009). Pada saat inflasi sedang tinggi harga barang secara

keseluruhan akan mengalami kenaikan. Kondisi ini membuat masyarakat menjadi

lebih selektif dalam membelanjakan uangnya termasuk dalam hal investasi. Harga

barang yang meningkat akan menyebabkan perdagangan menjadi lesu dan

keuntungan perusahaan menjadi turun. Menurut Ang (1997:19.11) inflasi yang

tinggi menyebabkan menurunnya keuntungan suatu perusahaan, sehingga

menyebabkan efek ekuitas menjadi kurang kompetitif. Berdasarkan teori signaling,

penurunan keuntungan perusahaan dan menurunnya efek ekuitas akan

menyebabkan kegiatan permintaan di pasar modal ikut menurun. Menurunnya

permintaan akan berdampak pada harga saham di pasar sekunder yang mengalami

penurunan. Akibatnya, harga saham di pasar perdana akan lebih tinggi dari pasar

sekunder.

2.1.6.8 Kurs Nilai Tukar

Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain,

menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah sebuah mata uang dari

suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Kurs

memainkan peranan penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena

kurs memungkinkan kita menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara

kedalam satu bahasa yang sama. Bila semua kondisi lainnya tetap, depresiasi mata

uang dari suatu negara terhadap segenap mata uang lainnya (kenaikan harga valuta

asing bagi negara yang bersangkutan) menyebabkan ekspornya lebih murah dan

impornya lebih mahal. Sedangkan apresiasi (penurunan harga valuta asing di negara

Page 55: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

31

yang bersangkutan) membuat ekspornya lebih mahal dan impornya lebih murah.

(Hady, 2001) Valas atau foreign exchange atau foreign currency sendiri diartikan

sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk

melakukan atau membiayai transaksi ekonomi dan keuangan internasional atau luar

negeri dan biasanya mempunyai catatan kurs resmi pada Bank Sentral atau Bank

Indonesia.

Kurs merupakan harga dari mata uang luar negeri. Kurs rupiah terhadap

dolar AS memainkan peranan sentral dalam perdagangan internasional, karena kurs

rupiah terhadap dolar AS memungkinkan kita untuk membandingkan semua harga

barang dan jasa yang dihasilkan berbagai negara (Triyono, 2008). Nilai tukar rupiah

(kurs) yang berubah akan mempengaruhi harga barang yang masuk dan keluar dari

Indonesia. Pengaruh kurs membawa dampak secara nasional pada industri dalam

negeri. Pergerakan kurs yang dinamis dapat diperdagangkan sehingga menjadi

salah satu pilihan investasi (Yolana dan Martani, 2005). Dengan adanya

kemungkinan bahwa kurs bisa diperdagangkan maka artinya ada alternatif bagi

investor dalam melakukan investasi. Investor yang mengalihkan investasinya ke

perdagangan kurs akan berdampak pada menurunnya permintaan di pasar modal.

Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing memiliki pengaruh negatif

terhadap ekonomi dan pasar modal (Sunariyah, 2004:22). Menurut Ang

(1997:19.11) melemahnya rupiah memberikan pengaruh negatif terhadap pasar

ekuitas, karena menyebabkan pasar ekuitas menjadi tidak mempunyai daya tarik.

Artinya apabila nilai rupiah naik maka permintaan saham di pasar sekunder akan

meningkat, sehingga harga di pasar perdana akan rendah atau terjadi Underpricing.

2.1.6.9 Bunga Bank Indonesia

Penetapan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia bertujuan untuk

mencapai sasaran kebijakan moneter. Tingkat suku bunga BI akan mempengaruhi

tingkat suku bunga kredit perbankan dan bunga deposito yang berakibat pada

keputusan masyarakat dalam berinvestasi.

Meningkatnya tingkat bunga akan meningkatkan harga kapital sehingga

memperbesar biaya perusahaan, sehingga terjadi perpindahan investasi dari saham

ke deposito atau fixed investasi lainnya (Sunariyah, 2004:22). BI rate adalah suku

bunga yang dikeluarkan oleh bank indonesia selaku bank sentral indonesia sebagai

Page 56: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

32

acuan bagi bank bank di indonesia untuk menentukkan bunga perbankan untuk

kredit dan deposito, serta mengatur tentang struktur tenor operasi moneter dalam

pengendalian inflasi khusunya selama 360 hari. Namun sejak tahun 2016, Bank

Indonesia mengubah Bi rate menjadi BI 7-day (Reverse) Repo Rate. Dikutip dari

bi.go.id Instrumen BI 7-day (Reverse) Repo Rate digunakan sebagai suku bunga

kebijakan baru karena dapat secara cepat memengaruhi pasar uang, perbankan dan

sektor riil. Instrumen BI 7-Day Repo Rate sebagai acuan yang baru memiliki

hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya transaksional atau

diperdagangkan di pasar, dan mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya

penggunaan instrumen repo. Dengan penggunaan instrumen BI 7-day (Reverse)

Repo Rate sebagai suku bunga kebijakan baru, terdapat tiga dampak utama yang

diharapkan. Pertama, menguatnya sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga

(Reverse) Repo Rate 7 hari sebagai acuan utama di pasar keuangan. Kedua,

meningkatnya efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada

pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan. Ketiga, terbentuknya

pasar keuangan yang lebih dalam, khususnya transaksi dan pembentukan struktur

suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB) untuk tenor 3-12 bulan. Berdasarkan

teori signaling, tingkat suku bunga akan mempengaruhi keputusan investor untuk

memilih investasi yang lebih menguntungkan. Keputusan investor untuk

mengalihkan investasi dari pasar modal akan membuat permintaan saham menurun.

Hal ini akan membuat harga saham di pasar sekunder mengalami penurunan nilai,

sehingga harga saham perdana menjadi lebih tinggi (tingkat Underpricing semakin

rendah).

2.1.7 Kinerja Saham

Kinerja saham merupakan hasil dan risiko yang dapat diperoleh melalui

aktivitas investasi saham yang diukur dengan return dalam periode waktu tertentu.

Penilaian kinerja saham berfungsi untuk menilai keberhasilan suatu saham.

Pengukuran kinerja saham dapat dilakukan dengan menggunakan return saham

yang dapat dihitung dengan menjumlahkan semua aliran kas yang diterima

(penjumlahan dividen selama periode investasi dengan selisih perubahan nilai

pasar) dan kemudian dibagi dengan nilai pasar saham pada awal periode.

Penawaran umum perdana merupakan salah satu faktor dalam mengukur kinerja

Page 57: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

33

suatu saham, hal tersebut disebabkan karena dengan adanya penawaran umum

perdana maka terbentuklah suatu return sebagai imbalan atas waktu dan risiko yang

terkait dengan investasi tersebut.

Menurut Tandelilin (2007), faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam

mengevaluasi kinerja saham antara lain:

1. Tingkat risiko

Dalam mengevaluasi kinerja saham harus diperhatikan apakah

tingkat return yang diperoleh sudah cukup memadai untuk menutup risiko

yang harus ditanggung, dimana semakin tinggi tingkat risiko maka semakin

tinggi pula tingkat return yang diharapkan.

2. Periode waktu

Seperti halnya tingkat risiko, periode waktu juga memengaruhi

return suatu saham. Oleh sebab itu, dalam melakukan penilaian kinerja

suatu saham juga perlu memperhatikan faktor periode waktu yang

diinginkan.

3. Penggunaan faktor duga (bencmark) yang sesuai

Dalam melakukan penilaian saham juga perlu membandingkan

return saham tersebut dengan return yang biasa dihasilkan oleh saham lain

yang sebanding. Saham yang dipilih dengan patok duga (bencmark) harus

dapat secara akurat mencerminkan tujuan yang diinginkan oleh investor.

4. Tujuan investasi

Tujuan investasi yang berbeda akan mempengaruhi kinerja saham

yang dinilainya. Misal, jika investasi adalah untuk pertumbuhan jangka

panjang maka saham yang dimiliki akan relatif lebih kecil dari kinerja

saham yang ada untuk jangka pendek.

2.1.8 Return Saham

Dalam melakukan investasi investor memiliki tujuan untuk mendapatkan

hasil atau keuntungan yang sering disebut dengan return. Setiap investor memiliki

tujuan untuk memaksimalkan return dari investasinya. Semakin besar return yang

dihasikan dari suatu investasi maka semakin besar pula daya tarik dari investasi

tersebut bagi investor dengan tetap memperhitungkan kemungkinan risiko yang

Page 58: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

34

akan terjadi. Pengukuran return investasi yang dapat digunakan adalah dengan

return total, relatif return, kumulatif return, dan return disesuaikan.

Abnormal return dapat diterjemahkan sebagai return taknormal atau return

tak wajar. Return taknormal terjadi karena ada informasi baru atau peristiwa baru

yang mengubah nilai perusahaan dan direaksi oleh investor dalam bentuk kenaikan

atau penurunan harga saham (Jogiyanto, 2010: 556). Menurut (Husnan, 2009: 269)

abnormal return adalah selisih antara tingkat keuntungan sebenarnya dengan

tingkat keuntungan yang diharapkan. Abnormal return sering sekali digunakan

sebagai dasar dalam pengujian efisiensi pasar. Pasar akan dikatakan efisien apabila

tidak ada satupun pelaku pasar yang dapat menikmati abnormal return dalam

jangka waktu yang cukup lama. Model yang sering dipergunakan dalam

menghitung abnormal return adalah market model atau single index model dan

Capital Asset Pricing Model (Husnan, 2009: 270).

Perhitungan abnormal return dapat dilakukan dengan cara menghitung

selisih antara return sesungguhnya yang terjadi dengan return ekspektasi yang

dapat dihitung dengan beberapa cara sebagai berikut (Jogiyanto, 2010: 580):

1. Mean Adjusted Model

Model ini membagi return realisasi dengan periode estimasi. Model

ini menganggap return ekspektasi bernilai konstan yang sama dengan return

realisasi selama periode estimasi.

2. Market Model

Perhitungan return ekspektasi dengan model pasar (market model)

ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu:

a. Membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi

selama periode estimasi.

b. Menggunakan model ekspektasi ini untuk mengestimasi return

ekspektasi di periode jendela. Model ekspektasi ini dapat dibentuk

menggunakan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square).

3. Market-Adjusted Model

Model ini menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk

mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat

tersebut. Dengan menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan

Page 59: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

35

periode estimasi untuk membentuk model estimasi, karena return sekuritas

yang diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar.

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Variabel Perbedaan Hasil 1. Isak Cornelis

Rust (2015) Variabel

Independen :

ROA,

ROE,

PER,

DER,

Sektor Elekronik

dan Teknologi

Variabel

Dependen :

Underpricing

Kinerja Saham

Variabel

Independen :

EPS, Umur, Ukuran,

Presntase saham,

Inflasi, kurs Nilai

Tukar dan Bunga

Bank

Variabel Dependen :

Tidak Ada

Hasil penelitian bahwa

tingkat Underpricing pada

hari pertama, minggu

pertama dan bulan pertama

masing-masing 23,0%,

22,1% dan 17,3%. Rasio

keuangan menunjukkan

bahwa IPO dengan rasio

utang mengalami

underpriced. Rasio lancar

dan Return On Assets (ROA)

tidak menghasilkan

signifikansi secara statistik

dalam memprediksi

Underpricing, sedangkan

Return on Equity (ROE)

yang signifikan terhadap

Underpricing PER yang

sangat tinggi juga mengalami

underpriced. Sektor

elektronik dan teknologi

menghasilkan tingkat

pengembalian tertinggi. Dan

perusahaan yang lebih kecil

memiliki pengaruh

signifikan terhadap

Underpricing.

2. Aulia (2014) Variabel

Independen :

ROI, Umur

Perusahaan, Ukuran

Perusahaan,

Presentase Saham

Ditawarkan

Variabel

Dependen :

Underpricing

Variabel

Independen :

DER, EPS, ROA,

Inflasi, Kurs Nilai

Tukar, dan Bunga

Bank

Variabel Dependen :

Kinerja Saham

ROI, Umur, Ukuran dan

Presentase Tidak

Berpengaruh terhadap Initial

Return secara parsial

ROI, Umur, Ukuran dan

Presentase secara simultan

tidak berpengaruh terhadap

Initial Return.

3. Racmadanto dan

Raharja (2014) Variabel

Independen :

Inflasi, Kurs Tukar,

dan BI Rate

Variabel

Dependen :

Underpricing

Variabel

Independen :

DER, EPS, ROA,

Umur, Ukuran dan

Presntase Saham

Ditawarkan

Variabel Dependen :

Kinerja Saham

Inflasi, kurs Tukar dan BI

Rate secara Parsial tidak

berpengaruh terhadap

Undepricing.

Page 60: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

36

No. Nama Peneliti Variabel Perbedaan Hasil 4. Retno dan Intan

(2013) Variabel

Independen :

DER, ROA, EPS,

Umur, Ukuran dan

Presentase Saham

ditawarkan

Variabel

Dependen :

Underpricing

Variabel

Independen Inflasi,

Kurs Nilai Tukar, dan

Bunga Bank

Variabel Dependen :

Kinerja Saham

EPS memiliki pengaruh

signifikasi terhadap

Underpricing secara parsial

DER, ROA, EPS secara

simultan tidak berpengaruh

terhadap Undeprricing.

5. Like (2013) Variabel

Independen :

Umur Perusahaan,

Ukuran Perusahaan,

Reputasi

Underwriter, dan

Reputasi Auditor

Variabel

Dependen :

Underpricing

Kinerja Saham

Variabel

Independen :

DER, EPS, ROA,

Presentase Saham,

Inflasi, Kurs Nilai

Tukar, dan Bunga

Bank

Variabel Dependen :

Tidak ada

Ukuran Perusahaan dan

Reputasi Underwritter

berpengaruh signifikan

terhadap Underpricing dan

Kinerja Saham.

Variabel lainnya tidak

berpengaruh terhadap

Underpricing dan Kinerja

saham

6. Wijayanto

(2010) Variabel

Independen :

EPS, Proceed,

ROA, Financial

Leverage

Variabel

Dependen :

Underpricing

Variabel

Independen :

DER,Umur, Ukuran,

Inflasi, Kurs Nilai

Tukar, dan Bunga

Bank

Variabel Dependen :

Kinerja Saham

EPS dan Proceed memiliki

Pengaruh signifikan dan

Negatif terhadap Initial

Return

ROA dan Financial Leverage

tidak Berpengaruh terhadap

Initial return.

7. Lucky dan Roy

(2008) Variabel

Independen :

Reputasi

Underwriter

Reputasi Auditor

Presentase

Penawaran

EPS

Variabel

Dependen :

Underpricing

Kinerja Saham 1

Bulan

Kinerja Saham 1

Tahun

Variabel

Independen :

DER, ROA, Umur,

Ukuran, Inflasi, Kurs

Nilai Tukar, dan

Bunga Bank

Variabel Dependen :

Tidak ada

Presentase saham

berpengaruh terhadap

Undepricing dan Kinerja

Saham 1 Bulan.

EPS berpengaruh terhadap

Kinerja saham 1 Bulan dan 1

tahun

Variabel lain tidak

berpengaruh terjadap

undepricing, Kinerja Saham

1 bulan dan Kinerja saham 1

Tahun

EPS tidak berpengaruh

terhadap anderpricing

Presentase Saham tidak

berpengaruh etrhadap

Kinerja Saham 1 Tahun

8. Ardiansyah

(2004) Variabel

Independen :

ROA, EPS, DER,

Proceeds,

Pertumbuhan Laba,

CR, Ukuran

Perusahaan,

reputasi penjamin

emisi, reputasi

Variabel

Independen :

Inflasi, kurs Nilai

Tukar, Bunga Bank

Variabel Dependen :

Tidak ada

EPS dan kondisi

perekonomia berpengaruh

signifikan

terhadap initial return dan

Kinerja saham 30 hari

setelah IPO;

financial leverage

berpengaruh signifikan

terhadap Kinerja saham 30

Page 61: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

37

auditor, umur

perusahaan jenis

industri dan kondisi

perekonomian

Variabel

Dependen :

Underpricing

Kinerja Saham

hari setelah IPO; besaran

perusahaan tidak berhasil

ditunjukkan sebagai variabel

moderat terhadap hubungan

antar variabel keuangan dgn

initial return dan kinerja

saham 30 hari setelah IPO

Sumber : Penulis, 2019

Page 62: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

38

“Halaman Sengaja Dikosongkan”

This page is intentionally left blank

Page 63: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

39

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Penelitian

Page 64: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

40

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini mengunakan model desain event study, dimana pada

pengerjaannya dilakukan melalui pengamatan suatu peristiwa tertentu dengan

melihat aktifitas pergerakkan nilai perusahaan yang melakukan penawaran umum

perdana di bursa efek indonesia. Dari segi eksplansinya, penelitian ini tergolong

penelitian asosiatif yaitu mengetahui pengaruh ataupun juga hubungan antara dua

variabel atau lebih. Sedangkan berdasarkan jenis data yang digunakan dalam

penelitian termasuk data kuantitatif, yaitu data yang dapat diinput dalam

perhitungan statistika.

3.3 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional Penelitian

3.3.1 Variabel Penelitian

Underpricing perusahaan yang melakukan IPO merupakan perbedaan

antara harga penawaran perdana dengan harga penutupan saham perusahaan

IPO di pasar sekunder pada hari pertama yang cenderung lebih tinggi.

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel

independen (X) dan variabel dependen (Y)

1. Variabel Independen (X)

Variabel independen merupakan variabel-variabel yang akan

mempengaruhi variabel dependen. Dalam penelitian ini variable

independen yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi Underpricing diantaranya: Debt To Equity Ratio (DER),

Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan,

Ukuran Perusahaan, Presentase saham yang ditawarkan, Inflasi, Bunga

Bank Indonesia, dan Kurs Nilai Tukar.

2. Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen merupakan variable yang dipengaruhi oleh varibel

independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah :

a. Underpricing yang diukur dengan initial return (IR), berupa selisih

antara harga saham pada hari pertama penutupan (closing price) di

pasar sekunder dengan harga penawaran umum perdana dibagi

dengan harga penawaran umum perdana (offering price). Dalam

Page 65: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

41

perhitungannya, Initial Return (IR) dinyatakan dalam persentase

sebagai berikut:

𝐼𝑅 =𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 − 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑤𝑎𝑟𝑎𝑛

𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑤𝑎𝑟𝑎𝑛𝑥100

b. Kinerja saham adalah hasil dan risiko yang dapat diperoleh melalui

aktivitas investasi saham yang diukur dengan return dalam periode

waktu tertentu. Ukuran kinerja saham dalam penelitian ini adalah

Abnormal Return, yaitu selisih antara tingkat keuntungan

sebenarnya dengan tingkat keuntungan yang diharapkan yang

diambil dalam periode 30 hari sesuah perusahaan melalukan IPO.

Dalam kondisi kenaikan kinerja saham, abnormal return yang

dihasilkan dari saham perdana adalah positif dan mengalami

kenaikan sehingga akan sangat menguntungkan bagi pihak investor

karena return yang akan didapatkan akan menjadi lebih banyak.

𝐴𝑅𝑡 = 𝑖𝑅𝑡 − 𝑀𝑅𝑡

Keterangan :

ARt = Abnormal Return Periode t

iRt = Return Saham periode t

MRt = Market return Periode t

Perhitungan untuk Art menurut (Jogiyanto, 2009) terbagi menjadi

2, yaitu perhitungan awal atas return saham periode t (menghitung

return saham dari data harga saham perdana dan data harga saham

penutupan akhir hari ke-30 perdagangan setelah penawaran umum

perdana) yang dirumuskan dengan :

𝑖𝑅𝑡 =𝑃𝑖𝑡 − 𝑃𝑖,𝑡−1

𝑃𝑖,𝑡−1

Keterangan :

iRt = Return Saham periode t

Pit = Harga Saham Penutupan Pada Hari ke t

Pi,t-1 = Harga Saham i pada hari ke t (Harga perdana)

Page 66: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

42

Kemudian, perhitungan atas market return yang menggunakan data

Indeks Harga Saham hariang mulai tahun 2010-2018 selama 30 ahri

setelah emiten melakukan IPO dengan rumusan sebagai berikut

(jogiyanto,2010):

𝑀𝑅𝑡 =𝐼𝐻𝑆𝐺𝑝𝑎𝑑𝑎 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑡 − 𝐼𝐻𝑆𝐺 𝑝𝑎𝑑𝑎 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑡−1

𝐼𝐻𝑆𝐺 𝑝𝑎𝑑𝑎 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑡−1

3.3.2 Variabel Operasional

Tabel 3.1 Variabel Operasional

No. Variabel Indikator Definisi Operasional Pengukuran

Variabel Bebas (Independen)

Faktor Internal

1. Debt To

Equity Ratio

(DER)

Hutang,

Ekuitas

Perbandingan atas

hutang dan ekuitas

dalam pendanaan

perusahaan

𝐷𝐸𝑅 =𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔

𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠

2. Earning Per

Share (EPS)

Pendapatan,

Saham

Beredar

Besarnya Pendapatan

setiap lembar saham

atau pendapatan

dibanding dengan

jumlah saham

perusahaan yang

beredar

𝐸𝑃𝑆 =𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛

𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟

3. Return On

Assets (ROA)

Laba setelah

pajak,

Total Aset

Kemampuan

perusahaan

menghasilkan laba di

masa yang akan datang.

𝑅𝑂𝐴 =𝐸𝐴𝑇

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡

4. Umur

Perusahaan

Tahun

Pendirian,

Tahun IPO

Tanggal akta pendirian

sampai dengan

perusahaan melakukan

penawaran saham.

𝑈𝑚𝑢𝑟= 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝐼𝑃𝑂 − 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖𝑎𝑛

5. Ukuran

Perusahaan

Total Aset Nilai total aset dari

laporan keunagan

perusahaan terakhir

sebelum perusahaan

melakukan penawaran

Saham.

𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡

6. Presentase

saham

ditawarkan

Saham yang

ditawarkan,

Total Saham

Perusahaan

Presentase saham yang

ditawatkan dengan

membandingkan antara

jumlah saham yang

ditawarkan dengan

modal ditempatkan dan

disetor penuh.

𝑃𝑆𝐷

=𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑤𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟𝑥100

Page 67: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

43

No. Variabel Indikator Definisi Operasional Pengukuran

Variabel Bebas (Independen)

Faktor Eksternal

7. Inflasi Nilai Inflasi Tingkat inflasi pada

saat perusahaan IPO

yang berasal dari Bank

Indonesia

𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖= 𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑎𝑡 𝐸𝑚𝑖𝑡𝑒𝑛 𝐼𝑃𝑂

8. Bunga Bank

Indonesia

Bunga Bank

Indonesia

selama 1

Bulan pada

saat IPO

Rata-rata atas tingkat

suku bunga BI satu

bulan IPO

𝐴𝑣 𝐵𝐼 𝑅𝑎𝑡𝑒

=∑ 𝐵𝐼 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑖𝑝𝑜

∑ 𝑁 𝐵𝐼 𝑅𝑎𝑡𝑒

9. Kurs Nilai

Tukar

Kurs Nilai

Tukar

Rupiah

terhadap

dolar pada

saat

perusahaan

IPO

Rata-Rata Nilai Tukar

Rupiah Terhadap Dolar

AS (USD) yang dilihat

Kurs tengah pada saat

melakukan IPO

𝐴𝑣 𝐾𝑢𝑟𝑠 𝑈𝑆𝐷

=∑ 𝐾𝑢𝑟𝑠 𝐵𝑒𝑙𝑖 − 𝐽𝑢𝑎𝑙

2

Variabel Terikat (Dependen)

10. Underpricing Initial

Return

Harga saham pada saat

penutupan pasar

sekunder pada

penawaran umum

perdana dikurangi

harga IPO

𝐼𝑅

=𝐶𝑙𝑜𝑠𝑒 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 − 𝐼𝑃𝑂 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒

𝐼𝑃𝑂 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒𝑥100

11. Kinerja

Saham

Abnormal

Return

tingkat keuntungan

sebenarnya dengan

tingkat keuntungan

yang diharapkan

𝐴𝑅𝑡 = 𝑅𝑖𝑡 − 𝑀𝑅𝑡

Sumber : Penulis, 2019

3.4 Kerangka Berpikir

Pada proses awal penawaran umum perdana, keputusan penetapan harga

saham dilakukan atas dasar kesepakatan oleh perusahaan emiten dan penjamin

emisi (Underwriter). Namun, perbedaaan informasi yang asimetris yang diterima

publik dalam hal ini investor, berampak pada perubahan harga yang berfluktuatif

sehingga menyebabkan kenaikan maupun penurunan harga setelah saham

diperdagangkan di pasar sekunder. Kenaikan harga yang lebih tinggi di pasar

sekunder menyebabkan harga saham lebih rendah dari harga penawaran sehingga

disebut sebagai Underpricing. Sedangkan sebaliknya jika harga saham di pasar

sekunfer lebih rendah dibandingkan dengan pasar perdana maka disebut sebagai

overpricing. Dalam hal ini, fenomena underpricing merupakan kerugian bagi

emiten yang melakukan penawaran karena ternyata penerimaan atas nilai

perusahaan jauh lebih tinggi dan dari segi investor, mereka memperoleh

Page 68: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

44

keuntungan melalui selisih harga atau initial return dari pasar perdana ke pasar

sekunder. Dalam Hal ini, saran terhadap harga yang ditawarkan kepada emiten

sebelum IPO adalah upaya untuk meminimalkan resiko kemungkinan saham tidak

laku dijual serta adanya bentuk tipe penjaminan full commttement yaitu ketika

saham tidak laku dipasar maka penjamin emisi (Underwriter) harus membeli saham

yang tidak terjual tersebut.

Asimetri informasi yang diterima oleh publik merupakan suatu keadaan

dimana terdapat informasi yang tidak sama atau seimbang baik dari segi kualitas

maupun kuantitas antara emiten dan Underwriter yang diserap oleh media massa,

sekelompok investor ataupun investor individu kepada masyarakat luas sehingga

meciptakan banyak presepsi dan spekulasi terhadap perusahaan IPO. Beberapa

faktor juga menjadi pendorong bagi investor untuk melakukan investasi, baik data

dari internal perusahaan berupa informasi prospektus, yaitu gambaran umum

perusahaan dan rencaan dana penggunaan IPO, laporan keuangan dan laporan

manajemen, maupun data eksternal perusahaan secara luas yaitu kondisi ekonomi

makro berupa inflasi, kurs nilai tukar dan bunga Bank Indonesia yang dinilai dan

ditawrakan kepada investor global untuk masuk kedalam bursa efek indonesia, yang

akan mendorong terciptanya tingginya permintaan setelah perdagangan pasar

perdana pada pasar sekunder sehingga terjadinya Underpricing.

Konsep Kerangka Berpikir

Gambar 3.2 Kerangka Berpikir

Sumber : Penulis, 2019

Page 69: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

45

3.5 Hipotesis 1 : Pengaruh Faktor Internal terhadap Underpricing

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no 1 tahun 2015

menjelaskan bahwa tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi

mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat

bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan

ekonomi. Selain, laporan keuangan, perusahaan yang melakukan penawraan umum

perdana (IPO) wajib menyertakan prospektus sebagai publikasi informasi terkait

aktifitas pencatatan saham yang didalamnya menerangkan terkait bisnis dan proses

bisnis perusahaan, rencana penawaran, risiko usaha, rencana pengunaan dana dan

lain lain. Didalam laporan keuangan dan prospektus terdapat beberapa informasi

yang dibutuhkan didalam proses analisis data dalam pengerjaan variabel penelitian.

Dalam hal ini, Pengujian secara menyeluruh terkait faktor internal dilakukan

secara silmutan dan parsial dengan variabel yang digunakan untuk mengukur dari

faktor internal adalah sebagai berikut :

Debt to Equity Ratio (DER) yang dilihat dari financial leverage, yaitu

kemampuan perusahaan untuk mengukur tingkat hutang terhadap modal,

karena semakin tinggi DERnya, memberikan signal negatif terhadap

investor yang mengakibatkan kecenderungan menghindari saham dengan

DER tinggi karena kemungkinan akan mengalami penurunan harga.

Laba per saham-EPS (Earning Per Share) merupakan rasio yang

mengukur seberapa besar dividen per lembar saham yang akan dibagikan

kepada investor setelah dikurangi dengan dividen bagi para pemilik

perusahaan. Apabila EPS perusahaan tinggi, akan semakin banyak

investor yang mau membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga

saham tinggi.

Nilai Return On Assets (ROA) yang semakin tinggi akan menunjukkan

bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba di masa yang akan datang

dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai pertimbangan

dalam menanamkan modalnya. Profitabilitas yang tinggi dari suatu

perusahaan menurut teori signaling akan mengurangi ketidakpastian bagi

Page 70: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

46

investor sehingga akan menurunkan tingkat Underpricing (Ghozali,

2007).

Umur perusahaan emiten menunjukkan seberapa lama perusahaan mampu

bertahan dan menjadi bukti perusahaan mampu bersaing dan dapat

mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian. Perusahaan

yang beroperasi lebih lama mempunyai kenaikan yang lebih besar untuk

menyediakan informasi perusahaan yang lebih banyak dan luas daripada

yang baru saja berdiri (Nurhidayati dan Indriantoro, 1998). Dengan

demikian akan mengurangi adanya informasi asimetri dan memperkecil

ketidakpastian pasar yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat

Permintaan saham.

Presentase saham yang ditawarkan dapat digunakan sebagai proksi

terhadap faktor ketidakpastian yang akan diterima oleh investor. Hal

tersebut telah dikemukakan oleh Nurhidayati dan Indriantono (1998).

Proposi dari saham yang ditahan dari pemegang saham lama dapat

menunjukan aliran informasi dari saham emiten ke calon investor.

Semakin besar proposi saham yang dipegang oleh pemegang saham lama

semakin banyak informasi privat yang dimiliki oleh pemegang saham

lama.

Didalam laporan keuangan dan prospektus, variabel-variabel tersebut

memberikan gambaran secara langsung yang dibaca dan dipahami oleh calon

investor terhadap kondisi perusahaan. Hal ini dapat memberikan presepsi yang

menciptakan asimetris informasi didalam pengambilan keputusan investasi yang

dilakukan oleh investor terhadap perusahaan yang melakukan penawaran umum

perdana. Namun, asimetris tersebut dapat diselesaikan melalui publikasi yang dapat

dipastikan kebenarannya karena bersumber dari perusahaan emiten, dimana laporan

ekuangan telah melalui proses audit oleh akuntan publik dan prospektus telah

memperoleh peninjauan dari bursa efek indonesia sebelum dilakukan keputusan

izin pencatatan saham. Keyakinan yang posisitif terhadap saham tercatat dan asitris

informasi terkait harapan atas nilai perusahaan tercatat yang masih tergolong

rendah. Membuat permintaan atas saham meningkat, sehingga akan berdampak

Page 71: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

47

peristiwa underpricing yaitu pada peningkatan harga saham dipasar sekunder

setelah penawaran umum perdana.

H1 : Faktor Internal berpengaruh terhadap Underpricing.

3.6 Hipotesis 2 : Pengaruh Faktor Internal terhadap Kinerja Saham

Kinerja Saham dalam hal ini, diukur berdasarkan abnormal return, yaitu

selisih antara tingkat keuntungan yang sebenarnya dengan tingkat keuntungan yang

diharapkan. Abnormal return diukur dengan perhitungan nilai initial return hari ke

30 dikurangi dengan nilai adjusted market return hari ke 30. Dalam hal ini jika

nilai keuntungan yang sebenarnya turun dan lebih rendah dari tingkat keuntungan

yang diharapkan maka kinerja saham dikatakan tidak baik, karena nilai abnormal

return negatif atau dalam 30 hari setelah IPO nilai mengalami penurunan dibanding

nilai pasar yang tumbuh lebih tinggi dari harga emiten tersebut. Sebaliknya, jika

nilai abnormal return positif berarti nilai keuntungan sebenarnya, berada lebih

tinggi dari nilai keuntungan yang diharapkan.

Faktor internal sebagai acuan dalam penelitian yang berkaitan dengan

kinerja saham dilakukan juga, melihat laporan keuangan yang berhubungan dengan

kinerja keuangan perusahaan dan prospektus yang mengambarkan bisnis

perusahaan dan rincian yang dibutuhkan dalam proses pencatatan umum perdana.

Peningkatan harga saham ketika IPO dan kinerja saham jangka pendek setelah 30

hari sangat menarik karena berdasarkan hipotesis pasar yang efisien pada bentuk

semikuat (Efficient Market Hypothesis, EMH), para investor seharusnya tidak akan

mendapatkan “abnormal return” atau keadaan underpricing (Hanafi, 1998) dengan

hanya memanfaatkan informasi publik. Menurut Watt dan Zimmerman (1986) pada

pasar semikuat (semistrong form) harga pasar saham seharusnya mencerminkan

semua informasi yang dipublikasikan oleh perusahaan. Dengan demikian initial

return yang positif tidak akan terjadi.

Di samping teori EMH, teori informasi yang asimetrik bisa juga

menjelaskan terjadinya initial return positif pada pasar saham perdana. Dibeberapa

kasus, dalam pencatatan umum perdana karena asimetris informasi yang sering

tercipta dan sumber data terpercaya adalah dari laporan keuangan dan prospektus

Page 72: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

48

serta informasi publik terkait perusahaan yang dapat diakses secara bebas melalui

internet. Minat terhadap sebagian emiten akan cenderung berkurang, karena risiko

yang dikhawatirkan terjadi. Saham saham IPO cenderung tidak liquid sehingga

proses naik dan turunnya nilai harga saham sangat mungkin terjadi. Menurut Baron

(1982) initial return positif berhubungan dengan informasi yang dimiliki oleh

penjamin emisi. Penjamin emisi memiliki informasi yang lebih banyak

dibandingkan dengan emiten Untuk memperkecil resikonya karena kewajiban

membeli saham yang tidak laku dalam perjanjian full commitment yang dorongan

untuk peningkatan nilai saham juga akan semakin besar terjadi, untuk mencegah

kerugian penjamin efek dan membuat investor mulai membeli saham tersebut.

Sehingga dalam beberapa hari setelah pencatatan umum perdana harga saham akan

kembali turun karena aksi jual penjamin efek maupun pembentukkan nilai atas

saham yang sebenarnya oleh pelaku pasar.

Namun, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hanafi, Sartono dan

Yarmanto (1996) menunjukkan harga saham di BEJ telah bereaksi secara tidak

wajar dalam menyesuaikan diri terhadap informasi baru, dimana pelaku pasar akan

menilai saham terlalu tinggi dalam bereaksi terhadap kabar baik dan sebaliknya.

Dari penelitian itu pasar membutuhkan waktu relatif lama minimal 22 hari untuk

mencapai keseimbangan. Artinya pada penawaran perdana bila pasar bereaksi

positif maka harga akan cenderung meningkat dan koreksi akan terjadi beberapa

lama. Secara kinerja saham, penelitian tersebut memberikan kemungkinan bahwa

dorongan underpricing terhadap kinerja saham secara abnormal return akan terjadi

jangka panjang dengan koreksi bertahap namun tetap memiliki konsistensi untuk

meningkat karena penilaian pelaku pasar yang meyakini laporan keuangan dan

prospektus yang ditawarkan perusahaan IPO.

Dalam hal ini, variabel yang digunakan untuk mengukur dari faktor internal

adalah :

Debt to Equity Ratio (DER) yang dilihat dari financial leverage, yaitu

kemampuan perusahaan untuk mengukur tingkat hutang terhadap modal,

karena semakin tinggi DERnya, memberikan signal negatif terhadap

Page 73: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

49

investor yang mengakibatkan kecenderungan menghindari saham dengan

DER tinggi karena kemungkinan akan mengalami penurunan harga.

Laba per saham-EPS (Earning Per Share) merupakan rasio yang mengukur

seberapa besar dividen per lembar saham yang akan dibagikan kepada

investor setelah dikurangi dengan dividen bagi para pemilik perusahaan.

Apabila EPS perusahaan tinggi, akan semakin banyak investor yang mau

membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham tinggi.

Nilai Return On Assets (ROA) yang semakin tinggi akan menunjukkan

bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba di masa yang akan datang dan

laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai pertimbangan

dalam menanamkan modalnya. Profitabilitas yang tinggi dari suatu

perusahaan menurut teori signaling akan mengurangi ketidakpastian bagi

investor sehingga akan menurunkan tingkat Underpricing (Ghozali, 2007).

Umur perusahaan emiten menunjukkan seberapa lama perusahaan mampu

bertahan dan menjadi bukti perusahaan mampu bersaing dan dapat

mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian. Perusahaan

yang beroperasi lebih lama mempunyai kenaikan yang lebih besar untuk

menyediakan informasi perusahaan yang lebih banyak dan luas daripada

yang baru saja berdiri (Nurhidayati dan Indriantoro, 1998). Dengan

demikian akan mengurangi adanya informasi asimetri dan memperkecil

ketidakpastian pasar yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat

Permintaan saham.

Presentase saham yang ditawarkan dapat digunakan sebagai proksi terhadap

faktor ketidakpastian yang akan diterima oleh investor. Hal tersebut telah

dikemukakan oleh Nurhidayati dan indriantono (1998). Proposi dari saham

yang ditahan dari pemegang saham lama dapat menunjukan aliran informasi

dari saham emiten ke calon investor. Semakin besar proposi saham yang

dipegang oleh pemegang saham lama semakin banyak informasi privat yang

dimiliki oleh pemegang saham lama.

H2 : Faktor Internal berpengaruh terhadap Kinerja Saham.

Page 74: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

50

3.7 Hipotesis 3 : Pengaruh Eksternal terhadap Underpricing

Menurut Tandelilin (2010:47), return adalah salah satu faktor yang

mendorong minat investor berinteraksi pada kepemilikan suatu aset pasar modal

dan juga merupakan imbalan atas transaksi investor dalam menanggung risiko atas

investasi yang dilakukannya. Singkatnya return adalah keuntungan yang diperoleh

investor dari dana yang ditanamkan pada suatu investasi. Oleh karena itu, return

sangat penting sebagai salah satu daya tarik bagi investor untuk menanamkan dana

investasinya di pasar modal, Tingkat return yang diperoleh investor dipengaruhi

oleh Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan. Faktor Internal merupakan faktor

yang berada di dalam perusahaan sedangkan faktor Eksternal merupakan faktor

yang berada di luar perusahaan. Faktor Eksternal yang mempunyai pengaruh

terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung maupun

tidak langsung. Ketika terjadi perubahan pada faktor Eksternal, investor akan

mengkalkulasi dampaknya, baik yang positif maupun negatif terhadap kinerja

perusahaan beberapa tahun ke depan, kemudian mengambil keputusan membeli

atau menjual saham (Mahmud, 2016).

Keputusan Investasi dengan melihat kondisi faktor eksternal, juga

digunakan untuk pengambilan keputusan pada investasi perusahaan yang

melalukan penawran umum perdana atau IPO. Faktor Eksternal menurut Samsul

(2006.200). mengacu pada Lingkungan ekonomi makro yang terjadi disuatu negara.

Dalam penelitian ini, kondisi makro yang terjadi di indonesia yaitu lingkungan yang

berada di luar perusahaan yang mampu mempengaruhi operasi perusahaan sehari-

hari. Lingkungan ekonomi makro mempelajari perekonomian nasional secara

keseluruhan seperti para konsumen, dunia perbankan, pemerintah, dan dunia usaha.

Lingkungan ekonomi makro yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja

perusahaan maupun kinerja saham diantaranya adalah suku bunga, siklus ekonomi,

inflasi, kebijakan pemerintah terkait dengan perusahaan tertentu, kurs, peraturan

perpajakan, anggaran defisit, tingkat bunga pinjaman luar negeri, kondisi ekonomi

internasional, faham ekonomi, jumlah uang beredar, investasi swasta, neraca

perdagangan dan pembayaran, PrDB.

Faktor Eksternal dalam penelitian ini merupakan bagian dari Ekonomi

Makro yang terdiri aats Inflasi, Kurs Nilai Tukar dan Bunga Bank Indonesia yang

Page 75: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

51

dihubungkan mendorong ketidakpastian dalam melakukan investasi. Dalam teori

ekonomi, penurunan BI rate akan juga menurunkan tingkat bunga perbankan walau

terdapat time lag beberapa bulan. Investor yang menalami penurunan tingkat return

di perbankan akan melakukan switching ke instrumen investasi lain khususnya

saham dan sektor riil. BI rate pada sisi lain terkait erat dengan tingkat inflasi.

Undang Undang Bank Indonesia memberikan mandat utama pada BI untuk

menjaga nilai rupiah baik di dalam negeri (inflasi) atau luar negeri (nilai tukar).

Menurut Ang (1997:19.11) inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya

keuntungan suatu perusahaan, sehingga menyebabkan efek ekuitas menjadi kurang

kompetitif.Sedangkan, nilai tukar rupiah (kurs) yang berubah akan mempengaruhi

harga barang yang masuk dan keluar dari Indonesia. Pengaruh kurs membawa

dampak secara nasional pada industri dalam negeri. Pergerakan kurs yang dinamis

dapat diperdagangkan sehingga menjadi salah satu pilihan investasi (Yolana dan

Martani, 2005).Lalu, meningkatnya tingkat bunga akan meningkatkan harga kapital

sehingga memperbesar biaya perusahaan, sehingga terjadi perpindahan investasi

dari saham ke deposito atau fixed investasi lainnya (Sunariyah, 2004:22).

Berdasarkan uraian tersbut, melalui teori signaling dapat disimpulkan bahwa

ketidakpastian pasar yang berdampak pada minat investasi di pasar modal

mendorong berkurangnya daya beli atas produk saham IPO yang mengurangi

terjadinya lonjakkan Permintaan.

Tingkat inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga-harga secara

menyeluruh (Hardi, 2009). Pada saat inflasi sedang tinggi harga barang

secara keseluruhan akan mengalami kenaikan. Kondisi ini membuat

masyarakat menjadi lebih selektif dalam membelanjakan uangnya termasuk

dalam hal investasi. Harga barang yang meningkat akan menyebabkan

perdagangan menjadi lesu dan keuntungan perusahaan menjadi turun.

Menurut Ang (1997:19.11) inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya

keuntungan suatu perusahaan, sehingga menyebabkan efek ekuitas menjadi

kurang kompetitif. Inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di

pasar, sementara inflasi yang sangat rendah akan berakibat pertumbuhan

ekonomi menjadi sangat lamban, dan pada akhirnya harga saham juga

Page 76: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

52

bergerak dengan lamban. Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bias

mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari

investasinya. Sebaliknya, jika tingkat suatu negara mengalami penurunan,

maka hal ini merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan

turunnya risiko daya beli uang dan risiko penurunan pendapatan.

Kurs rupiah terhadap dolar AS memainkan peranan sentral dalam

perdagangan internasional, karena kurs rupiah terhadap dolar AS

memungkinkan kita untuk membandingkan semua harga barang dan jasa

yang dihasilkan berbagai negara (Triyono, 2008). Nilai tukar rupiah (kurs)

yang berubah akan mempengaruhi harga barang yang masuk dan keluar dari

Indonesia. Pengaruh kurs membawa dampak secara nasional pada industri

dalam negeri. Pergerakan kurs yang dinamis dapat diperdagangkan

sehingga menjadi salah satu pilihan investasi (Yolana dan Martani, 2005).

Dengan adanya kemungkinan bahwa kurs bisa diperdagangkan maka

artinya ada alternatif bagi investor dalam melakukan investasi. Naik

turunnya nilai Rupiah terhadap uang asing menyebabkan naik turunnya

permintaan saham di pasar modal oleh investor. Artinya, apabila nilai rupiah

naik maka permintaan saham di pasar sekunder akan meningkat sehingga

harga di pasar perdana akan rendah.

Penetapan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia bertujuan untuk

mencapai sasaran kebijakan moneter. Tingkat suku bunga BI akan

mempengaruhi tingkat suku bunga kredit perbankan dan bunga deposito

yang berakibat pada keputusan masyarakat dalam berinvestasi.

Meningkatnya tingkat bunga akan meningkatkan harga kapital sehingga

memperbesar biaya perusahaan, sehingga terjadi perpindahan investasi dari

saham ke deposito atau fixed investasi lainnya (Sunariyah, 2004:22).

Berdasarkan teori signaling, tingkat suku bunga akan mempengaruhi

keputusan investor untuk memilih investasi yang lebih menguntungkan.

Keputusan investor untuk mengalihkan investasi dari pasar modal akan

membuat permintaan saham menurun. Hal ini akan membuat harga saham

di pasar sekunder mengalami penurunan nilai, sehingga harga saham

perdana menjadi lebih tinggi.

Page 77: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

53

H3 : Faktor Eksternal berpengaruh terhadap Underpricing.

3.8 Hipotesis 4 : Pengaruh Eksternal terhadap Kinerja Saham

Investor yang mampu meramalkan kondisi ekonomi makro di masa yang

akan datang, akan mampu mengambil keputusan yang tepat apakah dia akan

membeli, menjual, atau menahan saham. Dari sekian banyak variabel makro

ekonomi akan dipilih variabel makro ekonomi yang memiliki peran sangat penting

dalam ekonomi makro dan paling berpengaruh terhadap investasi di suatu negara.

Tingkat suku bunga, PDB, inflasi, serta Kurs merupakan variabel makro ekonomi

yang memiliki peran sangat penting dalam ekonomi makro dan paling berpengaruh

terhadap investasi di suatu negara.

Faktor Eksternal dalam penelitian ini merupakan bagian dari Ekonomi

Makro yang terdiri atas Inflasi, Kurs Nilai Tukar dan Bunga Bank Indonesia yang

dihubungkan meondorong ketidakpastian dalam melakukan investasi. Menurut

Ang (1997:19.11) inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya keuntungan suatu

perusahaan, sehingga menyebabkan efek ekuitas menjadi kurang

kompetitif.Sedangkan, nilai tukar rupiah (kurs) yang berubah akan mempengaruhi

harga barang yang masuk dan keluar dari Indonesia. Pengaruh kurs membawa

dampak secara nasional pada industri dalam negeri. Pergerakan kurs yang dinamis

dapat diperdagangkan sehingga menjadi salah satu pilihan investasi (Yolana dan

Martani, 2005).Lalu, meningkatnya tingkat bunga akan meningkatkan harga kapital

sehingga memperbesar biaya perusahaan, sehingga terjadi perpindahan investasi

dari saham ke deposito atau fixed investasi lainnya (Sunariyah, 2004:22).

Berdasarkan uraian tersbut, melalui teori signaling dapat disimpulkan bahwa

ketidakpastian pasar yang berdampak pada minat investasi di pasar modal

mendorong berkurangnya daya beli atas produk saham IPO yang mengurangi

terjadinya lonjakkan Permintaan.

Tingkat inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga-harga secara

menyeluruh (Hardi, 2009). Pada saat inflasi sedang tinggi harga barang

secara keseluruhan akan mengalami kenaikan. Kondisi ini membuat

masyarakat menjadi lebih selektif dalam membelanjakan uangnya termasuk

dalam hal investasi. Harga barang yang meningkat akan menyebabkan

Page 78: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

54

perdagangan menjadi lesu dan keuntungan perusahaan menjadi turun.

Menurut Ang (1997:19.11) inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya

keuntungan suatu perusahaan, sehingga menyebabkan efek ekuitas menjadi

kurang kompetitif. Inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di

pasar, sementara inflasi yang sangat rendah akan berakibat pertumbuhan

ekonomi menjadi sangat lamban, dan pada akhirnya harga saham juga

bergerak dengan lamban. Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bias

mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari

investasinya. Sebaliknya, jika tingkat suatu negara mengalami penurunan,

maka hal ini merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan

turunnya risiko daya beli uang dan risiko penurunan pendapatan.

Kurs rupiah terhadap dolar AS memainkan peranan sentral dalam

perdagangan internasional, karena kurs rupiah terhadap dolar AS

memungkinkan kita untuk membandingkan semua harga barang dan jasa

yang dihasilkan berbagai negara (Triyono, 2008). Nilai tukar rupiah (kurs)

yang berubah akan mempengaruhi harga barang yang masuk dan keluar dari

Indonesia. Pengaruh kurs membawa dampak secara nasional pada industri

dalam negeri. Pergerakan kurs yang dinamis dapat diperdagangkan

sehingga menjadi salah satu pilihan investasi (Yolana dan Martani, 2005).

Dengan adanya kemungkinan bahwa kurs bisa diperdagangkan maka

artinya ada alternatif bagi investor dalam melakukan investasi. Naik

turunnya nilai Rupiah terhadap uang asing menyebabkan naik turunnya

permintaan saham di pasar modal oleh investor. Artinya, apabila nilai rupiah

naik maka permintaan saham di pasar sekunder akan meningkat sehingga

harga di pasar perdana akan rendah.

Penetapan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia bertujuan untuk

mencapai sasaran kebijakan moneter. Tingkat suku bunga BI akan

mempengaruhi tingkat suku bunga kredit perbankan dan bunga deposito

yang berakibat pada keputusan masyarakat dalam berinvestasi.

Meningkatnya tingkat bunga akan meningkatkan harga kapital sehingga

memperbesar biaya perusahaan, sehingga terjadi perpindahan investasi dari

saham ke deposito atau fixed investasi lainnya (Sunariyah, 2004:22).

Page 79: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

55

Berdasarkan teori signaling, tingkat suku bunga akan mempengaruhi

keputusan investor untuk memilih investasi yang lebih menguntungkan.

Keputusan investor untuk mengalihkan investasi dari pasar modal akan

membuat permintaan saham menurun. Hal ini akan membuat harga saham

di pasar sekunder mengalami penurunan nilai, sehingga harga saham

perdana menjadi lebih tinggi.

H4 : Faktor Eksternal berpengaruh terhadap Kinerja Saham

3.9 Jenis Dan Sumber Data

Di dalam Penelitian ini Mencakup beberapa data sekunder yang berasal dari

perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana pada periode 2010-2018

dari situs bursa efek indonesia dengan kategori sektor infrastruktur, utilitas dan

transportasi. Data sekunder pendukung berupa informasi makro data inflasi, bunga

Bank Indonesia, dan kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar periode 2010-2018

melalui situs Bank Indonesia. Data dari sumebr tersebut, diperoleh dalam bentuk

jadi ataupun telah diolah terlebih dahulu. Sumber data berupa informasi terkait

perusahaan yang melakukan Penawaran Umum Perdana (IPO) terdiri atas laporan

keuangan, Prospektus dan data terkait lainnya yang dapat dikumpulkan melalui

website Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2010 sampai dengan 2018. Selain itu,

sebagai data pendukung untuk memperkuat analisis atas underpricing dan kinerja

sahahm dari Faktor ekonomi makro, sumber informasi lain diperlukan seperti

inflasi,bunga Bank Indonesia dan kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar periode

2010 sampai dengan 2018 yang berasal dari situs Bank Indonesia.

Data Kuantitatif yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :

1. Daftar perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana (IPO)

periode 2010 sampai dengan 2018 di Bursa Efek Indonesia untuk sektor

Infrastruktur, utilitas dan transportasi.

2. Daftar harga saham di perdagangan perdana dan harga saham

Perusahaan tersebut pada penutupan hari pertama di pasar sekunder

pada perusahaan emiten IPO periode 2010 sampai dengan 2018 di Bursa

Efek Indonesia untuk sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi.

Page 80: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

56

3. Data pergerakkan harga saham aktif yang diperdagangkan setelah 30

hari di pasar sekunder setelah IPO pada perusahaan emiten IPO periode

2010 sampai dengan 2018 di Bursa Efek Indonesia untuk sektor

Infrastruktur, utilitas dan transportasi.

4. Data pergerakkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) setelah 30

hari perusahaan melakukan penawaran umum perdana di Bursa Efek

Indonesia untuk sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi tahun

2010-2018.

5. Data hutang perusahaan yang bersumber dari laporan keuangan sebelum

perusahaan melakukan penawar umum perdana di Bursa Efek Indonesia

untuk sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi tahun 2010-2018.

6. Data ekuitas perusahaan yang bersumber dari laporan keuangan

sebelum perusahaan melakukan penawar umum perdana di Bursa Efek

Indonesia untuk sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi tahun

2010-2018.

7. Data pendapatan setelah pajak perusahaan yang bersumber dari laporan

keuangan sebelum perusahaan melakukan penawar umum perdana di

Bursa Efek Indonesia untuk sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi

tahun 2010-2018.

8. Data jumlah saham beredar yang bersumber dari laporan keuangan

sebelum perusahaan melakukan penawar umum perdana di Bursa Efek

Indonesia untuk sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi tahun

2010-2018.

9. Data total aset yang bersumber dari laporan keuangan sebelum

perusahaan melakukan penawar umum perdana di Bursa Efek Indonesia

untuk sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi tahun 2010-2018.

10. Data akta pendirian yang bersumber dari prospektus IPO Perusahaan

sebelum melakukan penawar umum perdana di Bursa Efek Indonesia

untuk sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi tahun 2010-2018.

11. Data jumlah saham yang ditawarkan yang bersumber dari prospektus

IPO Perusahaan sebelum melakukan penawar umum perdana di Bursa

Page 81: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

57

Efek Indonesia untuk sektor Infrastruktur, utilitas dan transportasi tahun

2010-2018.

12. Data rencana penggunaan dana setelah IPO yang bersumber dari

Prospektus IPO Perusahaan sebelum melakukan penawar umum

perdana di Bursa Efek Indonesia untuk sektor Infrastruktur, utilitas dan

transportasi tahun 2010-2018.

13. Data inflasi tahunan Indonesia Periode 2010-2018 yang bersumber dari

Bank Indonesia.

14. Data bunga bank Indonesia Periode 2010-2018 yang bersumber dari

Bank Indonesia.

15. Data perubahan kurs nilai tukar rupiah Periode 2010-2018 yang

bersumber dari Bank Indonesia.

3.10 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan

dokumentasi. Studi pustaka dalam hal ini mempelajari tentang artikel, jurnal dan

penelitian terkait sebagai referensi pembahasan yang sesuai dengan penelitian.

Sedangkan, dokumentasi dilakukkan dengan mengumpulkan data-data yang

dibutuhkan, dan dilanjutkan dengan percatatan serta perhitungan.

3.11 Populasi Dan Sampel Penelitian

Data populasi yang menjadi bagian dari penelitian ini berupa data

perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana (IPO) di Bursa

Efek Indonesia periode tahun 2010-2018, dan diperoleh sebanyak 259 Perusahaan

yang melakukan IPO di BEI. Teknik pengambilan sampel atas data populasi

dilakukan dengan metode purpose sampling, yaitu dengan cara menetapkan ciri-

ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat

menjawab permasalahan penelitian. Dengan teknik tersebut, sampel yang diambil

memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Sampel merupakan perusahaan yang melakukan penawaran Umum

Perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia pada sektor inftrastruktur,

utilitas dan transportasi periode 2010-2018

Page 82: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

58

2. Perusahaan Tersebut belum pernah mengalami delisting

(Dekeluarkannya dari daftar emiten tercatat) maupun Relisting

(Dimasukkan kembali emiten delisting ke dalam daftar emiten tercatat)

di Bursa Efek Indonesia pada sektor inftrastruktur, utilitas dan

transportasi periode 2010-2018

3. Memiliki laporan keuangan dan prospektus yang dapat diakses dan

diperoleh Oleh Masyarakat melalui Bursa Efek Indonesia atau situs

perusahaan.

4. Perusahaan harus tercatat dan memiliki data kinerja saham selama 30

Hari sejak IPO Hingga Akhir Desember 2018.

Dari Syarat-syarat tersebut diatas dapat diperoleh beberapa hasil sebagai berikut :

1. Berdasarkan sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi terdapat 38

Perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana (IPO) periode

2010-2018 di Bursa Efek Indonesia.

2. Tidak terdapat perusahaan yang mengalami delisting maupun relisting

pada sektor inftrastruktur, utilitas dan transportasi periode 2010-2018 di

Bursa Efek Indonesia.

3. Terdapat 32 perusahaan yang mengalami peningkatan harga setelah IPO

(underpricing), 4 perusahaan mengalami penurunan harga setelah IPO

(overpricing), dan 2 perusahaan berada pada harga IPO (Flat)

4. Semua perusahaan memiliki laporan keuangan dan laporan prospektus

yang dapat di akses publik melalui situs Bursa Efek Indonesia dan Situs

Perusahaan.

5. Semua perusahaan dalam sampel penelitian memiliki data kinerja saham

selama 30 hari setelah IPO.

3.12 Metode Analisis Data

3.12.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang

dilihat dari bilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum,

sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2011)

Page 83: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

59

3.12.2 Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel bebas dan variabel terikat keduanya memiliki distribusi normal atau tidak

(Ghozali, 2011). Jika data tidak berdistribusi normal maka uji statistik menjadi tidak

valid untuk jumlah sampel kecil. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-

Smirnov dengan menggunakan bantuan program statistik. Dasar pengambilan

keputusan yaitu jika probabilitas lebih besar dari nilai alpha yang ditentukan, yaitu

0,05 maka data dikatakan berdistribusi normal, dan sebaliknya jika probabilitas

kurang dari 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.

H0: p≥0,05 data residual berdistribusi normal

H1: p<0,05 data residual tidak berdistribusi normal

2. Uji Multikoliniearitas

Multikolinearitas berarti antara variabel independen yang satu dengan variabel

independen yang lain dalam model regresi saling berkolerasi linier, biasanya

kolerasi mendeteksi sempurna (koefisien korelasinya tinggi atau mendekati 1). Uji

multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditentukan

adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali, 2011). Jika

dalam suatu penelitian terdapat multikolearitas maka variabel-variabel tersebut

tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen sama dengan nol.

Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dalam

penelitian ini adalah :

1. Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance. Pedoman suatu

model regresi yang bebas multikolinearitas adalah :

a. Mempunyai nilai VIF disekitar angka 1-10

b. Mempunyai angka tolerance mendekati 1

2. Besaran kolerasi antara variabel independen. Pedoman suatu model

regresi yang bebas multikolinearitas adalah : koefisien kolerasi antara

variabel independen haruslah lemah (di bawah 0,05).

Page 84: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

60

3. Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lainnya. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka

disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas (Ghozali,

2011). Model regresi yang baik adalah yang tidak mengalami heteroskedastisitas

atau terjadinya homokedastisitas. Pada penelitian ini digunakan uji Glejser untuk

mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas. Uji glejser dilakukan dengan cara

meregresikan antara variabel independent dengan nilai absolute residualnya.

1. Jika nilai probabilitas > taraf signifikansi 5% (0,05), maka distribusi data

dikatakan bebas dari heteroskedastisitas.

2. Jika nilai probabilitas < taraf signifikansi 5% (0,05), maka distribusi data

dikatakan terkena heteroskedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear

ada korelasi antara kesalahan pengganggu (residual) pada periode t dengan

kesalahan pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1

(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.

Model regresi yang baik adalah regresi bebas dari autokorelasi. Alat ukur yang

digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam penelitian ini

menggunakan tes Durbin Watson (DW). Hipotesis yang akan di uji dalam

penelitian ini adalah : Ho (tidak adanya autokorelasi, r =0) dan Ha (ada autokorelasi,

r ≠ 0) (Ghozali, 2011).

Tabel 3.2 pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi

Nilai Statistik d Hasil

0 < d < dl ada autokorelasi

dl < d < du tidak ada keputusan

du < d < 4-du tidak ada autokorelasi

4-du < d < 4-dl tidak ada keputusan

4-dl < d < 4 ada autokorelasi Sumber : Ghozali (2011)

Page 85: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

61

Pada pelaksanaan uji asumsi klasik, jika uji tes Durbin Watson (DW) terjadi

auto korelasi. Menurut Ghozali (2011) dapat dilakukan uji run test. Uji ini

merupakan bagian dari uji statistik non-parametric yang dapat digunakan untuk

menguji apakah antar variabel residual terdapat kolerasi yang tinggi. Pengambilan

keputusan dapat dilakukan apabila signifikansi uji run test lebih besar dari 0,05.

Jika lebih besar maka disimpulkan tidak terjadi autokorelasi.

3.12.3 Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel

dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel bebas),

dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau mmprediksi rata-rata populasi atau

nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang

diketahui (Gujarati, 2003). Metode analisis berganda dalam penelitian ini secara

matematis dapat dituliskan sebagai berikut

𝒀𝟏 = 𝜶 + 𝜷𝒊𝑫𝑬𝑹 + 𝜷𝒊𝑬𝑷𝑺 + 𝜷𝒊𝑹𝑶𝑨 + 𝜷𝒊𝑨𝑮𝑬 + 𝜷𝒊𝑺𝑰𝒁𝑬 + 𝜷𝒊𝑷𝑺𝑫 + 𝜷𝒊𝑰𝑵𝑭

+ 𝜷𝒊𝑹𝑨𝑻𝑬 + 𝜷𝒊𝑲𝑼𝑹𝑺 + 𝜺

𝒀𝟐 = 𝜶 + 𝜷𝒊𝑫𝑬𝑹 + 𝜷𝒊𝑬𝑷𝑺 + 𝜷𝒊𝑹𝑶𝑨 + 𝜷𝒊𝑨𝑮𝑬 + 𝜷𝒊𝑺𝑰𝒁𝑬 + 𝜷𝒊𝑷𝑺𝑫 + 𝜷𝒊𝑰𝑵𝑭

+ 𝜷𝒊𝑹𝑨𝑻𝑬 + 𝜷𝒊𝑲𝑼𝑹𝑺 + 𝜺

Keterangan :

𝑌1 = Tingkat Underpricing

𝑌2 = Kinerja Saham

𝛼 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎

𝛽𝑖 = 𝐾𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑅𝑒𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖

DER = Debt To Equity Ratio

EPS = Earning Per Share

ROA = Return On Assets

AGE = Umur Perusahaan

SIZE = Ukuran Perusahaan

Page 86: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

62

PSD = Presentase Saham ditawarkan

INF = Inflasi

RATE = Bunga Bank Indonesia

KURS = Kurs Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika (USD)

Apabila koefisien β bernilai positif (+) maka terjadi pengaruh searah antara

variabel independen dengan variabel dependen, demikian pula sebaliknya, bila

koefisien bernilai negatif (-) hal ini menunjukkan adanya pengaruh negatif dimana

kenaikan nilai variabel independen akan mengakibatkan penurunan nilai variabel

dependen.

3.12.4 Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang

signifikan antara variabel independen terhadap variable dependen. Pengujian

hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t untuk menguji koefisien regresi

secara parsial dan uji F untuk menguji koefisien regresi secara Simultan. .

1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien

determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan

variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel-variabel dependen amat

terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi

variabel dependen (Ghozali, 2011).

2. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh

satuvariabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi

variabel dependen (Ghozali, 2011). Cara pengambilan keputusan dari uji ini adalah

dengan membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel. Apabila

nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan nilai t tabel, kita

menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variable independen

secara individual mempengaruhi variabel dependen. Apabila uji t diukur

Page 87: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

63

menggunakan aplikasi SPSS, pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan

melihat signifikansi nilai t dalam tabel output. Nilai signifikansi yang tidak lebih

besar dari 0,05 menunjukkan adanya pengaruh yang kuat antara kedua variabel.

3. Uji Signifikasi Parameter Simultan (Uji F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel

independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat (Ghozali, 2011). Hipotesis nol

yang dikemukakan dalam pengujian ini adalah bahwa semua variabel independen

yang dipergunakan dalam model persamaan regresi serentak tidak berpengaruh

terhadap variabel dependen jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Maka

pedoman yang digunakan adalah jika nilai signifikan lebih kecil 0,05 maka

kesimpulan yang dapat diambil adalah menolak hipotesis nol yang berarti koefisien

signifikan secara statistik (Ghozali, 2006).

Page 88: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

64

3.13 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Penelian ini dilakukan selama tujuh bulan dimulai sejak bulan Januari 2019 sampai dengan bulan Juli 2019. Adapun tahapan-tahapan

yang dilakukan selama proses penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3 1 Jadwal pelaksanaan penelitian

No Kegiatan

Bulan

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penyusunan proposal Tugas Akhir

2 Pendaftaran proposal Tugas Akhir

3 Sidang proposal Tugas Akhir

4 Revisi proposal Tugas Akhir

5 Pengumpulan data

6 Pengolahan data

7 Analisis data

8 Pengumpulan form progress Tugas Akhir

9 Pengerjaan / penyusunan Tugas Akhir

10 Sidang hasil Tugas Akhir

11 Laporan akhir dan jurnal

Sumber : Penulis, 2019

Page 89: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

65

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Sektor yang digunakan didalam penelitian ini adalah sektor infrastruktur,

utilitas dan transportasi. Sektor tersebut merupakan satu dari sembilan sektor yang

ada di Bursa Efek Indonesia. Menurut Neil (1980) Infrastruktur merupakan sistem

fisik yang menyediakan sarana pengairan, transportasi, bangunan, jalan, dan

fasilitas publik yang lain yang memang dibutuhkan untuk bisa memenuhi berbagai

macam kebutuhan dasar manusia baik itu kebutuhan sosial atau kebutuhan

ekonomi. Utilitas menurut Jonh (1987) adalah hubungan antara keinginan

konsumen dengan nilai atau kegunaan barang/jasa yang dijual. Sedangkang

Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari

suatu tempat ke tempat lain. Dalam transportasi ada dua unsur yang terpenting yaitu

pemindahan/pergerakan (movement) dan secara fisik mengubah tempat dari barang

(comoditi) dan penumpang ke tempat lain (Salim, 2000). Sektor ini menaungi

5(lima) sub-sektor jenis perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, yaitu

sektor Bangunan non Konstruksi, Energi, Telekomunikasi, Infrastruktur (Jalan Tol,

Bandara, Pelabuhan dan Produk sejenis) dan Transportasi.

Kondisi ekonomi global sejak pemulihan krisis ekonomi tahun 2008 yang

beragam hingga 2018 mendorong berbagai macam kebijakan pemerintah yang

bertujuan untuk melakukan penguatan sektor fundamental dan meningkatkan daya

saing indonesia. Namun hal tersebut tidak berdampak besar pada pertumbuhan

perekonomian, ekonomi indonesia berdasarkan laporan perekonomian bank

indonesia, mengalami perlambatan dan cederung stagnat dikisaran 5,01 - 5,1. Selain

itu, isu perang dagang Amerika Serikat dan China yang berkepanjangan terkait

ekspor dan impor produk antar kedua negara berimbas pada negara negara yang

berdagangan dengan negara tersebut. Indonesia termasuk negara yang terkena

dampak krisis Secara global, karena kuatnya hubungan ekonomi Indonesia dengan

Negara lain dan dominasi investor asing yang menanamkan modal di Indonesia juga

terbilang banyak. Krisis ini akan berpengaruh pada inflasi yang mengambil peran

dalam keputusan pembelian barang dan jasa, kurs nilai tukar berpengaruh terhadap

Page 90: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

66

perusahaan IPO yang sensitif terhadap pergerakkan Nilai Tukar, dan Bunga Bank

Indonesia sebagai acuan terhadap nilai pinjaman dan imbal hasil investasi.

Gambar 4.1 Pergerakkan IHSG dan Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Selama Periode

2007-2018

Sumber : Bursa Efek Indonesia, 2019

Dilihat dari grafik 4.1, trend peningkatan paska pemulihan krisis berdampak

signifikan pada pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tumbuh

4 kali lipat dari 1.400 pada tahun 2008 naik menjadi 6.200 pada tahun 2018 selama

lebih dai 10 tahun. Hal itu tidak sejalan denga sektor infrastruktur, utilitas dan

transportasi. Geliat pergerakkan harga secara kumulatif pada perusahaan yang

tercatat sektor tersebut hanya berkisar antara 800 hingga 1100. Dan cenderung

melandai dibandingkan dengan IHSG yang lebih sensitif terhadap perubahan

ekonomi global.

Berdasarkan laporan perekonomian Bank Indonesia, tahun 2008 krisis

ekonomi memangkas pertumbuhan IHSG dari 2800 per 30 desember 2007 menjadi

1430 pada akhir perdagangan satu tahun kemudian. Hal itu juga ikut mendorong

sektor penelitian tergerus 200 poin dari harga 1.096 menjadi 804 di periode yang

sama. Perbaikan sektor pertambangan, insentif pada sektor perbankan untuk

mEmulihkan sistem keuangan dinilai berdampak besar pada pertumbuhan pasar

modal. Sektor pertanian dan keuangan mendominasi dorongan atas IHSG.

Pertanian tumbuh pesat menjadi 3 kali lipat dalam kurun waktu 3 tahun, sektor

keuangan dan pertambangan juga mengikuti. Kemudahan permodalan dan kredit

yang lebih terkontrol. Menyebabkan sektor properti ikut tumbuh pada beberapa

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

NIL

AI I

ND

EKS

TAHUN

Indeks Harga Saham Gabungan

Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi

Page 91: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

67

tahun berikutnya. Hingga pada tahun 2015, isu global berkaitan dengan kebijakan

the Fed selaku Bank Sentral Amerika berencana menaikan suku bunga Amerika

Serikat menjadi kabar negatif yang menciptakan ketidakpastian pasar. Perusahaan-

perusahaan keuangan terimbas isu tersebut, beberapa perusahaan sektor perbankan,

perusahaan investasi dan lembaga pembiayaan yang tercatat di BEI sepanjang tahun

2015 hingga 2016 harus mengalami penurunan harga yang berimbas pada dorongan

kearah negatif pada IHSG. Kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia dengan

membuat sistem baru tekait bunga bank yang dikenal sebagai BI seven days Repo

Rate yang membuat Bank Indonesia selaku bank sentral dapat mengambil

keputusan lebih cepat dalam mengatur kebijakan suku bunga dan simpanan di bank

indonesia oleh perbankan memberikan dampak positif pada laju IHSG,

kepercayaan investor dibuktikan pada pertengahan 2016, IHSG kembali pulih dan

mampu menyentuh level psikologis barunya di kisaran 6.000 pada tahun 2017.

Kondisi tersebut tidak bertahan lama, isu kembali berhembus pada tahun 2018.

Kebijakan pengetat perdagangan Amerika Serikat terhadap China, dan balasan

China terhadap pengetatat perdagangan dengan Amerika Serikat, berdampak secara

luas menjadi isu perang dagang. Sektor pertambangan, konsumsi, Kimia Dasar, dan

keuangan terdampak hal tersebut, Pengetatan atas ekspor dan impor kedua negara

berimbas pada kebijakan yang dilakukan negara berkembang. Sepanjang tahun

2018. IHSG sempat menukik tajam per Juni 2018 ke level 5.461. Kurs dolar yang

menguat terhadap seluruh mata uang dunia termasuk rupiah, berimbas pada beban

perusahaan impor, sektor aneka industri per Maret 2018 ikut mengalami penurunan.

Selama periode krisis hingga tahun 2018, dalam sektor penelitian yaitu

sektor infrasktruktur, utilitas dan transportasi memiliki pengaruh yang berbeda.

Sektor ini cenderung stabil menurut data pergerakan IHSG Gambar 4.1, sektor ini

memang mengikuti trend pertumbuhan IHSG paska krisis 2008 hingga 2012,

namun pertumbuhannya tidaklah signifikan. Setelah itu sektor kembali melandai

dikisaran 1.000 hingga 1.100, bahkan isu penetapan suku bunga yang menghambat

sektor keuangan, industri dasar dan sektor lainnya tidak beimbas pada sektor

tersebut. Sektor ini tetap tumbuh walaupun melambat. Penurunan terlihat terjadi

pada tahun 2016, perusahaan transportasi mendominasi sektor ini, per Juli 2016

tercatat sebanyak 12 perusahaan transportasi mencatatkan diri. Isu transportasi

Page 92: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

68

online, yang diawali Gojek pada 2015 lalu di ikuti grab pada 2016, menjadi pemicu.

Perusahaan dengan kapitalisasi terbesar di sektor transportasi seperti PT. Bluebird

dengan kode emiten BIRD dan PT Ekspress Transindo dengan kode emiten TAXI

mengalami penurunan tajam paska kurangnya minat mengunakan taksi

konvensional. Bahkan perusahaan TAXI yang sepat naik di harga 1.600 setelah IPO

menurun menjadi 50 rupiah hingga akhir tahun 2017.

Dari segi telekomunikasi, popularitas CDMA yang tergerus pada tahun

2010 hingga 2015 menyebabkan beberapa perusahan seperti PT. Bakrie Telekom

(BTEL) dan PT. Smarfren (FREN) mengalami aksi jual signifikan oleh investor

karena rugi yang terus naik dan tidak adanya kepastian aksis korporasi untuk

memperbaiki kondisi perusahaan. Bahkan BTEL tercatat selama 2 tahun berturut

turut menyisahkan hanya 10 karyawan dan tidak adanya audit atas laporan

keuangan perusahaan tersebut. Kondisi ini menyebabkan penurunan harga

perusahaan menyentuh level batas bawah Bursa efek indonesia di harga 50 rupiah.

Disisi lain, penurunan nilai rupiah terhadap dolar yang signifikan dinilai ikut

membebani perusahaan sektor telekomunikasi. PT. Telekomunikasi Indonesia

(TLKM) dan PT. Indosat (ISAT) mengalami aksi jual besar-besaran oleh investor

asing sepanjang tahun 2017 hingga 2018. Kapitalisasi pasar yang besar dimiliki

oleh perusahaan perusahaan tersebut menjadi salah satu pemberat sub-sektor

telekomunikasi dalam sektor penelitian.

Walaupun demikian, kondisi tersebut tidak menyebabkan sektor

infrasktruktur, utilitas dan transportasi seketika jatuh. Kebijakan pemerintah di

sektor maritim dan arah pembangunan yang berfokus pada infrasktruktur yang

tercantum dalam Proyek Strategis Nasional mendorong angin segar pada

perusahaan pelayaran. PT. Soechi lines, PT. Thamarin Line, PT. Shillo Tamarin

Samudera, PT. Buana lintas lautan menjadi pendorong indeks sektor penelitian.

Perusahaan transportasi khsususnya logistik dan pengangkutan berbondong-

bondong melakukan IPO. Pada tahun 2017 hingga 2018 sebanyak 16 perusahaan

tercatat melakukan IPO pada sektor penelitian. perusahaan pengangkutan logistik

dan hasil tambang seperti PT. LCK Global Kedaton, PT. Guna Timur Raya, PT.

Batavia Prosperindo Trans, PT. Satria Antara Prima dan PT. Dewata

Page 93: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

69

Freightinternational, secara bersama sama kompak menguat pada saat perdangaan

pertama perusahaan IPO.

Selain itu, untuk pertama kalinya Perusahaan yang bergerak di bidang

kepelabuhanan, pada awal tahun 2017 PT. Nusantara Pelabuhan Handal yang

terletak di cirebon melakukan pencatatat unum perdana. pada prospektusnya

perusahaan melakukan penawaran dengan tujuan untuk ekspansi bisnis perluasan

area kepelabuhanan dan ekspansi keular negeri dengan melakukan pengarapan

pelabuhan petikemas terintegrasi di thailand. Hal ini menandakan bahwa, bisnis

logistik yang meningkat akan menumbuhkan tingkat bongkar muat pelabuhan.

Berdasarkan data asosiasi logistik indonesia yang dipublikasikan pada tahun 2017,

diprediksi tumbuh sebesar 11,89% pada tahun 2018. Atas kondisi tersebut, investor

merespon dengan peningkatan volume perdangangan pada saham perusahaan

tersebut dan langsung mengalami lonjakan permintaan pada penawaran perdana

menjadi 575 dari harga penawaran sebesar 545. Pada tahun berikutnya, PT.

Indonesia Kendaraan Terminal sebagai anak perusahaan dari PT. Pelabuhan

Indonesia I (Pelindo I) menjadi Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang

Kepelabuhanan untuk pertama kalinya Melakukan Penawaran Umum Perdana.

Perusahaan yang bergerak sebagai pelabuhan kendaraan di indonesia ini, dalam

prospektusnya juga bertujuan untuk meperoleh dana yang digunakan untuk

ekspansi perluasan area pelabuhan. Investor menunjukan minat pada perusahaan,

hal ini dibuktikan dengan tingginya minat yang mendorong peningkatan volume

perdagangan dan transaksi pada awal pencatatat saham di bursa efek indonesia.

Upaya Perbaikan infrastuktur melalui Proyek Startegis Nasional yang diikuti

dengan kebijakan Badan Perencanaan Pembangunan terkait perbaikan sistem

logistik nasional yang dikenal sebagai SILOGNAS mengambil peran penting

didalam tingginya minat investasi dalam sektor transportasi logistik dan pelayaran,

serta infrastruktur Penunjangnya.

Berikut adalah tabel yang berisi 38 perusahaan yang masuk kedalam

populasi penelitian ini yaitu perusahaan sektor infrastruktur, utilitas dan

transportasi yang pada saat penawaran saham perdana tahun 2010 sampai tahun

2018 lengkap dengan kode perusahaan dan tanggal saat melakukan penawaraan

umum perdana (IPO) :

Page 94: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

70

Tabel 4.1 Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi IPO Periode 2010-2018

KODE EMITEN TANGGAL IPO KODE EMITEN TANGGAL IPO

TOWR 08-Mar-10 SOCI 03-Des-14

TBIG 26-Okt-10 POWR 14-Jun-16

WINS 29-Nov-10 SHIP 16-Jun-16

GIAA 11-Feb-11 OASA 18-Jul-16

MBSS 06-Apr-11 PORT 16-Mar-17

BULL 23-Mei-11 TGRA 16-Mei-17

PTIS 12-Jul-11 MPOW 05-Jul-17

SDMU 12-Jul-11 PPRE 24-Nov-17

SUPR 11-Okt-11 PSSI 05-Des-17

CASS 05-Des-11 IPCM 22-Des-17

NELY 11-Okt-12 LCKM 16-Jan-18

TAXI 02-Nov-12 HELI 27-Mar-18

ASSA 12-Nov-12 GHON 09-Apr-18

BBRM 09-Jan-13 TRUK 23-Mei-18

TPMA 20-Feb-13 TNCA 28-Jun-18

LEAD 11-Des-13 BPTR 09-Jul-18

CANI 16-Jan-14 IPCC 09-Jul-18

LRNA 15-Apr-14 SAPX 03-Okt-18

BIRD 05-Nov-14 DEAL 09-Nov-18

Sumber : Bursa Efek Indonesia, 2019

4.2 Stastistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah proses pengumpulan, penyajian dan peringkasan

yang berfungsi untuk memberikan gambaran data yang diteliti, dimana data yang

diperoleh berasal dari hasil analisis deskriptif yang hasilnya memperlihatkan rata-

rata (mean), nilai tertinggi (max), nilai terendah (min) dan standar deviasi dari setiap

variabel penelitian, baik independen maupun dependen. Hasil dari pengolahan data

terhadap data yang digunakan dalam penelitian ini bisa dilihat pada tabel 4.2

berikut:

Page 95: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

71

Tabel 4.2 Stastitik Deskriptif Sampel Penelitian

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

IR 32 ,0132 ,7000 ,3268 ,2691

AR 32 -,1340 2,2992 ,4437 ,6345

DER 32 ,0800 7,6700 1,9722 1,9859

EPS 32 -57,2400 601,5000 95,8400 148,6388

ROA 32 -39,1000 85,7000 6,4781 19,3573

AGE 32 ,6931 3,8286 2,4330 ,7901

SIZE 32 9,5778 16,1238 13,2650 1,6058

PSD 32 ,1000 ,5200 ,2540 ,1162

INF 32 3,0000 7,7600 4,3266 1,3693

KURS 32 8155,0000 15125,0000 11776,2190 2344,7416

RATE 32 4,2500 7,7500 5,7930 1,0217

Valid N (listwise) 32

Sumber : Penulis, 2019

a. Underpricing (IR)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif dari 32 sampel penelitian

selama periode 2010-2018 pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang

melakukan penawaran umum perdana (IPO) diperoleh tingkat rata-rata

underpricing adalah 0,3268 atau jika perusahaan melakukan penawaran umum dan

mengalami underpricing, maka kenaikan yang akan terjadi sebesar 32,68% dari

harga perdana. Dimana tingkat underpricing yang paling rendah dipegang oleh PT.

Wintermar Offshore Marine Tbk dengan kode WINS yang melakukan IPO pada

tanggal 29 November 2010, dengan perubahan sebesar 1,32% dari 380 ke 385.

Sedangkan, nilai underpricing tertinggi dimiliki oleh 2 perusahaan yang melakukan

IPO pada tahun 2017 dan 2 perusahaan pada tahun 2018 yaitu Perusahaan Terregra

Asia Energy Tbk melakukan IPO pada tanggal 16 Mei 2017 sebesar 200 naik

menjadi 340 dengan presentase 70%, Perusahaan Megapower Makmur Tbk yang

melakukan IPO pada tangal 05 Juli 2017 naik 70% dari 200 menjadi 340, dan PT

Jaya Trishindo Tbk (HELI) melakukan IPO pada 27 Maret 2018 naik 70% dari 110

menjadi 187, serta PT. Batavia Prosperindo Trans Tbk (BPTR) yang melakukan

IPO pada 06 Juli 2018 naik sebanyak 70% dari harga IPO 100 menjadi 170. Selain

itu, dilihat dari data standar deviasi menunjukkan 0,2665 berada dibawah rata-rata

sebesar 0,3320 yang berarti bahwa sebaran nilai initial return berdistribusi baik,

Data bersifat homogen dan tidak terdapat kesenjangan yang terlalu besar antara

Page 96: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

72

nilai terendah dan nilai tertinggi variabel underpricing. Nilai standar deviasi dapat

mengambarkan risiko ketidakpastian yang dihadapi investor terkait dengan saham

yang akan dibeli. Jika standar deviasi lebih rendah dari rata-rata. Maka

kemungkinan, risiko ketidakpastian persebaran nilai pada sektor tersebut yang

dihadapi investor terkait saham yang mengalami underpricing lebih rendah.

b. Abnormal Return (ARt)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif dari 32 sampel penelitian

selama periode 2010-2018 pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang

melakukan penawaran umum perdana diperoleh tingkat rata-rata Kinerja saham

yang diukur dengan abnormal return adalah 0,4437. Nilai abnormal return

diperoleh dari initial return setelah 30 hari penawaran umum perdana (IPO)

dikurangi dengan market return yang dilihat dari adjusted market return indeks

harga saham gabungan setelah 30 hari perusahaan Melakukan IPO. Nilai rata-rata

yang tercipta mencerminkan bahwa kinerja saham untuk sektor penelitian tersebut,

dipastikan mengalami konsistensi peningkatan harga dengan nilai sebenarnya

dikurangi nilai yang diharakan invetsor sebesar 44,37% dari harga penawaran.

Tingkat abnormal returnterendah setelah 30 hari IPO dimiliki oleh perusahaan PT.

PT. Wintermar Offshore Marine Tbk dengan kode WINS dengan Kinerja saham

sebesar -13,4% atau -0,1340. Sedangkan, nilai Kinerja saham tertinggi dimiliki oleh

PT. Dewata Freight International Tbk atau DEAL sebesar 229,92% atau 2,2992.

Selain itu, dilihat dari data standar deviasi menunjukkan 0,6345 berada diatas rata-

rata sebesar 0,4437 yang berarti bahwa sebaran nilai abnormal return berdistribusi

tidak baik, Data bersifat bias dan terdapat kesenjangan antara nilai terendah dan

nilai tertinggi variabel abnormal return. Pada sektor tersebut, diketahui terjadi

perbedaan harga yang signifikan menurut kinerja saham, masing masing

perusahaan yang tercatat memiliki kesenjangan perubahan yang berbeda beda, ada

perusahaan yang mengalami kenaikan tinggi, ada pula yang mengalami penurunan

tinggi sehingga persebaran data setelah IPO menjadi bias.

Page 97: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

73

c. Debt to Equity Ratio (DER)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif dari 32 sampel penelitian

selama periode 2010-2018 pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang

melakukan penawaran umum perdana diperoleh tingkat rata-rata DER adalah

1.9722. Debt To Equity Ratio merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh

perusahaan dibiayai oleh hutang dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi

kewajibannya dengan ekuitas yang dimiliki. Artinya dari rata-rata tersebut

dijelaskan bahwa dalam sampel penelitian ini, semua perusahaan memiliki hutang

rata-rata rasio 1,9x dari ekuitas yang dimiliki. Menurut, sofyan (2008) rata-rata

rasio DER berada dibawah 2 (dua) masih dapat ditoleransi sebagai keputusan

investasi untuk investor maupun akses permodalan perbankan untuk perusahaan

tersebut. Dimana tingkat DER yang paling rendah dipegang oleh perusahaan

Protect Mitra Perkasa Tbk dengan kode OASA Sebesar 0,08 atau diartikan pada

perusahaan tersebut nilai hutang lebih kecil dari ekuitas yang dimiliki dengan

perbandingan hutang 0,08 dari ekuitas. Sedangkan, nilai DER tertinggi dimiliki

oleh PT dewata freightinternasional yang IPO pada bulan desember 2018 dengan

kode DEAL, memiliki DER sebesar 767% atau hutang dengan rasio 7,67 kali dari

ekuitas yang dimiliki. Selain itu, dilihat dari data standar deviasi menunjukkan

1,9858 berada diatas rata-rata sebesar 1.9721 yang berarti bahwa sebaran nilai

initial return berdistribusi tidak baik, Data bersifat homogen dan terdapat

kesenjangan antara nilai terendah dan nilai tertinggi variabel Debt to Equity

Ratio.kesenjangan yang tercipta akan membuat rata-rata rasio keseluruhan sektor

menjadi bias, perusahaan dengan DER diatas 5x diperoleh sebanyak 4 perusahaan.

Jika rata-rata tersebut menjadi acuan bagi investor dalam sektor penelitian untuk

pembelian saham perusahaan, maka perusahaan yang seharusnya memiliki DER

diatas 2 ikut dianggap memiliki DER pada posisi rata-rata sehingga bertolak

belakang dengan teori Sofyan (2008).

d. Earning Per Share (EPS)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif dari 32 sampel penelitian

selama periode 2010-2018 pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang

melakukan penawaran umum perdana diperoleh tingkat rata-rata EPS adalah 95,8.

Page 98: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

74

Yang artinya, untuk sektor tersebut terdapat nilai positif atas laba usaha secara rata-

rata pada 32 perusahaan yang diteliti. EPS mencerminkan laba yang dapat

dibagikan kepada pemegang saham setelah dikurangi beban-beban dan pajak,

keputusan pembagian laba, dalam hal ini disebut deviden nantinya melalui Rapat

Umum Pemegang Saham. Dimana tingkat EPS yang paling rendah dipegang oleh

perusahaan Satria Antaran Prima Tbk dengan kode SAPX dengan nilai (-57,24)

yang artinya bahwa perusahaan tidak membagikan pendapatan melainkan

membagikan kerugian sebesar -57 per lembar saham yang beredar. Sedangkan, nilai

EPS tertinggi dimiliki oleh Sarana Menara Nusantara Tbk. Dengan nilai EPS yang

diperoleh perlembar saham adalah sebesar 601. Selain itu, dilihat dari data standar

deviasi menunjukkan 148,64 berada diatas rata-rata sebesar 95,84 yang berarti

bahwa sebaran nilai EPS berdistribusi tidak baik, Data bersifat Bias dan terdapat

kesenjangan yang antara nilai terendah dan nilai tertinggi variabel Earning Per

Share. Kondisi bias pada EPS disebabkan oleh Sebaran nilai yang tidak merata.

Kesenjangan yang tercipta dikarenakan terdapat perusahaan dengan EPS bernilai

positif tinggi dan bernilai Negatif tinggi serta sebaran EPS disekitas angka nol yang

menyebabkan EPS tidak berdistribusi baik.

e. Return On Assets (ROA)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif dari 32 sampel penelitian

selama periode 2010-2018 pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang

melakukan penawaran umum perdana di bursa efek indonesia diperoleh tingkat

rata-rata ROA adalah 6,4781. Dimana tingkat ROA yang paling rendah dipegang

oleh perusahaan perusahaan Satria Antaran Prima Tbk dengan kode SAPX dengan

nilai -39.10. Sedangkan, nilai ROA tertinggi dimiliki oleh Winterman Offshore

Marine sebesar 85,70. Selain itu, dilihat dari data standar deviasi menunjukkan

19,3573 berada diatas rata-rata sebesar 6,4781 yang berarti bahwa sebaran nilai

ROA tidak berdistribusi baik, Data bersifat Bias dan terdapat kesenjangan yang

antara nilai terendah dan nilai tertinggi variabel Return On Assets. Return On

Assets mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memaksimalkan aset yang

dimiliki untuk memperoleh pendapatan. Dalam sektor tersebut, standar deviasi

menunjukkan penyimpangan yang signifikan, artinya masing masing perusahaan

sampel penelitian memiliki tingkat ROA yang bervariansi dan menyebar.

Page 99: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

75

f. Ukuran Perusahaan (SIZE)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif dari 32 sampel penelitian

selama periode 2010-2018 pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang

melakukan penawaran umum perdana diperoleh tingkat rata-rata Ukuran

perusahaan melalui Logaritma Natural yang dilihat dari total asetnya adalah

13,2650. Dimana Ukuran perusahaan yang dilihat dari total aset, paling rendah

dipegang oleh perusahaan Protect Mitra Perkasa Tbk dengan kode OASA sebesar

9,58 Logarima natural atau Rp. 14.440.000.000 nilai asli asetnya. Sedangkan,

Ukuran Perusahaat dengan total aset tertinggi dimiliki oleh Cikarang Listrindo Tbk

sebesar 16,12 logarima natural atau setara Rp. 10.057.195.000.000. Selain itu,

dilihat dari data standar deviasi menunjukkan 1.6058 berada dibawah rata-rata

sebesar 13.2650 yang berarti bahwa sebaran Ukuran Perusahaan berdistribusi baik,

Data bersifat homogen dan tidak terdapat kesenjangan yang terlalu besar antara

nilai terendah dan nilai tertinggi variabel Ukuran perusahaan.

g. Umur Perusahaan (AGE)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif dari 32 sampel penelitian

selama periode 2010-2018 pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang

melakukan penawaran umum perdana diperoleh tingkat rata-rata Umur Perusahaan

menguggunakan logaritma natural adalah 2,4330. Dimana tingkat Umur yang

paling rendah dipegang oleh perusahaan Sarana Menara Nusantara Tbk dengan

kode TOWR yang berdiri pada tahun 2008 dan melakukan IPO pada tahun 2010

dengan umur 2 tahun. Sedangkan, perusahaan dengan umur tertinggi dimiliki oleh

Cikarang Listrindo Tbk dengan kode POWR memiliki usia 46 tahun pada saat IPO.

Selain itu, dilihat dari data standar deviasi menunjukkan 0,7901 berada dibawah

rata-rata sebesar 2.433 yang berarti bahwa sebaran umur perusahaan berdistribusi

baik, Data bersifat homogen dan tidak terdapat kesenjangan yang terlalu besar

antara nilai terendah dan nilai tertinggi variabel Umur Perusahaan.

h. Presentase Saham Ditawarkan (PSD)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif dari 32 sampel penelitian

selama periode 2010-2018 pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang

Page 100: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

76

melakukan penawaran umum perdana diperoleh tingkat rata-rata Presentase saham

ditawarkan adalah 25,4%. Dimana tingkat PSD yang paling rendah dipegang oleh

perusahaan Cikarang Listrindo Tbk dengan kode POWR dengan PSD sebesar 10%.

Sedangkan, nilai PSD tertinggi dimiliki oleh Satria Antaran Prima Tbk sebesar

52%. Selain itu, dilihat dari data standar deviasi menunjukkan 0,1162 berada

dibawah rata-rata sebesar 0,2540 yang berarti bahwa sebaran Presentase Saham

Ditawarkan berdistribusi baik, Data bersifat homogen dan tidak terdapat

kesenjangan yang terlalu besar antara nilai terendah dan nilai tertinggi variabel

PSD.

i. Inflasi (INF)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif dari 32 sampel penelitian

selama periode 2010-2018 pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang

melakukan penawaran umum perdana diperoleh tingkat rata-rata Inflasi adalah 4,3.

Dimana tingkat Inflasi yang paling rendah terjadi pada saat PT. Protect Mitra

Perkasa Tbk. dengan kode OASA melakukan IPO dengan Inflasi sebesar 3,0.

Sedangkan, nilai Inflasi tertinggi pada saat IPO dimiliki oleh PT. Capitol Nusantara

Indonesia Tbk sebesar 7,76 . Selain itu, dilihat dari data standar deviasi

menunjukkan 1,3693 berada dibawah rata-rata sebesar 4,3266 yang berarti bahwa

sebaran Inflasi pada saat IPO berdistribusi baik, Data bersifat homogen dan tidak

terdapat kesenjangan yang terlalu besar antara nilai terendah dan nilai tertinggi

variabel Inflasi.

j. KURS nilai Tukar Dolar (KURS)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif dari 32 sampel penelitian

selama periode 2010-2018 pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang

melakukan penawaran umum perdana diperoleh tingkat rata-rata KURS adalah

11.776. Dimana tingkat KURS yang paling rendah terjadi pada perusahaan Sarana

Menara Nusantara Tbk. dengan kode TOWR dengan KURS sebesar 8.155.

Sedangkan, nilai KURS tertinggi selama 30 hari dimiliki oleh Satria Antaran Prima

Tbk sebesar 15.125. Selain itu, dilihat dari data standar deviasi menunjukkan 2.344

berada dibawah rata-rata sebesar 11.776 yang berarti bahwa sebaran KURS pada

Page 101: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

77

saat IPO berdistribusi baik, Data bersifat homogen dan tidak terdapat kesenjangan

yang terlalu besar antara nilai terendah dan nilai tertinggi variabel KURS.

k. Suku Bunga Bank Indonesia (RATE)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif dari 32 sampel penelitian

selama periode 2010-2018 pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang

melakukan penawaran umum perdana diperoleh tingkat rata-rata Bunga Bank

Indonesia adalah 5,8. Dimana tingkat BI Rate yang paling rendah dipegang oleh

perusahaan Protect Mitra Perkasa Tbk. dengan kode OASA dengan BI Rate sebesar

4,25. Sedangkan, nilai BI Rate tertinggi pada saat IPO dimiliki oleh Capitol

Nusantara Indonesia Tbk sebsar 7,75. Selain itu, dilihat dari data standar deviasi

menunjukkan 1,022 berada dibawah rata-rata sebesar 5,793 yang berarti bahwa

sebaran BI Rate pada saat IPO berdistribusi baik, Data bersifat homogen dan tidak

terdapat kesenjangan yang terlalu besar antara nilai terendah dan nilai tertinggi

variabel Suku Bunga Bank Indonesia.

4.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada

analisis regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Jadi

analisis regresi yang tidak berdasarkan OLS tidak memerlukan persyaratan asumsi

klasik, misalnya regresi logistik atau regresi ordinal. Demikian juga tidak semua uji

asumsi klasik harus dilakukan pada analisis regresi linear, misalnya uji

multikolinearitas tidak dilakukan pada analisis regresi linear sederhana dan uji

autokorelasi tidak perlu diterapkan pada data cross sectional.

Uji asumsi klasik yang sering digunakan yaitu uji normalitas, uji

multikolereanitas, uji heteroskedastisitas, dan uji auto korelasi. Analisis dapat

dilakukan tergantung pada data yang ada jadi tdiak terfokus pada urutan uji assumsi

klassik. Didalam pneelitian ini, Uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi uji

normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (Uji K-S), Uji

Multikoleaneritas menggunakan uji VIF dan Nilai tolerasi, Uji Heteroskedastisitas

menggunakan uji glejser dengan nilai signifikasi diatas 0,05,dan uji autokorelasi

dengan menggunakan Durbin Watson statistik. Sehingga diperoleh perhitungan

berikut :

Page 102: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

78

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas digunakan untuk menguji apakah variabel dependen dan

variabel independen dalam sebuah model regresi memiliki distribusi normal atau

tidak. Regresi linier yang dikatakan baik apabila dalam model tersebut

mengambarkan kondisi data yang berdistribusi normal. Pengujian Normalitas dapat

dilakukan dalam beberapa cara. Namun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Penelitian akan dilakukan terhadap dua

variabel dependen terhadap variabel independen. Jika nilai signifikasi residual data

lebih besar dari 0,05 maka dapat diidentifikasikan data tersebut berdistribusi normal

(Ghozali, 2006). Dua tabel berikut menunjukkan nilai uji asumsi klasik untuk uji

normalitas pada underpricing (Initial return) dan kinerja saham (Abnormal Return).

Tabel 4.3 Uji Normalitas Underpricing

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 32

Test Statistic ,115

Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d Data berdistribusi Normal

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan hasil uji statistik non-parametik kolmogorov-smirnov pada

Underpricing, yang sesuai dengan tabel 4.3, menunjukan bahwa nilai kolmogorov-

smirnov residual sebesar 0,115 dan signifikansi 0,200. Jadi dapat disimpulkan

bahwa data residual terdistribusi secara normal, karena nilai signifikansi lebih besar

dari 0,05.

Tabel 4.4 Uji Normalitas Kinerja Saham

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 32

Test Statistic ,120

Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d Data berdistribusi Normal

Sumber : Penulis, 2019

Selain itu, Berdasarkan hasil uji statistik non-parametik kolmogorov-

smirnov pada Kinerja Saham, yang sesuai dengan tabel 4.4, menunjukan bahwa

nilai kolmogorov-smirnov residual sebesar 0,120 dan signifikansi 0,200. Jadi dapat

disimpulkan bahwa data residual terdistribusi secara normal, karena nilai

signifikansi lebih besar dari 0,05.

Page 103: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

79

2. Uji Multikolenearitas

Uji Multikolinearitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui apakah

dalam model regresi ditemukan korelasi antara variabel independen yang tinggi.

Multikolinearitas berarti ada hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara

beberapa atau semua variabel independen dari model yang ada. Akibat adanya

multikolinearitas ini koefisien regresi tidak tertentu dan kesalahan standarnya tidak

terhingga. Hal ini akan menimbulkan bias dalam spesifikasi. Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi kolerasi diantara variabel independen.

Uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan

VIF. Model regresi dikatakan terjadi multikolinearitas jika nilai tolerance kurang

dari 0,1 dan VIF lebih dari 10, dan sebaliknya bebas dari multikolinearitas jika nilai

tolerance > 0,1 dan VIF < 10 (Ghozali, 2006).

Tabel 4.5 Uji Multikolenearitas Underpricing

Model Collinearity Statistics

Kesimpulan Tolerance VIF

(Constant)

DER ,737 1,356 Tidak Terjadi Multikolenearitas

EPS ,397 2,520 Tidak Terjadi Multikolenearitas

ROA ,407 2,456 Tidak Terjadi Multikolenearitas

AGE ,715 1,399 Tidak Terjadi Multikolenearitas

SIZE ,386 2,588 Tidak Terjadi Multikolenearitas

PSD ,443 2,256 Tidak Terjadi Multikolenearitas

INF ,297 3,363 Tidak Terjadi Multikolenearitas

KURS ,445 2,248 Tidak Terjadi Multikolenearitas

RATE ,428 2,337 Tidak Terjadi Multikolenearitas

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan tabel 4.5 terhadap uji multikolenearitas pada underpricing,

semua variabel menunjukkan nilai tolerance > 0,10, dan nilai VIF < 10, sehingga

dapat disimpulkan bahwa model regresi pada penelitian ini bebas dari masalah

multikolinearitas. Oleh karena itu model regresi layak untuk digunakan dalam

penelitian.

Page 104: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

80

Tabel 4.6 Uji Multikolenearitas Kinerja Saham

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan tabel 4.6 terhadap uji multikolenearitas pada Kinerja saham,

semua variabel menunjukkan nilai tolerance > 0,10, dan nilai VIF < 10, sehingga

dapat disimpulkan bahwa model regresi pada penelitian ini bebas dari masalah

multikolinearitas. Oleh karena itu model regresi layak untuk digunakan dalam

penelitian.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah

modal regresi terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke

pegamatan yang lain. Pengujian dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan uji

Glejser yaitu dengan menguji varibael independen terhadap absolute residual.

Residual adalah selisih antara nilai pengamatan dengan nilai yang diperkirakan,

sedangka absolute adalah nilai mutlaknya. Uji dilakukan dengan meregresi nilai

resdual sebagai variabel dependen dengan variabel independen. Tingkat signifikasi

yang digunakan sebesar 0,05. Yang artinya, jika nilai uji heteroskedastisitas berada

diatas 0,05 makan tidak terjadi gejala heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). Dalam

penelitian ini, uji akan dilakukan terhadap dua variabel dependen. Berikut tabel

hasil uji heteroskedastisitas :

Model Collinearity Statistics

Kesimpulan Tolerance VIF

(Constant)

DER ,737 1,356 Tidak Terjadi Multikolenearitas

EPS ,397 2,520 Tidak Terjadi Multikolenearitas

ROA ,407 2,456 Tidak Terjadi Multikolenearitas

AGE ,715 1,399 Tidak Terjadi Multikolenearitas

SIZE ,386 2,588 Tidak Terjadi Multikolenearitas

PSD ,443 2,256 Tidak Terjadi Multikolenearitas

INF ,297 3,363 Tidak Terjadi Multikolenearitas

KURS ,445 2,248 Tidak Terjadi Multikolenearitas

RATE ,428 2,337 Tidak Terjadi Multikolenearitas

Page 105: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

81

Tabel 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas Underpricing

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan hasil uji Glejser yang terdapat pada tabel 4.7 untuk

underpricing, menunjukkan bahwa semua variabel bebas memiliki nilai

signifikansi di atas tingkat kepercayaan 5%, sehingga model regresi dikatakan tidak

terjadi heteroskedastisitas.

Tabel 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas Kinerja saham

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan hasil uji Glejser yang terdapat pada tabel 4.8 untuk Kinerja

Saham, menunjukkan bahwa semua variabel bebas memiliki nilai signifikansi di

atas tingkat kepercayaan 5%, sehingga model regresi dikatakan tidak terjadi

heteroskedastisitas

4. Uji Auto Korelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear

ada korelasi antara kesalahan pengganggu (residual) pada periode t dengan

kesalahan pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1

(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.

Model Sig. Kesimpulan

(Constant) ,476

DER ,256 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

EPS ,188 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

ROA ,332 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

AGE ,097 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

SIZE ,583 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

PSD ,757 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

INF ,668 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

KURS ,880 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

RATE ,475 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

Model Sig. Kesimpulan

(Constant) ,579

DER ,981 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

EPS ,151 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

ROA ,113 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

AGE ,699 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

SIZE ,402 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

PSD ,272 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

INF ,136 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

KURS ,544 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

RATE ,270 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas

Page 106: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

82

Model regresi yang baik adalah regresi bebas dari autokorelasi. Alat ukur yang

digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam penelitian ini

menggunakan tes Durbin Watson (DW), uji ini melihat nilai dari Durbin watson

penelitian dan dilakukan pengamatan pada tabel Durbin Watson (Ghozali, 2006).

Untuk sampel penelitian sebanyak 32 dan variabel independen sebanyak 9.

Diperoleh nilai dl = 0,674 dan du=2,005. Berikut adalah pengujian autokorelasi

yang dilakukan terhadpa underpricing dan kinerja saham :

Tabel 4.9 Uji Autokorelasi Underpricing

Model R R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error

of the

Estimate

Durbin-

Watson

Tidak

Dapat

Diambil

Keputusan 1 ,751a ,564 ,385 ,2110340 2,185

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan tabel 4.9, menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson pada

model regresi sebesar 2,185. Berdasarkan nilai DW yang diperoleh, selanjutnya

akan dibandingkan dengan nilai du dan nilai 4-du.

Pengambilan keputusan bebas uji autokorelasi berdasarkan pada ketentuan

du < d < 4-du atau 2,005 < 2,185 < 4-2,005 . tetapi nilai dw lebih besar dari 4-du

yaitu 2,004 < 2,185 > 1,995 sehingga dapat disimpulkan model regresi tidak dapat

diambil sebuah keputusan.

Tabel 4.10 Uji Autokorelasi Kinerja Saham

Model R R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error

of the

Estimate

Durbin-

Watson

Tidak

Dapat

Diambil

Keputusan 1 ,581a ,337 ,066 ,6130989 2,387

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan tabel 4.10, menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson pada

model regresi sebesar 2,387. Berdasarkan nilai DW yang diperoleh, selanjutnya

akan dibandingkan dengan nilai du dan nilai 4-du. Pengambilan keputusan bebas

uji autokorelasi berdasarkan pada ketentuan du < d < 4-du atau 2,005 < 2,387 < 4-

2,005 . tetapi nilai dw lebih besar dari 4-du yaitu 2,004 < 2,387 > 1,604 sehingga

dapat disimpulkan model regresi tidak dapat diambil sebuah keputusan.

Page 107: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

83

Karena Pada perhitungan uji auto korelasi dengan mengunakan metode

dutbin watson pada kedua penelitian tidak membuat keputusan yang bisa diambil

maka selanjutnya dilakukan uji run test. Uji Run Test bisa digunakan untuk menguji

pada kasus satu sampel. Pengujian dengan metode ini untuk kasus satu sampel.

Prosedur run test dilakukan untuk data bertingkat dari nilai variabel yang acak .

Data dapat dikatakan tidak mengalami auto korelasi jika memliki nilai signifikansi

lebih dari 0,05 (Ghozali, 2006).

Tabel 4.11 Uji Run Test Underpricing

Asymp. Sig. (2-tailed) ,369 Tidak Terjadi

Auto Korelasi

Sumber : Penulis, 2019

Pengujian menggunakan Run Test pada tabel 4.11 yang dilakukan pada

underpricing menghasilkan signifikansi sebesar 0,369 yang berada nilai signifikasi

yang disyaratkan sebsar 0,05 sehingga dapat disimpulkan pada variabel

underpricing tidak terjadi auto korelasi.

Tabel 4.12 Uji Run Test Kinerja Saham

Asymp. Sig. (2-tailed) ,590 Tidak Terjadi

Auto Korelasi

Sumber : Penulis, 2019

Pengujian menggunakan Run Test pada tabel 4.12 yang dilakukan pada

Kinerja Saham menghasilkan signifikansi sebesar 0,590 yang berada nilai

signifikasi yang disyaratkan sebsar 0,05 sehingga dapat disimpulkan pada variabel

Kinerja Saham tidak terjadi auto korelasi.

4.4 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Regresi Linier Berganda dilakukan untuk menguji pengaruh antara dua

variabel atau lebih terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini,

dinyatakan sebagai berikut :

𝒀𝟏 = 𝜶 + 𝜷𝒊𝑫𝑬𝑹 + 𝜷𝒊𝑬𝑷𝑺 + 𝜷𝒊𝑹𝑶𝑨 + 𝜷𝒊𝑨𝑮𝑬 + 𝜷𝒊𝑺𝑰𝒁𝑬 + 𝜷𝒊𝑷𝑺𝑫 + 𝜷𝒊𝑰𝑵𝑭

+ 𝜷𝒊𝑹𝑨𝑻𝑬 + 𝜷𝒊𝑲𝑼𝑹𝑺 + 𝜺

Page 108: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

84

Perhitungan pertama dilakukan pada variabel dependen (Y1) dalam hal ini

variabel underpricing terhadap variabel independen yang terdiri atas: Faktor

Internal( Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Return On Asset

(ROA), Umur Perusahaan (AGE), Ukuran Perusahaan (SIZE), Presentase Saham

Ditawarkan (PSD) ) dan Faktor Eksternal ( Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar Dolaar

(KURS), dan Bunga Bank Indonesia (RATE)). Hasil dari model regresi akan diuji

secara simultan dan parsial. Koefisien regresi dilihat dari nilai unstandardized

coeffisien, hasil analisis regresi linier berganda untuk underpricing dapat dilihat

pada tabel 4.13 berikut :

Tabel 4.13 Analisis Regresi Linier Berganda Underpricing

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.13, dapat dirumuskan persamaan

regresi linier berganda yaitu :

IR = 1,710 + 0,035 DER + 0,000 EPS + 0,003 ROA + 0,006 AGE – 0,116 SIZE

– 0,360 PSD + 0,008 INF + 2,728 KURS – 0,40 RATE + e

Dari hasil regresi linier yang terbentuk tersebut, dapat diketahui bahwa :

1. Berdasarkan konstanta yang diperoleh yaitu sebesar 1,710, hal ini

mengambarkan bahwa jika nilai koefisien regresi variabel variabel

independen internal dan eksternal dianggap nol atau tidak ada perubahan,

maka besarnya nilai underpricing (IR) sebesar 1,710 dengan arah positif.

2. Koefisien untuk Debt to Equity Ratio (DER) Sebesar 0,035, hal ini

menunjukan jika setiap DER mengalami peningkatan sebesar 1% maka

underpricing juga akan mengalami peningkatan sebesar 0,035. Dan hal

Model

Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1,710 ,844 2,026 ,055

DER ,035 ,022 ,262 1,595 ,125

EPS ,000 ,000 ,098 ,438 ,666

ROA ,003 ,003 ,197 ,893 ,381

AGE ,006 ,057 ,019 ,112 ,912

SIZE -,116 ,038 -,691 -3,051 ,006

PSD -,360 ,490 -,156 -,735 ,470

INF ,008 ,051 ,039 ,150 ,882

KURS 2,728E-5 ,000 ,238 1,126 ,272

RATE -,040 ,057 -,150 -,698 ,492

Page 109: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

85

tersebut juga berlaku untuk penurunan sebesar 1 % nilai DER berdampak

pada penurunan underpricing sebesar 0,035

3. Koefisien regresi untuk Earning Per Share (EPS) sebesar 0,000001, jika

nilai EPS mengalami peningkatan 1% maka nilai underpricing juga naik

sebesar 0,000001. Hal tersebut juga berlaku sebaliknya, jika EPS

emngalami penurunan makan nilai underpricing juga turun 0,000001.

4. Koefisien untuk Return On Assets (ROA) Sebesar 0,003, hal ini

menunjukan jika setiap ROA mengalami peningkatan sebesar 1% maka

underpricing juga akan mengalami peningkatan sebesar 0,003. Dan hal

tersebut juga berlaku untuk penurunan sebesar 1 % nilai ROA berdampak

pada penurunan underpricing sebesar 0,003

5. Koefisien untuk Umur Perusahaan (AGE) Sebesar 0,006, hal ini

menunjukan jika setiap AGE mengalami peningkatan sebesar 1% maka

underpricing juga akan mengalami peningkatan sebesar 0,006. Dan hal

tersebut juga berlaku untuk penurunan sebesar 1 % nilai AGE berdampak

pada penurunan underpricing sebesar 0,006.

6. Koefisien untuk Ukuran Perusahaan (SIZE) Sebesar -0,116, hal ini

menunjukan jika setiap SIZE mengalami peningkatan sebesar 1% maka

underpricing mengalami penurunan sebesar 0,116. Dan hal tersebut juga

berlaku untuk penurunan sebesar 1 % nilai SIZE berdampak pada

peningkatan underpricing sebesar 0,116.

7. Koefisien untuk Presentase Saham Ditawarkan (PSD) Sebesar -0,360, hal

ini menunjukan jika setiap PSD mengalami peningkatan sebesar 1% maka

underpricing mengalami penurunan sebesar 0,360. Dan hal tersebut juga

berlaku untuk penurunan sebesar 1 % nilai PSD berdampak pada

peningkatan underpricing sebesar 0,360

8. Koefisien untuk Inflasi (INF) Sebesar 0,008, hal ini menunjukan jika setiap

INF mengalami peningkatan sebesar 1% maka underpricing juga akan

mengalami peningkatan sebesar 0,008. Dan hal tersebut juga berlaku untuk

penurunan sebesar 1 % nilai INF berdampak pada penurunan underprcing

sebesar 0,008.

Page 110: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

86

9. Koefisien untuk Kurs nilai Tukar Dolar (KURS) Sebesar 2,728, hal ini

menunjukan jika setiap KURS mengalami peningkatan sebesar Rp, 1 maka

underpricing juga akan mengalami peningkatan sebesar 2,728. Dan hal

tersebut juga berlaku untuk penurunan sebesar Rp. 1 nilai KURS

berdampak paida penurunan underprcing sebesar 2,728.

10. Koefisien untuk Bunga Bank Indonesia (RATE) Sebesar -0,40, hal ini

menunjukan jika setiap RATE mengalami peningkatan sebesar 1% maka

underpricing juga akan mengalami Penurunan sebesar 0,040. Dan hal

tersebut juga berlaku untuk penurunan sebesar 1 % nilai BI RATE

berdampak pada peningkatan underprcing sebesar 0,040.

𝒀𝟐 = 𝜶 + 𝜷𝒊𝑫𝑬𝑹 + 𝜷𝒊𝑬𝑷𝑺 + 𝜷𝒊𝑹𝑶𝑨 + 𝜷𝒊𝑨𝑮𝑬 + 𝜷𝒊𝑺𝑰𝒁𝑬 + 𝜷𝒊𝑷𝑺𝑫

+ 𝜷𝒊𝑰𝑵𝑭 + 𝜷𝒊𝑹𝑨𝑻𝑬 + 𝜷𝒊𝑲𝑼𝑹𝑺 + 𝜺

Perhitungan kedua dilakukan pada variabel dependen (Y2) dalam hal ini

variabel kinerja saham terhadap variabel independen yang terdiri atas : Faktor

Internal( Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Return On Asset

(ROA), Umur Perusahaan (AGE), Ukuran Perusahaan (SIZE), Presentase Saham

Ditawarkan (PSD) ) dan Faktor Eksternal ( Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar Dolaar

(KURS), dan Bunga Bank Indonesia (RATE)). Berdasarkan hasil analisis pada

tabel 4.14, dapat dirumuskan persamaan regresi linier berganda yaitu :

Tabel 4.14 Analisis Regresi Linier Berganda Kinerja Saham

Model

Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 3,117 2,452 1,271 ,217

DER ,135 ,065 ,424 2,096 ,048

EPS ,000 ,001 -,108 -,393 ,698

ROA -,004 ,009 -,125 -,460 ,650

AGE ,002 ,165 ,003 ,013 ,990

SIZE -,194 ,110 -,492 -1,762 ,092

PSD -1,990 1,423 -,365 -1,398 ,176

INF -,160 ,147 -,345 -1,084 ,290

KURS 2,185E-5 ,000 ,081 ,310 ,759

RATE ,111 ,165 ,179 ,674 ,507

Sumber : Penulis, 2019

Page 111: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

87

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.14, dapat dirumuskan persamaan

regresi linier berganda yaitu :

AR = 3,117 + 0,135 DER + 0,000 EPS - 0,004 ROA + 0,002 AGE – 0,194 SIZE

– 1,990 PSD - 0,160 INF + 2,185 KURS – 0,111 RATE + e

Dari hasil regresi linier yang terbentuk tersebut, dapat diketahui bahwa :

1. Berdasarkan konstanta yang diperoleh yaitu sebesar 3,117, hal ini

mengambarkan bahwa jika nilai koefisien regresi variabel variabel

independen internal dan eksternal dianggap nol atau tidak ada perubahan,

maka besarnya nilai Kinerja saham (AR) sebesar 3,117dengan arah positif.

2. Koefisien untuk Debt to Equity Ratio (DER) Sebesar 0,135, hal ini

menunjukan jika setiap DER mengalami peningkatan sebesar 1% maka

Kinerja Saham juga akan mengalami peningkatan sebesar 0,135. Dan hal

tersebut juga berlaku untuk penurunan sebesar 1 % nilai DER berdampak

pada penurunan Kinerja Saham sebesar 0,135

3. Koefisien regresi untuk Earning Per Share (EPS) sebesar 0,000001, jika

nilai EPS mengalami peningkatan 1% maka nilai Kinerja Saham juga naik

sebesar 0,000001. Hal tersebut juga berlaku sebaliknya, jika EPS

emngalami penurunan makan nilai Kinerja Saham juga turun 0,000001.

4. Koefisien untuk Return On Assets (ROA) Sebesar -0,004, hal ini

menunjukan jika setiap ROA mengalami peningkatan sebesar 1% maka

Kinerja Saham akan mengalami penurunan sebesar 0,004. Dan hal tersebut

juga berlaku untuk penurunan sebesar 1 % nilai ROA berdampak pada

peningkatan Kinerja Saham sebesar 0,004

5. Koefisien untuk Umur Perusahaan (AGE) Sebesar 0,002, hal ini

menunjukan jika setiap AGE mengalami peningkatan sebesar 1% maka

Kinerja Saham juga akan mengalami peningkatan sebesar 0,002. Dan hal

tersebut juga berlaku untuk penurunan sebesar 1 % nilai AGE berdampak

pada penurunan Kinerja Saham sebesar 0,002.

6. Koefisien untuk Ukuran Perusahaan (SIZE) Sebesar -0,194, hal ini

menunjukan jika setiap SIZE mengalami peningkatan sebesar 1% maka

Kinerja Saham mengalami penurunan sebesar 0,194. Dan hal tersebut juga

Page 112: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

88

berlaku untuk penurunan sebesar 1 % nilai SIZE berdampak pada

peningkatan Kinerja Saham sebesar 0,194.

7. Koefisien untuk Presentase Saham Ditawarkan (PSD) Sebesar -0,1990, hal

ini menunjukan jika setiap PSD mengalami peningkatan sebesar 1% maka

Kinerja Saham mengalami penurunan sebesar 0,1990. Dan hal tersebut juga

berlaku untuk penurunan sebesar 1 % nilai PSD berdampak pada

peningkatan Kinerja Saham sebesar 0,1990

8. Nilai Koefisien untuk Inflasi (INF) Sebesar -0,160, hal ini menunjukan jika

setiap INF mengalami peningkatan sebesar 1% maka Kinerja Saham akan

mengalami Penurunan sebesar 0,160. Dan hal tersebut juga berlaku untuk

penurunan sebesar 1 % nilai INF sebaliknya akan meningkatkan Kinerja

Saham sebesar 0,160.

9. Selanjutnya, Koefisien untuk Kurs nilai Tukar Dolar (KURS) Sebesar

2,185, hal ini menunjukan jika setiap KURS mengalami peningkatan

sebesar Rp. 1 maka Kinerja Saham juga akan mengalami peningkatan

sebesar 2,185. Dan hal tersebut juga berlaku untuk penurunan sebesar Rp. 1

nilai KURS berdampak pada penurunan Kinerja Saham sebesar 2,185.

10. Koefisien untuk Bunga Bank Indonesia (RATE) Sebesar 0,111, hal ini

menunjukan jika setiap RATE mengalami peningkatan sebesar 1% maka

Kinerja Saham juga akan mengalami Peningkatan sebesar 0,111. Dan hal

tersebut juga berlaku untuk penurunan sebesar 1 % nilai BI RATE

berdampak pada Penurunan Kinerja Saham sebesar 0,111.

4.5 Hasil Pengujian Fenomena Underpricing

Menurut Buchari (2012) Fenomena mengacu pada aktifitas atau suatu hal

yang disaksikan oleh panca indra dan diterangkan secara ilmiah dalam hal ini

menyangkut pergerakkan, perubahan atau perpindahan. Sedangkan menurut Riski

dan Harto (2013) Underpricing adalah peningkatan harga perusahaan yang

dipengaruhi oleh keputusan investasi yang dilakukan oleh investor di pasar modal,

keputusan tersebut, berpengaruh kepada perpindahan kepemilikan, pergerakkan

dana dan berpengaruh pada perubahan harga, dari harga penawaran umum perdana

(IPO) yang ditetapkan oleh emiten ke harga yang lebih tinggi hingga penutupan

hari pertama perdagangan di bursa efek indonesia. Jika dihubungkan dengan

Page 113: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

89

maksud dari fenomena underpricing yatiu suatu aktifitas ataupun gejala dari suatu

kegiatan perdagangan di pasar modal yang berdampak pada perubahan maupun

pergerakan harga saham pada saat perusahaan yang melakukan penawaran umum

perdana (IPO) dan investor melakukan keputusan investasi pada saham yang

ditawarkan tersebut (Octaviana, 2016) . Pergerakkan dalam hal ini, digambarkan

berupa pergerakkan atas volume perdagangan, pergerakkan transaksi dana maupun

perubahan harga, baik naik maupun turun yang akan diukur pada saat penutupan

perdangan hari pertama dikurangi dengan harga yang ditetapkan pada saat IPO,

sebagai acuan terjadinya fenomena underpricing pada perusahaan sampel

penelitian. Berikut adalah 38 Daftar Perusahaan yang memenuhi syarat Penelitian

dan merupakan sektor Penelitian dan Fenomenanya :

Tabel 4.15 Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi IPO Periode 2010-2018

KODE

EMITEN

TANGGAL

IPO

HARGA

IPO

HARGA

PENUTUPAN

SEKUNDER

% JENIS FENOMENA

TOWR 08-Mar-10 1050 1570 49,5% UNDERPRICING

TBIG 26-Okt-10 2025 2400 18,5% UNDERPRICING

WINS 29-Nov-10 380 385 1,3% UNDERPRICING

GIAA 11-Feb-11 750 615 -18,0% OVERPRICING

MBSS 06-Apr-11 1600 1780 11,3% UNDERPRICING

BULL 23-Mei-11 155 166 7,1% UNDERPRICING

PTIS 12-Jul-11 950 1000 5,3% UNDERPRICING

SDMU 12-Jul-11 225 240 6,67% UNDERPRICING

SUPR 11-Okt-11 3400 3650 7,35% UNDERPRICING

CASS 05-Des-11 400 395 -1,3% OVERPRICING

NELY 11-Okt-12 168 205 22,0% UNDERPRICING

TAXI 02-Nov-12 560 590 5,4% UNDERPRICING

ASSA 12-Nov-12 390 490 25,6% UNDERPRICING

BBRM 09-Jan-13 230 230 0,0% FLAT

TPMA 20-Feb-13 230 345 50,0% UNDERPRICING

LEAD 11-Des-13 2800 2800 0,0% FLAT

CANI 16-Jan-14 200 239 19,5% UNDERPRICING

LRNA 15-Apr-14 900 780 -13,3% OVERPRICING

BIRD 05-Nov-14 6500 7450 14,6% UNDERPRICING

SOCI 03-Des-14 550 620 12,7% UNDERPRICING

POWR 14-Jun-16 1500 1540 2,7% UNDERPRICING

SHIP 16-Jun-16 140 238 70,0% UNDERPRICING

OASA 18-Jul-16 190 322 69,5% UNDERPRICING

Page 114: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

90

PORT 16-Mar-17 535 575 7,5% UNDERPRICING

TGRA 16-Mei-17 200 340 70,0% UNDERPRICING

KODE

EMITEN

TANGGAL

IPO

HARGA

IPO

HARGA

PENUTUPAN

SEKUNDER

% JENIS FENOMENA

MPOW 05-Jul-17 200 340 70,0% UNDERPRICING

PPRE 24-Nov-17 430 410 -4,7% OVERPRICING

PSSI 05-Des-17 135 150 11,1% UNDERPRICING

IPCM 22-Des-17 380 402 5,8% UNDERPRICING

LCKM 16-Jan-18 208 312 50,0% UNDERPRICING

HELI 27-Mar-18 110 187 70,0% UNDERPRICING

GHON 09-Apr-18 1170 1755 50,0% UNDERPRICING

TRUK 23-Mei-18 230 344 49,6% UNDERPRICING

TNCA 28-Jun-18 150 254 69,3% UNDERPRICING

BPTR 09-Jul-18 100 170 70,0% UNDERPRICING

IPCC 09-Jul-18 1640 1715 4,6% UNDERPRICING

SAPX 03-Okt-18 250 374 49,6% UNDERPRICING

DEAL 09-Nov-18 150 254 69,3% UNDERPRICING

Sumber : Penulis, 2019

Perhitungan dilakukan dengan melakukan pengurangan atas harga

penutupan hari pertama dengan harga penawaran umum perdana. Dari daftar

tersebut, diperoleh 32 Perusahaan yang masuk ke dalam sampel penelitian karena

mengalami fenomena Underpricing, 6 Perusahaan dikeluarkan dari daftar dengan

alasan 4 perusahaan mengalami penurunan harga (overpricing) dan 2 Perusahaan

tetap kembali ke harga perdana setelah diperdagangkan dipasar sekunder (Flat).

Nilai underpricing tertinggi sebesar 70% dari harga penawaran Umum perdana dan

yang paling rendah adalah 1,3%.

Berdasarkan aturan Bursa Efek Indonesia, proses penawaran umum perdana

dihari pertama di pasar sekunder dapat mengalami peningkatan hingga auto reject

atas (ARA) sebesar 70% dari harga penawaran dan auto reject bawah (ARB)

sebesar 70% dari harga penawaran, tetapi lebih rinci aturan tersebut terbagi dalam

beberapa pengelompokkan. Untuk saham IPO dengan harga penawaran berkisar

antara Rp. 50-200 dapat mengalami ARA dan ARB sebesar 70%, untuk Rp. 200-

5000 dapat ARA dan ARB sebesar 50%, dan untuk lebih dari Rp.5000 diizinkan

ARA dan ARB sebesar 40%. peningkatan dan penurunan pada saat penawaran

menurut Ritter (1998) dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya

peningkatan transaksi pembelian, hal ini dapat dilakukan diseluruh pasar

Page 115: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

91

perdagangan yaitu pasar reguler, pasar tunai maupun pasar nego. Penjualan dipasar

sekunder dapat dilakukan siapapun, baik investor yang sudah membeli diharga

perdana maupun perusahaan penjamin efek yang masih memiliki barang dan upaya

penciptaan harga yang membuat saham diminati investor yang dilakukan oleh

penjamin efek dengan meningkatkan harga jual saham tersebut, karena penjamin

efek memiliki kewajiban untuk membeli saham jika saham tersebut tidak diminati

investor. Dari data sampel penelitian, Perusahaan dengan underpricing tertinggi

terjadi pada perusahaan dengan kode saham SHIP, TGRA, MPOW, HELI dan

BPTR masing masing memiliki peningkatan 70% dari nilai penawaran umum

perdana.

SHIP adalah kode saham yang diperdagangkan untuk PT. Sillo Maritime

Perdana yang bergerak pada bidang pelayaran yang berfokus pada penyewaan kapal

penunjang industri hulu minyak dan gas. Perusahaan ini memiliki clien bisnis

dengan usaha yang sudah berproduksi dibanding dengan clien bisnis yang masih

melakukan eksploitasi dan memiliki kontrak kertasama pengangkutan untuk 7

perusahaan salah satunya Pertamina , sehingga resiko usaha cenderung lebih kecil

karena pendapatan yang terjamin. Berdasarkan Laporan Keuangan tahun 2015,

pendapatan perusahaan mengalami penurunan dibanding periode tahun sebelumnya

dari Rp. 206 Miliar menjadi Rp. 156 miliar. penurunan ini disebabkan oleh

perusahan sedang melakukan pemiliharaan kapal FSO, sehingga kontrak

pengangkutan menjadi berkurang. SHIP Melakukan Penawaran umum perdana

pada tahun 2016 dengan harga ipo sebesar Rp. 140 dan mengalami kenaikan sebesar

70% menjadi Rp. 238 per lembar saham atau auto reject atas pada hari pertama

perdagangan. Dalam Prospektus perusahaan yang dipublikasikan, besaran dana

yang akan diperoleh dari IPO adalah Rp. 70 Miliar, Tujuan perusahaan melakukan

IPO yaitu tambahan pendanaan untuk proses akuisisi sebanyak 50,84% saham PT.

Suasa Benua Sukses yang bergerak dibidang pengangkutan gas alam. Komposisi

dana yang digunakan untuk akusisi sebanyak 97% dana ipo dan sisanya sebanyak

3% digunakan sebagai modal usaha. SHIP dalam prospektus juga melihat alasan

kenapa melakukan akuisisi pada perusahaan tersebut. PT. Suasana Benua Sukses

memiliki kontrak sewa liquefied petroleum gas (LPG) FSO jangka panjang hingga

tahun 2020 dan kontrak sewa dua tugboat hingga tahun 2017. Selain itu, Suasa

Page 116: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

92

Benua juga dinilai memberikan ekstensifikasi usaha perseroan pada industri migas

karena pada saat ini memiliki kontrak dengan pelanggan dari produsen gas bumi.

Hal itu akan melengkapi sumber pendapatan Sillo Maritime yang saat ini masih

berfokus pada produsen minyak bumi.

Berdasarkan Laporan Keuangan tahun 2016 setelah ipo, Tujuan Prospektus

yang ditawarkan telah terlaksana, perusahaan SHIP telah melakukan realisasi

akuisisi pembelian 50,84% pada akhir bulan juni 2016 atau 14 hari setelah IPO

dilakukan. Perusahaan juga membukukan pendapatan positif pada akhir 2016

sebesar Rp.178 Miliar atau naik sebesar Rp. 20 Miliar dari periode sebelumnya.

Harga saham perusahaanpun mengalami pertumbuhan sangat pesat, tercatat sejak

IPO hingga awal 2017 pada saat laporan keuangan tahun 2016 dipublikasikan,

Saham silo ditutup pada harga Rp. 458 atau naik 227%..

TGRA merupakan kode emiten PT. Terregra Asia Energy yang bergerak di

bidang ketenagalistrikan, perdagangan, pembangunan dan jasa yang berhubungan

dengan pembangkit listrik. Kegiatan utama perusahaan ini yaitu jasa teknik dan

pemasok suku cadang untuk Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD),

Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU),

Pembangkit Listrik tenaga Air (PLTA) dan Mini hidro. TGRA melakukan

penawaran umum pada tanggal 16 Mei 2017 di harga Rp 200 per lembar saham.

Bersumber dari informasi prospektusnya perusahaan ini melepas sebanyak 20%

dari total saham yang beredar. Tujuan pendanaan berfokus pada penyertaan modal

untuk anak Perusahaan sebesar 97% yang digunakan untuk pembiayaan proyek

Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH), dan sisanya sebesar 3%

digunakan untuk modal kerja. setelah penutupan perdagangan dihari pertama IPO,

perusahaan mengalami peningkatan harga sebesar Rp. 340 per lembar saham. Pada

bulan agustus 2017, dana IPO yang diperoleh telah disertakan sebagai modal

pembangunan PLTMH pada anak perusahaan. Pada publikasi laporan keuangan

tahun 2017, perusahaan mengalami peningkatan jumlah aset sebesar 390,43 miliar

atau naik dari tahun 2016 sejumlah Rp. 278,98 Miliar. Kenaikan tersebut juga

didukung dengan peningkatan laba yang diperoleh perusahaan yaitu melonjak

sebesar 452,26% yoy dari 115,35 juta tahun 2016 menjadi 857,84 juta pada tahun

Page 117: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

93

2017. Sumbangsi terbesar pendapatan, berasal dari penjualan listrik ke beberapa

perusahaan pertambangan dan perusahaan listirk negara ( PT. PLN).

Dalam keterbukaan informasi yang dipublikasikan melalui BEI setelah IPO,

TGRA Menargerkan sumbangsi perusahaan sebesar 500.000 KWH untuk

tenagakelistrikan kawasan indonesia timur, dan realisasi atas proyek energi

terbarukan panel surya yang berada di australia mencapai 10 MV. Selain itu,

Perusahaan juga sedang melakukan pengerjaan 11 proyek pembangkit yang

berkapasitas 492 MV yang terdiri atas 9 PLTMH dan 2 PLTA di kawasan sumatera

utara. Pada akhir 2017, dari hasil laporan keuangan dan keterbukaan informasi

terkait proyek perusahaan. Nilai harga saham perusahaan mampu terdongkrat

hingga 172,5% atau naik sebesar Rp. 545 dari harga IPO.

MPOW adalah kode saham untuk PT. Megapower Makmur yang

merupakan salah satu perusahaan supplier PT. PLN (Persero). Perusahaan ini

memiliki 8 lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel ( PLTD) dan 1 Pembangkit

Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang tersebar di wisayah sumatera dan jawa.

MPOW berdiri pada tahun 2007 dan melakukan penawaran umum perdana di harga

Rp. 200 per lembar saham pada tanggal 05 Juli 2017. Tujuan dari penjualan saham

di Bursa Efek Indonesia berdasarkan prospektus yang diterbitkan adalah untuk

pelunasan sebagian hutang usaha sebanyak 50% dari perolehan dana Ipo dan

sisanya sebesar 50% digunakan sebagai modal usaha. Pada penutupan perdagangan

pertama setelah IPO perusahaan ini mengalami peningkatan harga sebesar 70%

yaitu Rp.340 perlembar saham.

Pada akhir 2017, MPOW mengumumkan bahwa telah menyerap seluruh

dana IPO dari total sebanyak Rp. 49 Miliar dengan melakukan pelunasan hutang

dan modal usaha didalam keterbukaan informasinya. Namun, tidak dijelaskan

secara spesifik hutang seperti apa yang dilunasi. Jika diamati dari struktur hutang

yang tercantum didalam laporan keuangan tahun 2017. Terdapat penurunan yang

cukup signifikan pada hutang terhadap pihak relasi secara jangka pendek dari Rp.

52 Miliar tahun 2016 menjadi Rp. 23 Miliar tahun 2017 atau turun sebesar Rp. 29

Miliar. Perusahaan juga mengalami peningkatan aset pada periode 2017, sebesar

Rp. 146 Miliar dari Rp.81 Miliar. Peningkatan aset tersebut, juga berdampak pada

Page 118: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

94

peningkatan pendapatan sebesar Rp. 12 Miliar di tahun 2017 dibanding tahun 2016

sebesar Rp 10 Miliar. Perubahan Hutang jangka pendek, peningkatan aset dan

pendapatan mendukung kenaikan harga saham perusahaan. Menurut data BEI

hingga akhir 2017, MPOW mampu bertahan naik sebesar 39% dari harga IPO,

sebesar Rp. 278 perlembar saham dari harga Rp. 200 perlembar saham. Namun,

lebih rendah -22% dari nilai underpricing yang pernah terjadi pada perdagangan

pertama sebesar Rp.340.

PT. Jaya Trishindo, merupakan perusahaan dengan kode saham HELI yang

mengalami peningkatan sebsar 70% setelah IPO pada sektor infrastruktur, utilitas

dan transportasi. Perusahaan ini merupakan satu-satunya perusahaan sektor

penyewaan helikopter berlisensi yang mencatatakan diri di Bursa Efek Indonesia.

Melakukan IPO pada tanggal 27 Maret 2018 di harga Rp. 110 lalu meningkat

hingga penutupan hari pertama di harga Rp. 187 Perlembar saham. Tujuan dari

pencatatan saham menurut prospektus yang dipublikasikan, sebanyak 60%

digunakan untuk pembelian helikopter baru tipe AW 109 Trekker, Pembayaran

uang muka untuk pembelian Helikopter bekas tipe AS 350 B3 dan pembuatan

hangar helikopter baru. Selain itu, sisa dana yang diperoleh dari IPO digunakan

untuk modal kerja antara lain pembelian avtur,pemeliharaan, gaji pilot dan lain lain.

Berdasarkan halaman keterbukaan informasi di BEI, perusahaan HELI

belum mengumumkan terkait jumlah dana yang diterima maupun hasil penggunaan

dana IPO. Tetapi perusahaan telah melakukan Rapat Umum Pemegang saham dan

melakukan Publikasi atas Laporan keuangan tahun 2018. Didalam laporan tersebut,

diperoleh informasi terjadi peningkatan atas aset perusahaan sebesar 264 miliar dari

periode 2017 sebesar 218 Miliar atau naik sebanyak 46 miliar. Namun, peningkatan

tersebut tidak terjadi pada aset tidak lancar melainkan peningkatan pada aset lancar

sebesar 121 Miliar dari periode sebelumnya 51 Miliar, penurunan terjadi pada aset

tidak lancar sebesar 143 Miliar dari periode sebelumnya 122 Miliar. Padalah,

helikopter yang merupakan bagian dari rencana didalam prospektus. Helikopter

adalah kendaran operasional yang merupakan bagian dari aset tidak lancar

perusahaan. Sehingga disimpulkan karena tidak adanya publikasi atas penggunaan

dana dan aset tidak lancar tidak mengalami peningkatan. maka, perusahaan tersebut

belum mewujudkan rencana prospektusnya. Tetapi, jika dilihat dari segi pendapatan

Page 119: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

95

PT Jaya Trishindo Tbk (HELI) pada akhir Desember 2018 mencatatkan laba bersih

sebesar Rp14,575 miliar atau naik 60,99% dibanding periode yang sama tahun 2017

yang tercatat sebesar Rp9,05 miliar. Walaupun, aset meningkat dan didominasi aset

lancar, Aset tidak lancar mengalami penurunan, serta pendapatan yang meningkat

cukup signifikan. Hingga akhir 2018, saat laporan keuangan 2018 dipublikasikan

perusahaan heli mampu mengalami pengkatan harga lebih tinggi dari harga IPO

sebesar Rp. 121 atau sebesar 10% dari harga Rp. 110 per lembar saham. Nilai

tersebut lebih rendah dari nilai auto reject atas (ARA) yang menyebabkan

underpricing pada saat perdangangan perdana di pasar sekunder di BEI sebesar Rp.

187 per lembar saham atau turun sebesar 54,5%.

PT. Batavia Prosperindo Trans, dengan kode emiten BPTR. Merupakan

perusahaan terakhir sebagai sampel penelitian yang mengalami peningkatan

underpricing tertinggi sebesar 70% setelah penawaran umu, perdana. Perusahaan

yang bergerak dijasa transportasi penyewaan kendaran bermotor seperti mobil,

motor dan bus ini mengalami peningkatan harga sebesar Rp. 170 dari harga Perdana

Rp. 100 Perlembar saham. BPTR Melepas saham sebanyak 25,81% dari total saham

yang beredar. Tujuan penjualan saham adalah digunakan untuk membayar angsuran

utang kepada perusahaan leasing untuk sewa pembiayaan pembelian armada

kendaraan selama periode agustus hingga desember 2018 sebayak 50% dana IPO,

dan sisanya sebanyak 50% digunakan untuk pembelian armada baru secara mandiri.

BPTR Melalui keterbukaan informasi pada tanggal 14 januari 2019, BPTR

telah menyerah seluruh dana IPO sebesar Rp. 40 Miliar. 50% atau setara dengan

Rp. 20 Miliar digunakan untuk pelunasan hutang sesuai dengan Prospektus dan

50% sisanya digunakan untuk pembelian kendaraan baru sebanyak 600 Unit

sebagai uang Muka awal. Dari aksi tersebut, berdasarkan publikasi laporan

keuangan tahun 2018. Aset perusahaan mengalami peningkatan 65% dari Rp. 300

Miliar tahun 2017 menjadi Rp. 500 Miliar tahun 2018, pendapatan juga mendukung

peningkatan laba 4x lipat lebih tinggi dari tahun 2017 sebesar Rp. 14 Miliar tahun

2018. Bertolak belakang dengan peningkatan aset dan pendapatan, minat investor

terhadap perusahaan melalui transaksi pembelian saham cenderung berkurang. hal

ini dibuktikan dengan penurunan harga saham perusahaan di pasar sekunder secara

signifikan pada akhir 2018, dari harga IPO sebesar Rp.100 perlembar saham turun

Page 120: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

96

sebanyak -20% menjadi Rp. 80 per lembar saham. Nilai tersebut juga lebih kecil

dari nilai underpricing yang sempat terjadi pada awal saham diperdagangkan di

BEI yaitu turun sebesar -137,5% dari Rp. 170 perlembar saham.

BPTR jika diamati kembali dari laporan keuangan tahun 2018. Ada faktor

yang berhasil diperoleh yaitu salah satunya disebabkan oleh risiko atas hutang,

Terdapat peningkatan pada hutang perusahaan sebesar 3 kali lipat dari tahun 2017,

atau dari Rp.50 Miliar naik menjadi Rp. 150 miliar tahun 2018. Hutang tersebut

juga sama berada pada pos hutang jangka pendek seperti periode tahun sebelumnya.

Berasal dari pihak ketiga atau perusahaan pembiayaan leasing. Perusahaan BPTR

dinilai, menggunakan dana IPO untuk memutar cash flow keuangan, hal ini terlihat

ada upaya pelunasan biaya leasing melalui dana IPO, namun menggunakan kembali

sebagian hasil IPO untuk uang muka pembelian kendaraan dengan pembiayaan

modal leasing kembali. Investor akan cenderung wait and see, hal inilah yang

berdampak pada penurunan harga saham, investor yang belum memiliki saham

akan menhindari saham tersebut, walaupun berminat investor akan menawar

dengan harga yang lebih rendah, sedangkan investor yang telah memiliki saham,

jika merasa perusahaan tersebut tidak baik, atau analisa yang dilakukan inevtsor

terhadap eprusahaan tidak menarik dan tdiak adanya informais yang emmadai

untuk memebrikan kepastian maka investor akan cenderung menjual saham

tersebut untuk meminimalisir risiko penurunan harga kedepan. Menurut

sahamgain.com wait and see adalah upaya mengamati saham dengan cara

menunggu dan memastikan waktu yang tepat kapan melakukan pembelian maupun

pelepasan saham suatu perusahaan, hal tersebut disebabkan adanya kekhawatiran

jika perusahaan tidak dapat kembali membayar biaya leasing, maka akan

berdampak pada aset perusahaan maupun aksi corporasi lainnya yang merugikan

investor terhadap investasi yang mereka lakukan pada perusahaan tersebut, karena

tujuan perusahaan melakukan IPO yaitu pelepasan kepemilikan saham untuk

pelunasan leasing periode sebelumnya.

Dari daftar tersebut, Selain 5 perusahaan dengan nilai underpricing

tertinggi. PT. Wintermar Offshore Marine dengan kode emiten WINS juga tercatat

sebagai perusahaan yang mengalami peningkatan harga dipasar sekunder, dengan

perubahan underpricing terendah pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi

Page 121: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

97

yang melakukan IPO selama tahun 2010-2018 yaitu sebesar 1,3% dari harga

penawaran umum perdana. Perubahan tersebut setara dengan Rp. 5, dari harga Rp.

380 menjadi Rp. 385 perlembar saham hingga penutupan IPO. Walaupun secara

perdagangan bergerak fluktuatif dan cederung agresif karena memperdangangkan

hampir sebanyak 4,1 milyar lembar saham dan perputaran dana sebanyak Rp. 1,2

Triliun, berdasarkan data dari bursa efek indonesia nilai saham perusahaan ini juga

sempat menyentuh harga tertinggi sebesar 540 dan terendah sebesar Rp. 380 per

lembar saham.

WINS berdiri pada tahun 1995 dengan nama PT. Swakarya Mulia Shipping

dan berlokasi di Jakarta, bergerak pada bidang pelayaran didalam negeri dan kapal

penunjangnya, kegiatan utama WINS adalah bergerang dalam bidang pelayaran

dengan fokus pada kapal penunjang kegiatan angkutan lepas pantai bagi industri

minyak dan gas bumi. melakukan pencataan saham pada tanggal 29 November

2010 mengandeng PT. Bahana Securities sebagai penjamin emisi, perusahaan

wintermar akan memperoleh dana IPO sebesar Rp. 342 Milliar dengan tujuan

penjualan saham dalam prospektusnya adalah untuk pembelian kapal baru kategori

B untuk anak perusahaan sebanyak 72,3% dari dana ipo, 16,7% digunakan untuk

pelunasan hutang usaha kepada PT. Bank Nasional indonesia Tbk. dan PT. CIMB

Niaga Tbk. Sedangkan sisanya sebanyak 10,9% dari dana ipo digunakan untuk

modal kerja usaha perseroan dan anak usaha.

Dalam publikasi informasi yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia,

perusahaan WINS telah menyerap dan menggunakan seluruh dana IPO sesuai

dengan prospektus secara bertahap dan baru diselesai pada tahun 2012. Hal ini juga

dibuktikan dengan adanya pertumbuhan atas aset kapal dari tahun 2010 sebanyak

32 kapal naik menjadi 43 kapal tahun 2011 dan 50 kapal pada tahun 2012. Laba

bersih perusahaan juga tumbuh signifikan dari US$ 10,8 Juta tahun 2010 menjadi

US$20,5 juta tahun 2012. Atau naik sebesar 98% dalam kurun waktu 2 tahun.

Hutang perusahaan untuk jangka pendek terhadap bank juga mengalami penurunan

pada tahun 2011, namun kembali naik pada tahun 2012 walaupun kenaikan tidak

signifikan. Hanya sebesar 7% dari periode sebelumnya. Dari data perubahan saham

di BEI, harga saham eprusahaan winterman dengan kode emiten WINS mengalami

peningkatan yang berfluktuatif. Pada akhir 2010 perusahaan menutupkan harga

Page 122: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

98

sama seperti apda saat underpricing perdangan pertama di Rp. 385 atau naik 1,3%

dari harga IPO, lalu pada akhir tahun 2011 naik sebesar 4% atau setara Rp. 392 dan

pada akhir tahun 2012 naik menjadi Rp. 496 atau sebesar 30,4% dari harga IPO.

Berdasarkan data terkait volume dan transaksi perdagangan, WINS merupakan

saham yang aktif diperdagangkan, perusahaan ini selalu bergerak naik dan turun

dalam perdaganganya namun selalu ditutup dengan peningkatan sedikit dari harga

sebelumnya, walaupun demikian nilai saham perusahan ini konsisten meningkat

dari tahun ke tahun.

Berdasarkan dari perhitungan yang dilakukan, selain 5 perusahaan dengan

Underpricing tertinggi dan 1 perusahaan dengan underpricing terendah. Berikut

adalah ke 32 sampel yang memenuhi kriteria karena mengalami underpricing :

Tabel 4.16 Daftar Sampel penelitian dan nilai underpricing yang diukur dari Initial Return

NO KODE

EMITEN

SUB SEKTOR DI

BURSA EFEK

INDONESIA

TANGGAL

IPO

HARGA

IPO

HARGA

CLOSE

H-1

% (IR)

1 TOWR Konstruksi Non

Bangunan

08 Maret

2010 1.050 1.570 50% 0,4952

2 TBIG Konstruksi Non

Bangunan

26 Oktober

2010 2.025 2400 19% 0,1852

3 WINS Transportasi

29

November

2010

380 385 1% 0,0132

4 MBSS Transportasi 06 April

2011 1.600 1.780 11% 0,1125

5 BULL Transportasi 23 Mei 2011 155 166 7% 0,0710

6 PTIS Transportasi 12 Juli 2011 950 1.000 5% 0,0526

7 SDMU Transportasi 12 Juli 2011 225 240 7% 0,0667

8 SUPR Konstruksi Non

Bangunan

11 Oktober

2011 3.400 3.500 3% 0,0294

9 NELY Transportasi 11 Oktober

2012 168 205 22% 0,2202

10 TAXI Transportasi

02

November

2012

560 590 5% 0,0536

11 ASSA Transportasi

12

November

2012

390 490 26% 0,2564

12 TPMA Transportasi 20 Februari

2013 230 345 50% 0,5000

13 CANI Transportasi 16 Januari

2014 200 239 20% 0,1950

14 BIRD Transportasi

05

November

2014

6.500 7.450 15% 0,1462

Page 123: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

99

15 SOCI Transportasi

03

Desember

2014

550 620 13% 0,1273

16 POWR Energi 14 Juni 2016 1.500 1.540 3% 0,0267

17 SHIP Transportasi 16 Juni 2016 140 238 70% 0,7000

NO KODE

EMITEN

SUB SEKTOR DI

BURSA EFEK

INDONESIA

TANGGAL

IPO

HARGA

IPO

HARGA

CLOSE

H-1

% (IR)

18 OASA Konstruksi Non

Bangunan 18 Juli 2016 190 322 69% 0,6947

19 PORT Transportasi 16 Maret

2017 535 575 7% 0,0748

20 TGRA Energi 16 Mei 2017 200 340 70% 0,7000

21 MPOW Energi 05 Juli 2017 200 340 70% 0,7000

22 PSSI Transportasi

05

Desember

2017

135 150 11% 0,1111

23 IPCM Transportasi

22

Desember

2017

380 402 6% 0,0579

24 LCKM Konstruksi Non

Bangunan

16 Januari

2018 208 312 50% 0,5000

25 HELI Transportasi 27 Maret

2018 110 187 70% 0,7000

26 GHON Konstruksi Non

Bangunan

09 April

2018 1.170 1.755 50% 0,5000

27 TRUK Transportasi 23 Mei 2018 230 344 50% 0,4957

28 TNCA Transportasi 28 Juni 2018 150 254 69% 0,6933

29 BPTR Transportasi 09 Juli 2018 100 170 70% 0,7000

30 IPCC

Jalan Tol, Bandara,

Pelabuhan dan

Produk lainnya

09 Juli 2018 1.640 1.715 5% 0,0457

31 SAPX Transportasi 03 Oktober

2018 250 374 50% 0,4960

32 DEAL Transportasi

09

November

2018

150 254 69% 0,6933

Sumber : Penulis, 2019

Dari data tersebut, dapat diperoleh beberapa informasi yang berkaitan

dengan sektor penelitian. Dimana dari tahun 2010 sampai dengan 2018 sektor

infrastruktur, utilitas dan transportasi mengalami underpricing yang cukup

signifikan. Pada tahun 2010, dari 3 perusahaan yang melakukan IPO, seluruhnya

konsisten mengalami underpricing dengan nilai tertinggi sebesar 49,5% yaitu PT.

Sarana Menara Nusantara Tbk. Dengan kode emiten TOWR yang bergerak

dibidang Pembangunan dan Penyewaaan menara pemancar. pada tahun 2011 dari

7 Perusahaan yang melakukan IPO, 5 perusahaan mengalami underpricing dan 2

mengalami overpricing. Penurunan terbesar atau overpricing terjadi pada PT.

Page 124: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

100

Garuda Indonesia Tbk dengan kode emiten GIAA sebesar -18%, sedangkan

Underpricing tertinggi terjadi PT. Mitrabahtera Segara Sejati Tbk. Dengan kode

emiten MBSS naik hanya 11,3%. Pada tahun 2012, seluruh perusahaan yang

melakukan IPO sebanyak 3 perusahaan konsisten mengalami kenaikan dipimpin

oleh Perusahaan bidang pelayaran yaitu PT. Pelayaran Nely Dwi Putri Tbk. dengan

kode emiten NELY. Pada tahun 2013, hanya 1 perusahaan yang mengalami

underpricing, dari 3 perusahaan sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang

melakukan IPO. Yaitu PT. Trans Power Marine Tbk. Dengan kode emiten TPMA

yang mengalami underpricing sebesar 50%. Pada tahun 2014, 3 perusahaan IPO

mengalami underpricing dari 4 perusahaan tercatat. Nilai tertinggi dipimpin oleh

CANI sebesar 19,5%. Pada tahun 2015, tidak terdapat perusahaan pada sektor

Infrastruktur, utilitas dan transportasi yang melakukan IPO. Pada tahun 2016, 3

perusahaan IPO dengan kode POWR, SHIP dan OASA mengalami underpricing

dengan nilai tertinggi adalah kode saham SHIP sebesar 70% yang dimiliki PT. Sillo

Maritime Perdana Tbk. Pada tahun 2017, dari 6 perusahaan yang melakukan IPO,

5 Perusahaan tercatat mengalami underpricing dengan PT. Terregra Energy Asia

dan PT. Mega Power Makmur masing masing mengalami underpricing sebesar

70%. Pada tahun 2018, dari 10 perusahaan yang mencatatakan diri di bursa efek

indonesia, keseluruhannya mengalami konsistensi underpricing dengan rata-rata

50% diantarannya HELI, GHON, TRUK, TNCA, BPTR, SAPX dan DEAL, serta

hanya terdapat 1 emiten dengan underpricing rendah yaitu IPCC kode emiten milik

PT. Indonesia Kendaraan terminal yang bergerak dibidang transportasi.

Gambar 4.2 Diagram Kontribusi sub-sektor terhadap nilai underpricing

Sumber : Penulis, 2019

Transportasi Konstruksi Non Bangunan Energi Pelabuhan Telekomunikasi

Page 125: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

101

Selain itu, jika diamati dari segi sub-sektor dari sektor infrastruktur, utilitas

dan transportasi. Selama periode penelitian, tahun 2010 sampai dengan 2018.

Sektor Transportasi memimpin dengan 22 perusahaan dari 32 perusahaan IPO yang

mengalami underpricing. Disusul dengan sub-sektor Konstruksi non Bangunan

sebanyak 6 Perusahaan dan 3 Perusahaan dari sub-sektor energi. Kemudian, sub-

sektor pelabuhan sebanyak 1 perusahaan serta tidak terdapat sektor telekomunikasi

yang melakukan IPO pada tahun penelitian dan mengalami underpricing.

Pada tahap selanjutnya, Setelah melakukan perhitungan dan pembahasan

terkait hasil dari fenomena underpricing pada perusahaan sektor infrastruktur,

utiltas dan transportasi. Perhitungan dilakukan kembali pada 32 perusahaan yang

mengalami underpricing dengan melihat kinerja sahamnya setelah 30 hari

melakukan penawaran umum perdana. Kenaikan Kinerja saham dalam jangka

pendek selama 30 hari, dapat diukur dengan besarnya nilai abnormal return. Untuk

proses analisis maka akan disajikan terlebih dahulu nilai abnormal return

perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana sektor infrastruktur, utilitas

dan transportasi pada periode 2010 sampai dengan 2018 pada hari pertama

perdagangan dan hari ke 30 perdanganan setelah terdaftar dengan jumlah sampel

32 perusahaan.

Tabel 4.17 Kinerja Saham 30 Hari dengan Perhitungan Abnormal return

Kode

Emiten

Abnormal return

IPO

Abnormal return Hari

ke-30

Selisih Abnormal

Return

TOWR 0,4768 0,8056 0,3287

TBIG 0,1822 0,3083 0,1262

WINS 0,0165 -0,1340 -0,1505

MBSS 0,1011 0,0292 -0,0719

BULL 0,0952 0,0245 -0,0707

PTIS 0,0669 -0,0632 -0,1301

SDMU 0,0810 -0,0037 -0,0846

SUPR 0,0503 0,0804 0,0301

NELY 0,2164 0,1873 -0,0292

TAXI 0,0536 0,5579 0,5042

ASSA 0,2588 0,0984 -0,1604

TPMA 0,4952 0,5966 0,1014

CANI 0,2047 0,3476 0,1430

Page 126: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

102

BIRD 0,1478 0,3467 0,1989

SOCI 0,1300 0,1273 -0,0027

POWR 0,0217 -0,0187 -0,0404

SHIP 0,7010 1,5315 0,8305

OASA 0,6909 0,0627 -0,6282

PORT 0,0645 -0,0313 -0,0957

TGRA 0,7076 1,0745 0,3669

MPOW 0,7069 0,9455 0,2386

PSSI 0,1145 0,3235 0,2089

IPCM 0,0516 0,1318 0,0802

LCKM 0,4932 1,1404 0,6472

HELI 0,7059 0,0333 -0,6726

GHON 0,4892 -0,0655 -0,5547

TRUK 0,4909 1,8758 1,3849

TNCA 0,7148 0,0893 -0,6255

BPTR 0,7067 0,0299 -0,6767

IPCC 0,0304 -0,0785 -0,1090

SAPX 0,4972 1,5460 1,0488

DEAL 0,7034 2,2992 1,5957

Sumber : Penulis, 2019

Menurut Husnan (2003: 274) Abnormal Return adalah selisih antara return

sesungguhnya yang terjadi dengan return ekpektasi. Dalam hal ini, return

sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t yang merupakan

selisih harga sebelumnya, sedangkan return ekpektasi merupakan return yang harus

di estimasi dengan mengunakan model estimasi market adjusted model atau model

disesuaikan pasar. Yang artinya, bahwa model ini mengganggap penduga yang

terbaik dari ekspektasi return adalah return indeks pasar pada saat tersebut.

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 4.17, menunjukan bahwa

investor yang melakukan investasi (pembelian saham) pada 30 hari setelah

penawaran umum perdana dengan sampel sebanyak 32 perusahaan memberikan

rata-rata (mean) abnormal return sebesar 0,4440 dengan standar deviasi sebesar

0,6345. Nilai abnormal return tertinggi terjadi pada PT. Dewata

Freightinternasional Tbk sebesar 2,2992 atau naik sebesar 1,5997 dari nilai

abnormal return pada saat perusahaan melakukan IPO, yang artinya bahwa investor

yang melakukan investasi (pembelian saham) akan mendapatkan atau memberikan

pengaruh peningkatan harga abnormal return sebesar 159,97% dari harga

penawaran umum perdana jika melakukan pembelian di harga perdana, abnormal

Page 127: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

103

return adalah perngurangan antara nilai sebenarnya ( initial return hari ke-30)

dengan kenaikan nilai yang diharapkan (market return hari ke 30) oleh investor

yang digambarkan bahwa nilai dari perusahaan dengan kode emiten DEAL berada

diatas rata-rata keseluruhan sampel penelitian. Sedangkan, nilai abnormal return

terendah terjadi pada PT. Batavia Prospetindo Trans Tbk. Sebesar -0,6767, yang

artinya bahwa investor yang melakukan investasi (pembelian saham) akan

mendapatkan abnormal return sebesar -67,67%, atau keputusan penjualan yang

lebih tinggi mendorong penurunan nilai atas perusahaan dibanding nilai pasar dari

harga penawaran umum perdana jika melakukan pembelian di harga perdana. Jika

investor membeli pada hari ke 30, nilai dari perusahaan dengan kode emiten DEAL

tersebut memiliki penurunan dan berada jauh diatas nilai rata-rata posistif sebesar

44%.

Tabel 4.18 Statistika Deskriptif untuk data Abnormal return

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

AR_IPO 32 ,0165 ,7148 ,327093 ,2710313

AR_30 32 -,1340 2,2992 ,443699 ,6345003

AR_AKHIR 32 -,6767 1,5957 ,116605 ,5399839

Sumber : Penulis, 2019

Catatan:

AR_IPO = Abnormal Return pada hari pertama perdagangan setelah penawaran

umum perdana

AR_30 = Abnormal Return pada akhir bulan pertama perdagangan setelah

penawaran umum perdana hari ke 30

Melalui Perhitungan pada tabel 4.18, menunjukkan bahwa pada hari

pertama perdagangan setelah penawaran umum perdana di bursa efek, terdapat rata-

rata abnormal return yaitu positif sebesar 0,327093 dengan standar deviasi

0,2710313. Pada akhir bulan pertama perdagangan setelah penawaran umum

perdana rata-rata abnormal return mengalami kenaikan hingga mencapai 0,443699

dengan standar deviasi sebesar 0,6345003, dengan demikian perbedaan rata-rata

abnormal return pada hari pertama perdagangan dan akhir bulan pertama

perdagangan setelah penawaran umum perdana mengalami kenaikan positif sebesar

0,116605 yang menunjukkan kenaikan kinerja saham (outperformed).kenaikan

kinerja saham yang positif, menggambarkan bahwa pada sektor infrastruktur,

Page 128: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

104

utilitas dan transportasi rata-rata investor yang melakukan investasi pada emiten

tersebut pada saat ipo mengalami peningkatan harga atau mengalami keuntungan

diatas nilai ekspektasi pasar sebesar 11,66%.

4.6 Hasil dan Analisa Pembahasan Pengaruh Faktor Internal Terhadap

Underpricing

1. Pengujian secara Parsial (Uji t)

Pengujian hipotesis dapat dilakukan setelah melakukan analisis data secara

statistik. Analisis statistik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analsisi

regresi linier berganda. Setelah melakukan analisis regresi, data di uji secara parsial.

Pengujian secara parsial dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing

variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Cara

melakukan uji t adalah dengan membandingkan t hitung dengan t pada tabel pada

derajat kepercayaan 95% atau signifikansi sebesar 5% (0,05) (Ghozali, 2006).

Pengujian tersebut menguji hubungan antara variabel independen yang

didalamnya terdiri dari Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS),

Return On Asset (ROA), Umur Perusahaan (AGE), Ukuran Perusahaan (SIZE),

Presentase Saham Ditawarkan (PSD) terhadap variabel dependen Underpricing

yang diukur dengan initial return. Cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui

apakah masing- masing variabel yang digunakan dalam penelitian mampu

menerangkan variabel dependen adalah dengan melihat t hitung dan nilai

signifikansi masing-masing variabel independen. Untuk mengetahui nilai t-tabel

dapat dilakukan perhitungaan sebagai berikut:

t tabel = ; df = n-k-1

= 5%; df = (32-8)

= 0,005’ df(22) = 1,717

Keputusan yang akan diambil mengacu pada ketentuan sebagai berikut (Ghozali,

2006) :

1. Apabila tingkat signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak dan sebaliknya

H1 diterima.

Page 129: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

105

2. Apabila tingkat signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan sebaliknya

H1 ditolak.

Tabel 4.19 Hasil Pengujian Uji t Hipotesis Pertama

Model Unstandardized Coefficients

T Sig. B Std. Error

(Constant) 2,311 ,543 4,253 ,000

DER ,038 ,022 1,759 ,091

EPS 3,331E-5 ,000 ,086 ,932

ROA ,003 ,003 ,951 ,351

AGE -,007 ,053 -,138 ,891

SIZE -,146 ,034 -4,332 ,000

PSD -,468 ,466 -1,003 ,325

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan tabel 4.19, hasil perhitungan menunjukan bahwa tidak semua

variabel independen didalam faktor internal memiliki nilai signifikansi dibawah

0,05, maka pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Return

On Asset (ROA), Umur Perusahaan (AGE), Ukuran Perusahaan (SIZE), Presentase

Saham Ditawarkan (PSD) terhadap variabel dependen Underpricing sebagai

berikut :

a. Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap underpricing

Hoa : Debt To Equity Ratio (DER) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap

tingkat underpricing.

H1a : Debt To Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh Positif terhadap t ingkat

underpricing.

Berdasarkan tabel 4.19 hasil pengujian uji t hipotesis pertama, diperoleh

nilai koefisien regresi variabel Debt to equity ratio yaitu 0,038 dan t hitung sebesar

1,759. t hitung lebih besar dari nilai t tabel 1,717 atau t hitung 1,759 > t tabel 1,717.

Adapun tingkat signifikansi sebesar 0,091, nilai tersebut lebih besar dari pada nilai

syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1a ditolak dan

H0a diterima, dengan demikian variabel Debt to Equity Ratio (DER) tidak

berpengaruh positif secara signifikan terhadap tingkat underpricing.

Pembahasan :

Berdasarkan hasil penelitian 4.19 diketahui bahwa nilai uji t variabel debt

to equity ratio (DER) mempunyai tingkat signifikansi 0,091. Nilai signifikansi ini

lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa debt to equity ratio (DER)

Page 130: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

106

tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap underpricing. Dengan

demikian hipotesis pada penelitian ini tidak terbukti, karena H1 ditolak dan H0

diterima. Hasil tersebut memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan

Ardhila dan Utiyati (2016), Raharjo dan Muid (2013), Stella (2009) mengenai Debt

to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap

Underpricing.

Secara teori, menurut Kasmir (2013) debt to equity ratio adalah rasio yang

dipakai untuk mengukur utang dengan ekuitas. Rasio ini dihitung dengan cara

membandingkan antara seluruh hutang, termasuk hutang lancar dengan seluruh

ekuitas perusahaan. Dalam hal ini, Utang terhadap Ekuitas membandingkan total

liabilitas atau utang perusahaan dengan total pembiayaan dari ekuitasnya. Rasio

Utang terhadap Ekuitas yang tinggi menunjukkan bahwa bisnis menerima proporsi

pendanaan utang yang lebih besar daripada pembiayaan ekuitas. Rasio Utang

terhadap Ekuitas yang lebih rendah biasanya menunjukkan kondisi bisnis yang

lebih stabil secara finansial. Tidak seperti pembiayaan ekuitas, utang wajib dibayar

kembali kepada pemberi pinjaman atau kreditur. Karena pembiayaan utang juga

membutuhkan pembayaran pokok pinjaman dan bunga, utang bisa menjadi bentuk

pembiayaan yang jauh lebih mahal daripada pembiayan ekuitas. Menurut Kasmir

(2013) DER merupakan bagian rasio solvabilitas yang digunakan secara

keseluruhan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melunasi semua

kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang dengan jaminan aktiva

atau kekayaan yang dimiliki perusahaan hingga perusahaan tutup atau dilikuidasi.

Hesti (2018), Andrian (2016), Dhimas (2013) dalam penelitiannya mengukapkan

bahwa rasio solvabilitas berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Nilai

perusahaan menurut Brigham (2005) merupakan nilai sekarang dari free cash flow

dimasa mendatang pada tingat diskonto sesuai rata rata tertimbang biaya modal.

Free cash flow merupakan cash flow yang tersedia bagi investor dan kreditur

setelah memperhitungkan seluruh pengeluaran untuk operasional perusahaan dan

pengeluaran untuk investasi serta aset lancar bersih. Free cash flow pada

perusahaan, juga dikenal sebagai nilai akrual per lembar saham yang akan diterima

apabila aset perusahaan dijual sesuai harga saham atau nilai book value nya

(Gitman, 2006). Menurut Harmono (2009) nilai perusahaan dicerminkan dari harga

Page 131: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

107

saham, bagi perusahaan tercatat harga saham di pasar modal digunakan sebagai

acuan nilai perusahaan karena adanya penawaran dan permintaan saham di pasar

modal yang merefleksikan penilaian masyarakat terhadap kinerja perusahaan dan

ketertarikan atas kepemilikan perusahaan melalui lembar saham yang beredar.

Pada perusahaan IPO, pembelian saham dilakukan melalui dua mekanisme

pasar. Pertama dilakukan pada pasar perdana dimana investor akan mendapatkan

saham sesuai dengan harga penawaran yang disepakati antara underwriter dan

emiten. Kemudian, selanjutnya di pasar sekunder yaitu bursa efek indonesia yang

tergantung pada mekanisme penawaran dan permintaan pasar (Adler, 2014).

Peningkatan harga dipasar sekunder dapat terjadi apabila investor tidak

memperoleh saham tersbeut dipasar sekunder, peningkatan tersebut disebut sebagai

underpricing karena nilai di pasar sekunder lebih besar dari pada pasar perdana.

Peningkatan dapat terjadi karena 2 faktor, Adler (2014) menjelaskan faktor pertama

karena penetapan harga perdana lebih rendah dari pada nilai intrinsik perusahaan.

Pemahaman harga instrinsik pada setiap investor berbeda beda hal tersebut

disebabkan oleh berapa banyak informasi yang dimiliki investor sebelum

perusahaan melakukan IPO (Ritter, 1984) sehingga mendorong minat investor.

Pendekatan yang kedua (Adler, 2014) adalah pembentukan harga karena akibat

keputusan underwriter untuk menarik minat investor dengan menaikkan harga di

pasar sekunder. Selisih harga ini diharapkan cukup besar agar investor perusahaan

sekuritas mengalami keuntungan dan pada penawaran saham berikutnya investor

mau membeli karena mempunyai pengalaman mendapatkan keuntungan.

Perusahaan sekuritas akan terus melakukan penekanan kepada perusahaan yang

melakukan IPO untuk mau menerima harga yang ditawarkannya.

Baron (1982) menggunakan metoda analisis principal-agent dalam

menganalisis underpricing pada harga saham IPO. Secara teori, penetapan harga

yang lebih rendah dilakukan dengan melihat nilai intrinsik perusahaan yang

tercermin pada book value dalam laporan keuangan perusahaan. Perusahaan dengan

debt to equity ratio yang tinggi, memiliki risiko yang tinggi terhadap aktifitas bisnis

yang dilakukan, Sejumlah besar penggunaan utang umumnya juga dianggap

sebagai tanda praktik bisnis yang berisiko. Aturannya, sumber dana untuk

pembayaran atau pelunasan utang diharuskan terlepas dari pendapatan utama

Page 132: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

108

bisnis. Perusahaan dengan Rasio Utang terhadap Ekuitas yang tinggi dan

mengalami penurunan performa keuangan harus terus melakukan pembayaran

utangnya. Bahkan jika bisnis gagal menghasilkan pendapatan yang cukup untuk

menutupinya juga tetap wajib untuk melunasi utangnya. Tentu hal tersebut dengan

cepat dapat menyebabkan pinjaman macet dan berakhir kebangkrutan. Oleh sebab

itu, karena Perusahaan sekuritas sebagai underwriter untuk menjual saham ke

publik yang dimiliki perusahaan emiten memiliki informasi yang paling lengkap

terkait kondisi dan kinerja perusahaan. Akibatnya, perusahaan sekuritas untuk

menghidari risiko atas DER yang tinggi, akan meminta harga saham yang dijual

menjadi underpricing agar bisa laku dijual sebagai salah satu alasan underwritter

meminta harga lebih rendah. Asimetris informasi yang terdapat di pasar

menyebabkan berbagai keputusan investasi, investor yang mengambil risiko yang

tinggi mengharapkan akan memperoleh return yang tinggi. sehingga Debt To

Equity Ratio berpengaruh positif terhadap underpricing.

Namun, Hasil penelitian yang menunjukan tidak adanya pengaruh variabel

DER terhadap underpricing. hal ini menjelaskan bahwa investor tidak menjadikan

hutang terhadap ekuitas sebagai salah satu variabel pengambilan keputusan

investasi dalam perusahaan IPO. Dengan kata lain, investor akan tetap melakukan

pembelian pada saham IPO tersebut sehingga terjadi underpricing, tanpa melihat

apakah proporsi keuangan perusahaan bersumber dari pembiayaan hutang ataukah

tidak. Jadi investor tidak melihat dari segi perusahaan, melainkan dari segi tenikal

yang mendorong underpricing. Jika diamati secara ekonomi makro, Berdasarkan

data dari kementrian keuangan tahun 2018, komposisi hutang luar negeri yang

dimiliki indonesia sebesar 6.081 Triliun atau setara dengan 29,31% dari total PDB

indonesia. Secara grafik pertumbuhan hutang cenderung mengalami peningkatan,

walaupun terdapat upaya penurunan, namun dampaknya tidak cukup signifikan

pada tahun 2010 hingga 2015 paska krisis keuangan tahun 2008, hutang pemerintah

kembali tumbuh untuk memperbaiki dampak krisis. Kemudian Perubahan arah

pemerintahan yang baru tahun 2014 dalam kebijakannya mengambil fokus pada

pembangunan sektor infrastruktur yang tercantum didalam Program Strategis

Nasional yang dalam informasi tercantum pada laporan kementrian keuangan

menjawab perihal hutang, menjelaskan bahwa dibutuhkan dana lebih besar untuk

Page 133: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

109

pembanguan infrastruktur yang tidak dapat dipenuhi didalam negeri,sehingga

Membuat hutang luar negeri semakin meningkat secara signifikan hingga tahun

2018, yang tidak diimbang d engan peningkatan PDB memadai. Hal ini tergambar

dalam grafik berikut :

Gambar 4.3 Pertumbuhan Hutang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

Sumber : Pengolahan Data, 2019

Komposisi hutang yang tercermin secara keseluruhan terdiri atas hutang

pemerintah dan hutang swasta. Hutang swasta dalam hal ini terdiri atas hutang

bank, lembaga keuangan, perusahaan dan Badan Usaha Milik Negara. Selain faktor

jumlah hutang yang bertambah, konsistensi penurunan nilai tukar rupiah terhadap

dolar berimbas pada beban hutang yang tidak hanya terhadap bunga hutang

melainkan depresiasi rupiah. Pelemahan tersebut dipengaruhi sejumlah faktor

eksternal, antara lain, ketidakpastian waktu dan besaran kenaikan suku bunga AS,

kekhawatiran negosiasi fiskal Yunani, serta Yuan yang terus terdepresiasi di tengah

perekonomian Tiongkok yang masih lemah. Sementara itu, dari sisi domestik,

tekanan terhadap rupiah terkait dengan meningkatnya permintaan valas untuk

pembayaran utang dan deviden secara musiman, serta kekhawatiran terhadap

melambatnya ekonomi domestik.

0

5

10

15

20

25

30

35

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Jum

lah

Ras

io P

DB

Tahun

Page 134: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

110

Gambar 4.4 Pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dolar

Sumber : Bank Indonesia, 2018

Dari segi dalam negeri, dikutip dari laporan perekonomian bank indonesia,

menjelaskan bahwa kebijakan the fed pada tahun 2015 berkaitan dengan penetapan

suku bunga sebagai Bank Sentral Amerika Serikat. mendorong Bank Indonesia

lebih memperhatikan suku bunganya untuk menjaga inflasi, stabilitas ekonomi dan

iklim investasi. Kondisi suku bunga yang stabil sejak tahun 2010 hingga 2015 harus

mengalami peningkatan, peningkatan suku bunga bi rate secara tidak langsung akan

berdampak pada penurunan investasi. Walaupun demikian, untuk mengatisipasi

risiko keuangan. Pemerintah melalui kementrian keuangan mengeluarkan paket

kebijakan penguatan fiskal. Salah satunya dengan menetapkan suku bunga acuan

yang nantinya akan lebih peka terhadap perubahan ekonomi global, pada tahun

2016, Bank indonesia dan Kementrian Keuangan memperkenalkan bentuk

pengelolaan suku bunga dan kebijakan penyimpanan pada Bank Indonesia yang

dikenal sebagai BI 7-Day (Reverse) Repo Rate. Lembaga perbankan tidak perlu lagi

menunggu hingga setahun untuk bisa menarik kembali uangnya. Bank-bank bisa

menarik uangnya setelah menyimpan selama 7 hari (bisa 14 hari, 21 hari, dan

seterusnya) di Bank Indonesia (BI). Kemudian pengembalian tersebut ditambah

dengan bunga yang besarannya seperti yang dijanjikan sebelumnya. Dengan jangka

waktu yang lebih pendek, otomatis BI 7-Day Rate memiliki suku bunga/rate yang

lebih rendah daripada BI Rate. Sejak diberlakukan 19 Agustus 2016, Bank

Indonesia (BI) berharap kebijakannya tersebut dapat mengontrol dengan efektif

tingkat suku bunga. Yang tentunya berdampak pada penyaluran kredit dari bank-

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8

NIL

AI R

UP

AIH

TAHUN

Pergerakan KURS

Page 135: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

111

bank ke masyarakat menjadi lebih lancar. Dan risiko kredit macet karena perubahan

suku bunga yang tiba-tiba jadi bisa diperkecil. Pertumbuhan ekonomi yang

diinginkan pun akhirnya dapat tercapai.

Bank Indonesia selaku Bank Sentral pada tahun 2017 memberikan tiga

kebijakan terkait hutang luar negeri,dikutip dari laporan perekonomian bank

indonesia tahun 2017. Kebijakan pertama, pembiayaan dalam bentuk pinjaman luar

atau dalam negeri, portofolio harus pembiayaan ekonomi produktif. Kemudian,

kebijakan kedua yaitu manajemen risiko terhadap sumber pembiayaan utang luar

negeri harus prudent. BI telah mewajibkan perusahaan untuk melakukan hedging

terhadap resiko nilai tukar serta menyediakan likuiditas. Kebijakan ketiga,

perusahaan yang melakukan utang luar negeri tidak overleverage yang artinya rasio

utang dan rating-nya harus bagus.

Beberapa risiko yang terjadi karena faktor ekonomi yang disebabkan

hutang, dikhawatirkan berakibat pada penurunan kepercayaan investor. Tetapi

melalui kebijakan ekonomi dan langkah cermat ayng dilakukan pemerintah melalui

Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia Hingga tahun 2018. Pertumbuhan

investasi dalam negeri yang dibuktikan dengan kondisi pasar modal dalam grafik

pada gambar 4.4 mengambarkan bahwa secara ekonomi makro kondisi hutang

Indonesia tidak memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan investasi.

Gambar 4.5 Hutang terhadap PDB dan pertumbuhan investasi pasar modal.

Sumber : Pengolahan data

0

5

10

15

20

25

30

35

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

RA

SIO

HU

TAN

G T

ERH

AD

AP

PD

B

TAHUN

Hutang Indonesia IHSG

Page 136: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

112

Dari sisi investor, Menurut Rock (1992), asimetris informasi menjadi salah

satu dasar terjadinya underpricing. Investor yang memiliki informasi lebih banyak

akan membeli pada saat penawaran perdana dengan porsi yang lebih besar. kondisi

harga saham yang berada di bawah nilai book value akan dianggap lebih murah,

sehingga investor dengan dana yang lebih sedikit maupun investor yang tertarik dan

tidak memperoleh saham perdana akan menunggu di pasar sekunder. Proporsi yang

besar tersebut menjadikan saham IPO tidak liquid yang artinya secara perdagangan

pada penawaran dan permintaan di pasar sekunder tidak seimbang dimana investor

yang membeli di awal akan menyimpan kepemilikkannya dengan harapan

pertambahan nilai yang lebih tinggi dan investor yang berminat akan menawarkan

harga lebih tinggi agar mendapatkan saham tersebut. Selain itu menurut dugaan

peneliti, tidak adanya hubungan pengaruh antara Variabel Debt to Equity Ratio

dengan Underpricing disebabkan oleh bentuk data DER yang merupakan informasi

bersifat tahunan dan Underpricing merupakan informasi harian pada saat

perdagangan perdana satu hari setelah IPO, sehingga penggunaan informasi sebgai

dasar pengambilan keputusan tidak berimbang.

Dilakukan sampling pada perusahaan didalam sektor penelitian. Pada saat

IPO, PT Garuda Indonesia Tbk. Menetapkan harga penawaran sebesar 750 , dan

mengalami penurunan hingga penutupan perdagangan perdana di pasar sekunder

pada harga 615 sehingga tidak terjadi Underpricing. Padahal perusahaan BUMN

tersebut berdasarkan laporan keuangan yang diterbikan sebelum IPO, memiliki

DER sebesar 6,7 kali dari ekuitas yang dimiliki. Hal tersebut juga ditemukan pada

perusahaan BUMN serupa yaitu PT. Presisi yang memiliki der sebesar 7,4 kali dari

ekuitas, yang melakukan ipo dengan harga penawaran sebesar 430 dan turun

menjadi 410 pada penutupan perdagangan di pasar sekunder atau tidak mengalami

underpricing. Hal tersebut, juga berlaku terhadap perusahaan yang mengalami

underpricing, PT tereggra asia energi memiliki der sebesar 0,09 kali dari ekuitas

yang dimiliki dan mengalami underpricing 70% dari harga penawaran umum

sebesar Rp. 200 dan PT Protech Mitra Perkasa Tbk dengan DER sebesar 0,08 kali

dari ekuitasnya mengalami underpricing sebesar 69,67% dari Rp. 190 menjadi Rp.

340 per lembar saham. Data sampling tersebut, memperkuat realita atas keputusan

investasi yang dilakukan investor terhadap perusahaan IPO yang tidak menjadikan

Page 137: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

113

Debt to equity ratio (DER) sebagai acuan pada sektor infrastruktur, utilitas dan

transportasi tahun 2010-2018.

b. Pengaruh Earning Per Share (EPS) terhadap underpricing

Hob : Earning Per Share (EPS) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat

underpricing.

H1b : Earning Per Share (EPS) memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat

underpricing.

Berdasarkan tabel 4.19 hasil pengujian uji t hipotesis pertama, diperoleh

nilai koefisien regresi variabel Earning Per Share yaitu 3,331 dan t hitung sebesar

0,086. t hitung lebih kecil dari nilai t tabel 1,717 atau t hitung 0,086 < t tabel 1,717.

Adapun tingkat signifikansi sebesar 0,932, nilai tersebut lebih besar dair pada nilai

syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1b ditolak dan

H0b diterima, dengan demikian variabel Earning Per Share (EPS) tidak

berpengaruh Positif secara signifikan terhadap tingkat underpricing.

Pembahasan :

Berdasarkan hasil penelitian 4.19 diketahui bahwa nilai uji t variabel

Earning Per Share (EPS) mempunyai tingkat signifikansi 0,351. Nilai signifikansi

ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Earning Per Share

(EPS) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap underpricing. Dengan

demikian hipotesis pada penelitian ini tidak terbukti, karena H1b ditolak dan H0b

diterima. Hasil tersebut memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan

Rista Maya (2013), Fiona dan Ngadno (2015), Racmasari (2009) mengenai Earning

Per Share (EPS) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap

Underpricing.

Dictionary of Accounting (Abdultah, 1994) menjelaskan laba bersih per

saham adalah pendapatan bersih perusahaan selama setahun dibagi dengan jumlah

rata-rata lembar saham yang beredar, dengan pendapatan bersih tersebut dikurangi

dengan saham preferen yang diperhitungkan untuk tahun tersebut. Menurut

Darmaji dan Fakhruddin (2006:195) mendefinisikan bahwa “Laba Per Saham

sebagai rasio yang menunjukkan bagian laba untuk setiap saham. Earning Per

Page 138: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

114

Share menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tercermin pada setiap lembar

saham.” Sedangkan Earning Per Share (EPS) menurut Brigham dan Houston

(2010) yang diterjemahkan Ali Akbar Yulianto, “Earning Per Share (EPS) adalah

pendapatan bersih yang tersedia dibagi jumlah lembar saham yang beredar.” Laba

merupakan alat ukur utama kesuksesan suatu perusahaan, karena itu para investor

seringkali memusatkan perhatian pada besarnya Earning Per Share (EPS). Secara

teori, semakin besar nilai Earning Per Share akan memberikan gambaran bahwa

perusahaan memiliki peluang untuk memberikan keuntungan jangka panjang bagi

pemegang saham. Selain itu, laba juga mencerminkan bahwa perusahaan mampu

membiayai hutang dan menjamin kelangsungan perusahaan Darmaji dan

Fakhruddin (2006). Sehingga menurut Rock (1984) asimetris informasi terkait

semakin tingginya EPS berpengaruh positif terhadap underpricing.

Namun, hasil penelitian yang menunjukan Tidak adanya pengaruh variabel

EPS terhadap underpricing ini menjelaskan bahwa investor tidak menjadikan

Keuntungan (Laba) yang tercermin di laporan keuangan terhadap laba yang

dibagikan perlembar saham untuk pengambilan keputusan investasi dalam

perusahaan IPO. Dengan kata lain, investor akan tetap melakukan pembelian pada

saham IPO tersebut sehingga terjadi underpricing, tanpa melihat apakah terdapat

laba atau rugi yang dibagikan per lembar saham. Investor tidak melihat pergerakan

saham secara fundamental, tetapi lebih meilihat pada pergerakan permintaan dan

penawaran saham secara teknikal sehingga terjadi asismeris informasi yang

mendorong underpricing.

Menurut Ary Gumanty (2011) , Earning Per Share yang tercantum pada

laporan keuangan perusahaan tidak menjadi dasar apakah perusahaan mengambil

keputusan pembagian laba untuk para investor ataukah tidak, keputusan tersebut

diambil oleh pihak manajemen dan disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS). Deviden adalah nilai resmi berupa laba yang dibagikan kepada pemegang

saham yang nilainya dipublikasikan melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek

Indonesia, total deviden tidak selalu sama dengan nilai EPS (Riza, 2016). Untuk

sektor penelitian terhadap 32 sampel perusahaan secara parsial EPS tidak

mempengaruhi underpricing maka disimpulkan bahwa nilai laba per saham tidak

Page 139: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

115

dijadikan tolak ukur didalam pengambilan keputusan investasi yang mendorong

terjadinya peningkatan harga saham di hari pertama perdagangan di pasar sekunder.

Selain Itu, bentuk data EPS yang merupakan informasi tahunan bersumber dari

laporan keuangan dan Underpricing merupakan informasi harian pada saat

perdagangan perdana satu hari setelah IPO. Penulsi menduga sebagai penyebab

tidak adanya hubungan pengaruh antara variabel Earning Per Share dengan

Underpricing karena penggunaan informasi sebgai dasar pengambilan keputusan

tidak berimbang.

c. Pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap underpricing

Hoc : Return On Asset (ROA) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap

tingkat underpricing.

H1c : Return On Asset (ROA) memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat

underpricing.

Berdasarkan tabel 4.19 hasil pengujian uji t hipotesis pertama, diperoleh

nilai koefisien regresi variabel Return On Asset yaitu 0,003 dan t hitung sebesar

0,951. t hitung lebih kecil dari nilai t tabel 1,717 atau t hitung 0,951 < t tabel 1,717.

Adapun tingkat signifikansi sebesar 0,351, nilai tersebut lebih besar dari pada nilai

syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1c ditolak dan

H0c diterima,dengan demikian variabel Return On Asset (ROA) tidak berpengaruh

Positif secara signifikan terhadap tingkat underpricing.

Pembahasan :

Berdasarkan hasil penelitian 4.19 diketahui bahwa nilai uji t variabel Return

On Assets (ROA) mempunyai tingkat signifikansi 0,351. Nilai signifikansi ini lebih

besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Return On Assets (ROA) tidak

berpengaruh signifikan secara parsial terhadap underpricing. Dengan demikian

hipotesis pada penelitian ini tidak terbukti, karena H1c ditolak dan H0c diterima.

Hasil tersebut memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Rista Maya

(2013), Fiona dan Ngadno (2015), Racmasari (2009) mengenai Return On Assets

(ROA) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Underpricing.

Tujuan utama perusahaan menurut Undang-Undang No.3 Tahun 1982

adalah memperoleh keuntungan dan meningkatkan nilai perusahaan. Keuntungan

Page 140: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

116

yang terjadi pada perusahaan dapat diperoleh dengan memaksimalkan sumber daya

yang dimiliki perusahaan. Upaya pemaksimalan sumber daya untuk keuntungan

dapat digambarkan melalui rasio profitabilitas (Kasmir, 2013). Dalam analisis

fundamental, rasio profitabilitas merupakan rasio yang sangat penting, karena

apabila perusahaan tidak mampu menghasilkan keuntungan maka sudah jelas

perusahaan tersebut bukanlah tempat yang layak untuk melakukan investasi.

Sebaliknya, apabila perusahaan mampu menghasilkan keuntungan yang besar

apalagi memiliki trendkonsisten naik selama bertahun-tahun maka dapat dikatakan

bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang bagus sebagai tempat

berinvestasi dari sisi profitabilitas. Van Horne dan Wachowicz (2005:222),

mengemukakan bahwa rasio profitabilitas terdiri atas dua jenis, yaitu rasio yang

menunjukkan profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan dan rasio yang

menunjukkan profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi. Return On Assets

merupakan ratio profitabilitas yang menggambarkan sejauh mana kemampuan aset-

aset yang dimiliki perusahaan bisa menghasilkan laba (Tandelilin, 2010). Semakin

besar nilai ROA maka semakin bagus, karena dengan sumber daya yang dimiliki

(total aset), perusahaan mampu memaksimalkannya menjadi laba bersih. Hal ini

berarti, dengan aset-aset yang dimiliki, perusahaan mampu memanfaatkan aset-

asetnya dengan baik, sehingga bisa menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

Terlebih lagi jika dalam melakukan analisis fundamental, kita menemukan

perusahaan yang total asetnya turun atau stagnan, tetapi laba bersih selalu naik. Hal

ini bisa mengindikasikan bahwa dengan aset yang sedikit perusahaan tetap mampu

memaksimalkan kinerjanya, sehingga bisa menghasilkan laba bersih yang besar.

Secara teori signaling kondisi tersebut mendorong ketertarikan investor untuk

melakukan pembelian saham tersebut. Melalui mekanisme IPO dan penawaraan

saham di pasar modal. Asimetris informasi yang terdapat di pasar menyebabkan

berbagai keputusan investasi, investor yang mengambil risiko yang tinggi

mengharapkan akan memperoleh return yang tinggi, mereka meyakini bahwa

perusahaan dengan ROA tinggi akan memberikan deviden dikemudian hari dan

meningkatkan nilai investasi mereka apalagi perusahaan baru melakukan IPO.

Sehingga Return On Assets berpengaruh Positif terhadap Underpricing.

Page 141: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

117

Namun, hasil penelitian yang menunjukan Tidak adanya pengaruh variabel

ROA terhadap underpricing ini menjelaskan bahwa investor tidak menjadikan

Keuntungan (Laba) terhadap aset sebagai salah satu variabel pengambilan

keputusan investasi dalam perusahaan IPO. Dengan kata lain, investor akan tetap

melakukan pembelian pada saham IPO tersebut sehingga terjadi underpricing,

tanpa melihat apakah keuntungan perusahaan dipengaruhi oleh aset yang dimiliki

perusahaan tersebut maupun bagaimana perusahaan memaksimalkan aset untuk

memperoleh keuntungan. Investor tidak mencermati faktor fundamental yang

tercermin di dalam laporan keuangan berupa ROA didalam pengambilan

keputusan, melainkan melihat dari segi teknikal terkait frekuensi permintaan dan

permawaran di Bursa Efek, hal ini dapat disebabkan oleh asimetris informasi yang

berkembang di kalangan inevstor sehingga akan mendorong underpricing.

ROA menurut Munawir (2001) dapat menjadi acuan bagi calon investor

untuk melihat kondisi dan kinerja perusahaan tersebut dibandingkan dengan

perusahaan kompetitor lainnya pada industri yang sama. Pada sektor penelitian,

industri yang terlibat terbagi atas lima sub sektor yaitu infrastruktur, transportasi,

bangunan non kontruksi, energi dan telekomunikasi. Sektor energi tumbuh

signifikan tahun 2010 hingga 2015, kebijakan pemerintah yang tertuang didalam

perencanaan keselarasan kebijakan energi nasional, memberikan ruang yang lebih

luas kepada setiap peerintah daerah untuk meningkatkan potensi energi

didaerahnya, pemerintah melalui kementrian ESDM mengeluarkan kebijakan

pemangkasan subsidi listrik yang mendorong, munculnya terobosan baru token

listrik didalam sistem kelistrikan masyarakat. Sektor infrastrukur dan transportasi

tumbuh signifikan,tahun 2012 Kebijakan menko perekonomian pada masa

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono berkaitan dengan logistik

melalui Sistem Logistik Nasional (Sislognas) sebagai satu upaya untuk

meningkatkan nilai kompetitif bangsa dan produk-produk yang dihasilkannya

dalam menghadapi persaingan global. Sislognas adalah suatu Sistem yang mampu

untuk menjamin berlangsungnya suatu proses pergerakan atau distribusi barang

baik material maupun produk jadi dari satu tempat ke tempat lain dengan baik dan

sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dalam skala wilayah nasional Indonesia.

Secara ringkas Sislognas adalah suatu sistem yang mendukung proses pengelolaan

Page 142: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

118

rantai suplai (supply chain management) berskala nasional. Penjaminan sistem

logistik yang memadai melalui kebijakan sislognas, memberikan pentaaan yang

lebih baik pada prosedur dan tata kelola sistem logistik dalam negeri, yang

berdampak pada perusahana perusahaan dibidang transportasi. pembangunan

infrastruktur yang dicanangkan pemerintahan jokowi dodo pada tahun 2014

didalam Proyek Startegis Nasional mendorong kemudahan akses yang lebih cepat

dan tepat melalui pemangkasan regulasi, Pembangunan jalan Tol, Pelabuhan dan

Bandara baru. Mempermudah perpindahan barang dan jasa yang ebrdampak pada

pertumbuhan Perekonomian Berkelanjutan. Perusahaan perusahaan transportasi

memiliki peluang lebih besar dengan aset yang dimiliki, mampu memangkas beban

produksi, biaya dan waktu. Perusahaan pelayaran, melalui kebijakan dwaling time

yang dipangkas dipelabuhan mampu meningkatkan kapasitas pengakutan barang

maupun penumpang dengan aset tetap yang dimiliki. hal tersebut juga berlaku pada

moda transportasi darah dan udara lainnya.

Namun, Aset tidak serta merta dapat meningkatkan keuntungan. Walaupun

kebijakan pemerintah mendukung tingkat keuntungan yang lebih besar dengan aset

yang dimiliki. Menurut Peter (2007) keuntungan diperoleh melalui proses bisnis

yang dilakukan pada aset. Proses bisnis tercermin pada model bisnis, Model bisnis

yang baik akan melemahkan kompetitor. Jika perusahaan mampu mengetahui

kelemahan model bisnis pesaing, maka perusahaan dapat segera menentukan model

bisnis yang dapat menutup celah kelemanah tersebut. Ini akan mengakibatkan

munculnya produk subsitusi dari perusahaan yang memiliki nilai lebih

dibandingkan kompetitor. Merubah kompetitor menjadi sekutu. Hal ini sebagai

akibat karena perusahaan mampu mengidentifikasi kelembahan bisnis kompetitor,

dan sebaliknya. Sebagai solusi, maka dibuatlah produk komplementer untuk saling

melengkapi. Berbagai keuntungan tersebut tidak hanya untuk meningkatkan

reputasi dan daya saing perusahaan, namun juga mendorong perusahaan untuk

memenangkan kompetisi di pasar. Berbisnis tidak hanya semata-mata menjual

produk ke pasar dan menunggu respon konsumen terhadap produk tersebut.

Menjalankan sebuah bisnis hendaknya harus diiringi dengan proses perancangan

berbagai faktor pendukung. Pasar bebas yang dibuka di seluruh kawasan ASEAN

tahun 2015, memberikan iklim persaingan yang ketat. Berbagai perusahaan di

Page 143: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

119

sektor penelitian dari dalam dan luar negeri dituntun untuk lebih inovatif dalam

menjalankan bisnis agar mampu bertahan dan berkembang, serta memaksimalkan

kebijakan yang ditetapkan pemerintah.

Tingginya minat IPO perusahaan infrastruktur utilitas dan trasnportasi,

disinyalir menjadi dasar kebutuhan investasi yang besar pada sektor tersebut untuk

meningkatkan investasi dan daya saing. Hal ini ditunjukan sepanjang periode

penelitian pada grafik dibawah ini menunjukan konsistensi peningkatan perusahaan

sektor peenlitian yang melakukan IPO naik tajam pada tahun 2015 hingga 2018.

Gambar 4.5 Perumbuhan perusahaan IPO Sektor Penelitian

Pada perusahaan yang melakukan IPO pada sektor penelitian, karena

berdasarkan hasil ROA tidak berpengaruh terhadap underpricing. Maka investor

lebih cenderung melihat proses bisnis perusahaan dari pada hasil akhir dari

keuntungan dibanding pengelolaan aset perusahaan. Selain itu, sumber data ROA

yang berasal dari laporan keuangan yang merupakan informasi tahunan dan

Underpricing yang merupakan informasi satu hari karena dihitung berdasarkan hari

pertama setelah IPO, menyebabkan data yang tidak berimbang sehingga diduga

sebagai penyebab tidak adanya hubungan antara ROA dan Underpricing. Dapat

dilihat pada lampiran 3, dilakukan sampling pada perusahaan didalam sektor

penelitian. Pada saat IPO, PT Satria Antaran Prima Tbk. Menetapkan harga

penawaran sebesar 250, dan mengalami peningkatan sebanyak 49,5% menjadi 374

hingga penutupan perdagangan perdana di pasar sekunder pada harga sehingga

terjadi Underpricing. Padahal perusahaan logistik tersebut berdasarkan laporan

keuangan yang diterbikan sebelum IPO, memiliki ROA sebesar Negatif -39,7 kali

0

2

4

6

8

10

12

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Page 144: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

120

dari asset yang dimiliki. Hal tersebut juga ditemukan pada perusahaan Pelayaran

yaitu PT. Pelita samudera shipping yang memiliki ROA sebesar -19 Kali dari

assetnya, yang melakukan ipo dengan harga penawaran sebesar 135 dan naik

menjadi 150 pada penutupan perdagangan di pasar sekunder mengalami

underpricing. Hal tersebut, juga berlaku terhadap perusahaan dengan keuntungan

yang maksimal atas peneglolaan asetnya. PT windermar Offshore Marine memiliki

ROA sebesar 58 kali dari Asset yang dimiliki dan mengalami underpricing 2% dari

harga penawaran umum sebesar Rp. 380 dan PT Protech Mitra Perkasa Tbk dengan

ROA sebesar 19 kali dari asetnya mengalami underpricing sebesar 69,67% dari Rp.

190 menjadi Rp. 340 per lembar saham. Data sampling tersebut, memperkuat realita

atas keputusan investasi yang dilakukan investor terhadap perusahaan IPO yang

tidak menjadikan Return On Assets (ROA) sebagai acuan pada sektor infrastruktur,

utilitas dan transportasi tahun 2010-2018.

d. Pengaruh Umur Perusahaan (AGE) terhadap underpricing

Hod : Umur Perusahaan (AGE) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap

tingkat underpricing.

H1d : Umur Perusahaan (AGE) memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat

underpricing.

Berdasarkan tabel 4.2 hasil pengujian uji t hipotesis pertama, diperoleh nilai

koefisien regresi variabel Umur Perusahaan yaitu -0,007 dan t hitung sebesar -

0,138. t hitung lebih kecil dari nilai t tabel 1,717 atau t hitung 0,138 < t tabel 1,717.

Adapaun tingkat signifikansi sebesar 0,891, nilai tersebut lebih besar dari pada nilai

syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1d ditolak dan

H0d diterima,dengan demikian variabel Umur Perusahaan tidak berpengaruh Positif

secara signifikan terhadap tingkat underpricing.

Pembahasan :

Berdasarkan hasil penelitian 4.19 diketahui bahwa nilai uji t variabel Umur

Perusahaan mempunyai tingkat signifikansi 0,891. Nilai signifikansi ini lebih besar

dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Umur Perusahaan tidak berpengaruh

signifikan secara parsial terhadap underpricing. Dengan demikian hipotesis pada

penelitian ini tidak terbukti, karena H1d ditolak dan H0d diterima. Hasil tersebut

Page 145: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

121

memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Herbnu Putro (2015), dan

Sri Winarsih (2013) mengenai Umur Perusahaan tidak berpengaruh signifikan

secara parsial terhadap Underpricing.

Secara Teori, Umur perusahaan adalah lamanya sebuah perusahaan berdiri,

berkembang dan bertahan. Umur perusahaan dihitung sejak perusahaan tersebut

berdiri berdasarkan akta pendirian sampai perusahaan melakukan IPO sesuai

dengan penelitian. Hasil pengujian yang dilakukan oleh Trisnawati (1998) dan

Beatty (1989) dalam Gumanti (2000) menyatakan bahwa perusahaan yang sudah

lama berdiri, kemungkinan sudah banyak pengalaman yang diperoleh. Semakin

lama umur perusahaan, semakin banyak informasi yang telah diperoleh masyarakat

tentang perusahaan tersebut. Dan hal ini akan menimbulkan kepercayaan konsumen

terhadap produk-produk perusahaan tersebut. Selain itu, perusahaan yang telah

lama berdiri tentunya mempunyai strategi dan kiat-kiat yang lebih solid untuk tetap

bisa survive dimasa depan. Semakin lama sebuah perusahaan berdiri, tentunya telah

banyak pula mengalami lika-liku dalam berbisnis, mulai dari kemajuan hingga

masalah dan kendala yang dihadapi. Kemampuan sebuah perusahaan untuk

menyelesaikan berbagai masalah yang muncul dalam masa pengelolaan

perusahaan, akan semakin menguatkan keberadaan perusahaan itu sendiri. Banyak

cara-cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk bertahan dalam setiap

kendala yang dihadapi. Sehingga, jika terjadi lagi kesulitan maupun kendala yang

sama maupun berbeda, maka perusahaan tersebut sudah siap dan mampu untuk

mengatasi masalah tersebut dengan baik dan menyelesaikannya dengan sukses.

Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka akan

membuat perusahaan tersebut semakin berkompeten. Dan semakin lama

perusahaan tersebut berdiri dan bertahan, maka perusahaan itu akan semakin diakui

keberadaan dan keunggulannya di mata masyarakat. Apalagi jika produk-produk

yang dihasilkan oleh perusahaan selalu baik kualitasnya serta tidak pernah

mengecewakan konsumen. Perusahaan tersebut akan dipercayai oleh konsumen

sebagai perusahaan yang baik dan jaminan atas hasil yang baik pula. Kepercayaan

konsumen akan sejalan dengan kepercayaan investor pada perusahaan tersebut.

Karena informasi yang dimiliki masyarakat sengat cukup dan perusahaan memiliki

reputasi yang baik. Jika perusahaan melakukan IPO, maka akan meningkatkan

Page 146: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

122

jumlah peminat terhadap pembelian saham perusahaan sehingga semakin lama

perusahaan berdiri akan memberikan lebih banyak informasi yang dimiliki

masyarakat terkait perusahaan akan berdampak positif terhadap Underpricing.

Namun pada penelitian, umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap

underpricing. Yang artinya lama atau tidaknya perusahaan didirikan hingga

melakukan penawaran umum, calon investor tidak menjadikan hal tersbut sebagai

alasan didalam pengambilan investasi yang mendorong naiknya nilai harga saham

perusahaan dibandingkan harga perdananya. Hal tersebut disebabkan, pada

perusahaan yang melakukan IPO pada sektor dan periode penelitian, memiliki rata

rata 14 tahun, walaupun terdapat banyak perusahaan yang memiliki umur diatas 10

tahun, tetapi secara keseluruhan kondisi umur perusahaan, tidak memberikan

gambaran yang cukup, ataupun memiliki kepopuleran sehingga disinyalir

memberikan sedikit informasi kepada investor. Ketidaktahuan investor terhadap

perusahaan Berdasarkan teori signaling yang dikemukan baron (1987) terkait

asimetris informasi, akan memberikan signal kepada investor yang memiliki

informasi lebih banyak terkait perusahaan, dalam artian jika memang perusahaan

dinilai baik berapapun umur eprusahaan tersebut maka akan membeli saham

tersebut dengan volume yang lebih banyak dibandingkan investor lainnya, hal

tersebut juga berlaku sebaliknya.

Pada perusahaan yang melakukan IPO pada sektor penelitian, karena

berdasarkan hasil umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap underpricing. Maka

dinilai umur perusahan tdiak mencerminkan perusahaan dikenal, publikasi terkait

perusahaan tidak dilakukan secara maksimal sehingga investor tidak

memperdulikan seberapa lama operasi bisnis dilakukan perusahaan akan

berdampak pada kpeutusan investasi yang mereka lakukan. Dapat dilihat pada

lampiran 3, dilakukan sampling pada perusahaan didalam sektor penelitian. Pada

saat IPO, PT Sarana Menara Nusantara Tbk. Menetapkan harga penawaran sebesar

1050, dan mengalami peningkatan hingga penutupan perdagangan perdana di pasar

sekunder pada harga 1570 atau auto reject atas sebanyak 59% permintaan sehingga

terjadi Underpricing. Padahal perusahaan penyewaan menara tersebut berdasarkan

laporan keuangan yang diterbikan sebelum IPO, baru berusia 2 tahun dari akta

pendiriannya tahun 2008 dan IPO 2010. Berbanding dengan perusahaan BUMN

Page 147: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

123

yaitu PT. Garuda Indonesia yang memiliki umur 51 tahun jika berdasarkan akta

pendirian hingga penawaran umum perdana, yang melakukan ipo dengan harga

penawaran sebesar 750 dan turun 615 menjadi pada penutupan perdagangan di

pasar sekunder atau tidak mengalami underpricing. Data sampling tersebut,

memperkuat realita atas keputusan investasi yang dilakukan investor terhadap

perusahaan IPO yang tidak menjadikan Umur Perusahaan sebagai acuan pada

sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi tahun 2010-2018.

e. Pengaruh Ukuran Perusahaan (SIZE) terhadap underpricing

Hoe : Ukuran Perusahaan (SIZE) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap

tingkat underpricing.

H1e : Ukuran Perusahaan (SIZE) memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat

underpricing.

Berdasarkan tabel 4.19 hasil pengujian uji t hipotesis pertama, diperoleh

nilai koefisien regresi variabel Ukuran Perusahaan yaitu -0,146 dan t hitung sebesar

-4,332. t hitung lebih besar dari nilai t tabel 1,717 atau t hitung 4,332 > t tabel

1,1717. Adapun tingkat signifikansi sebesar 0,000, nilai tersebut lebih kecil dari

pada nilai syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1e

diterima dan H0e ditolak, dengan demikian variabel Ukuran Perusahaan

berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpricing, namun dengan arah

Negatif

Pembahasan :

Berdasarkan hasil penelitian 4.19 diketahui bahwa nilai uji t variabel Umur

Perusahaan mempunyai tingkat signifikansi 0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil

dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Umur Perusahaan berpengaruh

signifikan secara parsial terhadap underpricing. Dengan demikian hipotesis pada

penelitian ini tidak terbukti, karena H1e diterima dan H0e ditolak. Hasil tersebut

memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Herbnu Putro (2015),

Agus Arman (2014), Sri Mulyanti (2016) dan Reza Widhar (2013) mengenai

Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Underpricing.

Arta et.all (2011) menyatakan bahwa ukuran perusahaan adalah total aset

yang dimiliki suatu perusahaan. Menurut Mochfoedz (1994) dalam Rahmi (2010),

ukuran perusahaan pada dasarnya terbagi dalam tiga kategori:

Page 148: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

124

1. Perusahaan Besar (Large Firm) : Perusahaan yang dikategorikan

perusahaan besar biasanya merupakan perusahaan yang telah go publik di pasar

modal dan termasuk dalam kategori papan pengembangan satu yang memiliki total

aset sekurang-kurangnya Rp200.000.000.000.

2. Perusahaan Menengah (Medium Size) : Perusahaan yang dikategorikan

perusahaan menengah biasanya listing di pasar modal papan pengembangan dua

dan umumnya memiliki total aset Rp2.000.000.000 s.d. Rp200.000.000.000.

3. Perusahaan Kecil (Small Firm) : Perusahaan yang dikategorikan

perusahaan kecil merupakan perusahaan yang memiliki total aset kurang dari

Rp2.000.000.000 dan biasanya perusahaan kecil ini belum terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

Teori critical resource menekankan pada pengendalian oleh pemilik

perusahaan terhadap sumber daya perusahaan seperti asset, technology, dan

intellectual property sebagai faktor-faktor yang menentukan firm size. Size

perusahaan dapat diukur dengan beberapa proksi: aset (asset), penjualan, jumlah

pekerja, dan nilai tambah (value added). Teori teknologi perusahaan yang

menekankan skala ekonomis yang timbul dari capital input akan menggunakan

asset atau penjualan sebagai pengukur size (Kusuma, 2005). Ukuran perusahan

(company size) secara umum dapat diartikan sebagai suatu perbandingan besar atau

kecilnya suatu objek. Ukuran perusahaan menunjukan besar atau kecilnya kekayaan

(asset) yang dimiliki suatu perusahaan. Pengukuran perusahaan bertujuan untuk

membedakan secara kuantitatif antara perusahaan besar (large firm) dengan

perusahaan kecil (small firm).

Besar kecilnya suatu perusahaan dapat mempengaruhi kemampuan

manajemen untuk mengoperasikan perusahaan dengan berbagai situasi dan kondisi

yang dihadapinya. Pada akhirnya kemampuan untuk mengoperasikan perusahaan

tersebut dapat mempengaruhi pengembalian utang perusahaan (Yulia, 2009).

Berdasarkan teori signaling, perusahaan yang memiliki aset yang lebih besar akan

mengurangi ketidak pastian di masa depan yang berarti dapat membantu investor

untuk memprediksi risiko jika melakukan investasi di perusahaan tersebut. Hal ini

membuktikan bahwa ukuran perusahaan akan menentukan tingkat kepercayaan

investor. Perusahaan besar cenderung telah mencapai tahap kedewasaan dimana

Page 149: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

125

dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek

yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan

bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba

dibanding perusahaan dengan total aset yang kecil. Kepercayaan investor yang

tinggi dapat meningkatkan volume pembelian saham yang akan mengakibatkan

naiknya harga saham atau tingginya initial return. Menurut Teori Asimetris

Informasi (Baron,1982) perusahaan yang memiliki total aset lebih besar memiliki

informasi yang lebih banyak untuk diterima oleh investor. Informasi tersebut, akan

memberikan signal pengambilan keputusan investasi yang akan mendorong

peningkatan harga pada saat IPO. Sehingga Ukuran Perusahaan Berpengaruh

Positif terhadap underpricing.

Teori Ukuran Perusahaan sejalan dengan hasil penelitian. dalam penelitian

yang dilakukan, terdapat pengaruh secara signifikan hubungan ukuran perusahaan

terhadap underpricing. Yang artinya ukuran perusahaan skala besar, perusahaan

skala menengah dan perusahaan skala kecil memiliki pengaruh terhadap

pengambilan keputusan investasi yang dilakukan investor pada saat perusahaan

yang melakukan Initial Public Offering. Namun, arah pengaruhnya berlawanan

dengan teori. Dalam teori dijelaskan, jika semakin besar ukuran perusahaan maka

semakin tinggi nilai underpricingnya, atau semakin banyak investor yang

melakukan pembelian saham akan mendorong peningkatkan harga saham dipasar

sekunder. Hasil penelitian menunjukan arah negatif yang dijelaskan bahwa

perusahaan dengan ukuran lebih besar akan menurunkan nilai underpricing,

investor akan cenderung menghindari perusahaan yang memliki ukuran perusahaan

yang lebih besar sehingga tidak terjadi peningkatan harga pada saat penawaran

umum perdana.

Ukuran perusahan (company size) secara umum dapat diartikan sebagai

suatu perbandingan besar .atau kecilnya suatu objek. Ukuran perusahaan

menunjukan besar atau kecilnya kekayaan, jumlah penjualan dan jumlah karyawan

yang dimiliki suatu perusahaan. Pengukuran perusahaan bertujuan untuk

membedakan secara kuantitatif antara perusahaan besar (large firm) dengan

perusahaan kecil (small firm). Besar kecilnya suatu perusahaan dapat

mempengaruhi kemampuan manajemen untuk mengoperasikan perusahaan dengan

Page 150: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

126

berbagai situasi dan kondisi yang dihadapinya (Yulia,2009). Berarti bahwa investor

dalam melakukan keputusan investasi memperhatikan faktor ukuran perusahaan

investor memiliki kecenderungan menilai positif perusahaan yang memiliki ukuran

besar yang dalam penelitian ini digambarkan melalui total aset.

Hal tersebut mendukung exante uncertainty theory (Beatty,1986), Secara

teoritis perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian yang lebih besar

daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian

mengenai prospek perusahaan kedepan. Hal tersebut dapat membantu investor

memprediksi resiko yang mungkin terjadi jika investor berinvestasi pada

perusahaan itu. Perusahaan besar pada umumnya lebih dikenal oleh masyarakat

daripada perusahaan kecil karena informasi mengenai perusahaan besar lebih

banyak dan lebih mudah diperoleh oleh investor dibandingkan dengan perusahan

kecil. Hasil penelitian pengaruh ukruan perusahaan ke arah negatif, Kondisi

tersebut dapat disebabkan oleh beberapa indikator, salah satunya penetapan harga

diatas nilai Book Value dan nilai wajar industri sejenis yang dinilai invetsor

cenderung lebih mahal, kondisi total aset yang tidak diimbangi dengan peningkatan

pendapatan, dan investor memiliki banyak informasi yang cukup terkait prospek

dan kondisi perusahaan.

Namun, Kondisi kencenderungan investasi yang dilakukan investor yang

berdampak pada underpricing paska IPO beberapa perusahaan dapat disebabkan

oleh faktor eksternal secara ekonomi makro. Kebijakan maritim, pelayaran dan

infrastruktur menjadi pendorong underpricing. prospektus perusahaan yang

berfokus pada ekspansi bisnis memberikan peluang perbaikan laba dan peningkatan

profit, perusahaan pelayaran pada tahun 2016 hingga 2018 banyak melakukan IPO,

kemudahan Infrasktruktur dalam membantu percetatan proses logistik juga

memberikan peluang bagi perusahan logistik melakukan IPO.

Perusahaan dengan Ukuran Lebih besar dinilai memiliki informasi yang

cukup dan memadai kepada sebagian investor sehingga memiliki kencenderungan

untuk tidak terjadi underpricing pada penawaran umum perdana. informasi yang

dimiliki sebagian investor lainnya, terkait dengan prospek perusahaan akan

mendorong terjadinya underpricing, kondisi seimbang inilah yang menjadi dasar

bahwa terdapat kecenderungan untuk mengalami undepricing namun tidak

Page 151: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

127

signifikan. Selain itu, underpricing yang terjadi pada perusahaan kecil dengan rata

rata sebanyak 7 perusahaan tercatat Memiliki pengaruh signifikan terhadap kondisi

seluruh sektor, Sehingga underpricing secara merata terjadi pada seluruh ukuran

perusahaan.

f. Pengaruh Presentase Saham Ditawarkan (PSD) terhadap underpricing

Hof : Presentase Saham Ditawarkan (PSD) tidak memiliki pengaruh Positif

terhadap tingkat underpricing.

H1f : Presentase Saham Ditawarkan (PSD) memiliki pengaruh Positif

terhadap tingkat underpricing.

Berdasarkan tabel 4.19 hasil pengujian uji t hipotesis pertama, diperoleh nilai

koefisien regresi variabel Presentasi Saham Ditawarkan yaitu -0,468 dan t hitung

sebesar -1,003. t hitung lebih kecil dari nilai t tabel 1,717 atau t hitung 1,003 < t

tabel 1,717. Adapun tingkat signifikansi sebesar 0,325, nilai tersebut lebih besar

dair pada nilai syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1

ditolak dan H0 diterima,dengan demikian variabel Debet to Equity Ratio (DER)

tidak berpengaruh Positif secara signifikan terhadap tingkat underpricing.

Pembahasan :

Berdasarkan hasil penelitian 4.19 diketahui bahwa nilai uji t variabel

Presentase Saham Ditawarkan mempunyai tingkat signifikansi 0,325. Nilai

signifikansi ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Presentase

Saham Ditawarkan tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap

underpricing. Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini tidak terbukti, karena

H1 ditolak dan H0 diterima. Hasil tersebut memperkuat hasil penelitian sebelumnya

yang dilakukan Reza widhar (2014) dan Herbnu Putro (2015) mengenai Presentase

Saham Ditawarkan (PSD) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap

Underpricing.

Saham menurut Paulus Sitomorang (2008) adalah tanda penyertaan modal

pada suatu perusahaan perseroan terbatas dengan manfaat yang dapat diperoleh

berupa deviden yaitu bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada

pemilik saham, capital gain adalah keuntungan yang diiperoleh dari selisih jual

dengan harga belinya. Selain itu, manfaat non financial atas kepemilikan saham

berupa kekuasaan, kebanggaan dan khususnya hak suara dalam menentukan

Page 152: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

128

jalannya perusahaan. Didalam penawaran umum perdana sebelum perusahaan

tercatat di bursa efek, pemilik perusahaan maupun pemegang saham telah

memutuskan melalui Rapat Umum Pemegang saham terkait pelepasan jumlah

saham yang beredar. Keputusan ini, dapat berupa pelepasan sebagian kepemilikan

atas perusahaan oleh pemegang saham maupun penambahan jumlah keseluruhan

saham yang beredah sehingga mengurangi presentasi saham pemegang saham

terdahulu dan menyediakan sejumlah presentasi saham yang akan ditawarkan

kepada publik. Menurut teori penelitian yang dilakukan oleh andini (2018), tita

(2014), anya (2013), dan faktur (2018) menjelaskan bahwa Persentase Penawaran

saham adalah jumlah saham yang ditawarkan kepada publik. Jumlah saham yang

ditawarkan kepada publik menunjukkan beberapa besar bagian dari modal disetor

yang akan dimiliki oleh publik, semakin besar jumlah saham yang ditawarkan akan

semakin memiliki potensi untuk likuidnya perdagangan saham tersebut di bursa.

Liquid saham menurut Fahmi (2012) adalah saham yang mudah diperjual belikan.

Bagi investor yang punya pandangan harus mencairkan sahamnya menjadi kas

dalam waktu singkat, tentu likuiditas saham itu penting. Sebaliknya, Rendahnya

jumlah saham yang ditawarkan ke masyarakat (semakin besar proporsi saham yang

dipegang oleh pemegang saham lama) mengisyaratkan terdapatnya banyak

informasi privat yang dimiliki oleh pemegang saham lama. Selain itu dapat

dikatakan bahwa investor lama masih mengharapkan return yang dihasilkan oleh

perusahaan artinya keuangan perusahaan dalam kondisi yang baik. Semakin

tingginya tingkat kepastian akan memperkecil tingkat underpricing. Namun,

sebaliknya semakin besar persentase saham yang ditawarkan maka tingkat

ketidakpastian perusahaan di masa mendatang juga akan semakin besar berdasarkan

teori agensi dan teori sinyal (Baron, 1987) ,. Semakin besar tingkat ketidakpastian

suatu perusahaan maka minat investor untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut

semakin rendah. Rendahnya minat investor membuat underwriter menetapkan

harga penawaran perdana lebih rendah dari harga sewajarnya. Hal ini dilakukan

karena underwriter tidak ingin mengambil risiko apabila saham tidak terjual semua.

Rendahnya harga penawaran perdana akan meningkatkan underpricing. Jadi

semakin besar persentase saham yang dijual ke publik maka tingkat underpricing

Page 153: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

129

semakin tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa persentase saham yang

ditawarkan berpengaruh positif signifikan terhadap underpricing.

Namun pada penelitian yang dilakukan pada sektor infrastruktur, utilitas

dna Transportasi,Presentase saham yang ditawarkan tidak berpengaruh terhadap

underpricing. Yang artinya Banyak ataupun sedikit komposisi saham yang

ditawarkan pada saat penawaran umum perdana, calon investor tidak menjadikan

hal tersebut sebagai alasan didalam pengambilan keputusan investasi yang

mendorong naiknya nilai harga saham perusahaan dibandingkan harga perdananya

dipasar sekunder. persentase saham yang ditawarkan kepada publik persentasenya

relatif kecil yaitu kurang dari 50%. Hal ini ditunjukkan melalui nilai rata-rata mean

persentase saham yang ditawarkan pada statistik deskriptif sebesar 22,7044. hal ini

bertetngan dengan teori sedikit saham ebredar yang dikempukaan fahmi (2012).

walaupun relatif lebih sedikit. tetapi Tidak berpengaruhnya persentase saham yang

ditawarkan ke publik terhadap underpricing disebabkan karena besar kecilnya

saham yang ditawarkan kepada publik belum bisa menjelaskan prospek dan kondisi

perusahaan di masa mendatang. Meskipun proporsi saham yang ditawarkan kepada

publik itu tinggi, belum tentu mampu menyatakan informasi privat perusahaan tidak

ada dan belum mampu menentukan nilai ketidakpastian return dimasa mendatang

(Pahlevi,2014).

Pada perusahaan yang melakukan IPO pada sektor penelitian, karena berdasarkan

hasil Presentase saham ditawarkan perusahaan tidak berpengaruh terhadap

underpricing. Maka dinilai Presentase Saham Ditawarkan tidak memberikan

gambaran yang cukup berapa banyak informasi terkait perusahan yang dimiliki

pemegang saham lama maupun masyarakt secara luas. Semakin sedikit saham yang

ditawarkan ke publik, perusahaan juga tetap mengalami underpicing. semakin besar

jumlah saham yang ditawarkan perusahaan juga mengalami underpricing.

Page 154: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

130

2. Pengujian secara Simultan (Uji F)

Pengujian secara simultan dilakukan dengan Uji F digunakan untuk menguji

pengaruh apakah secara bersama sama variabel independen dalam hal ini faktor

internal perusahaan (Debt To Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Return

On Assets (ROA), Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaaan dan Presentase Saham

Ditawarkan) memiliki pengaruh terhadap variabel dependen yaitu Underpricing

atau untuk menguji ketepatan model regresi. Jika variabel independen memiliki

pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen maka dapat dikatakan model

persamaan regresi memenuhi kriteria cocok atau sesuai.

Tabel 4.20 Hasil Perhitungan Uji F Hipotesis Pertama

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression 1,113 6 ,185 4,096 ,005b

Residual 1,132 25 ,045

Total 2,245 31

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan Hasil Perhitungan regresi nilai F-tes diketahui sebesar 0,005,

ini menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara

variabel independen faktor internal (DER,EPS,ROA,AGE,SIZE, dan PSD)

terhadap Underpricing. Proses pengambilan Keputusan berdasarkan nilai

signifkansi, yaitu :

H1 diterima dan H1 ditolak, jika signifikansi F> 0,05

Ho ditolak dan H1 diterima, jika signifikansi F< 0,05

Sedangkan Hipotesis penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

Ho : Faktor internal (Debt To Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Return

On Assets (ROA), Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaaan dan Presentase Saham

Ditawarkan) secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap tingkat

underpricing.

H1 : Faktor internal (Debt To Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Return

On Assets (ROA), Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaaan dan Presentase Saham

Ditawarkan)) secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat underpricing.

Pada proses selanjutnya, Setelah mengetahui nilai regresi F-test yang

diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,005 lebih kecil dari syarat signfikansi sebesar

Page 155: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

131

0,05 dan hasil perhitungan uji F diketahui F-hitung sebesar 4,096. Langkah

selanjutnya yaitu menentukan F tabel dengan cara :

F tabel = α; df = (n-k),(k-1)

= 5%; df = (32-9),(9-1)

=0,05; df(23,8) = 2,37

Sehingga didapatkan F hitung > F tabel atau sama dengan 4,096 > 2,37. Jika

Nilai Signifikansi lebih kecil dari 0,05 atau nilai F-Hitung lebih besar dari F tabel.

Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam

penelitian memiliki pengaruh secara bersama sama terhadap variabel dependen.

Ho ditolak dan H1 diterima yaitu Faktor internal (Debt To Equity Ratio

(DER), Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan,

Ukuran Perusahaaan dan Presentase Saham Ditawarkan)) secara bersama-sama

berpengaruh terhadap tingkat underpricing.

Pembahasan :

Faktor internal yang mempengaruhi perubahan harga saham dari harga

penawaran umum perdana dipasar primer menjadi lebih tinggi pada saat

perdagangan dipasar sekunder di Bursa Efek Indonesia atau mengalami

underpricing, menurut aturan BEI, bersumber dari 2 (dua) bagian yang dapat dilihat

dan diakses langsung oleh investor melalui publikasi dan keterbukaan informasi

yang dilakukan oleh perusahaan emiten yang akan mencatatkan diri di pasar modal

indonesia. 2 (dua) hal tersebut, adalah laporan keuangan periode tahun sebelum IPO

dan Prospektus yang berisi informasi atau dokumen penting dalam proses

penawaran umum, baik saham maupun obligasi. Dalam prospektus saham atau

lebih tepatnya prospektus perusahaan terdapat banyak informasi yang berhubungan

dengan keadaan perusahaan yang melakukan penawaran umum, informasi yang

tersebar luas di masyarakat terkait kondisi perusahaan yang diinformasikan secara

tidak langsung melalui berbagai media. Dengan adanya laporan keuangan

perusahaan dan prospektus saham, investor mendapatkan seluruh informasi

penting dan relevan sehubungan kegiatan penawaran tersebut sehingga investor

dapat mengambil keputusan investasi secara tepat.

Page 156: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

132

Kinerja keuangan merupakan gambaran kondisi keuangan perusahaan pada

periode tertentu, khususnya periode sebelum perusahaan tercatat di bursa efek

indonesia yang melibatkan aspek pendanaan serta diukur dengan indikator

kecukupan modal, likuiditas dan profitabilitas. Informasi kinerja keuangan,

tercermin didalam laporan keuangan yang menjadi dasar bagi investor untuk

menilai kondisi perusahaan. Kondisi perusahaan yang tercipta memberikan

gambaran bagi investor bagaimana manajemen perusahaan dalam pengambilan

keputusan jangka pendek maupun jangka panjang terkait masa depan perusahaan.

Evaluasi kinerja keuangan melalui laporan keuangan dapat dilakukan

menggunakan rasio keuangan. Rasio keuangan merupakan alat analisis yang paling

sering digunakan untuk menilai laporan keuangan. Rasio keuangan

menghubungkan berbagai perkiraan yang terdapat didalam laporan keuangan dan

hasil suatu operasi perusahaan dapat diinterpretasikan.

Kinerja Keuangan sebagai tolak ukur dalam penelitian ini mengunakan 3

Rasio Keuangan yaitu Debt to Equity, Earning Per Share dan Return On Assets.

Menurut Kasmir (2013:151), debt to equity ratio (DER) merupakan rasio yang

digunakan untuk menilai hutang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara

membandingkan antara seluruh hutang, termasuk hutang jangka panjang dan

pendek dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana

yang disediakan peminjam dengan pemilik perusahaan. Rasio ini berfungsi untuk

mengetahui setiap modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan hutang. Menurut

Kasmir (2013:151), Earning per Share adalah kemampuan perusahaan untuk

mendistribusikan pendapatan yang diperoleh kepada pemegang sahamnya.

Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan

kepada pemegang sahamnya, mencerminkan semakin besar keberhasilaan usaha

yang dilakukannya. Menurut Kasmir (2013:196), Return On Assets (ROA)

Merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam

menghasilkan keuntungan dengan jumlah seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan.

Semain tinggi rasio ROA berarti semakin baik perusahaan.

Jika dihubungkan dengan Penjelasan atas kinerja saham yang dinilai untuk

pengambilan keputusan investasi. Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan

bahwa Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS) dan Return On Assets

Page 157: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

133

(ROA) dalam sektor penelitian memiliki hubungan berkaitan sebagai salah satu

rasio keuangan dapat menjadi tolak ukur kinerja keuangan diantaranya mengukur

Bagaimana aset perusahaan dimaksimalkan untuk meningkatkan pendapatan

perusahaan, jika pendapatan meningkat maka akan berdampak pada laba yang akan

di bagikan pada pemegang saham (EPS), namun nilai laba juga harus kembali

diperhitungkan karena kemingkinan perusahaan harus membayar hutang atas

kewajiban pinjaman yang dibuat. Hutang yang tidak dibayar akan berdampak pada

berkurangnya aset maupun ekuitas yang dimiliki karena dijadikan sebagai jaminan.

DER yang tinggi menandakan bahwa kebutuhan ekuitas sebagian besar dipenuhi

dari hutang. Sehingga perputaran ROA akan terganggung dan Nilai EPS juga

semakin kecil.

Didalam sektor penelitian jika diamati, kondisi ROA rata-rata lebih dari satu

atau pendapatan lebih tinggi dari ekuitas yang dimiliki. Hal ini terjadi pada 25

perusahan dalam laporan keuangan yang dipublikasikan sebelum IPO. Artinya,

Return On Assets merupakan salah satu komponen dari kinerja akuntansi yang

dapat mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva yang

digunakan. Robert Ang (1997) pada Safitri (2013), menyatakan bahwa semakin

besar ROA, maka semakin baik karena tingkat keuntungan yang dihasilkan

perusahaan dari pengelolaan asetnya semaikin besar, dengan pengeloaan aset yang

semakin efisien maka tingkat kepercayaan investor terhadap perusahaan akan

meningkat yang nantinya akan meningkatkan harga saham. Pernyataan tersebut

didukung penelitian yang telah dilakukan Abigael dan Ika (2008) dan Zuliarani

(2012) yang menyatakan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap harga saham.

Jika diamati dari segi DER, rata-rata hutang untuk 17 perusahaan berada di bawah

1x dari total ekuitas. DER dengan angka dibawah 1.00, mengindakasikan bahwa

perusahaan memiliki hutang yang lebih kecil dari ekuitas yang dimilikinya. Tetapi

sebagai investor kita juga harus jeli dalam melihat DER ini, sebab jika total

hutangnya lebih besar dari pada ekuitas, maka kita harus lihat lebih lanjut apakah

hutang lancar atau hutang jangka panjang yang lebih besar :

Jika jumlah hutang lancar lebih besar dari pada hutang jangka

panjang, hal ini masih bisa kita terima, karena besarnya hutang

Page 158: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

134

lancar sering disebabkan oleh hutang operasi yang bersifat jangka

pendek.

Jika hutang jangka panjang yang lebih besar, maka dikuatirkan

perusahaan akan mengalami gangguan likuiditas dimasa yang akan

datang. Selain itu laba perusahaan juga semakin tertekan akibat

harus membiayai bunga pinjaman tersebut.

Beberapa perusahaan yang memiliki DER lebih dari satu, hal ini

sangat menganggu pertumbuhan kinerja perusahaanya juga

menganggu pertumbuhan harga sahamnya. Karena itu sebagian

besar para investor menghindari perusahaan yang memiliki angka

DER lebih dari 2.

Selain itu, Rasio yang terakhir digunakan adalah EPS, sebanyak 30

perusahaan mencatatkan laba dibagi jumlah saham yang beredar pada nilai positif.

EPS mencermin kondisi keuangan perusahaan, Jika nilai EPS dimunculkan ke arah

positif berarti kondisi keuangan perusahaan baik dan mapan (harahap,2007).

Dalam analisis laporan keuangan perusahaan untuk berinvestasi saham,

pihak investor akan melihat Rasio-rasio yang tersedia sebagai langkah awal dalam

melihat kinerja perusahaan. Semakin baik rasio rasio perusahaan semakin tinggi

pandangan investor terhadap perusahaan tersebut. Hal ini akan memberikan

dampak positif bagi pasar dimana minat beli terhadap saham perusahaan juga akan

mengalami peningkatan.

Begitupula sebaliknya semakin turun perubahan rasio-rasio perusahaan,

maka pandangan investor akan kurang baik. Dengan demikian, pihak perusahaan

akan berusaha mempertahankan kenaikan rasio-rasio yang diperoleh agar

memperoleh pandangan baik investor terhadap perusahaan. Pandangan baik

investor akan memberikan dampak positif terhadap perusahaan, salah satunya

keikutsertaan dalam menanamkan modalnya dalam membeli saham perusahaan.

Hal ini berpengaruh terhadap jumlah permintaan akan saham perusahaan meningkat

dimana kenaikan permintaan akan menimbulkan kenaikan pula terhadap harga

saham di pasar bursa itu sendiri.

Sesuai uraian tersebut, peneliti beranggapan bahwa dengan

menggunakan ketiga variabel tersebut para investor akan dapat menilai kinerja

Page 159: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

135

perusahaan guna memperkirakan return (pengembalian/ laba) atas investasi yang

ditanamkannya berdasarkan harga pasar sahamnya. Selain itu perusahaan dapat

mengetahui seberapa besar kinerja yang telah dihasilkan, sehingga tujuan untuk

memakmurkan pemegang saham dapat tercapai. Rasio-rasio keuangan dalam

laporan keuangan secara bersama sama berpengaruh dalam menentukan

pengambilan keuputusan investasi oleh investor yang menyebabkan underpricing.

Selain dilihat dari aspek Laporan Keuangan. Perusahaan juga diwajibkan

mempublikasikan Prospektus IPO perusahaan. Prospektus digunakan sebagai alat

ukur bagi investor untuk mengetahui gambaran operasi perusahaan, rencana terkait

kebijakan jangka pendek maupun jangka panjang terkait perkembangan

perusahaan. .Setiap perusahan yang melakukan pebawaran umum, memiliki

berbagai alasan dan tujuan daam upaya memperoleh dana dan mewujudkan tujuan

yang ingin dicapai perusahaann. Dari data yang dikelola peneliti, terkait tujuan dari

IPO yang dicantumkan didalam laporan Prospektus. Memperoleh beberapa

gambaran persebaran presentase tujuan emiten melakukan penawaran umum,

diperoleh bahwa dari 32 perusahaan memiliki tujuan IPO dengan Pengelompokkan

sebagai berikut :

Gambar 4.6 Penggunaan dana IPO menurut Prospektus sampel penelitian

Sumber : Pengolahan Data, 2019

Modal kerja mendominasi isi didalam rencana prospektus atau 32

perusahaan yang melakukan IPO dalam penawaran umumnya mencantumkan

rencana penggunaan dana IPO yang diperoleh sebagai Modal kerja usaha.

Walaupun masing masing memiliki presentase yang rendah berkisar antara 5%

sampai dengan 15%, selanjutnya investasi, sebanyak 22 perusahaan mencantumkan

Investasi37%

Akuisisi10%

Modal Kerja45%

Hutang8%

Page 160: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

136

instrumen rencana investasi dalam penawaran umum perdana. pada sub-sektor

transportasi, pembelian alat dan kendaraan mendominasi antara 50% sampai

dengan 80% nilai IPO, disusul sub-sektor bangunan non kontruksi yang berencana

membangun menara maupun PLTMH dengan presentase berkisar antara 70 smapai

dengan 90%. Kemudian rencana akuisisi, terdapat 7 perusahaan yang akan

melakukan akuisisi baik membeli perusahaan baru, mamupun menambah jumlah

kepemilikan. Rencana penggunaan ini, mendominasi antara 20 sampai dengan

80%. Sedangkan yang terakhir adalah pelunasan atas hutang usaha, sebanyak 6

perusahaan dengan rata-rata penggunaan dana antara 20 sampai dengan 52%.

Menurut Warsidi (2002) Salah satu keputusan yang dibuat oleh investor dan

calon investor adalah berkaitan dengan pembelian dan penjualan saham, sedangkan

hasil keputusannya terlihat dari adanya perubahan harga saham. Tujuan investor

membeli atau menjual saham antara lain untuk mendapatkan capital gain atau

deviden. Capital gain merupakan selisih lebih harga jual saham dari harga belinya,

sedangkan deviden merupakan keuntungan emiten yang dibagikan kepada

pemegang saham. Berkaitan dengan deviden, emiten akan dapat membagikan

deviden apabila memiliki kinerja keuangan dan nilai buku ekuitas yang baik.

Informasi tentang kinerja keuangan dan nilai buku ekuitas dapat diketahui dari

publikasi laporan keuangan yang berupa laporan posisi keuangan dan laporan laba

rugi. Oleh karena itu investor akan membuat keputusan berkaitan dengan jual beli

saham (harga saham) setelah melihat laporan keuangan perusahaan penerbit saham

(emiten). Dengan kata lain terdapat hubungan (pengaruh) antara publikasi laporan

keuangan dengan harga saham.

Dalam prospektus, perusahaan wajib mencantumkan rencana penggunaan

dana hasil dari penawaran umum perdana. Menurut kebijakan Bapepam prospektus

mengacu segala macam informasi sehubung dengan pencatatan umum saham

dengan tujuan agar menarik investor melakukan pembelian efek. Kebijakan ini

secara rinci mencakup :

1) Riwayat singkat tentang perusahaan terdapat pada bagian dalam

prospektus saham, yaitu pada bagian Keterangan Tentang Perseroan dan

Anak Perusahaan. Bagian juga perlu diketahui oleh calon investor,

karena bagian ini memberikan keterangan tentang riwayat singkat

Page 161: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

137

pendirian perusahaan, sehingga calon investor dapat mengetahui sudah

berapa lama perusahaan tersebut didirikan dan beroperasi.

2) Nilai nominal saham dan harga penawaran, Nilai nominal adalah nilai

yang tertera pada surat saham yang akan dicantumkan pada setiap saham

yang yang diterbitkan oleh perusahaan. Harga saham yang akan

ditawarkan kepada masyarakat bisa berbeda dengan nilai nominal

saham. Harga setiap saham yang ditawarkan kepada masyarakat disebut

dengan harga penawaran. Informasi tentang nilai nominal dan harga

penawaran untuk setiap saham terdapat pada bagian tengah dari halaman

muka prospektus saham bersama-sama dengan jumlah saham yang

ditawarkan.

3) Bidang usaha, Informasi tentang bidang usaha biasanya tercantum pada

bagian tengah dari halaman muka prospektus perusahaan. Riwayat

singkat perusahaan.

4) Tujuan go public (rencana pengunaan dana anad anuggnep anacneR ,)

utaus malad nakijasid mumu narawanep lisah irad helorepid gnay

,iridnesret naigab bagian ini sangat penting untuk diketahui calon

investor. Rencana penggunaan dana yang diperoleh dari penawaran

umum diberikan secara presentasi dari kegiatan-kegiatan yang akan

dilakukan.

5) Kegiatan dan prospek usaha, Pada dasarnya dalam berbisnis saham,

seorang investor yang membeli saham, adalah membeli prospek usaha

dari perusahaan tersebut. Karena itu kegiatan dan prospek usaha dari

perusahaan termasuk anak perusahaannya perlu diketahui oleh calon

investor. Kegiatan dan prospek usaha dari perusahaan disajikan dalam

suatu bab tersendiri dalam propektus perusahaan, yang biasanya

meliputi aspek-aspek produksi, penjualan, pemasaran dan distribusi dari

produk/jasa yang dihasilkan, prospek usaha, kompetisi dan strategi

usaha serta penelitian dan pengembangan.

6) Resiko usaha, Setiap investasi tidak dapat terlepas dari resiko yang

mungkin dihadapi. Untuk itu calon investor haruslah mengetahui

kemungkinan resiko yang dihadapi oleh perusahaan.

Page 162: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

138

7) Kebijakan dividen perusahaan, Bagian dari propektus saham ini

memberikan informasi tentang kebijakan dividen perusahaan yang

direncanakan oleh perusahaan, yang diberikan dalam bentuk rentang

jumlah persentase dividen tunai yang direncanakan yang dikaitkan

dengan jumlah laba bersih.

8) Agen-agen penjual, Agen penjual merupakan perusahaan-perusahaan

Efek yang ditunjuk oleh penjamin emisi untuk bertindak selaku agen

penjual dalam rangka memasarkan saham-saham yang ditawarkan pada

penawaran umum. Investor yang akan melakukan pemesanan saham

harus menghubungi agen-agen penjual tersebut, yang daftarnya

tercantum pada bagian akhir prospektus.

Dari Penelitian, terdapat 6 variabel dari faktor internal yang diteliti untuk

memnggambarkan hubungan faktor internal secara simultan terhadap underpricing.

Dari 32 perusahaan tercatat, diketahui semua mempublikasikan laporan keuangan

periode sebelum penawaran umum perdana dan prospektus IPO. dari laporan

tersebut, diperoleh beberapa informasi yang dapat memberikan data bagaimana

masing masing bersama sama memberikan pengaruh terhadap underpricing.

Kekuatan pengaruh antar variabel ini, dibuktikan lebih lanjut dengan uji secara

parsial. Jika dilihat dari segi laporan keuangan dan prospektus IPO, untuk variabel

penelitian yang digunakan. tiga variabel mengukur kinerja keuangan melalui

perhitungan rasio keuangan dan tiga variabel yang digunakan merupakan nilai yang

terukur didalam prospektus IPO Perusahaan. Pengrahuh variabel yang diambil dari

faktor internal, secara Adjusted R Square, mengambarkan pengaruh variasi

underpricing yang dapat dijelaskan oleh faktor internal yang ebrsumber dari

laporan keuangan dan prospektus dalam hal ini, Debt To Equity Ratio (DER),

Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan (AGE),

Ukuran Perusahaaan (SIZE) dan Presentase Saham Ditawarkan (PSD) sebesar

37,5%. Sedangkan sisanya sebesar 62,5% dijelaskan oleh variabel lain di dalam

faktor internal yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Variabel lain dalam hal ini

bisa berupa rasio-rasio lain didalam laporan keuangan dan informasi informasi lain

didalam prospektus perusahaan.

Page 163: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

139

3. Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Koefisien determinasi (adjusted R2) digunakan untuk mengukur seberapa

kesesuaian persamaan regresi linier berganda didalam penelitian, yang menjelaskan

hubungan pengaruh antara variabel independen (Debt To Equity Ratio (DER),

Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan, Ukuran

Perusahaaan dan Presentase Saham Ditawarkan) terhadap variabel dependen

(underpricing). Secara spesifik menurut Ghozali (2009), koefisien determinasi

(adjusted R2) mengukur seberapa jauh model menerangkan variasi dalam variabel

dependen.

Tabel 4.21 Hasil Pengujian R Square Hipotesis Pertama

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 ,704a ,496 ,375 ,2127918

Sumber : Penulis, 2019

Hasil Uji Koefieisn determinasi pada tabel 4.21, menunjukan nilai Adjusted

R Square sebesar 0,375. Sehingga dapat diketahui bahwa variasi underpricing yang

dapat dijelaskan oleh faktor internal dalam hal ini, Debt To Equity Ratio (DER),

Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan (AGE),

Ukuran Perusahaaan (SIZE) dan Presentase Saham Ditawarkan (PSD) sebesar

37,5%. Sedangkan sisanya sebesar 62,5% dijelaskan oleh variabel lain di dalam

faktor internal yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Faktor Insternal lain yang

diduga memiliki pengaruh berdasarkan penelitian yaitu Pengaruh Underwrriter,

Kantor Akuntan Publik, dan faktor lainnya yang diduga menjadi penyebab

underpricing.

4.7 Hasil dan Analisa Pembahasan Pengaruh Faktor Internal Terhadap

Kinerja Saham

1. Pengujian secara Parsial (Uji t)

Pengujian hipotesis secara parsial dapat dilakukan setelah melakukan

analisis statistik data. Analisis statistik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

analsisi regresi linier berganda. Pengujian secara parsial dilakukan untuk

mengetahui apakah masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel

dependen secara signifikan. Cara melakukan uji t adalah dengan membandingkan t

Page 164: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

140

hitung dengan t pada tabel pada derajat kepercayaan 95% atau signifikansi sebesar

5% (0,05). pengujian tersebut, adalah menguji hubungan antara variabel

independen yang didalamnya terdiri dari Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per

Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan (AGE), Ukuran

Perusahaan (SIZE), Presentase Saham Ditawarkan (PSD) terhadap variabel

dependen Kinerja saham yang diukur dengan abnormal return. Cara ini dapat

dilakukan untuk mengetahui apakah masing- masing variabel yang digunakan

dalam penelitian mampu menggambarkan variabel dependen adalah dengan

melihat t hitung dan nilai signifikansi masing-masing variabel independen. Untuk

mengetahui nilai t-tabel dapat dilakukan perhitungaan sebagai berikut:

t tabel = ; df = n-k-1

= 5%; df = (32-8)

= 0,005’ df(22) = 1,717

Keputusan yang akan diambil mengacu pada ketentuan sebagai berikut :

1. Apabila tingkat signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak dan

sebaliknya H1 diterima.

2. Apabila tingkat signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan

sebaliknya H1 ditolak.

Tabel 4.22 Hasil Pengujian Uji t Hipotesis Kedua

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 3,801 1,532 2,481 ,020

DER ,137 ,061 ,429 2,259 ,033

EPS ,000 ,001 -,062 -,243 ,810

ROA -,001 ,008 -,039 -,160 ,874

AGE ,044 ,150 ,055 ,292 ,773

SIZE ,247 ,095 ,625 -2,589 ,016

PSD -1,677 1,315 -,307 -1,276 ,214

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan tabel 4.22, hasil perhitungan menunjukan bahwa tidak semua variabel

independen didalam faktor internal memiliki nilai signifikansi dibawah 0,05,

sehingga pengaruh masing masing variabel Debt to Equity Ratio (DER), Earning

Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan (AGE), Ukuran

Perusahaan (SIZE), Presentase Saham Ditawarkan (PSD) terhadap variabel

dependen kinerja saham dijelaskan sebagai berikut :

Page 165: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

141

a. Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Kinerja Saham

Hoa : Debt To Equity Ratio (DER) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap

tingkat Kinerja saham.

H1a : Debt To Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh Positif terhadap ingkat

Kinerja saham.

Berdasarkan tabel 4.22 hasil pengujian uji t hipotesis Kedua, diperoleh nilai

koefisien regresi variabel Debt to equity ratio yaitu 0,137 dan t hitung sebesar 2,259.

t hitung lebih besar dari nilai t tabel 1,717 atau t hitung 2,259 > t tabel 1,717.

Adapun tingkat signifikansi sebesar 0,033, nilai tersebut lebih kecil dari pada nilai

syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1a terima dan

H0a ditolak, dengan demikian variabel Debt to Equity ratio (DER) berpengaruh

Positif secara signifikan terhadap tingkat Kinerja Saham.

Pembahasan :

DER merupakan bagian dari Financial leverage, Dalam hal ini

menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang dengan equity yang

dimilikinya. Tingginya financial leverage menunjukkan risiko finansial atau risiko

kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi, dan

sebaliknya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti menggunakan

modal sendiri 100 %. Debt To Equity Ratio berfungsi untuk memperlihatkan

proporsi antara kewajiban yang dimiliki dengan seluruh modal yang dimiliki

perusahaan. Dengan kata lain dapat mengetahui berapa besar modal untuk

membiayai hutang. Semakin tinggi nilai rasio debt to equity ratio, berarti semakin

tinggi penggunaan hutang oleh perusahaan yang berarti pula risiko perusahaan.

Dengan proporsi hutang yang semakin besar, akan menimbulkan risiko yang besar

dan para investor akan menetapkan expected return lebih besar lagi terhadap setiap

rupiah yang ditanam di perusahaan tersebut (premium financial risk). Sehingga

pada akhirnya nilai perusahaan akan cenderung turun. Menurut Ina Listtiorini

(2008), penggunaan utang itu sendiri bagi perusahan mempunyai tiga dimensi, yaitu

(1) pemberi kredit akan menitikberatkan pada besarnya jaminan atas kredit yang

diberikan, (2) dengan menggunakan utang maka apabila perusahaan mendapatkan

keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya maka pemilik perusahaan

Page 166: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

142

keuntungannya akan meningkat, (3) dengan menggunakan utang maka pemilik

memperoleh dana dan tidak kehilangan pengendalian atas perusahaan. Eckbo dan

Norli (2004) menyimpulkan adanya respon return saham terhadap faktor yang

berhubungan dengan leverage. Li et al. (2005) menemukan bahwa risiko delisting

perusahaan berhubungan positif dengan financial leverage dan berhubungan

negative dengan biaya riset dan pengembangan serta gross margin perusahaan.

Dalam kondisi pasar yang bagus, penambahan hutang memang akan

meningkatkan keuntungan perusahaan. Namun apabila kondisi pasar buruk seperti

kondisi krisis ekonomi dan moneter, hanya akan membuat pemanfaatan hutang

berakibat pada menurunnya profitabilitas perusahaan. Hal ini dikarenakan return

yang diperoleh lebih kecil daripada biaya yang harus dikeluarkan untuk mendanai

bunga hutang (Norli, 2004). Financial leverage yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Debt to Equity Ratio (DER). Setiap sumber dana selalu mempunyai biaya

masing-masing yang biasa disebut cost of fund. Pada saat akan digunakan, dana dari

luar perusahaan dalam bentuk hutang biasanya akan timbul biaya-biaya (cost of

debt) yang harus ditanggung sebesar biaya bunga. Sementara jika dari modal sendiri

(equity) akan timbul biaya yang merupakan opportunity cost dari modal tersebut.

Mengingat begitu bervariasinya biaya dari luar maupun dari dalam perusahaan,

maka perlu dipertimbangkan sumber pembiayaan dalam investasi. DER yang

semakin besar akan mengakibatkan risiko financial perusahaan semakin tinggi.

Dengan penggunaan hutang yang semakin besar akan mengakibatkan semakin

tinggi risiko untuk tidak mampu membayar hutang. Investor biasanya menghidari

risiko, maka semakin tinggi DER akan mengakibatkan saham perusahaan tersebut

dihindari investor, sehingga harga saham semakin rendah. Dengan kata lain dapat

dikatakan bahwa hubungan DER dengan beta saham adalah positif, artinya semakin

tinggi DER akan mengakibatkan semakin tinggi risiko pasar dan sebaliknya hal

tingkat DER yang rendah akan mengakibatkan risiko sahamnya rendah.

Meningkatnya Debt to Equity Ratio (DER) berarti akan meningkatkan resiko

berinvestasi, dengan demikian investor merespon Positif terhadap kinerja

perusahaan. Rendahnya kinerja perusahaan berakibat harga saham semakin

menurun. Pada proses underpricing penetapan harga di bawah harga IPO akan

memberikan peluang bagi nilai perusahaan untuk tumbuh. Underpricing pada

Page 167: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

143

perusahaan, memberikan signal positif harapan bagi investor untuk pertumbuhan

kinerja perusahaannya secara abnormal return. Sehingga Debt to Equity (DER)

secara teori berdampak positif terhadap kinerja saham.

Hasil Perhitungan secara abnormal return pada kinerja saham perusahaan

IPO, berbanding lurus dengan teori tersebut. Secara jangka pendek pengambilan

keputusan pada sampel penelitian melalui DER, menjadi dipertimbangkan pada

hari pertama dipasarkan di pasar sekunder. Arah pengaruh atas kinerja saham

bergerak ke arah positif. Yang artinya apabila terdapat peningkatan nilai DER maka

ikut serta mendorong nilai Kinerja Sahamnya secara abnormal return. Abnormal

return mengambarkan perbandingan atas harapan dan ekspektasi dari proses

investasi yang dilakukan. Dari hasil menunjukan bahwa kinerja saham yang di

pengaruhi variabel hutang dibagi ekuitas memiliki peluang secara signifikan dalam

menumbuhkan ekspektasi atas harapan investor.

Perusahaan yang memiliki nilai DER lebih dari rasio 1 kali, terdapat

sebanyak 13 Perusahaan, pada laporan keuangan yang dipublikasikan sebelum IPO,

komposisi hutang terdiri atas hutang jangka pendek, dan 8 perusahaan didominasi

hutang jangka panjang. Pada umumnya penggunakan hutang berfokus pada

pembelian alat produksi dan kendaraan operasional. Pada sebagai perusahaan,

membiaya ekpansi bisnis, armada, lahan dan gedung melalui pembiayaan sewa

pihak ke tiga. Diantaranya emiten dengan kode DEAL, ASSA, CANI, dan TOWR.

Beberapa faktor tersebut menjadi pendorong Debt To Equity Ratio sebagai

tolak ukur pengambilan keputusan investasi yang dilakukan investor dari segi

kinerja saham setelah 30 hari pasca IPO pada perusahaan sampel penelitian. Dari

sisi investor, Menurut Rock (1992), asimetris informasi menjadi salah satu dasar

terjadinya underpricing. Investor yang memiliki informasi lebih banyak akan

membeli pada saat penawaran perdana dengan porsi yang lebih besar. kondisi harga

saham yang berada di bawah nilai book value akan dianggap lebih murah, sehingga

investor dengan dana yang lebih sedikit maupun investor yang tertarik dan tidak

memperoleh saham perdana akan menunggu di pasar sekunder. Proporsi yang besar

tersebut menjadikan saham IPO tidak liquid yang artinya secara perdagangan pada

penawaran dan permintaan di pasar sekunder tidak seimbang dimana investor yang

membeli di awal akan menyimpan kepemilikkannya dengan harapan pertambahan

Page 168: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

144

nilai yang lebih tinggi dan investor yang berminat akan menawarkan harga lebih

tinggi agar mendapatkan saham tersebutdari teori tersebut, keputusan investasi

yang dilakukan investor terhadap perusahaan IPO menjadikan Debt to equity ratio

(DER) sebagai acuan pada sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi tahun 2010-

2018.

b. Pengaruh Earning Per Share (EPS) terhadap Kinerja Saham

Hob : Earning Per Share (EPS) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat

Kinerja Saham.

H1b : Earning Per Share (EPS) memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat

Kinerja Saham.

Berdasarkan tabel 4.22 hasil pengujian uji t hipotesis Kedua, diperoleh nilai

koefisien regresi variabel Earning Per Share yaitu 0,000 dan t hitung sebesar -

0,243. t hitung lebih kecil dari nilai t tabel 1,717 atau t hitung 0,243 < t tabel 1,717.

Adapun tingkat signifikansi sebesar 0,810, nilai tersebut lebih besar dair pada nilai

syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1b ditolak dan

H0b diterima, dengan demikian variabel Earning Per Share (EPS) tidak

berpengaruh Positif secara signifikan terhadap tingkat Kinerja Saham.

Pembahasan :

Berdasarkan hasil penelitian 4.22 diketahui bahwa nilai uji t variabel

Earning Per Share (EPS) mempunyai tingkat signifikansi 0,810. Nilai signifikansi

ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Earning Per Share

(EPS) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja saham. Dengan

demikian hipotesis pada penelitian ini tidak terbukti, karena H1b ditolak dan H0b

diterima. Hasil tersebut memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan

Dwi Maria (2013) mengenai Earning Per Share (EPS) tidak berpengaruh signifikan

secara parsial terhadap Underpricing.

Earning Per Share menurut Brigham dan Houston (2010) yang

diterjemahkan Ali Akbar Yulianto, “Earning Per Share (EPS) adalah pendapatan

bersih yang tersedia dibagi jumlah lembar saham yang beredar.”. EPS yang tidak

berpengaruh terhadap abnormal return disebabkan oleh besarnya Earning Per

Share (EPS) didasarkan pada besarnya laporan laba/rugi dimana manajemen

Page 169: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

145

memiliki kebijakan terhadap pengakuan akrual dalam laba yang tercermin dari

pengakuan pendapatan dan bebannya. Dalam laporan laba/rugi pendapatan dan

beban selalu dicatat meskipun sebenarnya pada laporan laba/rugi tersebut tidak ada

kas masuk atau kas keluar, misalnya biaya depresiasi. Adanya pengakuan

pendapatan dan beban secara akrual tersebut mengindikasikan bahwa informasi

laba kurang mencerminkan pendapatan tunai atau beban tunai yang diperoleh atau

digunakan dalam kegiatan perusahaan. Hal ini digunakan sebagai sinyal bahwa

besarnya laba/rugi tidak dapat mencerminkan seberapa besar kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan sumber dana secara tunai yang nantinya

berpengaruh terhadap besanya return saham yang akan diterima oleh investor.

Selain itu, Perbedaan Bentuk data dari variabel EPS yang bersifat Tahunan dengan

Variabel Abnormal Return yang diukur 30 hari setelah IPO, diduga oleh penulis

menjadi penyebab tidak berpengaruhnya variabel Earning Per Share terhadap

Abnormal Return.

c. Pengaruh Return On Assets (ROA) terhadap Kinerja Saham

Hoc : Return On Assets (ROA) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap

Kinerja Saham.

H1c : Return On Assets (ROA) memiliki pengaruh Positif terhadap Kinerja

Saham.

Berdasarkan tabel 4.22 hasil pengujian uji t hipotesis Kedua, diperoleh nilai

koefisien regresi variabel Return On Assets yaitu -0,001 dan t hitung sebesar -0,160.

t hitung lebih kecil dari nilai t tabel 1,717 atau t hitung 0,160 < t tabel 1,717.

Adapaun tingkat signifikansi sebesar 0,874, nilai tersebut lebih besar dari pada nilai

syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1c ditolak dan

H0c diterima,dengan demikian variabel Return On Assets (ROA) tidak berpengaruh

Positif secara signifikan terhadap tingkat Kinerja Saham.

Pembahasan :

Pengertian Return On Assets menurut Kasmir (2014:201) yaitu “return on

total assets merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva

yang digunakan dalam perusahaan”. Menurut Brigham dan Houston (2010:148)

mengatakan bahwa ROA adalah “rasio laba bersih terhadap total aset mengukur

pengembalian atas total aset”. Menurut Fahmi (2012:98) pengertian Return On

Page 170: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

146

Assets yaitu: Return On Assets sering juga disebut sebagai return on investment,

karena ROA ini melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu

memberikan pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan dan

investasi tersebut sebenarnya sama dengan aset perusahaan yang ditanamkan atau

ditempatkan. Return on assets yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mampu

memperoleh laba dan mengendalikan seluruh biaya-biaya operasional dan

nonoperasional. Tingkat return on assets yang tinggi dari perusahaan

mencerminkan perusahaan tersebut dalam kondisi yang baik sehingga dapat

menaikan nilai atau saham dari perusahaan tersebut di mata investor.

Namun kenyataan, nilai ROA yang tinggi memang akan mendukung tinggi

nilai laba yang yang akan dibagikan kepada pemegang saham atau EPS. Tetapi pada

perusahaan terbuka, investor harus menunggu adanya RUPS ataupun keterbukaan

informasi di BEI terkait keputusan yang diambil apakah perusahaan membagikan

deviden atau tidak, apalagi perusahaan tersebut merupakan perusahaan IPO yang

cenderung sedang dalam masa proses penghimpunan dana untuk membiayai

kepentingan perusahaan. Secara abnormal return, menurut Jogiyanto (2011)

Informasi maupun peristiwa baru yang berkaitan dengan nilai perusahaan akan

mendorong pengambilan keputusan Investasi. Data Return On Assets tercermin

didalam laporan keuangan, selama periode 30 hari setelah IPO, jika tidak ada

keterbukaan informasi terkait nilai ROA karena berdasarkan kebijakan BEI

perusahaan wajib mempublikan Laporan Keuangan triwulan, semesteran dan

tahunan sehingga tidak adanya peristiwa maupun perubahan yang berhubungan

dengan ROA menjadikan investor tidak menggunakan ROA dalam pengambilan

keputusan investasi yang memberikan dorongan aksi beli, jual maupun hold atas

saham perusahaan sektor penelitian. Selain itu, kondisi data yang tidak berimbang

antara variabel ROA yang bersumber dari laporan keuangan tahunan dan abnormal

return yang diambil penulis dari informasi 30 hari setelah IPO. Diduga sebagai

dasar tidak ada hubungan pengaruh antara Return On Assets dengan abnormal

return.

Page 171: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

147

d. Pengaruh Umur Perusahaan (AGE) terhadap Kinerja Saham

Hod : Umur Perusahaan (AGE) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap

Kinerja Saham.

H1d : Umur Perusahaan (AGE) memiliki pengaruh Positif terhadap Kinerja

Saham.

Berdasarkan tabel 4.22 hasil pengujian uji t hipotesis Kedua, diperoleh nilai

koefisien regresi variabel Umur Perusahaan yaitu 0,044 dan t hitung sebesar 0,292.

t hitung lebih kecil dari nilai t tabel 1,717 atau t hitung 0,292 < t tabel 1,717. Adapun

tingkat signifikansi sebesar 0,773, nilai tersebut lebih besar dari pada nilai syarat

signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1 ditolak dan H0

diterima,dengan demikian variabel Umur Perusahaan tidak berpengaruh Positif

secara signifikan terhadap tingkat Kinerja Saham.

Pembahasan :

Umur perusahaan menggambarkan seberapa lama perusahaan tersebut

beroperasi, artinya menggambarkan kemampuan perusahaan dalam bertahan hidup.

Menurut Daily et al (2003), perusahaan yang kurang berpengalaman (perusahaan

baru) akan memiliki lebih sedikit data keuangan tahunan yang dipublikasikan dan

kecil kemungkinannya telah dinilai oleh analis keuangan. Hal ini mengakibatkan

tingkat risiko pada perusahaan baru akan lebih besar. Semakin lamanya umur

perusahaan, maka semakin banyaknya informasi yang diserap oleh masyarakat.

Pada kenyataanya, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi

perusahaan lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru.

Dengan adanya pulikasi yang luas akan mempermudah investor dalam memperoleh

informasi. Investor dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk mengurangi

adanya asimetri informasi sehingga memperkecil ketidakpastian yang ada di pasar,

yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat Underpricing.

Dari data penelitian juga peroleh beberapa informasi terkait umur

perusahaan, dari 32 perusahaan diketahui bahwa rata rata seluruh perusahan

tersebut memiliki usia diatas 10 tahun atau sebanyak 24 perusahaan berada di atas

umur sepuluh tahun baru melakukan IPO. Trisnawati (1998) dalam teorinya

mengemukakan bahwa semakin lama perusahaan berdiri maka masyarakat luas

Page 172: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

148

akan lebih mengenalnya dan investor secara khusus akan lebih percaya terhadap

perusahaan yang sudah terkenal dan lama berdiri dibandingkan dengan perusahaan

yang baru berdiri. Namun, kenal dan tidaknya masyarakat terhadap perusahaan juga

disebabkan oleh publikasi informasi yang dilakukan perusahaan. Kenyataannya

walaupun dominasi oleh perusahaan yang sudah lebih dari 10 tahun berdiri hingga

melakukan penawaran umum perdana. faktor umur perusahaan tidak menjadi dasar

pengambilan keputusan investasi yang dilakukan oleh investor, hal ini mungkin

disebabkan oleh sektor yang masih terbatas dan kurang publikasi maupun memang

tidak adanya informasi yang cukup untuk mengurangi ketidakpastian terhadap

perusahaan yang melakukan IPO pada perusahaan penelitian.. Sehingga,

perusahaan dengan umur yang lama tapi usaha dan segmentasi skala kecil serta

publikasi yang kurang berdampak pada kurangnya minat yang sebabkan kurang

pengaruh umur perusahaan bagi para investor. Oleh karena itu, investor tidak

mempertimbangkan umur perusahaan dalam menilai emiten yang melakukan IPO.

Teori ini sejalan dengan penelitian Beatty (1989) berdasarkan hasil penelitiannya

menyatakan bahwa umur perusahaan berpengaruh signifikan dan negatif pada

tingkat underpricing. Namun, berseberangan dengan hasil penelitian yang

dilakukan peneliti, dan didukung oleh penelitian Ekadjaja dan Wendy (2009), yang

menyatakan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh pada tingkat underpricing

dan penelitian anom (2015) yang juga menyatakan underpricing tidak dipengaruhi

oleh umur perusahaan. Dikarenanakan lamanya perusahaan berdiri, dan dikenal

oleh masyarakat juga harus dilihat dari segmentasi pasar yang ditangani serta

publikasi sektor usaha yang lebih luas. Umur merupakan informasi dasar yang

terkait dengan perusahaan, umur bersifat tahunan. Periode penelitian secara

abnormal return terkait umur perusahaan, tidak mencerminkan perubahan usia,

karena indikator yang digunakan adalah umur pada saat IPO dikurangi dengan umur

pada saat perusahaan berdiri berdasarkan akta pendirian. Abnormal return yang

digunakan dalam penelitian ini bersifat jangka pendek setelah 30 hari perusahaan

IPO, sehingga data yang bandingkan tidak berimbang. Hal ini diduga oleh penulis

sebagai penyebab tidak adanya pengambilan keputusan investasi yang menjadi

harapan dari ekspektasi return hari ke 30 setelah IPO atau secara abnormal return.

Page 173: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

149

e. Pengaruh Ukuran Perusahaan (SIZE) terhadap Kinerja Saham

Hoe : Ukuran Perusahaan (SIZE) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap

tingkat Kinerja Saham.

H1e : Ukuran Perusahaan (SIZE) memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat

Kinerja Saham.

Berdasarkan tabel 4.22 hasil pengujian uji t hipotesis Kedua, diperoleh nilai

koefisien regresi variabel Ukuran Perusahaan (SIZE) yaitu -0,247 dan t hitung

sebesar -2,589. t hitung lebih besar dari nilai t tabel 1,717 atau t hitung 2,589 > t

tabel 1,1717. Adapun tingkat signifikansi sebesar 0,016, nilai tersebut lebih kecil

dari pada nilai syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1

diterima dan H0 ditolak,dengan demikian variabel Ukuran Perusahaan berpengaruh

positif secara signifikan terhadap tingkat Kinerja Saham.

Pembahasan :

Perusahaan besar dapat mengurangi ketidakpastian bagi calon investor,

dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil (Daily et al, 2003).

Perusahaan yang berskala besar umumnya akan banyak diketahui oleh masyarakat,

dibanding dengan perusahaan yang berskala kecil. Dengan begitu, investor akan

semakin mudah untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan tersebut,

sehingga dapat mengurangi terjadinya asimetri informasi. Prospek yang di

tunjukkan oleh perusahaan berskala besar, serta banyaknya informasi yang tersedia

akan mengurangi ketidakpastian yang dapat terjadi dimasa yang akan datang. Hal

ini akan memudahkan investor dalam mengambil keputusan investasi. Atau dapat

dikatakan perusahaan dengan skala besar akan memiliki ketidakpastian yang kecil,

sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya Underpricing. Namun kenyataannya

berdasarkan hasil perhitungan, prospek mendorong keyakinan investasi. Pengaruh

ukuran perusahaan terhadap underpricing secara jangka pendek berlanjut pada

kinerja saham yang diukur dengan abnormal return.

Dari 32 sampel penelitian, diporelah rata-rata ukuran perusahaan pada

sektor penelitian berada di Kisaran Rp. 1,6 Triliun. terdapat 4 perusahaan dengan

Nilai total aset terbesar. Posisi pertama dimiliki oleh PT. Cikarang Listrindo Tbk.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan POWR adalah

bergerak dalam industri pusat pembangkit tenaga listrik, pemasaran,

Page 174: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

150

pendistribusian tenaga listrik dan agen kelistirkan. Pembangkit listrik POWR

terletak di Cikarang dan Bekasi. Cikarang Listrindo memperoleh izin untuk

memasok listrik bagi Publik ke lima kawasan industri di wilayah Cikarang untuk

periode 30 tahun pada tanggal 11 Desember 2006 dari Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral (ESDM). Kemudian, kedua yaitu PT. Sarana Menara Nusantara yang

merupakan perusahaan investasi yang aktifitas kegiatan dan asetnya dimiliki dan

dikelola langsung melalui anak usahanya PT. Profesional Telekomunikasi

Indonesia yang memiliki 3.639 menara pemancar di seluruh indonesia. Perusahaan

ini merupakan mitra kerja yang menyewakan jasa menara pemacar bagi beberapa

perusahaan telekomunikasi terkenal seperti AXIS, XL Axiata, Indosat, Bakrie

Telkom dan masih banyak lagi. Selain bisnis utama persewaan dan pemeliharaan

alat pemancar telekomunikasi, TOWR juga membuka jasa Transceiver Station

(BTS), jasa konsultasi bidang instalasi telekomunikasi, jasa konsultasi manajemen,

bisnis administrasi, strategi pengembangan bisnis dan investasi, serta melakukan

investasi maupun penyertaan pada perusahaan lainnya. Ketiga, PT. Blue bird,

perusahaan ini berada pada sub-sektor transportasi, Berdasarkan Anggaran Dasar

Perusahaan ruang lingkup kegiatan Blue Bird adalah bergerak dalam bidang

pengangkutan darat, jasa, perdagangan, industri dan perbengkelan. Kegiatan usaha

utama Blue Bird adalah bergerak dalam bidang transportasi taksi (Blue Bird dan

Pusaka), taksi eksekutif (Silver Bird), kendaraan limusin dan sewa mobil serta bus

(Golden Bird dan Big Bird). Kemudian perusahaan dengan aset terbesar terakhir

adalah PT. Soechi Lines, Perusahaan ini bergerak dalam bidang perdagangan impor

dan ekspor, jasa konsultasi, pembangunan, transportasi, percetakan, pertanian,

perbengkelan dan industri lainnya. Kegiatan utama Soechi Lines adalah bergerak

di bidang jasa konsultasi manajemen sedangkan anak usaha bergerak di bidang

pelayaran dan pembangunan kapal.

Berdasarkan pengamatan penelitian dari laporan keuangan, selain nilai aset

terkecil dan terbesar yang paling mempengaruhi persebaran rata-rata ukuran

perusahaan. Jika dijabarkan lebih lanjut, sebagian besar aset dari setiap perusahaan

yang tergolong sampel penelitian, Total aset didominasi oleh Aset Lancar berupa

Kas dan Piutang usaha sedangkan aset tidak Lancar didominasi oleh Bangunan

Fisik dan Kendaraan. Karena memang pada sektor Infratruktur, Utilitas dan

Page 175: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

151

Transportasi, Transportasi mendominasi dengan 22 perusahaan. PT. Blue Bird

Memimpin untuk total Aset tidak lancar berupa Transportasi yang terdiri atas

Armada Kendaraan Roda 4 (Empat) senilai Rp. 5,7 Triliun dari 6,7 Triliun Aset

yang dimiliki, PT. Soechi Lines dengan usaha pelayaran yang memiliki armada

Kapal layar sebanyak 7 buah dan 1 Bangunan Fisik Galangan Kapal senilai Rp. 2,3

Triliun. kemudian, Jasa Bangunan non konstruksi mendominasi segi aset tidak

lancar berupa bangunan Fisik yang disewakan. PT. Cikarang Listrindo yang

memiliki pembangikt Listrik senilai Rp. 8,2 Triliun yang memperoleh kontrak

untuk memberikan daya kepada Perusahaan Listrik negara dalam pengelolaan

kelitrikan di kawasan Industri Cikarang dan sekitarnya, PT. Sraa Menara Nusantara

dengan aset bangunan disewakan sebanyak 3.639 Menara pemacar telekomunikasi

yang tersebar di sumatera, jawa, kalimantan, nusa tenggara, bali dan sulawesi

senilai 4,5 Triliun rupiah.

Perusahaan dengan Total Aset terbesar tersebut, pada saat penawaran umum

perdana mengalami fluktuatif permintaan, hal dibuktikan dengan pergerakkan atas

frekuensi dan volume perdagangan. POWR pada hari pertama ditutup naik sebesar

Rp.1.540 dari harga penawaran Rp. 1.500 Per lembar saham. Kode emiten TOWR

juga mengalami hal serupa, pada saat IPO mencatatkan kenaikan signifikan dari

1.050 ke 1.570 per lembar saham. BIRD kode emiten perusahan taksi Bluebird juga

mengalami peningkatan permintaan dan pertumbuhan harga setelah IPO dari Rp.

6.500 ke Rp. 7.450 perlembar saham, serta perusahaan pelayaran SOCI yang

mengalami peningkatan harga sebesar 12,7% dai Rp. 550 ke Rp. 620 perlembar

saham pada saat penawaran umum di pasar sekunder di Bursa Efek Indonesia.

Chalk dan Peavy (1987) dalam Ch Heni K (2001) dalam penelitiannya di

Amerika menemukan adanya pengaruh negatif yang signifikan antara informasi

karakteristik perusahaan yang diukur dengan harga pasar maupun ukuran

perusahaan terhadap abnormal return saham perdana. Namun hasil tersebut

bertentangan dengan hasil penelitian Raharjo (1997) dalam Ch Heni K (2001) yang

tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh kapitalisasi pasar terhadap abnormal

return. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini mendukung penelitian

Raharjo (1997) yang menyatakan bahwa ukuran perusahan berkorelasi positif dan

tidak signifikan terhadap abnormal return. Sedangkan penelitian Ch Heni K (2001)

Page 176: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

152

berhasil menemukan bahwa kapitalisasi pasar berpengaruh positif signifikan

terhadap abnormal retun, hasil ini sebagian mendukung Chalk dan Peavy (1987)

maupun Garang (1993) namun arah pengaruhnya berbeda dengan temuan

terdahulu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan akan

semakin besar pula abnormal return saham yang dapat diperoleh investor.

Penjelasan yang mungkin diberikan adalah dari sudut pandang analisis teknikal.

Rock (1994) asimetris informasi Pada saat pengumuman laporan keuangan,

informasi emiten yang tersedia luas bagi investor hanyalah informasi yang tersedia

dalam prospektus, sedangkan investor Indonesia sebagian besar masih bersifat

emosional, sehingga investor hanya mengikuti kecenderungan di pasar. Apabila

investor berbondong-bondong membeli saham suatu emiten, akan diikuti pula oleh

investor yang lain. Dalam mekanisme yang berlaku dipasar, apabila permintaan

meningkat maka harga saham akan meningkat, sehingga investor yang memiliki

kesempatan membeli saham dengan kapitalisasi pasar yang tinggi, akan

memperoleh abnormal return yang signifikan setelah diperdagangkan dipasar

sekunder.

f. Pengaruh Presentase Saham Ditawarkan (PSD) terhadap Kinerja

Saham

Hof : Presentase Saham Ditawarkan (PSD) tidak memiliki pengaruh Positif

terhadap Kinerja Saham.

H1f : Presentase Saham Ditawarkan (PSD) memiliki pengaruh Positif

terhadap tingkat Kinerja Saham.

Berdasarkan tabel 4.22 hasil pengujian uji t hipotesis Kedua, diperoleh nilai

koefisien regresi variabel Presentasi Saham Ditawarkan yaitu -1,677 dan t hitung

sebesar -1,276. t hitung lebih kecil dari nilai t tabel 1,717 atau t hitung 1,276 < t

tabel 1,717. Adapaun tingkat signifikansi sebesar 0,214, nilai tersebut lebih besar

dair pada nilai syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1

ditolak dan H0 diterima,dengan demikian variabel Presentasi Saham Ditawarkan

tidak berpengaruh Positif secara signifikan terhadap tingkat Kinerja Saham.

Page 177: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

153

Pembahasan :

Persentase saham yang ditawarkan ke publik dilihat dari jumlah saham yang

ditawarkan pada saat IPO. Besarnya persentase saham yang ditawarkan perusahaan

akan mempengaruhi besarnya informasi yang ada dipasar. Menurut Dita (2013),

Proporsi dari saham yang ditahan dari pemegang saham lama (emiten), dapat

menunjukan adanya aliran informasi dari emiten ke calon investor. Semakin besar

proporsi saham yang dipegang oleh pemegang saham lama (emiten) semakin

banyak informasi privat (ketidakterbukaan) yang dimiliki oleh pemegang saham

lama. Dari 32 perusahaan didalam penelitian ini, menyampaikan jumlah saham yang

ditawarkan didalam prospektusnya, nilai penawaran dari saham terbesar dilakukan

oleh PT. Satria Antaran prima Tbk sebesar 52%, namun secara keseluruhan

sebanyak 20 perusahaan melakukan penawaran dibawah rata rata jumlah

penawaran saham sebesar 25,4% dari saham yang beredar di sektor pepenelitian

perusahaan tersebut. Artinya bahwa Informasi tingkat kepemilikan saham oleh

pemegang saham sebelumnya akan digunakan oleh investor sebagai pertanda

bahwa prospek perusahaannya baik (Yasa, 2008). Semakin tingginya jumlah saham

yang ditahan oleh pemilik lama (semakin rendah jumlah saham yang akan

ditawarkan) mengisyaratkan bahwa kinerja dan prospek dari perusahaan dalam

kondisi yang baik. Hal tersebut akan mengurangi tingkat ketidakpastian di masa

yang akan datang, sehingga akan memperkecil kemungkinan terjadinya risiko atas

investasi yang dilakukan. Namun , faktor Jumlah saham ditawarkan tidak menjadi

tolak ukur dalam pengambilan keputusan oleh investor pada perusahaan IPO. Hal

ini dibuktikan dari perhitungan penulis yang mencerminkan presentase saham

ditawarkan tidak berpengaruh kepada underpricing atau peningkatan permintaan

yang merubah harga saham menjadi lebih tinggi dari harga perdana. hal ini juga

sejalan berdasarkan perhitungan abnormal return untuk kinerja saham. Tidak

adanya aksi corporasi melalui keterbukaan informasi sehingga terdapat perubahan

maupun peristiwa pada emiten yang berkaitan dengan komposisi saham yang

berdampak pada keputusan investasi investor, membuat Investor secara konsisiten

tidak mempertimbangkan jumlah presentase saham ditawarkan pada sektor tersebut

secara abnormal return.

Page 178: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

154

2. Pengujian secara Simultan (Uji F)

Tahap Pengujian Hipotesis dilakukan secara simultan dengan Uji F yang

bertujuan untuk menguji pengaruh apakah secara bersama-sama variabel

independen, dalam hal ini adalah faktor internal perusahaan (Debt To Equity Ratio

(DER), Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan,

Ukuran Perusahaaan dan Presentase Saham Ditawarkan) memiliki pengaruh

terhadap variabel dependen yaitu Kinerja Saham yang dikur dengan abnormal

return atau untuk menguji kesesuaian model regresi liner. Apabila hasil pengujian

variabel independen memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel

dependen maka dapat dikatakan bentuk persamaan regresi untuk hipotesis dua

cocok dan sesuai.

Tabel 4.23 Hasil Perhitungan Uji F Hipotesis Kedua

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression 3,476 6 ,579 1,608 ,186b

Residual 9,005 25 ,360

Total 12,481 31

Sumber : Penulis, 2019

Dari Tabel 4.23, Hasil Perhitungan regresi nilai F-tes diketahui sebesar 0,186, ini

menjelaskan bahwa terdapat tidak terdapat pengaruh secara simultan antara

variabel independen faktor internal (DER,EPS,ROA,AGE,SIZE, dan PSD)

terhadap Kinerja Saham. Proses pengambilan Keputusan berdasarkan nilai

signifkansi, yaitu :

Ho diterima dan H1 ditolak, jika signifikansi F> 0,05

Ho ditolak dan H1 diterima, jika signifikansi F< 0,05

Sehingga, Hipotesisi penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

Ho : Faktor internal (Debt To Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Return

On Assets (ROA), Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaaan dan Presentase Saham

Ditawarkan) secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap tingkat Kinerja

Saham.

H2 : Faktor internal (Debt To Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Return

On Assets (ROA), Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaaan dan Presentase Saham

Ditawarkan)) secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat Kinerja Saham.

Page 179: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

155

Melalui perhitungan yang dilakukan sesuai dengan tabel 4.2, dapat

diketahui nilai-nilai signifikansi diperoleh sebesar 0,186 lebih besar dari syarat

signifikansi sebesar 0,05 dan hasil perhitungan uji F diketahui F-hitung sebesar

1,608. Langkah selanjutnya yaitu menentukan F tabel dengan cara :

F tabel = α; df = (n-k),(k-1)

= 5%; df = (32-9),(9-1)

=0,05; df(23,8) = 2,37

Sehingga, didapatkan F hitung > F tabel atau sama dengan 1,608 < 2,37.

Jika Nilai Signifikansi lebih besar dari 0,05 atau nilai F-Hitung lebih kecil dari F

tabel. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam

penelitian tidak memiliki pengaruh secara bersama sama terhadap variabel

dependen. Ho diterima dan H1 ditolak yaitu Faktor internal (Debt To Equity Ratio

(DER), Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan,

Ukuran Perusahaaan dan Presentase Saham Ditawarkan)) secara bersama-sama

tidak berpengaruh terhadap Kinerja Saham.

Pembahasan :

Faktor internal digunakan sebagai salah satu informasi untuk pengambilan

keputusan investasi. Hal tersebut tidak hanya berlaku pada underpricing, melainkan

juga kinerja saham perusahaan jangka pendek dan jangka panjang. Faktor internal

terhadap kinerja saham jangka pendek juga berpengaruh terhadap perubahan harga

dari penawaran umum perdana di pasar primer sampai dengan 30 hari setelah

penawaran dan diperdagangkan di pasar sekunder. Di indonesia transaksi

perdangann efek saham di pasar sekunder dilakukan di bursa efek indonesia. Secara

perhitungan, kinerja saham perusahaan yang akan menjadi tolak ukur dihitung

berdasarkan abnormal return yaitu nilai sebenarnya dengan nilai yang diharapkan.

Nilai yang diharapkan bersumber dari adjusted marked return, atau nilai pasar

indeks harga saham sebenarnya dipasar modal pada hari ke 30 setelah melakukan

penawaraan umum perdana. Faktor internal pada penelitian ini, bersumber dari 2

bagian yang dipublikasikan oleh calon emiten sebelum tercatat di bursa efek, yaitu

laporan keuangan periode sebelum epnawaran umum erpdana dan prospektus

perusahaan. Variabel-variabel yang diambil drai 2(dua) sumber tersebut adalah

Page 180: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

156

Debt To Equity Ration (DER), Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA),

Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaaan dan Presentase Saham Ditawarkan.

Dari hasil perhitungan secara simultan atau bersama sama keseluruhan

variabel independen terhadap variabel dependen (Kinerja saham) diperoleh nilai

sebesar 0,186. Nilai tersebut, tidak mencerminkan keputusan yang sama pada saat

perhitungan terhadap Kinerja saham, karena berada diatas nilai signifikansi yang

disyaratkan sebesar 0,05. Yang artinya, tidak ada pengaruh antara variabel Debt To

Equity Ration (DER), Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur

Perusahaan, Ukuran Perusahaaan dan Presentase Saham Ditawarkan terhadap

kinerja saham jangka pendek yang diukur dnegan abnormal return.

Laporan keuangan mengambarkan kinerja keuangan dari perusahaan

tersebut. Secara umum, investor akan melihat peluang positif apabila kinerja

keuangan didalam laporan keuangan terlihat baik yang mencerminkan keseluruhan

kinerja perusahaan dan kondisi perusahaan, sehingga munculah harapan terhadap

return maupun perolehan imbal hasil berupa deviden dimasa yang akan datang.

Sedangkan prospektus adalah gambaran bisnis perusahaan, dan rencana pengunaan

dana. Didalamnya juga menjabarkan nformasi berkaitan dengan, risiko usaha dan

kebijakan kepada pemeganga saham atau calon investor. Secara teori, informasi

laporan keuangan dan prospektus IPO adalah informasi yang akan diserap oleh

investor pada saat penawaran umum perdana menurut Baron (1992). hal itu

disebabkan oleh asimetris informasi yang dimiliki oleh masing masing pihak yang

terlibat didalam proses penawaran perdana dan underwriter selaku penjamin efek.

Pihak underwriter atau penjamin efek, pada saat penawaran umum perdana,

memiliki banyak informasi dibanding pihak lainnya.

informasi asimetri terjadi pada kelompok informed investor dan uninformed

investor. Informed investor yang mengetahui lebih banyak mengenai prospek

perusahaan emiten akan membeli saham penawaran umum perdana jika after

market price yang diharapkan melebihi harga perdana atau dengan kata lain

kelompok ini hanya membeli saham penawaran umum perdana yang underpriced

saja. Sementara kelompok uninformed investor karena kurang memiliki informasi

mengenai perusahaan emiten akan melakukan penawaran secara sembarangan, baik

Page 181: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

157

pada saham penawaran umum perdana (Initial Public Offering) yang underpriced

maupun overpriced. Beberapa investor yang merasa kurang memiliki infroasi

secara jangka pendek, akan mengambil keuptusan didalam investasi yang

dilakukan. Jika hasil penilain terhadap laporan keuangan lebih lanjut setelah IPO.

Akibatnya secara kinerja saham, selama 30 hari kelompok uninformed investor

memperoleh proporsi yang lebih besar dalam saham penawaran umum perdana

yang overpriced daripada kelompok informed investor. Menyadari bahwa mereka

menerima saham penawaran umum perdana yang tidak proporsional, kelompok

uninformed akan meninggalkan pasar perdana. Agar kelompok ini berpartisipasi

pada pasar perdana dan memungkinkan memperoleh return saham yang wajar serta

dapat menutupi kerugian akibat membeli saham yang overpriced, maka saham

penawaran umum perdana (Initial Public Offering) harus cukup underpriced

(Krinsky, 1994 ; Guiness, 1992) dalam Guntoro dan Harahap (2008). Tetapi nilai

akan turun ke titik wajar, dalam hal ini secara teori nilai saham akan bergerak

berdasarkan volume dan frekuensi perdangangan. Akibat dari profit taking maupun

panic selling. Profit taking menurut harahap(2008) adalah proses pengambilan

keuntungan dari investasi yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan

panic selling adalah aktifitas penjualan secara besar besaran yang dipengaruhi teori

signaling atas penurunan harga saham karena asimetris informasi yang berkembang

di pasar. Meskipun menderita kerugian setelah penawaran saham perdana, tetapi

diharapkan dengan terjadinya pergerakan fluktuatif maka menjadi sinyal yang

ampuh bagi investor dan selanjutnya dapat menutup kerugian melalui kinerjanya

yang akan datang. Demikian pula halnya perusahaan yang kurang baik. Mereka

tidak akan memberikan sinyal karena mengetahui bahwa mereka tidak akan dapat

mengganti kerugian yang timbul akibat kinerja saham yang tidak sesuai harapan..

Laporan keuangan dan Prospektus adalah informasi dasar yang

dipublikasikan pada saat penawaran umum perdana. menurut Jogiyanto (2011)

Abnormal Return dapat terjadi jika terdapat informasi ataupun peristiwa yang

mendorong keputusan jual ataupun beli oleh investor. Faktor internal dalam hal ini

DER, EPS, ROA, Umur Perusahaan, Ukuran perusahaan dan Presetase saham

ditawarkan merupakan informasi yang bersumber dari laporan keuangan dan

prospektus. Tidak adanya pengaruh secara simultan menjelaskan bahwa pada setiap

Page 182: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

158

sampel penelitian tidak adanya perubahan maupun informasi baru terkait laporan

keuangan dan prosketus, maupun keterbukaan informasi yang berkaitan dengan

setiap variabel penelitian sehingga tidak menjadi dasar pengambilan keputusan

investasi oleh investor atau tidak terjadi abnormal return. Selain itu, laporan

keuangan merupan merupakan informasi yang publikasinya bersifat triwulan,

semesteran dan tahunan. Tidak adanya publikasi laporan keuangan baru selama 30

hari paska IPO tidak mendoorng terjadi abnormal return saham.

Dari data laporan laporan keuangan dan prospektus tersebut,walaupun

secara simultan variabel Debt To Equity Ration (DER), Earning Per Share (EPS),

Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaaan dan Presentase

Saham Ditawarkan tidak berpengaruh terhadap kinerja saham. Hasil perhitungan

secara parsial memberikan informasi baru yang menadakan adanya pengaruh antara

variabel tersebut secara individu terhadap kinerja saham. Debt to Equity ratio

(DER) dan Ukuran Perusahaan (SIZE) secara parsial berpengaruh signifikan ke

arah positif terhadap kienrja saham. Yang diartikan jika nilai DER naik maka

Kinerja saham jangka pendek yang diukur dengan abnormal return juga akan naik.

hal tersebut juga berlaku pada SIZE, jika nilai ukuran perusahaan (SIZE) naik maka

nilai kinejra saham dengan abnormal return juga akan naik. Sedangkan variabel

lainnya, yaitu Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur

Perusahaan, dan Presentase Saham Ditawarkan secara parsial tidak berpengaruh

terhadap kinerja saham.

3. Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Koefisien determinasi (adjusted R2) digunakan untuk mengukur seberapa

kesesuaian persamaan regresi linier berganda didalam penelitian, yang menjelaskan

hubungan pengaruh antara variabel independen ((Debt To Equity Ration (DER),

Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan, Ukuran

Perusahaaan dan Presentase Saham Ditawarkan)) terhadap variabel dependen

(Kinerja Saham). Secara spesifik menurut Ghozali (2009), koefisien determinasi

(adjusted R2) mengukur seberapa jauh model menerangkan variasi dalam variabel

dependen.

Page 183: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

159

Tabel 4.24 Hasil Pengujian R Square Hipotesis Kedua Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 ,528a ,278 ,105 ,6001632

Sumber : Penulis, 2019

Hasil Uji Koefisien determinasi pada tabel 4.24, menunjukan nilai Adjusted

R Square sebesar 0,105. Sehingga dapat diketahui bahwa variasi Kinerja Saham

yang dapat dijelaskan oleh faktor internal dalam hal ini, Debt To Equity Ration

(DER), Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan

(AGE), Ukuran Perusahaaan (SIZE) dan Presentase Saham Ditawarkan (PSD)

sebesar 10,5%. Sedangkan sisanya sebesar 89,5% dijelaskan oleh variabel lain di

dalam faktor internal yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Faktor Insternal lain

yang diduga memiliki pengaruh berdasarkan penelitian yaitu Pengaruh

Underwrriter, Kantor Akuntan Publik, dan faktor lainnya yang diduga menjadi

penyebab abnormal return. Selain itu, dapat memperpanjang waktu penelitian yang

digunakan untuk melihat kondisi abnormal return.

4.8 Hasil dan Analisa Pembahasan Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap

Underpricing

1. Pengujian secara Parsial (Uji t)

Pengujian hipotesis dapat dilakukan setelah melakukan analisis data secara

statistik. Analisis statistik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analsisi

regresi linier berganda. Setelah melakukan analisis regresi, data di uji secara parsial.

Pengujian secara parsial dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing

variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Cara

melakukan uji t adalah dengan membandingkan t hitung dengan t pada tabel pada

derajat kepercayaan 95% atau signifikansi sebesar 5% (0,05) (Ghozali, 2011).

Pengujian tersebut menguji hubungan antara variabel independen yang

didalamnya terdiri dari Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS), dan Bunga Bank

Indonesia (RATE) terhadap variabel dependen Underpricing yang diukur dengan

initial return. Cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah masing- masing

variabel yang digunakan dalam penelitian mampu menerangkan variabel dependen

adalah dengan melihat t hitung dan nilai signifikansi masing-masing variabel

Page 184: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

160

independen. Untuk mengetahui nilai t-tabel dapat dilakukan perhitungaan sebagai

berikut:

t tabel = ; df = n-k-1

= 5%; df = (32-2)

= 0,005’ df(30) = 2,035

Keputusan yang akan diambil mengacu pada ketentuan sebagai berikut :

1. Apabila tingkat signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak dan

sebaliknya H1 diterima.

2. Apabila tingkat signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan

sebaliknya H1 ditolak.

Tabel 4.25 Hasil Pengujian Uji t Hipotesis Ketiga

Model Unstandardized Coefficients

T Sig. B Std. Error

(Constant) ,102 ,485 ,210 ,835

INF -,049 ,044 -1,096 ,282

KURS 4,112E-5 ,000 2,061 ,048

RATE -,009 ,058 -,146 ,885

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan tabel 4.25, hasil perhitungan menunjukan bahwa tidak semua variabel

independen didalam faktor eksternal memiliki nilai signifikansi dibawah 0,05,

maka pengaruh Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS), dan Bunga Bank Indonesia

(RATE) terhadap variabel dependen Underpricing sebagai berikut :

a. Pengaruh Inflasi (INF) terhadap underpricing

Hoa : Inflasi (INF) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat

underpricing.

H1a : Inflasi (INF) memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat underpricing.

Berdasarkan tabel 4.25 hasil pengujian uji t hipotesis pertama, diperoleh

nilai koefisien regresi variabel Inflasi yaitu -0,049 dan t hitung sebesar 1,096. t

hitung lebih kecil dari nilai t tabel 2,035 atau t hitung 1,096 < t tabel 2,035. Adapun

tingkat signifikansi sebesar 0,282, nilai tersebut lebih besar dari pada nilai syarat

signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1a ditolak dan H0a

diterima, dengan demikian variabel Inflasi (INF) tidak berpengaruh positif secara

signifikan terhadap tingkat underpricing.

Page 185: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

161

Pembahasan : Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai uji t variabel Inflasi

(INF) mempunyai tingkat signifikansi 0,282. Nilai signifikansi ini lebih besar dari

0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Inflasi (INF) tidak berpengaruh signifikan

secara parsial terhadap underpricing. Dengan demikian hipotesis pada penelitian

ini tidak terbukti, karena H1a ditolak dan H0a diterima. Hasil tersebut memperkuat

hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Diasih, Wahyuni dan Herawati (2018),

Leila dan Fahrid (2014), Vita (2013) mengenai Inflasi (INF) tidak berpengaruh

signifikan secara parsial terhadap Underpricing.

Secara Teori, Tandelilin (2001) menjelaskan bahwa Inflasi merupakan

kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan.

Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu

panas (Overheated). Artinya, kondisi ekonomi dihadapkan pada tingginya

permintaan dibandingkan dengan kapasitas penawaran produknya, yang

mendorong peningkatan pada harga jual produk. Inflasi yang tinggi akan

berdampak pada daya beli uang (purchasing power of Money). Selain itu, inflasi

tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan rill yang diperoleh investor dari

investasinya. Sebaliknya jika inflasi mengalami penurunan, maka akan berdampak

baik yang memberikan sinyal positif bagi investor seiring penurunan risiko daya

beli uang dan risiko penurunan pendapatan riil.

Terdapat dua sumber yang menyebabkan terjadinya inflasi. Inflasi yang

disebabkan kondisi didalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi

dari dalam negeri misalnya terjadi karena devisit anggaran belanja yang dibiayai

dengan cara memcetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat pada naiknya

harga harga bahan makanan. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah karena

naiknya harga barang impor. Hal ini terjadi karena naiknya biaya produksi barang

diluar negeri atau adanya kebijakan baru terkait kenaikan tarik impor barang

(Wikipedia Indonesia). Tingkat Inflasi yang diamati dalam penelitian ini, mengacu

pada informasi inflasi yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia pada hari

perdagangan umum perdana di pasar sekunder pada setiap sampel emiten

penelitian. Menurut Bank Indonesia, Pengendalian inflasi adalah kewajiban yang

harus dilakukan pemerintah. hal ini dikarenakan inflasi yang tinggi dan tidak stabil

Page 186: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

162

akan berdampak pada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Tingkat Inflasi pada saat

penjualan saham perdana di lantai bursa menjadi salah satu pertimbangan penting

bagi para investor yang akan menanamkan modal pada perusahaan yang Go Public.

Inflasi tinggi akan menjadi indikator dasar bagi masyarakat yang akan berdampak

pada kemampuan daya beli (Tandelilin, 2001). Sebaliknya pada perusahaan atau

wirausaha, inflasi yang tinggi dan bergejolak akan mempersulit perencanaan bisnis

dan pengurangan profitabilitas. Inflasi juga akan berdampak pada peningkatan

biaya produksi dari perusahaan. Biaya produksinya yang meningkat akan

berdampak pada pendapatan perusahaan, pendapatan perusahaan yang rendah akan

berpengaruh pada penurunan harga saham perusahaan di bursa efek.

Pada perusahaan IPO, kondisi Inflasi yang berfluktuatif akan berdampak

pada penetapan harga penawaran perdana. underwriter selaku penjamin emisi akan

menawarkan harga saham berada dibawah book value atau nilai wajar perusahaan.

Hal tersebut, bertujuan agak investor memiliki minat untuk melakukan pembelian

saham perusahaan, karena iklim investasi cenderung terhambat dan investor pada

masa inflasi yang bergejolak cenderung menghindari aktifitas investasi (Martalena

dan Malinda, 2011). Investor akan mempertimbangkan kondisi ketidakpastian

untuk mengambil keputusan investasi, tingkat inflasi yang tinggi menandakan

kondisi ketidakpastian yang tinggi, maka akan berdampak pada tingginya

underpricing. Sehingga Inflasi secara teori akan berdampak positif terhadap

underpricing.

Namun Hal tersebut, tidak dapat dibuktikan melalui penelitian. hasil

penelitian yang menunjukan tidak berpengaruh terhadap inflasi. Menjelaskan

bahwa Naik ataupun Turunnya inflasi dan kondisi inflasi seperti apapun di

Indonesia tidak menjadi dasar pengambilan keputusan investasi yang dilakukan

oleh investor. Hal ini juga dapat dikatakan bahwa Kondisi inflasi yang cenderung

stabil di Indonesia dalam jangka waktu penelitian. Membuat investor tidak

menjadikan inflasi sebagai dasar pengambilan keputusan investasi pada perusahaan

IPO yang menyebabkan underpricing. Perusahaan IPO sampel penelitian akan tetap

mengalami underpricing tanpa disebabkan oleh Inflasi. Underpricing pada

perusahaan ipo dapat terjadi karena tingginya aktifitas permintaan dibandingkan

Page 187: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

163

dengan penawaran, sehingga akan memberikan signal secara teknikal bagi sebagian

investor untuk ikut membeli saham perusahaan.

Secara ekonomi makro, menurut data Laporan Perekonomian Bank

Indonesia tahun 2018, selama periode penelitian pada tahun 2010 hingga tahun

2018. Inflasi indonesia berada pada tingkat terjaga secara stabil. Kondisi gejolak

yang terjadi dalam beberapa momentum seperti peningkatan harga Bahan Bakar

Minyak, Peningkatan harga cabai dan bahan pokok sepanjang tahun 2014

berdampak pada peningkatan inflasi di level 7%. Tingginya andil inflasi dari

kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan tersebut masih merupakan

dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM yang terjadi pada bulan Oktober tahun

yang sama. Dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak hanya

berimbas pada jasa transportasi saja, kelompok pengeluaran barang dan jasa juga

merupakan kelompok barang dan jasa yang menerima imbas cukup besar, tercermin

dari andil yang diberikan oleh kelompok ini terhadap pembentukan inflasi

Desember 2014 sebesar 0,64 persen. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama,

Pemerintah kembali melakukan penurunan harga BBM pada tahun berikutnya yang

diikuti dengan operasi pasar untuk pengendalian kecukupan pasokan bahan pokok

sehingga inflasi kembali turun ke level 5% sepanjang tahun 2016 hingga berkisar

antara 3% dari tahun 2017 hingga 2018.

Menurut Tandelin (2001), tingkat inflasi disuatu negara akan dijadikan

sebagai pertimbangan didalam penentuan harga penawaran saham yang akan

disepakati oleh emiten dan penjamin emisi. Kondisi pasar indonesia yang stabil,

tercermin pada nilai inflasi yang berada di bawah 10% sesuai dengan ketentuan

inflasi kategori rendah, hal itu berlangsung selama 10 tahun terakhir. Kondisi ini,

Membuat investor tidak menjadikan inflasi sebagai acuan dalam pengambilan

keputusan investasi. Inflasi mencerminkan tingkat imbal hasil investasi, jika inflasi

tinggi maka hasil imbal hasil investasi akan tergerus naiknya harga harga barang

atau jasa. Kaena kondisi ekonomi yang stabil di indonesia, maka imbal hasil

investasi akan terjaga dan seimbang terhadap harga harga barang dan jasa di

masyarakat. Peningkatan harga pasca IPO yang menyebabkan underpricing pada

sampel dan sektor penelitian disimpulkan tidak disebabkan oleh inflasi dari faktor

eksternal.

Page 188: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

164

a. Pengaruh Kurs Nilai Tukar (KURS) terhadap underpricing

Hob : Kurs Nilai Tukar (KURS) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat

underpricing.

H1b : Kurs Nilai Tukar (KURS) memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat

underpricing.

Berdasarkan tabel 4.25 hasil pengujian uji t hipotesis keempat, diperoleh nilai

koefisien regresi variabel Kurs Nilai Tukar (KURS) yaitu 4,112 dan t hitung sebesar

2,061. t hitung lebih besar dari nilai t tabel 2,035 atau t hitung 2,061 > t tabel 2,035.

Adapun tingkat signifikansi sebesar 0,048, nilai tersebut lebih kecil dari pada nilai

syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1b diterima dan

H0b ditolak, dengan demikian variabel Kurs Nilai Tukar (KURS) berpengaruh

Positif secara signifikan terhadap tingkat underpricing.

Pembahasan :

Perdagangan internasional akan mendorong terjadinya pertukaran dua atau

lebih mata uang berbeda. Transaksi ini akan menimbulkan permintaan dan

penawaran terhadap suatu mata uang tertentu. Menurut Sadono Sukirno (2011) nilai

tukar atau Kurs adalah harga mata uang terhadap mata uang lainnya. Kurs

merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka

mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun

variabel-variabel makro ekonomi yang lainnya. Menurut Mahyus Ekananda (2014)

terdapat 3 sistem nilai tukar yang dipakai suatu negara, yaitu:

1. Sistem kurs bebas (floating) : Dalam sistem ini tidak ada campur tangan

pemerintah untuk menstabilkan nilai kurs. Nilai tukar kurs ditentukan oleh

permintaan dan penawaran terhadap valuta asing.

2. Sistem kurs tetap (fixed) : Dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara

yang bersangkutan turut campur secara aktif dalam pasar valuta asing dengan

membeli atau menjual valuta asing jika nilainya menyimpang dari standar yang

telah ditentukan.

Page 189: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

165

3. Sistem kurs terkontrol atau terkendali (controlled): Dalam sistem ini pemerintah

atau bank sentral negara yang bersangkutan mempunyai kekuasaan eksklusif dalam

menentukan alokasi dari penggunaan valuta asing yang tersedia.

Menurut Sadono Sukirno (2011) sistem nilai tukar dibedakan menjadi 2 (dua)

sistem, yaitu :

1. Sistem Kurs Tetap : penentuan sistem nilai mata uang asing di mana bank sentral

menetapkan harga berbagai mata uang asing tersebut dan harga tersebut tidak dapat

diubah dalam jangka masa yang lama. Pemerintah (otoritas moneter) dapat

menentukan kurs valuta asing dengan tujuan untuk memastikan kurs yang berwujud

tidak akan menimbulkan efek yang buruk atas perekonomian. Kurs yang ditetapkan

ini berbeda dengan kurs yang ditetapkan melalui pasar bebas.

2. Sistem Kurs Fleksibel : penentuan nilai mata uang asing yang ditetapkan

berdasarkan perubahan permintaan dan penawaran di pasaran valuta asing dari hari

ke hari.

Di indonesia sendiri sistem yang digunakan adalah sistem fleksibel namun

terkendali. Dimana penentuan nilai tukar akan tergantung oleh mekanisme pasar

transaksi mata uang, namun bank sentral negara yang bersangkutan mempunyai

kekuasaan eksklusif dalam menentukan alokasi dari penggunaan valuta asing yang

tersedia maupun operasi moneter untuk penegdalian harga nilai tukar. Menurut

Tandelin (2001), Nilai tukar merupakan sinyal positif, artinya jika nilai tukar

terapresiasi maka harga saham akan meningkat begitu juga sebaliknya jika nilai

tukar mengalami depresiasi maka harga saham akan mengalami penurunan. Dalam

penelitian ini, nilai tukar yang digunakan sebagai indikator adalah nilai tengah Kurs

yaitu nilai jual ditambahkan dengan nilai beli dibagi 2. Kondisi ekonomi yang stabil

dan harapan atas pertumbuhan nilai Kurs akan berdampak positif pada nilai inflasi.

Sehingga akan berpengaruh positif pada keputusan investasi perusahaan IPO yang

mneyebabkan Underpricing.

Sesuai dengan Teori, penelitian juga membuktikan tentang adanya

pengaruh antara KURS terhadap Underpricing, hal tersebut dibuktikan dengan nilai

signfikasi penelitian yang berada dibawah 0,05. Arah pengaruh yang diciptakan

Page 190: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

166

juga sejalan dengan Teori. Sehingga dapat dijelaskan bahwa Nilai Tukar Rupiah

yang lebih Tinggi Terhadap Dolar akan berpengaruh Positif terhadap Underpricing.

Namun, secara ekonomi makro nilai KURS selama periode penelitian

cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan data yang di publikaiskan oleh

Bank Indonesia, nilai tukar mengalami konsistensi penurunan yang signifikan hal

ini tercantum pada gambar berikut :

Gambar 4.8 Pergerakan Kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar

Sumber : Bank Indonesia, 2018

Kondisi ini dapat memberikan gambaran bahwa memang secara teori dan

hasil penelitian dikatakan bahwa kurs memiliki pengaruh terhadap keputusan

investasi, namun terdapat dorongan lain yang mampu menjaga kurs agar tetap baik

walaupun mengalami penurunan nilai terhadap dolar, sehingga berdampak pada

keputusan investasi yang dilakukan investor. Menurut Sadono Sukirno (2011)

terdapat lima Faktor yang mempengaruhi nilai tukar, yaitu:

1. Perubahan dalam cita rasa masyarakat : Cita rasa masyarakat

mempengaruhi corak konsumsi mereka. Maka perubahan cita rasa masyarakat akan

mengubah corak konsumsi mereka ke atas barang-barang yang diproduksikan di

dalam negeri maupun yang diimpor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri

menyebabkan keinginan mengimpor berkurang dan ia dapat pula menaikkan

ekspor. Sedangkan perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan

keinginan masyarakat untuk mengimpor bertambah besar. Perubahan perubahan ini

akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing.

0

5000

10000

15000

20000

2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8

NIL

AI K

UR

S

TAHUN

Pergerakan KURS

Page 191: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

167

2. Perubahan harga barang ekspor dan impor : Harga sesuatu barang

merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah sesuatu barang akan

diimpor ataupun diekspor. Barangbarang dalam negeri yang dapat dijual dengan

harga yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka

ekspornya akan berkurang. Pengurangan harga barang impor akan menambah

jumlah impor. Dengan demikian perubahan harga-harga barang ekspor dan impor

akan menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan ke atas mata uang

negara tersebut.

3. Kenaikan harga umum (Inflasi) : Inflasi sangat besar pengaruhnya kepada

kurs pertukaran valuta asing. Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk

menurunkan nilai sesuatu valuta asing.

4. Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi : Suku bunga

dan tingkat pengembalian investasi sangat penting peranannya dalam

mempengaruhi aliran modal. Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang

rendah cenderung akan menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri.

Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan

menyebabkan modal luar negeri masuk ke negara itu. Apabila lebih banyak modal

mengalir sesuatu negara, permintaan ke atas mata uangnya bertambahnya, maka

nilai mata uang tersebut bertambah. Nilai mata uang sesuatu negara akan merosot

apabila lebih banyak modal negara dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan

tingkat pengembalian investasi yang tinggi di negara-negara lain.

5. Pertumbuhan Ekonomi : Efek yang akan diakibatkan oleh sesuatu

kemajuan ekonomi kepada nilai mata uangnya tergantung kepada corak

pertumbuhan ekonomi yang berlaku apabila kemajuan itu terutama diakibatkan

oleh perkembangan ekspor, maka pemerintah ke atas mata uang negara itu

bertambah lebih cepat dari penawarannya dan oleh karenanya nilai mata uang

negara itu naik. Akan tetapi, apabila kemajuan tersebut menyebabkan impor

berkembang lebih cepat dari ekspor, penawaran mata uang negara itu lebih cepat

bertambah dari permintaannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara tersebut

akan merosot.

Page 192: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

168

Pada perusahaan sektor transportasi dampak terbesar akan terjadi pada biaya

Bahan Bakar. Nilai KURS yang terdepresiasi akan membuat biaya BBM impor

akan meningkat. Namun upaya pemerintah dengan melakukan pengedalian harga

secara subsidi. Akan mampu menekan biaya operasional bahan bakar. Dari segi

logistik, Pendapatan perusahaan atas jasa Pengiriman Ekspor dan Impor barang

akan mampu memberikan tambahan pada devisa. Pelemahan nilai tukar, akan

memberikan peluang bagi perusahaan pengiriman luar negeri untuk menerima

pendapatan dalam jumlah Dolar dan dikonversi menjadi lebih besar dalam rupiah.

Kebijakan pemerintah yang berorientasi pada Infrastruktur dan Maritim juga

memberikan angin segar pada bisnis terkait. dari data Bursa Efek Indonesia pada

tahun 2015 hingga 2018. Perusahaan transportasi banyak melakukan penawaran

umum perdana, tujuan IPO lebih banyak untuk melakukan investasi dan ekspansi

bisnis. PT. Sillo Maritime Perdana Tbk melakukan ipo tahun 2016 dengan

melakukan Ekspansi bisnis menambah armada kapal untuk meningkatkan frekuensi

pelayaran, PT. Pelita samudera Shipping Tbk, PT. Jaya Trisihindo Tbk, PT Guna

Timur Raya Tbk, PT. Batavia Prosperindo Trans Tbk. melakukan ipo tahun 2018,

maisng masing dalam prospektusnya tujuan IPO pada pembelian investasi armada

dan penambahan lahan untuk armada. Hal tersebut menunjukan bahwa perusahaan

memiliki perencanaan secara jangka panjang pada pertumbuhan perusahaan.

Pelemahan Kurs tidak hanya terjadi pada indonesia, melalui pemaparan

ekonomi indonesia tahun 2018 yang dipublikasikan kemetrian keuangan

menjelaskan bahwa pelemahan KURS lebih banyak terjadi pada negara emerging

markets atau Negara berkembang seperti India, Brasil, Afrika selatan, Turki,

Argentina dan Meksiko. Hal ini menurut keterangan menteri keuangan Sri Mulyani

disebabkan oleh Kebijakan Normalisasi Moneter dan kenaikan suku bunga The Fed

(Bank sentral Amerika) serta Isu Perang Dagang dengan China yang berimbas pada

negara yang memiliki hubunga bilateral dengan negara tersebut. Namun, Kondisi

Inflasi yang stabil di kisaran 5-3% dalam 10 tahun terakhir juga dinilai tidak

membebani KURS tukar. Kurs yang naik tetapi inflasi yang turun menandakan

harga harag di pasar cenderung stabil. Penetapan suku bunga acuan menjadi BI

seven days repo rate pada tahun 2016, juga menjadi pendorong terhadap kestabilan

sistem moneter yang membuat Bank Indonesia selaku bank sentral akan lebih

Page 193: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

169

responsif terhadap sentimen pasar. Sehingga dapat dijelaskan bahwa Pengaruh

positif KURS terhadap keputusan investasi yang berdampak pada Underpricing,

disebabkan oleh investor lebih melihat Prospek perusahaan terhadap keuntungan

dari pergerakkan KURS. Peluang atas kebijakan pemerintah yang mampu

mendorong ruang investasi seluas-luasnya pada sektor penelitian secara jangka

panjang dan upaya pemerintah dalam pengedalian ekonomi secara makro melalui

konsistensi pertumbuhan ekonomi walaupun kurs mengalami penurunan dengan

pengedalian atas inflasi, suku bunga dan defisit transaksi berjalan hal tersebut akan

memberikan ruang longgar bagi pergerakan investasi.

b. Pengaruh Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) terhadap underpricing

Hoc : Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) tidak memiliki pengaruh negatif

terhadap tingkat underpricing.

H1c : Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) memiliki pengaruh negatif

terhadap tingkat underpricing.

Berdasarkan tabel 4.25 hasil pengujian uji t hipotesis pertama, diperoleh nilai

koefisien regresi variabel Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) yaitu -0,009 dan t

hitung sebesar 0,146. t hitung lebih kecil dari nilai t tabel 2,035 atau t hitung 0,146

< t tabel 2,035. Adapun tingkat signifikansi sebesar 0,885, nilai tersebut lebih besar

dari pada nilai syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1c

ditolak dan H0c diterima,dengan demikian variabel Suku Bunga Bank Indonesia

(RATE) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpricing.

Pembahasan :

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai uji t variabel Suku Bunga

Bank Indonesia (RATE) mempunyai tingkat signifikansi 0,885. Nilai signifikansi

ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Suku Bunga Bank

Indonesia (RATE) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap

underpricing. Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini tidak terbukti, karena

H1a ditolak dan H0a diterima. Hasil tersebut memperkuat hasil penelitian

sebelumnya yang dilakukan Diasih, Wahyuni dan Herawati (2018), Leila dan

Fahrid (2014), vita (2013) mengenai Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) tidak

berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Underpricing.

Page 194: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

170

Penetapan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia bertujuan untuk

mencapai sasaran kebijakan moneter. Tingkat suku bunga BI akan mempengaruhi

tingkat suku bunga kredit perbankan dan bunga deposito yang berakibat pada

keputusan masyarakat dalam berinvestasi. Meningkatnya tingkat bunga akan

meningkatkan harga kapital sehingga memperbesar biaya perusahaan, sehingga

terjadi perpindahan investasi dari saham ke deposito atau fixed investasi lainnya

(Sunariyah, 2004:22). Berdasarkan teori signaling, tingkat suku bunga akan

mempengaruhi keputusan investor untuk memilih investasi yang lebih

menguntungkan. Keputusan investor untuk mengalihkan investasi dari pasar modal

akan membuat permintaan saham menurun. Hal ini akan membuat harga saham di

pasar sekunder mengalami penurunan nilai, sehingga harga saham perdana menjadi

lebih tinggi (tingkat underpricing semakin rendah).

Berdasarkan data tingkat suku bunga yang diperoleh menunjukkan tidak

terjadi perubahan tingkat bunga yang besar, berdasarkan data dari Bank indonesia

BI Rate tertinggi terjadi pada tahun 2014, dikisaran 7,75 dan BI rate terendah terjadi

sepanjang 2018 dikisaran 4,25. Namun secara rata-rata suku bunga berada stabil

dikisaran 6 hingga 6,5 selama periode penelitian. Tingkat suku bunga berada pada

angka yang stabil dan hal tersebut bagi investor jangka panjang cenderung tidak

berpengaruh. Berdasarkan teori sinyaling (andler,2014), tingkat suku bunga bisa

mempengaruhi keputusan investor dalam berinvestasi untuk memilih investasi yang

lebih menguntungkan.

Namun, dalam melakukan investasi tentu saja investor memiliki strategi

sendiri untuk meminimalkan resiko yang dihadapi atas investasinya. Sehingga,

dalam berinvestasi, investor mengenal istilah do not put your money in one basket.

Bilamana investor membeli berbagai jenis saham, maka bila satu harga saham turun

kemungkinan bisa dicover dari kenaikan harga saham yang lain. Arah koefisien

positif menandakan bahwa hubungan BI rate dengan underpricing searah. Selain,

peningkatan suku bunga akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang

diisyaratkan atas investasi yang menyebabkan return yang diisyaratkan investor

dari suatu investasi akan meningkat, Yandes (2013) juga menyatakan bahwa ketika

BI rate tinggi maka tingkat risiko dalam berinvestasi pun akan tinggi pula. Tingkat

risiko yang tinggi akan menyebabkan emiten dan penjamin emisi memberikan

Page 195: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

171

harga penawaran saham di pasar perdana cukup rendah. Kondisi dimana suku

bunga cenderung stabil ketika perusahaan melakukan IPO dan tidak menyebabkan

gejolak secara ekonomi. Maka investor dalam sektor penelitian tidak menjadikan

suku bunga sebagai dasar pengambilan keputusan investasi yang menyebabkan

underpricing.

2. Pengujian secara Simultan (Uji F)

Pengujian secara simultan dilakukan dengan Uji F digunakan untuk menguji

pengaruh apakah secara bersama sama variabel independen dalam hal ini faktor

eksternal perusahaan Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS), Suku Bunga Bank

Indonesia (RATE) memiliki pengaruh terhadap variabel dependen yaitu

Underpricing atau untuk menguji ketepatan model regresi. Jika variabel

independen memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen maka

dapat dikatakan model persamaan regresi memenuhi kriteria cocok atau sesuai.

Tabel 4.26 Hasil Perhitungan Uji F Hipotesis Ketiga

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression ,706 3 ,235 4,283 ,013b

Residual 1,539 28 ,055

Total 2,245 31

Berdasarkan Hasil Perhitungan regresi nilai F diketahui sebesar 0,013, ini

menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara

variabel independen faktor eksternal (Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS),

Suku Bunga Bank Indonesia (RATE)) terhadap Underpricing. Proses pengambilan

Keputusan berdasarkan nilai signifkansi, yaitu :

Ho diterima dan H1 ditolak, jika signifikansi F> 0,05

Ho ditolak dan H1 diterima, jika signifikansi F< 0,05

Sedangkan Hipotesis penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

Ho : Faktor eksternal (Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS), Suku Bunga Bank

Indonesia (RATE)), secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap tingkat

underpricing.

Page 196: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

172

H1 : Faktor eksternal (Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS), Suku Bunga Bank

Indonesia (RATE)), secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat

underpricing.

Pada proses selanjutnya, Setelah mengetahui nilai regresi F-test yang

diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,013 lebih kecil dari syarat signfikansi sebesar

0,05 . Jika Nilai Signifikansi lebih kecil dari 0,05, Maka dapat disimpulkan bahwa

variabel independen yang digunakan dalam penelitian memiliki pengaruh secara

bersama sama terhadap variabel dependen.

Ho ditolak dan H1 diterima yaitu Faktor eksternal (Inflasi (INF), Kurs Nilai

Tukar (KURS), Suku Bunga Bank Indonesia (RATE)) secara bersama-sama

berpengaruh terhadap tingkat underpricing.

Pembahasan :

Underpricing adalah perbedaan antara harga awal dimana saham

perusahaan ditawrakan dipasar perdana lebih rendah dibandingkan dengan harga

penutupan saham pada hari pertama diperdagangan pasar sekunder. Harga yang

dijual dipasar perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan

emiten dna penjamin emisi (Underwriter). Sedangkan harga yang terjadi pada pasar

sekunder merupakan mekanisme paar yang terbentuk dari perdagangan antar

investor yang bergantung pada pemrintaan dan penawraan. Menurut Jogiyanto

(2010) dalam proses penetapan harga saham di pasar perdana pihak Underwriter

sebagai pihak yang akan menjamin saham yang telah ditawarkan oleh pihak emiten

cenderung akan menetapkan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga

yang diharapkan dari pihak perusahaan dengan tujuan untuk meminimalkan risiko

jika nantinya saham yang beredar tidak laku diperdangankan. Walaupun jika harga

dinilai terlalu rendah ketika perdagangan perdanan dan akan naik pada perdangaan

sekunder maka dana yang diperoleh pada saat IPO tidak akan maksimal kerugian

tersebut akan ditanggung oleh emiten selaku perusahaan yang melakukan

pencatatan, namun dinilai keuntungan bagi investor karena mempeoleh initial

return. Oleh sebab itu, dengan adanya Underpricing akan menarik investor untuk

berpartisipasi dalam kegiatan jual beli saham di pasa perdana dan pasar sekunder.

Page 197: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

173

Bank indonesia menjelaskan bahwa Secara sederhana inflasi diartikan

sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu

tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi

kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang

lainnya. Inflasi yang meningkat pada suatu negara akan berdampak pada daya beli

masyarakat dan penurunan nilai mata uang terhadap barang dan jasa (Tandelilin,

2011). Penurunan tersebut diikuti dengan penurunan nilai kurs mata uang suatu

negara. Pengaruh ini dijelaskan oleh Gustav Cassel ( 1921) dalam teorinya

purchasing power parity (PPP Theory) atau paritas daya beli. Kurs mata uang akan

berubah seiring dengan upaya mata uang tersbeut untuk mempertahankan daya

belinya. Penurunan nilai kurs berhubungan dengan nilai mata uang suatu negara

terhadpa mata uang negara lain. Ketahanan dalam hal ini merupakan naik dan

truunya mata uang melalui aktifitas ekonomi di dalam dan luar negeri terhadpa mata

uang negara lain. Hubungan antar inflasi mengambarkan bahwa inflasi berbanding

lurus dengan nilai mata uang. Barang yang harganya naik akan menurunkan nilai

mata uang. Tingkat inflasi menunjukkan presentase perubahan tingkat harga harga

rata-rata tertimbang untuk barang dan jasa dalam perekonomian suatu negara.

dalam teori tersebut, perubahan dimulai dari titik keseimbangan tertentu, kemudian

terhadi perubahan tingkat harga yang akan menentukan perubahan kurs mata uang

melalui aktifitas perdaganagn interbnasional maupun aktifitas suatu negara yang

ebrsinguggaungan dnegan negara lain. Niali mata uang suatu negara dengan inflasi

yang tinggi atau lebih tinggi dari negara lain akan mengalami depresiasi. Dan mata

uang lain terhadpa mata uang negara yang mengalami inflasi akan terapresiasi.

Sehingga dapat dikatakan bahwa inflasi tinggi akan berdampak pada penurunan

nilai KURS dolar terhadap negara lain. Peningkatan inflasi tinggi dan penurunan

nilai kurs, agar ekonomi suatu negara dapat kembali stabil maka pemerintah

negeluarkan kebijakan salah satunya meningkatkan nilai suku bunga. Menurut

Boediono (2014:76), suku bunga adalah harga dari penggunaan dana investasi

(loanable funds). Tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator dalam

menentukan apakah seseorang akan melakukan investasi atau menabung. Disuatu

negara suku bunga yang diterbitkan dapat menjadi acuan bagi perbankan untuk

menetapkan bunga imbal hasil simpanan maupun bunga atas kredit pinjaman.

Page 198: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

174

Ketika suku bunga rendah, pengaruh yang timbul adalah makin banyak orang

meminjam uang. Akibatnya konsumsi bertambah karena uang beredar lebih

banyak, ekonomi mulai tumbuh, dan efek lanjutannya adalah inflasi naik. Dampak

sebaliknya juga berlaku, jika suku bunga tinggi, peminjam uang makin sedikit.

Hasilnya lebih banyak orang menahan belanja, mereka memilih menabung. Yang

terjadi tingkat konsumsi turun. Inflasi pun turun. Pemerintah akan berusaha

mengantisipasi pertumbuhan inflasi dengan mengeluarkan kebijakan untuk

menaikan tingkat bunga banl. Kebijakan menaikan tingkat bunga ini bertujuan

untuk menekan inflasi dan memperkuat kurs mata uang domestik. Ivving Fisher

(1997) menerangkan hubungan Kurs dan Suku bunga, melalui teori internasional

fisher effect. Menurut teori, terjadinya perbedaan tingkat suku bunga antara dua

negara disebabkan adanya perbedaan ekspektasi terhadap tingkat inflasi. Tingkat

suku bunga dalam hal ini merupakan tingkat suku bunga nominal yang merupakan

penjumlahan tingkat suku bunga ril dengan tingkat suku bunga inflasi. Tingkat

sbunga nominal adalah tingkat bunga yang berlaku pada saat transaksi atau yang

dinyatakan oleh bank. Sedangkan tingkat suku bunga yang diharapkan oleh nasabah

adalh tingkat suku bunga ril yang merupakan gambaran daya beli mata uang

sesungguhnya. Tingkat suku bunga yang tinggi akan membantu untuk menurunkan

inflasi. Hal tersebut akan meningkatkan nilai imbal hasil investasi yang berdampak

pada terjadi peralihan dana dari negara dengan suku bunga rendah ke negara dengan

suku bunga yang lebih tinggi. dampaknya adalah permintaan terhadap mata uang

negara tersbeut meningkat, permintaan yang meningkat akan mendorong

peningkatan atas nilai mata uang negara dnegan suku bunga lebih tinggi, hal

tersebut akan meningkatkan nilai KURS tukar.

Tandelilin (2001:48) menjelaskan bahwa Perubahan suku bunga akan

memengaruhi harga saham secara terbalik, cateris paribus. Cateris paribus

diartikan jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun, cateris paribus,

dan sebaliknya. Jika suku bunga naik, maka return investasi yang terkait dengan

suku bunga juga naik. Kondisi seperti ini dapat menarik minat investor yang

sebelumnya berinvestasi di saham untuk memindahkan dananya dari saham ke

deposito dan tabungan. Jika sebagian besar investor melakukan tindakan yang sama

yaitu banyak investor yang menjual saham, maka harga saham akan turun. Pada

Page 199: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

175

perusahaan IPO, pada saat kondisi Inflasi tidak baik, yang berdampak pada

keputusan peningkatan suku bunga. Perusahaan emiten yang melakukan IPO,

berdasarkan teori baron (1982) bersama dengan underwriter menetapkan harga jual

saham di bawah nilai book valuenya atau berada dibawah nilai wajar dari industri

sejenis yang melakukan IPO, serta penjatahan secara bertahap pada mekanisme

perdagangan. Penetapan harga akan berdampak pada keputusan investasi yang

menyebabkan harapan atas return yang tinggi. karena nilai cenderung lebih murah

maka investor akan berminat pada saham sehingga akan berdampak pada

underpricing. Underpricing dibutuhkan untuk menarik investor agar membeli

saham dan mengurangi biaya pemasaran saham kepada pelanggan (Brealy et

al.,2001).

Faktor-faktor terjadinya underpricing diteliti McGuinness (1992) di pasar

modal Hongkong. Dengan menggunakan argumentasi Beaty dan Ritter (1986)

menemukan hubungan tingkat ketidak-pastian (ex-ante uncertainty) yang diukur

dengan standar deviasi, berhubungan secara positif dengan tingkat underpricing.

Begitu pula pengujian terhadap penerbitan kedua (secondary offering) dan variabel

kondisi pasar menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan, sedangkan

kualitas agen dan underpricing sebagai pencerminan nilai intrinsik perusahaan tidak

didukung. Adanya asimetri informasi dan tingkat underpricing pada saat IPO juga

dikemukakan oleh Rock yang dikutip Kunz dan Aggarwal (1994). Pada saat

perusahaan melakukan penawaran umum perdananya, maka ada dua kelompok

investor yaitu investor yang memiliki informasi (informed investor) dan investor

yang tidak memiliki informasi (uninformed investor). Dimana investor yang tidak

memiliki informasi cenderung menerima proporsi yang lebih besar dari saham-

saham yang overpriced dari pada investor yang memiliki informasi. Jadi agar

uninformed investor bersedia berpartisipasi di pasar saham maka harga pada saat

IPO haruslah underpriced agar mereka dapat menerima return yang layak, dengan

adanya ketidakpastian tersebut dan untuk menutup kerugian dari pembelian saham-

saham mereka yang overpriced. Konsekuensi dari Winner’s curse problem oleh

Rock yang dikutip James et al. (1995) bahwa investor yang mempunyai informasi

(informed investor) memberikan return pada investor yang tidak mempunyai

Page 200: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

176

informasi (uninformed investor). Selain itu saham yang terjual lebih cepat memiliki

informed demand yang tinggi. Oleh karena itu diharapkan lebih underpriced.

Kondisi ekonomi yang stabil, dengan dibuktikanya melalui kondisi inflasi,

kurs dan suku bunga yang terjaga, memberikan dorongan pada iklim investasi.

Pelemahan Kurs tidak hanya terjadi pada indonesia, melalui pemaparan Ekonomi

Indonesia tahun 2018 yang dikutip dari Kompas.com menjelaskan bahwa

pelemahan KURS lebih banyak terjadi pada negara emerging markets atau Negara

berkembang seperti India, Brasil, Afrika selatan, Turki, Argentina dan Meksiko.

Hal ini menurut keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani disebabkan oleh

Kebijakan Normalisasi Moneter dan kenaikan suku bunga The Fed (Bank sentral

Amerika) serta Isu Perang Dagang dengan China yang berimbas pada negara yang

memiliki hubunga bilateral dengan negara tersebut. Namun, Kondisi Inflasi yang

stabil di kisaran 5-3% dalam 10 tahun terakhir juga dinilai tidak membebani KURS

tukar. Kurs yang naik tetapi inflasi yang turun menandakan harga harga di pasar

cenderung stabil. Penetapan suku bunga acuan menjadi BI seven days repo rate

pada tahun 2016, juga menjadi pendorong terhadap kestabilan sistem moneter yang

membuat Bank Indonesia selaku bank sentral akan lebih responsif terhadap

sentimen pasar. Hubungan yang positif antara underpricing dan kondisi pasar

menunjukkan bahwa IPO mengikuti situasi pasar, underpricing meningkat jika

kondisi pasar baik (bull market) dan underpricing menurun jika kondisi pasar

menurun (bear market) (Beaty dan Ritter,1986); dan (Mc Guinness, 1992).

3. Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Koefisien determinasi (adjusted R2) digunakan untuk mengukur seberapa

kesesuaian persamaan regresi linier berganda didalam penelitian, yang menjelaskan

hubungan pengaruh antara variabel independen (Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar

(KURS), Suku Bunga Bank Indonesia (RATE)) terhadap variabel dependen

(underpricing). Secara spesifik menurut Ghozali (2009), koefisien determinasi

(adjusted R2) mengukur seberapa jauh model menerangkan variasi dalam variabel

dependen.

Tabel 4.27 Hasil Pengujian R Square Hipotesis Ketiga

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 ,561a ,315 ,241 ,2344193

Sumber : Penulis, 2019

Page 201: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

177

Hasil Uji Koefisien determinasi pada tabel 4.27, menunjukan nilai Adjusted

R Square sebesar 0,375. Sehingga dapat diketahui bahwa variasi underpricing yang

dapat dijelaskan oleh faktor eksternal dalam hal ini, Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar

(KURS), Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) sebesar 24,1%. Sedangkan sisanya

sebesar 75,9% dijelaskan oleh variabel lain di dalam faktor eksternal yang tidak

diteliti dalam penelitian ini.

Faktor eksternal lain yang diduga memiliki pengaruh berdasarkan

penelitian yaitu defisit transaksi berjalan yang berkaitan dengan ekspor dan impor,

Surplus transaksi berjalan, Produk Domestic Bruto, Pertumbuhan Ekonomi

indonesia, Pengumuman Paket Kebijakan Ekonomi pada sektor penelitian, dan

faktor lainnya yang diduga menjadi penyebab underpricing.

4.9 Hasil dan Analisa Pembahasan Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap

Kinerja Saham

1. Pengujian secara Parsial (Uji t)

Pengujian hipotesis dapat dilakukan setelah melakukan analisis data secara

statistik. Analisis statistik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analsisi

regresi linier berganda. Setelah emlakukan analisis regresi, data di uji secara parsial.

Pengujian secara parsial dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing

variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Cara

melakukan uji t adalah dengan membandingkan t hitung dengan t pada tabel pada

derajat kepercayaan 95% atau signifikansi sebesar 5% (0,05) (Ghozali, 2011).

Pengujian tersebut menguji hubungan antara variabel independen yang

didalamnya terdiri dari Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS), dan Bunga Bank

Indonesia (RATE) terhadap variabel dependen Kinerja Saham yang diukur dengan

Abnormal Return. Cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah masing-

masing variabel yang digunakan dalam penelitian mampu menerangkan variabel

dependen adalah dengan melihat t hitung dan nilai signifikansi masing-masing

variabel independen. Untuk mengetahui nilai t-tabel dapat dilakukan perhitungaan

sebagai berikut:

t tabel = ; df = n-k-1

= 5%; df = (32-2)

Page 202: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

178

= 0,005’ df(30) = 2,035

Keputusan yang akan diambil mengacu pada ketentuan sebagai berikut :

1. Apabila tingkat signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak dan

sebaliknya H1 diterima.

2. Apabila tingkat signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan

sebaliknya H1 ditolak.

Tabel 4.28 Hasil Pengujian Uji t Hipotesis Keempat

Model Unstandardized Coefficients

T Sig. B Std. Error

(Constant) -,721 1,267 -,569 ,574

INF -,119 ,116 -1,028 ,313

KURS 8,485E-5 ,000 1,435 ,162

RATE ,117 ,153 ,768 ,449

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan tabel 4.28, hasil perhitungan menunjukan bahwa tidak ada

variabel independen didalam faktor Eksternal memiliki nilai signifikansi dibawah

0,05, maka pengaruh Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS), dan Bunga Bank

Indonesia (RATE) terhadap variabel dependen Kinerja Saham sebagai berikut :

a. Pengaruh Inflasi (INF) terhadap Kinerja Saham

Hoa : Inflasi (INF) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat Kinerja

Saham.

H1a : Inflasi (INF) memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat Kinerja Saham.

Berdasarkan tabel 4.28 hasil pengujian uji t hipotesis Keempat, diperoleh

nilai koefisien regresi variabel Inflasi yaitu -0,119 dan t hitung sebesar 1,028. t

hitung lebih kecil dari nilai t tabel 2,035 atau t hitung 1,028 < t tabel 2,035. Adapun

tingkat signifikansi sebesar 0,313, nilai tersebut lebih besar dari pada nilai syarat

signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1a ditolak dan H0a

diterima, dengan demikian variabel Inflasi (INF) tidak berpengaruh positif secara

signifikan terhadap tingkat Kinerja Saham.

Pembahasan :

Berdasarkan hasil penelitian 4.19 diketahui bahwa nilai uji t variabel Inflasi

(INF) mempunyai tingkat signifikansi 0,313. Nilai signifikansi ini lebih besar dari

Page 203: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

179

0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Inflasi (INF) tidak berpengaruh signifikan

secara parsial terhadap Kinerja Saham. Dengan demikian hipotesis pada penelitian

ini tidak terbukti, karena H1a ditolak dan H0a diterima. Hasil tersebut memperkuat

hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Syafianti dan Sita (2016) mengenai

Inflasi (INF) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Kinerja Saham.

Secara Teori, Tandelin (2001) menjelaskan bahwa Inflasi merupakan

kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan.

Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu

panas (Overheated). Artinya, kondisi ekonomi dihadapkan pada tingginya

permintaan dibandingkan dengan kapasitas penawaran produknya, yang

mendorong peningkatan pada harga jual produk. Inflasi yang tinggi akan

berdampak pada daya beli uang (purchasing power of Money). Selain itu, inflasi

tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan rill yang diperoleh investor dari

investasinya. Sebaliknya jika inflasi mengalami penurunan, maka akan berdampak

baik yang memberikan sinyal positif bagi investor seiring penurunan risiko daya

beli uang dan risiko penurunan pendapatan riil.

Terdapat dua sumber yang menyebabkan terjadinya inflasi. Inflasi yang

disebabkan kondisi didalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi

dari dalam negeri misalnya terjadi karena devisit anggaran belanja yang dibiayai

dengan cara memcetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat pada naiknya

harga harga bahan makanan. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah karena

naiknya harga barang impor. Hal ini terjadi karena naiknya biaya produksi barang

diluar negeri atau adanya kebijakan baru terkait kenaikan tarik impor barang

(Wikipedia Indonesia). Tingkat Inflasi yang diamati dalam penelitian ini, mengacu

pada informasi inflasi yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia pada hari

perdagangan umum perdana di pasar sekunder pada setiap sampel emiten penelitian

dan inflasi yang terjadi setelah 30 hari penawaran umum perdana. Menurut Bank

Indonesia, Pengendalian inflasi adalah kewajiban yang harus dilakukan pemerintah.

hal ini dikarenakan inflasi yang tinggi dan tidak stabil akan berdampak pada kondisi

sosial ekonomi masyarakat. Tingkat Inflasi pada saat penjualan saham perdana di

lantai bursa menjadi salah satu pertimbangan penting bagi para investor yang akan

menanamkan modal pada perusahaan yang Go Public. Inflasi tinggi akan menjadi

Page 204: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

180

indikator dasar bagi masyarakat yang akan berdampak pada kemampuan daya beli.

Sebaliknya pada perusahaan atau wirausaha, inflasi yang tinggi dan bergejolak akan

mempersulit perencanaan bisnis dan pengurangan profitabilitas. Inflasi juga akan

berdampak pada peningkatan biaya produksi dari perusahaan. Biaya produksinya

yang meningkat akan berdampak pada pendapatan perusahaan, pendapatan

perusahaan yang rendah akan berpengaruh pada penurunan harga saham

perusahaan di bursa efek.

Pada perusahaan IPO, kondisi Inflasi yang berfluktuatif akan berdampak

pada penetapan harga penawaran perdana. underwriter selaku penjamin emisi akan

menawarkan harga saham berada dibawah book value atau nilai wajar perusahaan.

Hal tersebut, bertujuan agak investor memiliki minat untuk melakukan pembelian

saham perusahaan, karena iklim investasi cenderung terhambat dan investor pada

masa inflasi yang bergejolak cenderung menghindari aktifitas investasi (syaifudin

2013). Investor akan mempertimbangkan kondisi ketidakpastian untuk mengambil

keputusan investasi, tingkat inflasi yang tinggi menandakan kondisi ketidakpastian

yang tinggi, abnormal return merupakan pergerakan harga saham yang diharapkan

sejalan atau lebih tinggi dengan pergerakkan Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG) setelah penawaran umum perdana, IHSG yang tertekan karena tingginya

inflasi, akan membuat investor mengharapkan return yang lebih tinggi dari investasi

awal yang mereka lakukan. Sehingga Inflasi secara teori akan berdampak positif

terhadap Kinerja Saham.

Namun Hal tersebut, tidak dapat dibuktikan melalui penelitian. hasil

penelitian yang menunjukan tidak berpengaruh terhadap inflasi. Menjelaskan

bahwa Naik ataupun Turunnya inflasi dan kondisi inflasi seperti apapun di

Indonesia tidak menjadi dasar pengambilan keputusan investasi yang dilakukan

oleh investor. Hal ini juga dapat dikatakan bahwa Kondisi inflasi yang cenderung

stabil di Indonesia dalam jangka waktu penelitian. Membuat investor tidak

menjadikan inflasi sebagai dasar pengambilan keputusan investasi pada perusahaan

IPO yang menyebabkan Underpricing dan secara jangka pendek paska 30 hari

penawaran umum secara Kinerja Saham, inflasi tidak mempengaruhi pergerakan

IHSG yang menyebabkan perubahan harapan atas investasi yang dilakukan oleh

investor pada perusahaan IPO. Kinerja Saham Perusahaan IPO sampel penelitian

Page 205: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

181

akan mengalami Penurunan maupun Kenaikan Pasca Underpricing tanpa

disebabkan oleh Inflasi.

Secara ekonomi makro, menurut data Laporan Perekonomian Bank

Indonesia tahun 2018, selama periode penelitian pada tahun 2010 hingga tahun

2018. Inflasi indonesia berada pada tingkat terjaga secara stabil. Kondisi gejolak

yang terjadi dalam beberapa momentum seperti peningkatan harga Bahan Bakar

Minyak, Peningkatan harga cabai dan bahan pokok sepanjang tahun 2014

berdampak pada peningkatan inflasi di level 7%. Tingginya andil inflasi dari

kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan tersebut masih merupakan

dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM yang terjadi pada bulan Oktober tahun

yang sama. Dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak hanya

berimbas pada jasa transportasi saja, kelompok pengeluaran barang dan jasa juga

merupakan kelompok barang dan jasa yang menerima imbas cukup besar, tercermin

dari andil yang diberikan oleh kelompok ini terhadap pembentukan inflasi

Desember 2014 sebesar 0,64 persen, selain itu ada tarif dasar listrik pada tingkat

industri yang naik yang menyumbang inflasi sebesar, 0,34 persen. Namun hal

tersebut tidak berlangsung lama, Pemerintah kembali melakukan penurunan harga

BBM pada tahun berikutnya yang diikuti dengan operasi pasar untuk pengendalian

kecukupan pasokan bahan pokok sehingga inflasi kembali turun ke level 5%

sepanjang tahun 2016 hingga berkisar antara 3% dari tahun 2017 hingga 2018.

Menurut Tandelin (2001), tingkat inflasi disuatu negara akan dijadikan

sebagai pertimbangan didalam penentuan harga penawaran saham yang akan

disepakati oleh emiten dan penjamin emisi. Kondisi pasar indonesia yang stabil,

tercermin pada nilai inflasi yang berada di bawah 10% sesuai dengan ketentuan

inflasi kategori rendah, hal itu berlangsung selama 10 tahun terakhir. Kondisi ini,

Membuat investor tidak menjadikan inflasi sebagai acuan dalam pengambilan

keputusan investasi. Inflasi mencerminkan tingkat imbal hasil investasi, jika inflasi

tinggi maka hasil imbal hasil investasi akan tergerus naiknya harga harga barang

atau jasa. Kaena kondisi ekonomi yang stabil di indonesia, maka imbal hasil

investasi akan terjaga dan seimbang terhadap harga harga barang dan jasa di

masyarakat. Peningkatan harga pasca IPO yang menyebabkan Underpricing pada

sampel dan sektor penelitian disimpulkan tidak disebabkan oleh inflasi dari faktor

Page 206: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

182

eksternal, hal tersbeut juga berlaku jangka pendek 30 setelah IPO. Kondisi Inflasi

yang cenderung stabil sejalan dengan data perekonomian indonesia yang di

cantumkan dalam pembahasan underpricing, secara kinerja saham asumsi makro

tersebut berlanjut, underpricing yang terjadi pada saham dan diikuti penurunan

serta kenaikan yang terjadi pada saham IPO tersebut tidak disebabkan oleh

perubahan Inflasi atau dalam artian karena inflasi tidak mengalami perubahan nilai

selama periode penelitian dan tidak adanya informasi terkait inflasi yang

dipublikasikan pemerintah, sehingga tidak menyebabkan abnormal return oleh

investor.

Pada perusahaan IPO tahun 2014, ketika terjadi peningkatan yang tinggi

pada inflasi sekitar 7% hingga 8% walaupun masih dalam kategori inflasi pendek.

Terdapat tiga perusahan sektor penelitian yang melakukan IPO. PT.Sillo Maritime

Persada Tbk. PT Capitol Nusantara Indonesia Tbk (CANI), dan PT. Blue Bird

(BIRD). PT. Capitol Nusantara Indonesia Tbk melakukan IPO di harga awal lalu

mengalami underpricing pada hari pertama di pasar sekunder, secara jangka pendek

perusahaan terus tumbuh secara nilai harga saham. Tercatat berdasarkan data stockit

terkait jual dan beli saham. Penawaran terjadi hingga hari ke 18 pada 21 mei 2014

perusahaan mampu menanjakan nilai hingga Rp. 274 Investor masih menyimpan

perusahaan tersebut hingga hari ke 21 terjadi aksi jual oleh asing sebanyak 125 juta

Rupiah atau setara dengan 500 ribu lembar saham pelemahan berlanjut hingga asing

menjula kumulatif sebanyak 145 juta atau setara 550 ribu lembar saham, namun

aksi tersbeut tidak sebanyak aksi ambil saham bersih sebanyak 25 juta lembar

saham di awal perdagangan. Selain itu, tidak berlangsung lama dan terus menanjak

signifikan melampaui presentase perubahan IHSG, walaupun dibayangi dengan

risiko peningkatan beban atas kenaikan BBM perusahaan pelayaran tersebut masih

diminati investor. PT. Blue Bird juga mengalami hal serupa. Perusahaan melakukan

IPO diharga Rp. 6.500 perlembar saham, sejak awal perdagangan di BEI saham

mengalami peningkatan permintaan hingga berlanjut pada hari ke 30 mampu

melampaui presentase pertumbuhan IHSG sebesar 28% di harga 8.500 per lembar

saham. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa investor tetap melakukan

investasi pada perusahaan sektor penelitian walaupun dibayangi dengan inflasi

Page 207: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

183

yang tinggi. karena investor lebih melihat prospek perusahaan dan melalui faktor

ekonomi makro lainnya.

b. Pengaruh Kurs Nilai Tukar (KURS) terhadap Kinerja Saham

Hob : Kurs Nilai Tukar (KURS) tidak memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat

Kinerja Saham.

H1b : Kurs Nilai Tukar (KURS) memiliki pengaruh Positif terhadap tingkat

Kinerja Saham.

Berdasarkan tabel 4.25 hasil pengujian uji t hipotesis keempat, diperoleh nilai

koefisien regresi variabel Kurs Nilai Tukar (KURS) yaitu 8,485 dan t hitung sebesar

1,435. t hitung lebih besar dari nilai t tabel 2,035 atau t hitung 1,435 > t tabel 2,035.

Adapun tingkat signifikansi sebesar 0,162, nilai tersebut lebih besar dari pada nilai

syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1b ditolak dan

H0b diterima, dengan demikian variabel Kurs Nilai Tukar (KURS) tidak

berpengaruh Positif secara signifikan terhadap tingkat Kinerja Saham.

Pembahasan :

Menurut Jogiyanto (2010:94), abnormal return merupakan kelebihan dari

imbal hasil yang sesungguhnya terjadi (actual return) terhadap imbal hasil normal.

Imbal hasil normal merupakan imbal hasil ekspektasi (expected return) atau imbal

hasil yang diharapkan oleh investor. Dengan demikian imbal hasil tidak normal

(abnormal return) adalah selisih antara imbal hasil sesungguhnya yang terjadi

dengan imbal hasil ekspektasi. Dalam penelitian ini akan digunakan market

adjusted model (model disesuaikan pasar) karena dianggap bahwa penduga terbaik

untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat

tersebut. Dengan menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode

estimasi untuk membentuk model estimasi, karena return sekuritas yang diestimasi

adalah sama dengan return indeks pasar.

Perdagangan internasional akan mendorong terjadinya pertukaran dua atau

lebih mata uang berbeda. Transaksi ini akan menimbulkan permintaan dan

penawaran terhadap suatu mata uang tertentu. Menurut Sadono Sukirno (2011:397)

Page 208: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

184

nilai tukar atau Kurs adalah harga mata uang terhadap mata uang lainnya. Kurs

merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka

mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun

variabel-variabel makro ekonomi yang lainnya. Di indonesia sendiri sistem yang

digunakan adalah sistem fleksibel namun terkendali. Dimana penentuan nilai tukar

akan tergantung oleh mekanisme pasar transaksi mata uang, namun bank sentral

negara yang bersangkutan mempunyai kekuasaan eksklusif dalam menentukan

alokasi dari penggunaan valuta asing yang tersedia maupun operasi moneter untuk

penegdalian harga nilai tukar. Menurut Tandelin (2001), Nilai tukar merupakan

sinyal positif, artinya jika nilai tukar terapresiasi maka harga saham akan meningkat

begitu juga sebaliknya jika nilai tukar mengalami depresiasi maka harga saham

akan mengalami penurunan. Dalam penelitian ini, nilai tukar yang digunakan

sebalai indikator adalah nilai tengah Kurs yaitu nilai jual ditambahkan dengan nilai

beli dibagi 2. Kondisi ekonomi yang stabil dan harapan atas pertumbuhan nilai Kurs

akan berdampak positif pada nilai inflasi. KURS yang berdampak positif pada

pergerakkan IHSG akan ikut mendorong pergerakkan pada atas harapan return dari

investor. Sehingga akan berpengaruh positif pada keputusan investasi perusahaan

IPO yang mneyebabkan Kinerja Saham positif.

Namun penelitian ini tidak membuktikan sesuai dengan Teori, hasilnya nilai

signifikansi lebih besar dari 0,05 yang artinya Naik dan Turunnya Kurs yang

berdampak pada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan. Tidak dijadikan dasar

didalam pengambilan keputusan investasi yang menggerakkan naik dan turunnya

nilai Abnormal Return Saham di Bursa Efek Indonesia.

Penurunan KURS Secara jangka panjang yang terjadi antara periode 2010

sampai dengan 2018 dimana dari harga 9.860 per dolar amerika pada awal januari

2010 menjadi 14.300 per dolar amerika pada akhir 2018 hal ini dikhawatirkan akan

berdampak pada penurunan daya beli masyarakat , beban atas biaya impor, dan

beban depresiasi atas hutang luar negeri,yang menyebabkan kondisi tersebut akan

mengerus cadangan devisa didalam negeri. Berdasarkan informasi dari Bank

Indonesia dan Kementrian Keuangan, telah dilakukan pemerintah dalam

mengantisipasi hal tersebut. Salah satunya yaitu kebijakan pembatasan impor bahan

baku dengan merubah kebijakan PPH 22, membuat kebijakan berkaitan dengan

Page 209: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

185

smelter pengolahan bahan mentah hasil tambang di dalam negeri, kebijakan

peralihan . Walaupun demikian, dampak penurunan nilai rupiah akan membuat

perusahaan eksportir yang menukarkan pendapatan mereka akan memiliki peluang

memperoleh dana lebih. Mayoritas perusahaan sektor penelitian yang berfokus

pada transportasi membuat peluang positif peningkatan pendapatan dari aktifitas

pengiriman ke luar negeri, dan juga perbaikan infrastruktur mampu menekan biaya

logistik yang disebabkan oleh pelemahan rupiah. Kondisi yang seimbang tersebut

membuat investor tidak menjadikan KURS sebagai alasan didalam pengambilan

keputusan ivestasi yang menyebabkan abnormal return setelah 30 hari perusahana

IPO.

Komposisi pemegang saham domestik pada beberapa perusahaan IPO di

sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi. Menjadikan return dalam bentuk cash

atas aktifitas investasi pada perusahaan IPO tidak bersinggungan dengan nilai tukar.

Beberapa perusahaan seperti PT. Dewata Freight Internasional dengan kode emiten

DEAL mengalami abnormal return secara signifikan, nilai perusahaan mengalami

kenaikan kumulatif sebanyak 228% dibanding pertumbuhan IHSG pada periode 30

hari. Berdasarkan data yang bersumber dari stockbit, frekuensi perdagangan terjadi

sejak awal saham di tawarkan di pasar sekunder. Harga IPO saham tersebut yaitu

Rp. 150 naik secara kumulatif sebesar Rp. 496 pada hari ke 30. Pertumbuhan nilai

secara IR, naik sebesar Rp. 346 rupiah dibandingkan IHSG yang hanya naik sebesar

3,87%. Frekuensi investor domestik mendominasi pada awal perdagangan

sebanyak 94 kali, naik di hari kedua menjadi 759 kali, kemudian melonjak drastik

di hari ke 3, 4, dan 5 masing masing berkisar antara 7000 sampai dengan 10.000

kali. Bukan hanya pada saham DEAL, hal tesebut juga terjadi pada PT. Batavia

Prospetindo Trans Tbk. Dengan kode emiten BPTR. Perusahaan yang bergerak

pada jasa transportasi tersebut, mengalami auto reject atas dengan 8 kali transaksi

dihari pertama, 16 kali dihari ke dua, 7 kali dihari ketiga, lalu sebanyak 9800 kali

transaksi oleh domestik dihari ke empat.

Walaupun dominasi investor domestik signifikan, namun pada beberapa

perusahaan yang mengalami abnormal return tertinggi, investor asing cenderung

banyak yang masuk dan membeli saham tersebut, tercatat seperti SHIP, TRUK,

SAPX, TGRA, LCKM secara kumulatif investor asing melakukan pembelian.

Page 210: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

186

Namun lebih pada aktifitas masuk dan keluar. Tidak adanya hubungan antara kurs

terhadap abnormal return karena perlu dijebatani oleh aktifitas perdagangan. kurs

yang mempengaruhi frekuensi perdagangan akan berpengaruh terhadap abnormal

return. Secara teoritis trading volume activity merupakan keseluruhan nilai

transaksi pembelian maupun penjualan saham yang dilakukan oleh investor dalam

satuan uang (Sutrisno, 2000). Naiknya volume perdagangan saham merupakan

kenaikan aktivitas jual beli para investor di bursa. Semakin meningkat volume

penawaran dan permintaan suatu saham, semakin besar pengaruhnya terhadap

fluktuasi harga saham di bursa dan semakin meningkatnya volume perdagangan

saham menunjukan semakin diminatinya saham tersebut oleh masyarakat sehingga

akan membawa pengaruh terhadap naik turunnya harga saham (Indarti, 2011).

Sehingga jika inflasi mempengaruhi trading volume activity maka secara Teori

signal, akan memberikan signal pada pasar, Jika pengumuman tersebut

mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu

pengumuman tersebut diterima oleh pasar (Harjito dan Martono, 2007:11).

c. Pengaruh Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) terhadap Kinerja

Saham

Hoc : Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) tidak memiliki pengaruh Positif

terhadap tingkat Kinerja Saham.

H1c : Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) memiliki pengaruh Positif

terhadap tingkat Kinerja Saham.

Berdasarkan tabel 4.25 hasil pengujian uji t hipotesis Keempat, diperoleh nilai

koefisien regresi variabel Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) yaitu 0,117 dan t

hitung sebesar 0,768. t hitung lebih kecil dari nilai t tabel 2,035 atau t hitung 0,768

< t tabel 2,035. Adapun tingkat signifikansi sebesar 0,449, nilai tersebut lebih besar

dari pada nilai syarat signifikansi sebesar 0,05. Sehingga dapat diketahui bahwa H1c

ditolak dan H0c diterima,dengan demikian variabel Suku Bunga Bank Indonesia

(RATE) tidak berpengaruh Positif secara signifikan terhadap tingkat Kinerja

Saham.

Page 211: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

187

Pembahasan :

Penetapan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia bertujuan untuk

mencapai sasaran kebijakan moneter. Tingkat suku bunga BI akan mempengaruhi

tingkat suku bunga kredit perbankan dan bunga deposito yang berakibat pada

keputusan masyarakat dalam berinvestasi. Meningkatnya tingkat bunga akan

meningkatkan harga kapital sehingga memperbesar biaya perusahaan, sehingga

terjadi perpindahan investasi dari saham ke deposito atau fixed investasi lainnya

(Sunariyah, 2004). Berdasarkan teori signaling, tingkat suku bunga akan

mempengaruhi keputusan investor untuk memilih investasi yang lebih

menguntungkan. Keputusan investor untuk mengalihkan investasi dari pasar modal

akan membuat permintaan saham menurun. Hal ini akan membuat harga saham di

pasar sekunder mengalami penurunan nilai, sehingga harga saham perdana menjadi

lebih tinggi (tingkat Kinerja Saham semakin rendah). Secara teori peningkatan

Suku Bunga akan menekan laju investasi pasar modal, hal ini akan menyebabkan

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun. Tekanan tersebut akan berdampak

pada tingginya harapan investor pada nilai investasi perusahaan mereka setelah 30

setelah IPO. Mengacu pada teori abnormal return, Peningkatan harga yang

diharapkan lebih tinggi berdampak pada imbal hasil investasi sehingga suku bunga

akan berdampak positif pada kinerja saham.

Berdasarkan data tingkat suku bunga yang diperoleh menunjukkan tidak

terjadi perubahan tingkat bunga yang besar, karena suku bunga di tetapkan setiap

satu bulan sekali dan sejak tahun 2016 peralihan suku bunga BI rate menjadi BI

Seven days repo rate yang menjadikan suku bunga lebih fleksibel didalam

penetapannya mengikuti isu dan gejolak pasar secara global. Tidak adanya

informasi ataupun peristiwa yang berkaitan dengan kebijakan suku bunga dan

Tingkat suku bunga berada pada angka yang stabil, sehingga tidak terjadinya

abnormal return yang disebabkan suku bunga. Bedasarkan teori sinyal, tingkat

suku bunga bisa mempengaruhi keputusan investor dalam berinvestasi untuk

memilih investasi yang lebih menguntungkan. Namun, dalam melakukan investasi

tentu saja investor memiliki strategi sendiri untuk meminimalkan resiko yang

dihadapi atas investasinya. Sehingga, dalam berinvestasi, investor mengenal istilah

do not put your money in one basket. Pada saat investor membeli berbagai jenis

Page 212: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

188

saham, maka bila satu harga saham turun kemungkinan bisa dicover dari kenaikan

harga saham yang lain.

2. Pengujian secara Simultan (Uji F)

Pengujian secara simultan dilakukan dengan Uji F digunakan untuk menguji

pengaruh apakah secara bersama sama variabel independen dalam hal ini faktor

Eksternal perusahaan Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS), Suku Bunga Bank

Indonesia (RATE) memiliki pengaruh terhadap variabel dependen yaitu Kinerja

Saham atau untuk menguji ketepatan model regresi. Jika variabel independen

memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen maka dapat

dikatakan model persamaan regresi memenuhi kriteria cocok atau sesuai.

Tabel 4.29 Hasil Perhitungan Uji F Hipotesis Keempat

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression 1,995 3 ,665 1,776 ,175b

Residual 10,485 28 ,374

Total 12,481 31

Sumber : Penulis, 2019

Berdasarkan Hasil Perhitungan regresi nilai F-tes diketahui sebesar 0,175,

ini menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara

variabel independen faktor Eksternal (Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS),

Suku Bunga Bank indonesia (RATE)) terhadap Kinerja Saham. Proses

pengambilan Keputusan berdasarkan nilai signifkansi, yaitu :

Ho diterima dan H1 ditolak, jika signifikansi F> 0,05

Ho ditolak dan H1 diterima, jika signifikansi F< 0,05

Sedangkan Hipotesis penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

Ho : Faktor eksternal (Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS), Suku Bunga Bank

Indonesia (RATE)) secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap tingkat

Kinerja Saham.

H1 : Faktor eksternal( Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS), Suku Bunga Bank

Indonesia (RATE)) secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat Kinerja

Saham.

Pada proses selanjutnya, Setelah mengetahui nilai regresi F-test yang

diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,175 lebih besar dari syarat signfikansi sebesar

0,05. Jika Nilai Signifikansi lebih besar dari 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa

Page 213: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

189

variabel independen yang digunakan dalam penelitian tidak memiliki pengaruh

secara bersama sama terhadap variabel dependen. Ho diterima dan H1 ditolak yaitu

Faktor Enternal (Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS), Suku Bunga Bank

Indonesia (RATE)), secara Simultan tidak berpengaruh terhadap tingkat Kinerja

Saham.

Pembahasan :

Abnormal Return menurut Jogiyanto (2011) merupakan kelebihan dari

imbal hasil yang sesungguhnya terjadi (actual return) terhadap imbal hasil normal.

Imbal hasil normal merupakan imbal hasil ekspektasi (expected return) atau imbal

hasil yang diharapkan oleh investor. Dengan demikian imbal hasil tidak normal

(abnormal return) adalah selisih antara imbal hasil sesungguhnya yang terjadi

dengan imbal hasil ekspektasi. Brown dan Warner (1985) dalam Jogiyanto

(2005:43-49) mengestimasi return ekspektasi menggunakan model mean-adjusted

model, market model, dan market adjusted model. Dalam penelitian ini akan

digunakan market adjusted model (model disesuaikan pasar) karena dianggap

bahwa penduga terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return

indeks pasar pada saat tersebut. Dengan menggunakan model ini, maka tidak perlu

menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi, karena return

sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar.

Bank indonesia menjelaskan bahwa Secara sederhana inflasi diartikan

sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu

tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi

kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang

lainnya. Inflasi yang meningkat pada suatu negara akan berdampak pada daya beli

masyarakat dan penurunan nilai mata uang terhadap barang dan jasa (tandelilin,

2011). Penurunan tersebut diikuti dengan penurunan nilai kurs mata uang suatu

negara. Pengaruh ini dijelaskan oleh gustav cassel ( 1921) dalam teorinya

purchasing power parity (PPP Theory) atau paritas daya beli. Kurs mata uang akan

berubah seiring dengan upaya mata uang tersbeut untuk mempertahankan daya

belinya. Penurunan nilai kurs berhubungan dengan nilai mata uang suatu negara

terhadpa mata uang negara lain. Ketahanan dalam hal ini merupakan naik dan

Page 214: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

190

truunya mata uang melalui aktifitas ekonomi di dalam dan luar negeri terhadpa mata

uang negara lain. Hubungan antar inflasi mengambarkan bahwa inflasi berbanding

lurus dengan nilai mata uang. Barang yang harganya naik akan menurunkan nilai

mata uang. Tingkat inflasi menunjukkan presentase perubahan tingkat harga harga

rata-rata tertimbang untuk barang dan jasa dalam perekonomian suatu negara.

dalam teori tersebut, perubahan dimulai dari titik keseimbangan tertentu, kemudian

terhadi perubahan tingkat harga yang akan menentukan perubahan kurs mata uang

melalui aktifitas perdaganagn interbnasional maupun aktifitas suatu negara yang

ebrsinguggaungan dnegan negara lain. Niali mata uang suatu negara dengan inflasi

yang tinggi atau lebih tinggi dari negara lain akan mengalami depresiasi. Dan mata

uang lain terhadpa mata uang negara yang mengalami inflasi akan terapresiasi.

Sehingga dapat dikatakan bahwa inflasi tinggi akan berdampak pada penurunan

nilai KURS dolar terhadap negara lain. Peningkatan inflasi tinggi dan penurunan

nilai kurs, agar ekonomi suatu negara dapat kembali stabil maka pemerintah

negeluarkan kebijakan salah satunya meningkatkan nilai suku bunga. Menurut

Boediono (2014:76), suku bunga adalah harga dari penggunaan dana investasi

(loanable funds). Tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator dalam

menentukan apakah seseorang akan melakukan investasi atau menabung. Disuatu

negara suku bunga yang diterbitkan dapat menjadi acuan bagi perbankan untuk

menetapkan bunga imbal hasil simpanan maupun bunga atas kredit pinjaman.

Ketika suku bunga rendah, pengaruh yang timbul adalah makin banyak orang

meminjam uang. Akibatnya konsumsi bertambah karena uang beredar lebih

banyak, ekonomi mulai tumbuh, dan efek lanjutannya adalah inflasi naik. Dampak

sebaliknya juga berlaku, jika suku bunga tinggi, peminjam uang makin sedikit.

Hasilnya lebih banyak orang menahan belanja, mereka memilih menabung. Yang

terjadi tingkat konsumsi turun. Inflasi pun turun. Pemerintah akan berusaha

mengantisipasi pertumbuhan inflasi dengan mengeluarkan kebijakan untuk

menaikan tingkat bunga banl. Kebijakan menaikan tingkat bunga ini bertujuan

untuk menekan inflasi dan memperkuat kurs mata uang domestik. Ivving Fisher

(1997) menerangkan hubungan Kurs dan Suku bunga, melalui teori internasional

fisher effect. Menurut teori, terjadinya perbedaan tingkat suku bunga antara dua

negara disebabkan adanya perbedaan ekspektasi terhadap tingkat inflasi. Tingkat

Page 215: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

191

suku bunga dalam hal ini merupakan tingkat suku bunga nominal yang merupakan

penjumlahan tingkat suku bunga ril dengan tingkat suku bunga inflasi. Tingkat

sbunga nominal adalah tingkat bunga yang berlaku pada saat transaksi atau yang

dinyatakan oleh bank. Sedangkan tingkat suku bunga yang diharapkan oleh nasabah

adalh tingkat suku bunga ril yang merupakan gambaran daya beli mata uang

sesungguhnya. Tingkat suku bunga yang tinggi akan membantu inflais untuk turun

hal tersebut akan meningkatkan nilai imbahl hasil investasi , dampaknya terjadi

peralihan dana dari engara dengan suku bunga rendah ke negara dengan suku bunga

yang lebih tinggi. dampaknya adalah permintaan terhadpa mata uang negara

tersbeut meningkat, permintaan yang meningkat akan mendorong peningkatan atas

nilai mata uang negara dnegan suku bunga lebih tinggi, hal tersebut akan

meningkatkan nilai KURS tukar.

Tandelilin (2001:48) menjelaskan bahwa Perubahan suku bunga akan

memengaruhi harga saham secara terbalik, cateris paribus. Cateris paribus

diartikan jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun, cateris paribus,

dan sebaliknya. Jika suku bunga naik, maka return investasi yang terkait dengan

suku bunga juga naik. Kondisi seperti ini dapat menarik minat investor yang

sebelumnya berinvestasi di saham untuk memindahkan dananya dari saham ke

deposito dan tabungan. Jika sebagian besar investor melakukan tindakan yang sama

yaitu banyak investor yang menjual saham, maka harga saham akan turun. Pada

perusahaan IPO, pada saat kondisi Inflasi tidak baik, yang berdampak pada

keputusan peningkatan suku bunga. Perusahaan emiten yang melakukan IPO,

berdasarkan teori baron (1982) bersama dengan underwriter menetapkan harga jual

saham di bawah nilai book valuenya atau berada dibawah nilai wajar dari industri

sejenis yang melakukan IPO, serta penjatahan secara bertahap pada mekanisme

perdagangan. Penetapan harga akan berdampak pada keputusan investasi yang

menyebabkan harapa atas return yang tinggi. karena nilai cenderung lebih murah

maka investor akan berminat pada saham sehingga akan berdampak pada

underpricing. Underpricing dibutuhkan untuk menarik investor agar membeli

saham dan mengurangi biaya pemasaran saham kepada pelanggan (Brealy et

al.,2001). Adanya harapan atas transaksi yang terjadi, mendorong abnormal return

secara kinerja saham yang positif paska IPO karena mengalami underpricing.

Page 216: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

192

Tidak adanya pengaruh antar variabel secara simultan terhadap Kinerja

Saham berdasar penelitian menunjukan bahwa naik turunnya Inflasi, Naik

Turunnya Kurs, Naik Turunnya suku bunga serta hubungan antar variabel tidak

menjadi dasar yang menyebabkan pengambilan keputusan investasi yang

menyebabkan adanya abnormal return atas harapan investasi yang lebih tinggi dari

nilai indeks harga saham gabungan (IHSG) dibursa Efek Indonesia pada hari ke 30

paska IPO. Investor akan tetap mengambil keputusan investasi baik beli, jual

maupun mempertahankan epemilikkan atas saham paska IPO tanpa memperhatikan

kondisi inflasi, kurs dan suku bunga. Atau dapat diartikan tidak adanya fenomena

ekonomi makro yang bergejolak dan cenderung stabil dimana Inflasi, kurs dan suku

bunga yang terjaga oleh kebijakan pemerintah sehingga tidak menjadi perhatian

investor yang menyebabkan aktifitas investasi yang berpengaruh pada nilai

perusahaan IPO yang tercatat setelah 30 hari. Secara kinerja saham, aktifitas Sell,

Buy dan Hold yang dilakukan investor disebabkan oleh faktor lainnya. Menurut

sutrisno (2012) aktifitas sell pada perusahaan IPO dikarenakan aksi profit taking

atas investasi yang dilakukan, panic selling aats penurunan nilai saham, dan faktor

lainnya. Sedangkan aktifitas buy dan hold lebih dikarenakan investasi jangka

panjang atas kepercayaan prospek perusahaan yang diharapkan yang akan

berdampak pada capital gain lebih besar dan deviden dikemudian hari.

Dalam hal ini, faktor eksternal berupa Inflasi, Kurs nilai tukar dan Suku

Bunga perlu di jembatani oleh varibale lain sehingga dapat dikaitkan dengan

abnormal return. Secara langsung aktifitas perdagangan di bursa efek indonesia,

disebabkan oleh frekuensi dna keputusan jual beli atas permintaan serta penawaran.

Aktifitas yang dilakukan menciptakan frekuensi perdagangan. jika tidak ada

kondisi maupun keadaan yang berpengaruh terhadap ekonomi secara keseluruhan

maka tidak menjadi dasar pengambilan keputusan yang berdampak pada abnormal

return.

Page 217: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

193

3. Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Koefisien determinasi (adjusted R2) digunakan untuk mengukur seberapa

kesesuaian persamaan regresi linier berganda didalam penelitian, yang menjelaskan

hubungan pengaruh antara variabel independen Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar

(KURS), Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) terhadap variabel dependen Kinerja

Saham. Secara spesifik menurut Ghozali (2009), koefisien determinasi (adjusted

R2) mengukur seberapa jauh model menerangkan variasi dalam variabel dependen.

Tabel 4.30 Hasil Pengujian R Square Hipotesis Keempat

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 ,400a ,160 ,070 ,6119417

Sumber : Penulis, 2019

Hasil Uji Koefieisn determinasi pada tabel 4.30, menunjukan nilai Adjusted

R Square sebesar 0,070. Sehingga dapat diketahui bahwa variasi Kinerja Saham

yang dapat dijelaskan oleh faktor Eksternal dalam hal ini, Inflasi (INF), Kurs Nilai

Tukar (KURS), Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) sebesar 7%. Sedangkan

sisanya sebesar 93% dijelaskan oleh variabel lain di dalam faktor Enternal yang

tidak diteliti dalam penelitian ini.

Faktor eksternal lain yang diduga memiliki pengaruh berdasarkan penelitian

yaitu defisit transaksi berjalan yang berkaitan dengan ekspor dan impor, Surplus

transaksi berjalan, Produk Domestic Bruto, Pertumbuhan Ekonomi indonesia,

Pengumuman Paket Kebijakan Ekonomi pada sektor penelitian, dan faktor lainnya

yang diduga menjadi penyebab abnormal return. Selain itu, untuk memperkuat

hubungan antar variabel independen faktor eksternal, harus memperluas waktu

penelitian atau berfokus pada peristiwa tertentu yang berkaitan dengan inflasi dan

suku bunga.

Page 218: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

194

“Halaman Sengaja Dikosongkan”

Page 219: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

195

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa pembahasan maka kesimpulan yang

dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Fenomena Underpricing dan Kinerja Saham Pada Perusahaan IPO Sektor

Infastruktur, Utilitas dan Transportasi.

Pada sektor infrastruktur, Utilitas dan Transportasi periode 2010 sampai

dengan 2018 terdapat 38 perusahaan melakukan Penawaran Umum Perdana (IPO)

dari total tersebut, sebanyak 32 perusahaan mengalami Underpricing, 4 Perusahaan

Mengalami Overpricing dan 2 perusahaan tetap diharga perdana. Secara Kinerja

Saham yang diukur dengan Abnormal Return dari 32 perusahaan yang mengalami

Underpricing hanya 27 perusahaan yang memiliki nilai positif lebih besar pada hari

ke 30 dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

2) Pengaruh Faktor Internal terhadap Underpricing

a. Debt To Equity Ratio (DER) pada Faktor Internal tidak berpengaruh

signifikan terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di

Bursa Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun

2010- 2018. ). Investor tetap melakukan investasi pada perusahaan sektor

penelitian, sehingga mendorong terjadinya underpricing tanpa melihat

faktor DER yang mengukur banyak maupun sedikit rasio hutang

dibandingkan dengan ekuitas yang dimiliki perusahaan. Karena Asimetris

informasi menjadi salah satu dasar terjadinya underpricing. Investor yang

memiliki informasi lebih banyak akan membeli pada saat penawaran

perdana dengan porsi yang lebih besar.

b. Earning Per Share (EPS) pada Faktor Internal tidak berpengaruh signifikan

terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek

Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun 2010- 2018.

Earning Per Share yang tercantum pada laporan keuangan perusahaan tidak

menjadi dasar apakah perusahaan mengambil keputusan pembagian laba

untuk para investor ataukah tidak, keputusan tersebut diambil oleh pihak

Page 220: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

196

manajemen dan disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Sehingga investor dalam mengambil keputusan investasi, cederung tidak

melihat faktor EPS yang menyebabkan underpricing.

c. Return On Assets (ROA) pada Faktor Internal tidak berpengaruh signifikan

terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek

Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun 2010- 2018.

Investor tidak mencermati faktor fundamental yang tercermin di dalam

laporan keuangan berupa ROA didalam pengambilan keputusan, melainkan

melihat dari segi teknikal terkait frekuensi permintaan dan permawaran di

Bursa Efek, hal ini dapat disebabkan oleh asimetris informasi yang

berkembang di kalangan inevstor sehingga akan mendorong underpricing.

d. Umur Perusahaan (AGE) pada Faktor Internal tidak berpengaruh signifikan

terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek

Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun 2010- 2018.

Umur perusahan tdiak mencerminkan perusahaan dikenal, publikasi terkait

perusahaan tidak dilakukan secara maksimal sehingga investor tidak

memperdulikan seberapa lama operasi bisnis dilakukan perusahaan akan

berdampak pada kpeutusan investasi yang mereka lakukan. Perusahaan

yang melakukan IPO pada sektor dan periode penelitian, memiliki rata rata

14 tahun, walaupun terdapat banyak perusahaan yang memiliki umur diatas

10 tahun, tetapi secara keseluruhan kondisi umur perusahaan, tidak

memberikan gambaran yang cukup, ataupun memiliki kepopuleran

sehingga disinyalir memberikan sedikit informasi kepada investor.

e. Ukuran Perusahaan (SIZE) pada Faktor Internal berpengaruh negatif

signifikan terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di

Bursa Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun

2010- 2018. Investor pada sektor penelitian, memiliki informasi yang cukup

terkait perusahaan dengan ukuran yang lebih besar sehingga akan

mengurangi ketidakpastian didalam invstasi yang dilakukan. Tetapi pada

sisi lain sebagian investor akan menjadikan ukuran perusahaan dari total

aset yang dimiliki sebagai bagian didalam pengambilan keputusan investasi

pada perusahaan sehingga mendorong underpricing.

Page 221: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

197

f. Presentase Saham Ditawarkan (PSD) pada Faktor Internal tidak

berpengaruh signifikan terhadap Underpricing pada perusahaan yang

melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan

Transportasi Tahun 2010- 2018. Besar kecilnya saham yang ditawarkan

kepada publik belum bisa menjelaskan prospek dan kondisi perusahaan di

masa mendatang. Meskipun proporsi saham yang ditawarkan kepada publik

itu tinggi, belum tentu mampu menyatakan informasi privat perusahaan

tidak ada dan belum mampu menentukan nilai ketidakpastian return dimasa

mendatang.

g. Faktor Internal (Debt To Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS),

Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan (AGE), Ukuran Perusahaan

(SIZE), Presentase Saham Ditawarkan (PSD) secara bersama-sama

berpengaruh signifikan terhadap Underpricing pada perusahaan yang

melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan

Transportasi Tahun 2010- 2018. Investor dalam pengambilan keputusan

investasi pada perusahaan IPO cederung melihat laporan keuangan dan

prospektus yang dipublikasikan melalui keterbukaan informasi sebelum

IPO yang didalamnya terdiri atas Debt To Equity Ratio (DER), Earning Per

Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan (AGE), Ukuran

Perusahaan (SIZE), dan Presentase Saham Ditawarkan (PSD) sebelum

melakukan investasi yang mendorong terjadinya underpricing pada

perusahaan sektor penelitian.

3) Pengaruh Faktor Internal terhadap Kinerja Saham

a. Debt To Equity Ratio (DER) pada Faktor Internal berpengaruh signifikan

terhadap Kinerja Saham pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa

Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun 2010-

2018. kondisi harga saham yang berada di bawah nilai book value akan

dianggap lebih murah, sehingga investor dengan dana yang lebih sedikit

maupun investor yang tertarik dan tidak memperoleh saham perdana akan

menunggu di pasar sekunder. Proporsi yang besar tersebut menjadikan

saham IPO tidak liquid yang artinya secara perdagangan pada penawaran

dan permintaan di pasar sekunder tidak seimbang dimana investor yang

Page 222: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

198

membeli di awal akan menyimpan kepemilikkannya dengan harapan

pertambahan nilai yang lebih tinggi dan investor yang berminat akan

menawarkan harga lebih tinggi agar mendapatkan saham tersebut.

b. Earning Per Share (EPS) pada Faktor Internal tidak berpengaruh signifikan

terhadap Kinerja Saham pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa

Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun 2010-

2018. EPS harus melalui keterbukaan Informasi dan Pembaruan atas laporan

keuangan. Selama periode penelitian dan 30 hari setelah IPO, keseluruhan

sampel penelitian tidak memberikan pengumuman terkait perubahan EPS.

tidak adanya informasi ataupun peristiwa yang berkaitan dengan perubahan

nilai EPS, membuat variabel Earning Per Share tidak dijadikan dasar

pengambilan keputusan investasi investor atau tidak berpengaruh terhadap

Abnormal Return.

c. Return On Assets (ROA) pada Faktor Internal tidak berpengaruh signifikan

terhadap Kinerja Saham pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa

Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun 2010-

2018. Data Return On Assets tercermin didalam laporan keuangan, selama

30 hari jika tidak ada keterbukaan informasi terkait nilai ROA karena

berdasarkan kebijakan BEI perusahaan wajib mempublikan Laporan

Keuangan triwulan, semesteran dan tahunan sehingga Tidak adanya

peristiwa maupun perubahan yang berhubungan dengan ROA menjadikan

investor tidak menggunakan ROA dalam pengambilan keputusan investasi

yang memberikan dorongan aksi beli, jual maupun hold atas saham

perusahaan sektor penelitian.

d. Umur Perusahaan (AGE) pada Faktor Internal tidak berpengaruh signifikan

terhadap Kinerja Saham pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa

Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun 2010-

2018. Umur merupakan informasi dasar yang terkait dengan perusahaan,

umur bersifat tahunan. Periode penelitian secara abnormal return terkait

umur perusahaan, tidak mencerminkan perubahan usia, karena indikator

yang digunakan adalah umur pada saat IPO dan pada saat perusahana berdiri

berdasarkan akta pendirian. Abnormal return yang digunakan jangka

Page 223: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

199

pendek setelah 30 hari perusahaan IPO, berarti tidak terdapat perubahan

umur secara signifikan. Karena tidak adanya perubahan informasi maupun

peristiwa yang berkaitan umur perusahaan, Hal ini tidak menjadi dasar

pengambilan keputusan investasi yang menjadi harapan dari ekspektasi

return hari ke 30 setelah IPO atau secara kinerja saham.

e. Ukuran Perusahaan (SIZE) pada Faktor Internal berpengaruh positif

signifikan terhadap Kinerja Saham pada perusahaan yang melakukan IPO

di Bursa Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi

Tahun 2010- 2018. Semakin besar ukuran perusahaan akan semakin besar

pula abnormal return saham yang dapat diperoleh investor.

f. Presentase Saham Ditawarkan (PSD) pada Faktor Internal tidak

berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Saham pada perusahaan yang

melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan

Transportasi Tahun 2010- 2018. Jumlah saham yang ditawarkan adalah nilai

awal yang tercantum pada saat perusahaan melakukan IPO, tidak adanya

informasi terkait perubahan nilai PSD, ataupun peristiwa yang berikatan

dengan jumlah saham ditawarkan maka tidak menjadi dasar kputusan

investasi oleh investor sehingga tidak terjadi abnormal return.

g. Faktor Internal (Debt To Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS),

Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan (AGE), Ukuran Perusahaan

(SIZE), Presentase Saham Ditawarkan (PSD) tidak berpengaruh signifikan

terhadap Kinerja Saham pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa

Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun 2010-

2018. Investor dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan

paska IPO cederung tidak melihat hubungan Debt To Equity Ratio (DER),

Earning Per Share (EPS), Return On Assets (ROA), Umur Perusahaan

(AGE), Ukuran Perusahaan (SIZE), dan Presentase Saham Ditawarkan

(PSD) dalam laporan keuangan dan prospektus yang dipublikasikan melalui

keterbukaan informasi. Tidak adanya perubahan laporan keuangan setelah

30 hari pencatatan perdana dan pembaruan atas prospektus yang

dipublikasikan, sehingga tidak menyebabkan abnormal return oleh investor.

Page 224: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

200

4) Pengaruh Faktor Eksternal terhadap Underpricing

a. Inflasi (INF) pada Faktor Eksternal tidak berpengaruh signifikan terhadap

Underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek

Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun 2010- 2018.

Tidak adanya perubahan inflasi atau kondisi inflasi inflais yang cederung

stabil sehingga tidak berdampak perubahan nilai dan harga barang.

Menyebabkan investor tidak menjadi inflasi sebagai dasar pengambilan

keputusan investasi yang menyebabkan underpricing.

b. Kurs Nilai Tukar (KURS) pada Faktor Eksternal berpengaruh positif

signifikan terhadap Underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di

Bursa Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun

2010- 2018. Semakin bagus nilai kurs rupiah terhadap dolar, semakin tinggi

minat investor terhadap saham IPO yang mendorong terjadinya

underpricing.

c. Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) pada Faktor Eksternal tidak

berpengaruh signifikan terhadap Underpricing pada perusahaan yang

melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan

Transportasi Tahun 2010- 2018. Pada saat perusahaan melakukan IPO,

kondisi Suku Bunga Cenderung stabil dengan artian tidka trdapat informasi

terkait perubahan nilai sebelum maupun pada sata pencatatan perdana

sampel penelitian.

d. Faktor Eksternal (Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS), Suku Bunga

Bank Indonesia (RATE) berpengaruh signifikan terhadap Underpricing

pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia sektor

Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun 2010- 2018. Hubungan yang

berpengaruh menandakan bahwa jika inflasi berubah, maka akan merubah

nilai kurs dan suku bunga. Keterkaitan perubahan tersebut menjadi dasar

pengambilan keputusan investasi yang dilakukan oleh investor.

5) Pengaruh Faktor Eksternal terhadap Kinerja Saham

a. Inflasi (INF) pada Faktor Eksternal tidak berpengaruh signifikan terhadap

Kinerja Saham pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia

Page 225: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

201

sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun 2010- 2018. Publikasi

informasi terkait perubahan inflasi yang ebrsifat bulanan tidak menjadi dasar

terjadinya abnormal return, tidak adanya informasi ataupun peristiwa terkait

inflasi yang signifikan selama 30 hari setelah IPO menjadikan investor tidak

menggunakan inflasi sebagai dasar pengambilan keputusan investasi.

b. Kurs Nilai Tukar (KURS) pada Faktor Eksternal tidak berpengaruh signifikan

terhadap Kinerja Saham pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek

Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun 2010- 2018.

Perubahan nilai kurs yang terjadi tidak menyebabkan perubahan keputusan

investasi akrena dominasi investor domestik di sektor penelitian, yang

menyebabkan aspek transaksi perdagangan tidak bersinggungan dengan

prubahan nilai tukar, naik dan turunya kurs tidak menjadi dasar keputusan

investasi setelah 30 hari paska IPO.

c. Suku Bunga Bank Indonesia (RATE) pada Faktor Eksternal tidak berpengaruh

signifikan terhadap Kinerja Saham pada perusahaan yang melakukan IPO di

Bursa Efek Indonesia sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Tahun

2010- 2018. Informasi suku bunga yang bersifat bulanan hingga tahun 2016

dan menjadi BI seven days repo rate yang cenderung berubah disesuikan

dengan kondisi pasar tidak dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan

investasi oleh investor. Hal ini dikarenakan tidak adanya informasi ataupun

peristiwa yang berkaitan dengan perubahan suku bunga pada hari ke-30 paska

IPO pada sampel penelitian sehingga tidak terjadinya abnormal return oleh

investor.

d. Faktor Eksternal (Inflasi (INF), Kurs Nilai Tukar (KURS), Suku Bunga Bank

Indonesia (RATE) tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Saham pada

perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia sektor Infrastruktur,

Utilitas dan Transportasi Tahun 2010- 2018. Investor tidak melihat hubungan

antara inflasi, Kurs dan Suku bunga didalam menentukan harapan atas investasi

yang dilakukan lebih tinggi dari nilai pasar IHSG secara abnormal return, atau

kondisi antara variabel yang stabil di suatu negara membuat iklin ekonomi

yang kondusif sehingga tidak adanya keadaan yang menyebabkan

ketidakpastian investasi atas return saham.

Page 226: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

202

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa pembahasan serta beberapa

kesimpulan dan keterbatasan yang dikemukakan pada penelitian ini, maka peniliti

dapat memberikan saran sebagai berikut :

Bagi Pihak Perusahaan

Perusahaan yang akan melakukan Initial Publik Offering (IPO) sebaiknya

memperhatikan faktor Internal (DER, ukuran perusahaan, dan hubungan data

laporan keuangan serta prospektus ) dan faktor Eksternal (KURS dan hubungan

Antara Inflasi, KURS serta Suku Bunga) didalam penentuan harga penawaran

umum, agar meminimalisir kerugian karena terjadinya Underpricing. Selain itu,

perusahaan juga disarankan untuk melihat Faktor Internal (DER dan Ukuran

Perusahaan) Agar kinerja Sahamnya tumbuh secara baik. Salin itu, bagi perusahaan

yang sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia dapat dijadikan sebagai acuan untuk

penetapan harga pada saat penawaran umum terbatas untuk penambahan jumlah

saham beredar dengan memperhatikan kondisi perusahaan dan kondisi ekonomi

secara global.

Bagi Pihak Underwriter

Underwriter selaku penjamin emisi dapat mengunakan Faktor Internal (DER,

Ukuran Perusahaan dan Hubungan Antara Laporan keuangan serta Prospektus) dan

Eksternal (KURS dan hubungan Antara Inflasi, KURS serta Suku Bunga) untuk

mengantisipasi kerugian atas kurangnya minat investor terhadap saham yang

dijamin dan diperdagangkan pada saat penawaran umum perdana (IPO). Selain itu,

underwriter juga disarankan untuk memperhatikan faktor Internal (DER dan

Ukuran Perusahaan) untuk menjaga kinerja saham perusahaan yang dijamin agar

tetap tumbuh sehingga diminati oleh calon emiten untuk digunakan sebagai

perantara IPO.

Bagi Pihak Investor

Investor yang akan menanamkan sahamnya pada perusahaan yang melakukan

IPO sebaiknya memperhatikan Faktor Internal (DER, Ukuran Perusahaan dan

Page 227: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

203

hubungan antar laporan keuangan serta prospektus) dan Faktor Eksternal (KURS

dan Hubungan Antara Inflasi, KURS dan Suku Bunga) sebagai pertimbangan untuk

memprediksi laba dalam berinvestasi, sehingga diharapkan keuntungan yang

diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.

Bagi Penelitian selanjutnya

Para peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian di bidang yang sama

dapat menggunakan variabel-variabel lain yang diperkirakan akan berpengaruh

terhadap tingkat Underpricing dan Kinerja Saham, seperti Pengaruh dari Pihak

Auditor, Pengaruh atas pihak underwriter serta faktor makro seperti Pertumbuhan

Ekonomi, Defisit Transaksi Berjalan dan intervening yang menghubungkan

variabel independen terhadap abnormal return. Variabel-variabel tersebut diduga

mempunyai pengaruh terhadap tingkat Underpricing, untuk itu perlu adanya

pengkajian ulang sebagai bukti bahwa variabel-variabel tersebut benar-benar

berpengaruh terhadap tingkat Underpricing atau tidak. Selain Itu, Para Peneliti

dapat memperluas sektor yang akan diamati, bukan hanya Sektor

Infrastruktur,Utilitas dan Transportasi melainkan sektor-sektor lain yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia. Namun, Juga dapat mempersempit sektor dengan fokus

pada sub-sektornya saja.

Page 228: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

204

Halaman Sengaja Dikosongkan

Page 229: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

205

Daftar Pustaka

Aang, R. (1997). The Intelligent Guide to Indonesian Capital Market. Jakarta:

Media Staff Indonesia.

alteza, M. (2009). Underpricing Emisi Saham Perdana : Suatu tinjauan Kritis.

Jurnal Manajemen Vol 9.

Ardhiansyah. (2004). Pengaruh Variabel Keuangan Terhadap Return Awal dan

Return 15 Hari setelah IPO serta Moderasi Besaran perusahaan Terhadap

Hubungan Antara Variabel Keuangan dengan Return Awal dan Return 15

Hari Setelah IPO di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi

Indonesia, 125-153.

Aulia. (2014). Faktor Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada

Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014. Kediri:

Universitas Negeri PGRI Kediri.

Boediono. (1999). Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Brigham, & Houston. (2010). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Buku I edisi

kesebelas. Jakarta: Salemba Empat.

Christy. (1996). A note On Underwritter Competition and Initial Public Offering.

Journal Of Business and Accounting, 905-914.

Daily, Catherine, Trevis, Dalton, & Rungpen. (2003). Underpricing: A Meta-

Analysis and Research Synthetis. Journal Entrepreneur Theory and

Practic.

DarmadjI, & Fakhrudin. (2006). Pasar Modal Di Indonesia Pendekatan Tanya

Jawab. Jakarta: Salemba Empat.

Darsono, & Astri. (2010). Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan

(Tips Bagi Direksi, Investor dan Pemegang Saham.) Jakarta: Salemba

Empat.

Dharmastuti, F. (2004). Analisis Pengaruh Earning Per Share, Price Earning Ratio,

Return On Investment, Debt To Equity Ratio dan Net Profit margin Dalam

Menetapkan Harga Saham Perdana. BALANCE VO1 No 2 September, 14-

28.

Dita, K. (2013). Faktor Faktor Penentu Kinerja Saham Perusahaan Setelah

Penawaran Umum Perdana. Jurnal Ilmu Manajemen Vol 1.

Fahmi, I. (2012). Pengantar Pasar Modal. Bandung: Alfabeta.

Fakhrudin, H. (2008). Istilah Pasar Modal A-Z. Jakarta: PT. Alex Media

Komputindo.

Page 230: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

206

Ghozali, & Murdik. (2002). Analisis Faktor Faktor yang Mempengarhui Tingkat

underpricing di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol.4

, 1.

Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Miltivasi dengan Program IBM SPSS 19.

Semarang: BP Universitas Diponegoro.

Gujarati. (2012). Dasar dasar Ekonometri. Jakarta: Erlangga.

Guntoro, A., & Harahap. (2008). Analisis Perbedaan Kinerja Saham Jangka pendek

dan Jangka Panjang pada perusahaan Initial Public Offering (IPO) di Pasar

Modal Indonesia. JRBI Vol 4.

Hady. (2001). Ekonomi Internasional. Jakarta: Airlangga.

Handayani, & Intan. (2011). Analisis Faktor Faktor yang mempengaruhi

Underpricing Pada Penawaran umum Perdana (Studi Kasus : Perusahaan

Keuangan yang Go Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-2006).

Journal Performance Vol 14 No 2, 103-118.

Hardi, H. (2009). Analisis dan Pengaruh Variabel makro Terhadap penetapan Harga

Saham perdana di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Keuangan dan Bisnis Vol

1 No 1.

Horne, J., & Machowicz. (2009). Prinsip Prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta:

Salemba Empat.

Indrawati. (2005). Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada

Penawaran Umum perdana. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol 5

No 1, 1-11.

Jogiyanto. (2010). Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Yogyakarta: UPP

STIM YKPN.

Karsana, & widya, Y. (2009). Analisis Kinerja Saham Emiten Dalam periode 1

Tahun Setelah Penawaran Umum perdana. Media Riset, Auditing &

Informasi, 39-56.

Kasmir. (2014). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Krugman. (1999). Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan. Jakarta:

Rajawali Pers.

Nurhidayati, & Indriantoro. (1998). Analisis Faktor Faktro yang mempengaruhi

tingkayt underpriced pada penawaran perdana di Bursa Efek Indonesia.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 13 No.1, 21-30.

Rachmadhanto, & Raharja. (2014). Analisis Pengaruh Faktor Fundamental

perusahaan dan Kondisi Ekonomi Makro terhadap Tingkat Underpricing

Saat Penawaran Umum Perdana. Jurnal Akuntansi Vol 3 No 4.

Page 231: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

207

Rock, K. (1986). Why new issues Underpriced. Journal of Financial Economics,

34.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sunariyah. (2004). Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Yogyakarta: UPP

AMP YKPN.

Tandelilin, E. (2001). Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta:

BPFE-Yogyakarta.

Triyono. (2008). Analisis Perubahan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika. Jurnal

Ekonomi pembangunan, 156-157.

wijayanto. (2009). Analisis Pengaruh ROA, EPS, Finacial Leverage, Proceed

terhadap Initial Return (Studi Terhadap Perusahaan Non Keuangan yang

melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia Periode 2000-2006. Jurnal

Dinamika Manajemen Vol 1 No 1.

Yasa. (2008). Penyebab Underpricing pada Penawaran Perdana di Bursa Efek

Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Bisnis Volume 3.

Yolana, Chastina, & Martini. (2005). Variabel-Variabel yang mempengaruhi

Fenomena Underpricing pada penawaran saham perdana di BEj Tahun

1994-2001. Seminar Nasional Akuntansi VIII.

Page 232: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

208

(Halaman Sengaja Dikosongkan)

Page 233: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

209

LAMPIRAN 1. DAFTAR SAMPEL PENELITIAN

NO KODE

EMITEN NAMA PERUSAHAAN

SEKTOR

PENELITIAN

1 TOWR PT. Sarana Menara Nusantara Tbk Konstruksi No

Bangunan

2 TBIG PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk Konstruksi No

Bangunan

3 WINS PT. Wintermar Offshore Marine Tbk Transportasi

4 GIAA PT. Garuda Indonesia Tbk Transportasi

5 MBSS PT. Mitrabahtera Segara Sejati Tbk Transportasi

6 BULL PT. Buana Lintas Lautan Tbk Transportasi

7 PTIS PT. Indo Straits Tbk Transportasi

8 SDMU PT. Sidomulyo Selaras Tbk Transportasi

9 SUPR PT. Solusi Tunas Pratama Tbk Konstruksi No

Bangunan

10 CASS PT. Cardig Aero Service Tbk Transportasi

11 NELY PT. Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk Transportasi

12 TAXI PT. Express Transindo Utama Tbk Transportasi

13 ASSA PT. Adi Sarana Armada Tbk Transportasi

14 BBRM PT. Pelayaran Nasional Bina Buana Raya Tbk. Transportasi

15 TPMA PT. Trans Power Marine Tbk Transportasi

16 LEAD PT. Logindo Samudera Makmur Tbk. Transportasi

17 CANI PT. Capitol Nusantara Indonesia Tbk Transportasi

18 LRNA PT. Eka Sari Lorena Transport Tbk. Transportasi

19 BIRD PT. Blue Bird Tbk Transportasi

20 SOCI PT. Soechi Lines Tbk Transportasi

21 POWR PT. Cikarang Listrindo Tbk Energi

22 SHIP PT. Sillo Maritime Perdana Tbk Transportasi

23 OASA PT. Protech Mitra Perkasa Tbk Konstruksi No

Bangunan

24 PORT PT. Nusantara Pelabuhan Handal Tbk Transportasi

25 TGRA PT. Terregra Asia Energy Tbk Energi

26 MPOW PT. Megapower Makmur Tbk Energi

27 PPRE PT. PP Presisi Tbk.. Konstruksi No

Bangunan

28 PSSI PT. Pelita Samudera Shipping Tbk Transportasi

29 IPCM PT. Jasa Armada Indonesia Tbk Transportasi

30 LCKM PT. Lck Global Kedaton Tbk Transportasi

31 HELI PT. Jaya Trishindo Tbk Transportasi

32 GHON PT. Gihon Telekomunikasi Indonesia Tbk Transportasi

33 TRUK PT. Guna Timur Raya Tbk Transportasi

34 TNCA PT. Trimuda Nuansa Citra Tbk Transportasi

35 BPTR PT. Batavia Prosperindo Trans Tbk Transportasi

36 IPCC PT. Indonesia Kendaraan Terminal Tbk

Jalan Tol, Bandara,

Pelabuhan dan Produk

lainnya.

37 SAPX PT. Satria Antaran Prima Tbk Transportasi

38 DEAL PT. Dewata Freightinternational Tbk Transportasi

Page 234: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

210

LAMPIRAN 2. DAFTAR HARGA PENAWARAN UMUM PERDANA (IPO)

NO KODE

EMITEN NAMA PERUSAHAAN

TANGGAL

IPO

HARGA

IPO 1 TOWR PT. Sarana Menara Nusantara Tbk 08 Mei 2010 1050

2 TBIG PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk 26 Oktober 2010 2025

3 WINS PT. Wintermar Offshore Marine Tbk 29 November 2010 380

4 MBSS PT. Mitrabahtera Segara Sejati Tbk 06 April 2010 1600

5 BULL PT. Buana Lintas Lautan Tbk 23 Mei 2011 155

6 PTIS PT. Indo Straits Tbk 12 Juli 2011 950

7 SDMU PT. Sidomulyo Selaras Tbk 12 juli 2011 225

8 SUPR PT. Solusi Tunas Pratama Tbk 11 Oktober 2011 3400

9 NELY PT. Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk 11 Oktober 2012 168

10 TAXI PT. Express Transindo Utama Tbk 02 November 2012 560

11 ASSA PT. Adi Sarana Armada Tbk 12 November 2012 390

12 TPMA PT. Trans Power Marine Tbk 20 Februari 2013 230

13 CANI PT. Capitol Nusantara Indonesia Tbk 16 Januari 2014 200

14 BIRD PT. Blue Bird Tbk 05 November 2014 6500

15 SOCI PT. Soechi Lines Tbk 03 Desemeber 2014 550

16 POWR PT. Cikarang Listrindo Tbk 14 juni 2016 1500

17 SHIP PT. Sillo Maritime Perdana Tbk 16 Juni 2016 140

18 OASA PT. Protech Mitra Perkasa Tbk 18 Juli 2016 190

19 PORT PT. Nusantara Pelabuhan Handal Tbk 16 Maret 2017 535

20 TGRA PT. Terregra Asia Energy Tbk 16 mei 2017 200

21 MPOW PT. Megapower Makmur Tbk 05 Juli 2017 200

22 PSSI PT. Pelita Samudera Shipping Tbk 05 Desember 2017 135

23 IPCM PT. Jasa Armada Indonesia Tbk 22 Desember 2017 380

24 LCKM PT. Lck Global Kedaton Tbk 16 Januari 2018 208

25 HELI PT. Jaya Trishindo Tbk 27 maret 2018 110

26 GHON PT. Gihon Telekomunikasi Indonesia Tbk 09 april 2018 1170

27 TRUK PT. Guna Timur Raya Tbk 23 mei 2018 230

28 TNCA PT. Trimuda Nuansa Citra Tbk 28 juni 2018 150

29 BPTR PT. Batavia Prosperindo Trans Tbk 06 juli 2018 100

30 IPCC PT. Indonesia Kendaraan Terminal Tbk 09 juli 2018 1640

31 SAPX PT. Satria Antaran Prima Tbk 09 Oktober 2018 250

32 DEAL PT. Dewata Freightinternational Tbk 09 November 2018 150

Page 235: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

211

LAMPIRAN 3. INITIAL RETURN (UNDERPRICING) H+1

NO KODE

EMITEN

TANGGAL

IPO

HARGA

IPO

HARGA

PENUTUPAN

H+1

SELISIH

INITIAL

RETURN

(IR)

IR%

1 TOWR 08 Mei 2010 1050 1570 520 0,4952 49,5 %

2 TBIG 26 Oktober

2010

2025 2400 375 0,1852 18,5 %

3 WINS 29 November

2010

380 385 5 0,0132 1,3%

4 MBSS 06 April 2010 1600 1780 180 0,1125 11,25%

5 BULL 23 Mei 2011 155 166 11 0,0710 7,1%

6 PTIS 12 Juli 2011 950 1000 50 0,0526 5,2%

7 SDMU 12 juli 2011 225 240 15 0,0667 6,7%

8 SUPR 11 Oktober

2011

3400 3500 250 0,0735 7,4%

9 NELY 11 Oktober

2012

168 205 37 0,2202 22%

10 TAXI 02 November

2012

560 590 30 0,0536 5,4%

11 ASSA 12 November

2012

390 490 100 0,2564 25,6%

12 TPMA 20 Februari

2013

230 345 115 0,5000 50%

13 CANI 16 Januari

2014

200 239 39 0,2950 29,5%

14 BIRD 05 November

2014

6500 7450 950 0,1462 14,6%

15 SOCI 03 Desemeber

2014

550 620 70 0,1273 12,7%

16 POWR 14 juni 2016 1500 1540 40 0,0267 2,7%

17 SHIP 16 Juni 2016 140 238 98 0,7000 70%

18 OASA 18 Juli 2016 190 322 132 0,6947 69,5%

19 PORT 16 Maret

2017

535 575 40 0,0748 7,5%

20 TGRA 16 mei 2017 200 340 140 0,7000 70%

21 MPOW 05 Juli 2017 200 340 140 0,7000 70%

22 PSSI 05 Desember

2017

135 150 15 0,1111 11,1%

23 IPCM 22 Desember

2017

380 402 22 0,0579 5,8%

24 LCKM 16 Januari

2018

208 312 104 0,5000 50%

25 HELI 27 maret

2018

110 187 77 0,7000 70%

26 GHON 09 april 2018 1170 1755 585 0,5000 50%

27 TRUK 23 mei 2018 230 344 114 0,4957 49,6%

28 TNCA 28 juni 2018 150 254 104 0,6933 69,3%

29 BPTR 06 juli 2018 100 170 70 0,7000 70%

30 IPCC 09 juli 2018 1640 1715 75 0,0457 4,6%

31 SAPX 09 Oktober

2018

250 374 124 0,4960 49,6%

32 DEAL 09 November

2018

150 254 104 0,6933 69,3%

Page 236: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

212

LAMPIRAN 4. INITIAL RETURN (KINERJA SAHAM) H+30

NO KODE

EMITEN

TANGGAL

IPO

HARGA

IPO

TANGGAL

IPO

HARGA

H+30 SELISIH

INITIAL

RETURN

(IR)+30

IR%

1 TOWR 08 Mei 2010 1050 14 Mei 2010 1900 850 0,8095 81%

2 TBIG 26 Oktober

2010 2025

08 Desember

2010 2675 650 0,3210 32%

3 WINS

29

November

2010

380 12 Januari

2011 340 -40 -0,1053 -11%

4 MBSS 06 April

2010 1600 24 Mei 2011 1650 50 0,0313 3%

5 BULL 23 Mei 2011 155 07 Juli 2011 160 5 0,0323 3%

6 PTIS 12 Juli 2011 950 23 Agustus

2011 900 -50 -0,0526 -5%

7 SDMU 12 juli 2011 225 18 Agustus

2011 228 3 0,0133 1%

8 SUPR 11 Oktober

2011 3400

22 November

2011 3725 325 0,0956 10%

9 NELY 11 Oktober

2012 168

23 November

2012 200 32 0,1905 19%

10 TAXI

02

November

2012

560 18 Desember

2012 870 310 0,5536 55%

11 ASSA

12

November

2012

390 28 Desember

2012 430 40 0,1026 10%

12 TPMA 20 Februari

2013 230 04 April 2013 365 135 0,5870 59%

13 CANI 16 Januari

2014 200 20 Maret 2014 265 65 0,3250 33%

14 BIRD

05

November

2014

6500 16 Desember

2014 8700 2200 0,3385 34%

15 SOCI

03

Desemeber

2014

550 19 Januari

2015 620 70 0,1273 13%

16 POWR 14 juni 2016 1500 01 Agustus

2016 1495 -5 -0,0033 0%

17 SHIP 16 Juni

2016 140

03 Agustus

2016 354 214 1,5286 153%

18 OASA 18 Juli 2016 190 29 Agustus

2016 200 10 0,0526 5%

19 PORT 16 Maret

2017 535 05 Mei 2017 520 -15 -0,0280 -3%

20 TGRA 16 mei 2017 200 06 Juli 2017 416 216 1,0800 108%

21 MPOW 05 Juli 2017 200 15 Agustus

2017 390 190 0,9500 95%

22 PSSI

05

Desember

2017

135 18 Januari

2018 179 44 0,3259 33%

Page 237: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

213

NO KODE

EMITEN

TANGGAL

IPO

HARGA

IPO

TANGGAL

H+30

HARGA

H+30 SELISIH

INITIAL

RETURN

(IR)+30

IR%

23 IPCM

22

Desember

2017

380 05 Februari

2018 432 52 0,1368 14%

24 LCKM 16 Januari

2018 208

27 Februari

2018 446 238 1,1442 114%

25 HELI 27 maret

2018 110 09 Mei 2018 117 7 0,0636 6%

26 GHON 09 april

2018 1170 22 Mei 2018 1090 -80 -0,0684 -7%

27 TRUK 23 mei 2018 230 16 Juli 2018 660 430 1,8696 187%

28 TNCA 28 juni 2018 150 08 Agustus

2018 163 13 0,0867 9%

29 BPTR 06 juli 2018 100 20 Agustus

2018 104 4 0,0400 4%

30 IPCC 09 juli 2018 1640 16 Agustus

2018 1510 -130 -0,0793 -8%

31 SAPX 09 Oktober

2018 250

13 November

2018 640 390 1,5600 156%

32 DEAL

09

November

2018

150 21 Desember

2018 496 346 2,3067 231%

Page 238: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

214

LAMPIRAN 5. INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN H+30

NO KODE

EMITEN

TANGGAL

IHSG H+30 IHSG IPO

IHSG

H+30 SELISIH

MARKET

RETURN MR%

1 TOWR 14 Mei 2010 2578,97 2.858,4 279,41 0,1083 10,83%

2 TBIG 08 Desember

2010 3643,11 3.770,0 126,89 0,0348 3,48%

3 WINS 12 Januari

2011 3642,88 3.554,8 - 88,11 - 0,0242 -2,42%

4 MBSS 24 Mei 2011 3685,84 3.785,9 100,10 0,0272 2,72%

5 BULL 07 Juli 2011 3872,21 3.939,5 67,26 0,0174 1,74%

6 PTIS 23 Agustus

2011 3995,22 3.880,5 - 114,76 - 0,0287 -2,87%

7 SDMU 18 Agustus

2011 3995,22 4.021,0 25,77 0,0065 0,65%

8 SUPR 22 November

2011 3451,63 3.735,5 283,90 0,0823 8,23%

9 NELY 23 November

2012 4268,76 4.348,8 80,05 0,0188 1,88%

10 TAXI 18 Desember

2012 4339,22 4.301,4 - 37,78 - 0,0087 -0,87%

11 ASSA 28 Desember

2012 4329,13 4.316,7 - 12,45 - 0,0029 -0,29%

12 TPMA 04 April

2013 4612,45 4.922,6 310,16 0,0672 6,72%

13 CANI 20 Maret

2014 4455,54 4.699,0 243,43 0,0546 5,46%

14 BIRD 16 Desember

2014 5075,24 5.026,0 - 49,22 - 0,0097 -0,97%

15 SOCI 19 Januari

2015 5180,26 5.152,1 - 28,17 - 0,0054 -0,54%

16 POWR 01 Agustus

2016 4797,62 5.361,6 563,96 0,1175 11,75%

17 SHIP 03 Agustus

2016 4819,23 5.351,9 532,64 0,1105 11,05%

18 OASA 29 Agustus

2016 5107,92 5.370,8 262,85 0,0515 5,15%

19 PORT 05 Mei 2017 5461,91 5.683,4 221,46 0,0405 4,05%

20 TGRA 06 Juli 2017 5690,30 5.849,6 159,28 0,0280 2,80%

21 MPOW 15 Agustus

2017 5865,42 5.835,0 - 30,38 - 0,0052 -0,52%

22 PSSI 18 Januari

2018 6021,08 6.472,7 451,58 0,0750 7,50%

23 IPCM 05 Februari

2018 6181,86 6.589,7 407,81 0,0660 6,60%

24 LCKM 27 Februari

2018 6386,22 6.598,9 212,71 0,0333 3,33%

25 HELI 09 Mei 2018 6246,23 5.907,9 - 338,29 - 0,0542 -5,42%

26 GHON 22 Mei 2018 6179,38 5.751,1 - 428,26 - 0,0693 -6,93%

27 TRUK 16 Juli 2018 5764,42 5.905,2 140,74 0,0244 2,44%

28 TNCA 08 Agustus

2018 5791,58 6.094,8 303,25 0,0524 5,24%

29 BPTR 20 Agustus

2018 5733,13 5.892,2 159,06 0,0277 2,77%

30 IPCC 16 Agustus

2018 5719,86 5.783,8 63,94 0,0112 1,12%

Page 239: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

215

NO KODE

EMITEN

TANGGAL

IHSG H+30 IHSG IPO

IHSG

H+30 SELISIH

MARKET

RETURN MR%

31 SAPX 13 November

2018 5874,50 5.835,2 - 39,30 - 0,0067 -0,67%

32 DEAL 21 Desember

2018 5934,18 6.163,6 229,42 0,0387 3,87%

Page 240: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

216

LAMPIRAN 6. ABNORMAL RETURN H+30 (KINERJA SAHAM)

NO KODE

EMITEN

INITIAL

RETURN

MARKET

RETURN

ABNORMAL

RETURN

AR%

1 TOWR 0,8095 0,1083 0,7012 70,1%

2 TBIG 0,3210 0,0348 0,2862 28,6%

3 WINS -0,1053 -0,0242 -0,0811 -8,1%

4 MBSS 0,0313 0,0272 0,0041 0,4%

5 BULL 0,0323 0,0174 0,0149 1,5%

6 PTIS -0,0526 -0,0287 -0,0239 -2,4%

7 SDMU 0,0133 0,0065 0,0068 0,7%

8 SUPR 0,0956 0,0823 0,0133 1,3%

9 NELY 0,1905 0,0188 0,1717 17,2%

10 TAXI 0,5536 -0,0087 0,5623 56,2%

11 ASSA 0,1026 -0,0029 0,1055 10,6%

12 TPMA 0,5870 0,0672 0,5198 52,0%

13 CANI 0,3250 0,0546 0,2704 27,0%

14 BIRD 0,3385 -0,0097 0,3482 34,8%

15 SOCI 0,1273 -0,0054 0,1327 13,3%

16 POWR -0,0033 0,1175 -0,1208 -12,1%

17 SHIP 1,5286 0,1105 1,4181 141,8%

18 OASA 0,0526 0,0515 0,0011 0,1%

19 PORT -0,0280 0,0405 -0,0685 -6,9%

20 TGRA 1,0800 0,028 1,052 105,2%

21 MPOW 0,9500 -0,0052 0,9552 95,5%

22 PSSI 0,3259 0,075 0,2509 25,1%

23 IPCM 0,1368 0,066 0,0708 7,1%

24 LCKM 1,1442 0,0333 1,1109 111,1%

25 HELI 0,0636 -0,0542 0,1178 11,8%

26 GHON -0,0684 -0,0693 0,0009 0,1%

27 TRUK 1,8696 0,0244 1,8452 184,5%

28 TNCA 0,0867 0,0524 0,0343 3,4%

29 BPTR 0,0400 0,0277 0,0123 1,2%

30 IPCC -0,0793 0,0112 -0,0905 -9,1%

31 SAPX 1,5600 -0,0067 1,5667 156,7%

32 DEAL 2,3067 0,0387 2,268 226,8%

Page 241: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

217

LAMPIRAN 7. ABNORMAL RETURN PENELITIAN (KINERJA SAHAM)

NO KODE

EMITEN

ABNORMAL

RETURN IPO

ABNORMAL RETURN

HARI KE-30

SELISIH ABNORMAL

RETURN

1 TOWR 0,4768 0,8056 0,3287

2 TBIG 0,1822 0,3083 0,1262

3 WINS 0,0165 -0,1340 -0,1505

4 MBSS 0,1011 0,0292 -0,0719

5 BULL 0,0952 0,0245 -0,0707

6 PTIS 0,0669 -0,0632 -0,1301

7 SDMU 0,0810 -0,0037 -0,0846

8 SUPR 0,0503 0,0804 0,0301

9 NELY 0,2164 0,1873 -0,0292

10 TAXI 0,0536 0,5579 0,5042

11 ASSA 0,2588 0,0984 -0,1604

12 TPMA 0,4952 0,5966 0,1014

13 CANI 0,2047 0,3476 0,1430

14 BIRD 0,1478 0,3467 0,1989

15 SOCI 0,1300 0,1273 -0,0027

16 POWR 0,0217 -0,0187 -0,0404

17 SHIP 0,7010 1,5315 0,8305

18 OASA 0,6909 0,0627 -0,6282

19 PORT 0,0645 -0,0313 -0,0957

20 TGRA 0,7076 1,0745 0,3669

21 MPOW 0,7069 0,9455 0,2386

22 PSSI 0,1145 0,3235 0,2089

23 IPCM 0,0516 0,1318 0,0802

24 LCKM 0,4932 1,1404 0,6472

25 HELI 0,7059 0,0333 -0,6726

26 GHON 0,4892 -0,0655 -0,5547

27 TRUK 0,4909 1,8758 1,3849

28 TNCA 0,7148 0,0893 -0,6255

29 BPTR 0,7067 0,0299 -0,6767

30 IPCC 0,0304 -0,0785 -0,1090

31 SAPX 0,4972 1,5460 1,0488

32 DEAL 0,7034 2,2992 1,5957

Page 242: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

218

LAMPIRAN 8. DEBT TO EQUITY RASIO (DER) SAMPEL PENELITIAN

NO KODE

EMITEN HUTANG PERUSAHAAN EKUITAS

RASIO

DER %

1 TOWR 5.781.326.000.000 1.115.417.000.000 5,18 518%

2 TBIG 1.320.361.000.000 524.825.000.000 2,52 252%

3 WINS 383.253.000.000 494.814.000.000 0,77 77%

4 MBSS 856.441.000.000 1.095.883.000.000 0,78 78%

5 BULL 1.263.544.000.000 1.579.306.000.000 0,80 80%

6 PTIS 243.120.000.000 312.606.000.000 0,78 78%

7 SDMU 24.930.000.000 118.430.000.000 0,21 21%

8 SUPR 1.324.707.000.000 474.118.000.000 2,79 279%

9 NELY 77.294.000.000 227.519.000.000 0,34 34%

10 TAXI 792.020.000.000 207.137.000.000 3,82 382%

11 ASSA 1.229.230.000.000 192.551.000.000 6,38 638%

12 TPMA 426.483.000.000 359.792.000.000 1,19 119%

13 CANI 743.965.000.000 120.406.000.000 6,18 618%

14 BIRD 3.806.657.000.000 1.205.258.000.000 3,16 316%

15 SOCI 2.361.298.000.000 1.385.173.000.000 1,70 170%

16 POWR 6.685.881.000.000 3.371.313.000.000 1,98 198%

17 SHIP 112.958.000.000 306.706.000.000 0,37 37%

18 OASA 1.152.000.000 13.297.000.000 0,09 9%

19 PORT 1.430.661.000.000 620.662.000.000 2,31 231%

20 TGRA 21.412.000.000 257.575.000.000 0,08 8%

21 MPOW 268.745.000.000 81.459.000.000 3,30 330%

22 PSSI 463.789.000.000 399.893.000.000 1,16 116%

23 IPCM 216.635.000.000 336.734.000.000 0,64 64%

24 LCKM 9.490.000.000 84.751.000.000 0,11 11%

25 HELI 156.130.000.000 63.430.000.000 2,46 246%

26 GHON 273.827.000.000 149.487.000.000 1,83 183%

27 TRUK 16.470.000.000 42.255.000.000 0,39 39%

28 TNCA 11.682.000.000 9.889.000.000 1,18 118%

29 BPTR 200.367.000.000 130.096.000.000 1,54 154%

30 IPCC 97.690.000.000 237.048.000.000 0,41 41%

31 SAPX 43.419.000.000 43.973.000.000 0,99 99%

32 DEAL 132.485.000.000 17.263.000.000 7,67 767%

Page 243: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

219

LAMPIRAN 9. EARNING PER SHARE (EPS) SAMPEL PENELITIAN

NO KODE

EMITEN

PENDAPATAN BERSIH

PERUSAHAAN

JUMLAH SAHAM

BEREDAR EPS

1 TOWR 589.483.000.000 980.060.000 601,5

2 TBIG 52.732.000.000 591.829.405 89,1

3 WINS -306.904.000.000 7.372.183.521 -41,6

4 MBSS 198.304.000.000 1.107.843.575 179

5 BULL 6.617.000.000 6.965.263.158 0,95

6 PTIS 43.494.000.000 477.956.043.956 0,091

7 SDMU 8.920.000.000 537.673.297 16,6

8 SUPR 230.412.000.000 500.004.340 460,82

9 NELY 57.761.000.000 800.235.522 72,18

10 TAXI 60.196.000.000 1.326.195.197 45,39

11 ASSA 9.865.000.000 1.644.166.667 6

12 TPMA 91.574.000.000 1.761.038.462 52

13 CANI -428.000.000 25176470,59 -17

14 BIRD 713.202.000.000 2.141.747.748 333

15 SOCI 302.542.000.000 2.327.246.154 130

16 POWR 800.106.000.000 14.547.381.818 55

17 SHIP 44.484.000.000 626.535.211 71

18 OASA 3.038.000.000 10.850.000 280

19 PORT 93.988.000.000 199.974.468.085 0,47

20 TGRA 167.000.000 2.385.714.286 0,07

21 MPOW 7.382.000.000 50.910.345 145

22 PSSI -124.053.000.000 30.037.046.005 -4,13

23 IPCM 117.064.000.000 580.012.882 201,83

24 LCKM 4.344.000.000 416.490.892 10,43

25 HELI 9.145.000.000 34.753.495 263,139

26 GHON 36.990.000.000 411.000.000.000 0,09

27 TRUK 257.000.000 62.378.641 4,12

28 TNCA 1.147.000.000 195.068.027 5,88

29 BPTR 10.598.000.000 3.311.875.000 3,2

30 IPCC 59.998.000.000 1.001.636.060 59,9

31 SAPX -17.173.000.000 300.017.470 -57,24

32 DEAL 409.000.000 47.392.816 8,63

Page 244: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

220

LAMPIRAN 10. RETURN ON ASSET (ROA) SAMPEL PENELITIAN

NO KODE

EMITEN

PENDAPATAN BERSIH

PERUSAHAAN TOTAL ASET ROA

1 TOWR 589.483.000.000 6.876.743.000.000 0,086

2 TBIG 52.732.000.000 1.862.205.000.000 0,028

3 WINS -306.904.000.000 882.075.000.000 -0,348

4 MBSS 198.304.000.000 1.987.535.000.000 0,100

5 BULL 6.617.000.000 2.842.850.000.000 0,002

6 PTIS 43.494.000.000 555.727.000.000 0,078

7 SDMU 8.920.000.000 143.361.000.000 0,062

8 SUPR 230.412.000.000 1.798.825.000.000 0,128

9 NELY 57.761.000.000 304.813.000.000 0,189

10 TAXI 60.196.000.000 999.157.000.000 0,060

11 ASSA 9.865.000.000 1.421.781.000.000 0,007

12 TPMA 91.574.000.000 786.275.000.000 0,116

13 CANI -428.000.000 864.371.000.000 -0,0005

14 BIRD 713.202.000.000 5.011.915.000.000 0,142

15 SOCI 302.542.000.000 3.746.471.000.000 0,081

16 POWR 800.106.000.000 10.057.195.000.000 0,0796

17 SHIP 44.484.000.000 419.663.000.000 0,106

18 OASA 3.038.000.000 14.440.000.000 0,210

19 PORT 93.988.000.000 2.051.323.000.000 0,046

20 TGRA 167.000.000 1.098.210.000.000 0,001

21 MPOW 7.382.000.000 278.987.000.000 0,021

22 PSSI -124.053.000.000 1.066.390.000.000 -0,144

23 IPCM 117.064.000.000 863.683.000.000 0,196

24 LCKM 4.344.000.000 94.241.000.000 0,046

25 HELI 9.145.000.000 219.460.000.000 0,042

26 GHON 36.990.000.000 423.314.000.000 0,087

27 TRUK 257.000.000 58.725.000.000 0,004

28 TNCA 1.147.000.000 21.571.000.000 0,053

29 BPTR 10.598.000.000 844.995.000.000 0,032

30 IPCC 59.998.000.000 330.462.000.000 0,179

31 SAPX -17.173.000.000 43.973.000.000 -0,391

32 DEAL 409.000.000 149.748.000.000 0,003

Page 245: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

221

LAMPIRAN 11. UMUR PERUSAHAAN SAMPEL PENELITIAN

NO KODE

EMITEN

TAHUN PERUSAHAAN

DIDIRIKAN

BERDASARKAN AKTA

PENDIRIAN

TAHUN PERUSAHAAN

IPO DI BURSA EFEK

INDONESIA

AGE

(TAHUN)

AGE

(LOGARTIMA

NATURAL)

1 TOWR 2008 2010 2 0,693147

2 TBIG 2004 2010 6 1,791759

3 WINS 1996 2010 14 2,639057

4 MBSS 1994 2011 17 2,833213

5 BULL 2005 2011 6 1,791759

6 PTIS 1985 2011 26 3,258097

7 SDMU 1993 2011 18 2,890372

8 SUPR 2006 2011 5 1,609438

9 NELY 1977 2012 35 1,791759

10 TAXI 1981 2012 31 3,555348

11 ASSA 1999 2012 13 3,433987

12 TPMA 2005 2013 8 2,564949

13 CANI 2004 2014 10 2,079442

14 BIRD 2001 2014 13 2,302585

15 SOCI 2010 2014 4 2,564949

16 POWR 1970 2016 46 3,828641

17 SHIP 1989 2016 27 3,295837

18 OASA 2006 2016 10 2,639057

19 PORT 2003 2017 14 2,944439

20 TGRA 1995 2017 22 3,091042

21 MPOW 2007 2017 10 2,302585

22 PSSI 2007 2017 10 2,302585

23 IPCM 2013 2017 4 1,386294

24 LCKM 2013 2018 5 2,397895

25 HELI 2007 2018 11 2,833213

26 GHON 2001 2018 17 3,637586

27 TRUK 1980 2018 38 3,135494

28 TNCA 1995 2018 23 2,397895

29 BPTR 2014 2018 4 1,386294

30 IPCC 2012 2018 6 1,791759

31 SAPX 2014 2018 4 1,386294

32 DEAL 1995 2018 23 3,135494

Page 246: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

222

LAMPIRAN 12. UKURAN PERUSAHAAN SAMPEL PENELITIAN

NO KODE

EMITEN

(SIZE)

TOTAL ASET

(SIZE)

LOGARITMA NATURAL

1 TOWR 6.876.743.000.000 29,55917

2 TBIG 1.862.205.000.000 28,25278

3 WINS 882.075.000.000 27,50554

4 MBSS 1.987.535.000.000 28,31792

5 BULL 2.842.850.000.000 28,67583

6 PTIS 555.727.000.000 27,04354

7 SDMU 143.361.000.000 25,68863

8 SUPR 1.798.825.000.000 28,21815

9 NELY 304.813.000.000 26,44296

10 TAXI 999.157.000.000 27,63018

11 ASSA 1.421.781.000.000 27,98293

12 TPMA 786.275.000.000 27,39057

13 CANI 864.371.000.000 27,48527

14 BIRD 5.011.915.000.000 29,24284

15 SOCI 3.746.471.000.000 28,95184

16 POWR 10.057.195.000.000 29,93931

17 SHIP 419.663.000.000 26,76272

18 OASA 14.440.000.000 23,39327

19 PORT 2.051.323.000.000 28,34951

20 TGRA 1.098.210.000.000 27,7247

21 MPOW 278.987.000.000 26,35443

22 PSSI 1.066.390.000.000 27,6953

23 IPCM 863.683.000.000 27,48447

24 LCKM 94.241.000.000 25,26912

25 HELI 219.460.000.000 26,11444

26 GHON 423.314.000.000 26,77138

27 TRUK 58.725.000.000 24,79613

28 TNCA 21.571.000.000 23,79462

29 BPTR 844.995.000.000 27,4626

30 IPCC 330.462.000.000 26,52376

31 SAPX 43.973.000.000 24,50684

32 DEAL 149.748.000.000 25,73222

Page 247: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

223

LAMPIRAN 13. PRESENTASE SAHAM DITAWARKAN (PSD) SAMPEL

PENELITIAN

NO KODE

EMITEN

PRESENTASE SAHAM

DITAWARKAN

1 TOWR 0,086

2 TBIG 0,028

3 WINS -0,348

4 MBSS 0,100

5 BULL 0,002

6 PTIS 0,078

7 SDMU 0,062

8 SUPR 0,128

9 NELY 0,189

10 TAXI 0,060

11 ASSA 0,007

12 TPMA 0,116

13 CANI -0,0005

14 BIRD 0,142

15 SOCI 0,081

16 POWR 0,0796

17 SHIP 0,106

18 OASA 0,210

19 PORT 0,046

20 TGRA 0,001

21 MPOW 0,021

22 PSSI -0,144

23 IPCM 0,196

24 LCKM 0,046

25 HELI 0,042

26 GHON 0,087

27 TRUK 0,004

28 TNCA 0,053

29 BPTR 0,032

30 IPCC 0,179

31 SAPX -0,391

32 DEAL 0,003

Page 248: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

224

LAMPIRAN 14. INFLASI PADA SAMPEL PENELITIAN

NO KODE

EMITEN

TANGGAL

PERUSAHAAN

KETIKA IPO

INF

TANGGAL HARI

KE 30 SETELAH

IPO

INF RATA RATA

INFLASI

1 TOWR 08/03/2010 3,43 14/05/2010 4,16 3,83

2 TBIG 26/10/2010 5,47 08/12/2010 6,96 6,32

3 WINS 29/11/2010 5,67 12/01/2011 7,02 6,99

4 MBSS 06/04/2011 6,16 24/05/2011 5,98 6,07

5 BULL 23/05/2011 5,98 07/07/2011 4,61 5,38

6 PTIS 12/07/2011 4,61 23/08/2011 4,79 4,70

7 SDMU 12/07/2011 4,61 18/08/2011 4,79 4,70

8 SUPR 11/10/2011 4,42 22/11/2011 4,15 4,42

9 NELY 11/10/2012 4,61 23/11/2012 4,32 4,61

10 TAXI 02/11/2012 4,32 18/12/2012 4,30 4,30

11 ASSA 12/11/2012 4,32 28/12/2012 4,30 4,30

12 TPMA 20/02/2013 5,31 04/04/2013 5,57 5,59

13 CANI 16/01/2014 8,22 20/03/2014 7,32 7,76

14 BIRD 05/11/2014 8,83 16/12/2014 8,36 8,68

15 SOCI 03/12/2014 8,36 19/01/2015 6,96 7,66

16 POWR 14/06/2016 3,45 01/08/2016 2,79 3,15

17 SHIP 16/06/2016 3,45 03/08/2016 2,79 3,15

18 OASA 18/07/2016 3,33 29/08/2016 2,79 3,00

19 PORT 16/03/2017 3,61 05/05/2017 4,33 4,04

20 TGRA 16/05/2017 4,33 06/07/2017 3,88 4,19

21 MPOW 05/07/2017 3,88 15/08/2017 3,82 3,85

22 PSSI 05/12/2017 3,61 18/01/2018 3,25 3,43

23 IPCM 22/12/2017 3,61 05/02/2018 3,18 3,35

24 LCKM 16/01/2018 3,25 27/02/2018 3,18 3,22

25 HELI 27/03/2018 3,40 09/05/2018 3,23 3,35

26 GHON 09/04/2018 3,41 22/05/2018 3,23 3,32

27 TRUK 23/05/2018 3,23 16/07/2018 3,18 3,18

28 TNCA 28/06/2018 3,12 08/08/2018 3,20 3,15

29 BPTR 06/07/2018 3,18 20/08/2018 3,20 3,19

30 IPCC 09/07/2018 3,18 16/08/2018 3,20 3,19

31 SAPX 03/10/2018 3,16 13/11/2018 3.23 3,20

32 DEAL 09/11/2018 3,23 21/12/2018 3,12 3,18

Page 249: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

221

LAMPIRAN 15. KURS NILAI TUKAR IDR/USD SAMPEL PENELITIAN

NO KODE

EMITEN

TANGGAL

PERUSAHAAN

KETIKA IPO

KURS

JUAL

KURS

BELI

KURS

TENGAH

TANGGAL HARI

KE 30 SETELAH

IPO

KURS

JUAL

KURS

BELI

KURS

TENGAH

1 TOWR 08/03/2010 9246 9154 9200 14/05/2010 9139 9049 9094

2 TBIG 26/10/2010 8958 8868 8913 08/12/2010 9065 8975 9020

3 WINS 29/11/2010 9078 8988 9033 12/01/2011 9090 9000 9045

4 MBSS 06/04/2011 8694 8608 8651 24/05/2011 8611 8525 8568

5 BULL 23/05/2011 8604 8518 8561 07/07/2011 8578 8492 8535

6 PTIS 12/07/2011 8592 8506 8549 23/08/2011 8587 8501 8544

7 SDMU 12/07/2011 8592 8506 8549 18/08/2011 8576 8490 8533

8 SUPR 11/10/2011 8985 8895 8940 22/11/2011 9080 8990 9035

9 NELY 11/10/2012 9651 9555 9603 23/11/2012 9676 9580 9628

10 TAXI 02/11/2012 9676 9580 9628 18/12/2012 9691 9595 9643

11 ASSA 12/11/2012 9683 9587 9635 28/12/2012 9718 9622 9670

12 TPMA 20/02/2013 9753 9655 9704 04/04/2013 9798 9700 9749

13 CANI 16/01/2014 12178 12056 12117 20/03/2014 11464 11350 11407

14 BIRD 05/11/2014 12227 12105 12166 16/12/2014 12965 12835 12900

15 SOCI 03/12/2014 12356 12234 12295 19/01/2015 12675 12549 12612

16 POWR 14/06/2016 13339 13207 13273 01/08/2016 13145 13015 13080

17 SHIP 16/06/2016 13394 13260 13327 03/08/2016 13180 13048 13114

18 OASA 18/07/2016 13178 13046 13112 29/08/2016 13341 13209 13275

19 PORT 16/03/2017 13403 13269 13336 05/05/2017 13406 13272 13339

20 TGRA 16/05/2017 13364 13232 13298 06/07/2017 13431 13297 13364

21 MPOW 05/07/2017 13416 13282 13349 15/08/2017 13411 13277 13344

22 PSSI 05/12/2017 13583 13447 13515 18/01/2018 13432 13298 13365

23 IPCM 22/12/2017 13626 13490 13558 05/02/2018 13565 13431 13498

24 LCKM 16/01/2018 13400 13266 13333 27/02/2018 13718 13582 13650

25 HELI 27/03/2018 13777 13639 13708 09/05/2018 14144 14004 14074

26 GHON 09/04/2018 13840 13702 13771 22/05/2018 14249 14107 14178

27 TRUK 23/05/2018 14263 14121 14192 16/07/2018 14468 14324 14396

28 TNCA 28/06/2018 14342 14200 14271 08/08/2018 14511 14367 14439

Page 250: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

222

NO KODE

EMITEN

TANGGAL

PERUSAHAAN

KETIKA IPO

KURS

JUAL

KURS

BELI

KURS

TENGAH

TANGGAL HARI

KE 30 SETELAH

IPO

KURS

JUAL

KURS

BELI

KURS

TENGAH

29 BPTR 06/07/2018 14481 14337 14409 20/08/2018 14651 14505 14578

30 IPCC 09/07/2018 14404 14260 14332 16/08/2018 14692 14546 14619

31 SAPX 03/10/2018 15163 15013 15088 13/11/2018 14969 14821 14895

32 DEAL 09/11/2018 14659 14513 14586 21/12/2018 14552 14408 14480

Page 251: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

223

LAMPIRAN 16. SUKU BUNGA BANK INDONESIA SAMPEL PENELITIAN

NO KODE

EMITEN

TANGGAL

PERUSAHAAN

KETIKA IPO

RATE

TANGGAL HARI

KE 30 SETELAH

IPO

RATE RATA RATA

RATE

1 TOWR 08/03/2010 6,5 14/05/2010 6,5 6,50

2 TBIG 26/10/2010 6,5 08/12/2010 6,5 6,50

3 WINS 29/11/2010 6,5 12/01/2011 6,5 6,50

4 MBSS 06/04/2011 6,75 24/05/2011 6,75 6,75

5 BULL 23/05/2011 6,75 07/07/2011 6,75 6,75

6 PTIS 12/07/2011 6,75 23/08/2011 6,75 6,75

7 SDMU 12/07/2011 6,75 18/08/2011 6,75 6,75

8 SUPR 11/10/2011 6,75 22/11/2011 6.5 6,65

9 NELY 11/10/2012 5,75 23/11/2012 5,75 5,75

10 TAXI 02/11/2012 5,75 18/12/2012 5,75 5,75

11 ASSA 12/11/2012 5,75 28/12/2012 5,75 5,75

12 TPMA 20/02/2013 5,75 04/04/2013 5,75 5,75

13 CANI 16/01/2014 7,5 20/03/2014 7,5 7,50

14 BIRD 05/11/2014 7,5 16/12/2014 7,75 7,63

15 SOCI 03/12/2014 7,75 19/01/2015 7,75 7,75

16 POWR 14/06/2016 6,5 01/08/2016 5,25 5,88

17 SHIP 16/06/2016 6,5 03/08/2016 5,25 5,88

18 OASA 18/07/2016 6,5 29/08/2016 5,25 5,88

19 PORT 16/03/2017 4,75 05/05/2017 4,75 4,75

20 TGRA 16/05/2017 4,75 06/07/2017 4,75 4,75

21 MPOW 05/07/2017 4,75 15/08/2017 4,5 4,63

22 PSSI 05/12/2017 4,25 18/01/2018 4,25 4,25

23 IPCM 22/12/2017 4,25 05/02/2018 4,25 4,25

24 LCKM 16/01/2018 4,25 27/02/2018 4,25 4,25

25 HELI 27/03/2018 4,25 09/05/2018 4,5 4,38

26 GHON 09/04/2018 4,25 22/05/2018 4,5 4,38

27 TRUK 23/05/2018 4,5 16/07/2018 5,25 4,88

28 TNCA 28/06/2018 5,25 08/08/2018 5,5 5,38

29 BPTR 06/07/2018 5,25 20/08/2018 5,5 5,38

30 IPCC 09/07/2018 5,25 16/08/2018 5,5 5,38

31 SAPX 03/10/2018 5,75 13/11/2018 6 5,88

32 DEAL 09/11/2018 6 21/12/2018 6 6,00

Page 252: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

224

LAMPIRAN 17. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM TOWR

Page 253: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

225

LAMPIRAN 18. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM TBIG

Page 254: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

226

LAMPIRAN 19. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM WINS

Page 255: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

227

LAMPIRAN 20. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM MBSS

Page 256: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

228

LAMPIRAN 21. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM BULL

Page 257: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

229

LAMPIRAN 22. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM PTIS

Page 258: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

230

LAMPIRAN 23. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM SDMU

Page 259: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

231

LAMPIRAN 24. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM SUPR

Page 260: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

232

LAMPIRAN 25. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM NELY

Page 261: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

233

LAMPIRAN 26. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM TAXI

Page 262: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

234

LAMPIRAN 27. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM ASSA

Page 263: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

235

LAMPIRAN 28. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM TPMA

Page 264: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

236

LAMPIRAN 29. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM CANI

Page 265: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

237

LAMPIRAN 30. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM BIRD

Page 266: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

238

LAMPIRAN 31. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM SOCI

Page 267: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

239

LAMPIRAN 32. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM POWR

Page 268: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

240

LAMPIRAN 33. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM SHIP

Page 269: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

241

LAMPIRAN 34. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM OASA

Page 270: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

242

LAMPIRAN 35. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM PORT

Page 271: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

243

LAMPIRAN 36. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM TGRA

Page 272: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

244

LAMPIRAN 37. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM MPOW

Page 273: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

245

LAMPIRAN 38. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM PSSI

Page 274: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

246

LAMPIRAN 39. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM IPCM

Page 275: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

247

LAMPIRAN 40. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM LCKM

Page 276: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

248

LAMPIRAN 41. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM HELI

Page 277: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

249

LAMPIRAN 42. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM GHON

Page 278: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

250

LAMPIRAN 43. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM TRUK

Page 279: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

251

LAMPIRAN 44. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM TNCA

Page 280: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

252

LAMPIRAN 45. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM BPTR

Page 281: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

253

LAMPIRAN 46. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM IPCC

Page 282: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

254

LAMPIRAN 47. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM SAPX

Page 283: FENOMENA UNDERPRICING DAN KINERJA SAHAM …repository.ppns.ac.id/2180/1/1115040014 - Herfian... · 2019. 11. 15. · i r tugas akhir (614415a) fenomena underpricing dan kinerja saham

255

LAMPIRAN 48. FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM DEAL