fatwa al-azhar mesir

Upload: arema212

Post on 20-Jul-2015

163 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

I. Fatwa Rektor Universitas al-Azhar, Syekh alAkbar Mahmud SyaltutKantor Pusat Universitas al-Azhar Dengan nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang Teks Fatwa yang dikeluarkan Yang Mulia Syekh al-Akbar Mahmud Syaltut, Rektor Universitas al-Azhar tentang Kebolehan Mengikuti Mazhab Syiah Imamiyah Soal: Yang Mulia, sebagian orang percaya bahwa penting bagi seorang Muslim untuk mengikuti salah satu dari empat mazhab yang terkenal agar ibadah dan muamalahnya benar secara syari, sementara Syiah Imamiyah bukan salah satu dari empat mazhab tersebut, begitu juga Syiah Zaidiyah. Apakah Yang Mulia setuju dengan pendapat ini dan melarang mengikuti mazhab Syiah Imamiyah Itsnaasyariyah misalnya? Jawab:

1) Islam tidak menuntut seorang Muslim untuk mengikuti salah satu mazhab tertentu. Sebaliknya, kami katakan: setiap Muslim punya hak mengikuti salah satu mazhab yang telah diriwayatkan secara sahih dan fatwa-fatwanya telah dibukukan. Setiap orang yang mengikuti mazhab-mazhab tersebut bisa berpindah ke mazhab lain, dan bukan sebuah tindakan kriminal baginya untuk melakukan demikian. 2) Mazhab Jafari, yang juga dikenal sebagai Syiah Imamiyah Itsna Asyariyyah (Syiah Imamiyah Dua Belas Imam) adalah mazhab yang secara agama benar untuk diikuti dalam ibadah sebagaimana mazhab Sunni lainnya. Kaum Muslim mestinya mengetahui hal ini, dan seyogianya menghindarkan diri dari prasangka buruk terhadap mazhab tertentu mana pun, karena agama Allah dan Syariahnya tidak pernah dibatasi pada mazhab tertentu. Para mujtahid mereka diterima oleh Allah Yang Mahakuasa, dan dibolehkan bagi yang bukan-mujtahid untuk mengikuti mereka dan menyepakati ajaran mereka baik dalam hal ibadah maupun transaksi (muamalah).Tertanda, Mahmud Syaltut Fatwa di atas dikeluarkan pada 6 Juli 1959 dari Rektor Universitas al-Azhar dan selanjutnya dipublikasikan di berbagai penerbitan di Timur Tengah yang mencakup, tetapi tidak terbatas hanya pada: 1. Suratkabar al-Shaab (Mesir), terbitan 7 Juli 1959. 2. Suratkabar al-Kifah ( Lebanon ), terbitan 8 Juli 1959. Bagian di atas juga dapat ditemukan dalam buku Inquiries about Islam oleh Muhammad Jawad Chirri, Direktur Pusat Islam Amerika (Islamic Center of America), 1986, Detroit , Michigan . 5. Fatwa Resmi dari Mufti Agung Mesir Menyangkut Iqtida (Mengikuti) Para Pengikut Mazhab Islam lain dari Pengikut Ahlulbait as

II. Fatwa Syekh Universitas al-Azhar, Muhammad Said Tanthawi

Soal: Apakah dibolehkan untuk menganggap sebuah mazhab Islam, yang tidak termasuk mazhab Ahlusunnah (Sunni), sebagai salah satu mazhab yang berafiliasi ke Islam murni? Atau, dengan kata lain, apakah diperbolehkan untuk menganggap seseorang sebagai seorang Muslim di luar empat Mazhab Ahlusunnah yang terkenal yang mengikuti salah satu mazhab Islam seperti Zhahiri, Jafari, Zaidi, atau Ibadiah? Jawab : Islam murni telah disampaikan oleh Nabi Islam saw kepada kita sebagaimana telah dinyatakan dalam ucapan-ucapan beliau dalam Kutub as-Sittah (enam koleksi hadis yang dianggap sahih oleh Ahlusunnah) yang mengutip hadis Jibril: Nabi Islam saw berkata, Barang siapa yang beriman kepada tiada tuhan selain Allah Azza Wajalla, Muhammad saw sebagai utusan suci-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji ketika ia mampu, maka ia adalah seorang Muslim. Demikian juga telah dinukil oleh Abdullah bin Umar ra yang berkata bahwa Nabi saw menyatakan bahwa Islam didirikan atas lima dasar: kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah, Muhammad saw adalah RasulNya, mendirikan salat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji, berpuasa di bulan Ramadhan. Dengan demikian, setiap manusia (baik ia lelaki maupun perempuan) yang memberi kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah, Muhammad adalah Rasul (utusan Allah), dan ia mengakui lima dasar tersebut serta melakukan kelima-limanya dan jika ada perbedaan pada cabang-cabang bukan di ushul, maka kita hanya bisa mengatakan bahwa para pengikut mazhab-mazhab Islam ini sebagai Muslim. Syariah suci Islam memerintahkan para pemeluknya untuk berfatwa berdasarkan apa yang tampak dari orang-orang tersebut karena hanya Allah Yang Mahakuasa yang mengetahui akal pikiran umat manusia. Telah disebutkan dalam hadis mulia Nabi Muhammad saw, Aku telah diperintahkan untuk mengadili manusia secara zahir tetapi hanya Allah Azza Wajalla yang mengetahui pikiran seseorang.

Penting untung disebutkan bahwa perbedaan-perbedaan tersebut yang ada di antara mazhab-mazhab Islam sekarang diajarkan di Fakultas Syariah Universitas al-Azhar. Perbedaan-perbedaan ini diterangkan secara rinci karena kita tahu bahwa perbedaanperbedaan tersebut adalah masalah yang absah adanya mengingat perbedaanperbedaan tersebut terdapat pada topik-topik cabang, bukan pada ushul.Soal: Apakah pengertian takfir? Jawab : Takfir artinya seseorang menyifati orang lain sifat kafir yang tidak diperbolehkan kecuali jika orang yang dikafirkan tersebut menolak kebolehan menyembah Allah dengan niat baik. Juga ia menolak keimanan pada malaikat, kitab-kitab suci, para nabi, dan hari kiamat. Allah Swt berfirman, Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat- Nya, kitab-kitab- Nya dan rasul-rasul- Nya. (Mereka mengatakan): Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya, (QS al-Baqarah: 285) Juga firman-Nya, Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul- Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul- Nya, dengan mengatakan: Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain), serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (QS an-Nisa:150- 151)

Karena Allah Swt memerintahkan: tidak boleh ada pengafiran kepada orang-orang yang saleh juga para pengikut salah satu mazhab Islam, yang seluruh mazhab tersebut memiliki kesepakatan dalam kebolehan dalam niat baik atas ketaatan kepada Allah, keimanan pada para malaikat dan kitab-kitab suci, para nabi, dan hari akhirat juga kepada orang-orang yang beriman pada penerimaan pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang Allah telah perintahkan kepada kita meliputi salat, zakat, puasa, dan haji (bagi

mereka yang mampu) juga pada penerimaan kebaikan-kebaikan etis seperti ketulusan, amanah, kesucian, dan amar makruf nahi mungkar.Nabi saw secara keras memperingatkan orang-orang yang mengafirkan kaum Muslim berdasarkan pada apa yang telah dikutip oleh Ibnu Umar, Ibnu Masud, dan Abu Dzar dalam kitab-kitab sahih.[]

III. Fatwa Mufti Agung Suriah, Almarhum Syekh Ahmad KaftarooSoal: Apakah mazhab-mazhab seperti Zaidi, Jafari, dan Ibadiah adalah mazhab-mazhab Islam? Jawab: Membatasi fikih Islam hanya kepada al-Quran suci dan Sunnah adalah kelalaian terhadap agama Islam dan ini telah menjadikan agama yang benar ini suatu agama yang berpandangan picik yang terbatas pada target kecil yang tidak mampu merespon berbagai keinginan manusia dan persoalan-persoalan kehidupan. Sudut pandang mazhab-mazhab ini dalam cabang-cabang fikih berbeda. Meskipun demikian, mazhabmazhab fikih ini berjalan di atas prinsip-prinsip Islam dan begitu juga di dalam prinsip-prinsip yang dapat diperdebatkan, perbedaan-perbedaan yang ada di antara para fukaha menyangkut cabang-cabang dari mazhab Islam adalah untuk memudahkan orang-orang dan menghilangkan berbagai kesulitan mereka. Karena itu, dengan mempertimbangkan fakta-fakta ini, mengikuti (bertaklid) kepada salah satu mazhabmazhab diizinkan sekalipun itu mengharuskan ia mengarah ke eklektisisme karena Mazhab Maliki dan sekelompok Mazhab Hanafi secara tepat mempunyai fatwanya. Dengan demikian, beramal yang didasarkan pada mazhab-mazhab Islam yang termudah atau bertaklid pada perintah-perintah termudah ketika itu mengharuskannya dan layak diizinkan, karena agama Tuhan adalah mudah, bukan agama yang sulit. Misalnya, Allah Swt berfirman, Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS al-Maidah:3)

Karena itu, Mazhab Zaidi digolongkan sebagai salah satu mazhab Islam termulia terutama sekali ketika buku yang ditulis oleh Imam Yahya bin Murtadha berjudul alBahr al-Zhakhar al-Jamaa, suatu ensiklopedi fikih di dalamnya tidak ada perbedaan apa pun dengan fikih dari Ahlusunnah kecuali mereka mempunyai perbedaan-perbedaan parsial di dalam isu-isu seperti ketidaksahan mengusap kepala atau kaki dengan ujung jari-ujung jari yang basah ketika berwudhu juga pemboikotan atas pembantaian oleh non-Muslim. Syiah Imamiyah adalah mazhab Islam yang paling dekat kepada mazhab Imam Syafii. Perbedaan fikihnya dengan fikih Ahlusunnah hanya terkait pada tujuh belas permasalahan.Demikian juga Mazhab Ibadhiyah adalah mazhab yang paling dekat kepada mazhab Ahluljamaah (Sunni) menyangkut pendapat tersebut karena perintah-perintah fikih dari para pengikutnya diturunkan berdasarkan al-Quran, Sunnah, ijmak, dan qiyas. Karena alasanalasan di atas, perbedaan-perbedaan yang ada di antara para fukaha seharusnya tidak boleh dianggap sebagai tidak lazim karena agama itu dinilai sebagai Realitas yang satu dan unik. Lagi pula, sumber dan asal-muasal agama semata-mata Wahyu Ilahi. Tidak pernah terdengar bahwa perbedaan-perbedaan yang ada di antara mazhab-mazhab fikih telah memicu pertikaian atau konflik bersenjata di antara para pengikut mazhab. Semua itu karena perbedaanperbedaan yang ada di antara mazhab-mazhab Islam berkenaan dengan fikih ilmiah dan ijtihad bersifat parsial, dan menurut Nabi Islam saw, Karena keputusan ijtihadnya, fakih menerima pahalanya. Jika ijtihadnya sesuai, dua pahala untuknya. Jika tidak sesuai, tetap ada satu pahala untuknya.

Dengan demikian, tidaklah tepat menisbatkan sesuatu apa pun kepada mazhab-mazhab Islam kecuali jika di dalam kerangka ini. Mazhab-mazhab yang disebutkan adalah mazhab-mazhab Islam dan fikih mereka terhormat juga didukung.[]

Ketua PB NU, Muhammadiyah dan MUI Akan Hadiri Maulid di YAPI

Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw di Ponpes Yayasan Pesantren Islam (YAPI) akan digelar hari Senin pada tanggal 28 Februari 2011, pukul 08.30 WIB. Menurut rencana, Ustadz Muhammad bin Alwi, Dr. Umar Ibrahim Assegaf dan sejumlah tokoh masyarakat akan menjadi pembicara dalam acara peringatan Maulid Nabi Saw. Berdasarkan laporan yang diterima IRIB, Ketua Umum PB NU Prof. DR. Said Agil Siradj, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. DR. Din Syamsuddin, Ketua MUI Prof. DR. Umar Shihab dijadwalkan akan menghadiri Peringatan Maulid Nabi SAW di YAPI tersebut. Hingga berita ini dilaporkan, tidak ada keterangan pasti, apakah para tokoh tadi akan menjadi pembicara dalam acara tahunan yang biasa digelar di ponpes ini. Belum lama ini, YAPI menjadi pusat perhatian kalangan politisi, tokoh, ulama dan media-media nasional menyusul kasus penyerangan sekelompok tertentu atas ponpes ini. Pada tanggal 15 Februari, ratusan orang tiba-tiba menyerang Pondok Pesantren (Ponpes) Al Mahadul Islam Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Desa Kenep Kecamatan Beji, Pasuruan. Ratusan perusuh dengan mengenakan sarung dan naik motor itu menyerang Ponpes YAPI dan menyusup masuk ke dalam pondok. Perusuh yang diperkirakan mencapai 300 orang itu secara brutal melemparkan batu ke arah Ponpes YAPI dan para santri. Serangan terjadi pukul 15:00, saat para santri Ponpes menyelenggarakan pertandingan futsal. Serangan tersebut mendapat perlawanan dari para santri. Bentrokan pun tidak dapat dihindari. Perlawanan para santri YAPI berlangsung selama 20 menit dan berhasil mengusir para penyerang hingga 20 meter di luar pintu gerbang. Sejak awal terjadinya bentrokan, sejumlah aparat polisi berpakaian preman juga berada di lokasi. Namun mereka tidak segera bertindak mencegah bentrokan. Setelah para penyerang terdesak ke luar Ponpes dan para santri mulai mengejar mereka, aparat baru menembakkan peluru ke udara. Hisyam Suleiman, warga Jakarta, mengatakan, Maulid Nabi di Yapi tahun ini berbeda dengan tahuntahun sebelumnya. Peringatan Maulid Nabi Saw tahun ini tidak hanya merupakan peringatan semata, tapi juga menjadi ajang solidaritas pada ponpes. Meski bukan alumnus YAPI, tapi saya akan datang ke Bangil sebagai bentuk solidaritas. Maulid Peringatan Nabi Besar Muhammad Saw di YAPI digelar untuk masyarakat umum. Untuk itu, warga dari manapun yang ingin menghadiri peringatan Maulid Nabi di YAPI di Jl. Raya Bangil-Pandaan KM.02, Kec. Beji Pasuruan, JATIM Indonesia, 67153. Untuk lebih lengkapnya bisa dihubungi no telepon 0343-741238.

Sejarah Wahhabi

http://manhaj-salaf.net46.net/sejarah-wahhabi/ Menanggapi banyaknya permintaan pembaca tentang sejarah berdirinya Wahabi maka kami berusaha memenuhi permintaan itu sesuai dengan asal usul dan sejarah perkembangannya semaksimal mungkin berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya, Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Itirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain. Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Bahai. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi. Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawaiqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafii, menulis surat berisi nasehat: Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul Azham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin. Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah Azza wa Jalla berfirman: Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS: An-Nisa 4:115). Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jamaah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri. Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan? Dengan segera dia menjawab, Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan Lelaki itu bertanya lagi Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu persen pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja yang muslim. Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu. Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara

pengikutnya adalah penguasa Dariyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga. Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan AlAnshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata : Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Kabah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Mala, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali. Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Saud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafii yang sudah mapan. Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabatsahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang berada di Mala (Mekkah), di Baqi dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian juga kubah di atas tanah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta, namun karena gencarnya desakan kaum Muslimin International maka dibangun perpustakaan. Kaum Wahabi benar-benar tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan menghormati nilai-nilai luhur Islam. Semula AI-Qubbatul Khadra (kubah hijau) tempat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dimakamkan juga akan dihancurkan dan diratakan dengan tanah tapi karena ancaman International maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan mengurungkan niatnya. Begitu pula seluruh rangkaian yang menjadi manasik haji

akan dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang menentangnya maka diurungkan. Pengembangan kota suci Makkah dan Madinah akhir-akhir ini tidak mempedulikan situs-situs sejarah Islam. Makin habis saja bangunan yang menjadi saksi sejarah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan sahabatnya. Bangunan itu dibongkar karena khawatir dijadikan tempat keramat. Bahkan sekarang, tempat kelahiran Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam terancam akan dibongkar untuk perluasan tempat parkir. Sebelumnya, rumah Rasulullah pun sudah lebih dulu digusur. Padahal, disitulah Rasulullah berulang-ulang menerima wahyu. Di tempat itu juga putra-putrinya dilahirkan serta Khadijah meninggal. Islam dengan tafsiran kaku yang dipraktikkan Wahabisme paling punya andil dalam pemusnahan ini. Kaum Wahabi memandang situs-situs sejarah itu bisa mengarah kepada pemujaan berhala baru. Pada bulan Juli yang lalu, Sami Angawi, pakar arsitektur Islam di wilayah tersebut mengatakan bahwa beberapa bangunan dari era Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi bangunan berumur 1.400 tahun Itu akan dibangun jalan menuju menara tinggi yang menjadi tujuan ziarah jamaah haji dan umrah. Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir, katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis, Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala. (Mirip Masonic bukan?) Nasib situs bersejarah Islam di Arab Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Semua jejak jerih payah Rasulullah itu habis oleh modernisasi ala Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan para arkeolog (ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk menggali peninggalan-peninggalan sebelum Islam baik yang dari kaum jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata. Kemudian dengan bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan pelenyapan bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di kemudian hari. Gerakan wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bidah. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini. Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu mengIslam-kan yang 10% sisanya? Mempertahankan yang 90 % dari terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 % sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orangorang yang dengan nyata bertauhid kepada Allah SWT. Jika bukan karena Rahmat Allah yang mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwah ke negeri kita ini, tentu orang-orang yang menjadi corong kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir. (Naudzu billah min dzalik). Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang hanya berpegang teguh pada Al-Quran dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti keteladanan kaum salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan sebagainya, itu semua omong kosong belaka. Mereka telah menorehkan catatan hitam dalam sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi). Tidakkah anda ketahui bahwa yang terbantai waktu itu terdiri dari para ulama yang sholeh dan alim, bahkan anak-anak serta balita pun mereka bantai di hadapan ibunya. Tragedi berdarah ini terjadi sekitar tahun 1805. Semua itu mereka lakukan dengan dalih memberantas bidah, padahal bukankah nama Saudi sendiri adalah suatu nama

bidah Karena nama negeri Rasulullah SAW diganti dengan nama satu keluarga kerajaan pendukung faham wahabi yaitu As-Saud. Sungguh Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih BUKHARI & MUSLIM dan lainnya. Diantaranya: Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana, sambil menunjuk ke arah timur (Najed). (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan). Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Quran namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tandatanda mereka ialah bercukur (Gundul). (HR Bukho-ri no 7123, Juz 6 hal 20748). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban. Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah berdoa: Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman, Para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau berdoa: Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman, dan pada yang ketiga kalinya beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk syaitan. Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan. Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya. Seperti yang telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal: Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bidah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian. Al-Allamah Sayyid AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah AI-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jalauzh Zholam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: Akan keluar di abad kedua belas (setelah hijrah) nanti di lembah BANY HANIFAH seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin AI-Hadits. BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid AIwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah AlKadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab. Pendiri ajaran Wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H / 1792 M. Diambil dari rubrik Bayan, majalah bulanan Cahaya Nabawiy No. 33 Th. III Syaban 1426 H / September 2005 M http://manhaj-salaf.net46.net/sejarah-wahhabi/

Imam Ali dan Mazhab Syiah mempersatukan agama Muhammad bin Abdullah (web pendekatan

antar mahzab di indonesia-malaysia-brunei darussalam)Posted on Desember 11 Persatuan dan Solidaritas Islam dalam Nahjul Balaghah Prolog Lembaran sejarah Islam menunjukkan bahwa tiada satu faktor pun melebihi persatuan dan solidaritas yang dapat memformat kekuatan dan kemajuan bangsa; dari sisi lain perselisihan dan perpecahan adalah faktor terbesar yang senantiasa mencegah turunnya kebaikan dan rahmat Ilahi; sebagaimana yang disabdakan oleh Imam Ali as: Sesungguhnya Allah swt tidak pernah memberikan kebaikan kepada (sebuah bangsa) yang terdahulu dan akan datang dengan (adanya) perpecahan. [1] Dari sinilah artikel ini berusaha mengkaji tema persatuan Islam dari sisi teoritis dan praktis; yang mana pada permulaan membahas urgensitas solidaritas Islam menurut akal dan dengan menyebutkan sebuah contoh komprehensif menunjukkan bahwa persatuan, disamping sebuah kewajiban dan keharusan tekstual juga sebuah rinsip dan urgensitas rasional. Keuntungan-keuntungan persatuan adalah bagian penting lain yang dijelaskan oleh Imam Ali as melalui pendekatan akal, teks dan pengalaman. Selanjutnya, tulisan ini menyinggung tantangan dan halangan yang menghadang persatuan religius yang diringkas dalam dua bagian halangan-halangan eksternal dan internal dengan menjelaskan contoh satu persatu. Persatuan dan solidaritas; urgensitas rasional Melihat sekilas kepada persatuan dan solidaritas masyarakat dan sistem-sistem yang tidak meyakini kausa prima dan hari akhir dan membatasi seluruh eksistensi hanya terbatas pada alam materi, akan membawa kita kepada sebuah hakekat bahwa permasalahan solidaritas dan persatuan pada tingkat pertama adalah sebuah kebutuhan alamiah dan keharusan rasional yang akan menjamin kepentingankepentingan umum dan masyarakat; artinya permasalahan persatuan bukan hanya sebuah kewajiban tekstual dan syareat bagi pemeluk agama, akan tetapi juga sebuah urgensitas rasional bagi semua orang; dengan kata lain, kondisi-kondisi tertentu menuntut dua kaum yang bahkan saling bermusuhan untuk bersatu dalam menghadapi sebuah bahaya dan ancaman yang mengarah kepada mereka. Rasio menyebut aksi ini sebagai penjagaan eksistensi dalam berhadapan dengan sebuah ancaman yang satu. Sebagai contoh kita lihat dua kaum yang sejak lama saling bermusuhan dan tidak memiliki titik temu dalam satu prinsip pun. Apabila sebuah banjir besar mengancam wilayah mereka dan memerlukan untuk membangun sebuah bendungan kokoh yang sebagian bahannya berada di tangan satu kaum dan bahan lain di tangan kaum lainnya dan membutuhkan tenaga insani dari kedua kaum tersebut, apakah urgensitas rasional tidak mengharuskan kedua kaum ini mengumpulkan bahan-bahan dan tenaga insani dan mulai membuat bendungan?! Pada dasarnya menjaga eksistensi yang di dalam kehidupan manusia mengarah kepada format dan relasi kolektif, terkadang untuk mengusir ancaman dari kehidupan, mempersatukan dua atau beberapa orang yang adil dan memiliki keutamaan, dan juga orang-orang jahat yang apabila bahaya tidak mengancam maka mereka akan saling memangsa; seperti kerjasama singa dengan kijang dan kucing dengan tikus untuk mengusir musuh; sebagaimana juga untuk memperoleh keuntungan, bisa saja terjadi berjuta-juta orang dengan berbagai keinginan dan target yang berbeda bahkan bertentangan saling bekerjasama.[2] Dalam sirah (sejarah kehidupan) Nabi Muhammad saw dapat disaksikan bahwa beliau saw mengadakan perjanjian difensif dan keamanan bersama dengan tujuan menjaga keuntungan-keuntungan dan normanorma bersama dengan kaum Yahudi yang tinggal di Madinah (kabilah-kabilah Bani Nadhir, Bani Quraidhah, Bani Qainuqa dan kelompok-kelompok lain Yahudi) sehingga wilayah Islam lebih banyak terjaga dari ancaman-ancaman luar dan kemungkinan bahaya lain dari pada sebelumnya. Dalam surat perjanjian ini yang dapat dianggap sebagai sebuah langkah politik rasional untuk memformat umat yang satu dari para pemeluk agama-agama- terlihat beberapa butir yang menarik dan layak untuk diperhatikan. Di antara isinya dapat kita saksikan butir-butir sebagai berikut: 1- Mempertahankan Madinah bersama-sama oleh kaum Yahudi dan kaum Muslimin;

2- Partisipasi kedua belah pihak dalam biaya-biaya peperangan yang mungkin terjadi; 3- Kesatuan kaum Muslimin dan kaum Yahudi; 4- Dilarang menzalimi hak pihak yang menerima perjanjian dan keharusan membantu pihak yang teraniaya; 5- Berlaku baik kepada pihak-pihak yang bersangkutan; 6- Larangan kerjasama pihak Yahudi dengan musuh-musuh Nabi saw melalui penyerahan senjata dan kendaraan[3] Poin penting dan layak untuk diperhatikan dalam surat perjanjian ini adalah bahwa Nabi Muhammad saw membuat perjanjian persatuan dan persahabatan dengan kaum Yahudi yang tidak memiliki titik persamaan dari sisi kitab, nabi dan fikih dengan kita, bahkan titik perbedaan mereka dengan kaum Muslimin sangat banyak; akan tetapi dengan demikian perjanjian ini disepakati; dari sini tidak lagi ada keraguan bahwa tuntutan Nabi saw pertama kali dari dunia Islam sekarang adalah realisasi prisma persatuan Islami dan kerukunan di atas berbagai prinsip dan dasar yang dimiliki oleh aliran-aliran Islam sebagai nikmat; bahkan dapat dikatakan: Berdasarkan sirah Nabi saw kaum Muslimin, disamping persatuan di antara mereka sendiri juga harus menjalin kesepakatan persahabatan dan persatuan dengan agama-agama tauhidi lain sehingga dapat menjaga nilai-nilai kultural dan keuntungan-keuntungan ekonomi mereka di hadapan musuh-musuh agama dan keadilan; dengan kata lain, kita harus berusaha keras dalam dua medan persatuan: pertama di antara kaum Muslimin yang berjumlah lebih dari satu miliar jiwa sebagai umat Islam dalam satu barisan dan yang kedua setelah memperoleh persatuan Islami, kita harus melangkah lebih jauh, untuk menjamin persatuan kaum muwahhid dunia sehingga seluruh kaum Muslimin bersatu dengan seluruh orang yang memiliki kitab samawi agar dapat melawan kaum mulhid internasional; karena keyakinan ketiadaan Tuhan, pengingkaran alam supranatural, pembatasan keberadaan pada materi, pengingkaran wahyu, risalah, kiamat, hari kebangkitan, kenabian, mukjizat dan seluruh hal-hal ghaib membawa dampak pahit dan tragedi mengenaskan yang tidak dapat dihindari; oleh karena itu Allah swt disamping menyeru kaum Muslimin juga para muwahhid seluruh dunia untuk bersatu: Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun[4] [5] Keuntungan-keuntungan persatuan Islami Di dalam khutbah Qashiah (khutbah 234 Nahjul Balaghah), Imam Ali as menjelaskan keuntungankeuntungan persatuan Islam dan kerugian-kerugian perpecahan dan perselisihan secara komprehensif. Karena esensi dan susunan khutbah ini berdasarkan celaan terhadap kesombongan dan egois dan ajakan untuk bertawadlu, maka kesombongan, fanatik dan egois dapat dianggap salah satu faktor urgen dalam perpecahan dan perselisihan. Dengan mengajak orang lain untuk memikirkan dan merenungkan keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi umat-umat terdahulu, Imam Ali as menginginkan dari mereka untuk memikirkan dengan baik faktorfaktor pencipta kebaikan dan keburukan orang-orang terdahulu. Dalam lanjutan khutbah, beliau as menyebutkan sebagian sebab dan akibat hal tersebut: Apabila kalian memikirkan kondisi-kondisi orang-orang terdahulu, maka berpegang teguhlah kalian kepada hal-hal yang menjadi sebab kemuliaan mereka, bagaimana mengalahkan musuh-musuh, menyambut afiat dan kenikmatan, menggandeng kemuliaan dan kehormatan; di antara sebab-sebab keberhasilan ini adalah menjauhi perpecahan dan perselisihan dan berpegang teguh kepada kasih sayang, persatuan, motifasi dan saling memesankan akan hal tersebut.[6] Dalam lanjutan khutbah, Imam Ali as memperingatkan bahaya perpecahan: Jauhilah segala hal yang dapat meretakkan tulang punggung masyarakat dan melemahkan potensi dan kekuatannya; di antaranya adalah dendam dan permusuhan hati serta ketiadaan saling mendukung dan menolong di antara sesama.[7] Dengan kata lain, Imam Ali as ingin menegaskan: Jauhilah perpecahan dan dendam yang dapat mengguncang landasan dan dasar setiap umat.

Selanjutnya Imam Ali as membahas perbandingan dua periode kehinaan dan kemuliaan kaum-kaum terdahulu, menggambarkan sebagian alamat-alamatnya dan mengingatkan kembali urgensitas dan kepentingan hal tersebut. Sebagian dari pesan-pesan dan poin-poin penting khutbah di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1- Keistimewaan suatu umat yang ideal dan teladan adalah berkumpul dalam titik-titik temu atau persamaan, membentuk sebuah kerukunan dalam keputusan dan sehati atau sejalan dari segi intern. 2- Keistimewaan lain suatu umat yang berwibawa adalah kekuatan, kemampuan dan potensi defensif dan militer digunakan untuk saling membantu sesama, bukan untuk saling berhadapan; pada hakekatnya untuk menjaga eksistensi pemerintahan-pemerintahan Islami sangat membutuhkan untuk mengumpulkan kemampuan dan potensinya sehingga dapat membutakan mata tamak negara-negara penindas dan musuh-musuh Islam. 3- Berpandangan dalam dan perpikiran ke depan adalah salah satu faktor keberhasilan sebuah masyarakat insani yang satu. Fungsi urgen faktor dasar ini mencegah kelompok-kelompok dan mazhabmazhab Islam untuk tidak berpikiran polos, berpandangan dangkal, fanatik dan kaku. 4- Mungkin saja persatuan dan solidaritas tidak dapat terwujud dalam hal-hal parsial (sebagaimana dapat disaksikan dalam kelompok-kelompok intern Syiah dan Ahlu Sunnah), akan tetapi hal urgen ini harus dapat direalisasikan dalam hal-hal universal dan keputusan-keputusan umum yang diekspresikan oleh Imam Ali as dengan al-azaaim waahidah (tekad-tekad yang satu). 5- Apabila setiap umat dapat mewujudkan hal-hal di atas dengan menyingkirkan perbedaan-perbedaan dan berkumpul dalam titik temu (hal-hal yang sama), maka otomatis akan dapat menduniakan kultur dan powernya; dan apabila umat ini mengikuti kultur al-Quran, maka pada akhirnya hukum-hukum, akidahakidah dan akhlak Qurani akan menguasai seluruh dunia; tidak seperti saat ini ketika mayoritas penduduk dunia berada dalam cengkeraman kesyirikan, kekafiran dan penyembahan berhala dan sebagian dunia Islam tertawan oleh kehinaan dan kerendahan. 6- Dari sisi lain, apabila suatu umat mengalami perpecahan, perselisihan dan pertikaian antar kelompok dan mazhab, maka Allah swt akan membuka pakaian kemuliaan dari mereka dan akan mengambil berbagai kenikmatan yang telah diberikan kepada mereka. Ibnu Maitsam di akhir bagian khutbah Alawi ini menyatakan: Mereka adalah orang-orang (umat-umat) yang Imam Ali perintahkan untuk mengambil pelajaran dari keadaan-keadaan mereka, bukan umat tertentu, bahkan mencakup setiap umat; karena apabila setiap umat bergandengan tangan dan saling membantu satu sama lain, maka hal ini akan menjadi sebab kemuliaan keadaan mereka dan dapat mengusir musuh-musuh dan setiap kaum yang mengalami perpecahan maka akan berakhir dengan kehinaan dan hegemoni musuh-musuh.[8] Ibnu Maitsam meyakini ucapan-ucapan Imam Ali as tersebut sebagai tidak terbatas kepada suatu kaum tertentu, akan tetapi mengatakan permasalahan ini dapat terjadi pada setiap waktu dalam sejarah untuk setiap umat. Ketika Umar bin Khattab ingin bermusyawarah dan meminta petunjuk dari Imam Ali as mengenai permasalahan-permasalahan militer dan keamanan, Imam Ali as di tengah wasiat-wasiat beliau as kepada Umar mengingatkan bahwa kemuliaan dan jumlah besar kaum Muslimin berasal dari agama Islam, persatuan dan kebersamaan mereka;[9] artinya persatuan dan kebersamaan disebutkan sebagai salah satu dari dua faktor keberhasilan dan kemuliaan. Atau apa yang terdapat di dalam surat Imam Ali as kepada penduduk Mesir menyebutkan sebab-sebab partisipasi dan kerjasama Imam as dengan khulafa yang menjadi penyebab persatuan dan kebersamaan umat Islam itu sendiri-, bahaya penyelewengan umat, huruhara kaum murtad dan pemberantasan agama Nabi Muhammad saw; dan dengan tegas Imam Ali as menyatakan: Apabila tidak mencegah kondisi perpecahan dan perselisihan, maka sebuah hantaman akan mengenai Islam yang tidak ada satu musibah pun lebih besar dari hal itu.[10] Dengan memperhatikan hal-hal di atas, secara global sebagian keuntungan persatuan Islami dapat disebutkan sebagai berikut: 1- Kemuliaan Islam dan negara;

2- Kewibawaan Islam dan negara dan selanjutnya kemakmuran dan power ekonomi; 3- Keamanan negara; 4- Perluasan dan penyebaran kultural di dunia; 5- Mencari keafiatan, rahmat dan nikmat Ilahi; 6- Menciptakan suasana kasih sayang, kebersamaan dan efektifitas; 7- Memperkokoh pondasi-pondasi agama; 8- Menjaga ancaman-ancaman internal dan eksternal. Tantangan-tantangan yang menghadang Sejak pertama kali muncul hingga sekarang dunia Islam senantiasa menghadapi tantangan-tantangan yang mencoreng persatuan dan kesatuannya. Secara global tantangan-tantangan tersebut dapat dikaji dari dua sisi: a) Tantangan-tantangan eksternal; b) Tantangan-tantangan internal: a) Tantangan-tantangan eksternal 1- Kelompok-kelompok pengkafiran dan salafi: Pengkafiran kaum Muslimin dan penumpahan darah mereka termasuk keistimewaan utama kelompokkelompok ini yang muncul dari kekakuan berpikir dan fanatik jahiliah mereka; sebagai contoh Khawarij meyakini orang yang melakukan dosa besar sebagai keluar dari Islam dan boleh untuk dibunuh;[11] sehingga Imam Ali as berkata kepada mereka: Apabila kalian berpikir bahwa aku telah berbuat salah dan sesat, maka melalui kesesatanku kenapa kalian menganggap umat Muhammad saw sesat dan berdosa dan dengan dosa-dosa mereka kalian mengkafirkan mereka?![12] Tentunya pada hari ini juga terdapat kejadian-kejadian seperti penumpahan darah kaum Muslimin mereka anggap sebagai kewajiban dan saling melempar batu dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan Islami; sebagai contoh kelompok-kelompok ini meyakini bahwa barangsiapa yang meragukan kekafiran dan keateisan orang-orang Syiah dan bimbang dalam kewajiban atau kebolehan memerangi dan membunuh mereka adalah juga kafir seperti mereka.[13] 2- Usaha internal orang-orang yang berniat jahat dan musuh-musuh eksternal: Musuh-musuh Islam senantiasa berusaha agar di kalangan kaum Muslimin tidak terjalin hubungan baik dan persatuan dan dengan berbagai cara menciptakan perpecahan-perpecahan masyarakat Islami; sebagai contoh Abu Sufyan Shakhr bin Harb karena tidak berbaiat kepada Khalifah pertama berkeliling di gang-gang Madinah dan berteriak: Wahai Bani Hasyim! Janganlah kalian biarkan Taim dan Adiy (Abu Bakar dan Umar) menguasai hak kalian. Khilafah adalah hak dan milik kalian, selain Abul Hasan (Imam Ali as) tidak ada seorang pun yang pantas memegang kedudukan ini. Abu Sufyan berkata: Kenapa khilafah berada dalam genggaman kelompok yang paling rendah dari Quraisy? Pada saat itu ia berkata kepada Imam Ali as: Bukalah tangan anda untuk aku baiat. Demi Allah jika anda berkehendak aku akan memenuhi Madinah dengan pasukan berkuda dan berjalan, akan tetapi Imam Ali as tidak menunjukkan raut kegembiraan dan menjawab: Demi Allah sesungguhnya engkau tidak menginginkan dengan ucapan tersebut selain fitnah dan demi Allah sesungguhnya engkau hanya menginginkan keburukan untuk Islam! Kami tidak membutuhkan nasehatmu.[14] Pada hakekatnya Imam Ali as mengetahui dengan baik rencana-rencana Abu Sufyan untuk merusak persatuan dan kebersamaan masyarakat Islami, oleh karena itu beliau as mencegah dengan tegas gerakan dan fitnah Abu Sufyan. 3-Keterbatasan pengetahuan dan kesalah pahaman: Imam Ali as memperkenalkan salah satu siasat jahat Muawiyah adalah menyensor dan merubah beritaberita dan informasi-informasi; sehingga kondisi jahiliah dan situasi tertutup Syam menyebabkan rakyat dan sebagian kelompok menentang dan memusuhi pemerintahan Imam Ali as. Imam Ali as mengatakan sebab kesengsaraan dan kebinasaan penduduk Syam adalah karena mereka tidak mengetahui hakekat dan kenyataan dan pada akhirnya mereka menuju tempat penyembelihan dengan kaki mereka sendiri.[15]

Dengan demikian melalui penyebaran kebohongan-kebohongan dan berita-berita bermotif perpecahan, musuh bermaksud memperkeruh suasana dan agar kaum Muslimin saling berhadapan. b) Tantangan-tantangan internal 1- Tantangan Syaitani: Pemecah belah persatuan di antara masyarakat insani pertama dan paling gigih adalah iblis; karena ia melihat suasana perpecahan dan perselisihan sebagai sebuah mukaddimah yang membantu untuk menyesatkan umat manusia. Imam Ali as di dalam Nahjul Balaghah juga memberitakan motifasi fitnah dan perpecahan dan mengingatkan seluruh orang dari bisikan-bisikan dan rencana-rencana iblis.[16] 2- Tantangan hawa nafsu: Kesombongan dan fanatik adalah dua hal yang berhubungan dengan hawa nafsu yang mencegah seseorang dari hakekat persatuan; oleh karena itu, untuk menciptakan kasih sayang dan ikatan persaudaraan di kalangan kaum Muslimin, menghilangkan dua sifat buruk akhlak ini menjadi sebuah keharusan; sebagaimana Nabi besar Islam saw bersabda: Bukan termasuk golongan kami orang yang menyeru kepada kefanatikan, bukan termasuk golongan kami orang yang berperang atas dasar kefanatikan dan bukan termasuk golongan kami orang yang meninggal atas dasar kefanatikan.[17] Imam Ali as juga di dalam seluruh khutbah Qashiah menjelaskan dampak-dampak buruk kesombongan dan kefanatikan. Usaha-usaha praktis merealisasikan persatuan Konsekwensi praktis terhadap sebuah program tertulis dan peninggalan komprehensif dapat memberikan cakrawala baru di hadapan berbagai kelompok dan mazhab Islam sehingga dengan bantuannya dapat mengenal batas-batas ekstrimis dan merealisasikan persatuan dan kesatuan Islam. Sebagian keistimewaan dan keharusan tersebut adalah sebagai berikut: 1- Konsekwensi praktis faktor-faktor persatuan Kesamaan agama di kalangan berbagai mazhab Islam yang paling urgen dan dasar adalah al-Quran dan pribadi Nabi besar Muhammas saw yang menciptakan banyak sekali persamaan di dalam hukum-hukum, akidah-akidah, akhlak, sejarah dan sirah.[18] Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dalam ungkapan kekecewaan terhadap perselisihan di dalam kalangan umat Islam mengingatkan al-Quran dan pribadi Nabi Muhammad saw sebagai obat dan pelipur lara. Beliau as berkata: Tuhan mereka satu, nabi mereka satu, kitab mereka satu, maka apakah Allah memerintahkan mereka untuk berselisih kemudian mereka melaksanakannya atau Allah swt melarang mereka bereselisih kemudian mereka tidak mentaatinya![19] Dengan kata lain, Imam Ali as melihat keberadaan perselisihan dan perpecahan dalam umat yang tuhan, kitab dan nabi mereka satu sebagai sebuah hal yang buruk dan aneh; sebagaimana dalam surat beliau as kepada Malik Asytar, Imam Ali as menegaskan al-Quran dan sunnah Nabi sebagai rujukan untuk menyelesaikan perselisihan dan perpecahan dan memesankan kepadanya untuk mengembalikan segala permasalahan dan kesulitan kepada dua tonggak agung ini: Dan kembalikanlah segala kesulitan dan kesamaran kepada Allah dan RasulNya karena Allah swt berfirman kepada suatu kaum yang ingin diberikan petunjuk: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan heri kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.[20] Maka mengembalikan kepada Allah adalah mengambil ayat-ayat muhkamNya dan mengembalikan kepada Rasul adalah mengambil sunnah beliau saw yang mempersatukan bukan memecah belah.[21] Pada tempat lain, Imam Ali as dalam menyifati pribadi agung Nabi Muhammad saw menegaskan bahwa menghilangkan penyakit-penyakit hati dan pemusuhan-permusuhan, menciptakan suasana kasih sayang dan persaudaraan adalah termasuk dari berkah-berkah pengutusan Nabi saw dan berkata: Karena beliau saw Allah swt mengubur penyakit-penyakit hati dan memadamkan api permusuhan dan mempersatukan hati dan tali persaudaraan[22] Dengan demikian, menengok kembali prinsip-prinsip dan persamaan-persamaan Islam oleh pemukapemuka mazhab dan memberikan konsekwensi praktis kepadanya oleh seluruh mazhab, tampaknya

adalah sebuah keurgenan yang harus diperhatikan dalam warisan persatuan Islam. 2- Mengenal dan menyingkirkan kelompok-kelompok pengkafiran dan salafi Salah satu rintangan mendasar dalam produk persatuan Islam adalah keberadaan kelompok-kelompok pengkafiran yang merekomendasikan setiap tindak kriminal kepada kaum Muslimin dan meyakini penghalalan darah mereka. Pada masa pemerintahan Imam Ali as, Khawarij memiliki pemikiran semacam itu dan meyakini orang yang hanya melakukan dosa besar telah keluar dari Islam dan boleh untuk dibunuh. Imam Ali as ketika menjelaskan permasalahan tersebut menyodorkan sirah Nabi saw sebagai bukti kuat atas kebatilan pemikiran mereka tersebut karena Nabi saw tidak pernah sekali pun menganggap seorang pencuri atau penzina telah kafir dan murtad. Imam Ali as berkata: Kalian telah ketahui bahwa Rasulullah saw telah merajam penzina muhshan kemudian beliau saw menyalatinya dan menyerahkan warisannya kepada keluarganya, membunuh (menghukum) seorang pembunuh kemudian membagikan warisannya kepada keluarganya, memotong tangan seorang pencuri dan mencambuk penzina nonmuhshan kemudian membagikan harta rampasan perang kepada mereka dan menikahkan mereka dengan wanita-wanita Muslimah maka Rasulullah saw menghukum dengan dosa-dosa mereka dan menegakkan hak (hukum) Allah swt dan tidak menahan saham mereka dari Islam serta tidak mencoret nama-nama mereka dari kelompok kaum Muslimin.[23] Bagian ini menegaskan khutbah di atas: Rasulullah saw melaksanakan hukum Islami kepada orang yang melakukan dosa besar, akan tetapi beliau saw tidak pernah menjalankan hukum kemurtadan dan pengkafiran kepada seseorang. Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dapat ditemukan banyak sekali riwayat berdasarkan bahwa pengucapan syahadatain (dua kalimah syahadat) menyebabkan keislaman dan pengharaman darahnya untuk ditumpahkan; sebagaimana Nabi saw ketika mengutus Muadh bin Jabal ke Yaman, beliau saw mengingatkan bahwa apabila ahlul kitab mengucapkan laa ilaaha illallah (tiada tuhan selain Allah) dan Muhammadun Rasulullah (Muhammad adalah utusan Allah), maka ajarkanlah kepada mereka shalat lima waktu dan hukum-hukum Islam lain karena hal ini menghikayatkan mereka masuk Islam.[24] Nabi besar Islam saw bahkan menganggap mencaci maki Muslimin sebagai kefasikan dan berperang dengan mereka sebagai kekafiran: Mencaci maki orang Muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekafiran[25]; artinya orang fasik dan kafir adalah orang-orang yang mengkafirkan orang-orang Muslim dan membolehkan membunuh mereka.[26] Dengan prinsip ini, Ibnu Taimiyah pada permulaan risalah Al-Istighatsah dari kumpulan risalah besarnya mengatakan: Ahlu Sunnah Wal Jamaah bersepakat bahwa Nabi Muhammad saw akan memberikan syafaat kepada orang-orang yang berbuat dosa besar dan tidak ada seorang pun dari kelompok bertauhid yang akan kekal di neraka selama-lamanya. Demikian juga Ibnu Hazm dalam kitab Al-Fashlnya meyakini bahwa tidak seorang Muslim pun dapat dianggap kafir atau fasik karena sebuah ucapan atau akidah yang diucapkan.[27] Dari sisi ini jelas bawha kelompok-kelompok pengkafiran dan salafi betapa jauh dari sunnah dan sirah Nabi saw dan melalui keegoisan dan kefanatikan mereka menganggap orang-orang yang mengikuti sirah Nabi saw sebagai kafir. Maka yang patut ditekankan di sini adalah seluruh pemuka dunia Islam melalui dialog ilmiah dan kajian sirah Nabi saw mengenal kembali pemikiran-pemikiran sahih dari pemikiran-pemikiran menyeleweng dan menyingkirkan orang-orang yang berpaling dari sirah Nabi saw;[28] disamping itu juga permasalahan ini termasuk keharusan-keharusan dasar dalam menciptakan warisan persatuan Islam. Kesimpulan Tanpa diragukan lagi, persatuan dan kebersamaan ideal adalah sebuah faktor urgen dalam meraih targettarget umat dan masyarakat dan juga menjadi penegasan ayat-ayat dan riwayat-riwayat. Bukti-bukti menunjukkan bahwa Ali as adalah orang pertama yang mengumandangkan persatuan dan kebersasmaan di kalangan masyarakat permulaan Islam, penegasan dan penekanan beliau as terhadap keurgenan, peran dan kepentingan persatuan sangat jelas sekali; hingga Imam Ali as berkata: Singkirkanlah faktor-faktor penyebab perpecahan dan perselisihan dari kalangan masyarakat, walaupun hal itu ada di bawah serbanku (orang-orang terdekat denganku).[29]

Akal juga menghukumi kepentingan persatuan dan kebersamaan; karena menjaga keuntungankeuntungan bersama atau mempertahankan eksistensi sesuatu mengharuskan kepentingan ini terrealisasi; sebagaimana perjanjian difensiv dan keamanan bersama Rasulullah saw dengan kabilahkabilah Bani Nadhir, Bani Quraidhah dan Bani Qainuqa dapat dinilai dalam tujuan ini.[30] Dari sisi lain, rintangan dan halangan terpenting yang menghadang negara-negara dan masyarakat Islam adalah halangan eksternal (kelompok-kelompok pengkafiran dan salafi, orang-orang dalam dan luar yang berniat jahat, keterbatasan pengetahuan dan kesalah pahaman) dan halangan internal (halanganhalangan syaitani dan halangan-halangan kejiwaan) yang menghambat dan memperlambat perjalanan terwujudnya persatuan Islam; walaupun mengatur da mengumpulkan warisan persatuan Islam (khususnya berdasarkan sirah dan sunnah Nabi saw dan Imam Ali as) serta konsisten terhadap butirbutirnya dapat menjadi langkah besar dan proyek praktis dalam mempercepat perjalanan di atas. Referensi : (Dari: Kumpulan Makalah Seminar LOF Lembaga Otonomi Fathimiah, no.1, vol.1 akhir musim dingin 1386 HS / Maret 2008) [1] Nahjul Balaghah, khutbah 176. [2] Jafari, Muhammad Taqi, Wahdat-e Ali-ye Insani (Persatuan Tinggi Insani), Penyusun dan peringkas Muhammad Ridlo Jawadi, Teheran, Daftar-e Nasyr-e Farhang-ge Islami, 1380 Syamsi, hal 30. [3] Majlisi, Muhammad Baqir, Biharul Anwar, Beirut, Muassasah Al-Wafa, 1404 Qamari, jilid 19, hal 10; Ibnu Katsir Demesyqi, Ismail, Al-Bidayah Wa An-Nihayah, Beirut, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, 1408, jilid 3, hal 273. [4] QS. Ali Imran (3): 64. [5] Javadi Amuli, Abdullah, Wahdat Jawami Dar Nahjul Balaghah (Persatuan Sosial dalam Nahjul Balaghah), Pengumpul dan penyusun Said Band Ali, Qom, Isra, 1380 Syamsi, hal 73. [6] Khutbah 234. [7] Ibid. [8] Ibnu Maitsam Bahrani, Maitsam bin Ali, Syarh Nahjul Balaghah, Teheran, Percetakan Khadamaat Chaapi, 1404, jilid 4, hal 295. [9] Khutbah 146. [10] Nahjul Balaghah, surat 62. [11] Syahrestani, Abul Futuh, Al-Milal Wa An-Nihal, Mesir, Percetakan Al-Ankalu, jilid 1, hal 121. [12] Nahjul Balaghah, khutbah 127. [13] Ibnu Abidin, Tanqih Al-Fatawa Al-Hamidiyyah, Pakistan, Al-Maktabah Al-Habibah, jilid 1, hal 103. [14] Ibnu Atsir, Ali bin Abil Karam, Al-Kamil Fi At-Tarikh, Beirut, Dar Shadir, 1965 M, jilid 2, hal 326. [15] Nahjul Balaghah, khutbah 51. [16] Khutbah 120. [17] Majlisi, 1404, jilid 70, hal 283. [18] Al-Mujtama Al-Alami Lit-Taqrib Bainal Mazhahibil Islamiyyah, Periode 10, 1425, no 37, hal 7. [19] Nahjul Balaghah, khutbah 18. [20] QS. An-Nisaa (4): 59. [21] Nahjul Balaghah, surat 53. [22] Ibid, khutbah 95. [23] Ibid, khutbah 127. [24] Bukhari, Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, Muassasah At-Tarikh Al-Arabi, jilid 2, hal 18 / Ibnu Hajjaj, Muslim, Shahih Muslim, Beirut, Dar Ihya At-Turats AlArabi, jilid 1, hal 150. [25]Amili, Syarafuddin Sayed Abdul Husain, Al-Fushul Al-Muhimmah Fi Talifil Ummah (Pasal-pasal Penting dalam Mempersatukan Umat), Terjemah Sayed Ibrahim Sayed Alawi, Teheran, Muthahhar, 1377 Syamsi, dengan menukil dari Ibnu Taimiyah, hal 470. [26] Bukhari, jilid 11, al 9 / Muslim bin Hajjaj, jilid 1, hal 408 / Hurr Amili, Wasail Asy-Syiah, jilid 8, hal 610. [27] Ibnu Hazm Andalusi, Ali bin Ahmad, Al-Fashl Fil Ahwa Wal Milal Wan Nihal, Beirut, Darul Marifah, jilid 3, hal 291. [28] Permasalahan ini juga telah ditindak lanjuti oleh Syaikh Syaltut, guru besar Al-Azhar. Beliau menghimbaukan untuk menengok kembali pengetahuan-pengetahuan dan pendekatan seluruh mazhab, Syiah, Ahlu Sunnah dan (Silahkan merujuk kepada: Haula Al-Wahidah Al-Islamiyyah, 1404, hal 65.

[29] Nahjul Balaghah, khutbah 127. [30] Ibnu Katsir, 1965, jilid 3, hal 273.

Maslahat Umum, Prinsip Persatuan UmatTerjalinnya persatuan antara umat islam merupakan impian seluruh kaum Muslimin. Oleh karena itu, para ulama dan ilmuan dari berbagai mazhab senantiasa menyerukan umat kepada persatuan dan pendekatan antar mazhab. Pada dasarnya, misi dan ajakan ini tidak muncul begitu saja, akan tetapi ia memiliki akar yang kokoh baik berpijak kepada ayat dan riwayat maupun pada sebuah prinsip yang dibangun atas dasar kemaslahantan Islam dan kaum muslimin. Di antara akar dan fondasi yang menjadi pijakan bagi persatuan umat antara lain ialah:1. Prinsip-prinsip yang menjadi kesepakatanTertentuknya beberapa mazhab dalam Islam menandakan adanya perbedaan pandangan di antara kaum Muslimin dalam permasalah akidah maupun fiqih. Perbedaan pandangan ini merupakan fenomena alami yang muncul dari kebebasan berijtihad dan perbedaan persepsi dalam memahami teks agama akibat pengaruh kondisi, prinsip dan pengetahuan yang berbeda. Akan tetapi, harus diingat bahwa meskipun terdapat perbedaan di antara kaum Muslimin, namun persamaan pendapat di antara mereka baik dalam permasalahan akidah, fikih maupun akhlak- jauh lebih besar dari pada perbedaan yang ada. Sedemikian banyak dan besarnya persamaan ini sehingga sebagian ulama mengatakah bahwa persamaan pandangan umat Islam dalam permasalahan akidah dan fiqih mencapai 95 % dan dalam permasalahan akhlak mencapai 100 %. Artinya, dalam pandangan mereka, perbedaan pandangan di antara kaum Muslimin sangatlah miinin, dan itu pun hanya sebatas permasalahan akidah dan fikih, adapun dalam permasalah akhlak tidak ada perbedaan sama sekali di antara mereka.Dalam permasalah akidah, banyak sekali prinsip-prinsip yang menjadi kesepakatan di antara kaum Muslimin, di antaranya ialah: Keimanan kepada Allah Swt yang Maha Esa dan sifat-sifat-Nya, iman terhadap para Rasul yang diutus-Nya dan Muhammad Saw adalah Nabi terakhir-Nya, iman akan kitab-kitab-Nya dan al-Quran sebagai kitab suci yang diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad Saw, iman akan hari kiamat dan kebangkitan, iman akan hari akherat, surga neraka dan pembalasan atas amal manusia , serta masih banyak lagi prinsip-prinsip akidah lainnya yang menjadi kesepakatan antar umat Islam. Adapun dalam permasalah fiqih dan hukum syariat, banyak pula hukum-hukum yang menjadi kesepakatan kaum Muslimin, di antaranya ialah: Kewajiban shalat, menunaikan haji, puasa di bulan Ramadhan, menghadap kiblat saat shalat, membayar zakat dan melakukan amar makruh nahi munkar, dan banyak lagi hukum lainnya. Jelas dalam seluruh permasalahan prinsipal di atas ini tidak ada perbedaan pendapat antara mazhab yang ada, yang menjadi perbedaan di antara mereka adalah permasalahan-permasalahan parsial yang merupakan cabang dari segala permasalahan di atas. Contohnya perbedaan mengenai pengertian sifat Allah Swt, batasan ishmah para Nabi as, anggota yang harus dibasuh dan diusap dalam berwudhu, perkara-perkara yang membatalkan wudhu dan shalat dan hal semacamnya. Mengesampingkan perbedaan dalam permasalah yang parsial dan betumpu kepada kesepakatan dan persamaan pandangan dalam masalah-masalah prinsipal, merupakan pilar bagi terwujudnya persatuan Islam dan pendekatan antar mazhab. 2. Prinsip persatuan Persatuan dan kesatuan antar umat Islam berakar dari al-Quran, sunah Nabawiyah dan sirah para Imam maksum. Banyak sekali ayat-ayat al-Quran dan juga hadis-hadis Rasul yang menyeru kaum Muslimin kepada persatuan dan menjauhi perpecahan, dimana dalam tulisan ini tidak perlu kita menyebutkannya kembali. Yang menjadi sorotan kami dalam tulisan singkat ini, ialah sirah para Imam Maksum keturunan Nabi Saw yang kami yakini bahwa prilaku dan sikap mereka adalah tauladan dan wajib diikuti. Imam Ali bin Abi Thalib as selama beliau tidak menduduki kursi khilafah, meskipun beliau banyak memiliki perbedaan pandangan dengan para khalifah pada masa itu, namun belliau tidak pernah sekalikali mengajak masyarakat untuk bangkit melawan khalifah. Bahkan saat Abu Sufyan mengajaknya untuk bangkit dan menjanjikan akan memberikan dukungan militer yang besar, dengan tegas Imam menolak tawarannya itu. Jelas, salah satu tujuan utama dari prilaku beliau ini adalah untuk menjaga persatuan dan kesatuan kaum Muslimin. Imam Ali as selalu setia terhadap baiat dan sumpah yang beliau berikan kepada para khalifah, sedikit pun tidak terlintas dalam benak beliau untuk melanggar baiat yang telah beliau nyatakan tersebut. Beliau

selalu menghendaki kebaikan untuk Islam dan kaum Muslimin. jika dibutuhkan atau melihat suatu kemaslahatan, beliau tidak segan-segan menasehati para khalifah, secara tulus bermusyawarah dan memberikan masukan kepada mereka, memerintahkan para sahabat dekatnya untuk turut andil dalam pemerintahan dengan menjabat dalam pos-pos tertentu. Semua ini menunjukkan bahwa beliau lebih mengedepankan maslahat umum Islam dan kaum Muslimin dari pada kepentingan lainnya. Prilaku agung Imam Ali as ini terus dilanjutkan oleh para Imam, putera-putera beliau. Imam Hasan, Imam Husain[1], Imam Ali Zainal Abidin, Imam Muhammad al-Baqir dan para imam lainnya adalah para penerus misi yang dibawa sang ayah. Hal ini dapat kita lihat dalam doa Imam Sajjad as yang disusun dalam kitab doa berharganya, Shahifah Sajadiyah- yang ditujukan kepada ahli tsughur, demikian pula bantuan yang diberikan Imam Baqir as kepada pemerintahan Umayyah saat hendak mencetak koin yang akan disebar ke seluruh pemerintahan Islam. 3. Prinsip persaudaraan antar umat Islam Sikap yang ditunjukkan para imam maksum terhadap orang-orang yang memusuhi mereka dan juga arahan-arahan yang mereka berikan kepada para pengikut mereka agar berlaku baik dan menjaga ikatan persaudaraan, merupakan sebuah pedoman yang dapat dijadikan prinsip dalam menjalin persatuan antar umat Islam. Banyak sekali prilaku dan sirah mereka yang mengandung pesan ini yang di antaranya ialah beberapa riwayat di bawah ini: - Dari Abu Abdillah (Imam Jakfar as) diriwayatkan bahwa ia berkata: Barang siapa yang melakukan shalat bersama mereka di barisan pertama, maka ia bagaikan shalat di belakang Rasulullah Saw di barisan pertama[2]. - Dari Abu Abdillah as, ia berkata: Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah Swt dan janganlah kalian memikul masyarakat di atas bahu kalian (berbuat buruk kepada mereka), niscaya kalian akan menjadi hina! Sesungguhnya Allah Swt berfirman dalam kitab suci-Nya dan katakanlah suatu kebaikan kepada manusia. Imam melanjutkan: Jenguklah mereka yang sakit, ikut sertalah dalam pemakaman mereka, berikanlah kesaksian kepada dan atas mereka dan shalatlah di masjid-masjid mereka[3]! - Dari Muawiyah bin Wahab, ia berkata: Aku berkata kepada beliau (Imam Shadiq as), apa yang harus kami perbuat terhadap apa-apa [yang terjadi] antara kami dan kaum kami dari masyarakat dan atas apaapa yang bukan perkara kami? Imam berkata: Hendaknya kalian melihat imam-imam kalian yang kalian ikuti, lakukanlah apa-apa yang mereka lakukan! Demi Allah, sesungguhnya mereka menjenguk orangorang yang sakit dari mereka (masyarakat), menghadiri pemakaman mereka, memberikan kesaksian kepada dan atas mereka dan menjaga amanat yang mereka berikan. Maslahat umum kaum Muslimin Jelas bahwa prilaku dan sikap yang dilakukan Imam Ali as dan juga pesan-pesan yang disampaikan oleh para Imam suci as kepada para pengikut mereka adalah dalam rangka menjaga kesatuan dan persatuan umat. Seruan persatuan yang mereka kumandangkan ini selain berpijak kepada ayat-ayat al-Quran, ia pun bertumpu kepada kemaslahatan umum umat Islam. Mereka lebih mengedepankan maslahat Islam dan kaum mulimin dari para maslahat pribadi, kelompok bahkan mazhab sekalipun. Pada masa ini, di saat musuh-musuh Islam sedang gencar-gencarnya melakukan propaganda terhadap kaum Musimin di mana pun mereka berada, dari Asia Tenggara hingga barat Afrika bahkan minoritas Muslim di Amerika dan Eropa pun tidak luput dari propaganda busuk ini. Dengan strategi memecah belah barisan umat Islam, saat ini kekuatan musuh telah mengepung kita dari berbagai arah. Oleh karenanya, sangat tidak maslahat jika pada kondisi seperti ini kita tetap berselisih, justeru pada kondisi seperti ini yang kita butuhkan adalah persatuan, kesatuan, persaudaraan, solidaritas, kerjasama dan saling membantu di antara kita. Inilah yang sering disampaikan Imam Khomaini, pemimpin revolusi Islam Iran. Beliau selalu memesankan kepada umat Islam untuk menjaga persatuan. Hal ini dapat kita saksikan secara jelas dalam fatwa-fatwa beliau khususnya dalam permasalahan haji dan shalat jamaah. [1] Kebangkitan Imam Husain as adalah untuk menjaga kemaslahatan umat, karena kepemimpinan seorang seperti Yazid atas kaum muslimin jelas akan mendatangkan mudharat dan kerusakan besar terhadap mereka dan juga agama Islam.

[2] Wasil as-Syah, jld. 8, bab. 5, hlm: 299. [3] Ibid, hlm 301 .

Jumat, 18 Februari 2011Fatwa BEBERAPA ULAMA tentang pengikut madzhab-madzhab IslamFatwa Ayatollah Al-Udzma Khamenei tentang pengikut madzhab-madzhab IslamBismillahir Rahmanir RahimSoal: Mengingat adanya banyak dalil yang mewajibkan persatuan umat Islam, apa pandangan Ayatollah mengenai istilah istoilah umat Islam, apakah istilah ini mencakup para pemeluk berbagai madzhab dalam Islam baik dari empat amdzhab Ahlusunnah wal jamaah maupun Zaidiyah, Dhahiriyah, Ibadhiyah dan lainnyanyang kesemuanya meyakini ushulddin? Apakah boileh bagi seseorang untuk mengafirkan kelompok dan madzhab lain? Dan untuk zaman ini, apa batas-batas seseorang dapat dikatakan telah keluar dari agama dan menjadi kafir? Semoga Allah memberikan taufikNya kepada Anda untuk kebaikan Islam dan kaum muslimin, khususnya untuk orang-orang Syiah. Jawab: Dengan Nama Allah. Seluruh kelompok dan madzhab Islam termasuk dalam barisan besar umat Islam. Mereka semua memperoleh hak-hak yang didapatkan oleh kaum muslimin. Perpecahan antar kelompok dan golongan di tengah umat Islam selain bertolak belakang dengan ajaran dan perintah AlQuran Al-Karim dan Sunnah Rasulullah SAW , juga dapat melemahkan kekuatan umat Islam. Kondisi ini akan menjadi peluang emas bagi musuh-musuh Islam. Karena itu perpecahan sangat dilarang. Kantor Ayatollah Al-Udzma Khamenei Bagian Fatwa Fatwa Ayatollah al-Udzma Sistani Tentang Madzhab-madzhab Islam Soal: Apakah setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat, melaksanakan shalat menghadap kiblat dan mengikuti salah satu dari delapan madzhab yang ada (Hanafi, Syafii, Maliki, Hanbali, Jafari, Zaidi, Ibadhi dan Dhahiri) dianggap sebagai muslim sehingga darah, kehormatan dan hartanya harus dijaga? Jawab: Dengan nama Allah. Setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat dan tidak melakukan apapun yang bertentangan dengannya serta tidak memusuhi Ahlul Bait as, adalah muslim. Soal: Apakah orang yang tidak memenuhi kriteria dan syarat yang ditentukan oleh para ulama setiap madzhab, dapat mengeluarkan fatwa? Jawab: Yang berhak untuk berfatwa hanyalah mujtahid yang memenuhi syarat dan kriteria seperti disebutkan dalam risalah amaliyah, dan selain mujtahid, tak ada yang berhak untuk berfatwa. Fatwa Ulama-Ulama Terkemuka Islam Perihal Para Pengikut (Muqallid) Mazhab-Mazhab Islam (SyiahSunni) 1. Fatwa Ayatulah Sistani Soal: Apakah orang yang melafalkan dua kalimat syahadat, melaksanakan salatnya dengan menghadap ke arah kiblat (Mekkah) dan ia adalah pengikut salah satu dari delapan mazhab Islam yang terdiri dari Hanafiyah, Syafiiyah, Malikiyah, Hanbaliyah, Jafariyah, Zaidiyah, Ibadiah dan Zhahiriyah, dianggap sebagai seorang Muslim? Dan apakah darah, kehormatan, dan hartanya mendapat perlindungan? Jawab: Siapa pun yang mengucapkan dua kalimat syahadat atas nama Allah Yang Mahakuasa, tidak melakukan suatu perbuatan yang berlawanan dengannya dan siapapun yang bukan musuh Ahlulbait adalah seorang Muslim.

2. Fatwa Syekh Universitas al-Azhar, Muhammad Said Tanthawi Soal: Apakah dibolehkan untuk menganggap sebuah mazhab Islam, yang tidak termasuk mazhab Ahlusunnah (Sunni), sebagai salah satu mazhab yang berafiliasi ke Islam murni? Atau, dengan kata lain, apakah diperbolehkan untuk menganggap seseorang sebagai seorang Muslim di luar empat Mazhab Ahlusunnah yang terkenal yang mengikuti salah satu mazhab Islam seperti Zhahiri, Jafari, Zaidi, atau Ibadiah? Jawab : Islam murni telah disampaikan oleh Nabi Islam saw kepada kita sebagaimana telah dinyatakan dalam ucapan-ucapan beliau dalam Kutub as-Sittah (enam koleksi hadis yang dianggap sahih oleh Ahlusunnah) yang mengutip hadis Jibril: Nabi Islam saw berkata, Barang siapa yang beriman kepada tiada tuhan selain Allah Azza Wajalla, Muhammad saw sebagai utusan suci-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji ketika ia mampu, maka ia adalah seorang Muslim. Demikian juga telah dinukil oleh Abdullah bin Umar ra yang berkata bahwa Nabi saw menyatakan bahwa Islam didirikan atas lima dasar: kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah, Muhammad saw adalah RasulNya, mendirikan salat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji, berpuasa di bulan Ramadhan. Dengan demikian, setiap manusia (baik ia lelaki maupun perempuan) yang memberi kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah, Muhammad adalah Rasul (utusan Allah), dan ia mengakui lima dasar tersebut serta melakukan kelima-limanya dan jika ada perbedaan pada cabang-cabang bukan di ushul, maka kita hanya bisa mengatakan bahwa para pengikut mazhab-mazhab Islam ini sebagai Muslim. Syariah suci Islam memerintahkan para pemeluknya untuk berfatwa berdasarkan apa yang tampak dari orang-orang tersebut karena hanya Allah Yang Mahakuasa yang mengetahui akal pikiran umat manusia. Telah disebutkan dalam hadis mulia Nabi Muhammad saw, Aku telah diperintahkan untuk mengadili manusia secara zahir tetapi hanya Allah Azza Wajalla yang mengetahui pikiran seseorang. Penting untung disebutkan bahwa perbedaan-perbedaan tersebut yang ada di antara mazhab-mazhab Islam sekarang diajarkan di Fakultas Syariah Universitas al-Azhar. Perbedaan-perbedaan ini diterangkan secara rinci karena kita tahu bahwa perbedaan-perbedaan tersebut adalah masalah yang absah adanya mengingat perbedaan-perbedaan tersebut terdapat pada topik-topik cabang, bukan pada ushul. Soal: Apakah pengertian takfir? Jawab : Takfir artinya seseorang menyifati orang lain sifat kafir yang tidak diperbolehkan kecuali jika orang yang dikafirkan tersebut menolak kebolehan menyembah Allah dengan niat baik. Juga ia menolak keimanan pada malaikat, kitab-kitab suci, para nabi, dan hari kiamat. Allah Swt berfirman, Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat- Nya, kitab-kitab- Nya dan rasul-rasul- Nya. (Mereka mengatakan): Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya, (QS al-Baqarah: 285) Juga firman-Nya, Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul- Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul- Nya, dengan mengatakan: Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain), serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (QS an-Nisa:150- 151) Karena Allah Swt memerintahkan: tidak boleh ada pengafiran kepada orang-orang yang saleh juga para pengikut salah satu mazhab Islam, yang seluruh mazhab tersebut memiliki kesepakatan dalam kebolehan dalam niat baik atas ketaatan kepada Allah, keimanan pada para malaikat dan kitab-kitab suci, para nabi, dan hari akhirat juga kepada orang-orang yang beriman pada penerimaan pelaksanaan kewajibankewajiban yang Allah telah perintahkan kepada kita meliputi salat, zakat, puasa, dan haji (bagi mereka yang mampu) juga pada penerimaan kebaikan-kebaikan etis seperti ketulusan, amanah, kesucian, dan amar makruf nahi mungkar.

Nabi saw secara keras memperingatkan orang-orang yang mengafirkan kaum Muslim berdasarkan pada apa yang telah dikutip oleh Ibnu Umar, Ibnu Masud, dan Abu Dzar dalam kitab-kitab sahih.[] 3. Fatwa Mufti Agung Suriah, Almarhum Syekh Ahmad Kaftaroo Soal: Apakah mazhab-mazhab seperti Zaidi, Jafari, dan Ibadiah adalah mazhab-mazhab Islam? Jawab: Membatasi fikih Islam hanya kepada al-Quran suci dan Sunnah adalah kelalaian terhadap agama Islam dan ini telah menjadikan agama yang benar ini suatu agama yang berpandangan picik yang terbatas pada target kecil yang tidak mampu merespon berbagai keinginan manusia dan persoalan-persoalan kehidupan. Sudut pandang mazhab-mazhab ini dalam cabang-cabang fikih berbeda. Meskipun demikian, mazhabmazhab fikih ini berjalan di atas prinsip-prinsip Islam dan begitu juga di dalam prinsip-prinsip yang dapat diperdebatkan, perbedaan-perbedaan yang ada di antara para fukaha menyangkut cabang-cabang dari mazhab Islam adalah untuk memudahkan orang-orang dan menghilangkan berbagai kesulitan mereka. Karena itu, dengan mempertimbangkan fakta-fakta ini, mengikuti (bertaklid) kepada salah satu mazhabmazhab diizinkan sekalipun itu mengharuskan ia mengarah ke eklektisisme karena Mazhab Maliki dan sekelompok Mazhab Hanafi secara tepat mempunyai fatwanya. Dengan demikian, beramal yang didasarkan pada mazhab-mazhab Islam yang termudah atau bertaklid pada perintah-perintah termudah ketika itu mengharuskannya dan layak diizinkan, karena agama Tuhan adalah mudah, bukan agama yang sulit. Misalnya, Allah Swt berfirman, Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS al-Maidah:3) Karena itu, Mazhab Zaidi digolongkan sebagai salah satu mazhab Islam termulia terutama sekali ketika buku yang ditulis oleh Imam Yahya bin Murtadha berjudul al-Bahr al-Zhakhar al-Jamaa, suatu ensiklopedi fikih di dalamnya tidak ada perbedaan apa pun dengan fikih dari Ahlusunnah kecuali mereka mempunyai perbedaan-perbedaan parsial di dalam isu-isu seperti ketidaksahan mengusap kepala atau kaki dengan ujung jari-ujung jari yang basah ketika berwudhu juga pemboikotan atas pembantaian oleh non-Muslim. Syiah Imamiyah adalah mazhab Islam yang paling dekat kepada mazhab Imam Syafii. Perbedaan fikihnya dengan fikih Ahlusunnah hanya terkait pada tujuh belas permasalahan. Demikian juga Mazhab Ibadhiyah adalah mazhab yang paling dekat kepada mazhab Ahluljamaah (Sunni) menyangkut pendapat tersebut karena perintah-perintah fikih dari para pengikutnya diturunkan berdasarkan al-Quran, Sunnah, ijmak, dan qiyas. Karena alasanalasan di atas, perbedaan-perbedaan yang ada di antara para fukaha seharusnya tidak boleh dianggap sebagai tidak lazim karena agama itu dinilai sebagai Realitas yang satu dan unik. Lagi pula, sumber dan asal-muasal agama semata-mata Wahyu Ilahi. Tidak pernah terdengar bahwa perbedaan-perbedaan yang ada di antara mazhab-mazhab fikih telah memicu pertikaian atau konflik bersenjata di antara para pengikut mazhab. Semua itu karena perbedaanperbedaan yang ada di antara mazhab-mazhab Islam berkenaan dengan fikih ilmiah dan ijtihad bersifat parsial, dan menurut Nabi Islam saw, Karena keputusan ijtihadnya, fakih menerima pahalanya. Jika ijtihadnya sesuai, dua pahala untuknya. Jika tidak sesuai, tetap ada satu pahala untuknya. Dengan demikian, tidaklah tepat menisbatkan sesuatu apa pun kepada mazhab-mazhab Islam kecuali jika di dalam kerangka ini. Mazhab-mazhab yang disebutkan adalah mazhab-mazhab Islam dan fikih mereka terhormat juga didukung.[] 4. Fatwa Rektor Universitas al-Azhar, Syekh al-Akbar Mahmud Syaltut Kantor Pusat Universitas al-Azhar Dengan nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang

Teks Fatwa yang dikeluarkan Yang Mulia Syekh al-Akbar Mahmud Syaltut, Rektor Universitas al-Azhar tentang Kebolehan Mengikuti Mazhab Syiah Imamiyah Soal: Yang Mulia, sebagian orang percaya bahwa penting bagi seorang Muslim untuk mengikuti salah satu dari empat mazhab yang terkenal agar ibadah dan muamalahnya benar secara syari, sementara Syiah Imamiyah bukan salah satu dari empat mazhab tersebut, begitu juga Syiah Zaidiyah. Apakah Yang Mulia setuju dengan pendapat ini dan melarang mengikuti mazhab Syiah Imamiyah Itsnaasyariyah misalnya? Jawab: 1) Islam tidak menuntut seorang Muslim untuk mengikuti salah satu mazhab tertentu. Sebaliknya, kami katakan: setiap Muslim punya hak mengikuti salah satu mazhab yang telah diriwayatkan secara sahih dan fatwa-fatwanya telah dibukukan. Setiap orang yang mengikuti mazhab-mazhab tersebut bisa berpindah ke mazhab lain, dan bukan sebuah tindakan kriminal baginya untuk melakukan demikian. 2) Mazhab Jafari, yang juga dikenal sebagai Syiah Imamiyah Itsna Asyariyyah (Syiah Imamiyah Dua Belas Imam) adalah mazhab yang secara agama benar untuk diikuti dalam ibadah sebagaimana mazhab Sunni lainnya. Kaum Muslim mestinya mengetahui hal ini, dan seyogianya menghindarkan diri dari prasangka buruk terhadap mazhab tertentu mana pun, karena agama Allah dan Syariahnya tidak pernah dibatasi pada mazhab tertentu. Para mujtahid mereka diterima oleh Allah Yang Mahakuasa, dan dibolehkan bagi yang bukan-mujtahid untuk mengikuti mereka dan menyepakati ajaran mereka baik dalam hal ibadah maupun transaksi (muamalah). Tertanda, Mahmud Syaltut Fatwa di atas dikeluarkan pada 6 Juli 1959 dari Rektor Universitas al-Azhar dan selanjutnya dipublikasikan di berbagai penerbitan di Timur Tengah yang mencakup, tetapi tidak terbatas hanya pada: 1. Suratkabar al-Shaab (Mesir), terbitan 7 Juli 1959. 2. Suratkabar al-Kifah ( Lebanon ), terbitan 8 Juli 1959. Bagian di atas juga dapat ditemukan dalam buku Inquiries about Islam oleh Muhammad Jawad Chirri, Direktur Pusat Islam Amerika (Islamic Center of America), 1986, Detroit , Michigan . 5. Fatwa Resmi dari Mufti Agung Mesir Menyangkut Iqtida (Mengikuti) Para Pengikut Mazhab Islam lain dari Pengikut Ahlulbait as Yang Mulia Profesor Dr. Nashr Washl, Mufti Mesir, Wassalamualaikum wa rahmatulah, Bagaimanakah pendapat Anda mengenai orang yang bertaklid kepada Imam Ahlulbait as? Jawab: Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang Sudah maklum bahwa setiap Muslim yang beriman kepada Allah Swt, bersyahadat atas monoteisme (tauhid), mengakui misi Nabi Muhammad saw, tidak menyangkal perintah-perintah agama dan orang yang dengan sepenuhnya sadar akan rukun-rukun Islam dan salat dengan tata cara yang benar, maka niscaya juga tepat baginya sebagai imam salat jamaah bagi yang lain dan juga mengikuti imamah orang lain ketika melakukan salat sehari-hari meskipun ada perbedaan-perbedaan (paham) keagamaan di antara imam dan makmumnya. Prinsip ini pun berlaku bagi Syiah Ahlulbait as. Kita bersama mereka (Syiah Ahlulbait) menyangkut Allah, Rasulullah saw, Ahlulbait as, juga para sahabat Nabi Muhammad saw.

Tidak ada perbedaan di antara kita dan mereka menyangkut prinsip-prinsip dan dasar-dasar syariah Islam juga kewajiban-kewajiban desisif agama. Ketika Allah Swt memberikan rahmat-Nya kepada kami sehingga bisa hadir di Republik Islam Iran di kota-kota seperti Tehran dan Qum . Ketika kami menjadi imam salat berjamaah mereka bermakmum kepada kami, begitu juga ketika mereka menjadi imam kami bermakmum kepada mereka. Karena itu, kami memohon kepada Allah Swt untuk melahirkan persatuan di antara umat Islam, menghapus setiap permusuhan, kesulitan, perbedaan di antara mereka dan mengangkat kesulitankesulian yang ada di antara mereka sekaitan dengan fikih dan kewajiban-kewajiban agama yang sekunder. Dr. Farid Nashr Washl,Mufti Mesir , 1-12-2001 6. Fatwa al-Azhar Mesir terhadap Mazhab Syiah dapat dirujuk kembali dalam kebanyakan media cetak pada 6 Julai 1959. Pejabat Pusat Universiti Al-Azhar: DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG Teks Fatwa Al-Azhar diterbitkan daripada kewibawaannya Shaikh al-Akbar Mahmud Shaltut, Dekan al-Azhar Universiti, dalam sahnya mengikuti mazhab Syiah Imamiah Pertanyaan: Sesungguhnya setengah golongan manusia percaya, bahawa wajib beribadat dan bermuamalat dengan jalan yang sah dan berpegang dengan salah satu daripada mazhab-mazhab yang terkenal dan bukan daripadanya mazhab Syiah Imamiah atau mazhab Syiah Zaidiah. Apakah pendapat tuan bersetuju dengan pendapat ini dan melarang mengikuti mazhab Syiah Imamiah al-Istna Ashariyah misalannya? Jawabnya: 1) Sesungguhnya Islam tidak mewajibkan seseorang Muslim mengikuti mana-mana mazhab pun adanya. Akan tetapi kami mengatakan setiap Muslim punyai hak untuk mengikuti satu daripada mazhab yang benar yang fatwanya telah dibukukan dan barangsiapa yang mengikuti mazhab-mazhab itu boleh juga berpindah ke mazhab lain tanpa rasa berdosa sedikit pun. 2) Sesunguhnya mazhab Jafari yang dikenali juga sebagai Syiah Imamiah al-Istna Asyariyyah dibenarkan mengikuti hukum-hukum syaraknya sebagaimana mengikuti mazhab Ahlul Sunnah. Maka patutlah bagi seseorang Muslim mengetahuinya dan menahan diri dari sifat taksub tanpa hak terhadap satu mazhab. Sesungguhnya agama Allah dan syariatnya tidak membatas kepada satu mazhab mana pun. Para Mujtahid diterima oleh Allah dan dibenarkan kepada bukan Mujt

Re: [my-commit] Fatwa Prof Dr Syaikh Mahmud Syaltut Rektor Al Azhar 1959 5-Mahzab Islam diakui al Azhar, NU-Muhammadiyah Maudlid di YAPI Bangil saya share artikel dari web ust ahmad sarwat untuk menyeimbangkan saja.. takutnya kita terlalu ekstrem ke satu hal dan terlalu lunak di hal lain..

"Mari kita ajak orang untuk belajar agama ini secara mendalam dan dengan cara baik-baik. Sekedar mencaci maki, belum pernah terbukti melenyapkan syirik dari muka bumi" ---Istilah 'wahabi' sebenarnya bukan istilah baku dalam literatur Islam. Dan pengindentifikasian wahabi kepada sebagian umat Islam pun kurang objektif. Dan orang-orang yang dijuluki sebagai 'wahabi' juga menolak penamaan ini kepada diri mereka. Meski mereka pendukung Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, namun mereka bilang bahwa yang ulama adalah Muhammad, bukan Abdul Wahhab. Abdul Wahhab adalah ayahnya.Sebenarnya penyebutan `Wahabi` bila kita runut dari asal katanya mengacu kepada tokoh ulama besar di tanah Arab yang bernama lengkap Syeikh Muhamad bin Abdul Wahhab AtTamimi Al-Najdi (1115-1206 H atau 1703-1791 M). Beliau lahir di Uyainah, salah satu wilayah di jazirah Arab. Sebenarnya secara fiqih, beliau lahir dan dibesarkan serta belajar Islam dalam mazhab Hanbali. Dakwah beliau banyak disambut ketika beliau datang di Dir`iyah bahkan beliau dijadikan guru dan dimuliakan oleh penguasa setempat sat yaitu amir (pangeran) Muhammad bin Su`ud, yang berkuasa 1139-1179 H. Oleh Amir Muhammad bin Su'ud, dakwah beliau ditegakkan dan akhirnya menjadi semacam gerakan nasional di seluruh wilayah Saudi Arabia hingga hari ini. Fenomena umat yang dihadapi antara para imam mazhab dengan Muhammad bin Abdul Wahhab sangat berbeda konteksnya. Di zaman para fuqaha mazhab, umat Islam sedang mengalami masa awal dari kejayaan, peradaban Islam sedang mengalami perluasan ke berbagai penjuru dunia. Sehingga dibutuhkan sistem hukum yang sistematis dan bisa menjawab problematika hukum dan fiqih. Sementara fenomena sosial umat di zaman Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab sangat berbeda. Saat itu umat Islam sedang mengalami masa kemundurannya.Salah satu fenomenanya adalah munculnya banyak penyimpangan dalam praktek ibadah, bahkan menjurus kepada bentuk syirik dan bid'ah. Banyak dari umat Islam yang menjadikan kuburan sebagai tempat pemujaan dan meminta kepada selain Allah. Kemusyrikan merajalela. Bid`ah, khurafat dan takhayyul menjadi makanan sehari-hari. Dukun, ramalan, sihir, ilmu ghaib seolah menjadi alternatif untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupan umat Islam. Itulah fenomena kemunduran umat saat di mana Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab hidu saatitu. Maka beliaumengajak dunia Islam untuk sadar atas kebobrokan aqidah ini. Berbeda dengan para fuqaha fiqih di zaman awal yang mendirikan madrasah keilmuan sera melahirkan jutaan judul kitab fiqih dan literatur, Syeikh Muhammad bin Abdul WAhhab tidak pernah melahirkan buku berjilid-jilid, beliau hanya menulis beberapa risalah (makalah pendek) untuk menyadarkan masyarakat dari kesalahannya. Salah satunya adalah Kitab At-Tauhid yang hingga menjadi rujukan banyak ulama aqidah. Dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab dibantu oleh penguasa, kemudian melahirkan gerakan umat yang aktif menumpas segala bentuk khurafat, syirik, bid`ah dan beragam hal yang menyeleweng dari ajaran Islam yang asli. Dalam prakteknya sehari-harinya, para pengikutnya lebih mengedepankan aspek pelarangan untuk membangun bangunan di atas kuburan, menyelimutinya atau memasang lampu di dalamnya. Mereka juga melarang orang meminta kepada kuburan, orang yang sudah mati, dukun, peramal, tukang sihir dan tukang teluh. Mereka juga melarang ber-tawassul dengan menyebut nama orang shaleh sepeti kalimat bi jaahi rasul atau keramatnya syiekh fulan dan fulan. Dakwah beliau lebih tepat dikatakan sebagai dakwah salafiyah. Dakwah ini telah membangun umat Islam di bidang aqidah yang telah lama jumud dan beku akibat kemunduran dunia Islam.

Anti Mazhab? Memang ada sebagian dari pendukung atau sosok yang ditokohkan oleh para pendukung gerakanini yang secara tegas memisahkan diri dari mazhab mana pun. Katakanlah salah satunya, Syeikh Nasiruddin AlAlbani rahimahullah. Beliau sejak muda telah mengobarkan semangat anti mazhab fiqih. Seolah mazhab-mazhab fiqih itu lebih merupakan sebuah masalah ketimbang solusi di mata beliau. Maka muncul perdebatan panjang antara beliau dengan para ulama fiqih mazhab. Salah satunya perdebatan antara beliau dengan Syeikh Dr. Said Ramadhan Al-Buthy. Para ulama fiqih tentu tidak terima kalau dikatakan bahwa mazhab fiqih itu merupakan bentuk kebodohan, kejumudan, taqlid serta suatu kemungkaran yang harus diperangi. Sayangnya, sebagian dari murid-murid beliau ikut-ikutan memerangi para ahli fiqih dengan berbagai literatur mazhabnya dan hasil-hasil ijtihad para fuqaha'.. Padahaldi sisi lain, pendapat-pendapat Syeikh Al-Albani pun tetap merupakan ijtihad dan tidak bisa lepas dari penafsiran dan pemahaman, meski tidak sampai berbentuk sebuah mazhab.Yang sering dijadikan bahan kritik adalah beliau melarang orang bertaqlid kepada suatu mazhab tertentu, namun beliau membiarkan ketika orang-orang bertaqlid kepadadirinya. Awalnya, oleh banyak kalangan, gerakan ini dianggap sebagai pelopor kebangkitan pemikiran di dunia Islam, antara lain gerakan Mahdiyah, Sanusiyah, Pan Islamisme-nya Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh di Mesir dan gerakan lainnya di benua India. Namun para penerusnya kelihatan lebih mengkhususkan diri kepada bentuk penghancuran bid'ah-bid'ah yang ada di tengah umat Islam. Bahkan hal-hal yang masih dianggap khilaf, termasuk yang dianggap seolah sudah bid'ah yang harus diperangi. Arogansi Wahabi? Mungkin memang sebagian umat Islam ada yang merasakan arogansi dari kalangan pendukung dakwah wahabiyah ini. Hal itu mungkin disebabkan oleh beberapa hal berikut: 1. Syeikh Abdul Wahhab dan Penguasa Sebagaimana kita ketahui, di jazirah Arabia, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkolaborasi dengan penguasa. Maka lewat tangan penguasa, beliau melancarkan dakwahnya. Dan ciri khas penguasa, segala sesuatu ditegakkan den