falsifikasi tugas 2 (autosaved)
TRANSCRIPT
FALSIFIKASI KARL POPPER DALAM PEMBUKTIAN
KEAMANAN RESTRAIN
Paper ini disusun untuk memenuhi Tugas Examination Kasus Metodologi Dalam Ilmu
Keperawatan pada Mata Kuliah Science In Nursing, Dosen Pengampu: Dr. Rizal
Mustansyir (KPM 6100)
OLEH :
AMALIA SENJA,S.Kep.,Ns
12/342178/PKU/13426
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
FALSIFIKASI KARL POPPER DALAM PEMBUKTIAN KEAMANAN RESTRAIN
A. PERMASALAHAN
Restrain adalah metode fisik untuk membatasi kebebasan seseorang dari gerakan,
aktivitas fisik, atau akses normal ke tubuhnya. Hal ini tidak hanya mencakup pembatasan
tradisional, seperti tungkai atau pengekangan rompi, tetapi juga penggunaan side rails untuk
mencegah pasien bangun dari tempat tidur ( Schilling,2007).
Penggunaan restrain secara luas dibenarkan oleh perawat sebagai ukuran keamanan,
terutama untuk pencegahan jatuh. Pengendalian perilaku yang menganggu, keamanan
penggunaan peralatan medis yang aman dan alasan lainnya juga sering dilaporkan. Menurut
bukti-bukti internasional hal itu masih dipertanyakan apakah restrain adalah perangkat yang
efektif dan aman. Penelitian lebih lanjut menunjukkan hubungan dengan efek samping seperti
kerusakan fisik, misalnya cedera yang serius dan peningkatan mortalitas. Serta dari segi sosial
dan psikososial yang merugikan seperti menurunkan kesejahteraan psikologis, dan penurunan
mobililitas yang berkaitan dengan pembatasan fisik (Haut,2009).
Studi terbaru meragukan apakah restrain dan pembatasan mobilitas yang dihasilkan
benar-benar mencegah jatuh. Masalah perilaku seperti agitasi bahkan dapat diperkuat dengan
restrain, yang dapat merupakan pengalaman traumatis subyektif. Oleh karena itu setiap individu
yang membutuhkan pengekangan fisik harus diperbolehkan untuk mempertahankan kebebasan
sebanyak mungkin dalam gerakan. Dokter, perawat, dan staf home care harus selalu berusaha
untuk membangun dan menghilangkan alasan yang mendasari mengapa orang-orang dalam
perawatan mereka gelisah, beresiko jatuh, atau cenderung berjalan keluar. Pedoman dari Komisi
Perawatan Bavarian (Bayerischer Landespflegeauschuss) menawarkan nasihat komprehensif
tentang penggunaan yang bertanggung jawab dari restrain pada perawatan dan telah diadopsi dan
diimplementasikan(Berzlanovich,2012).
B. METODE ANALISIS
Prinsip falsifikasi menyatakan bahwa kebenaran suatu teori ilmiah mustahil untuk
dibuktikan. Prinsip ini juga mengatakan bahwa kita hanya dapat membuktikan kesalahan teori
tersebut atau merumuskan teori baru yang dapat menggantikan teori yang lama. Paper ini akan
menunjukkan bahwa prinsip falsifikasi ini sangat sejalan prinsip umum yang digunakan untuk
menguji keamanan restraint. Keterbukaan untuk diuji atau falsifiabilitas sebagai tolak ukur
mempunyai implikasi bahwa ilmu pengetahuan dapat berkembang dan selalu dapat diperbaiki,
dan pengetahuan yang tidak terbuka untuk diuji tidak ada harapan untuk berkembang, dan
sifatnya biasanya dogmatis serta tidak dapat digolongkan sebagai pengetahuan ilmiah.
Adapun bagan mengenai metode falsifiabilitas yang dikemukakan oleh Popper dapat ditunjukkan
sebagai berikut:
Tahap 1 : P1 – TT – EE- P2
Tahap 2 : P2 – TT1 –EE1 – P3
Tahap ....................dst..........
Keterangan :
P1 : Permasalahan / Problem Awal
TT : Tentative Theory
EE : Error Elimination
P2 : Problem baru
TT1 : Tentative theory ke dua
EE1 : Error Elimination ke dua
P3 : Problem baru
Popper menekankan bahwa pengalaman merupakan unsur yang paling menentukan dan
pengalaman tidak mengenai sesuatu yang berdiri sendiri yang dapat dipakai sebagai tolok ukur
atau batu uji mutlak buat pembuktian atau pembenaran suatu teori atau pernyataan, melainkan
mengenai cara menguji, atau metode penelitian itu sendiri. Jadi Popper mengatakan bahwa
pengalaman sama dengan pengujian dan pengujian sama dengan metode penelitian.
Popper juga mengungkapkan adanya tahap – tahap pengembangan pengetahuan ilmiah,
yaitu tahap 1, Penemuan masalah, ilmu pengetahuan mulai dari satu masalah yang bermula dari
suatu penyimpangan, dan penyimpangan ini mengakibatkan orang terpaksa mempertanyakan
keabsahan perkiraan itu dan ini merupakan masalah pengetahuan. Tahap 2, Pembuatan Teori,
langkah selanjutnya adalah merumuskan suatu teori sebagai jawabannya yang merupakan hasil
daya cipta pikiran manusia dan sifatnya percobaan atau terkaan. Teori sifatnya lebih abstrak dari
masalah. Tahap 3, Perumusan ramalan atau hipotesis spesifik secara deduktif dan ini ditujukan
kepada kenyataan empiris tertentu. Tahap 4, Pengujian ramalan atau hipotesis, selanjutnya
hipotesis diuji melalui pengamatan dan eksperimen tujuannya adalah mengumpulkan keterangan
empiris dan menunjukkan ketidakbenarannya. Tahap 5, Penilaian hasil, tujuan menilai benar
tidaknya suatu teori oleh Popper dinamakan pernyataan dasar yang menggambarkan hasil
pengujian. Pernyataan dasar ini memainkan peranan khusus yaitu pernyataan yang bertentangan
dengan teori, dan ini semacam petunjuk ketidakbenaran potensial dari teori yang ada. Dalam
tahap ke-5 ini terdapat dua kemungkinan, pertama, teori ini diterima sehingga tidak berhasil
ditunjukkan ketidakbenarannya dan untuk sementara teori ini dapat dirobohkan dengan
menyusun suatu pengujian yang lebih cermat. Kemungkinan kedua, adalah teori ini ditolak
sehingga terbukti bahwa ketidakbenarannya dan konsekuensinya muncul masalah baru dan harus
segera dibentuk teori baru untuk mengatasinya. Tahap 6, Pembuatan teori baru, dengan
ditolaknya teori lama maka muncullah masalah baru yang membutuhkan teori baru untuk
mengatasinya dan sifat dari teori ini tetap abstrak dan merupakan perkiraan atau dugaan sehingga
merupakan suatu percobaan yang harus tetap diuji (Taryadi,1989).
C. ISI PEMBAHASAN
Dalam paper ini penulis akan membahas tentang penggunaan restrain yang telah lama
diterapkan dalam praktek keperawatan ditinjau dari prinsip metodologi Karl Raimund Popper.
Dengan menggunakan metode falsifiabilitas yang dikemukakan oleh Popper pada tahap pertama,
terdapat permasalahan/ problem awal bahwa penggunaan restrain yang dipandang oleh praktisi
memiliki tujuan mencegah cedera dalam prakteknya justru banyak menimbulkan kejadian jatuh
dan cidera. Meskipun penelitian menunjukkan bahaya dari penggunaan restrain, banyak petugas
kesehatan perawatan percaya bahwa restrain mencegah jatuh dan cedera lainnya. Namun,
penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mendapat restrain memiliki lama perawatan di
rumah sakit lebih lama dan kematian yang meningkat. Selain itu, pasien yang direstrain dalam
jangka waktu yang lama beresiko mengalami infeksi nosokomial, ulkus, penurunan fungsi,
depresi, dan inkontinensia. Studi juga menunjukkan bahwa restrain tidak efektif dalam
mencegah efek samping yang digunakan untuk mencegah cedera. Bahkan, restrain lebih
mungkin menjadi penyebab cedera. Kebanyakan pasien yang menarik tabung endotrakeal
mereka melakukannya sambil mengenakan restrain pergelangan tangan. Selain itu, sebanyak
47% dari pasien yang jatuh pada saat kondisi mereka direstrain. Dalam tentative theory, hasil
dari perkembangan pengetahuan adalah bahwa restrain meningkatkan risiko cedera pasien dan
kematian dan bahwa penilaian dan strategi alternatif mengurangi kebutuhan untuk restrain.
Lembaga seperti Komisi Bersama Akreditasi Organisasi Kesehatan dan Centers for Medicare
dan Medicaid Services, Administrasi pembiayaan Perawatan Kesehatan, telah menetapkan
standar yang ketat untuk penggunaan restrain. Banyak fasilitas perawatan kesehatan juga
mengembangkan dan mengimplementasikan program pengurangan restrain (Schilling,2007).
Error elimination didalam pembahasan masalah restrain ini berkaitan dengan hilangnya
kebebasan dan otonomi serta menghambat hubungan sosial. Imobilitas menyebabkan
pembatasan reguler dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan otot atrofi, menahan
kemampuan untuk berdiri dan berjalan. Selain itu restrain menyebabkan komplikasi khas dari
immobilisasi seperti ulkus dekubitus, pneumonia, dan kaki vein thrombosis. Immobilisasi sering
menyebabkan stres dan memiliki dampak negatif pada keterampilan kognitif . Aplikasi yang
tidak tepat dari tali dapat menyebabkan luka seperti kulit lecet, memar, kompresi jaringan lunak,
lesi saraf, dan patah tulang bahkan mungkin sampai mati. Bagian forensik berulang kali
menghadapi kasus kematian dibawah pengekangan mekanik. Pertanyaan pokok yang kemudian
apakah kematian itu wajar. Kematian disebabkan oleh penyakit yang alami. Namun,
penderitaannya kematian dapat menyebabkan posisi normal tubuh dalam restrain,yang dapat
menyebabkan dugaan kematian wajar. Kematian adalah wajar bila disebabkan terutama oleh
restrain. Dalam 22 kasus kematian pasien yang direstrain, tiga pasien rawat inap yang meninggal
saat direstrain karena perutnya ditahan oleh restrain yang penyebab kematiannya adalah
pankreatitis, sklerosis koroner dengan indurasi miokard, dan aspirasi dari abdomen selama
epilepsy (Berzlanovich,2012).
Problem baru yang muncul adalah bagaimana aplikasi restrain itu tetap dipertahankan
ataukah mulai tidak kita terapkan karena alasan yang telah mendasari pemikiran bahwa banyak
dampak merugikan yang muncul dari penggunaan restrain. Penggunaan restrain, seperti side
rails, telah ditunjukkan dalam beberapa studi tidak menjadi intervensi yang tepat untuk
mencegah jatuh. Bahkan, beberapa studi yang dilakukan selama beberapa dekade terakhir
menunjukkan bahwa antara 37 sampai 90 persen jatuh dari tempat tidur terjadi dengan side rails
mengangkat. Satu studi menyimpulkan bahwa sebagian besar jatuh dari tempat tidur melibatkan
orang tua yang bingung di tempat tidur dengan rel mengangkat. Karena peraturan federal
membatasi penggunaan hambatan fisik seperti side rails, studi tentang penggunaan pembatasan
restrain di panti jompo telah menunjukkan penghapusan restain tanpa konsekuensi yang
merugikan. Demikian pula, beberapa studi meneliti pengurangan side rails di panti jompo dan di
unit rehabilitasi jangka pendek menunjukkan tidak ada peningkatan yang signifikan jatuh atau
cedera di tempat tidur.
D. SOLUSI
Pengekangan digunakan hanya sebagai upaya terakhir setelah semua langkah-langkah
lain telah gagal untuk menjaga pasien dari tindakan yang merugikan dirinya sendiri atau orang
lain. Restrain harus diterapkan dengan cara yang paling tidak restriktif dan untuk waktu
sesingkat mungkin. Untuk mengurangi kebutuhan untuk restrain, kita dapat mengambil
pendekatan individual yang berusaha untuk mencegah masalah perilaku. Mencari masalah yang
mendasari yang mungkin menyebabkan perilaku pasien seperti efek samping obat, infeksi,
ketidakseimbangan elektrolit, atau hipoksia dan mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki
masalah. Mencari 'perilaku terjadwal' di mana perilaku pasien mungkin merupakan upaya untuk
memperbaiki masalah, seperti nyeri, rasa lapar, lelah, panas, dingin, atau kebutuhan untuk ke
toilet. Menciptakan lingkungan yang bebas dari hambatan dan mendorong mobilitas pasien. Ini
memerlukan komitmen unit dan fasilitas karena perubahan kebijakan dan perubahan struktural
mungkin diperlukan. Jika perilaku masalah berlanjut setelah diidentifikasi dan diperbaiki kondisi
yang mungkin menjadi penyebabnya kita perlu mempertimbangkan alternatif untuk pembatasan
seperti reorientasi pasien jika diperlukan, memberikan penjelasan untuk prosedur, menjaga
pasien hangat, kering, dan nyaman, membangun kontak mata dan berbicara dengan pasien,
mendengarkan dan memvalidasi keprihatinan pasien, menentukan rutinitas pasien dan kebiasaan
dan berusaha untuk mengawasi mereka, membungkus perban kompresi elastis sekitar lokasi i.v.
KESIMPULAN
Paper ini telah menjelaskan mengenai prinsip – prinsip dan pembuktian tentang klaim
keamanan dari penggunaan restrain yang secara luas telah digunakan dalam lingkungan praktisi
kesehatan. Keamanan restrain tidak dapat dinyatakan sebagai keabsolutan karena pada bukti –
bukti baik penelitian maupun data empiris telah menunjukkan bahwa restrain justru lebih banyak
menimbulkan resiko terhadap jatuh dan cedera. Dibagian ini juga ditunjukkan bahwa hal ini
sejalan dengan prinsip falsifikasi yang dikemukakan oleh Popper.
SARAN
Beberapa saran yang dapat diberikan berkaitan dengan permasalahan restrain ini kepada pihak-
pihak terkait adalah sebagai berikut :
1. Bagi Praktisi
Klinisi harus fokus dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko dan intervensi aktif untuk
mencegah jatuh.
2. Bagi Rumah Sakit
Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan, bukti menunjukkan bahwa diagnostik yang
kuat, pendekatan terapi, dan pencegahan harus digunakan untuk semua penghuni panti
jompo yang jatuh, serta bagi mereka yang diidentifikasi memiliki resiko tinggi untuk
jatuh
3. Bagi Peneliti
Penelitian lebih lanjut diperlukan dalam menemukan pemecahan masalah dan
menemukan metode yang lebih efektif yang dapat digunakan dalam mencegah kejadian
jatuh dan cedera ditempat tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Berzlanovich, Andrea M.2012.Deaths due to physical restraint.Dtsch Arztebl Int
Vol.109,No.3:27-32.Diakses dari http://www.aerzteblatt.de/int/archive/references?id=119584
Haut,Antonie.et al.2009.Evaluation of an evidence-based guidance on the reduction of physical
restraints in nursing homes:a cluster-randomised controlled trial.BMC Geriatrics Vol.9,No.42.
Diakses dari http://www.biomedcentral.com/1471-2318/9/42
Schilling, Judith A.2007.Best practices : evidence- based nursing procedures.2nded.Norristown:
Lippincott William & Wilkins
Taryadi, Alfons.1989.Epistemologi Pemecahan Masalah : Menurut Karl R. Popper.Jakarta: PT.
Gramedia
Wattimena, Reza A._______.Filsafat dan Sains (Sebuah Pengantar).Jakarta:Grassindo
Wuisman, J.J.J.M.1996.Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, jilid 1.Jakarta:Lembaga Penerbit FE UI