fakultas syariah universitas islam negeri (uin) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf ·...

87
ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU HADITS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh Ambyah Krisbiantoro NIM 03210065 FAKULTAS SYARI AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG 2007

Upload: others

Post on 19-Feb-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH

AL-THALAQ

DITINJAU DARI PERSPEKTIF

ILMU HADITS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh

Ambyah Krisbiantoro

NIM 03210065

FAKULTAS SYARI AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MALANG

2007

Page 2: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulisan skripsi saudara Ambyah Krisbiantoro, NIM 03210065,

mahasiswa Fakultas Syari ah Universitas Islam Negari (UIN) Malang, setelah

membaca, mengamati kembali berbagai data yang ada di dalamnya, dan

mengoreksi, maka skripsi yang bersangkutan dengan judul :

ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ

DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU HADITS

telah dianggap memenuhi syarat-syarat ilmiah untuk disetujui dan diajukan pada

mejelis dewan penguji.

Malang, 8 Desember 2007

Pembimbing,

Dr. Umi Sumbulah, M.Ag

NIP. 150 289 266

Page 3: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi

ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH

AL-THALAQ

DITINJAU DARI PERSPEKTIF

ILMU HADITS

Oleh:

Ambyah Krisbiantoro

NIM 03210065

Telah Disetujui,

Tanggal 8 Desember 2007

Oleh

Dosen Pembimbing

Dr. Umi Sumbulah, M.Ag

NIP. 150 289 266

Mengetahui

Dekan Fakultas Syari'ah

Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag

NIP. 150 216 425

Page 4: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Demi Allah,

Dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan,

penulis menyatakan bahwa skripsi dengan judul:

ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ

DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU HADITS

Benar-benar merupakan karya ilmiah yang disusun sendiri, bukan duplikat atau

memindah data orang lain. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini ada

kesamaan, baik isi, logika maupun datanya, secara keseluruhan atau sebagian,

maka skripsi dan gelar sarjana yang diperoleh karenanya secara otomatis batal

demi hukum.

Malang, 8 Desember 2007

Penulis,

Ambyah Krisbiantoro

Page 5: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

HALAMAN PENGESAHAN

Dewan penguji skripsi saudara Ambyah Krisbiantoro, NIM 03210065, mahasiswa

Fakultas Syari ah angkatan tahun 2003, dengan judul

ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ

DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU HADITS

Telah dinyatakan lulus dengan nilai A (Sangat Memuaskan).

Dewan penguji:

1. Dra. Hj Tutik Hamidah, M.Ag

(__________________) NIP. 150 289 266 (Ketua)

2. Dr. Umi Sumbulah, M.Ag

(__________________) NIP. 150 289 266 (Sekretaris)

3. Drs. Noer Yasin, M.Hi

(__________________) NIP. 150 289 266 (Anggota)

Malang, 2 April 2008

Mengetahui,

Dekan Fakultas Syari'ah

Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag

NIP. 150 216 425

Page 6: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

MOTTO

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-

isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram

kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya

pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang

berfikir (QS. ar-Rum 21)

Page 7: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

HALAMAM PERSEMBAHAN

Bismillah.....

Terucap syukur dan teriring do a dari lubuk hati penuh ta zhim aku

persembahkan karya ini untuk orang-orang yang penuh arti

dalam hidupku

Ayahanda dan ibunda tercinta yang selalu memberikan kasih sayang dan do a

serta motifasi dalam setiap perjalanan hidupku

Bapak Ibu guru yang selalu setia membimbing dan membina dalam menuntut

ilmu dan meraih cita-cita

Kakak, adik serta saudara-saudaraku yang telah mewarnai kehidupanku dengan

penuh kasih sayang dan kebersamaan

Ibu Latifah, mbak Sofi, serta mbak Ila yang telah memberikan semangat dan do a

sebagai bentuk dorongan dan harapan

Buat de Ita yang selalu setia menemaniku dalam suka maupun duka sebagai

tanda kasih sayang dan perhatian, yang telah membuat hidupku menjadi

semangat dan bermakna

Sahabat-sahabatku semuanya yang telah merasakan perjuangan dalam berbagi

pengalaman dan pengetahuan.

Thank s all...

Page 8: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan

nikmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi ini dapat

diselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi

Muhammad saw yang telah menunjukan jalan kebenaran, yakni Islam.

Selanjutnya penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang

telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

1. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku rektor Universitas Islam Negeri

Malang beserta pembantunya.

2. Bapak Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag selaku dekan Fakultas Syari'ah UIN

Malang.

3. Ibu Dr. Umi Sumbulah, M.Ag selaku dosen pembimbing, yang selalu

senantiasa mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan

skripsi.

4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syari ah yang telah membimbing dalam

menimba ilmu di UIN Malang.

5. Ayahanda dan Ibu tercinta yang selalu mendo'akan sebagai bentuk kasih

sayang dan dorongan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tahapan demi

tahapan dalam penyusunan skripsi.

6. Saudara-saudaraku mas Alif, Ajar, Nafi', ibu Ifah, mbak Sofi, mbk Ila, mbak

khusnul, dan de Ita yang selalu mendukung dan memberi semangat dalam

menyelesaikan skripsi.

Page 9: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

7. Sahabat-sahabatku Fahrowi, mbah Doel, bos Fatah, om Rozi, Udin, Aris,

serta semua teman-teman Fakultas Syari'ah angkatan 2003, sebagai teman

seperjuangan dalam menimba ilmu dan pengalaman di kampus Universitas

Islam Negeri Malang.

Semoga kebaikan serta motifasi mereka semua mendapat imbalan dari

Allah SWT. Dan akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua

pihak untuk kemajuan dan penyempurnaan dari karya ini. Semoga karya ini dapat

bermanfaat.

Malang, 8 Desember 2007

Penulis,

Ambyah Krisbiantoro

Page 10: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................v

HALAMAN MOTTO .................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

ABSTRAK ...................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6

C. Tujuan ......................................................................................................... 6

D. Kegunaan Penelitian ................................................................................... 6

D. Penelitian Terdahulu ................................................................................... 7

E. Metode Penelitian ........................................................................................ 9

F. Sistematika Pembahasan ............................................................................. 12

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Kritik Hadits ............................................................................. 13

B. Sejarah Kritik Hadits .................................................................................. 14

1. Kritik Hadits Pada Masa Rasulullah saw .............................................. 16

2. Kritik Hadits Pada Masa Sahabat .......................................................... 17

3. Kritik Hadits Pada Masa Tabi in dan Atba al-Tabi in ......................... 18

C. Takhrij al-Hadits ........................................................................................ 20

D. I tibar .......................................................................................................... 21

E. Kritik Sanad Hadits ..................................................................................... 22

1. Pengertian Kritik Sanad ........................................................................ 22

Page 11: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

2. Jarh wa Ta dil ....................................................................................... 23

3. Kriteria Kesahihan Sanad Hadits .......................................................... 25

F. Kritik Matan Hadits .................................................................................... 31

1. Pengertian .............................................................................................. 31

2. Kriteria Kesahihan Matan Hadits .......................................................... 32

BAB III VALIDITAS HADITS

A. Validitas Hadits .......................................................................................... 38

B. Melakukan Takhrij al-Hadits dengan Topik .............................................. 40

C. Melakukan I tibar ....................................................................................... 41

D. Melakukan Kajian Sanad ........................................................................... 46

E. Melakukan Kajian Matan ........................................................................... 53

BAB IV KANDUNGAN MAKNA DAN IMPLIKASI HUKUM

A. Kandungan Makna ...................................................................................... 61

B. Implikasi Hukum ........................................................................................ 66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................. 69

B. Saran ........................................................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

ABSTRAK

Ambyah Krisbiantoro/ 03210065/ Analisis Hadits "Abghadh al-Halal ila Allah al-Thalaq" Ditinjau dari Perspektif Ilmu Hadits/ Dosen pembimbing Dr. Umi Sumbulah, M.Ag/ Fakultas Syari'ah/ Jurusan Ahwal as-Syakhsyiyah/ UIN Malang/ 2007.

Kata kunci: abghadh, halal, dan talak Kesuksesan dalam membina rumah tangga merupakan tujuan yang

diinginkan bagi pasangan suami istri. Namun dalam menjalani kehidupan tentu tidak akan lepas dari setiap masalah. Apabila kerukunan dan kasih sayang sudah tidak dapat terwujud lagi, maka Islam menawarkan talak sebagai jalan keluar yang terakhir. Pada dasarnya talak merupakan perbuatan yang halal namun sangat dibenci oleh Allah SWT.

Permasalahan semakin banyaknya kasus keretakan dalam rumah tangga yang berujung pada terjadinya talak, ini kemudian menjadi suatu alasan untuk mengkaji dan mendalami makna dari hadits Abghadh al-Halal ila Allah al-Thalaq. Dalam hadits tersebut terdapat dua kata yang menjadi pokok permasalahan, yakni abghadh dengan halal. Yang mana dari keduanya akan terlihat jelas mengenai keberadaan dan maksud dari talak. Hal ini akan semakin jelas dan mudah untuk dipahami, jika makna dari hadits tersebut diuraikan yang kemudian dapat memberikan penjelasan terhadap maksud dari kata abghadh dan kata halal.

Melihat pada rumusan masalah dalam hal ini meliputi, kajian terhadap validitas hadits, kandungan makna, serta implikasi hukumnya, maka metode atau lambang yang digunakan dalam kegiatan ini adalah penelitian kepustakaan. Sedangkan langkah yang diambil yaitu melakukan al-itibar, meneliti pribadi periwayat dan metode yang digunakan di dalam periwayatannya, mengkaji tentang kebersambungan sanad, syadz dan illat dari perawi, meneliti susunan lafadz matan yang semakna, meneliti kandungan matan dengan pendekatan bahasa, serta implikasi hukumnya.

Hasil penelitian merupakan sumbangan pemikiran terhadap hukum talak dalam pernikahan yang sering terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat. Adapun hadits ini termasuk dalam kategori hadits ahad yang masyhur. Dan untuk kebencian yang dimaksud pada kata abghadh yakni bukan pada talak itu sendiri, melainkan pada faktor-faktor penyebab terjadinya talak seperti pergaulan rumah tangga yang buruk dan ketergesa-gesaan dalam menjatuhkan talak tanpa mencari jalan keluar yang lain. Sedangkan yang dimaksud halal yakni talak itu dibenarkan dan dibolehkan manakala usaha untuk menghidari talak telah buntu yaitu sebagai jalan keluar terakhir. Dan ketika suasana rumah tangga yang buruk dan tidak harmonis maka akan timbul permasalahan, pertengkaran, dan perpecahan antara suami istri bahkan kedua belah keluarga. Dengan demikian, sesungguhnya ia telah melakukan perbuatan tercela yang dimurkai Allah SWT, untuk itu kemudian talak dihukumi makruh.

Page 13: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya langgengnya sebuah kehidupan dalam perkawinan

merupakan suatu tujuan yang sangat diharapkan oleh tuntutan syari at Islam.

Keberadaan akad nikah ditujukan untuk selama-lamanya dan seterusnya hingga

sampai meninggal dunia, agar suami istri bisa bersama-sama dan dapat

mewujudkan rumah tangga nyaman sebagai tempat berlindung, saling

menyayangi, dan penuh keharmonisan. Untuk itu dapat dikatakan bahwa ikatan

antara suami istri itu merupakan ikatan yang suci dan paling kuat. Adanya ikatan

ini telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam al-Qur an surat an-Nisa ayat 21

dengan mitsaqun ghalizhun yang berarti perjanjian yang kokoh.1

Namun demikian tidak selamanya pernikahan itu bisa berjalan dengan

harmonis. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, suami istri sudah tentu tidak

selamanya berada dalam situasi yang damai dan tenteram, tetapi kadang kala

muncul permasalahan-permasalahan yang berawal dari salah paham antara suami

istri atau salah satu pihak telah melalaikan kewajibannya, hingga tidak

mempercayai satu sama lain dan lain sebagainya.

Dalam keadaan seperti ini, terkadang dapat diatasi dan diselesaikan

dengan sikap kedewasaan sehingga antara suami istri bisa menjadi rukun kembali

dan hidup bersama untuk meneruskan rumah tangganya, akan tetapi adakalanya

juga kesalah fahaman dan permasalahan itu bisa menjadi berlarut-larut, hingga

1QS al-Nisa (4): 21.

Page 14: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

akhirnya tidak dapat didamaikan dan terus menerus terjadi pertengkaran antara

suami istri. Apabila perkawinan yang demikian ini dilanjutkan atau dipertahankan

maka pembentukan rumah tangga yang damai dan tenteram seperti apa yang

disyari atkan oleh agama Islam tidak akan terwujud. Melainkan dikhawatirkan

akan adanya perpecahan antara suami istri dan juga akan berpengaruh pada

perpecahan antara keluarga kedua belah pihak. Maka dari itu untuk menghindari

adanya perpecahan keluarga maka agama Islam mensyaratkan adanya peceraian

sebagai jalan keluar yang terakhir bagi suami istri yang sudah gagal dalam

membina rumah tangganya.

Permasalahan perceraian dewasa ini merupakan hal yang sudah tidak asing

lagi dalam kehidupan berumah tangga, banyak media masa yang menyuguhkan

berita tentang perceraian baik yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun

internal. Tentunya dalam hal ini banyak hal yang perlu diperhatikan, diantaranya

yakni apakah perceraian itu terjadi karena mereka belum mengetahui makna dari

perceraian itu sendiri dan juga hadits beserta hukumnya, atau mereka telah

mengerti makna dan hukum dari perceraian itu akan tetapi mengabaikannya.

Untuk itu kemudian diperlukan suatu pemahaman terkait masalah perceraian ini

yakni dengan cara menggali makna yang terkandung di dalam perceraian dan juga

hadits yang menjelaskannya, yang kemudian bisa memberikan suatu penjelasan.

Meskipun Islam mensyaratkan adanya perceraian tetapi bukan berarti

Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan. Perceraian walaupun

diperbolehkan tetapi agama Islam tetap memandang bahwa peceraian adalah

Page 15: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas hukum Islam.2 Hal ini dapat dilihat

dalam hadits Nabi saw yang berbunyi:3

Artinya: Diceritakan Katsir bin Ubaid diceritakan Muhammad bin Khalid dari Mu arif bin Washil dari Muharib bin Ditsar dari Ibnu Umar dari Nabi saw bersabda: sesuatu yang halal yang paling dibenci oleh Allah ialah talak . (Hadits riwayat Abu Daud dan dinyatakan shaheh oleh al-hakim)

Jika hadits di atas dimaknai secara tekstual yaitu sesuatu yang halal yang

paling dibenci Allah ialah talak, maka di sini akan muncul beberapa pemahaman

terkait dengan hadits tersebut. Yakni dengan melihat pada istilah halal ini

menandakan bahwa hukum dari talak adalah boleh dilaksanakan bagi mereka

yang sudah tidak dapat mempertahankan keutuhan rumah tangganya. Makna

boleh di sini merupakan suatu bentuk jalan keluar terakhir yang ditawarkan oleh

Islam.

Namun di sisi lain keberadaan dari talak ini juga merupakan perbuatan

yang sangat dibenci oleh Allah SWT yang mana dalam hadits Nabi saw kebencian

itu dijelaskan menggunakan kata abghadh. Sehubungan dengan adanya kebencian

itu Nabi saw pun pernah mentalak isterinya namun kemudian merujuknya

kembali.4

2Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan (Yogyakarta: Liberty, 1999), 105. 3Mansyur Ali Nashif, Pokok-Pokok Hadits Rasulullah saw Jilid 2 (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1993), 1023. 4Ibid., 1039.

Page 16: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Artinya: Diceritakan Sahal bin Muhammad bin Zuhair Al- askari diceritakan Yahya bin Zakaria bin Abi Zaidah dari Shalih bin Shalih dari Salamah bin Kuhail dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas dari Umar bahwasannya Rasulullah saw telah mentalak hafsah kemudian merujuknya. (Hadits riwayat Abu Daud)

Dari sini kemudian timbul pemahaman bahwa jikalau memang talak itu

merupakan perbuatan yang sangat dibenci mengapa dihukumi halal? dan begitu

pula sebaliknya jika talak itu hukumnya halal dan boleh mengapa harus dibenci?

Padahal kebencian dalam hukum Islam itu sangat dekat dengan hukum makruh

atau bahkan bisa menjadi haram. Makruh sendiri dalam hukum Islam merupakan

sesuatu hal yang diperintahkan oleh syara untuk ditinggalkan dan dihindari bagi

seorang mukalaf. Seperti dalam kaidah ushul fikih dijelaskan al ashlu fin nahyi al

tahrim, yakni bermula larangan itu menunjukan haram.5 Namun jika kembali pada

status hukum halal di sini maka keberadaan talak itu mempunyai makna boleh

dilakukan bagi setiap orang yang telah menikah selama tidak keluar dari syari at

Islam.

Selain itu bentuk kebencian dari perbuatan talak dalam hadits tersebut

dijelaskan menggunakan kata abghadh. Sehingga dalam hal ini yang menjadi

pertanyaan yakni bagaimanakah makna yang terkandung dalam kata tersebut. Dan

mengapa kebencian tersebut dijelaskan menggunakan kata abghadh. Padahal

dalam bahasa arab masih banyak kata yang juga menunjukan makna sama atau

bisa jadi berdekatan dengan kata abghadh, seperti halnya kata akrah. Kemudian

5Ahmad Abdul Madjid, Mata Kuliah Ushul Fiqih (Pasuruan: Garoeda Buanan Indah, 1994), 194.

Page 17: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

apakah dalam hal ini telah terjadi pemaknaan yang berbeda dari kata abghadh

dengan kata akrah atau juga dengan kata yang lain. Yang pada nantinya akan

memunculkan implikasi hukum yang berbeda pula dari hadits tersebut.

Dari pemahaman di atas dapat disimpulkan sementara bahwasanya Islam

telah memberikan jalan keluar bagi suami istri yang sudah tidak dapat

mempertahankan rumah tangganya dengan talak atau perceraian, yang mana talak

itu sendiri merupakan suatu perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah SWT.

Dari sini kemudian terlihat sepintas bahwa telah terdapat hukum yang

seolah-olah kontradiksi, yakni jika dilihat dari kata abghadh dengan kata halal

yang terdapat dalam hadits tersebut, yakni talak itu merupakan perbuatan yang

halal hukumnya akan tetapi keberadaannya sangat dibenci oleh Allah SWT. Dari

pemahaman ini kemudian muncul beberapa pertanyaan tentang bagaimana makna

yang terkandung dibalik kata abghadh dan juga kata akrah. Yang kemudian

penulis mencoba untuk menggali makna dari hadits tersebut yang nantinya

diharapkan dapat memberikan penjelasan dan juga bisa memberikan pemahaman

atas maksud hadits tersebut.

Berawal dari sini maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih

lanjut dengan mengambil judul ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL

ILA ALLAH AL-THALAQ

DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

HADITS.

Page 18: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas yang membahas tentang

keberadaan talak beserta salah satu hadits yang menjelaskan status hukumnya,

maka dapat dirumuskan bahwa permasalahan yang dibahas yaitu:

1. Bagaimana validitas hadits abghadh al-halal ila Allah al-thalaq ?

2. Bagaimana kandungan maksud hadits abghadh al-halal ila Allah al-

thalaq ?

3. Bagaimana implikasi hukum dari hadits abghaduh al-halal ila Allah al-

thalaq ?

C. Tujuan

Melihat dari perumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan

yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui validitas dari hadits abghadh al-halal ila Allah al-

thalaq .

2. Untuk menjelaskan maksud dari kandungan hadits abghadh al-halal ila

Allah al-thalaq .

3. Untuk memahami implikasi hukum dari hadits abghadh al-halal ila

Allah al-thalaq .

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan teoritis.

Adapun penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman

tentang keberadan makna hadits abghadh al-halal ila Allah al-thalaq yang

Page 19: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

merupakan penjelasan dari hukum talak. Sehingga dapat dijadikan sebagai bahan

rujukan dalam rangka pengembangan khazanah keilmuan Islam.

2. Kegunaan Praktis.

Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga-lembaga

Islam seperti MUI dan KUA, yang mana pada hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai bahan tambahan di dalam memberikan wawasan bagi masyarakat umum

guna memahami makna perceraian. Dan khususnya bagi pasangan suami istri

yang sedang membina rumah tangganya.

E. Penelitian Terdahulu

Judul yang dibahas dalam skripsi ini yaitu analisis hadits abghadh al-

halal ila Allah al-thalaq ditinjau dari perspektif ilmu hadits, sesungguhnya

merupakah permasalahan yang menarik untuk diteliti dan dikaji lebih mendalam.

Maka dari itu untuk mengetahui apakah topik ini sudah pernah diteliti oleh para

peneliti sebelumnya, maka akan dijelaskan dalam penelitian terdahulu ini.

Berdasarkan hasil pengamatan selama ini, memang tidak ditemukan

pembahasan topik yang spesifik dengan topik yang diangkat oleh peneliti. Dalam

penelitian ini penulis mencoba menggali makna yang terkandung dalam hadits

tersebut baik dari segi sanad, matan, maupun perawi hadits yang pada nantinya

dapat diambil suatu kesimpulan.

Pembahasan terkait hadits abghadh al-halal ila Allah al-thalaq ini

telah banyak dikaji oleh para peneliti terdahulu, baik yang hasilnya sudah

berbentuk buku-buku dalam bahasa arab maupun yang sudah diterjemahkan

dalam bahasa Indonesia. Namun pembahasan dalam kitab tersebut tidak spesifik

mengenai hadits yang akan penulis teliti.

Page 20: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Kitab tersebut yakni Fiqih Sunnah karangan Sayyid Sabiq yang mana di

dalamnya menjelaskan tentang hukum Islam baik menyangkut hubungan antara

manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan sesama manusia, maupun

hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Sehingga tidak lepas di

dalamnya juga membahas masalah talak beserta dalil-dalilnya. Dalam buku

tersebut disebutkan bahwa akad nikah bertujuan untuk selamanya dan seterusnya

untuk mewujudkan rumah tangga yang penuh kasih sayang. Untuk itu ikatan yang

sedemikian mulianya tidak sepatutnya untuk dirusak atau disepelekan. Dan setiap

usaha yang meyepelekan hubungan perkawinan dan mengabaikannya akan

dibenci oleh Islam karena ia telah merusak dan menghilangkan kemaslahatan

antara suami istri.6

Kemudia juga dalam buku pokok-pokok hadits Rasulullah saw jilid 2

karangan Syekh Mansyur Ali Nashif yang menjelaskan bahwa sesungguhnya talak

itu dibenci oleh Allah SWT mengingat Dia membenci penyebab-penyebab yang

mendorong kearah talak, seperti pergaulan rumah tangga yang buruk, banyak

terjadi perpecahan dan persengkataan antara suami istri.7

Dari sini telah muncul beberapa penafsiran di antara para ulama terkait

dengan hadits tersebut yakni mengenai kemakruhan yang dijelaskan

menggunakan kata abgadh, sehingga perlu adanya pengkajian lebih mendalam

terhadap makna yang terkandung dalam hadits tersebut, yang sudah tentu tidak

terlepas dari literatur yang sudah ada sebagai bahan rujukan. Walaupun hanya

6Sayyid Sabiq, Terjemahan Fikih Sunnah 8 (Bandung: al-Ma arif, 1993), 9. 7Mansyur Ali Nashif, Op. Cit., 1024.

Page 21: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

dijelaskan dalam bentuk bab baik sumber primer maupun sekunder maka dalam

hal ini akan dijadikan sebagai bahan acuan dalam pembahasan penelitian ini.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu library

research atau penelitian kepustakaan. Jenis penelitian ini bertujuan untuk

mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material

yang terdapat diruangan perpustakaan, seperti: buku-buku, majalah, dokumen,

catatan, kisah-kisah sejarah dan lain-lainnya.8 Dengan demikian penelitian ini

mencoba mengkaji bahan-bahan pustaka yang tentunya berhubungan dengan topik

bahasan dalam penelitian.

2. Pendekatan Penelitian.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan

hermeneutika. Adapun kata hermeneutika secara bahasa mempunyai makna

mengartikan, menafsirkan, menterjemahkan. Sedangkan menurut istilah

hermeneutika merupakan suatu proses mengubah sesuatu dari situasi

ketidaktahuan menjadi mengerti.9 Sehingga dalam hal ini tujuan utama dari

pendekatan ini yaitu ingin menggali suatu pengetahuan dengan berbagai bahan

literatur sebagai bahan rujukan yang nantinya akan mendapatkan suatu kejelasan

dan pemahaman dari permasalahan yang didapat.

8Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), 28. 9Sahiron Syamsuddin dkk, Hermeneutika al-Qur an Mazhab Yogya (Yogyakarta: Islamika, 2003), 54.

Page 22: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

3. Sumber Data.

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari

mana data itu diperoleh. Sehingga dalam hal ini yang menjadi sumber data yaitu

buku-buku atau dokumen yang berkaitan dengan pokok bahasan. Adapun sumber

data itu sendiri terbagi menjadi dua yakni:

a. Data Primer.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian

dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada

subjek sebagai sumber informasi yang dicari.10 Untuk itu data primer ini

merupakan bagian pokok dari suatu penelitian. Adapun yang termasuk dalam data

primer ini antara lain, Kitab hadits: Sunan Abu Daud karangan al-Muttaqin Abu

Daud Sulaiman. Kitab syarah: Awn al-Ma budi Syarh Sunan Abi Daud karangan

Syamsul Haq Azimabadi. Kitab rijalul hadits: al-Jarh Wa al-Ta dil karangan

Abu Hatim al-Razi, Tahdzib al-Tahdzib karangan Ibnu Hajar al-Asqalany. Dan

kitab fikih: Fiqh as-Sunnah karangan Sayyid Sabiq.

b. Data Sekunder.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari tangan kedua, yakni suatu

data yang didapat dari pihak lain atau tidak langsung dari subjek penelitiannya.

Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari berbagai literatur lain yang

berkaitan dengan pokok bahasan yang diangkat oleh penulis. Dengan demikian

keberadaan data ini adalah sebagai pendukung dan pelengkap dari data primer.

10Syaifudin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 5.

Page 23: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

4. Teknik Pengumpulan Data.

Melihat jenis penelitian dalam hal ini yang bersumber pada kajian hadits

Rasulullah saw maka penulis dalam mengumpulkan data akan mencari lafadz

hadits beserta sanad dan perawinya dan juga lafadz-lafadz yang mempunyai

kesamaan makna. Yang kemudian dikaji dan dianalisis sehingga dapat diketahui

status hadits tersebut dan makna yang terkandung di dalamnya, yang kemudian

diinterpretasikan sehingga memunculkan suatu pemahaman tentang makna dari

hadits tersebut.

5. Pengolahan dan Analisis Data.

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.11 Setelah data itu terkumpul baik yang

primer maupun sekunder maka segera dilakukan pengolahan atau menganalisis.

Dalam tahap ini data yang sudah diperoleh dianalisis dan disusun secara sistematis

dengan menggunakan metode yang sudah ditentukan.

Adapun tahapan-tahapan dalam mengolah dan menganalisis data ini

menggunakan metode yang digunakan oleh Syuhudi Ismail, yakni:

1. Melakukan al-I tibar, yakni menyertakan sanad-sanad yang lain dalam hadits

tertentu, yang di dalam hadits tersebut hanya diriwayatkan oleh seorang saja,

hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada periwayat lain atau tidak.

2. Meneliti dari pribadi periwayat dan metode yang digunakan di dalam

periwayatannya.

3. Mengkaji tentang kebersambungan sanad.

11Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), 263.

Page 24: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

4. Meneliti syadz dan illat dari perawi.

5. Meneliti susunan lafadz matan yang semakna.

6. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya.

7. Meneliti kandungan matan dengan pendekatan bahasa.

F. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan dalam hal ini dimaksudkan untuk

mempermudah pemahaman dari penulisan di dalam menyajikan karya ilmiah ini.

Untuk itu dalam sistematika penulisan dibagi dalam 4 bab, yakni sebagai berikut:

BAB I : Merupakan bab pendahuluan, yang dalam bab awal ini memuat

dari keseluruhan bahasan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, metode penelitian, serta sistematika pembahasan.

BAB II : Merupakan kajian teori yang terdiri atas akar pengertian dan

beberapa kajian teori. Yaitu pembahasan mengenai kritik hadits dan metode

pemahaman hadits.

BAB III: Dalam bab ini menjelaskan tentang paparan analisis yakni peneliti

akan menjelaskan mengenai validitas hadits abghadh al-halal ila Allah al-

thalaq .

BAB IV: Dalam bab ini menjelaskan tentang kandungan yang terdapat pada

hadits abghadh al-halal ila Allah al-thalaq

serta implikasi hukumnya.

BAB V: Bab ini merupakan penutup, yakni berisi tentang kesimpulan dari

peneliti yang sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, juga saran-

saran yang diperlukan.

Page 25: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Kritik Hadits

Istilah kritik dalam terminologi ilmu hadits diambil dari kata naqd, yang

dalam literatur Arab sering kali ditemukan ungkapan naqada al-kalam wa naqada

al-syi r yang berarti dia telah mengkritik bahasanya dan juga puisinya.12 Dalam al-

Qur an istilah kritik ini dijelaskan menggunakan kata yamiz yang berarti ia

memisahkan uang halal dari uang haram.13 Selanjutnya dalam kamus istilah sastra

dalam bahasa Indonesia kritik mempunyai arti kecaman atau tanggapan, yang

kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil

karya, pendapat, dan sebagainya.14 Sedangkan menurut Abu Hatim al-Razi seperti

yang dikutip M.M Azami kata naqd ialah upaya menyeleksi (membedakan) antara

hadits sahih dan dha if dan menetapkan status perawinya dari segi kepercayaan

atau cacat.15

Melihat perumusan kritik hadits dengan beberapa definisi di atas, maka

yang dimaksud dari kegiatan penelitian ini bukanlah untuk menilai salah atau

membuktikan ketidakbenaran atas sabda Rasulullah saw yang telah ada, karena

mengingat pribadi beliau sendiri telah dijamin oleh Allah SWT dan terpelihara

dari kesalahan dan dosa (ma shum), melainkan kegiatan ini dimaksudkan sebagai

upaya dalam menyeleksi hadits untuk mengetahui antara hadits yang sahih dan

12Muhammad Mustafa Azami, Metodologi Kritik Hadits (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), 81. 13QS alu-Imran (3): 197. 14Laelasari, Nurlailah, Kamus Istilah Sastra (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), 145. 15Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadits (Yogyakarta: TERAS, 2004), 10.

Page 26: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

hadits yang tidak sahih, yang kemudian berlanjut pada kandungan dari matan

hadits.

Kritik hadits pada dasarnya bertujuan untuk menguji dan menganalisis

secara kritis tentang sanad dan perawi hadits, termasuk juga kalimat-kalimat yang

termuat dalam matan. Lebih jauh lagi, bahwa kritik hadits ini bergerak pada taraf

pengujian apakah kandungan dari ungkapan matan itu bisa diterima sebagai

kebenaran aturan-aturan yang dibawa oleh Rasulullah saw yang harus ditaati oleh

setiap muslim. Pengujian terhadap teks matan ini erat kaitannya juga dengan

pengujian terhadap kepribadian dari para perawi hadits sebagai seorang yang

mendengar dan menyampaikan hadits Rasulullah saw. Sehingga dalam aktifitas

kritik hadits ini selalu berorientasi pada dua aspek, yakni kritik sanad dan kritik

matan.

B. Sejarah Kritik Hadits

Munculnya kritik hadits sebagai salah satu bagian terpenting dalam tatanan

ilmu hadits sudah ada sejalan dengan perkembangan hadits itu sendiri, khususnya

pada saat keinginan para ulama dalam mengumpulkan hadits Rasulullah saw

demi menjaga keaslian dan keorsinalan dari hadits itu sendiri. Kegiatan tersebut

dilakukan dengan cara mengoreksi kembali serta membagi ke dalam beberapa

kategori.

Kegiatan hadits ini sebenarnya sudah ada pada masa Rasulullah saw,

meskipun disadari kegiatan tersebut masih bersifat sederhana. Kritik hadits pada

masa Rasulullah saw dilakukan dalam bentuk konfirmasi,16 yakni para sahabat

16Ibid., 23.

Page 27: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

yang tidak mendengar secara langsung sebuah hadits dari beliau, tetapi ia

mendengar dari sahabat lain yang mendengarkannya, maka mereka

mengkonfirmasikan langsung kepada Rasulullah saw. Sebagai contoh ketika

Umar bin Khattab mendengar berita dari keluarga Umayyah bin Zaid yang

mengatakan bahwasanya Rasulullah saw telah mentalak istrinya, maka untuk

meyakinkan berita tersebut Umar langsung menghadap Rasulullah saw sendiri

untuk mengetahui kebenaran dari berita tersebut.17

Meskipun keberadaan kritik hadits itu terus berlanjut hingga Rasulullah

saw wafat, namun hal seperti itu tidak selamanya bisa berjalan dengan baik.

Ketika melihat kembali tentang sejarah peradaban Islam, telah terjadi peristiwa-

peristiwa yang dapat memperpecah umat Islam, yakni terbunuhnya khalifah

Utsman bin Affan dan terjadinya peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan

Mu awiyah yang mengakibatkan perselisihan dikalangan kaum muslim,18 demi

suatu kekuasaan kepemimpinan.

Selain berdampak pada sisi negatif yakni terpecahnya kaum muslim dalam

kelompok-kelompok yang kemudian demi kepentingan politik, masing-masing

mencari legitimasi syar i untuk mendukung kepentingan politik, ternyata juga

mempunyai dampak positif yakni bagi pengembangan kritik hadits sendiri. Para

ulama dalam menerima hadits mereka terlebih dahulu menanyakan dari mana

hadits tersebut diriwayatkan, bukan kepada matan hadits. Apabila hadits tersebut

berasal dari sahabat yang dipercaya dan mempunyai kepribadian baik maka isi

17Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadits (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), 2. 18Muhammad Mustafa Azami, Memahami Ilmu Hadits, Telaah metodologi dan literatur hadits (Lentera, 1993), 54.

Page 28: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

dari hadits tersebut akan diterima, begitu sebaliknya apabila hadits tersebut dari

orang ahli bid ah dan tidak dapat dipercaya maka hadits tersebut akan ditolak.

Dari sini kemudian dapat dipahami bahwasanya sikap para ulama yang

berhati-hati dalam menerima hadits didasari oleh rasa tanggung jawab dalam

menjaga keotentikan hadits Rasulullah saw. Karena mengingat adanya

permasalahan di antara kaum muslim sendiri yang telah menyebabkan muncul dan

berkembangnya berbagai kasus pemalsuan hadits.

1. Kritik Hadits Pada Masa Rasulullah saw.

Keberadaan kritik hadits pada masa Rasulullah saw seperti apa yang telah

disinggung sebelumnya masih bersifat sederhana, yakni hanya sebatas konfirmasi.

Hal ini dikarenakan Rasulullah saw sebagai sumber asli dari hadits masih hidup,

sehingga para sahabat ketika mendapati berita yang kurang jelas bisa secara

langsung mengetahui akan validitas berita tersebut dengan meminta penjelasan

dari Rasulullah saw sendiri. Dengan demikian kegiatan kritik hadits ini didasari

oleh sikap untuk menyakikan bahwa berita tersebut benar-benar dari Rasulullah

saw.

Di antara kegiatan konfiramsi pada masa Rasulullah saw itu dapat dilihat

pada kasus yang terjadi ketika Dimam bin Tsa labah menjumpai Rasulullah saw

dan berkata, Muhammad, utusanmu datang kepada kami dan mengatakan..

(begini dan begitu). Rasulullah saw berkata, Ia bicara benar. 19 Berdasarkan

kejadian ini dapat dikatakan bahwa kegiata kritik hadits ini telah ada pada masa

Rasulullah saw, walaupun sifatnya masih sangat sederhana. Kegiatan kritik hadits

dengan cara konfirmasi ini terus berlangsung selama Rasulullah saw masih hidup

19Ibid., 53.

Page 29: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

dan kemudian berhenti setelah Rasulullah saw wafat. Meskipun demikian bukan

berarti kegiatan kritik hadits ini berhenti begitu saja, akan tetapi terus berlanjut

dan dilakukan oleh para sahabat dengan modelnya pun berbeda, yakni para

sahabat lebih memperketat dalam menerima hadits dengan memberikan aturan-

aturan.

2. Kritik Hadits Pada Masa Sahabat.

Kritik hadits pada masa sahabat ini berbeda dengan kegiatan yang

dilakukan pada masa Rasulullah saw, yakni bersifat komparatif atau

perbandingan. Dalam prakteknya kegiatan ini mencoba membandingkan antara

hadits yang satu dengan yang lain. Untuk mempermudah memahaminya dapat

dilihat dalam kasus yang terjadi pada khalifah Abu Bakar, ketika didatangi oleh

seorang nenek-nenek untuk menanyakan kepada beliau tentang bagiannya dalam

harta warisan cucunya, beliau menjawab: Saya tidak menemukan adanya bagian

untuk nenek dalam Kitab Allah SWT dan juga tidak mendengar hadits Rasulullah

saw mengenai hal tersebut. Kemudian Abu Bakar menanyakan kepada para

sahabat lainnya. Dan Mughirah mengatakan bahwa Rasulullah saw telah

menetapkan bagian nenek adalah seperenam. Selain itu untuk lebih menyakinkan

Muhammad bin Maslamah memberikan kesaksian yang sama atas informasi

tersebut, kemudian Abu Bakar menjadi yakin bahwa apa yang dikatakan oleh

Mughirah adalah benar, dan kemudian memberikan bagian seperenam kepada

nenek tersebut.20 Selain itu juga dalam kasus yang terjadi pada masa khalifah

Umar bin Khattab, yakni suatu hari Abu Musa al-Anshari pergi menemui Umar

dan setelah sampai di depan pintu rumah, ia mengucapkan salam sampai tiga kali.

20Muhammad Mustafa Azami, Op. Cit., 89.

Page 30: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Ketika salamnya tidak dijawab Abu Musa langsung pulang. Melihat hal ini Umar

memanggil Abu Musa dan menanyakan perihal mengapa bersikap demikian. Abu

Musa kemudian menjelaskan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw

bersabda: Jika salah seorang di antaramu meminta izin tiga kali, dan tidak diberi

maka dia harus pergi. Sepintas Umar tidak tidak langsung mempercayainya dan

meminta Abu Musa untuk mendatangkan saksi yang membenarkan ucapannya.21

Jika melihat dari dua peristiwa di atas, bahwa Abu Bakar maupun Umar

sangat berhati-hati dalam menerima hadits, yakni mereka tidak langsung

mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh sahabat sebelum dikuatkan dengan

hadits-hadits lain. Hal ini bukan berarti Abu bakar dan Umar mencurigai akan

keotentikan pernyataan dua sahabat tersebut, melainkan ini membuktikan sikap

kehati-hatian kedua pemimpin tersebut di dalam menerima dan menolak riwayat

hadits.

Untuk itu sikap keteladanan yang dicontohkan oleh kedua khalifah

tersebut harus diimplementasikan oleh kaum muslimin sebagai rasa tanggung

jawab dalam menjaga keaslian dan keotentikan hadits Rasulullah saw sebagi

sumber hukum Islam yang kedua.

3. Kritik Hadits Pada Masa Tabi in dan Atba al-Tabi in (abad ke II dan ke III).

Dengan tersebarnya ulama

hadits yang belajar ke berbagai wilayah dari

beratus-ratus syaikh, menuntut para ulama untuk mengadakan penyeleksian

hadits lebih ketat lagi. Jika pada masa sebelumnya hanya belajar pada syaikh

dalam satu wilayah, sehingga kritik haditsnya hanya sebatas dalam wilayah

mereka sendiri, akan tetapi kritik hadits pada masa tabi in ini tidak terbatas dalam

21Ibid., 90.

Page 31: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

ulama satu wilayah saja, melainkan sampai ke berbagai wilayah, yang kemudian

memunculkan kegiatan kritik hadits dan beberapa tokoh yang terkenal pada abad

kedua, yaitu:22

a. Kufah: Sufyan al-Tsauri (97-161 H), Walid bin al-Jarah (wafat 196 H).

b. Madinah: Malik bin Anas (93-179 H).

c. Wasith: Syu bah (83-100 H).

d Beirut: Al-Awza i (88-158 H).

e. Basrah: Hammad bin Salamah (wafat 167 H), Hammad bin Zaid (wafat 179 H),

Yahya bin Zaid al-Qathan (wafat 198H), Abdur Rahman bin Mahdi (wafat 198

H).

f. Mesir: Laits bin Sa d (wafat 175 H), Al-Syafi i (wafat 204 H).

g. Makkah: Ibn Uyainah (107-198 H).

h. Merv: Abdullah bin al-Mubarak (118-181 H).

Dari tokoh-tokoh kritik hadits di atas kemudian melahirkan tokoh-tokoh

kritik penerus pada abad ketiga, antara lain:

a. Baghdad: Yahya bin ma in (wafat 233 H), Ibn Hanbal (wafat 241 H), Zuhair

bin Harb (wafat 234 H).

b. Basrah: Ali bin al-Madini (wafat 234 H), Ubaidillah bin Umar (wafat 235 H).

c. Wasith: Abu Bakar bin Abi Syaibah (wafat 235 H).

d. Merv: Ishaq bin Rahawaih (wafat 238 H).

Dengan munculnya tokoh-tokoh ulama hadits di abad ketiga ini

menandakan bahwa kegiatan kritik hadits sudah menjadi ilmu yang dibukukan,

dan kegiatan kritik hadits ini lebih diperketat lagi, yakni dengan ditulisnya kitab-

22Muhammad Mustafa Azami, Op. cit., 56.

Page 32: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

kitab hadits sebagai rambu-rambu dalam mengadakan kegiatan kritik hadits. Di

antara kitab-kitab tersebut antara lain: Tarikh al-Rijal (sejarah rawi-rawi) oleh

Yahya bin Ma in (234 H), al- Ilal wa Ma rifah al-Rijal (cacat-cacat hadits dan

mengetahui rawi-rawi) oleh Ahmad bin Hambal (241 H),23 dan lain sebagainya.

C. Takhrij al-Hadits

Kata takhrij menurut bahasa berarti mengeluarkan, jadi takhrij al-hadits

yaitu suatu usaha untuk mengeluarkan hadits dari sumber aslinya.24 Yang

dimaksud mengeluarkan di sini yakni kegiatan mencari hadits dari berbagai

periwayatan para imam hadits dan dalam kitab apa saja hadits tersebut dimuat dan

dijelaskan dari sumber aslinya tersebut.

Dalam penelitian hadits kegiatan takhrij sangat dibutuhkan, karena tanpa

dilakukan kegiatan ini terlebih dahulu, maka akan sulit untuk mengetahui asal

usul dari riwayat hadits. Untuk itu setidaknya ada dua metode yang dipakai dalam

kegiatan takhrij ini yaitu takhrij al-hadits bil lafz dan takhrij al-hadits bil

maudu .25

Adapun metode yang pertama yakni menelusuri hadits berdasarkan lafadz

yang terdapat pada matan hadits, karena adakalanya seorang peneliti hanya

mengetahui sebagian dari lafadz matan hadits yang akan diteliti. Dan metode yang

kedua yaitu menelusuri hadits berdasarkan topik masalah, yakni kegiatan mencari

hadits dengan melihat topik dari satu masalah.

23Ali Mustafa Yaqub, Op. cit., 4. 24Ahmad Husnan, Kajian Hadits Metode Takhrij (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1993), 97. 25Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadit Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 46.

Page 33: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Dengan demikian seorang peneliti dituntut untuk mengetahui akan topik

yang ada dalam hadits, sehingga dalam usahanya dapat mempermudah dalam

mencari dan menemukan periwayatan dari imam yang lain.

D. I tibar

Makna i tibar menurut bahasa ialah peninjauan terhadap berbagai hal

dengan maksud untuk diketahui sesuatu yang sejenis. Dan adapun menurut istilah

yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadits tertentu, yang mana

tampak hanya seorang periwayat saja, dengan maksud untuk mengetahui apakah

terdapat periwayat yang lain terkait hadits yang akan diteliti.26 Sehingga dengan

dilakukannya kegiatan i tibar ini akan terlihat jelas tentang jalur sanad hadits,

baik dari segi nama tiap-tiap perawi maupun metode-metode yang digunakan

dalam meriwayatkan hadits.

Dalam kegiatan ini, dilakukan dengan membuat skema yang mencakup

seluruh sanad yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam proses

memahami urutan-urutan dalam sanad dan juga pribadi tiap-tiap perawi. Untuk itu

ada tiga hal yang harus diperhatikan, yakni membuat jalur seluruh sanad,

mengurutkan nama-nama perawi, dan mencantumkan metode atau lambang yang

digunakan dalam periwayatan.27

Dalam membuat jalur sanad haruslah jelas dan rapi, sehingga tidak

menimbulkan kerancuan yang mengakibatkan kesalahan dalam memahami

urutan-urutan sanad. Dan dalam skema harus meliputi seluruh nama, yakni

mencantukan nama mulai dari perawi yang pertama hingga perawi yang terakhir.

26Ibid., 51. 27Ibid., 52.

Page 34: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Sedangkan dalam mencantumkan metode atau lambang yang dipakai perawi

dalam periwayatan harus sesuai dengan apa yang ada dalam sanad hadits yang

diteliti.

E. Kritik Sanad Hadits

1. Pengertian.

Dari segi bahasa sanad mempunyai arti sesuatu yang dipegangi. Disebut

demikian karena matan hadits selalu bersandar dan berpegang pada sanad.

Sedangkan menurut istilah ilmu hadits sanad berarti rangkaian perawi yang

menghubungkan kepada matan mulai dari periwayatan pertama (generasi sahabat)

sampai pada periwayatan terakhir (generasi tabi in) seperti Bukhari dan Muslim.28

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa kritik sanad hadits diartikan

sebagai penilaian, dan penelusuran sanad hadits terhadap individu perawi dan

proses dalam penerimaan hadits dari syaikh mereka masing-masing, dengan

tujuan untuk mengetahui kualitas hadits yang terdapat dalam sanad yang diteliti.

Dalam perjalanan sejarah bahwa perhatian ulama terhadap sanad hadits

ini berawal ketika ditemukannya hadits palsu yang dibuat oleh orang-orang yang

mempunyai kepentingan, yakni ketika terjadi terjadinya fitnah yang

mengakibatkan perselisian dikalangan umat muslim demi suatu kepemimpinan.

Mesikipun demikian bukan berarti pada masa Rasulullah saw kritik sanad ini

tidak digunakan, hanya saja masih bersifat teoritik dan belum ditegaskan seperti

setelah terjadinya fitnah. Perhatian ulama terhadap kritik hadits ini dilakukan

28Yusuf Saefullah, Cecep Sumarna, Pengantar Ilmu Hadits (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 91.

Page 35: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

dengan tidak secara langsung menerima suatu riwayat sebelum mengetahui dan

mengecek terhadap sanad hadits.

Untuk lebih jelasnya akan dikemukanakan hadits yang diriwayatkan oleh

Bukhari yang mengatakan bahwa, Sulaiman bin Abu al-Rabi mengkabarkan

kepadanya bahwa Ismail bin Ja far mengatakan dari Malik bin Nafi yang

mengkabarkan kepadanya dari bapaknya, bahwa Abu Hurairah telah menceritakan

Nabi Muhammad saw bersabda: tanda-tanda orang munafik itu ada tiga macam,

apabila berkata dia berbohong, apabila berjanji dia ingkar, apabila dipercaya dia

berkhianat. 29

Dalam hadits tersebut memuat rangkaian nama-nama perawi dan lambang

dalam menerimanya yang dijelaskan menggunakan kata mengatakan,

mengkabarkan, dan menceritakan. Susunan dalam perawi beserta lambang

periwayatan ini disebut dengan sanad.

2. Jarh wa Ta dil.

Dalam kegiatan kritik sanad hadits tentunya tidak terlepas dari adanya

ilmu jarh wa ta dil. Istilah jarh sendiri secara bahasa mempunyai arti melukai.

Keadaan luka dalam hal ini dapat berkaitan dengan fisik, misalnya terkena senjata

tajam atau yang lain. Sedangkan menurut istilah jarh berarti tampak jelasnya sifat

pribadi periwayat yang tidak adil, atau yang buruk dibidang hafalannya dan

kecermatannya, yang dapat menyebabkan gugurnya atau lemahnya riwayat yang

disampaikan.30 Adapun kata ta dil secara bahasa berarti mengemukakan sifat-sifat

adil yang dimiliki seseorang. Sedangkan menurut istilah adalah mengungkap sifat-

29Ibid., 92. 30Syuhudi Ismail, Op. Cit., 72.

Page 36: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

sifat bersih yang ada pada diri periwayat dengan maksud melihat keadilan perawi

sehingga apa yang diriwayatkan akan diterima.31

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa jarh wa ta dil merupakan

ilmu yang sangat diperhatikan oleh para ulama , karena di dalamnya membahas

terkait dengan penetapan apakah periwayatan seorang perawi itu bisa diterima

atau harus ditolak dilihat dari pribadi seorang perawi. Apabila seorang perawi

dalam meriwayatkan terdapat suatu kecacatan maka periwayatannya harus ditolak,

sebaliknya jika dalam periwayatannya dipuji maka haditsnya akan diterima

selama memenuhi syarat-syarat tentang kesahihan hadits. Kecacatan seorang

perawi itu dapat dilihat melalui perbuatan-perbuatan yang dilakukannya, seperti

perbuatan bid ah, yakni melakukan tindakan tercela atau perbuatan di luar

ketentuan syari ah.

Dalam pembahasan ilmu jarh wa ta dil ini secara singkat terdapat dua

syarat yang sudah ditetapkan untuk seorang perawi hadits, yakni adalat dan

dhabit. Ke- adalat-an seorang perawi ini dapat dilihat dengan popularitasnya

dikalangan para ulama . Apabila dikalangan para ulama sudah terkenal tentang

keadilannya maka tidak perlu untuk diperbincangkan lagi.

Selain itu juga dapat dilihat berdasarkan pujian dari perawi lain yang adil.

Apabila seorang perawi yang adil men-ta dil-kan perawi yang lain yang belum

dikenal keadilannya, maka telah dianggap cukup dan perawi tersebut sudah bisa

menyandang gelar adil dan periwayatannya dapat diterima.32 Sedangkan perawi

31Ibid.,73. 32Munzier Suparto, Ilmu Hadits (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 33.

Page 37: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

dapat dikatakan dhabit apabila dalam periwayatannya tidak bertentangan dengan

perawi yang lain yang kedudukannya lebih tinggi atau sudah tsiqat.

3. Kriteria Kesahihan Sanad Hadits.

Kriteria kesahihan sanad hadits pada mulanya belum dijelaskan secara

konkrit. Namun demikian adanya kriteria-kriteria tersebut mulai terlihat jelas

ketika Imam Syafi i mengemukakan tentang riwayat hadits yang dapat dijadikan

sebagai hujjah, yakni hadits ahad dapat dijadikan sebagai hujjah selama

memenuhi dua syarat, yaitu hadits tersebut diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah

('adil dan dhabith), dan rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada

Rasulullah saw.33

Atas dasar kriteria-kriteria tersebut kemudian Ia dikenal sebagai bapak

ilmu hadits, dan pendapatnya pun menjadi pegangan bagi para ulama

sesudahnya. Di antaranya yaitu Bukhari dan Muslim yang lebih lanjut mereka

memberikan penjelasan terkait dengan kriteria-kriteria kesahihan sanad hadits.

Penjelasan dari Bukhari dan Muslim ini kemudian dianalisis dan diteliti lagi oleh

ulama sesudahnya yang pada akhirnya mendapatkan bahwa telah terjadi

perbedaan kriteria kesahihan antara Bukhari dan Muslim, di samping juga

terdapat persamaan-persamaan. Adapun perbedaan tersebut terdapat pada

bertemunya antara periwayat yang satu dengan periwayat yang lain, yakni

Bukhari mengharuskan terjadinya pertemuan di antara periwayat terdekat dalam

sanad, walaupun hanya sekali. Sedangkan Muslim mengatakan bahwa pertemuan

33Bustamin, M Isa H.A Salam, Metodologi Kritik Hadits (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 22.

Page 38: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

tersebut tidak harus dibuktikan, yang jelas mereka terbukti hidup dalam satu

zaman.34

Lebih lanjut lagi muncul pendapat dari kalangan ulama

mutaakhirin

mengenai kriteria-kriteria kesahihan sanad hadits, yakni Ibnu Salah mengatakan

bahwa hadits sahih adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh

perawi yang adil dan dhabit, sampai akhir sanadnya tidak terdapat kejanggalan

(syadz) dan cacat ( illat).35

Dari sini kemudian dapat dipahami bahwa kriteria hadits sahih itu ada

lima, yaitu sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil,

diriwayatkan oleh perawi yang dhabit, terhindar dari syadz, dan terhindar dari

illat.

a. Kebersambungan Sanad.

Yang dimaksud dengan bersambungnya sanad ialah tiap-tiap perawi

dalam meriwayatkan hadits saling bertemu antara yang satu dengan yang lain.

Meskipun demikian pengertian kebersambungan yang masih umum ini

menyebabkan munculnya perbedaan pandangan dikalangan ulama hadits.

Contohnya antara Bukhari dan Muslim, Bukhari mengatakan bahwa sanad itu

bisa dikatakan bersambung apabila telah memenuhi kriteria-kriteria yaitu, al-

liqa 36 dan al-mu asharah.37 Sedangkan Muslim memandang hal ini agak longgar

yakni sanad dapat dikatan bersambung apabila antara perawi yang satu dengan

34Ibid., 23. 35Ibid., 24. 36Al-liqa

ialah adanya hubungan langsung antara perawi yang satu dengan yang lain, yang ditandai dengan adanya pertemuan antara murid yang mendengar langsung dari gurunya. 37Al-mu asharah ialah sanad dianggap bersambung apabila terjadi persamaan masa hidup antara seorang guru dengan muridnya.

Page 39: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

perawi berikutnya dan seterusnya ada kemungkinan bertemu karena hidup dalam

masa yang sama dan tempat tinggalnya tidak terlalu jauh.

Dari persyaratan yang dikemukakan oleh Bukhari dan Muslim ini dapat

dikatakan bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari berkedudukan lebih

tinggi dibanding dengan Muslim dan imam-imam yang lain. Karena sanad bisa

dikatakan bersambung apabila memenuhi dua kriteria yaitu al-liqa

dan al-

mu asharah, sedangkan Muslim hanya memberikan persyaratan al-mu asharah

saja. Meskipun demikian bukan berarti Muslim tidak memperhatikan adanya

pertemuan antara perawi, melainkan melihat kepada pribadi tiap-tiap perawi yakni

terkait dengan ke- adalat-an dan ke-dhabit-annya. Dari sini kemudian Muslim

melihat adanya kebersambungan antara perawi, walaupun terdapat kemungkinan

tidak bertemu secara langsung.

Melihat dari bersambung dan tidaknya sanad ini kemudian melahirkan

berbagai istilah yaitu muttashil, musnad, marfu ,dan munqati . Istilah muttashil

ialah hadits yang bersambung sanadnya, baik persambungan itu sampai kepada

Rasulullah saw atau hanya pada sahabat. Jika konsep seperti ini yang digunakan

maka akan muncul istilah marfu

(disandarkan pada Rasulullah saw) dan mauquf

(disandarkan pada sahabat).38 Adapun istilah munqati

sendiri ialah hadits yang

gugur sanadnya di satu tempat atau lebih, atau pada sanadnya disebutkan nama

seorang yang tidak dikenal namanya.39

Selanjutnya terkait dengan kebersambungan sanad ini juga membahas

mengenai metode atau lambang yang digunakan oleh para perawi, yakni lafadz-

38Yusuf Saefullah, Cecep Sumarna, Op. cit., 96. 39Munzier Suparta, Op. cit., 152.

Page 40: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

lafadz yang digunakan dalam periwayatan hadits. Adapun lafadz-lafadz yang telah

disepakati antara lain: hadasana, hadasani, sami tu, dzakarana, qalalana,

akhbarani, akhbarana. Lafadz-lafadz di atas merupakan istilah yang digunakan

dalam lambang as-sama

(pendengaran).40

b. Ke- adalat-an Perawi.

Istilah adalat menurut bahasa ialah pertengahan, lurus, atau condong

kepada kebenaran.41 Sedangkan menurut istilah yaitu suatu watak yang

mengarahkan seseorang kepada perbuatan taqwa, menjauhi perbuatan mungkar

dan segala sesuatu yang akan merusak muru ah, yakni selalu berakhlak baik

dalam segala tingkah lakunya.42

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa seseorang baru bisa

mendapatkan predikat adalat apabila di dalam dirinya mempunyai sifat-sifat

yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan senantiasa melaksanakan

segala perintah dan menjauhi setiap apa yang dilarang-Nya.

Untuk itu setiap perawi yang mempunyai sifat adalat harus beragama

Islam, mukalaf, melaksanakan ketentuan agama, dan memelihara muru ah.43

Selain itu juga tidak berbuat bid ah dan maksiat yang dapat merusak ke- adalat-

an seorang perawi.

Beragama Islam merupakan merupakan nilai yang terpenting dalam

kriteria adalat. Karena seorang yang akan menyampaikan riwayat hadits harus

beragama Islam. Namun ketika dalam menerima hadits kriteria beragama Islam

40Bustamin, M Isa H.A Salam, Op. cit., 53. 41Syuhudi Ismail, Op.cit., 67. 42Yusuf Saefullah, Cecep Sumarna, Op. cit., 97. 43 Syuhudi Ismail, Op.cit., 67.

Page 41: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

tidak diberlakukan, yakni orang yang tidak beragama Islam pun boleh menerima

hadits.

Maksud dari mukalaf di sini yakni sudah baligh, ini merupakan salah satu

kriteria yang harus dipenuhi, karena hal itu sebagai persyaratan dalam memikul

tanggung jawab, melaksanakan kewajiban dan meninggalkan segala sesuatu yang

dilarang oleh agama. Sedangkan muru ah di sini merupakan sifat menjaga

kesopanan pribadi dari perilaku-perilaku tercela demi memelihara diri dan

membina kebajikan moral.

c. Ke-dhabit-an Perawi.

Makna dhabit menurut bahasa yaitu yang kokoh, yang kuat, yang tepat,

dan yang hafal sempurna.44 Jika dilihat dari segi istilah menurut Ibnu Hajar al-

Asqalany perawi yang dhabit ialah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa

yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut

kapan saja manakala diperlukan.45

Melihat pada definisi di atas maka perawi yang dikatakan dhabit harus

mendengarkan secara utuh setiap apa yang didengarnya, memahami makna yang

terkandung di dalamnya dan melekat pada ingatannya, kemudian mempunyai

kemampuan untuk menyampaikan hadits tersebut kepada orang lain sebagaimana

mestinya.

Selain itu dari pengertian dhabit di atas terdapat dua hal yang perlu

diperhatikan, yaitu dhabit fi al-shadr yakni terpeliharanya suatu periwayatan

dalam ingatan ketika menerima hadits sampai pada meriwayatkannya kembali

44Ibid., 70. 45Munzier Suparta, Op. cit., 132.

Page 42: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

kepada orang lain. Dan dhabit fi al-kitab yakni terpeliharanya kebenaran suatu

periwayatan melalui tulisan.46

d. Terhindar dari syadz dan illat.

Yang dimaksud dengan syadz menurut Imam Syafi i ialah hadits yang

diriwayatkan oleh orang yang tsiqah, tetapi riwayatnya bertentangan dengan

riwayat yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang tsiqah juga.47 Dari

perumusan ini dapat dipahami bahwa suatu hadits dapat dikatakan syadz apabila

dalam matan hadits bertentangan dengan matan yang diriwayatkan oleh perawi

yang lain.

Adanya pendapat Syafi i ini kemudian memberikan indikasi bahwa tidak

menutup kemungkinan terdapat syadz pada matan hadits, kendati hadits tersebut

telah diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah. Berdasarkan hal ini sangat diperlukan

adanya penyeleksian hadits yang merupakan bentuk perwujudan akan kehati-

hatian seorang perawi demi menjaga keotentikan hadits Rasulullah saw.

Adapun illat di sini secara bahasa berarti cacat, penyakit, keburukan.

Sedangkan menurut istilah yaitu suatu sebab yang tersembunyi atau yang samar-

samar, yang karenanya dapat merusak kesahihan hadits.48 Dengan demikian yang

dimaksud dengan illat dalam hadits yakni terdapatnya suatu cacat atau penyakit

pada matan hadits yang nantinya dapat merusak pada tingkat kesahihan menjadi

tidak sahih.

46Ibid., 132. 47Ibid., 133. 48Ibid., 133.

Page 43: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

F. Kritik Matan Hadits

1. Pengertian.

Kritik matan hadits merupakan proses kelanjutan dari kritik terhadap

sanad hadits. Kegiatan ini terus dilakukan oleh para ulama mengingat hadits

merupakan sumber hukum yang kedua setelah al-Qur an. Sebagaimana dalam

sejarah keberadaan hadits sendiri telah mengalami kerusakan yakni dengan

munculnya hadits-hadits palsu pada saat perpecahan umat Islam.

Namun di sisi lain dengan munculnya hadits-hadits palsu, secara tidak

langsung telah memberikan semangat kepada para ulama untuk lebih berhati-hati

dalam menerima hadits, dengan mengadakan penyeleksian terlebih dahulu baik

dari segi sanad maupun matan. Kegiatan kritik sanad dan matan hadits

merupakan dua metodologi yang sudah tidak dapat dipisahkan di dalam

menentukan kualitas hadits.

Matan menurut bahasa berarti punggung jalan, tanah yang tinggi dan

keras.49 Sedangkan menurut al-Thibiy seperti yang dinukil oleh Musfir al-Damimi,

ialah kata-kata hadits yang dengannya terbentuk makna-makna.50 Dengan

demikian matan hadits pada dasarnya merupakan pencerminan konsep yang

dirumuskan berbentuk teks yang dikenal dengan istilah isi hadits, yakni sabda

Rasulullah saw. Keberadaan matan yang terletak setelah sanad ini menunjukan

bahwa sanad mempunyai fungsi yang sangat penting, yakni sebagai pengantar

data mengenai informasi hadits dari sumbernya langsung. Dengan demikian sanad

49Bustamin, M Isa H.A Salam, Op. cit., 59. 50Hasjim Abbas, Op. cit., 13.

Page 44: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

di sini merupakan media sebagai bentuk rasa tanggung jawab atas asal usul teks

hadits.

Studi kritik terhadap matan ini dimaksudkan untuk menyelidiki isi atau

materi dari hadits, yakni apakah hadits tersebut memiliki kejanggalan dan

keanehan, baik dari segi bahasa maupun kandungan dari matan hadits.

2. Kriteria Kesahihan Matan Hadits.

Kriteria kesahihan matan hadits dikalangan para ulama hadits memiliki

banyak pendapat. Kemungkinan munculnya perbedaan ini disebabkan oleh latar

belakang dan kondisi tiap masyarakat yang berbeda. Di antara kriteria kesahihan

matan hadits yakni seperti apa yang diungkapkan oleh al-Khatib al-Bagdadi

bahwa suatu matan dapat diterima sebagai matan yang sahih apabila memenuhi

unsur-unsur sebagai berikut:51

a. Tidak bertentang dengan akal sehat.

b. Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur an yang sudah muhkam.

c. Tidak bertentangan dengan hadits yang mutawatir.

d. Tidak bertentangan dengan amalan yang sudah menjadi kesepakatan ulama

masa lalu.

e. Tidak bertentangan dengan dalil yang sudah pasti.

f. Tidak bertentangan dengan hadits ahad yang kualitas kesahihannya lebih kuat.

Selain itu Salah al-Din al-Adabi juga mengemukakan pendapatnya terkait

dengan kriteria kesahihan matan hadits yaitu:52

a. Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur an.

51Bustamin, M Isa H.A Salam, Op. cit., 62. 52Ibid., 63.

Page 45: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

b. Tidak bertentangan dengan hadits yang lebih kuat.

c. Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera, dan sejarah.

d. Susunan pernyataannya menunjukan ciri-ciri sabda Rasulullah saw.

Melihat pada pemaparan dari beberapa kriteria di atas, matan yang dapat

diterima dan termasuk sanadnya sahih, yakni kesahihan dari matan dapat

diketahui setelah diadakan penelitian terhadap sanad hadits. Yaitu kegiatan untuk

mengetahui muatan yang terdapat dalam matan hadits tidak bertentangan dengan

apa yang telah ditetapkan dalam al-Qur an atau hadits mutawatir, atau hadits ahad

yang lebih tinggi kedudukannya. Dan isi dari hadits tidak bertentangan dengan

sejarah yang sudah ada, juga tidak bertentangan dengan akal sehat. Karena

Rasulullah saw tidak akan menetapkan sesuatu apabila hal tersebut bertentangan

dengan akal sehat.

Dari definisi kesahihan ini, kemudian yang menjadi langkah-langkah

dalam penelitian matan hadits ini antara lain: meneliti matan dengan melihat

kualitas sanad, meneliti susunan matan yang semakna, meneliti susunan matan

dari segi kebahasaan, dan meneliti kandungan makna pada matan.

1. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanad.

Dalam langkah pertama ini menandakan bahwa sebuah hadits tidak dapat

dikatakan sebagai sabda Rasulullah saw, jika tidak memiliki dukungan dari

kualitas sanad yang dapat diterima. Namun demikian bukan berarti meneliti

kualitas sanad itu lebih penting dibanding dengan meneliti kualitas matan. Oleh

karena itu seorang ulama tidak boleh menyatakan suatu hadits itu sahih dengan

berlandaskan kepada kesahihan sanad saja, akan tetapi juga harus didukung

dengan kesahihan pada matan. Ini menandakan bahwa antara meneliti sanad

Page 46: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

dengan meneliti matan merupakan dua hal kegiatan yang sudah tidak dipisahkan

lagi, artinya keduanya saling mendukung dalam menentukan kedudukan hadits.

Dalam kegiatan penelitian hadits, suatu matan dapat dikatakan berkualitas

sahih apabila terhindar dari adanya syadz dan illat. Untuk itu dalam suatu

penelitian kedua istilah tersebut harus dijadikan sebagai acuan utama dalam

melihat kualitas matan.53

Selanjutnya penelitian dilanjutkan dengan memberikan aturan-aturan

tentang kriteria kesahihan matan seperti yang telah diutarakan oleh para ulama

pada pembahasan sebelumnya.

2. Meneliti susunan matan yang semakna.

Dalam menentukan kualitas dan sekaligus makna dari hadits, setelah

melalui jalan yang telah disebutkan, maka langkah berikutnya adalah

menghimpun dan menyandingkan hadits-hadits yang lain yang memiliki

kesamaan dalam tema. Maksudnya yaitu, mengumpulkan hadits-hadits yang

mempunyai sumber sanad yang sama, dan mengumpulkan hadits-hadits yang

mengandung makna yang sama.

Langkah kedua ini bertujuan untuk meneliti teks-teks hadits yang memiliki

kesamaan dalam makna maupun sumber sanadnya. Upaya pertama yang harus

dilakukan yaitu membandingkan teks hadits sekaligus dengan sanadnya. Hal ini

dimaksudkan untuk mengetahui kedudukan hadits, yang dikategorikan dalam

sahih atau dha if. Selain itu juga untuk mengetahui apakah hadits tersebut berasal

dari Rasulullah saw yang bisa dipertanggung jawabkan dalam sanadnya.

53Syuhudi Ismail, Op.cit., 124.

Page 47: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Selanjutnya meneliti susunan matan hadits dengan melihat apakah terdapat

tambahan (ziyadah) dalam periwayatannya atau tidak. Terkait dengan hal ini

Shalah kemudian mengatakan bahwa ada tiga cara untuk mendeteksi dalam

masalah ini yaitu:54

a. Ziyadah yang bersumber dari periwayat yang tsiqah yang isinya bertentangan

dengan periwayat hadits yang lain yang tsiqah juga. Jika terdapat ziyadah

dalam konteks seperti ini disebut dengan hadits syadz.

b. Ziyadah yang berasal dari orang yang tsiqah dan isinya tidak bertentangan

dengan periwayat lain. Hadits seperti ini dapat diterima.

c. Ziyadah yang berasal dari orang yang tsiqah berupa sebuah lafadz yang

mengandung arti tertentu, sedangkan periwayat lain tidak menemukannya.

3. Meneliti susunan matan dari segi kebahasaan.

Dalam tahapan kali ini penelitian kebahasaan ditujukan untuk beberapa

aspek, yaitu struktur bahasa, yakni melihat pada matan hadits yang diteliti, apakah

menggunakan kaidah bahasa arab atau tidak, dan juga apakah di dalamnya

terdapat kata-kata yang berbeda atau tidak biasa digunakan oleh Rasulullah saw

atau orang-orang Arab. Melihat apakah bahasa yang digunakan dalam matan

menggambarkan bahasa keNabian. Dan menelusuri makna kata-kata yang terdapat

pada matan yang mana ketika diucapkan oleh Rasulullah saw mempunyai

kesamaan makna dengan apa yang dipahami oleh para pembaca.55

54Yusuf Saefullah, Cecep Sumarna, Op. cit., 105. 55Bustamin, M Isa H.A Salam, Op. cit., 76.

Page 48: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Dari penelitian terhadap kualitas bahasa ini para ulama dapat menjauhkan

hadits Rasulullah saw akan adanya pemalsuan yang banyak terjadi pada saat

konflik di tubuh umat Islam.

3. Meneliti kandungan makna pada matan.

Setelah susunan matan ditinjau dari segi kebahasaan, selanjutnya adalah

meneliti kandungan matan. Dalam kegiatan ini yang perlu diperhatikan adalah

matan-matan lain yang mempunyai topik masalah yang sama. Untuk itu sangat

diperlukan adanya kegiatan takhrij al-hadits bil maudu . Dari sini kemudian dapat

dilihat jika terdapat suatu matan yang memiliki kesamaan topik, maka matan

tersebut perlu diteliti sanadnya. Dan jika matan tersebut memenuhi syarat untuk

diterima sebagai hadits yang sahih maka kemudian dilakukan muqaranah

kandungan matan. Apabila dari keduanya memiliki kesamaan maka penelitian

dilanjutkan pada kajian terhadap kitab-kitab syarah.56 Langkah ini dimaksudkan

untuk mengetahui dari tiap-tiap kosa kata dalam matan hadits yang masih

dianggap asing. Namun jika dari keduanya memiliki perbedaan maka penelitian

dilanjutkan dengan membandingkan antara matan-matan yang dirasa memiliki

perbedaan.

Sesungguhnya dalam hadits Rasulullah saw tidak terdapat pertentangan

baik dengan al-Qur an maupun hadits yang lain. Karena setiap apa yang di

sabdakan oleh Rasulullah saw merupakan suatu kebenaran. Namun pada

kenyataannya nampak sejumlah hadits yang tidak sejalan atau bertentangan

dengan al-Qur an maupun hadits yang lain. Tentunya hal ini disebabkan oleh latar

belakang masing-masing periwayatan.

56Syuhudi Ismail, Op. Cit., 141.

Page 49: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Menanggapi hal ini banyak ulama yang mengatakan bahwa adanya

pertentangan tersebut merupakan bentuk mukhtalif al-hadits, yang kemudian

hadits-hadits yang dirasa bertentangan dengan yang lain dikumpulkan menjadi

satu dalam kitab khusus. Adapun ulama yang memelopori kegiatan ini yaitu

Imam Syafi i yang dalam karyanya berjudul ikhtilaf al-hadits.57

Sebagian ulama

memandang bahwa pertentangan di antara hadits tersebut

harus diselesaikan. Dalam menyelesaikan ini pun para ulama berbeda pandangan,

yakni Ibnu Hazm mengatakan bahwa hadits-hadits yang bertentangan harus

diamalkan, dan menekankan adanya penggunaan metode istisna . Selanjutnya

Syafi i mengatakan bahwa adanya pertentangan itu menunjukan akan adanya

matan yang sifatnya masih global (mujmal) dan rinci (mufassar), umum ( amm)

dan khusus (khass), menghapus (nasikh) dan dihapus (mansukh).58 Sedangkan

Syihabudin Abu Abbas Ahmad bin Idris al-Qarafi mengunakan metode at-tarjih,

yakni mencari petunjuk yang memiliki argumen yang kuat.

Dari beberapa pendapat para ulama

di atas terlihat bahwa telah terjadi

perbedaan dalam menyelesaikan hadits-hadits yang nampak bertentangan. Namun

demikian tidak berarti bahwa hasil penyelesainnya pun berbeda-beda, melainkan

banyak yang menghasilkan kesamaan. Hal ini dapat dipahami mengingat pribadi

para ulama dan latar belakang masing-masing yang berbeda pula. Sebagian

ulama memandang bahwa cara al-jam u merupakan cara yang baik, sebagian

juga menggunakan cara at-tarjih. Sebagian yang lain menggunakan cara naskh wa

mansukh.

57Ibid., 142. 58Ibid., 143.

Page 50: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

BAB III

VALIDITAS HADITS ABGHADH AL-HALAL

ILA ALLAH AL-THALAQ

A. Validitas Hadits.

Hadits yang diteliti oleh penulis dalam skripsi ini adalah hadits yang

diriwayatkan oleh Abu Daud yang berbunyi:

Artinya: Diceritakan Katsir bin Ubaid diceritakan Muhammad bin Khalid dari Mu arif bin Washil dari Muharib bin Ditsar dari Ibnu Umar dari Nabi saw bersabda: sesuatu yang halal yang paling dibenci oleh Allah ialah talak . (Hadits riwayat Abu Daud dan dinyatakan shaheh oleh al-hakim).

Dilihat dari rumusan yang terdapat dalam matan, maka hadits di atas

memuat penjelasan tentang talak beserta hukumnya. Untuk itu hadits ini banyak

dijumpai dalam kitab-kitab fikih, khusunya yang membahas tentang perkawinan.

Adapun talak sendiri dalam Islam secara bahasa berarti melepaskan tali.

Sedangkan menurut istilah talak merupakan salah satu pemutusan hubungan

ikatan suami istri karena sebab-sebab tertentu, yang sudah tidak mungkin untuk

dapat dipertahankan lagi.59 Istilah talak dalam fikih mempunyai dua arti, yakni

umum dan khusus. Dalam arti yang umum talak merupakan segala macam bentuk

perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami atau yang dijatuhkan oleh hakim,

maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya kerena meninggalnya salah

59Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 262.

Page 51: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

seorang dari suami istri. Sedangkan dalam arti yang khusus talak merupakan

perceraian yang dijatuhkan oleh seorang suami.60

Dengan demikian melepaskan di sini merupakan pemutusan hubungan

perkawinan suami istri yang dikarenakan adanya masalah yang sudah tidak

mungkin untuk didamaikan lagi, dan dijadikan sebagai jalan keluar yang terakhir.

Lafadz yang terdapat dalam matan hadits di atas merupakan bagian dari

lafadz-lafadz yang telah banyak disinggung dalam beberapa buku, di antaranya

yakni dalam buku pokok-pokok hukum Islam karangan Sudarsono yang

menjelaskan bahwa talak itu merupakan perbuatan yang sangat dibenci Allah

SWT tetapi diperbolehkan karena sebab-sebab tertentu, yang mana hakamain dari

kedua belah pihak sudah tidak bisa mendamaikan lagi.61

Namun jika hadits di atas dicermati secara seksama, maka akan nampak

sesuatu hal yang menarik, yakni pada kandungan matan yang menjelaskan tentang

istilah abghadh dan halal. Istilah abghadh dan halal ini merupakan lafadz yang

sama-sama disandarkan kepada Allah SWT, yakni Allah SWT telah menghalalkan

adanya talak, namun di sisi lain Allah SWT juga sangat membecinya.

Berdasarkan pemaknaan istilah di atas, yang seolah-olah antara istilah

abghadh dan halal saling bertolak belakang, maka akan muncul permasalahan

terkait dengan kebencian dan kebolehan yang dimaksud dalam hadits, yakni

apakah kebencian di sini bermakna harus ditinggalkan bagi seorang mukalaf dan

juga kebolehan di sini bermakna boleh dilakukan oleh siapa saja. Untuk

memahami lebih mendalam maka di sini penulis akan memaparkan kajian hadits

60Soemiyati, Op. Cit., 104. 61Sudarsono. Op. Cit., 264.

Page 52: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

yang diriwayatkan oleh Abu Daud tersebut, yang diawali pada sanad hadits dan

dilanjutkan pada kajian matan.

B. Melakukan Takhrij al-Hadits dengan Topik (Maudhu )

Sebelum melakukam kajian terhadap sanad maka perlu dilakukan terlebih

dahulu kegiatan takhrij al-hadits. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui

asal usul dari periwayatan hadits, dan dalam kitab apa saja hadits tersebut dibahas.

Dalam hadits syarif kutub as-sittah, hadits yang diriwayatkan oleh Abu

Daud ini termasuk dalam sub topik karahiyah at-talaq.62 Dalam sub bab ini selain

Abu Daud juga terdapat periwayatan lain yaitu Ibnu Majjah, yang memiliki

kesamaan pada kandungan matan. Hanya saja terdapat perbedaan dalam sanad

hadits. Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud yaitu:

Artinya: Diceritakan Katsir bin Ubaid diceritakan Muhammad bin Khalid dari Mu arif bin Washil dari Muharib bin Ditsar dari Ibnu Umar dari Nabi saw bersabda: sesuatu yang halal yang paling dibenci oleh Allah ialah talak . (Hadits riwayat Abu Daud dan dinyatakan shaheh oleh al-hakim).

Artinya: Diceritakan Ahmad bin Yunus diceritakan Mu arif dari Muharib berkata, Rasulullah saw bersabda: sesuatu yang dihalalkan oleh Allah tetapi paling dibenci ialah talak. (Hadits riwayat Abu Daud)

62CD, Mawsu'ah al-Hadits al-Syarif.

Page 53: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah yaitu:

Artinya: Diceritakan Katsir bin Ubaid al-Himsyi diceritakan Muhammad bin Khalid dari Ubaidilah bin Walid al-Washafi dari Muharib bin Ditsar dari Abdillah bin Umar berkata, Rasulullah saw bersabda: sesuatu yang halal yang paling dibenci oleh Allah ialah talak . (Hadits Riwayat Ibnu Majjah)

Dari ketiga hadits di atas dapat diketahui bahwa hadits yang pertama dan

kedua diriwayatkan oleh seorang perawi yakni Abu Daud dalam kitab sunan Abu

Daud juz II pada hadits yang ke 2178 dan 2177.63 Sedangkan hadits yang ketiga

diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dalam kitab sunan Ibnu Majjah juz I pada hadits

yang ke 2018.64 Dengan demikian, hadits yang diteliti ini adalah periwayatan Abu

Daud pada hadits yang ke 2178, dan sebagai perbandingan juga disinggung hadits

yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah yang memiliki kesamaan dalam topik.

C. Melakukan I tibar

Istilah i tibar dalam ilmu hadits seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

yaitu suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui urutan-urutan perawi

dari yang pertama hingga akhir dan lambang yang digunakan dalam

periwayatannya. Untuk mempermudah hal tersebut, maka langkah yang harus

ditempuh adalah membuat skema sanad dan mengurutkan nama-nama perawi,

serta lambang yang digunakan oleh tiap-tiap perawi.

63Abu Daud Sulaiman al-Sijistani, Sunan Abu Daud (Beirut: Darul Fikr), 225-226. 64Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwani, Sunan Ibnu Majjah (Beirut: Darul Fikr, 1990), 633.

Page 54: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Sebagimana hasil dari kegiatan takhrij al-hadits di atas bahwa hadits yang

diteliti ini mempunyai tiga jalur, yakni dua diriwayatkan oleh Abu Daud dan satu

diriwayatkan oleh Ibnu Majjah. Adapun susunan skema sanadnya dapat dilihat

pada lampiran. Sedangkan susunan sanad periwayatan Abu Daud yaitu:

Skema Sanad Hadits Riwayat Abu Daud 1 Tentang Kemakruhan Talak

Page 55: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Selain itu Abu Daud juga meriwayatkan hadits yang sama yakni pada

hadits yang ke 2177. Adapun susunan skema sanadnya yaitu:

Skema Sanad Hadits Riwayat Abu Daud 2 Tentang Kemakruhan Talak

Dari kedua susunan sanad yang diriwayatkan oleh Abu Daud di atas

terdapat persamaan dan perbedaan yaitu sebagai berikut:

1. Sisi persamaannya adalah pada kedua hadits tersebut sama-sama

menggunakan metode hadatsana pada perawi pertama yakni Abu Daud.

2. Sisi perbedaannya adalah pada skema pertama dilanjutkan oleh perawi Katsir

bin Ubaid sedangkan dalam skema kedua oleh perawi Ahmad bin Yunus.

Page 56: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

3. Dalam perawi ketiga pada skema pertama adalah Muhammad bin Khalid,

sedangkan pada skema kedua langsung pada Mu arif. Padahal dalam skema

pertama Mu arif masuk pada perawi yang keempat.

4. Dan perawi kelima pada skema pertama yakni Muharib, namun pada skema

kedua Muharib masuk pada perawi yang keempat.

5. Pada skema pertama perawi yang keenam adalah Ibnu Umar, namun dalam

skema kedua tidak ada perawi keenam, sehingga langsung pada sabda

Rasulullah saw.

Dari sini kemudian dapat dipahami bahwa telah terdapat perbedaan dari

kedua periwayatan, yakni pada hadits yang pertama memiliki enam sanad antara

lain Abu Daud, Katsir bin Ubaid, Muhammad bin Khalid, Mu arif bin Washil,

Muharib bin Ditsar, dan Ibnu Umar. Untuk itu dapat dikatakan bahwa periwayatan

hadits yang 2178 memiliki sanad yang bersambung dan sampai pada Rasulullah

saw. Sedangkan pada hadits yang ke 2177 memiliki empat sanad antara lain Abu

Daud, Ahmad bin Yunus, Mu arif, dan Muharib. Pada periwayatan ini terdapat

kejanggalan, yakni Muharib sendiri merupakan golongan tabi in yang wafat pada

tahun 116 H65, sehingga tidak pernah bertemu dengan Rasulullah saw. Untuk itu

pada periwayatan ini memiliki sanad yang terputus dan tidak sampai pada

Rasulullah saw (mursal).

Adapun lambang yang digunakan dalam periwayatan hadits di atas yakni

hadatsana, an, dan qala. Kata hadatsana mempunyai arti ia telah ceritakan

kepada kami, dan kata an berarti dari, sedangkan kata qala berarti ia telah

65CD, Mawsu'ah al-Hadits al-Syarif. Op, Cit

Page 57: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

berkata.66 Dari ketiga lambang tersebut memiliki tingkatan berbeda-beda. lambang

hadatsana menduduki posisi yang paling tinggi dibandingkan dengan kedua

lambang yang lain. Hal ini melihat bahwa lambang hadatsana termasuk dalam

kategori lambang as-sama .67 Yang dalam pengertiannya yaitu seorang syaikh

membacakan hadits secara langsung kepada muridnya, baik disampaikan melalui

pengajian atau berdasarkan hafalan maupun catatannya.68 Sehingga dapat

dikatakan bahwa Abu Daud telah mendengarkan secara langsung lafadz hadits

dari Katsir bin Ubaid dengan menggunakan lambang hadatsana. Selain itu Katsir

bin Ubaid juga mendapatkan hadits dari Muhammad bin Khalid dengan

menggunakan lambang yang sama. Dan lambang periwayatan seperti ini oleh

mayoritas ulama di nilai sebagai cara yang tertinggi kualitasnya.

Sedangkan lambang an dan qala merupakan jalur yang masih

dipertanyakan tentang kebenarannya, sehingga kedudukannya masih di bawah

lambang hadatsana. Hal ini bisa berarti seorang perawi tidak mendengar atau

bertemu secara langsung dengan gurunya,69 akan tetapi mereka hidup dalam waktu

dan zaman yang sama. Keadaan seperti ini bisa mempengaruhi akan kedudukan

tingkatan hadits itu sendiri. Sehingga lambang ini harus diperkuat dengan

keberadan perawi, seperti halnya melihat pada ke- adalat-an dan ke-dhabit-an,

bertemu atau tidaknya antara perawi yang satu dengan yang lainnya.

Adapun periwayatan yang menggunakan lambang an yaitu Muhammad

bin Khalid yang mendapatkan hadits dari Mu arif bin Washil, dan Mu arif bin

66A Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits (Bandung: Diponegoro, 1994), 351-352. 67Ibid., 363. 68Muhammad Mustafa Azami, Op. Cit., 39. 69A Qadir Hasan, Op. Cit., 355.

Page 58: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Washil sendiri yang mendapatkan hadits dari Muharib bin Ditsar. Dan juga

Muharib bin Ditsar sendiri yang mendapatkan hadits dari Ibnu Umar yang telah

mendengar hadits dari Rasulullah saw.

D. Melakukan Kajian Sanad

Sebelum melakukan kajian terhadap matan terlebih dahulu diadakan

penyeleksian terhadap sanad hadits, yang dimaksudkan untuk mengetahui pribadi

para perawi.

Sebagai acuan dalam kajian ini, yakni melihat pada kepribadian dari

perawi itu sendiri yang meliputi tentang nama, tempat lahir, kepribadian yang

menyangkut kepercayaan, pikiran dan kekuatan hafalan, keadilan, dan

tingkatannya, serta metode atau lambang yang digunakan dalam periwayatan.

Adapun perawi-perawi yang akan dibahas yaitu:

1. Abu Daud.

Nama lengkap dari Abu Daud yaitu Abu Daud Sulaiman bin al-Asy ats al-

Azdi al-Sijistani dan dilahirkan di Basrah pada tahun 202 H.70 Sejak kecil Ia

telah belajar bahasa Arab sebelum mengenal dan mempelajari hadits Rasulullah

saw. Dalam pencarian hadits Ia sering mengadakan perjalanan ke berbagai

wilayah, di antaranya yakni ke kota Tarsus dan pernah menetap sampai 20

tahun. Sehingga dengan ini tidak diragukan lagi akan tingkat hafalan dan

pemahaman terhadap hadits Rasulullah saw cukup tinggi, selain itu Abu Daud

juga memiliki kepribadian yang wara', taat beribadah, dan pemahaman agama

70Muhammad Mustafa Azami, Op. Cit., 153.

Page 59: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

yang sangat mendalam.71 Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa Abu

Daud merupakan seorang ulama' yang adalat dan dhabith.

Abu Daud merupakan tokoh yang penting dikalangan ahli hadits. Ini

ditandai dengan ditulisnya kitab sunan Abu Daud yang diakui oleh para ulama'

klasik dan dijadikan sebagai salah satu pegangan. Selain itu Abu Daud juga

telah melakukan penyaringan dari 500.000 hadits menjadi 4.800 hadits. Hasil

penyaringan ini menandakan akan perhatian Abu Daud terhadap keaslian hadits

Rasulullah saw dengan sangat berhati-hati.

Dalam kaitannya dengan pembahasan hadits tentang kemakruhan talak

ini, Abu Daud telah menerima hadits dari Katsir bin Ubaid dengan lambang

hadatsana, ini menandakan bahwa adanya proses penerimaan hadits dengan

lambang al-sama', yakni perawi pertama benar-benar menerima hadits dari

perawi kedua (muttasil) secara langsung dan dinyatakan memiliki sanad yang

bersambung.

2. Katsir bin Ubaid.

Katsir bin Ubaid adalah seorang ulama' hadits yang berasal dari Syam.

Adapun nama lengkapnya yaitu Katsir bin 'Ubaid bin Numair al-Madhiji Abu

Hasan al-Himsyi, yang dikenal dengan sebutan Abu al-Hasan. Ia wafat pada

tahun 250 H.72

Dari segi kepribadian Ia merupakan perawi hadits yang tsiqah. Gelar ini

dapat dilihat pada pendapat beberapa ulama' mengenai kepribadiannya. Antara

71Sa'dullah Assa'idi, Hadits-Hadits Sekte (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996), 51. 72CD, Mawsu'ah al-Hadits al-Syarif. Op, Cit.

Page 60: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

lain Abu Hatim al-Razzi, Ibnu Hibban, dan Abu Daud yang mengatakan bahwa

Katsir bin Ubaid adalah seorang perawi yang tsiqah.73

Dalam kajian ini Ia mendapatkan hadits dari Muhammad bin Khalid

dengan lambang hadatsana. Dengan lambang ini menunjukankan bahwa Ia telah

menerima hadits dengan lambang al-sama', sehingga dapat dipastikan Ia telah

bertemu secara langsung dengan perawi sebelumnya dan dapat dikatakan

bersambung (muttasil). Hal ini diperkuat dari keduanya yang berasal dalam satu

wilayah. Selain itu dengan adanya sifat adalat dan dhabith yang dimilikinya,

maka sudah tidak diragukan lagi akan kejujurannya dalam mendengar dan

meriwayatkan kembali hadits Rasulullah saw.

3. Muhammad bin Khalid.

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Khalid bin Muhammad, Ia

merupakan seorang ulama' hadits yang berasal dari Syam. Ia wafat sebelum

tahun 190 H.74

Semasa hidupnya Ia dikenal dengan sebutan Abu Yahya dikalangan para

ulama' hadits dan memiliki tingkat kejujuran yang tinggi, sehingga Ia juga

termasuk dalam kategori perawi yang tsiqah. Ini seperti apa yang diutarakan

dalam pendapat beberapa ulama', antara lain Ibnu Hibban dan Daruqutni.75

Adapun dalam periwayatan, Ia telah menerima hadits dari Mu'arif bin

Washil dengan lambang 'an. Seperti pada penjelasan sebelumnya bahwa

lambang ini memiliki kedudukan di bawah lambang hadatsana dan masih

dipertanyakan akan kebenarannya. Namun demikian ketika melihat pada pribadi

73CD, Maktabah al-Hadits al-Syarif, Kitab Tahdzib al-Kamal. 74Ibid. 75CD, Mawsu'ah al-Hadits al-Syarif. Op, Cit.

Page 61: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Muhammad bin Khalid sendiri yang termasuk dalam kategori tsiqah, maka

dapat dipastikan bahwa dalam meriwayatkan hadits, selalu sesuai dengan apa

yang diterima dari perawi sebelumnya.

Dan ketika melihat pada masa hidupnya, yakni bahwa keduanya

mempunyai hubungan khusus yaitu ikatan seorang guru dengan seorang murid,76

sehingga tidak diragukan lagi bahwa keduanya telah bertemu secara langsung

dan hidup dalam waktu yang sama. Dengan demikian dalam periwayatannya

memiliki sanad yang bersambung (muttasil).

4. Mu arif bin Washil.

Adapun nama lengkapnya adalah Mu arif bin Washil as-Sya'di. Ia

merupakan ulama' hadits yang berasal dari Kufah, dan dikenal dengan sebutan

Abu Badal dikalangan ulama hadits.77

Ia merupakan ulama' yang telah banyak meriwayatkan hadits Rasulullah

saw. Hal ini dilihat dengan banyaknya penilaian oleh beberapa ulama terkait

dengan kepribadiannya. Di antaranya yaitu Ibnu Hibban, Yahya bin Mu in,

Nasa i, Ahmad bin Hanbal yang mengatakan bahwa Mu arif adalah perawi yang

tsiqah.78

Dalam kaitannya dengan hadits ini, Ia mendapatkan hadits dari Muharib

bin Ditsar dengan lambang 'an. Adapun lambang ini dikalangan ulama' hadits

masih dipertanyakan dan masih perlu untuk diteliti akan kebenarannya.

Sehingga dalam hal ini perlu dipahami terlebih dahulu tentang pribadi Mu'arif

76Ibid. 77Ibnu Hajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib jilid 10 (Darul Fikr, 1984), 206. 78Ibid., 207.

Page 62: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

sendiri khususnya terkait dengan kepada siapa Ia mempelajari dan mendalami

hadits Rasulullah saw.

Dalam mempelajari hadits Rasulullah saw Mu arif pernah belajar kepada

Muharib bin Ditsar, dengan kata lain bahwa Muharib adalah gurunya.79 Selain

itu keduanya juga berasal dari satu wilayah, sehingga dapat dipastikan bahwa

keduanya telah bertemu secara langsung karena hidup dalam waktu yang sama.

Walaupun dalam periwayatannya menggunakan lambang an ini dapat dikatan

memiliki sanad yang bersambung (muttasil), yakni karena antara perawi satu

dengan yang lain saling bertemu.

5. Muharib bin Ditsar.

Ia adalah seorang ulama hadits yang berasal dari Kufah, dan mempunyai

nama lengkap Muharib bin Ditsar bin Kudrus bin Qirwas bin Ja'unah bin

Salamah bin Shakhri bin Tsa'labah bin Sadus al-Sadusi. Ia dikenal oleh para

ulama' hadits dengan sebutan Abu Matraf.80 Dan Ia wafat pada tahun 116 H.

Melihat pada pribadinya yang taat kepada Allah SWT dan mempunyai

pemahaman agama mendalam. Ia merupakan perawi yang tsiqah. Diantara

Ulama

yang mengatakan bahwa Muharib adalah perawi tsiqah antara lain

Ahmad bin Hambal, Yahya bin Mu in, Nasa i, Abu Hatim al-Razi.81

Adapun dalam kajian ini Ia mendapatkan hadits dari Ibnu Umar dengan

lambang 'an. Jika dilihat pada masa hidupnya, yakni Ia pernah belajar hadits

Rasulullah saw kepada Ibnu Umar,82 maka dapat dikatakan bahwa keduanya

79CD, Mawsu'ah al-Hadits al-Syarif. Op, Cit. 80Ibnu Hajar al-Asqalani. Op. Cit., 45. 81Ibid., 46. 82CD, Mawsu'ah al-Hadits al-Syarif. Op, Cit.

Page 63: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

mempunyai ikatan khusu yaitu antara guru dan murid. Dengan keadaan seperti

ini sudah pasti bahwa Muharib telah bertemu langsung dengan Ibnu Umar,

khususnya dalam menerima hadits. Dengan demikian dalam periwayatannya

memiliki sanad yang bersambung (muttasil).

6. Ibnu Umar.

Nama lengkap dari Ibnu Umar adalah Abu Abdur Rahman Abdullah bin

Umar bin al-Khatab al-Quraisy al-'Adawy. Ia dilahirkan di Makkah pada tahun

10 H dan wafat pada tahun 618 H.83 Ia merupakan saudara kandung dari Hafsah

putra Umar bin Khattab. Pada usia 10 tahun Ia mengikuti hijrah ke Madinah

bersama ayahnya yakni Umar. Ia juga pernah melihat berlangsungnya perang

khandak dan perang-perang sesudahnya. Dikalangan ulama hadits nama Ibnu

Umar sudah termashur, ini ditandai dengan banyaknya hadits yang diriwayatkan

olehnya.

Adapun hadits yang diwayatkan oleh Ibnu Umar berasal dari Rasulullah

saw sendiri dan dari periwayatan para sahabat, antara lain ayahnya sendiri

Umar, pamannya Zaid, saudara kandungnya Hafsah, Abu Bakar, Utsman, Ali,

Bilal, Ibnu Mas'ud, Abu Dzar, dan Mu'adz.84 Ia merupakan sahabat yang banyak

meriwayatkan hadits Rasulullah saw. Oleh karena itu Ibn al-Bakr mengatakan

bahwa Ibnu Umar menghafal semua yang didengar dari Rasulullah saw dan

bertanya kepada orang-orang yang menghadiri majlis-majlis Rasulullah saw

tentang tutur kata Rasulullah saw.85 Dari sini dapat dipahami bahwa Ibnu Umar

83Muhammad Hasby as-Siddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2005), 256. 84Ibid., 256. 85Ibid., 257.

Page 64: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

merupakan sahabat yang memiliki tingkat hafalan yang tinggi dan sangat

meneladani segala gerak-gerik Rasulullah saw. Untuk itu sudah dipastikan

bahwa segala yang diriwayatkan adalah benar-benar dari Rasulullah saw.

Kemudian dalam kaitannya dengan hadits tentang kemakruhan talak ini,

Ibnu Umar telah menerima hadits secara langsung dari Rasulullah saw sendiri,

walaupun dalam periwayatannya menggunakan lambang 'an. Ini diperkuat

dengan melihat pada pribadi Ibnu Umar yang sangat meneladani tingkah laku

Rasulullah saw dan Ia termasuk sahabat yang hidup dan bertemu langsung

dengan Rasulullah saw. Dengan demikian sudah dapat dipastikan bahwa

periwayatan Ibnu Umar benar-benar berasal dari Rasulullah saw.

Selain itu dalam periwayatan Abu Daud yang lain pada hadits yang ke

2177 juga terdapat perawi lain yaitu: Ahmad bin Yunus.

Ahmad bin Yunus adalah seorang ulama yang berasal dari Kufah dan

memunyai nama lengkap Ahmad bin Abdullah bin Yunus bin Abdullah bin Qais

at-Tamimi. Dikalangan para ulama' hadits Ia dikenal dengan sebutan Abu

Abdullah.86 Ia wafat pada tahun 227 H.

Para ulama hadits menilai bahwa periwayatan Ahmad bin Yunus tidak

diragukan lagi kebenarannya. Sebab Ia merupakan seorang perawi yang

mempunyai derajat terpuji, dan mempunyai pemahaman agama yang mendalam

serta tingkat hafalan yang tinggi, sehingga dalam hal ini Ia termasuk dalam

kategori ulama' yang tsiqah. Adapun ulama yang menilai kepribadiannya antara

lain Abu Hatim al-Razi, Ibnu Hibban, dan Nasa'i dengan tingkatan tsiqah.87

86Abu Hatim al-Razi, al-Jarh wa al-Ta'dil jilid 2 (Beirut: Darul Fikr), 57. 87CD, Mawsu'ah al-Hadits al-Syarif. Op, Cit.

Page 65: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Dalam hubungannya dengan pembahasan ini Ia menerima hadits dari

Mu'arif dengan lambang akhbarana. Lambang ini menurut para ulama hadits

memiliki tingkat kebenaran yang lebih tinggi dibanding dengan lambang an.

Untuk itu dengan lambang ini dapat menunjukan bahwa Ia telah menerima dan

bertemu langsung dengan perawi sebelumnya. Hal ini diperkuat dengan Ahmad

bin Yunus sendiri yang pernah belajar hadits Rasulullah saw kepada Mu arif,88

yang sangat memungkinkan keduanya untuk bertemu. Dari sini kemudian dapat

dipahami bahwa dalam periwayatnnya memiliki sanad yang bersambung

(muttasil).

Berdasarkan kajian terhadap sanad hadits di atas dapat dipahami bahwa

sanad dalam periwayatan Abu Daud yang ke 2178 adalah muttasil atau

bersambung. Dengan demikian hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud ini

dapat diterima sebagai hujjah karena memiliki sanad yang sahih, yakni memenuhi

kriteria kesahihan antara lain: sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi

yang adil, diriwayatkan oleh perawi yang dhabith, terhindar dari syadz dan illat.

Walaupun pada periwayatan lain yang ke 2177 memiliki sanad yang terputus

(mursal). Namun hadits mursal ini dapat dijadikan sebagai hujjah selama terdapat

periwayatan lain yang lebih tinggi kedudukannya.

E. Melakukan Kajian Matan

1. Meneliti susunan matan serta membandingkan dengan al-Qur an dan hadits

yang semakna.

88Ibid.

Page 66: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Pada langkah ini yang dilakukan adalah muqaranah, yakni

membandingkan teks hadits dengan ayat al-Qur an dan dengan hadits yang

memiliki kesamaan topik. Ini dilakukan untuk mengetahui makna yang

terkandung dalam hadits serta mencermati susunan matan hadits, dengan maksud

mengetahui apakah terdapat perbedaan pada matan hadits yang masih dapat

ditoleransi atau tidak. Dan selanjutnya mencermati terhadap adanya ziyadah

(tambahan pada kalimat).

Dalam al-Qur an surat an-nisa ayat 35 menyatakan bahwa:

Artinya: dan jika kamu khawatir akan ada persengketaan antara keduanya, maka utuslah seorang hakim dari keluarga lelaki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua hakim tersebut bermaksud mengadakan perdamaian, niscaya Allah akan memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Berilmu dan Maha Mengetahui.

Dari ayat di atas telah dijelaskan bahwa Islam lebih menganjurkan

perdamaian di antara suami istri dari pada memutuskan mereka. Yakni apabila

terjadi permasalahan yang mengakibatkan pada pertengkaran dan perpecahan,

maka hendaklah ditunjuk seorang penengah yaitu hakim sebagai mediator untuk

mempertemukan dan mendamaikannya. Dari sini kemudian dapat dipahami

bahwa Allah SWT sangat memperhatikan hukum-hukum masalah tatanan

keluarga dan rumah tangga.

Namun apabila hubungan baik antara suami istri itu sudah tidak dapat

dipertahankan lagi karena sering terjadinya pertengkaran dan perpecahan yang

mana hakim sudah tidak mampu mendamaikan antara keduanya, maka Islam tidak

Page 67: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

membelenggu pada ikatan yang nantinya akan menyengsarakan dan terjebak pada

perilaku yang menyimpang, dengan menawarkan jalan keluar terakhir yaitu talak

(perceraian).89 Hal ini telah dijelaskan pada surat an-nisa ayat 130 yaitu:

Artinya: dan kalau keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan sungguh Allah Maha Luas lagi Maha Bijaksana .

Mengingat akan sakralnya ikatan suami istri maka Islam tidak serta merta

membolehkan seorang suami menjatuhkan talak tanpa alasan yang dapat

dibenarkan oleh Islam. Untuk itu kemudian dalam hadits Rasulullah saw

dijelaskan bahwa talak (perceraian) itu merupakan perkara yang halal namun

sangat dibenci oleh Allah SWT.

Adapun matan hadits tersebut yakni telah diriwayatkan oleh Abu Daud

pada hadits yang ke 2178, yaitu:

Sedangkan matan hadits yang memiliki kandungan makna sama dengan

periwayatan Abu Daud adalah matan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah

pada hadits yang ke 2018, yaitu:

89A Rahman I Doi, Penjelasan lengkap Hukum-Hukum Allah, Syari'ah (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 222.

Page 68: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Selain itu dalam riwayat lain Abu Daud juga meriwayatkan pada hadits

yang ke 2177, yaitu:

Pada ketiga matan hadits di atas nampak jelas bahwa telah terdapat

perbedaan lafadz atau redaksi. Hal ini bisa terjadi mengingat adanya periwayatan

hadits secara maknawi. Selain itu kemungkinan juga disebabkan pada perawi

hadits yang melakukan kesalahan. Terjadinya kesalahan ini tidak hanya pada

perawi yang tidak tsiqah, melainkan juga pada perawi yang tsiqah. Hal ini

dikarenakan bahwa perawi yang tsiqah juga merupakan manusia biasa yang tidak

lepas dari kesalahan. Untuk itu para ulama hadits menyatakan bahwa sepanjang

kekeliruan itu sangat sedikit jumlahnya, maka tidak mempengaruhi akan

ketsiqatan perawi dan kekeliruan tersebut masih ditoleransi. Tentunya pernyataan

toleransi ini diikuti dengan penelitian yang cermat.90

Perbedaan yang terdapat pada ketiga hadits di atas adalah pada hadits

pertama dan hadits kedua terletak pada lafadz ta'ala. Adanya perbedaan pada

lafadz ini sebenarnya tidak mempengaruhi terhadap makna hadits, karena kata

ta'ala sendiri merupakan bentuk dari sifat Allah SWT dan dalam hadits ini hanya

sebagai penguat akan kekuasaan dan kebesaran-Nya. Meskipun lafadz ta'ala tidak

dicantumkan maka sudah dapat dipahami bahwa Allah SWT Maha Kuasa dan

Maha Besar.

90Syuhudi Ismail, Op. Cit., 133.

Page 69: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Sedangkan pada hadits yang pertama dan ketiga terletak pada susunan

kalimat, yakni hadits pertama merupakan jumlah ismiyah yang terdiri dari

mubtada' dan khabar, sedangkan pada hadits ketiga merupakan jumlah fi'liyah

yang terdiri dari fi'il, fa'il, dan maf'ul, dan dengan adanya tambahan ma pada awal

kalimat yang merupakan bentuk ma nafi.91 Kata ma di sini berarti meniadakan

sesuatu, sehingga kata tersebut merupakan bentuk pengkhususan yang mempunyai

makna bahwa Allah SWT tidak menghalalkan sesuatu yang paling dibenci dari

talak. Untuk istilah halal dalam hadits pertama terletak pada susunan idhafah,

sedangkan dalam hadits ketiga terletak pada susunan fi'liyah yang berbentuk fi'il

madhi.

Adapun istilah abghadh di sini merupakan isim tafdhil dari bentuk awal

bughdhun dari fi'il madzi baghudha. Bentuk isim tafdhil sendiri mempunyai

makna melebihkan.92 Dengan mengikuti wazan af'ala maka kata tersebut

mempunyai makna lebih atau paling, sehingga dalam hadits tersebut berarti

sesuatu yang paling dibenci. Dengan demikian antara kata abghadh pada riwayat

Abu Daud maupun Ibnu Majjah tidak terdapat perbedaan, yakni sama-sama

berarti paling dibenci. Sedangkan kata ma dalam periwayatan Abu Daud ini

berfungsi sebagai penekanan bahwa hanya talak lah sesuatu yang halal tetapi

sangat dibenci Allah SWT. Jadi dapat dikatakan bahwa keterangan benci dalam

hadits ini benar-benar hanya dalam masalah talak.

Adanya perbedaan terhadap susunan lafadz ini bisa diterima dan tidak

mempengaruhi terhadap keberadaan makna hadits, karena mengingat adanya

91Syamsul Haq al-'Azimabadi, 'Awn al-Ma'bud Syarh Abi Daud (Darul Fikr), 226. 92AH. Akrom Fahmi, Ilmu Nahwu dan Sharaf 3, Tata Bahasa Arab (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 17.

Page 70: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

periwayatan dengan metode maknawi. Dan dilihat dari segi kandungan makna

juga tidak terdapat pertentangan dan perbedaan antara hadits yang satu dengan

yang lain.

2. Meneliti syadz dan illat.

Istilah syadz dan 'illat di sini merupakan bentuk kajian pada lafadz hadits

yang ditujukan untuk mengetahui kualitas dari sanad maupun matan. Hal ini

dilakukan dengan cara menghimpun hadits-hadits yang memiliki kesamaan dalam

topik dan kemudian membandingkannya.

Jika dilihat dari segi kandungan makna, maka ketiga hadits di atas tidak

bertentangan antara yang satu dengan yang lain, yang ketiganya memiliki

pengertian bahwa Allah SWT telah menghalalkan talak namun sangat

membencinya.

Kemudian dilihat dari segi sanad, maka perawi yang terdapat pada sanad

Abu Daud dalam hadits yang ke 2178 memiliki tingkatan pemahaman dan

keilmuan yang tinggi, diantaranya adalah; Katsir bin 'Ubaid, Ia merupakan

seorang yang tsiqah dalam pandangan Abu Hatim al-Razi, Ibnu Hibban, dan Abu

Daud. Ia juga merupakan ulama' yang memiliki pemahaman agama yang

mendalam. Muhammad bin Khalid, Ia merupakan ulama' yang tsiqah dalam

pandangan Ibnu Hibban dan Daruqutni. Mu'arif bin Washil, Ia juga merupakan

perawi yang tsiqah dalam pandangan Ibnu Hibban, Yahya bin Mu in, Nasa i,

Ahmad bin Hanbal. Muharib bin Ditsar, Ia juga merupakan perawi yang tsiqah

dalam pandangan Ahmad bin Hambal, Yahya bin Mu in, Nasa i, Abu Hatim al-

Razi. Dan Ibnu Umar, Ia merupakan putra dari Umar bin Khatab, dan juga sahabat

yang mempunyai pemahaman agama yang tinggi dan daya ingatan kuat.

Page 71: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Dari urutan sanad tersebut dapat dipahami bahwa pada periwayatan Abu

Daud terdiri dari perawi-perawi yang tsiqah, adil, dhabith dan tidak diragukan

lagi bahwa mereka telah bertemu dan mendengar langsung. Untuk itu periwayatan

ini dapat dikatakan telah memiliki sanad yang bersambung (muttasil).

Sedangkan ketika melihat pada sanad dalam periwayatan Ibnu Majjah,

maka terdapat perbedaan pada satu perawi, yaitu 'Ubaidillah bin Walid al-

Washafi. Yang dalam pandangan beberapa ulama' Ia merupakan perawi yang

mempunyai daya ingatan lemah. Di antaranya adalah Abu Hatim al-Razi, Nasa'i,

Yahya bin Mu'in.93 Dari sini kemudian terlihat bahwa dalam periwayatan Ibnu

Majjah terdapat 'illat pada sanad. Namun jika melihat pribadi 'Ubaidillah sendiri

yang pernah belajar hadits Rasulullah saw kepada Muharib,94 hal ini tidak

menutup kemungkinan bahwa Ia telah mendengar hadits yang diriwayatkan dari

gurunya dan bertemu secara langsung.

Dari sini dapat dikatakan bahwa perawi dalam sanad Abu Daud memiliki

tingkatan perawi yang tsiqah dan bersambung, sehingga kedudukannya lebih

tinggi dibanding dengan periwayatan Ibnu Majjah yang di dalam sanadnya

terdapat seorang perawi yang masih dipertanyakan dan lemah dalam periwayatan

yang menyebabkan terdapat 'illat.

Sehingga pada kajian matan ini dapat dipahami bahwa hadits yang

diriwayatkan oleh Abu Daud tidak terdapat bertentangan dengan ayat-ayat al-

Qur an, melainkan hadits tersebut sebagai penjelas atas hukum dari talak itu

93Abu Hatim al-Razi. Op. Cit., 50-51. 94CD, Mawsu'ah al-Hadits al-Syarif. Op, Cit.

Page 72: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

sendiri. Dan ketika dibandingkan dengan matan-matan hadits lain juga tidak

terdapat perbedaan dalam makna, serta terhindar dari syadz dan illat.

Page 73: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

BAB IV

KANDUNGAN MAKNA DAN IMPLIKASI HUKUM HADITS

ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ

A. Kandungan Makna Hadits

Pada pembahasan ini lebih menekankan pada analisis kosa kata di dalam

menggali makna yang terkandung dalam hadits. Di awal kalimat pada hadits yang

diriwayatkan oleh Abu Daud mempunyai arti penting dalam memahami hadits

tersebut yaitu kata abghadh, halal, dan talak sendiri sebagai pokok permasalahan.

Istilah abghadh merupakan isim tafdhil dari bentuk awal kata bughdhun

yang mengikuti wazan af'ala, yang dalam hal ini berarti paling dibenci. Sebagai

contoh lain dalam istilah memuliakan diungkapkan dengan kata fadhlun,

sedangkan ketika mengikuti wazan af'ala maka menjadi afdhalu yang berarti lebih

memuliakan.

Istilah benci di sini mempunyai makna lebih global, yakni tidak

berdampak pada ketentuan hukum tetapi ia lebih mengarah ke aspek keimanan

dan akidah. Sebagai contoh dalam hadits Rasulullah saw yang berbunyi:95

Artinya: Diceritakan Abu Walid diceritakan Syu'bah mengkabarkan kepada saya Abdullah bin Abdillah bin Jabrin saya mendengar Anas dari Nabi saw bersabda: Mencintai kaum anshar adalah pertanda keimanan, dan membenci kaum anshar pertanda kemunafikan.

95Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Lu lu wal Marjan 1 (Jakarta: Bina Ilmu, 1996), 24.

Page 74: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Melihat pada pengertian di atas dapat dikatakan bahwa kebencian yang

dijelaskan menggunakan kata bughdhun adalah yang berkaitan dengan masalah-

masalah akhlak dan erat dengan hubungan sosial, yaitu digunakan dalam hal

menjelaskan masalah akidah yang tidak berdampak pada ketentuan hukum fikih,

tetapi hanya berakibat pada tingkatan keimanan seseorang. Sehingga beberapa

ulama mengatakan bahwa talak itu merupakan perbuatan yang terlarang,96 karena

ia merupakan perbuatan yang tercela dan dimurkai oleh Allah SWT.

Selain itu kata benci juga terdapat dalam kata karaha. Istilah ini berbeda

dengan kata baghadha, yakni suatu kata yang penggunaannya lebih ke arah aspek

hukum terhadap hal-hal yang khusus atas suatu masalah. Sebagai contoh dalam

hadits Rasulullah saw yang berbunyi:

Artinya: Diceritakan Zuhair bin Harbi diceritakan Jarir dari Suhail dari Ayahnya dari Abi Hurairah berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah SWT tidak suka kamu banyak omong, banyak tanya, atau banyak minta, dan menyia-nyiakan harta benda".

Penjelasan kata "tidak suka" ini diungkapkan dengan menggunakan kata

yakrahu, yang kemudian berakibat pada keputusan hukum. Yakni menyatakan

bahwa orang yang banyak omong itu dihukumi makruh.97 Dengan demikian dapat

dilihat bahwa telah terdapat perbedaan antara kata baghadha dengan kata karaha,

yakni ia lebih banyak digunakan pada masalah-masalah yang berkaitan hukum

secara langsung. Seperti dalam hadits di atas yang menyatakan bahwa hukum

banyak bicara adalah makruh. Namun dalam kata baghadha banyak digunakan

96Sayyid Sabiq, Op. Cit., 11. 97Masjfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syari'ah (Jakarta: Haji Masagung, 1987), 13.

Page 75: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

dalam masalah umum, seperti keimanan dan akidah seseorang. Untuk itu orang

yang melakukan talak tanpa adanya sebab-sebab yang dibenarkan, maka ia telah

melakukan perbuatan yang tercela.

Sedangkan kata halal berasal dari fi'il madhi ahala yang dalam kamus

populer al-'Isri berarti memperbolehkan.98 Istilah halal ini jika ditinjau dalam ilmu

fikih berarti sesuatu yang oleh syara' boleh dikerjakan dan akan mendapatkan

pahala karena telah meninggalkan perkara yang diharamkan. Adapun istilah halal

ini sering digunakan dalam hal benda, seperti makanan.99 Namun ketika dikaitkan

dengan ushul fikih, maka terdapat tiga macam hukum yang mempunyai makna

boleh dilakukan yakni sunnah, mubah, dan makruh.

Sunah sendiri merupakan suatu anjuran dalam agama untuk melaksanakan

sesuatu tetapi tidak sampai pada tingkatan wajib, dengan konsekuensi akan

mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak mendapat hukuman. Adapun

makruh merupakan anjuran dalam agama untuk meninggalkan sesuatu dengan

tuntutan tidak pasti atau wajib. Sedangkan mubah merupakan sesuatu yang

diperbolehkan oleh agama untuk ditinggalkan atau dikerjakan. Jadi terdapat suatu

pilihan untuk melaksanakan maupun untuk meninggalkan.100

Istilah makruh dalam pandangan Hanafiyah terbagi menjadi dua macam,

yaitu makruh tahrim, yakni adanya tuntutan agama untuk meninggalkan sesuatu

dengan tuntutan dalil yang pasti, seperti memakai sutra atau cicin emas bagi laki-

98Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Konteporer al-'Isri (Yogyakarta: Multi Karya Grafika), 46. 99Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum & Tata Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), 132. 100Masjfuk Zuhdi, Op. Cit., 10-14.

Page 76: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

laki. Dan makruh tanzih, yakni adanya tuntutan agama untuk meninggalkan

sesuatu dengan tuntutan yang tidak pasti.101

Sudah diketahui bahwa Islam sangat mendorong dan menganjurkan setiap

jalan yang ditempuh untuk dapat menghindari terjadinya talak. Hal ini

menandakan bahwa Islam memandang talak dengan begitu berat, begitu iba, dan

begitu sedih. Dan ketika setiap usaha dan jalan yang ditempuh untuk menghindari

terjadinya talak telah buntu, maka Islam memandang begitu sesal akan terjadinya

talak. Dalam hal ini mau tidak mau talak memang harus terjadi. Maka makna akan

kemurkaan Allah SWT dalam konteks yang demikian, yaitu rasa sesal, rasa sedih,

kecewa, rasa iba, dan sayang akan terjadinya talak. Dengan kata lain kemurkaan

Allah SWT haruslah diterjemahkan sebagai bentuk rasa sesal, sedih, kecewa, iba,

sayangnya Islam. Sebab setiap usaha dan jalan yang ditempuh untuk memperbaiki

struktur rumah tangga ternyata telah buntu. Maka dalam makna yang demikian

itulah terdapat makna kehalalannya.

Perlu dipahami bahwa setiap usaha dan jalan untuk menghindari terjadinya

talak telah buntu, maka di saat itulah talak dibenarkan. Karena dibenarkan maka ia

merupakan perkara yang halal. Dengan demikian jika masih terdapat satu jalan

atau usaha untuk memperbaiki dan menghindari terjadinya talak, maka pilihan

terhadap talak merupakan perbuatan yang terlarang sekaligus dimurkai Allah

SWT. Maksud dilarang yakni sebab usaha atau cara untuk mencegah terjadinya

talak masih dapat ditemukan dan masih dimungkinkan. Adapun murka di sini

karena terjadinya talak dilakukan dengan tergesa-gesa.

101Ibid., 13.

Page 77: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Jika diumpamakan bahwa rumah tangga itu bagaikan sebuah ruangan yang

memiliki satu pintu, yang mana ruangan tersebut harus dibangun dan dirawat

dengan indah ditata dan dibentengi dengan kokoh, sehingga membuat orang yang

ada di dalamnya merasa nyaman dan betah. Namun jika bangunan ruangan

tersebut sudah tidak nyaman lagi untuk ditempati, karena melihat ruangan yang

sudah kotor dan tidak terawat sehingga tidak mungkin untuk ditempati, maka

bagaimana mungkin ia bisa keluar tanpa adanya pintu. Maka keberadaan pintu ini

sangat diperlukan.

Begitu juga dengan talak ini merupakan pintu dalam rumah tangga yang

sudah tidak mampu untuk diselamatkan lagi, agar ia tidak terjebak untuk lompat

jendela (seperti selingkuh) atau mendobrak dinding (seperti berzina), maka Allah

SWT memberikan jalan keluar yang terbaik agar ia tidak melompati jendela atau

menghancurkan pagar dinding tersebut dengan talak (perceraian). Namun

demikian tidak mudah seorang dalam melakukan talak. Ia tidak boleh tergesa-gesa

dalam memutuskan hubungan pernikahan sebelum mencari jalan keluar yang lain.

Dengan demikian istilah halal tetapi sangat dibenci dalam talak ini

merupakan bentuk rambu-rambu bagi suami istri agar menjaga dan membina

keutuhan rumah tangga dengan menciptakan suasana yang harmonis dan penuh

kasih sayang, dan menghindari tindakan kekerasan, kekejaman, dan kebrutalan

yang dapat meluluhkan hubungan rumah tangga. Sekaligus melarang pasangan

suami istri untuk terjebak pada perilaku-perilaku menyimpang (seperti selingkuh

atau berzina). Akan tetapi jika hubungan tersebut tidak lagi bisa dipertahankan

dan agar suami istri tidak terjebak pada perilaku yang menyimpang maka Islam

menghalalkan terjadinya talak sebagai jalan keluar yang terakhir.

Page 78: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Sedangkan yang dibenci adalah pergaulan rumah tangga yang jelek,

pertengkaran, kekerasan, yang akan mengakibatkan pada permusuhan yang

kemudian ketergesa-gesaan dalam melakukan talak. Karena melihat dalam Islam

sendiri selalu menjunjung tinggi rasa perdamaian dan kasih sayang dan

mengenyampingkan sikap egoisme.

B. Implikasi Hukum

Terkait dengan pembahasan hadits ini al-Khatabi berpendapat bahwa

istilah makruh dalam talak ini merupakan bentuk kebencian akan perbuatan-

perbuatan yang menyebabkan terjadinya talak, seperti pergaulan rumah tangga

yang buruk, dan banyak terjadi perpecahan yang akan membawa ke arah

terjadinya talak. Jadi bukan pada talak itu sendiri karena Allah SWT telah

membolehkan terjadinya talak,102 setelah ia menjadi jalan keluar yang terakhir dan

didasari dengan alasan-alsan yang dibenarkan. Hal ini melihat pada perilaku

Rasulullah saw yang pernah mentalak istrinya Hafsah namun kemudian

merujuknya kembali.

Pendapat ini sejalan dengan apa yang diutarakan oleh syaikh Mansyur Ali

Nashif, Ia mengatakan bahwa sesungguhnya talak itu dibenci mengingat Allah

SWT membenci penyebab-penyebab yang mendorong kearah terjadinya talak.103

Kemudian dalam pandangan Sayyid Sabiq maksud dari kebencian ini

yakni pada perbuatan yang menyepelekan dan mempermainkan hukum Allah

SWT. Karena perkawinan merupakan ikatan suci yang penuh dengan

kemaslahatan dan kebaikan. Sehingga tidak sepatutnya untuk dirusak atau

102Syamsul Haq al-'Azimabadi, Op. Cit., 226. 103Mansyur Ali Nashif, Op. Cit., 1024.

Page 79: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

disepelekan.104 Pendapat ini juga sejalan dengan pandangan Mahmoud Syaltout

dan M Ali as-Syais yang mengatakan bahwa talak itu dilarang karena di dalamnya

terdapat makna kufur terhadap nikmat nikah, merobohkan tujuannya, dan

menyakiti pihak istri dan keluarga serta anak-anaknya.105

Selain itu menurut Hasan Ayyub kemakruhan terhadap talak ini karena ia

telah memutuskan hubungan pernikahan yang menghasilkan kebaikan yang

memang disunatkan.106

Merujuk pada pendapat di atas bahwa al-Khatabi lebih menyoroti pada

masalah abghadh, yakni Ia mengartikan kebencian atas talak itu pada jeleknya

pergaulan dalam rumah tangga yang akan menyebabkan perpecahan.

Sedangkan pada pendapat Sayyid Sabiq Ia mengartikan abghadh dengan

mudahnya seorang suami istri dalam memutuskan hubungan pernikahan, yakni

tanpa mencari solusi dan jalan keluar lain sebelum bercerai. Ini yang kemudian

oleh Allah SWT sangat dibenci karena ia dianggap telah mempermainkan hukum

dan nikmat Allah SWT yang terdapat dalam pernikahan.

Dari sini kemudian dapat dipahami bahwa tidak semua perbuatan halal itu

selalu disukai, akan tetapi dibagi menjadi dua, yakni ada yang dibenci dan ada

yang disukai.

Selain itu kebencian terhadap talak ini juga diarahkan pada akibat-akibat

yang ditimbulkan nantinya, seperti kehidupan terhadap anak, perpecahan, maupun

harta-hartanya. Karena mengingat pernikahan bertujuan untuk membentuk suatu

104Sayyid Sabiq, Op. Cit., 9. 105Mahmoud Syaltout, M. Ali as-Syais, Perbandingan Mazhab dalam Masalah Fikih (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), 146. 106Hasan Ayyub, Fikih Keluarga (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), 209.

Page 80: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

keluarga yang sejahtera dan untuk selama-lamanya. Selain itu dalam Islam juga

mengajarkan untuk selalu melaksanakan perdamaian dalam rumah tangga maupun

dalam hal yang lain.107 Dari sini kemudian terlihat bahwa talak sendiri telah

bertentangan dengan asas-asas dalam Islam.

Melihat pada kandungan makna hadits yang menjelaskan bahwa maksud

dari kebencian ini yaitu pada pergaulan rumah tangga yang buruk, tidak harmonis,

sering terjadi pertengkaran dan perpecahan, yang kemudian ketergesa-gesaan

dalam melakukan talak. Dengan demikian kebencian di sini tidak berdampak pada

ketentuan hukum melainkan kebencian terhadap orang yang melakukan talak itu

sendiri dengan tegesa-gesa tanpa mencari jalan untuk mencegah dan menghindari

terjadinya talak terlebih dahulu, yang pada hakekatnya ia telah melakukan

perbuatan yang tercela dalam agama.

Sedangkan talak sendiri sesunguhnya tidak dibenci dalam Islam, karena ia

merupakan bentuk jalan keluar terakhir yang ditawarkan oleh Islam, dan

Rasulullah saw sendiri pernah mentalak salah satu istrinya, dan beliau juga pernah

menyuruh Ibnu Umar untuk mentalak istrinya.

Dalam hal sebagai jalan keluar yang terakhir inilah maka maksud dari

kehalalan yang terdapat dalam talak. Dan juga sebagai catatan bagi suami istri

agar selalu menghayati makna dan hakikat dari pernikahan yang ditujukan untuk

selama-lamanya dan menciptakan hubungan rumah tangga yang harmonis dan

penuh kasih sayang.

107A. Rahman I. Doi, Op Cit,. 221.

Page 81: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud ini memiliki sanad yang

bersambung dan para perawinya memiliki daya ingatan yang kuat dan

pemahaman terhadap agama yang mendalam (tsiqah). Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa hadits ini bisa diterima dan diamalkan karena ia termasuk

hadits ahad yang masyhur.

2. Kandungan makna dari hadits, sesuatu halal yang paling dibenci Allah SWT

adalah talak ini yaitu kebencian yang tidak sampai pada kedudukan haram. Ia

hanya sebagai rambu-rambu bagi suami istri untuk tidak main-main dengan

ikatan pernikahan, yang mana di dalamnya penuh dengan kemaslahatan dan

kebaikan. Sehingga tidak selayaknya untuk dipermainkan atau disepelekan.

Dan adapun kebencian ini tidak pada talak sendiri, melainkan pada penyebab-

penyebab yang mendorong kearah terjadinya talak dan ketergesa-gesaan

seorang dalam melakukan talak. Selain itu kebencian ini tidak berdampak

pada ketentuan hukum, akan tetapi ia masuk dalam perbuatan yang tercela.

3. Implikasi hukum dari hadits ini adalah talak itu merupakan perkara yang

mubah dan boleh dilakukan. Akan tetapi Allah SWT sangat membenci akan

pergaulan dalam rumah tangga yang jelek dan penuh kekerasan yang

mengakibatkan pada permusuhan. Sehingga talak ini boleh dilakukan sebagai

jalan keluar yang terakhir dan didasari dengan alasan-alasan yang kuat.

Page 82: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Karena mengingat tujuan perkawinan adalah membina rumah tangga yang

sakinah, mawadah, wa rahmah.

B. Saran

Talak merupakan bagian dari permasalahan kehidupan rumah tangga bagi

suami istri yang sudah tidak mampu mempertahankan keutuhannya. Ia merupakan

perbuatan yang halal namun sangat dibenci oleh Allah SWT. Adanya kebencian di

sini telah mengundang pertanyaan yang membutuhkan suatu kajian lebih dalam.

Untuk itu disarankan kepada para pemikir Islam untuk lebih aktif dalam

melakukan kajian-kajian, yang terutama dalam bidang hukum, guna menghadapi

berbagai macam problem baru yang belum ada pada masa lalu. Dengan demikian

sangat diperlukan seorang pemikir yang senantiasa menggunakan daya ijtihadnya

dalam menjawab permasalahan yang ada.

Page 83: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Hasjim (2004) Kritik Matan Hadits.Yogyakarta: TERAS.

Abdul Baqi, Muhammad Fuad (1996) al-Lu lu wal Marjan 1. Jakarta: Bina Ilmu.

Ali, Mohammad Daud (2000) Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum & Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Al-Asqalani, Ibnu Hajar (1984) Tahdzib al-Tahdzib jilid 10. Beirut: Darul Fikr.

Al-'Azimabadi, Syamsul Haq. 'Awn al-Ma'bud Syarh Abi Daud. Beirut: Darul Fikr.

Al-Razi, Abu Hatim. al-Jarh wa al-Ta'dil jilid 2. Beirut: Darul Fikr.

Assa'idi, Sa'dullah (1996) Hadits-Hadits Sekte. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

As-Siddieqy, Muhammad Hasby (2005) Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Al-Sijistani, Abu Daud Sulaiman. Sunan Abu Daud. Beirut: Darul Fikr.

Al-Qazwani, Abu Abdullah Muhammad bin Yazid (1990) Sunan Ibnu Majjah. Beirut: Darul Fikr.

Al-Qur an al-Karim.

Ayyub, Hasan (2001) Fikih Keluarga. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.

Azami, Muhammad Mustafa (1996) Metodologi Kritik Hadits. Bandung: Pustaka Hidayah.

_______________________ (1993) Memahami Ilmu Hadits, Telaah metodologi dan literatur hadits. Lentera.

Azwar, Syaifudin (1999) Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bustamin, Salam M Isa H.A (2004) Metodologi Kritik Hadits. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

CD, Mawsu'ah al-Hadits al-Syarif.

CD, Maktabah al-Hadits al-Syarif, Kitab Tahdzib al-Kamal

Page 84: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Doi, A. Rahman I (2002) Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah, Syari'ah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Fahmi, AH. Akrom (1990) Ilmu Nahwu dan Sharaf 3, Tata Bahasa Arab. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hasan, A Qadir (1994) Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: Diponegoro.

Husnan, Ahmad (1993) Kajian Hadits Metode Takhrij. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.

Ismail, Syuhudi (1992) Metodologi Penelitian Hadits Nabi. Jakarta: Bulan Bintang.

Laelasari, Nurlailah (2006) Kamus Istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia.

Madjid Ahmad Abdul (1994) Mata Kuliah Ushul Fiqih. Pasuruan: Garoeda Buanan Indah.

Mardalis (1999) Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Muhdlor, Ahmad Zuhdi. Kamus Konteporer al-'Isri. Yogyakarta: Multi Karya Grafika.

Nashif, Mansyur Ali (1993) Pokok-Pokok Hadits Rasulullah saw Jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sabiq, Sayyid (1993) Fikih Sunnah 8. Bandung: al-Ma arif.

Soemiyati (1999) Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan. Yogyakarta: Liberty.

Saefullah,Yusuf. Sumarna, Cecep (2004) Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian (1984) Metode Penelitian Survei. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sudarsono (2001) Pokok-Pokok Hukum Islam. Jakarta: Rineka Cipta.

Suparto, Munzier (2003) Ilmu Hadits. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syamsuddin, Sahiron dkk (2003) Hermeneutika al-Qur an Mazhab Yogya. Yogyakarta: Islamika.

Page 85: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

Syaltout Mahmoud, as-Syais M. Ali (1985) Perbandingan Mazhab dalam Masalah Fikih Jakarta: Bulan Bintang.

Yaqub, Ali Mustafa (1995) Kritik Hadits. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Zuhdi, Masjfuk (1987) Pengantar Hukum Syari'ah. Jakarta: Haji Masagung.

Page 86: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

LAMPIRAN

Skema Sanad Hadits Tentang Kemakruhan Talak

Page 87: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4223/1/03210065.pdf · ANALISIS HADITS ABGHADH AL-HALAL ILA ALLAH AL-THALAQ DITINJAU DARI PERSPEKTIF ILMU

BUKTI KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Ambyah Krisbiantoro

Nim/ Fakultas : 03210065/ Syari'ah

Pembimbing : Dr. Umi Sumbulah, M.Ag

Judul Skripsi : Analisis Hadits Abghadh al-Halal ila Allah al-Thalaq

Ditinjau dari Perspektif Ilmu Hadits

No Tanggal Materi konsultasi TTD pembimbing

1 20-06-2007 Mengajukan proposal

2 27-06-2007 ACC proposal

3 08-11-2007 Konsultasi bab I, II, III, IV, V

4 04-12-2007 Revisi bab I, II, III, IV, V

5 08-12-2007 ACC

Malang, 8 Desember 2007

Mengetahui,

Dekan Fakultas Syari'ah

Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag

NIP. 150 216 425