fakultas ilmu dan teknologi kebumian - meteo.itb.ac.id · untuk memisahkan gas dan minyak tersebut...

10
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi © 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.

Upload: trandat

Post on 12-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - meteo.itb.ac.id · untuk memisahkan gas dan minyak tersebut adalah gas compressor . Proses pemisahan tersebut akan ... • Daerah angin inlet

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Program Studi Meteorologi

© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

PENERBITAN ONLINE AWAL

Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.

Page 2: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - meteo.itb.ac.id · untuk memisahkan gas dan minyak tersebut adalah gas compressor . Proses pemisahan tersebut akan ... • Daerah angin inlet

1

Simulasi Sebaran NO2 Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)

Model Fluent dengan Input Model WRF (Studi Kasus : PT. Chevron Pacific Indonesia Minas, Riau)

WINDA MULIANDARI, ZADRACH L. DUPE

Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK

Pada kawasan industri perminyakan terjadi suatu proses pemisahan antara gas dan minyak. Alat untuk memisahkan gas dan minyak tersebut adalah gas compressor. Proses pemisahan tersebut akan mengelurkan emisi, yaitu NO2. Kondisi ini akan mempengaruhi udara dan lingkungan di sekitar kawasan industri. Oleh karena itu, diperlukan sebuah simulasi mengenai pola penyebran NO2 tersebut. Dalam penelitian ini, model Fluent digunakan untuk melakukan simulasi sebaran NO2 yang keluar dari gas compressor. Sedangkan output model WRF digunakan untuk mengatasi keterbatasan data meteorologi dan analisis kondisi atmosfer pada wilayah kajian. Simulasi penyebaran NO2 dilakukan dalam dua kondisi angin, yaitu kondisi angin kencang (21 Maret 2011) dan kondisi angin lemah (11 Mei 2011). Dari hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa ketika angin kencang sebaran NO2 lebih bergerak ke arah horizontal, sedangkan ketika angin lemah sebaran NO2 lebih bergerak ke arah vertikal.

Kata kunci: model Fluent, NO2, output model WRF

1. Pendahuluan

Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi terpenting dalam kehidupan manusia. Indonesia sendiri masih sangat bergantung pada industri perminyakan dalam sektor perekonomian, baik untuk perolehan devisa maupun untuk mencukupi energi di dalam negeri.

Pada proses pengambilan minyak mentah, komposisi fluida yang diangkat adalah 99% berupa air, 0,8% minyak mentah, dan 0,2% sisanya berupa associated gas (gas yang terbawa) seperti CH4, CO2, N2, H2S, dan gas lainnya. Gas-gas tersebut masih mengandung minyak, sehingga untuk memaksimalkan hasil produksi, maka akan masuk ke dalam sebuah alat pemisah gas dan minyak, yang bernama gas compressor.

Proses pemisahan tersebut akan mengeluarkan emisi, sehingga dapat merusak kondisi udara dan lingkungan di sekitar kawasan industri. Salah satu emisi yang dikeluarkan adalah NO2. Gas NO2 memiliki bau yang sangat menyengat, dan pada konsentrasi tinggi, saluran pernafasan akan mengalami peradangan yang akut (Soemirat, 1994).

Aspek meteorologi seperti angin, temperatur, dan kelembaban menjadi salah satu bagian penting dalam proses pencemaran udara. Arah dan kecepatan angin menunjukkan penyebaran dan fluktuasi konsentrasi pencemar di atmosfer (Aditiawarman, 2007). Penurunan temperatur terhadap ketinggian (lapse rate) dapat medapat menunjukkan tingkat kestabilan atmosfer. Semakin negatif nilai lapse rate,

maka kondisi atmosfer semakin tidak stabil, sedangkan jika lapse rate bernilai positif maka kondisi atmosfer stabil.

Dalam penelitian ini, tidak terdapat data-data meteorologi yang diukur langsung pada wilayah kajian. Untuk mengatasi kondisi tersebut maka digunakan output dari model Weather Research Forecast (WRF) yang didapat setelah melakukan teknik downscalling hingga resolusi 1 km. selain digunakan sebagai input kondisi batas pada model Fluent, output model WRF digunakan pula untuk menganalisis kondisi atmosfer yang mempengaruhi pola penyebaran NO2.

Model Fluent merupakan salah satu jenis progran Computational Fluid Dynamics (CFD) yang menggunakan metode volume beda hingga (ANSYS, 2011). Model ini sangat berguna untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan aliran fluida (Duffin, 2006 dalam Prasanto, 2008). Dengan memanfaatkan kemampuan tersebut, maka dalam penelitian ini model Fluent akan digunakan untuk mensimulasi sebaran NO2 dari gas compressor .

2. Data dan Metode

Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu data utama dan data verifikasi. Data utama, diantaranya adalah data meteorologi (kecepatan angin, arah angin, dan temperatur), data fisik cerobong gas compressor, dan data laju emisi. Data meteorologi merupakan data

Page 3: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - meteo.itb.ac.id · untuk memisahkan gas dan minyak tersebut adalah gas compressor . Proses pemisahan tersebut akan ... • Daerah angin inlet

2

NCEP FNL1, sedangkan data fisik cerobong gas compressor (Tabel 2.1.) dan laju emisi didapat dari PT. Chevron Pacific Indonesia. Laju emisi NO2

sebesar 701.451 g/s. Sedangkan data verifikasi adalah citra satelit MTSAT IR-4, yang digunakan untuk melakukan analisa spasial kondisi temperatur wilayah kajian dengan kondisi perawanan.

Tabel 2.1. Data fisik cerobong gas compressor

Ketinggian cerobong gas compressor

15 meter

Diameter cerobong gas compressor

3 meter

Temperatur gas 371.1 OC Waktu yang digunakan untuk menjalankan

model WRF adalah pada tanggal 21 Maret 2011 dan 11 Mei 2011. Pemilihan waktu ini berdasarkan data kecepatan angin harian hasil reanalisis NCEP dengan resolusi spasial 2.5°, kecepatan angin maksimum (kencang) adalah 3.4 m/s, yaitu pada tanggal 21 Maret 2011, sedangkan kecepatan angin minimum (lemah) adalah 0.1 m/s, yaitu pada tanggal 11 Mei 2011(Gambar 2.1.). Selain itu, penilihan tanggal dalam tugas akhir ini disesuaikan dengan pengukuran emisi NO2 yang dilakukan oleh PT. Chevron Pacific Indonesia pada periode 1, Semester 1 (Januari – Juni) tahun 2011.

Gambar 2.1. Kecepatan angin pada Kecamatan Minas bulan Januari – Juni 2011

Dalam penelitian ini, teknik downscallling

menggunakan model WRF digunakan untuk mendapatkan data kecepatan angin, arah angin, dan temperatur . Input yang digunakan untuk melakukan downscalling tersebut adalah data FNL. Downscalling dilakukan sebanyak sebanyak 4 kali (4 domain), dengan resolusi domain pertama sebesar 27 km, domain kedua sebesar 9 km, domain ketiga sebesar 3 km, dan domain ke-empat sebesar 1 km.

1National Center for Atmospheric Research – CISL Reserch Data

Archive website. Halaman ds083.2: NCEP FNL Operational Model Global Tropospheric Analyses, continuing from July 1999 (link: http://rda.ucar.edu/datasets/ds083.2/)

Gambar 2.2. Downscalling wilayah Minas

Proses selanjutnya adalah membuat geometri dan menshing menggunakan software GAMBIT (Geometry and Mesh Building Intelligent Toolkit), yang merupakan salah satu software pendukung dari model Fluent. Geometri yang digunakan berbentuk 2 Dimensi dengan ukuran 1000 m x 500 (Gambar 2.3.)

Gambar 2.3. Geometri sebagai inputan pada model Fluent

Setelah tahap pembuatan geometri, proses selanjutnya dalah pendefinisian kondisi batas. Kondisi – kondisi batas tersebut antara lain :

• Daerah angin inlet dengan jenis kondisi batas sebagai Velocity Inlet, merupakan daerah inputan untuk data profil angin dan temperatur.

• Daerah cerobong dengan jenis kondisi batas Mass Flow Inlet merupakan daerah inputan untuk tempat keluarnya emisi NO2.

• Daerah dinding atas dengan jenis kondisi batas sebagai Simetry yang diasumsikan bahwa kondisi udara di luar dan di dalam bidang domain dianggap sama

• Daerah tanah dan dinding cerobong dengan jenis kondisi batas Wall yaitu daerah batas dalam model dengan karakteristik solid (padat).

• Daerah outlet dengan jenis kondisi batas sebagai Pressure Outlet yaitu daerah batas tempat keluarnya aliran dalam model.

Pada pendefinisian tersebut, nilai kecepatan angin dan temperatur udara yang didapat dari model WRF digunakan sebagai input kondisi batas pada velocity inlet. Sedangkan pada pressure outlet nilai dari output WRF yang digunakan hanyalah nilai temperatur udara saja.Proses selanjutnya dalah menentukan kondisi material (senyawa kimia), inisialisasi solusi, dan proses iterasi.

Penggunaan output WRF dalam model Fluent telah dilakukan oleh beberapa penelitian, seperti Kartens dan Gallus (2008) untuk melakukan simulasi angin, Kusumo (2012) untuk melakukan prediksi angin di Jembatan Suramadu, dan Jeong dkk., (2007) untuk melakukan

Page 4: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - meteo.itb.ac.id · untuk memisahkan gas dan minyak tersebut adalah gas compressor . Proses pemisahan tersebut akan ... • Daerah angin inlet

3

simulasi angin yang dipengaruhi oleh SST. Hasil yang didapat menunjukkan model Fluent dengan input model WRF mampu menghasilkan prediksi yang lebih detil dan akurat. 3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Hasil Verifikasi Output WRF dengan Citra Satelit MTSAT IR-4

Berdasarkan hasil output WRF (Gambar 3.1.), kecepatan angin rata-rata pada tanggal 21 Maret 2011 lebih tinggi (4.3 m/s) dibandingkan dengan kecepatan angin pada tanggal 11 Mei 2011 (2 m/s). Kecepatan angin pada tanggal 21 Maret 2011 dikategorikan sebagai angin kencang, sedangkan pada tanggal 11 Mei 2011 dikategorikan sebagai angin lemah.

(a) (b)

Gambar 3.1. Perbandingan output WRF pada tanggal 21 Maret 2011 dan 11 Mei 2011 (a). Kecepatan angin (m/s) dan (b). Temperatur (OC)

Temperatur rata-rata pada tanggal 21 Maret

2011 lebih rendah (25.7 0C) dibandingkan dengan temperatur rata-rata pada tanggal 11 Mei 2011 (28.05 0C). Pada Gambar 4.2., terlihat bahwa temperature black body (TBB) pada tanggal 11 Mei 2011 lebih tinggi, dimana nilai TBB yang tinggi mengindikasikan bahwa wilayah tersebut tidak berawan. Awan merupakan penghalang pancaran sinar matahari ke bummi. Jika suatu daerah terdapat awan, maka panas yang diterima bumi relatif sedikit. Hal ini disebabkan sinar matahari tertutup oleh awan.

(a) (b)

Gambar 3.2.Citra satelit MTSAT IR-4 pukul 13.00 WIB untuk wilayah Pekanbaru (a). 21 Maret 2011; (b) 11 Mei 2011

3.2. Pola Angin Berdasrkan Kontur Ketinggian

Gambar 3.3. menunjukkan pola angin di

wilayah Minas (domain 4) hasil keluaran dari model WRF. Pada gambar 3.3. terlihat bahwa pola angin pada tanggal 21 Maret 2011 maupun tanggal 11 Mei 2011 menunjukkan pola yang sama. Ketika pagi (Gambar 3.3.a dan Gambar 3.3.b) dan siang hari (Gambar 3.3.b dan Gambar 3.3.e) angin dominan adalah angin utara. Sedangkan ketika malam hari (Gambar 3.3.c dan Gambar 3.3.f) angin dominan adalah angin selatan.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 3.3. Pola angin di Kecamatan Minas (domain 4) berdasarkan kontur ketinggian (a) 21 Maret 2011, pkl 07. 00 WIB; (b) 21 Maret 2011, pkl 13.00 WIB; (c) 21 Maret 2011, pkl 19.00 WIB; (d) 11 Mei 2011, pkl 07.00 WIB; (e) 11 Mei 2011, pkl 13.00 WIB; (f) 11 Mei 2011, pkl 19.00 WIB

Perbedaan arah angin ketika siang dan malam disebabkan oleh adanya fenomena angin lembah dan angin gunung. Daerah selatan lebih tinggi dibandingkan daerah utara, sehingga pada pagi dan siang hari daerah selatan lebih banyak menerima radiasi matahari. Hal tersebut menyebabkan temperatur pada daerah selatan menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, ketika pagi dan siang hari angin akan bergerak menuju selatan (angin lembah). Sedangkan pada malam hari kondisi terjadi sebaliknya, dimana daerah selatan lebih cepat melepas panas, sehingga udara akan bergerak dari selatan menuju utara (angin gunung).

TBB (K)

Page 5: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - meteo.itb.ac.id · untuk memisahkan gas dan minyak tersebut adalah gas compressor . Proses pemisahan tersebut akan ... • Daerah angin inlet

4

3.3. Kondisi Stabilitas Atmosfer Berdasarkan Nilai Gradien Temperatur Potensial

Gambar 3.4. Gradien temperatur potensial (a) 21 Maret 2011, pkl 07. 00 WIB; (b) 21 Maret 2011, pkl 13.00 WIB; (c) 21

Maret 2011, pkl 19.00 WIB; (d) 11 Mei 2011, pkl 07.00 WIB; (e) 11 Mei 2011, pkl 13.00 WIB; (f) 11 Mei 2011, pkl 19.00 WIB

Pada pagi hari (Gambar 3.4.a dan Gambar

3.4.d) temperatur potensial meningkat terhadap ketinggian, dengan ∂θ/∂z sebesar 0.007 untuk tanggal 21 Maret 2011, dan 0.006 untuk tanggal 11 Mei 2011. Karena nilai ∂θ/∂z > 0, maka kondisi atmosfer pada pagi hari untuk kedua tanggal tersebut adalah stabil. Sedangkan pada siang hari, temperatur potensial menurun terhadap ketinggian. Penurunan temperatur potensial terhadap ketinggian ini menyebabkan ∂θ/∂z bernilai negatif, yaitu sebesar -0.000398 untuk tanggal 21 Maret 2011, dan -0.00033 untuk tanggal 11 Mei 2011. Kondisi ini menunjukkan baahwa atmosfer pada siang hari tidak stabil.

Pada malam hari, temperatur potensial kembali naik terhadap ketinggian, dengan nilai ∂θ/∂z sebesar 0.0063 untuk tanggal 21 Maret 2011 dan 0.0022 untuk tanggal 11 Mei 2011. Kondisi ini menunjukkan bahwa atmosfer pada malam hari adalah stabil.

Perbedaan intensitas matahari yang diterima permukaan bumi pada pagi, siang, dan malam hari merupakan faktor utama yang menyebabkan perbedaan stabilitas atmosfer. Ketika pagi hari

permukaan bumi mulai terpanasi oleh radiasi matahari. Pemanasan maksimum terjadi pada siang hari dan menyebabkan atmosfer menjadi tidak stabil, sedangkan pada malam hari atmosfer kembali menjadi stabil karena tidak adanya pemanasan dari radiasi matahari.

3.4. Hasil Simulasi Sebaran NO2

3.4.1. Hasil Simulasi Sebaran NO2 Pada Tanggal 21 Maret 2011

a. Simulasi Pagi Hari

Pada pukul 07.00 WIB, temperatur permukaan sebesar 23.2 oC dengan kecepatan angin mencapai 5.7 m/s. Pada ketinggian 100 hingga 200 meter, kecepatan angin semakin bertambah yaitu mencapai 7.3 m/s (Gambar 3.6.). Penambahan kecepatan angin ini disebabkan oleh adanya radiasi matahari yang memanasi permukaan, sehingga terjadi perbedaan tekanan dan menimbulkan peningkatan kecepatan angin. Tingginya kecepatan angin tersebut

Page 6: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - meteo.itb.ac.id · untuk memisahkan gas dan minyak tersebut adalah gas compressor . Proses pemisahan tersebut akan ... • Daerah angin inlet

5

menahan gerak sebaran NO2 ke arah vertikal (NO2 lebih bergerak ke arah horizontal), seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Pola sebaran NO2 pada kasus angin kencang (21 Maret 2011) pukul 07.00 WIB (pagi hari)

Gambar 3.1. Vektor kecepatan angin (m/s) tanggal 21 Maret 2011 pukul. 07.00 WIB (pagi hari)

Pada Gambar 3.4.a, terlihat gradien temperatur

potensial (∂θ/∂z) pada ketinggian 231 meter hingga 500 meter lebih tinggi (0.00986) dibandingkan gradien temperatur potensial pada ketinggian di bawah 231 meter (0.0032). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa udara pada ketinggian di atas 231 meter lebih stabil, sehingga massa udara pada lapisan udara di atas 231 meter lebih berat. Oleh karena itu, pergerakan udara secara vertikal menjadi lemah dan NO2 lebih bergerak ke arah horizontal. Gambar 3.7. Profil Vertikal temperatur gas NO2 tanggal 21 Maret 2011 pukul 07.00 WIB pada jarak 1000 meter b. Simulasi Siang Hari

Berdasarkan nilai gradien temperatur potensial (Gambar 3.4.b), terlihat kondisi atmosfer pada siang hari tidak stabil (∂θ/∂z < 0). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa udara pada ketinggian 131 meter hingga 231 meter lebih tidak stabil dibandingkan dengan kondisi udara di bawah

ketinggian 131 meter. Hal ini mengakibatkan NO2 dapat bergerak ke arah vertikal, karena massa udara di permukaan lebih berat dibandingkan dengan massa udara di atasnya. Namun, gradien temperatur potensial pada ketinggian di atas 231 meter menunjukkan bahwa kondisi udara netral (∂θ/∂z = 0), sehingga sebaran NO2 hanya mampu mencapai ketinggian 231 meter (Gambar 3.8.). Gambar 3.8. Pola sebaran NO2 pada kasus angin kencang

(21 Maret 2011) pukul 13.00 WIB (siang hari) Gambar 3.9. Vektor kecepatan angin (m/s) tanggal 21 Maret

2011 pukul 13.00 WIB (siang hari) Temperatur permukaan pada siang hari sebesar

30.7oC, dengan kecepatan angin sebesar 3.6 m/s. Dibandingkan dengan pagi hari, kecepatan angin pada siang hari mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pada pukul 13.00 WIB pemanasan permukaan oleh matahari sudah merata sehingga tidak terjadi perbedaan tekanan di berbagai tempat. Tingginya temperatur pada siang hari menimbulkan adanya turbulensi termal, yang menyebabkan sebaran NO2 dapat bergerak secara vertikal (Gambar 3.9.). Konsentrasi NO2 pada jarak 1000 meter dan ketinggian 250 meter konsentrasi NO2 mengalami penurunan menjadi 1554.1 µg/m3 (0.0000714kmol/m3) c. Simulasi Malam Hari

Pada Gambar 3.4.c, terlihat gradien temperatur potensial (∂θ/∂z) pada ketinggian 231 meter hingga 500 meter lebih tinggi (0.00756) dibandingkan gradien temperatur potensial pada ketinggian di bawah 231 meter (0.0044). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa udara pada ketinggian di atas 231 meter lebih stabil, sehingga massa udara pada lapisan udara di atas 231 meter lebih berat. Oleh karena itu, pergerakan udara secara vertikal menjadi lemah dan NO2 lebih bergerak ke arah horizontal. Namun nilai gradien temperatur

Page 7: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - meteo.itb.ac.id · untuk memisahkan gas dan minyak tersebut adalah gas compressor . Proses pemisahan tersebut akan ... • Daerah angin inlet

6

potensial ketinggian di bawah 231 meter lebih rendah dibandingkan dengan nilai gradien temperatur potensial pada siang hari. Kondisi tersebut menyatakan bahwa ketika malam hari udara di permukaan sedikit tidak stabil, sehingga NO2 dapat bergerak secara vertikal meskipun pergerakannya sangat lemah (Gambar 3.10). Gambar 3.10. Pola sebaran NO2 pada kasus angin kencang

(21 Maret 2011) pukul 19.00 WIB (malam hari)

Kecepatan angin pada pukul 19.00 WIB kembali mengalami peningkatan, yaitu sebesar 4.6 m/s. Pada Gambar 4.13, dapat terlihat bahwa kecepatan angin pada ketinggian 200 hingga 300 meter cukup tinggi (7.3 m/s), sehingga menahan gerak vertikal NO2. Kondisi tersebut menyebabkan NO2 lebih bergerak ke arah horizontal. Selain itu, ketika malam hari temperatur permukaan mengalami penurunan menjadi 26oC, dengan kondisi atmosfer stabil (∂θ/∂z > 0), menyebabkan turbulensi menjadi lemah.

Gambar 3.11. Vektor kecepatan angin (m/s) tanggal 21 Maret 2011 pukul 19.00 (malam hari)

Gambar 3.12. Profil vertikal temperatur gas NO2 (OC)

tanggal 21 Maret 2011 pukul 19.00 WIB pada jarak 800 meter

Berdasarkan profil vertikal temperatur gas NO2

(Gambar 3.12), terjadi kestabilan temperatur (temperatur tetap) pada ketinggian 50 meter hingga 80 meter. Kestabilan nilai temperatur gas ini terjadi r hingga jarak 800 meter. Hal tersebut menyebabkan turbulensi menjadi lemah dan NO2 hanya mencapai ketinggian 150 meter pada jarak 1000 meter, dengan konsentrasi yang kembali meningkat, yaitu sebesar 1563.8 µg/m3 (0.00007193 kmol/m3).

3.4.2. Hasil Simulasi Sebaran NO2 Pada Tanggal 11 Mei 2011

a. Simulasi Pagi Hari

Gambar 3.13. Pola sebaran NO2 pada kasus angin lemah (11 Mei 2011) pukul 07.00 WIB (pagi hari)

Temperatur permukaan pada pagi hari tanggal

11 Mei 2011 sebesar 24.7oC dengan kecepatan angin lemah, yaitu sebesar 1.4 m/s. Pada gambar 3.14 kecepatan angin maksimum (7.3 m/s) terjadi pada ketinggian 350 meter. Tingginya temperatur permukaan dan lemahnya kecepatan angin menyebabkan intensitas turbulensi menjadi lebih tinggi. Hal ini menyebabkan ketika kondisi angin lemah, sebaran NO2 di pagi hari dapat bergerak secara vertikal (Gambar 3.13).

Gambar 3.14 Vektor kecepatan angin (m/s) tanggal 11 Mei 2011 pukul 07.00 WIB (pagi hari)

Pada Gambar 3.4.d, terlihat gradien temperatur

potensial (∂θ/∂z ) pada ketinggian di bawah 231 meter lebih rendah (0.00558) dibandingkan gradien temperatur potensial pada ketinggian di atas 231 meter (0.00867). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa udara di bawah ketinggian 231 meter sedikit tidak stabil, sehingga massa udara dan sebaran NO2 dapat bergerak vertikal. Namun, karena kondisi udara

Page 8: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - meteo.itb.ac.id · untuk memisahkan gas dan minyak tersebut adalah gas compressor . Proses pemisahan tersebut akan ... • Daerah angin inlet

7

pada ketinggian 231 meter hingga 500 meter stabil, maka gerak vertikal udara menjadi lemah. Akibatnya, sebaran menjadi tertahan pada ketinggian tersebut, dan bergerak ke arah horizontal (Gambar 3.13). Ketinggian sebaran NO2 mencapai 450 meter, dan konsentrasi pada jarak 1000 meter sebesar 1739 µg/m3 (0.0000799 kmol/m3). b. Simulasi Siang Hari

Gambar 3.15. Pola sebaran NO2 pada kasus angin lemah (11 Mei 2011) pukul 13.00 WIB (siang hari)

Berdasarkan plot gradien temperatur potensial pada Gambar 3.4.e, terlihat bahwa gradien temperatur potensial (∂θ/∂z) menurun terhadap ketinggian. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingkat kestabilan udara semakin rendah. Hal ini mengakibatkan NO2 dapat bergerak ke arah vertikal, seperti yang terlihat pada Gambar 4.18, karena massa udara di permukaan lebih berat dibandingkan dengan massa udara di atasnya. Selain itu pergerakan NO2 secara vertikal disebabkan pula oleh temperatur udara tinggi (30.7 oC) dan kecepatan angin lemah (1.3 m/s) sehingga menimbulkan turbulensi termal. Adanya turbulensi dapat terlihat pada Gambar 3.16.

Gambar 3.16 Vektor kecepatan angin (m/s) tanggal 11 Mei 2011 pukul 13.00 WIB (siang hari)

Perubahan temperatur tidak sebesar ketika

siang hari. Akibatnya, , turbulensi termal yang terjadi cenderung lebih lemah. Meskipun demikian, sebaran NO2 tetap bergerak secara vertikal dan mampu mencapai ketinggian hingga 400 meter (Gambar 3.17). Pada jarak 1000 meter, konsentrasi NO2 sebesar 1457 µg/m3 (0.000067 kmol/m3).

Gambar 3.17. Profil vertikal konsentrasi NO2 (kmol/m3)

tanggal 11 Mei 2011 pukul 13.00 WIB pada jarak 1000 meter

c. Simulasi Malam Hari Pada Gambar 3.19, dapat terlihat bahwa

kecepatan angin pada ketinggian 200 hingga 300 meter kembali meningkat (7.3 m/s) dibandingkan dengan kecepatan angin pada siang hari. Tingginya kecepatan angin ini menahan gerak vertikal NO2, sehingga NO2 lebih bergerak ke arah horizontal (Gambar 3.18).

Gambar 3.18. Pola sebaran NO2 pada kasus angin lemah (11 Mei 2011) pukul 19.00 WIB (malam hari)

Gambar 3.19 Vektor kecepatan angin (m/s) tanggal 11 Mei 2011 pukul 19.00 WIB (malam hari)

Pada Gambar 3.4.f, terlihat bahwa pada

ketinggian 81 meter hingga 131 meter gradien temperatur potensial (∂θ/∂z) bernilai lebih tinggi (0.0076) dibandingkan gradien temperatur potensial pada ketinggian 131 meter hingga 231 meter (0.0034). Kondisi tersebut menyebabkan NO2 dapat bergerak secara vertikal hingga ketinggian 231 meter. Namun, pada ketinggian di atas 231 meter, nilai gradien temperatur potensial mendekati netral (∂θ/∂z = 0),

Page 9: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - meteo.itb.ac.id · untuk memisahkan gas dan minyak tersebut adalah gas compressor . Proses pemisahan tersebut akan ... • Daerah angin inlet

8

sehingga NO2 tidak mampu lagi bergerak secara vertikal. Kondisi ini menyebabkan sebaran NO2 hanya mencapai ketinggian 250 meter (Gambar 3.18).

Temperatur permukaan ketika malam hari sebesar 31oC, dengan kecepatan angin lemah (1.6 m/s) menyebabkan adanya turbulensi turbulensi termal. Namun, intensitas turbulensi pada malam hari tidak sebesar siang hari. Akibatnya konsentrasi NO2 yang dihasilkan pada jarak 1000 meter kembali meningkat, yaitu sebesar 1521.6 µg/m3 (0.000069579 kmol/m3)

3.5. Perbandingan Simulasi Sebaran NO2

Pada Tabel 3.1, dapat terlihat bahwa kecepatan angin sangat mempengaruhi pola sebaran NO2. Angin dengan kecepatan tinggi akan menahan sebaran NO2 ke arah vertikal, sehingga sebaran NO2 menjadi lebih bergerak secara horizontal. Kondisi angin dengan kecepatan tinggi tersebut dapat terlihat pada tanggal 21 Maret 2011. Sedangkan ketika kecepatan angin lemah (11 Mei 2011), NO2 mampu bergerak lebih vertikal.

Selain dipengaruhi oleh kecepatan angin, pergerakan vertikal sebaran NO2 dipengaruhi juga oleh temperatur dan stabilitas atmosfer. Udara yang tidak stabil memiliki intensitas turbulensi tinggi, sehingga dapat memicu pergerakan kepulan ke arah vertikal. Pada Gambar 3.20 dapat dilihat bahwa nilai gradien temperatur potensial (∂θ/∂z) pada tanggal 21 Maret 2011 lebih besar dibandingkan dengan tanggal 11 Mei 2011. Kondisi ini mengindikasikan bahwa udara pada tanggal 21 Maret 2011 lebih stabil, sehingga massa udara menjadi lebih berat dan sebaran NO2 tidak dapat bergerak secara vertikal

Gambar 3.20. Perbandingan nilai gradien temperatur potensial

Perbedaan nilai kecepatan angin dan keadaan

stabilitas atmosfer akan menghasilkan ketinggian sebaran NO2 yang berbeda pula. Kondisi ini dapat terlihat pada Gambar 3.21, dimana pada tanggal 11 Mei 2011 (kecepatan angin lemah dan udara tidak stabil) sebaran NO2 pada arah vertikal lebih tinggi dibandingkan dengan tanggal 21 Maret 2011.

Gambar 3.21. Perbandingan ketinggian sebaran NO2 pada jarak 1000 meter

Tanggal

Pengamatan

Pagi (07.00 WIB)

Siang (13.00 WIB)

Malam (19.00 WIB)

21 Maret 2011 (Angin Kencang)

11 Mei 2011 (Angin Lemah)

Tabel 3.1. Perbandingan Pola Sebaran NO2

Page 10: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - meteo.itb.ac.id · untuk memisahkan gas dan minyak tersebut adalah gas compressor . Proses pemisahan tersebut akan ... • Daerah angin inlet

9

4. Kesimpulan

Kecepatan angin sangat mempengaruhi pola sebaran NO2 yang keluar dari gas compressor. Ketika kecepatan angin tinggi (21 Maret 2011), pola sebaran NO2 akan bergerak ke arah horizontal. Kondisi udara pada tanggal 11 Mei 2011 lebih tidak stabil dibandingkan dengan kondisi udara pada tanggal 21 Maret 2011. Ketidaksatabilan udara tersebut menyebabkan turbulensi menjadi lebih tinggi, sehingga sebaran NO2 lebih bergerak ke arah vertikal Secara keseluruhan, konsentrasi NO2 masih berada di atas baku mutu udara ambiennya (400 µg/m3) Intensitas turbulensi termal lebih banyak terjadi pada tanggal 11 Mei 2011. Kondisi ini menyebabkan ketinggian sebaran NO2 mencapai 450 meter, sedangkan pada tanggal 21 Maret 2011 ketinggian sebaran NO2 hanya mencapai 150 meter. Selain digunakan sebagai input kondisi batas pada Model Fluent, Model WRF digunakan pula untuk menganalisis kondisi meteorologi pada daerah kajian, sehingga analisa mengenai sebaran NO2 menjadi lebih detil.

REFERENSI

Aditiawarman, Y. (2007). Analisa Penyebaran Polutan di Atas Cekungan Bandung Dengan Menggunakan Model Kualitas Udara. Tugas Akhir S1, Institut Teknologi Bandung, Program Studi Meteorologi, FITB.

ANSYS. (2011). Diakses pada 29 Februari 2012, dari ANSYS Fluent Flow Modelling Simulation Software: http://ansys.com/Products/Simulation+Technology/Fluid+Dynamics/ANSYS+Fluent

Jeong, J. H., Kim, Y. K., Oh, I. B., dan Lee, H. W. (2007). Modeling The Response of Multi-scale Winds In A Mountainous Coastal Region To SST Changes Over The East Sea In Korea.

Kartens, C. D., dan Gallus, W. A. (2008). Simulations of Near Ground Hurricane Winds Influenced By Built Structures.

Kusumo, B. A. (2012). Prediksi Aliran Udara di Jembatan Suramadu dengan Model WRF-CFD. Tugas Akhir S1, Institut Teknologi Bandung, Program Studi Meteorologi, FITB.

Prasanto, B. S (2008). Simulasi Penyebaran Gas SO2 dengan Model Fluent dan Model Difusi Gauss Ganda. Tugas Akhir S1, Institut Teknologi Bandung, Program Studi Meteorologi, FITB.

Soemirat. (1994). Kesehatan Lingkungan.UGM.

Tjasyono, B. (2004). Klimatologi. Bandung: ITB.