faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kut oleh ... · pdf filepengembalian kut oleh...
TRANSCRIPT
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 57
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengembalian KUT oleh Petani Padi Sawah Irigasi Teknis (Studi Kasus di Kecamatan Belitang Kabupaten Ogan Komering Ulu)
Oleh: Fifian Permata Sari
Abstract
The research aims to analyse factors that influence the return of credit for farming operation (KUT) by
farmer of technical irrigation rice field, count distinction income before and after KUT, count KUT
contribution to capital of farming operation, and the correlation with income of farming operation.
Research uses survey method with imbalanced stratified random sampling method and the sample is
divided into 3 types of KUT withdrawal. The result shows that production factor, family expenditure
and farming operation income give distinctive income when the farmer take KUT as capital addition.
The farmer who pays the credit in time, they get Rp 127.315,00/year. In the opposite, the farmer who
does not pay the credit in time, the income decrease. It also happens to the farmer who has not paid the
credit. They get Rp 22.070,80/year and 28.638,01/year each.
Key Words; KUT, technical irrigation, farmer, rice field
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian seperti tanaman pangan dan hortikultura masih tetap menempati posisi
penting sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto (PDO) atau Pendapatan Nasional dan
memiliki kegunaan khas bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian
juga merupakan penyumbang devisa yang besar dan ternyata cukup lentera dalam menghadapi
gejolak moneter dan krisis ekonomi (Sinar Tani, 2000).
Kinerja pembangunan di sektor pertanian termasuk sektor pertanian tanaman pangan dan
hortikultura selama tahun 1999 masih sangat dipengaruhi oleh krisis ekonomi yang masih
berlangsung. Kemerosotan daya beli petani, kemampuan pemerintah untuk mengalokasikan
anggaran pembangunan dan pemanfaatan Kredit Usaha Tani (KUT) yang belum optimal,
merupakan faktor penentu perlu dianalisis lebih lanjut peran dan pengaruhnya terhadap kinerja
tersebut.
KUT merupakan kredit yang diberikan khusus pada para petani yang memerlikan modal
untuk menjalankan usaha taninya. Program KUT diadakan dengan tujuan agar para petani
mendapat bantuan modal untuk usaha taninya, selain itu produksi pertaniannya dapat lebih
ditingkatkan lagi. Keberhasilan pemanfaatan dana KUT tersebut ditunjukkan dengan adanya
peningkatan pendapatan petani sehingga petani mampu mengembalikan pinjaman tepat pada
waktunya.
Dosen Prodi Agrobisnis FP Univ. Baturaja dan Alumni Magister Agrobisnis UNSRI
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 58
Selain itu, KUT merupakan kredit untuk berusaha bagi petani khususnya usaha tani
tanaman pangan seperti padi, jagung dan kedelai, dinilai banyak membantu petani terutama
dalam hal tersedianya modal awal untuk usaha. Modal awal dalam usaha tani tanaman pangan,
padi misalnya, tetap menjadi sasaran utama yang diharapkan bisa terus ditingkatkan
produksinya dengan memanfaatkan penjaman KUT.
Tabel 1.
Sasaran Produksi Pertanian Indonesia Tahun 2000
No. Komoditas Luas
Panen (juta ha)
Sasaran Produksi (juta ton)
Persentase kenaikan
produksi dari tahun lalu (%)
Produktivitas (ku/ha)
I. Tanaman Pangan :
1. Padi 11,90 51,00 2,26 43,00
2. Jagung 3,90 10,50 10,44 27,00
3. Kedelai 1,27 1,50 9,56 11,80
4. Ubi Kayu 1,29 16,44 0,69 127,70
5. Kacang Tanah 0,65 0,72 9,60 11,08
II. Hortikultura :
1. Sayuran 1,03 10,48 6,15 101,77
2. Buah 0,63 9,86 6,15 156,05 Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Sumatra Selatan, 2000
Tabel 1. menunjukkan bahwa padi menempati kedudukan teratas diantara komoditi
lainnya dalam sasaran produksi pertanian Indonesia tahun 2000, di mana sasaran diharapkan
mencapai 51,00 juta ton dengan tingkat produktivitas 43,00 ku/ha karena itu khusus di
Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatra Selatan, KUT yang dikeluarkan untuk komoditi padi
khususnya padi sawah irigari teknis menempati posisi terbanyak di antara komoditi yang lain.
Padi tetap memduduki tempat teratas dalam hal penyaluran dana KUT bila dibanding jenis
komoditi lainnya. Realisasi KUT di kabupaten Ogan Komering Ulu sendiri, untuk musim
tanam 1999/2000 lebih banyak difokuskan pada komoditi padi pada kedelai.
Tabel 2.
Realisasi KUT di Kabupaten OKU untuk Musim Tanam 1999/2000
No. Bank
Penyalur Komoditi
Areal (ha)
KUD/LSM Koptan Klp Tani
Nilai (Rp)
1. BRI Padi 3,479 6 - 138 1.929.607.407
2. BPDSS Padi 5.300 12 13 228 3.011.549.540
3. Bukopin Padi 1.422 1 - 71 2.133.362.000
Kedelai 23 - - 2 44.318.000
Jumlah 10.224 19 13 355 7.118.838.214 Sumber : Sekretariat Satuan Pelaksana Bimas OKU, 2000
Luas lahan tanaman padi khususnya padi sawah irigasi teknis di Sumatera Selatan,
khususnya Kabupaten Ogan Komering Ulu menduduki tempat teratas untuk luas lahan sawah
irigasi teknis yaitu seluas 19.466 ha. Di posisi kedua setelah OKU ditempati oleh Kabupaten
Musi Rawas seluas 3.767 ha, Kabupaten Ogan Komering Ilir seluas 603 ha.
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 59
Tabel 3.
Luas Baku Lahan Sawah Menurut Jenis di Sumatra Selatan Tahun 1999
Jenis Lahan Luas (ha)
OKU OKI Muara Enim
Lahat Mura Muba Palembang Jumlah
Irigasi Teknis 19466 603 - - 3767 - - 238.36
Setengah Teknis 4903 - 1571 6926 4758 - - 18158
Sederhana PU 855 - 126 815 4452 - - 6248
Sederhana non PU 8386 - 7251 20742 4091 - 150 40620
Tadah Hujan 24218 38469 4095 1711 9544 9020 104 87161
Pasang Surut - 26401 - - - 137579 95 164075
Lebak 9343 105156 14210 - 7160 46277 8166 190312 Sumber : Biro Pusat Statistik Sumatra Selatan, 2000
Khusus mengenai penyaluran KUT tahun 1998/1999 sampai dengan tanggal 4 juni 1999
direalisasikan sebesar Rp. 4,69 triliun untuk 3.735.884 petani dengan luas areal 3,86 juta ha.
Total dana KUT Nasional yang telah dicairkan sampai akhir tahun 1999 adalah Rp. 8,2 triliun,
namun pada tahun 2000 tidak ada pencairan dana lagi. Hal ini disebabkan oleh kebijakan
pemerintah yang menetapkan bahwa sumber pendanaan KUT tahun 2000 bersumber dari hasil
pengambilan KUT tahun 1999.
Data di atas meninjukkan bahwa pengam,bilan KUT yang disalurkan pada tahun 1999
banyak mengalami kemacetan, ditaksir pengambilannya hanya 10%, yaitu dari Rp.8,2 triliun
baru dikembalikan Rp. 820 miliar saja, padahal diharapkan dana tersebut bisa kembali karena
untuk kepentingan petani sendiri. Rendahnya pengembalian KUT akan menghambat
pemberian KUT untuk tahun berikutnya.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas maka dapatlah diambil suatu rumusan masalah, yaitu:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengambilan KUT oleh petani.
2. Bagaimana kontribusi KUT itu sendiri dalam modal usaha tani padi, khususnya usaha tani
padi sawah irigasi teknis di Kecamatan Belitang Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan dana KUT oleh petani.
2. Beda pendapatan usaha tani antar pendapatan usaha tani yang memanfaatkan KUT dan
tanpa memanfaatkan KUT sebagai tambahan modal.
3. Kontribusi KUT dalam modal usaha tani.
4. Korelasi antara kontribusi KUT dalam modal usaha tani dengan pendapatan usaha tani.
Hasil penelitian diharapkan berguna bagi semua pihak yang berperan dalam
pengambilan keputusan tentang pinjaman dana KUT dan sebagai bahan pustaka bagi para
peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 60
METODE PENELITIAN
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Belitang Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Penentuan daerah dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa petani
dan variasi pengembalian KUT oleh petani di Kecamatan Belitang paling banyak jumlah dan
variasinya, khususnya untuk musim tanam 1999/2000. Penelitian dan pengumpulan data di
lapangan dilakukan pada bulan Februari 2001 sampai dengan bulan April 2001.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei yang digunakan untuk
menjangkau fakta yang terjadi di lapangan melalui kunjungan dan pengamatan. Dengan
metode ini diharapkan petani contoh di Kecamatan Belitang dapat mewakili petani padi sawah
irigasi teknis di Sumatera Selatan secara keseluruhan.
Metode Penarikan Contoh dan Pengumpulan Data
Metode penarikan contoh yang digunakan pada penelitian ini adalah metode acak
berlapis tak berimbang (disproportionate stratified random sampling) di mana penentuan
petani sampel diambil secara acak dan sama jumlahnya yaitu masing-masing 30 petani dari
populasi petani yang ada di tiga lapisan desa yang terpilih, terdiri dari:
1. Lapisan 1, merupakan desa yang pengembalian kreditnya lancar atau 100%
mengembalikan pinjaman.
2. Lapisan 2, merupakan desa yang pengembalian kreditnya kurang lancar atau <100%
mengembalikan pinjaman.
3. Lapisan 3, merupakan desa yang pengembalian kreditnya tidak lancar atau sama sekali
belum mengembalikan pinjaman KUT.
Variasi pengembalian pinjaman KUT oleh petani (lancar, tidak lancar, belum lunas)
diasumsikan sama-sama diperhitungkan dalam jangka waktu yang sama yaitu satu tahun.
Tabel 4.
Pengambilan Desa Contoh di Lokasi Penelitian
Petani Nama Desa Populasi Petani (Orang) Petani Contoh Yang Diambil
(Orang)
Lapisan 1 Sukanegara 85 30
Lapisan 2 Karangsari 76 30
Lapisan 3 Sukosari 90 30
Jumlah 251 90
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer.
Data primer diperoleh dari petani contoh dengan menggunakan metode wawancara langsung
dan mengisi daftar pertanyaan, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang
berhubungan dengan kegiatan penelitian.
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 61
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah secara tabulasi dan dijelaskan secara deskripsi. Hipotesis
pertama diuji dengan menggunakan regresi linear. Secara umum pengembalian KUT oleh
petani di Kecamatan Belitang.
Pkut = f (X1, X2, X3, D1, D2)
Di mana :
Pkut = Pengembalian KUT (Rp/mt)
X1 = Produksi beras petani (Kg/mt)
X2 = Pengeluaran keluarga petani (Rp/mt)
X3 = Pendapatan usaha tani (Rp/mt)
D1 D2 = Variabel boneka pada variasi pengembalian lancar, tidak lancar dan belum
melunasi KUT.
Gujarati (1988) menyatakan bahwa pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
dianalisis dengan regresi linear berganda. Pengaruh ini diukur karena apabila variabel bebas
mengambil nilai tertentu, ternyata variabel terikat tidak pasti akan berada pada nilai tertentu,
maka akan berada dalam kecenderungan. Model tersebut adalah :
Pkut = 0 + 1 X1 + 2 X2 + 3 X3 + 4 D1 + 5 D2 +
Di mana :
Pkut = Pengembalian KUT (Rp/mt)
X1 = Produksi beras petani (Kg/mt)
X2 = Pengeluaran keluarga petani (Rp/mt)
X3 = Pendapatan usaha tani (Rp/mt)
D1 = Variabel boneka 1
1 = Lapisan petani yang lancar pengembalian KUT-nya
0 = Lapisan petani lainnya
D2 = Varibel boneka 2
1 = Lapisan petani yang tidak lancar pengembalian KUT-nya
0 = Lapisan petani lainnya
= Variabel pengganggu
0 = Konstanta
1-5 = Koefisien regresi
Nilai harapan koefisien regresi yang diharapkan yaitu 0, 1, 2, 3, 4 > 0, karena semakin
besar produksi diharapkan akan semakin memperbesar peluang pengembalian dana KUT,
begitu juga halnya dengan pendapatan usaha tani. Sebaliknya nilai harapan koefisien regresi
yang diharapkan 1 < 0 karena semakin besar pengeluaran keluarga diduga akan semakin
memperkecil pengembalian dana KUT. Nilai harapan koefisien regresi yang diharapkan untuk
5 bisa < 0 atau > 0. Seberapa jauh variabel bebas menjelaskan pengaruhnya (tingkat
kepercayaan) terhadap variabel terikat dalam hal ini pengembalian dana KUT menurut
Sudrajat (1988), dapat dilihat dari determinan regresi yang dilambangkan dengan R2 dengan
persamaan sebagai berikut :
2
2
)(
)ˆ(
YYi
YiY
JKT
JKRR
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 62
Di mana :
R2 = Determinan Regresi
JKR = Jumlah Kuadrat Regresi
JKT = Jumlah Kuadrat Total
Persamaan tersebut menurut Sugianto (1995) juga dapat dicari melalui persamaan berikut :
2
1121
2 ........,.....,,
yi
yixikyixiYiKXXYR k
Menurut Soelistyo (1982), untuk mengetahui apakah persamaan yang telah dirumuskan
bermakna dalam menjelaskan variabel terikat, dalam hal ini pengembalian dana KUT (Pkut)
digunakan uji F (simultan) dengan perumusan hipotesis :
H0 ; i = 2 = ........ n = 0
H1 ; minimal satu i 0
Untuk mendapatkan F hitung digunakan persamaan :
Fhitung = 1 -
1/
/2
2
knei
kyi
Kaidah pengambilan keputusan :
Jika Fhitung Ftabel maka terima H0
Jika Fhitung > Ftabel maka tolak H0
Selanjutnya dilakukan uji t (parsial) untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat, yaitu :
H0 ; i = 0
H1 ; i 0
Perhitungan digunakan persamaan berikut :
thitung =
biS
bi i atau thitung = biS
bi
Di mana :
bi = Parameter dugaan ke-i
Kaidah pengambilan keputusannya :
Jika thitung ttabel maka terima H0
Jika thitung > ttabel maka tolak H0
Hipotesis kedua diuji dengan menggunakan perhitungan selisih pendapatan usaha tani
yang diterima petani saat mendapatkan KUT dan saat tidak mendapatkan KUT :
Pdpkut = Pn – Bp - Ckut – Pk
Pdpkut = Pn – Bp – Pk
Bpdp = Pdpkut – Pdptkut
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 63
Di mana :
Pdpkut = Pendapatan usaha tani dengan KUT sebagai tambahan modal usaha tani (Rp/mt)
Pdptkut = Pendapatan usaha tani tanpa KUT sebagai tambahan modal usaha tani (Rp/mt)
Bpdp = Selisih pendapat usaha tani (Rp/thn)
Pn = Penerimaan petani (Rp/mt)
Bp = Biaya produksi (Rp/mt)
Ckut = Cicilan kredit usaha tani (Rp/mt)
Pk = Pengeluaran keluarga petani (Rp/mt)
Beda pendapatan antara pendapatan usaha tani yang memanfaatkan dengan tanpa
memanfaatkan KUT sebagai tambahan modal di masing-masing daerah penelitian diuji
dengan menggunakan paired sample t test atau uji t untuk dua sampel yang berpasangan,
apakah mempunyai rata-rata yang secara nyata berbeda atau tidak. Sampel berpasangan
(paired sample) menurut Koutsoyiannis (1997), merupakan sampel dengan subyek yang sama
namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda, seperti halnya dengan
mengukur beda pendapatan antara pendapatan dengan KUT dan tanpa KUT dalam penelitian
ini. Hipotesis yang diajukan adalah :
H0 : 1 2
H1 : 1 > 2
Di mana :
1 = Pendapatan usaha tani dengan KUT sebagai tambahan modal
2 = Pendapatan usaha tani tanpa KUT sebagai tambahan modal
Kaidah pengambilan keputusan terhadap pengujian hipotesis ini adalah apabila thitung > ttabel
maka H0 ditolak, artinya antara pendapatan dengan KUT dan tanpa KUT berbeda secara nyata.
Sedangkan apabila thitung < ttabel maka H0 diterima, artinya antara pendapatan dengan KUT dan
tanpa KUT tidak ada perbedaan yang signifikan atau tidak berbeda secara nyata. Nilai thitung
menurut Cooper dan William (1998), dicari dengan menggunakan rumus :
(Pdpkut - Pdptkut)
thitung = -------------------------
Sd / n
Di mana :
Pdpkut = Pendapatan usaha tani dengan KUT sebagai tambahan modal usaha tani (Rp/mt)
Pdptkut = Pendapatan usaha tani tanpa KUT sebagai tambahan modal usaha tani (Rp/mt)
Sd = Simpangan baku
n = Jumlah sampel
Sedangkan Sd didapat dengan menggunakan rumus :
2
2
1
1
ratarata
dddn
S
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 64
Di mana :
X1 = Rata-rata pendapatan dengan pemanfaatan KUT
X2 = Rata-rata pendapatan tanpa pemanfaatan KUT
Sd = Simpangan baku
n = Jumlah sampel
d = Selisih antara X1 dan X2
Hipotesis ketiga diuji dengan menghitung kontribusi dalam modal usaha tani :
Kkut = %100xTmo
Tpj
Di mana :
Kkut = Kontribusi KUT (%)
Tpj = Total Pinjaman KUT (Rp/mt)
Tmo = Total Modal Usaha Tani (Rp/mt)
Hipotesis ke empat diuji untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara
kontribusi KUT dalam modal usaha tani padi dengan pendapatan usaha tani padi, menurut
Hallam (1990) hubungan ini bisa dicari dengan menghitung nilai korelasi antara kedua
variabel tersebut. Nilai korelasi antara kontribusi KUT dalam modal dengan pendapatan usaha
tani dapat dicari dengan menggunakan rumus :
r = 22 BiAi
AiBi
Dimana :
r = Korelasi
A = Kontribusi KUT dalam modal usaha tani (%)
B = Pendapatan usaha tani (Rp/mt)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Kecamatan Belitang merupakan salah satu kecamatan dalam wilayah kerja Pembantu
Bupati II Martapura Kabupaten Ogan Komering Ulu. Secara geografis Kecamatan Belitang
terletak antara 3o LS sampai 4
o LU dan 104
o BT sampai 105
o BB. Secara administratif
Kecamatan Belitang berbatasan langsung dengan Kecamatan Buay Madang, Kabupaten OKI
dan Propinsi Lampung. Jarak Kecamatan Belitang ke pusat kedudukan wilayah kerja
Pembantu Bupati sejauh 55 km, ke ibu kota kabupaten sejauh 80 km, dan ke ibu kota provinsi
sejauh 212 km. Kecamatan Belitang memiliki 58 desa, yang terdiri dari 54 desa swadaya dan 4
desa swakarsa dengan 162 dusun. Desa yang mewakili contoh petani pada penelitian ini
adalah Desa Sukanegara di BK 12, Desa Karangsari di BK 11, dan Desa Sukosari di BK 9,
yang kesemuanya adalah merupakan desa swadaya.
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 65
Keadaan Tanah dan Iklim
Jenis tanah di Kecamatan Belitang, penyebarannya mengikuti perbedaan bahan induk,
relief permukaan tanah dan vegetasi. Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Penelitian Tanah
(LPT) Bogor pada tahun 1970, sebagian susunan tanah di Kecamatan Belitang berbentuk
batuan grabit, diorit, trias, dengan jenis tanah alluvial dan podsolik merah kuning.
Topografi dan jenis tanah di Kecamatan Belitang adalah wilayah datar sampai berombak
sebanyak 87%, dan berombak sampai berbukit sebanyak 13%. Relatif datarnya topografi dan
jenis tanah yang sebagian besar adalah alluvial membuat daerah ini sangat cocok untuk
pengembangan produksi pertanian skala besar terutama padi, apabila setelah dikembangkan
sistem irigasi yang sudah berjalan dengan baik.
Sebagian besar lahan di Kecamatan Belitang merupakan lahan sawah dan sisanya berupa
lahan kering yang dimanfaatkan untuk bangunan rumah dan fasilitas umum (Tabel 5).
Tabel 5.
Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Belitang, 2000
No. Pemanfaatan Lahan Luas (ha) Persentase 1.
2. 3. 4.
Persawahan : a. Irigasi teknis b. Irigasi setengah teknis c. Tadah hujan Tanah Kering Perumahan dan bangunan Fasilitas umum : a. Lapangan olah raga b. Pemakaman umum
10.387,25 3.025,00 6.247,00 9.917,00
24.150,00
1.000,00 75,00
18,96 5,52
11,39 18,09 44,07
1,83 0,14
Jumlah 54.801,25 100,00 Sumber : Kantor Kecamatan Belitang, 2000. Data Monografi Kecamatan Belitang
Keadaan iklim di Kecamatan Belitang menurut klasifikasi Schmid dan Ferguson
termaduk tipe iklim A di mana rata-rata curah hujan mencapai 1.901 mm/th dengan suhu
udara bervariasi antara 21oC sampai dengan 34
oC dan rata-rata penyinaran matahari 63,3%.
Merupakan desa dengan iklim sama seperti daerah tropis lainnya yang mempunyai dua musim
dan curah hujan rata-rata setiap bulannya sekitar 500 mm dengan suhu berkisar antara 28oC –
37oC maka tanaman karet dn tanaman pertanian lainnya dapat tumbuh secara baik.
Penduduk dan Mata Pencaharian
Penduduk Kecamatan Belitang tahun 2000 berjumlah 135.627 jiwa, yang terdiri dari
69.924 jiwa laki-laki atau 51,56 persen dan 65.703 jiwa perempuan atau 48,44 persen.
Sedangkan mata pencaharian sebagian besar penduduk Kecamatan Belitang adalah di sektor
pertanian, yaitu sebanyak 46.608 jiwa. Mata pencaharian terbanyak lainnya adalah pedagang,
yaitu sebanyak 1,046 jiwa, beternak sebanyak 706 jiwa dan sisanya berupa pengrajin, buruh,
dan pegawai negeri (Tabel 6).
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 66
Tabel 6.
Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Belitang, 2000
No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase 1.
2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Petani : a. Pemilik tanah b. Pemilik penggarap c. Buruh tani Pedagang Peternak : a. Peternak sapi b. Peternak ayam c. Peternak kambing d. Peternak itik Pegawai negeri sipil Buruh perkebunan Pensiunan ABRI Buruh bangunan ABRI Pengrajin industri kecil Buruh industri
22.331 19.098 5.179 1.046
500 101 60 45
983 279 114 108 55 14 7
44,73 38,25 10,37 2,09
1,00 0,20 0,12 0,01 1,98 0,60 0,24 0,23 0,12 0,04 0,02
Jumlah 49.920 100,00 Sumber : Kantor Kecamatan Belitang, 2000. Data Monografi Kecamatan Belitang
Masyarakat Kecamatan Belitang di bidang pendidikan sudah sangat tinggi kesadarannya
akan peranan penting pendidikan bagi anak-anak mereka. Hal ini terlihat dari banyaknya anak-
anak desa ini yang menuntut pendidikan sampai ke tingkat sekolah menengah umum bahkan
ke perguruan tinggi, yaitu sebanyak 152 jiwa (Tabel 7).
Tabel 7.
Tingkat Pendidikan Penduduk di Kecamatan Belitang, 2000
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Belum sekolah Tamat SD Tamat SMP Tamat SMU Tamat Akademi / Sarjana Tamat Perguruan Tinggi Tidak tamat sekolah
10.916 15.209 50.695 55.147
312 152
3.196
8,05 11,21 37,38 40,66 0,23 0,11 2,36
Jumlah 135.627 100,00 Sumber: Kantor Kecamatan Belitang, 2000. Data Monografi Kecamatan Belitang
Petani dan Kredit Usaha Tani
Petani yang dikelompokkan dalam kelompok Lapisan 1 merupakan petani padi sawah
pemilik penggarap yang mendapatkan KUT sebagai tambahan modal usaha taninya dan telah
mengembalikan pinjaman tersebut seluruhnya (lancar pengembaliannya). Petani pada Lapisan
1 ini merupakan anggota KUD Panca Makmur yang berada di Desa Sukanegara BK 12
Kecamatan Belitang. KUD ini tercatat di Bimas OKU sebagai KUD yang anggotanya telah
melunasi 100% pinjaman KUT-nya. Luas lahan sawah yang diusahakan petani bervariasi
mulai dari 0,25 ha sampai dengan 2 ha (Lampiran 2).
Petani yang berada pada Lapisan 2 merupakan petani padi sawah pemilik penggarap
yang mendapatkan KUT sebagai tambahan modal usaha taninya dan telah mengembalikan
pinjaman tetapi dalam jumlah yang beragam atau belum dikembalikan sepenuhnya (tidak
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 67
lancar pengembalian KUTnya). Petani pada Lapisan 2 ini merupakan anggota KUD Trisno
Usaha di Desa Karangsari BK 11 Kecamatan Belitang. KUD ini tercatat di Bimas OKU
sebagai KUD yang anggotanya belum melunasi pinjaman KUT seluruhnya. Luas lahan sawah
yang diusahakan petani bervariasi mulai dari 0,25 ha sampai dengan 2,5 ha (Lampiran 3).
Petani yang berada pada Lapisan 3 merupakan petani padi sawah pemilik penggarap
yang mendapatkan KUT sebagai tambahan modal usaha taninya dan sama sekali belum
mengembalikan pinjaman KUTnya. Petani pada Lapisan 3 ini merupakan anggota KUD Suko
Rahayu yang berada di Desa Sukosari BK 9 Kecamatan Belitang. KUD ini tercatat di Bimas
OKU sebagai KUD yang para anggotanya belum melunasi pinjaman KUT-nya. Luas lahan
sawah yang diusahakan oleh petani bervariasi mulai dari 0,25 ha sampai dengan 2,5 ha
(Lampiran 3).
Pinjaman KUT yang diteliti pada petani Lapisan 1 adalah pinjaman KUT terakhir, yaitu
untuk masa tanam musim gadu tahun 1999/2000. Pinjaman KUT seharusnya diterima pada
awal musim tanam, yaitu bulan Januari dan dikembalikan pada awal musim tanam berikutnya,
tetapi pada kenyataannya diterima pada bulan Maret.
Dana KUT yang diterima berupa pupuk, yaitu Urea dan SP-36 sesuai dengan RDKK
yang diajukan, namun pinjaman lainnya berupa dana garap dan benih tidak diterima.
Terlambatnya pinjaman KUT membuat petani banyak yang mengusahakan pinjaman untuk
dana garap dari orang lain, biasanya dari teman atau dari pemilik pabrik penggilingan padi.
Nilai pinjaman KUT dalam penelitian ini telah dikonversikan ke dalam bentuk rupiah. Benih
yang digunakan petani sebagian besar adalah jenis Ciliwung (IR-64) yang dibeli dengan harga
Rp. 2.600/kg dan sebagian petani menggunakan benih hasil panen pada musim tanam
sebelumnya atau tidak membeli (Lampiran 5). Pestisida yang banyak digunakan adalah Ariva,
Indamin dan Furadan dengan harga bervariasi mulai dari Rp. 10.000/liter – Rp. 56.000/liter.
Petani pada Lapisan 1 yang berada di Desa Sukanegara menurut laporan tahunan KUT
yang tercatat di Bimas OKU termasuk kelompok petani yang lancar pengembalian KUT-nya.
Lancarnya pengembalian ini disebabkan kekompakan kelompok tani di desa ini dalam
mencicil KUT per bulan, walaupun pengembaliannya terhitung hampir menghabiskan waktu
selama 1 tahun. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah karena 90% petani di Desa
Sukanegara memiliki etnis Jawa sehingga komunikasi yang terjadi antara ketua kelompok tani
dengan anggotanya menjadi lancar. Catatan-catatan mengenai keanggotaan kelompok tani,
kegiatan-kegiatan bulanan kelompok tani, dan catatan mengenai cicilan KUT lengkap dan
tersimpan dengan baik sehingga memudahkan peneliti untuk menelusuri pengembalian KUT
oleh petani.
Petani pada Lapisan 2 yang berada di Desa Karangsari menurut laporan tahunan KUT
yang tercatat di Bimas OKU termasuk kelompok petani yang tidak lancar pengembalian KUT-
nya. Tidak lancarnya pengembalian KUT oleh petani disebabkan sebagian besar petani merasa
keberatan untuk mengembalikan pinjaman secara penuh atau lunas. Faktor lain yang mungkin
berpengaruh adalah karena ragam etnit petani yang ada di desa ini sangat bervariasi, mulai dari
etnis Jawa hingga Komering. Ragam etnis ini membuat penduduk menjadi terpisah-pisah
kelompoknya, hal ini terlihat dari pemukiman penduduk yang saling berkelompok, sehingga
komunikasi yang terjadi antara ketua kelompok tani dengan anggotanya menjadi tidak lancar.
Kegiatan-kegiatan dalam kelompok tani jarang dilakukan dan hubungan antara ketua
kelompok tani dengan anggotanya juga tidak sebaik kelompok tani pada petani Lapisan 1.
Tidak serasinya hubungan anggota dalam kelompok tani ini terlihat dari catatan-catatan
mengenai keanggotaan kelompok yani dan catatan mengenai cicilan KUT petani yang asal-
asalan, sehingga data mengenai cicilan KUT petani menjadi sulit untuk ditelusuri.
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 68
Pinjaman KUT yang diteliti pada petani Lapisan 2 adalah pinjaman KUT terakhir, yaitu
untuk masa tanam musim gadu tahun 1999/2000. Pinjaman KUT seharusnya diterima pada
awal musim tanam, yaitu bulan Januari dan dikembalikan pada awal musim tanam berikutnya,
tetapi pada kenyataannya diterima pada bulan Maret. Dana KUT yang diterima berupa pupuk,
yaitu Urea dan SP-36 tidak sesuai dengan RDKK yang diajukan sehingga banyak petani yang
mengambil pupuk tersebut terpaksa menggunakan dan bahkan ada yang tidak mau
menggunakan sehingga pada saat mengembalikan pinjaman, petani merasa tidak perlu
melunasi secara penuh. Pinjaman lainnya berupa dana garap dan benih tidak diterima, hal ini
juga membuat petani merasa dipermainkan. Banyak petani yang akhirnya menggunakan benih
secara asal, mencari benih dengan harga murah dan sebagian lagi banyak menggunakan benih
hasil panen saat musim gadu.
Nilai pinjaman KUT dalam penelitian ini telah dikonversikan ke dalam bentuk rupiah.
Benih yang digunakan petani sebagian besar adalah jenis Ciliwung (IR-64) yang dibeli dengan
harga Rp. 2.600/kg dan sebagian petani menggunakan benih hasil panen pada musim tanam
sebelumnya (Lampiran 6). Pestisida yang banyak digunakan adalah Ariva, Indamin, Furadan
dan Gandosal B dengan harga bervariasi mulai dari Rp. 10.000/liter – Rp. 56.000/liter.
Petani pada Lapisan 3 yang berada di Desa Sukosari menurut laporan tahunan KUT yang
tercatat di Bimas OKU termasuk kelompok petani yang sama sekali belum melunasi pinjaman
KUT-nya. Faktor utama yang membuat petani tidak dapat mengembalikan pinjaman adalah
karena rendahnya produksi beras yang dihasilkan petani disebabkan oleh luapan air Sungai
Macak, terlebih-lebih pada saat musim penghuja menyebabkan banjirnya areal sawah petani.
Banjir yang dialami petani di Desa Sukosari ini terjadi selama dua musim tanam berturut-turut
hingga saat ini belum ada penanggulangannya dari pihak pemerintah. Banjir yang berasal dari
Sungai Macak ini sebetulnya berasal dari limpahan air sungai yang meluap akibat
pembuangan air yang tidak lancar di musim penghujan karena dampak pembangunan irigasi
tersier oleh PU setempat.
Alasan lainnya mengapa petani sama sekali tidak berusaha melunasi pinjaman KUT
karena petani merasa keberatan untuk mengembalikan pinjaman secara penuh adalah karena
perasaan tidak puas petani karena pinjaman KUT yang didapat tidak sama dengan yang
diajukan pada RDKK.
Pinjaman KUT yang diteliti pada petani Lapisan 3 adalah pinjaman KUT terakhir, yaitu
untuk masa tanam musim gadu tahun 1999/2000. Pinjaman KUT seharusnya diterima pada
awal musim tanam, yaitu bulan Januari dan dikembalikan pada awal musim tanam berikutnya,
tetapi pada kenyataanya diterima pada bulan Maret. Dana KUT yang diterima berupa pupuk,
yaitu Urea dan SP-36 tidak sesuai dengan RDKK yang diajukan sehingga banyak petani yang
mengambil pupuk tersebut terpaksa menggunakan dan bahkan ada yang tidak mau
menggunakan sehingga pada saat mengembalikan pinjaman, petani merasa tidak perlu
melunasi secara penuh. Pinjaman KUT oleh petani tidak hanya dipengaruhi oleh hal ini, tetapi
juga karena rendahnya produksi beras di tingkat petani. Nilai pinjaman KUT dalam penelitian
ini telah dikonversikan ke dalam bentuk rupiah. Benih yang digunakan petani sebagian besar
adalah jenis Ciliwung (IR-64) yang dibeli dengan harga Rp. 2.600/kg dan sebagian petani
menggunakan benih hasil panen pada musim tanam sebelumnya (Lampiran 7).
Pestisida yang banyak digunakan adalah Ariva, Indamin, Furadan dan Gandosal B
dengan harga bervariasi mulai dari Rp. 10.000/liter – Rp. 56.000/liter. Produksi beras petani
padi sawah irigasi teknis khususnya petani Lapisan 1 dan Lapisan 2 bervariasi sesuai dengan
luas lahan masing-masing, yaitu antara 3500 kg/ha – 4000 kg/ha. Hal ini tidak berlaku pada
petani Lapisan 3, karena selama dua musim tanam berturut-turut lahan sawah petani
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 69
mengalami banjir (Karena limpahan aliran Sungai Macak saat pembuatan saluran irigasi
tersier, mengakibatkan pembuangan air menjadi tidak lancar) sehingga padi banyak yang
mengalami puso. Produksi beras petani yang seharusnya mampu dicapai sebanyak 4 ton/ha
hanya dicapai setengahnya saja atau kurang dari setengahnya, sehingga petani pada Lapisan 3
tidak mampu mengembalikan pinjaman KUT.
Rata-rata produksi beras pada petani Lapisan 1 adalah 3.733,80 kg/ha/mt atau 2.633,33
kg/luas garapan (Lampiran 8), sedangkan pada petani Lapisan 2 adalah 3.882,77 kg/ha/mt atau
2.093,33 kg/luas garapan (Lampiran 9), dan pada petani Lapisan 3 sebesar 2.632,22 kg/ha/mt
atau 1.730 kg/luas garapan (Lampiran 10). Rendahnya penerimaan yang didapat petani
Lapisan 3 karena rendahnya produksi yang dicapai dan hal ini membuat banyak petani berada
dalam kondisi miskin.
Pendapatan yang dicapai petani tidak hanya tidak bisa melunasi pinjaman KUT, tetapi
juga tidak mencukupi kebutuhan pokok petani. Pada musim rendengan, biaya-biaya usaha tani
yang dikeluarkan tidak jauh berbeda dengan saat musim tanam gadu. Petani pada Lapisan 1, 2
dan 3 banyak yang memilih untuk memaka benih padi dari hasil panen pada musim gadu
untuk menghemat biaya. Selain biaya benih, biasanya di musim rendengan petani menghemat
biaya tenaga kerja karena semua komponen biaya ini nantinya mempengaruhi besarnya biaya
total produksi. Rata-rata biaya total produksi yang dikeluarkan oleh petani Lapisan 1 adalah
Rp. 1.037.010,40 ha/mt, sedangkan pada petani Lapisan 2 sebesar Rp. 1.141.791 ha/mt, dan
pada petani Lapisan 3 sebesar Rp. 1.065.176,33 ha/mt.
Rendahnya produksi dan beban biaya produksi yang semakin meningkat mempengaruhi
pendapatan yang diterima oleh petani. Pendapatan yang diterima oleh petani Lapisan 1 adalah
sebanyak 2.459.870,83 ha/mt, sedangkan pendapatan pada petani Lapisan 2 sebesar Rp.
2.519.179 ha/mt, dan pada petani Lapisan 3 adalah sebesar Rp. 867.166 ha/mt.
Table 8.
Rata-Rata Produksi, Biaya Produksi Total, Penerimaan dan
Pendapatan pada Ketiga Lapisan Petani Padi Sawah Irigasi Teknis di Kecamatan Belitang
Petani Per luas garapan
Produksi (kg) Biaya total (Rp/mt) Penerimaan (Rp/mt) Pendapatan (Rp/mt)
Lapisan 1
Lapisan 2
Lapisan 3
2.633,33
2.093,33
1.730,00
722.940,40
522.138,43
713.023,00
4.740.000,00
3.768.000,00
3.666.000,00
1.975.430,83
1.695.250,26
311.369,43
Petani Per hektar
Produksi (kg) Biaya total (Rp/mt) Penerimaan (Rp/mt) Pendapatan (Rp/mt)
Lapisan 1
Lapisan 2
Lapisan 3
3.733,80
3.882,77
2.632,22
1.037.010,00
1.141.791,00
1.069.176,33
4.691.533,00
6.725.000,00
4.738.000,00
2.459.870,83
2.519.179,00
867.369,43
Bila dibandingkan antara pendapatan usaha tani yang di hasilkan pada musim gadu dan
musim rendengan, maka ada selisih pendapatan usaha tani yang di terima oleh petani. Selisih
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 70
pendapatan ini sering disamakan pengertiannya sebagai kenaikan pendapatan. Besarnya selisih
pendapatan pada petani lapisan 1, 2 dan 3 dapat dilihat pada lampiran 14, 15, dan 16.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian KUT
Banyak faktor yang mempengaruhi pengembalian KUT oleh petani. Penelitian ini
membahas beberapa faktor yang dianggap besar pengaruhnya terhadap pengembalian kredir
tersebut antara lain: produksi (X1), pendapatan usaha tani (X2), pengeluaran keluarga (X3),
dan variasi pengembalian/variabel boneka antara petani yang lancar pengembalian KUT-nya
(D1) dan petani yang tidak lancar pengembalian KUT-nya (D2). Kelima variabel tersebut
dianalisis dengan menggunakan model regresi linear berganda.
Hasil analisis dengan model segresi linier berganda (Lampiran 17) menunjukkan
bahwa : Pkut = 107909,759 + 570,180 X1
* - 0,400 X2
* + 0,314 X3
*
Se (βi) (102,197) (0,066) (0,090)
t hitung (5,579) (-4,727) (4,431)
+ 379868,663 DI*
+ 115348,066 D2*
(34860,288) (31505,004)
(10,897) (3,661)
n = 90 R2 = 0,872 F (5,84) = 114,797
Keterangan :
* = Berbeda nyata pada α = 0,05
** = Berbeda nyata pada α = 0,10
*** = Berbeda nyata pada α = 0,15
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) cukup tinggi, yaitu
sebesar 0,872. Hal ini menunjukan bahwa 87,23% variasi pengambalian KUT oleh ketiga
lapisan petani dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi, pengeluaran keluarga , pendapatan
usaha tani, dan variable boneka berupa variasi pengembalian pinjaman KUT oleh petani antara
yang lancar pengembalian, tidak lancar pengembalian dan belum melunasi pengembalian.
Nilai F hitung adalah sebesar 114,707 pada tingkat kepercayaan 87,23 % lebih besar
dibandingkan dengan F tabel pada α = 0,05 sebesar 13,93. keputusan statistic menyatakan
bahwa hasil pengujian adalah berbeda nyata maka Ho ditolak Ha diterima, artinya
pengembalian KUT dipengaruhi secara simultan oleh faktor-faktor produksi, pengeluaran
keluarga, pendapatan usaha tani dan variabel boneka berupavariasi pengembalian KUT oleh
petani.
Pengaruh Produksi
Hasil analisi regresi linear berganda menunjukan bahwa variabel produksi berpengaruh
nyata terhadap pengembalian KUT. Dari hasil analisis juga di ketahui bahwa setiap adanya
kenaikan produksi sebesar 1 kg maka akan menngkatkan pengembalian KUT oleh petani
sebesar Rp. 13,81.
Produksi yang tinggi memang menjadi harapan semua petani apalagi bila biaya yang
dikeluarkan untuk usaha tani tersebut sangat besar. Produksi menjadi suatu hal yang sangat
penting apabila modal pinjaman yang harus dikembalikan dalam jangka waktu tertentu, karena
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 71
penerimaan usaha tani harus bisa disisihkan sebagian untuk melunasi pinjaman tersebut.
Produksi yang tinggi akan menentukan penerimana usaha tani, selain faktor harga komoditi.
Produksi beras petani padi sawah irigasi teknis khususnya petani lapisan 1 dan lapisan 2
bervariasi sesuai dengan luas lahan masing-masing, yaitu antara 3.500 kg/ha-4.000 kg/ha. Hal
ini tdak berlaku pada petani lapisan 3, karena selama dua musim tanam berturut-turut lahan
sawah petani mengalami banjir (karena limpahan air sungai macak saat pembuatan saluran
irigasi tersier, mengakibatkan pembuangan air menjadi tidak lancar) sehingga padi banyak
mengalami puso.
Produksi beras petani yang seharusnya mampu dicapai sebanyak 4 ton/ha hanya dicapai
setengahnya saja atau kurang dari setengahnya, sehingga petani pada lapisan 3 tidak mampu
mengembalikan pinjaman KUT. Rata-rata produksi beras pada petani lapisan 1 adalah
3.733,80 kg/ha/mt, sedangkan pada petani lapisan 2 adalah 3.882,77 kg/ha/mt, dan pada petani
lapisan 3 sebesar 2.632,22 kg/ha/mt. rendahnya penerimaan yang didapat petani lapisan 3
karena rendahnya produksi yang dicapai dan hal ini membuat banyak petani berada dalam
kondisi miskin. Pendapatan yang dicapai petani tidak hanya tidak bias melunasi pinjaman
KUT, tetapi juga tidak mencukupi kebutuhan pokok petani.
Pengaruh Pengeluaran Keluarga
Hasil analisis regresi linier berganda menunjukan variable pengeluaran keluarga
berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUT. Setiap kenaikan pengeluaran keluarga
sebesar Rp.1 maka akan menurunkan KUT sebesar Rp. 3,83. Pengeluaran keluarga merupakan
salah satu faktor yang menentukan besarnya pendapatan yang mampu dicapai petani, apabila
biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi keluarga sangat besar setaip bulannya maka
pendapatan yang bisa dicapai pun akan berkurang dengan sendirinya. Rata-rata pengeluaran
keluarga petani lapisan 1adalah Rp. 1.485.000/mt, sedangkan pada petani lapisan 2 sebesar
Rp. 1.166.000/mt dan petani lapisan 3 adalah Rp. 1.402.666,66/mt.
Pengeluaran keluarga yang besar biasanya disebabkan oleh banyaknya jumlah anggota
keluarga, umur, dan tingkat pendidikan karena semakin tinggi tingkat pendidikan anak maka
semakin besar biaya pendidikan yang dikeluarkan, begitu juga dengan konsumsi sehari-hari
petani. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin besar konsumsi yang
dikeluarkan oleh petani. Besarnya nilai pengeluaran keluarga ini akan mengurangi besarnya
pendapatan petani. Itulah sebabnya mengapa pengeluaran keluarga menjadi salah satu tolak
ukur besarnya pengembalian KUT yang mampu dibayar oleh petani.
Pengaruh Pendapatan Usaha tani
Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel pendapatan usaha
tani berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUT. Bila pendapatan usaha tani meningkat
sebesar Rp. 1 maka akan meningkatkan besarnya pengembalian KUT oleh petani sebesar Rp.
4,33. Rata-rata pendapatan usaha tani pada petani lapisan 1 adalah sebesar
Rp.2.495.870,83/ha/mt, sedangkan pada petani lapisan 2 sebesar Rp.2.519.179,00/ha/mt dan
rata-rata pendapatan pada petani lapisan 3 sebesar Rp. 867.166,33/ha/mt.
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 72
Table 9.
Rata-Rata Produksi, Pengeluaran Keluarga dan
Pendapatan Petani Padi Sawah Irigasi Teknis Kecamatan Belitang
No. Petani Rata-Rata Produksi (kg/ha/mt)
Rata-Rata Pengeluaran Keluarga (Rp/mt)
Rata-Rata Pendapatan Usaha Tani (Rp/ha/mt)
1. Lapisan 1 3.733,80 1.485.000,00 2.459.870,83
2. Lapisan 2 3.882,77 1.166.000,00 2.519.179,00
3. Lapisan 3 2.632,22 1.402.666,66 867.166,33
Variabel Boneka (D1)
Hasil analisis regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai koefisien variable boneka
(D1) adalah +379868,663. Hal ini menunjukan bahwa pengembalian KUT oleh petani lapisan
1 (lancar pengembalian) lebih tinggi dari petani yang lainnya rata-rata sebesar Rp.
379.868,663.
Variabel Boneka (D2)
Hasil analisis regresi linear berganda menunjukan bahwa nilai koefisien variabel boneka
(D2) adalah +115348,066. Hal ini menunjukan bahwa pengembalian KUT oleh petani lapisan
2 (tidak lancar pengembalian KUT) lebih tinggi dari petani yang lainnya rata-rata sebesar Rp.
115.348,066
Beda Pendapatan Petani yang Lancar Pengembalian KUT
Pendapatan pada petani lapisan 1 dari hasil penelitian menunjukan kenaikan rata-rata
sebesar Rp. 127.315,0/mt. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa kenaikan pendapatan ini
memang ada walaupun kecil. Adanya beda pendapatan yang menginsyaratkan adanya
kenaikan pendapatan pada petani lapisan 1 membuat petani mampu melunasi pinjaman KUT
walaupun dengan cara mencicil selama hampir satu tahun.
Beda pendapatan usaha tani yang diterima oleh petani apabila dibandingkan antara
pendapatan saat mendapatkan kredit usaha tani (musim gadu) dengan pendapatan saat tidak
mendapatkan kredit (musim rendengan), berdasarkan hasil uji t menunjukkan nilai thitung
sebesar 4,83 lebih besar dari ttabel sebesar 2,462. keputusan terhadap hipotesis berdasarkan
analisis ini adalah ditolak Ho, yang artinya beda pendapatan yang terjadi antara pendapatan
dengan KUT dan tanpa KUT pada lapisan 1 (lancar pengembalian) berbeda secara nyata pada
tingkat kepercayaan 99%.
Besarnya nilai thitung dari pada ttabel menunjukan adanya perbedaan pendapatan saat petani
menggunakan KUT dengan pendapatan pada saat tidak mendapatkan KUT. Hal ini
menunjukkan ada peranan KUT dalam meningkatkan pendapatan usaha tani padi terhadap
petani lapisan 1 walaupun hanya sedikit.
Beda Pendapatan Petani yang Tidak Lancar Pengembalian KUT
Pendapatan petani pada lapisan 2 dari hasil penelitian menunjukan penurunan
pendapatan, yaitu rata-rata sebesar Rp. 22.070,80/mt. hal ini terjadi karena pinjaman KUT
dating terlambat sehingga ada sebagian petani yang mengusahakan pinjaman dari pihak lain
khususnya untuk dana garap. Rendahnya produksi, tingginya pengeluaran keluarga dan
pendapatan yang rendah membuat petani merasa keberatan untuk melunasi pinjaman KUT.
Sebagian besar petani menganggap manfaat pinjaman KUT dalam menambah modal usaha
tani mereka hampir dirasakan tidak ada manfaatnya sama sekali.
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 73
Beda pendapatan usaha tani yang diterima oleh petani pada lapisan 2, apabila
dibandingkan antara pendapatan saat mendapatkan KUT dengan pendapatan saat tidak
mendapatkan kredit berdasrakan hasil uji t menunjukkan nilai thitung lebih besar dari ttabel, yaitu
sebesar 1, 821 sedangkan ttabel pada tingkat kepercayaan 95% adalah 1,699. keputusan
terhadap hipotesis berdasarkan analisis ini adalah tolak Ho, yang artinya beda pendapatan yang
terjadi antara pendapatan dengan KUT dan tanpa KUT pada petani lapisan 2 (tidak lancar
pengembalian) berbeda secara nyata.
Ditolaknya hipotesis nol berdasarkan analisis menunjukkan bahwa sebetulnya ada
peranan KUT dalam meningkatkan pendapatan petani lapisan 2 walaupun hanya sedikit.
Adanya kenaikan atau penurunan pendapatan tergantung dari bagaimana petani sebagi
individu memanfaatkan pinjaman tersebut dalam berusaha tani. Ada petani yang sepenuhnya
memanfaatkan pinjaman sebagai tambahan modal berusaha tani, tetapi pada kenyataannya
juga ada petani yang memanfaatkan sebagian pinjaman KUT untuk keperluan lainnya atau
kebutuhan yang di luar usaha tani.
Beda Pendapatan Petani yang Belum Melunasi KUT
Pendapatan pada petani lapisan 3 dari hasil penelitian menunjukkan penurunan rata-rata
sebesar Rp. 28.638,01/ha/mt. hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan petani cenderung
mengalami penurunan. Kecenderungan turunnya pendapatan disebabkan karena terjadinya
banjir akibat luapan air Sungai Macak. Luapan air ini sebagian besar berasal dari luapan air
akibat pembuatan saluran irigasi tersier disekitar Desa Sukosari. Gagal panen selama dua
musim tanam berturut-turut tidak bisa dihindarkan sehingga menyebabkan petani menjadi rugi
dan tidak mendapatkan keuntungan dalam berusaha tani sekalipun telah mendapatkan
pinjaman KUT sebagai tambahan modal.
Table 10.
Rata-Rata Beda Pendapatan Petani Padi Sawah Irigasi Teknis Kecamatan Belitang
No. Petani Rata-Rata Beda Pendapatan (Rp/tahun)
1. Lapisan 1 127.315,00
2. Lapisan 2 22.070,80
3. Lapisan 3 28.638,01
Beda pendapatan usaha tani yang diterima oleh petani pada lapisan 3, apabila
dibandingkan antara pendapatan saat mendapatkan KUT dengan pendapatan saat tidak
mendapatkan kredit berdasarkan hasil uji t menunjukkan nilai thitung lebih kecil dari ttabel, yaitu
hanya sebesar 0,076 sedangkan ttabel pada tingkat kepercayaan 90% adalah 1,311. keputusan
terhadap hipotesis berdasarkan analisis ini adalah terima Ho, yang artinya beda pendapatan
yang terjadi antara pendapatan KUT dan tanpa KUT pada petani lapisan 3 (belum melunas
KUT) tidak berbeda nyata.
Diterimanya hipotesis nol berdasarkan aqlaisis menunjukan bahwa peranan KUT dalam
meningkatkan pendapatan pada petani lampiran 3 hampir tidak ada, karena antara pendapatan
petani saat mendapatkan KUT dengan saat tidak mendapatkan KUT ternyata tidak berbeda
secara nyata (Lampiran 18, 19 dan 20).
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 74
Table 11.
Hasil Uji t Terhadap Beda Pendapatan Antara Pendapatan Usaha Tani
Saat Mendapatkan KUT dan Saat Tidak Mendapatkan KUT pada 3 Lapisan Petani
di Kecamatan Belitang (dalam ribuan rupiah)
Petani Rata-Rata Beda Pendapatan thitung ttabel Keputusan Sebelum
Mendapat KUT Sesudah
Mendapat KUT
Lapisan 1 1690,623 2162,869 4,830 2,462a Ho ditolak
Lapisan 2 257,866 169,174 1,821 1,699b Ho ditolak
Lapisan 3 10999,95 -372,54 0,076 1,311c Ho diterima
Keterangan :
a = Nyata pada taraf kepercayaan 99%
b = Nyata pada taraf kepercayaan 95%
c = Nyata pada taraf kepercayaan 90%
Kontribusi KUT dalam Modal Usaha tani
Kehadiran KUT dalam modal usaha tani sedikit banyaknya berpengaruh terhadap
keberadaan modal usaha tani, walaupun terkadang jumlah yang dicairkan dan sampai ke
tangan petani tidak sebesar yang diharapkan. Pinjaman tersebut kemudian digunakan sebagai
tambahan modal usaha tani yang tujuan akhirnya tentu saja adalah untuk meningkatkan
pendapatan usaha tani. Keberadaan KUT dalam modal usaha tani inilah yang dimaksud
kontribusi KUT dalam modal usaha tani.
Pada petani lapisan 1, konstribusi KUT dalam modal memiliki rata-rata sebesar 42,57%
dengan kontribusi tertinggi sebesar 58,64% dan kontribusi tertinggi sebesar 56,20% dan
kontribusi terendah sebesar 34,45%. Pada petani lapisan 2, dengan kontribusi KUT dalam
modal memiliki rata-rata sebesar 42,37% dengan kontribusi tertinggi sebesar 56,20% dan
kontibusi terendah sebesar 38,54%. Pada petani lapisan 3, kontribusi KUT dalam modal
memilikirata-rata sebesar 24,26% dengan kontribusi tertinggi sebesar 57,47% dan kontribusi
terendah sebesar 6,13% (Tabel 12).
Table 12.
Rata-Rata Kontribusi KUT dalam
Modal Usaha Tani pada Petani Sawah Irigasi Teknis Kecamatan Belitang
No. Petani Rata-Rata Kontribusi KUT dalam Modal (%)
Kontribusi Tertinggi
Kontribusi Terendah
1. Lapisan 1 42,57 58,64 34,45
2. Lapisan 2 42,37 56,20 38,54
3. Lapisan 3 24,26 57,47 6,13
Korelasi Kontribusi KUT Dengan Pendapatan Usaha tani
Hasil analisi korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani menunjukkan
bahwa ada hubungan yang positif terjadi antara kedua variabel tersebut terutama pada petani
lapisan 1. berdasarkan hasil analisis didapat angka +0,725 yang menunjukkan semakin besar
kontribusi KUT dalam modal usaha tani maka akan semakin besar pula pendapatan yang bisa
diraih petani.
Korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani pada petani lapisan 1 ini
bersifat kuat karena berada di atas nilai 0,5 (Lampiran 21). Semua angka probabilitas pada
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 75
korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani pada letani lapisan 1 adalah
0,000 maka artinya semua variabel memang secara nyata berkorelasi. Hasil analisis berupa
korelasi antara kontribusi KUT dalam modal usaha tani dengan pendapatan usaha tani dapat
dilihat pada tabel 13.
Table 13.
Korelasi Antara Kontribusi KUT dalam Modal Usaha Tani dengan
Pendapatan Usaha Tani Padi pada Petani Padi Sawah Irigasi Teknis Kecamatan Belitang
No. Petani Korelasi n P
1. Lapisan 1 + 0,725 30 0,000
2. Lapisan 2 + 0,743 30 0,000
3. Lapisan 3 + 0,096 30 0,614
Hasil analisi korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani pada petani
lapisan 2 menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif terjadi antar kedua variabel tersebut.
Berdasarkan hasil analisi didapat angka +0,743 yang menunjukkan semakin besar pula
pendapatan usaha tani yang bisa diraih petani. Korelasi antara kontribusi KUT dengan
pendapatan usaha tani pada petani lapisan 2 ini bersifat kuat karena berada diatas nilai0,5.
Semua angka probabilitas pada korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha
tani pada petani lapisan 2 adalah 0,000 maka artinya semua variabel memang secara nyata
berkorelasi (Lampiran 22).
Hasil analisi korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani pada petani
lapisan 3 menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif terjadi antara kedua variabel tersebut
(Lampiran 23). Berdasarkan hasil analisis didapat angka +0,096 yang menunjukkan semakin
besar kontribusi KUT dalam modal usaha tani maka akan semakin besar pula pendapatan
usaha tani yang bisa diraih petani, sayngnya korelasi ini sifatnya lemah karena berada dibawah
nilai 0,5. semua angka probabilitas pada korelasi antara kontribusi KUT dengan pendapatan
usaha tani pada petani lapisan 3 adalah 0,614 maka artinya semua variabel tidak signifikan
atau tidak secara nyata berkorelasi karena angka probabilitasnya berada di atas 0,01.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian pembahasan terhadap fokus masalah yanga ada dalam
penelitian ini, maka selanjutnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengembalian kredit usaha tani oleh petani padi sawah irigasi teknis di Kecamatan
Belitang Kabupaten OKU di pengaruhi secara nyata oleh produksi, pengeluaran keluarga
dan pendapatan usaha tani.
2. Ada beda pendapatan saat petani mendapatkan kredit usaha tani dengan saat tidak
mendapatkan kredit usaha tani, khusunya pada petani yang lancar pengembalian dan tidak
lancar pengembalian KUT-nya. Hal ini tidak terjadi pada petani yang belum melunasi
pengembalian.
3. Ada kontribusi kredit usaha tani dala modal usaha tani padi sawah irigasi teknis walupun
nilainya sangat kecil, di mana pada petani yang lancar pengembalian rata-rata sebesar 42,
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 76
57%, pada petani yang tidak lancar pengembalian sebesar 42,57% dan pada petani belum
melunasi pengembalian sebesar 24,26%.
4. Ada korelasi positif yang terjadi antara kontribusi KUT dengan pendapatan usaha tani padi
sawah irigasi teknis.
Saran
1. Disarankan pada pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah dampak pembangunan
irigasi tersier di sekitar Desa Sukosari yang membuat sawah petani selalu tergenang air
dari limpahan Sungai Macak dan membuat petani gagal panen.
2. Diharapkan penelitian selanjutnya mampu menganalisis kemacetan KUT tidak hanya dari
sisi petani, tetapi juga dari sisi lembaga yang terlibat (LSM dan KUD).
DAFTAR PUSTAKA
Cramer, G and W. Clarence. 1991. Agricultural Economics and Agribussines. Fifth Edition.
New York: John Wiley and Sons, Inc.
Cooper, R dan C. William. 1998. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Erlangga.
Downey, D dan P. Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Perguson, C.E and S.C. Maurice. 1978. Economics Analysis. Illinois: Richard P. Darwin, Inc.
Gujarati. 1988. Basic Econometric. MC Graw-Hill Book Company.
Hallam, D. 1990. Econometrica Modeling of Agricultural Commodity Markets. London and
New york
Hernanto, 1993. Ilmu Usaha Tani. Jakarta: Penebar Swadaya.
Judge, G.G., W.E. Griffiths., R. Carter Hill and Tsoung-Chool. 1980. The Theory and Practice
of Econometrics. New York: John Willey & Sons.
Kadarsan, W.H. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Koutsoyiannis, A. 1997. Theory of Econometrics : An Introductory Exposition of Econometric
Method. Second Edition. London: Mac Milan Publisher Ltd.
Mubyarto.1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.
Mosher, A.T. 1981. Menggerakan dan Membangun Pertanian. Jakarta: Yasa Guna.
Santoso, S.2000. Statistik Parametrik. Jakarta: Elexmedia Komputindo.
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Fifian Permata Sari, Hal; 57 - 77 77
Soekartawi. 1993. Resiko dan Ketidakpastian Dalam Agribisnis, Teori dan Aplikasinya.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soelistyio. 1982. Pengantar Ekonometrik I. Yogyakarta: FE Universitas Gadjah Mada.
Sudrajat, S. 1998. Mengenal Ekonometrika. Bandung: Armico.
Sugianto, C. 1995. Ekonometrika Terapan. Yogyakarta: BPFE.
Sumardi, M dan H. Evers. 1985. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: CV. Rajawali
Press.
Sumber Lain
Effendi, M. 1999. “Peranan Koperasi Dalam Peningkatan Produksi Pertanian, Kredit Usaha
Tani, Penyaluran Pupuk dan Pemasaran”. Makalah Disampaikan pada Pelatihan
Sarjana Pendamping di Universitas Sriwijaya Kerjasama Departemen Pertanian,
Departemen Koperasi dan Institusi Pertanian Bogor. Universitas Sriwijaya.
Palembang.
Lifianthi dan Husin, L. 1996. “Ekonomi Produksi Pertanian”. Diktat Kuliah. Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya. Inderalaya. (Tidak diterbitkan).
Sekretariat Satuan Pelaksana Bimas Kabupaten Ogan Komering Ulu. 2000. “Laporan dan
Tinjauan Hasil Pelaksanaan Program Intensifikasi Pertanian”. Kabupaten Ogan
Komering Ulu. Baturaja.
Sinar Tani, Januari 2000. Kredit Usaha Tani dan Permasalahannya. Jakarta.
Syarkowi, F. 1987. “Metode Penelitian Sosial”. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya. Palembang. (Tidak diterbikan).
Vitalaya, A. 1999. “Program Peningkatan Penyuluhan Pertanian untuk Memberdayakan
Masyarakat Tani Menuju Ketahanan PanganNasional 1999/2000”. Kerjasama
Departemen Pertanian, Institusi Pertanian Bogor, Departeman Koperasi dan Pengusaha
Kecil Menengah. Jakarta.