faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi batu lahir di desa s

147
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PRELAKTEAL PADA BAYI BARULAHIR DI DESA SUPAT TIMUR KABUPATEN MUSI BANYUASIN SUMATERA SELATAN TAHUN 2011 SKRIPSI Disusun Oleh: Melli Wulandari NIM: 107101002600 PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432 H

Upload: novyan-ajie-r

Post on 28-Dec-2015

62 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PRELAKTEAL PADA BAYI BARULAHIR

DI DESA SUPAT TIMUR KABUPATEN MUSI BANYUASIN SUMATERA

SELATAN TAHUN 2011

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Melli Wulandari

NIM: 107101002600

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2011 M/1432 H

Page 2: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Oktober 2011

Melli Wulandari

Page 3: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

Skripsi, Oktober 2011

Melli Wulandari, NIM : 107101002600

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Makanan Prelakteal pada

Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera

Selatan Tahun 2011

xx + 110 Halaman,21 tabel, 2 gambar, 3 lampiran

ABSTRAK

Salah satu upaya mengurangi risiko kematian bayi adalah melalui pemberian Air

Susu Ibu (ASI).Pemberian ASI harus diberikan sedini mungkin, yaitu sejak awal

kelahiran dan kemudian dilanjutkan pemberian ASI ekslusif.Tetapi, upaya ini terhambat

dengan adanya praktik pemberian makanan prelakteal (prelacteal feeding) pada bayi

baru lahir.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di desa supat timur

kabupaten musi banyuasin sumatera selatan tahun 2011.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2011 di Desa Supat Timur

Kababupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan.Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif, dengan menggunakan disain cross-sectional study, dengan sampel sebanyak

96 bayi yang berumur 0-6 bulan dengan menggunakansimple random sampling.Data di

analisis dengan menggunakan uji Chi-Square.

Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa proposi ibu yang memberikan makanan

prelakteal sebanyak 76,0%. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian

makanan prelakteal adalah tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu, tradisi ibu dalam

memberikan makanan prelakteal dan dukungan keluarga terhadap pemberian makanan

prelakteal.Oleh karena itu disarankan kepada ibu agar tidak memberikan makanan

prelakteal pada bayi baru lahir dengan cara melakukan IMD. Khususnya kepada petugas

kesehatan harus memberikan dukungan penuh kepada ibu dengan cara membantu ibu

melakukan IMD, bagi Dinkes di sarankan agar menggerakkan puskesmas utuk

melaksanakan program kelas ibu hamil. Bagi peneliti lain perlu melakukan penelitian

lanjutan terhadap variabel kepercayaan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Daftar Bacaan: 43 (1986-2010)

Page 4: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

MAJOR OF PUBLIC NUTRITION

Undergraduated Thesis, Oktober 2011

Wulandari, Melli, NIM: 107101002600

Factors that Relation with Behavior Prelacteal Feeding In Newborn Baby at East

Supat Village Subdistrict Musi Banyuasin District South Sumatera in 2011.

xxiii + 110 pages, 21 tables, 2 pictures, 3 attachment.

ABSTRACT

One of effort to reduce infant mortality rate is trough breast-feeding. Breast-

feeding must be done as early as possible since the birth of baby and continued with

exclusive breast feeding. Nevertheless, the effort is limited by prelacteal feeding on

newborn baby. The research is conducted to know relating factor of prelacteal feeding

practice on infant at Supat East Village Musi Banyuasin Subdistrict South Sumatera

District.

This research was conducted on May-August 2011 at East Supat Village Musi

Banyuasin Subdistrict Sumatera South District. The research used quantitative approach,

design research in this research was used cross-sectional study. With sample as many as

96 baby 0-6th with technical sampling in this research used simple random sampling

technique. Analyses data used the test Chi-Square.

The result of this research can be seen that the proportion mother who give

prelacteal feeding were 76,0%. And factor prelacteal feeding in this research were the

education level, knowledge, tradition prelacteal feeding and family support in prelacteal

feeding. Therefore, suggested to the mother for not giving prelacteal feeding to the

newborn by doing IMD (Early Breastfeeding Initiation). In particular, health workers

should provide support to mothers by helping the mother to do IMD. For health

departemen, suggested to primary care (community health center) to carry out classroom

program for pregnant women. For other researchers, suggested to conduct further

research on the variables of trust by doing a qualitative approach.

Reading list: 43 (1986-2010)

Page 5: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

iv

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN

MAKANAN PRELAKTEAL PADA BAYI BARU LAHIR

DI DESA SUPAT TIMUR KABUPATEN MUSI BANYUASIN

SUMATERA SELATAN TAHUN 2011

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, September 2011

Raihana Nadra Alkaff, M.MA Minsarnawati, SKM, M.Kes

Pembimbing I Pembimbing II

Page 6: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

v

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, September 2011

Ketua

(Raihana Nadra Alkaff, M.MA)

Anggota I

(Minsarnawati, SKM, M.Kes)

Anggota II

(Farihah Sulasiah, MKM)

Page 7: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

vi

DATA RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Melli Wulandari

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Supat, 13 Mei 1989

Alamat : Jl.SMA 48 No.29 Kel Pinang Ranti Kec.Makasar JakTim

Agama : Islam

No.Kontak : 021-99273613

E-mail : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

TK Nurul Falah II :1994 - 1995

TPA Nurul Falah II : 1995 - 2001

SDN 4 Supat : 1995 - 2001

SMP PGRI Supat : 2001 - 2004

SMA Trisoko Jakarta : 2004 - 2007

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2007 – sekarang

Page 8: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

vii

LEMBAR PERSEMBAHAN

Jika Anda tidak mengubah arah kehidupan Anda, Anda akan

sampai di tempat yang menjadi arah dari tindakan atau tidak

adanya tindakan Anda.

Yakinlah, bahwa apa pun yang Anda kerjakan, atau yang tidak

Anda kerjakan, mengarah ke sesuatu, dan akan menyampaikan

Anda kepada kualitas hidup tertentu di masa depan.

Karena Anda akan pasti sampai, maka pastikanlah bahwa Anda

memulai sesuatu yang baik, mengerjakan yang baik, dalam niat

yang baik.

Jika yang kita lakukan adalah yang selain kebaikan, maka kita

akan pasti menua dalam kelemahan dan perendahan.

Page 9: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

viii

KATA PENGANTAR

Bismillah

Assalamu’alaikum Wr Wb

Segala Puji syukur senantiasa tercurahkan kehadirat Allah SWT yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang, yang senantiasa menganugerahkan nikmat dan rahmat

serta karunianya kepada penulis sehingga penulismasih diberi kesempatan dan

kemampuan dalam menjalankan aktifitas dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

sebaik-baiknya. Shalawat dan salam senantiasa kami curahkan kepada Rosul tercinta,

Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kebenaran yaitu Islam dan telah menjadi

suri tauladan bagi umatnya.

Skripsi ini dapat terselesaikan dengan dukungan dan bantuan pihak-pihak terkait

sehingga penulis sangat berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu

dalam proses penyusunan skripsi ini, diantaranya :

1. Kedua orang tua saya, ayahanda Darwin dan Ibunda Juahir, yang senantiasa

memberikan perhatian dan kasih sayang, menyumbangkan fikiran secara moral,

emosional dan finansial yang tak terhingga, mau mendengarkan semua keluhan dan

senantiasa memberikan doa dan motivasi untuk pantang menyerah dan selalu sabar

dalam menyelesaikan semua tugas yang diemban oleh penulis. Terimakasih Aba,

Uma jasa mu akan ananda balas dengan segala kekuatan anandamu tercinta

Page 10: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

ix

2. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku Ketua program studi Kesehatan Masyarakat.

4. Ibu Ir. Febrianti, M.si selaku penanggung jawab peminatan gizi, terimakasih ibu

telah banyak memberikan banyak informasi mengenai gizi.

5. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA selaku Pembimbing I, terimakasih atas segala

bimbingan, waktu dan fikiran yang ibu berikan kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes selaku Pembimbing II, terimakasih atas segala

bimbingan, waktu dan fikiran yang ibu berikan kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan

Ilmu Pengetahuan kepada kami.

8. Spesially to DonaLd, yang selalu memberikan perhatian dan kasih sayang,

menyumbangkan fikiran dan motivsi, serta senantiasa mendengarkan keluh kesa

penulis selama menjalankan perkuliah ini dari semester awal hingga penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini. Thank u so mach for all.

9. Geer Together Forever (Farida Hidayati, Hafifatul Auliya Rahmy, Karbella

Kuantanades Hasty, Lisa Ellizabet Aula) sahabat yang selalu bersama dalam senang

maupun susah, selalu mengangkatku ketika aku terjatuh, selalu menemaniku dan

memberi semangat, memberi masukan, arahan, memberi warna dalam hidupku,

terimakasih untuk sahabat-sahabatku, bersamamu semua indah.Love u geer.

Page 11: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

x

10. Generasi Oktober thank u so much, atas segala motivasi dan inspirasi yang teman-

teman berikan selama mengerjakan skripsi ini.

11. Teman-teman gizi seperjuanganku angkatan 2007 tetap semangat dan sukses selalu

untuk kita semua.

Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahannya datangnya

dari Kami selaku manusia yang dhaif, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat

Kami harapkan demi terciptanya perbaikan di masa yang akan datang.

Tangerang Selatan, September 2011

Melli Wulandari,SKM

Page 12: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN.......................................................................

ABSTRAK..................................................................................................

LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................

DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................. .

LEMBAR PERSEMBAHAN....................................................................

KATA PENGANTAR................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................. .................................

DAFTAR TABEL......................................................................................

DAFTAR BAGAN......................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................

1.2 Rumusan masalah...................................................................

1.3 Pertanyaan penelitian..............................................................

1.4 Tujuan penelitian ....................................................................

1.4.1 Tujuan Umum................................................................

1.4.2 Tujuan Khusus...............................................................

1.5 Manfaat penelitian...................................................................

1.5.1 Bagi Masyarakat.........................................................

1.5.2 Bagi Instansi dan Pihak-pihak terkait.........................

1.5.3 Bagi Peneliti...............................................................

1.6 Ruang Lingkup Penelitian.......................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Susu Ibu (ASI)..................................................................

2.2 Makanan Prelakteal.........................................……….....

2.3 Definisi dan Determinan Prilaku……………...……………

i

ii

iv

v

vi

vii

viii

x

xv

xviii

xix

1

6

6

7

7

7

8

8

8

9

9

10

11

13

Page 13: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

xii

2.3.1 Definisi Perilaku……………………………………

2.3.2 Determinan Perilaku………………………………..

2.4 Masalah-masalah yang dihadapi selama menyusui dan cara

mengatasinya………………………………………………...

2.5 Bahaya apemberian susu formula……………..…................

2.6 Keuntungan psikologis menyusui…………………………

2.7 Hal-hal yang berhubungan dengan pemberian makanan

prelakteal…………………………………………………….

2.7.1 Umur ibu…………………………………………….

2.7.2 Pendidikan…………………………………………..

2.7.3 Pekerjaan …………………………………………..

2.7.4 Tradisi……………………………………………….

2.7.5 Pengetahuan…………………………………………

2.7.6 Sikap…………………………………………………

2.7.7 Kepercayaan………………………………………..

2.7.8 Penolong persalinan…………………………………

2.7.9 Tempat persalinan…………………………………...

2.7.10 Dukungan keluarga………………………………….

2.7.11 Dukungan petugas kesehatan………………………..

2.8 Kerangka Teori………………………...……………………

BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep....................................................................

3.2 Definisi Operasional…...........................................................

3.3 Hipotesis……………………………………………………..

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain penelitian…………………………...…………..........

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitia………………….......………….

13

15

17

22

22

23

23

24

27

27

29

31

32

34

35

36

37

38

40

42

45

47

47

Page 14: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

xiii

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……………………………..

4.3.1 Populasi …………………………………………….

4.3.2 Sampel ………………………………………………..

4.4 Pengambilan sampel………………………………………..

4.5 Pengumpulan Data…………………………………………..

4.6 Instrumen Penelitian………………………………………...

4.7 Uji validitas dan Reabilitas…………………………………

4.8 Pengolahan Data ……………………………………………

4.9 Analisis Data………………………………………………...

BAB V.HASIL PENELITIAN

5.1 Analisis Univariat ………………………...………..........

5.1.1 Gambaran pemberian makanan prelakteal…………

5.1.2 Gambaran Umur ibu……………………………….

5.1.3 Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu………………...

5.1.4 Gambaran Tradisi pemberian makanan prelakteal...

5.1.5 Gambaran Pengetahuan Ibu………………………..

5.1.6 Gambaran Sikap Ibu ……………………… ……...

5.1.7 Gambaran Penolong persalinan……………………

5.1.8 Gambaran Tempat persalinan…………………...…

5.1.9 Gambaran Dukungan keluarga………………….…

5.1.10 Gambaran Dukungan petugas kesehatan…………..

5.2 Analisis Bivariat……………………….......………………

5.2.1 Hubungan Umur dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir…………………...

5.2.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemberian

Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir………...

5.2.3 Hubungan Tradisi dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir…………………...

48

48

48

49

50

50

50

52

54

55

55

57

57

58

59

60

60

61

62

63

64

64

65

66

Page 15: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

xiv

5.2.4 Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian

Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir………...

5.2.5 Hubungan Sikap dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir…………………...

5.2.6 Hubungan Penolong Persalinan dengan Pemberian

Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir………...

5.2.7 Hubungan Tempat Persalinan dengan Pemberian

Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir………...

5.2.8 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian

Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir………...

5.2.9 Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan

Pemberian Makanan Prelakteal pada Bayi Baru

Lahir……………………………………………......

BAB VI. PEMBAHASAN

6.1 Gambaran Pemberian Makanan Prelakteal pada Bayi Usia

0-6 Bulan di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan……………………………….

6.2 Analsisi antara umur ibu dengan pemberian maknan

prelakteal…………………………..…………………….

6.3 Analisis antara tingkat pendidikan dengan pemberian

maknan prelakteal ………...……………………………..

6.4 Analisis antara tradisi dengan pemberian maknan

prelakteal ……………………………..………………...

6.5 Analisis antara pengetahuan dengan pemberian maknan

prelakteal…………….………………………………….…

6.6 Analisis antara Sikap dengan pemberian maknan

prelakteal………………………………………………….

6.7 Analisis antara penolong persalinan dengan pemberian

67

68

69

70

71

72

74

80

83

85

87

89

Page 16: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

xv

maknan prelakteal dengan pemberian maknan

prelakteal…………………………………………………..

6.8 Analisis antara tempat persalinan dengan pemberian

maknan prelakteal …………………………………………

6.9 Analisis antara dukungan keluarga dengan pemberian

maknan prelakteal …………………………………………

6.10 Analisis antara dukungan petugas kesehatan dengan

pemberian maknan prelakteal ……………………………..

6.11 keterbatasan penelitian………………………..……… …..

BAB VI.SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ………………………...………..........................

5.2 Saran…………….................………….......………………

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….

LAMPIRAN................................................................................................

LAMPIRAN 1……………………………………………………………

LAMPIRAN 2…………………………………………………………….

LAMPIRAN 3……………………………………………………………

92

95

97

99

101

102

104

106

Page 17: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

xvi

DAFTAR TABEL

No Tabel Halaman

Tabel 1.1 AKB di Indonesia Per 1000 Kelahiran Hidup SDKI………….… 2

Tabel 1.2 AKB per 1000 kelahiran hidup tahun 1994-2007 SDKI Provinsi

Sumsel…………...……………………………………………….

2

Tabel 3.1 Definisi Operasional……………………………........…………... 42

Tabel 4.1 Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner……………….………..... 51

Tabel 5.1 Distribusi Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Baru lahir

di Desa Supat Timur Musi Banyausin Sumatera Selatan 2011…..

55

Tabel 5.2 Jenis makanan yang diberikan pada bayi baru lahir di Desa

Supat Timur Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011…………...

56

Tabel 5.3 Alasan pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di

Desa Supat Timur Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011……..

56

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Ibu yang Memiliki

Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin Sumatera

Selatan 2011…………...........................................................

57

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu yang

Memiliki Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin

Sumatera Selatan 2011………………………………………...

58

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tradisi Ibu yang Memiliki

Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin Sumatera

Selatan 2011……………………………………………………...

58

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibuyang

Memiliki Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin

Sumatera Selatan 2011………………………….………………..

59

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Ibu yang Memiliki

Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin Sumatera

Page 18: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

xvii

Selatan 2011……………………………………………………... 60

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Penolong Persalinanyang

Memiliki Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin

Sumatera Selatan 2011……………………….............................

61

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Persalinanyang

Memiliki Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin

Sumatera Selatan 2011…………………………………………...

62

Ttabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluargayang

Memiliki Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyausin

Sumatera Selatan 2011……………………………………….…..

63

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Petugas Kesehatan

ibu yang Memiliki Bayi Baru lahirdi Desa Supat Timur Musi

Banyausin Sumatera Selatan 2011……………………………….

64

Tabel 5.13 Hubungan Umur Ibu dengan Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011………………………

65

Tabel 5.14 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten

Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011…………………

66

Tabel 5.15 Hubungan Tradisi Ibu dengan Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011………………………..

67

Tabel 5.16 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten

Musi BanyuasinSumatera Selatan Tahun 2011……………...…..

68

Tabel 5.17 Hubungan Sikap Ibu dengan Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

BanyuasinSumatera Selatan Tahun 2011………………………..

69

Page 19: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

xviii

Tabel 5.18 Hubungan Penolong persalinan dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten

Musi BanyuasinSumatera Selatan Tahun 2011………………….

70

Tabel 5.19 Hubungan Tempat Persalinan Ibu dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten

Musi BanyuasinSumatera Selatan Tahun 2011………………….

71

Tabel 5.20 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Kabupaten

Musi BanyuasinSumatera Selatan Tahun 2011……………….…

72

Tabel 5.21 Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Pemberian

Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011……..

73

Page 20: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

xix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori..............................................................

Gambar 3.1 Kerangka Konsep...........................................................

Halaman

39

41

Page 21: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 Output Analisis Data

Page 22: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia

seutuhnya.Upaya membangun manusia seutuhnya harus sedini dan seawal mungkin,

yakni sejak manusia itu berada dalam kandungan dan semasa balita.Pembangunan

kesehatan merupakan bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya yang salah

satu kegiatannya adalah melakukan pembinaan kesehatan anak sejak dini melalui

kegiatan kesehatan ibu dan anak.Pembinaan kesehatan ini ditujukan untuk

menghasilkan generasi yang sehat dan berpotensi tangguh.

Sumber daya manusia yang berkualitas ditentukan pula oleh derajat

kesehatan masyarakat.Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator

untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat.Rencana strategi Depkes tahun

2005-2009 menyatakan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Untuk mencapai

tujuan tersebut, pembangunan kesehatan dilaksanakan secara sistematis dan

berkesinambungan, selain itu ditetapkan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan

untuk mencapai sasaran sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan

Page 23: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

2

Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yaitu salah satunya adalah menurunkan angka

kematian bayi (AKB) dari 35 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2009).

Tabel 1.1

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia per 1000 kelahiran hidup

berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI).

Tahun AKB

1993-1997 53

1998-2002 44

2003-2007 34

Sumber: BPS, SDKI 2008

Tabel 1.2

Angka Kematian Bayi per 1000 kelahiran hidup tahun 1994-2007

menurut Survei Provinsi Sumatera Selatan.

Tahun AKB

SDKI 1994 60

SDKI1997 53

SDKI 2002-2003 30

SDKI 2007 42

Sumber: BPS, Sumatera Selatan dalam Angka 2009/2010

Berdasarkan penelitian WHO (2000) di enam negara berkembang, resiko

kematian bayi antara 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui.

Untuk bayi berusia di bawah 2 bulan, angka kematian ini meningkat menjadi 48%.

Salah satu upaya untuk mengurangi AKB yaitu dengan pemberian ASI khususnya

ASI Ekslusif 6 bulan dan tetap diberi ASI sampai 11 bulan saja dengan MP-ASI

pada usia 6 bulan dapat menurunkan kematian balita sebanyak 13% (Roesli, 2008).

World Health Organization/United Nations Children’s Fund

(WHO/UNICEF), pada tahun 2003 melaporkan bahwa 60% kematian balita

langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh kurang gizi, dan dua per tiga dari

kematian tersebut terkait dengan praktik pemberian makanan yang kurang tepat pada

Page 24: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

3

bayi dan anak (Depkes, 2009). Selain itu makanan prelakteal seperti madu, air teh,

air tajin, dan pisang sangat berbahaya bagi kesehatan bayi. Makanan padat seperti

pisang dapat menyebabkan sumbatan saluran pencernaan dan menyebabkan

kematian berkisar 5,1% (Wiryo,1998 dalam Theresiana, 2002) selain itu pemberian

makanan prelakteal seperti madu juga berbahaya karena di dalam madu terdapat

kandungan colustrum botulinum Spora yang dapat membahayakan dan mematikan.

Pemberian makanan prelakteal adalah makanan yang diberikan kepada bayi sebelum

ASI keluar (Depkes, 2009).

Penelitian Fikawati dan Syafiq (2003) dalam Nelvi (2004), menemukan

kegagalan pelaksanaan ASI Ekslusif telah dimulai sejak 3 hari pertama kelahiran

yaitu lebih dari 80% responden yang tidak ASI ekslusif 4 bulan, telah memberikan

makanan/minuman prelakteal dalam tiga hari pertama kepada bayinya. Pemberian

maknan prelakteal berbahaya bagi bayi karena saluran pencernaan bayi belum cukup

kuat untuk mencerna makanan dan minuman selain ASI (Depkes, 1997).Selain itu

Makanan/minuman prelakteal dapat menggangu produksi ASI dan mengurangi

kemampuan bayi untuk menghisap, di samping itu daya cerna bayi hanya cocok

untuk ASI saja.

Pemberian ASI di Indonesia belum berhasil sepenuhnya, pemberian ASI satu

jam paska bersalin 8% dan pemberian ASI pada hari pertama 52,7%. Berdasarkan

SDKI (2002), yakni 45,3% bayi mendapatkan makanan prelakteal cair dan 17,6%

mendapatkan prelakteal setengah padat atau lembik. Berdasarkan Riskesdas 2010

Pemberian makanan prelakteal di sumatera selatan sebanyak 44, 8%, jenis makanan

Page 25: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

4

yang paling banyak diberikan yaitu susu formula dan madu yaitu (75,6%) dan

(23,3%). Penelitian di Bogor tahun 2001 menunjukkan bahwa 18,7 % dari ibu-ibu

memberikan susu formula pada minggu pertama setelah kelahiran. Temuan penting

lainnya dari studi tersebut adalah bahwa 14,8% menyatakan setuju untuk

memberikan susu formula kepada bayi baru lahir (Depkes 2001).

Hasil penelitian Widodo (2001) yang dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa

Barat menunjukkan bahwa 77% responden memberikan makanan prelakteal kepada

bayi baru lahir. Penelitian yang dilakukan Theresenia (2002) di Tangerang

menunjukkan bahwa sebanyak 74,9% responden memberikan makanan prelakteal

pada bayi baru lahir. Hasil penelitian Megawati (2002), memperlihatkan bahwa

pemberian makanan prelakteal di wilayah Kerja Puskesmas Bogor Selatan cukup

tinggi yaitu sebesar 72,5%.

Menurut Sinambella (2000), pemberian makanan prelakteal yang dilakukan

di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor sebanyak 83,3% responden terjadi karena

kebiasaan yang ada di lingkungan responden. Penelitian Wijaya (2002) menyebutkan

bahwa keberhasilan seorang ibu dalam menyusui sangat dipengaruhi oleh

pengalaman dan dukungan dari orang di sekitarnya terutama keluarga.Kebanyakan

ibu memerlukan dukungan agar dapat menyusui dengan baik.Lubis (2000),

menyatakan bahwa petugas kesehatan memiliki peran yang sangat besar dalam

memberikan contoh pemberian makanan terhadap anak. Kurnia Ningsih (2004),

menyatakan bahwa 58% petugas kesehatan membolehkan pemberian

Page 26: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

5

makanan/minuman prelakteal sebelum ASI keluar dan 76% petugas kesehatan setuju

untuk memberikan makanan/minuman prelakteal ketika ASI ibunya belum keluar.

Berdasarkan profil kesehatan Sumatera Selatan 2010 didapatkan cakupan

pemberian ASI ekslusif di Sumatera Selatan pada tahun 2009 mencapai 36,33%.

Cakupan ibu yang memberikan ASI ekslusif di Sumatera Selatan dan di setiap

Kabupaten yang ada di Sumatera Selatan salah satunya yaitu di Kabupaten Musi

Banyuasin dengan cakupan pemberiann ASI Ekslusif sebesar 48,97% masih di

bawah Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu 80% (Profil Kesehatan Sumsel,

2010).

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Supat Timur dengan

cara pengamatan dan wawancara berdasarkan kuesioner pada 10 ibu yang

mempunyai bayi baru lahir didapatkan hasil 100% dari ibu tersebut memberikan

makanan prelakteal pada bayi, dimana 80% makanan yang diberikan adalah madu

dan sebanyak 20% ibu yang memberikan makanan prelakteal berupa susu formula.

Mengingat masih banyaknya praktik pemberian makanan prelakteal pada bayi yang

juga merupakan penyebab kematian pada bayi, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian

makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

Page 27: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

6

1.2 Rumusan Masalah

Makanan prelakteal dapat membahayakan kesehatan bayi dan akan

menggangu produksi ASI dan mengurangi kemampuan bayi untuk menghisap, di

samping itu daya cerna bayi hanya cocok untuk ASI saja. Namun praktik tersebut

masih banyak dilakukan.Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka pemberian

makanan prelakteal pada bayi. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Desa

Supat Timur dengan cara pengamatan dan wawancara berdasarkan kuesioner pada

10 ibu yang mempunyai bayi didapatkan hasil 100% dari ibu tersebut memberikan

makanan prelakteal pada bayinya. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian yang

akan dilakukan ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian

makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di

Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

2 Bagaimana gambaran umur ibu, tingkat pendidikan ibu,tradisi, pengetahuan ibu,

sikap ibu, penolong persalinan, tempat persalinan ibuyang memiliki bayi baru

lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun

2011.

3 Bagaimana gambaran dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan

terhadap ibu yang memiliki bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

Page 28: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

7

4 Bagaimana hubungan umur ibu,tingkat pendidikan ibu, tradisi ibu, pengetahuan

ibu,sikap ibu, penolong persalinan ibu, tempat persalinan ibu dengan pemberian

makanan prelakteal atau tidak pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

5 Bagaimana hubungan dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan

dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak pada bayi baru lahir di Desa

Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian

makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan 2011.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir

di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun

2011.

2. Mengetahui gambaran umur ibu, tingkat pendidikan ibu, tradisi,

pengetahuan ibu, sikap ibu, penolong persalinan, tempat persalinan ibu

yang memiliki bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

Page 29: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

8

3. Mengetahui gambaran dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan

terhadap ibu yang memiliki bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten

Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

4. Mengetahui hubungan umur ibu, tingkat pendidikan ibu, tradisi,

pengetahuan ibu, sikap ibu, penolong persalinan ibu, tempat persalinan ibu

dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak pada bayi baru lahir di

Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun

2011.

5. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan

dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak pada bayi baru lahir di

Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan tahun

2011.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi mengenai pentingnya pemberian ASI pada bayi

baru lahir pada waktu yang tepat untuk mencegah terjadinya kegagalan dalam

pemberian ASI Ekslusif yang dapat berdampak pada kesehatan bayi.

1.5.2 Bagi instansi dan pihak-pihak terkait

Dapat menjadi bahan petimbangan dan diharapkan dapat memberikan

informasi yang bermanfaat bagi pembuat program dan pelaksana program,

terutama untuk pengembangan program gizi balita di dalam memberikan

Page 30: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

9

informasi kepada masyarakat, khususnya ibu-ibu yang telah dan akan memiliki

anak.

1.5.3 Bagi peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan

penelitian dan sebagai aplikasi ilmu yang didapat selama kuliah serta dapat

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan

prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur. Selain itu dapat dijadikan

sebagai bahan penelitian lanjutan oleh peneliti lain dalam tema yang sama.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi di Desa Supat Timur tahun

2011.Penelitian ini dilakukan di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin

Sumatera Selatan dan dilakukan pada bulan Mei- Agustus 2011. Sasaran penelitian

ini adalah ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan dengan metode pengambilan data

primer berupa wawancara berdasarkan kuesioner dan menggunakan jenis penelitian

kuantitatif dengan disain cross sectional. Penelitian dilakukan karena masih

banyaknya praktik pemberian makanan prelakteal pada bayi.

Page 31: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Susu Ibu (ASI)

ASI adalah makanan terbaik yang dapat diberikan ibu kepada bayi yang baru

dilahirkan. Komposisi ASI berubah setiap saat sesuai dengan kebutuhan bayi dan

bila diberikan dengan baik dan benar dapat memenuhi kebutuhan untuk tumbuh

secara optimal sampai usia 6 bulan. Selain itu ASI mengandung makrofag limfosit

dan antibody yang dapat mencegah bayi terinfeksi dengan penyakit

tertentu.Pemberian ASI mempunyai pengaruh biologis dan emosional yang luar

biasa terhadap kesehatan ibu dan anak serta terdapat hubungan yang erat antara

menyusui ekslusif dan penjarangan kelahiran (Suradi, 2001 dalam Nelvi, 2004).

Dalam keadaan normal, bayi tidak memerlukan air atau makanan lain selama

2-4 hari pertama setelah lahir, yaitu pada saat ibu baru mulai menyusui. Karena

cadangan tenaga dan air yang di bawah sejak lahir cukup untuk pertahanan bayi

pada hari-hari pertama kehidupan, sementara proses menyusui belum mantap.

Sehingga dianjurkan untuk meletakkan bayi di lingkungan yang cukup hangat, tetapi

tidak terlalu kering, untuk mencegah kehilangan cairan melalui keringat (Perinasia,

1990).

Page 32: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

11

2.2 Makanan Prelakteal

Asupan sebelum menyusui (asupan pralaktasi) adalah makanan/minuman

buatan yang diberikan kepada bayi sebelum kegiatan menyusui dimulai (Depkes,

2009). Sedangkan menurut Depkes (2010), makanan prealakteal adalah makanan

yang diberikan kepada bayi sebelum ASI keluar, jenis-jenis makanan tersebut antara

lain: air kelapa, air tajin, madu, pisang, nasi yang dikunyah ibunya, papaya, dan susu

formula. Pemberian maknan prelakteal berbahaya bagi bayi karena saluran

pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencerna makanan dan minuman selain

ASI.

Menurut Suhardjo (1998) makanan prelakteal adalah makanan yang

diberikan kepada bayi sebelum diberikan ASI. Makanan prelakteal diberikan pada 1-

3 hari pertama setelah kelahiran, makanan yang umum diberikan pada masa

prelakteal tersebut adalah madu, kelapa muda, pisang dihaluskan, papaya dihaluskan,

air gula bahkan di Jawa Timur sebagian ada ibu-ibu yang memberikan susu sapi

sebagai makanan prelakteal, di Nusa Tenggara barat ibu-ibu Suku Sasak juga

memberikan nasi papak, nasi masam, bubur tepung dan teh kepada bayi baru lahir,

selain itu sebagian ibu-ibu Suku Bali memberikan susu bubuk sebelum mulai

memberikan ASI. Alasan memberikan makanan prelakteal adalah supaya bayi

berhenti menangis, karena bayi belum bisa menghisap ASI, bayi membutuhkan

makanan dan ASI belum keluar.

Page 33: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

12

Pemberian makanan prelakteal merupakan perilaku ibu dalam memberikan

makanan/minuman selain ASI sebelum ASI keluar seperti: air teh, air putih, madu,

air tajin, pisang, susu formula, dan pepaya kepada bayi. Menurut Depkes (2007),

makanan prelakteal ini berbahaya karena: makanan ini dapat menggantikan

kolostrum sebagai makanan bayi yang paling awal. Bayi mungkin terkena diare,

septicemia dan meningitis, bayi lebih mungkin menderita intoleransi terhadap

protein di dalam susu formula tersebut, serta alergi misalnya eksim.

Makanan prelakteal mengganggu hisapan bayi. Rasa lapar bayi terpuaskan,

sehingga bayi menyusu lebih sedikit, bila bayi diberi minuman dari botol dan dot,

maka bayi lebih sulit melekat pada payudara (bingung puting), bayi akan kurang

menyusu dan merangsang payudara dan ASI memerlukan waktu lebih lama untuk

keluar, hal ini mempersulit pemantapan menyusui. Meskipun bayi mendapatkan

asupan prelakteal sedikit, ibu kemungkinan besar akan mengalami masalah seperti

pembengkakan payudara. Akibatnya, kegiatan menyusui kemungkinan besar akan

berhenti lebih awal dibandingkan bila bayi disusui ekslusif sejak lahir.

Pemberian makanan prelakteal sangat merugikan karena akan

menghilangkann rasa haus bayi sehingga malas menyusui. Menurut Ebrahim (1986)

dalam Megawati (2002) beberapa top feeds atau makanan dari larutan glukosa hanya

akan menimbulkan hambatan dan melemahkan let down reflex dengan menjauhkan

rangsangan menghisap. Menurut Siregar (2004), bahaya pemberian makanan

prelakteal meliputi:

Page 34: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

13

1. Untuk bayi

a. Bayi bisa tidak mau menghisap dari payudara karena pemberian makanan ini

menghentikan rasa laparnya.

b. Diare sering terjadi karena makanan ini mungkin tercemar, juga bila bayi

tidak menghisap payudara maka tidak akan mendapat susu jolong

(kolostrum).

c. Bila yang diberikan susu sapi, alergi sering terjadi.

d. Bayi kebingungan menghisap puting susu bila pemberian makanannya lewat

botol.

2. Untuk ibu

a. ASI keluar lebih lama karena bayi tidak cukup menghisap

b. Bendungan dan mastitis lebih mungkin terjadi karena payudara tidak

mengeluarkan ASI, dan

c. Ibu sulit menyusui dan cenderung berhenti menyusui.

2.3 Definisi dan Determinan Perilaku

2.3.1 Definisi Perilaku

Perilaku berasal dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan

dorongan merupakan usaha memenuhi kebutuhannya.Perilaku merupakan

refleksi berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak,

motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya (Notoadmojo, 2003).

Page 35: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

14

Perilaku adalah hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan

tanggapan (respons).Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu

aktivitas pada manusia itu sendiri baik yang dapat diamati secara langsung

maupun tidak langsung. Berdasarkan definisi perilaku dari Skinner 1983

perilaku merupakan hubungan antara stimulus dengan respon, skinner

mengemukakan ada dua respon (tanggapan) yaitu:

1. Respondent respons atau reflexive respons, ialah respons yang

ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-

perangsangan yang semacam itu disebut elektring stimuli, karena respon-

respon yang relatif tetap. Responden respon (respondent behavior) ini

mencakup juga emosi respon atau emotional behavior, yang timbul

karena hal yang kurang mengenakan organisme yang bersangkutan,

misalnya reaksi menangis ketika sedih atau sakit.

2. Operant respond atau instrumental respons adalah respon yang timbul

dan berkembang diikuti rangsangan tertentu. Perangsangan tersebut atau

semacamnya disebut reinforcing stimuli, karena perangsangan-

perangsangan tersebut memperkuat respon yang dilakukan oleh

seseorang. Respondent respons sangat terbatas keberadaannya pada

manusia. Ini disebabkan karena hubungan yang pasti antara stimulus dan

respon kemungkinan untuk memodifikasinya adalah sangat kecil,

sebaliknya operant respons merupakan bagian terbesar dari perilaku

Page 36: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

15

manusia, dan kemungkinan memodifikasinya sangat besar bahkan tidak

terbatas.

2.3.2 Determinan Perilaku

Notoatmodjo (2007), mengemukakan banyak teori tentang

determinan perilaku, masing-masing berdasarkan asumsi-asumsi yang

dibangun. Dalam bidang perilaku kesehatan, ada 3 teori yang sering menjadi

acuan dalam penelitian-penelitian kesehatan masyarakat, ketiga teori tersebut

yaitu teori Lawrence Green (1980), Snehandu B. Kar (1983), dan WHO

(1984).

a. Teori Lawrence Green

Green membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan

yakni behavioral factors (perilaku kesehatan), dan non behavioral factor

(faktor non perilaku). Selanjutnya perilaku sendiri ditentukan oleh 3

faktor.

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor

yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain

pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan

sebagainya.

2. Fakto-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang

memungkinkann atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan,

Page 37: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

16

antara lain sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya

perilaku kesehatan, misalnya puskesmas, posyandu, rumah sakit, dll.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang terwujud

dalam sikap dan perilaku petugas lain, yang merupakan kelompok

refrensi dari perilaku masyarakat.

b. Teori snehandu B. Kar

Kar dalam Notoadmojo (2007), mengidentifikasi adanya 5

determinan perilaku yaitu,

1. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan

dengan objek atau stimulus di luar dirinya.

2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support).

3. Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah

tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan

diambil oleh seseoranng. Misalnya informasi tentang kesehatan atau

fasilitas kesehatan.

4. Otonomi pribadi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) dalam

hal ini mengambil tindakan atau keputusan.

5. Kondisi dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak

bertindak (action situation).

Page 38: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

17

c. Teori WHO

World Health Organization (WHO) merumuskan bahwa

seseorang berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok.

1. Pemikiran dan perasaan, yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi,

sikap, kepercayaan-kepercayaan dan pertimbangan seseorang

berdasarkan objek.

2. Adanya acuan atau refrensi dari seseorang atau pribadi yang

dipercayai (personal refrences).

3. Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk

terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat (sarana dan prasarana

atau fasilitas)

4. Soiso budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh

terhadap perilaku seseorang, faktor budaya merupakan faktor ekternal

untuk terbentuknya perilaku seseorang.

2.4 Masalah-Masalah yang Dihadapi Selama Menyusui dan Cara Mengatasinya

Beberapa masalah yang sering dihadapi ibu selama menyusui adalah:

1. Masalah Biologis Ibu

1. Puting datar, terbenam dan besar/panjang

a. Bangun rasa percaya diri ibu,

Page 39: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

18

b. Bayi perlu memasukkan sebagian besar areola dan jaringan di

belakangnya kedalam mulut bayi, sewaktu bayi menyusu, bayi akan

menarik payudara dan puting ibu ke arah luar.

c. Biarkan bayi melekat sendiri pada payudara, kapanpun ia mau.

d. Bantu ibu mengatur posisi bayi sehingga bayi bisa melekat lebih baik

e. Bantu ibu supaya puting lebih menonjol sebelum menyusui dengan

menggunakan pompa payudara manual, atau sebuah alat suntik untuk

menarik puting keluar.

2. Payudara bengkak

Penyebab payudara membengkak yaitu,

1. ASI banyak

2. Terlambat mulai menyusui

3. Pelekatan kurang baik

4. Pengosongan ASI tidak sering

5. Pembatasan lama menyusui

Mengeluarkan ASI sangat penting untuk mengatasi pembengkakan.

Bila ASI tidak dikeluarkan akan terjadi mastitis, bengkak (abses) dan

produksi ASI berkurang.

1. Bila bayi mampu menyusu, bayi sebaiknya menyusu lebih sering. Bantu

ibu mengatur posisi bayi agar melekat dengan baik. Dengan demikian

bayi akan menyusu secara efektif dan tidak mencederai puting.

Page 40: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

19

2. Bila bayi tidak mampu menyusu, bantu ibu memerah ASInya. Ibu mampu

memerah dengan tangan atau memerlukan pompa payudara, dapat

memerah sedikit ASI untuk membuat payudara cukup lunak untuk bayi

menyusu.

3. Sebelum menyusu atau memerah, rangsanglah reflex oksitosin ibu dengan

kompres hangat atau mandi air hangat, pijat tengkuk dan punggung,

pijitan ringan pada payudara, merangsang kulit puting dan bantu ibu

untuk rileks.

4. Setelah menyusui untuk menghilangkan edema, letakkan kompres dingin

pada payudara

5. Bangun rasa percaya diri ibu.

3. Saluran tersumbat dan mastitis

Mastitis timbul pada payudara yang bengkak atau dapat terjadi karena

saluran ASI tersumbat.Saluran tersumbat terjadi saat ASI tidak dikosongkan

dari salah satu bagian payudara.Hal ini terjadi karena saluran menuju bagian

payudara tersumbat oleh ASI yang menebal.Gejalanya adalah gumpalan dan

lembek, seringkali terdapat kemerahan pada kulit di daerah yang bengkak.Ibu

tidak demam dan merasa sehat.

Apabila ASI menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran

tersumbat atau karena payudara bengkak maka ini disebut statis ASI.Jika ASI

tidak juga dikeluarkan statis ASI dapat menyebabkan peradangan jaringan

Page 41: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

20

payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi.Kadang payudara terinfeksi

bakteri (mastitis terinfeksi).Penyebab saluran tersumbat dan mastitis adalah

kurang baiknya aliran ASI pada sebagian atau seluruh payudara.

Aliran yang kurang baik pada seluruh payudara dapat terjadi karena

menyusui kurang sering, menyusui tidak efektif jika bayi tidak melekat

dengan benar pada payudara. Sedangkan kurang lancarnya aliran pada

sebagian payudara bisa terjadi karena menyusui tidak efektif, tekanan

pakaian yang ketat, tekanan jari ibu dan bagian bawah payudara yang besar

kurang baik mengalirkan ASI karena cara bergantung payudara itu sendiri.

Faktor penting lainnya adalah stress dan banyak pekerjaan ibu, hal ini

menyebabkan ibu kurang sering menyusui bayinya atau kurang lama. Trauma

pada payudara yang merusak jaringan payudara kadang menyebabkan

mastitis, bila ada puting retak maka itu memungkinkan bakteri masuk ke

jaringan payudara.

4. Puting lecet dan retak

Puting lecet disebabkan oleh kesalahan dalam teknik menyusui, yaitu

bayi tidak menyusu sampai kekalang payudara. Bila bayi hanya menyusu

pada puting susu maka bayi akan mendapat ASI sedikit karena gusi bayi

tidak menekan pada daerah sinus laktifirus, sedangkan pada ibunya kan

terjadi nyeri/lecet pada puting susunya (Soetjiningsih, 1997). Penanganan

puting lecet: Bagun rasa percaya diri ibu, perbaiki pelekatan dan teruskan

Page 42: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

21

menyusui, kurangi pembekakan, sarankan sering menyusui dan perah ASI,

obati candida apabila kulit merah, berkilat dan bersisik. Anjurkan ibu

mencuci payudara sekali sehari saja dan hindari pemakaian sabun, hindari

obat lotion dan salep, mengoleskan ASI akhir pada areola dan puting tiap

selesai menyusui (Depkes, 2009).

2. Masalah Psikologis Ibu

Menurut siregar 2002 bahwa faktor kejiwaan sangat mempengaruhi

pembuahan air susu ibu. Kegagalan menyusui dapat terjadi apabila ibu selalu

dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk

ketegangan lainnya.

Siregar juga mengatakan pada ibu menyusui ada dua reflex yang menentukan

keberhasilan menyusui bayinya, yaitu:

1. Refleks Prolaktin

Disaat payudara ibu dihisap oleh bayi, maka terjadi rangsangan

neoroharmonal pada putting susu dan aerola ibu. Rangsangan ini diteruskan

ke hypophyse melalui nervus vagus, terus ke lobus anterior. Hormon

prolaktin akan keluar dari lobus ini, masuk ke peredaran darah dan sampai

pada kelenjar-kelenjar pembuat ASI. Kelnjar-kelenjar ini akan terangsang

untuk menghasilkan ASI.

2. Refleks Oksitosin

Page 43: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

22

Refleks ini akan memancarkan ASI keluar. Apabila didekatkan pada

payudara ibu, bayi akan memutarkan posisi kepalanya ke arah payudara ibu.

Refleks memutarnya kepala bayi ke payudara ibu inilah yang dinamakan

rooting reflex (refleks menoleh).Let down reflex sangat sensitive. Refleks ini

akan terganggu, apabila ibu mengalami guncangan emosi, tekanan jiwa dan

gangguan fikiran. Apabila terjadi gangguan let down reflex ini, maka ASI

tidak keluar. Hal ini akan berakibat bayi, ini justru akan menambah ibu lebih

gelisah lagi sehingga semakin mengganggu let down reflex.

2.5 Bahaya Pemberian Susu Formula

Menurut Depkes (2009) bahaya pemberian susu formula yaitu:

1. Lebih mudah diare dan infeksi saluran pernafasan

2. Kurang gizi, kekurangan vitamin A

3. Lebih mudah meninggal

4. Lebih mudah alergi dan keadaan tidak tahan (intolerensi)

5. Meningkatnya resiko beberapa penyakit kronis

6. Kelebihan berat badan

7. Nilai tes kecerdasan lebih rendah.

2.6 Keuntungan Psikologis Menyusui

Menyusui membantu ibu dan bayi membentuk hubungan yang erat dan

penuh kasih sayang yang membuat ibu merasa sangat puas secara emosional.Kontak

kulit antara ibu dan bayi segera setelah persalinan membantu mengembangkan

Page 44: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

23

hubungan tersebut (bonding). Selain itu keuntungan dari menyusui adalah bayi

jarang menangis dan akan tumbuh dan berkembang lebih cepat jika bayi selalu dekat

dengan ibunya dan disusui segera setelah dilahirkan (Depkes, 2009).

Ibu yang menyusui merespon bayinya dengan cara yang lebih kasih sayang,

jarang mengeluh dalam memenuhi kebutuhan bayi untuk diperhatikan dan menyusui

dimalam hari. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyusui akan membantu

proses perkembangan intelektual anak, hasil penelitian terhadap kecerdasan terhadap

bayi Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang dilakukan pada masa kanak-kanak

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan IQ secara signifikan pada bayi yang diberi

ASI lebih cerdas dibandingkan dengan yang diberi susu formula (Nur, 2008).

2.7 Hal-Hal yang Berhubungan dengan Pemberian Makanan Prelakteal

1. Umur Ibu

Tidak semua wanita sama dalam menyusui. Sebagian mempunyai

kemampuan yang lebih besar dari pada yang lain. Pada umumnya wanita yang

lebih muda kemampuannya lebih baik dari yang tua.Salah satu faktor

penyebabnya adalah adanya perkembangan kelenjar yang matang pada pubertas

dan fungsinya yang berubah sesudah kelahiran bayi (Ebrahim, 1978). Menurut

(Madjid, 1999 dalam Nuryanto, 2002) kurun waktu yang paling aman secara

biologis untuk reproduksi adalah 20-30 tahun karena pada kurun waktu tersebut

terjadi kematangan pertumbuhan organ genitalia interna dan perkembangan

hormonal yang stabil.

Page 45: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

24

Soetjningsih (1997) mengungkapkan bahwa semakin muda usia ibu

semakin tinggi kecendrungan untuk memberikan ASI. Hal ini berbanding

terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Megawati (2002) didapatkan

hasil bahwa ibu yang berumur lebih muda lebih banyak yang memberikan

makanan prelakteal pada bayi yang baru lahir dibandingkan dengan ibu yang

berumur lebih tua.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Linda Amalia (2007) memperlihatkan

bahwa tidak ada hubungan signifikan antara ibu yang berumur < 20 dan> 30

dengan ibu yang umur 20-30 tahun dalam memberikan ASI segera setelah

melahirkan. Hal ini terlihat bahwa ibu yang berumur < 20 tahun dan > 30 tahun

maupun umur ibu diantara 20-30 tahun mayoritas tidak segera memberikan ASI

setelah melahirkan 66,7%.

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat dibutuhkan

untuk pengembangan diri.Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah

menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi juga semakin

meningkanya produktivitas dan semakin tinggi kesejahteraan

keluarga.Pendidikan adalah sejumlah pengalaman belajar baik formal maupun

informal yang diorientasikan pada perkembangan dan pertumbuhan pribadi.Yang

dimaksud dengan pendidikan formal adalah pendidikan umum melalui jalur

sekolah.

Page 46: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

25

Menurut Depkes RI 2005 dalam Hermansyah 2010, seorang ibu yang

mempunyai tingkat pendidikan rendah maka balitanya berisiko 2 kali lebih

banyak terhadap masalah kesehatan dibandingkan dengan ibu yang memiliki

pendidikan tinggi. Berarti jika seorang ibu berpendidikan lebih tinggi maka

kemungkinan ibu dapat menerima banyak informasi, termasuk informasi tentang

gizi balita sehingga ibu dapat memberikan asupan gizi yang baik untuk balitanya.

Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah

menerima informasi kesehatan khususnya di bidang gizi, sehingga dapat

menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-

hari. Pendidikan adalah suatu proses yang berjalan berkesinambungan. Tingkat

pendidikan merupakan salah satu indikator sosial dalam masyarakat karena

melalui pendidikan sikap tingkah laku manusia dapat meningkat dan berubah

citra sosialnya. Disamping itu, tingkat pendidikan juga dapat dijadikan sebagai

cermin keadaan sosial ekonomi di dalam masyarakat (Depkes RI, 1990 dalam

Hermansyah 2010).

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam

tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua

dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan

anak yang baik/cara mempraktekkan pola asuh dalam kehidupan sehari-hari,

bagaimana cara menjaga kesehatan anak, pendidikan dan sebagainya

(Soetjiningsih, 2004).

Page 47: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

26

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan mutu hidup

manusia.Secara umum pendidikan meningkatkan keperibadian manusia, aspek

jasmani, aspek rohani, pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam rangka

menciptakan kepribadian yang mantap dan mandiri.Pendidikan dalam penelitian

ini dibagi menjadi 2 kategorik yaitu pendidikan rendah dan pendidikan

tinggi.Responden yang berpendidikan rendah adalah responden berpendidikan

SMP ke bawah dan responden berpendidikan tinggi bila responden minimal

SMA/ sederajat (Hartuti, 2006).

Penelitian Megawati (2002) memperlihatkan bahwa ibu yang

berpendidikan rendah lebih banyak memberikan makanan prelakteal pada

bayinya pada saat baru lahir dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan

tinggi.Selain itu ibu dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai kemungkinan

lebih besar untuk memberikan makanan prelakteal dibandingkan dengan ibu

yang berpendidikan tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Linda Amalia (2007) menunjukan bahwa

tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pemberian

ASI segera lahir hal ini terlihat bahwa untuk semua kategori pendidikan,

presentase ibu yang memberikan ASI segera pada bayi baru lahir lebih kecil dari

pada ibu yang tidak memberikan ASI segera pada bayi baru lahir.

3. Pekerjaan

Page 48: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

27

Bekerja selalu dijadikan alasan tidak memberikan ASI ekslusif pada bayi

karena ibu meninggalkan rumah sehingga waktu pemberian ASI pun

berkurang.Akan tetapi seharusnya seorang ibu yang bekerja tetap dapat

memberikan ASI secara ekslusif kepada bayinya dengan pengetahuan yang benar

tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI, dan dukungan lingkungan kerja

(Soetjiningsih, 1997).Pada Penelitian Megawati (2002) memperlihatkan bahwa

Ibu yang tidak bekerja lebih banyak memberikan makanan prelakteal dibanding

dengan ibu yang bekerja.

4. Tradisi

Tradisi adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan

menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu

negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama dan adanya informasi yang

diteruskan dari generasi baik tertulis maupun (seringkali) lisan. Dalam hal ini

tradisi pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir seperti: madu, air

kelapa, air tajin, air teh, pisang, air putih dan lain-lain (Kholifah, 2008).

Pengetahuan secara budaya tentang pangan adalah salah satu faktor yang

menentukan apa yang dapat dimakan dan apa yang tida. Sering kali inipun masih

dibatasi adanya kemungkinan kepercayaan agam ataupun tradisi mengenai apa

yang boleh dan yang tidak boleh dimakan, apa yang baik dan apa yang tidak baik

secara sosial. Semua itu diperoleh melalui proses pewarisan dari generasi tua

kepada generasi muda secara terus menerus. Lewat proses enkulturasi dan

Page 49: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

28

sosialisaai tiap individu membiasakan diri dalam apa yang patut dimakan

(Puslitbang Gizi Depkes RI,1985 dalam Kholifah 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kholifah (2008)

mengungkapkan bahwa beberapa informan utama memberikan madu pada bayi

baru lahir pemberian makanan tersebut dilakukan karena kebiasaan yang

dianjurkan oleh orang tua ketika ASI ibu belum keluar atau keluar namun masih

sedikit. Pemilihan madu sebagai makanan untuk bayi baru lahir disebabkan

karena makanan berupa madu memiliki kepercayaan tertentu, yaitu dapat

mengeluarkan kotoran dari dalam tubuh bayi setelah melahirkan dan dipercaya

dapat membuat bibir bayi tersebut menjadi merah jika pemberiannya dilakukan

dengan cara dioleskan pada cabe merah ke bibir bayi.

Penelitian Sinambella (2002) di Bogor yang mengungkapkan bahwa

pemberian makanan yang dilakukan di tempat tersebut terjadi karena kebiasaan

yang ada di lingkungan responden yang menganggap makanan prelakteal

merupakan makanan yang baik untuk bayi menunggu ASI keluar.Sama halnya

dengan penelitian Widodo (2001) yang mendapatkan bahwa kebiasaan

pemberian makanan pada bayi baru lahir atas dasar tujuan tertentu, salah satunya

adalah untuk membersihkan kotoran dari perut bayi.

5. Pengetahuan

Page 50: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

29

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” terjadi dan setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu.selain itu pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku

akan lebih langgeng bila didasari oleh pengetahuan dibandingkan perilaku yang

tidak berdasarkan pengetahuan, walaupun ternyata pengetahuan yang mendasari

sikap seseorang tersebut masih dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat

kompleks untuk sampai terbentuk perilaku yang nyata (Notoadmodjo, 2003).

Pengetahuan sangat berperan penting dalam melakukan pemberian

makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi. Tahu atau tidaknya seorang ibu

mengenai cara pemberian makanan pada bayi merupakan proses transisi dari

asupan ASI menuju ke makanan selain ASI. Kurangnya pengetahuan dan salah

konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai

setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang

bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Lain halnya

dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan

informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2003).

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi

didasarkan pada tiga kenyataan (Suhardjo, 2003):

1. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang

optimal, pemeliharaan dan energi.

Page 51: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

30

2. Ilmu gizi merupakan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar

menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

3. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

Grant (1989) dalam Sinambela (2000), mengemukakan bahwa kebiasaan

yang salah pada pemberian makanan pada bayi disebabkan kurangnya

pengetahuan sebagian besar orang tua tentang pentingnya pemberian ASI dan

pemberian makanan pada usia tambahan pada usia 4-6 bulan. Pengetahuan ibu

sangat erat kaitannya dengan kesehatan anak baik itu diukur dari status gizinya

ataupun dari kematian bayi dan anak.

Pengetahuan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua ketegorik

yaitu kurang baik dan baik, dikatakan kurang baik apabila mendapat skor

jawaban yang benar < 70%. Sedangkan responden dikatakan baik apabila skor

jawaban yang benar ≥70% (Hartuti, 2006).

Berdasarkan penelitian Megawati (2002) memperlihatkan bahwa semakin

baik pengetahuan ibu semakin menurun persentasi pemberian makanan

prelakteal pada bayi baru lahir.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Kholifah (2008) bahwa seluruh informan utama dalam penelitian mengatakan

bahwa pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir tidak menimbulkan

pengaruh buruk apapun baik bagi ibu maupun bayinya.Menurut mereka kondisi

bayi dalam keadaan sehat-sehat saja setelah makanan tersebut diberikan.

6. Sikap

Page 52: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

31

Sikap merupakan reaksi repons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu objek atau stimulasi.Manifestasi sikap itu tidak bisa langsung

dilihat, tetapi hanya bisa ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Sikap secara nyata akan menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulasi tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari (Notoadmodjo,

2003). Sikap merupakan salah satu faktor yang ada pada dalam diri seseorang

yang bisa menyebabkan orang tersebut melakukan sesuatu sehingga mempunyai

pengaruh yang besar terhadap perilaku seseorang.

Menurut Purwanto (1998) dalam Kholifah (2008) menjelaskan bahwa

sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif.Sikap positif seseorang

terhadap sesuatu diharapkan dapat membuat perubahan perilaku yang

positif.Dengan pengetahuan, pendidikan dan sikap yang positif dimungkinkan

terjadi suatu perubahan perilaku positif (Notoatmodjo, 2003).Sikap dalam

penelitian ini dikelompokkan menjadi dua ketegorik yaitu sikap negatif dan sikap

positif, dikatakan sikap positif apabila mendapat skor jawaban yang benar

≥70%.Sedangkan responden dikatakan sikap negatif apabila skor jawaban yang

benar < 70% (Hartuti, 2006).

Berdsarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kholifah (2008) bahwa

sebagian informan utama dalam penelitian menyatakan sikap yang negatif

terhadap makanan prelakteal, hal ini ditunjukkan melalui pernyataan bahwa

makanan prelakteal baik untuk bayi sebab pemberian makanan tersebut tidak

Page 53: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

32

berpengaruh apap-apa bagi perkembangan bayi. Selain itu sebagian dari

informan utama lain ada yang menyatakan sikap yang sebaliknya yaitu

menganggap bahwa makanan prelakteal bukanlah makanan yang baik untuk

bayi. Menurut mereka ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi.Pemberian

makanan prelakteal terpaksa mereka berikan karena ASI tersebut belum keluar

atau belum banyak keluar.

Penelitian lain yang dilakukan Linda Amelia (2007) terlihat bahwa ibu

yang bersikap positif lebih banyak yang memebrikan ASI segera setelah bayi

lahir dibandingkan dengan ibu yang mempunyai sikap negatif meskipun tidak

ada hubungan signifikan antara sikap dengan pemberian ASI segera pada bayi

baru lahir. Hal ini dapat terlihat bahwa sikap negatif mayoritas memberikan ASI

segera pada bayi baru lahir 30,8% sedangkan ibu yang bersikap positif 43,4%.

7. Kepercayaan

Kepercayaan (belief) menurut Mar’at (1984) dalam Yulia (2009)

merupakan bagian komponen kognisi dari sikap.Kepercayaan ini berkembang

dari adanya persepsi yang dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar,

cakrawala, dan pengetahuan. Faktor pengalaman dan proses belajar

akanmemberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat sedangkan faktor

dan cakrawalanya memberikan arti terhadap objek tersebut.

Dalam sistem-sistem nilai dan kepercayaan dalam struktur dan dalam

proses kognitif, masyarakat menampakkan bentuk-bentuk yang kadang-kadang

Page 54: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

33

menghambat penerimaan mereka, misalnya terhadap suatu pengobatan ilmiah.

Kepercayaan mengenai jasmani dan konsep-konsep tentang penyakit adalah

bagian dari pendangan hidup yang lebih luas. Sebagaimana dengan pandangan

hidup yang jarang dipertanyakan, demikian pula unsur-unsur individu yang

membentuk totalitas tersebut diterima sepenuhnya ilmiah (Foster dan Anderson,

1986)

Keyakinan atau kepercayaan merupakan representative apa yang

dipercaya oleh individu pemilik sikap atau dengan kata lain berisi kepercayaan

seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar terhadap objek sikap.

Keyakinan datang dari apa yang dilihat dari individu, berdasarkan apa yang

dilihat itu maka akan terbentuk ide, gagasan mengenai sifat karakteristik umum

suatu objek, dari situ akan terbentuk keyakinan mengenai apa yang berlaku bagi

objek sikap. Sekali keyakinan terbentuk maka akan menjadi dasar pengetahuan

seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tersebut (Luthfi, 2008

dalam Indah Puspita, 2010).

8. Penolong Persalinan

Keberhasilan menyusui bayi tidak hanya dipengaruhi oleh tempat ibu

bersalin tetapi juga sangat bergantung terhadap petugas kesehatan seperti

perawat, dokter, atau bidan karena merekalah yang pertama-tama akan

Page 55: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

34

membantu ibu bersalin melakukan inisiasi menyusui dini. Fakta di Indonesia

BPS (2003), menunjukkan bahwa proporsi anak yang mendapat ASI dini dalam

1 jam pertama setelah dilahirkan antara anak yang ditolong oleh petugas

kesehatan dan anak yang ditolong oleh dukun hampir sama yaitu 38% dan 40%.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Kholifah (2008) bahwa informan utama

melakukan persalinan dibantu oleh dukun bayi, bidan ataupun keduanya

memberikan makanan prelakteal, jika dukun menganjurkan memberikan

makanan prelakteal berupa madu berbeda dengan petugas menyarankan untuk

memberikan makanan prelakteal bentuk susu formula.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Linda Amelia (2006) bahwa ada

hubungan yang sigifikan antara penolong persalinan dengan tindakan pemberian

ASI segera pada bayi baru lahir dari hasil penelitian ini terlihat bahwa

kemungkinan pemebrian ASI segera pada bayi baru lahir pada perilaku penolong

persalinan yang memberikan bayi pada ibu untuk disusui lebih besar untuk

memberikan ASI dibandingkan dengan perilaku penolong persalinan yang hanya

menganjurkan ibu untuk memberikan ASI segera pada bayi baru lahir.

9. Tempat Persalinan

Tempat ibu bersalin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

keberhasilan menyusui, karena masih sering dijumpai di rumah sakit pada hari

pertama kelahiran walaupun sebagian besar dari ibu-ibu yang melahirkan di

Page 56: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

35

kamar mereka sendiri, hampir setengah dari bayi mereka diberi makanan

prelakteal (Siregar, 2004).Sebuah survei di Semarang menyatakan bahwa ibu

yang melahirkan di rumah lebih banyak yang menyusui bayinya dari pada ibu

yang melahirkan di rumah sakit. Hal ini disebabkan oleh karena masih banyak

tata laksana rumah sakit yang tidak menunjang menyusui, sebagai contoh:

memberikan prelacteal feeding yang sebenarnya tidak perlu dan berakibat

kurang baik karena akan menghilangkan rasa haus bayi sehingga malas untuk

menetek (suradi, 1985 dalam suhendar, 2002). Proses menyusui sebaiknya

dilakukan secepat mungkin setelah ibu melahirkan sehingga bayi tidak perlu

mendapatkan makanan prelakteal.

Penelitian Megawati (2002) menyebutkan bahwa sebanyak 63,4%

persalinan di rumah, 18,3% di puskesmas, 11,3% di tempatt bidan, dan hanya 7%

dirumah sakit. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kholifah (2008) bahwa

seluruh informan melakukan persalinan dilakukan di rumah informan utama

sendiri. Penelitian ini menunjukkan bahwa persalinan yang dilakukan dirumah

lebih banyak persentase dalam memberikan makanan prelakteal, karena adanya

kebiasaan memberikan makanan prelakteal pada bayi yang baru lahir berupa

madu.Sedangkan ibu yang melakukan persalinan di puskesmas ternyata lebih

sedikit memberikan makanan prelakteal.

Page 57: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

36

10. Dukungan Keluarga

Dalam memberikan ASI Ekslusif dukungan keluarga merupakan faktor

pendukung yang pada prinsipnya adalah suatu kegiatan yang bersifat emosional

maupun psikologi yang diberikan kepada ibu menyusui (Roesli, 2000).Pada

minggu pertama setelah persalinan seorang ibu lebih peka dalam emosi.Untuk itu

seorang ibu butuh seseorang yang dapat membimbingnya dalam merawat bayi

termasuk dalam memberikan makanan pada bayi.Orang yang dapat

membantunya terutama adalah orang yang berpengaruh besar dalam

kehidupannya atau yang disegani, seperti suami, keluarga/kerabat terdekat, atau

kelompok ibu-ibu pendukung ASI dan dokter/tenaga kesehatan (Soetjiningsih,

1997).

Menurut Iskandar (1998) dalam Kholifah (2008) setelah masa kelahiran,

suami perlu membantu merawat istri/ibu baru melahirkan dengan cara

memotivasi ibu menyusui untuk memberikan ASI secara ekslusif dan tidak

memberikan makanan prelakteal pada bayinya serta tidak memberikan makanan

tambahan selama empat bulan. Selain suami anggota keluarga lainnya juga dapat

membantu merawat ibu yang baru melahirkan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kholifah (2008) bahwa

sebagian dari informan utama memberikan makanan prelakteal kepada bayinya

yang baru lahir merupakan atas saran dan anjuran dari orang-orang disekitarnya

terutama orang tuanya.Selain itu ada beberapa informan utama yang berinisiatif

Page 58: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

37

sendiri memberikan makanan tersebut kepada bayinya.Hal ini dilakukan karena

praktik pemberian makanan tersebut sudah menjadi kebiasaan seperti yang sudah

dilakukan pada persalinan anak sebelumnya.

11. Dukungan Petugas Kesehatan

Ada kecendrungan makin banyak ibu tidak menyusui bayinya karena

faktor keterbatasan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan mengenai

cara pemberian ASI yang baik dan benar. Keadaan ini disebabkan karena

kurangnya pengetahuan yang diberikan sewaktu dalam pendidikan sehingga

dalam hal ini menyebabkan petugas kurang mendukung upaya peningkatan

pemanfaatan ASI ekslusif.Sehingga menyebabkan masih banyaknya pemberian

makanan prelakteal pada bayi baru lahir.

Petugas dan kader kesehatan merupakan sumber informasi tentang

kesehatan.Posyandu adalah tempat yang sering digunakan untuk penyampaian

informasi.Kepala desa merupakan motivator yang baik dalam menjalankan

program kesehatan.Lubis (2002) menyatakan bahwa petugas kesehatan memiliki

peran yang sangat besar dalam memberikan contoh pemberian makanan pada

anak.Sedangkan penelitian yang dilakukan Theresiana (2002) didapatkan hasil

bahwa peran bidan untuk mempromosikan ASI Ekslusif masih sangat kurang

sehingga lebih cenderung untuk peningkatan pemberian MP ASI dini.

Penelitian Ningsih (2004) menyebutkan bahwa sebanyak 58% petugas

kesehatan membolehkan pemberian makanan/minuman prelakteal sebelum ASI

Page 59: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

38

keluar dan 82% petugas kesehatan pernah memberikan makanan/minuman

prelakteal kepada bayi baru lahir. Selain itu, 26 % petugas kesehatan setuju

untuk memberikan makanan/minuman prelakteal jika bayi menanggis dan 76%

petugas kesehatan setuju memberikan makanan/minuman prelakteal ketika ASI

ibunya belum keluar serta 28% petugas kesehatan setuju dengan pernyataan

mengenai ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi 3 hari pertama

setelah dilahirkan.

2.8 Kerangka Teori

Menurut teori Green faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang

ada tiga yakni predisposing factor, enabling factor, andreinforcing factor.Selain itu

menurut HL Blum faktor demografi juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang

dalam bertindak. Apabila dikembangkan dengan perilaku pemberian makanan

prelakteal berdasarkan teori-teori yang disebutkan di atas maka dapat dibuat

kerangka teori sebagai berikut:

Page 60: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

39

Gambar 2.1

Kerangka Teori

Variabel Independen Variabel Dependen

Sumber: Lauwrence Green (1980) dan HL.Blum dalam Notoadmojo (2007)

PredisposingFactors:

- Pengetahuan

- Sikap

- Kepercayaan

- Tradisi

Variabel Demografi

- Umur

- Pekerjaan

- Pendidikan

EnablingFactors:

- Ketersediaan sumber daya

kesehatan (penolong

persalinan)

- Akses terhadap sumber daya

kesehatan (tempat

persalinan)

ReinforcingFactors:

- Dukungan keluarga

- Dukungan petugas

kesehatan

Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir

Page 61: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

40

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Banyak faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan prelakteal

pada bayi. Berdasarkan kerangka teori yang disebutkan pada bab sebelumnya,

variabel dependen adalah pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir,

sedangkan variabel independennya antara lain umur ibu, tingkat pendidikan ibu,

pengetahuan ibu, tradisi, sikap ibu, penolong persalinan, tempat persalinan,

dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan.

Pada penelitian ini ada faktor yang menurut teori berhubungan dengan

pemberian makanan prelakteal, namun tidak dijadikan variabel dalam penelitian ini

yaitu kepercayaan dan status pekerjaan. Dengan alasan bahwa kepercayaan

merupakan komponen dari sikap, kepercayaan ini berkembang dari adanya persepsi

yang dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan

(Allport, 1954 dalam Notoatmodjo, 2007) sedangkan sikap dan pengetahuan

dimasukkan dalam penelitian ini sehingga variabel kepercayaan diwakili oleh

variabel sikap dan pengetahuan. Variabel status pekerjaan tidak diteliti karena status

pekerjaan ibu-ibu di Desa Supat Timur pada umumnya dalam bercocok tanam

(petani). Sehingga status pekerjaan dianggap homogen. Berdasarkan uraian tersebut,

maka kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Page 62: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

41

Gambar 3.1

Kerangka Konsep

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

umur

Tingkat pendidikan

Tradisi

Pengetahuan

Sikap

Penolong persalinan

Tempat persalinan

Dukungan keluarga

Dukungan petugas

kesehatan

Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir

Page 63: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

42

3.2 Definisi Operasional

Table 3.1

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Variabel

dependen

1 pemberian

makanan

prelakteal pada

bayi baru lahir

Perilaku ibu dalam memberikan

makanan selain ASI kepada bayi

sebelum ASI keluar pada saat 1-3 hari

bayi baru lahir, seperti: air teh, air putih,

madu, air tajin, pisang, susu formula,

dan papaya.

Wawancara Kuesioner 0. Ya, jika bayi diberi

makanan prelakteal

1. Tidak, jika bayi tidak

diberikan makanan

prelakteal

Ordinal

Variabel

independen

2 Umur ibu Lama hidup responden yang dihitung

berdasarkan ulang tahun terakhir.

Wawancara Kuesioner 0. < 20 tahun atau >30 tahun

1. 20-30 tahun. (Madjid 1999,

dalam Nuryanto, 2002)

Ordinal

3 Tingkat

pendidikan

Pengalaman mengikuti pendidikan

formal dinilai berdasarkan ijazah

terakhir

Wawancara Kuesioner 0. Rendah, jika pendidikan ibu

tamat SMP

1. Tinggi, jika tamat SMA

(Hartuti, 2006)

Ordinal

Page 64: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

43

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

4 Pengetahuan

ibu

Kemapuan reponden dalam menjawab

pertanyaan yang menggambarkan apa

yang mereka ketahui mengenai

pemberian makanan prelakteal.

Wawancara Kuesioner 0. Kurang baik, jika jawaban

yang benar <70%

1. Baik, jika jawaban yang

benar ≥70%

(Hartuti, 2006)

Ordinal

5 Tradisi sesuatu yang telah dilakukan sejak lama

dan menjadi bagian dari kehidupan

suatu kelompok masyarakat dalam

memberikan makanan prelakteal,

biasanya dari suatu daerah.

Wawancara Kuesioner 0. Ada tradisi

1. Tidak ada tradisi

Nominal

6 Sikap ibu Tanggapan responden yang

menunjukkan pernyatan setuju atau

tidak setuju terhadaap pemberian

makanan prelakteal

Wawancara Kuesioner 0. Sikap negatif, jika jawaban

yang benar <70%

1. Sikap positif, jika jawaban

yang benar ≥ 70% (Hartuti,

2006)

Ordinal

8 Penolong

persalinan

Tenaga yang membantu ibu dalam

melahirkan bayinya

Wawancara Kuseioner 0. Non Nakes( dukun beranak,

keluarga)

1. Nakes(bidan, perawat dan

dokter) (Amran, 2007)

Ordinal

Page 65: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

44

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

9 Tempat

persalinan

Tempat dimana ibu melahirkan bayinya Wawancara Kuseioner 0. Melahirkan bukan di sarana

kesehatan meliputi (rumah

sendiri atau rumah orang

lain)

1. Melahirkan di sarana

kesehatan (puskesmas,

rumah sakit, rumah bersalin,

praktik dokter, praktik

bidan) (Nuryanto, 2002).

Ordinal

10 Dukungan

keluarga

Dorongan yang diberikan oleh orang-

orang terkait dalam perkawinan, ada

hubungan darah atau adopsi dan tinggal

dalam satu rumah kepada ibu, untuk

memberikan makanan prelakteal.

Wawancara Kuesioner 0. Ya, jika keluarga

mendukung untuk

memberikan makanan

prelakteal

1. Tidak jika keluarga tidak

mendukung untuk

memberikan makanan

prelakteal

Nominal

11 Dukungan

petugas

kesehatan

Dorongan yang didapat ibu dari petugas

kesehatan dalam memberikan makanan

prelakteal

Wawancara Kuesioner 0. Ya, jika petugas kesehatan

mendukung untuk

memberikan makanan

prelakteal

1. Tidak, jika petugas

kesehatan tidak mendukung

untuk memberikan makanan

prelakteal

Nominal

Page 66: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

45

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan umur ibu dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak pada

bayi baru lahir di Desa Supat Timur, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera

Selatan tahun 2011.

2. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemberian makanan prelakteal

atau tidak pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur, Kabupaten Musi Banyuasin

Sumatera Selatan tahun 2011.

3. Ada hubungan tradisi ibu dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak pada

bayi baru lahir di Desa Supat Timur, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera

Selatan tahun 2011.

4. Ada hubungan pengetahuan dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak

pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera

Selatan tahun 2011.

5. Ada hubungan sikap dengan pemberian makanan prelakteal atau tidak pada bayi

baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan

tahun 2011.

6. Ada hubungan penolong persalinan ibu dengan pemberian makanan prelakteal

atau tidak pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyuasin Sumatera

selatan tahun 2011

7. Ada hubungan tempat persalinan ibu dengan pemberian makanan prelakteal atau

tidak pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Musi Banyuasin Sumatera

Selatan tahun 2011.

Page 67: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

46

8. Ada hubungan dukungan keluarga dengan pemberian makanan prelakteal atau

tidak pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin

Sumatera Selatan tahun 2011.

9. Ada hubungan dukungan petugas kesehatan dengan pemberian makanan

prelakteal atau tidak pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur, Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

Page 68: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

47

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif

dengan menggunakan rancagan penelitian deskriptif analitik, penelitian ini

menggunakan desain cross sectional study yaitu mencari faktor-faktor yang

berhubungan dengan variabel independen (umur, tingkat pendidikan, tradisi,

pengetahuan, sikap, penolong persalinan, tempat persalinan, dukungan keluarga, dan

dukungan petugas kesehatan) dengan variabel dependen (pemberian makanan

prelakteal pada bayi baru lahir) diamati pada waktu yang bersamaan. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan pemberian

makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin

Sumatera Selatan pada bulan Mei-Agustus tahun 2011.

Page 69: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

48

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bayi usia 0-6 bulan yang

tinggal di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan

pada saat penelitian dilakukan.

4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah bayi usia 0-6 bulan. Jumlah

sampel dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil perhitungan dengan

menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda 2 proporsi

(Ariawan, 1998). Dengan asumsi dari penelitian sebelumnya yaitu proporsi

ibu yang penolong persalinan di bantu oleh dukun yang memberikan

makanan prelakteal sebesar 85,7% dan proporsi ibu yang penolong

persalinan di bantu oleh bidan yang memberikan makanan prelakteal sebesar

62,0% Megawati (2002). Pada penelitian ini peneliti menginginkan tingkat

kepercayaan sebesar 95% dengan derajat kemaknaan 5% dan kekuatan uji

80%.

Perhitungan Besar Sampel

n = 𝑍 1−𝛼/2 2𝑃 1−𝑃 + 𝑍 1−𝛽 𝑃1 1−𝑃1 + 𝑃2(1−𝑃2)

(𝑃1−𝑃2)2

Keterangan:

n = besar sampel

2

Page 70: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

49

Z 1-α/2 = derajat kepercayaan 95% atau 0,05

Z 1-B = kekuatan uji 80% yaitu 0,84

P = Proporsi rata-rata (P1-P2)/2)

P 1 = Proporsi ibu yang penolong persalinan di bantu oleh dukun

yang memberikan makanan prelakteal sebanyak 86,7%

P2 = Proporsi ibu yang penolong persalinan di bantu oleh bidan yang

memberikan makanan prelakteal sebanyak 62,0%.

Berdasarkan hasil perhitungan dari rumus uji hipotesis beda 2

proporsi didapatkan jumlah sampel 48 orang karena rumus yang digunakan

beda 2 proporsi maka dikalikan 2 sehingga sampel menjadi 96. Karena

jumlah populasi ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan yang ada kurang

dari jumlah sampel, maka digunakan sampel jenuh. Sehingga sampel yang

digunakan merupakan keseluruhan dari populasi ibu-ibu yang mempunyai

bayi usia 0-6 bulan di Desa Supat Timur yaitu sebanyak 74 responden.

4.4 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode simple

random sampling (sampel acak sederhana) yang memenuhi kriteria inklusi sampel

penelitian. Adapun kriteria inklusi yang dimaksud yaitu:

1. Bayi usia 0-6 bulan

2. Tinggal di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan.

Page 71: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

50

4.5 Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer

diperoleh melalui wawancara kepada responden dengan daftar pertanyaan yang

sudah disusun secara terstruktur, data primer yang akan dikumpulkan yaitu

mencakup (umur, tingkat pendidikan, tradisi, pengetahuan, sikap, penolong

persalinan, tempat persalinan, dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan).

Pengumpulan data ini dilakukan oleh peneliti sendiri.

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk pengumpulan

data. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner atau daftar

pertanyaan tertutup dan terbuka yang diisi oleh responden. Kuesioner yang dibuat

mencakup beberapa variabel yang diteliti, yaitu variabel dependen dan variabel

independen. Variabel dependen yaitu pemberian makanan prelakteal, sedangkan

variabel independennya adalah umur, tingkat pendidikan, tradisi, pengetahuan,

sikap, penolong persalinan, tempat persalinan, dukungan keluarga, dan dukungan

petugas kesehatan yang berkaitan dengan pemberian makanan prelakteal. Isi dari

kuesioner memuat pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan variabel dependen

dan variabel independen yang berupa faktor-faktor yang berhubungan dengan

pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir.

4.7 Uji Validitas dan Reabilitas

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan uji

coba. Pertanyaan-pertanyaan setiap variabel dalam kuesioner yang telah diisi

Page 72: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

51

dilakukan uji validitas dan uji reabilitas. Uji coba kuesioner dilakukan kepada ibu-

ibu yang memiliki karakteristik serupa dengan ibu-ibu yang menjadi responden

dalam penelitian ini.

Dari hasil uji coba kuesioner didapatkan hasil bahwa masih ada pertanyaan

yang tidak valid. Untuk pertanyaan yang tidak valid tetap dimasukkan kedalam

pertanyaan penelitian namun sebelumnya dilakukan validasi isi dengan cara

memperbaiki pertanyaan yang tidak jelas dengan membuat kalimat yang singkat dan

jelas sesuai dengan isi atau makna pertanyaan, validitas ini dilakukan dengan

membaca literatur atau kepustakaan.

Tabel 4.1

Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner

Variabel No

Nilai r Hitung Alpha

Cronbach

0,374

Nilai r

Tabel

0,378

Keterangan

Uji 1 Uji 2 Uji 1 Uji 2

Pengetahuan Ibu

Tentang ASI

Ekslusif

1 0.434 0.846 Valid Valid

2 0.253 0.407 Tidak Valid Valid

3 0.864 0.881 Valid Valid

4 0.434 0.846 Valid Valid

5 0.451 0.463 Valid Valid

6 0.451 0.463 Valid Valid

7 0.824 0.846 Valid Valid

8 0.451 0.463 Valid Valid

9 0.368 0.393 Valid Valid

10

0.287

0.383

Tidak Valid

Valid

Page 73: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

52

Variabel No

Nilai r Hitung Alpha

Cronbach

0,374

Nilai r

Tabel

0,374

Keterangan

Uji 1 Uji 2 Uji 1 Uji 2

Sikap Ibu Tentang

Pemberian Makanan

Prelakteal

1 0.434 0.846 Valid Valid

2 0.241 0.383 Tidak Valid Valid

3 0.824 0.846 Valid Valid

4 0.864 0.881 Valid Valid

5 0.824 0.846 Valid Valid

6 0.864 0.881 Valid Valid

7 0.824 0.846 Valid Valid

8 0.241 0.463 Tidak Valid Valid

9 0.453 0.482 Valid Valid

10 0.241 0.383 Tidak Valid Valid

4.8 Pengolahan Data

Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, beberapa

tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui.

1. Editing

Merupakan kegiatan pengecekan isi kuesioner, memastikan isi kuesioner

yang ada sudah lengkap jawabannya (diisi semua), jelas terbaca, relevan dan

konsisten.

2. Coding

Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode pada

setiap variabel yang telah terkumpul. Pengkodean data ini didasarkan pada

kategori yang telah dibuat untuk memudahkan dalam pengolahan

selanjutnya.Untuk variabel dependen yaitu pemberian makanan prelakteal (0 =

Ya, jika bayi diberi makanan prelakteal dan 1 = Tidak, jika bayi tidak diberikan

makanan prelakteal). Untuk variabel independen yaitu:

Page 74: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

53

a. Umur (0 = jawaban <20 dan >30 dan 1 = jawaban 20-30)

b. Tingkat pendidikan (0 = Rendah, jika pendidikan ibu ≤ tamat SMP dan 1 =

Tinggi, jika ≥ tamat SMA)

c. Tradisi (0 = Ada, jika ada tradisi dan 1 = Tidak ada, jika tidak ada tradisi)

d. Pengetahuan ibu (0 = Kurang baik, jika jawaban yang benar < 70% dan 1 =

Baik, jika jawaban yang benar ≥70%)

e. Sikap ibu (0 = Sikap negatif, jika jawaban yang benar < 70% dan 1 = Sikap

positif, jika jawaban yang benar ≥ 70%)

f. Penolong persalinan (0 = non nakes (dukun beranak, keluarga) dan 1 = nakes

(bidan, perawat dan dokter))

g. Tempat persalinan (0 = Melahirkan bukan di sarana kesehatan (rumah sendiri

atau rumah orang lain) dan 1 = melahirkan di sarana kesehatan (puskesmas,

rumah sakit, rumah bersalin, praktik dokter, praktik bidan)

h. Dukungan keluarga (0 = Ya, jika keluarga mendukung untuk memberikan

makanan prelakteal dan 1 = Tidak jika keluarga tidak mendukung untuk

memberikan makanan prelakteal)

i. Dukungan petugas kesehatan (0 = Ya, jika petugas kesehatan mendukung

untuk memberikan makanan prelakteal dan 1 = Tidak, jika petugas kesehatan

tidak mendukung untuk memberikan makanan prelakteal)

3. Entry

Meng-entry data dari kuesioner ke dalam program computerisasi.

4. Cleaning

Page 75: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

54

Pengecekan kembali data yang sudah di entry untuk memastikan bahwa

tidak ada kesalahan pada data tersebut. baik dalam pengkodean maupun dalam

membaca kode. Dengan demikian data telah siap dianalisis.

4.9 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis univariat dan bivariat

1. Analisi univariat

Analisis univariat merupakan suatu analisis untuk mendiskripsikan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Analisis ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran distribusi frekuensi responden dan proporsi dari tiap-tiap

variabel yang diteliti, yaitu variabel dependen dan independen yang dibuat dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi dan diinterpretasikan secara deskriptif.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada atau tidak adanya

hubungan antara variabel independen yaitu (umur ibu, tingkat pendidikan ibu,

tradisi, pengetahuan ibu, sikap, penolong persalinan, tempat persalinan,

dukungan keluarga, dan dukungan petugas kesehatan) dengan variabel dependen

(pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir). Analisis bivariat ini

menggunakan uji statistik chi-square dengan derajat kemaknaan 95%, bila P-

value <0,05 maka secara statistic signifikan hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Sebaliknya, jika P-value >0,05 maka

secara statistik tidak signifikan hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen.

Page 76: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

55

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Analisis univariat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemberian

makanan prelakteal pada bayi baru lahir, umur dan tingkat pendidikan ibu, tradisi,

pengetahuan, sikap, penolong persalinan, tempat persalinan, dukungan keluarga dan

dukungan petugas kesehatan dan hubungannya dengan pemberian makanan

prelaktealdi Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan oleh

karena itu pada tabel ini adalah hasil analisis univariat tentang hal tersebut.

5.1.1 Gambaran Pemberian Makanan Prelakteal

Tabel 5.1

Distribusi Pemberian Makanan Prelakteal pada Bayi Baru lahir

di Desa Supat Timur Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011

Pemberian Makanan Prelakteal Frekuensi

n %

Ya 73 76,0

Tidak 23 24,0

Total 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 96 ibu diketahui sebagian

besar (76,0%) ibu memberikan makanan prelakteal. Sisanya (24,0%) ibu tidak

memberikan makanan prelakteal.

Page 77: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

56

Tabel 5.2

Distribusi Jenis Makanan yang diberikan pada Bayi Baru lahir

di Desa Supat Timur Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011

Jenis Makanan Frekuensi

n %

Madu 60 62,5

Susu Formula 14 14,6

ASI saja 22 22,9

Total 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 96 ibu diketahui sebagian

besar (62,5%) jenis makanan prelakteal yang diberikan kepada bayi yang baru

lahir berupa madu, sedangkan ibu yang memberikan susu formula sebesar

(14,6%) dan hanya (22,9%) ibu yang memberikan ASI saja pada bayinya yang

baru lahir.

Tabel 5.3

Distribusi Alasan Pemberian Makanan Prelakteal pada Bayi Baru lahir

di Desa Supat Timur Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011

Alasan Pemberian Makanan Prelakteal Frekuensi

n %

Orang tua/Mertua yang menganjurkan 36 37,5

ASI belum keluar 23 24,0

Bidan atau perawat yang menganjurkan 10 10,4

Payudara bengkak 4 4,2

Total 73 76,0

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 73 ibu yang memberikan

makanan prelakteal diketahui alasan ibu memberikan makanan prelakteal

karena orang tua/mertua yang menganjurkan yaitu sebesar 37,5%, 24,0%

karena ASI belum keluar, sebanyak 10,4% ibu memberikan makanan

Page 78: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

57

prelakteal karena anjuran dari bidan/perawat dan 4,2% ibu memberikan

makanan prelakteal karena payudara bengkak.

5.1.2 Gambaran Umur Ibu

Umur ibu dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu < 20 atau

>30 tahun dan 20-30 tahun. Adapun gambaran umur ibu di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Umur Ibu yang

Memiliki Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur

Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011

Umur Ibu Frekuensi

n %

<20 atau >30 41 42,7

20-30 55 57,3

Total 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 96 ibu diketahui sebagian

besar (57,3%) ibu berumur 20-30 tahun, sisanya sebanyak (42,7%) ibu

berumur <20 atau >30 tahun.

5.1.3 Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan ibu dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua

yaitu rendah dan tinggi. Adapun gambaran tingkat pendidikan ibu di Desa

Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, dapat dilihat pada

tabel 5.5

Page 79: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

58

Tabel 5.5

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu yang

Memiliki Baru lahir di Desa Supat Timur

Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011

Tingkat Pendidikan Ibu Frekuensi

n %

Rendah 58 60,4

Tinggi 38 39,6

Total 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 96 ibu diketahui 60,4%

ibu berpendidikan rendah (tamat SMP ke bawah), sisanya 39,6% ibu

berpendidikan tinggi (tamat SMA ke atas).

5.1.4 Gambaran Tradisi Pemberian Makanan Prelakteal

Tradisi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kebiasaan dari ibu

dalam memberikan makanan prelakteal pada bayi baru lahir yang dilakukan

sejak lama secara turun temurun.Tradisi ibu dalam penelitian ini

dikategorikkan menjadi dua yaitu ada tradisi dan tidak ada tradisi. Adapun

gambaran tradisi pemberian makanan prelakteal di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, dapat dilihat pada tabel 5.6

Tabel 5.6

Distribusi Responden Berdasarkan Tradisi Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur

Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011

Tradisi Ibu Frekuensi

n %

Ada 58 60,4

Tidak Ada 38 39,6

Total 96 100

Sumber: Data Primer

Page 80: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

59

Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 96 ibu diketahui sebagian

besar (60,4%) ibu mempunyai tradisi memberikan makanan prelakteal pada

bayi baru lahir, sisanya (39,6%) ibu yang tidak mempunyai tradisi memberikan

makanan prelakteal.

5.1.5 Gambaran Pengetahuan Ibu

Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu

tentang pemberian makanan prelakteal.Pengetahuan dalam penelitian ini

dikategorikkan menjadi dua yaitu kurang baik dan baik. Adapun gambaran

pengetahuan ibu di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera

Selatan, dapat dilihat pada tabel 5.7

Tabel 5.7

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu tentang Pemberian

Makanan Prelakteal pada Bayi Baru lahir di Desa Supat Timur

Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011

Pengetahuan ibu Frekuensi

n %

Kurang baik 55 57,3

Baik 41 42,7

Total 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 96 ibu diketahui 57,3%

ibu berpengetahuan kurang baik tentang pemberian makanan prelakteal pada

bayi baru lahir, sedangkan sisanya 42,7% ibu yang berpengetahuan baik.

Page 81: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

60

5.1.6 Gambaran Sikap Ibu

Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap ibu tentang

pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir.Sikap dalam penelitian ini

dikategorikkan menjadi dua yaitu sikap negatif dan sikap positif. Adapun

gambaran sikap ibu tentang pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir

di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, dapat

dilihat pada tabel 5.8

Tabel 5.8

Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Ibu tentang Pemberian

Makanan Prelakteal pada Bayi Baru lahir di Desa Supat

Timur Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011

Sikap Ibu Frekuensi

n %

Sikap Negatif 70 72,9

Sikap Positif 26 27,1

Total 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 96 ibu diketahui sebagian

besar (72,9%) ibu mempunyai sikap negatif terhadap pemberian makanan

prelakteal, sisanya (27,1%) ibu mempunyai sikap positif tehadap pemberian

makanan prelakteal.

5.1.7 Gambaran Penolong Persalinan

Penolong persalinan adalah orang yang membantu ibu pada saat

melahirkan bayinya.Penolong persalinan dalam penelitian ini dikategorikkan

menjadi dua yaitu nakes (bidan, dokter, dan perawat) dan non nakes (dukun

Page 82: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

61

beranak/paraji dan keluarga). Adapun gambaran penolong persalinan di Desa

Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, dapat dilihat pada

tabel 5.9

Tabel 5.9

Distribusi Responden Berdasarkan Penolong Persalinan

pada Saat Melahirkan Bayi di Desa Supat Timur

Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011

Penolong Persalinan Frekuensi

n %

Non Nakes 7 7,3

Nakes 89 92,7

Total 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 96 ibu diketahui 92,7%

ibu yang penolong persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan (bidan, perawat

dan dokter) dan hanya 7,3% ibu yang melahirkan bayinya dibantu oleh non

tenaga kesehatan (dukun /paraji, keluarga).

5.1.8 Gambaran Tempat Persalinan

Tempat persalinan adalah sarana yang digunakan ibu pada saat

melahirkan bayinya. Tempat persalinan dalam penelitian ini dikategorikkan

menjadi dua yaitu di sarana kesehatan (puskesmas, rumah sakit, rumah

bersalin, praktik dokter, praktik bidan) dan di non sarana kesehatan (rumah

sendiri atau rumah orang lain). Adapun gambaran tempat persalinan ibu di

Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, dapat dilihat

pada tabel 5.11

Page 83: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

62

Tabel 5.10

Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Persalinan

pada Saat Melahirkan Bayi di Desa Supat Timur

Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011

Tempat Persalinan Frekuensi

n %

Non Sarana Kesehatan 92 95,8

Sarana Kesehatan 4 4,2

Total 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.10 menunjukkan bahwa dari 96 ibu diketahui

sebagian besar (95,8%) ibu melakukan persalinan bukan di sarana kesehatan

(rumah sendiri atau rumah orang lain), sisanya (4,2%) ibu malakukan

persalinan di sarana kesehatan (puskesmas, rumah sakit, rumah bersalin,

praktik dokter, praktik bidan).

5.1.9 Gambaran Dukungan keluarga

Dukungan keluarga adalah dorongan yang diberikan oleh keluarga untuk

memberikan makanan prelakteal.Dukungan keluarga dalam penelitian ini

dikategorikkan menjadi dua yaitu mendukung dan tidak mendukung. Adapun

gambaran dukungan keluarga di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin

Sumatera Selatan, dapat dilihat pada tabel 5.11

Page 84: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

63

Tabel 5.11

Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga tentang

Pemberian Makanan Prelakteal pada Bayi Baru lahir di Desa

Supat Timur Musi Banyausin Sumatera Selatan 2011

Dukungan Keluarga Frekuensi

n %

Mendukung 51 53,1

Tidak Mendukung 45 46,9

Total 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 96 ibu diketahui 53,1%

ibu mendapatkan dukungan keluarga untuk memberikan makanan prelakteal,

sisanya 46,9% ibu tidak mendapatkan dukungan keluarga untuk memberikan

makanan prelakteal pada bayi baru lahir.

5.1.10 Gambaran Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan petugas kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

dorongan yang diberikan oleh petugas kesehatan untuk memberikan makanan

prelakteal.Dukungan petugas kesehatan dalam penelitian ini dikategorikkan

menjadi dua yaitu mendukung dan tidak mendukung. Adapun gambaran

dukungan petugas kesehatan di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin

Sumatera Selatan, dapat dilihat pada tabel 5.12

Page 85: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

64

Tabel 5.12

Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Petugas Kesehatan

tentang Pemberian Makanan Prelakteal pada Bayi Baru lahir di

Desa Supat Timur Musi Banyausin Sumatera Selatan 2011

Dukungan Petugas Kesehatan Frekuensi

n %

Mendukung 49 51,0

Tidak Mendukung 47 49,0

Total 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.12 menunjukkan bahwa dari 96 ibu diketahui 51,0%

ibu mendapatkan dukungan dari petugas kesehatan untuk memberikan

makanan prelakteal pada bayi baru lahir, sisanya 49,0% ibu tidak mendapat

dukungan dari petugas kesehatan.

5.2 Analisis Bivariat

5.2.1 Hubungan Umur Ibu dengan Pemberian Makanan Prelakteal pada Bayi

Baru Lahir

Untuk mengetahui hubungan antara umur ibu dengan pemberian

makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan 2011 dilakukan analisis bivariat dengan

menggunakan uji Chi-square yang disajikan pada tabel berikut ini:

Page 86: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

65

Tabel 5.13

Analisis Hubungan Umur Ibu dengan Pemberian Makanan Prelakteal pada

Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Musi Banyuasin

Sumatera Selatan Tahun 2011

Kelompok

Umur Ibu

Pemberian Makanan Prelakteal Total P-

value Ya Tidak

n % n % n %

<20atau >30 31 75,6 10 24,4 41 100

1,000

20-30 42 76,4 13 23,6 55 100

73 76,0 23 24,0 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.13 Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa antara

kelompok umur ibu <20 atau >30 tahun yang memberikan makanan prelakteal

pada bayinya baru lahir itu jumlahnya tidak jauh berbeda dengan kelompok

umur ibu 20-30 tahun,yaitu dari 41 ibu berumur <20 atau >30 tahun, 75,6%

memberikan makanan prelakteal pada bayi yang baru lahir. Sedangkan dari 55

ibu kelompok umur 20-30 tahun sebanyak 76,4% yang memberikan makanan

prelakteal pada bayinya yang baru lahir, dan berdasarkan hasil uji statistik

diperoleh P-value =1,000, artinya tidak ada hubungan antara umur dengan

pemberian makanan prelakteal.

5.2.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemberian

makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Page 87: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

66

Banyuasin Sumatera Selatan 2011 dilakukan analisis bivariat dengan

menggunakan uji Chi-square yang disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 5.14

Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur

Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011

Tingkat

Pendidikan

Pemberian Makanan Prelakteal Total

P-value Ya Tidak

n % n % n %

Rendah 51 87,9 7 12,1 58 100

0,002

Tinggi 22 57,9 16 42,1 38 100

Total 73 76,0 23 24,0 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.14 hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari 58

ibu yang berpendidikan rendah (tamat SMP ke bawah) sebanyak 87,9%

memberikan makanan prelakteal. Sedangkan dari 38 ibu berpendidikan tinggi

(tamat SMA ke atas) sebanyak 57,9% memberikan makanan prelakteal pada

bayi yang baru lahir. Dan berdasarkan hasil uji statistik diperoleh P-value =

0,002, artinya ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian makanan

prelakteal

5.2.3 Hubungan Tradisi dengan Pemberian Makanan Prelakteal pada Bayi

Baru Lahir

Untuk mengetahui hubungan antara tradisi dengan pemberian makanan

prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan 2011 dilakukan analisis bivariat dengan

menggunakan uji Chi-square yang disajikan pada tabel berikut ini:

Page 88: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

67

Tabel 5.15

Analisis Hubungan Tradisi dengan Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Musi Banyuasin

Sumatera Selatan Tahun 2011

Tradisi

Pemberian Makanan Prelakteal total P-

value Ya Tidak

n % n % n %

Tadisi 51 87,9 7 12,1 58 100

0,002

Tidak tradisi 22 57,9 16 42,1 38 100

Total 73 76,0 23 24,0 96 100,0

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.15 Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari

58 ibu yang mempunyai tradisi memberikan makanan prelakteal sebanyak

87,9% yang memberikan makanan prelakteal. Sedangkan dari 38 ibu tidak

mempunyai tradisi dalam memberikan makanan prelakteal sebanyak 57,9%

memberikan makanan prelakteal, dan berdasarkan hasil uji statistik diperoleh

P-value = 0,002, artinya ada hubungan antara tradisi dengan pemberian

makanan prelakteal.

5.2.4 Hubungan Pengetahuan ibu dengan Pemberian Makanan Prelakteal pada

Bayi Baru Lahir

Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan pemberian

makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan 2011 dilakukan analisis bivariat dengan

menggunakan uji Chi-square yang disajikan pada tabel berikut ini:

Page 89: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

68

Tabel 5.16

Analisis Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur

Musi BanyuasinSumatera Selatan Tahun 2011

Pengetahuan

Pemberian Makanan Prelakteal Total P-

value Ya Tidak

n % n % n %

Kurang Baik 50 90,9 5 9,1 55 100

0,000

Baik 23 56,1 18 43,9 41 100

Total 73 74,3 23 24,0 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.16 Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari

55 ibu yang mempunyai pengetahuan kurang baik tentang pemberian makanan

prelakteal sebanyak 90,9% memberikan makanan prelakteal. Sedangkan dari

23 ibu yeng berpengetahuan baik 56,1% yang memberikan makanan prelakteal

pada bayi baru lahir, dan berdasarkan hasil uji statistik diperoleh P-value =

0,000, artinya ada hubungan antara pengetahuan dengan pemberian makanan

prelakteal.

5.2.5 Hubungan Sikap Ibu dengan Pemberian Makanan Prelakteal pada Bayi

Baru Lahir

Untuk mengetahui hubungan antara sikap dengan pemberian makanan

prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan 2011 dilakukan analisis bivariat dengan

menggunakan uji Chi-square yang disajikan pada tabel berikut ini:

Page 90: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

69

Tabel 5.17

Analisis Hubungan Sikap Ibu dengan Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur Musi Banyuasin

Sumatera Selatan Tahun 2011

Sikap Ibu

Pemberian Makanan Prelakteal Total P-

value Ya Tidak

n % n % n %

Sikap Negatif 54 77,1 16 22,9 70 100

0,884

Sikap Positif 19 73,1 7 26,9 26 100

Total 73 76,0 23 24,0 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.17 Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari

70 ibu yang mempunyai sikap negatif terhadap pemberian makanan prelakteal

sebanyak 77,1% memberikan makanan prelakteal. Sedangkan dari 26 ibu yang

mempunyai sikap positif 73,1% yang memberikan makanan prelakteal, dan

berdasarkan hasil uji statistik diperoleh P-value = 0,884, artinya tidak ada

hubungan antara sikap dengan pemberian makanan prelakteal.

5.2.6 Hubungan Penolong Persalinan dengan Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir

Untuk mengetahui hubungan antara penolong persalinan dengan

pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011 dilakukan analisis bivariat

dengan menggunakan uji Chi-square yang disajikan pada tabel berikut ini:

Page 91: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

70

Tabel 5.18

Analisis Hubungan Penolong persalinan dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur

Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011

Penolong

Persalinan

Pemberian Makanan Prelakteal Total P-

value Ya Tidak

n % n % n %

Non Nakes 5 71,4 2 28,6 7 100

0,672

Nakes 68 76,4 21 23,6 89 100

Total 73 76,0 23 24,0 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.18 Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari

89 ibu yang persalinannya yang dibantu oleh tenaga kesehatan (bidan, perawat,

dokter) sebanyak 76,4% memberikan makanan prelakteal pada bayi baru lahir.

Sedangkan dari 7 ibu yang persalinannya dibantu non tenga kesehatan (dukun

beranak/paraji, keluarga) sebanyak 71,4% yang memberikan makanan

prelakteal, dan berdasarkan hasil uji statistik diperoleh P-value = 0,672, artinya

tidak ada hubungan antara penolong persalinan dengan pemberian makanan

prelakteal.

5.2.7 Hubungan Tempat Persalinan dengan Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir

Untuk mengetahui hubungan antara tempat persalinandengan pemberian

makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan 2011 dilakukan analisis bivariat dengan

menggunakan uji Chi-square yang disajikan pada tabel berikut ini:

Page 92: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

71

Tabel 5.19

Analisis Hubungan Tempat Persalinan Ibu dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur

Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011

Tempat

Persalinan

Pemberian Makanan Prelakteal Total P-

value Ya Tidak

n % n % n %

Non Sarana

Kesehatan 71 77,2 21 22,8 92 100

0,242

Sarana

Kesehatan 2 50,0 2 50,0 4 100

Total 73 76,0 23 24,0 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.19 Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari

92 ibu yang melakukan persalinan di tempat non sarana kesehatan (rumah

sendiri atau rumah orang lain) 77,2% memberikan makanan prelakteal.

Sedangkan dari 4 ibu yang melakukan persalinan di sarana kesehatan

(puskesmas, rumah sakit, rumah bersalin, praktik dokter, praktik bidan)

sebanyak 50,0% yang memberikan makanan prelakteal pada bayi baru lahir.

Dan berdasarkan hasil uji statistik diperoleh P-value = 0,242, artinya tidak ada

hubungan antara tempat persalinan dengan pemberian makanan prelakteal.

5.2.8 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir

Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan

pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011 dilakukan analisis bivariat

dengan menggunakan uji Chi-square yang disajikan pada tabel berikut ini:

Page 93: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

72

Tabel 5.20

Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur

Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011

Dukungan

Keluarga

Pemberian Makanan Prelakteal Total P-

value Ya Tidak

n % n % n %

Mendukung 34 66,7 17 33,3 51 100

0,040

Tidak

Mendukung

39

86,7

6

13,3

45

100

Total 73 76,0 23 24,0 96 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.20 Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari

51 ibu yang mendapat dukungan dari keluarga untuk memberikan makanan

prelakteal sebanyak 66,7% memberikan makanan prelakteal. Sedangkan dari

45 ibu yang tidak mendapatkan dukungan keluarga sebanyak 86,7% yang

memberikan makanan prelakteal pada bayi baru lahir. Dan berdasarkan hasil

uji statistik diperoleh P-value = 0,040, artinya ada hubungan antara dukungan

keluarga dengan pemberian makanan prelakteal.

5.2.9 Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir

Untuk mengetahui hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan

pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan 2011 dilakukan analisis bivariat

dengan menggunakan uji Chi-square yang disajikan pada tabel berikut ini:

Page 94: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

73

Tabel 5.21

Analisis Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Pemberian

Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa Supat Timur

Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011

Dukungan

Petugas

Kesehatan

Pemberian Makanan Prelakteal Total P-

value Ya Tidak

n % n % n %

Mendukung 40 81,6 9 18,4 49 100

0,284

Tidak

Mendukung 33 70,2 14 29,8 47 100

Total 73 76,0 19 25,7 74 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.21 Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari

49 ibu yang mendapatkan dukungan petugas kesehatan untuk memberikan

makanan prelakteal sebanyak 81,6% yang memberikan makanan prelakteal.

Sedangkan dari 47 ibu yang tidak mendapatkan dukungan petugas kesehatan

sebanyak 70,2% yang memberikan makanan prelakteal pada bayi baru lahir.

Dan berdasarkan hasil uji statistik diperoleh P-value = 0,284, artinya ada

hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan pemberian makanan

prelakteal.

Page 95: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

74

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Gambaran Pemberian Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir di Desa

Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan

Menurut Depkes (2010), makanan prealakteal adalah makanan yang

diberikan kepada bayi sebelum ASI keluar, jenis-jenis makanan tersebut antara lain:

air kelapa, air tajin, madu, pisang, nasi yang dikunyah ibunya, papaya, dan susu

formula. Pemberian maknan prelakteal berbahaya bagi bayi karena saluran

pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencerna makanan dan minuman selain

ASI.

Menurut Suhardjo (1992) makanan prelakteal adalah makanan yang

diberikan kepada bayi sebelum diberikan ASI. Makanan prelakteal diberikan pada 1-

3 hari pertama setelah kelahiran, makanan yang umum diberikan pada masa

prelakteal tersebut adalah madu, kelapa muda, pisang dihaluskan, papaya dihaluskan,

air gula bahkan di Jawa Timur sebagian ada ibu-ibu yang memberikan susu sapi

sebagai makanan prelakteal, di Nusa Tenggara barat ibu-ibu Suku Sasak juga

memberikan nasi papak, nasi masam, bubur tepung dan teh kepada bayi baru lahir,

selain itu sebagian ibu-ibu Suku Bali memberikan susu bubuk sebelum mulai

memberikan ASI.

Berdasarkan hasil penelitian di Desa Supat Timur Kabupaten Musi

Banyuasin Sumatera Selatan tahun 2011, jawaban bahwa ibu yang memberikan

Page 96: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

75

makanan prelakteal kepada bayinya yang baru lahir sebesar 76,0%. Sisanya 24,0%

ibu tidak memberikan makanan prelakteal pada bayi baru lahir. Hasil penelitian ini

sama dengan penelitian Megawati (2002) di Wilayah Kerja Puskesmas Bogor

Selatan Jawa Barat yang menyatakan 72,5% ibu memberikan makanan prelakteal

pada bayinya yang baru lahir. Selain itu penelitian yang dilakukan Theresenia (2002)

di Tangerang menunjukkan bahwa sebanyak 74,9% ibu memberikan makanan

prelakteal pada bayi baru lahir. Selain itu, penelitian Widodo (2001) yang dilakukan

di Jawa Tengah dan Jawa Barat menunjukkan bahwa 77% responden memberikan

makanan prelakteal kepada bayi baru lahir. Sedangkan penelitian Sinambella (2000),

bahwa pemberian makanan prelakteal yang dilakukan di Kecamatan Cijeruk

Kabupaten Bogor sebanyak 83,3% responden.

Jika dilihat dari hasil penelitian sebelumnya seperti penelitian yang dilakukan

Megawati di Jawa Barat, penelitian Theresiana di Kabupaten Tangerang, Sinambella

di Kabupaten Bogor, Widodo di Jawa Barat dan Jawa Tengah tentang pemberian

makanan prelakteal memperlihatkan bahwa pemberian makanan prelakteal masih

banyak dilakukan, Seharusnya pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir

seperti pada penelitian tersebut tidak perlu dilakukan karena makanan ini kurang

tepat untuk bayi yang baru lahir karena sistem pencernaan bayi belum siap untuk

mencerna makanan tersebut, selain itu pemberian makanan prelakteal tersebut dapat

menyebabkan kegagalan ibu dalam memberikan ASI secara ekslusif kepada bayinya.

Page 97: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

76

Sebagaimana menurut Siregar (2004), bahwa pemberian makanan prelakteal

itu dapat menimbulkan bahaya seperti:

1. Untuk bayi

a. Bayi bisa tidak mau menghisap dari payudara karena pemberian makanan ini

menghentikan rasa laparnya.

b. Diare sering terjadi karena makanan ini mungkin tercemar, juga bila bayi

tidak menghisap payudara maka tidak akan mendapat susu jolong

(kolostrum).

c. Bila yang diberikan susu sapi, alergi sering terjadi.

d. Bayi kebingungan menghisap puting susu bila pemberian makanannya lewat

botol.

2. Untuk ibu

a. ASI keluar lebih lama karena bayi tidak cukup menghisap

b. Bendungan dan mastitis lebih mungkin terjadi karena payudara tidak

mengeluarkan ASI, dan

c. Ibu sulit menyusui dan cenderung berhenti menyusui

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa dari 73 ibu yang

memberikan makanan prelakteal 37,5% menyatakan bahwa orang tua/mertua yang

menganjurkan untuk memberikan makanan prelakteal, 24,0% ibu menyatakan ASI

belum keluar, 10,4% ibu menyatakan bidan atau perawat yang menganjurkan dan

4,2% ibu menyatakan payudara bengkak. Demikian banyak alasan ibu memberikan

Page 98: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

77

makanan prelakteal, padahal perilaku memberikan makanan prelakteal merupakan

perilaku yang salah dalam memberikan makanan pada bayi. Karena menurut

Moehyi (2008), hanya dengan diberi ASI saja tanpa makanan lain, bayi mampu

tumbuh dan berkembang dengan baik sampai usia 6 bulan.

Hasil penelitian Theresiana (2002), menunjukkan bahwa alasan ibu

memberikan makanan prelakteal pada bayi baru lahir karena bayi menangis terus

sebesar 60,2%, sebanyak 17,2% karena air susu ibu belum keluar lancar, 12,9%

karena takut bayi lapar, dan sebanyak 9,7% ibu memberikan makanan prelakteal

karena tradisi keluarga.

Orang tua/mertua yang mendorong ibu untuk memberikan makanan

prelakteal karena orang tua/mertua dianggap telah berpengalaman dalam merawat

anak dan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi anak.Selain itu

terhambatnya pengeluaran ASI akibat payudara yang bengkak juga mendorong ibu

untuk memberikan makanan prelakteal.Pemberian makanan prelakteal ini tidak

perlu dilakukan karena makanan ini dapat berbahaya bagi kesehatan bayi karena

dapat menyebabkan penyakit infeksi ataupun dapat mengganggu sistem pencernaan

pada bayi.

Menurut Depkes RI (2007), makanan prelakteal ini berbahaya karena

makanan ini dapat menggantikan kolostrum sebagai makanan bayi yang paling awal.

Bayi mungkin terkena diare, septicemia dan meningitis, bayi lebih mungkin

Page 99: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

78

menderita intoleransi terhadap protein di dalam susu formula tersebut, serta alergi

misalnya eksim. Makanan prelakteal mengganggu hisapan bayi rasa lapar bayi

terpuaskan, sehingga bayi menyusu lebih sedikit, bila bayi diberi minuman dari botol

dan dot, maka bayi lebih sulit melekat pada payudara (bingung puting), bayi akan

kurang menyusu dan merangsang payudara dan ASI memerlukan waktu lebih lama

untuk keluar, hal ini mempersulit pemantapan menyusui. Meskipun bayi

mendapatkan asupan prelakteal sedikit, ibu kemungkinan besar akan mengalami

masalah seperti pembengkakan payudara. Akibatnya, kegiatan menyusui

kemungkinan besar akan berhenti lebih awal dibandingkan bila bayi disusui ekslusif

sejak lahir.

Pada dasarnya, dalam keadaan normal bayi baru lahir itu tidak perlu

diberikan makanan prelakteal karena 3-4 hari setelah kelahirannya bayi masih

mempunyai cadangan makanan dalam tubuhnya dan dapat bertahan untuk memenuhi

kebutuhan gizi yang dibutuhkannya, sehingga jika ibu pada awal kelahiran bayinya,

seorang ibu tidak perlu memberikan makanan prelakteal dengan alasan takut bayinya

lapar. Hal ini didukung oleh pendapat Perinasia (1990) yang menyatakan bahwa

dalam keadaan normal, bayi tidak memerlukan air atau makanan lain selama 2-4 hari

pertama setelah lahir, karena cadangan tenaga dan air yang di bawah sejak lahir

cukup untuk pertahanan bayi pada hari-hari pertama kehidupan, sementara proses

menyusui belum mantap, sehingga dianjurkan untuk meletakkan bayi di lingkungan

Page 100: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

79

yang cukup hangat, tetapi tidak terlalu kering, untuk mencegah kehilangan cairan

melalui keringat

Dari hasil penelitian ini diperoleh pula gambaran jenis makanan prelakteal

yang diberikan ibu kepada bayi yang baru lahir yaitu madu 62,5% dan susu formula

14,6% sedangkan ibu yang memberikan ASI saja 22,9%. Pemberian makanan

prelakteal pada bayi tidak perlu dilakukan karena makanan terbaik untuk bayi baru

lahir sampai dengan usia 6 bulan yaitu hanya ASI saja. Karena ASI dapat memenuhi

kebutuhan untuk tumbuh secara optimal samapai 6 bulan, selain itu ASI

mengandung limfosit dan antibodi yang dapat mencegah bayi terinfeksi penyakit

tertentu.

Menurut Depkes RI (2010), bahwa makanan yang tepat untuk bayi usia 0-6

bulan hanya ASI saja. Lebih lanjut Roesli (2000) mengungkapkan bahwa ASI

merupakan makanan tunggal akan mencukupi kebutuhan bayi sampai dengan usia 6

bulan. Setelah 6 bulan, bayi harus mulai mendapatkan makanan padat, sedangkan

pemberian ASI tetap dapat dilanjutkan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih.

Beradasarkan hasil penelitian Theresiana di Kabupaten Tangerang (2002),

bahwa jenis makanan yang diberikan pada bayi baru lahir sebanyak 43,3% ibu

memberikan susu formula, 36,6% ibu memberikan madu, air gula dan air tebu,

sebanyak 7,15% ibu memberikan pisang, ibu yang memberikan air putih, the, kopi,

Page 101: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

80

dan air tajin sebanyak 6,7%, sedangkan ibu yang memberikan makanan prelakteal

berupa roti, tape dan biskuit sebanyak 6,25%

6.2 Analisis Hubungan antara Umur ibu dengan Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir

Tidak semua wanita sama dalam menyusui. Sebagian mempunyai

kemampuan yang lebih besar dari pada yang lain. Pada umumnya wanita yang lebih

muda kemampuannya lebih baik dari yang tua.Salah satu faktor penyebabnya adalah

adanya perkembangan kelenjar yang matang pada pubertas dan fungsinya yang

berubah sesudah kelahiran bayi (Ebrahim, 1978).

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan p-value = 1,000 artinya tidak

terdapat hubungan antara umur ibu dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi

baru lahir. Hal ini dapat terjadi karena proporsi antara ibu pada kelompok umur 20-

30 tahun dengan ibu pada kelompok umur <20 atau >30 tahun tidak jauh berbeda

dalam memberikan makanan prelakteal. Dengan kata lain ibu yang berumur 20-30

tahun yang mempunyai peluang yang baik dalam memberikan ASI pada

kenyataanya juga memberikan makanan prelakteal pada bayinya yang baru lahir. Hal

ini dibuktikan dari hasil analisis bivariat didapatkan proporsi dari 41 (42,7%) ibu

berumur <20 atau >30 tahun 75,6% memberikan makanan prelakteal pada bayi yang

baru lahir, Sedangkan proporsi dari 55 (57,3%) ibu kelompok umur 20-30 tahun

sebanyak 76,4% yang memberikan makanan prelakteal pada bayinya yang baru

lahir,

Page 102: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

81

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak hanya ibu yang berumur <20

atau > 30 saja yang memberikan makanan prelakteal, akan tetapi ibu yang berusia

20-30 tahun juga berpeluang memberikan makanan prelakteal pada bayinya yang

baru lahir, meskipun pada rentang usia 20-30 tahun tersebut ibu mempunyai peluang

dan keadaan biologis yang baik untuk menyusui. Seperti yang diungkapkan oleh

(Madjid, 1999 dalam Nuryanto, 2002) yang menyatakan bahwa kurun waktu 20-30

tahun secara biologis merupakan usia paling aman untuk reproduksi karena terjadi

kematangan pertumbuhan organ genitalia interna dan perkembangan hormonal yang

stabil sehingga air susu ibu masih dapat diperoduksi.

Ternyata ada hal lain yang dapat menyebabkan ibu pada kelompok umur 20-

30 tahun memberikan makanan prelakteal pada bayi baru lahir walaupun seorang ibu

pada kelompok umur ini mempunyai peluang yang baik untuk memberikan ASI,

yaitu kurangnya pengetahuan tentang ASI ekslusif, adanya tradisi keluarga

memberikan makanan prelakteal, dukungan keluarga maupun tingkat pendidikan

ibu.

Menurut Suhardjo (2003), Pengetahuan sangat berperan penting dalam

melakukan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi. Terbukti

dalam penelitian ini bahwa dari hasil crosstabs antara pengetahuan dengan umur ibu,

ternyata sebagian besar (52,7%) ibu pada kelompok umur 20-30 tahun mempunyai

pengetahuan kurang baik tentang ASI ekslusif. Faktor lain yang dapat menyebabkan

tidak adanya hubungan antara umur ibu dengan pemberian makanan prelakteal juga

Page 103: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

82

dapat disebabkan adanya tradisi keluarga dalam memberikan makanan prelakteal.

Menurut Harper, Deaton, dan Driskel (1986) dalam Sinambela (2000), bahwa

kegiatan budaya suatu keluarga, suatu kelompok masyarakat mempunyai pengaruh

yang kuat dan kekal terhadap apa, kapan dan bagaimana penduduk makan. Dan

terbukti dalam penelitian ini dari crosstabs antara tradisi dengan umur ibu ternyata

ibu pada kelompok umur 20-30 tahun sebagian besar (55,2%) mempunyai tradisi

dalam memberikan makanan prelakteal.

Selain itu terbukti dalam penelitian ini bahwa sebanyak 56,9% ibu pada

kelompok umur 20-30 tahun mendapatkan dukungan dari keluarga untuk

memberikan makanan prelakteal pada bayinya yang baru lahir. Menurut Roesli

(2000), dalam memberikan ASI dukungan keluarga merupakan faktor pendukung

yang pada prinsipnya adalah suatu kegiatan yang bersifat emosional maupun

psikologi yang diberikan kepada ibu menyusui. Faktor-faktor ini (pengetahuan ibu,

tradisi, dan dukungan keluarga) yang dapat menyebabkan tidak adanya hubungan

antara umur dengan pemberian makanan prelakteal, meskipun ibu pada kelompok

umur 20-30 tahun dalam penelitian ini mempunyai peluang yang baik secara biologis

untuk memberikan ASI kepada bayinya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Megawati

(2002) di Wilayah Kerja Puskesmas Bogor Selatan Jawa Barat, yang menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan pemberian makanan prelakteal pada

bayi baru lahir.

Page 104: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

83

6.3 Analisis Hubungan antara Tingkat pendidikan ibu dengan Pemberian

Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan mutu hidup

manusia.Secara umum pendidikan meningkatkan keperibadian manusia, aspek

jasmani, aspek rohani, pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam rangka

menciptakan kepribadian yang mantap dan mandiri.Bagi keluarga dengan tingkat

pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima informasi kesehatan khususnya

di bidang gizi, sehingga dapat menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan

dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,002 artinya terdapat

hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian makanan prelakteal.

Bahwa semakin tinggi tingkat pndidikan ibu maka semakin sedikit ibu yang

memberikan makanan prelakteal , sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan ibu

maka semakin banyak ibu yang memberikan makanan prelakteal.

Hal ini dimungkinkan karena dengan pendidikan yang tinggi seseorang akan

lebih cepat tanggap terhadap masalah-masalah kesehatan dan mudah mengikuti

petunjuk-petunjuk dari petugas kesehatan, sehingga dengan pendidikan yang tinggi

akan meningkatkan pengetahuan ibu di bidang kesehatan melalui berbagai variabel

seperti keterbukaan akan informasi baru, penerimaan konsep-konsep baru dalam

pencegahan penyakit atau masalah-masalah kesehatan bayinya. Menurut

Notoadmojo (2007), semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima

Page 105: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

84

serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi juga semakin meningkanya

produktivitas dan semakin tinggi kesejahteraan keluarga.

Menurut Depkes RI (2005), bahwa seorang ibu yang mempunyai tingkat

pendidikan yang rendah maka balitanya berisiko dua kali lebih banyak menghadapi

masalah kesehatan dibandingkan dengan ibu yang memiliki pendidikan tinggi.

Berarti jika seorang ibu berpendidikan lebih tinggi maka kemungkinan ibu dapat

menerima banyak informasi, termasuk informasi tentang gizi balita sehingga ibu

dapat memberikan asupan gizi yang baik untuk balitanya. Demikian pula pendapat

Soetjiningsih (2004), yang menyatakan bahwa pendidikan orang tua merupakan

salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan

pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar

terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik atau cara mempraktekkan pola

asuh dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana cara menjaga kesehatan anak,

pendidikan dan sebagainya

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh Megawati

(2002) memperlihatkan bahwa ibu yang berpendidikan rendah lebih banyak

memberikan makanan prelakteal pada bayinya pada saat baru lahir dibandingkan

dengan ibu yang berpendidikan tinggi.

Page 106: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

85

6.4 Analisis Hubungan antara Tradisi dengan Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir

Pengetahuan secara budaya tentang pangan adalah salah satu faktor yang

menentukan apa yang dapat dimakan dan apa yang tidak boleh dimakan. Sering kali

inipun masih dibatasi adanya kemungkinan kepercayaan agama ataupun tradisi

mengenai apa yang boleh dan yang tidak boleh dimakan, apa yang baik dan apa yang

tidak baik secara sosial. Semua itu diperoleh melalui proses pewarisan dari generasi

tua kepada generasi muda secara terus menerus. Lewat proses enkulturasi dan

sosialisasi tiap individu membiasakan diri dalam apa yang patut dimakan (Puslitbang

Gizi Depkes RI 1985 dalam Kholifah 2008).

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,002 artinya terdapat

hubungan antara tradisi dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir.

Praktek pemberian makanan prelakteal di Desa Supat Timur umumnya berupa

pemberian madu.Pemberian makanan prelakteal ini merupakan kebiasaan yang

dilakukan kepada bayi yang baru lahir sejak dulu dan dilakukan secara turun

temurun oleh keluarga. Alasan pemilihan madu sebagai makanan prelakteal

berdasarkan kepercayaan tertentu, diantaranya dapat mengobati demam, panas dan

dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi sehingga bayi tidak mudah terkena

influenza jika memakan makanan yang manis karena sejak kecil bayi sudah terbiasa

memakan yang manis seperti madu, selain itu pemberian madu dapat memerahkan

bibir bayi jika pemberiannya dioleskan pada bibir bayi. Anggapan masyarakat

Page 107: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

86

tentang pemberian madu tersebut jelas keliru dan harus diperbaiki karena akan

semakin banyak bayi yang tidak mendaptkan ASI ekslusif, padahal ASI adalah

makanan yang paling baik untuk kesehatan bayi.

Kepala Desa merupakan motivator yang baik dalam menjalankan program

kesehatan, oleh karena itu Kepala Desa sangat berperan dalam mengatasi masalah

pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir selain ituKepala Desa Supat juga

merupakan tokoh masyarakat, jadiuntuk merubah tradisi pemberian makanan

prelaktealyang ada di Desa Supat maka dengan bantuan Kepala Desa untuk

memberikan pengetahuan kepada ibu yang mempunyai tradisi pemberian makanan

prelakteal berupa madu tersebut.

Kebiasaan dalam memberikan makanan prelakteal pada bayi baru lahir sudah

menjadi budaya di Desa Supat Timur dan telah menjadi bagian dari kehidupan suatu

masyarakat, biasanya dilakukan secara turun temurun dari keluarga (nenek, ibu).

Sebagaimana menurut Harper, Deaton, dan Driskel (1986) dalam Sinambela (2000),

bahwa kegiatan budaya suatu keluarga, suatu kelompok masyarakat mempunyai

pengaruh yang kuat dan kekal terhadap apa, kapan dan bagaimana penduduk makan.

Kebudayaan tidak hanya menentukan pangan anak, tetapi untuk siapa dan dalam

keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kholifah (2008)

bahwa beberapa informan utama memberikan madu pada bayi baru lahir pemberian

Page 108: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

87

makanan tersebut dilakukan karena kebiasaan yang dianjurkan oleh orang tua ketika

ASI ibu belum keluar atau keluar namun masih sedikit. Selain itu, hasil yang sama

juga didapatkan pada penelitian Sinambella (2002) di Bogor yang mengungkapkan

bahwa pemberian makanan yang dilakukan di tempat tersebut terjadi karena

kebiasaan yang ada di lingkungan ibu yang menganggap makanan prelakteal

merupakan makanan yang baik untuk bayi menunggu ASI keluar.

6.5 Analisis Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir

Pengetahuan sangat berperan penting dalam melakukan pemberian makanan

pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi. Tahu atau tidaknya seorang ibu mengenai

cara pemberian makanan pada bayi merupakan proses transisi dari asupan ASI

menuju ke makanan selain ASI. Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau

kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari

(Suhardjo, 2003).

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,000 artinya terdapat

hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi

baru lahir. Semakin baik pengetahuan ibu maka semakin sedikt bayi yang

mendapatkan makanan prelakteal, begitupun sebaliknya semakin kurang baik

pengetahuan ibu maka semakin banyak bayi yang mendapatkan makanan prelakteal.

Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Selain itu

Page 109: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

88

pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang. Perilaku akan lebih bertahan lama bila didasari oleh pengetahuan

dibandingkan perilaku yang tidak berdasarkan pengetahuan, walaupun ternyata

pengetahuan yang mendasari perilaku seseorang tersebut masih dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang sangat kompleks untuk sampai terbentuk perilaku yang nyata.

Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa pengetahuan ibu tentang ASI ekslusif

masih kurang sebagian besar ibu tidak mengetahui bahwa ASI ekslusif adalah ASI

saja yang diberikan kepada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan, bahaya makanan

prelakteal (makanan yang diberikan selain ASI sebelum ASI keluar) dan kapan

sebaiknya seorang bayi diperbolehkan makan/minum susu formula, air teh, air putih,

pisang, bubur, dan yang lainnya, serta pengetahuan ibu tentang bayi 2-4 hari setelah

lahir tidak diberikan makanan zat gizi yang terdapat di dalam tubuh bayi cukup

untuk memenuhi asupan gizinya. Sebagian besar ibu tidak mengetahuinya, hal ini

menunjukkan bahwa masih kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI ekslusif

sehingga mendorong seseorang ibu untuk memberikan makanan prelakteal.

Grant (1989) dalam Hermasyah (2010), mengemukakan bahwa kebiasaan

yang salah pada pemberian makanan pada bayi disebabkan kurangnya pengetahuan

sebagian besar orang tua tentang pentingnya pemberian ASI dan pemberian makanan

pada usia tambahan pada usia 4-6 bulan. Pengetahuan ibu sangat erat kaitannya

dengan kesehatan anak baik itu diukur dari status gizinya ataupun dari kematian bayi

dan anak. Menurut Suhendar (2002), pengetahuan tentang ASI memiliki hubungan

Page 110: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

89

yang erat dalam menunjang seorang ibu untuk memberikan ASI secara ekslusif

kepada bayinya.

Pengetahuan ibu menjadi hal penting dan menentukan bagi tumbuh kembang

anak, maka diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu mengenai

pemberian ASI secara dini dan menghindari pemberian makanan prelakteal pada

bayi baru lahir.Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui penyuluhan

tentang pentingnya pemberian ASI dini dan bahaya pemberian makanan

prelakteal.kegiatan lain yang bisa dilakukan yaitu konsling laktasi sejak masa

kehamilan yaitu ketika pemeriksaan ANC di Puskesmas.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Megawati

(2002), yang menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan ibu semakin menurun

persentasi pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir.Berbeda dengan hasil

penelitian Kholifah (2008), bahwa seluruh informan utama dalam penelitian

mengatakan pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir tidak menimbulkan

pengaruh buruk apapun baik bagi ibu maupun bayinya.Menurut informan utama

kondisi bayi dalam keadaan sehat-sehat saja setelah makanan tersebut diberikan.

6.6 Analisis Hubungan antara Sikap Ibu dengan Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Baru Lahir

Sikap merupakan reaksi repons yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu objek atau stimulasi.Manifestasi sikap itu tidak bisa langsung dilihat, tetapi

hanya bisa ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

Page 111: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

90

akan menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulasi tertentu

yang dalam kehidupan sehari-hari (Notoadmodjo, 2003). Dalam penelitian ini sikap

yang baik (positif) ditunjukkan dengan tindakan untuk menghindari pemberian

makanan prelakteal, sedangkan sikap negatif yaitu sikap yang ditunjukan cenderung

untuk menyenagi tindakan pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir.

Hasil dari penelitian ini diperoleh p-value = 0,884 artinya tidak terdapat

hubungan antara sikap ibu dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi baru

lahir. Hal ini dimungkinkan karena proporsi ibu yang mempunyai sikap positif

terhadap pemberian makanan prelakteal tidak jauh berbeda dengan ibu yang

mempunyai sikap negatif terhadap pemberian makanan prelakteal dalam

memberikan makanan prelakteal pada bayi yang baru lahir. Dengan kata lain ibu

yang mempunyai sikap positif yang cenderung untuk menghindari pemberian

makanan prelakteal pada kenyataannya juga memberikan makanan prelakteal pada

bayinya yang baru lahir. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis bivariat didapatkan

dari 70 ibu yang mempunyai sikap negatif terhadap pemberian makanan prelakteal

77,1% memberikan makanan prelakteal. Sedangkan proporsi dari 26 ibu yang

mempunyai sikap positif 73,1% yang memberikan makanan prelakteal.

Tingginya jumlah pemberian makanan prelakteal yang dilakukan oleh ibu

yang mempunyai sikap positif terhadap pemberian makanan prelakteal ini

disebabkan karena sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh pengalamam pribadi

maupun pengalaman orang lain dalam memberikan makanan prelakteal serta

Page 112: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

91

keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap pemberian makanan prelakteal serta

dukungan dari keluarga. Hal yang sama dikatakan Notoadmojo (2003), bahwa sikap

yang baik tidak selalu diikuti dengan tindakan yang nyata, hal ini terjadi karena

beberapa alasan, diantaranya:

a. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

b. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada

pengalaman orang lain

c. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan berdasarkan pada banyak atau

sedikitnya pengalaman seseorang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak hanya ibu yang mempunyai

sikap negatif saja yang memberikan makanan pada bayinya namun ibu yang

mempunyai sikap positif terhadap pemberian makanan prelakteal pun mempunyai

perilaku dalam memberikan makanan prelakteal.Hal ini dimungkinkan karena masih

minimnya pengetahuan ibu mengenai ASI ekslusif, pengalaman yang dilakukan pada

anak sebelumnya maupun dari orang-orang disekitar dan diperkuat oleh dukungan

yang salah dari orang-orang terdekat. Menurut Notoadmodjo (2003), perilaku akan

lebih langgeng bila didasari oleh pengetahuan dibandingkan perilaku yang tidak

berdasarkan pengetahuan. Menurut Lubis (2000), seorang ibu yang tidak pernah

mendapat nasehat atau penyuluhan tentang ASI dari keluarganya dapat

mempengaruhi sikapnya ketika ia harus menyusui sendiri bayinya. Hubungan

harmonis dalam keluarga akansangat mempengaruhi lancarnya proses laktasi. Hal ini

Page 113: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

92

terbukti dari crosstabs antara dukungan keluarga dengan sikap ibu, ternyata ibu yang

mempunyai sikap positif mendapatkan dukung keluarga untuk memberikan makanan

prelakteal.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kholifah (2008) bahwa

sebagian informan utama dalam penelitian mempunyai sikap negatif terhadap

makanan prelakteal hal ini ditunjukkan melalui pernyataan bahwa makanan

prelakteal baik untuk bayi sebab pemberian makanan tersebut tidak berpengaruh

apa-apa bagi perkembangan bayi.Dengan pengetahuan, pendidikan dan sikap yang

positif dimungkinkan terjadi suatu perubahan perilaku positif (Notoatmodjo, 2003).

6.7 Analisis Hubungan antara Penolong Persalinan dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir

Keberhasilan menyusui bayi tidak hanya dipengaruhi oleh tempat ibu

bersalin tetapi juga sangat bergantung terhadap petugas kesehatan seperti perawat,

dokter, atau bidan karena merekalah yang pertama-tama akan membantu ibu bersalin

melakukan inisiasi menyusui dini.

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh p-value = 0,343 tidak ada

hubungan antara penolong persalinan dengan pemberian makanan prelakteal. Pada

dasarnya semakin banyak ibu yang melakukan persalinan dibantu oleh tenaga

kesehatan maka akan semakin rendah peluang bayi baru lahir untuk mendapatkan

makanan prelakteal, begitupun sebaliknya semakin rendah ibu yang melakukan

persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan maka semakin besar peluang bayi

Page 114: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

93

untuk mndapatkan makanan prelakteal. Namun, pada kenyataannya yang terjadi di

Desa Supat Timur terlihat bahwa proporsi ibu yang memberikan makanan prelakteal

pada bayi baru lahir tidak hanya dilakukan oleh ibu yang melakukan persalinan yang

dibantu oleh non tenaga kesehatan saja tetapi proporsi ibu yang memberikan

makanan prelakteal tidak jauh berbeda dengan ibu yang melakukan persalinan

dibantu oleh tenaga kesehatan. Hal ini dapat menyebabkan tidak ada hubungan

penolong persalinan dengan pemberian makanan prelakteal. Dapat dibuktikan

dengan hasil analisis bivariat didapatkan proporsi dari 89 ibu yang persalinannya

dilakukan oleh tenaga kesehatan (bidan, perawat, dokter) sebanyak 76,4%

memberikan makanan prelakteal pada bayi baru lahir. Sedangkan proporsi dari 7 ibu

yang persalinannya dibantu non tenaga kesehatan (dukun beranak/paraji, keluarga)

71,4% yang memberikan makanan prelakteal.

Hal ini dapat terjadi karena masyarakat telah menyadari bahwa persalinan

yang dibantu oleh tenaga kesehatan lebih aman karena tenaga kesehatan dianggap

telah berkompetensi dalam membantu persalinannya.Selain itu penolong persalinan

oleh bidan atau tenaga kesehatan yang berkompetensi kebidanan merupakan salah

satu indikator untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak sehingga dapat

mengurangi angka kematian ibu dan anak di Indonesia.Tetapi ibu yang melakukan

persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai peluang lebih baik

untuk tidak memberikan makanan prelakteal pada bayi yang baru lahir pada

kanyataannya banyak yang memberikan makanan prelaktal pada bayi baru

Page 115: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

94

lahir.Dengan kata lain tenaga kesehatan tidak dapat mencegah ibu untuk tidak

memberikan makanan prelakteal kepada bayi baru lahir. Terbukti dalam penelitian

ini dari crosstabs antara penolong persalinan dengan dukungan petugas kesehatan

terlihat bahwa ternyata sebagian besar (91,8%) ibu yang melahirkan ditolong oleh

tenaga kesehatan mendapatkan dukungan dari petugas kesehatan untuk memberikan

makanan prelakteal kepada bayinya yang baru lahir.

Tingginya jumlah pemberian makanan prelakteal yang persalinannya dibantu

oleh tenaga kesehatan seharusnya tidak perlu terjadi karena tenaga kesehatan

seharusnya memberikan himbauan kepada ibu supaya memberikan ASI sedini

mungkin dan membantu ibu untuk inisiasi menyusui dini, sehingga pemberian

makanan prelakteal dapat dihindari.Adanya pemberian makanan prelakteal sesuai

dengan hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa promosi pemberian ASI ekslusif

oleh tenaga kesehatan (bidan) masih kurang.Sedangkan menurut Lubis (2000),

petugas kesehatan berperan besar dalam memberikan contoh pemberian makanan

yang tepat pada bayi.

Hasil penelitian yang sama juga didapatkan oleh Megawati (2002) bahwa ada

hubungan antara penolong persalinan dengan pemberian makanan prelakteal. Sama

halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kholifah (2008) bahwa informan

utama yang melakukan persalinan dibantu oleh dukun bayi, bidan ataupun keduanya

memberikan makanan prelakteal, jika dukun menyarankan memberikan makanan

Page 116: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

95

prelakteal berupa madu berbeda dengan petugas menyarankan untuk memberikan

makanan prelakteal bentuk susu formula.

6.8 Analisis Hubungan antara Tempat Persalinan dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir

Tempat persalinan berperan aktif dalam keberhasilan pelaksanaan menyusui

secara optimal.Untuk itu kebijakan tempat persalinan di pelayanan kesehatan milik

pemerintah maupun swasta dalam melaksanakan rawat gabung yang memudahkan

bagi ibu secara langsung dapat menyusui bayinya menjadi sangatlah penting (Irianto,

1998).

Hasil dari penelitian ini diperoleh nilai p-value = 0,242 artinya tidak terdapat

hubungan antara tempat persalinan dengan pemberian makanan prelakteal. Hal ini

dapat terjadi karena adanya dukungan dari petugas kesehatan untuk memberikan

makanan prelakteal pada bayi yang baru lahir, selain itu juga disebabkan oleh

penolong persalianan.Persalinan yang dilakukan dirumah memungkinkan ibu dan

bayinya untuk bersama-sama atau rawat gabung (rooming in), oleh karena itu, ibu

dan orang-orang di sekitarnya mempunyai peran yang lebih untuk memberikan

ASInya, sehingga pemberian makanan prelaktealpun tidak terlepas dari peran

tersebut. Menurut Siregar (2004), tempat ibu bersalin merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi keberhasilan menyusui, karena masih sering dijumpai di rumah

sakit pada hari pertama kelahiran walaupun sebagian besar dari ibu-ibu yang

melahirkan di kamar mereka sendiri, hampir setengah dari bayi mereka diberi

Page 117: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

96

makanan prelakteal. Dalam penelitian ini terbukti dari crosstabs antara tempat

persalinan dengan penolong persalinan, ternyata sebagian besar (95,5%) ibu yang

melahirkan di non sarana kesehatan (rumah sendiri, rumah keluarga) persalinannya

ditolong oleh tenaga kesehatan. Sedangkan crosstabs antara tempat persalinan

dengan dukungan petugas kesehatan tentang pemberian makanan prelakteal, bahwa

91,5% ibu yang melakukan persalinan yang di non sarana kesehatan (rumah sendiri,

rumah keluarga) mendapatkan dukungan dari petugas kesehatan untuk memberikan

makanan prelakteal pada bayi baru lahir.

Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa peran petugas kesehatan disini tidak

mencerminkan perilaku yang baik, seharusnya petugas kesehatan membantu ibu

untuk menghidari pemberian makanan prelakteal pada bayi yang baru lahir.Misalnya

dengan melakuan inisiasi menyusui dini.meskipun persalinan ini dilakukan bukan di

sarana kesehatan (di rumah) tetapi penolong prsalinannya adalah petugas kesehatan

(bidan) maka petugas kesehatan mempunyai peran yang cukup baik untuk

memberikan contoh kepada ibu dalam hal pemberian makanan yang tepat seperti

menganjurkan ibu untuk menyusui segera bayinya yang baru lahir. Karena menurut

Lubis (2000), petugas kesehatan berperan besar dalam memberikan contoh

pemberian makanan yang tepat pada bayi.

Persalinan yang dilakukan dirumah memang tidak terkait dengan kebijakan-

kebijakan khusus seperti halnya persalinan yang dilakukan di rumah sakit, tetapi

tergantung pada komitmen tenaga penolong persalinan dan keinginan dari ibu yang

Page 118: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

97

melahirkan.Adanya kebebasan semacam ini ditambah dengan dukungan lingkungan

sekitarnya mendorong dan memungkinkan terjadinya praktik pemberian makanan

prelakteal pada bayi baru lahir.

Berdasarkan sebuah survei di Semarang menyatakan bahwa ibu yang

melahirkan di rumah lebih banyak yang menyusui bayinya dari pada ibu yang

melahirkan di rumah sakit. Hal ini disebabkan oleh karena masih banyak tata laksana

rumah sakit yang tidak menunjang menyusui, sebagai contoh: memberikan

prelacteal feeding yang sebenarnya tidak perlu dan berakibat kurang baik karena

akan menghilangkan rasa haus bayi sehingga malas untuk menetek (Suradi, 1985

dalam Suhendar, 2002).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Megawati

(2002) yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

tempat persalinan dengan pemberian makanan prelakteal.Namun, penelitian ini

menunjukkan bahwa persalinan yang dilakukan di rumah lebih banyak persentase

dalam memberikan makanan prelakteal, hal ini disebabkan karena adanya kebiasaan

daerah setempat dalam memberikan makanan prelakteal pada bayi yang baru lahir

berupa madu.

6.9 Analisis Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Pemberian Makanan

Prelakteal pada Bayi Baru Lahir

Setelah masa kelahiran, suami perlu membantu merawat istri/ibu baru

melahirkan dengan cara memotivasi ibu menyusui untuk memberikan ASI secara

Page 119: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

98

ekslusif dan tidak memberikan makanan prelakteal pada bayinya serta tidak

memberikan makanan tambahan selama empat bulan. Selain suami anggota keluarga

lainnya juga dapat membantu merawat ibu yang baru melahirkan Iskandar (1998)

dalam Kholifah (2008).

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,040 artinya terdapat

hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian makanan prelakteal pada

bayi baru lahir. Pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat

Timur tidak terlepas dari dukungan orang-orang sekitarnya terutama ibu/ibu mertua.

Ibu dianggap sudah lebih berpengalaman dalam mengurus dan merawat bayi,

sehingga apapun yang dianjurkan orang tua akan diikuti oleh ibu karena saran

tersebut pasti akan membuat bayi lebih baik, sekalipun dianjurkan untuk

memberikan makanan prelakteal padahal seorang ibu menganjurkan untuk

memberikan makanan prelakteal ini hanya karena pemberian makanan tersebut

sudah dilakukan sejak lama dan telah menjadi tradisi dalam keluarganya dan daerah

setempat. Besarnya dukungan keluarga dalam memberikan makanan prelakteal serta

tradisi pemberian makanan prelakteal yang ada di daerah tersebut, ada kecendrungan

makin banyak ibu tidak menyusui bayinya.

Menurut Roesli (2000), dalam memberikan ASI dukungan keluarga

merupakan faktor pendukung yang pada prinsipnya adalah suatu kegiatan yang

bersifat emosional maupun psikologi yang diberikan kepada ibu menyusui. Menurut

Soetjiningsih (1997), pada minggu pertama setelah persalinan seorang ibu lebih peka

Page 120: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

99

dalam emosi. Untuk itu seorang ibu butuh seseorang yang dapat membimbingnya

dalam merawat bayi termasuk dalam memberikan makanan pada bayi.Orang yang

dapat membantunya terutama adalah orang yang berpengaruh besar dalam

kehidupannya atau yang disegani, seperti suami, keluarga/kerabat terdekat, atau

kelompok ibu-ibu pendukung ASI dan dokter/tenaga kesehatan.

Hasil penelitian tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Kholifah (2008)

bahwa sebagian dari informan utama memberikan makanan prelakteal kepada

bayinya yang baru lahir merupakan atas saran dan anjuran dari orang-orang

disekitarnya terutama orang tuanya.Selain itu ada beberapa informan utama yang

berinisiatif sendiri memberikan makanan tersebut kepada bayinya.Hal ini dilakukan

karena praktik pemberian makanan tersebut sudah menjadi kebiasaan seperti yang

sudah dilakukan pada persalinan anak sebelumnya.

6.10 Analisis Hubungan antara Dukungan Petugas Kesehatan dengan Pemberian

Makanan Prelakteal pada Bayi Baru Lahir

Petugas dan kader kesehatan merupakan sumber informasi tentang

kesehatan.Posyandu adalah tempat yang sering digunakan untuk penyampaian

informasi. Kepala Desa merupakan motivator yang baik dalam menjalankan

program kesehatan. Lubis (2002) menyatakan bahwa petugas kesehatan memiliki

peran yang sangat besar dalam memberikan contoh pemberian makanan pada anak.

Hasil dari penelitian ini diperoleh nilai p-value = 0,284 artinya tidak terdapat

hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan pemberian makanan prelakteal

Page 121: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

100

pada bayi baru lahir. Keadaan ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan

yang diberikan sewaktu dalam pendidikan sehingga dalam hal ini menyebabkan

petugas kurang mendukung upaya peningkatan pemanfaatan ASI ekslusif.Sehingga

menyebabkan masih banyak ibu yang memberikan makanan prelakteal pada bayi

baru lahir. Dengan demikian akan ada kecendrungan makin banyak ibu tidak

menyusui bayinya baru lahir dan semakin banyak bayi yang tidak mendapatkan ASI

Eslusif.

Hasil penelitian ini dibuktikan dengan hasil analisis bivariat didapatkan

proporsi dari 49 ibu yang mendapatkan dukungan dari petugas kesehatan untuk

memberikan makanan prelakteal sebanyak 81,6% memberikan makanan prelakteal.

Sedangkan proporsi dari 47 ibu yang tidak mendapatkan dukungan petugas

kesehatan 70,2% yang memberikan makanan prelakteal pada bayi baru lahir.

Besarnya dukungan petugas kesehatan dalam memberikan makanan

prelakteal ini dapat terjadi karena peran bidan dalam mempromosikan ASI ekslusif

masih sangat kurang sehingga lebih cendrung untuk peningkatan pemberian

makanan prelakteal.Selain itu juga dapat disebabkan oleh faktor keterbatasan

pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memberikan informasi

mengenai pemberian ASI yang baik dan benar kepada ibu-ibu yang hamil maupun

calon ibu.Selain itu berdasarkan crosstabs antara dukungan petugas kesehatan

dengan penolong persalinan dan tempat persalinan dalam pemberian makanan

prelakteal, terbukti bahwa dukungan petugas kesehatan untuk memberikan makanan

Page 122: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

101

memang kuat untuk mendorong ibu memberikan makanan prelakteal pada bayi baru

lahir.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih

(2004), bahwa sebanyak 58% petugas kesehatan membolehkan pemberian makanan

prelakteal sebelum ASI keluar dan 82% petugas kesehatan pernah memberikan

makanan prelakteal kepada bayi baru lahir. Selain itu, 26 % petugas kesehatan setuju

untuk memberikan makanan prelakteal jika bayi menanggis dan 76% petugas

kesehatan setuju memberikan makanan prelakteal ketika ASI ibunya belum keluar

serta 28% petugas kesehatan setuju dengan pernyataan mengenai ASI saja tidak

cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi 3 hari pertama setelah dilahirkan.

6.11 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yang menjadi keterbatasan

penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan,

sehingga untuk mendapatkan data tentang pemberian makanan prelakteal pada

bayi baru lahir maka ibu mengingat kejadian 6 bulan yang lalu dengan demikian

dimungkinkan terjadi bias informasi.

2. Rancangan penelitian ini menggunakan desain cross sectionalstudy sehingga

peneliti hanya melihat keadaan responden pada satu saat pengamatan, sehingga

tidak dapat melihat hubungan sebab akibat.

Page 123: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

102

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

2.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 96 bayi usia 0-6 bulan

di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir

di dapat simpulan sebagai berikut:

1. Perilaku pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasi Sumatera Selatan cukup tinggi yaitu 76%.

2. Pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, paling banyak dilakukan oleh ibu

pada kelompok umur 20-30 tahun (76,4%).

3. Pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, paling banyak dilakukan oleh ibu

dengan tingkat pendidikan rendah (87,9%).

4. Pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, paling banyak dilakukan oleh ibu

yang mempunyai tradisi dalam memberikan makanan prelakteal (87,9%).

Page 124: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

103

5. Pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, paling banyak dilakukan oleh ibu

yang memiliki pengtahuan kurang baik tentang pemberian makanan prelakteal

(90,9%).

6. Pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, paling banyak dilakukan oleh ibu

yang mempunyai sikap negatif terhadap pemberian makanan prelakteal (77,1%).

7. Pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, paling banyak dilakukan oleh ibu

yang penolong persalinan dibantu tenaga kesehatan (76,4%).

8. Pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, paling banyak dilakukan oleh ibu

yang tempat persalinan bukan di sarana kesehatan (77,2%).

9. Pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, paling banyak dilakukan oleh ibu

yang tidak mendapatkan dukungan keluarga untuk memberikan makanan

prelakteal (86,7%)

10. Pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur

Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, paling banyak dilakukan oleh ibu

yang mendapatkan dukungan petugas kesehatan untuk memberikan makanan

prelakteal (81,6%).

Page 125: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

104

11. Tidak terdapat hubungan antara umur ibu, sikap ibu, penolong persalinan, tempat

persalinan dan dukungan petugas kesehatan dengan pemberian makanan

prelakteal pada bayi baru lahir di Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin

Sumatera Selatan.

12. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu, tradisi ibu,

dukungan keluarga dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi baru lahir di

Desa Supat Timur Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan.

2.2 SARAN

Berdasarkan simpulan di atas, maka peneliti memberikan saran sebagai

berikut:

1. Bagi Ibu/Keluarga

1. Diharapkan kepada ibu untuk tidak memberikan makanan prelakteal pada

bayi baru lahir dengan cara segera memberikan ASI kepada bayi baru lahir

30 menit setelah bayi dilahirkan, melakukan inisiasi menyusui dini (IMD).

2. Diharapkan kepada keluarga untuk dapat memberikan dukungan penuh

kepada ibu dalam hal memberikan ASI pada saat bayi baru lahir dengan cara

keluraga membantu ibu untuk melakukan IMD atau membantu ibu

memompa ASInya ketika ASI belum keluar/keluar tapi sedikit.

2. Bagi Dinkes

1. Bagi Dinas Kesehatan diharapkan menggerakkan puskesmas untuk

melaksanakan program kelas ibu hamil untuk meningkatkan pengetahuan ibu

Page 126: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

105

3. Bagi Tenaga Kesehatan

1. Petugas kesehatan yang membantu persalinan harus memberikan dukungan

penuh terhadap pemberian ASI segera pada bayi baru lahir, dengan cara

membantu ibu untuk melakukan IMD.

2. Petugas kesehatan di Puskesmas harus memberikan dukungan penuh kepada

ibu agar memberikan ASI segera pada bayi baru lahir. Hal tersebut dapat

dilakukan sejak masa antenatal dengan memberi informasi tentang menyusui,

masa kelahiran dengan tidak memberikan makanan prelakteal, dan masa

pascanatal dengan memberikan layanan konsultasi tentang menyusui.

4. Bagi Peneliti Lain

1. Perlu melakukan penelitian lanjutan dengan meneliti faktor kepercayaan dan

pengaruhnya terhadap pemberian makanan prelakteal dengan menggunakan

rancangan penelitian kualitatif.

Page 127: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

106

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Linda. 2007.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Segera

pada bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Daerah Kabupaten Cianjur Tahun 2007.

Tesis.FKM UI.Depok

Amran, Yuli.2006. Pemodelan Faktor-Faktor yang Berperan Terhadap Prilaku Ibu dalam

Memberikan ASI Ekslusif di Propinsi Jawa Barat dan Jawa Timur Tahun 2003,

Dengan Pendekatan Multilevel Modeling. Tesisi. FKM UI Depok

Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. FKM UI.

Depok

BPS. 2003. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI): Jakarta. BPS

BPS. 2008. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI): Jakarta. BPS

BPS, 2009. Sumsel dalam Angka. Jakarta: BPS

Depkes RI, 1997. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI bagi Petugas Puskesmas.

Jakarta Direktorat Jendral Binkesmas. Jakarta: Depkes

Depkes RI, 2001. Manajeman Laktasi, Buku Panduan bagi Bidan dan Petugas

Kesehatan di Puskesmas. Jakarta. Depkes.

Depkes RI. 2005. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk

2005-2009:. Jakarta

Depkes RI, 2007. Sejak Lahir Hingga Enam Bulan ASI saja. Jakarta: Depkes

Depkes RI, 2009. Buku Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Konseling Menyusui.

Jakarta. Depkes

Depkes RI. 2010. Riset Kesesahatan Dasar 2010. Jakarta: Depkes.

Ebrahim, GJ. 1986. Air Susu Ibu, Terjemahan Suharyono. Yogyakarta: Yayasan

Essential Medica.

Foster, George M dan Anderson, Barbara Gallasin. 1986. Antropologi Kesehatan.

Jakarta: UI Press

Hartuti, 2006.Pemberian ASI Ekslusif dan Fakator-Faktor yang Berhubungan di

Puskesmas Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Pripinsi Sumatera Barat Tahun

2006. Tesis.FKM UI.Depok

Page 128: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

107

Kholifah, Neneng. 2008. Analisis Kualitatif Perilaku Pemberian Makanan Prelakteal

pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Desa Cipicung Kabupaten Padeglang Tahun

2008.Skripsi PSKM UIN: Jakarta

Irianto, Joko. 1998. Hubungan tempat dan penolong persalinan dengan menyusui secara

optimal. Majalah kesehatan masyarakat Indonesia tahun XXVI, Nomor 5.

Lubis, Nu. 2000. Manfaat Pemakaian ASI Ekslusif. Cermin Dunia Kedokteran nomor

126 tahun 2000

Megawati. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Makanan

Pralaktal pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bogor Selatan

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Skripsi FKM UI.Depok

Nelvi, .2004.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Inisiasi Pemberian ASI di RB

Puskesmas Jakarta Pusat Tahun 2004. Tesis FKM UI. Depok

Ningsih, Kurnia. 2004. Praktik Pemberian ASI Segera Setelah Lahir (Immediate

Breastfeeding) dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Petugas Kesehatan

Kelurahan Cimanggis, Depok Tahun 2004. Skripsi FKM UI.Depok

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip Dasar).

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003.Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT.

Rineka Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Nur, Mujahidin. 2008. The Miracle of ASI: Ibu Sejati Memberi ASI. Yogyakarta: Medina

Publishing.

Nuryanto. 2002. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dengan Kelangsungan Pemberian ASI

Saja Pada Anak Usia 0-11 Bulan. Tesis FKM UI. Depok

Perinasia, 1990. Melindungi, Meningkatkan, dan Mendukung Menyusui: Peran Khusus

pada Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil dan Menyusui. Pernyataan bersama

WHO/UNICEF.

Profil Kesehatan Sumatera Selatan, 2010

Roesli, Utami, 2000.Mengenal ASI Ekslusif. Trubus Agriwidya

Roesli, Utami. 2005. Menegenal ASI Ekslusif – Seri 1. Jakarta: Trubus Agriwidya

Roesli, Utami. 2008. Insisasi Menyusui Dini Plus ASI Ekslusif. Jakarta: Pustaka bunda

Page 129: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

108

Sinambella, Kristina Herawaty. 2000. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktik

Pemberian Makanan pada Bayi Umur 0-4 Bulan di Daerah Angka Kematian Bayi

Tinggi (Studi Di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor).Skripsi. GMSK IPB.Bogor

Siregar arifin.2004. Pemberian ASI Ekslusif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi.

Bagian Gizi Kesmas FKM UNSU.

Sotjiningsih. 1997. ASI: Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan. Jakarta: EGC

Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Anak: EGC. Jakarta.

Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi: Bumi Aksara. Yogyakarta

Suhendar, Kikih. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Ekslusif dan

Status Gizi Bayi Usia 4-6 Bulan. Skripsi GMSK IPB. Bogor

Suhardjo. 1992. Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak. Yogyakarta: Kasinus

Theresiana,KL .2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan Praktik Pemberian Makanan

Pendamping ASI pada Bayi Umur 4-11 Bulan di Kabupaten Tangerang Tahun

2002. Tesis. FKM UI.Depok

Widodo, Purwanto Teguh. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik

Pemberian ASI Saja di Indonesia (Analisis Sdki 2002-2003). Tesisi.Pasca Sarjana

Ui Kekhususan Sosiologi Kependudukan Program Studi Kependudukan dan

Ketenagakerjaan. Depok

Widodo, Yekti.2001. Kebiasaan Memberikan Makanan kepada Bayi Baru Lahir di

Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Media Litbang Kesehatan Volume XI No.

3 tahun 2001.

Wijaya, Retno. 2002. Praktek Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI serta

Status Gizi Bayi Usia 6-8 Bulan pada Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja. Skripsi

GMSK IPB. Bogor

Yulianti, Nurheti. 2010. Keajaiban ASI: Makanan Terbaik untuk Kesehatan Kecerdasan

dan Kelincahan Si Kecil. Yogyakarta: C.V andi offset.

Puspita, Indah, 2010. Analisis Sikap Petugas Kesehatan Sebagai Penolong Persalinan

Terhadap Praktek Inisiasi Menyusui Dini (Imd) di Wilayah Kerja Puskesmas

Kampung Sawah Tahun 2010. Skripsi PSKM UIN. Jakarta.

Page 130: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

1

KUESIONER PANDUAN WAWANCARA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN

MAKANAN PRELAKTEAL PADA BAYI BARU LAHIR BULAN DI DESA

SUPAT TIMUR KABUPATEN MUSI BANYUASIN SUMATERA SELATAN

TAHUN 2011

Pewawancara :

Tanggal/ bulan/ tahun wawancara :

No.Responden :

Identitas responden

Nama :

Alamat :

Tempat/ tanggal lahir :

No.Tlp :

Nama bayi :

Tempat tanggal lahir bayi

VARIABEL DEPENDEN (PEMBERIKAN MAKANAN

PRELAKTEAL)

1. Sebelum disusui pertama kali 1-3 hari etelah lahir, apakah bayi

ibu diberi sesuatu berupa makanan/minuman?

0. Ya

1. Tidak(lanjut ke pertanyaan A1)

1

2. bila ya, maknan/minuman apa yang ibu berikan

0. air putih

1. air tajin

2. madu

3. pisang

4. bubur buatan pabrik

5. bubur buatan sendiri

6. air gula

2

Page 131: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

2

7. papaya

8. susu kental manis

9. hanya ASI saja

10. susu formula bayi

11. Lainnya….

3. Bila ya, apa alasan ibu memberikannya?

0. ASI belum keluar

1. Takut bayi lapar

2. Asi tidak cukup

3. Bayi menangis terus

4. Payudara bengkak

5. Bidan/perawat yang menganjurkan

6. Orang tua/mertua yang menganjurkan

7. Lainnya….

3

VARIABEL INDEPENDEN

A. UMUR IBU DIISI OLEH

PENELITI

A.1. Berapa umur ibu saat ini?(…….. tahun) [ ] A1

B. PENDIDIKAN IBU

B.1. Apa pendidikan terakhir ibu?

a. Tidak Sekolah

b. Tidak tamat SD

c. Tamat SD

d. Tamat SMP

e. Tamat SMA

f. Tamat Perguruan Tinggi

[ ] BI

C. PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSLUSIF DIISI OLEH

PENELITI

C.1. Menurut ibu ASI ekslusif adalah?

a. Tidak Tahu

b. Makanan yang diberikan pada bayi yang baru lahir seperti susu

formula/madu/air teh/air tajin/pisang/pepaya

c. Bayi diberi ASI + Makanan lain sejak baru lahir

d. Pemberian ASI pada bayi sampai umur 12 bulan

e. Bayi yang diberi ASI Saja tanpa makanan/ minuman lain sampai

usia 6 bulan

[ ] C1

Page 132: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

3

C.2. Apakah ASI yang pertama kali keluar berwarna putih kekuning-

kuningan (susu jolong) boleh diberikan kepada bayi bayi yang baru

lahir?

a. Tidak Tahu

b. Tidak Boleh

c. Boleh

[ ] C2

C.3. Kapan sebaiknya bayi yang baru lahir disusui?

a. 1 hari setelah lahir

b. 24 jam setelah lahir

c. kalau ASI sudah keluar

d. >1 jam setelah lahir

e. ≤ 1 jam setelah lahir

[ ] C3

C.4. Bahaya makanan prelakteal (makanan yang diberikan selain ASI

sebelum ASI keluar/proses menyusui belum dimulai) adalah

a. bingung puting

b. menggantikan kolostrum

c. bayi tidak menyukai ASI

d. A dan B benar

e. benar semua

[ ] C4

C.5. Bahaya pemberian susu formula?

a. bayi yang diberi susu formula lebih besar kemungkinannya

untuk menderita diare, ISPA, dan alergi

b. bayi lebih besar kemungkinan kegemukan

c. resiko penyakit degeneratif meningkat

d. A dan B benar

e. semua benar

[ ] C5

C.6. Sebaiknya usia berapa seorang bayi diperbolehkan diberi

makan/minum seperti susu formula, air teh, air putih, pisang, bubur,

buah dan yang lainnya?

a. kurang dari 6 bulan

b. 4 bulan

c. 6 bulan

d. lebih dari 6 bulan

e. 12 bulan

[ ] C6

C.7. Bayi usia 2-4 hari setelah lahir tidak diberikan makanan/minuman

apakah zat gizi yang terdapat di dalam tubuh bayi cukup untuk

memenuhi asupan gizinya?

[ ]C7

Page 133: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

4

a. Tidak

b. Ya

C.8. Menurut penegtahuan ibu apa manfaat susu kolostrum (susu

jolong)?

a. tidak bermanfaat apapun bagi bayi

b. berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh bayi

c. Merupakan susu yang kotor

d. Merupakan susu basi

e. Tidak tahu

[ ]C8

C.9 Bagaimana perbandingan ASI dengan susu formula

a. ASI lebih baik dari pada susu formula

b. ASI sama saja dengan susu formula

c. ASI kalah lengkap dengan susu formula

[ ]C9

C.10. Makanan yang tepat untuk bayi sampai dengan usia 6 bulan

adalah?

a. Tidak tahu

b. ASI saja

c. Susu formula saja

d. ASI dan makanan padat

e. Susu formula dan makanan lumat

f. ASI dan makanan lumat dan susu formula

[ ]C10

D. TRADISI DIISI OLEH

PENELITI

D.1.Apakah orang tua/mertua (keluarga) ibu biasa memberikan

makanan seperti madu pada saat bayi baru lahir?

0. Ya

1. Tidaklanjut kepertanyaan E1

[ ]D1

D.2.Apakah pemberian makanan seperti madu telah dilakukan secara

turun temurun (nenek, orang tua)?

0. Ya

1. Tidak

[ ]D2

E. SIKAP IBU TERHADAP PEMBERIAN MAKANAN

PRELAKTEAL

DIISI OLEH

PENELITI

E.1. bayi baru lahir tidak boleh diberi makanan/minuman selain ASI,

bagaimana sikap ibu?

0. Tidak Setuju

1. setuju

[ ] E1

Page 134: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

5

E.2. Orang tua/mertua ibu menganjurkan untuk memberikan makanan

berupa susu formula/ madu/pisang/papaya/air putih dll kepada bayi ibu

yang baru lahir bagaimana sikap ibu?

0. setuju

1. tidak setuju

[ ] E2

E.3. Jika pada hari pertama setelah ibu melahirkan tetapi air susu ibu

belum keluar, penolong persalinan memberikan makanan/ minuman

seperti susu formula/air teh/air tajin/madu/pisang/pepaya dll kepada bayi

ibu, bagaimana sikap ibu?

0. setuju

1. tidak setuju

[ ] E3

E.4.Bu santi tidak ingin memberikan makanan seperti susu

formula/madu/air teh/air tajin/pisang/papaya kepada bayinya yang baru

lahir, bagaimana sikap ibu?

0. tidak setuju

1. setuju

[ ] E4

E.5. Jika ada pendapat mengatakan bahwa ASI saja merupakan makanan

terbaik untuk bayi berusia 0-6 bulan, bagaimana sikap ibu?

0. Setuju

1. tidak setuju

[ ]E5

E.6.Setelah 1 jam melahirkan ASI ibu belum keluar, petugas kesehatan

menganjurkan untuk memberikan makanan/minuman seperti susu

formula/madu/air teh/air tajin/pisang ke bayi ibu, bagaimana sikap ibu?

0. Setuju

1. tidak setuju

[ ]E6

E.7. Jika suami ibu melarang untuk memberikan susu formula/makanan

lain pada bayi ibu yang baru lahir padahal ASI ibu belum keluar,

bagaimana sikap ibu?

0. tidak setuju

1. setuju

[ ]E7

E.8. Jika bayi baru lahir diberikan makanan/minuman selain ASI (susu

formula/madu/air teh/air tajin/pisang), bagaimana sikap ibu?

0. tidak setuju

1. setuju

[ ]E8

E.9. ASI Bu Tini keluar hanya sedikit, tetapi bu Tini tidak memberikan

makanan lain kepada bayinya, bagaimana sikap ibu?

0. tidak setuju

[ ]E9

Page 135: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

6

1. setuju

E.10. pemberian ASI lebih praktis jika dibandingkan dengan pemberian

susu formula, bagaimana sikap ibu?

0. tidak setuju

1. setuju

[ ]E10

F. PENOLONG PERSALINAN

F.1. Siapa yang membantu ibu pada persalinan (nama bayi)?

a. Keluarga

b. Dukun bayi/ paraji

c. bidan

d. dokter

e. Lainnya….

[ ]F1

F.2.Pada saat setelah melahirkan, apakah penolong persalinan

menganjurkan/menhimbau/memberikan susu formula atau makanan lain

kepada bayi ibu?

0. Ya

1. Tidak

[ ]F2

G. TEMPAT PERSALINAN

G.1. Dimana ibu melakukan persalinan?

a. Rumah sendiri

b. Rumah dukun

c. Praktik Bidan

d. Praktik Dokter

e. Puskesmas

f. Rumah Bersalin

g. Rumah Sakit

h. Lainnya….

[ ]G1

H. DUKUNGAN KELUARGA DIISI OLEH

PENELITI

H.1. Apakah anggota keluarga ibu (suami, ibu kandung, ibu mertua,

saudara kandung, dll) pernah berkata/menganjurkan, meminta/menyuruh

ibu untuk memberikan makanan/minuman selain ASI/ makanan

prelakteal (contoh: madu, air putih, susu buatan, bubur, dll) ketika bayi

anda baru lahir?

0. Ya

1. Tidak

[ ]H1

Page 136: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

7

H.2.Apakah ibu pernah mendapat dorongan atau anjuran dari keluarga

(suami, ibu kandung, ibu mertua, saudara kandung, dll) untuk menyusui

anak ibu secara ekslusif (tanpa makanan/ minuman lain sampai usia bayi

ibu 6 bulan?

0. Tidak

1.Ya

[ ]H2

I. DUKUNGAN PETUGAS KESEHATAN DIISI OLEH

PENELITI

I.1. Apakah pada saat ibu hamil petugas kesehatan pernah menghimbau

untuk tidak memberikan makanan selain ASI (seperti:madu, susu

formula dll) pada bayi baru lahir?

0. Tidak

1. Ya

[ ]I1

I.2.Apakah setelah melahirkan bidan/ petugas kesehatan lainnya

menghimbau ibu untuk memberikan makanan selain ASI (seperti: madu,

air tajin, air teh, dll)?

0. Ya

1. Tidak

[ ]I2

I.3. Apakah pada saat bayi ibu baru lahir bidan/petugas kesehatan

memberikan susu formula atau makanan lain pada bayi ibu?

0. Ya

1. Tidak

[ ]I3

HARAP DICEK KEMBALI PERTANYAANNYA

AGAR TIDAK ADA PERTANYAAN YANG TERLEWAT

TERIMA KASIH ATAS KERJA SAMA DAN PARTISIPASINYA

Page 137: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

1

Output hasil

Frequency Table

Prelakteal

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 73 76.0 76.0 76.0

1 23 24.0 24.0 100.0

Total 96 100.0 100.0

Jenis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 60 62.5 62.5 62.5

1 14 14.6 14.6 77.1

3 22 22.9 22.9 100.0

Total 96 100.0 100.0

Alasan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 25 26.0 26.0 26.0

4 2 2.1 2.1 28.1

5 10 10.4 10.4 38.5

6 37 38.5 38.5 77.1

99 22 22.9 22.9 100.0

Total 96 100.0 100.0

umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 41 42.7 42.7 42.7

1 55 57.3 57.3 100.0

Total 96 100.0 100.0

Page 138: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

2

pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 58 60.4 60.4 60.4

1 38 39.6 39.6 100.0

Total 96 100.0 100.0

Tradisi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 58 60.4 60.4 60.4

1 38 39.6 39.6 100.0

Total 96 100.0 100.0

pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 55 57.3 57.3 57.3

1 41 42.7 42.7 100.0

Total 96 100.0 100.0

sikapter

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 70 72.9 72.9 72.9

1 26 27.1 27.1 100.0

Total 96 100.0 100.0

penlahir

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 7 7.3 7.3 7.3

1 89 92.7 92.7 100.0

Total 96 100.0 100.0

tempat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 92 95.8 95.8 95.8

1 4 4.2 4.2 100.0

Total 96 100.0 100.0

Page 139: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

3

keluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 51 53.1 53.1 53.1

1 45 46.9 46.9 100.0

Total 96 100.0 100.0

dukpetugasfix

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 49 51.0 51.0 51.0

1 47 49.0 49.0 100.0

Total 96 100.0 100.0

Crosstabs dukpetugasfix * Prelakteal

Crosstab

Prelakteal

Total 0 1

dukpetugasfix 0 Count 40 9 49

% within dukpetugasfix 81.6% 18.4% 100.0%

1 Count 33 14 47

% within dukpetugasfix 70.2% 29.8% 100.0%

Total Count 73 23 96

% within dukpetugasfix 76.0% 24.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.717a 1 .190

Continuity Correctionb 1.148 1 .284

Likelihood Ratio 1.726 1 .189

Fisher's Exact Test .235 .142

Linear-by-Linear Association 1.699 1 .192

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.26.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 140: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

4

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for dukpetugasfix (.00 / 1.00)

1.886 .725 4.904

For cohort Prelakteal = .00 1.163 .925 1.461

For cohort Prelakteal = 1.00 .617 .295 1.287

N of Valid Cases 96

keluarga * Prelakteal

Crosstab

Prelakteal

Total 0 1

keluarga 0 Count 34 17 51

% within keluarga 66.7% 33.3% 100.0%

1 Count 39 6 45

% within keluarga 86.7% 13.3% 100.0%

Total Count 73 23 96

% within keluarga 76.0% 24.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.249a 1 .022

Continuity Correctionb 4.208 1 .040

Likelihood Ratio 5.450 1 .020

Fisher's Exact Test .031 .019

Linear-by-Linear Association 5.194 1 .023

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.78.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 141: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

5

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for keluarga (.00 / 1.00)

.308 .109 .869

For cohort Prelakteal = .00 .769 .614 .964

For cohort Prelakteal = 1.00 2.500 1.079 5.791

N of Valid Cases 96

tempat * Prelakteal

Crosstab

Prelakteal

Total 0 1

tempat 0 Count 71 21 92

% within tempat 77.2% 22.8% 100.0%

1 Count 2 2 4

% within tempat 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 73 23 96

% within tempat 76.0% 24.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.554a 1 .213

Continuity Correctionb .420 1 .517

Likelihood Ratio 1.331 1 .249

Fisher's Exact Test .242 .242

Linear-by-Linear Association 1.538 1 .215

N of Valid Casesb 96

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .96.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 142: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

6

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for tempat (.00 / 1.00)

3.381 .449 25.475

For cohort Prelakteal = .00 1.543 .576 4.138

For cohort Prelakteal = 1.00 .457 .160 1.304

N of Valid Cases 96

penlahir * Prelakteal

Crosstab

Prelakteal

Total 0 1

penlahir 0 Count 5 2 7

% within penlahir 71.4% 28.6% 100.0%

1 Count 68 21 89

% within penlahir 76.4% 23.6% 100.0%

Total Count 73 23 96

% within penlahir 76.0% 24.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .088a 1 .766

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .085 1 .771

Fisher's Exact Test .672 .535

Linear-by-Linear Association .087 1 .768

N of Valid Casesb 96

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.68.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 143: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

7

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for penlahir (.00 / 1.00)

.772 .139 4.274

For cohort Prelakteal = .00 .935 .577 1.515

For cohort Prelakteal = 1.00 1.211 .354 4.141

N of Valid Cases 96

sikapter * Prelakteal

Crosstab

Prelakteal

Total 0 1

sikapter 0 Count 54 16 70

% within sikapter 77.1% 22.9% 100.0%

1 Count 19 7 26

% within sikapter 73.1% 26.9% 100.0%

Total Count 73 23 96

% within sikapter 76.0% 24.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .172a 1 .678

Continuity Correctionb .021 1 .884

Likelihood Ratio .169 1 .681

Fisher's Exact Test .789 .434

Linear-by-Linear Association .170 1 .680

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.23.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 144: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

8

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for sikapter (.00 / 1.00)

1.243 .444 3.485

For cohort Prelakteal = .00 1.056 .809 1.377

For cohort Prelakteal = 1.00 .849 .395 1.826

N of Valid Cases 96

pengetahuan * Prelakteal

Crosstab

Prelakteal

Total 0 1

pengetahuan 0 Count 50 5 55

% within pengetahuan 90.9% 9.1% 100.0%

1 Count 23 18 41

% within pengetahuan 56.1% 43.9% 100.0%

Total Count 73 23 96

% within pengetahuan 76.0% 24.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 15.625a 1 .000

Continuity Correctionb 13.772 1 .000

Likelihood Ratio 15.978 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 15.462 1 .000

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.82.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 145: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

9

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for pengetahuan (.00 / 1.00)

7.826 2.587 23.677

For cohort Prelakteal = .00 1.621 1.221 2.151

For cohort Prelakteal = 1.00 .207 .084 .512

N of Valid Cases 96

Tradisi * Prelakteal

Crosstab

Prelakteal

Total 0 1

Tradisi 0 Count 51 7 58

% within Tradisi 87.9% 12.1% 100.0%

1 Count 22 16 38

% within Tradisi 57.9% 42.1% 100.0%

Total Count 73 23 96

% within Tradisi 76.0% 24.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 11.369a 1 .001

Continuity Correctionb 9.780 1 .002

Likelihood Ratio 11.265 1 .001

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 11.251 1 .001

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.10.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 146: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

10

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Tradisi (.00 / 1.00)

5.299 1.912 14.683

For cohort Prelakteal = .00 1.519 1.139 2.025

For cohort Prelakteal = 1.00 .287 .130 .631

N of Valid Cases 96

pendidikan * Prelakteal

Crosstab

Prelakteal

Total 0 1

pendidikan 0 Count 51 7 58

% within pendidikan 87.9% 12.1% 100.0%

1 Count 22 16 38

% within pendidikan 57.9% 42.1% 100.0%

Total Count 73 23 96

% within pendidikan 76.0% 24.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 11.369a 1 .001

Continuity Correctionb 9.780 1 .002

Likelihood Ratio 11.265 1 .001

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 11.251 1 .001

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.10.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 147: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi Batu Lahir Di Desa s

11

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for pendidikan (.00 / 1.00)

5.299 1.912 14.683

For cohort Prelakteal = .00 1.519 1.139 2.025

For cohort Prelakteal = 1.00 .287 .130 .631

N of Valid Cases 96

umur * Prelakteal Crosstab

Prelakteal

Total 0 1

umur 0 Count 31 10 41

% within umur 75.6% 24.4% 100.0%

1 Count 42 13 55

% within umur 76.4% 23.6% 100.0%

Total Count 73 23 96

% within umur 76.0% 24.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .007a 1 .932

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .007 1 .932

Fisher's Exact Test 1.000 .559

Linear-by-Linear Association .007 1 .932

N of Valid Casesb 96

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.82.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for umur (.00 / 1.00)

.960 .373 2.471

For cohort Prelakteal = .00 .990 .789 1.243

For cohort Prelakteal = 1.00 1.032 .503 2.117

N of Valid Cases 96