faktor

36
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MENCARI PENGOBATAN Apr11 Konsep Perilaku Berbicara tentang perilaku manusia itu selalu unik. Artinya tidak sama antar dan inter manusianya baik dalam hal kepandaian, bakat, sikap, minat maupun kepribadian. Manusia berperilaku atau beraktifitas karena adanya kebutuhan untuk mencapai suatu tujuan. Dengan adanya need atau kebutuhan dalam diri seseorang maka akan muncul motivasi atau penggerak. (Widayatun, 2009). Definisi perilaku menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud digerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. (Kaunang, 2009). Perilaku diartikan sebagai suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. (Qym, 2009). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku terbentuk melalui suatu proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang memegang peranan didalam pembentukan perilaku dapat dibedakan menjadi 2 faktor yakni faktor intern dan faktor ekstern. (Notoatmodjo, 2003). Perilaku kesehatan merupakan respon seseorang atau organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan

Upload: idin-saepudin-ruhimat

Post on 26-Oct-2015

121 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKTOR

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MENCARI PENGOBATAN

Apr11  Konsep Perilaku

  Berbicara tentang perilaku manusia itu selalu unik. Artinya tidak sama antar

dan inter manusianya baik dalam hal kepandaian, bakat, sikap, minat maupun

kepribadian. Manusia berperilaku atau beraktifitas karena adanya kebutuhan

untuk mencapai suatu tujuan. Dengan adanya need atau kebutuhan dalam diri

seseorang maka akan muncul motivasi atau penggerak. (Widayatun, 2009).

  Definisi perilaku menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggapan

atau reaksi individu yang terwujud digerakan (sikap), tidak saja badan atau

ucapan. (Kaunang, 2009).

  Perilaku diartikan sebagai suatu aksi reaksi organisme terhadap

lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila sesuatu yang diperlukan untuk

menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan

tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. (Qym, 2009).

  Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku terbentuk melalui suatu

proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan

lingkungannya. Faktor-faktor yang memegang peranan didalam pembentukan

perilaku dapat dibedakan menjadi 2 faktor yakni faktor intern dan faktor ekstern.

(Notoatmodjo, 2003).

Perilaku kesehatan merupakan respon seseorang atau organisme terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan

kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. (Syamrilaode, 2011).

 

Page 2: FAKTOR

 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Perilaku merupakan respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Faktor-

faktor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku.

Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan

yang bersifat given atau bawaan misalnya tigkat kecerdasan, tingkat emosional,

jenis kelamin dan sebagainya. Faktor ekternal yaitu lingkungan, baik lingkungan

fisik, fisik, ekonomi, politik dan sebagainya. (Anonim, 2011).

Perilaku adalah totalitas penghayatan dan aktifitas seseorang yang

merupakan hasil bersama atau resultanre antara berbagai faktor, baik faktor

internal maupun faktor eksternal. Dengan kata lain perilaku manusia sangatlah

kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Ghana (2008) perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal adlah faktor yang ada dalam dirinya yaitu

ras/ keturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat dan intelegensia.

Sedangkan faktor eksternalnya antara lain pendidikan, agama, kebudayaan,

lingkungan dan sosial ekonomi.

Menurut Anderson R (1968) dalam behavioral model of families use of

health services, perilaku orang sakit berobat ke pelayanan kesehatan secara

bersama-sama dipengaruhi oleh faktor predisposisi (usia, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan), faktor pemungkin (ekonomi keluarga, akses terhadap

sarana pelayanan kesehatan yang ada dan penanggung biaya berobat) dan

faktor kebutuhan (kondisi individu yang mencakup keluhan sakit). (Supardi dkk,

2011).

Menurut J. Winardi (2001), perilaku tidak hanya dideterminasi oleh keinginan

saja, akan tetapi perilaku juga dipengaruhi juga oleh lingkungan, pengetahuan,

persepsi, norma-norma social, sikap-sikap dan mekanisme-mekanisme

pertahanan.

 Ruang Lingkup Perilaku

Page 3: FAKTOR

Benjamin Bloom, seorang psikolog pendidikan, membedakan adanya 3

bidang perilaku yakni kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian dalam

perkembangannya, domain perilaku yang diklasifikasikan oleh Bloom dibagi

menjadi 3 tingkat yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. (Wikipedia, 2011).

1    Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. (Notoatmodjo,

2003).

Menurut teori WHO, pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman

sendiri atau pengalaman orang lain. (Bascom, 2009).

Notoatmodjo (2003), membagi pengetahuan dalam 6 tingkatan yaitu tahu,

memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

a. Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajarinya,

seperti mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangtan yang telah diterima.

b. Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real.

d. Analisis

Page 4: FAKTOR

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi/ suatu

obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam satu struktur

organisasi, dan masih ada aitannya satu sama lain.

e. Sintesis

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhanyag

baru.

 f. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2 .   Sikap

Menurut Wikipedia (2011), sikap merupakan respon tertutup seseorang

terhadap stimulus atau obje tertentu yang melibatkan faktor pendapat yang

bersangkutan.

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka terhadap objek, sikap

sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat.

(Bascom, 2009).

Newcomb, salah seorang ahli psikologis social, menyatakan bahwa sikap

itu merupakan kesiapan atau esediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif-motif. Tertentu. (Notoadmojo, 2003).

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan,

yaitu:

a.       Menerima

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan objek.

b.      Merespon

Page 5: FAKTOR

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c.       Menghargai

Mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan suatu

masalah.

d.                  Bertanggung jawab

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan secara langsung dan tidak

langsung.

3.Praktik atau Tindakan

Tindakan ini merujuk pada perilaku yang dideskripsikan dalam bentuk

tindakan yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang

telah dimiliki. (Wikipedia, 2011).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yata diperlukan

faktor-faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain

adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan

dari pihak lain. (Notoatmojo, 2003).

a.       Persepsi

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

b.      Respon terpimpin

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh.

c.       Mekanisme

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu sesuai denagn benar

secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

Page 6: FAKTOR

d.      Adopsi

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik.

 Sarana Pengobatan Masyarakat

     Sebagian besar masyarakat hampir tidak pernah lepas dari pelayanan

sekaligus mengharapkan adanya pelayanan yang memuaskan. Untuk memenuhi

kebutuhannya manusia berusaha tidak langsung melalui aktifitas orang lain.

Seperti yang dikatakan oleh AS. Moenir (1998) proses pemenuhan kebutuhan

melalui aktifitas orang lain langsung disebut pelayanan. (Anonim, 2011).

Sedangkan J.S Poerwadarminta melihat pelayanan sebagai melakukan

perbuatan, melayani apa yang diperlukan dan diharapkan oleh orang lain dengan

bantuan pihak lain yang menyediakan sesuatu diperlukan oleh orang lain

tersebut. (Anonim, 2011).

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek yang berperan dalam

penciptaan derajat kesehatan yanbg merata kepada seluruh masyarakat. Sesuai

dengan tujuasn penyelenggaraan pembangunan kesehatan yaitu terwujudnya

masyarakat yang mandiri untuk menggapai pelayanan kesehatan dan perilaku

hidup sehat. (Syaer, 2010).

Sumber  pengobatan di Indonesia menurut Kalangie (1984), mencakup 3

sektor  yang  saling  berkaitan  yaitu  pengobatan  rumah ,  tangga  atau

pengobatan dirumah, pengobatan tradisional dan juga pengobatan medis

professional (praktek  tenaga kesehatan, poli klinik, puskesmas dan rumah sakit).

(Supardi dkk, 2011).

1. Rumah Sakit

Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan professional

yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat dan tenaga ahli

kesehatan lainnya. (Wikipedia, 2011).

Page 7: FAKTOR

Sementara menurut Siregar (2003) menyatakan rumah sakit adalah

suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan ilmiah khusus

dan rumit, dan difungsikan untuk berbagai kesatuan personel terlatih dan

terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang

semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk

pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. (Ujang Ketul, 2009).

 Berikut merupakan tugas dan fungsi Rumah Sakit menurut Wikipedia

(2011):

a.       Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis.

b.      Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis

tambahan.

c.       Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman.

d.      Melaksanakan pelayanan medis khusus.

e.       Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan.

f.       Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi.

g.      Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial.

h.      Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan.

i.        Melaksanakan pelayanan rawat jalan/ rawat darurat dan rawat tinggal.

j.        Melaksanakan pelayanan rawat inap.

k.      Melaksanakan pelayanan administrative.

l.        Melaksanakan pendidikan para medis.

m.    Melaksanakan pendidikan tenaga medis spesialis.

n.      Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan.

o.      Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi.

Diseluruh dunia, ditemui keluhan adanya peningkatan biaya Rumah Sakit

yang tinggi, meningkat melampaui biaya-biaya lainnya. Di Philipina dilaporkan

bahwa banyak Rumah Sakit yang mengalami kesulitan biaya dan akan dijual.

Masyarakat tidak mampu lagi membayar. Hanya 20-30% rakyat yang mampu

membayar Rumah Sakit, sementara Rumah Sakit mendapat kesulitan untuk

membayar gaji karyawan-karyawannya. (Sulastomo, 2007).

Page 8: FAKTOR

Meskipun demikian, kenaikan biaya tidak sama diberbagai Negara.

Tergantung berbagai factor, antara lain tersedianya tempat tidur, system

pelayanan kesehatan, organisasi Rumah Sakit, manajemen atau system

keuangan dan bahkan teknologi yang diterapkan. (Sulastomo, 2007).

Ada 2 faktor penting yang mempengaruhi sektor Rumah sakit yaitu

kekuatan ekonomi pemerintah daerah dan kekuatan ekonomi masyarakat.

Semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah, maka kemungkinan sumber

pembiayaan untuk kesehatan dari daerah akan semakin besar. Semakin

tinggi kekuatan ekonomi masyarakat maka dapat dilihat bahwa daya beli

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan akan semakin besar.

 2.  Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten

atau Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

kesehatan disuatu wilayah. (Syafrudin dkk, 2009).

Menurut Supriyanto (1998) bahwa pemanfaatan pelayanan Puskesmas

adalah penggunaan pelayanan yang telah diterima pada tempat atau

pemberi pelayanan kesehatan. (Syafruddin dkk, 2009).

Ada 2 faktor yang mempengaruhi persepsi dari masyarakat terhadap

pelayanan Puskesmas yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern

adalah pengalaman pribadi dan manfaat akan keberadaan dari Puskesmas

itu sendiri. Sedangkan faktor ekstern meliputi hubungan sosial dalam

pelayanan kesehatan seperti sosialisasi kesehatan yang dilakukan oleh

Puskesmas. (Anonim, 2011).

Menurut Syafruddin Syaer (2010), banyak faktor yang berperan dalam

hal pengunaan Puskesmas. Faktor tersebut dikelompokkan dalam 2

kelompok yaitu yang bersal dari puskesmas itu sendiri dan faktor yang

berasal dari masyarakat. Faktor yang berasal dari Puskesmas meliputi faktor

tenaga, perilaku petugas, program pelayanan, fasilitas yang tersedia, letak

Puskesmas dan sumber daya yang tersedia. Sedangkan faktor dari

masyarakat meliputi pendidikan, pendapatan, jarak dan pekerjan.

Page 9: FAKTOR

Fungsi Puskesmas menurut Syarifuddin dkk (2009) ada 3 fungsi,

yaitu:

 a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau

penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat

dan dunia usaha diwilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta

mendukung pembangunan kesehatan.

           b. Pusat pemberdayaan masyarakat

         Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka

masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki

kesadaran tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan.

Upaya kesehatan Puskesmas menurut Syarifuddin Syaer (2010) terdiri

dari:

a.       Upaya kesehatan wajib

1)      Upaya promosi kesehatan

2)      Upaya kesehatan lingkungan

3)      Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana

4)      Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

5)      Upaya pengobatan

b.      Upaya kesehatan pengembangan

1)      Upaya kesehatan sekolah

2)      Upaya kesehatan lingkungan

3)      Upaya perawatan kesehatan masyarakat

4)      Upaya kesehatan kerja

5)      Upaya kesehatan gigi dan mulut

6)      Upaya kesehatan jiwa, mata dan usia lanjut

7)      Upaya pembinaan dan pengobatan tradisional

Page 10: FAKTOR

Berdasarkan hasil penelitian Supardi dkk (2004) tentang faktor-faktor

yang berhubungan dengan perilaku pasien berobat ke Puskesmas dengan

menggunakan data sekunder SKRT 2004 dan Susenas 2004, didapatkan

data karakteristik pasien rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas

persentase terbesar berusia 26-35 tahun, jenis kelamin perempuan,

pendidikan SD (tidak tamat/tamat), belum bekerja/ tidak, status ekonomi

mampu menurut kategori pusat statistic (BPS), tempat tinggal pedesaan

dan tidak ada penanggung biaya berobat.

 Pengobatan Sendiri/ Pengobatan Di Rumah

Pengobatan sendiri dalam pengertian umum adalah yang dilakukan

orang awam untuk menanggulangi sendiri keluhan sakitnya menggunakan

obat, obat tradisional, atau cara lain tanpa petunjuk tenaga kesehatan.

Tujuan pengobatan sendiri adalah untuk peningkatan kesehatan,

pengobatan sakit ringan dan pengobatan rutin penyakit kronis setelah

perawatan dokter. Alasan pengobatan sendiri adlah praktis dari segi waktu,

kepercayaan terhadap obat tradisional, masalah privasi, biaya lebih murah,

jarak yang jauh ke pelayanan kesehatan dan kurang puas terhadap

pelayanan kesehatan. (Supardi dkk, 2011).

Perilaku penduduk yang memilih pengobatan dirumah penduduk yang

berobat jalan dalam kurun waktu setahun menurut Riskesdas 2007 sebesar

1,6% sementara menurut data Susenas 2007 penduduk yang memilih

berobat dirumah sebesar 57,7%, pengobatan medis 35,5% dan pengobatan

trasdisional 6,8%. (Supardi dkk, 2011).

Menurut Supardi dkk (2011) karakteristik penduduk sakit yang memilih

pengobatan dirumah persentase terbesar adalah jenis kelamin perempuan,

status perkawinan cerai hidup/ mati, kelompok umur pralansia/ lansia, tidak

bekerja, lokasi tinggal dipedesaan dan jenis kebutuhan sakit malaria dan

demam tipoid.

 Pengobatan Tradisional

Page 11: FAKTOR

Pengobatan tradisional merupakan bentuk pelayanan pengobatan yang

menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam standar

pengobatan kedokteran modern dan dipergunakan sebagai alternative atau

pelengkap pengobatan kedokteran modern tersebut. (Kurniasari, 2011)

Ramuan tradisional adalah media pengobatan yang menggunakan

tamanan dengan kandungan bahan-bahan alamiah sebagai bahan bakunya.

(Agromedia, 2008).

Kecendrungan meningkatnya penggunaan obat tradisional disadari

pada beberapa alasan yaitu harga obat-obatan buatan pabrik saat ini sudah

semakin mahal, efek samping yang ditimbulkan oleh obat tradisional sangat

kecil dan kandungan unsure kimia yang terkandung didalam obat tradisional

sebenarnya menjadi dasar pengobatan kedokteran modern. (Agromedia,

2008).

Dari hasil penelitian Herlina (2001) menunjukkan bahwa variabel sikap

dan pekerjaan berhubungan dengan pemilihan pengobatan alternative.

Sementara umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan dan keyakinan

didak berhubungan dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif. Dari

variabel-variabel tersebut, yang paling dominant hubungannya dengan

pemilihan jenis pengobatan alternatif adalah sikap. Proporsi pengobatan

alternatif yang memilih jenis ketrampilan adalah 62% yang terdiri dari 49%

ditolong oleh tukang pijat, 10% oleh tukang pijat refleksi dan 3% oleh sinshe

akupuntur. Sementara itu proporsi yang memilih pengobatan alternative

jenis ramuan obat adalah 38% terdiri dari ramuan 19%, penjual jamu 16%,

tabib 2% dan pengobatan dengan menggunakan pendekatan agama yang

dipadukan dengan ramuan 1%.

   

 Umur

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan-

epidemiologi. Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah

Page 12: FAKTOR

dan melihat pola kesakitan atau kematian menurut golongan umur. .

(Syafruddin dkk, 2009).

Untuk keperluan perbandingan maka WHO menganjurkan

pembagian-pembagian umur sebagai berikut (Syafruddin dkk, 2009):

a.       Menurut tingkat kecerdasan

1)      0-14 tahun            : Bayi dan anak-anak

2)      15-59 tahun           : Orang muda dan orang dewasa

3)      > 50 tahun            : Orang tua

b.      Interval 5 tahun

1)      < 1 Tahun              : 1-4 tahun

2)      5-9 Tahun

3)      10-14 tahun dan sebagainya

            Menurut teori perkembangan psikososial Erikson, dikutip dari

Whalley & Wong’s (1999), tahap perkembangan manusia menurut umur di

bagi dalam 8 tahapan. Tiga diantaranya berkaitan dengan penelitian ini

adalah sebagai berikut (Maulana, 2008):

a.       < 20 tahun

b.      21-35 tahun

c.       > 35 tahun

Penelitian Supardi dkk (2011) mengatakan bahwa sebagian besar

berusia antara 26-35 tahun (28,8%) yang berobat ke Puskesmas dan

proporsi penduduk yang memilih berobat di rumah lebih banyak pada

kelompok umur pra lansia atau lansia.

 Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang

pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan. (Wikipedia, 2011).

Jenis kelamin dikaitkan pula dengan aspek gender, karena terjadi

diferensiasi peran sosial yang dilekatkan pada masing-masing jenis

kelamin. Pada masyarakat yang mengenal “machoisme”, umpamanya,

seorang laki-laki diharuskan berperan secara maskulin (“jantan”

Page 13: FAKTOR

dalam bahasa sehari-hari) dan perempuan berperan secara feminin.

(Wikipedia, 2011).

Setiap masyarakat menekankan peran tertentu yang setiap jenis

kelamin harus bermain, meskipun ada lintang luas dalam perilaku yang

dapat diterima untuk setiap gender. (Anonim, 2011).

Karakteristik penduduk yang memilih pengobatan di rumah proporsi

terbesar adalah berjenis kelamin perempuan. (Supardi dkk, 2011)

Begitu juga dengan penelitian Supardi dkk (2004) tentang faktor-faktor

yang berhubungan dengan perilaku pasien berobat ke Puskesmas

sebagian besar adalah perempuan (56,4%).

   Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan dasar dalam pengembangan wawasan

serta untuk memudahkan bagi seseorang untuk menerima pengetahuan,

sikap dan perilaku yang baru. Tingkat pendidikan formal yang pernah

diperoleh seseorang akan meningkatkan daya nalar seseorang dan jalan

untuk memudahkan seseorang untuk menerima motivasi. (Syaer, 2011).

Tingkat pendidikan seseorang dapat menentukan peminatan

kesehatan, tinggi rendahnya permintaan terhadap pelayanan kesehatan

dapat ditentukan oleh tinggi rendahnya pendidikan. Indikatornya adalah

pendidikan terakhir, berpendidikan rendah tetap memanfaatkan

pelayanan kesehatan dan tahu manfaat pelayanan kesehatan. (Syaer,

2010).

Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, yaitu tentang Sistem

Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional terbagi atas

tiga tingkat pendidikan formal yaitu pendidikan dasar (SD/Madrasah

Ibtidaiyah serta SMP/Madrasah Tsanawiyah), pendidikan menengah

(SMU/Madrasah Aliyah dan sederajat) serta pendidikan tinggi (Akademi

dan Perguruan tinggi). (Maulana, 2008).

Page 14: FAKTOR

Dari hasil penelitian Supardi dkk (2011) tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan perilaku pasien berobat ke Puskesmas diperoleh

karakteristik pasien rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas adalah

pendidikan SD (tamat/ tidak tamat SD). Persentase pasien dengan

pendidikan dasar lebih cenderung rawat inap di Puskesmas dibandingkan

dengan yang berpendidikan lanjutan.

 

   Pendapatan/ penghasilan

Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat

penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun

pencegahan. (Syafruddin dkk, 2009).

Berdasarkan peraturan Gubernur Aceh tahun 2011 upah minimal

regional daerah Aceh sebesar Rp 1.350.000 perbulan. Ini menggambarkan

bahwa penghasilan keluarga minimal untuk dapat memenuhi kebutuhan

dasar keluarga di Aceh adalah Rp 1.350.000 perbulan. Pengasilan menurut

(Pergub Aceh) ada 3 kategori :

Tinggi        :  > Rp 1.350.000 perbulan

Sedang      : Rp 650.000 sampai Rp.1.350.000 perbulan

Rendah      : < Rp 650.000

Tingkat pendapatan yang memadai akan memberikan kemungkinan-

kemungkinan yang lebih besar untuk datang ke fasilitas kesehatan,

memeriksakan diri, serta mengambil obat. Hal ini dapat dihubungkan

dengan biaya transport yang dimiliki. Jadi dari tingkat pendapatan yang

memadai dapat diharapkan penderita akan berobat secara teratur

walaupun jarak ke tempat pelayanan kesehatan jauh. (Syaer, 2010).

Maya Kurniasari (2011), mengatakan faktor ekonomi ikut berperan

dalam pemilihan tempat pengobatan. Hal ini dapat dilihat dari klasifikasi

Page 15: FAKTOR

pasien yang datang ketempat pengobatan tradisional sebagian besar

pekerjaannya adalah buruh kasar, sopir dan tukang parkir.

    Pekerjaan

Menurut Daryanto (1997) pekerjaan adalah kegiatan rutin yang

dilakukan subjek penelitian diluar rumah yang menghasilkan imbalan

materi maupun uang. (Nurhasanah, 2008).

Nurhasanah (2008) membagi pekerjaan menjadi 2 yaitu bekerja dan

tidak bekerja. Bekerja apabila subjek penelitian memiliki kegiatan rutin

yang dilakukan diluar rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun

uang. Sedangkan tidak bekerja apabila subjek penelitian tidak memiliki

kegiatan rutin yang dilakukan diluar rumah yang menghasilkan imbalan

materi maupun uang.

Pekerjaan adalah penduduk yang berpotensial dapat bekerja, yang

dapat memproduksi barang atau jasa ada permintaan terhadap tenaga

mereka mau berpartisipasi dalam rangka aktifitas tersebut. Menurut Labor

Force Consepth, yang digolongkan bekerja adalah mereka yang

melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan

untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan, baik mereka yang

bekerja penuh maupun tidak. Pekerjaan adalah suatu yang dilakukan

untuk mencari atau mendapatkan nafkah. (Syaer, 2011).

Bekerja atau tidaknya seseorang akan turut berpengaruh peminatan

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, semakin baik jenis pekerjaan

dari seseorang semakin tinggi permintaan terhadap pelayanan kesehatan.

Indikatornya adalah mempunyai pekerjaan tetap memanfaatkan

pelayanan kesehatan walaupun harus meninggalkan pekerjaan.

(Syafruddin Syaer, 2010).

Persentase pasien tidak bekerja yang rawat jalan di Puskesmas lebih

besar daripada yang bekerja. Hubungan antara pekerjaan pasien dan

perilaku pasien rawat jalan di Puskesmas secara statistik bermakna.

(Supardi dkk, 2011).

Page 16: FAKTOR

Hasil penelitian Herlina (2001) menunjukkan bahwa variabel sikap dan

pekerjaan berhubungan dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif.

https://syehaceh.wordpress.com/2013/06/01/pengukuran-sikap-skala-likert/

PENGUKURAN SIKAP : SKALA LIKERT

Jun1 

Attitude as the degree of positive or negative

affect associated with some psychological object (Allen L. Edward, 1957) —

sikap adalah afeksi positif atau negatif yang berhubungan dengan beberapa objek psikologis.

Objek sikap dapat berupa simbol, ungkapan, slogan, orang, institusi, ideal, ide, dsb.

 

Sikap sebagai suatu kesatuan kognisi yang mempunyai valensi dan akhirnya berintegrasi ke

dalam pola yang lebih luas. Dari sudut motivasi, sikap merupakan suatu keadaan kesediaan

untuk bangkitnya motif (Mar’at, 1981). Sikap belum merupakan tindakan/aktivitas,

melainkan berupa kecenderungan (tendency) atau predisposisi tingkah laku.

 

Menurut George J. Mouly (1967) sikap memiliki tiga komponen :

1. Komponen afektif — kehidupan emosional individu, yakni perasaan tertentu (positif atau

negatif) yang mempengaruhi penerimaan atau penolakan terhadap objek sikap, sehingga

timbul rasa senang-tidak senang, takun-tidak takut.

2. Komponen kognitif — aspek intelektual yang berhubungan dengan bilief, idea atau konsep

terhadap objek sikap.

3. Komponen behavioral — kecenderungan individu untuk bertingkah laku tententu terhadap

objek sikap.

 

Sikap dapat diukur dengan metode/teknik :

Page 17: FAKTOR

1. Measurement by scales — pengukuran sikap dengan menggunakan skala —

munculah skala sikap.

2. Measurement by rating — pengukuran sikap dengan meminta pendapat atau penilaian para

ahli yang mengetahui sikap individu yang dituju.

3. Indirect method — pengukuran sikap secara tidak langsung yakni mengamati (eksperimen)

perubahan sikap/pendapat ybs.

 

Salah satu pengukuran skala sikap adalah dalam bentuk Skala Likert.

 

Skala Likert menurut Djaali (2008:28) ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur

sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau

fenomena pendidikan. Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan

dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa

survei. Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, pendidik dan ahli psikolog Amerika

Serikat. Rensis Likert telah mengembangkan sebuah skala untuk mengukur sikap masyarakat

di tahun 1932.

Skala itu sendiri salah satu artinya, sekedar memudahkan, adalah ukuran-ukuran berjenjang.

Skala penilaian, misalnya, merupakan skala untuk menilai sesuatu yang pilihannya

berjenjang, misalnya 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10.  Skala Likert juga merupakan alat untuk

mengukur (mengumpulkan data dengan cara “mengukur-menimbang”) yang “itemnya”

(butir-butir pertanyaannya) berisikan (memuat) pilihan yang berjenjang.

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, variabel yang akan diukur

dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik

tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.

Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari

sangat positif sampai sangat negatif.

Skala Likert itu “aslinya” untuk mengukur kesetujuan dan ketidaksetujuan seseorang

terhadap sesuatu objek, yang jenjangnya bisa tersusun atas:

sangat setuju

setuju

netral antara setuju dan tidak

kurang setuju

sama sekali tidak setuju.

Penskalaan ini apabila dikaitkan dengan jenis data yang dihasilkan adalah data

Ordinal. Selain pilihan dengan lima skala seperti contoh di atas, kadang digunakan

juga skala dengan tujuh atau sembilan tingkat. Suatu studi empiris menemukan

bahwa beberapa karakteristik statistik hasil kuesioner dengan berbagai jumlah

pilihan tersebut ternyata sangat mirip. Skala Likert merupakan metode skala bipolar

yang mengukur baik tanggapan positif ataupun negatif terhadap suatu pernyataan.

Page 18: FAKTOR

Empat skala pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner skala Likert yang

memaksa orang memilih salah satu kutub karena pilihan “netral” tak tersedia. Selain

pilihan dengan lima skala seperti contoh di atas, kadang digunakan juga skala

dengan tujuh atau sembilan tingkat. Suatu studi empiris menemukan bahwa

beberapa karakteristik statistik hasil kuesioner dengan berbagai jumlah pilihan

tersebut ternyata sangat mirip. Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang

mengukur baik tanggapan positif ataupun negatif terhadap suatu pernyataan. Empat

skala pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner skala Likert yang memaksa

orang memilih salah satu kutub karena pilihan “netral” tak tersedia.

Pernyataan yang diajukan mengenai objek penskalaan harus mengandung isi yang akan

“dinilai” responden, apakah setuju atau tidak setuju. Contoh di bawah ini pernyataannya

berbunyi “Doktrin Presiden Republik Mimpi merupakan kebijakan luar negeri yang

efektif.” Objek khasnya adalah efektivitas (kefektivan) kebijakan.  Responden diminta

memilih satu dari lima pilihan jawaban yang dituliskan dalam angka 1-5, masing-masing 

menunjukkan sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), netral atau tidak berpendapat (3), 

setuju (4), sangat setuju (5).

Apa artinya? Artinya setujukah responden bahwa kebijakan luar negeri Presiden RM itu

sebagai kebijakan yang efektif (memecahkan masalah luar negeri RM)? Jadi, responden

tinggal milih: setuju atau tidak setuju, atau tak memilih keduanya (netral saja, tidak

berpendapat).

Tidak sedikit mahasiswa dan peneliti lain yang hanya melihat Skala Likert itu sebagai angket

pilihansetuju–tidak setuju. Jadi, jika pilihan jawabannya setuju-tidak setuju, maka itu

namanya Skala Likert. Lalu, segala macam pernyataan dimintakan kepada responden untuk

memilih menjawab setuju atau tidak setuju. Ini contohnya:

Salat itu penting, karena salat itu merupakan tiang agama.

1. Sangat setuju (SS)

2. Setuju (S)

3. Setuju tidak, tidak setuju pun tidak, alias netral (N)

4. Tidak setuju (TS)

5. Sangat tidak setuju (STS)

Jelas isi pernyataan itu bukan sesuatu yang harus disetujui atau tidak disetujui.

Itu pengetahuan, pengetahuan agama, yang  diajarkan oleh para ustad dan kiyai. Jadinya itu

soal “murid” tahu atau tidak tahu bahwa salat itu penting, dan pentingnya itu karena (dengan

alasan) merupakan tiang agama (“ash-shalatu imaaduddin“), bukan harus setuju atau tidak

setuju.

Kedua, itu tidak bisa dijenjangkan kesetujuan-ketidaksetujuannya, karena tidak logis. Kalau

misalnya “setuju” salat itu penting, apa bedanya dengan “sangat setuju.” Jika jawabannya

diubah jadi “setuju–agak setuju,” makna dari agak setuju itu apa, tak jelas. Tentu tidak bisa

ditafsirkan bahwa  jika agak setuju berarti menunjukkan menurut responden salat itu agak

penting, dan jika setuju sekali berarti salat itu sangat amat penting, dan sebaliknya.

Page 19: FAKTOR

Ketiga, ada dua isi yang harus disetujui atau tidak disetujui di dalam satu pernyataan itu,

yaitu: (1) salat itu penting, dan (2) salat itu tiang agama. Ini tidak boleh terjadi dalam

penyusunan angket, sebab akan membingungkan. Salat mungkin bisa dianggap penting

(setuju bahwa penting), tapi alasannya sebagai tiang agama tidak setuju,  setujunya karena ia

rukun Islam kedua. Jadi, jawabannya apa? Setuju, atau tidak setuju, atau netral saja?

Skala Likert ada kalanya “menghilangkan” tengah-tengah kutub setuju dan tidak setuju.

Responden dipaksa untuk “masuk” ke “blok” setuju atau tidak setuju.  Ini contohnya.

Mahasiswa boleh tidak ikut kuliah, asal sungguh-sungguh belajar mandiri.

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Tidak setuju

4. Sangat tidak setuju

Pertanyaan dibuat demikian agar orang berpendapat, tidak bersikap netral atau tidak

berpendapat.

Berapa jenjang skala dibuat dalam Skal Likert? Itu amat tergantung pada “kata-kata” yang

digunakan di dalam butir (item) Skala Likert. Kalau digunakan model verbal (kata-kata)

setuju–tidak setuju, maka paling tidak ada tiga, yaitu setuju–netral–tidak setuju. Perubahan

lebih banyak tentu akan mengikuti kutubnya (kutub setuju dan kutub tidak setuju). Jadi, jika

ditambah, akan menjadi, misalnya: sangat setuju–setuju–netral–tidak setuju–sangat tidak

setuju (ada 5 skala). Tentu bisa jadi tujuh jika ditambahi lagi dengan sangat setuju sekali dan

sama sekali tidak setuju. Atau tambahannya berupa “agak setuju” (sebelum setuju) dan “agak

tidak setuju” (sebelum tidak setuju). Jika digabungkan, maka jadi sembilan skala (jenjang).

1. Sangat setuju sekali

2. Sangat setuju

3. Setuju

4. Agak setuju

5. Netral

6. Agak tidak setuju

7. Tidak setuju

8. Sangat tidak setuju

9. Sama sekali tidak setuju

Ada “angket” yang semodel dengan Skala Likert, seperti di bawah ini.

Seberapa sering Anda meminjam buku dari perpustakaan?

1. Tidak pernah

2. Jarang

3. Kadang-kadang

4. Sering

5. Sangat sering

Pertanyaan angket ini pun berjenjang, mirip dengan Skala Likert. Tentu itu bukan skala sikap.

Itu angket biasa, angket deskriptif yang isinya punya jenjang ( intensitas meminjam buku dari

perpustakaan). Perhatikan jenjangnya. Ada tengah-tengahnya seperti netral dalam skala sikap.

Page 20: FAKTOR

Oleh sebab itulah angket (butir angket) seperti itu suka disebut juga sebagai “mirip Skala

Likert.”

Pertanyaan angket berikut, kendati ada jenjang, bukan Skala Likert dan bukan mirip Skala

Likert. Kuncinya terletak pada titik tengah pilihan jawaban ( di sisi yang satu positif, di sisi

yang lain negatif; di sisi yang satu tinggi di sisi yang lain rendah). Item tentang usia berikut

tidak bersifat seperti itu, hanya perjenjangan biasa, tidak ada kutub ekstrim dan tengah-

tengahnya.

Usia Bapak/Ibu saat ini:

a. di atas 80 tahun

b. 61 – 70 tahun

c. 51 – 60 tahun

d. 41 – 50 tahun

e. 31 – 40 tahun

 

Menganalisis data Skala Likert

1. Analisis Frekuensi (Proporsi)

Nah, yang sering dilakukan kesalahan adalah pada saat menganalisis data dari Skala Likert.

Ingat, Skala Likert berkait dengan setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu. Jadi, ada dua

kemungkinan. Pertama, datanya data ordinal (berjenjang tanpa skor). Angka-angka hanya

urutan saja. Jadi, analisisnya hanya berupa frekuensi (banyaknya) atau proporsinya

(persentase). Contoh (pilihan “netral” dalam angket ditiadakan) dengan responden 100 orang:

Yang sangat setuju 30 orang (30%)

Yang setuju 50 orang (50%)

Yang tidak setuju 15 orang (15%)

Yang sangat tidak setuju 5 orang (5%).

Jika digabungkan menurut kutubnya, maka yang setuju (gabungan sangat setuju dan setuju)

ada 80 orang (80%), dan yang tidak setuju (gabungan sangat tidak setuju dan tidak setuju)

ada 20 orang (20%).

2. Analisis Terbanyak (Mode)

Analisis lain adalah dengan menggunakan “mode,” yaitu yang terbanyak. Dengan contoh

data di atas, maka jadinya “Yang terbanyak (50%) menyatakan setuju” (Dari data yang sangat

setuju 15%, setuju 50%, netral 20%, tidak setuju 10%, sangat tidak setuju 5%).

Skala Likert Sebagai Skala Penilaian

Skala Likert kerap digunakan sebagai skala penilaian karena memberi nilai terhadap sesuatu.

Contohnya skala Likert mengenai produk komputer di atas, komputer yang baik atau tidak.

Terhadapnya bisa diberlakukan angka skor. Jadi, yang dianalisis skornya. Dalam contoh di

atas angka 7 sebagai skor tertinggi. Datanya bukan ordinal, melainkan interval.

Ingat! Pilihan ordinal setuju–agak setuju–netral–kurang setuju–tidak setuju tak bisa diskor.

Misalnya setuju diberi skor 5, agak setuju 4, netral 3, kurang setuju 2, dan tidak setuju 1.

Kenapa?

Page 21: FAKTOR

Pertama, tidak logis, yang netral lebih tinggi skornya dari yang tidak setuju. Padahal yang

netral itu sebenarnya tidak berpendapat. Kedua, coba jika ada dua orang yang ditanya, yang

satu menjawab setuju (skor 5), yang satu lagi menjawab tidak setuju (skor 1).  Berapa

reratanya? [5 + 1] : 2 = 3. Skor 3 itu sama dengan netral. Lucu, kan?! Simpulannya kedua

orang responden bersikap netral. Padahal realitanya yang satu setuju, yang satu tidak. Nah,

ini bisa terjadi juga dengan yang sangat setuju (skor 5) 20 orang, setuju (skor 4) 25 orang,

netral (skor 3) 10 orang, tidak setuju (skor 2) 25 orang, dan sangat tidak setuju (skor 1) 20

orang. Berapa rerata skornya? Pasti 3 (netral). Jadi, semua orang (diwakili 100 orang sampel)

bersikap netral. Lucu, kan?!!! Padahal yang netral hanya 10 orang (10%)!!!

Skala Penilaian

Di atas dicontohkan Skala Likert untuk penilaian (menilai produk komputer). Sebenarnya

tidak perlu menggunakan Skala Likert, cukup skala penilaian (rating scale). Responden

diminta menilai produk itu dengan membubuhkan nilai (skor) jika ada kolom kosong untuk

menilai, atau memilih skor tertentu yang sudah disediakan. Jadinya skornya bisa bergerak

dari 0 sampai dengan  10 sebagai skor tertinggi.

Contohnya mengenai kepuasan konsumen terhadap layanan perpustakaan di bawah ini.

Responden cukup diminta melingkari angka skor sesuai dengan penilaiannya.

1. Kemudahan menemukan koleksi       1  2  3  4  5  6  7  8  9  10

2. Kenyamanan ruangan                             1  2  3  4  5  6  7  8  9  10

3. Layanan petugas                                        1  2  3  4  5  6  7  8  9  10

Analisisnya bisa menggunakan dua macam, proporsi (persentase) dan mode (terbanyak

menilai berapa), dan rerata atau means (rerata skornya berapa), dan termasuk pengkateorian

puas atau tidak puas.

Jelasnya:

Pertama, dihitung banyaknya responden yang memberi nilai pada skor tertentu secara

keseluruhan (seluruh butir pernyataan). Lihat yang terbanyak (mode) dari responden memilih

pada skor berapa.

Kedua, hitung skor dari keseluruhan butir (responden yang menjawab dikalikan skor), lalu

disusun reratanya. Rerata skor itu (bilangannya tentu akan 0 – 10) termasuk kategori tinggi

atau rendah. Sebelumnya tentu sudah disusun kategorisasinya. Jadi,  jika rerata skornya

misalnya 7,76, angka 7,76 itu termasuk kategori rendah, sedang, ataukah tinggi? Ingat, skor

terendah berapa, dan skor tertinggi berapa! Jadi, 7,76 dari rentangan skor 1 – 10 tentu

termasuk tinggi (tapi tidak sangat tinggi, kan?!)

 

 Kelemahan skala Likert:

1. Karena ukuran yang digunakan adalah ukuran ordinal, skala Likert hanya dapat

mengurutkan individu dalam skala, tetapi tidak dapat membandingkan berapa kali satu

individu lebih baik dari individu yang lain. 2. Kadangkala total skor dari individu tidak

memberikan arti yang jelas, karena banyak pola respons terhadap beberapa item akan

memberikan skor yang sama

 

Page 22: FAKTOR

 

 

Sumber :

1.      Tatang M. Amirin, 2010, Skala Likert : Penggunaannya dan Analisis Datanya.

2.       Niswarni, 2010, Macam-macam Skala.

PENGUKURAN SIKAP 

I. Definisi Sikap

Sikap manusia, atau untuk singkatnya kita sebut sikap, telah didefinisikan dalam berbagai

versi oleh para ahli. Puluhan definisi dan pengertian itu pada umumnya dapat dimasukkan ke dalam

salah-satu diantara tiga kerangka pemikiran.

Pertama adalah kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone,

Rensis Likert, dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi

perasaan. Thurstone sendiri memformulasikan sikap sebagai‘derajat afek positif `atau afek negative

terhadap suatu objek psikologis’ (Edward, 1957).

Ke dua diwakili oleh Chave, Bogardus, LaPierre, Mead, danGordon Allport mengenai sikap menurut

mereka lebih kompleks pemikirannya sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap

suatu objek dengan cara-cara tertentu. LaPierre mendefinisikan sikap sebagai ‘suatu pola perilaku,

tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau

secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan’.

Ke tiga adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic sceme). Kerangka

pemikirannya suatu sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif

yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu

objek. Secord dan Backman mendefiniskan sikap sebagai ‘keteraturan tertentu dalam hal perasaan

(afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di

lingkungan sekitarnya’.

Di samping pembagian kerangka pemikiran tradisional seperti terurai di atas, di kalangan

para ahli Psikologi Sosial mutakhir terdapat pula cara lain yang popular guna klasifikasi pemikiran

tentang sikap, dalam dua pendekatan seperti berikut ini.

Page 23: FAKTOR

Pendekatan pertama adalah memandang

sikap sebagai kombinasi reaksi afektif, perilaku, dan kognitif terhadap suatu objek (Breckler, 1984;

Katz dan Stotland, 1959; Rajecki, 1982; dalam Brehm dan Kassin, 1990). Ke tiga komponen tersebut

secara bersama mengorganisasikan sikap individu. Pendekatan ini, yang pada uraian di atas dikenal

dengan nama skema triadik disebut juga pendekatantricomponent.

Pendekatan ke dua timbul dikarenakan adanya ketidakpuasan atas penjelasan mengenai

inkonsistensi yang terjadi diantara ketiga komponen kognitif, afektif, dan perilaku dalam membentuk

sikap. Oleh karena itu pengikut pendekatan ini perlu untuk membatasi konsep sikap hanya pada

aspek afektif saja (single component). Definisi yang mereka ajukan mengatakan bahwa sikap tidak

lain adalah ‘afek atau penilaian – positif atau negatif terhadap suatu objek’. Pengikut pemikiran ini

adalah Fishbein dan Ajzen (1980), Oskamp (1977), Petty dan Cacioppo (1981) (Brehm dan Kassin,

1990).

Kalau Thurstone menekankan definisinya pada intensitas afek terhadap suatu objek, maka

Petty dan Cacioppo secara lengkap mengatakan ‘sikap adalah evaluasi secara umum yang dibuat

manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isyu-isyu’, definisinya ini lebih menekankan

aspek evaluasi atau penilaian sebagai karakteristik sikap yang lebih menentukan, dikarenakan sikap

kadang-kadang tidak menimbulkan afek sama sekali.

Bagi para ahli, masing-masing aspek tersebut memang merupakan komponen yang konstrak

teoritiknya berbeda satu sama lain. Sikap merupakan suatu konstrak multidimensional yang terdiri

atas kognisi, afeksi, dan konasi.

II. Pengukuran Sikap

Salah-satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia adalah

masalah pengungkapan (assement) atau pengukuran (measurement) sikap.

Salah-satu definisi sikap merupakan respons evaluatif yang dapat berbentuk positif maupun

negatif. Dalam buku yang berjudul Principles of educational and Psychological Measurement

Page 24: FAKTOR

and Evaluation, Sax(1980) menunjukkan beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu arah,

intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitasnya.Penjelasannya sebagai berikut:

1) Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau

tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak

terhadap sesuatu seseorang sebagai objek.

2) Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu

sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda.

3) Sikap mempunyai keluasaan,maksudnya kesetujuan atu ketidaksetujuan terhadap suatu obyek

sikap dapat mengenai hanya yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat mencakup banyak

sekali aspek yang ada dalam obyek sikap.

4) Sikap juga memiliki konsistensi, maksudnya kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan

dengan responsnya terhadap objek sikap tersebut.

5) Sikap yang memiliki spontanitas, artinya menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk

menyatakan sikapnya secara spontan.

Beberapa diantara banyak metode pengungkapan sikap yang secara historik telah dilakukan

orang.

1.

Observasi Perilaku, di sini sikap ditafsirkan dari bentuk perilaku yang tampak. Dengan kata lain,

untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab

perilaku merupakan salah-satu indikator sikap individu.

2. Penanyaan Langsung, wajar bila banyak yang beranggapan bahwa sikap seseorang dapat diketahui

dengan menanyakan langsung (direct questioning) pada yang bersangkutan.

Asumsi yang mendasari metode penanyaan langsung guna pengungkapan sikap pertama adalah

asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan ke dua

adalah asumsi keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang

dirasakannya. Oleh karena itu, dalam metode ini, jawaban yang diberikan oleh mereka yang ditanyai

dijadikan indikator sikap mereka.

Page 25: FAKTOR

Telaah yang lebih mendalam dan hasil-hasil penelitian telah meruntuhkan asumsi-asumsi tersebut di

atas (Edward, 1957). Ternyata orang akan mengemukakan pendapat dan jawaban yang sebenarnya

secara terbuka hanya apabila situasi dan kondisi memungkinkan. Artinya, apabila situasi dan kondisi

memungkinkan untuk mengatakan hal yang sebenarnya tanpa rasa takut terhadap konsekuensi

langsung maupun tidak langsung yang dapat terjadi. Dalam situasi tanpa tekanan dan bebas dari rasa

takut, serta tidak terlihat adanya keuntungan berkata lain, barulah individu cenderung memberikan

jawaban yang sebenarnya sesuai dengan apa yang dirasakannya.

3. Pengungkapan Langsung, suatu versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung

(direct assement) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan aitem tunggal maupun

dengan menggunakan aitem ganda (Ajzen, 1988).

Pengungkapan langsung dengan aitem tunggal sangat sederhana, responden diminta menjawab

langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju.

Sebagai contoh, untuk mengetahui sikap siswa terhadap perubahan jam hari sekolah dari 6 hari 5 hari seminggu, pernyataannya sbb:

UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PENDIDIKAN, SEKOLAH

LIMA HARI SEMINGGU PERLU DILAKSANAKAN

Setuju :----:----:----:----:----:----:----: tidak setuju

Jawaban individu berupa tanda silang pada garis kontinum setuju-tidak setuju, dapat diketahui kesetujuan atau ketidak setujuan seseorang. Seseorang yang member tanda silang pada kotak ke tuju dari kiri ditafsirkan lebih setuju dan seterusnya.

Pengungkapan langsung dengan menggunakan aitem ganda adalah teknik diferensi semantik

(semantic differential) dirancang untuk mengungkap afek atau perasaan yang berkaitan dengan

suatu objek (Osgood, Suci, dan Tannenbaum, 1975). Menurut mereka diantara banyak dimensi atau

faktor yang berkaitan dengan sikap paling utama adalah dimensi evaluasi (baik-buruk, cantik-jelek,

Page 26: FAKTOR

yang menekankan nilai kebaikan), dimensi potensi (kuat-lemah, berat-ringan), dimensi aktivitas

(cepat-lambat, aktif-pasif). Dengan memilih dimensi dan kata sifat yang relevan terhadap objek

sikap, pasangan kata sifat pada suatu kontinum tujuh titik sebagai berikut:

HOMOSEKSUAL

menyenangkan :---:---:---:---:---:---:---: menyusahkan

merugikan :---:---:---:---:---:---:---: menguntungkan

buruk :---:---:---:---:---:---:---: baik

bersih :---:---:---:---:---:---:---: kotor

4. Skala Sikap, metode pengungkapan sikap dalam

bentuk self-reportyang hingga kini dianggap paling dapat diandalkan adalah dengan menggunakan

daftar pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh individu yang disebut sebagai skala sikap

(attitude scales) berupa kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap.

Beberapa faktor yang dapat menghambat pencurahan sikap melalui skala sikap yang berisi

pernyataan-pernyataan, dalam ilustrasinya sebagai berikut:

a) Setiap jawaban yang memiliki alternatif tertentu dan terbatas akan membatasi pula keluasan

individu dalam mengomunikasikan sikapnya, sehingga memilih yang mirip saja diantara yang ada.

b) Bahasa standar yang dapat diterima umum yang digunakan dalam skala sikap mungkin tidak mampu

mengungkapkan reaksi-reaksi asli dan tipikal.

c) Pertanyaan-pertanyaan standard dan formal tidak mampu mengungkap kompleksitas, nuansa-

nuansa, atau pun warna sesungguhnya dari sikap individu yang sebernarnya.

d) Dalam setiap kumpulan respon yang diberikan oleh manusia tentu sedikit-banyak akan terdapat eror

atau kekeliruan (dalam membaca, memahami, atau menafsirkan pernyataan yang disajikan).

e) Jawaban responden dipengaruhi oleh hasrat dan keinginan mereka sendiri akan penerimaan sosial,

persetujuan sosial (social approval), dan keinginan untuk tidak keluar dari norma yang dapat

diterima oleh masyarakat, yang dapat menghambat keluarnya pernyataan sikap yang sebenarnya).

Page 27: FAKTOR

f) Situasi interview sebelum pengukuran, situasi sewaktu penyajian skala, karakteristik pertanyaan

sebelumnya, harapan subjek mengenai tujuan pengukuran itu dan banyak sikap yang dapat

mempengaruhi respons individu.

Proses pengungkapan sikap merupakan proses yang

rentan terhadap berbagai kemungkinan eror dikarenakan sikap itu sendiri merupakan suatu konstrak

hipotetik atau konsep psikologis yang tidak mudah untuk dirumuskan secara operasional, maka

harus hati-hati dan sungguh-sungguh dan ditulis dengan mengikuti kaidah-kaidah penyusunan skala

yang berlaku. Salah-satu faktor yang merusak interpretasi adalah dikarenakan suatu alasan orang

sengaja tidak memberi respons yang dirasakan tetapi memberi respons yang dapat diterima oleh

norma masyarakat, dianggap baik oleh kaidah kehidupan sosial. Ada juga dua cara untuk

mendapatkan respons yang jujur yaitu penggunaan alat bantu yang disebut bogus pipelinedan

pengukuran terselubung.

Metode bogus pipeline (Jones dan Sigall) dilakukan dengan menghubungkan individu-individu yang

hendak diungkap sikapnya dengan kabel pada suatu instrument mekanis canggih yang dirancang

seakan-akan mampu mengetahui dan mencatat perasaan mereka yang sesungguhnya, maka

cenderung tidak berani berbohong karena takut ketahuan oleh mesin pencatat dan karenanya

responnya jujur.

Skala sikap Likert, dilakukan dengan mencatat (tally) penguatan respon dan untuk pernyataan

anggapan positif dan negative tentang objek sikap.

Pengukuran sikap kadang-kadang dibedakan antara kepercayaan atau bulir kognitif, perasaan atau

bulir afektif, dan kecenderungan perilaku atau bulir konatif, karena dalam skala Likert tidak terdapat

bulir netral maka harus jelas positif atau negatifnya dengan memperhatikan kepada objek sikapnya.

Skala Thurstone, mengembangkan tiga bagian dalam penskalaan yaitu (1) metode perbandingan-

pasangan (2) metode interval pemunculan sama, (3) metode interval berurutan

Keuntungan skala Thurstone adalah menyusun dua bentuk skala sikap yang ekuivalen relative lebih

mudah, dan adanya angka netral atau “nol”. Kerugiannya, yaitu besarnya jumlah upaya yang

dibutuhkan (perlunya administrasi pada kelompok pertimbangan , secara keseluruhan terpisah dari

administrasi pada skala responden).

Skala Guttman, terdiri dari bulir-bulir pendapat yang sama dengan skala Likert dan Thurstone, yang

membuat unik adalah tekanan ekstrim pada unidimensionalitas (menempatkan pada titik tertentu

Page 28: FAKTOR

dalam kontinum sikap harus setuju dengan semua bulir di bawah posisi skalanya dan harus tidak

setuju dengan semua bulir di atas posisi skalanya.

Aspek Evaluatif

(Nilai kepentingan)

Kekuatan Kepercayaan

(Penerimaan instrumentalitas)

Skala Likert Bulir-bulir berkunci baik sebagai positif maupun negative.

Tidak dibuat ketentuan nilai terbaik.

Lima tingkat persetujuan yang mungkin dari “sangat setuju” hingga “sangat tidak setuju”.

Kebanyakan varian dalam skor skala Likert diambil dari sumber ini.

Skala Thurstone Bulir-bulir di tempatkan dengan baik dalam kemustarian terhadap objek sikap, melalui peringkat keputusan.

Kebanyakan varian skala Thurstone diturunkan dari sumber ini.

Responden baik setuju atau tidak setuju dengan setiap bulir.

Tidak dibuat keputusan mengenai kepercayaan yang lebih baik.

Analisis bulir-bulir skala Likert dan Thurstone dengan model sikap Fishbein.

5. Pengukuran Terselubung (covert measure) sebenarnya berorientasi kembali ke metode perilaku,

akan tetapi sebagai objek pengamatan bukan lagi perilaku tampak yang disadari atau sengaja

dilakukan oleh seseorang melainkan reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi lebih di luar kendali orang

yang bersangkutan. Dalam batas tertentu kita dapat menafsirkan perasaan orang dari pengamatan

atas reaksi wajah, dari nada suara, dari gerak tubuh, dan dari beberapa aspek perilakunya.

Daftar Pustaka

Page 29: FAKTOR

Gerungan, Dr. W.A. 2009. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama

Azwar, Saifuddin. 2009. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

http://sinausosiologi.blogspot.com/2010/06/makalah-pengukuran-sikap-i.html

Pengkategorian Variabel Penelitian

Sep2Variabel berasal dari bahasa Inggris , yaitu variable, artinya bervariasi. Setiap ukuran

atau atribut yang bervariasi bisa dikatakan sebagai variabel.

Dalam tulisan ini variable diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek

pengamatan penelitian. Sering pula dinyatakan variabeL penelitian itu sebagai

faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.

Kalau ada pertanyaan tentang apa yang akan di teliti, maka jawabannya berkenaan

dengan variabel penelitian. Jadi variabel penelitian pada dasarnya adalah segala

sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulan. Secara teoritis variabel dapat didefiisikan sebagai atribut seseorang,

atau objek yang mempunyai “Variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu

objek dengan objek yang lain (Hatch dan Farhady,1981). Dinamakan variabel karena

ada variasinya.

Berkaitan dengan proses kuantifikasi data, maka biasa digolongkan menjadi 4 jenis

yaitu (a). Data Nominal, (b). Data Ordinal, (c). Data Interval dan, (d). Data ratio. 

Demikianlah pula variabel, kalau dilihat dari segi ini biasa dibedakan dengan cara

yang sama

1. Variabel Nominal, yaitu variabel yang ditetapkan berdasar atas proses

penggolongan; variabel ini bersifat diskret dan saling pilah (mutually exclusive)

antara kategori yang satu dan kategori yang lain; contoh: jenis kelamin, status

perkawinan, jenis pekerjaan

2. Variabel Ordinal, yaitu variabel yang disusun berdasarkan atas jenjang dalam

atribut tertentu. Jenjang tertinggi biasa diberi angka 1, jenjang di bawahnya

diberi angka 2, lalu di bawahnya di beri angka 3 dan seterusnya. (ranking)

3. Variabel Interval, yaitu variabel yang dihasilkan dari pengukuran, yang di dalam

pengukuran itu diasaumsikan terdapat satuan (unit) pengukuran yang  sama.

Contoh: variabel interval misalnya prestasi belajar, sikap terhadap sesuatu

program dinyatakan dalam skor, penghasilan dan sebagainya.

4. Variabel ratio,  adalah variabel yang dalam kuantifikasinya mempunyai nol

mutlak. (Drs. Sumadi Suryabrata .Metologi Penelitian. hal. 26-27)

Page 30: FAKTOR

Didalam penelitian, terutama pada metodologi kita dihadapkan kepada bagaimana

cara mengkategorikan variabel sehingga proses analisis data akan lebih mudah

sesuai dengan uji statistik yang kita gunakan.  Kita ambil contoh pada analisis chi

square dengan program SPSS, biasanya jika variabel independennya lebih dari dua

kategori nilai OR-nya tidak keluar. Sebenarnya bisa gunakan tehnik dummy, namun

bagi pemula (mahasiswa D3) hal tersebut cukup menyulitkan. Jadi variabel yang

lebih dua kategori dapat disederhanakan menjadi 2 (dua) kategori.

Namun ada juga uji statistik yang variabel independennya tidak perlu dalam bentuk

katagorik, misalnya uji-T. Jadi variabel independennya tidak perlu diubah menjadi

katagorik, tapi bisa numerik atau skala rasio, contohnya variabel umur, lama kerja,

skor sikap, dll.

Dalam pengkategorian variabel secara sederhana dapat dilakukan dengan cara :

1. Berdasarkan referensi atau pendapat pakar

2. Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi

3. Berdasarkan nilai cut of point (mean/median)

Berdasarkan referensi atau pendapat pakar

Cara ini dilakukan dengan tehnik variabel tersebut dikategorikan berdasarkan

referensi terdahulu atau pendapat pakar atau hasil penelitian terdahulu. Misalnya

variabel pengetahuan dapat dikategorikan berdasarkan pendapat atau teori yang

dikemukakan oleh Nursalam, yaitu pengetahuan baik jika jawaban benar 76%-100%,

sedang jika jawaban benar 75%-56% dan pengetahuan kurang jika jawaban benar <

56%. Variabel pendidikan berdasarkan depdiknas/sisdiknas dikategorikan menjadi

pendidikan tinggi jika tamat Perguruan Tinggi, menengah jika tamat SMA/sederajat

dan rendah jika tamat SD/SMP/sederajat.

Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi

Cara ini dilakukan dengan menggunakan nilai mean dan standar deviasi sebagai cut

of pointnya. Misalnya umur dapat diubah menjadi 3 kategori dengan menggunakan 1

SD , yaitu kelompok I : < mean – SD, kelompok II antara mean-SD dan mean + SD, 

kelompok III > mean+SD. Kalau ingin 4 kategori gunakan 2 SD dan seterusnya.

Berdasarkan nilai cut of point

Cara ini dilakukan dengan menggunakan nilai cut of point, biasanya nilai mean atau

median . Cara ini sering juga disebut dengan pengkatagorian variabel dengan

metode statistik normatif. Cara ini lebih mudah terutama untuk pemula saat mereka

menggunakan uji chi square. Seperti dikemukan diatas bahwa pada uji chi square

dengan program SPSS, variabel independen yang kategori datanya berbentuk 3

(tiga) kategori tidak bisa keluar nilai OR (odd rasio).

Page 31: FAKTOR

Untuk itu variabel independen tersebut dapat diubah atau disederhanakan menjadi

dua kategori dengan tehnik statistik normatif. Misalnya variabel pengetahuan bisa

dibuat menjadi 2 (dua) kategori dengan nilai cut of point mean/median, yaitu

pengetahuan cukup jika x > mean/median, dan pengetahuan kurang jika x <=

mean/median. Variabel pendidikan disederhanakan menjadi : pendidikan tinggi jika

tamat SMA- PT, dan pendidikan rendah jika tamat SD-SMP/sederajat. Batasan ini

mungkin mengacu kepada wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan oleh

Kemendikbud ( PP 47/2008).

 

https://syehaceh.wordpress.com/2013/09/02/pengkategorian-variabel-penelitian/