fakta dan karakteristik populasi atau aspek...
TRANSCRIPT
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan analitik-
deskriptif yang sering disebut metode survey. Penelitian
deskriptif bertujuan untuk mengadakan deskripsi guna
memberikan gambaran yang lebih jelas tentang situasi-
situasi sosial. Memang kebanyakan penelitian sosial
bersifat deskriptif, lebih spesifik lagi memusatkan
perhatiannya pada aspek-aspek tertentu dan sering
menunjukkan hubungan antar berbagai variabel ( Nasution
S, 1987 : 41 ).
Apa yang ingin dicapai dengan penelitian deskriptif ini
bisa dipaparkan sebagai berikut: "To describe
systematically the facts and characteristics of a given
population or area of interest, factually and accurately
( Steppen Isaac and William B Michael, 1981 : 46 ).
Dengan metode deskriptif peneliti ingin mendeskripsikan
fakta dan karakteristik populasi atau aspek tertentu
dari populasi itu secara sistematis, faktual dan akurat.
Lebih jauh Steppen Isaac dan William B Michael
memaparkan :
Descriptive research is used in the literal sense ofdescribing situations or events. It is theaccumulation of a data base that is solelydescriptions,it does not necessarily seek or explain;relationships, test hypotheses, make predictions, orget at meanings and implilcations, although research
171
aimed at these more powerful may incorporatedescriptive method (ibid :42 ).
Dengan kata lain penelitian deskriptif ini
digunakan untuk memahami kenyataan atas gambaran suatu
situasi atau peristiwa. Studi ini merupakan akumulasi
"data dasar" yang semata-mata bersifat deskriptif, tidak
mesti disertai penjelasan saling hubungan, pengujian
hipotesis, membuat prediksi atau pemaknaan implikatif.
Namun kebanyakan penelitian deskriptif bertujuan untuk
memahami kesalinghubungan antar variabel, uji hipotesis,
acuan prediktif dan bernilai implikatif.
Melalui metoda ini peneliti akan mendapatkan
gambaran akurat dan sistematik tentang fakta atau
karakteristik populasi yang tersedia. Obyek studi
deskriptif ini adalah mengenai kondisi, hubungan antar
beberapa gejala atau variabel, proses yang sedang
berlangsung; saling hubungan antar berbagai variabel
tertentu yang memang teruji, bahkan bisa diketahui
kecenderungan arahnya. Meskipun terdapat kritik, bahwa
metode ini tidak bisa menjaring sepenuhnya data atau
gejala sosial. -Oleh karena itu dalam pengumpulan data
tidak cukup hanya dengan mengandalkan satu metode saja,
akan tetapi perlu menggunakan beberapa metode yang
saling melengkapi, untuk memberikan gambaran data yang
lebih lengkap dan akurat.
Seperti disinggung terdahulu bahwa penelitian ini
akan mengungkap persepsi, komitmen dan partisipasi siswa
dalam kegiatan Palang Merah Remaja yang diduga
berpengaruh terhadap sikap prososial. Proses tersebut
berlangsung di luar lingkungan sekolah, terutama pada
saat proses pembelajaran PMR yang dilaksanakan. Namun
tidak bisa dipungkiri bahwa proses pembentukan diri yang
mengarah pada sikap prososial ini terbentuk melalui
kontak sosial di sebarang waktu dan kesempatan, di mana
mereka berada dan melakukan relasi sosial. Dengan metode
penelitian ini variabel-variabel tersebut tidak hanya
memberi gambaran ditel dan akurat saja, tetapi juga dari
padanya bisa ditemukan konsep-konsep, generalisasi-
generalisasi, setelah dianalisis secara kuantitatif
maupun kualitatif.
Untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan
variabel-variabel di atas, diperlukaan metode atau
teknik pengumpulan data. Menurut Sudjana ( (1992 : 7-8)
bahwa pengumpulan data itu harus betul-betul "jujur",
yaitu kebenarannya harus dipercaya. Proses pengumpulan
data dapat dilakukan dengan sensus atau sampling. Untuk
melakukan kedua hal tersebut dapat ditempuh langkah-
langkah antara lain : (1) mengadakan penelitian langsung
ke lapangan atau laboratorium terhadap obyek yang
diteliti : (2) mengambil atau menggunakan sebagian atau
T7T
seluruhnya dari sekumpulan data yang telah dicatat atau
dilaporkan orang lain ; (3) mengadakan angket, yaitu
pengumpulan data dengan menggunakan daftar isian atau
daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan disusun
sedemikian rupa, sehingga responden hanya tinggal
mengisi atau menandainya dengan mudah dan cepat.
Meskipun sebelum tahun 70-an metode observasi dan
partisipasi dianggap sebagai teknik tunggal dalam
pengumpulan data (J. Vandenbregt, 1980 : 72).
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, peneliti
menggunakan metode angket sebagai metode utamanya,
dilengkapi dengan wawancara, observasi dan dokumentasi,
Dalam pengumpulan data peneliti dibantu oleh beberapa
orang yang diambilkan dari guru pembina PMR di sekolah
yang bersangkutan, sehingga tidak mengalami hambatan
berarti. Pengumpulan data dilaksanakan di dua puluh dua
Sekolah Menengah Umum Negri Kotamadya Bandung, yaitu
SMUN-1, SMUN-2, SMUN-3, SMUN-4, SMUN-5, dan SMUN-8 yang
dikelompokkan ke dalam "Kelompok Sekolah Unggul" yang
menetapkan NEM sebagai acuan penerimaan siswa barunya
sebesar 42.2 0 ke atas; kemudian "Kelompok Sekolah
Sedang" yaitu'SMUN-6, SMUN-7, SMUN-9, SMUN-10, SMUN-11,
SMUN-12, SMUN-14, dan SMUN-20 yang menetapkan NEM-nya
minimal 37.09 serta "Kelompok Sekolah Asor" dengan NEM
sebesar 32.11, yaitu SMUN-15, SMUN-16, SMUN-17, SMUN-18,
174
SMUN-19, SMUN-21, dan SMUN-22. Pengambilan sekolah
tersebut di samping didasarkan atas pengelompokan NEM,
juga didukung oleh data tingkat kelulusan dan penerimaan
siswa yang masuk ke Perguruanb Tinggi Negri, baik
melalui UMPTN maupun PMDK.
Sebelum pengumpulan data dilakukan studi pendahu
luan di enam SMUN, yaitu SMUN-3, SMUN-7, SMUN-10, SMUN-
12, SMUN-19 DAN SMUN-21. Sementara itu uji instrumen
dilakukan di SMUN-3, SMUN-12, SMUN-21, baik untuk uji
angket maupun wawancara. Angket dialamatkan pada
responden siswa, sedangkan wawancara ditujukan kepada
para pembina dan kepala sekolah.
Dalam pengedaran dan pengumpulan angket dilakukan
oleh peneliti dibantu oleh para pembantu yang diambil
dari guru dan pembina PMR di sekolah yang bersangkutan.
Data yang diperoleh melalui angket dianalisis secara
kuantitatif, sedangkan data yang diperoleh melalui
wawancara dianalisis secara kualitatif.
B. Penyusunan Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data
dari setiap variabel yang berupa angket disusun
berdasarkan "pair comparasion" yang dikembangkan Rensis
Likert. Kepada responden diberikan dua alternatif
jawaban yang ekstrim dari lima jawaban yang tersedia.
175
Ada sebuah pilihan yang berupa kompromi atau netral dari
dua alternatif ekstrim tersebut, sedangkan yang kedua
lagi satu cenderung "ekstrim meneriraa atau menolak" yang
satunya lagi cenderung ke arah "ekstrim menolak atau
tidak setuju". Setiap pernyataan diupayakan merupakan
pernyataan tunggal, tidak bersifat mendua. Alternatif
jawaban yang tersedia bermuatan pernyataan mulai dari
sangat setuju sampai kepada sangat tidak setuju, atau
sebaliknya, namun sebagian terbesar redaksinya
dimodifikasi dengan pernyataan dengan menggunakan
kalimat pokok. Dengan kata lain, dalam alternatif
jawaban ada yang menggunakan "pola murni" yang
dikembangkan R. Likert, tetapi ada juga bahkan lebih
banyak yang maksudnya sama dengan "pola murni Likert",
tetapi dimodifikasi menjadi kalimat pendek dan padat.
Sebenarnya penggunaan pola murni Likert ini lebih
mudah dipahami oleh responden yang menggambarkan data
tingkatan sikap. Namun karena pertimbangan budaya bangsa
Indonesia yang lebih cenderung memilih pernyataan yang
bersifat positif, maka pola murni ini dipandang kurang
sesuai. Tentunya kecenderungan demikian, atau
kekurangtegasan pernyataan apa yang diketahui, dirasakan
dan yang dikehendaki ini akan mengganggu obyektivitas
penelitian. Oleh sebab itu dipilihnya model "modifikasi
176
pola Likert" tersebut dengan catatan tetap terikat oleh
pola konsep Likert.
Yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan
instrumen pola Likert yang dimodifikasi ini sebaiknya
dengan menggunakan bahasa yang sederhana, mudah
ditangkap oleh responden, komunikatif dan materi
pernyataannya sesuai dengan latar belakang pendidikan,
pengalaman, pengetahuan maupun lingkungan perkotaan di
mana para responden itu bertempat tinggal.
Konsekuensinya pengisian angket tersebut membutuhkan
waktu yang agak lama, di samping itu responden yang
mendapat kesulitan menyatakan atau memberikan jawaban
harus "dibantu" oleh peneliti atau para pembantu
peneliti.
Setiap alternatif jawaban diberi skor 1,2,3,4 dan
5 mulai dari jawaban yang terendah tingkatannya sampai
yang tertinggi untuk perhitungan seterusnya. Setelah
setiap item diberi nilai lalu dijumlahkan, setiap
responden mendapat skor dari penjumlahan skor setiap
item pada masing-masing variabel.
Syarat-syarat dalam penyusunan angket untuk
variabel-variabel tersebut diperlukan adanya fungsi
pembeda yang jelas dan tajam antara skala-skala itu
serta adanya reliabilitas sejumlah item yang dijaring.
Dalam analisis variabel pesepsi, komitmen, partisipasi
T7T
dan prososial yang mewarnai peserta didik PMR SMUN
Kotamdya Bandung ini masih berada dalam rumpun sikap.
Alport mendefinisikan sikap sebagai :"An attitude toward
any object, idea or person is an enduring system with a
cognitive component, an affective component and a
behavioral tendency ( Mar'at 1981 : 13 ). Dengan kata
lain sikap memiliki tiga komponen yaitu : (1) komponen
kognitif, yang berhubungan dengan keyakinan, ide,
gagasan dan konsep ; (2) komponen afektif, yang terdiri
atas perasaan atau emosi dimana obyek aktual, peristiwa,
situasi atau representasi simboliknya bangkit di dalam
diri individu ; (3) komponen behavioral dari sikap,
yaitu kecenderungan atau kecondongan untuk berbuat
sesuatu lewat cara tertentu dengan acuan tertentu
terhadap suatu obyek, peristiwa atau situasi.
Pendekatannya terletak pada kecenderungan berbuat, bukan
pada perilakunya itu sendiri.
Pemikiran di atas dijadikan titik-tolak dan acuan
dalam memilih variabel yang menyangkut psikhis atau
mikro individu di atas, yang dituangkan di dalam
pernyataan masing-masing item.
1. Penyusunan Angket Variabel Persepsi
Definisi operasional persepsi terhadap palang
Merah Remaja adalah gambaran kognitif para anggota PMR
terhadap seluk-beluk ke-PMR-an, di antaranya tentang
prinsip-prinsip PMR, aneka macam program dan kegiatan
PMR, target dan tujuan yang ingin dicapai dalam
program kegiatan, tugas dan kewajiban sebagai anggota
PMR, yang kemudian mewarnai persepsi serta kesadaran
anggota PMR ini terhadap PMR.
Gambaran kognitif dan kesadaran seseorang ini
dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial, struktur
psikhologis, keinginan dan motiv, serta pengalaman
masa lalu ( Krech David, 1988 :17 ). Dalam konteks
PMR, maka persepsi terhadap PMR diduga diwarnai oleh
nilai-nilai sosial, lingkungan fisik, kondisi
kejiwaan, motiv dan pengalaman masa lalunya. Di dalam
persepsi terdapat muatan rana kognitif, afektif dan
behavioral.
a. Rana kognitif, ciri-cirinya adalah memiliki
pemahaman rinci tentang PMR, dengan indikator sebagai
berikut :
(1) mengenai dan memahami asas, tujuan dan prinsip
dasar di dalam PMR lalu dicocokkan dengan nilai
sosial-budaya, motiv serta pengalaman masa lalunya ;
(2) mengenai dan memahami tugas, kewajiban serta
program kegiatan PMR baik di lingkungan tempat
belajar-mengajar maupun di lingkungan yang lebih luas
i /y
(3) mengetahui cara kerja pengurus dan hubungan kerja
keorganisasian antara pengurus dengan pengurus maupun
antara pengurus dengan anggota ;
(4) mengetahui cara kerja yang baik, metode kegiatan
yang diterapkan serta situasi relasional dalam
aktivitas PMR.
b. Rana afektif, ciri-cirinya adalah peserta
merasakan bahwa pengetahuan dan pemahamannya terhadap
PMR ini sesuai dengan motivasi dan nilai-nilai sosio-
relijiesnya, dengan indikator-indikator :
(1) merasakan bahwa prinsip-prinsip PMR memang cocok
dengan norma dan nilai ajaran yang dianutnya ;
(2) merasakan bahwa kegiatan PMR ini memberikan nilai
tambah bagi dirinya, baik dalam arti pengetahuan,
pengalaman organisasi maupun prinsip tolong-menolong
terhadap sesama ;
(3) merasakan nilai guna dan manfaat mengikuti
kegiatan PMR baik untuk dirinya maupun keluarga dan
masyarakat ;
(4) merasa puas dan bangga dengan keikutsertaan dan
keterlibatan mereka di dalam PMR.
c. Rana behavioral, memiliki kesadaran,
kecenderungan dan pertimbangan tertentu demi kemajuan
dan perbaikan PMR seperti kemauan untuk memajukan PMR,
memberikan kontribusi bagi perbaikan dan kemajuan PMR,
serta kesediaan menjaga nama baik PMR dengan indikator
sebagai berikut :
(1) cenderung mempunyai kesadaran dan keterikatan
untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuannya
tentang PMR.
(2) cenderung untuk memahami lebih dalam tentang
seluk-beluk PMR ;
(3) cenderung untuk memberikan kontribusi bagi
peningkatan dan pengembangan PMR ;
(4) cenderung untuk membela nama baik PMR jika ada
orang yang tidak mengindahkan missi dan fungsi-fungsi
PMR.
Setelah butir-butir yang terdapat dalam
indikator setiap rana tersebut dijabarkan, terdapat 12
item yang dituangkan di dalam pernyataan. Meskipun
sebenarnya masih banyak yang bisa dikembangkan, namun
karena pertimbangan waktu dan kesediaan para responden
untuk mengisinya secara cermat dan seksama, maka
diusahakan jumlah item tidak terlalu banyak, tetapi
aspek-aspek yang essensial dari persepsi tersebut bisa
terangkum dan mewakili.
2. Penyusunan Angket Variabel Komitmen Terhadap PMR
Definisi operasional komitmen terhadap PMR adalah
dorongan diri seseorang untuk mengikatkan diri secara
ikhlas yang didasari oleh kebutuhan, kedekatan,
persetujuan serta kesetiaan, dicasarkan pada ikatan
batin, persaudaraan atau perasaan senasib-seperjuangan
yang terwujud dalam ikatan atau kegiatan bersama.
Komitmen terhadap PMR di dalam kelompok sosial
ini terjadi karena adanya interaksi antar anggota
dengan faktor utama : (1) interrelationship of persons
; (2) an interplay of personality ; (3) a moving unit
interacting personality ( Park and Burgess, dalam
Astrid S Susanto, 1983 : 38) . Dengan tiga unsur utama
di dalam komitmen tersebut akan menumbuhkan komitmen
kelompok, sehingga mempunyai kekuatan sikap anggota
kelompok dan rasa kepemilikan terhadap kelompok, yang
dalam hal ini terwadahi di dalam organisasi PMR.
Ikatan di dalam Palang Merah Remaja lebih
didasarkan pada solidaritas dan kesamaan pilihan
kegiatan ekstrakurikuler yang dilandasi oleh missi
kemanusiaan. Komitmen para anggota PMR ini lebih
menyerupai ikatan "geimenschaft'dibandingkan dengan
ikatan "geisselschaft". Cohessiveness antar anggotanya
tidak didasarkan atas pertimbangan untung-rugi,
melainkan didasarkan pada ikatan emosional yang
mengacu pada prinsip-prinsip kemanusiaan, kesamaan,
kenetralan, kemandirian, kesukarelaan, kesatuan dan
kesemestaan.
a. Rana kognitif komitmen, ciri-cirinya adalah
peserta PMR menyadari bahwa dirinya tak terpisahkan
dari anggota lain dalam organisasi PMR, yang diikat
oleh nilai-nilai serta missi dan tujuan yang
dikembangkan di dalam PMR dalam suasana yang membuat
kepuasan dan kebahagiaan, dengan indikator-indikator :
(1) memahami bahwa dirinya adalah merupakan bagian
dari kelompok yang diikat oleh visi dan missi PMR ;
(2) memahami akan perlunya menjadi anggota PMR, dan
sadar untuk mewujudkan kebersamaan dalam mencapai
tujuan PMR ;
(3) menyadari akan ikatan "ideologi kemanusiaan" yang
ditumbuhkembangkan oleh organisasi PMR ;
(4) menyadari akan arti penting keterlibatannya di
dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh PMR ;
b. Rana afektif komitmen, ciri-cirinya adalah
peserta PMR merasa bahwa dengan menjadi anggota dan
mengikuti kegiatan PMR dirinya merasa terpaut serta
terikat dengan anggota lainnya, serta terikat dengan
kepentingan organisasi PMR, dengan indikator-
indikatornya sebagai berikut :
(1) merasa bahwa ia terpanggil untuk memenuhi
panggilan PMR bersedia bekerja sama dengan siapa saja
di dalamnya, serta merasa terikat dengan anggota lain
di dalam PMR ;
I5T^
(2) merasa senang, bangga dan bahagia jika PMR di mana
ia bergabung mengalami perkembangan dan kemajuan, dan
sebaliknya kecewa apabila mengalami kemunduran atau
ketidakberesan ;
(3) merasa lega dan bahagia apabila segala tugas dan
kewajibannya di PMR telah dilaksanakan dengan baik ;
(4) merasa senang apabila dalam mencapai prestasi di
dalam PMR ia ikut serta di dalamnya, dan merasa sedih
seandainya ia tidak ikut berpartisipasi di dalamnya,
atau prestasi yang dicapainya tidak sesuai target.
c. Rana behavioral komitmen, ciri-cirinya bahwa
yang bersangkutan mempunyai keinginan dan
kecenderungan bekerja sama yang melibatkan anggota
kelompoknya dalam keterpautan dan keterikatan bersama,
dengan indikator-indikator :
(1) cenderung untuk mematuhi segala ketentuan
organisasi PMR dan terlibat dalam setiap kegiatan
dengan bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi ;
(2) cenderung ingin terlibat dalam upaya mencari
pemecahan jika di dalam organisasi terdapat masalah
yang membutuhkan jasanya untuk mencapi solusi terbaik;
(3) akan senantiasa berusaha ikut berpartisipasi
secara aktif dalam setiap kegiatan PMR ;
qs<r
(4) cenderung berusaha memenuhi panggilan PMR, dan
bersedia meluangkan waktu-tenaga-pikiran untuk
kepentingan PMR.
3. Penyusunana Angket Variabel Partisipasi
Partisipasi anggota PMR adalah keterlibatan
perseorangan maupun kelompok dalam suatu kegiatan
tertentu. Keterlibatan seseorang dalam suatu kegiatan
ini tidak hanya dalam arti fisik semata, melainkan juga
keterlibatan ruhaniah maupun perasaannya di dalam suatu
kelompok serta memikul tanggung jawabnya (Keith Davis,
1962: 153).
Partisipasi anggota di dalam PMR ini adalah segala
perilaku aktif dan nyata serta menyeluruh dari anggota
untuk mengambil peran serta dalam kegiatan, pengambilan
keputusan, maupun penerapan kebijakan yang disepakati
para anggota, yang di dalamnya meliputi keterlibatan
mental, emosional, motivasi untuk berkontribusi serta
penerimaan tanggung jawab.
a. Rana kognitif partisipasi : ciri-cirinya anggota PMR
memahami bahwa dirinya mempunyai panggilan keterlibatan
dalam penentuan kebijakan, pengambilan keputusan maupun
realisasi program kegiatannya, dengan indikator-
indikatornya :
185
(1) Memahami bahwa menjalankan organisasi ini
dibutuhkan keperansertaan seluruh anggota PMR, yang
bersama-sama pengurus mempunyai tanggung jawab untuk
mensukseskannya ;
(2) memahami bahwa melaksanakan kegiatan organisasi
merupakan tugas dan kewajiban bersama ;
(3) memahami bahwa pekerjaaan-pekerjaan sosial
kemanusiaan adalah merupakan suatu hal yang terpuji
bagi setiap anggcta PMR, sehingga mereka sadar akan
arti pentingnya keberadaan PMR ;
(4) memahami bahwa masing-masing diri sangat berarti
di dalam organisasinya, sehingga sedapat mumngkin
diupayakan mengambil peran serta dalam setiap kegiatan.
b. Rana afektif partisipasi : ciri-cirinya adalah
merasa ikut serta memikul kewajiban dan tanggung jawab,
serta merasa terlibat secara mental maupun emosional
dalam mengikuti setiap program kegiatan PMR, dengan
indikator-indikatornya:
(1) Merasa senang dan penuh tanggung jawab apabila
menerima tugas-tugas dari PMR:
(2) merasa bangga dan bahagia apabila tenaga-pikiran-
waktu dan miliknya dipergunakan untuk kepentingan PMR :
(3) memiliki kesediaaan untuk berperan serta di dalam
PMR meskipun dia sendiri harus berkurban untuk PMR:
186
(4) merasa cocok dengan apa yang dilakukan oleh para
anggota PMR, sehingga merasakan kenikmatan dan kepuasan
dalam pergaulan di PMR.
c. Rana behavioral : ciri-cirinya berperan serta secara
sadar dan penuh tanggung jawab secara optimal dalam
segala bentuk kegiatan PMR, dengan indikator-
indikatornya :
(1) Mematuhi dan melaksanakan segala ketentuan dan
kode etik PMR ;
(2) lebih mementingkan kegiatan PMR daripada kegiatan
lain, yang nilai kegiatannya setara :
(3) mengikuti beberapa kegiatan yang penting dan
bermanfaat dalam kehidupan dan kemajuan PMR misalnya
rapat, pendidikan, latihan ke-PMR-an dan Iain-lain :
(4) mengambil langkah-langkah konkrit apabila ada
pihak-pihak yang mengganggu kelancaran program PMR.
4. Menyusun angket variabel prososial.
Prososial merupakan sebagian dari sikap sosial,
yaitu suatu kesadaran individu yang menentukan
perbuatan-perbuatan nyata ataupun yang mungkin akan
terjadi di dalam kegiatan sosial. Dengan kata lain pro
sosial dipahami sebagai keadaan dalam diri seseorang
yang menggerakkan untuk bertindak, menyertai perasaan-
perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek, yang
T8X
terbentuk atas dasar pengalaman-pengalaman. Obyek
disini adalah interaksi sosial yang diwarnai oleh
unsur-unsur simpati, kerjasama, suka menolong suka
menyelamatkan, membantu kesulitan, menyenangkan orang
lain, bersedia memberi sesuatu kepada orang lain, yang
diliputi perasaan suka rela.
Prososial sering dipakai dalam disiplin psikhologi
sosial, yang diartikan sebagai kesadaran individu yang
menentukan perbuatan-perbuatan nyata ataupun yang akan
terjadi di dalam kegiatan-kegiatan sosial (WJ. Thomas
dalam Abu Ahmadi, 1979 ; 52) . Sementara itu Wispe
dalam james W Vander Zanden (1984 : 273-274)
menerangkan bahwa prososial mengambil berbagai bentuk
kegiatan yang mencakup: (1) simpati, pada umumnya
merupakan acuan untuk peduli atau mengambil bagian atas
penderitaan maupun kesedihan orang lain ; (2) kerja
sama, yang menyatakan bahwa individu itu mampu dan
bersedia bekerja sama dengan orang lain, akan tetapi
tidak didasarkan atas perolehan keuntungan : (3)
pemberian bantuan, yang dialamatkan kepada orang lain
atau kelompok lain, sehingga mereka mencapai obyek atau
tujuan yang diinginkan : (4) pemberian pertolongan,
yang mendorong seseorang untuk memberi sesuatu kepada
orang lain atau kelompok lain atas apa yang diperlukan
untuk mencapai sasaran atau tujuan ; (5) pemberian
188^
donasi, yang menunjukan kepada perilaku berupa
pemberian hadiah atau sumbangan, biasanya dalam rangka
beramal-derma : dan (6) suka rela, yang menimbulkan
perilaku karena didorong oleh keinginan untuk memberi
kegunaan atau keuntungan bagi orang lain tanpa
mengharapkan balasan dari pihak lain.
a. Simpati, ciri-cirinya memahami bahwa perhatian dan
kepedulian adalah merupakan sikap terpuji, hingga ia
merasa senang apabila "merasakan" dan sekaligus
mengurangi penderitaan orang lain, dengan indikator-
indikatornya :
(1) Memahami bahwa kepedulian dan perhatian kepada
sesama merupakan suatu yang terpuji ;
(2) memahami bahwa apabila ada orang yang' mengalami
penderitaan atau kesusahan, seharusnya diberi bantuan
untuk mengurangi kesusahan maupun penderitaan itu:
(3) merasa terpanggil untuk berperan serta apabila ada
pihak lain yang terkena musibah atau bencana, tanpa
memandang agama, ras maupun kebangsaannya :
(4) merasa tersentuh hatinya apabila menyaksikan
penderitaan dan kesulitan orang lain :
(5) ada kesediaan dan kecenderungan mengulurkan tangan
bagi sesama yang tertimpa bencana, misalnya kecelakaan,
tertimpa bahaya, musibah dan Iain-lain ;
189
(6) bersedia mengambil bagian dalam membantu kesulitan
dan kesusahan orang lain.
b. Kerja sama, ciri-cirinya bahwa individu itu memahami
akan arti pentingnya bekerja sama sehingga, ia merasa
senang dan puas apabila ikut serta dalam kegiatan
bersama di PMR itu, dan siap untuk melaksanakan tugas
serta kewajiban kemanusiaan, dengan indikator-
indikatornya :
(1) Memahami bahwa bekerja sama dalam menolong sesama
adalah sikap dan perbuatan yang baik serta terpuji ;
(2) memahami bahwa kerja sama dalam menyelesaikan
tugas-tugas organisasi maupun tugas-tugas kemanusiaan
mempunyai nilai dan makna yang dalam bagi setiap diri
yang hidup di tengah-tengah masyarakat ;
(3) merasa senang apabila dia mendapat pengakuan dalam
kelompok, sehingga bisa bekerja sama dengan baik dalam
berbagai hal ;
(4) merasa puas apabila bisa mencari penyelesaian
masalah yang dihadapi bersama oleh suatu kelompok,
dimana ia berada di dalamnya ;
(5) siap sedia untuk bertanggung jawab apabila oleh
anggota kelompok dipercaya sebagai pemimpin kelompok ;
(6) memiliki kecenderungan untuk melakukan pekerjaan,
atau memecahkan masalah kelompok dengan bersama-sama.
190
c. Suka memberi bantuan, individu itu memahami bahwa
saling bantu terhadap kesulitan sesama merupakan sikap
yang positif, sehingga ia merasa puas dan senang
apabila mampu memberi bantuan terhadap sesama yang
membutuhkannya, dengan demikian ia bersedia untuk
melakukannya dengan tanpa mengharapkan keuntungan
material, indikatcr-indikatornya :
(1) Memahami bahwa orang lain yang mengalami kesulitan
harus diberi bantuan ;
(2) memahami bahwa hidup ini tidak bisa mengandalkan
kemampuan sendiri, karena itu butuh saling bantu antar
s e s ama ;
(3) merasa prihatin dan sedih apabila tidak bisa ikut
serta membantu kesulitan atau penderitaan orang lain ;
(4) merasa sedih dan prihatin apabila orang lain
tertimpa musibah atau kecelakaan apalagi kalau tidak
ada yang memberi bantuan;
(5) kesediaan dan kecenderungan memberi bantuan kepada
orang lain yang membutuhkannya;
(6) kesediaan dan kecenderungan mengulurkan bantuan,
apabila melihat orang lain dalam kesulitan atau bahaya;
d. Suka meberi pertolongan ciri-cirinya, individu
memahami bahwa menolong orang lain atau kelompok lain
yang ditimpa mala petaka, musibah atau kecelakaan,
sehingga ia merasa lega jika orang lain terentas dari
191
kesulitan tersebut. Dengan demikian ia selalu bersedia
memberikan pertolongan kepada orang yang memerlukannya
baik diminta atau tidak, indikator-indikatornya;
(1) Memahami bahwa pertolongan yang diberikan kepada
orang lain yang memerlukan itu mempunyai arti yang
dalam bagi yang menerima pertolongan;
(2) memahami bahwa memberi pertolongan kepada sesama
manusia itu merupakan panggilan kemanusiaan dan
perbuatan terpuji ;
(3) merasa senang dan puas apabila mampu memberikan
pertolongan kepada orang lain yang sangat
membutuhkannya ;
(4) merasa sedih apabila orang lain mengalami kesulitan
atau penderitaan ;
(5) jika ada orang lain yang sedang dalam kesulitan
selalu bersedia memberikan pertolongan ;
(6) kecenderungan menolong orang lain dalam kesulitan
lebih awal, sehingga tidak didahului oleh pihak lain.
e. Sikap dermawan ( suka memberi donasi ), ciri-cirinya
adalah bahwa individu itu menyadari arti dan manfaat
sumbangan yang diberikan kepada orang lain yang
kesulitan dalam kehidupannya, sehingga ia merasa
tenteram dan damai apabila orang lain yang dilanda
kesulitan itu teratasi berkat bantuannya, dengan
demikian ia bersedia memberikan derma kepada yang
memang memerlukannya sesuai kemampuan yang ada, dengan
indikator-indikator :
(1) Memahami bahwa derma yang diberikan kepada mereka
yang ditimpa musibah atau bencana itu sangat membantu
mengatasi kesulitan hidup mereka ;
(2) memahami bahwa derma yang diberikan oleh mereka
yang berlebihan kepada mereka yang kekurangan merupakan
kewajiban moral maupun sosial ;
(3) merasa senang dan bangga apabila mampu memberikan
derma kepada orang lain yang sangat memerlukan bantuan;
(4) merasa sedih apabila tidak mampu turut serta
meringankan kesulitan orang lain, seperti dalam masalah
keuangan ;
(5) jika ada orang yang mengalami kesulitan biaya untuk
memenuhi kebutuhan pokok, ia bersedia membantu
meringankan beban itu, baik secara langsung atau tidak
langsung ;
(6) kecenderungan dan kesediaan membantu keuangan
kepada yang memang berhak untuk diberikan bantuan
keuangan, seperti terhadap fakir-miskin ;
f. Sikap suka rela, ciri-cirinya adalah individu itu
memahami bahwa pemberian baik moril, materiel, maupun
tenaga, harus dilakukan dengan suka rela tanpa pamrih,
sehingga ia merasa senang apabila mampu
mendarmabaktikan dirinya demi orang lain atau
1VJ
masyarakat luas, di samping selalu bersedia dan
mempunyai kecenderungan untuk melakukan pekerjaan
sosial meskipun tidak mendapat imbalan materi, dengan
indikator-indikator :
(1) Memahami bahwa jika membantu seseorang dilakukan
dengan tanpa pamrih materi, meskipun terhadap mereka
yang berbeda agama, suku atau kebangsaan ;
(2) memahami bahwa bantuan atau pertolongan kepada
mereka yang memerlukan merupakan panggilan jiwa dan
memenuhi tugas kemanusiaan ;
(3) merasa senang dan rela apabila dipercaya oleh orang
di sekitarnya untuk diberi amanat pengelolaan
organisasi dimana ia termasuk anggotanya ;
(4) Merasa senang dan bangga karena bisa menolong orang
lain yang ditimpa bahaya, meskipun pekerjaan itu penuh
resiko bagi dirinya ;
(5) Bersedia dan cenderung melakukan pekerjaan sosial
yang dibebankan kepadanya dengan sepenuh hati, meskipun
tidak ada imbalan materiel ;
(6) Bersedia dan sanggup merelakan apa yang dimilikinya
untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama.
Seluruh item dari variabel-variabel itu disusun
dalam daftar angket yang terdiri atas lima bagian ;
1) Berisi tentang informasi umum dan latar belakang
siswa ;
2) Berisi tentang angket persepsi ;
3) Berisi angket tentang variabel komitmen ;
4) Berisi angket tentang variabel partisipasi dan
5) Berisi angket tentang variabel prososial. Setiap
variabel dituangkan dalam angket diperi secara
terpisah, meskipun disatukan dalam berkas yang sama.
Sementara itu untuk mengumpulkan data dari responden
pembina PMR berikut latar belakangnya, serta pelatih PMR
tidak menggunakan angket melainkan dengan metode
wawancara. Sedangkan data pelengkap tentang ke-PMR-an di
lingkungan SMUN, diperoleh dari Markas Daerah PMI Jawa
Barat dan Cabang PMI Kotamadya Bandung.
C. Uji Coba Instrumen
Pada awal Oktober sampai akhir November 1991 diadakan
observasi awal ke SMUN-3, SMUN-7, SMUN-10, SMUN-12, SMUN-
19, dan SMUN-21. Dalam observasi awal tersebut penulis
mengumpulkan beberapa informasi awal tentang kegiatan PMR
di sekolah-sekolah tersebut. Sebagai kelengkapan data awal
dan seluk-beluk ke-PMR-an penulis mencari data dan
informasi kepada Pengurus PMI di Markas Daerah Tingkat I
Jawa Barat dan PMI Cabang Kotamdaya Bandung.
Setelah memperoleh gambaran awal tentang kegiatan ke-
PMR-an di sekolah dan sentra-sentra kegiatan PMR, maka
disusunlah proposal penelitian secara lengkap, berikut
195
instrumen penelitiannya. Untuk mengujicobakan instrumen
penelitian, maka diambil SMUN-3, SMUN-12 dan SMUN-21,
setelah memperoleh surat pengantar dari rektor IKIP
Bandung dan surat ijin dari Kepala Direktorat Sosial
Politik Propinsi Daerah tingkat I Jawa Barat dan Kepala
Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Jawa Barat. Sebelum
melakukan penelitian pendahuluan dalam rangka uji-coba
instrumen dilaksanakan terlebih dahulu dilakukan
penjajagan di sekolah yang akan dijadikan obyek penelitian
; Pengurus PMI Markas Daerah Tingkat I Jawa Barat dan
pengurus PMI Cabang Bandung guna mendapatkan informasi
sebanyak dan selengkap mungkin, baik melalui keterangan
lisan maupun dokumen tertulis.
Setelah angket disusun dan dianggap memadai, maka
angket diujicobakan kepada calon responden. Yang pertama
kali diperhatikan oleh peneliti adalah pemahaman
redaksional angket oleh para calon responden serta waktu
yang digunakan untuk mengisinya. Pada uji coba ini
terdapat beberapa istilah yang kurang dimengerti oleh
calon responden, jumlah itemnya yang terlalu banyak,
sehingga menimbulkan kejenuhan. Atas dasar itu dilakukan
penyederhanaan kalimat dan pengurangan item dari 116
menjadi 98 item.
Bersamaan dengan penyusunan 98 item untuk responden
siswa anggota PMR, juga disusun panduan wawancara untuk
196
pimpinan sekolah, pembina dan pelatih PMR serta pengurus
PMI Cabang Kotamadya Bandung. Setelah angket tersebut
diedarkan pada ketiga sekolah ( SMUN-3, SMUN-12 dan SMUN-
21 ) tersebut, lalu diolah can dilakukan uji validitas,
reliabilitas, normalitas dan u;i varians.
1. Uji Validitas
Untuk uji validitas setiap item dilakukan dengan
menggunakan kriteria internal, yang sering disebut
dengan pendekatan internal consistency, sebagai
kriterianya digunakan skor total keseluruhan test.
Karena skor item dianggap berskala interval, maka
digunakan teknik korelasi product-moment dengan rumus :
XiX - ;Xi) (X)
r XiX = x
V^Xi - _(X)_ ][X - 00 ]
N N
Setelah dihitung ternyata adalah sebagai berikut :
Pada variabel persepsi, komitmen dan partisipasi di
dalam Palang Merah Remaja seluruhnya valid. Sedangkan pada
variabel prososial terdapat tiga item yang tidak valid,
yaitu item nomor 28,29 dan nomor 32.
2. Uji reliabilitas
Untuk uji reliabilitas digunakan metode consistency
yang hanya memerlukan sekali penyajian saja atau dikenal
dengan single-trial administration, sehingga masalah yang
timbui karena pengulangan bisa dihindari. Adapun prosedur
yang ditempuh, adalah yang menghasilkan estimasi
reliabilitas belah-dua (split-half), dengan rumus sebagai
berikut :
rY:Y; = Yi) (Y;)
2 2 2 2
V[Yi - (Yi) ] [Y2 - (Y2)
N N
harga rYiY2 ini baru merupakan koefisien korelasi antara
kedua belahan test, belum merupakan koefisien reabilitas
test. Prosedur koefisiensi reliabilitas X selanjutnya
menggunakan formula sperman-Brown Propecy, karena terdapat
alasan kuat bahwa belahan Yi dan Y2 adalah paralel, dengan
rumus :
2r
rxx' = Y1Y2
1 + r
Y1Y2
Dengan menggunakan kedua rumus tersebut diperoleh
koefisien reliabilitas sebagai berikut :
Untuk variabel persepsi terhadap PMR diperoleh
koefisien reliabilitas (rxx) = .699 reliabel pada tingkat
kepercayaan 0.99 maupun 0.95. Pada variabel komitmen
dengan PMR diperoleh angka koefisien reliabilitas = .603,
reliabel pada tingkat kepercayaan 0.99 maupun 0.95.
sementara itu pada variabel prososial diperoleh koefisien
reliabilitas = .603, reliabel pada tingkat kepercayaan
0.99 maupun 0.95.
3. Uji Normalitas
Data yang diperoleh dari ketiga SMAN tempat
uji coba instrumen diperoleh dengan menggunakan Chi-
kuadrat, dengan rumus :
2 2
X = ( Fo - Fe )
Fe
Pada variabel persepsi diperoleh keterangan sebagai
berikut :
(1) "x = 39 ; s = 3.252
(2) X = hasil perhitungan sebesar 0.335, pada tabel 3.84
pada tingkat kepercayaan 0.95 dengan df = 1
(3) dengan demikian angka hitung penyebaran chi-kuadrat
lebih kecil dari pada angka tabel, jadi tidak
signifikan. Kesimpulannya bahwa variabel komitmen
berdistribusi normal.
Pada variabel partisipasi diperoleh perhitungan sebagai
berikut:
(1) x = 37,345; s = 2.6492
(2) X = hasil perhitungan sebesar 0.610, pada tabel 3.85
pada tingkat kepercayaan 0.95 dengan df=l
(3) dengan der.ikiar. angka r.itur.g penyebaran chi-kuadrat
lebih kecil dari caia angka tabel, jadi tidak signifikan.
Kesimpuiannya bahwa variabel partisipasi berdistribusi
normal.
Pada variace. prcs;;ial dipercleh hasil perhitungan
sebagai berikut:
(1) x = 112,9; = = 4.63
(2) X = hasil perhitungan sebesar 2.232, pada tabel
3.84 pada tingkat kepercayaan 0.95 dengan df=l
(3) dengan demikian angka hitung penyebaran chi-kuadrat
lebih kecil dari pada angka tabel, jadi tidak signifikan.
Kesimpuiannya bahwa variabel proposial berdistribusi
normal.
4. Uji Varians:
Untuk mengetahui homoginitas variabel penelitian
diperlukan uji varians dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
F = Variabel terbesar
Variabel terkecil
Dari hasil perhitungan varians untuk dua variabel
prososial dengan partisipasi ternyata diperoleh
perhitungan F hitung = 5.03, sementara F tabel ternyata
=3.21. Dengan demikian F hitung < F tabel. Oleh karena
itu kedua variabel tersebut homogen.
Dengan pendekatan dan cara perhitungan serupa dari
variabel-variabel lainnya, yaitu variabel komitmen dan
partisipasi, ternyata seluruh variabel dari sampei uji
coba tersebut terdapat kesamaan varians atau homogen. Atas
dasar homogenitas ini pula maka hal ini memberikan
gambaran yang lebih terbuka untuk mengadakan generalisasi
hasil penelitian.
D. Revisi Instrumen
Pelaksanaan uji coba instrumen dilakukan sebanyak
dua kali. Pertama dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
redaksi dan materi setiap item itu dipahami oleh calon
responden, serta waktu yang dibutuhkan untuk menjawab atau
mengisi angket tersebut. Dari uji coba ini bisa diperoleh
dua masukan, yaitu pertama tentang redaksi tidak menjadi
masalah dan yang kedua adalah alokasi waktu yang
dibutuhkan. Dari 116 item yang tertuang di dalam angket
ini memerlukan waktu paling sedikit 120 menit, sehingga
dikhawatirkan menimbulkan "bias" karena faktor kelelahan
atau kejenuhan. Sementara itu jika responden dipersilahkan
mengisi di luar "monitoring" peneliti dikhawatirkan ada
faktor-faktor di luar aspirasi responden yang mempengaruhi
jawaban angketnya.
Untuk itu item angket yang semula berjumlah 116 item
dikurangi, sehingga menjadi 96 item dengan perincian item
untuk variabel persepsi, komitmen dan partisipasi masing-
masing semula berjumlah 18 item dikurangi menjadi 12 item;
dan item untuk angket variabel prososial tetap berjumlah
36.
Uji coba instrumen yang kedua dilakukan setelah dilakukan
uji validitas, sehingga ada tiga item yang dikeluarkan
diganti dengan redaksi yang berbeda dengan tetap menjaga
jangan sampai merubah isinya. Dalam revisi tersebut
ditekankan pada penegasan dan penajaman kalimat pernyataan
serta pilihan-pilihan jawabannya.
Setelah direvisi terdapat satu set kuesioner yang mencakup
perincian untuk item-item yang dialamatkan kepada
responden anggota PMR; satu set interview guide kepada
pembina PMR dan satu set interview guide untuk pimpinan
sekolah.
1. Kuesioner yang diperuntukkan bagi anggota PMR dibagi
ke dalam lima bagian; bagian I berisi tentang informasi
umum mengenai siswa dan ke-PMR -an; bagian II berisi
tentang item untuk variabel persepsi; bagian III berisi
item untuk variabel komitmen; bagian IV berisi item untuk
variabel partisipasi; dan bagian V berisi item untuk
variabel prososial .
2. Interview guide untuk pembina PMR di sekolah yang
meliputi latar belakang pendidikan dan pengalaman Pembina;
aspirasi dan motivasi pembinaan PMR di sekolah; tanggung
jawab dan kesetiaan terhadap PMR; serta perhatian mereka
terhadap program kegiatan PMR;
3. Interview guide untuk Pimpinan sekolah yang mencakup
kondisi dan situadsi kelembagaannya; situasi dan
partisipasi para siswa serta para pengasuhnya; dan
identitas kelembagaan yang menjadi " label" sekolahnya.
E . Penentuan Populasi dan Sampel
Berdasarkan hasil sensus yang dilakukan oleh PMI
Cabang Kotamadya Bandung pada tahun 1991-1992 terdaftar
sebanyak 833 anggota Palang Merah Remaja di lingkungan
Sekolah Menengah Atas Negri Kotamadya Bandung. Setelah
ditelusuri lebih lanjut ternyata sebanyak 524 ( 62.91% )
adalah pria dan 309 orang ( 37.09% ) adalah wanita , yang
tersebar di 22 SMUN ( sekarang SMUN ) Kotamadya Bandung.
Dalam penentuan populasi responden ini dibagi ke
dalam tiga kelompok, yaitu "Kelompok SMUN Unggul " yang
terdiri atas SMUN-1, SMUN-2, SMUN-3, SMUN-5 dan SMUN-8
yang menetapkan NEM sebagai acuan penerimaan siswa barunya
42.20 ke atas; "Kelompok SMUN Sedang" terdiri atas SMUN-6,
ZUi
SMUN-7, SMUN-9, SHUN-10, SMUN-11, SMUN-12, SMUN-14,
dan SMUN-20 yang menetapkan penerimaan siswa baru dengan
NEM minimal 37.09; sementara itu " Kelompok SMUN Asor"
yang penerimaan siswa barunya di bawah angka NEM 37.09 ke
bawah dengan batas terendah sebesar 32.11, sekolah-
sekoiah yang dimaksud yaitu SMUN-15, SMUN-15, SMUN-1",
SMUN-18, SMUN-19, SMUN-21, dan SMUN-22.
Pengelompokan tersebut di samping didasarkan atas
dasar NEM dalam penerimaan awal siswa baru, juga dikuatkan
oleh tingkat kelulusan dan penerimaan siswa lulusannya di
Perguruan Tinggi Negri baik UMPTN maupun PMDK, dimana
untuk SMUN "Ungguian" tersebut mencapai kelulusan /
keberhasilan diterima di PTN lebih dari 60% dari lulusan
siswa yang mendaftarakan di UMPTN, sedangkan untuk SMUN
"Kelompok sedang" mencapai keberhasilan sekitar 30% dari
yang terdaftar, sedangkan untuk SMUN "Kelompok Asor "
tingkat keberhasilannya di UMPTN kurang dari 30 % dari
mereka yang mendaftarkan diri.
Sebagaimana terdahulu telah dihitung bahwa terdapat
persamaan varians yang menggambarkan homoginitas populasi.
Di samping itu terdapat persamaan-persamaan karakteristik
populasi, yang didasarkan atas letak geografis dan posisi
demografis mereka. Sementara itu terdapat keseragaman
dalam pembinaan dan pelatihan kepalangmerahan yang berada
di bawah koordinasi PMI Cabang Kotamadya Bandung. Dengan
demikian homoginitas yang terbukti dengan perhitungan
kesamaan varians tersebut didukung oleh kesamaan
geografis-demografis dan pembinaan kepalangmerahan.
Dari 833 siswa anggota PMR di SMUN se Kotamadya
Bandung ini diambil sampei sebanyak 128 orang ( 13.66%
dari populasi }, yang disebar ke seluruh SMUN tersebut
secara proporsional. Sampling dilakukan secara acak
melalui undian yang dialamatkan ke sub-populasi, yaitu
SMUN Unggul, Sedang dan Asor. Setiap subyek masing-masing
diberi satu nomor undian secara berurutan pada secarik
kertas, lalu dimasukkan ke dalam kotak, kemudian dikocok
agar bercampur. Peneliti meminta bantuan kepada pembantu
peneliti dengan mata tertutup untuk mengambil kertas
bernomor itu satu persatu sampai diperoleh jumlah yang
diinginkan.
Untuk memberikan kesempatan yang sama kepada
responden, begitu selesai mencatat nomor yang diambil,
maka nomor tersebut dikembalikan lagi, jika terpilih lebih
dari satu kali, maka dianggap tidak syah dan pemilihan
diteruskan, baru apabila yang terpilih kemudian adalah
nomor yang belum dipilih atau dicatat, maka pemilihan itu
dianggap syah, begitu seterusnya sampai mencapai jumlah
sampei yang telah ditentukan.
Sedangkan untuk menentukan responden Pembina dan
Pelatih Palang Merah Remaja lebih diutamakan Pembina dan
ZUJ
Pelatih inti, karena jumlah mereka yang tidak terlalu
banyak, maka lebih dari sepertiga mereka dijadikan
responden yaitu 9 orang yang tersebar didelapan SMUN
Kotamadya Bandung.
Dalam rangka memperoleh data yang lebih lengkap dan
pengembangan wawasan kepalangmerahan, peneliti mengadakan
serangkaian wawancara dengan Pimpinan Markas Daerah PMI
Dati I Propinsi Jawa Barat dan Pimpinan Cabang PMI
Kotamadya Bandung. Beriringan dengan itu peneliti
mempelajari dokumen-dokumen penting ke-PMI-an seperti AD-
ART, Laporan Tahunan Kegiatan, dan dokumen-dokumen penting
lainnya yang mendukung kelengkapan data dan informasi
tentang kepalangmerahan.
F. Proses Pengumpulan Data
Observasi awal untuk mendapatkan gambaran tentang
seluk-beluk PMR di SMUN Kotamadya Bandung dilakukan pada
akhir November 1991, yang meliputi SMUN-3, SMUN-7, SMUN-
10, SMUN-12 dan SMUN-21. Atas dasar data dan informasi
awal di beberapa SMUN serta di Markas Daerah PMI Jawa
Barat, maka disusunlah instrumen penelitian sambil
menyempurnakan proposal penelitian.
Setelah mendapat ijin penelitian dari Kadit Sospol
Jawa Barat dan Kanwil Dikbud Propinsi Jawa Barat pada
tanggal 14 Maret 1992, dilakukan uji coba instrumen pada
akhir maret 1992. Pada akhir Juni 1992 proses revisi
instrumen selesai, berikut penggandaannya. Penelitian yang
sebenarnya dilakukan mulai Juli sampai dengan Oktober
1992. Dalam teknis pelaksanaan di lapangan dibantu oleh
guru wali dan pembina PMR di sekolah masing-masing. Adapun
kedatangan peneliti di sekolah-sekolah yang dijadikan
objek penelitian dilakukan sendirian. Hal ini dilakukan
karena di samping peneliti mengetahui secara langsung
kondisi sekolah yang bersangkutan, juga mempermudah
komunikasi antara peneliti dengan responden. Kunjungan
untuk melakukan penelitian yang sebenarnya di lingkungan
SMUN Kotamadya Bandung ini dilakukan dalam beberapa
gelombang;
Gelombang I : sekolah yang dikunjungi adalah SMUN-6,
SMUN-7, SMUN-9, SMUN-11, SMUN-12 dan SMUN-14, dan
SMUN-20 Juli 1992;
Gelombang II : sekolah yang dikunjungi adalah SMUN-1,
SMUN-2, SMUN-3, SMUN-4, SMUN-5 dan SMUN-8;
Gelombang III : sekolah yang dikunjungi adalah SMUN-
15, SMUN-16, SMUN-17, SMUN-18, SMUN-19, SMUN-21 dan
SMUN-22, Agustus 1992.
Penentuan sekolah tersebut dikelompokkan menjadi
sekolah "unggul", kelompok "menengah" dan kelompok "asor".
SMAN Kotamadya Bandung yang dimasukkan ke dalam kelompok
SMUN "unggul" adalah SMUN-1, SMUN-2, SMUN-3, SMUN-4,
SMUN-5, dan SMUN-8; yang dimasukkan ke dalam SMUN kelompok
"menengah" adalah SMUN-6, SMUN-7, SMUN-9, SMUN-10,
SMUN-11, SMUN-12, SMUN-14, dan SMUN-20. Sementara itu
SMUN yang tergolong ke dalam kelompok SMUN "asor" adalah
SMUN-15, SMUN-16, SMUN-17, SMUN-18, SMUN-19, SMUN-21
dan SMUN-22. Dalam kunjungan tersebut di samping
disebarkan angket kepada responden siswa anggota MPR, juga
sekaligus dilakukan wawancara, baik dengan pembina PMR
maupun wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan. Angket
diberikan kepada peserta PMR. di tempat mereka tercatat
sebagai siswa SMUN, dan pengisian jawabannya dibawah
bimbingan peneliti yang didampingi oleh pembina PMR.
Sementara itu wawancara dilakukan setelah penyebaran
angket, yang dilakukan beberapa kali, guna mendapatkan
gambaran dan informasi yang lebih memadai.
Pengumpulan data dari responden siswa, Wakil Kepala
Sekolah, Pembina dan Pengurus PMI Kotamadya Bandung baru
bisa diselesaikan pada bulan November 1992.
G. Tehnik Pengolahan Data
Kuesioner untuk anggota PMR terbagi atas data
informasi umum dan data variabel. Data informasi umum
dianalisis dengan pendekatan persentil, dan dalam hal-hal
tertentu dianalisis secara kualitatif. Data variabel
diberi skor untuk setiap item, sehingga dalam setiap
variabel merupakan deretan jumlah skor dari seluruh item
tersebut yang dikumpulkan dari seluruh responden. Dengan
bantuan komputer data itu dianalisis dengan acuan
parametrik, dan sebagian lamr.ya dianalisis secara
kualitatif. Analisis Statistik yanc dilakukan terhadap
data variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) dilakukan uji normalitas dengan r.enggunakan uji chi-
kuadrat (Rochman Natawidjaja, 15EE : 33);
b) dilakukan uji homogenitas, dengan menggunakan uji
varians;
c) dilakukan uji linieritas regresi dari nilai-nilai
tentang variabel yang diperoleh (Rcchnan Natawidjaja, 1988
: 49);
d)dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan analisis chi-
kuadrat dan uji-t dalam rangka mendapatkan perbedaan yang
signifikan;
e) analisis regresi dan korelasi sederhana dan berganda,
dalam rangka menguji hipotesis urnum dan variabel yang
dipandang dalam klas-klas tertentu.
Hasil pengolahaan data akan diulas dalam bagian-
bagian berdasarkan aspek-aspek yang dapat menggambarkan
keberadaan objek penelitian, pengujian sejumlah hipotesis,
sintetis hasil pengolahan data serta pembahasannya.
H. Unit Analisis Penelitian dan Pembahasan
Unit analisis utama dalam penelitian ini adalah
Persepsi, Komitmen, Partisipasi dan Sikap Prososial
Anggota Palang Merah Remaja, yang merupakan fokus utama
penelitian. Karena dalam kegiatan PMR anggota adalah
pemegang peran penting dalam perwujudan misi dan
pencapaian tujuan organisasi ini. Namun demikian tidak
berarti bahwa unit analisis yang lain diabaikan, sebab
sedikit-banyak faktor-faktor lain di luar anggota PMR,
yang mempunyai keterkaitan fungsional tertentu berpengaruh
pula terhadap program kegiatan PMR, termasuk di dalamnya
terbentuknya sikap tertentu bagi para anggota PMR.
Unit analisis tentang seluk beluk pembinaan dan
pelatihan serta kegiatan PMR dan yang dipilih menjadi
responden adalah pembina PMR, Wakil Kepala Sekolah Bidang
Kesiswaan dan pengurus PMI cabang Kodya Bandung, sekaligus
sebagai pemegang koordinasi semua kegiatan PMR di wilayah
Kotamadya Bandung. Palang Merah Remaja yang dijadikan
objek penelitian Ini adalah Pendidilan Luar Sekolah yang
dipadukan/dititipkan pada organisasi kesiswaan yang
bersifat ekstrakulikuler, yang dikoordinasi oleh sekolah
bersama-sama lembaga di luar sekolah, yaitu Palang Merah
Indonesia. Namun dalam kaitannya dengan penelitian ini
adalah PMR yang dikelola dan dilaksanakan di lingkungan
sekolah, yaitu Sekolah Menengah Umum Negeri yang berada di
wilayah Kotamadya Bandung, PMR yang berada di luar SMUN
tersebut tidak termasuk dalam unit analisis penelitian ini
TTTT
I. Hipotesis
Dalam penelitian ini dikemukakan hipotesis umum
sebagai berikut:
Terdapat hubungan fungsional yang positif antara
persepsi, komitmen dan partisipasi di dalam Palang Merah
Remaja dengan sikap Prososial siswa anggota palang merah
remaja, di lingkungan SMUN Kotamadya Bandung.
Seterusnya dalam penelitian ini dikemukakan pula
sejumlah hipotesis kerja sebagai berikut:
a. Hipotesis Umum
Terdapat hubungan fungsional yang positif antara
persepsi, komitmen dan partisipasi di dalam Palang Merah
Remaja dengan sikap prososial Peserta Palang Merah Remaja
di lingkungan SMUN Kotamadya Bandung.
Jb. Hipotesis 1
Terdapat hubungan fungsional yang positif antara
persepsi mengenai Palang Merah Remaja dengan sikap pro
sosial anggota PMR,
c. Hipotesis 2
Terdapat hubungan fungsional yang positif antara
komitmen terhadap Palang Merah Remaja dengan sikap pro
sosial anggota PMR;
d. Hipotesis 3
Terdapat hubungan fungsional yang positif antara
partisipasi dalam kegiatan Palang Merah Remaja dengan
sikap prososial anggota PMR;
e. Hipotesis 4
Terdapat perbedaan persepsi, komitmen, partisipasi
dan prososial para anggota PMR antara sekolah unggul
dengan sekolah asor,dimana persepsi, komitmen, partisipasi
dan prososial anggota PMR pada sekolah unggul lebih tinggi
dari pada sekolah asor.
f. Hipotesis 5
Terdapat perbedaan tarap persepsi, komitmen,
partisipasi dan prososial anggota PMR pada sekolah sedang
dengan sekolah asor, dimana tarap persepsi, komitmen,
partisipasi dan prososial pada sekolah sedang lebih tinggi
dari pada sekolah asor.
J. Paradigma Penelitian
Sikap prososial para anggota Palang Merah Remaja
merupakan sebagian dari tolok ukur keberhasilan program
kegiatan PMR, karena di dalamnya mempunyai kesamaan visi
dan misi dengan ketujuh prinsipnya : kemanusiaan,
kesamaan, kenetralan, kemandirian, kesukarelaan,
kesatuan, dan kesemestaan. Sementara itu di dalam sikap
prososial ini memuat aspek-aspek simpati, koperasi, suka
membantu, memberi pertolongan, memberi donasi dan suka
^rr
rela. Dengan kata lain bahwa prinsip-prinsip palang merah
dengan sikap prososial ini mempunyai titik kesamaan, yaitu
menolong sesama yang dilandasi rasa kemanusiaan dalam
konteks sosial.
Prososial ini dirasakan sangat penting karena
kehidupan manusia, dalam hal ini terutama para siswa SMU
selalu terlibat dalam kegiatan sosial kemanusiaan, guna
mengurangi sikap indvidualistik, mengikis sikap
ketidakpedulian terhadap sesama, dan yang terpenting
adalah melestarikan nilai luhur dan kepribadian bangsa
Indonesia yang terangkum di dalam sikap prososial
tersebut, apakah sikap prososial yang tumbuh dan
berkembang atas dasar landasan nilai budaya maupun
keyakinan agama yang dianut.
Prososial sebagai rasa kepedulian terhadap sesama
umat manusia, yang pada intinya berporos pada kemauan
menolong atau mengurangi penderitaan orang lain tanpa
pamrih. Dalam hal ini merupakan salah satu produk sikap
terpenting yang dituangkan di dalam prinsip-prinsip Palang
Merah. Pembentukan sikap prososial dalam diri peserta
PMR ini tidak lepas dari sikap dan kesediaan mereka dalam
mengelola dan mengembangkan program kegiatan PMR, yang
tidak bisa dilepaskan dari persepsi mereka terhadap PMR,
komitmen sosial dan komitmen keorganisasian di dalam PMR,
serta kualitas partisipasi mereka di dalam program
kegiatan PMR.
Berdasarkan observasi, keperansertaan siswa di dalam
PMR ini masih kalah kuantitas pesertanya dibandingkan
dengan peserta pada kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Di
samping itu kualitas kegiatannya di bidang ke-PMI-an yang
relatif kurang, hal ini terungkap dari sistem
pengorganisasiannya yang bersifat sambilan, yang di
antaranya bisa dilihat dari keanggotaan yang tidak tertib,
latihan-latihan yang tidak teratur, dan peralatan kantor
maupun kelengkapan diklat yang tumpang-tindih dengan
kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Meskipun diakui bahwa
setiap moment penting jasanya diperlukan, misalnya dalam
upacara, acara pertandingan, Usaha Kesehatan Sekolah ,
serta pekerjaan PPPK yang harus siap setiap saat.
Pembinaan yang dilakukan oleh para pembina kurang
mendapatkan tempat sepadan dibandingkan bimbingan dari
pelatih, sehingga keberadaan Pembina tidak banyak mewarnai
proses kegiatan, sementara pelatih hanya berkomunikasi
pada saat latihan saja, yang itu pun frekuensi dan
intensitas pertemuannya sangat rendah.
Keikutsertaan mereka atas PMR didasarkan atas pilihan
bebas, untuk mengambil salah satu kegiatan ekstra di
sekolah yang bersangkutan, sehingga pada diri mereka tidak
ada rasa keterpaksaan atau kewajiban formal kelembagaan,
melainkan karena rasa solidaritas sosial serta melanjutkan
kegiatan Pendidikan Luar Sekolah yang pernah diikuti
sebelumnya, karena PMR lebih bersifat "sepi ing pamrih
rame ing gawe", berbeda misalnya dengan Paskibra yang
terkesan bergengsi dan lebih menonjol. Di samping itu
masih ada kesan bahwa PMR sebagai bagian dari PMI yang
kegiatannya seolah-olah hanya berkisar pada sumbangan
suka-rela, donor darah dan bencana alam, padahal esensi
dari misi dan prinsip-prinsip dasar PMI jauh lebih berarti
dari hanya sekedar hal-hal tersebut.
Dari sini bisa dijelaskan bahwa kekurangefektifan
program kegiatan PMR, disebabkan ada beberapa faktor: a)
pembina yang tidak sepenuhnya memberikan perhatian kepada
program pengelolaan dan pengembangan PMR, karena kesibukan
mereka di kelas dan tangung jawab mereka di samping
sebagai pembina PMR juga memegang tangung jawab pada
organisasi ekstrakurikuler lainnya; b) komunikasi antara
peserta dengan pembina yang sangat terbatas; c) pelatih
PMR yang tidak secara kontinyu melakukan interaksi
edukatif ke-PMI-an pada setiap latihan; d) dana dan
fasilitas sekolah terbatas, karena dialokasikan ke seluruh
kegiatan ekstrakurikuler yang dibina sekolah bersangkutan.
Di antara faktor lain yang menghambat kelancaran
program PMR adalah anggapan bahwa, kegiatan PMR hanya
berkisar pada bulan dana, donor darah dan PPPK, di samping
juga sikap yang kurang positif terhadap PMR, meskipun
secara internasional cukup diakui keberadaannya seperti
yang terjadi akhir-akhir ini yang mengisi berita perang
Somalia, Irak, Negara-negara bekas Uni Sovyet serta perang
di Bosnia - Herzegovina, dimana Palang Merah Internasional
sangat berperan penting di dalamnya.
Hambatan lain yang dirasakan, disebabkan keterikatan
pada kebiasaan berorganisasi yang tradisional, yang tidak
didasarkan atas prinsip-prinsip organisasi profesional,
melainkan lebih banyak bersifat alami atau akal sehat
saja. Untuk mengantisipasi hambatan-hambatan di atas telah
dan sedang diupayakan aneka program, termasuk di dalamnya
adalah pembinaan para pembina, penertiban organisasi,
pemanfaatan keanggotaan, pengembangan wawasan ke-PMI-an
serta pendidikan dan latihan, baik yang dilaksanakan di
sekolah yang bersangkutan maupun di luar sekolah.
Karena keterbatasan waktu pembinaan ke-PMI-an di
sekolah, baik pewaktuan dalam kegiatan mingguan maupun
terbatasnya waktu menjadi anggota PMR di SMA, yang tidak
lebih dari lima semester, kecuali bagi mereka yang pada
waktu di SMP sudah masuk sebagai anggota PMR Madya, atau
bahkan menjadi anggota PMR Mula sewaktu di SD. Dengan
kata lain bahwa tertanamnya sikap prososial di kalangan
anggota PMR ini tidak semata-mata ditentukan oleh faktor
keikutsertaan mereka di dalam PMR, melainkan juga faktor
nilai sosio-budaya dan agama yang dipeluk, disamping juga
lingkungan pergauian di mana mereka berada.
Pembentukan sikap prososial ini bisa dilakukan
terutama melalui pendidikan, di antaranya Pendidikan Luar
Sekolah di dalam pendidikan persekolahan yang terwadahi
dalam Palang Merah Remaja. Karena di dalam Palang Merah
Remaja inilah sikap prososial yang terinci ke dalam
kepedulian sosial, dan kesediaan memberi pertolongan dalam
rangka mengurangi penderitaan sesama ini diajukan secara
seksama, bahkan menjadi fokus dan prinsip utama program
kegiatan PMR khususnya dan organisasi Palang Merah pada
umumnya.
Demikian halnya persepsi para anggota terhadap PMR,
komitmen sosial dan keorganisasian di dalam PMR, serta
partisipasi mereka di dalam program kegiatan PMR ini tidak
lepas dari situasi dan kondisi sekolah yang bersangkutan,
keberadaan pengajar dan pembina, para pimpinan sekolah,
serta fasilitas dalam arti material maupun dukungan moral
yang dirasakan sangat kondusif bagi kelancaran program
kegiatan PMR.
Faktor lain yang mempengaruhi persepsi, komitmen
dan partisipasi anggota PMR ini juga tidak bisa
dipisahkan dari penghargaan maupun pengakuan yang dia
peroleh baik dari sekolah, lingkungan keluarga maupun
masyarakat pada umumnya. Di samping juga tentunya sejauh
217
mana keefektifan di dalam PMR ini apakah menunjang
kegiatan studi kurikulernya atau justru mengganggu
kegiatan formal-kurikulernya. Jika PMR ini dirasakan
mendukung kegiatan utama belajar, dan sesuai dengan
prinsip serta semboyan hidupnya, maka diharapkan kualitas
persepsi, komitmen maupun partisipasinya dalam PMR
mencapai taraf ideal, demikian halnya sikap prososial
mereka rela tanpa pamrih, sehingga ia merasa senang
apabila mampu mendarmabaktikan dirinya.
•« %£<