fabrikasi dan karakterisasi dye sensitized solar...
TRANSCRIPT
Proseding Seminar Nasional Fisika Universitas Riau 2016 ISBN : 978-979-792-691-5
99
Fabrikasi dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar Cell
Berbasis Nanorod ZnO dan Sensitiser Antosianin Ubi Ungu
Sri Novita
Iwantono dan Awitdrus
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau, Pekanbaru, 28131, Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan dye dari ubi ungu sebagai sensitiser pada Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan pH pelarut yang digunakan dalam ekstraksi antosianin. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut methanol 70% dan aqua DM yang dipanaskan dalam waterbath pada suhu 80 oC selama 1 jam. Variasi pH pelarut yang digunakan pada kondisi asam pH 1, 2, 3, 4 dan 5. Spektrum absorbsi dari dye ubi ungu diuji menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan memerlihatkan spektrum absorbansi terjadi pada panjang gelombang 480-580 nm, dengan puncak absorbansi terjadi pada panjang gelombang 530 nm. Tingkat absorpsi paling tinggi ditunjukkan pada sampel dengan pH 1 yang memiliki nilai 2,4 a.u. DSSC dibuat dengan struktur sandwich yang terdiri dari : material aktif ZnO yang sudah diteteskan larutan dye dengan menggunakan spin coating pada kecepatan 300 rpm. Komponen penyusun berikutnya adalah larutan elektrolit dan nanopartikel platinum sebagai katalis. Performansi DSSC dengan sensitiser ubi ungu menghasilkan efisiensi tertinggi yang dihasilkan dari sampel dengan pH 1 dengan rapat arus maksimum 0,033 mA dan tegangan maksimum 0,152 V dengan efisiensi mencapai 5,02 x10-3 %. Nilai efisiensi untuk DSSC dengan antosianin ubi ungu yang lain yaitu 4,09x10-3 %, 1,40 x10-3 %, 2,39 x10-4 % dan 2,15 x10-4 %, berturut-turut untuk sampel degan nilai pH 2, 3, 4 dan 5.
Kata Kunci: DSSC, antosianin ubi ungu, pH pelarut
ABSTRACT
Synthesis of dye hybrid from purple sweet potato as a dye sensitizer of Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) has been cariied out. In order to extract antocyanin of purple sweet potato, the solvent of methanol 70% was used at various pHs (1, 2, 3, 4 and 5). The extraction was caried out by utilizing methanol 70% and aqua DM under temperature of 80 oC for 1 hour. Absorption spectra of the samples was performed by using UV-Vis spectrophotometer resulting the absorption spectra occured at wavelength range 480-580 nm, with its peak observed at 530 nm. Th strongesth absorption was observed from the sample of pH 1 (2.4 a.u). DSSC was fabricated by arranging the sandwich structure containing active material of ZnO nanorods coated sweet potato dye hybrid by spin coating method at 300 rpm. Other components of the sandwich structure were electrolyt and counter electrode coated platinum nanoparticles as a catalyst. The highest efficiency of the DSSC was resulted from the sample with its pH of 1 resulting current density of 0.033 mA and maximum voltage of 0.152 V and its highest efficiency of 5,02 x10-3 %. Other DSSC with higher pH resulted lower efficiency of 4,09x10-3 %, 1,40 x10-3 %, 2,39 x10-4 % and 2,15 x10-4 %, respectively for the samples with its pH 2, 3, 4 and 5. Keywords: DSSC, anthocyanin purple sweet potato, solvent pH
Proseding Seminar Nasional Fisika Universitas Riau 2016 ISBN : 978-979-792-691-5
100
Pendahuluan
Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) tersusun
dari beberapa komponen, antara lain semikonduktor oksida, dye (pewarna), elektroda lawan dan elektrolit. Di antara beberapa semikonduktor, nanostruktur seng oksida (ZnO) dianggap sebagai salah satu
pilihan, karena ZnO memiliki kelincahan elektron lebih tinggi dibandingkan TiO2
(Gonzales & Lira-Cantu, 2009). Lapisan dye yang digunakan juga memiliki peranan
penting sebagai penyerap cahaya matahari. Dye menyerap foton sehingga elektron terluarnya menjadi ion, yang kemudian mengalir sebagai arus listrik (Smestad and Gratzel, 1998). Berbagai jenis ekstrak
tumbuhan telah digunakan sebagai fotosensitizer pada sistem DSSC, seperti ekstrak klorofil (Wang et al. 2006), karoten (Koyama et al. 2006) dan antosianin (Dai
dan Rabani, 2002). Antosianin merupakan sel pewarna yang memberi warna biru, ungu atau merah pada tumbuhan. Karena
sifatnya yang alami, antosianin lebih aman digunakan dan akan selalu ada.
Salah satu sumber antosianin yang murah dan banyak terdapat di Indonesia adalah pada ubi ungu karena pada ubi ungu
memiliki kadar antosianin yang lebih besar dari pada jenis ubi dengan varietas yang lain yaitu sebesar 11,051 mg/100 gr (Arixs, 2006). Nilai tersebut memiliki rentang kadar konsentrasi yang setara dengan
blackberry, cranberry dan anggur (Bridgers,
2010).
Usaha untuk meningkatkan efisiensi DSSC
terus dilakukan dalam rangka mencari energi terbarukan yang ramah lingkungan. Pembuatan DSSC pada penelitian ini dilakukan melalui proses penumbuhan nanorod ZnO dengan memanfaatkan
ekstraksi antosianin dari ubi ungu sebagai pewarna alami serta dilakukan penumbuhan nanopartikel platinum sebagai lapisan
katalis pada elektroda lawan. Susunan DSSC seperti ini mampu meningkatkan sifat optik dan listrik nanorod ZnO, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan performansi DSSC.
Metode Penelitian
Ekstraksi Antosianin Ubi Ungu
Ubi ungu yang sudah dikupas kulitnya dicuci bersih lalu diiris tipis dan disusun di
atas loyang kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 72 jam dengan suhu 50 oC. Irisan ubi ungu dihaluskan dengan blender lalu diayak menggunakan ayakan
100 mess. Ubi ungu yang sudah dihaluskan ditimbang 4 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 10 ml buffer asetat dengan (pH 5,5). Proses
berikutnya diinkubasi dengan rotari shaker
selama 60 jam dengan kecepatan 170 rpm. Setelah 60 jam ditambahkan pelarut yang sudah memiliki pH 1 ke dalam erlenmeyer kemudian dipanaskan pada waterbath pada
suhu 80 oC selama 1 jam. Setelah dipanaskan disaring dengan kertas whatman dan dimasukan ke dalam wadah yang telah dilapisi dengan aluminium foil dan disimpan di tempat yang gelap. Proses yang
sama dilalukakan untuk variasi pH pelarut 2, 3, 4 dan 5.
Uji Absorbansi Antosianin Ubi Ungu
Cairan ekstraksi antosianin yang sudah diekstrak dimasukkan ke dalam kuvet untuk diuji absorbansinya. Panjang gelombang yang digunakan adalah antara 400-700 nm.
Hal yang sama juga dilakukan pada sampel dengan pH pelarut 2, 3, 4 dan 5.
Proseding Seminar Nasional Fisika Universitas Riau 2016 ISBN : 978-979-792-691-5
101
Penumbuhan Nanorod Zno
Proses penumbuhan nanorod ZnO diawali
dengan pembuatan larutan pembenih yaitu dengan melarutkan Zink asetat dihidrat
dengan konsentrasi 0,01M (Ridha et al, 2013) ke dalam 10 mL ethanol. Selanjutnya larutan penumbuh dibuat dari Zinc Nitrate
Hexahydrate 0,1 M, HMT 0.1 M (Iwantono et al, 2014; Soaram et al, 2014) dan 20 mL DI Water. Setelah semua larutan tercampur merata lalu substrat yang sudah dibenihkan
di masukan ke dalam larutan penumbuh. Kemudian substrat dimasukan ke dalam
oven selama 8 jam pada suhu 90 . Proses
selanjutnya sampel di-annealing dalam
furnace dengan suhu 350 selama 1 jam
(Iwantono dkk, 2014).
Penumbuhan Nanopartikel Platinum
Penumbuhan nanopartikel platinum dilakukan dengan metode seed mediated
growth. Untuk menumbuhkan nanopartikel
platinum dilakukan dengan dua langkah
proses, yaitu pembenihan dan penumbuhan. Persiapan awal untuk menumbuhkan nanopartikel platinum adalah mempersiapkan larutan pembenih, yang merupakan campuran dari 1 ml K2PtCl4
0,01 M, 1 ml ascorbid acid 0,1 M, dan 20 ml DI water. Larutan pembenih yang masing-masing telah dilarutkan dengan 1 ml DI water, dicampurkan dengan 20 ml DI
water, kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel. Sampel-sampel yang akan
dibenihkan, dimasukkan ke dalam botol dengan posisi membentuk sudut (<90ºC) terhadap dinding botol, dan dipanaskan
dalam oven selama 2 jam pada suhu 50ºC. Sampel dibilas dengan menggunakan DI
water dan dikeringkan dengan menggunakan drier. Proses penumbuhan
nanopartikel platinum, yaitu dengan menyiapkan larutan penumbuh yang
merupakan campuran dari 1 ml K2PtCl4 0,01M, 1 ml ascorbid acid 0,1 M, 8 ml PVP 10-4 M, 12 ml DI water, dan 0,25 ml
NaOH 0,1 M
Fabrikasi DSSC
Fabrikasi DSSC dimulai dengan membuat
batas daerah yang akan diuji menggunakan parafilm. Parafilm dipotong sesuai ukuran sel, pada bagian tengah dari parafilm dibuat batas daerah nanorod ZnO yang akan
diuji dengan luas 0,23 cm2, sehingga pengujian sel hanya terfokus pada daerah yang telah dibatasi tersebut. Parafilm ditempelkan di atas sampel nanorod ZnO, kemudian substrat FTO yang telah dilapisi
platinum diletakkan berhadapan dengan sampel nanorod ZnO yang telah dilapisi oleh parafilm. Sisi kanan dan kiri sel dijepit menggunakan penjepit kertas
Hasil Dan Pembahasan
Ekstraksi antosinin ubi ungu menghasilkan
cairan berwarna merah untuk pelarut dye pada pH 1 dan pH 2 dan berwarna orange untuk pelarut dye pada pH 3, 4 dan 5 seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Hasil ekstraksi antosianin ubu
ungu
Spektrum absorbansi cahaya dari antosianin ubi ungu dianalisis menggunakan spektro-
Proseding Seminar Nasional Fisika Universitas Riau 2016 ISBN : 978-979-792-691-5
102
fotometer UV-Vis Genesys 10S. Spektrum absopsi terjadi pada panjang gelombang antara 480-580 nm, dengan puncak
absorbansi terjadi pada panjang gelombang 530 nm seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Terlihat dari gambar tersebut bahwa semakin asam (pH 1) pelarut dye maka semakin tinggi tingkat absorbansinya.
Gambar 2. Spektrum absorpsi sampel
Performansi DSSC
DSSC yang telah disusun seperti sandwich dilakukan pengujian dengan lampu halogen 100 Mw/cm2. Hasil pengujian ditampilkan pada Gambar 3 yang menunjukkan karakteristik J-V DSSC yang menggunakan dye alami dari antosianin ubi ungu dengan variasi pH pelarut. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai arus dan tegangan yang telah dibuat dalam bentuk kurva rapat arus - tegangan (J-V), diperoleh parameter-parameter keluaran sel surya seperti dirangkum di dalam Tabel 1.
Gambar 3. Grafik karakteristik J-V
Tabel 1. Parameter fisis DSSC dengan dye ubi ungu
Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat
dilihat bahwa nilai rapat arus pada titik daya maksimum dan efisiensi sel menurun dengan meningkatnya pH pelarut. Tampak luas daya maksimum yg paling besar adalah
dihasilkan oleh sel dengan pH pelarut 1
yang menghasilkan nilai efisiensinya paling tinggi sebesar 0,005 %. PH pelarut berpengaruh terhadap stabilitas antosianin yang dihasilkan, dimana pada pH sangat
asam (pH 1-2) antosianin berada dalam kondisi paling stabil dan paling berwarna (Markakis, 1982). Hal ini juga sesuai dengan tingkat absorbansi yang dihasilkan cukup tinggi dari pelarut dye pada pH 1.
Nilai efisiensi ini lebih rendah dibanding dengan yang dihasilkan Sumiarna (2014)
sebesar 0,03% dengan menggunakan dye alami dari buah lampeni. Perbedaan hasil
efisiensi ini terjadi karena masih rendahnya konsentrasi antosianin yang dihasilkan dari ekstraksi antosinin ubi ungu. Hasil pengujian terhadap ekstraksi antosianin dengan DSSC menunjukkan bahwa
semakin besar tinggi konsentrasi antosianin, maka semakin tinggi pula tegangan yang dihasilkan (Misbachudin, 2013).
Besar dan kecilnya tegangan yang dihasilkan tergantung jumlah muatan semikonduktor. Sesuai teori bahwa transfer elektron pada HOMO dan LUMO
tergantung pada tingkat energi ionisasinya (Xu et al, 2010). Perbedaan nilai efisiensi yang dihasilkan juga disebabkan oleh ukuran kristal dan morfologi kristal ZnO pada sel surya.
Proseding Seminar Nasional Fisika Universitas Riau 2016 ISBN : 978-979-792-691-5
103
Kesimpulan
1. Ekstraksi antosianin ubi ungu menghasilkan warna merah untuk pH 1-
2 dan warna orange untuk pH 3-5, yang memiliki rentang absorbsi panjang gelombang 480-580 nm, dengan puncak absorbsi terjadi pada panjang gelombang 530 nm. Semakin rendah pH
pelarut dye semakin tinggi tingkat absorbsi dye terhadap cahaya.
2. Perbedaan nilai efisiensi yang dihasilkan sel surya disebabkan oleh perbedaan
ukuran kristal dan morfologi kristal nanorod ZnO dan kualitas dye yang digunakan terkait dengan stabilitas dye, dimana pada pH yang sangat asam menghasilkan efisiensi terbesar.
Ucapan Terimakasih
Penelitian ini didukung oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui Hibah Penelitian Kerjasama Luar
Negeri (KLN) a.n Dr. Iwantono dengan nomor kontrak: 550/UN.19.5.1.3/LT/2016
Daftar Pustaka
Abdullah, M. 2012. Pengantar Nanotekologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Grätzel, M. 2004. Conversion of Sunlight to Electric Power by Nanocrystalline
Dye-Sensitized Solar Cells. Journal of
Photochemistry and Photobiology A:
Chemistry. 164: 3-14. Gonzalez-Valls, I., Lira-Cantu, M. 2009.
Vertically-aligned nanostructures of ZnO for excitonic solar cells:A review. Energy & Environmental Science 2(1):19-34.
Iwantono, Anggelina, F., Taer, E., Taslim,
R. 2015. Sel surya fotoelektrokimia
berbasis nanorod Zink Oxide (ZnO) sebagai material aktif dan nanopartikel platinum (Pt) sebagai katalis elektroda
lawan. Prosiding semirata 2015. Murakami, T. N. and M. Grätzel. 2008.
Counter Electrodes for DSC: Application of Functional Materials as Catalysts. Inorganica Chimica Acta.
361: 572-580. Phani, G., G. Tulloch, D. Vittorio, and I.
Skryabin. 2001. Titania Solar Cells: New Photovoltaic Technology.
Renewable Energy. 22 : 303-309. Smestad, G. P., & Gratzel, M. 1998.
Demonstrating Electron Transfer and Nanotechnology : A Natural Dye-sensitized Nanocrystalline Energy
Converter. J. Chem. Educ. 75: 752-756.
Soaram, K., Hyunggil, P., Giwoong, N., Hyunsik, Y., Byunggu, K., Iksoo, J.,
Younggyu, K., Ikhyun, K., Youngbin, P., Daeho, K., and Jae-Young, L. 2014. Hydrothermally Grown Boron-
Doped ZnO Nanorods for Various Applications: Structural, Optical, and
Electrical Properties. Electronic
Materials Letters.10 (1) :81-87. Wang, X., Song. J., & Wang, Z. L. 2007.
Nanowire and nanobelts arrays if zinc
oxide from synthesis properties and to level devices. Journal of materials
Chemistry 17(8):711-720. Wang, H., Baek, S., Song, J., Lee, J., &
Lim, S. 2008a. Microstructural and
optical characteristic of solution-
grown Ga-Doped ZnO nanorod arrays. Nanotechnology 19(7):075607.