evaluasi penetapan biaya penyelenggaraan ibadah...
TRANSCRIPT
EVALUASI PENETAPAN
BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI (BPIH) OLEH DIREKTORAT JENDRAL
PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH KEMENAG RI DALAM PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DI INDONESIA
TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
LUKMAN HIDAYAT NIM: 109053100012
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH
UNIVERSITAS SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 H / 2013 M
i
ABSTRAK
Lukman Hiadayat Evaluasi Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama RI Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji Di Indonesia Tahun 2012
Penetapan besaran biaya penyelenggaraan ibadah haji merupakan sebuah kegitan yang terjadi setiap tahunnya, dalam rangka untuk memulai kegiatan Penyelenggaraan Ibadah Haji. Namun kegiatan Penetapaan besaran biaya penyelenggaaraan ibadah haji dari tahun ke tahun masih mengalami berbagai macam kendala. Seperti halnya di tahun 2012 yang mengalami keterlambatan dalam penetapan BPIH sehingga menjadikan tahap persiapan proses penyelenggaraan ibadah haji sangat singkat.
Penetapaan besaran biaya penyelenggaaraan ibadah haji yang dari tahun ke
tahun selalu memakan waktu yang tidak sebentar memang menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU) dalam memulai proses persiapan penyelenggaraan haji di indonesia. Terutama akan kebutuhan komponen – komponen yang memepengaruhi besaran Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji ditiap tahunya. Akan tetapi Ditjen PHU selaku pemegang regulasi penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia tentunya tidak hanya berpangku tangan dalam menyelesaikan masalah /hambatan tersebut.
Untuk itu penulis mengangakat penelitian tentang Evaluasi Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) oleh Direktorat Jendral Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Kementrian Agama RI dalam penyelenggraan ibadah haji di indonesia tahun 2012, dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menggunakan teknik wawancara dan pengambilan dokumentasi berupa data atau laporan tertulis. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui komponen-komponen yang mempengaruhi besaraan penetapan BPIH serta bagaimana mekaneisme penetapan BPIH dan menjadikannya sebagai salah satu sumber informasi yang bermanfaat untuk publik tentang komponen-komponen penetapan serta alur evaluasi selama proses penetapan BPIH.
Dari hasil penelitian penulis mendapatkan beberapa temuan, diantaranya
mengetahui komponen apa saja yang sangat berpengaruh terhadap penyusunan dan penetapan BPIH serta beberapa tahapan dalam proses penetapan BPIH yang dilakukan oleh Ditjen PHU Kemenag RI. Serta mengetahui apa saja aspek yang dilakukan oleh Ditjen PHU dalam Evaluasi yang sudah diaplikasikan pada penetapan BPIH tahun 2012. Kunci : Haji, Evaluasi Penetapan BPIH
ii
KATA PENGANTAR
Assalammua’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, yang
telah memberikan banyak nikmat bagi kita semua, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan penulisan tugas akhir ini, sebagai salah satu persyaratan kelulusan
untuk mendapatkan gelar S1 dari jurusan Manajemen Dakwah, Konsentrasi
Manajemen Haji dan Umrah, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Melalui pembuatan tugas
akhir yang berjudul “ Evaluasi Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
(BPIH) Oleh Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag
RI dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia Tahun 2012 "
Shalawat serta salam penulis curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW
sebagai nabi terakhir yang mana perjuangan beliau yang tidak dapat tergantikan
sehingga kita semua dapat menjalani hidup ini dengan damai sampai sekarang.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan pembuatan tugas akhir ini tidak
terlepas dari motivasi, bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Terutama
kepada kedua orang tua penulis, Abah dan Mimi tercinta, H.A. Fauzi S. dan Raeti
Ningsih serta keluarga besar Eyang Tharmidzi dan Hj. Fatimah, yang senantiasa
sabar mendampingi serta memberikan do’a dan restunya kepada penulis mulai
dari sekolah tingkat dasar hingga jenjang perguruan tinggi. Serta tiada kata yang
dapat penulis ungkapkan kecuali ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada yang terhormat :
iii
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan para jajarannya.
2. Drs. Cecep Castrawijaya, M.A. sebagai Ketua Jurusan Manajemen
Dakwah, H. Mulkanasir, B.A, S.Pd, M.M. sebagai Sekertaris Jurusan
Manajemen Dakwah dan Drs. Hasanudin Ibnu Hibban, M.A. selaku
Dosen Penasehat Akademik.
3. Drs. Sugiharto, MA. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang mana
telah membimbing penulis dengan sangat sabar serta memberi arahan
serta masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir skripsi ini.
4. Kepada Tim Penguji Skripsi yang telah meluangkan waktunya demi
kesempurnaan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen-Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yg
telah mengajari penulis banyak ilmu selama di bangku perkuliahan.
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
6. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh selaku
narasumber dalam penelitian yang penulis lakukan, khususnya kepada
Bapak H. Lutfi Makki, Bapak Julian serta Staff Ortala, juga Bapak
Khasan Faozi, SE selaku Direktur Pengelolaan Dana Haji Beserta Staf,
Bapak H.A.Rachman, M.Si selaku Kepala Sub Direktorat Pelaksanaan
Anggaran Oprasional Haji (PAOH) dan Bapak H. In’am SE selaku
Kepala Seksi Pengendalian BPS BPIH.
iv
7. Teman Seperjuangan Konsentrasi Manajemen Haji dan Umrah 2009,
Aulia Ul Ummah (A_ul), Rizky Romantika, Fitri Fauziah, Sri Rejeki,
M. Yusuf Sayudi (Ucup/Oding), Aldi Cahya Ramadhan (Bocai), Ilham
Yudiansah (Dudung), M. Nizar Hakim (Japra), M. Noor (Noel), Fahrul
Ikhsan (Ican), Faqih, Firdaus (Aday/Iyus), A. Rivai, Fadilah, Syukron
Makmun (Tile), Ichwan (Jawa). Semoga kesesuksesan selalu
menyertai kita semua. Amin.
8. Bapak Sodikin Nasrurohman S.H yang sudah banyak memberikan
pengarahan sekaligus menjadi teman berdiskusi, yang tak pernah lelah
memberikn motivasi dan bimbingan.
9. Rekan-Rekan semua yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu
persatu.
Akhirnya atas jasa dan bantuan dari semua pihak, baik itu moril maupun
materil. Penulis panjatkan doa semoga Allah SWT membalasnya dengan imbalan
pahala yang berlipat. Amin
Selanjutnya mudah-mudahan tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat
umumnya kepada semua pihak, khususnya diri pribadi penulis.
Jakarta, 31 Oktober 2013
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................i
KATA PENGANTAR ......................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................v
DAFTAR TABEL ............................................................................................vii
DAFTAR BAGAN ..........................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar BelakangMasalah ......................................................... 1
B. Batasan dan RumusanMasalah .............................................. 4
C. TujuandanManfaatPenelitian ................................................. 5
D. Metodologi Penelitian ........................................................... 6
E. Tinjauan Pustaka.. ................................................................. 9
F. SistematikaPenulisan ............................................................ 10
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Teori Evaluasi …………………………………………….... 12
1. Pengertian Evaluasi …………………………………….. 12
2. Proses Evaluasi ……………………………………….… 14
3. Tujuan dan Manfaat Evaluasi …………………………... 15
B. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) ………………. 17
1. Sejarah Penetapan BPIH .................................................. 17
2. Dasar Hukum Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH)………………………….………….. 22
3. Mekanisme Proses Penetapan BPIH …………………… 24
vi
BAB III. GAMBARAN UMUM DIRJEN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMROH KEMENTRIAN AGAMA RI
A. Potret Sejarah Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia ….... 27
B. Gambaran Umum, Visi dan Misi Dirjen PHU dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh di Indonesia ….... 33
C. Tugas, Fungsi Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU).………….. 36
D. Tugas dan Fungsi Subdirektorat BPIH ……………………. 42
BAB IV. ANALISIS EVALUASI PENETAPAN BIAYA
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI (BPIH)
A. Deskripsi Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) …………………………………………………….... 44
B. Evaluasi Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) …………………………………………………….... 59
C. Analisis Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji ..…. 69
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan……....……………………………………….… 72
B. Saran…….…….…………………………………………….. 74
DAFTAR PUSTAKA …….….……………………………………………....... 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTRA TABEL
Tabel 2.1.1 Penetapan BPIH 2010 ……………………………………………... 19
Tabel 2.1.2 Penetapan BPIH 2011 ……………………………………………... 22
Tabel 4.1 Penetapan BPIH 2012 ……………………………………………….. 56
Tabel 4.2 Laporan Oprasional BPIH 2012 …………………………………….. 58
viii
DAFTRA BAGAN
Bagan 2.1 Struktur Organisasi DirJen PHU ……………………………………..…. 38
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dasar penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) adalah
Undang-Undang N0.13 tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Dahulu sebelum dikeluarkan UU No.17/1999 tentang Penyelenggaraan Haji
dikenal dengan nama ONH (Ongkos Naik Haji)1, merupakan salah satu
komponen dimensi ekonimi dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji yang harus
ditanggung oleh jamaah.2 Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang
selanjutnya disebut BPIH dalam tulisan ini bisa dikatakan sebagai titik awal
persiapakan penyelenggaraan ibadah haji. Hal ini dikarnakan BPIH adalah
salah satu syarat bagi warga Negara muslim yang akan menunaikan ibadah
haji yakni sejumlah dana yang harus dibayarkan oleh warga Negara yang
akan menunaikan ibadah haji.3
Besaran BPIH ditetapkan oleh Presiden atas usul Mentri setelah
mendapat persetujuan DPR.4 Dalam penetapanya diperlukan pembahasan
dan perhitingan secara cermat dengan mengkaji semua unsur komponen
pembiayaan serta melibatkan banyak pihak.
Dalam sejarah penyelenggaraan haji penetapan BPIH sudah
dilakukan sejak dahulu. Besarnya penetapan ongkos naik haji dahulu lebih
1 Depag, Haji dari masa ke masa ( Jakarta : Ditjen PHU, 2012 ),h.152 2 Depag, Haji dai Masa ke masa ( Jakarta : Ditjen PHU,2012),h.186 3 UU No 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Ketentuan Umum.hlm 3 4 UU Haji No.13 Tahun 2008 Pasal 21 (1) tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
bersifat kolektif karena jumlah jamaah haji yang masih sedikit. Namun
seiring meningkatnya minat calon jamaah haji maka mulai ada pembenahan
ongkos naik haji. Penetapan BPIH dulu menggunnakan mata uang dalam
negri sehingga hal ini mempermudah dalam perhitungan juga penetapanya,
hal ini dikarnakan masih sedikitnya komponen-komponen yang
mempengaruhi penetaapanya. Namun pada tahun 2000, penetapan BPIH
menggunakan mata uang asing ( US $ ) Kejadian ini berdampak terhadap
penetapan BPIH yang kemudian mulai lelambat dari waktu yang telah
ditentukan. Hal ini terjadi karna perubahan komponen-komponen yang
mempengaruhi nilai dasar penetapan BPIH di tiap tahunya seperti penetapan
BPIH pada tahun 2008 yang masih terkesan mahal dan belum terkelola
secara transparan dan akuntabel.
Besaran penetapan BPIH sejatinya sudah dilakukan sebelum
oprasional penyelenggaraan haji di mulai. Tetapi dalam kenyataannya,
penetapan BPIH dicapai ditik-detik terakhir menjelang musim haji,
meskipun dalam rencana pembahasannya dilakukan lebih cepat. Sehingga,
rangkaian penyelenggaraan ibadah haji tidak berjalan runtut sebagaimana
mestinya.5 Seperti hasil kesepakatan penetapan BPIH antara DPR dan
Pemerintah untuk musim haji tahun 2012, baru tercapai pertengahan Juli
lalu. Padahal, penyelenggaraan ibadah haji akan dimulai pemberangkatan
petugas kemudian kelompok terbang (Kloter) pertama September. Jadi,
hanya ada waktu sekitar 1 (satu) bulan untuk persiapan pelunasan BPIH
5 Realita Haji Indonesia Media Komunikasi Penyelenggaraan Hajidan umroh Edisi V thn
2012.
bagi para jemaah calon haji yang masuk daftar berangkat menunaikan
ibadah haji, karena dari situlah, para jemaah yang berhak menunaikan
ibadah haji tahun berjalan, lantas melunasinya.6 Untuk selanjutnya, dia
mulai ikut bimbingan manasik haji yang tahun-tahun sebelumnya
berlangsung 10 kali di KUA (Kantor Urusan Agama) dan 4 kali di Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota, kini seluruhnya tinggal 10 kali7.
Sedangkan rangkaian selanjutnya, calon jamaah haji mulai membuat
paspor, kemudian mengajukan permohonan visa ke Pemerintah Kerajaan
Arab Saudi, penyiapan gelang identitas, baju batik seragam Jemaah Haji
Indonesia dan sebagainya. Sementara, pemerintah atau Ditjen
Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU), Kementerian Agama juga
mencari pemondokan untuk para jemaah haji di Makkah, Madinah dan
Jeddah untuk transit sebelum ke Makkah atau Madinah serta penyiapan
catering untuk makanan para jemaah selama di Tanah Suci. Itulah gambaran
umum serangkaian kegiatan persiapan haji, selain penyiapan petugas
pelayanan umum, pelayanan kesehatan, penyiapan penerbangan dan
sebagainya dalam penyelenggaraan ibadah haji secara rutin setiap tahun8.
Tetapi, karena proses penetapan BPIH selalu tidak tepat waktu,
akhirnya usaha persiapan serangkaian penyelenggaraan ibadah haji tadi,
dilakukan dengan perkiraan-perkiraan, bukan dengan langkah pasti setelah
6 Realita Haji Indonesia Media Komunikasi Penyelenggaraan Hajidan umroh Edisi V thn
2012. 7 Realita Haji Indonesia Media Komunikasi Penyelenggaraan Hajidan umroh Edisi V thn
2012. 8 Realita Haji Indonesia Media Komunikasi Penyelenggaraan Hajidan umroh Edisi V thn
2012.
para jemaah calon haji menyelesaikan kewajibannya melunasi BPIH
masing-masing, hal inilah yang kemudian menjadi salah satuu penyebab
buruknya penyelenggaraan haji Indonesia.
Dengan dasar kenyataan tersebut dan berdasarkan berbagai uraian
yang tertulis diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul: “Evaluasi Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
(BPIH) Oleh Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umroh
Kemenag RI Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia Tahun
2012”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diurauikan oleh penulis,
maka penelitian ini difokuskan pada proses mekaneisme penetapan
biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) oleh Kementrian Agama
Republik Indonesia (Kemenag RI) khususnya Ditjen PHU yang masih
tidak luput oleh berbagai masalah seperti yang telah diuraikan penulis
pada latar belakang maslah. serta sistem evaluasi yang dilakukan
Ditjen PHU dan komponen-komponen yang mempengaruhi besaraan
penetapan BPIH.
2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah-masalah pokok yang akan dibahas
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apa saja komponen Biaya Penyelenggara Ibadah Haji dalam
penetapan BPIH ?
b. Bagaimana evaluasi penetapan BPIH Oleh Kemenag RI tahun
2012 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok masalah yang penulis paparkan diatas,maka
ada beberapa tujuan yang penulis ingin capai,antara lain:
a. Untuk mengetahui komponen-komponen yang mempengaruhi
besaran penetapan BPIH
b. Untuk mengetahui bagaimana evaluasi dan proses mekanisme
penetapan BPIH yang dilakukan Kemenag RI
2. Manfaat Penelitian
a. Teoritis, yaitu penelitian ini diharapkan bisa menjadi khazanah
keilmuan manajemen dakwah dalam lingkup manajemen haji dan
umroh oleh Kemenag RI dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam
berbagai penulisan karya ilmiah.
b. Akademis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi teoritis dan dapat berguna bagi pengembangan
pengetahuan mengenai penyelenggaraan ibadah haji yang ideal.
c. Praktisi/Masyarakat, yaitu memberikan gambaran dan informasi
kepada masyarakat umum khususnya pada mahasiswa Manajemen
Dakwah dan konsentrasi Manajemen Haji dan Umroh bagaimana
benruk evaluasi dan proses mekanisme penetapan BPIH bagi
penyelenggaraan haji di Indonesia.
d. Sebagai prasyarat akhir untuk mendapatkan gelar sarjana strata
satu (S1) dalam bidang Manajemen Haji dan Umroh
D. Metodelogi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu teknik pengumpulan data yang
menggunakan metode observasi partisipasi, peneliti terlibat sepenuhnya
dalam kegiatan informan kunci yang menjadi subjek penelitian dan sumber
informasi penelitian9.
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini
diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan,
tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok,
masyarakat, organisasi tertentu dalam suatu konteks setting tertentu yang
dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif dan holistic10.
9 Elvinaro Ardianto, Metodolgi Penelitian Untuk Public Relations, Kualitatif dan
Kuantitatif (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2010) h.58 10 Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi (Jakarta: PT. Raja
GrafindoPersada, 2003) h. 213
Oleh karena itu, pendekatan kualitatif ini dipilih oleh penulis
berdasarkan tujuan penelitian yang ingin mendapatkan bagaimana
gambaran evaluasi dan proses mekanisme penetapan BPIH yang dilakukan
Ditjen PHU Kemenag RI dalam penyelenggaraan ibadah haji Indonesia.
2. Jenis Penelitian
Ditinjau dari jenis penelitian, maka dalam penelitian ini penulis
menggunakan jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Data tersebut berasal dari
penelitian langsung kepada objek dengan teknik wawancara langsung,
Undang-undang N0.13 tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji,
Buku-buku, Media masa cetak (majalah, koran), dan tulisan karya ilmiah
lainya.
3. Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi waktu penelitian pada bulan Juli
s.d September 2013
4. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini bertempat di Kementerian Agama
Republik Indonesia (Kemenag RI), khususnya di bagian Direktorat
Pengelolaan Dana Haji Direktorat Penyelenggaraan Haji dam Umrah.
5. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah narasumber dari Sub Direktorat BPIH
Ditjen PHU Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI).
Sedangkan objek yang diteliti adalah mengenai Evaluaasi Penetapan BPIH
dalam penyelenggaraan ibadah haji yang dilakukan oleh lembaga terkait.
6. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara atau interview adalah percakapan atau tanya jawab
antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan sebuah informasi.
Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara diantaranya :
1. Interviewee : H.A. Rachman, M.Si
Jabatan : Kepala Seksi. Perbendaharaan Oprasianal
Haji pada Subdit PAOH
Tempat : Dirjend. PHU
2. Interviewee : H. In’am SE
Jabatan : Kepala Seksi Pengendalian BPS BPIH
Tempat : Dirjend. PHU
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang diteliti11. Pada penelitian ini penulis
melakukan observasi di Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Kemenag RI khususnya di bagian Direktorat Pengelolaan Dana
Haji Direktorat Penyelenggaraan Haji dam Umrah, dengan waktu
penelitian pada bulan Juli s.d September 2013.
c. Dokumentasi
11 Husaini Usman dan Purnomo Akbar Setiady, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2003) h. 53
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dokumen yang didapat
dari proses observasi yang antara lain:
a. Majalah Realita Haji.
b. Laporan Oprasional Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 2011
& 2012
c. Buku Haji dari masa kemasa
d. Buku Rencana Strategi Dirjenn PHU 2010-2014
e. Buku Pintar PIH dan lain-lain
E. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka dengan
tujuan untuk meyankinkan bahwa penulisan skripsi ini bukan merupakan
hasil plagiat dari skripsi sebelumnya. Selain itu dalam penelitian ini pun
keabsahan teori yang tercantum dapat penulis pertanggung jawabkan, dan
dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
Berikut ini judul-judul skripsi yang dijadikan tinjauan pustaka :
1. Evaluasi Pelayanan Umroh Angkatan Ke-6 Tahun 2011 PT. Mulia
Utama Tour Jakarta mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah dengan NIM 108053001349
2. Mekanisme Pengelolaan Dana Asuransi Haji Pada PT. Asuransi
Tafakul Keluarga, oleh Afif Amarullah Mahasiswa Fakultas Dakwah
dan Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah NIM 102053025678.
Dari semua tinjauan pustaka yang tertulis diatas, telah jelas bahwa
penulis belum menemukan judul dan bahasan penelitian serupa yang akan
penulis teliti. Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Evaluasi Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
(BPIH) oleh Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kemenag RI dalam penyelenggaraan ibadah Haji di Indonesia Tahun
2012”. Perbedaan dari judul yang penulis akan teliti dengan judul-judul
tinjauan pustaka diatas adalah terletak pada pokok bahasan yang akan
diteliti, penulis bermaksud melakukan fokus penelitian kepada proses
penetapan BPIH untuk semua aspek yang ada dalam proses PIH yang
diselenggarakan secara reguler oleh Ditjen PHU Kemenag RI di Indonesia.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan, penelitian ini terdiri dari lima bab
penulisan, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tiinjauan pustaka dan sistematika
penulisan
BAB II LANDASAN TEORITIS
Membahas teori-teori yang menunjang dan mempunyai kaitan penelitian
dengan penelitian yang dilakukan penulis
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi pembahasan mengenai metodologi yang penulis gunakan
dalam analisa berdasarkkan metodologi analisa.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
didalam bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan mengenai gambaran
manajemen penetapan BPIH dalam penyelenggaraan ibada Haji Indonesia
BAB V PENUTUP
didalam bab ini terdapat kesimpulan terkait penelitian ini dan saran-saran
yang penulis dapat dari penyusunan skripsi ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Evalusai
1. Pengertian Evaluasi
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris yakni
evaluation yang berarti penilaian/memberi penilaian yang dalam
bahasa Arab disebut Al-Taqdir yang berakar kata Al-qiamah atau
dalam bahasa Inggris disebut value yang berarti Nilai.1 Menurut kamus
istilah manajemen, evaluasi adalah proses bersistem dan objektif yang
menganalisa sifat dan ciri pekerjaan di dalam perusahaan dan
organisasi.2
Evaluasi adalah bagian integral dari proses manajemen,
sedangkkan evaluasi program menurut Suharsimi Arikunto adalah
suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk
melihat/mengetahui tingkat keberhasilan suati program. Dengan kata
lain, evaluasi program dikamsudkan untuk melihat pencapaian target
program. Yakni untuk menentukan seberapa jauh target program sudah
dicapai dengan menjadikan tujuan yang sudah dirumuskan sebagai
ukuran keberhasilan program.3
1 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarat; Rajawali Perss,2009), h.1. 2 Aji B Firman dan Sirait Martin S, perencanaan dan Evaluasi: Suatu Sistem Untuk
Proyek Pembangunan (Jakarta;Bumi Angkasa,1990),h.30. 3 Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan (Jakarta; Bina Aksara, 1988),
h.290.
Evaluasi sebagai fungsi manajemen adalah sebagai aktifitas
untuk meneliti dan mengetahui pelaksanaan yang telah dilakukan
dalam proses keseluruhan organisasi untuk mencapai hasil yang sesuai
dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka
pencapaian tujuan, serta menjadikannya indikator kesuksesan atau
kegagalan sebuah program sehingga dapat di jadikan bahan kajian
berikutnya.4
Dalam lingkup organisasi dan administrasi, evaluasi dapat
diartikan sebagai sebuah pengukuran dan perbandingan hasil-hasil
pekerjaan yang telah dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya
dicapai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hakekat dari
Penilaian (evaluasi) adalah :
a. Ditujukan pada satu fase tertentu dalam satu proses setelah fase
tersebut telah selesai dikerjakan seluhnya terlebih dahulu. Hal ini
berbeda dengan pengawasan yang ditujukan untuk fase yang masih
dalam proses pelaksanaanya.
b. Bersifat korektif terhadap fase yang telah selesai di kerjakan.
Korektif yang menjadi sifat penilaian tersebut sangat berguna
bukan untuk fase yang telah selesai pelaksanaannya, akan tetapi
berguna untuk perencanaan fase berikutnya.5
4 M. Anton Athoillah, Dasar-Dasar Manajemen,(Bandung; Pustia Setia, 2010) Cet.I,
h.115. 5 Ahmad fadli HS, Organisasi & Administrasi (Jakarta; Manhalun Nasyi-in Perss,2008)
Cet.IV, h.32-33
Maka secara umum dapat disimpulkan bahwa evaluasi yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, akan membuka peluang bagi
elevator untuk membuat perkiraan (estimaltum) apakah tujuan yang
telah dirumuskan dapat dicapai pada waktu yang telah ditentukan
ataukah tidak. Bukan tidak mungkin bahwa atas dasar data hasil
evaluasi itu elevator mengadakan perubahan-perubahan, baik
perbaikan yang menyangkut organisasi, tata kerja, dan bahkan
mungkin sebab-sebab mengapa hal itu perlu diperbaiki. Kegiatan
evaluasi yang tidak menghasilkan titik kelak untuk perbaikan adalah
hampa dan tidak ada artinya sama sekali.6
2. Proses Evaluasi
Dalam melakukan kegiatan evaluasi, secara umum meliputi
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menentukan apa yang akan di evaluasi
Pimpinan lembaga dan pelaksana menentukan secara spesifik
proses penerapan dan hasil yang akan dimonitor dan di evaluasi,
proses dan hasil pengukuran harus bersifat objektif.
b. Mengembangkan standar kerangka dan batasan
Standar yang dikembangkan harus bersifat strategis dan objektif,
serta mengandung sebuah jarak batasan yang logis yang menerima
segala bentuk kekurangan dan kesalahan. Standar tersebut bukan
6 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarat; Rajawali Perss,2009),
h.7-10.
hanya digunakan untuk mengukur hasil akhir, tetapi juga untuk
saat pelaksanaan monitoring berlangsung.7
c. Merancang desain (metode);
d. Menyusun instrument dan rencana pelaksanaan;
e. Melakukan pengamatan, pengukuran dan analisis;
f. Membuat kesimpulan dan pelaporan.
Keenam langkah evaluasi diatas dapat dipadatkan menjadi 2
langkah terpenting, yaitu Menetapkan focus hal yang akan di
evaluasi dan merancang metode pelaksanaannya
.
3. Tujuan dan Manfaat Evaluasi
Sebuah program dibuat kemudian nantinya dilakukan proses
evaluasi, untuk itu tujuan evaluasi dan manfaatnya sangatlah penting
untuk diketahui, adapun tujuan evaluasi adalah menilai sejauh mana
intervensi keberhasilan mencapai sasaran dan tujuan proyek dan
menentukan apakah intervensi harus diubah agar lebih efektif. Tujuan
evaluasi program adalah8 :
a. Membuat kebijakan dan keputusan.
b. Menilai hasil yang dicapai.
c. Menilai rencana program.
d. Memberikan kepercayaan kepada lembaga.
7 Hungger and Wheelen, Essential of Strategic Manajemen, (Tampa, Florida, Addison
Wesley Longman Inc. 1997), h.161. 8 Farida Yusuf Tayib nafis, Evaluasi Program, ( Jakarta: Rineka Cipta,2000), h.187-188
e. Memperbaiki dana yang telah diberikan.
f. Memperbaiki materi program.
Sedangakan manfaat evaluasi menurut Isbandi Rukminto,
dengan mengutip pendapat Feuriskin, sekalipun tidak secara langsung
menyebut sebagai tujuan dari pelaksanaan evaluasi, namun ia
menyatakan ada 10 alasan mengapa suatau evaluasi perlu dilakukan,9
yaitu :
a. Untuk melihat apa yang sudah dicapai.
b. Melihat kemajuan, dikaitkan dengan objektif (tujuan)
program.
c. Agar tercapai manajemen yang baik.
d. Mengindentifikasi kekurangan dan kelebihan untuk
memperkuat program.
e. Melihat perbedaan apa yang sudah terjadi setelah diterapkan
suatu program.
f. Untuk merencanakan kegiatan program tersebut lebih baik.
g. Agar memberikan dampak positif yang lebih luas.
h. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan masukan dari
masyarakat.
i. Melihat apakah usaha yang dilakukan secara efektif.
j. Melihat apakah biaya yang dikeluakan cukup rasionable.
9 Rukminto, Pemberdayaan: Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunikasi
Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis (Jakarta: FEUI Press, 2003), h.187-188
Keberhasilan rencana kegiatan program hanya dapat
dibuktikan dengan evaluasi. Dengan demikian evaluasi haruslah
dikembangkan secara melembaga dan membudaya agar pelaksanaan
kegiatan program dapat lebih berhasil, bermanfaat dan berdayaguna.
B. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji ( BPIH )
1. Sejarah Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
1.1. Penetapan BPIH Tahun 2010
Pada prinsipnya penetapan biaya penyelenggaraan ibadah
haji (BPIH) ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri Agama
setelah mendapat persetujuan DPR RI yang dalam hal ini
dilakukan oleh Komisi VIII.10
Penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji merupakan
kegiatan rutin yang terjadi/ dilakukan dalam direktorat
penyelenggaraan haji dan umrah dengan berdasar SOP dalam
mekanisme penetapannya serta dengan mengacu kepada Undang –
Undang No.13 Tahun 2008 Tentang penyelenggaraan ibadah haji
serta PMA No.10 tahun 2010 dan Peraturan Presiden.11
Dalam proses penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji
ada banyak komponen yang mempengaruhi besaran penetapan,
10 Wawancara langsung dengan Bapak H. A. Rachman, M.Si, Kepala Seksi
Perbendaharaan Oprasional Haji (subdit PAOH) BPIH Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.
11 Wawancara langsung dengan Bapak H. In’am, SE, Kepala Seksi Pengendalian BPS BPIH Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.
namun dari banyaknya komponen yang mempengaruhi beseran
penetapan ada beberapa komponen yang paling dominan yang
mempengaruhi besaran penetapan yakni komponen pemondokan
(sewa rumah) dan harga ticket pesawat. Kedua komponen inilah
yang seringkali mengakibatkan lamanya pembahasan komponen
biaya penyelenggaraan ibadah haji yang dilakukan oleh pemerintah
yang dalam hal ini diwakili oleh Kementrian Agama RI dan DPR
RI Komisi VIII dengan masing-masing membentuk Panja Haji.12
Berikut rincian penetapan biaya penyelenggaraan ibadah
haji tahun 2010 dengan kurs valuta 1 USD= 9300 rupiah, 3,72
riyal. 1=2500 rupiah. Komponen Direct cost terdiri dari :
a. Biaya Penerbangan jamaah dari embarkasi
b. General service fee (Biaya Pelayanan Umum)
c. Biaya Pemondokan di Makkah dan di Madinah
d. Biaya hidup (living cost) di Arab Saudi
e. Biaya asuransi haji sebagaimana diminta panja dibebankan
pada biaya Indirect cost kami setujui.
Sedangkan komponen lain yang dibebankan ke-biaya
Indirect Cost yang pembiayaannya bersumber dari hasil
optimalisasi setoran awal BPIH sebesar SR 471 SR dan USD 15,10
12 Wawancara langsung dengan Bapak H. In’am, SE, Kepala Seksi Pengendalian BPS
BPIH Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia
per jamaah. Komponen indirect cost yang dialihakan tersebut
meliputi :
a. Sewa hotel transit Jeddah
b. Biaya selisih distribusi pemondokan di Makkah
c. Sewa rumah cadangan
d. Konsumsi di tempat transit Jeddah
e. Konsumsi masa kedatangan dan kepulangan di Bandara
f. Konsumsi di Armina
g. Pelayanan bongkar muat barang dan
h. Safeguarding.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka besaran
BPIH tahun 1431/2010 yang dibayarkan langsung oleh jamaah haji
(direct cost) adalah sebagai berikut13 :
Tabel 2.1.1
No Embarkasi Besaran BPIH (USD)
1 Aceh 3,147 2 Medan 3,237 3 Batam 3,325 4 Padang 3,233 5 Palembang 3,280 6 Jakarta 3,364 7 Solo 3,327 8 Surabaya 3,432 9 Banjarmasin 3,440
10 Balikpapan 3,474 11 Makassar 3,505 Rata-Rata 3,343
13Realita Haji Indonesia, Media Komunikasi Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Dirjen PHU Kemenag RI
Usulan BPIH tahun 1431H/2010M tersebut terdiri dari
biaya penerbangan sesuai dengan jarak embarkasi ke Arab Saudi
rata-rata biaya sebesar USD 1,720, biaya pemondokan di Mekkah
sebesar 2.850 riyal. biaya pemondokan di Madinah sebesar SR
600, living cost sebesar USD 405, dan biaya asuransi sebesar Rp
100.000. Jika dibandingkan dengan BPUH tahun 1430/2009 maka
besaran rata-rata BPIH tahun 1431/2010 mengalami penurunan
sebesar USD 80 dari USD 3,422 menjadi USD 3,342 dengan
peningkatan pelayanan pemondokan di Mekah yang tahun lalu
sebanyak 27% berada di Ring I menjadi 63% pada tahun
1431H/2010M
1.2. Penetapan BPIH Tahun 2011
Pemerintah dan Komisi VIII DPR RI dalam Rapat Kerja
Pembahasan BPIH Tahun 1432H/2011M menyetujui hasil
pembahasan Panja BPIH mengenai besaran BPIH tahun
1432H/2011M yaitu ratarata sebesar Rp30.771.900,- (Tiga puluh
juta tujuh ratus tujuh puluh satu ribu sembilan ratus rupiah) atau
US$3.537 (Tiga ribu lima ratus tiga puluh tujuh USD) dengan kurs
dollar sebesar Rp8.700,-Persetujuan tersebut ditandatangani
bersama antara Menteri Agama Suryadharma Ali dengan Ketua
Komisi VIII DPR RI Abdul Kadir Karding pada tanggal 21 Juli
2011. Adapun rincian besaran BPIH pada masing-masing
embarkasi sebagai berikut Apabila dibandingkan dengan BPIH
tahun 1431H/2010M, rata-rata besaran BPIH tahun 1432H/2011M
dalam dollar Amerika mengalami kenaikan sebesar USD195 dari
USD3,342 menjadi USD3,537, namun dalam rupiah mengalami
penurunan sebesar Rp308.700,- dari Rp31.080.600,- menjadi
Rp30.771.900,- dengan asumsi nilai tukar setiap Dollar sebesar
Rp8.700,- dibandingkan nilai tukar tahun 2010 sebesar Rp9.300,-.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Sidang Kabinet
Terbatas, menyampaikan hal tersebut dan segera akan menetapkan
dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) tentang Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432H/2011M. Sekjen
Kementerian Agama, Bahrul Hayat didampingi Dirjen
Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU), Slamet Riyanto
dan Kepala Pusat Informasi Kehumasan dan Keagamaan
Kementerian Agama, Zubaidi mengumumkan besaran BPIH
1432H/2011M dalam konferensi pers beberapa waktu yang lalu.
‘’Dalam Sidang Kabinet terbatas, Presiden sudah menyetujui
besaran BPIH tahun 1432H/2011M, sehingga kami bisa
mengumumkannya hari ini,’’ ujar Bahrul Hayat dalam konferensi
pers yang dihadiri wartawan dari media cetak dan elektronika di
Operation Room Kementerian.14
14 Realita Haji Indonesia, Media Komunikasi Penyelenggaraan Haji dan Umroh, hlm.17
Edisi IV_2011-K_1
Tabel 2.1.2
No Embarkasi Besaran BPIH (USD)
1 Aceh 3,285 2 Medan 3,327 3 Batam 3,460 4 Padang 3,369 5 Palembang 3,417 6 Jakarta 3,589 7 Solo 3,549 8 Surabaya 3,612 9 Banjarmasin 3,736
10 Balikpapan 3,720 11 Makassar 3,795 Rata-Rata 3,537
2. Dasar Hukum Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 1999, negara
mengakui bahwa ibadah haji merupakan rukun Islam yang ke-5 yang
wajib dilaksanakan oleh umat Islam yang memenuhi kriteria ‘istitha’ah
berupa kemampuan materi, fisik dan mental. Negara menyatakan
bahwa penyelenggaraan haji merupakan tugas nasional. Dengan UU
ini, pemerintah memiliki landasan hukum yang kuat sebagai pelaku
langsung yang berhak dan berkewajiban memberikan pelayanan
operasional ibadah haji. Pelayanan ini dimaksudkan untuk menjamin
kesejahteraan lahir-bathin jamaah haji serta memelihara nama baik dan
martabat bangsa Indonesia di luar negeri.
Dasar Hukum Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
(BPIH) dalam penyusunan dan pembahasan rancangan BPIH sebagai
berikut15 :
1. Undang-Undang RI No.13 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji16
a. Pasal 21
1) Besaran BPIH ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri
setelah mendapat persetujuan DPR
2) BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan untuk Penyelenggaraan Ibadah Haji
a. Pasal 22
1) BPIH disetorkan ke rekening Menteri melalui bank
syariah dan/atau bank umum nasional yang ditunjuk
oleh Menteri
2) Penerimaan setoran BPIH sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan ketentuan
kuota yang ditetapkan
b. Pasal 23
1) BPIH disetorkan ke rekening Menteri melalui bank
syariah dan/atau bank umum nasionalsebagaimana
15 Dirjen PHU : Rencana Mutu dalam Punyusunan dan Pembahasan Rancangan BPIH.
2009 16 Kementrian Agama. Dirjen PHU : Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2008 tentanp
Penyelenggaraan Ibadah Haji.Jakarta 2009. H 11
yang dimaksudkan dalam pasal 22 dikelola oleh
Menteri dengan mempertimbangkan nilai manfaat.
2) Nilai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan langsung untuk membiayai belanja
operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji.
2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009, tentang perlu
ditetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH);
3. Peraturan Dirjen PHU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan BPIH
4. PMA No 3 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Agama.
5. Peraturan Presiden tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang
ditetapkan setiap tahun.
3. Mekanisme Proses Penetapan BPIH
Sesuai Undang-Undang No.13 Tahun 2008 tentang
penyelenggaraan ibadah haji, BPIH disetorkan kerekening menteri
agama melalui Bank Syariah dan/atau Bank Umum Nasional yang
ditunjuk oleh menteri agama dan dikelola oleh menteri agama dengan
mempertimbangkan nilai manfaat. Hasil manfaat tersebut digunakan
langsung untuk pembiayaan oprasional haji.17
17 Kementerian Agama. Dirjen PHU : Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2008 tentanp
Penyelenggaraan Ibadah Haji.
BPIH terdiri dari setoran awal dan setoran lunas, meliputi dua
komponen yaitu Direct cost dan Indirect cost. Manfaat setoran awal
BPIH digunakan untuk pembiayaan seluruh komponen indirect cost,
sedangkan setoran lunas untuk pembiayaan seluruh komponen direct
cost.18
Penetapan BPIH dilakukan oleh Presiden atas usul Menteri
Agama setelah mendapat persetujuan DPR RI, yang selanjutnya
digunakan untuk keperluan penyelenggaraan ibadah haji. Dengan kata
lain penyusunan BPIH dilakukan secara konsultatif antara Pemerintah
dengan DPR RI.19 Secara garis besar mekanisme penyampaian rencana
penentuan BPIH dapat diuraikan sebagai beikut20:
I. Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Departemen
Agama, merumuskan konsep rincian pengeluaran selama
operasional haji berdasarkan biaya tahun-tahun sebelumnya,
baik pembiayaan operasional di tanah air maupun operasional
haji di Arab Saudi.
II. Bahan tersebut kemudian dipaparkan dalam rapat terbatas yang
biasanya dilakukan sebanyak 5 sampai 6 kali yang dihadiri oleh
18 Kemenag RI Haji dari Masa Ke Masa. Cetakan Pertama 2012. Hlm. 184 - 186 19 Kementrian Agama Republik Indonesia, SOP Direktorat Penyelenggaraan Haji dan
Umrah,: Rencana Mutu dalam Punyusunan dan Pembahasan Rancangan BPIH. Jakarta Ditjen PHU,2009
20 KPPU RI dalam Evaluasi Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Persaingan Usaha Dalam Rencana Perubahan Undang-undang No.17/1999 tentang Penyelenggaraan Haji. Hlm. 19-20
unsur internal Departemen Agama. Rapat tersebut melibatkan
unsur terkait dari Direktorat dan Pihak Itjen.
III. Hasil rapat tersebut dipresentasikan dalam rapat yang lebih luas
dan melibatkan unsur-unsur bank bersama Bank Indonesia,
IV. Departemen Perhubungan dan penerbangan, Departemen
Kesehatan, dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Selanjutnya dibentuk Tim Kecil untuk mengkaji secara
mendalam sehingga menghasilkan draft final BPIH.
V. Draft BPIH kemudian diusulkan kepada DPR yang kemudian
dibahas oleh Komisi VIII DPR-RI bersama Pemerintah dan
berlangsung dalam dua tahap, yaitu tahap Rapat Dengar
Pendapat Umum (RDPU) dan tahap Rapat Kerja (RK).
VI. Hasil pembahasan Pemerintah bersama DPR tersebut kemudian
diajukan kepada Presiden untuk ditetapkan sebagai BPIH.
BAB III
GAMBARAN UMUM DIRJEN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
DAN UMROH KEMENTRIAN AGAMA RI
A. Potret Sejarah Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia
Kapan umat Islam di Indonesia mulai menunaikan ibadah haji ?
tidak diketahui secara pasti, tapi menurut literatur sejarah telah dimulai
sejak Islam masuk ke Indonesia pada sekitar abad 12 M, yang
dilaksanakan secara perorangan dan kelompok dalam jumlah yang kecil
serta belum dilaksanakan secara massal. Sejak berdirinya kerajaan Islam di
Indonesia perjalanan haji mulai dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya
dan semakin meningkat jumlahnya setelah berdirinya kerjaan Pasai di
Aceh pada tahun 1292. Terlepas dari itu, pengaturan penyelenggaraan
ibadah haji di Indonesia telah dilakukan sejak jaman penjajahan hingga
saat ini, yang dapat diuraikan berikut di bawah ini.1
1. Masa Penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Belanda, penyelenggaraan ibadah haji
dilakukan untuk menarik hati rakyat sehingga mengesankan bahwa
Pemerintah Hindia Belanda tidak menghalangi umat Islam
melaksanakan ibadah haji meskipun dengan keterbatasan fasilitas yang
sebenarnya kurang bermartabat, dimana pengangkutan haji dilakukan
dengan kapal KONGSI TIGA yaitu kapal dagang yang biasa
1 Republik Indonesia, 2010, Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tentang Laporan
Akhie Evaluasi Kebijakan Pemerintah Terkait Persaingan Usaha dalam Rancangan Perubahan Undang-undang No.17/1999 tentang Penyelenggaraan Haji, hlm 05
digunakan untuk mengangkut barang dagangan, demikian juga tempat
istirahat jamaah haji di kapal sama dengan apabila kapal tersebut
mengangkut ternak. Faktor yang dominan dalam masalah perjalanan
haji pada masa penjajahan ini, yaitu keamanan di perjalanan dan
fasilitas angkutan jamaah haji masih sangat minim. Namun demikian
hal tersebut tidak mengurangi animo dan keinginan umat Islam untuk
melaksanakan ibadah haji, bahkan jumlahnya mulai meningkat secara
cepat, yang diperkirakan mulai sejak tahun 1910.
Pada tahun 1921 umat Islam mulai bergerak melakukan upaya
perbaikan ibadah haji yang dipelopori KH Ahmad Dahlan, dengan
menuntut KONGSI TIGA melakukan perbaikan pelayanan
pengangkutan ibadah haji Indonesia. elonjak.
Pada tahun 1928, Muhammadiyah mengaktifkan penerangan
tentang cita-cita perbaikan perjalanan haji. Sedangkan Nahdatul Ulama
melakukan pendekatan dengan Pemerintah Saudi Arabia dengan
mengirimkan utusan, KH Abdul Wahab Abdullah dan Syech Ahmad
Chainaim Al Amir, menghadap Raja Saudi Arabia (Ibnu Saud) guna
menyampaikan keinginan untuk memberikan kemudahan dan
kepastian tarif haji (yang ketika itu banyak diselenggarakan oleh
syech-syech) melalui penetapan tarif oleh Baginda Raja.
Pada tahun 1930 Kongres Muhammadiyah ke-17 di
Minangkabau mencetuskan pemikiran untuk membangun pelayaran
sendiri bagi jamaah haji Indonesia. Pada tahun 1932, berkat perjuangan
anggota Volskraad, Wiwoho dan kawan-kawan, Pelgrims Ordanantie
1922 dengan Staatblaad 1932 Nomor 544 mendapat perubahan pada
artikel 22 dengan tambahan artikel 22a yang memberikan dasar hukum
atas pemberian ijin bagi organisasi banafide bangsa Indonesia (umat
Islam Indonesia) untuk mengadakan pelayaran haji dan perdagangan.
2. Penyelenggaraan Haji Masa Orde Baru
Tugas awal penguasa Orde Baru sebagai pucuk pimpinan
negara pada tahun 1966 adalah membenahi sistem kenegaraan.
Pembenahan sistem pemerintahan tersebut berpengaruh pula terhadap
PIH dengan dibentuknya Departemen Agama yang merubah struktur
dan tata kerja organisasi Menteri Urusan Haji dan mengalihkan tugas
PIH dibawha wewenang Dirjen Urusan Haji, termasuk penetapan
biaya, sistem manajemen dan bentuk organisasi yang kemudian
ditetapkan dalam Keputusan Dirjen Urusan Haji Nomor 105 tahun
1966. Pada tahun 1967 melalui keputusan Menteri Agama Nomor 92
tahun 1967, penetapan besarnya biaya haji ditentukan oleh Menteri
Agama.2
Pada tahun 1968, keputusan tentang besarnya biaya haji
kembali ditetapkan oleh Dirjen Urusan Haji dengan keputusan Nomor
111 tahun 1968. Dalam perjalanan selanjutnya, pemerintah
bertanggung jawab secara penuh dalam PIH mulai dari penentuan
biaya haji, pelaksanaan ibadah haji serta hubungan antara dua negara
2 Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh,
(Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.5
yang mulai dilaksanakan pada tahun 1970. Pada tahun tersebut biaya
perjalanan haji ditetapkan oleh Presiden melalui Keputusan Presiden
Nomor 11 tahun 1970. Dalam tahun-tahun berikutnya PIH tidak
banyak mengalami perubahan-perubahan kebijakan dan keputusan
tentang biaya perjalanan haji ditetapkan melalui Keputusan Presiden.3
Pada tahun 1976, ditandai dengan adanya perubahan tata kerja
dan struktur organisasi PIH yang dilakukan oleh Dirjen Bimas Islam
dan Urusan Haji (BIUH). Sebagai panitia pusat, Dirjen BIUH
melaksanakan koordinasi ke tiap-tiap daerah tingkat I dan II di seluruh
Indonesia. Dalam hal ini sistem koordinasi dilaksanakan dan
dipertanggungjawabkan oleh Dirjen BIUH. Beberapa panitia
penyelenggara didaerah juga menjalin koordinasi dengan Badan
Koordinator Urusan Haji (BAKUH) ABRI, hal ini dikarenakan
BAKUH ABRI memiliki lembaga tersendiri untuk pelaksaan
operasional PIH.4
Setelah tahun 1976, seluruh pelaksanaan operasional
perjalanan ibadah haji dilaksanakan oleh Dirjen BIUH. Pada tahun
1985, pemerintah kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam PIH,
dimana pihak-pihak swasta tersebut mempunyai kewajiban langsung
kepada pemerintah. Dalam perkembangan selanjutnya, lingkungan
bisnis modern mengubah orientasi pihak-pihak swasta tersebut dengan
3 Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh,
(Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.5 4 Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta:
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.5
menyeimbangkan antara orientasi pelayanan dan orientasi keuntungan
yang selanjutnya dikenal dengan istilah PIH Plus. Pada tahun 1987
pemerintah mengeluarkan keputusan tentang PIH dan Umroh Nomor
22 tahun 1987 yang selanjutnya disempurnakan dengan mengeluarkan
peraturan PIH dan Umroh Nomor 245 tahun 1991 yang lebih
mennekankan pad apemberian sanksi yang jelas kepada pihak swasta
yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana ketentuan yang berlaku.5
Pembatasan jamaah haji yang lebih dikenal dengan pembagian
kuota haji diterapkan pada tahun 1996 dengan dukungan Sistem
Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) untuk mencegah terjadinya
over quota seperti yang terjadi pada tahun 1995 dan sempat
menimbulkan keresahan dan kegelisahan di masyarakat., khususnya
calon jamaah haji yang telah terdaftar pada tahun tersebut namun tidak
dapat berangkat. Mulai tahun 2005 penetapan porsi provinsi dilakukan
sesuai dengan ketentuan Organisasi Konferensi Islam (OKI) yaitu 1
orang per mil dari jumlah penduduk yang beragama Islam dari masing-
masing provinsi, kecuali untuk jamaah haji khusus diberikan porsi
tersendiri.6
5 Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta:
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.6 6 Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta:
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.6
3. Penyelenggaraan Haji Pasca-Orde Baru
Melalui Keputusan Presiden Nomor 119 tahun 1998,
pemerintah menghapus monopoli angkutan haji dengan mngizinkan
kepada perusahaan penerbangan lain selain PT. Garuda Indonesia
untuk melaksanakan angkutan haji. Dibukanya kesempatan tersebut
disambut hangat oleh sebuah perusahaan asing, Saudi Arabian Airlines
untuk ikut serta dalam angkutan haji dengan mengajukan penawaran
kepada pemerintah dan mendapapat respon yang positif. Sejak era
reformasi, setiap bentuk kebijakan harus memenuhi aspek keterbukaan
dan transaparansi, jika tidak akan menuai kritik dari masyarakat.
Pemerintah dituntut untuk terus menyempurnakan sistem
penyelenggaraan haji dengan lebih menekankan pada pelayanan,
pembinaan dan perlindungan secara opitmal.7
Penyelenggaraan Haji menjadi tanggung jawab Menteri
Agama yang dalam pelaksanaan sehari-hari, secara struktural dan
teknis fungsional dilaksanakan oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat
Islam dan Penyelenggaraan Haji (BIPH) yang ditetapkan berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 165 tahun 2000. Dalam perkembangan
terakhir berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2005
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 63 tahun
2005, Ditjen BIPH direstrukturasi menjadi dua unit kerja eselon I,
yaitu Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) dan Ditjen
7 Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh,
(Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.6
Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU). Dengan demikian mulai
operasional haji tahun 2007 pelaksana teknisP PIH dan pembinaan
umroh berada dibawah Ditjen PHU.8
B. Gambaran Umum, Visi dan Misi Dirjen PHU dalam
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh di Indonesia
Penyelenggaraan haji menjadi tanggung jawab Menteri Agama
yang dalam pelaksanaan sehari-hari, secara struktural dan teknis
fungsional, dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2005.
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) memiliki
tugas pokok dalam bidang penyelenggaraan haji dan umrah.
Namun seperti diketahui, sesuai dengan amanat UU No. 13 Tahun
2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji, bahwa penyelenggaraan
ibadah haji merupakan tugas nasional. Ini berarti, semua pihak
bertanggung jawab atas suksesnya penyelenggaran ibadah haji dengan
Menteri Agama sebagai penanggung jawab nasional di atas semuanya.
Untuk itu penyelenggaraan ibadah haji juga melibatkan beberapa
instansi pemerintah. Untuk tugas pokok penyelenggaraan haji, ditangani
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU)
Kementerian Agama. Pelayanan kesehatan, ditangani oleh Pusat
Kesehatan Haji (Puskeshaj) Kementerian Kesehatan, untuk angkutan
8 Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh,
(Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.6
para jamaah haji, ditangani Direktorat Jenderal Perhubungan Udara,
Kementerian Perhubungan. Untuk penyediaan dokumentasi perjalanan
(Paspor), dilakukan oleh Ditjen Imigrasi, Kementerian Hukum dan
HAM.
Selain itu, pembahasan masalah haji di DPR, juga melibatkan
beberapa Komisi, sesuai dengan partner kerja masing-masing. Ditjen
PHU berpartner dengan Komisi VIII, sedangkan Puskeshaj berpartner
dengan Komisi IX, sementara Ditjen Imigrasi membahasnya bersama
Komisi III, Ditjen Perhubungan udara membahasnya bersama Komisi IV,
dan Kementerian Dalam Negeri membahasnya bersama Komisi II.
Dalam penyelenggaraan ibadah haji ini, juga melibatkan beberapa
instansi penegak hukum yang bertugas mengawasinya. Mulai dari BPK
(Badan Pemeriksa Keuangan) yang bertugas mengawasi penggunaan
anggaran penyelenggaraan haji, demikian juga BPKP (Badan Pengawas
Keuan gan dan Pembangunan).
Pada sisi lain, KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) juga ikut
mengawasi penyelenggaraan ibadah haji, di samping Kejaksaan Agung
dan Mabes Polri. Komisi-Komisi di DPR RI, juga melakukan hal yang
sama, sesuai dengan Tupoksi masing-masing komisi. Pengawasan
internal dilakukan oleh Inspektorat Jenderal masing-masing kementerian
yang terlibat dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Dengan gambaran tersebut, jelas sekali bahwa penyelenggaraan
ibadah haji bukan hanya dilaksanakan oleh Ditjen PHU atau pun
Kementerian Agama, melainkan beberapa instansi pemerintah. Tetapi,
atas semua itu, Menteri Agama merupakan penangung jawab secara
nasional. Dan, semua itu diawasi secara berlapis oleh instansi-instansi
penegak hukum,termasuk DPR RI.
Visi dan misi Ditjen PHU adalah gambaran dari harapan dan
tantangan dalam mewujudkan harapan tersebut. Pencapaian visi dan misi
merupakan implementasi dari tugas, fungsi, dan kewenangan Ditjen PHU
melalui tujuan strategis dan pelaksanaan program dengan memerhatikan
karakteristik, nilai, dan prinsip yang ditetapkan. Visi Ditjen PHU yaitu
memberikan, pelayanan, dan perlindungan kepada calon jemaah haji dan
jemaah haji dalam pelaksanaan ibadah haji. Sedangkan misi dari Ditjen
PHU terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu Misi Utama atau Misi
Operasional, Misi Pendukung atau Misi Manajerial, serta Misi Layanan.
Misi Utama atau Misi Operasional yaitu mengemban tugas-tugas pokok
Ditjen PHU untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan operasional yang
berkaitan dengan perumusan, pelaksanaan, dan pengamanan kebijakan
teknis Ditjen PHU berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Misi Pendukung atau Misi Manajerial yaitu misi yang berkaitan
dengan tugas-tugas manajerial dalam mengelola sumber daya yang
dimiliki oleh Ditjen PHU agar mampu mendukung pelaksanaan tugas-
tugas Ditjen PHU secara optimal. Misi Layanan adalah misi tambahan
yang harus diemban oleh Ditjen PHU, di mana sebagian dari lembaga
Pemerintah RI maka Ditjen PHU juga memberikan layanan kepada
masyarakat dengan proses usaha yang dilakukan9.
C. Tugas, Fungsi Struktur Organisasi Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU)
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen
PHU) juga menganut sistem kerja yang teratur dengan beberapa rencana
strategis sebagai berikut:
1. Tugas : Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh
mempunyai tugas untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan
dan standarisasi teknis di bidang penyelenggaraan haji dan pembinaan
umroh berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri.
2. Fungsi :
a. Perumusan dan penetapan visi, misi dan kebijakan teknis di bidang
penyelenggaraan haji dan umroh;
b. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di
bidang penyelenggaraan haji dan pembinaan umroh;
c. Pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan
pembinaan umroh;
9 PERANCANGAN STRATEGIS SISTEM INFORMASI:STUDI KASUS DIRJEND
PHU AGAMA RI. Miftahul MaulanadanDana Indra Sensuse Magister Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia, Kampus Universitas Indonesia. Volume 7, Issues 1, April 2011. Hlm.4
d. Pemberian pembinaan teknis dan evaluasi pelaksana tugas;
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
3. Struktur Organisasi
Dalam pelaksanaan teknis penyelenggaraan ibadah haji
didasarkan atas Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 92 Tahun
2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 24 Tahun
2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementrian Negara Serta
Susunan Oranisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementrian Negara
serta PMA No. 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementrian Agama.
Sesuai PMA No. 10 Tahun 2010, Ditjen PHU terdiri dari
Sekretariat, Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah, Direktorat
Pelayanan Haji, dan Direktorat Pengelolaan Dana Haji.10 Dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Ditjen PHU dibantu oleh
beberapa unit eselon II yaitu seperti dalam Struktur Organisasi Ditjen
PHU.
10 Direktorat Penyelengaraan Haji dan Umrah, Haji Dari Masa Ke Masa, h. 180 – 182
Bagan 2.1
Struktur Organisasi
Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umrah
( PMA Nomor 10 Tahun 2010 )
Berdasarkan bagan organisasi di atas diketahui bahwa Direktorat
Penyelenggaraan Haji dan Umrah memiliki susunan organisasi sebagai
berikut :11
1. Sekretariat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
2. Direktorat Pembinaan Haji
3. Direktorat Pelayanan Haji
4. Direktorat Pengelolaan BPIH dan Sistem Informasi Haji
11 Republik Indonesia, 2010, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 10
Tahun2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Agama, h 56 – 73
Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Sekretariat
Direktorat Pengelolaan Dana
Haji
Kantor Misi Haji Indonesia Di Arab
Saudi
Direktorat Pelayanan Haji
Direktorat Pembinaan Haji
dan Umrah
Struktur organisasi Ditjen PHU dibagi menjadi 4 organisasi kerja
dengan masing-masing bagiannya sesuai dengan bidangnya. Adapun
beberapa bidang tersebut membawahi bagian dan sub-bagian antara lain:12
1. Direktur Jenderal PHU selaku pimpinan tertinggi dalam Ditjen PHU.
Bagian pertama adalah Sekretaris PHU membawahi 16 sub-bagian :
a. Kabag Perencanaan dan Keuangan,
b. Kasubbag Perencanaan dan Evaluasi Porgram,
c. Kasubbag Pelaksana Anggaran dan Perbendaharaan,
d. Kasubbag Verifikasi Akuntansi dan Pelaporan Keuangan,
e. Kabag Ortala dan Kepegawaian, Kasubbag Ortala,
f. Kasubbag Kepegawaian,
g. Kasubbag Hukum dan Peraturan Per-UU-an,
h. Kabag Sistem Informasi Haji Terpadu,
i. Kasubbag Pengelolaan Sistem Jaringan,
j. Kasubbag Pengembangan Database Haji,
k. Kasubbag Informasi Haji,
l. Kabag Umum,
m. Kasubbag Tata Usaha,
n. Kasubbag Rumah Tangga,
o. Kasubbag Perlengkapan dan BMN.
12 Bagan Organisasi Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh PMA Nomor 10 Tahun
2010
2. Direktur Pembinaan Haji dan Umroh dan Kasubbag Tata Usaha
Pembinaan Haji dan Umroh, membawahi 4 subdit dan 12 seksi:
a. Kasubbag Direktorat Bimbingan Jemaah Haji,
Kepala Seksi Pengembangan Materi Bimbingan,
Kepala Seksi Pelaksanaan Bimbingan,
Kepala Seksi Pembinaan KBIH,
b. Kasubbag Direktorat Pembinaan Petugas Haji,
Kepala Seksi Rekrutmen Petugas,
Kepala Seksi Pelatihan Petugas,
Kepala Seksi Penilaian Kinerja Petugas,
c. Kasubbag Direktorat Pembinaan Haji Khusus,
Kepala Seksi Perizinan PIHK,
Kepala Seksi Akreditasi PIHK
Kepala Seksi Pengawasan PIHK,
d. Kasubbag Direktorat Pembinaan Umroh,
Kepala Seksi Perizinan PPIU,
Kepala Seksi Akreditasi PPIU,
Kepala Seksi Pengawasan PPIU.
3. Direktur Pelayanan Haji dan Kasubbag Tata Usaha Direktorat
Pelayanan Haji,membawahi 4 subdir dan 12 seksi :
a. Kasubdit Pendaftaran Haji,
Kepala Seksi Pendaftaran Haji Reguler,
Kepala Seksi Pendaftaran Haji Khusus,
Kepala Seksi Pembatalan Pendaftaran Haji,
b. Kasubdit Dokumen dan Perlengkapan Haji,
Kepala Seksi Dokumen Jamaah Haji,
Kepala Seksi Pemvisaan,
Kepala Seksi Perlengkapan Jamaah Haji,
c. Kasubdit Akomodasi dan Katering Haji,
Kepala Seksi Akomodasi di Arab Saudi,
Kepala Seksi Katering Jamaah Haji,
Kepala Seksi Asrama Haji,
d. Kasubdit Transportasi dan Perlindungan Jamaah Haji,
Kepala Seksi Akomodasi di Arab Saudi,
Kepala Seksi Transportasi Udara,
Kepala Seksi Transportasi Darat,
Kepala Seksi Perlindungan dan Kemanana Jamaah Haji.
4. Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Kasubbag Direktorat Pengelolaan
Dana Haji membawahi 4 subdir dan 12 seksi :
a. Kasubdit BPIH,
Kepala Seksi Setoran BPIH,
Kepala Seksi Pengendalian BPS BPIH,
Kepala Seksi Akuntansi dan Pelaporan Setoran Awal,
b. Kasubdit Pelaksana Anggaran Operasional haji,
Kepala Seksi Perbendaharaan Operasional Haji,
Kepala Seksi Verifikasi,
Kepala Seksi Akuntansi dan Pelaporan,
c. Kasubdit Pengelolaan dan Pengembangan Dana Haji,
Kepala Seksi Perbendaharaan Dana Haji,
Kepala Seksi Pengembangan dan Portofolio Dana Haji,
Kepala Seksi Akuntansi dan Pelaporan,
d. Kasubdir Fasilitasi BP DAU,
Kepala Seksi Perbendaharaan Dana Abadi Umat (DAU),
Kepala Seksi Program dan Portofolio,
Kepala Seksi Administrasi, Akuntansi dan Pelaporan.
D. Tugas dan Fungsi Subdirektorat BPIH
Dalam melaksanakan tugas Direktorat Penyelenggaraan Haji dan
Umrah mempunyai tugas melaksanakan koordinasi penyusunan rencana,
program dan anggaran pelaksanaan tugas pelayanan dan pemberian
dukungan administrasi kepada seluruh unit kerja di lingkungan Direktorat
Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Adapun rincian tugas yang dimaksud
adalah sebagai berikut :13
1. Koordinasi penyusunan rencana, program dan anggaran
2. Pengelolaan keuangan
3. Pengelolaan kepegawaian
4. Penataan organisasi dan tata laksana, kerja sama dan hubungan
masyarakat
13 Republik Indonesia, 2010, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 10
Tahun2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Agama, h. 62 pasal 246-247
5. Penyusunan peraturan perundang-undangan dan bantuan hokum
6. Pengelolaan dan pengembangan system informasi terpadu
7. Pelaksanaan urusan tata usaha, rumah tangga, perlengkapan dan
barang milik/kekayaan Negara.
Selanjutnya, dalam melaksanakan tugas dan fungsi Direktorat
Penyelenggaraan Haji dan Umrah dalam pengelolaan Keuangan haji
dibantu oleh Subdirektorat Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang
termasuk kedalam Struktur organisasi Direktorat Pengelolaan Dana Haji
dengan tugas dan fungsi sebagai berikut 14:
1. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis dibidang biaya
penyelenggaraan ibadah haji
2. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang, biaya penyelenggaraan ibadah haji
3. Pelaksanaan tugas dibidang biaya penyelenggaraan ibadah haji yang
meliputu biaya penyelenggaraan ibadah haji, pengendalian bank
penerima setora BPIH dan akutansi serta pelaporan setoran awal.
4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan evaluasi bidang biaya
penyelenggaraan ibadah haji.
14 Republik Indonesia, 2010, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 10
Tahun2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Agama, h.77 pasal 309
BAB IV
ANALISIS EVALUASI PENETAPAN
BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI (BPIH)
A. Deskripsi Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH)
Siklus penyelenggaraan ibadah haji sebenarnya kegiatan rutin
setiap tahun yang tidak jauh berbeda bentuk dan sifatnya. Kegiatan itu
diawali dengan perencanaan usai Rapat Kordinasi Teknis
Penyelenggaraan Ibadah Haji Pusat dan Daerah (Dulu Rakernas Evaluasi
Haji) yang diselenggarakan usai penyelenggaraan ibadah haji setiap
tahun.
Dalam Rakernas, tidak hanya sekedar menyoroti penyelenggaraan
ibadah haji dari berbagai aspeknya, tetapi juga langkah-langkah usaha
perbaikan atau peningkatan menghadapi penyelenggaraan ibadah haji
tahun berikutnya. Di sini mulai masuk unsur perencanaan
penyelenggaraan ibadah haji. Dengan demikian, Rapat Kordinasi itu,
punya nilai yang sangat strategis. Pertama sebagai upaya instrospeksi
atas penyelenggaraan ibadah haji yang telah diselenggarakan. Sehingga
bisa diketahui, apa saja yang perlu disempurnakan dan ditingkatkan pada
penyelenggaraan haji berikutnya. Tentu saja perencanaan
penyelenggaraan ibadah haji, perlu pembahasan secara khusus dan
menyeluruh di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama serta kordinasi dengan
instansi lainnya yang terlibat dalam penyelenggaraan ibadah haji.1
Langkah berikutnya terkait rangkaian perencanaan
penyelenggaraan ibadah haji, salah satu yang paling menyita waktu,
pikiran dan tenaga adalah ketika pembahasan BPIH antara Kementerian
Agama dengan Komisi VIII DPR RI. Item per item dalam komponen
BPIH itu dibahas satu persatu, sehingga untuk ini ke dua belah pihak
membentuk Panitia Kerja (Panja) BPIH. Ada Panja BPIH DPR RI serta
Panja BPIH Pemerintah. Sampai akhirnya BPIH disepakati bersama dan
ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Adapun uraian penetapan biaya
penyelenggaraan ibadah haji adalah :
1. Komponen Penetapan BPIH
Setiap warga negara yang akan menunaikan ibadah haji
berkewajiban membayar BPIH melalui Bank Penerima Setotan
(BPS) kerekening atas nama Mentri Agama. Pendaftaran jemaah
haji dilakukan sepanjang tahun setiap hari kerja dikantor kemenag
Kab./Kota, sedangkan pelunasan BPIH dilakukan setelah terbitnya
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67/2012 tentang Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 2012.2 BPIH dikelola dengan
pertimbangan nilai manfaat yang digunakan untuk membiayai
oprasional penyelenggeraan ibadah haji. Adapun komponen BPIH
1 Mantri Agama.Dirjen PHU.Realita haji Media Komunikasi Penyelenggraan Haji dan
Umroh 2012. edisi III hlm.5 2Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011.hlm 13
terdiri dari komponen biaya langsung (direct cost ) dan biaya tidak
langsung (indirect cost). Komponen biaya biaya langsung biaya
langsung dibayar oleh jamaah haji sedangkan komponen biaya
tidak langsung yaitu biaya yang tidak dibayarkan oleh jamaah
tetapi hasil optimalisasi setoran awal BPIH. Disamping itu terdapat
dukungan pembiayaan dari APBN dan APBD.3 Penyusunan
Komponen direct dan indirect cost BPIH dilakukan oleh
pemerintah dan dibahas secara intensif dengan komisi VIII DPR
RI.
1. Komponen Direct Cost (biaya langsung) meliputi :
a. Biaya Penerbangan Jamaah
b. Biaya Oprasional Arab Saudi Jamaah
(1). Maslahah Ammah/General Services:
- Biaya pelayanan Muassasah
- Biaya perkemahan Armina
(2). Akomodasi:
- Sewa rumah Makkah
- Sewa rumah Madinah
- Sewa Madinatul hujjaj
- Sewa kantor sektor Madinah
- Sewa ruang pelayanan kloter di Makkah
- Sewa ruang pelayanan kloter di Madinah
3 Kementrian Agama RI, Dirjen PHU.Rencana Operasional Penyelenggaraan Ibadah
Haji Tahun 2011.hlm.19
(3). Konsumsi Jamaah Haji:
- Makan masa kedatangan di Airport (1X)
- Makan masa perjalanan Makkah/Madinah (1X)
- Makan masa kedatangan di Terminal Hijrah
Madinah (1X)
- Makan selama di Arafah-Mina
- Makan masa kepulangan di Terminal Hijrah
Madinah (1X)
- Makan selama di Madinatul Hujjaj (4X)
- Makan masa kepulangan di Airport (1X)
(4). Angkutan Darat (Naqobah):
- Biaya perjalanan Jeddah-Maakah-Madinah-Armina
- Angkutan Madinatul Hujaj Airport KAA
- Ongkos bongkar muat barang Madinatul
Hujaj/Madinah
(5). Living cost Jamaah:
(6). Pengadaan tambahan obat-obatan
c. Biaya Oprasional dalam Negri Jamaah
(1). Konsumsi Jamaah dan Petugas di Embarkasi
- konsumsi jamaah haji
- konsumsi petugas haji
- konsumsi petugas embarkasi
(2). Belanja Barang
- pencetakan (paspor, manasik, SPPH, SPMA, tanda
pengenal, buku-buku petunjuk dan biaya
pengirimannya)
- obat-obatan, alat kesehatan dan vaksin meningitis
- gelang identitas
(3). Kegiatan Penyelenggaraan Haji
- informasi haji/penyuluhan haji
- proses penyelesaian paspor haji di pusat, embarkasi
propinsi dan kab/kota (antar jemput paspor,
penelitian, pemvisaan oleh imigrasi Arab Saudi)
- pengobatan,rujukan jamaah haji embarkasi dan tes
kehamilan
- pembinaan jamaah (pembentukan regu rombongan,
pemantapan manasik, pelatihan karu, karom dan
konsolidasi kloter)
- asuransi jiwa
- penyiapan angkutan haji/penjadwalan di 8
embarkasi
- pemeliharaan siskohat
- penyiapan qur’ah
(4). Airport Tax
2. Komponen Indirect Cost (biaya tidak langsung) meliputi :
a. Biaya Penerbangan Petugas
b. Biaya Operasional Arab Saudi Petugas
(1). Insentif Petugas Haji:
a. Petugas Non-Kloter
- perutusan haji Indonesia dan rombongan
b. Petugas Kloter
- ketua kloter
- TPHD
- TKHI (dokter)
- TKHI (paramedis)
- karom
- karu
c. PPIH Arab Saudi
- koordinator (dubes)
- koordinator harian (konjen)
- ketua pelaksana (ka.staf)- kadaker
- wakil kadaker- home & local staff
- temus
(2). ATK dan Perlengkapan:
- sarana administrasi
- daker, sector, perkemahan amina dan pos
pelayanan Armina
- langanan daya dan jasa
(3). Perjalanan Petugas Jeddah-Makkah dan Madinah:
- luar daerah kerja (Jeddah, Makkah, Madinah)
- pendamping jamaah sakit
(4). Sewa Kantor, Wisma dan Pemeliharaan:
- wisma haji Jeddah
- wisma haji Makkah
- wisma haji Madinah
- posko jamarot
- kantor daker Jeddah di airport
- pol/bengkel kendaraan Jeddah
- pemeliharaan kantor dan wisma
(5). Konsumsi Petugas Haji:
- perutusan haji Indonesia dan rombongan
- petugas PPIH Arab Saudi
- safari wukuf
- rapat-rapat
- malam taaruf persiapan ops.Armina
- penataran tenaga musim
- petugas kloter di Armina
- petugas kloter di Madinatul Hujjaj
(6). Pemeliharaan Ambulance dan Kendaraan
Operasional
(7). Biaya Penunjang Operasional:
- pakaian seragam temus
- bantuan transportasi temus mahasiswa luar Arab
Saudi
- pelayanan muassasah petugas kloter
- naqobah petugas kloter
- perkemahan petugas kloter di Armina
- siskohat, sarana media, media centre haji
- badah haji, jumrah dan tawaf ifadah pasien
- dana cadangan/kontingen (pelayanan jamaah haji)
c. Biaya Operasional dalam Negeri Petugas
(1). Operasional Pusat
- Belanja Pegawai (ruang makan, transport, rapat-
rapat dan lembur)
- Belanja barang (ATK, inventaris kantor,
kendaraan operasional
haji langganan daya dan jasa komputer)
- Belanja Perjalanan (dalam dan luar negeri)
- Belanja Pemeliharaan (inventaris kantor,
kendaraan operasional
haji, Pemeliharaan asrama haji)
(2). Operasional Embarkasi
- Belanja pegwai : (honor/uang lelah, transport,
rapat-ratap dan
lembur)
- Belanja barang (ATK, keperluan sehari-hari
kantor, langgan daya dan jasa)
- Belanja perjalanan, Kab/Kota ke
Propinsi/embarkasi
- Belanja pemeliharaan (inventaris kantor,
kendaraan operasional)
- Peningkatan fasilitas asrama haji embarkasi,
rapat-rapat evaluasi
penyelenggaraan haji embarkasi
(3). Operasional Propinsi, Kabupaten/Kota:
- Belanja pegawai: (honor/uang lelah, transport,
rapat dan lembur)
- Belanja barang (ATK, keperluan sehari-hari
kantor, langganan Daya dan jasa)
- Belanja perjalanan, kab/kota
kepropinsi/embarkasi
- Belanja pemeliharaan (inventaris kantor,
kendaraan operasional)
- peningkatan fasilitas asrama haji propinsi, valuasi
penyelenggaraan haji
(4). Biaya Administrasi Bank
2. Mekanisme Proses Penetapan BPIH
Berdasarkan hasil rapat kerja Mentri Agama dengan
Komisi VIII DPR RI maka besaran BPIH yang telah disetujui
olah DPR itu kemudian diusulkan pada Presiden untuk
ditetapkan sebagai Perpes.4 Adapun perencanaan dan prosedur
penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dilakuakn
melalui beberapa tahapan, yakni5 :
a. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Membentuk tim survey kebutuhan BPIH berdasarkan SK
Dirjen yang terdiri dari unsur Subdit-Subdit pada
Direktorat BPIH dan SIH dengan durasi waktu H-60
sebelum masa oprasional haji berakhir.
b. Tim Survey menindak lanjuti SK Dirjen dan melakukan
survey kebutuhan BPIH berdasarkan petunjuk pelaksanaan
survey dimasing-masing satuan kerja (pusat arab Saudi
dan provinsi)
c. Subdit BPIH Kasi Perencanaan menyusun draf komponen
direct dan indirect cost BPIH, setelah mendapat hasil
laporaan dari tim survey terkait kebutuhan BPIH
d. Panitia Konsultasi Melakukan konsultasi untuk usulan
komponen BPIH Tingkat pusat, arab saudi dan Propinsi
4 Kementrian Agama RI, Dirjen PHU.Rencana Operasional Penyelenggaraan Ibadah
Haji Tahun 2011.hlm.20 5 Kementrian Agama Republik Indonesia, SOP Direktorat Penyelenggaraan Haji dan
Umrah,: Rencana Mutu dalam Punyusunan dan Pembahasan Rancangan BPIH. Jakarta Ditjen PHU,2009
yang melibatkan unsur perencanaan anggaran BPIH pada
pusat, Arab Saudi, Kanwil Depag Propinsi
e. Subdit BPIH mengolah draft komponen BPIH sesuai hasil
pembahasan konsultasi pada pusat, Arab Saudi, dan
propinsi untuk disetujui oleh Direktur BPIH & SIH
(terdapat dalam Laporan hasil konsultasi)
f. Sekretaris Ditjen PHU mengajukan hasil pembahasan
komponen BPIH kepada Dirjen PHU yang selanjutnya
diajukan kepada Menteri Agama melalui Surat pengajuan
kepada Menag di tanda tangan Dirjen PHU dan dilampiri
rancanga awal komponen BPIH di tanda tangan Dirjen
PHU.
g. Menteri Agama Mengajukan komponen rancangan BPIH
yang sudah disetujui kepada DPR RI yang antara lain
berisi Rancangan awal BPIH, naskah narasi dan lampiran
di tanda tangan Menteri Agama.
h. PANJA (Depag & DPR) membahasan dan mengecek
komponen rancangan BPIH antara Panja BPIH Depag dan
Panja BPIH Komisi VIII DPR dengan focus pada
Komponen rancangan disesuaikan dengan Direct cost dan
indirect cost.
i. DPR mengajukan hasil pembahasan Panja BPIH Depag
dan Panja BPIH DPR tentang besaran komponen BPIH
kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan
j. Menteri Agama mengajukan komponen BPIH yang sudah
disetujui oleh DPR kepada Presiden untuk disahkan
dengan Perpres (Surat pengajuan kepada presiden ditanda
tangan Menag dilampiri Draft Perpres).
k. Sekretaris Negara penerbitan Peraturan Presiden tentang
besaran BPIH (Pepres BPIH) yang telah dibahas bersama
dengan instansi terkait.
3. Penyusunan dan Penetapan BPIH
Berdasarkan pada Peraturan Presiden RI tahun 2012
tantang biaya penyelenggaraan ibadah haji, bahwa:
1. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji, yang selanjutnya
disebut BPIH, adalah sejumlah dana yang harus dibayar
oleh Warga Negara yang akan menunaikan Ibadah Haji.
2. Jamaah haji adalah warga negara Indonesia yang beragama
islam dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah
haji sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
3. Penyelenggaraan ibadah haji khusus adalah
penyelenggaraan ibadah haji yang pengelolaan,
pembiayaan, dan pelayanannya bersifat khusus.
4. Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
yang selanjutnya disebut BPS-BPIH adalah bank yang
ditunjuk oleh Menteri Agama untuk menerima setoran
BPIH.
5. BPIH Tahun 1433H/2012M meliputi biaya penerbangan
haji, biaya pemondokan di Makkah dan Madinah, dan
Living Cost.
6. Berdasarkan hasil rapat kerja Menteri Agama dengan
Komisi VIII DPR-RI pada tanggal 10 Juli 2012 telah
disetujui besaran BPIH tahun 1433H/ 2012M untuk 12 (dua
belas) embarkasi sebagai berikut 6:
Tabel 4.1
No Embarkasi Besaran
BPIH (USD)
Prov./Kab./Kota
1 Aceh 3,328 Aceh 2 Medan 3,388 Sumatra Utara 3 Batam 3,468 Riau, Kepulauan Riau,
Kalimantan Barat, Jambi (Kab. Tanjung Jabung
Barat, Kota Jambi, Muaro Jambi, Batang Hari, dan Tanjung Jabung Timur)
4 Padang 3,404 Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi (Kab. Merangin, Kerinci, Sorolangun,
Bungo, dan Tebo) 5 Palembang 3,456 Sumatera Selatan dan
Bangka Belitung 6 Jakarta 3,638 DKI Jakarta, Jawa Barat,
Banten, dan Lampung 7 Solo 3,617 Jawa Tengah,
D.I.Yogyakarta, Klimantan
6 Replublik Indonesia. Perpres Presiden RI Nomor 67 Tahun 2012 Tentang Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1433H/2012M.
Tengah, (Kab. Kota Waringin Barat, Lamandau,
dan Sukamara) 8 Surabaya 3,738 Jawa Timur, Bali, Nuasa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur
9 Banjarmasin 3,808 Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah (Kota
Palangkaraya, Kab. Kapuas, Barito Utara, Barito Selatan,
Kota Waringin Timur, Seruyen, Katingan, Pulau
Pisau, Gunung Mas, Barito Timur, dan Murung Raya)
10 Balikpapan 3,819 Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Utara 11 Makasar 3,882 Sulawesi Selatan,
Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat,
Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat
12 Lombok 3,857
7. Pembayaran BPIH Tahun 1433H/2012M dilakukan dengan
mata uang dolar Amerika atau mata uang rupiah sesuai kurs
jual transaksi Bank Indonesia yang berlaku sama pada hari
dan tanggal pembayaran.
Berdasarkan standar penetapan BPIH 2012 diatas bila
dibandingkan dengan standar penetapan BPIH 2011 , besaran rata-rata
BPIH tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar USD 84 dari USD
3,533 menjadi USD 3,617. Kenaikan tersebut disebabkan oleh
kenaikan yang signifikan pada biaya penerbangan rata-rata sebesar
USD 184. Namun kenaikan tersebut diimbangi dengan pengalihan
General Service Fee untuk pemerintah kerajaan Arab Saudi sebesar
USD 100 yang pada tahun lalu merupakan beban jamaah haji (direct
cost) menjadi beban optimalisasi setoran awal BPIH (indirct cost).
Selain itu ada tiga hal yang perlu dicermati dalam penetapan BPIH
yakni Nilai tukar rupiah, Harga minyak mentah dunia dan peningkatan
biaya penyewaan rumah.
4. Laporan Oprasional BPIH tahun 2012
Oprasional BPIH di dalam PIH terdiri dari dua
komponen yakni direct cost dan indirect cost. Seperti yang telah
diuraikan diatas bahwa komponen direct cost adalah komponen
utama yang dibahas dalam penetapan BPIH pada setiap tahunya
dan komponen inilah yang menjadi penentu dari proses
oprasiaonal PIHI dari tahap persiapan hingga penyelenggaraan
haji berakir. Adapun rincian laporan oprasional komponen direct
cost :
Tabel 4.2
Embarkasi
Komponen Direct Cost
Biaya Penerbangan Haji Biaya Pemondokan Living Cost Total Indo –
A. Saudi
Landing Madinah
Airport Tax A. Saudi
Madinah Makkah
Aceh $ 1,901 $ - $ 14 $ 874 $ 161 $ 405 $ 3,328
Medan $ 1,911 $ 50 $ 14 $ 874 $ 161 $ 405 $ 3,388
Batam $ 1,991 $ 50 $ 14 $ 874 $ 161 $ 405 $ 3,468
Padang $ 1,977 $ - $ 14 $ 874 $ 161 $ 405 $ 3,404
Palembang $ 2,029 $ - $ 14 $ 874 $ 161 $ 405 $ 3,456
Jakarta $ 2,161 $ 50 $ 14 $ 874 $ 161 $ 405 $ 3,638
Solo $ 2,190 $ - $ 14 $ 874 $ 161 $ 405 $ 3,617
Surabaya $ 2,261 $ 50 $ 14 $ 874 $ 161 $ 405 $ 3,738
Banjarmasin $ 2,381 $ - $ 14 $ 874 $ 161 $ 405 $ 3,808
Balikpapan $ 2,392 $ - $ 14 $ 874 $ 161 $ 405 $ 3,819
Makasar $ 2,455 $ - $ 14 $ 874 $ 161 $ 405 $ 3,882
Lombok $ 2,430 $ - $ 14 $ 874 $ 161 $ 405 $ 3,857
B. Evaluasi Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH)
Dalam setiap kegiatan baik itu berskala besar maupun berskala
kecil,ada beberapa aspek yang patut dilakukan agar kegiatan itu
terlaksana dengan hasil yang memuaskan,tak terkecuali dalam penetapan
biaya penyelenggaraan ibadah haji yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama
Republik Indonesia (Kemenag RI).
Beberapa aspek tersebut antara lain dalam hal perencanaan
(planning), perngorganisasian, pelaksanaan, pengwasan, analisis data
temuan, dan evaluasi dari kesemua proses pelaksanaan kegiatan tersebut.
Perencanaan (planning) adalah proses penyusunan rencana strategis
untuk sebuah kegiatan guna mencapai tujuan bersama. Hal yang menjadi
inti pembahasan adalah mengenai aspek pelaksanaan (actuating) yang
merupakan fungsi ketiga dari empat fungsi manajemen. Pelaksanaan atau
sering juga disebut penyelenggaraan adalah proses realisasi dari hasil
perencanaan dan pengorganisasian yang menghasilkan sesuatu yang
konkrit dan bisa diawasi serta di evaluasi.
Pada fungsi ini, penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji
oleh Dirjen PHU dengan membagi beberapa unit kerja yang telah
disebutkan di atas sesuai dengan fungsinya. Penetapan biaya
Penyelenggaraan ibadah haji Indonesia di tahun 2012 dirasa kurang
memberikan pelayanan yang optimal untuk jamaah haji Indonesia hal ini
karna penetapan BPIH 2012 yang dinilai lambat sehingga persiapan PIH
yang menurut jadwal dilakukan 3 bulan sebelumnya ternyata dilakukan
kurang lebih 1 (satu) bulan sebelum PIH. Namun secara keseluruhan,
hal-hal tersebut tidaklah menjadi sebuah hambatan dalam PIH di Arab
Saudi.
Langkah terakhir dalam sebuah pelaksanaan kegiatan adalah
evaluasi. Evaluasi adalah aktifitas untuk meneliti dan mengetahui
pelaksanaan yang telah dilakukan dalam proses keseluruhan organisasi
sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka
pencapaian tujuan serta menjadikannya sebagai indikator kesuksesan atau
kegagalan sebuah program sehingga dapat dijadikan bahan kajian
berikutnya.7
Adapun langkah-langkah evaluasi yang dilakukan oleh Ditjen
PHU dalm penetapan BPIH 2012 antara lain sesuai dengan langkah-
langkah yang sudah umum, yakni yang pertama adalah menentukan hal-
hal yang akan di evaluasi untuk semua aspek komponen kebutuhan BPIH
dengan melakukan pengamatan langsung pada tiap aspek yang dilakukan
7 M. Anton Athoillah, Dasar-Dasar Manajemen, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) Cet. I,
h.115
oleh petugas haji yang nantinya laporan tersebut akan dikumpulkan
menjadi satu laporan umum untuk di kaji dan di bahas lebih lanjut.
Kedua adalah menentukan batasan-batasan evaluasi, yakni membatasi
bahwa yang akan di evaluasi hanyalah aspek komponen-komponen yang
digunakan dalam penetapan BPIH dan tidak termasuk hal-hal selain
aspek-aspek tersebut agar laporan yang dihasilkan menjadi jelas dan
teratur untuk di kaji lebih lanjut. Ketiga adalah merancang desain atau
metode evaluasi, Ditjen PHU menggunakan rancangan desain dengan
menggunakan metode studi kasus atau pengamatan langsung untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan. Keempat adalah melakukan
pengamatan dan analisis semua komponen BPIH dalam prosesi PIH sejak
masih di tanah air hingga di tanah suci dan kembali lagi ke tanah
air,mengumpulkan semua permasalahan dan persoalan yang terjadi
selama PIH. Langkah terakhir yang dilakukan adalah membuat
kesimpulan sebagai laporan akhir yang nantinya akan dijadikan standar
baru untuk penetapan BPIH dalam PIH di tahun berikutnya.
1. Tansportasi Haji Indonesia – Arab Saudi
Pada tahun 2010 yang menjadi kendala dalam pemberangkatan
adalah hal yang sama pada setiap tahunnya, yakni keterlambatan
kedatangan armada pesawat di bandara. Akan tetapi hal tersebut
adalah hal yang tidak bisa di cegah oleh pemerintah Indonesia, karena
hal tersebut merupakan sudah menjadi teknis. Sedangkan yang
menjadi kendala dalam transportasi darat adalah bukan pada armada
bus, melainkan pada banyaknya jumlah jamaah haji yang ada di tanah
suci dari berbagai negara, sehingga menyebabkan arus jalan menjadi
sedikit terhambat. Namun hal tersebut adalah hal yang tidak bisa di
cegah oleh pemerintah Indonesia, karena hak untuk menunaikan
ibadah haji adalah hak dan kewajiban bagi setiap Muslim yang sudah
mampu, sehingga hal-hal terkait perjalanan lokal tidak bisa
diprediksikan dengan tepat.
Selama teknis PIH berlangsung masih sering terjadi jamaah
haji Indonesia yang kekurangan fasilitas armada bus yang mengantar
jamaah haji Indonesia yang tinggal kurang lebih 2 KM dari masjidil
haram,untuk penanganannya pada musim haji tahun 2012 ini pihak
penyelenggara telah menambah jumlah armada bus sesuai
kebutuhan,dan jumlahnya akan terus berubah setiap tahunnya
tergantung pada jumlah jamaah haji Indonesia. Penyewaan armada
bus yang dilakukan di tanah suci ini dilakukan dengan alasan untuk
menghemat biaya dengan membagi jumlah armada bus yang akan
disewa sesuai dengan jamaah yang ada, sehingga tidak mengalami
kelebihan armada.
Pada tahun 2011, pemberangkatan (embarkasi) yang masih
banyak keterlambatan (delay). Untuk tahun 2012 ini pemerintah masih
menggunakan jasa penerbangan dari Garuda Airlines dan Saudi
Arabia Airlines sama seperti pada musim haji tahun sebelumnya untuk
mengangkut jamaah haji Indonesia. Pada prakteknya pemerintah telah
memesan armada yang layak dan nyaman, namun keterlambatan
terjadi bukan pada koordinasi pemerintah dengan maskapai
penerbangan,melainkan terjadi akibat kendala teknis selama pra-
pemberangkatan seperti penuhnya landasan untuk parkir pesawat
sehingga pesawat lain harus menunggu pesawat yang ada untuk
berangkat terlebih dahulu.
Keterlambatan armada pesawat itu tentu ada konsekuensinya
pada maskapai terkait karena sebelumnya sudah ada kesepakatan
antara pelaksana ibadah haji, yakni Ditjen PHU dengan maskapai
yang digunakan untuk embarkasi dan debarkasi. Konsekuensinya
adalah jika armada pesawat terlambat datang lebih dari 4 jam,maka
pihak maskapai diharuskan menyediakan konsumsi untuk jamaah
yang terlantar. Bahkan jika lewat dari 6 jam bisa kemungkinan pihak
maskapai harus menyediakan penginapan hotel untuk jamaah haji dan
untuk kemudian diberangkatkan setelahnya.8
2. Akomodasi Jamaah
Kemudian terkait masalah pemondokan di Madinah dan
Makkah. Meski pada tahun 2011 Pelayanan Pemondokan mengalami
perbaikan dan peningkatan yaitu Kebijakan pemerintah bahwa
pemondokan haji di Makkah paling jauh 4 Km dan di Madinah 95%
ditempatkan di Markaziah dapat direaliasikan di lapangan.
8 Rencana Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
a. Di Makkah jemaah yang menempati ring I berjumlah 126.900
jemaah (63%) dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya
(27%). Sedangkan jemaah haji yang menempati ring II
berjumlah 74.967 jemaah (37%) dibanding tahun lalu mencapai
(73%) dan jarak pada ring II tahun ini paling jauh 4 Km
sedangkan tahun lalu mencapai 7 Km.
b. Di Madinah pada gelombang I jemaah yang menempati ring I /
wilayah Markaziah adalah (91.46%) dan diharapkan target
(95%) dapat terpenuhi pada gelombang II.
Namun Permasalahan pemondokan di Madinah seperti penempatan
jemaah di wilayah yang berjarak lebih dari 1 Km dan adanya beberapa
rumah yang airnya kurang lancar, menurut catatan dilakukan oleh Majmuah
yang kurang bonafitt. Untuk itu pada tahun yang akan datang penunjukkan
Majmuah perlu selektif,dan yang banyak masalah maka majmuah tersebut
tidak ditunjuk lagi.9
Persoalan yang tinbul di pemondokan Makkah pada umumnya
adalah air yang tidak lancar, kualitas yang kurang memadai dan persoalan
pengembalian selisih sewa. Terhadap masalah adanya pemondokan yang
airnya kurang lancar dan kualitas kurang memadai harus menjadi catatan
agar tahun yang akan datang tidak disewa lagi. Adanya persoalan yang
terkait dengan pengembalian selisih sewa bahkan sampai ada kloter yang
melakukan protes karena dinilai tidak adil, hal ini antara lain disebabkan
oleh kesalahan sistem. Kebijakan penyewaan pemondokan di Makah adalah
9 Mantri Agama.Dirjen PHU.Realita haji Media Komunikasi Penyelenggraan Haji dan
Umroh. edisi II 2011
menerapkan sistem non subsidi silang/proporsional, artinya rumah itu disewa
sesuai dengan harga riil dan tidak boleh dengan harga borongan dan apabila
harga sewa itu dibawah harga yang dibayar oleh jemaah maka jemaah itu
mendapatkan pengembalian selisih. Sementara itu dalam kenyataannnya
masih ada rumah yang disewa dari pemilik / penyewa dengan sistem
borongan dimana ada rumah yang harganya tidak sesuai dengan realita yang
ada.. Untuk tahun yang akan datang apabila masih diterapkan sistem
pengembalian selisih maka penyewaan rumah tidak boleh dengan sistem
borongan, dan pengembalian sewa rumah dilakukan penyempurnaan.10
3. Konsumsi Jamaah Haji
Adanya kelemahan-kelemahan pelayanan katering di Madinah.
Menurut catatan dari kesehatan bahwa ada perusahaan catering yang
tidak memenuhi standar yakni banyaknya keluhan tentang katering
yang basi, sebenarnya penyedia katering melakukan tugas dengan
semestinya,mengantarkan katering jamaah ke pemondokan masing-
masing sesuai dengan jam-jam yang telah ditentukan. Namun adanya
miss-understanding antara jamaah dan penyedia katering adalah
banyaknya jamaah yang berdiam didalam masjid untuk menunggu
waktu sholat berikutnya sementara katering sudah tiba di
pemondokan. Alhasil sesampainya jamaah di pemondokan,yang
didapati adalah katering yang sudah tidak layak atau basi. Untuk itu
perlu ditingkatkannya kesadaran jamaah akan waktu-waktu
penyediaan katering di pemondokan dan juga adanya sistem informasi
10 Mantri Agama.Dirjen PHU.Realita haji Media Komunikasi Penyelenggraan Haji dan Umroh. Edisi II 2011
yang lebih jelas dari pihak penyelenggara kepada jamaah agar tidak
lagi didapati katering yang sudah basi.Serta untuk dimasa-masa
mendatang jumlah perusahaan katering dapat dikurangi dan
perusahaan yang bermasalah tidak ditunjuk lagi.
Selanjutnya adalah adanya penolakan oleh pihak hotel
terhadap pelayanan catering, hal ini tidak akan terjadi apabila
disebutkan dalam kontrak sehingga dari awal pihak hotel mengetahui
bahwa jemaah haji Indonesia di luar markaziah akan diberikan
katering olehperusahaan katering dari luar.
Pelaksanaan katering di Arafah dan Mina dengan sistem
prasmanan cukup baik tetapi ada yang menilai bahwa sistem
prasmanan tersebut mengganggu pelaksanaan ibadah. Untuk itu
system penyajiannya perlu diperbaiki yaitu ditambah beberapa meja
penyajiannya agar tidak terlalu panjang antriannya. Namun ada juga
yang mengusulkan untuk diganti dengan sistem box.
Untuk itu pemerintah mencoba memperbaiki pelayanan
catering yang seiring berjalanya penyelenggraan ibadah haji terus
mnegalami perubahan/ perbaikan. Adapun bentuk upaya perbaikan
yang dilakukan adalah dengan mengupayakan pelayanan katering di
Armina dengan menggunakan boks dan perbaikan sistem
distribusi,terutama pada saat pelaksanaan wukuf agar jemaah lebih
berkonsentrasi ibadah. Kemudian penguatan pengawasan dan
standarisasi pelayanan katering terkait dengan ketenagaan, distribusi,
menudan rasa, dan peralatan yang tertuang dalam kontrak.
4. Keamanan dan Living Cost
Terkait masalah keamanan pada tahun 2010 dan 2011 tingkat
kriminal meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya seperti adanya
penipuan dan perampasan yang terjadi di wilayah sekitar Masjidil
Haram dan Masjid Nabawi masih banyak jamaah haji yang
mengalami perampokan barang bawaan termasuk Living Cost. Untuk
mengatasi masalah ini perlu adanya penanganan masalah di sector
dikendalikan oleh PAM Daker yang dibantu oleh tenaga musiman
yang mengetahui karakteristik dan social budaya di wilayahnya.11
Namun mulai dari musim haji tahun 2012 kini sudah mulai
dibentuknya personil keamanan wanita untuk menjaga keamanan dan
ketertiban dari jamaah wanita pada tempat yang dilarangnya
bercampur antara laki-laki dan wanita dalam satu tempat. Serta
menambah jumlah petugas keamanan dari unsur Polri yang memiliki
kemampuan Reskrim. Menyusun standarisasi penanganan dan
penyelesaian kasus-kasus kriminalitas yang menimpa jemaah dan
petugas. Meningkatkan sosialisasi kepada jemaah tentang kejadian
kasus-kasus, dan kriminalitas di Tanah Suci. Rumah yang disewa
diupayakan agar memiliki save deposit box dan dilengkapi dengan
tanda bukti serah terima penyimpanan barang berharga jemaah dan
11 Mantri Agama.Dirjen PHU.Realita haji Media Komunikasi Penyelenggraan Haji dan
Umroh. Edisi II 2011
Living Cost Jamaah yang nantinya akan diberikan dalam bentuk kartu
ATM.
5. Penyusunan dan Proses Penetapan BPIH
Siklus penyusunan dan penetapan biaya penyelenggaraan
ibadah haji adalah sebuah proses kegiatan yang rutin setiap tahun,
yang tidak jauh berbeda bentuk dan sifatnya. Kegiatan itu diawali
dengan perencanaan anggran biaya penyelenggraan ibadah haji
diselenggarakan usai penyelenggaraan ibadah haji setiap tahun, proses
perencanaan dilakukan setelah selesainya laporan penyelenggaraan di
tahun sebelumnya. Penetapan BPIH merupakan langkah awal dari
proses persiapan dan pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji namun
lambanya proses penetapan BPIH tak jarang menjadikan persiapan
rangkaian penyelenggaraan ibadah haji tidak berjalan runtut
sebagaimana mestinya. Akhirnya usaha persiapan serangkaian
penyelenggaraan ibadah haji, dilakukan dengan perkiraan-perkiraan,
bukan dengan langkah pasti.12
Namun seiring dengan pelantikan Dirjen PHU baru Anggito
Abimanyu pada tahun 2012. Dirjen PHU‘pun seperti mendapatkan
semangat baru, terutama semangat perubahan penyelenggaraan ibadah
haji Indonesia kearah yang lenih baik. seperti yang katakan oleh
Dirjen PHU yakni Anggito Abimanyu Terkait dengan lambatnya
penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang harus
12 Mantri Agama.Dirjen PHU.Realita haji Media Komunikasi Penyelenggraan Haji dan
Umroh. Edisi V 2012
dibahas dengan DPR dan kemudian ditetapkan presiden, ia
mengatakan, titik lemahnya ada pada komunikasi. Untuk itu
diharapkan dapat dibuatkan suatu sistem sehingga pembahasan ke
depan tidak bertele-tele. Katanya13
Semangat perubahan inilah yang kemudian memberikan
dampak positif termasuk dalam proses penetapan BPIH agar tepat
waktu sebagaimana mestinya.
C. Analisis Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan
dalam mekanisme penetapan BPIH untuk setiap tahunya yakni proses
penyusunan dan penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji adalah
sebuah proses kegiatan yang rutin setiap tahun, yang tidak jauh berbeda
bentuk dan sifatnya. hal ini karna sudah sesuai denagan Standar
Oprasional Prosedur (SOP) yang dimiliki subdit BPIH Dirjen PHU.
Adapun hasil evaluasi yang terjadi setiap tahunya adalah mengenai
pembahasan Oprasional Penyelenggaraan di Arab Saudi dan dalam Negri
(komponen direct and indirect cost), hal ini bertujuan agar kendala-
kendala oprasional yang terjadi dalam proses pelaksanaan
penyelenggaraan ibadah haji di tahu tersebut tidak terulang lagi ditahun
berikutnya.
13 Mantri Agama.Dirjen PHU.Realita haji Media Komunikasi Penyelenggraan Haji dan
Umroh. Edisi V I 2012
Namun penetapan BPIH dalam penyelenggaraan ibadah haji di
indonesia tahun 2012 masih memiliki masalah-masalah klasik yang
terjadi selama proses penetapan BPIH, diantaranya adalah lamanya
pembahasan komponen-komponen BPIH antara pemerintah dan DPR-RI
terutama dalam pembahasan komponen Ticketing dan Penyewaan
Perumahan. Hal tersebut bisa saja terus terulang di musim haji berikutnya
jika tidak ada langkah-langkah perbaikan.
Pada penelitian ini, penulis dapat mengambil satu garis besar
tentang proses evaluasi yang dilakukan oleh Ditjen PHU di bawah
naungan Kementerian Agama RI dan dibantu oleh beberapa instansi
pemerintahan terkait,dengan menggunakan metode evaluasi studi kasus
lapangan, yakni sebuah metode riset pemeriksaan untuk beberapa
masalah yang disebut sebagai kasus sebagai bahan acuan evaluasi dengan
melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi temuan
dan membuat laporan hasil akhirnya untuk dijadikan standar keberhasilan
kegiatan berikutnya. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu
dengan melakukan pengawasan penuh dan pengumpulan berbagai
masalah yang terjadi selama PIH berlangsung.
Berdasarkan hasil temuan yang tertulis di atas, penulis dapat
menganalisis bahwa semua proses penetapan BPIH yang dilakukan oleh
Ditjen PHU Kemenag RI telah sesuai dengan standar oprasional
pelaksanaan ibadah haji di tiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena
beberapa hal :
Pertama adalah karena Ditjen PHU dibawah naungan Kemenag
RI yang merupakan satu-satunya lembaga yang mempunyai wewenang
untuk melaksanakan ibadah haji reguler.
Kedua adalah karena secara tidak langsung Ditjen PHU
merupakan tolak ukur pandangan akan keberhasilan PIH di mata
Indonesia dan bahkan manca negara.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada pembahasan bab sebelumnya serta hasil
penelitian yang saya lakukan pada Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Mekanisme Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH)
dilakukan melalui kegiatan sesuai tahapan yang ada dalam Standar
Oprasional Prosedur (SOP) yang dimiliki Dirjen PHU.
2. Evaluasi Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dilakukan
setelah oprasional haji selesai. Pada prinsipnya evaluasi setiap tahun
dilakukan dengan tujuan dan maksud yang sama yakni untuk mengetahui
sejauh mana tingkat keberhasilan oprsional ibadah haji khususnya di Arab
Saudi serta untuk mencari tau kelemahan-kelemahan yang terjadi selama
oprasional ibadah haji, dari pembahasan kelemahan tersebutlah untuk
kemudian di cari solusinya, agar kendala-kendala oprasional yang terjadi
dalam proses pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji di tahu tersebut tidak
terulang lagi ditahun berikutnya dan akhirnya menjadi konsep komponen
pembahasan BPIH.
3. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU)
menggunakan metode studi kasus lapangan dengan melakukan pengamatan
dan mengumpulkan data tentang berbagai masalah yang ada dalam
penetapan BPIH dengan membuat hasil laporan evaluasi sesuai dengan
ketetapan yang berlaku. Bentuk sistem pengawasan yang baik dan terarah
sesuai dengan bidangnya masing-masing,menghasilkan sebuah penilaian
untuk mengukur tingkat keberhasilan PIH di setiap aspeknya. Kegiatan
evaluasi yang dilakukan oleh Ditjen PHU pun sudah sesuai dengan berbagai
teori evaluasi yang ada,dimulai dari menentukan semua aspek yang akan di
evaluasi dalam PIH, mengembangkan batasan-batasan untuk subjek
pengawas, merancang metode evaluasi dengan mengirim langsung instansi-
instansi terkait dengan berbabagi aspek dalam PIH, menyusun rencana
pelaksanaan mulai dari apa,siapa,kapan dan bagaimana pelaksanaan
pengawasan dan evaluasi PIH baik saat masih di Indonesia maupun saat di
tanah suci hingga kembali ke Indonesia, kemudian melakukan analisis hasil
pengamatan untuk kemudian disusun sebagai komponen pembahasan
penetapan BPIH.
A. Saran
Setelah penulis melakukan penelitian pada Direktorat Penyelenggaraan
Haji dan Umrah ada beberapa saran mengenai Penetapan Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji, yakni :
1. Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah bersama Menteri Agama dan
DPR-RI agar terus berkomitmen dalam proses pembahasan rencana
penetapan BPIH sehingga dapat di putuskan sesuai waktu yang telah
ditentukan, hal ini demi lancar dan suksesnya PIH di Indonesia serta agar
Dirjen PHU dapat memberikan pelayanan yang optimal terhadap tamu-tamu
Allah AWT.
2. Sebagai regulator dalam penyelenggraan ibadah haji dan umrah sudah
seharusnya Dirjen PHU memberikan pelayana yyang optimal dengan
melakukan Evaluasi secara berkala khususnya untuk penyususan dan
perencanaan Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) agar
proses persiapan oprasional haji dan Penyelenggaraan Ibadah Haji di
Indonesia dan Arab Saudi tidak ada kendala dan menjadi semakin baik.
3. Ditjen PHU diharapkan mampu menjaga kestabilan pelaksanaan PIH yang
ideal baik serta tansparan baik saat masih di tanah air maupun selama di
tanah suci hingga kembali ke Indonesia.
75
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad fadli HS, Organisasi & Administrasi (Jakarta; Manhalun Nasyi-in
Perss,2008) Cet.IV
Aji B Firman dan Sirait Martin S, perencanaan dan Evaluasi: Suatu Sistem Untuk Proyek Pembangunan (Jakarta;Bumi Angkasa,1990)
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarat; Rajawali Perss,2009)
Basyuni Muhammad M, Reformasi Manajemen Haji, Jakarta: FDK Press, 2008.
Elvinaro Ardianto, Metodolgi Penelitian Untuk Public Relations, Kualitatif dan Kuantitatif (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2010)
Farida Yusuf Tayib nafis, Evaluasi Program, ( Jakarta: Rineka Cipta,2000)
Hungger and Wheelen, Essential of Strategic Manajemen, (Tampa, Florida, Addison Wesley Longman Inc. 1997)
Husaini Usman dan Purnomo Akbar Setiady, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003)
Kemenag RI Haji dari Masa Ke Masa. Cetakan Pertama 2012.
Kementerian Agama Republik Indonesia, SOP Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah,: Rencana Mutu dalam Punyusunan dan Pembahasan Rancangan BPIH. Jakarta Ditjen PHU,2009
Kementerian Agama RI, Dirjen PHU.Rencana Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2011.
Kementerian Agama. Dirjen PHU : Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2008 tentanp Penyelenggaraan Ibadah Haji.Jakarta 2009. H 11
KPPU RI dalam Evaluasi Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Persaingan Usaha Dalam Rencana Perubahan Undang-undang No.17/1999 tentang Penyelenggaraan Haji.
Laporan Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011.
76
M. Anton Athoillah, Dasar-Dasar Manajemen,(Bandung; Pustia Setia, 2010) Cet.I
Manteri Agama.Dirjen PHU.Realita haji Media Komunikasi Penyelenggraan Haji dan Umroh 2012. edisi III
Manteri Agama.Dirjen PHU.Realita haji Media Komunikasi Penyelenggraan Haji dan Umroh. Edisi II 2011
Manteri Agama.Dirjen PHU.Realita haji Media Komunikasi Penyelenggraan Haji dan Umroh. Edisi V 2012
Perencanaan Strategis Sistem Informasi : STUDI KASUS DIRJEND PHU AGAMA RI. Miftahul Maulana dan Dana Indra Sensuse Magister Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia, Kampus Universitas Indonesia. Volume 7, Issues 1, April 2011.
Rencana Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011
Rencana Strategi Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umroh 2010-2014
Replublik Indonesia. Perpres Presiden RI Nomor 67 Tahun 2012 Tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1433H/2012M.
Republik Indonesia, 2010, Komisi Pengawas Persaingan Usaha Tentang Laporan Akhie Evaluasi Kebijakan Pemerintah Terkait Persaingan Usaha dalam Rancangan Perubahan Undang-undang No.17/1999 tentang Penyelenggaraan Haji,
Republik Indonesia, 2010, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 10 Tahun2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Agama,
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2003)
Rukminto, Pemberdayaan: Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunikasi Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis (Jakarta: FEUI Press, 2003)
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: ALFABETA, 2008)
Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan (Jakarta; Bina Aksara, 1988)
77
Wawancara langsung dengan Bapak H. A. Rachman, M.Si, Kepala Seksi Perbendaharaan Oprasional Haji (subdit PAOH) BPIH Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia
Wawancara langsung dengan Bapak H. In’am, SE, Kepala Seksi Pengendalian BPS BPIH Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008)
Raker Komisi VIII dengan Kementrian Agama
Agenda Pembahasan Penetapan BPIH 2010
Redaktur : Said Abdullah (F-PDIP).1
Gondo Radityo Gambiro (pimpinan rapat/F-PD):
Hadir 36 anggota dari 46 anggota DPR lengkap dari 9 fraksi, rapat kerja
ini dihadiri lebih separuh komisi VIII DPRRI, kuorum terpenuhi. Pembahasan
BPIH merupkaan pembahasan rutin komisi VIII sehingga dibentuk panja bulan
April 2010, 27 April hingga 10 Juli 2010 pembahasan BPIH dilakukan.
Pembahasan BPIH 2010 secara intensif melalui kerja keras mendalam antara DPR
dan Kemenag telah menyepakati antara lain :
kurs valuta 1 USD= 9300 rupiah, 3,72 riyal. 1=2500 rupiah.
Komponen Direct cost terdiri dari biaya rata-rata penerbangan, General Fee KSA,
biaya pemondokan di Arab Saudi. Untuk indirect cost akan dibahas lebih lanjut.
Menteri Agama Suryadharma Ali:
Pembahasan sudah dilakukan dengan sangat mendalam dan terinci,
perkenankan saya untuk menyampaikan perubahan-perubahan angka yang
memungkinkan bagi kita untuk malakukan pembahasan lebih lanjut, kiranya bisa
disahkan agar kita bisa memperispkan penyelenggaran haji lebih awal, sehingga
hasilnya lebih baik.
Komponen BPIH yang merupakan direct cost adalah:
a. Biaya Penerbangan jamaah dari embarkasi
1http://www.saidabdullah.info/index.php?option=com_content&view=article&id=288:raker-komisi-viii-dengan-menag-bahas-penetapan-bpih-2010&catid=1:latest-news&Itemid=93
b. General service fee (Biaya Pelayanan Umum)
c. Biaya Pemondokan di Makkah dan di Madinah
d. Biaya hidup (living cost) di Arab Saudi
e. Biaya asuransi haji sebagaimana diminta panja dibebankan pada biaya
Indirect cost kami setujui.
Sedangkan komponen lain yang dibebankan ke-biaya Indirect Cost yang
pembiayaannya bersumber dari hasil optimalisasi setoran awal BPIH sebesar SR
471 SR dan USD 15,10 per jamaah. Komponen indirect cost yang dialihakan
tersebut meliputi :
a. Sewa hotel transit Jeddah
b. Biaya selisih distribusi pemondokan di Makkah
c. Sewa rumah cadangan
d. Konsumsi di tempat transit Jeddah
e. Konsumsi masa kedatangan dan kepulangan di Bandara
f. Konsumsi di Armina
g. Pelayanan bongkar muat barang dan
h. Safeguarding.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka besaran BPIHJ tahun
1431/2010 yang dibayarkan langsung oleh jamaah haji (direct cost) adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.1.1
No Embarkasi Besaran BPIH (USD)
1 Aceh 3,147 2 Medan 3,237
3 Batam 3,325 4 Padang 3,233 5 Palembang 3,280 6 Jakarta 3,364 7 Solo 3,327 8 Surabaya 3,432 9 Banjarmasin 3,440
10 Balikpapan 3,474 11 Makassar 3,505 Rata-Rata 3,343
Usulan BPIH tahun 1431H/2010M tersebut terdiri dari biaya penerbangan
sesuai dengan jarak embarkasi ke Arab Saudi rata-rata biaya sebesar USD 1,720,
biaya pemondokan di Mekkah sebesar 2.850 riyal. biaya pemondokan di Madinah
sebesar SR 600, living cost sebesar USD 405, dan biaya asuransi sebesar Rp
100.000. Jika dibandingkan dengan BPUH tahun 1430/2009 maka besaran rata-
rata BPIH tahun 1431/2010 mengalami penurunan sebesar USD 80 dari USD
3,422 menjadi USD 3,342 dengan peningkatan pelayanan pemondokan di Mekah
yang tahun lalu sebanyak 27% berada di Ring I menjadi 63% pada tahun
1431H/2010M. Pemerintah memahami keingina Komisi VIII DPR RI untuk
dapat menurunkan plafon biaya sewa pemondokkan di Mekkah lebih rendah dari
yang diusulkan pemerintah sejalan dengan ketersediaan cadangan hasil
optimalisasi setoran awal BPIH. Namun demikian, pemerintah berpendapat
bahwa cadangan hasil optimalisasi tersebut sangat penting pada tahun datang.
Semakin kuat cadangan hasil optimalisasi, akan semakin baik untuk menjamin
kontinuitas penyelenggaraan ibadah haji yang lebih baik dengan harga yang relatif
stabil.
Semakin kuat cadangan hasil optimalisasi akan bermanfaat dalam
mengantisipasi hal-hal sebagai berikut :
Fluktuasi harga avtur yang berpengaruh harga tiket penerbangan
Fluktuasi nilai tukar US dolar dan SR terhadap Rupiah bagi komponen-
komponen yang dibiayai dalam UD dan SR
Fluktuasi persentase bunga bank atau imbalan SBSN
Peningkatan jumlah jamaah haji yang menempati Ring I pemondokan di
Makkah yang mengakibatkan besarnya biaya subsidi pemondokan
Bertambahnya kuota jamaah haji yang mengakibatkan besarannya biaya
indirect cost yang diperlukan
Kenaikan harga sewa pemondokan di Mekkah yang disebabkan adanya
pembongkaran dan ketatnya kompetisi dengan negara-negara lain
Mempertahankan azas keadilan bagi jamaah haji tahun yang akan datang
untuk memperoleh pemanfaatkan hasil optimalisasi setoran awal BPIH, dan
Mengantisipasi terjadinya kejadian luar biasa (force major).
Perlu kami sampaikan bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan pemondokan di Makkah, kami meproyeksikan penempatan jamaah haji
di Ring I semakin besar dari tahun ke tahun, yang berakibat pada besarnya subsidi
pemondokan. Indirect cost Penyelenggaraan Ibadah Haji 1431H/2010M Dalam
rangka penetapan BPIH Tahun 1431H/2010M, disamping usulan komponen direct
cost sebagaimana tersebut diatas, kami mengusulkan besaran indirect cost sebesar
Rp 1.051.151.691.454 yang dipergunakan untuk :
o Biaya petugas penerbangan, yang meliputi tambahan kekurangan biaya
penerbangan petugas.
o General Service Fee KSA bagi petugas, yang meliputi tambahan kekurangan
biaya pelayanan muasasah, maktab, perkemahan Armina dan angkutan darat
antar kota perhajian
o Biaya Operasional di Arab Saudi, meliputi antara lain biaya subsidi
pemondokan di Mekkah, konsumsi jamaah haji dan petugas, transportasi
jamaah ke masjidil haram, dan honor tenaga musiman
o Biaya Operasional Dalam Negeri yang meliputi antara lain biaya penerbitan
paspor, Penerbitan tidak gratis, betul tapi ini dibayar dari indirect cost,
Akomodadi dan konsumsi jamaah di embarkasi, penerbitan buku manasik
dan bimbingan bagi jamaah, biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji
di Tanah Air dan operasional Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat)
o Safeguarding dan Contingency, yang diperuntukan sebagai cadangan
operasional apabila terjdi perubahan alokasi pembiayaan yang tidak dapat
dihindari.
===================
Gondo Radityo Gambiro: Saya minta persetujuan DPR RI dapat
disetujui? (setuju)
Zainun Ahmadi (F-PDIP): Saya menyampaikan keberatan coba lihat
halaman satu tidak ada perubahan dari sebelumnya. Kami mengusulkan..,
pada halaman dua sedangkan hal dua. Usulan BPIH, yang saya maksudkan
bukan paparan awal 27 April, pemerintah mengajukan usulan 133 dolar.
Hari ini sesungguhnya hasil kerja panja, panja melaporkan dalam rapat ini.
Ingat kita punya UU besaran BPIH atas usul menteri atas persetujuan
DPR. Ini pembahasan yang sekian lama. Itu sangat mengganggu.
Ibrahim Sakti Batubara (F-PAN): Yang kita setujui direct cost,
sedangkan Pak Menteri menyampaikan direct cos dan indirect cost. F-
PAN menyetujui komponen direct cost, sedangkan indirect cost perlu
pembahasan.
Said Abdullah (F-PDIP): Ini adalah akhir muara kesepakatan kita
bersama, ini persoalan usul menjadi benar, ini muaranya. Penurunan ini
tidak hanya 80 USD seharusnya 80 USD dan 100 ribu rupiah.
Gondo Radityo Gambiro: Penyampaian ini kita setujui bersama, Menag
melanjutkan menjadi penetapan presiden. Pak Ibrahim ini sudah disepakati
bersama antara panja DPR dengan Kemenag, disepakati direct cost, masih
ada beberapa point yang didalami dalam indrect cost, tanpa mengulur-ulur
waktu BPIH yang notabene direct cost.
Fauzan Syai'e (F-PAN): Sore ini ada kesepakatan BPIH 2010 bisa turun,
bahwa merebak berkali-kali isu, ada minta komisi VIII meminta sesuatu.
Ini sangat penting bagi kita baik yang diangkat media electronik, tulis,
bahkan didaerah-daerah. Kalau memang ada data bisa disampaikan
individu kepada kita, sehingga bisa klir menetapkan.
Hasrul Azwar (F-PPP): Mohon tidak menyimpang dari substansi, kalau
mau tabayun, apakah perlu kita tabayun, materi dulu, mohon disahkan
dulu. Apa yang disampaikan oleh PAN kita internal dulu.
Zulkarnaen Djabar (F-PG): Kita sudah menetapkan agenda acara, dua
pertama sudah dilaksanakan. Kita bicara setuju dengan setuju, kemudian
masukan saran untuk langkah-langkah kedepan supaya bisa komprehensif
penyelenggaraan haji. Golkar menginginkan siklus tahunan
penyelenggaran ibadah haji, kita taat asas sehingga tidak kenal kepepet
waktu, hal mendesak.
Nurul Iman Mustofa (F-PD): Semangat teman-teman komisi, hari ini
pengesahan BPIH, non substansi bisa dibicarakan setelah ini.
Gondo Radityo Gambiro: Apakah pemaparan BPIH bisa disetujui.
Zainun Ahmadi: Interupsi, harusnya dikembalikan ke Kemenag, ini
terkait asbabun nuzul, nggak ada kerja panja yang kemarin-kemarin.
Gondo Radityo Gambiro: Rapat kita meminta pemaparannya, berarti
tidak mengklaim hasil kerja Kemenag, ini hasil kerja sama.
Zainun Ahmadi: Saya mengharuskan pemaparan ini tidak ada.
Suryadharma Ali: Di awal saya menyampaikan paparan ini, pembahasan
BPIH sudah dilakukan lama tentu oleh dua panja panja Kemenag dan
Panja Komisi VIII. Karena pembahasan sudah begitu detail rinci, oleh
karena saya berharap pada siang hari ini sudah pada tahap epngambilan
keputusan, angka-angka itu berdasarkan kesepakatan dua panja. 100 ribu
diindirectcostkan saya setuju, kita tidak mengklaim ini kerja sendirian
Kemenag.
Lukman Hakim (F-Gerindra): Seberapa besar kita mempunyai cadangan
ini, supaya publik tahu berapa gambarannya dari hasil rasionalisasi.
Zulkarnaen Djabar: Itu sudah dibicarakan, kita terima atau tidak apa
yang disampaikan Menag.
Gondo Radityo Gambiro: Berikutnya atas pemaparan Menteri Agama
kita minta persetujuan setuju, setuju Bapak mendengar dinamika, ini
menunjukan keseriusan DPR dan Kemenag untuk kepentingan umat.
BPIH 1431H/2010M sudah disepakati selanjutnya selaku pimpinan rapat
saya baca draft kesimpulan.
==============
Draft Kesimpulan:
Setelah mendengarkan pemaparan Menteri Agama RI dan mempelajari
pandangan seluruh Anggota dan Fraksi Komisi VIII DPRRI maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Komisi VIII menyetujui komponen Direct Cost BPIH 1431H/2010M
sebagaimana disampaikan Kemenag
2. Komisi VIII akan bahas komponen indirect cost BPIH 1431H/2010M
3. Apabila terjadi perubahan setelah diajukan ke Presiden akan dibahas lagi
dengan DPR sebagai amanat UU No 13/2008
Setelah ini Komisi VIII akan membentuk panja haji dalam rangka
membangun sistem kedepan yang baik dalam penyelenggaraan haji. Apabila
pemerintah memandang perlu adanya perubahan besaran BPIH, maka pemerintah
mengajukan pembahasan kembali kepada Komisi VIII DPR RI Nomor tiga
dihapus
==============
Suryadharma Ali : Saya akan mengomentari point ketiganya, menurut
penafsiran saya ini menyebabkan ketidakpastian tentang indirect cost, ini
sebaiknya dibuang saja.
Gondo Radityo Gambiro : Semangat kemenag untuk membahas
bersama-sama, untuk menurunkan BPIH. Ini saya pertegas bahwa
semangat meski direct dan indirect cost Kemenag punya kewajiban 8 point
indirect cost.
Muhammad Oheo Sinapoy (F-PG) : Ini untuk selamatkan panja
Pemerintah. Saya tidak mengurangi volume ini, saya meminta panja
pemerintah mengadjust supaya tidak ada kesalahan lagi. Usulan Pak Said
itu satu sudah bagus, ini meminta Panja Pemerintah untuk rasionalisasi, ini
bisa dalam bentuk konsultasi.
Suryadharma Ali : Dengan belum disetujui Indirect, sehingga direct cost
tidak akan bulat itu bermasalah dengan hukum, pemondokan 2.850, ini
membuat kita tidak bisa bergerak. Saya setuju pemikiran adjustmen, ini
berubah dalam komponen direct cost, indirect diadjust dari yang itu
sehingga tidak perlu pembahasan. Kalau 2.850 dikurang 100 ribu, saldo
menjadi 140.
Gondo Radityo Gambiro : Sebelum menutup rapat Menag
menyampaikan kata akhirnya
Suryadharma Ali : Tidak ada kata lain selain puji syukur kepada Allah
SWT dan terima kasih pada pimpinan dan komisi VIII baik dalam konteks
panja BPIH dan keseluruhan. Pembahasan ini melelahkan dalam
memberikan hasil yang terbaik kepada jamaah. Memang yang dihasilkan
ini DPR tidak puas, pemerintah tidak puas, tapi sudah bisa menemukan
titik temu. Hal ini semata-mata untuk memberikan pelayanan yang terbaik
untuk masyarakat. Ini perbaikan tahun depan, contohnya komponen direct
dan indirect cost bagaimana supaya 2011 bisa lebih cepat dan mudah.
Terimakasih atas partisipasi yang serius, kami mohon maaf kalau ada yang
tidak berwenang.
Gondo Radityo Gambiro : Demikian berakhir rapat dalam menjalankan
tugas masing-masing dalam tahun berikutnya. Demikian rapat kita tutup
=======