etnoo vivi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 80 %
masyarakat di negara berkembang menggunakan obat tradisional untuk
memenuhi kebutuhan pemeliharaan kesehatan dan 85% obat tradisional
melibatkan penggunaan ekstrak tanaman. Hal ini berarti kurang lebih 3,5 – 4
miliar penduduk di dunia memakai tanaman sebagai sumber obat
(Farnsworth et al,1985). Di sisi lain, kira-kira 119 senyawa kimia murni
yang diekstraksi dari tanaman yang digunakan dalam pengobatan di seluruh
dunia berasal dari hampir 90 spesies tanaman. 74% dari 119 senyawa kimia
tersebut memiliki hubungan pemakaiannya sebagai obat pada daerah dimana
bahan tersebut diperoleh.
Farnsworth (1988) berpendapat bahwa program pengembangan obat
dari tanaman di masa depan seharusnya mencakup evaluasi secara hati-hati
riwayat penggunaan tanaman tersebut sebagai obat. Dr. E. Z. Greenleaf
mengajukan usul kepada perusahaan farmasi ABC di USA untuk melakukan
studi tanaman sebagai sumber obat baru dengan menggunakan pendekatan
pemeriksaan cerita masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai
tanaman yang diduga kuat digunakan oleh suatu masyarakat dalam
pengobatan penyakit tertentu.
Untuk menemukan tanaman yang potensial seorang etnofarmasis
harus berpengetahuan tidak hanya tentang tanaman tetapi juga memahami
1
dinamika budaya. Persiapan untuk ekspedisi dimulai dengan mengoleksi
pengetahuan secara rinci mengenai masyarakat lokal. Etnofarmasis
mempersiapkan studi wilayah mengenai epidemologi, pengobatan
tradisional, budaya masyarakat dan ekologi lingkungan. Tim etnofarmasis
mendeskripsikan penyakit kemudian dikomunikasikan dengan tabib
tradisional dengan melakukan proses wawancara. Hal ini difokuskan pada
tanda-tanda dan gejala umum dan yang mudah dikenali. Apabila penyakit
telah dikenali dan digambarkan secara sama maka pengobatan dengan
tanaman untuk penyakit tersebut dicatat secara rinci oleh etnofarmasis. Jika
beberapa tabib menyatakan hal yang sama maka tanaman tersebut kemudian
dikoleksi.
Tanaman yang dikoleksi kemudian diuji laboratorium menggunakan
berbagai peralatan seperti HPLC. Tujuannya untuk melakukan skrining
metabolit tanaman dan mendapatkan senyawa murni. Senyawa tersebut
kemudian diuji menggunakan metode in vitro. Apabila uji biologis berhasil
maka senyawa tersebut strukturnya ditentukan. Selanjutnya dilakukan uji
pada hewan untuk menilai keamanan dan keampuhannya sehingga dapat
dilakukan uji klinis pada manusia.
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kandungan kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi
tanaman etnofarmasi?
2
I.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data mengenai
kandungan kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi tanaman
etnofarmasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah kita dapat mengetahui kandungan
kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhi tanaman etnofarmasi.
I.5 Kontribusi Penelitian bagi IPTEK
Berdasarkan penelitian ini, kita dapat mengetahui :
1. Identifikasi dan etnotaksonomi bahan alam yang digunakan dalam
pengobatan (etnobiologi medis: etnofarmasi, etnomikologi, etnozoologi).
2. Preparasi tradisional sediaan farmasi (etnofarmasetika).
3. Evaluasi aksi farmakologis suatu preparasi pengobatan tertentu
(etnofarmakologi).
4. Efektivitas klinis (Etnofarmasi klinis).
5. Aspek medis-sosial yang terkait dalam penggunaan obat (antropologi
kesehatan).
6. Kesehatan masyarakat dan farmasi praktis yang membahas penggunaan
oleh publik dan atau re-evaluasi obat-obata
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Tentang Etnofarmasi
II.1.1 Pengertian Etnofarmasi dan Ilmu yang Terkait
Etnofarmasi adalah studi tentang bagaimana masyarakat suatu etnis
atau wilayah dalam menggunakan suatu tanaman obat atau ilmu
multidisiplin yang mempelajari penggunaan obat-obatan terutama obat
tradisional oleh suatu masyarakat lokal (etnik).. Etnofarmasis merupakan
orang yang mengeksplorasi bagaimana suatu tanaman digunakan sebagai
pengobatan. Hal ini terkait dengan studi mengenai sediaan obat yang terkait
dengan penggunaannya dalam konteks kultural (Midiana, 1983).
Etnofarmasi meliputi studi-studi (Midiana, 1983):
1. Identifikasi dan etnotaksonomi bahan alam yang digunakan dalam
pengobatan (etnobiologi medis: etnofarmasi, etnomikologi, etnozoologi).
2. Preparasi tradisional sediaan farmasi (etnofarmasetika).
3. Evaluasi aksi farmakologis suatu preparasi pengobatan tertentu
(etnofarmakologi).
4. Efektivitas klinis (Etnofarmasi klinis).
5. Aspek medis-sosial yang terkait dalam penggunaan obat (antropologi
kesehatan).
6. Kesehatan masyarakat dan farmasi praktis yang membahas penggunaan
oleh publik dan atau re-evaluasi obat-obatan.
4
Etnofarmasi seringkali salah disamakan dengan etnofarmakologi
yang hanya fokus pada evaluasi farmakologis pengobatan tradisional
(Midiana, 1983).
II.1.2 Sejarah dan Perkembangan Etnofarmasi di Sulawesi Selatan
Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati
dalam dosis yang layak dapat menyembuhkan, meringankan atau
mencegah penyakit serta gejalanya (Sastroamijaya, 2001).
Obat Nabati. Kebanyakan obat yang digunakan di masa lalu adalah
obat yang berasal dari tanaman. Dengan cara coba-mencoba, secara
empiris orang purba mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam
daun atau akar tumbuhan untuk mengobati penyakit. Pengetahuan ini
secara turun-temurun disimpan dan dikembangkan, sehingga muncul ilmu
pengobatan rakyat, seperti pengobatan tradisional jamu di Indonesia
(Sastroamijaya, 2001).
Munculnya obat kimiawi sintesis Pada permulaan abad ke-20, obat-
obat kimia sintesis mulai tampak kemajuannya, dengan ditemukannya
obat-obat termashyur, yaitu salvarsan dan aspirin sebagai pelopor, yang
kemudian disusul oleh sejumlah obat lain. Pendobrakan sejati baru
tercapai dengan penemuan dan penggunaan kemoterapeutika sulfatilamid
(1935) dan penisilin (1940). Sebetulnya, sudah lebih dari dua ribu tahun
diketahui bahwa borok bernanah dapat disembuhkan dengan menutupi
luka menggunakan kapang-kapang tertentu, tetapi baru pada tahun 1928
5
khasiat ini diselidiki secara ilmiah oleh penemu penisilin Dr. Alexander
Fleming (Anief, 2004).
Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang
pesat (misalnya: sintesa kimia, fermentasi, teknologi rekombinan DNA)
dan hal ini menguntungkan sekali bagi penelitian sistematis obat-obat
baru. Beribu-ribu zat sintetik telah ditemukan, rata-rata 500 zat
mengakibatkan perkembangan revolusioner di bidan farmakoterapi.
Kebanyakan obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat-obat
mutakhir (Hariana, 2004).
II.I.3 Etnofarmasi Sulawesi Selatan
Di lapangan, etnofarmasis mempelajari tentang tanaman yang
digunakan oleh masyarakat asli. Etnofarmasis mendokumentasikan
pengetahuan tentang tanaman yang bermanfaat dan yang beracun,
menyeleksi dan mengoleksi tanaman untuk budidaya dan perlindungan.
Proses koleksi tanaman menggunakan metode standar meliputi preparasi
spesimen tanaman (herbaria). Tim etnofarmasis mendeskripsikan penyakit
kemudian dikomunikasikan dengan tabib tradisional dengan melakukan
proses wawancara. Hal ini difokuskan pada tanda-tanda dan gejala umum
dan yang mudah dikenali. Apabila penyakit telah dikenali dan
digambarkan secara sama maka pengobatan dengan tanaman untuk
penyakit tersebut dicatat secara rinci oleh etnofarmasis. Jika beberapa
tabib menyatakan hal yang sama maka tanaman tersebut kemudian
dikoleksi (Setiawan, 2004).
6
II.2 Tinjauan Tentang Kecamatan Bacukiki kota pare-pare
II.2.1 Letak Geografis
Kabupaten pare-pare salah bsatu kota madya di sulwesi selatan
selatan,dimana letaknya sangat srategis,sebagai pusat pelabuhan di
Sulawesi ini,dimana kota pare-pare ini diapit oleh beberapa kabupaten.
Kota pare-pare terletak di bagian utara dari jazirah Sulawesi Selatan
dan berjarak 153 km dari Makassar (Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan).
Luas wilayah kota pare-pare 1.154,67 km² atau 1,85% dari luas wilayah
Propinsi Sulawesi Selatan
Secara kewilayahan kota pare-pare berada pada kondisi empat
dimensi, yakni dataran tinggi, dataran rendah, pantai dan laut lepas. Kota
pare-pare terletak diantara 05°20° – 05°40° LS dan 119°58° - 120°28° BT
dengan batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara sidrap
Sebelah Timur soppeng
Sebelah Selatan barru
Sebelah Barat Selat Makassar
7
a. Morfologi Daratan
Daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0 s/d 25 meter di atas
permukaan laut meliputi beberapa kecamatan di kota pare-pare
b. Morfologi Bergelombang
Daerah bergelombang dengan ketinggian antara 25 s/d 100 meter dari
permukaan laut meliputi bagian dari Kecamatan di kota pare-pare (Morfologi
Perbukitan
Daerah perbukitan di kota pare-pare terbentang mulai dari Barat ke
utara dengan ketinggian 100 s/d di atas 500 meter dari permukaan laut
meliputi bagian dari Kecamatan bacukiki
Ketinggian : Wilayah pare-pare didominasi dengan
keadaan topografi dataran rendah sampai bergelombang. Luas dataran rendah
sampai bergelombang dan dataran tinggi hampir berimbang yaitu jika dataran
rendah sampai bergelombang mencapai sekitar 50,28% maka dataran tinggi
mencapai 49,72
Klimatologi : Kabupaten pare-pare mempunyai suhu rata-rata berkisar antara
23,82°C – 27,68°C. Suhu pada kisaran ini sangat cocok untuk pertanian
tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Berdasarkan analisis Smith –
Ferguson (tipe iklim diukur menurut bulan basah dan bulan kering) maka
klasifikasi iklim di Kabupaten pare-pare termasuk iklim lembab atau agak
basah. Pare-pare berada di sektor timur, musim gadu antara Oktober – Maret
dan musim rendengan antara April – September barat laut dan timur
8
II.2.2 Demografi Penduduk
penduduk di daerah kota pare-pare terbilang cukup padat.dimana data
yang dihumpun baahwa penduduk kota pare-pare
kota pare-pare 171,33 16 12.851 55.261 323
Kec bacukuki 117,53 13 8.640 34.559 294
II.2.3 Latar Belakang Pemilihan Lokasi Etnofarmasi
Jenis Tanah : Tanah di kota pare didominasi pareenis tanah
Latosol dan Mediteran. Secara spesifik terdiri atas tanah Alluvial
Hidromorf coklat kelabu dengan bahan induk endapan liat pasir
terdapat dipesisir pantai dan sebagian di daratan bagian utara.
Sedangkan tanah regosol dan mediteran terdapat pada daerah-daerah
bergelombang sampai berbukit di wilayah bagian barat (Setiawan,
2004).
Hidrologi : Sungai di kabupaten pare-pare ada 32 aliran, yang
terdiri dari sungai besar dan sungai kecil. Sungai-sungai ini
mencapai panjang 603,50 km dan yang terpanjang yaitu sungai
Sangkala yakni 65,30 km sedangkan yang terpendek adalah sungai
Biroro yakni 1,50 km. Sungai-sungai ini mampu mengairi lahan
sawah seluas 23.365 Ha (Setiawan, 2004).
II.2.4 Kultur Budaya dan Etnofarmasi
Penduduk di Kabupaten pare-pare dari berbagai macam suku
bangsa sebahagian besar adalah suku Bugis, dan Makassar. 983).
9
II.3 Tinjauan Tentang Tanaman dan Lokasi Tumbuh Tanaman Etnofarmasi
Kegiatan Pembangunan Areal Model Tanaman Unggulan Lokal
dengan Sistem Silvikultur Intensif jenis Bitti dilaksanakan di lokasi
lemoe,kelurahan lemoe,kec bacukiki kota pare-pare. Lokasi tersebut sengaja
dipilih dengan pertimbangan bahwa bacukiki adalah hutan produksi yang
cukup kritis. Daun lappo-lappo dan bandotan merupakan jenis tanaman
endemik yang banyak tumbuh di daerah tersebut sehingga perlu dilestarikan
(Hariana, 2004).
Di lokasi tersebut kini telah banyak di kapling/diklaim menjadi milik
warga dan ditanami cengkeh dan sengon dengan asumsi telah dikelola secara
turun-temurun. (Hariana,2004).
Sarana dan prasarana yang dimiliki lemoe bisa dikatakan masih
sangat terbatas. lemoe hanya memiliki 1 unit sekolah (SD) dan 2 unit tempat
ibadah (Masjid). Adapun Sarana Kesehatan (Puskesmas) dan pasar, harus
”menumpang” di desa tetangganya .
Adapun mata pencaharian penduduk kebanyakan masih bergantung
pada sektor pertanian dan perkebunan (92%), selain itu ada juga yang
berprofesi sebagai Wiraswasta, Perdagang, Jasa, PNS, TNI/POLRI, Buruh,
sopir, tukang, dan sebagainnya.
Tingkat pendapatan masyarakat (KK) di lemoe perorang rata-rata
mencapai Rp.1 – 2,5 juta per tahun. Adapun jumlah keluarga yang
menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) berjumlah 195 KK (55.87%)
10
sehingga dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengan keluarga di bacukiki
masih hidup dibawah garis kemiskinan (Hariana, 2004).
Kegiatan pemeliharaan tanaman masih berlangsung baik secara
alami maupun yang dilakukan oleh anggota kelompok Campaga Puaang.
Penyulaman, pendangiran, pemupukan, pemangkasan dan pemberantasan
hama penyakit adalah beberapa kegiatan yang pernah dilaksanakan oleh 54
anggota kelompok tani Campaga Puaang (Hariana, 2004).
Kegiatan ini diharapkan dapat mengurangi luasan lahan kritis di
wilayah tersebut serta untuk makin menguatkan eksistensi tanaman Bitti
sebagai flora endemik dan unggulan lokal wilayah Bulukumba dan
sekitarnya serta lebih jauh lagi dapat dimanfaatkan sebagai sarana
peningkatan kesejahteraan masyarakat (Harian, 2004).
11
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS, DAN SKEMA KERJA
III.1 Kerangka Konseptual
III.2 Hipotesis
Meniran memiliki khasiat sebagai obat antivirus. Senyawa yang
ditemukan pada meniran antara lain adalah triterpenoid, flavoniod, tanin,
alkaloid, dan asam fenolat. Secara empiris, rebusan daun meniran sering
dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit hati,
sebagai diuretik untuk hati dan ginjal, kolik, penyakit kelamin, obat batuk,
ekspektoran, antidiare, seriawan/panas dalam, dan sebagai tonik lambung.
12
Pengumpulan Sampel Darat / Laut
Pemilihan Sampel yang Akan Digunakan
Pembuatan Herbarium Kering
Pengawetan Sampel Darat / Laut Dengan Formalin
Pengujian Anatomi dan Morfologi Sampel Darat
Pengeringan Sampel Darat
Pengujian Identifikasi Sampel Darat
Pengujian Anatomi dan Morfologi Sampel Laut
Inventarisasi Simplisia
Hasil Bahan dasar formula anti-DBD: daun pepaya, daun jambu biji,
meniran (tanaman), kunyit, dan temu ireng, dan produk anti-DB dalam
bentuk simplisia dan sirup (inzet).
Penelitian menunjukkan bahwa landep berfungsi pengobatan
demam,rematik,mengobati sakit perut,kudis,gusi nyeri dan cacingan
III.3 Skema Kerja
III.3.1 Pembuatan Simplisia
a. Pengambilan Sampel, Bahan penelitian berupa daun, batang, dan akar
dari tanaman koro pedang (Canavalia ensiformis) diambil pada jam
10.00 pagi di kota pare-pare, Sulawesi Selatan.
b. Pengolahan Bahan, Bahan penelitian berupa daun yang telah diambil,
dikeringkan dalam ruangan yang tidak terkena sinar matahari langsung,
setelah kering dipotong-potong kecil.
III.3.2 Pemeriksaan Farmakognostik
a. Pemeriksaan Farmakognostik Tumbuhan
Pemeriksaaan morfologi tumbuhan dilakukan dengan
mengamati bentuk fisik dari akar, batang, dan daun dari tanaman koro
pedang (Canavalia ensiformis) kemudian dilakukan pengambilan
gambar, dan diidentifikasi lebih lanjut berdasarkan kunci determinasi
menurut literatur.
b. Pemeriksaan Anatomi Tumbuhan
Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati bentuk sel dan
jaringan pada tumbuhan pada bagian penampang melintang dan
13
membujur dari akar, batang dan daun dengan menggunakan
mikroskop. Sedangkan simplisia kering serbuk untuk melihat
fragment-fragment dari tanaman landep yang digunakan untuk obat.
c. Pemeriksaan Organoleptis Tumbuhan
Pemeriksaan organoleptis tumbuhan dilakukan untuk mengamati
warna, bau, dan rasa dari bagian tanaman landep yang masih segar
meliputi akar, batang, dan daun.
III.3.3 Reaksi Identifikasi Kandungan Kimia (Dirjen POM, 1989)
1) Reaksi Identifikasi Terhadap Lignin
Irisan atau serbuk dibasahi dengan larutan Fluroglusin P.
Diperiksa dalam HCl P, dinding sel yang berlignin akan berwarna
merah.
2) Reaksi Identifikasi Terhadap Tanin
a. Reaksi Identifikasi Terhadap Katekol
o Serbuk dibasahi dengan FeCl3 1 N, jika mengandung katekol
akan menghasilkan warna hijau.
o Serbuk ditambahkan dengan larutan Brom, jika mengandung
katekol akan menjadi endapan.
b. Reaksi Identifikasi Terhadap Pirogalotanin
o Serbuk dibasahi dengan FeCl3 1 N, jika mengandung
pirogalotanin akan menghasilkan warna biru.
o Serbuk ditambahkan dengan larutan Brom, jika mengandung
pirogalotanin tidak terjadi endapan.
14
o Serbuk ditambahkan NaOH, jika menghasilkan warna merah
coklat berarti mengandung pirogalotanin.
3) Reaksi Identifikasi Terhadap Dioksiantrakinon
Sedikit serbuk dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu ditetesi
dengan KOH 10 % P b/v dalam etanol 95% P, jika mengandung
Dioksiantrakinon akan menghasilkan warna merah.
4) Reaksi Identifikasi Terhadap Alkaloid
Ekstrak metanol tumbuhan meniran dimasukkan ke dalam
masing-masing tabung reaksi kemudian ditetesi :
a. HCl 0,5 N dan pereaksi Mayer, jika mengandung alkaloid akan
menghasilkan endapan kuning.
b. HCl 0,5 N dan pereaksi Bauchardat, jika mengandung alkaloid
akan menghasilkan endapan coklat.
c. HCl 0,5 N dan pereaksi Dragendorf, jika mengandung alkaloid
akan menghasilkan endapan jingga.
5) Reaksi Identifikasi Terhadap Fenol
a. Sedikit serbuk dimasukkan vial ditambahkan air, lalu ditutup
dengan kaca objek yang di atasnya diberi kapas yang telah dibasahi
dengan air, kemudian dipanaskan. Uap yang diperoleh diambil dan
FeCl3 1, jika mengandung Fenol akan menghasilkan biru hitam.
15
b. Sedikit serbuk dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu ditetesi
dengan H2SO4 Pekat dan dalam larutan Formalin 1% P, jika
mengandung Fenol akan menghasilkan warna biru hitam.
6) Reaksi Identifikasi Terhadap Steroid
Ekstrak eter dalam tabung reaksi kemudian ditetesi dengan
pereaksi Liebermann-Buchard jika mengandung steroid akan
menghasilkan warna biru sampai hijuau.
7) Reaksi Identifikasi Terhadap Karbohidrat
Serbu dikocok dengan air lalu dimasukkan dalam tabung reaksi
ditetesi :
a. Preaksi Mollish, jika mengandung karbohidrat akan menghasilkan
cincin ungu.
b. Preaksi Luff, jika mengandung karbohidrat akan menghasilkan
endapan merah.
c. Preaksi Fehling A dan Fehling B, jika mengandung karbohidrat
akan menghasilkan endapan kuning jingga.
8) Reaksi Identifikasi Terhadap Pati dan Aleuron
a. Serbuk ditempatkan di atas kaca objek, kemudian ditetesi dengan
larutan iodne 0,1 N, jika mengandung pati akan berwarna biru dan
warna kuning coklat jika mengandung Aleuron.
16
b. Sedikit serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditetesi
dengan pereaksi Luff dan dipanaskan, jika mengandung pati akan
menghasilkan endapan merah bata.
9) Reaksi Identifikasi Terhadap Saponin
Serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml
air panas, dinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik,
terbentuk buih, lalu tambahkan 1 tetes HCl 2 N, buih tidak hilang
maka sampel mengandung saponin.
10) Identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis
Ekstrak metanol, ekstrak eter, dan ekstrak n-Butanol yang
diperoleh kemudian dilakukan pemeriksaan secara kromatografi lapis
tipis. Untuk ekstrak eter, digunakan eluan n-heksan : etil asetat
sedangkan untuk ekstrak n-butanol digunakan eluen etil asetat : aseton
+ asam asetat dengan perbandingan yang sesuai, setelah itu dilihat di
lampu UV 254 nm dan 356 nm dan disemprot dengan penampak
bercak larutan asam sulfat 10% Liebermann-Bauchardat, dan
Dragendrot.
17
BAB IV
MATERI dan METODE PRAKTIKUM
IV.1 Rancangan Praktikum
Observasi dilakukan dengan metode wawancara kepada masyarakat
yang dianggap mewakili atau mengetahui tanaman-tanaman yang
berkhasiat sebagai obat di Pare-pare kecamatan Baccukiki desa Lemoe.
IV.2 Waktu
Survei Inventarisasi tanaman obat dilakukan pada :
Hari / tangal : Sabtu, 22– 09 - 2012
Waktu : 08.00 – 15.30
IV.3 Lokasi Praktikum
Survei Inventarisasi dilakukan di desa lemoe kecamatan bacukiki
kabupaten pare-pare Selawesi Selatan.
IV.4 Prosedur Praktikum
1. Mendata sumber informasi meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan dan pekerjaan.
2. Mencatat dan mendata hasil dari wawancara mengenai beberapa
tanaman yang digunakan sebagai obat diabetes melitus oleh sumber
informasi, meliputi nama ilmiah, suku, isi, kegunaan dan cara
penggunaan.
18
BAB V
HASIL
V.1 Tanaman Etnofarmasi Kecamatan bacukiki pare-pare
No
.
Nama tanaman
(Indonesia/Latin)
Nama
Daerah
Bagian yang
digunakan
Khasiat/
kegunan
Cara
pemakaian
Sumber
Survei
1. Kumis kucing
(Orthosiphon
stamineus)
Daun
pai-pai
Daun diuretik Daunnya
dimasak lalu
diminum.
Ibu Tanti
2. Kunyit
( Curcuma
domestic)
unnyi Umbi Obat
jantung
Kunyit
dicuci lalu
disaring,
kemudian
air Hasil
saringan
ditambah
sedikit
garam lalu
di Minum.
Pak
Jainudin
3. Mengkudu
(Morinda
mengk
udu
Buah Obat
hiperten
Buah
mengkudu
Pak
Sudirman
19
citrofilia R) si diblender
lalu
diminum
seperti Jus.
4. Paliasa
(Klenhovia
hospital L)
Daun
pali-
pali
Daun Hiperten
si
Daun
paliasa
dicuci
bersih
dihaluskan
kemudian
Airnya
diminum.
Pak
Sarifudin
5. Daun pare
(Mimordica
carantia)
Daun
paria
Daun Obat
hiperten
si
Daunnya
diperas dan
diberi
sedikit
garam
kemudian
airnya
diminum
Ibu Toa
20
dia
n
airny
a
dimi
num.
6. Pepaya (carica
papaya)
kaliki Daun Obat
hiperten
si
Daun
direbus
dengan air
lalu
diminum.
Ibu
Norma
7. Tembelekan
(Lantana
camara)
Tigi-
tigi
Batang,
daun, dan
akar
Obat
penyakit
dalam
Direbus
daun,
batang,
akarnya dan
diminum.
Ibu Tanti
8. Benalu
(Loranthus
spinosus)
Raja
numalu
Daun Obat
luka
infeksi
Diremas-
remas dan
digosok
Pak
Sahar
9. Sirih (Piper
betle)
Dale
sareno
Daun Obat
segala
penyakit
Dimasak,
ditumbuk,
dan
Pak
Jainudin
21
digosok.
10. Belimbing
(Averroa
carambola)
Boenan
g
Daun Obat
darah
tinggi
dan sakit
kepala
Direbus Ibu Tanti
V.2 Kebenaran Informasi dengan Literatur
No
.
Nama tanaman
(Indonesia/Latin)
Nama
Daerah
Bagian yang
digunakan
Khasiat/
kegunan
Cara
pemakaian
Sumber
Survei
1. Kumis kucing
(Orthosiphon
stamineus)
Daun
pai-pai
Seluruh
tumbuhan
Diuretic Daunnya
dimasak lalu
diminum.
Buku
tanaman
obat
Indonesia
2. Kunyit
( Curcuma
domestic)
unnyi Rimpang Obat
penurun
panas,
tifus,
usus
buntu,
asma,
cacar
Kunyit
dicuci lalu
disaring,
kemudian
air Hasil
saringan
ditambah
sedikit
Buku
tanaman
obat
indonesia
22
air,
keputiha
n.
garam lalu
di Minum.
3. Mengkudu
(Morinda
citrofilia R)
mengk
udu
Daun dan
Buah
Obat
hiperten
si,
demam,
batuk,
sakit
perut.
Buah
mengkudu
diblender
lalu
diminum
seperti Jus,
daunnya
dimasak
disaring
airnya baru
diminum.
Buku
tanaman
obat
Indonesia
4. Paliasa
(Klenhovia
hospital L)
Daun
pali-
pali
Daun Hiperten
si
Daun
paliasa
dicuci
bersih
dihaluskan
kemudian
Airnya
diminum.
Buku
tanaman
obat
Indonesia
23
5. Daun pare
(Mimordica
carantia)
Daun
paria
Daun Obat
hiperten
si, mata
merah,
bisul,
sariawan
, kanker.
Daunnya
diperas dan
diberi
sedikit
garam
kemudian
airnya
diminum
Buku
tanaman
obat
Indonesia
6. Pepaya (carica
papaya)
kaliki Akar dan
Daun
Obat
hiperten
si,
malaria,
keputihn
,Nyeri
haid.
Daun dan
akar direbus
dengan air
lalu
diminum.
Buku
tanaman
obat
Indonesia
7. Bunga tai ayam
(Lantana
camara)
Tigi-
tigi
Batang,
daun, dan
akar
Obat
penyakit
dalam
Direbus
daun,
batang,
akarnya dan
Buku
tanaman
obat
Indonesia
24
diminum.
8. Benalu
(Loranthus
spinosus)
Raja
numalu
Batang Obat
kanker
dan
amandel
Direbus
batannya
disaring
airnya dan
diminum.
Buku
tanaman
obat
Indonesia
9. Sirih (Piper
betle)
Dale
sareno
Daun Obat
mata,
sakit
gigi,
pendara
han gusi,
mimisan
, dsb.
Dimasak,
ditumbuk,
dan
digosok.
Buku
tanaman
obat
Indonesia
10. Belimbing
(Averroa
carambola)
Boenan
g
Daun, bunga
dan buah
Obat
analgesi
k,
diuretik,
sakit
peru,
rematik,
dsb.
Daun Buku
tanaman
obat
Indonesia
25
V.5. Kandungan Kimia Tanaman Etnofarmasi Berdasarkan Literatur
1. Kumis kucing (Orthosiphon stamineus)
Kumis kucing (Orthosiphon stamineus) mengandung glikosida, zat
samak, minyak atsiri, saponin, minyak lemak, sapofonim, garam kalium,
dan myoinositol.
2. Kunyit ( Curcuma domestic)
Kunyit ( Curcuma domestic) mengandung kurkunim,
desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksirkurkuminoid.
3. Mengkudu (Morinda citrofilia R)
Mengkudu (Morinda citrofilia R) mengandung morinda diol,
morindone, morindin, damnacanthal, metal asetil, asam kapril, dan
sorandiyiol.
4. Paliasa (Klenhovia hospital L)
Paliasa (Klenhovia hospital L) mengandung saponin, cardenolin,
bufadienal dam antarkinon.
5. Daun pare (Mimordica carantia)
Daun pare (Mimordica carantia) mengandung momordin, karantin,
asam trikosanik, resin, asam resinat, saponin, vitamin A , Bdan C, serta
minyak lemak yang terdiri atas asam oleat, asam linoat, asam stearat dan
L-oleostearat, dan hydroxytryptamine.
6. Pepaya (carica papaya)
26
Pepaya (carica papaya) mengandung vitamin A, B, dan C,
kalsium, hidrat arang, fosfor, besi, carposide, zat papayatin, karpain,
kautsyuk, dan karposit.
7. Bunga tai ayam (Lantana camara)
Bunga tai ayam (Lantana camara) mengandung lantadene A,
lantadene B, lantanolic acid, lantic acid, humule (mengandung minyak
asiri), b- caryophyllene, g-terpidene, a -pinene dan r-cymene.
8. Benalu (Loranthus spinosus)
Kandungan kimia Benalu (Loranthus spinosus) sampai sekarang
belum ditemukan, namun tumbuhan ini sudah banyak digunakan sebagai
obat.
9. Sirih (Piper betle)
Sirih (Piper betle) mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid,
dan polifenol.
10. Belimbing (Averroa carambola)
Belimbing (Averroa carambola) mengandung saponin, tanin,
glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, peroksidase, kalium
sitrat.
27
28