etiologi maloklusi

6
LO 3 Etiologi Maloklusi Digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan faktor lokal; 1. Faktor herediter a) Populasi primitif yang terisolasi jarang dijumpai maloklusi, populasi modern lebih sering ditemukan, sehingga diduga karena adanya kawin campur menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi. b) Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam 2 hal: Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan/ maloklusi berupa diastema multipel Disproporsi ukuran, posisi, dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis c) Kelainan gigi Beberapa kelainan gigi yang dipengaruhi faktor herediter yakni kekurangan jumlah gigi (hipodontia), kelebihan jumlah gigi (hiperdontia), misalnya mesiodens, caninus yang impaksi di palatal. Kekurangan jumlah gigi

Upload: wesley-sheppard

Post on 22-Jun-2015

27 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Etiologi

TRANSCRIPT

Page 1: Etiologi Maloklusi

LO 3 Etiologi Maloklusi

Digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan faktor lokal;

1. Faktor herediter

a) Populasi primitif yang terisolasi jarang dijumpai maloklusi, populasi

modern lebih sering ditemukan, sehingga diduga karena adanya

kawin campur menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi.

b) Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam 2 hal:

Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan

maloklusi berupa gigi berdesakan/ maloklusi berupa diastema

multipel

Disproporsi ukuran, posisi, dan bentuk rahang atas dan rahang

bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis

c) Kelainan gigi

Beberapa kelainan gigi yang dipengaruhi faktor herediter yakni

kekurangan jumlah gigi (hipodontia), kelebihan jumlah gigi

(hiperdontia), misalnya mesiodens, caninus yang impaksi di

palatal.

Kekurangan jumlah gigi

Dapat berupa tidak ada pembentukan gigi/ agenesi, anodontia

yakni keadaan tidak terbentuk gigi sama sekali, hipodontia yakni

keadaan beberapa gigi mengalami agenesi (sampai dengan 4

gigi), oligodontia yakni gigi yang tidak terbentuk lebih dari 4

gigi.

Kelebihan jumlah gigi

Yang paling sering ditemukan yakni gigi kelebihan yang terletak

di garis median rahang atas yang biasa disebut mesiodens. Jenis

gigi kelebihan lainnya seperti terletak di sekitar insisiv lateral

(laterodens), p tambahan. Adanya gigi-gigi kelebihan dapat

menghalangi terjadinya oklusi normal.

d) Disharmoni dentomaksiler

Page 2: Etiologi Maloklusi

Disharmoni dentomaksiler merupakan suatu keadaan disproporsi

antara besar gigi dan rahang. Karena tidak adanya harmoni antara

besar gigi dan lengkung gigi maka keadaan klinis yang dapat dilihat

yakni adanya lengkung geligi dengan diastema menyeluruh, bila

gigi-gigi kecil dan lengkung geligi normal. Keadaan yang sering

dijumpai gigi-gigi yang besar pada lengkung gigi yang normal, gigi-

gigi normal pada lengkung gigi yang kecil sehingga menyebabkan

letak gigi berdesakan.

Tanda-tanda klinis dari disharmoni dentomaksiler di regio anterior

antara lain

Tidak ada diastema fisiologis pada fase geligi sulung, dapat

diduga bahwa kemungkinan besar akan terjadi gigi berdesakan

bila gigi-gigi permanen telah erupsi.

Pada saat insisiv sentral permanen akan erupsi, gigi ini

meresorpsi akar insisiv sulung baik sentral maupun lateral

secara bersamaan sehingga insisiv lateral sulung tanggal

prematur.

Insisiv sentral perrmanen tumbuh dalam posisi normal karena

mendapat tempat yang cukup. Apabila insisiv sentral permanen

tidak tumbuh normal, maka penyebabnya bukan ddm akan tetapi

ada penyebab yang lain.

Pada saat insisiv lateral permanen akan erupsi, ada dua

kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan pertama, insisiv

lateral permanen meresorpsi akar gigi caninus sulung sehingga

kaninus sulung tanggal prematur dan insisiv lateral tumbuh

dalam letak yang normal. Caninus permanen nantinya akan

tumbuh di luar lengkung gigi karena tidak mendapat cukup

tempat. Kemungkinan yang kedua, insisiv lateral permanen

tumbuh di palatal sesuai dengan letak benihnya dan kaninus

permanen tumbuh pada tempatnya karena mendapat tempat

yang cukup.

Page 3: Etiologi Maloklusi

e) Nutrisi

Peran nutrisi dalam menunjang pertumbuhan tubuh dan berbagai

jaringan termasuk pertumbuhan tubuh dan berbagai jaringan

termasuk jaringan tulang seperti mandibula sangat penting.

Defisiensi protein dapat mempengaruhi dimensi panjang mandibula.

Mineral seperti flour mempengaruhi ketahanan gigi terhadap karies.

Kalsium juga berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan tulang

alveolar. Jika terjadi defisiensi kalsium maka dapat menyebabkan

osteoporosis pada tulang. Berdasarkan studi oleh Alvarez malnutrisi

dapat menyebabkan keterlambatan erupsi, peningkatan resiko karies,

serta peningkatan resiko kehilangan gigi pada gigi sulung maupun

pada gigi permanen.

2. Faktor Lokal

a) Tanggal prematur gigi sulung ( menyebabkan pergeseran garis

median gigi)

b) Persistensi gigi sulung (menyebabkan gigi berdesakan )

c) Trauma

Trauma yang terjadi saat benih gigi permanen sedang terbentuk akan

menyebabkan gangguan pembentukan enamel. Jika trauma terjadi

setelah benih gigi permanen terbentuk akan menyebabkan dilaserasi

akar benih gigi sehingga permukaaan oklusal/ insisal gigi tidak akan

bisa mencapai garis oklusi. Jika terjadi dilaserasi berat maka

dibutuhkan perawatan orto atau diekstraksi. Trauma juga dapat

menyebabkan asimetri pada muka.

d) Jaringan lunak. (Tekanan dari otot bibir, pipi, dan lidah akan

mempengaruhi letak gigi.

e) Kebiasaan buruk seperti contoh menggigit jari. Kebiasaan buruk

yang dilakukan lebih dr 6 jam setiap hari akan menyebabkan

malposisi. Malposisi juga dipengaruhi oleh jari mana yang di gigit

serta posisi jari saat digigit.

Page 4: Etiologi Maloklusi

f) Faktor iatrogenik yang terjadi karena kesalahan pada tindakan

operator seperti penempatan pegas yang tidak benar, kesalahan

desain, dan menggerakkan gigi berlebihan akan menyebabkan

resorpsi akar, kelainan periodontal dan fenetrasi.

Sumber:

Alvarez OJ. Nutrition, tooth development and dental caries. The American

Journal Of Clinical Nutrition.1995: (65);410s-165s

Nugroho AW. Santoso N. 2009.Ilmu gizi menjadi sangat mudah ed. 2.

Jakarta:EGC

Puspitawati R, dkk. Pengaruh defisiensi proteinpaskanatal selama 4 minggu

terhadap panjang dan tinggi mandibula anak tikus. Indonesia Journal of

Dentistry.2009: (1);41-45