etika profesi

19
C. Pernyataan sebagai Saksi Ahli/Testimoni 1. Psikolog dalam memberikan kesaksian sebagai ahli harus menyusun hasil penemuan forensik. 2. Bila harus memberikan kesaksian, psikolog ilmuan psikologi harus tetap dapat bersikap profesional dalam memberikan pandangan dan meminimalkan terjadinya konflik antara pelbagai pihak.

Upload: felina-wu

Post on 22-Jul-2015

119 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

C. Pernyataan sebagai Saksi Ahli/Testimoni1. Psikolog dalam memberikan kesaksian sebagai saksi ahli harus menyusun hasil penemuan forensik. 2. Bila harus memberikan kesaksian, psikolog dan atau ilmuan psikologi harus tetap dapat bersikap profesional dalam memberikan pandangan dan meminimalkan terjadinya konflik antara pelbagai pihak.

D. Peran Majemuk dan Profesional Psikolog dan Ilmuwan PsikologiHal-hal yang harus diperhatikan bila peran majemuk terpaksa dilakukan :1. Psikolog atau ilmuwan psikolog menghindar untuk melakukan peran majemuk dalam hal forensik,.Bila peran majemuk terpaksa dilakukan, maka kejelasan masinmasing peran harus ditegaskan sejak awal bagi psikolog dan atau ilmuwan psikolog, serta pihak-pihak terkait, untuk mempertahankan profesionalitas dan objektivitas.

2. Psikolog dan atau ilmuwan psikolog yang menjalin hubungan profesional sebelumnya dengan orang yang menjalani pemeriksaan tidak terhalangi untuk memberi kesaksian, atau menyampaikan pendapatnya selaku saksi ahli yang melakukan pemeriksaan. 3. Ilmuwan Psikologi dan psikolog mempunyai kewajiban untuk memahami dan menjalankan pekerjaan sesuai dengan kode etik dan penerapannya. 20. Asesmen a. Dasar Asesmen Asesmen psikolog adalah dilaksanakannya prosedur observasi, wawancara, pemberian satu atau seperangkat instrumen atau alat tes yang bertujuan untuk melakukan penilaian dan atau pemeriksaan psikolog.

1) Psikolog dan atau ilmuwan psikologi melakukan observasi, wawancara, penggunaan alat instrumen tes sesuai dengan kategori yang ditetapkan untuk membantu psikolog melakukan pemeriksaan psikologis. 2) Psikolog dan atau ilmuwan psikolog dalam membangun hubungan kerja wajib membuat kesepakatan dengan lembaga/institusi/organisasi tempat bekerja hal-hal yang berhubungan dengan masalah pengadaan. 3) Bila usaha asesmen yang dilakukan psikolog dinilai tidak bermanfaat,maka harus tetap diminta mendokumentasikan usaha yang telah dilakukan tersebut.

b. Penggunaan AsesmenHal-hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan proses asesmen adalah : 1) Konstruksi tes : validitas dan reliabilitas a. Psikolog dan atau ilmuwan psikologi menggunakan instrumen asesmen yang jelas validitas dan reliabilitasnya. b. Jika Instrumen asesmen yang digunakan belum diuji validitas dan realibilitasnya, psikolog harus menjelaskan kekuatan dan kelemahan dari instrumen tersebut serta interpretasinya. c. Ilmuwan psikologi dalam mengembangkan instrumen dan tekhnik asesmen harus menggunakan prosedur psikometri yang tepat, pengetahuan ilmiah terkini dan profesional untuk desain tes, standarisasi, validasi, penyimpangan dan penggunaan.

2) Tes dan hasil tes yang kadaluarsa Psikolog tidak mendasarkan keputusan asesmen, intervensi atau saran dari data hasil tes yang sudah kadaluwarsa untuk digunakan pada saat sekarang.3) Administrasi dan kategori tes Administrasi asesmen psikologi adalah pedoman prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam melakukan proses asesmen psikologi adalah observasi, wawancara, dan pelaksanaan psikodiagnostik.

4) Asesmen yang dilakukan oleh orang yang tidak kompeten : a. Psikolog dapat menawarkan bantuan jasa asesmen psikologi kepada profesional lain. b. Psikolog tersebut harus secara akurat, mendeskripsikan tujuan, validitas, reliabilitas, norma, termasuk juga prosedur penggunaan dan kualifikasi khusus. c. Psikolog yang menggunakan bantuan jasa asesmen psikolgi dari psikolog lain untuk memperlancar pekerjaannya ikut bertanggung jawab terhadap penggunaan instrumen asesmen secara tepat.

C. Informed Concent dalam asesmenPsikolog harus memperoleh persetujuan untuk melaksanakan asesmen, evaluasi, kecuali jika : 1. Pelaksanaan asesmen diatur oleh PP. 2. Adanya persetujuan karena pelaksanaan asesmen dilakukan sebagai bagian dari kegiatan pendidikan, kelembagaan atau organisasi secara rutin. 3. Pelaksanaan asesmen digunakan untuk mengevaluasi kemampuan individu yang menjalani pemeriksaan psikologi yang digunakan untuk pengambilan keputusan dalam suatu pekerjaan atau perkara.

D. Interpretasi Hasil AsesmenPsikolog dalam menginterpretasi hasil asesmen psikologi harus mempertimbangkan pelbagai faktor dari instrumen yang digunakan, karakteristik peserta asesmen, seperti keadaan situasional yang bersangkutan, bahasa dan perbedaan budaya, yang mungkin kesemuanya dapat mempengaruhi ketepatan interpretasi sehingga dapat mempengaruhi keputusan.

E. Penyampaian Data dan Hasil Asesmen1. Data asesmen psikologi adalah data alat/instrumen psikologi yang berupa data kasar, respon terhadap stimulus, catatan serta rekam psikologis. 2. Hasil asesmen adalah rangkuman atau integrasi data dari seluruh proses pelaksanaan asesmen. 3. Psikologi harus memerhatikan kemampuan pengguna jasa dalam menjelaskan hasil asesmen psikologi.

F. Menjaga Alat, Data dan Hasil Asesmen1. Psikolog wajib menjaga kelengkapan dan keamanan instrumen/ alat tes psikologi. 2. Psikolog wajib menjaga kelengkapan dan keamanan data hasil asesmen psikologi sesuai dengan kewenangan dan sistem pendidikan yang berlaku yang tertuang dalam kode etik ini. 3. Psikolog mempunyai hak kepemilikan sesuai dengan kewenangan dan sistem pendidikan yang berlaku.

21. Terapia. Kualifikasi terapis 1. Terapis adalah psikolog yang mempunyai kompetensi dan kualifikasi untuk menjalankan jenis terapi yang akan dilaksanakan secara mandiri. 2. Terapis adalah psikolog yang memiliki kemampuan untuk menjalankan keahliannya dengan mengutamakan dasar profesional dalam memberikan jasa terapi kepada semua pihak yang membutuhkan dan mampu bertanggung jawab untuk menghindari dampak buruk akibat proses terapi yang dilaksanakannya terhadap klien atau pasien. 3. Yang dimaksud dengan sikap profesional adalah senantiasa mengandalkan pada pengetahuan yang bersifat ilmiah dan bertanggung jawab dalam pelaksanaannya serta senantiasa mempertahankan dan meningkatkan derajat kompetensinya dalam menjalankan praktik psikologi.

B. Informed Consent dalam terapi1. Psikolog wajib menghargai hak pengguna jasa atau praktik psikologi untuk melibatkan diri atau tidak dalam proses terapi sesuai asas kesediaan. 2. Isi dari informed consent dapat bervariasi tergantung pada jenis tindakan terapi yang akan dilaksanakan, tetapi secara umum menunjukkan bahwa orang yang menjalani pemeriksaan psikologi yang menandatangani Informed Consent tersebut memenuhi persyaratan : a) Mempunyai kemampuan untuk menyatakan persetujuam; b) Telah diberi informasi informasi yang signifikan mengenai prosedur terapi; c) Secarabebas dan tidak dipengaruhi dalam menyatakan persetujuannya.

3. Informed Consent didokumentasikan sesuai prosedur yang tetap. 4. Hal-hal yang berkaitan dengan sifat terapi seperti kemungkinan adanya sifat tertentu yang dapat berkembang dari terapi. 5. Jika terapis atau psikolog masih dalam pelatihan dan dibawah supervisi, hal ini perlu diberitahukan kepada orang yang akan menjalani terapi.

C. Terapi yang Melibatkan Pasangan atau KeluargaPerlu diperhatikan beberapa prinsip dan klarifikas mengenai hal-hal berikut : 1. Siapa yang menjadi pengguna jasa praktik psikolog tersebut. 2. Kemungkinan penggunaan jasa dan informasi yang diperoleh dari masing-masing orang atau keluarga yg terlibat dalam proses terapi dgn memperhatikan asas kerahasiaan. 3. Jika secara jelas psikolog harus bertindak dalam peran yang bertentangan,psikolog perlu mngambil langkah dalam menjelaskan atau menarik diri dari peran-peran yg ada secara tepat.

D. Terapi KelompokKetika psikolog memberikan jasa praktik psikologi ,psikolog harus menjelaskan peran dan tanggung jawan semua pihak serta batasan kerahasiaanya.

E. Pemberian Terapi bagi yang Menjalani Terapi SebelumnyaHal-hal yang harus dipertimbangkan sebagai berikut : 1. Psikolog tersebut perlu berhati-hati mem[pertimbangkan keberpihakkan kepada kesejahteraan orang yang menjalani proses terapi. 2. Psikolog perlu mendiskusikan isu perawatan. 3. Psikolog mengomunikasikan kepada psikolog pemberi jasa praktik sebelumnya jika memungkinkan dan melanjutkan secara hati-hati.

F. Terapi yang Melibatkan Keintiman/Keakraban Seksual1. Psikolog tidak terlibat keintiman seksual dengan orang yang sedang menjalani pelayanan terapi dari psikolog tersebut. 2. Psikolog tidak terlibat dalam keintiman seksual dengan orang yang diketahui memiliki hubungan saudara atau keluarga tidak diperkenankan mengakhiri terapi untuk alasan agar dapat terlibat dalam keintiman /keakraban dgn keluarga atau orang-orang signifikan lainnya. 3. Psikolog tidak menerima dan atau memberikan terapi bagi orang yang pernah terlibat keintiman/keakraban seksual dengannya. 4. Psikolog tidak terlibat keintiman/keakraban seksual dengan mantan orang yang pernah diterapi setidaknya dua tahun dari penghentian.

G. Penghentian Sementara TerapiPsikolog saat menyepakati kontrak terapi dengan orang yang menjalani pemeriksaan psikologi sehingga terjadi hubungan profesional yang bersifat terapeutik maka psikolog tersebut senantiasa beurusaha menyiapkan langkah-langkah demi kesejahteraan orang yang menjalani terapi. H. Penghentian Terapi 1. Psikolog wajib mengakhiri terapi ketika orang yang menjalani terapi dengan sangat jelas sudah tidak emmbutuhkan lagi. 2. Psikolog dapat mengakhiri terapi jika mengancam/membahayakan bagi orang yang menjalani terapi. 3. Sebelum pengakhiran pemberian terapi,psikolog memberikan konseling pendahuluan.

C. Penegakkan Kode Etik Profesi Psikolog/PsikiaterDalam Kode Etik Profesi Psikolog/Psikiater ditentukan bahwa setiap pelanggaran kode etik profesi dari seorang psikolog/psikiater dapat dikenai sanksi organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang. Pelanggaran kode etik psikolog adalah segala tindakan yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam Kode Etik Psikologi Indonesia.

Pelanggaran yang dimaksud diatas adalah : 1. Pelanggaran ringan, yaitu tindakan yang dilakukan oleh seorang psikolog dan atau ilmuwan psikologi yang tidak dalam kondisi yang sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan sehingga mengakibatkan kerugian. 2. Pelanggaran sedang, yaitu tindakan yang dilakukan oleh psikolog dan atau ilmuwan psikologi karena kelalaiannya dalam melaksanakan proses maupun penanganan yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan. 3. Pelanggaran berat, yaitu tindakan yang dilakukan oleh psikolog dan ilmuwan psikologi yang secara sengaja memanipulasi tujuan,proses, ataupun hasil yang mengakibatkan kerugian.