etika bisnis global

9
ETIKA BISNIS GLOBAL I. Pendahuluan Di dalam era globalisasi bisnis yang makin lama makin terbuka dan tanpa batas, dan bukan saja dilakukan oleh dua Negara tetapi banyak dilakukan oleh beberapa Negara baik Negara maju atau Negara yang sedang berkembang. Dalam hal ini tentu saja akan mambawa dampak, baik dampak positif maupun dampak negative bagai suatu Negara. Disatu fihak globalisasi bisnis dapat membawa persaudaran, hubungan bilateral yang saling menguntungkan, difihak lain dapat membawa petaka bagi sebuah Negara, permusuhan, konfrontasi, bahkan sampai menaruhkan kepentingan-kepantingan yang lebih besar. Dalam bisnis internasional yang semakin rumit ini juga perlu menampilkan aspek-aspek etis. Banyak perusahaan yang dalam menjalankan bisnisnya dengan Negara- negara lain diharapkan memperhatikan moralitas. Dalam bahasan ini kita akan membahas masalah-masalah moral yang berkaitan dengan bisnis internasional. II. Norma Umum Seperti pada pembahasan teori etika, kita sudah bahas masalah teori relativisme, yang menyatakan morarlitas suatu tempat yang berbeda mimiliki moralitas yang berbeda pula. Betulkah demikian? Ada sebagian berpendapat sebaliknya bahwa moralitas itu berlaku secara universal artinya bahwa moralitas itu sama dimanapun berada (absolut). Kalau demikian halnya bagaimana dengan bisnis intenasional apakah harus mengikuti moralitas yang berlaku dimana kita melaksanakan kegiatan bisnis atau kita mengikuti moralitas kita sendiri dimana kita melakukan kegiatan. Untuk menjawab hal ini De George mengemukakan tiga jawaban yang masing-masing jawaban ada benarnya dan ada salahnya, dan secara menyeluruh tidak dapat diterima.

Upload: aningryast

Post on 24-Nov-2015

38 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Etika Bisnis Global

TRANSCRIPT

ETIKA BISNIS GLOBAL

I.PendahuluanDi dalam era globalisasi bisnis yang makin lama makin terbuka dan tanpa batas, dan bukan saja dilakukan oleh dua Negara tetapi banyak dilakukan oleh beberapa Negara baik Negara maju atau Negara yang sedang berkembang. Dalam hal ini tentu saja akan mambawa dampak, baik dampak positif maupun dampak negative bagai suatu Negara.Disatu fihak globalisasi bisnis dapat membawa persaudaran, hubungan bilateral yang saling menguntungkan, difihak lain dapat membawa petaka bagi sebuah Negara, permusuhan, konfrontasi, bahkan sampai menaruhkan kepentingan-kepantingan yang lebih besar.Dalam bisnis internasional yang semakin rumit inijuga perlu menampilkan aspek-aspek etis. Banyak perusahaan yang dalam menjalankan bisnisnya dengan Negara-negara lain diharapkan memperhatikan moralitas. Dalam bahasan ini kita akan membahas masalah-masalah moral yang berkaitan dengan bisnis internasional.

II.Norma UmumSeperti pada pembahasan teori etika, kita sudah bahas masalah teorirelativisme, yang menyatakan morarlitas suatu tempat yang berbeda mimiliki moralitas yang berbeda pula. Betulkah demikian? Ada sebagian berpendapat sebaliknya bahwa moralitas itu berlaku secara universal artinya bahwa moralitas itu sama dimanapun berada (absolut). Kalau demikian halnya bagaimana dengan bisnis intenasional apakah harus mengikuti moralitas yang berlaku dimana kita melaksanakan kegiatan bisnis atau kita mengikuti moralitas kita sendiri dimana kita melakukan kegiatan. Untuk menjawab hal ini De George mengemukakantiga jawaban yang masing-masing jawaban ada benarnya dan ada salahnya, dan secara menyeluruh tidak dapat diterima.a.Didalam bisnis internasional harus menyesuaikan diri dengan moralitas yang berlaku dinegara dimana kita melakukan kegiatan bisnis. (Menyesuaikan diri)b.Menekankan bahwa kita harus melakukan moralitas yang berlaku di Negara kita sendiri, walaupun kegiatan bisnis itu dilakukan di Negara lain. (Rigorisme)c.Menandaskan bahwa bisnis internasional tidak terikat pada norma moralitas dari manapun juga, karena ini akan melemahkan dalam persaingan bisnis yang akan berdapak pada kerugian yang akan dialami. (Imoralisme naf).

a.Menyesuaikan DiriPada pandangan pertama ini orang inggris mengantakan When in Roma, do as the Romas do (ketika di Roma lakukan apa yang dilakukan orang Roma). Sama dengan peribahasa kita dimana tanah di pinjak di situ langit di jujung yang artinya kalau kita bisnis di suatu Negara lainkita harus melakukan apa yang dilakuakan oleh orang di Negara itu. Jadi bisnis harus menyusuaikan diri dengan moralitas yang berlaku di Negara itu. Hal ini ditempuh karena adat-istiadat, budaya, agama, peraturan perundang-undangan ke mungkinan besar berbeda dengan Negara kita. Tetapi hal ini terkadang akan menimbulkan kesulitan bagi para pelaku bisnis internasional, dan hal yang demikian merupakan kenyataan dalam bisnis internasianal.Hukum yang berlaku di Amerika berbeda dengan hukum yang berlaku di Swiss. Perbuatan di suata Negara bisa dianggap criminal, tetapi di Negara lain dianggap biasa-biasa. Contoh yang mudah hukum lalulintas, disuatu Negara kalau berkendaraan harus di kanan, dinegara lain kalau berlalulintas sebelah kiri. Pada hal kanan atau kiri ini tidak ada bedanya mana yang lebih baik. Makin banyak bisnis internasional yang dilakukan, makin sulit pula dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya. Karena akan terjadi hambatan kumunikasi antar bangsa. Dengan demikian tidak muangkin dalam bisnis internasional menggukan prinsip When in Roma, do as the Romas doKasus yang sering terjadi adalah kasus gender, terjadi diskriminasi tentang penggajian antara kaum wanita dan kaum pria. Disatu Negara mungkin tidak membedakan antara pria dan wanita. Di Negara lain gaji wanita akan lebih murah dibanding pria walaupun prestasi sama, bagi perusahaan tentu akan memilih untuk mempekerjakan kaum wanita karena akan menekan biaya, dan ini dibenarkan secara hukum, bagaiman secara etika karena sudah menciptakan ketidak adilan. Prisip keadilan equal pay for equal work tidak ada diskriminisi. Masih banyak kesulitan yang lain misalnya masalah perbedaan Ras, suku, agama dll.

b.Rigorisme MoralPandangan kedua ini menunjukan arah terbalik. Pandangan ini disebut Rigorisme Moral karena ingin mempertahankan kemurnian etika yang sama seperti di nagaranya sendiri. Jadi moralitas yang berlaku di negerinya sama dengan Negara lain. Bisnis internasional harus bertindak sesuai dengan moralitas yang berlaku di negaranya dan tidak boleh menyesuaikan dengan moralitas yang berlaku di Negara lain. Ia berpendapat bahwa yang dianggap baik di negarinya tidak mungkin dianggap kurang baik di Negara lain.Pandangan ini juga sulit untuk dilakukan, perlu diakui bahwa situasi setempat bisa saja berbeda, yang akan mempengaruhi keputusan-keputusan moral. Misalnya di Negara maju biasanya sangat ketat dalam mengawasi bisnisnya di banding dengan Negara berkembang terutama masalah keselamatan tenaga kerja, perburuhan, kwalitas produk, periklanan dll. Negara maju akan sangat rugi lalau harus mengikuti negaranya, misalnya Negara maju harus membayar gajinya karyawannya di Negara berkembang, sama dengan gaji karyawan di negaranya. Sama sama Negara majupun terjadi perbedaan misalnya saja tentang pembayaran pajak di Italia dan Amerika atu di jerman. Pembayaran pajak di Italia dalam mengisi SPT pajak yang harus dibayar, dengan jumlah yang sebarangan, nanti keketapan pajaknya ditentukan setelah ada kesepakatan antara wajib pajak dan petugas kantor pajak, setelah ada negoisasi dan ini bisa tiga kali lipat, sedang di Amerika/jerman pajak di tentukan dan dihitung sendiri sesuai dengan penghasilan yang diterima.Bagi orang Amirika/jerman hal ini terlalu bertele-tele kurang praktis dan ada kebohongan. Ada contoh yang menarik yaitu penjualan obat diare enterrovioform , dimana obat ini dilarang di Amerika karena membahayakan kesehatan (ada efek samping) tetapi di India sangat berguna karena dapat membrantas penyakit disentri, sehingga pemerintah India minta untuk meneruskan produksinya. Disini tidak di ukur antara manfaat dan kerugian yang akan ditimbulkan.Pandangan ini dianggap baik karena ada konsistensi dalam perilaku moral. Norma-norma etis memang berlaku umum, yang baik disuatu tempat baik pula di tempat lain, masal kejujuran. Tetapi para penganut aliran ini tidak menyadari bahwa situasi yang berbeda ikut mempengaruhi keputusan etis.c.Imoralisme nafPada pandangan ketiga ini berpendapat bahwa bisnis internasional tidak perlu berpegang pada moralitas tertentu.Memang para pembisnis harus taat pada ketentuan hukum, tetapi tidak harus terikat pada norma-norma moral manapun, karena kalau bisnis terlalu memperhatikan moralitas, mereka akan merugi, karena daya saing akan terganggu, bisnis yang tidak memperhatikan moraltas akan sangat menguntungkan. Karena semua pembisnis malakukan hal itu yaitu menghalakan segala cara, kalau ini tidak di ikuti,jelas akan rugi, kalah bersaing. Dalam suatu Negara disitu korupsi meraja lela. Mengapa kita tidak ikut melakukan suap, komisi kepada pejabat yang menentukan, karena praktek-pratek seperti itu sudah lazim dilakukan oleh palaku bisnis yang lain. Kalau tidak ikut demikian, maka kita akan kalah dalam memdapatkan proyek.Masalahnya disini bukan kalah bersaing, atau merugi, atau kelaziman yang terjadi di masyarakat, tetapi masalah boleh tidaknya dipandang dari sudut moral. Dan tidak benar apabila dikatakan semua para pembisnis ikut serta dalam hal yang tidak terpuji itu. Ada pembisnis yang masih memiliki moralitas yang tinggi untuk menolak melakukan hal tersebut, mereka alergi melakukan suap, komisi, uang semir dll. Lebih baik tidak ikut bisnis dari pada melakukan tindakan yang tercela. Seperti yang dilakukan perusahaan internasional IBM mereka memiliki seboyan clean business. Sehingga IBM memiliki predikat, citra yang baik dan terhormatdalam taraf internasional.

III.Perdagangan Internasional Dengan DumpingYang di maksud dengan dumping adalah menjual produk dengan kwantitas yang besar kepada suatu Negara lain dengan harga dibawah harga pasar, atau dibawah harga pokok produk tersebut. Dengan demikian yang merasa keberatan dalam hal ini bukanlah kensumen melainkan produsen barang yang sama di dalam negeri, karena ia akan kalah bersaing, sedang konsumen di untungkan karena harga murah walaupun bersifat sementara.

Bisnis damping ini dilakukan karena :a.Perusahaan tersebut memiliki persediaan yang sangat banyak dan takut usang tidak laku di jual, maka dijual dengan harga murah. Walaupun ada kerugian tapi tidak sebesar kalau barang tersebut usang tidak laku di jual, ada pengembalian modal walaupun tidak sebesar modal yang di keluarkan.b.Ingin menguasai pasar ataumonopoli. Pelaku dumping menjual barang dengan harga murah bertujuan untuk menguasai pasar dimana ia menghendaki para pesaingnya tidak kuat bersaing melawan dirinya, yang kemudian pesaing ini gulung tikar. Yang pada akhirnya dia sendiri yang operasi dipasar (monopoli). Setelah itu baru harga produk dinaikan. Ia menderita kerugian sifatnya sementara, setelah menguasai pasar dia menarik keuntungan yang sebesar-besarnya dengan menaikan harga semaunya.Di banyak Negara maju separti di Amirika ini dilarang, dengan undang-undang anti trust dan anti monopoli. Untukbarang-barang import dalam bisnis internasionalsulit untuk di control dan di buktikan.Mengapa sistem dumping itu dikatakan tidak etis? Hal ini jelas bahwa perniagaan dengan sistem dumping melanggar etika pasar bebas. Para pelaku bisnis yang bergerak secara internasianal ingin menghormati keutuhan pasar bebas. Ia akan melakukan persaingan secara fair, ini merupakan prinsip dalam sistem pasar bebas. Dengan demikian prinsip ini dilanggar oleh praktek dumping. Disamping itu kalau tujuan dumping adalah untuk monopoli ini jelas melanggar etika dalan bisnis karena merugikan konsumen, walaupun dalam jangka pendek diuntungkan tetapi jangka panjang konsumen di rugikan yaitu harga berang akan jauh lebih tinggi karena adanya monopoli.Apabila suatu perusahaan dapat menjual harga murah di karenakan perusahaan dapat beroperasi secara efesien maka ini bukan dumping, tetapi apabila perusahaan bukan karena efesiensi tatapi karena upah tenaga kerjanya kecil di bawah standar maka menurut Kwik Kian Gie ini termasuk dumping, ini adalah ketidakadilan dalam memberi upah buruh. Atau dengan cara lain yaitu penyusutan aktiva tetap hanya di bebankan produk dalam negeri, sedang produk yang di ekspor tidak dibebani penyusutan ini juga termasuk damping karena tidak adil dalam pembebanan penyusutan dalam produk.

IV.Bisnis MultinasionalBisnis multinasional adalah perusahaan yang memiliki investasi langsung di beberapa Negara. Dalam berinvestasi biasanya sebagian sahamnya dimiliki oleh warga Negara dimana perusahaan itu beroperasi, seperti coca cola, AT&T, Johnson & Johnson, Toyota, Philips dll. Karena perusahaan ini memiliki pabrik di berbagai Negara sehingga secara operasionanya sangat tinggi, dan memiliki kekuatan ekonomi yang besar.hal demikian akan menimbulkan masalah- masalah etis. Dalam bahasan ini kita akan batasi Bisnis Multinasional di Negara-negara berkembang , karena Bisnis Multinasional dengan Negara maju mudah di atasi, karena memiliki kesetaraan dan system hukumnyapun sudah maju.Bisnis Multinasional di Negara berkembang biasanya sudah ada pengamanannya yaitu yang pertama mereka tidak akan mengijinkan Bisnis Multinasional manakala bisnis ini merugikan perusahaan dalam negerinya. Yang kedua biasanya sebagian saham perusahaan ini harus dimiliki oleh warga negaranya biasanya 50%+1 hal ini dilakukan untuk dapat mengendalikan perusahaan ini. Yang ketiga pemerintah mewajibkan perusahaan ini untuk memberikan alih teknologi dan manajemenserta mempekerjakan tenaga-tenaga local. Tetapi pemerintah dalam membuat aturan ini tidak terlalu menyulitkan karena pemerintah butuh investasi.Di Negara yang berkembang biasanya aturan-aturan untuk Bisnis Multinasional belum siap, karena itu apa yang menjadi norma-norma dalam Bisnis Multinasional. De George mengemukukan sepuluh aturan etis (prinsip) untuk Bisnis Multinasional, tujuh pertama untuk Bisnis Multinasional yang bersifat umum dan tiga terakhir khusus untuk Bisnis Multinasional khusus yaitu untuk perusahaan yang membahayakan bagi masyarakat seperti bahan kimia, instalasi nuklir. Sepuluh prinsip ini untuk menilai apakah Bisnis Multinasional etis atau tidak di Negara berkembang. Kesepuluh itu adalah :1.Bisnis Multinasional tidak boleh dengan sengaja mengakibatkan kerugian langsung.Prinsip ini sebetulnya merupakan prinsip umum bahwa merugikan orang lain dengan sengaja adalah suatu tindakan yang tidak etis. Tetapi pada Negara berkembang perangkat hukumnya belum lengkap dan sehingga membiarkan tindakan-tindakan dari Negara asal yang dapat marugikan Negara berkembang itu. Sebagai contoh sebuah perusahaan dari Amerika yang ingin memproduksi piyama tahan api untuk anak guna melindungi anak dari api. Setelah produk itu di buat dan siap untuk dipasarkan di temukan bahwa bahan baku dari asbes mengakibatkan penyakit kanker, maka pemeritah Amerikamelarangnya. Untuk mengurangi kerugian itu perusahaan menjual produk ini ke Afrika dengan harga yang murah (dumping) yang berarti merugikan Negara lain. Kalau dinegaranya dilarang jangan dijual ditempat lain. Di sini diperlukan adanya integritas moral yaitu kasadaran dari dirinya untuk tidak merugikan orang lain.2.Bisnis Multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat dari pada kerugian bagi Negara dimana beroperasi. Artinya perusahaan ini tidak melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi Negara dimana beroperasi. Manfaat harus lebih besar jika dibandingkan dengan kerugian. Perlu diakui bahwa Bisnis Multinasional tentu akan membawa akibat yang jelek tetapi akibat jelek ini harus ditutupi dengan suatu kebaikan yang lebih besar.3.Bisnis Multinasional harus memberikan konstribusi pembangunan untuk Negara dimana beroperasi.Disamping memberi manfaat Bisnis Multinasional harus berpartisipasi dalam pembangunan. Pembangunan disini bukan menurut perusahaan tetapi menurat Negara dimana beroperasi, dengan demikian sesuai dengan kebutuhan Negara tsb. Misalnya alih teknologi. Alih ilmu pengetahuan dll.4.Bisnis Multinasional harus menghargai hak asasi manusia (karyawannya). Harus manghargai hak-hak karyawan, hak-hak lingkungan, hak Negara, tidak membeda-bedakan ras, suku, agama dll. Gaji harus dibayar sesuai dengan haknya yang sesuai dengan per undang-undangan, tidak boleh ada perbedaan gender.5.Menghormati budaya setempat sepanjang tidak bertetangan dengan moralitas.Sebagai tamu yang baik harus menghormati nilai-nilai budaya yang ada di lingkungnnya dan tidak memaksakan untuk merubah/mangganti nilai-nilai yang ada. Kalau toh ada nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan moralitas pada umumnya Bisnis Multinasional harus mancari jalan yang lebih bijak.6.Bisnis Multinasional harus membayar pajak, retribusi yang sesuai dengan perundang-undangan. Pajak adalah merupakan salah satu sumber pendapatan Negara, Bisnis Multinasional harus membayarnya dengan perhitungan yang benar, tidak boleh melakukan penyimpangan pajak, kongkalikong dengan petugas pajak, memanipulasi data dll. Pajak ini sangat diperlukan bagi Negara berkembang. Dengan demikian Bisnis Multinasional harus sadar pajak.7.Bisnis Multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setembat dalam menentukan, mengembangkan Background institution yang tepat.Biasanya pada Negara Negara berkembang institusi-intitusi yang mengatur dan memperkuattentang kegiatan ekonomi dan industry masih lemah, misalnya lembaga pengawasan mutu,perpajakan, bea cukai, pengawas keselamatan kerja,serikat buruh, impor-export dll. Hal demikian diharuskan mengingat Bisnis Multinasional berpengalaman dalam hal ini.8.Pemegang saham terbesar harus bertanggungjawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan. Tanggungjawab ini penting karena sering terjadi apabila ada kegagalan maka fihak-fihak yang terkait sering lempar tanggungjawab.Maka dalam hal ini tanggungjawab moral harus jelas yaitu pemegang saham terbesar. Soal di dalam ada kordinasi atara fihak-fihak yang terkait itu soal lain, yang terpenting ada yang bertanggungjawab.9.Jika Bisnis Multinasional membangun pebrik yang berbahaya, harus ada pengamanan yang memadai. Prosedur & systempengamanan harus jelas bagi yang menjalankan/ mengoperasikan pabrik. System dan prosedur ini juga harus disosialisasikan. Alat-alat keamanan harus tersedia dan dilakukan monitoring.10.Dalam alih teknologi yang berisiko tinggi Bisnis Multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi agar dapat dioperasikan dengan aman. Bagi Negara berkembang biasanya belum siap dalam alih tehnologi secara sekaligus. Alih teknologi harus secara bertahap.sebelum diserahkan harus dicek terlebih dahulu pengamanannya. Jangan sampai timbul akibat yang tidak di inginkan.