estetika filsafat ilmu

Download ESTETIKA FILSAFAT ILMU

If you can't read please download the document

Upload: abdu-azis-ahmadi

Post on 19-Jun-2015

1.133 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ESTETIKA Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu Konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam Dosen : Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag.

Disusun Oleh : ABDU AZIS AHMADI NIM : 505920034

PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) SYEKH NURJATI CIREBON TAHUN 2010 A. PENDAHULUAN Posisi estetika tak berbeda dari atau tak perlu dibeda-bedakan dengan wilayah-wi layah studi filsafat yang lainnya, entah itu epistemology, etika dan sebagainya. Demikian juga dengan cabang-cabang keilmuan yang lain. Ia tidak lebih utama, ti dak lebih superior dari yang lain, biasa-biasa saja. Masalahnya adalah tidak ada satu ilmu pun, termasuk estetika pada khususnya dan filsafat pada umumnya, yang mampu menjadi ilmu dengan posisi tersendiri, seberapa tinggi atau rendah pun status yang diberikan oleh komunitas akademik terhadap keberadaan ilmu tersebut. Tidak ada satu ilmu yang tersendiri, yang posisinya terisolasi dari ilmu-ilmu yang lainnya. Apalagi untuk masa tiga dasawarsa terakhir ini sekat-sekat ketat yang memberi ba tas yang tegas antara satu ilmu dengan ilmu yang lain sudah runtuh, atau sudah w aktunya untuk diruntuhkan. Inilah yang disebut oleh Clifford Geertz sebagai geja la Blurred Genre, yakni ketika kita dengan background keilmuan apapun mengadopsi sebuah lingua franca yang sama. Karya-karya Sigmund Freud atau Jacques Lacan, u ntuk sekedar contoh, tidak lagi dibaca oleh psikoanalisis semata, tetapi oleh ki ta semua. Juga Roland Barthes, karyanya tidak cuma dibaca oleh kalangan kritikus sastra, tapi oleh lebih banyak lagi orang. Merembes keluar dari sekat-sekat dis ipliner yang kaku. Ahli ilmu politik, filsuf, linguis, kritikus seni, arsitek, p sikolog, atau sosiolog tidak lagi peduli pada sekat-sekat tersebut, lalu sama-sa ma membaca Jacques Derrida atau Pierre Bourdieu. Ini yang disebut tadi sebagai l ingua franca. Begitu pula halnya dengan estetika, ia telah kehilangan sekat-sekatnya, batas-ba tas yang dahulu telah membuatnya menjadi sebuah ruang yang esoterik. Ia menyebar , membaur dengan disiplin-disiplin yang lain. Kalau ia sudah menyebar seperti it u, berarti ia bisa ada dimana saja dan kapan saja, seperti coca cola. Itu juga s ekaligus berarti bahwa estetika tidak lagi punya posisi yang penting, apalagi ya nng tersendiri. Tetntu saja estetika pernah dan, pada ruang lingkup tertentu, masih memiliki pre stise tertentu. Itu kalau kita pahami estetika bukan melulu sebagai bidang filsa fat, melainkan lebih sebagai seperangkat prinsip normatif yang meminjam istilah Pierre Bourdieu, mendisposisikan praktik-praktik berkesenian. Jadi, secara lebih restricted, pengertian estetika yang terakhir ini adalah estetika sebagai sesua tu yang dijadikan landasan normatif untuk menilai karya seni. Karena dalam perga ulan keseni(man)an, yang dimaksud dengan estetika cenderung seperti itu. Bukan f ilsafat estetika, melainkan hanya sebagai alat untuk mengevaluasi, membuat hiera

rki, dan semacamnya. Misalnya dengan dalih estetika, seorang seniman bisa berbua t apa saja dan produknya tetap disebut sebagai karya seni. Seorang perupa meleta kkan beberapa keranjang sampah disebuah galeri, dan itu disebut karya seni insta lasi oleh kritikus. Seorang penyair menuliskan sebaris kalimat, Bulan di atas k uburan, dan itu disebut sebagai puisi, yang bahkan pernah menimbulkan perdebata n tafsir yang prestisius di tingkat elit kritikus sastra. Di sini estetika tidak lebih sebagai modal simbolik yang diinfestasikan sebagai pemarkah kelas sosial seniman atau kritikus seni. Dalam hubungannya dengan praktik kritik seni, sampai sejauh ini estetika pun leb ih cenderung diperlakukan oleh para kritikus sebagai prinsip-prinsip normatif ya ng meregulasi apa dan bagaimana (berke)seni(an), dengan standarisasi-standarisas i atau semacamnya. Seorang kritikus membuat penilaian atas sebuah karya seni den gan legitimaasi paham-paham estetis tertentu, misalnya. Maka tidak heran kalau k eranjang-keranjang sampah yang dicontohkan di atas disebut sebagai karya seni ha nya lantaran ia menjadi bagian dari komunitas wacana tertentu, sementara perabot dapur ibu-ibu petani jawa tidak pernah sekalipun dihargai seperti itu, lalu kar ya seni X dinilai lebih baik, lebih sublim, lebih menukik, lebih indah, lebih me nyentuh, dan sebagainya, dibandingkan dengan yang lain. Oleh karena itu, andai k ata ada orang berbicara perkara estetika, kita perlu segera menegaskan posisi pe mahamannya : estetika dalam pengertian yang bagaimana ? B. 1. PEMBAHASAN Apa dan Bagaimana Estetika ? Secara sederhana estetika adalah ilmu yang membahas tentang keindahan, E stetika disebut juga dengan filsafat keindahan ( Philosophy of Beauty ), yang be rasal dari kata aisthetika atau aesthesis ( Yunani ) yang artinya hal-hal yang d apat dicerap dengan indera atau cerapan indera. Estetika membahas hal yang berka itan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indah atau tidak indah. Sekitar 500-300 SM, pemikir dari zaman Yunani, seperti Socrates , Plato, Aristoteles, Plotinus, dan St. Agustinus ( di Zaman kemudian ). Mereka membicar akan seni dalam kaitannya dengan filsafat mereka tentang apa yang disebut Keind ahan. Pembahasan tentang seni masih dihubungkan dengan pembahasan tentang keind ahan. Inilah sebabnya pengetahuan ini disebut filsafat keindahan, termasuk di da lamnya keindahan alam dan keindahan karya seni. Seni (art) aslinya berarti teknik, pertukangan, keterampilan yang dalam bahasa Yunani Kuno sering disebut techne. Pada pertengahan abad ke XVII, di Erop a dibedakan keindahan umum (termasuk alam) dan keindahan karya seni atau benda s eni. Dari sinilah muncul fine art atau hight art ( seni halus dan seni tinggi ), yang dibedakan dengan karya-karya seni pertukangan (craft). Seni pada zaman itu dikategorikan sebagai artifact atau benda hasil buatan manusia. Artefak pada da sarnya dapat dikategorikan menjadi tiga golongan, yakni benda-benda yang berguna tetapi tidak indah, kedua benda-benda yang berguna dan indah, dan yang ketiga, benda-benda yang indah tapi tak ada kegunaan praktisnya. Artefak jenis yang keti ga inilah yang dibisarakan dalam estetika. Pada tahun 1750 istilah estetika diperkenalkan oleh filsuf bernama A.G. Baumgarten (1714-1762). Istilah estetika ini diambil dari bahasa Yunani Kuno, ai stheton, yang berarti kemampuan melihat melalui penginderaan. Baumgarten menam akan seni itu sebagai pengetahuan sensoris, yang dibedakan dengan logika yang di namakannya pengetahuan intelektual. Tujuan estetika adalah keindahan, sedang tuj uan logika adalah kebenaran. Keindahan merupakan pengertian yang di dalamnya tercakup sebagai aktivit as kebaikan. Plato misalnya menyebutkan tentang watak yang indah dan hokum yang indah, sedangkan Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang selain ba ik juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang indah dan kebajikan yan g indah. Berbicara mengenai buah fikiran yang indah dan adat kebiasaan yang inda h. Bangsa Yunani membedakan pengertian keindahan dalam arti estetis yang disebut nya symmetria khusus untuk keindahan berdasarkan penglihatan (seni rupa) dan harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran (musik). Sehingga pengertian k eindahan dapat saja meliputi : keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral,

dan keindahan intelektual. Keindahan secara murni, menyangkut pengalaman estetis seseorang dalam ka itannya dengan sesuatu yang dihayatinya. Sedangkan keindahan secara sempit menya ngkut benda-benda yang dihayatinya melalui indera. Ciri-ciri umum yang ada pada semua benda dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalita hakiki itu dengan pengertian keindahan. Ciri umum tersebut adalah sejumlah kwalita yan g secara umum disebut unity, harmony, symmetry, balance, dan contrast. Ciri-ciri tersebut dapat dinyatakan bahwa keindahan merupakan satu cermin dari unity, har mony, symmetry, balance dan contrast dari garis, warna, bentuk, nada, dan kata-k ata. 2. Estetika sebuah Kajian Filsafat dan Agama Dalam perjalanannya, filsafat dari era Yunani Kuno hingga sekarang, muncul perso alan tentang estetika, yaitu : pertanyaan apa keindahan itu ? keindahan yang ber sifat objektif dan subyektif, ukuran keindahan, peranan keindahan dalam kehidupa n manusia dan hubungan keindahan dengan kebenaran. Sehingga dari pertanyaan itu menjadi polemik menarik terutama jika dikaitkan dengan agama dan nilai-nilai kes usialaan. Meskipun awalnya sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dan membentuk suat u karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut serta mempengaru hi penilaian tentang keindahan. Misalnya pada masa romantisme di Prancis, keinda han berarti kemampuan menyajikan sebuah keagungan. Pada masa realisme, keindahan berarti kemampuan menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Perkembangan lebih lanjut menyadarkan bahwa keindahan tidak selalu memiliki rumu san tertentu. Ia berkembang sesuai penerimaan masyarakat terhadap ide yang dimun culkan oleh pembuat karya. Karena itulah selalu dikenal dua hal penilaian keinda han, yaitu The Beauty, suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuhi stan dar keindahan, dan The Ugly, suatu karya yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan dan oleh masyarakat banyak biasanya dinilai buruk, namun jika dipanda ng dari banyak hal ternyata memperlihatkan keindahan. Islam melihat keindahan sebagai sesuatu yang penting, karena terkait aspek penil aian baik dan buruk yang merupakan kajian agama, sehingga Rasulullah SAW dalam h aditsnya mengatakan : Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Kar enanya Agama dan filsafat (estetika) ilmu mempunyai keterkaitan satu sama lain. Filsafat Ilmu bertujuan sekurang-kurangnya berhubungan dengan hal yang sama yait u tentang kebenaran, ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam semesta termasuk di dalamnya tentang manusia, sedangkan filsafat d engan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran baik tentang alam maupun tenta ng manusia yang belum atau tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan, karena diluar a tau di atas jangkauannya termasuk tentang Tuhan. Sedangkan agama dengan keunikan nya sendiri pula memberikan jawaban atas persoalan azasi yang dipertanyakan manu sia baik tentang alam, tentang manusia, maupun tentang Tuhan. Dalam dunia modern, orang cenderung memikirkan Tuhan siapa Dianya, berapa jumlah -Nya, bagaimana sifat-sifat-Nya, bagaimana hubungan-Nya dengan alam dan manusia, apa hukumnya dan bagaimana kekuasaan-Nya dan sebagainya. Tetapi dalam brsahaja Tuhan tidak untuk difikirkan tapi untuk dihayati, karena itu pemujaan terhadap-N ya diucapkan dengan susunan kata-kata penuh perasaan. Dan susunan kata-kata yang indah itu lahir dari kesusasteraan. Kesusasteraan ialah bahasa yang indah, inda h dalam bentuk, bunyi dan isi. Diantara unsure-unsur seni yang berkaitan dengan agama, menurut Sidi Gazalba, adalah : Dzikir Maulid, Rudat, Kaligrafi, Permainan Kompang, Nasyid, Dzikir dan Tilawatil Quran. Dan jika kita perhatikan titik persamaannya, baik ilmu, filsafat maupun agama be rtujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama) yaitu kebenaran. Ilm u pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam (dan terma suk di dalamnya) manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri juga menghampiri kebe naran, baik tentang alam maupun tentang manusia yang belum atau tidak dapat dija wab oleh ilmu karena di luar atau di atas jangkauannya, atau pun tentang Tuhan. Agama ) dengan karakteristiknya sendiri pula memberikan jawaban atas persoalan a sasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, maupun tentang manusia, atau pun tentang Tuhan. Sedangkan titik perbedaannya adalah baik ilmu ataupun filsafat, keduanya hasil d

ari sumber yang sama, yaitu rayu (akal, budi, dan rasio) manusia. Sedangkan aga ma bersumber dari wahyu Allah. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan p enyelidikan (riset), pengalaman (empiris) dan percobaan (eksperimen). Sebagai ba tu ujian. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menualangkan (menngembara a tau mengelanakan akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluruh) s erta universal (mengalami), tidak merasa terikat oleh ikatan apapun kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama logika. Manusia mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan memp ertanyakan (mencari jawaban tentang) berbagai masalah asasi dari atau kepada kit ab suci, kodifikasi, firman ilahi untuk manusia di atas planet bumi ini. Kebenar an ilmu dan filsafat sifatnya relative (nisbi), sedangkan kebenaran agama sifatn ya absolut (mutlak), karena wahyu diturunkan oleh Dzat Yang Maha Benar, Maha Mut lak, dan Maha Sempurna, yaitu Allah SWT. Baik ilmu ataupun filsafat kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dari si kap percaya atau iman. 3. Unsur-unsur Pokok Pengalaman Estetis Seperti pada umumnya, sebagai syarat agar suatu kebudayaan dapat muncul dan berk embang, disinipun ternyata perlu kebutuhan-kebutuhan pokok manusia sudah terpenu hi. Pengalaman estetis ternyata berdasarkan pengamatan inderawi, sekaligus selur uh manusia ikut terbawa oleh pengamatan itu, jiwa raga dengan segala kemampuan-k emampuan lainnya; bagaikan terkait dan terpikat oleh hatinya. Umpamanya dalam pe ngalaman tentang keindahan (kedahsyatan) alam, maupun dalam pengalaman tentang k eindahan karya seni (lukisan, patung, music, karya sastra, dll). Pengalaman sepe rti itu makan waktu dan waktu berhenti, bagaikan manusia untuk sementara wak tu meninggalkan dunia sehari-hari, dalam hal ini pun ada miripnya dengan pengala man rohani / religious. 4. Perbedaan Antara Filsafat dan Sains Estetik Dalam perkembangannya Estetika termasuk dalam bidang filsafat, termasuk di dalam nya Sains yang juga banyak membahas tentang estetika bahkan dalam kondisi terten tu Sains lebih banyak forsi pembahasannya dibanding filsafat. Dengan akalnya manusia membentuk pengetahuan. Dan jika diklasifikasikan pengetah uan dibagi dalam tiga kategori, yaitu : pengetahuan inderawi, pengetahuan sains, dan pengetahuan filsafat. Pengetahuan yang pertama merupakan pengetahuan awal dan asas serta menjadi penge tahuan terbanyak dalam khazanah pengetahuan manusia. Kategori kedua merupakan pe ngetahuan yang tidak secara langsung, tapi melalui metode tertentu yang disebut metode ilmiah (yang terdiri dari pemikiran sistematik, penyelidikan dan eksperim en), sedang kategori yang ke tiga adalah pengetahuan intelek yang dicapai melalu i metode berfikir filsafat (untuk menjawab permasalahan yang tidak dapat dipecah kan oleh kategori pertama dan kedua) karenanya system berfikirnya secara sistema tik, radikal dan universal. Jika dikaji lebih mendalam antara filsafat dan sains sesungguhnya tidak tidak te rdapat perbedaan prinsip, hanya ruang lingkupnya. Missal epistimologi, methodolo gy, dan logika masuk kebidang teori pengetahuan sedang estetika dan etika masuk kedalam bidang teori nilai. Ada tiga nilai positif : Benar, baik, dan bagus. Keb enaran dikaji oleh sains, kebaikan oleh etika sedang keindahan (bagus) dikaji ol eh estetika. 5. Ruang Lingkup Filsafat dan Sains Estetika Pada awalnya estetika difilsafatkan, karenanya filsafat estetika disebut estetik a tradisional atau estetika analitis. Disebut tradisional karena bersifat metafi sika dan disebut analitis karena pembahasan yang dilakukannya menguraikan perkar a-perkara estetik, berbeda dengan estetika empiris yang dipelajari secara ilmiah , timbul dimasa belakangan. Adapun ruang lingkup estetika menurut Sidi Ghazalba meliputi kajian-kajian berikut : 1. Keindahan (kajian filsafat) 2. Keindahan dalam alam (kajian filsafat) 3. Keindahan khusus pada seni (kajian filsafat) 4. Penciptaan dan kritik seni serta peranannya (kajian sains) 5. Cita rasa ( kajian filsafat dan sains) 6. Ukuran nilai (kajian filsafat)

7. Keindahan dan kejelekan (kajian filsafat) 8. Nilai estetik sebagai nilai bukan moral (kajian filssafat) 9. Benda estetik (kajian sains) 10. Pengalaman estetik ( kajian sains) Pada abad ke XIX estetika ilmiah itu disebut estetika modern, berlawanan dengan estetika tradisional yang bersifat falsafah, dan kajian keindahan secara falsafa h tidak lagi memuaskan orang, karena pengertiannya terlalu sempit, kabur, dan ab strak. Karena itu orang kemudian lebih suka mengkaji sasaran estetika dalam masy arakat yang berbentuk gejala dan melembaga, sehingga ia dapat dibicarakan secara empiris dan ilmiah. Yang dimaksud dengan gejala dan melembaga itu ialah seni sebagai sebuah kebudaya an. Dan kajian tentang seni itu dapat didekati dari sudut sejarah, antropologi, sosiologi, dan kajian empiris lainnya. Misalnya dengan pendekatan seni secara ob jektif pada karya seni, anatomi bentuk pertumbuhan gaya dari zaman ke zaman. Selanjutnya dengan metode ilmiah, kita dapat mengkaji : perubahan seni dalam per jalanan sejarah, tabiat manusia yang melahirkan aktifitas kesenian, peranan seni man atau karya seni dalam masyarakat, dampak dakwah melalui seni, unsure-unsur s eni yang dikandung oleh agama. 6. Pengalaman Keindahan Masalah keindahan biasanya dikaitkan dengan karya-karya yang indah, barang-baran g yang bagus, perempuan yang jelita, perempuan yang cantik. Tapi kita tidak mamp u merumuskan apa itu indah, bagus, jelita, cantik, dan lainnya. Karenanya keinda han menjadi masalah, karena ia terasa ada, tapi terkatakan tidak. Dalam estetika dikenal ada dua pendekatan, yaitu langsung meneliti estetika dala m objek-objek yang indah serta karya seni dan menyoroti situasi kontemplasi rasa indah yang dialami si objek (pengalaman keindahan dalam diri orangnya). Para pe mikir modern cenderung member perhatian pada pendekatan yang kedua, pengalaman k eindahan, karena karya seni mampu memberikan pengalaman keindahan dari jaman ke jaman. Oleh karena itu tidak heran jika Clive Bell mempunyai credo estetika harus bera ngkat dari pengalaman pribadi yang berupa rasa khusu dan istimewa. Dan keindaha n lebih lanjut menurutnya hanya dapat ditemukan dari orang yang dalam dirinya pu nya pengalaman mengenali wujud dan makna suatu benda atau karya seni tertentu de ngan getaran atau rangsangan keindahan. Sedang dalam pengertian yang luas, orang Yunani membedakan keindahan kedalam, in dah yang berpadu dengan kebaikan (estetika yang integrasi dengan etika), indah e stetik berdasarkan penglihatan dan indah estetik berdasarkan pendengaran. Sedang Plato mendefinisikan sebagai watak dan hukum yang indah, dan Aristoteles mengat akan sebagai sesuatu yang menyenangkan dan baik, sementara Plotinus menyebutkan sebagai ilmu dan kebaikan yang indah. Dari pengertian di atas keindahan tidak hanya terbatas pada seni dan alam tapi j uga pada moral dan intelektual. Moral yang indah tentunya moral yang baik dan in telek yang indah adalah intelek yang benar, karena bagus, baik, dan benar merupa kan nilai positif yang saling terkait. C. KESIMPULAN Estetika adalah ilmu yang membahas tentang keindahan, estetika disebut juga deng an filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari kata aisthetika atau aesthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat dicerap dengan indera at au cerapan indera. Estetika memgahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis t erhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indah atau tidak indah. Dan keinda han meliputi : keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral, dan keindahan in telektual. Keindahan secara murni, menyangkut pengalaman esetis seseorang dalam kaitannya d engan sesuatu yang dihayatinya. Sedangkan keindahan secara sempit menyangkut ben da-benda yang dihayatinya memalui indera. Ciri-ciri umum yang ada pada semua ben da dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalitas hakiki itu den gan pengertian keindahan.ciri umum tersebut adalah sejumlah kwalitas yang secara umum disebut unity, harmony, symmetry, balance, dan contrast. Ciri-ciri tersebu t dapat dinyatakan bahwa keindahan merupakan satu cermin dari unity, harmony, sy

mmetry, balance, dan contrast dari garis, warna, bentuk, nada, dan kata-kata. Namun demikian keindahan tidak hanya terbatas pada seni dan alam tapi juga pada moral dan intelektual. Moral yang indah tentunya moral yang baik dan intelek yan g indah adalah intelek yang benar, karena bagus, baik, dan benar merupakan nilai positif yang saling terkait.

DAFTAR PUSTAKA Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu, Rajawali Press, cetakan ke 1, Jakarta, 2009 Sidi Ghazalba, Islam Dan Kesenian : Relevansi Islam Dengan Seni Budaya Karya Man usia, Pustaka Al Husna, Cet ke 1, Jakarta, 1988 Mulyadi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan;Pengantar Epistemologi Islam, Miza n, Bandung, 2003 Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu; Dari Hakikat Menuju Nilai, Mizan, Bandung, 2007 , Revolusi Peradaban; Mencari Tuhan Dalam Batang Tubuh Ilmu, Mulia Press, Cet. Ke 2, Bandung, 2009 , Rekonstruksi Ilmu; Dari Empirik Rasional Atheistik ke E mpiris Rasional Teistik, Benang Merah Press, cet. Ke 1, Bandung, 2005 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Suatu Pengantar Populer, Sinar Harapan, Ja karta, 1998

Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika a dalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana s eseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah seb uah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dek at dengan filosofi seni. Meskipun awalnya sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam memb entuk suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempen garuhi penilaian terhadap keindahan. Misalnya pada masa romantisme di Perancis, keindahan berarti kemampuan menyajikan sebuah keagungan. Pada masa realisme, kei ndahan berarti kemampuan menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa maraknya de Stijl di Belanda, keindahan berarti kemampuan mengkomposisikan warna dan ruang dan kemampuan mengabstraksi benda. Perkembangan lebih lanjut menyadarkan bahwa keindahan tidak selalu memiliki rumu san tertentu. Ia berkembang sesuai penerimaan masyarakat terhadap ide yang dimun culkan oleh pembuat karya. Karena itulah selalu dikenal dua hal dalam penilaian keindahan, yaitu the beauty, suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuh i standar keindahan dan the ugly, suatu karya yang sama sekali tidak memenuhi st andar keindahan dan oleh masyarakat banyak biasanya dinilai buruk, namun jika di pandang dari banyak hal ternyata memperlihatkan keindahan. Keindahan seharusnya sudah dinilai begitu karya seni pertama kali dibuat. Namun rumusan keindahan pertama kali yang terdokumentasi adalah oleh filsuf Plato yang menentukan keindahan dari proporsi, keharmonisan, dan kesatuan. Sementara Arist oteles menilai keindahan datang dari aturan-aturan, kesimetrisan, dan keberadaan .

Esetetika berasal dari Bahasa Yunani, , d b c e e. Per m l d gun n ole f l uf Alex nder Go l eb B umg r en p d 1735 un u penger n lmu en ng l y ng b d r n lew per n. D l m f l f e nd n Peng l m n E e menuru p nd ng n fenomenolog mer up n peng l m n e e en ng e u u; j r ng p r f l uf y ng m u mengu p gej l e nd n, d l m l u m u l ng ung memer e u u u d l m r ng e nd n p u r ny . Deng n per n l n c r -c r obye y ng ber ng u n u m u d el d ; meng p d obye y ng d ebu nd