essai lpdp

14
PERANKU BAGI BANGSA Indonesia diproyeksikan akan menjadi negara maju dalam beberapa dekade ke depan. Sebagai sebuah negara yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) mayoritas berusia produktif dalam 10-20 tahun ke depan, sumber daya alam yang kaya, letak geografis yang strategis, dan pemerintahan yang demokratis, hal tersebut tidak mustahil. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang diberlakukan tahun 2011 menujukkan target pada 2025, Indonesia akan memiliki pendapatan per kapita berkisar antara USD 14.250– 15.500 dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) berkisar antara USD 4,0–4,5 triliun dan pertumbuhan ekonomi riil 8,0–9,0% pada periode 2015–2025. Target tersebut tentu saja akan membawa Indonesia pada kategori negara maju. Pembangunan ekonomi Indonesia menujukkan gejala positif dalam satu dasawarsa terakhir. Saat ekonomi dunia sedang krisis, ekonomi Indonesia tumbuh di atas 5% dan kemiskinan berkurang dari 20,6% tahun 1990 menjadi 7,5% tahun 2010 (UNDP). Namun, esensi pembangunan bukan semata-mata pertumbuhan ekonomi. Pembangunan berarti kehidupan yang lebih baik bagi semua orang. Hal inilah yang belum dicapai secara optimal di Indonesia. Indeks Gini Indonesia meningkat dari 29,9% tahun 1999 menjadi 38,1% tahun 2011. Artinya terjadi peningkatan kesenjangan (inequality) antara penduduk kaya dan miskin. 20% orang termiskin di Indonesia menyumbang 7% PDB tahun 2011, menurun dari 10% pada 1999 (World Bank). Hal tersebut menunjukkan bahwa kenaikan PDB nasional disebabkan oleh kenaikan pendapatan penduduk yang lebih kaya, membenarkan sindiran populer di tengah masyarakat bahwa “yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin”. Pembangunan sejatinya adalah usaha untuk mensejahterakan suatu bangsa, berarti kesejahteraan seluruh penduduk tanpa terkecuali. Konsep pembangunan sendiri sering dinilai ambisius karena tujuannya yang dinilai sulit serta melibatkan barbagai bidang kehidupan, mulai dari ekonomi, politik, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan lain sebagainya. Namun, pembangunan untuk

Upload: zerri-ilham

Post on 06-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

essai

TRANSCRIPT

Page 1: Essai lpdp

PERANKU BAGI BANGSA

Indonesia diproyeksikan akan menjadi negara maju dalam beberapa dekade ke depan.

Sebagai sebuah negara yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) mayoritas berusia

produktif dalam 10-20 tahun ke depan, sumber daya alam yang kaya, letak geografis yang

strategis, dan pemerintahan yang demokratis, hal tersebut tidak mustahil. Masterplan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang diberlakukan

tahun 2011 menujukkan target pada 2025, Indonesia akan memiliki pendapatan per kapita

berkisar antara USD 14.250–15.500 dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) berkisar

antara USD 4,0–4,5 triliun dan pertumbuhan ekonomi riil 8,0–9,0% pada periode 2015–

2025. Target tersebut tentu saja akan membawa Indonesia pada kategori negara maju.

Pembangunan ekonomi Indonesia menujukkan gejala positif dalam satu dasawarsa terakhir.

Saat ekonomi dunia sedang krisis, ekonomi Indonesia tumbuh di atas 5% dan kemiskinan

berkurang dari 20,6% tahun 1990 menjadi 7,5% tahun 2010 (UNDP). Namun, esensi

pembangunan bukan semata-mata pertumbuhan ekonomi. Pembangunan berarti kehidupan

yang lebih baik bagi semua orang. Hal inilah yang belum dicapai secara optimal di

Indonesia. Indeks Gini Indonesia meningkat dari 29,9% tahun 1999 menjadi 38,1% tahun

2011. Artinya terjadi peningkatan kesenjangan (inequality) antara penduduk kaya dan

miskin. 20% orang termiskin di Indonesia menyumbang 7% PDB tahun 2011, menurun dari

10% pada 1999 (World Bank). Hal tersebut menunjukkan bahwa kenaikan PDB nasional

disebabkan oleh kenaikan pendapatan penduduk yang lebih kaya, membenarkan sindiran

populer di tengah masyarakat bahwa “yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin

miskin”.

Pembangunan sejatinya adalah usaha untuk mensejahterakan suatu bangsa, berarti

kesejahteraan seluruh penduduk tanpa terkecuali. Konsep pembangunan sendiri sering

dinilai ambisius karena tujuannya yang dinilai sulit serta melibatkan barbagai bidang

kehidupan, mulai dari ekonomi, politik, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan

lain sebagainya. Namun, pembangunan untuk mencapai falsafah Pancasila sila ke-5,

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan sesuatu yang mustahil dilakukan.

Pemerintah selama ini telah menjalankan program yang bertujuan untuk mencapai target

pembangunan bangsa seperti penyelenggaraan Millenium Development Goals (MDGs) dan

pembuatan kebijakan-kebijakan sosial, contohnya pembentukan Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) yang bertujuan menjamin hak dasar seluruh penduduk Indonesia.

Pemerintahan pun dijalankan dengan mengacu pada prinsip good governance, yaitu tata

pemerintahan yang baik di mana pemerintah bukan satu-satunya pihak dalam pemerintahan

Page 2: Essai lpdp

tetapi juga didukung oleh sektor swasta dan masyarakat sipil. Peran serta masyarakat dalam

pemerintahan inilah yang dapat menjadi kunci keberhasilan pembangunan yang inklusif.

Sejak tahun 1970-an, governance diakui dunia sebagai landasan dalam pembangunan

karena dianggap sejalan dengan semangat demokrasi. Governance melibatkan partisipasi

masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Tidak seperti pada

masa Orde Baru ketika partisipasi masyarakat diartikan sebagai pengorbanan dan dukungan

masyarakat terhadap pemerintah, partisipasi pada sistem yang lebih demokratis dimaknai

sebagai peran aktif masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pengambilan keputusan,

implementasi, sampai evaluasi program pembangunan. Pembangunan yang berhasil

mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat membutuhkan sistem politik yang

demokratis, pemerintahan yang baik (good governance), dan partisipasi aktif masyarakat

dalam proses pembuatan kebijakan dan implementasi pembangunan.

Partisipasi secara optimal tidak hanya membutuhkan pemerintah yang siap mengakomodasi

aspirasi publik tetapi juga masyarakat yang siap berpartisipasi aktif. Masyarakat perlu

bertransformasi menjadi civil society yang mandiri, yaitu masyarakat sipil yang mampu

menjalankan fungsi sebagai mitra sekaligus kekuatan penyeimbang (balancing forces)

pemerintah. Sayangnya, banyak kelompok masyarakat masih belum berkembang menjadi

civil society mandiri karena belum menggali dan mengembangkan social capital yang ada

padanya. Pemerintah juga masih lebih berfokus pada perbaikan internal institusinya, seperti

melalui reformasi birokrasi, sehingga social capital dan pembangunan civil society belum

mendapatkan perhatian lebih besar.

Perhatian dan studi tentang pentingnya peran serta dan gerakan-gerakan masyarakat dalam

proses pembangunan bangsa perlu untuk ditingkatkan. Oleh karena itu, saya ingin

mengambil bagian dalam studi tersebut dan menganalisisnya dalam konteks Indonesia.

Pembangunan sendiri merupakan studi yang multidisipliner sehingga saya ingin mendalami

pembangunan sebagai konsep yang politis, yaitu pembangunan sebagai proses pemerintahan

yang melibatkan berbagai stakeholders. Saya akan mendalami pembangunan berlandaskan

governance baik secara praktis maupun akademis, terutama dalam kaitannya dengan

masyarakat sipil serta potensi, gerakan dan peran serta mereka dalam mendorong

terselenggaranya proses pembangunan yang berkeadilan.

Page 3: Essai lpdp

Kesuksesan Terbesar dalam Hidupku

Kesadaran untuk terus membangun diri adalah titik awal sebuah kesuksesan. Ketika kecil

sempat merasakan tak ada listrik, tak memiliki kamar mandi, tak ada angkutan umum,

membuat saya pernah mengalami perasaan inferior. Saya merasa sukses ketika saya keluar

dari perasaan tersebut dan kini memiliki keinginan untuk membangun diri lebih jauh.

Sejak kecil di bangku sekolah saya selalu berusaha belajar dengan baik. Saya selalu

peringkat pertama di Sekolah Dasar dan berusaha mempertahankan prestasi tersebut di

SMP sehingga ketika lulus saya mendapat peringkat 4 secara paralel (sekitar 280 anak).

Saya kira itu cukup. Namun, ketika saya bersekolah di SMAN 1 Kebumen, saya justru sempat

rendah diri karena ternyata karena hanya pelajaran yang saya tahu ketika teman-teman saya

berbakat, aktif dalam organisasi, kritis dalam berargumen, percaya diri  berbicara di depan

umum, dan menguasai Bahasa Inggris dengan baik. Mereka memiliki kualifikasi yang saat

itu belum saya miliki.

Saya mencoba mengatasi rasa rendah diri tersebut. Saya belajar dari kesalahan orang di

sekitar yang hanya karena perasaan inferior mereka kehilangan banyak kesempatan. Saya

tidak mau mengulang kesalahan yang sudah dilakukan mereka sehingga saya bertekad untuk

menjadi lebih percaya diri. Jarak rumah ke sekolah saya cukup jauh sehingga saya

memutuskan untuk tinggal di kost yang dekat sekolah. Awalnya tidak mudah hidup di kost

tetapi justru itulah yang membuat saya belajar mandiri dan punya lebih banyak waktu di

sekolah.

Saya mulai ikut organisasi dan meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris. Saya mulai ikut

organisasi dengan menjadi pengurus Palang Merah Remaja yang memungkinkan saya

bertemu orang baru, menerima tamu, dan berkunjung ke sekolah lain membawa nama

organisasi. Untuk Bahasa Inggris, saya mulai sering ke warnet untuk chatting dengan orang

asing dan membaca e-book, kemudian mencatat kosakata yang tidak saya mengerti. Di saat

yang sama, saya tetap harus mengikuti pelajaran agar bisa lulus dan masuk perguruan tinggi

negeri. Alhamdulillah, dengan doa, usaha, dan dukungan dari banyak pihak, pada tahun

2010, saya lulus dan diterima di UNY dengan skor TOEFL tahun itu adalah 503. Dengan itu,

saya memulai babak baru dalam hidup saya. Hidup yang lebih percaya diri.

Semasa kuliah, saya mencoba menggali potensi sebaik mungkin. Kuliah bagi saya bukan

hanya kegiatan akademik tetapi juga kegiatan organisasi, hobi, dan pengalaman kerja. Saya

berusaha mengikuti kuliah dengan baik. Standar acuannya adalah masa studi tepat waktu

Page 4: Essai lpdp

dan Indeks Prestasi yang baik, hasil dari keaktifan di kelas, tugas-tugas, dan ujian. Selama

tiga tahun berturut-turut saya juga menjadi penerima beasiswa untuk mahasiswa dengan

performa akademik bagus, yaitu beasiswa Pengembangan Prestasi Akademik (PPA) dari

UNY.

Saya menjadi pengurus organisasi kampus seperti Himpunan Mahasiswa dan UKM

Penelitian. Tahun 2011, saya aktif memimpin FORBI, sebuah forum diskusi ilmiah

membahas masalah sosial politik yang sedang terjadi di Indonesia saat itu. Diskusi tersebut

dilakukan rutin dua mingguan dan telah memberi saya kesempatan untuk berlatih berdiskusi

secara sehat, berpikir kritis, sekaligus lebih peka terhadap perkembangan bangsa. Tahun

2012, saya berhasil menjadi pembicara perwakilan mahasiswa dalam Seminar Nasional

UNY bertema “Inovasi Social Policy dalam Membangun Kesejahteraan Masyarakat yang

Membumi”, membawakan telaah kritis tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Saya

juga sering terlibat dalam berbagai kepanitiaan kegiatan mahasiswa termasuk menjadi

Ketua Panitia UNY Scientific Fair dalam rangka Dies Natalis ke-49 UNY yang mengundang

mahasiswa se-Indonesia untuk mengikuti LKTI tingkat nasional di UNY.

Dengan semua kegiatan tersebut, ada kalanya saya merasa penat dan saya melepaskannya

dengan hobi. Saya menekuni hobi membaca dan menulis fiksi. Sejak tahun 2011, saya

bergabung dengan komunitas menulis Writing Revolution dan pada 2012 menjadi

koordinator bedah cerpen mingguan di komunitas tersebut. Beberapa karya saya yang

dilombakan berhasil dimuat dalam beberapa antologi, yaitu: Dalam Genggaman Tangan

Tuhan (Penerbit WR, 2012), Serahim Nira (WR Publishing, 2012), Curhat Colongan Sahabat

Inspirasiku (LeutikaPrio, 2013), Kisah dari Rumah Kambira (WR Publishing, 2013), dan

Cenningrara (Penerbit WR, 2014). Saya juga pernah menulis artikel populer ketika saya

bekerja sebagai English content writer untuk [……] Jogja. Pekerjaan tersebut memberi saya

kesempatan untuk mengembangkan kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris.

Alhamdulillah dengan semua kegiatan di atas, saya berhasil lulus dalam waktu 3 tahun 8

bulan dengan IPK [….] (cum laude). Namun, saya sadar suatu langkah maju tidak mengenal

kata usai. Untuk itu, saya ingin melanjutkan pendidikan agar diri saya lebih berkembang dan

dapat memberi manfaat kepada orang lain.

Page 5: Essai lpdp

STUDY PLAN

Saya Endah Tri Anomsari, lulusan UNY Jurusan Ilmu Administrasi Negara. Saya ingin

melanjutkan studi ke University of Manchester, mengambil program International

Development: Politics, Governance and Development Policy. Pernah merasakan hidup di

desa dan kota, saya merasakan sendiri bagaimana pembangunan merupakan isu sentral

dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Selama menempuh S1, saya mempelajari

hubungan antara pemerintah dengan masyarakat sering diidentifikasi sebagai hubungan

patron-client. Dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, masyarakat ditempatkan sebagai

objek bagi berbagai program pembangunan pemerintah dan bukannya secara bersama-sama

mewujudkan pembangunan berbasis masyarakat.

Saat melakukan penelitian skripsi saya yang berjudul Governance Program Pengelolaan

Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus Lahan Perhutani di Kecamatan Karanggayam,

Kabupaten Kebumen), saya menemukan fenomena bahwa program yang dirancang untuk

menjukkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat belum berhasil setidaknya

disebabkan oleh dua hal, yaitu: sikap pemerintah yang dominan atas masyarakat dan

tertutup dan ketidakberdayaan civil society sendiri. Hal ini memperkuat studi pembangunan

yang saya pelajari selama menempuh S1, bahwa dalam bangsa pluralis yang demokratis,

setiap komponen bangsa perlu bekerja sama untuk mewujudkan pembangunan. Hal ini

menuntut setidaknya dua hal, yaitu: pemerintah yang lebih terbuka dan masyarakat yang

berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan.

IDPM menawarkan mata kuliah yang mempelajari permasalahan di atas. Mata kuliah wajib

tempuh adalah Development Fundamentals, Development Research, Policy Analysis, The

Politics and Governance of Development, dan Fieldwork (total 75 credits). Mata kuliah

wajib ini cukup menggambarkan bagaimana posisi pemerintah dalam membuat dan

melaksanakan pembangunan. Mata kuliah opsional, di sisi lain, menawarkan pembangunan

dilihat dari sudut pandang masyarakat. Mata kuliah pilihan minimal menempuh 45 credits

dan saya berencana mengikuti mata kuliah Civil Society and Public Action,  Citizen-Led

Development, Economics of Governance and Development, E-Government, Representations:

Film, Literature and Media in Development, dan Public Sector Reform and Management.

Page 6: Essai lpdp

Selain itu, ada Dissertation sepanjang kurang lebih 10.000 kata (60 credits). […..] ini

memiliki keunggulan dengan menawarkan Fieldwork di negara berkembang di Asia atau

Afrika untuk memahami implementasi pembangunan dan mata kuliah E-Government yang

berperan besar dalam menjalankan pemerintahan partisipatif. Studi tersebut ditempuh

kurang lebih selama 12 bulan mulai September 2015.

Saya merencanakan dissertation tentang pembangunan bottom-up yang diatur dalam UU No.

6 Tahun 2014 tentang Desa. Konsep pembangunan ini diharapkan akan lebih demokratis,

partisipatif, mengakomodasi potensi dan kearifan daerah, dan mengubah pandangan bahwa

masyarakat bukan objek program pemerintah tetapi mitra pemerintah seperti dalam

paradigma governance. Untuk mewujudkan keberhasilan implementasi UU Desa ini,

dibutuhkan kerja sama antara pilar-pilar governance, yaitu: pemerintah, sektor swasta, dan

masyarakat sipil. Pemerintah diharapkan menjadi lebih terbuka dalam hal pelayanan publik.

Dalam hal ini, mata kuliah E-government akan membantu memahami pentingnya kemudahan

dan keterbukaan pelayanan pemerintah secara online. E-government merupakan upaya

memangkas hierarki birokrasi yang terlalu panjang dan berbelit sehingga memperdekat

jarak antara pemerintah dengan masyarakat, misalnya melalui blusukan online yang digagas

Presiden Joko Widodo, pengurusan izin usaha online, pajak online, dan lain sebagainya. Di

sisi lain, masyarakat perlu untuk menempatkan diri sebagai pelaku dalam pembangunan dan

bukan objek. Hal tersebut akan dipelajari dalam mata kuliah Civil Society and Public Action

dan Citizen-Led Development, yaitu bagaimana potensi dan gerakan masyarakat dalam

mengupayakan pembangunan berbasis masyarakat. Sektor swasta juga dapat ikut berperan

dalam pembangunan misalnya melalui corporate social responsibility, aids, dan usaha

ramah lingkungan.

Pembahasan dissertation tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana

pembangunan yang berbasis masyarakat dapat mengatasi masalah ketimpangan

pembangunan yang bersifat agglomerative. Dissertation ini juga diharapkan dapat memberi

telaah kritis mengenai sikap pemerintah dalam membuka dirinya dan menganggap sektor

swasta dan masyarakat sipil sebagai aktor lain dalam pemerintahan. Selain itu, masukan

bagi masyarakat dalam mengembangkan dirinya sendiri untuk menjadi civil society yang

mandiri diharapkan dapat dihasilkan dari dissertation ini.

Selesai menyelesaikan program ini, saya berminat menjadi [….] yang berfokus pada studi

governance and development berbasis masyarakat, walaupun tidak menutup kemungkinan

saya bergerak bersama [….] khususnya di bidang pembangunan. Menjadi [….] sesuai

dengan minat saya karena [……………………….. ] Di masa depan, saya ingin melanjutkan

Page 7: Essai lpdp

studi S3 untuk lebih mendalami ilmu tersebut. Selain itu, saya ingin menulis ide-ide dalam

bentuk cerita pendek atau novel karena saya percaya, dengan fiksi ide-ide dapat menyentuh

lebih banyak orang dari berbagai kalangan.

Beasiswa LPDP 2: Pengalaman Seleksi LGD dan Wawancara

Posted on January 24, 2015by endahanomsari

Artikel ini ditulis pada 6 Desember, berselang dua tiga jam setelah saya wawancara…

Saya menemukan nama saya ada di antara sekitar 1.400 orang yang lolos seleksi tahap 1 alias

seleksi administrasi, 840-an di antaranya adalah sesama pendaftar magister luar negeri.

Artinya, saya berhak mengikuti selanjutnya yaitu verifikasi berkas, LGD, dan wawancara.

Jadwalnya dua hari, lokasinya tergantung pilihan saat online. Pilih lokasi yang paling dekat

dengan tempat tinggal kalau tidak mau mengeluarkan biaya lebih banyak karena seluruh

akomodasi dan biaya perjalanan untuk seleksi tahap 2 ditanggung peserta. Lokasinya ada di

Medan, Jakarta, Bandung, Jogja, Surabaya dan Makassar. Saya pun mengikuti seleksi tahap 2

di Jogja pada 5-6 Desember 2014.

Setelah dapat pengumuman lolos, rajin cek e-mail ya biar tidak ketinggalan informasi. Pada

seleksi tahap 2, seluruh peserta harus verifikasi dokumen. Untuk LGD dan wawancara

dijadwal, ada yang dapat jadwal dalam sehari, ada yang dua hari. Ada yang LGD dulu baru

wawancara, ada yang wawancara dulu baru LGD. Saya dapat jadwal dua hari, LGD dulu baru

wawancara di hari berikutnya.

LGD, sesuai namanya, Leaderless Group Discussion adalah diskusi tanpa ketua atau

pemimpin. Setiap grup sekitar delapan orang (kelompok saya hanya tujuh karena satu

pelamar program doktor mengundurkan diri, sudah menerima beasiswa lain). Latar belakang

keilmuan dan tingkatan digabung. Satu grup saya, misalnya, terdiri dari pelamar program

doktor, dokter spesialis, magister dalam negeri dan luar negeri. Bidang keilmuan pun

berbeda. Waktu untuk LGD adalah sekitar 45 menit. Tema yang dibahas bervariasi,

kelompok saya saat itu mendapat tema tentang UU Minerba, bagaimana jika ekspor Minerba

mentah dihentikan dan kita mengolahnya di dalam negeri. Setelah itu ada pertanyaan yang

wajib didiskusikan kelompok.

Page 8: Essai lpdp

Proses LGD ditunggui oleh 2 orang psikolog, saya tidak tahu apanya yang dinilai tetapi

dengar-dengar dari sesama peserta, ada 2 hal yang dinilai; kepemimpinan (berpikir strategis)

dan kepribadian (cara bicara, etika diskusi, kepercayaan diri, dll). Dan percayalah 45 menit

bukan waktu yang lama untuk diskusi, apalagi ada delapan kepala. Mau tak mau, usahakan

seefisien mungkin bicara, agar yang lain kebagian giliran juga. Sehebat dan semenguasai

apapun kita dalam bidang itu, jangan terlalu mendominasi. Ingat di situ ada pelamar lain yang

juga harus mengutarakan pikirannya!

Hari pertama menunggu LGD adalah penantian panjaaangggg!!! Semua peserta wajib datang

pukul 08.00 lalu kami harus menunggu giliran. LGD saya dapat sekitar setengah empat sore,

mundur satu jam dari jadwal seharusnya. Itu masih mending. Bagi yang wawancara hari

pertama jadwal sore, ada yang sampai menjelang maghrib. Memang ada pilihan untuk pergi

dulu, tapi…kecepatan seleksi sungguh tidak terduga. Daripada ketika dapat giliran orangnya

tidak ada lalu gugur, lebih memilih untuk menunggu di tempat bukan? Dengan 230 orang

yang seleksi di Jogja, sungguh ramaiiii…

Tempat seleksi di UNY. Tadinya di UIN, kemudian pihak LPDP menghubungi lagi tempat

dipindah ke UNY. Tips untuk LGD katanya sih, jaga kekompakkan grup, dengarkan semua

pendapat, dan jangan memandang rendah pendapat salah satu anggota grup. Jujur saya tidak

tahu apa saja yang dilihat para psikolog jadi saran saya hanya, ketahui kasus-kasus terbaru

karena yang diangkat adalah masalah nasional yang sedang populer. Kemudian, ketika bicara,

percaya diri saja. Kalau bisa, ketemu teman satu grup sebelum LGD mulai agar sudah saling

kenal dan nantinya tidak canggung saat diskusi.

Untuk wawancara, jadwal saya maju dari rencana. Memang karena wawancara berlangsung

lebih cepat. Jadwal saya 10.50 tetapi saya sudah dipanggil pada 09.50. Saya adalah peserta

terakhir yang diwawancara! Iya, benar-benar terakhir! Wawancara saya singkat sekali, hanya

20 menit. Ada tiga pewawancara dalam setiap tim. Saya diwawancara oleh tim 3 yang terdiri

dari dua wanita dan satu laki-laki. Salah satu di antara mereka, yang wanita, adalah psikolog.

Sementara wanita satunya kalau tidak salah dosen hukum. Yang laki-laki saya tidak tahu,

Bapak ini pendiam, hanya mengajukan dua pertanyaan. Para interviewer ini sudah membaca

formulir aplikasi dan essay kita, dan saat kita wawancara, mereka memandangi laptop

masing-masing untuk mengkroscek jawaban kita dengan apa yang kita tulis di aplikasi.

Page 9: Essai lpdp

Saya sama sekali tidak ditanyai soal studi (hanya ditanya soal relevansi S1 dengan S2 yang

akan saya ambil). Kebanyakan pertanyaan bersifat pribadi. Saya ditanya tentang mengapa

saya memilih universitas itu, bagaimana keluarga saya, apakah orangtua saya merestui kalau

saya pergi jauh, kapan saya akan mendaftar ke universitas, kelebihan dan kekurangan saya,

rencana ke depan saya, kegiatan saya di masyarakat, dan lain sebagainya.

Ada yang dapat pengalaman mereka dikejar oleh tim dengan pertanyaan-pertanyaan, tetapi

saya tidak. Tapi, entah bagaimana, saya melihat mereka tidak mengejar saya karena

sepertinya mereka sudah cukup yakin dengan saya, bukan karena mereka tidak tertarik

(walau saya takut berpikiran seperti itu, takut kepedean dan nanti hasilnya tidak sesuai

harapan, saya akan lebih kecewa). Ada juga yang dapat pengalaman salah satu dari

pewawancara mencoba mengintimidasi, tapi saya tidak dapat pengalaman itu. Malah, salah

satu pewawancara bertanya, Anda sering sedih? Pasti nggak ya? Aduh, apa sebegitu kejinya

tampang saya ini? Saya pun beberapa kali menjawab pertanyaan dengan “iya” atau “tidak”

tanpa menjelaskan apapun lagi (saya merasa memang beberapa pertanyaan tidak perlu saya

perpanjang, cukup “iya” atau “tidak” yang diucapkan dengan mantap, saya percaya itu justru

akan menunjukkan kelugasan dan keyakinan saya akan jawaban itu). Saya baru kepikiran

ketika pulang, seharusnya saya menjawab lebih panjang, agar mereka bisa melihat saya lebih

jauh. Tapi itu tadi, beberapa pertanyaan saya merasa tak perlu memperpanjangnya.

Misal: Anda sering menangis? Saya hanya menjawab tidak. Lalu si bapak bertanya Anda

sudah punya pacar? What!!!

Pertanyaan ada dalam bahasa Indonesia dan Inggris, sekitar 50:50. Yang paling banyak

bertanya justru ibu psikolognya! Beliau yang tanya tentang aktivitas saya, karakter saya yang

bisa meyakinkan mereka kalau saya layak, kekurangan kelebihan, dll. Ibu psikolog ini juga

yang bertanya dalam Bahasa Inggris. Dan, bertanyanya tidak digilir. Jadi satu interviewer

bertanya, kadang disambung oleh interviewer lain, jadi mereka tidak giliran bertanya.

Pertanyaan terakhir untuk saya, saya ditanya di mana saya belajar bahasa Inggris kok bisa

bahasa Inggris saya bagus (menurut ibu itu). Saya bilang saya tidak pernah les, hanya sejak

SMP saya memperhatikan pelajaran di sekolah dan mengembangkannya dengan baca e-

book, chatting, dan nulis blog. Kemudian ibunya bilang maksud beliau speaking-nya, dan

saya dengan ketawa bodoh bilang saya latihan sendiri ngomong di depan cermin wkwk

Wawancara hanya 20 menit, saya tidak melihat mereka tidak tertarik pada saya tapi saya

melihat justru mereka seperti…sudah cukup tahu saya dan tidak perlu tanya apa-apa lagi.

Page 10: Essai lpdp

Saya pun pamit, ibu psikolognya senyum dan bilang sukses ya mbak, dan saya juga

menyalami yang lain dan mereka semua tersenyum. Dosen hukumnya terkejut ketika

bersalaman dengan tangan saya yang dingin, saya memang nervous. Saya bukan orang yang

biasa nervous berbicara pada orang tapi wawancara itu memang spesial, sesuatu yang

mungkin akan mengubah hidup saya! Saya benar-benar nervous dan ketika saya katakana itu

kepada dosen hukum itu, ibunya tertawa!

Saya keluar ruang wawancara sambil tersenyum sendiri. Entah mengapa saya merasakan aura

positif di ruang wawancara (jangan tanyakan saya soal bagaimana kok yang terasa aura,

pokoknya saya hanya merasa). Dari ekspresi dan kalimat para interviewer, saya mendapat

kesan mereka yakin pada saya. Namun begitu pulang, saya berpikir dan terus berpikir,

mengapa wawancara saya secepat itu? Katanya semakin lama wawancara, tandanya semakin

besar kemungkinan lolos, lalu saya apa yang hanya 20 menit pun (sejujurnya) kurang 2 menit

tapi saya khawatir untuk mengakui bahwa sebenarnya wawancara saya hanya 18 menit?

Jangan-jangan saya kepedean, berpikir bahwa mereka sudah cukup yakin dengan saya

sehingga tidak perlu tanya apa-apa lagi ketika sebenarnya mereka tidak berpikir untuk

meloloskan saya (bayangkan, ada ribuan orang yang ikut wawancara!). Tapi, saya mencoba

berpikir positif. Saya harus yakin. Kalau saya tidak yakin pada diri saya, bagaimana saya bisa

meyakinkan orang lain untuk mempercayai saya? Saya pun menunggu….