esofagitis

23
REVIEW JURNAL ESOFAGITIS PADA AIDS Arenta Mantasari H1A008009 BLOK 14 DIGESTIF FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: anggie-nurmalasari

Post on 06-Aug-2015

93 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

AIDS

TRANSCRIPT

Page 1: esofagitis

REVIEW JURNAL

ESOFAGITIS PADA AIDS

Arenta Mantasari

H1A008009

BLOK 14 DIGESTIF

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MATARAM

2010

Page 2: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

Esofagitis pada AIDS

PENDAHULUAN

Sudah lebih dari dua dekade sejak kasus pertama Acquired Immunodeficiency

Syndrome (AIDS) dilaporkan pada tahun 1981, dan epidemiknya terus berlanjut meskipun telah

digunakan obat-obat antivirus terbaru. Rangkaian manifestasi klinis pada infeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) dimulai dengan infeksi HIV primer, yang berlanjut pada fase

laten dengan manifestasi yang asimtomatik, kemudian berkembang menjadi fase simtomatik

awal, dan akhirnya menjadi fase akhir infeksi atau dikenal sebagai AIDS (Reeders, 2004).

Gambar 1. Hipotesis Perjalanan Alami Infeksi HIV pada Pasien Tanpa Terapi (Reeders, 2004)

Dengan terjadinya penurunan dan kerusakan sistem imun secara progresif oleh HIV,

maka resiko berkembangnya infeksi opotunistik menjadi meningkat. Peningkatan resiko ini

berkaitan erat dengan jumlah limfosit CD4+ secara absolut. Misalnya saja infeksi bakterial oleh

Mycobacterium tuberculosis dapat terlihat pada fase awal atau fase mengengah dari penyakit,

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 1

Page 3: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

yaitu ketika jumlah limfosit CD4+ adalah 200 – 750/mm3. Sedangkan infeksi protozoa dan jamur

seperti cryptosporidiosis dan Pneumocystis carinii terjadi ketika jumlah limfosit CD4+ kurang

dari 200/mm3 (Reeders, 2004).

Gambar 2. Resiko Infeksi Oportunistik pada Pasien Terinfeksi HIV Berdasarkan Jumlah Limfosit CD4+

Kebanyakan pasien AIDS akan mengeluhkan gejala dari saluran cerna berlumen pada

titik tertentu perjalanan penyakitnya. Salah satunya adalah menyerang esophagus, dan

merupakan keluhan tersering pada pasien. Keluhan-keluhan tersebut dapat berasal dari infeksi

primer oleh HIV, maupun sebagai infeksi oportunistik oleh Candida, Herpes Virus,

Cytomegalovirus (CMV), Mycobacterium, ataupun Cryptosporidiosis (Reeders, 2004).

DEFINISI

Esofagitis infeksius merupakan suatu infeksi dan inflamasi pada esophagus, yang

kemudian menimbulkan disfagia dan odinofagia (Chamberlain, 2010).

EPIDEMIOLOGI

Esofagitis merupakan suatu kelainan yang sangat sering terjadi pada pasien-pasien

immunocompromised. Kejadian infeksi yang menimbulkan manifestasi klinis atau bersifat

simtomatis meningkat pada pasien-pasien dengan AIDS, leukemia dan limfoma. Infeksi

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 2

Page 4: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

simtomatis ini tidak lazim ditemukan pada masyarakat umum (Chamberlain, 2010). Esofagitis,

terutama akibat infeksi Candida albicans, dapat dijadikan acuan bahwa infeksi HIV telah

mencapai tahap AIDS (Dieterich, 1996 & Chamberlain, 2010).

Factor predisposisi terjadinya esofagitis antara lain adalah penggunaan obat-obatan

antibiotic, radioterapi atau kemoterapi, malignansi pada system hematologis, serta AIDS

(Chamberlain, 2010).

ETIOLOGI

Esofagitis dapat disebabkan melalui dua mekanisme, yaitu akibat infeksi primer oleh

HIV atau akibat infeksi oportunistik (Reeders, 2004). Berbagai macam mikroorganisme dapat

menyebabkan esofagitis, dan kausa infeksi yang terbanyak adalah Candida albicans (Dieterich,

1996 & Chamberlain, 2010). Kausa penting lainnya antara lain CMV, Herpes Simplex Virus

(HSV), serta Varicella Zoster Virus (VZV) (Chamberlain, 2010).

Mayoritas dari pasien yang terinfeksi HIV dengan keluhan esophagus mengalami

infeksi oportunistik. Infeksi Candida albicans sebagai kausa infeksi terbanyak umumnya

berkaitan dengan candidiasis orofaring. Namun asosiasi tersebut tidak selalu terjadi pada tiap

pasien, karena dapat pula terjadi candidiasis esophagus yang asimtomatik pada pasien yang juga

mengalami candidiasis orofaring. Torulopsis globrata dan Histoplasma capsulatum darang

menyebabkan keluhan esofagus (Dieterich, 1996).

Pathogen virus yang paling banyak menyebabkan gangguan esophagus adalah CMV,

yang nampak pada 10 – 40% biopsy endoskopis dari lesi esophagus (Dieterich, 1996). Pada

pasien AIDS dengan keluhan disfagia dan odinofagia, sekitar 8 – 28% diantaranya menunjukkan

hasil kultur yang positif terhadap CMV (Chamberlain, 2010). Infeksi CMV bisa jadi tidak

dijumpai pada pasien hingga setelah dilakukan terapi terhadap esofagitis akibat Candida yang

sudah parah. Infeksi ganda antara CMV dan Candida dapat terjadi pada lebih dari 20% pasien.

Infeksi virus yang sedikit lebih jarang terjadi sebagai kausa keluhan di esophagus antara lain

Epstein-Barr Virus (EBV), HSV, dan Papovavirus. Selain itu, telah berhasil pula diisolasi

Human Herpes Virus 6 (HHV-6) dari esophagus pasien AIDS (Dieterich, 1996).

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 3

Page 5: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

Infeksi oleh HIV sendiri dapat menyebabkan gangguan esophagus yang bersifat akut

maupun kronis. Dari salah satu studi yang dilakukan dengan melakukan biopsy melalui

hibridisasi in situ pada pasien dengan keluhan esophagus, hanya 36% dari 25 orang pasien

menunjukkan HIV positif, sedangkan 100% dari pasien-pasien tersebut memiliki etiologi infeksi

lainnya. Dari studi yang berbeda, didapatkan angka kausa infeksi lainnya sebesar 64% dari 88

orang pasien, yaitu 46% oleh Candida, 16% oleh infeksi virus, dan satu orang diketahui

mengalami Sarkoma Kaposi (Dieterich, 1996).

Jarang terjadi infeksi oleh bakteri atau Myobacterium. Infeksi oleh Mycobacterium

tuberculosis biasanya menyebabkan keluhan esophagus yang berkaitan dengan erosi limfonodus

mediastinal yang bersebelahan dengan esophagus. Mycobacterium avium complex menyebabkan

infeksi langsung ke esophagus. Pernah dilaporkan pula adanya superinfeksi antara

Mycobacterium dengan Actinomyces yang menyebabkan ulserasi esophagus (Dieterich, 1996).

Sangat jarang terjadi esofagitis yang disebabkan oleh infeksi protozoa, termasuk

diantaranya adalah Cryptosporidium parvum, Pneumocystis carinii, dan Leishmania (Dieterich,

1996.

PATOFISIOLOGI

Esofagitis infeksi biasanya terjadi pada orang dengan imunosupresi. Beragam variasi

pada abnormalitas pertahanan tubuh host menjadi factor predisposisi seorang individu dapat

mengalami infeksi oportunistik, antara lain neutropenia; gangguan kemotaksis, fagositosis,

pembentukan imunitas humoral, dan kegagalan fungsi limfosit T. Selain itu, penggunaan

kortikosteroid, adanya agen sitotoksik, terpapar radiasi, serta imunomodulator juga berperan

dalam terganggunya fusngi imun host. Disrupsi lapisan pelindung mukosa serta penggunaan

antibiotic yang menekan pertumbuhan flora normal juga berkontribusi pada invasi organisme

pathogen ke esophagus (Chamberlain, 2010).

Pasien dengan infeksi HIV serta jumlah limfosit CD4+ yang rendah lebih mudah

mengalami esofagitis karena jamur. Penyakit lainnya yang dapat mengganggu peristaltic

esophagus seperti akalasia, sklerosis sistemik yang progresif, serta neoplasma esophagus dapat

meningkatkan kemungkinan berkembangnya esofagitis karena jamur. Pasien dengan penyakit

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 4

Page 6: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

sistemik seperti diabetes mellitus, disfungsi adrenal, serta alkoholis dan pada pasien dengan usia

tua juga memiliki kemungkinan lebih besar mengalami esofagitis infeksi (Chamberlain, 2010).

MANIFESTASI KLINIS

Pasien dengan esofagitis akan mengalami disfagia atau kesulitan menelan, odinofagia

atau nyeri saat menelan yang bersifat akut. Selain itu muncul pula rasa tidak nyaman atau nyeri

di retrosternal, heartburn, mual muntah, demam, nyeri epigastrium, anorexia, kehilangan berat

badan dan batuk. Dengan beragamnya kausa esofagitis infeksi, maka manifestasi dan temua yang

muncul pun beragam. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan manifestasu khas dari tiap-tiap

kausa infeksi:

Tabel 1. Manifestasi Khas Esofagitis Berdasarkan Agen Kausanya (Chamberlain, 2010)

AGEN KAUSA MANIFESTASI KHAS

Candida albicans Pasien biasanya juga mengalami candidiasis pseudomembran

HSV - Onset keluhan sangat tiba-tiba

- Lesi esophagus paling awal berukuran 1 – 3 mm berbentuk

vasikula bulat pada esophagus medial atau distal

- Nampak multinuclear giant cell pada tes Tzanck material biopsy

CMV - Inset keluhan bertahap

- Tidak pernah dilaporkan adanya esofagitis karena CMV pada

pasien dengan fungsi imun yang normal

- Pada endoskopi sering ditemukan ulserasi tunggal yang

berukuran besar namun dangkal, atau lesi khas yang multiple di

esophagus distal

HIV - Lesi awal berukuran kecil dan aphtoid (seperti sariawan) dan

terjadi selama periode demam, menggigil, malaise, dan ruam,

yaitu pada fase awal infeksi HIV

- Selanjutnya dapat ditemukan ulserasi besar dan dalam dengan

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 5

Page 7: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

diameter beberapa sentimeter

- Ulserasu yang besar dapat berkomplikasi pada pembentukan

fistula, perforasi, perdarahan atau superinfeksi

VZV Pasien biasanya mengeluhkan lesi pada kulit yang mirip dengan

chickenpox

DIAGNOSIS

- Klinis

Secara klinis dapat dilakukan penilaian untuk mengetahui keberadaan esofagitis.

pasien biasanya mengeluh odinofagia, nyeri saat menelan, yang merupakan suatu gejala

khas terjadinya esofagitis infeksi. Jika pasien dengan keluhan disfagia atau sulit menelan

juga mengeluhkan odinofagia, maka dianjurkan untuk dilakukan

esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk mengonfirmasi diagnosis, karena dibutuhkan

visualisasi langsung dan sampling dari jaringan mukosa (Chamberlain, 2010).

Sejalan dengan penjelasan di atas, jurnal lainnya menyebutkan bahwa

odinofagia merupakan petunjuk penting dan nyata tentang adanya infeksi esophagus atau

ulserasi. Ketika keluhan terlokalisisr di leher atau tenggorokan, maka lebih dicurigai

adanya kelainan di daerah hipofaring dan perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Disfagia

dapat menandakan adanya striktura, namun juga bisa muncul sebagai hasil dari esofagitis

oleh Candida. Pemeriksaan daerah orofaring dapat membantu memberikan petunjuk akan

keluhan esophagus. Sebagai contoh, mayoritas pasien (sekitar 66%) yang mengalami

esofagitis akibat Candida juga memiliki thrush (seperti sariawan) dalam waktu

bersamaan. Ulserasi orofaring sering berhubungan dengan esofagitis akibat infeksi HSV,

namun jarang muncul pada esofagitis yang disebabkan oleh CMV. Pada studi-studi

lainnya mengenai ulserasi esophagus pada penderita AIDS diketahui bahwa hanya 11%

pasien yang juga sekaligus mengalami lesi ulseratif di mulutnya (Wilcox, 2005).

- Endoskopi

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 6

Page 8: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

Kebanyakan penyakit esophagus pada AIDS memiliki tampakan yang khas.

Candida memiliki gambaran patognomonis pada ensdoskopi, baik pada pasien AIDS

maupun non-AIDS yang terkait imunoedfisiensi (Wilcox, 2005). Gambaran endoskopis

esofagitis akibat Candida bervariasi, mulai dari plak berwana putih hingga kuning,

berukuran kecil hingga infeksi yang berlimpah, sehingga dapat mengobstruksi lumen

esophagus (Dieterich, 1996 & Reeders, 2004). Temuan ini dapat meluas dan memberikan

gambaran yang mirip dengan infeksi CMV. Pasien dengan esofagitis akibat infeksi

Candida jarang berkembang menjadi ulserasi (Dieterich, 1996).

Gambar 3. Esofagitis Candida (Wilcox, 2005)

Terlihat lesi seperti plak yang jumlahnya multiple dengan warna kunging melapisi esophagus. Pada beberapa area nampak gambaran mukosa yang normal pada bagian plak yang dihilangkan.

Pada radiografi, nampak plak mukosa dan penebalan dinding esophagus. Edema

submukosa sekunder dapat memberikan gambaran seperti batu. Pada esofagitis Candida

yang parah, esofagogram akan menunjukkan gambaran esophagus yang tidak rata dan

kasar, dikarenakan barium yang terjebak di dalam plak (Reeders, 2004).

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 7

Page 9: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

Gambar 4. 4a. Esofagitis Candida yang Parah (gambaran esophagus tidak rata dan kasar), 4b. Hasil Esofagogram pada Esofagitis Candida (Reeders, 2004)

Esofagitis akibat infeksi virus bermanifestasi pada ulserasi yang tunggal

ataupun lebih. Esofagitis akibat infeksi HSV memberi gambaran ulserasu dangkal yang

multiple, berukuran kecil, beberapa di antaranya memiliki gambaran seperti kawah

(Dieterich, 1996 & Wilcox, 2005). Jarang ditemukan ulserasi tunggal yang dalam pada

infeksi HSV (Wilcox, 2005).

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 8

Page 10: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

Gambar 5. Esofagitis HSV (Wilcox, 2005)

Nampak ulserasi multiple yang dangkal dan berukuran kecil, beberapa di antaranya memiliki gambaran seperti kawah yang khas pada infeksi Herpes

Gambaran esophagus akibat infeksi HSV paling baik terlihat melalui esofagogram

dengan kontras ganda, memberikan gambaran ulserasi yang kecil, berbentuk datar yang

dipisahkan oleh mukosa normal. Abnormalitas pada esofagogram hampir selalu dapat

dideteksi pada pasien dengan esofagitis oleh HSV, dan lebih dari setengah keseluruhan

kasus dapat ditegakkan diagnosisnya melalui perangkay diagnostic ini (Reeders, 2004).

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 9

Page 11: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

Gambar 6. Esofagitis HSV (Reeders, 2004)

Nampak tiap ulserasi dikelilingi oleh cicncin radiolusen yang menunjukkan adanya edema, diambil pada esophagus distal

Esofagitis karena infeksi CMV menunjukkan gambaran satu atau lebih ulserasi

yang mirip dengan ulserasi esophagus yang idiopatik, dengan bentukan yang besar dan

dalam, berlawanan dengan ulserasi pada infeksi HSV. Karena kemiripan gambaran

ulserasi pada infeksi CMV dengan ulserasi yang idiopatik, maka perlu dilakukan biopsy

multiple dari dasar ulserasi tersebut untuk memperoleh jaringan granulasi. Jaringan

granulasi ini sangat esensial dalam mendiagnosis infeksi oleh CMV, dan penting dalam

terapi selanjutnya yang akan diberikan pada pasien, karena jenis terapinya sangatlah

berbeda (Dieterich, 1996 & Wilcox, 2005). Kultur virus dari jaringan biopsy tidak

bermanfaat, karena kebanyakan kultur akan memberikan hasil positif meskipun tidak

ditemukan gambaran infeksi CMV pada endoskopi (Dieterich, 1996).

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 10

Page 12: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

Gambar 7. Esofagitis CMV (Wilcox, 2005) Gambar 8. Ulser Idiopatik (Wilcox, 2005)

Nampak ulserasi yang berukuran besar dan berbatas Nampak ulserasi yang besar dan berbatas jelas, mirip jelas pada esophagus medial. Mukosa di sekelilingnya dengan infeksi CMV nampak normal

Dapat dilakukan pula pemeriksaan radiografi esophagus untuk menegakkan diagnosis

esofagitis akibat infeksi CMV. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan kontras

tunggal maupun kontras ganda (Reeders, 2004).

Gambar 9. 9a. Esofagitis CMV dengan Kontras Tunggal, 9b. Esofagitis CMV dengan Kontras Ganda

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 11

Page 13: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

Endoskopi dengan biopsy merupakan perangkat diagnostic definitive penyakit

esophagus pada penderita AIDS. Pada saat endoskopi, dapat didiagnosis pula tampakan

dari beberapa penyakit lainnya dan semua lesi tersebut dapat dibiopsi. Ketika dilakukan

identifikasi terhadap ulserasi yang ada, dibutuhkan biopsy multiple (minimal 10) untuk

meningkatakn sensitivitas. Keberhasilan dalam melakukan biopsy pada dasar ulser

bersifat esensial untuk mendeteksi infeksi oleh CMV, sementara infeksi oleh HSV

diidentifikasi melalui epitel skuamosa dari ujung ulserasi. Berdasarkan tampakan dari lesi

yang terlihat, dapat dilakukan biopsy dari titik yang kira-kira akan memberikan hasil

diagnostic paling tinggi. Cytological brushing serta kultur virus dari jaringan ulserasi

secara umum hanya member sedikit tambahan makna jika dibandingkan dengan

dilakukannya biopsy multiple saja. Pewarnaan immunohistochemical terhadap pathogen

virus dapat meningkatkan hasil diagnostic dan spesifisitas, yaitu melalui pewarnaan

menggunakan hematoxylin dan eosin. Dapat pula dilakukan tambahan pewarnaan

histologist lainnya seara selektif berdasarkan temuan klinis, endoskopis dan histologist,

yang bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi lain. Ketika terjadi infeksi yang parah

oleh Candida, pemeriksa dapat menghilangkan debris Candida dan menampakkan lesi

mukosa yang ada di bawahnya. Ulserasi dapat dikenali sebagai sesuatu yang idiopatik

ketika kemungkinan infeksi telah disingkirkan melalui studi histologist yang tepat, serta

jika penggunaan pil yang menginduksi esofagitis dan penyakit refluks tidak sejalan

dengan kecurigaan berdasarkan temuan klinis dan endoskopis. Penting untuk dilakukan

konsultasi dengan ahli patologi, jika diagnosis yang dicurigai ternyata tidak sesuai

dengan temuan patologis, untuk memastikan jaringan adekuat telah terkena (Wilcox,

2005).

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 12

Page 14: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

Gambar 10. Esofagitis Candida yang Parah Gambar 11. Esofagitis Candida yang Parah (Wilcox, 2005) (Wilcox, 2005)

Nampak material plak menutupi mukosa Setelah plak dihilangkan, maka nampak ulserasi

TERAPI

Pada prinsipnya, terapi esofagitis infeksi bertujuan untuk menghilangkan kausanya.

Esofagitis karena Candida albicans dapat diterapi menggunakan clotrimazole. Jika disebabkan

olej HSV atau CMV, maka dapat diterapi menggunakan ganciclovir. Dapat pula diberikan

kortikosteroid untuk mengurangi respon inflamasi yang terjadi. Pasien harus menghindari

situasi-situasi yang dapay menyebabkan imunosupresi atau rusaknya komposisi flora normal

saluran cerna, misalnya saja penggunaan antibiotic spectrum luas (Chamberlain, 2010).

Fluconazole oral merupakan salah terapi pilihan pada pasien yang terinfeksi HIV yang

mengalami esofagitis akibat Candida. Pasien yang baru saja memulai regimen terapi ini

membutuhkan fluconazole atau amphoterin B dosis tinggi. Selain itu dapat pula digunakan agen

topical seperti nystatin, clotrimazole, dan myconazole; agen oral lainnya seperti ketoconazole,

fluconazole, itraconazole, dan 5-flucytosine; serta agen parenteral seperti amphotericin-B dan

fluconazole. Agen topical banyak digunakan dan biasanya efektif dalam mengatasi kandidiasis

orofaring, sedangkan kandidiasis yang mengenai esophagus harus mendapat terapi sistemik.

Regimen yang paling banyak digunakan adalah ketoconazole, meskipun terdapat efek samping

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 13

Page 15: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

penggunaannya berupa hepatotoksisitas, resistensi serta absorpsi yang buruk (Dieterich, 1996).

Meskipun begitu, dari sebuah studi pada 26 pasien dengan kandidiasis esophagus, seluruhnya

memberikan respon positif terhadap pemberian ketoconazole 200 mg dalam 3 hari. 4 orang di

antaranya diendoskopi ulang setelah 3 hari terapi, dan tidak ditemukan kelainan patologis akibat

infeksi Candida. Pada 5 pasien, terapi dihentikan setelah 10 hari, dan secara keseluruhan gejala

akan hilang dalam 1 bulan (Connolly, 1989).

Terapi inisial untuk esofagitis akibat CMV harus disesuaikan dengan pasien. Baik

ganciclovir ataupun foscarnet diketahui efektif sebagai terapi awal, dan keduanya digunakan

secara luas di Ameriksa dalam bentuk sediaan intravena. Terapi inisial harus diberikan selama 3-

4 minggu, tergantung pada tingkat keparahannya. Didapatkan bahwa pemberian terapi inisial

lebih dari 4 minggu akan memberiksan hasil yang lebih baik. Ganciclovir dapat menyebabkan

neutropenia, namun efek terapinya terhadap esofagitis oleh CMV adalah sekitar 80%. Foscarnet

merupakan regimen yang lebih baru, yang dapat mengatasi kegagalan terapi ganciclovir jika

terjadi relaps pada pasien. Fiscarnet dapat diberikan sebanyak 2 atau 3 kali sehari, dengan efek

yang tidak jauh berbeda. Efek sampingnya dalah dapat menyebabkan gagal ginjal dan gangguan

elektrolit. Terapi maintenance setelah terapi inisial, belum banyak diperkenalkan dan ditetapkan,

serta masih kontroversial. Jika terjadi relaps, maka dapat diberikan regimen yang sama dengan

sebelumnya dan barulah dibutuhkan maintenance terhadap pasien. Maintenance dapat dilakukan

dengan memberikan ganciclovir oral. Jika kembali terjadi relaps maka terapi dialihkan pada

regimen alternative, atau diberikan kombinasi antara ganciclovir dan foscarnet, yang telah

terbukti keefektifannya (Dieterich, 1996).

Esofagitis yang disebabkan oleh HSV dapat diterapi menggunakan acyclovir.

Pemberiannya awalnya secara intravena, kemudian dilanjutkan dengan pemberian secara oral.

Jika terjadi resistensi terhadap acyclovir, maka foscarnet dapat menjadi pilihan yang efektif

untuk melawan HSV (Dieterich, 1996). Sebuah studi mengungkapkan bahwa dari 4 pasien

dengan esofagitis HSV yang diterapi menggunakan acyclovir sebanyak 10 mg/kgBB secara

intravena selama 10 hari, didapatkan perbaikan mukosa secara komplit dalam 3 hari (Connolly,

1989).

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 14

Page 16: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

KOMPLIKASI & PROGNOSIS

Dari suatu studi didapatkan bahwa dari seluruh sampel pasien AIDS dengan esofagitis

tidak ada satuoun yang meninggal. Namun diketahui bahwa rata-rata dari 44 orang pasien yang

kausa esofagitisnya diketahui dengan jelas hanya mampu bertahan selama 5 bulan sejak onset

pertama kali muncul (Connolly, 1989).

Gambar 12. Keseluruhan Kemampuan Survival Pasien AIDS dengan Candidiasis, Lesi Ulseratif, dan Sarkoma Kaposi (Connolly, 1989)

REFERENSI

Chamberlain, Neal R., 2010. Infections of The Esophagus, Stomach, and Duodenum. Accessed

[November, 29th 2010] Available at

http://www.atsu.edu/faculty/chamberlain/Website/lectures/lecture/GI3.htm

Connolly, G.M., et.al, 1989. Oesophageal Symptoms, Their Causes, Treatment, and Prognosis in

Patients With The Acquired Immunodeficiency Syndrome. Accessed [November, 23th

2010] Available at http://gut.bmj.com/content/30/8/1033

Dieterich, Douglas T., et.al, 1996. Diagnosis and Treatment of Esophageal Diseases Associated

with HIV Infection. Accessed [November, 23th 2010] Available at

www.acg.gi.org/physicians/guidelines/ Esophageal Disease.pdf

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 15

Page 17: esofagitis

Review JurnalEsofagitis pada AIDS Blok 14 Digestif

Reeders, J.W.A.J, et.al, 2004. Gastrointestinal Infection in Immunocompromised (AIDS) Patient.

Accessed [November, 23th 2010] Available at

http://www.springerlink.com/content/m3gv32hd7uqm0b1k/

Wilcox, C. Mel, 2005. Endoscopy in AIDS: A Pattern Approach to Diagnosis. Accessed

[November, 24th 2010] Available at http://www.vhjoe.org/Volume4Issue1/4-1-5New.htm

Arenta Mantasari (H1A008009) Page 16