esai balai bahasa
TRANSCRIPT
A. Pengantar
Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan bagi Negara Indonesia yang digunakan oleh
rakyatnya untuk berkomunikasi. Bahasa menurut Gorys Keraf (1997 : 1) adalah alat
komunikasi antar anggota masyarakat berupa symbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia. Sebuah bahasa harusnya dikuasai betul oleh masyarakat daerah itu, begitupun
Bahasa Indonesia di kalangan rakyat Indonesia. Tetapi, keadaan sekarang menunjukkan
indikasi yang berlawanan atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Banyak generasi
muda Indonesia yang tidak menguasai betul bahasa ibu mereka sendiri. Selain itu, kekurang
pahaman akan bahasa ini disebabkan oleh budaya membaca dan menulis yang relative rendah
di kalangan rakyat Indonesia.
Tidak bisa dipungkiri rendahnya budaya membaca warga Indonesia mengakibatkan
rendahnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Hasil penelitian Organization for Economic
Co-Operation and Development (OECD) menyatakan bahwa dari 52 negara di kawasan Asia,
Indonesia menempati urutan terbawah dalam hal budaya membaca. Hal ini dijabarkan dari
1000 warga Indonesia membaca 900 buku pertahun. Jumlah ini sangat kecil bila dibandingkan
dengan warga Singapura yang tiap 1000 warga membaca 5000 buku pertahun dan warga
Amerika Serikat yang tiap 1000 warga membaca 4500 buku pertahun. Selain itu, jumlah buku
yang terbit di Indonesia adalah sekitar 8000 judul pertahun. Angka tersebut tergolong rendah
dibandingkan dengan Malaysia yang menerbitkan 15000 judul pertahun dan Vietnam yang
menerbitkan 45000 judul pertahun.
Penyebab dari rendahnya budaya membaca warga Indonesia adalah pemahaman dan
kepedulian terhadap Bahasa Indonesia yang kurang. Selain itu, karena Bahasa Indonesia
sendiri yang susah untuk dipahami meski sebagai bahasa ibu sekalipun. Hal ini dibuktikan
dengan ditetapkannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa tersulit ketiga se-Asia setelah Korea
dan Jepang. Sedangkan dibanding dengan bahasa di seluruh benua, Bahasa Indonesia
menempati peringkat ke-15 tersulit. Berikut beberapa fakta penyebab Bahasa Indonesia
menjadi sulit
B. Penyebab Bahasa Indonesia Sulit
1. Butuh Penalaran dan Konsep Kalimat
Semua bahasa tentu membutuhkan penalaran dan konsep atau artian dari tiap kalimat
dalam berkomunikasi dengan orang lain. Tetapi dalam hal ini, dalam mempelajari dan
mempraktekkan Bahasa Indonesia membutuhkan penalaran yang lebih mendalam. Menurut
pakar Bahasa Indonesia dan Melayu University of London Ulrich Kratz, dalam berbahasa
Indonesia, orang lebih mudah mengucapkannya daripada memahaminya. Karena itu, sering
maksud yang disampaikan melalui lisan belum tentu bisa benar-benar dipahami oleh lawan
bicara. Hal ini menunjukkan bahwa mempelajari Bahasa Indonesia haruslah dengan penalaran
konsep yang jelas, supaya tidak menimbulkan persepsi yang bersilangan.
(Ulrich, 2010) Penerjemahan Bahasa Indonesia kedalam Bahasa Inggris atau bahasa
lainnya harus menggunakan penalaran dan pemahaman Bahasa Indonesia. Hal ini
dicontohkan dalam kasus alih bahasa untuk sastra Bahasa Indonesia yang tergolong sangat
sulit, seperti pantun dan puisi. Dalam setiap kalimat atau baris dalam pantun memuat artian
dan fungsi tersendiri, apakah baris itu adalah sampiran ataukah merupakan sebuah isi.
Penulisan pantun itu sendiripun membutuhkan suatu keahlian atau bakat khusus dalam
pemilihan kata, apalagi bila ingin menerjemahkan pantun kedalam Bahasa Inggris. Terlebih
lagi untuk puisi yang umumnya ditambahi atau disusun dengan kalimat konotatif dan
menjunjung tinggi estetika atau keindahan bahasa yang digunakan. Akan sulit memilih kata
atau penjelas yang tepat untuk menguraikan arti dari tiap kalimat dalam pantun dan puisi
Indonesia ke Bahasa Inggris.
2. Tidak Ada Penanda Waktu
Dalam Bahasa Indonesia tidak diketahui atau dibedakan dalam penanda waktu dalam
suatu kalimat. Hal ini sangat kontras perbedaannya bila dibandingkan dengan bahasa asing
seperti Bahasa Inggris, Jerman dan Belanda. Bahasa asing dari daratan Eropa ini dalam
struktur kalimatnya jelas dalam penandaan waktu, misal untuk Bahasa Inggris yang dijadikan
sebagai bahasa Internasional. Dalam penulisan kalimat, digunakan kata bantu atau predikat
yang dapat menunjukkan kapan peristiwa terjadi, apakah sudah lampau, sedang terjadi, atau
yang akan mendatang. Sebagai contoh, I am here yang berarti saya sekarang berada di sini.
Dalam kalimat tersebut terdapat kata bantu “am” yang tergolong “to be” yang arti “am”
adalah menunjukkan subjek saya dan peristiwa itu sedang terjadi sekarang, bahwa saya ada di
ruang tersebut saat ini. Contoh pembedanya adalah I was sleeping yang berarti tadi saya
sedang tidur. Kalimat tersebut menggunakan “to be” jenis lampau dari “am” yaitu “was” yang
berfungsi sebagai kata yang menunjukkan bahwa kejadian atau peristiwa terjadi di masa
lampau.
Banyak sekali pembeda struktur pembeda waktu dalam Bahasa Indonesia dengan Bahasa
Inggris. Berikut contoh kalimat pernyataan dalam Bahasa Indonesia; Agenda utama Timnas
Indonesia adalah lolos kualifikasi Piala Dunia. Dalam contoh kalimat tidak terdapat suatu
struktur yang menandakan waktu yang ada dalam kalimat tersebut. Dalam konteks kalimat di
atas, tidak ada keterangan kapan Timnas Indonesia akan berjuang untuk lolos kualifikasi Piala
Dunia, apakah itu sudah terjadi, sedang terjadi, sedang terjadi dan saat ini masih berlangsung
ataupun belum berlangsung (akan berlangsung). Hal inilah yang membedakan penanda waktu
dalam Bahasa Indonesia yang kadang tidak mencantumkan penanda waktu, sehingga
berpotensi membingungkan pembaca.
3. Adanya Pembelajaran yang Bersifat Apresiatif
Dalam mempelajari Bahasa Indonesia, akan sering ditemui soal-soal yang membutuhkan
apresiasi penjawab soal. Dalam mengerjakan soal jenis ini, penjawab harus membaca dengan
teliti tiap dengan detail dalam soal, selain itu juga dibutuhkan penalaran, logika dan latihan
soal serupa. Hal ini dikarenakan adanya unsur subjektifitas pembuat soal dan dalam konteks
ini, akan banyak ditemukan jawaban beragam yang disebabkan oleh apresiasi masing-masing
penjawab soal. Sesuai dengan sifatnya yang apresiatif maka pembelajaran ini akan memicu
atau membutuhkan apresiasi dari tiap penjawab soal yang dimungkinkan menjawab dengan
berbagai jawaban yang berbeda. Perbedaan ini wajar, karena setiap manusia akan berekspresi
atau ber apresiasi sendiri sesuai dengan kemauan dirinya.
Subjektifitas dalam pembelajaran apresiatif menjadi kendala besar bagi orang yang ingin
belajar Bahasa Indonesia. Adanya subjektifitas akan membunuh setiap jawaban atau apresiasi
setiap penjawab yang berbeda dengan jawaban pembuat soal, yang memungkinkan pembuat
soal dapat “menyalahkan” jawaban yang tidak sesuai dengan keinginannya. Akan tetapi bagi
pecinta Bahasa Indonesia, pembelajaran ini akan menjadi sesuatu yang menarik dan akan
menjadi tantangan tersendiri. Orang yang ingin mempelajari butuh banyak membaca agar
menambah wawasan, pemahaman akan konsep-konsep dan mengasah logika berpikir. Selain
itu, banyaknya latihan soal juga dapat menambah kemampuan pelajar dalam menghadapi
pembelajaran yang bersifat apresiatif ini.
4. Imbuhan yang Mampu Mengubah Arti Kata
Dalam Bahasa Indonesia, imbuhan mempunyai peran besar dan mempunyai kekuatan
untuk mengubah arti suatu kata. Untuk mempelajari imbuhan, dibutuhkan penalaran dan
kemampuan membaca yang cukup dengan tujuan mengetahui arti maupun memberi imbuhan
yang tepat. Imbuhan dapat mengubah arti dua kata yang sama arti (sinonim) menjadi berbeda
arti, contoh : kata benar adalah sinonim dari betul. Apabila kedua kata ini diberi imbuhan ke-
an, maka akan benar menjadi kebenaran yang berarti fakta sesuatu yang benar. Kata betul bila
ditambahi imbuhan ke-an menjadi kebetulan yang berarti tidak disengaja atau tidak diduga.
Imbuhan juga dapat mengubah dua kata yang berbeda arti, setelah diberi imbuhan akan
memiliki arti yang mirip, sebagai contoh: kata nikmat dan cicip. Kata nikmat yang merupakan
kata nonverbal (bukan kata kerja), sedang kata cicip adalah kata kerja yang berarti mencoba
(makanan). Apabila kedua kata diberi imbuhan di-i, maka kata nikmat menjadi dinikmati dan
kata cicip menjadi dicicipi. Dinikmati berarti menikmati atau mencoba (makanan), yang mirip
artinya dengan dicicipi. Contoh lain yang mewakili dua kata berbeda, diberi imbuhan maka
artinya akan mirip adalah kata hebat dan mampu. Kata hebat berarti ahli atau sudah
menguasai suatu hal tersebut, sedangkan kata mampu berarti dapat melakukan saja. Bila
kedua kata diberi imbuhan ke-an, maka kata hebat menjadi kehebatan dan mampu menjadi
kemampuan. Kata kehebatan dan kemampuan memiliki arti yang mirip yaitu keadaan dimana
seseorang dapat melakukan sesuatu dengan apa yang dia miliki atau dengan usahanya.
Beberapa contoh telah menjadi bukti bahwasanya Bahasa Indonesia memang berbeda
dari Bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya, hal inilah yang menjadikan belajar Bahasa
Indonesia lebih menarik. Akan tetapi, tidak semua warga Indonesia belajar dan memahami
betul Bahasa Indonesia. Berikut fakta penerapan dan penyimpangan dari pembelajaran dan
penggunaan Bahasa Indonesia.
C. Fakta dan Penyimpangan Penggunaan Bahasa Indonesia
1. Penggunaan Bahasa SMS
Ketika kita mendapat SMS (Short Message System) atau pesan singkat dari teman,
saudara, maupun orang lain tidak jarang kita temui bahasa dengan penuh singkatan dan
menggunakan tulisan yang tidak umum. Misal saja, menambah angka untuk menyatakan
sesuatu, seperti tempat menjadi t4, setuju menjadi s7, ramadhan menjadi ra5dhan. Padahal
dalam bahasa Indonesia, setiap kata akan mempunyai arti dan fungsi tersendiri dalam sebuah
kalimat. Terlebih lagi apabila ada pengurangan huruf atau mempersingkat kata, seperti buku
menjadi bk padahal tulisan “bk” akan menjadi multitafsir apabila penerima pesan tidak
mengetahui konteks kalimatnya. Contoh lainnya, buat menjadi bwt, sudah menjadi sdh, kabar
menjadi kbr. Hal ini tentunya akan sangat membingungkan dan ini tentu saja tidak sesuai
kaidah bahasa Indonesia dan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) yang berlaku.
Beberapa cara atau modifikasi penulisan bahasa SMS ini sangat meresahkan, contoh dari
pelanggaran ketata bahasaan adalah menggunakan singkatan dengan bahasa asing. Contohnya
sedang di jalan menjadi OTW (on the way), karena menjadi CZ (dari kata cause), dan
sebagainya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Beberapa contoh di atas dapat menjadi
gambaran bahwasanya pemuda sekarang lebih memilih sesuatu hal yang instan dan tidak
memikirkan aspek perjuangan pahlawan dahulu ketika Sumpah Pemuda.
2. Bahasa Indonesia Dinomor Duakan
Pada zaman modern dimana arus informasi datang tak terbendung seperti saat ini
mengalir juga informasi tentang bahasa asing yang ternyata lebih disukai. Penggunaan bahasa
Indonesia pun kini seakan dinomor duakan oleh pemuda. Hal ini juga didukung fakta bahwa
ketika memasuki bangku perkuliahan, buku yang digunakan sebagai bahan skripsi sebagian
adalah bahasa asing (mayoritas Inggris). Selain itu, bila ingin melanjutkan kuliah profesi atau
Mater (S2), sumber yang digunakan mayoritas adalah buku berbahasa asing. Sehingga
tuntutan akan bahasa asing ini dapat menggeser posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu.
Pengaruh arus informasi di dunia maya yang tak terbatas ruang dan jarak juga menjadi
salah satu pemicu arus informasi. Apabila kita ingin mengetahui berita atau hanya sekedar
ingin bercakap dengan orang asing (luar negeri), maka bahasa yang digunakan adalah bahasa
asing (basanya Inggris). Terlebih lagi ketika akan menggunakan layanan internet seperti
software, jejaring social, dan game sekalipun, biasanya bahasa yang digunakan adalah bahasa
asing. Dari tuntutan keadaan itu, seakan membunuh karakter bangsa itu sendiri dengan tidak
menggunakan bahasa Indonesia dan malah mempelajari (mendalami) bahasa asing. Hal ini
berdampak pada turunnya nilai UN di kalangan pelajar.
3. Nilai UN Bahasa Indonesia Terendah
Apabila kita membuka wacana tentang penurunan nilai UN untuk mata pelajaran Bahasa
Indonesia, mungkin kita tidak percaya atau merasa kaget akan hal itu. Tetapi bukan tidak
mungkin apabila terjadi penurunan nilai UN Bahasa Indonesia. Data dari Kementerian
Pendidikan Nasional (Kemendiknas) tahun 2011 menunjukkan nilai akhir Bahasa Indonesia
mencapai angka minimum 0.8 yang menduduki peringkat terbawah seperti matematika
dibandingkan dengan Bahasa Inggris dan IPA. Selanjutnya untuk rata-rata nilai UN Bahasa
Indonesia pada tingkat SMP adalah 7.49 yang merupakan rerata nilai terendah disusul
Matematika dengan rerata 7.50, IPA 7.60 dan Bahasa Inggris 7.65. data statistik dari
Kemendiknas ini menjadi bukti konkret bahwasanya pemuda Indonesia saat ini menganggap
remeh dan lengah dalam mempelajari bahasanya sendiri. Hal ini diperparah dengan rerata
Bahasa Inggris yang bukan menjadi bahasa ibu, menempati rerata terbaik nomor satu di
antara mata pelajaran dalam UN.
Dari data Kemendiknas juga didapatkan sekitar 1.786 siswa SMA sederajat tidak lulus
UN karena nilai Bahasa Indonesia di bawah 4.00. Padahal apabila dilihat dari pola hidup
para pemuda, mereka menggunakan Bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari, tapi
bagaimana bisa Bahasa Indonesia menjadi penghambat mereka untuk lulus UN. Hal ini
serasa membingungkan, karena mereka menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
sehari-hari tetapi nilai Bahasa Indonesia malah di bawah standar. Sedangkan Bahasa Inggris
yang belum tentu mereka ucapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam konteks ini mereka
mendapatkan nilai yang tinggi.
Berdasarkan masalah dan fakta di atas, kita dapat mengambil inti bahwasanya struktur
Bahasa Indonesia memang berbeda dengan bahasa asing. Bahasa Indonesia memiliki
karakteristik tersendiri yang khas dan kadang dapat membingungkan orang yang mempelajari.
Akan tetapi, pelajar Negara Indonesia harus bersatu dalam pelestarian Bahasa Indonesia dan
menjadikan Bahasa Indonesia sebagai prioritas utama dalam mempelajari suatu bahasa.
Bersama membangun Negeri Indonesia yang maju dan mencintai Bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan.
D. Penutup
Bangsa Indonesia nampaknya belum dapat mempraktikkan peribahasa “Kacang lupa
akan kulitnya”. Sebagai warga Indonesia hendaknya kita lebih mementingkan hal yang
bersifat kenegaraan dan memupuk rasa nasionalisme. Sehingga dalam mempelajari Bahasa
Indonesia, warga Indonesia akan lebih bersungguh-sungguh. Bahasa Indonesia memang sulit
untuk dipahami dan dipelajari, tapi merupakan sebuah kewajiban bagi kita penerus bangsa
Indonesia ini untuk mempelajarinya. Bangsa luarpun menganggap Bahasa Indonesia adalah
bahasa yang sangat sulit, tetapi sebagai bahasa ibu, Bahasa Indonesia adalah sebuah bahasa
wajib dan harus dilestarikan. Selain itu, bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan Indonesia,
sebuah bahasa yang dapat mempersatukan seluruh Bangsa Indonesia.
Mengetahui fakta-fakta penerapan Sumpah Pemuda khususnya pernyataan ketiga tentang
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang di era globalisasi ini seperti tidak dianggap
dan dikesampingkan kita merasa miris. Solusi yang sebaiknya dilakukan untuk membuat
perubahan besar di bumi Indonesia ini, khususnya bagi pelestarian Bahasa Indonesia adalah
sebagai berikut.
1. Jadikanlah Bahasa Indonesia menjadi bahasa utama dalam kehidupan sehari-hari dan
dalam interaksi dengan orang lain. Tanamkan juga bahwa Bahasa Indonesia adalah milik
Indonesia yang menjadi alat pemersatu bangsa Indonesia, agar pemahaman tersebut
meningkat, perlu juga membaca sejarah tentang Bahasa Indonesia. Supaya kita mengerti
dan merasakan atmosfer perjuangan pendahulu yang mengorbankan semuanya demi
sebuah kemerdekaan dan persatuan.
2. Tanamkan rasa cinta tanah air, cinta terhadap Bahasa nasional, Bahasa Indonesia.
Sekaligus memupuk ketekunan dalm mempelajari Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
memang merupakan masalah yang sulit, akan terasa lebih sulit bila kita tidak terus
mempelajarinya. Seperti peribahasa “Punggung lading, bila diasah terus menerus lama-
lama tajam juga”.
3. Tanamkan pada diri sendiri bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu seluruh
Indonesia yang terdiri dari ratusan suku adat. Bahasa Indonesia tidak terbatas oleh jarak
antar pulau di Indonesia. Bahasa Indonesia bukanlah merupakan batas antar perbedaan
yang ada, tetapi Bahasa Indonesia adalah penghubung seluruh perbedaan dan seluruh
rakyat yang ada di Indonesia maupun yang berada di luar negeri. Bersatu membangun
bangsa, demi kemajuan Indonesia di era global.
BIODATA PESERTA
NAMA : IZZUDDIEN SOBRI
JUDUL ESAI : SALAH KAPRAH, PELESTARIAN BAHASAKU RENDAH
ALAMAT : BEJEN RT 03, BANTUL, BANTUL, BANTUL, DIY
ASAL SEKOLAH : SMA NEGERI 2 BANTUL
KELAS : XII IPA 1
NOMOR HP : 085 643 56 00 59
E-MAIL : [email protected]
FACEBOOK : IZZUDDIEN SOBRI AL-QASSAM
ESAI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SALAH KAPRAH, PELESTARIAN BAHASAKU RENDAH
(Perbandingan Kesulitan dalam Penggunaan Bahasa Indonesia dan Perwujudan pada
Masa Sekarang)
Oleh:
IZZUDDIEN SOBRI
SMA NEGERI 2 BANTUL