epistaksis/ mimisan

17
Bab I Pendahuluan Epistaksis atau pendarahan dari hidung banyak di jumpai sehari- hari baik pada anak-anak maupun usia lanjut. Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manifestasi penyakit lain. Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan setempat atau penyakit umum. Terdapat dua sumber perdarahan dari epistaksis, yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, sedangkan epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior. Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan perdarahan mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Epistaksis kebanyakan ringan dan seing dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis. Epistaksis berat, walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal bila tidak segera ditolong. Bab II Isi Anamnesis Yang ditanyakan saat anamnesis adalah: Data umum identitas pasien Keluhan utama pasien Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit dahulu 1

Upload: bventisak

Post on 22-Jun-2015

45 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

makalah pbl epistaksis dan penanganannya

TRANSCRIPT

Page 1: epistaksis/ mimisan

Bab I Pendahuluan

Epistaksis atau pendarahan dari hidung banyak di jumpai sehari-hari baik pada anak-anak

maupun usia lanjut. Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manifestasi penyakit

lain. Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan setempat atau penyakit umum.

Terdapat dua sumber perdarahan dari epistaksis, yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior.

Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, sedangkan epistaksis posterior dapat

berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior.

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan perdarahan mencegah

komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Epistaksis kebanyakan ringan dan seing dapat

berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis. Epistaksis berat, walaupun jarang dijumpai,

dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal bila tidak segera

ditolong.

Bab II Isi

Anamnesis

Yang ditanyakan saat anamnesis adalah:

Data umum identitas pasien

Keluhan utama pasien

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit dahulu

Keluhan penyerta pasien

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat kebiasaan sosial

Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan. Hal-hal yang

penting dicari tahu adalah:1

1. Riwayat perdarahan sebelumnya.

2. Lokasi perdarahan.

1

Page 2: epistaksis/ mimisan

3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari hidung

depan (anterior) bila pasien duduk tegak.

4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya

5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga

6. Hipertensi

7. Diabetes melitus

8. Penyakit hati

9. Gangguan koagulasi

10. Trauma hidung yang belum lama

11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon

Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital terlebih dahulu karena tekanan darah penting diukur

untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang

hebat dan sering berulang.

Dilakukan juga rinoskopi, alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala,

speculum hidung dan alat penghisap (bila ada) dan pinset bayonet, kapas, kain kassa.

Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang

memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau mengeksplorasi

sisi dalam hidung.2

Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam

hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua

lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab

perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan

anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin

1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh

darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara.2 Sesudah 10 sampai 15 menit kapas

dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.2

2

Page 3: epistaksis/ mimisan

Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang bersifat

kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan hidung

aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan.

a) Rinoskopi anterior : Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke

posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan

konkha inferior harus diperiksa dengan cermat.

b) Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan

epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.

Pemeriksaan Penunjang

Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Jika

perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis

epistaksis.

Pemeriksaan endoskopi hidung yang fleksibel atau kaku juga akan membantu dokter

melihat tempat yang mengalami pendarahan  

Pemeriksaan darah tepi lengkap.

Fungsi hemostatis

EKG

Tes fungsi hati dan ginjal

Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.

CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda

asing dan neoplasma.2

Diagnosis Kerja

Epistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari pada anak maupun

usia lanjut. Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manifestasi klinis penyakit lain.

Kebanyakannya ringan dan dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi

3

Page 4: epistaksis/ mimisan

epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang dapat berakibat

fatal bila tidak segera ditangani.3

Melihat asal perdarahan, epistaksis dibagi menjadi epistaksis anterior dan epistaksis posterior,

untuk penatalaksanaannya penting dicari sumber perdarahan walaupun kadang sulit.

Epistaksis Anterior

Kebanyakan berasal dari pleksus Kisselbach di septum bagian anterior atau dari arteri etmoidalis

anterior. Perdarahan pada septum anterior biasanya ringan karena keadaan mukosa yang

hiperemis atau kebiasaan mengorek hidung dan kebanyakan terjadi pada anak, seringkali

berulang dan dapat berhenti sendiri.3

Merupakan jenis epistaksis yang paling sering dijumpai terutama pada anak-anak dan biasanya

dapat berhenti sendiri.3 Perdarahan pada lokasi ini bersumber dari pleksus Kiesselbach (little

area). Pleksus kiesselbach berada di septum kartilagenous anterior dan merupakan lokasi yang

paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian besar arteri yang memperdarahi

septum beranastomosis di area ini. Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”.

Bagian septum nasi anterior inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara,

hal ini menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh

darah tersebut. Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok

hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh

darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada membran mukosa

yang sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas,

alergi atau sinusitis.

Epistaksis yang berkaitan dengan trauma hidung rutin terjadi setelah fraktur hidung dan/atau

septum nasi biasanya berlangsung singkat dan berhenti spontan. Adakalanya epistaksis dapat

berulang setelah beberapa hari pada fraktur yang tidak di reduksi saat pembengkakan mulai

berkurang.1

Diagnosis Banding

Epistaksis Posterior

4

Page 5: epistaksis/ mimisan

Dapat berasal dari A. Ethmoidalis posterior atau A. Sphenopalatina. Perdarahannya biasanya

lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemi

dan syok. Sebagian besar darah mengalir ke rongga mulut dan memerlukan pemasangan tampon

posterior untuk mengatasi perdarahan. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi,

arterosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena pecahnya A.Sphenopalatina.3

Etiologi

Seringkali timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya dan kadang jelas disebabkan trauma.

Tetapi dapat disebabkan oleh kelainan lokal hidung atau kelainan sistemik.3

Trauma

Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung, benturan ringan,

bersin, atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma yang lebih hebat

seperti kena pukul, jatuh, atau kecelakaan lalu lintas. Selain itu juga bisa terjadi karena adanya

benda asing tajam atau trauma pembedahan.

Epistaksis juga sering terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Perdarahan dapat terjadi di

tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila konka tersebut sedang

mengalami pembengkakan.3

Kelainan Pembuluh Darah (Lokal)

Sering terjadi kongenital. Pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat dan sel-selnya lebih

sedikit.3

Infeksi Lokal

Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinitis atau sinusitis. Bisa

juga pada infeksi spesifik seperti rinitis jamur, tuberkulosis, lupus, sifilis, atau lepra.3

Tumor

Epistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih sering terjadi pada

angiofibroma, dapat menyebabkan epistaksis berat.3

Penyakit Kardiovaskuler

5

Page 6: epistaksis/ mimisan

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi pada arteriosklerosis, nefritis

kronik, sirosis hepatis atau diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis yang

terjadi pada penyakit hipertensi biasa lebih hebat dan dapat berakibat fatal.3

Kelainan Darah

Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukimia, trombositopenia, bermacam-macam

anemia serta hemofilia.3

Kelainan Kongenital

Kelainan yang sering menyebabkan epistaksis adalah teleangietaksis hemoragik herediter

(hereditary hemorragic teleangiectasis Osler-Rendu-Weber Disease), juga sering terjadi pada

Von Willenbrand disease.3

Infeksi Sistemik

Yang sering menyebabkan epistaksis adalah demam berdarah (dengue hemorragic fever).

Demam tifoid, influensa dan morbili juga dapat disertai epistaksis.3

Perubahan Udara atau Tekanan Atmosfir

Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang berada di tempat yang cuacanya sangat dingin atau

kering. Hal serupa juga bisa disebabkan adanya zat-zat kimia di tempat industri yang

menyebabkan keringnya mukosa hidung.3

Gangguan Hormonal

Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause karena pengaruh perubahan

hormonal.3

Epidemiologi

Frekuensi epistaksis sulit ditentukan karena sebagian besar epistaksis bisa dihentikan sendiri oleh

pasien. Namun dari beberapa sumber terakhir, kejadian epistaksis pada populasi umum sekitar

60%, dengan kurang dari 10% pasien mencari pengobatan medis.4 Epistaksis terbanyak dijumpai

pada usia 2-10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada musim dingin dan kering. Di

6

Page 7: epistaksis/ mimisan

Amerika Serikat angka kejadian epistaksis dijumpai 1 dari 7 penduduk. Tidak ada perbedaan

yang bermakna antara laki-laki dan wanita. Epistaksis bagian anterior sangat umum dijumpai

pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior sering pada orang tua dengan

riwayat penyakit hipertensi atau arteriosklerosis.5

Patofisiologi

Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada

sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang

disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang

dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.6

Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas)

interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan

hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat

anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri

labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s

area).6

Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan,

yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.

Berdasarkan lokasinya epistaksis dapat dibagi atas beberapa bagian, yaitu: 6

1. Epistaksis anterior

Merupakan jenis epistaksis yang paling sering dijumpai terutama pada anak-anak dan

biasanya dapat berhenti sendiri. Perdarahan pada lokasi ini bersumber dari pleksus

Kiesselbach (little area), yaitu anastomosis dari beberapa pembuluh darah di septum

bagian anterior tepat di ujung postero superior vestibulum nasi. Perdarahan juga dapat

berasal dari bagian depan konkha inferior. Mukosa pada daerah ini sangat rapuh dan

melekat erat pada tulang rawan dibawahnya. Daerah ini terbuka terhadap efek

pengeringan udara inspirasi dan trauma. Akibatnya terjadi ulkus, ruptur atau kondisi

patologik lainnya dan selanjutnya akan menimbulkan perdarahan.

7

Page 8: epistaksis/ mimisan

2. Epistaksis posterior

Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoid posterior.

Pendarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Sering ditemukan

pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit

kardiovaskuler. Thornton (2005) melaporkan 81% epistaksis posterior berasal dari

dinding nasal lateral.

Manifestasi Klinis

Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang hidung.

Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau pada bagian

hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.7

Epistaksis biasanya terjadi hanya dari satu lubang hidung.  Bila terlalu banyak darahnya, maka

bisa luber sampai ke tenggorokan dan keluar dari lubang sebelahnya. Darah dapat terasa tertelan

dan masuk ke saluran pencernaan, sehingga terkadang memancing muntah. Walau pun sangat

jarang, bila darah yang keluar cukup banyak, maka tanda berikut dapat muncul sebagai tanda

perlunya cairan diganti per infus: pusing, lemas, bingung, dan pingsan.

Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh mengorek hidung

menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat pengeringan mukosa hidung

berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma terperinci. Riwayat pengobatan atau

penyalahgunaan alkohol terperinci harus dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur

untuk banyak alasan. Aspirin merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat menyebabkan

pemanjangan atau perdarahan.

Tatalaksana

Kauterisasi 6

Sebelum dilakukan kauterisasi, rongga hidung dianestesi lokal dengan menggunakan tampon

kapas yang telah dibasahi dengan kombinasi lidokain 4% topikal dengan epinefrin 1 :

8

Page 9: epistaksis/ mimisan

100.000 atau kombinasi lidokain 4% topikal dan penilefrin 0.5 %. Tampon ini dimasukkan

dalam rongga hidung dan dibiarkan selama 5 – 10 menit untuk memberikan efek anestesi lokal

dan vasokonstriksi. Kauterisasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan larutan

perak nitrat 20 – 30% atau dengan asam triklorasetat 10%. Becker (1994) menggunakan larutan

asam triklorasetat 40 – 70%. Setelah tampon dikeluarkan, sumber perdarahan diolesi dengan

larutan tersebut sampai timbul krusta yang berwarna kekuningan akibat terjadinya nekrosis

superfisial. Kauterisasi tidak dilakukan pada kedua sisi septum, karena dapat menimbulkan

perforasi. Selain menggunakan zat kimia dapat digunakan elektrokauter atau laser. Yang (2005)

menggunakan electrokauter pada 90% kasus epistaksis yang ditelitinya.

Tampon Hidung Anterior 1

Pasien dengan perdarahan aktif lewat bagian depan hidung harus duduk tegak, menggunakan

apron plastik serta memegang suatu wadah berbentuk ginjal untuk melindungi pakaiannya.

Gulungan kapas yang telah dibasahi dengan larutan kokain 4% dimasukkan dengan hati-hati

kedalam hidung. Dengan kaca kepala terpasang, dokter memegang spekulum hidung pada satu

tangan, sedangkan tangan yang lain memegang penghisap untuk mengaspirasi darah yang

berlebihan. Setelah sumber perdarahan diketahui, kauterisasi dapat dicoba bilamana pembuluh

tersebut kecil, sebaliknya jika pembuluh besar pasang tampon hidung anterior unilateral atau

bilateral pada wajah bilamana mungkin pada kasus perdarahan hebat atau sumber perdarahan

sulit dikenali. Menentukan lokasi perdarahan mungkin semakin sulit pada pasien dengan deviasi

septum yang nyata atau perforasi septum. Tampon mudah dibuat dari lembaran kasa steril

bervaselin, berukuran 72x½ inci, disusun dari dasar hingga atap hidung dan meluas hingga ke

seluruh panjang rongga hidung. Antibiotik profilaksis dianjurkan oleh beberapa dokter karena

ostia sinus menjadi tersumbat oleh tampon, dan adanya benda asing (tampon) serta bekuan

darah, yang menyediakan suatu lingkungan untuk pertumbuhan bakteri. Selain itu, sebagian

dokter juga melapisi tampon dengan krim atau salep antibiotik untuk mengurangi pertumbuhan

bakteri dan pembentukan bau. Balon hidung dengan beberapa desain yang berbeda kini tersedia

dan dapat mengganti tampon hidung. Demikian juga, tampon hidung yang dapat mengembang

bila ditempatkan di dalam hidung, dapat menggantikan tampon hidung tradisional. Namun

agaknya tidak demikian efektif dalam mengontrol perdarahan dan mungkin diganti dengan

tampon tradisional. Bila hanya memerlukan tampon hidung dan tanpa adanya gangguan medis

9

Page 10: epistaksis/ mimisan

primer, pasien dapat diperlakukan sebagai pasien rawat jalan dan diberitahu untuk duduk tegak

dengan tenang sepanjang hari, serta kepala sedikit ditinggikan pada malam hari. Tampon dapat

diangkat dalam dua-tiga hari. Pasien tua atau dengan kemunduran fisik harus dirawat di rumah

sakit.

Ligasi arteri 1

Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan

pemasangan tampon. Jenis arteri yang diligasi tergantung sumber perdarahan. Jika berasal dari

bagian belakang rongga hidung, biasanya dari a.sfenopalatina yang merupakan cabang

a.maksilaris, dilakukan ligasi a.maksilaris di fossa pterigomaksila (di belakang dinding belakang

sinus maksila) melalui pendekatan Caldwel-Luc. Jika tidak berhasil dilakukan ligasi a.karotis

eksterna di daerah leher. Jika perdarahan berasal dari bagian atas rongga hidung biasanya dari

a.etmoidalis anterior atau posterior, ligasi dilakukan pada arteri arteri ini melalui insisi kulit di

daerah medial orbita.

Komplikasi

Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya. Akibat

pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium sinus tersumbat), air mata

yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secara retrograd melalui duktus

nasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media,

haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan sudut bibir bila benang yang dikeluarkan

melalui mulut terlalu kencang ditarik.3

Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan darah yang turun

mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan infark miokard dan

akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian infus atau transfusi darah.

Pencegahan

Jangan mengorek hidung, terutama bila kuku panjang

Jangan terlalu keras bila sisih (mengeluarkan lendir dari hidung)

Menggunakan humidifier dalam ruangan selama winter

10

Page 11: epistaksis/ mimisan

Menggunakan semprot hidung berisi saline (over the counter) sebelum tidur

Oleskan Vaseline/petroleum jelly dekat lubang hidung sebelum tidur

Menghindari trauma pada wajah

Menggunakan masker bila bekerja di laboratorium untuk menghindari menghirup zat-zat

kimia secara langsung

Hindari asap rokok karena asap dapat mengeringkan dan mengiritasi mukosa

Jika menderita alergi berikan obat antialergi untuk mengurangi gatal pada hidung

Stop pemakaian aspirin karena akan memudahkan terjadinya mimisan dan membuat

mimisan berkepanjangan.

Prognosis

Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada pasien hipertensi

dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan prognosisnya

buruk.8

Bab III Kesimpulan

Epistaksis bisa disebabkan oleh berbagai macam sebab, dan berdasarkan sumber perdarahannya

dibagi menjadi dua yaitu epistaksis anterior dan posterior. Mengetahui dimana sumber

perdarahan ini penting untuk menentukan tatalaksana yang tepat untuk menghentikan

perdarahan.

Daftar Pustaka

1. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Boies: Buku ajar penyakit tht. Edisi ke-6. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.h.225-7

2. Dacre J, Kopelman P. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2005

11

Page 12: epistaksis/ mimisan

3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu penyakit telinga

hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI, 2010.h. 155-9

4. Nguyen QA, Meyers AD. Epistaxis. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/863220-overview. 17 Maret 2014.

5. Watkinson JC. Epistaxis. Dalam: Mackay IS, Bull TR. Scott – Brown’s Otolaryngology.

olume 4 (Rhinonology). Ed. 6 th. Oxford: Butterwort - Heinemann, 1997: 1–19.

6. Munir D, Haryono Y, Rambe AYM. Epistaksis. Diunduh dari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20688/1/mkn-sep2006-%20sup

%20(15).pdf. 17 Maret 2014

7. Broek PVD, Feenstra L. Buku saku ilmu kesehatan tenggorok, hidung dan telinga. Edisi

ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010.h.124-7

8. Papadakis MA,McPhee SJ. Lange: Current medical diagnosis & treatment. USA: Mc

Graw Hill Education.2014.h.216

12