epistaksis

35
BAB I PENDAHULUAN Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung dan merupakan suatu keluhan atau tanda, bukan penyakit. Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan setempat atau penyakit umum. Penting sekali mencari asal perdarahan dan menghentikannya, di samping perlu juga menemukan dan mengobati sebabnya. Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan mungkin hampir 90% dapat berhenti dengan sendirinya (spontan) atau dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya. Epistaksis berat, walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal apabila tidak segera ditolong. Epistaksis, yaitu perdarahan dari hidung, dapat berupa perdarahan anterior dan perdarahan posterior. Perdarahan anterior merupakan perdarahan yang berasal dari septum bagian depan (pleksus kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior). Prevalensi yang sesungguhnya dari epistaksis tidak diketahui karena pada beberapa kasus epistaksis sembuh spontan dan hal ini tidak dilaporkan. Epistaksis anterior dapat terjadi karena berbagai macam penyebab. Secara umum, penyebab epistaksis anterior dapat dibagi atas penyebab lokal dan penyebab sistemik. Penyebab lokal, yaitu trauma, benda asing, infeksi, iatrogenik, neoplasma, dan zat kimia. Penyebab sistemik antara lain penyakit kardiovaskular, gangguan endokrin, infeksi sistemik,

Upload: denata-prabhasiwi

Post on 25-Jul-2015

263 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Epistaksis

BAB I

PENDAHULUAN

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung dan merupakan suatu keluhan atau tanda,

bukan penyakit. Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan setempat atau

penyakit umum. Penting sekali mencari asal perdarahan dan menghentikannya, di samping

perlu juga menemukan dan mengobati sebabnya. Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan

mungkin hampir 90% dapat berhenti dengan sendirinya (spontan) atau dengan tindakan

sederhana yang dilakukan oleh pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya. Epistaksis

berat, walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat

berakibat fatal apabila tidak segera ditolong.

Epistaksis, yaitu perdarahan dari hidung, dapat berupa perdarahan anterior dan

perdarahan posterior. Perdarahan anterior merupakan perdarahan yang berasal dari septum

bagian depan (pleksus kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior). Prevalensi yang

sesungguhnya dari epistaksis tidak diketahui karena pada beberapa kasus epistaksis sembuh

spontan dan hal ini tidak dilaporkan.

Epistaksis anterior dapat terjadi karena berbagai macam penyebab. Secara umum,

penyebab epistaksis anterior dapat dibagi atas penyebab lokal dan penyebab sistemik.

Penyebab lokal, yaitu trauma, benda asing, infeksi, iatrogenik, neoplasma, dan zat kimia.

Penyebab sistemik antara lain penyakit kardiovaskular, gangguan endokrin, infeksi sistemik,

teleangiektasis hemoragik herediter, kelainan hematologi, obat- obatan, dan defisiensi

vitamin C dan K.

Page 2: Epistaksis

BAB II

LAPORAN KASUS

Anto 8 tahun, siswa SD, pulang ke rumah diantar gurunya dengan darah keluar dari

hidungnya. Sebagai dokter keluarga tersebut Anda ditelepon dan segera bergegas ke rumah

yang bersangkutan. Dalam perjalanan Anda mulai memikirkan beberapa hipotesis mengenai

penyebab keluarnya darah dari lubang hidung. Sampai di rumah, apa yang Anda kerjakan

pertama kali pada pasien tersebut?

Setelah mendapat kesan bahwa fungsi vital penderita masih baik, Anda meminta pasien

memencet kedua lubang hidung untuk menghentikan perdarahannya kemudian melanjutkan

dengan anamnesis. Perdarahan hidung baru dialami pertama kali setelah melakukan olah raga

sepak bola dan hidung kena bola kira-kira ½ jam yang lalu, jumlahnya kira-kira 2 sendok

makan. Sebelumnya penderita tidak pernah sakit berat sampai dirawat, tidak pernah

mengalami trauma kepala.

Page 3: Epistaksis

BAB III

PEMBAHASAN

Anamnesis

Identitas Pasien

Nama : Anto

Usia : 8 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : -

Nama Orang Tua : -

Alamat : -

Masalah yang terdapat pada kasus ini adalah pasien mengalami keluar darah dari

lubang hidungnya. Untuk masalah tersebut, maka terdapat beberapa hipotesis yang dapat

diambil, yaitu:

1. Trauma

Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan seperti mengorek hidung, benturan ringan,

bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat dari trauma yang lebih

hebat seperti terkena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu-lintas, bisa juga terjadi akibat adanya

benda asing tajam atau trauma pembedahan.

2. Kelainan pembuluh darah (lokal)

Sering kongenital. Pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat dan sel-selnya lebih

sedikit.

3. Infeksi lokal

Terjadi karena infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinitis atau sinusitis Bisa juga

terjadi karena infeksi spesifik seperti rinitis jamur, tuberkulosis, lupus, sifilis atau lepra.

4. Tumor

Timbul pada hemangiotoma dan karsinoma. Pada angiofibroma dapat menyebabkan

epistaksis berat.

Page 4: Epistaksis

5. Kelainan darah

Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukimia, tombositopenia, bermacam-

macam anemia serta hemofilia.

6. Kelainan kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah talengiektasis hemoragik

herediter dan juga sering terjadi pada Von Willenbrand disease.

7. Infeksi sistemik

Demam berdarah sering menyebabkan epistaksis. Demam tifoid, influensa dan morbili juga

dapat disertai epistaksis.

8. Perubahan udara atau tekanan atmosfir

Epistaksis ringan sering terjadi pada seseorang yang berada di tempat yang cuacanya sangat

dingin atau kering dan juga bisa disebabkan karena adanya zat-zat kimia di tempat industri

yang menyebabkan keringnya mukosa hidung.

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Hasil yang didapat Keterangan

Keadaan umum Lemah, masih bisa duduk Normal

Kesadaran Compos mentis Normal

Suhu 37ºC Normal

Bunyi jantung Murni Normal

Paru-paru Sonor, vesikuler Normal

Hepar & lien Tidak teraba Normal

Ekstremitas Baik Normal

Interpretasi hasil

Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien, semuanya dalam batasan

normal karena perdarahan yang terjadi masih termasuk perdarahan ringan, yaitu

sebanyak 30 ml atau setara dengan 2 sendok makan sehingga tidak mengganggu sistem

hemodinamik dari pasien ini. Keadaan umum yang lemah kemungkinan disebabkan

oleh adanya rasa panik pada diri pasien setelah trauma sehingga hidung anak tersebut

mengeluarkan darah. Tidak ada kelainan atau luka yang terjadi di bagian tubuh lain.

Page 5: Epistaksis

Status Lokalis

Hasil yang didapat Keterangan

Telinga Auris dextra-sinistra, Liang telinga lapang, Membran timpani intak mengkilat

Normal

Hidung Hidung luar sembab, hiperemis haematom ada, tidak ada luka atau krepitasi.

Rongga hidung tampak septum, konka media sembab, hiperemis,

Ada laserasi daerah septum dan konka media

Ada kelainan*

Tenggorok Tonsil T1/T1 tenang

Faring tenang

Normal

Interpretasi hasil

*) Pada pemeriksaan hidung didapatkan hidung luar dan rongga hiperemis yang

merupakan reaksi inflamasi yang terjadi setelah adanya trauma pada daerah tersebut.

Hematom yang ada berasal dari perdarahan dalam luka tertutup sehingga membentuk

massa hematom dalam jaringan tersebut akibat trauma. Tidak terdapatnya krepitasi

menandakan tidak adanya fraktur pada os nasi, namun perlu ditunjang dengan

pemeriksaan foto Rontgen.

Pemeriksaan penunjang

Foto Rontgen

Foto rontgen os nasi : Bentuk dan posisi tulang hidung masih baik.

Kesan: Tidak ada fraktur os nasi

Interpretasi: Pada awal kasus, kami sempat mencurigai adanya fraktur os nasi yang

diakibatkan trauma yang terkena bola. Tetapi, dari hasil foto polos os nasi tidak

ditemukan adanya kelainan bentuk maupun posisi. Hal ini memberikan kesan bahwa

tidak ada fraktur os nasi. Selain itu, tidak adanya fraktur os nasi menunjang

pemeriksaan fisik pada anak tersebut. Pada status lokalis disebutkan bahwa tidak ada

krepitasi pada hidung anak tersebut. Krepitasi biasanya menunjukkan adanya fraktur

Page 6: Epistaksis

tulang, tetapi pada anak ini tidak ditemukan dan dalam pemeriksaan foto os nasi pun

tidak ditemukan kelainan.

Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 14 g% 13-16 g%

Leukosit 7000 / ml 5000-10.000/ml

Eritrosit 4,5 juta / ml 4,5-5,5 juta/ml

Jumlah trombosit 260.000 / ml 150.000-450.000/ml

Bleeding Time 2’ 2’-7’

Clotting Time 6’ 4’-10’

PTT 13’ 25-35’’

Interpretasi: Pada hasil laboratorium di atas, tampak semuanya normal, kecuali pada

PTT atau yang lebih sering dikenal dengan aPTT, yaitu activated partial

thromboplastin time. Pada kasus ini, nilai PTT meningkat menjadi 13 menit. Adanya

pemanjangan daripada PTT menunjukkan adanya defisiensi atau kekurangan pada

faktor-faktor intrinsik. Hal ini dapat disebabkan dari kelainan perdarahan seperti

hemofilia ataupun Von Willebrand’s disease. Tetapi, untuk mengetahui bagian mana

dari faktor-faktor intrinsik tersebut yang mengalami defisiensi, diperlukan pemeriksaan

khusus dan memerlukan biaya mahal. Nilai PTT yang memanjang juga dapat

disebabkan oleh penyakit hepar, ginjal maupun karena obat-obat antikoagulan, tetapi

pada kasus ini hepar tidak teraba pada pemeriksaan fisik yang menunjukkan bahwa

tidak ada pembesaran hepar (tidak adanya kelainan pada hepar). Kemungkinan

pemanjangan PTT disebabkan oleh kekurangan salah satu dari faktor-faktor intrinsik

tersebut.

Page 7: Epistaksis

Diagnosis

Kelompok kami mendiagnosis epistaksis anterior et causa trauma suspek

defisiensi antikoagulan intrinsik pada pasien ini.

Dasar diagnosis:

Anamnesis bahwa keluarnya darah akibat tendangan bola

Keluarnya darah berjumlah sedikit (2 sendok sekitar 30 cc)

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan laserasi daerah septum dan konka media

menunjukkan letak termasuk epistaksis anterior

Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan masa PTT memanjang dan dari

hasil anamnesis bahwa selama setengah jam darah tidak berhenti sendiri, maka

dicurigai pasien memiliki kelainan defisiensi faktor pembekuan intrinsic.

Patofisiologi

Hidung terkena tendangan bola (Trauma)

Laserasi pada septum nasi anterior dan konka media

Pecahnya pleksus kiesselbach(Little area)

Keluar darah dari hidung (epistaksis) Darah keluar ke

jaringan yang masih tertutup

Hematom Rusaknya endotel kapiler menyebabkan keluarnya sitokin-sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, TNF-α

Mukosa hidung tampak hiperemis

Page 8: Epistaksis

Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan epistaksis adalah perbaiki keadaan umum, cari sumber

perdarahan, hentikan perdarahan, dan cari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya

perdarahan. Pada kasus ini, sebagai dokter keluarga yang diminta untuk datang ke rumah

pasien maka hal pertama yang dilakukan saat datang adalah menjaga ABC pasien.

A: airway pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk

B: breathing pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan

darah yang mengalir ke belakang tenggorokan

C: circulation pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh.

Periksa nadi dan lihat frekuensi, isi dan keteraturan nadi. Apabila terdapat kelainan

segera bawa ke RS.

Untuk dapat menghentikan perdarahan, perlu dicari sumbernya atau setidaknya

dilihat apakah perdarahan dari anterior atau posterior. Alat-alat yang diperlukan untuk

pemeriksaan ialah lampu kepala, speculum hidung dan alat pengisap. Anamnesis yang

lengkap sangat membantu dalam menentukan sebab perdarahan.

1) Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar

hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau keadaannya lemah, sebaiknya setengah duduk

atau berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai darah

mengalir ke saluran napas bawah. Pasien anak duduk dipangku, badan dan tangan

dipeluk , kepala dipegangi agar tegak dan tidak bergerak-gerak.

2) Tekan pada bagian depan hidung selama 5-10 menit tekan hidung antara ibu jari dan

jari telunjuk, bernafas melalui mulut.

3) Apabila darah tidak berhenti, dapat dipasang tampon sementara, yaitu kapas yang telah

dibasahi dengan adrenalin 1/5000-1/10000 dan pantocain 2% dimasukkan ke dalam

rongga hidung untuk menghentikan perdarahan mengurangi rasa nyeri pada saat

dilakukan tindakan selanjutnya. Tampon itu dibiarkan selama 10-15 menit. Tampon ini

juga berfungsi untuk mengetahui tempat perdarahan. Setelah terjadi vasokonstriksi

biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior

hidung.

Pada kasus didapatkan laserasi pada bagian septum, disertai dengan hematoma yang

menunjukkan sumber perdarahan berasal dari septum bagian depan sehingga dapat

Page 9: Epistaksis

disimpulkan bahwa epistaksis pada kasus ini termasuk dalam epistaksis anterior. Berikut

ini adalah penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk kasus epistaksis anterior.

Epistaksis anterior 1

Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan

larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya, area tersebut diberi krim antibiotik.

Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu dilakukan

pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin

atau salep antibiotik. Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah dimasukkan dan tidak

menimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan atau dicabut. Tampon dimasukkan

sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat menekan asal perdarahan.

Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi

hidung. Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor

penyebab epistaksis. Bila perdarahan masih belum berhenti, dipasang tampon baru.

Selain epistaksis anterior, terdapat juga epistaksis posterior di mana sumber

perdarahan berasal dari bagian posterior hidung. Penatalaksanaan untuk epistaksis

posterior adalah:

Epistaksis Posterior 1

Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon

posterior, yang disebut tampon bellocq. Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus

atau bulat dengan diameter 3 cm. pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah disatu sisi

dan sebuah disisi berlawanan.

Untuk memasang tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan bantuan

kateter karet yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di orofaring, lalu ditarik

keluar dari mulut. Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang tampon bellocq tadi,

Page 10: Epistaksis

kemudian kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik.

Tampon perlu didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat melewati palatum molle

masuk ke nasofaring. Bila masih ada perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior

kedalam kavum nasi. Kedua benang yang keluar melalui hidung diikat pada sebuah

gulungan kain kasa didepan nares anterior, supaya tampon yang terletak di nasofaringtetap

ditempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada pipi

pasien. gunanya ialah untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-

hati mencabut tampon karena dapat menyebabkan laserasi mukosa.

Non medikamentosa

1. Menghindari trauma(penyebab epistaksis) dengan menggunakan alat pelindung saat

berolahraga.

2. Tidak melakukan nose blowing dan nose picking selama satu pekan apabila terpasang

tampon hidung dan tidak lupa untuk kontrol dalam waktu 48 jam berikutnya untuk

pelepasan tampon hidung

3. Buang ingus pelan-pelan

4. Memakai saline nasal spray

5. Melakukan pemeriksaan penunjang tambahan PT (Protrombin Time) untuk memastikan

hasil laboratorium PTT yang memanjang, apabila didapatkan kelainan, dapat dikonsul

ke dokter spesialis anak atau internis.

Page 11: Epistaksis

6. Diberikan edukasi mengenai cara menanggulangi epistaksis di rumah

Duduk tegak condong sedikit ke depan dan bernafas melalui mulut

Pencet hidung selama 5 menit

Dengan tangan lainnya, kompres bridge of the nose dengan es

Setelah 5 menit, lepaskan pencetan tersebut sementara ice pack tetap dipertahankan

sampai 10-15 menit

Kalau masih berdarah ulangi pencetan tersebut sampai 10 menit

Masih berdarah panggil dokter anda.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini terbagi menjadi 2, yaitu komplikasi

akibat pemasangan tampon anterior dan komplikasi akibat epistaksis yang dialami oleh

pasien. Berikut ini adalah penjelasannya.

Komplikasi akibat pemasangan tampon anterior

1. Rhinosinusitis

2. Otitis media

3. Septikemia atau toxic shock syndrome akibat bakteri atau toksin bakteri yang masuk

ke dalam peredaran darah dan menyebabkan infeksi

4. Hemotimpani akibat mengalirnya darah melalui tuba eustachius

5. Bloody tears akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui duktus nasolakrimal

Komplikasi epistaksis

1. Aspirasi darah ke dalam saluran napas bawah

Pasien dengan epistaksis sebaiknya diperiksa dalam posisi duduk atau bila

keadaannya lemah pasien dapat berbaring dengan keadaan kepala ditinggikan

sehingga darah tidak mengalir ke saluran napas bawah.

2. Mual dan muntah akibat dari menelan darah

3. Syok, anemia, dan gagal ginjal

Perdarahan yang banyak dan lama menyebabkan anemia sehingga mengalami syok

dan gagal ginjal.

Page 12: Epistaksis

4. Hipotensi dan hipoksia

Perdarahan yang banyak mengakibatkan turunnya tekanan darah sehingga pasien

menjadi hipotensi, turunnya tekanan darah juga mengganggu penyaluran oksigen ke

jaringan sehingga terjadi hipoksia.

5. Iskemi serebri, insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga menyebabkan

kematian

Terjadi akibat tekanan darah yang turun mendadak sehingga organ vital tidak dapat

menyesuaikan keadaan terhadap perubahan yang terjadi.

6. Infeksi

Akibat pembuluh darah yang terbuka.

Prognosis

Ad Vitam : Bonam (Dilihat dari tanda vital pasien yang masih baik, juga karena

epistaksis yang dialami pasien termasuk epistaksis anterior, dimana biasanya darah

yang keluar tidak banyak karena berasal dari kapiler sehingga tidak mengganggu

hemodinamik)

Ad Functionam: Bonam (Dari pemeriksaan fisik hanya didapatkan laserasi pada

septum dan konka media dimana tidak terlalu mengganggu fungsi dari hidung dan

juga karena tidak ditemukan fraktur os nasi akibat trauma tersebut)

Ad Sannationam: Dubia ad bonam (Apabila pasien dapat menghindari penyebab

epistaksis (trauma) maka kemungkinan epistaksis berulang kecil. Kecurigaan akan

adanya defisiensi faktor pembekuan intrinsic juga harus dibuktikan lagi dengan

pemeriksaan penunjang)

Page 13: Epistaksis

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hidung

Anatomi

Gambar 1. Anatomi vaskuler supplai darah septum nasi. Pleksus Kiesselbach’s atau

Little’s area merupakan lokasi epistaksi anterior paling banyak

Vaskularisasi

Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis yaitu arteri karotis eksterna dan

karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum

nasi melalui:

1) Arteri Sphenopalatina

Cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen sphenopalatina

yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral hidung.

Page 14: Epistaksis

2) Arteri palatina desenden

Memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui kanalis incisivus

palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi. Sistem karotis interna

melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan posterior yang

memperdarahi septum dan dinding lateral superior.

Pembagian perdarahan bagian-bagian hidung

Bagian atas hidung mendapatkan darah dari a.etmoid anterior dan posterior yang

merupakan cabang a.oftalmika dari a.karotis interna

Bagian bawah hidung mendapatkan darah dari a.maksilaris interna di antaranya ialah

ujung a.palatina mayor

Bagian depan hidung diperdarahi oleh a.fasialis. Pada bagian depan septum, terdapat

anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior,

dan a.palatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach yang letaknya superficial

sehingga mudah berdarah.

B. Epistaksis

Definisi

Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau

sebab umum (kelainan sistemik). Secara patofisiologi, bisa dibedakan menjadi epistaksis

anterior dan posterior.

Anatomi dan Fisiologi

Penting kiranya mengetahui anatomi suplai darah di hidung, karena dari struktur

inilah awal epistaksis. Pemeriksa harus memperhatikan apakah sumber perdarahan berasal

dari lubang kanan atau kiri, perdarahan dari depan atau belakang,dan diatas atau dibawah

meatus media, yang secara garis besar membagi suplai darah atas dua kontributor utama,

arteri karotis eksterna dan interna.

Page 15: Epistaksis

Arteri oftalmika ( cabang dari arteri karotis interna ) mencabangkan dirinya menjadi

arteri etmoidalis anterior dan posterior, dan keduanya menyuplai darah pada superior

hidung. Arteri sfenopalatina menyuplai darah untuk separuh bagian bawah dinding hidung

lateral dan bagian posterior septum. Suplai  darah lainnya berasal dari arteri karotis

eksterna dan cabang-cabang utamanya.

Semua pembuluh darah hidung saling berhubungan melalui beberapa anastomosis.

Suatu pleksus vaskular di sepanjang bagian anterior septum kartilaginosa menggabungkan

sebagian anstomosis ini (sebagian besar dari arteri etmoidalis anterior) dan dikenal sebagai

Little area atau pleksus Kiesselbach (lihat gambar). Karena ciri vaskularnya dan sering

menjadi lokasi trauma dari luar, maka daerah ini menjadi sumber perdarahan tersering

(pada anak-anak) dan biasanya berhenti spontan, dikenal dengan epistaksis atau

perdarahan anterior.

Etiologi

Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-

kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal

pada hidung atau kelainan sistemik.2

Page 16: Epistaksis

Kelainan lokal

1. Trauma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan secret

dengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan

sebagainya. Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma pada

pembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis.

2. Infeksi

Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik,

seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menye-babkan epistaksis.

3. Neoplasma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan

intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah,

Hemongioma, karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.

4. Kelainan kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan

telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease).

Pasien ini juga menderita telangiektasis di wajah, tangan atau bahkan di traktus

gastrointestinal dan/atau pembuluh darah paru.

5. Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.

Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi

perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau

perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkan

sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari

menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi

membrana mukosa septum dan kemudian perdarahan.

6. Pengaruh lingkungan

Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau

lingkungan udaranya sangat kering.

Sistemik

1. Kelainan darah misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia

2. Penyakit kardiovaskuler

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, nefritis

kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis.

Page 17: Epistaksis

Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak

baik.

3. Biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid

4. Gangguan endokrin

Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis, kadang-

kadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung menyertai fase

menstruasi

Patofisiologi

Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri

karotis eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui

percabangannya arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior merupakan

salah satu cabang terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan vaskularisasi ke nasal

arterior dan septum anterior sampai ke percabangan septum. Arteri maksilaris interna

masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan memberikan enam percabangan : a.alveolaris

posterior superior, a.palatina desenden , a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal

dan a. pharyngeal. Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan

menyuplai dinding nasal lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan

di foramen incisivus untuk menyuplai darah ke septum anterior.

Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke

dalam tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa

percabangan. Arteri etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen etmoidalis

anterior. Arteri etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen

etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini

menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial anterior, lalu turun ke cavum nasi

melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan lateral dan untuk menyuplai darah ke

dinding nasal lateral dan septum.

Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little area” berada diseptum kartilagenous

anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian

besar arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.

Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum nasi anterior

inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan

mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut.

Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok hidung

dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh

Page 18: Epistaksis

darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada membran

mukosa yang sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran

pernafasan atas, alergi atau sinusitis.

Lokasi

Menurunkan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang sukar

ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari bagian anterior

dan posterior.

1) Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan sumber

perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Perdarahan dapat berhenti sendiri

(spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.

2) Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior.

Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat

menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan

penyakit kardiovaskular.

Gambaran klinis dan pemeriksaan

Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang

hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau

pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.

Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan

ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk

mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung dibuka

dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret

maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung

diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan.

Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan

anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan

adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat

vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara.

Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.

Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang

bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan

Page 19: Epistaksis

perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan.

Pemeriksaan yang diperlukan berupa:

a) Rinoskopi anterior

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.

Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkhainferior

harus diperiksa dengan cermat.

b) Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.

c) Pengukuran tekanan darah

Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena

hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.

d) Rontgen sinus

Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi.

e) Skrining terhadap koagulopati

Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin

parsial, jumlah platelet dan waktu perdarahan.

f) Riwayat penyakit

Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan

yang mendasari epistaksis.

Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah perbaiki keadaan umum, cari sumber

perdarahan, hentikan perdarahan, cari factor penyebab untuk mencegah berulangnya

perdarahan.

Bila pasien datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umumnya, nadi,

pernafanasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan, atasi terlebih dulu misalnya

dengan memasang infuse. Jalan napas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu

dibersihkan atau diisap.

Untuk dapat menghentikan perdarahan perlu dicari sumbernya, setidaknya dilihat

apakah perdarahan dari anterior atau posterior. Alat-alat yang diperlukan untuk

pemeriksaan ialah lampu kepala, speculum hidung dan alat pengisap. Anamnesis yang

lengkap sangat membantu dalam menentukan sebab perdarahan.

Page 20: Epistaksis

Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir

keluar hidung sehingga bias dimonitor. Kalau keadaannya lemah sebaiknya setengah

duduk atau berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai darah

mengalir ke saluran napas bawah. Pasien anak duduk dipangku, badan dan tangan

dipeluk , kepala dipegangi agar tegak dan tidak bergerak-gerak.

Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan bekuan darah

dengan bantuan alat pengisap. Kemudian pasang tampon sementara yaitu kapas yang telah

dibasahi dengan adrenalin 1/5000-1/10000 dan pantocain 2% dimasukkan kedalam rongga

hidung untuk menghentikan perdarahan mengurangi rasa nyeri pada saat dilakukan

tindakan selanjutnya. Tampon itu dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi

vasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari bagian anterior atau

posterior hidung.

Menghentikan perdarahan

Perdarahan Anterior

Perdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus kisselbach di septum bagian

depan. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior, terutama pada

anak, dapat dicoba di hentikan dnegan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit,

seringkali berhasil.

Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan

larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi krim

antibiotic. Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu

dilakukan pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi

pelumas vaselin atau salep antibiotic. Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah

dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan atau dicabut.

Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat

menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan

untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaan penunjang

untuk mencari factor penyebab epistaksis. Bila perdarahan masih belum berhenti,

dipasang tampon baru.

Perdarahan Posterior

Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya perdarahan

hebat dan sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior. Untuk

menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang

Page 21: Epistaksis

disebut tampon bellocq. Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat

dengan diameter 3 cm. pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah disatu sisi dan

sebuah disisi berlawanan.

Untuk memasang tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan bantuan

kateter karet yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di orofaring, lalu

ditarik keluar dari mulut. Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang tampon bellocq

tadi, kemudian kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat

ditarik. Tampon perlu didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat melewati

palatum molle masuk ke nasofaring. Bila masih ada perdarahan, maka dapat ditambah

tampon anterior kedalam kavum nasi. Kedua benang yang keluar melalui hidung diikat

pada sebuah gulungan kain kasa didepan nares anterior, supaya tampon yang terletak di

nasofaringtetap ditempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara

longgar pada pipi pasien. gunanya ialah untuk menarik tampon keluar melalui mulut

setelah 2-3 hari. Hati-hati mencabut tampon karena dapat menyebabkan laserasi

mukosa.

Bila perdarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus angiofibroma,

digunakan bantuan dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri, dan

tampon posterior terpasang ditengah-tengah nasofaring. Sebagai pengganti tampon

bellocq, dapat digunakan kateter folley dengan balon. Akhir-akhir ini juga banyak

tersedia tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus untuk hidung atau tampon

Page 22: Epistaksis

dari bahan gel hemostatik. Dengan semakin meningkatnya pemakaian endoskop, akhir-

akhir ini juga dikembangkan teknik kauterisasi atau ligasi a.sfenopalatina dengan

panduan endoskop.

Komplikasi dan pencegahan

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagai akibat

dari usaha penanggulangan epistaksis. Akibat perdarahan yang hebat dapar terjadi aspirasi

darah kedalam saluran napas bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia, dan gagal

ginjal. Turunnya tekanan darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia,

iskemia serebri, insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan

kematian. Dalam hal ini pemberian infuse atau transfuse darah harus dilakukan

secepatnya. Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, sehingga perlu

diberikan antibiotic.

Pemasangan tampon dapat menyebabkan rinosinusitis, otitis media, septicemia, atau

toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotic pada setiap

pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan

masih berlanjut dipasang tampon baru. Selain itu dapat terjadi hemotimpanum sebagai

akibat mengalirnya darah melalui tuba eustachius, dan airmata berdarah akibat

mengalirnya darah secara retrograde melalui duktus nasolacrimalis.

Pemasangan tampon posterior (tampon bellocq) dapat menyebabkan laserasi

palatum molle atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat dilekatkan

pada pipi. Kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat

menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau septum.

Setelah perdarahan untuk sementara dapat diatasi dengan pemasangan tampon,

selanjutnya perlu dicari penyebabnya. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium darah

lengkap, pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, gula darah, hemostasis. Pemeriksaan foto

polos atau CT scan sinus bila dicurigai ada sinusitis. Konsul ke penyakiyt dalam atau

kesehatan anak bila dicurigai ada kelainan sistemik.

Page 23: Epistaksis

BAB V

KESIMPULAN

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung dan merupakan suatu gejala bukan

penyakit. Epistaksis terbagi dua berdasarkan sumber perdarahannya yaitu epistaksis anterior

dan epistaksis posterior. Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach

(yang paling sering terjadi dan biasanya pada anak-anak). Pada epistaksis posterior,

perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior, sering terjadi

pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau penyakit

kardiovaskuler dan perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan. Tiga prinsip

utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan perdarahan secara aktif seperti

dengan cara kaustik dan pemasangan tampon, mencegah komplikasi baik sebagai akibat

langsung epistaksis atau akibat usaha penanggulangan epistaksis dan mencegah berulangnya

epistaksis.

Page 24: Epistaksis

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi AE, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidumg Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Fakultas Kedokteran

Indonesia. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2008. Hal 155-159.

2. Ichsan Mohammad. Penatalaksanaan Epistaksis. Laboratorium/SMF Bagian Telinga,

Hidung dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas Syah Kuala/ Rumah Sakit

Umum Zainoel Abidin, Darussalam Banda Aceh, Aceh. Diunduh dari :

http/www.cermin dunia kedokteran.com. No 132, thn 2001, hal 43-46.