ensiklopedia...bentuk prosa, yang meliputi ragam-ragam dongeng (piilu), ragam penuturan silsilah...
TRANSCRIPT
ENSIKLOPEDIA TOKOH SASTRA DAERAH GORONTALO
ENSIKLOPEDIA TOKOH SASTRA DAERAH GORONTALO
HERMAN DIDIPU
KANTOR BAHASA GORONTALO
BADAN PENGEMBANGAN BAHASA DAN PERBUKUAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020
iv
ENSIKLOPEDIA TOKOH SASTRA DAERAH GORONTALO
©Herman Didipu
Agustus–2020
Penyunting
Sukardi Gau
Penata Letak
Nur Fitri Yanuar Misilu
Sampul
Ilham Djafar
Penerbit
Kantor Bahasa Gorontalo
Alamat Redaksi;
Kantor Bahasa Gorontalo
Jalan Dokter Zainal Umar Sidiki, Tunggulo, Kecamatan
Tilongkabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo
Telepon/Faksimile (0435)831336
Pos-el:[email protected]
ISBN: 978-602-53283-7-4
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dengan cara
dan bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit
v
KATA PENGANTAR
Selama satu dekade, Kantor Bahasa Gorontalo,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus bekerja
dalam pelaksanaan tugas pengkajian dan pemasyarakatan
bahasa dan sastra Indonesia di Gorontalo. Dalam
mengemban tugas tersebut, Kantor Bahasa Gorontalo
menyelenggarakan fungsi (a) pengkajian bahasa dan
sastra; (b) pemetaan bahasa dan sastra; (c) pemasyarakatan
bahasa dan sastra Indonesia; (d) fasilitasi pelaksanaan
pengkajian dan pemasyarakatan bahasa dan sastra; (e)
pemberian layanan informasi kebahasaan dan kesastraan;
dan (f) pelaksanaan kerja sama di bidang kebahasaan dan
kesastraan. Salah satu bentuk dukungan yang kami lakukan
terhadap penyelenggaraan fungsi di atas ialah penerbitan
dan penyebarluasan bahan bacaan berupa buku-buku
kebahasaan dan kesastraan. Buku-buku itu tidak hanya
berupa karya-karya kreatif seperti puisi, cerpen, esai, dan
sejenisnya, tetapi juga berupa karya ilmiah hasil penelitian
dan/atau pengembangan (kamus, lembar informasi,
ensiklopedia, dan sejenisnya).
Pada tahun ini, kami menerbitkan Ensiklopedia
Tokoh Sastra Daerah Gorontalo sebagai serpihan kecil dari
usaha pendokumentasian tokoh sastra daerah di
Gorontalo. Buku ini terbit tidak terlepas dari usaha dan
kerja keras Dr. Herman Didipu, M.Pd., sebagai penyusun
buku. Oleh karena itu, sepatutnyalah kami berterima kasih
atas kerja keras penulis dalam mengumpulkan bahan,
menyusun, dan melakukan perbaikan seperlunya pada
vi
naskah buku ini. Penghargaan setinggi-tingginya juga saya
sampaikan kepada para tokoh sastra Gorontalo yang turut
andil dalam membantu usaha penyusun buku ketika
pengumpulan bahan dilakukan. Begitu pula, ucapan terima
kasih saya sampaikan kepada seluruh staf Kantor Bahasa
Gorontalo yang sudah terlibat dalam usaha penerbitan dan
penghantaran buku ini ke hadapan pembaca.
Gorontalo, Juli 2020
Kepala Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo,
Sukardi Gau
vii
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan
ke hadirat Allah Swt., karena hanya atas izin dan kuasa-
Nya penulisan buku ini dapat dirampungkan. Buku yang
berjudul Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo ini
berisi sekumpulan biografi singkat para tokoh sastra daerah
Gorontalo, baik itu sebagai praktisi, penutur, pegiat,
pemerhati, maupun para akademisi yang bergerak dalam
bidang penelitian dan pengkajian sastra lisan daerah
Gorontalo. Tujuan utama penyusunan buku ini adalah
mendokumentasikan riwayat singkat para tokoh yang
berkontribusi besar terhadap tumbuh-kembang sastra lisan
di daerah Gorontalo. Penulis merasa perlu untuk segera
mendokumentasi biografi tokoh-tokoh tersebut agar para
generasi muda sekarang dan akan datang bisa mengenal
dan mengenang orang-orang yang telah berjasa dalam
upaya pelestarian sastra lisan sebagai salah satu khazanah
kebudayaan Gorontalo. Jika bukan sekarang, kapan lagi?
Jika bukan kita, siapa lagi? Itulah yang memotivasi penulis.
Wujud nyata buku ini telah lama penulis impikan.
Akan tetapi, impian itu selalu tertunda dan terhambat
karena masalah teknis, misalnya pengumpulan biodata,
penarasian biografi, hingga masalah penerbitan.
Alhamdulillah, masalah itu mulai mendapatkan titik terang
ketika penulis mulai mendiskusikannya dengan Kepala
Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo, Dr. Sukardi Gau,
M.Hum. sekitar akhir tahun 2019. Kebijakan Kepala
Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo yang memberikan
viii
dukungan penuh terhadap pelaksanaan teknis hingga
penerbitan buku, menjadi spirit dan motivasi yang besar
kepada penulis untuk segera bergerak dan menyelesaikan
penulisan buku ini. Untuk itu, ucapan terima kasih yang
mendalam atas semua dukungan yang telah diberikan oleh
Kepala Kantor Bahasa beserta staf.
Penulis menyadari sepenuhnya konten buku ini
masih jauh dari kata sempurna. Terutama pada
ketersediaan biodata sehingga masih banyak biografi
tokoh sastra daerah Gorontalo yang belum sempat
dimasukkan ke dalam buku ini. Hal tersebut disebabkan
oleh beberapa hambatan. Pertama, jumlah tim yang
terbatas. Banyaknya tokoh sastra daerah yang tersebar di
seluruh wilayah Gorontalo tidak sebanding dengan jumlah
tim pengumpul data. Tim yang hanya berjumlah ± 50
orang harus mengumpulkan data di 6 Kota/Kabupaten se-
Propinsi Gorontalo yang jika diprediksi bisa lebih dari 500
orang tokoh. Ini berdampak pada kuantitas biodata yang
berhasil dikumpulkan. Kedua, keterbatasan waktu
pengumpulan data. Pengumpulan data buku ini
sebenarnya sudah dimulai Januari 2020. Namun, belum
sebulan proses pengumpulan biodata dilakukan, tim
terhambat dengan merebaknya pandemi virus corona atau
covid-19. Ruang gerak menjadi semakin sempit dan
terbatas sehingga mengharuskan tim untuk tidak
melanjutkan proses pengumpulan data. Demi alasan
kesehatan tim dan para tokoh yang rata-rata telah berusia
lanjut, penulis memutuskan untuk menghentikan proses
pengumpulan data dan lanjut pada proses penarasian dan
penyuntingan data. Itulah sebabnya, jumlah tokoh yang
ix
disajikan dalam edisi ini dapat dikatakan belum
merepresentasikan tokoh sastra daerah Gorontalo secara
komprehensif.
Meskipun demikian, penulis masih menaruh
harapan besar, ketidaksempurnaan dalam buku ini dapat
diperbaiki pada masa mendatang sehingga segala
kekurangan di atas dapat dilengkapi. Semoga Allah Swt.,
Tuhan Yang Mahakuasa, melimpahkan kesehatan dan
umur panjang, kekuatan tenaga, kelapangan ruang dan
waktu, sehingga niat untuk menyempurkan buku ini dapat
dikabulkan.
Penulisan buku ini tidak akan terwujud tanpa
bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Untuk itu,
melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam penulisan buku ini. Pertama,
kepada para tokoh sastra daerah Gorontalo yang sudi
menerima dan mengisi instrumen yang disodorkan oleh
tim kami. Tanpa kepedulian dari para tokoh ini, penulis
yakin data yang terkumpul akan sangat sedikit dan tidak
dapat disatukan menjadi satu buku. Kedua, konsultan
utama kami, Prof. Dr. Nani Tuloli dan Prof. Dr. Moh.
Karmin Baruadi, M.Hum. yang bersedia menjadi tempat
bertanya dalam berbagai aspek teknis penulisan buku ini.
Beliau berdua tak pernah jenuh “diganggu” dan ditelepon
jika ada hal menDesak yang harus dikonsultasikan. Ketiga,
para mahasiswa dan alumni yang terbagung dalam tim
pengumpul data dan tim penyunting, yang penuh
semangat dan tak kenal lelah membantu penulis. Meskipun
harus “mencuri” waktu di sela-sela kesibukan kuliah,
x
menyusun skripsi, dan mengajar, tim ini tetap solid dan
setia mendampingi penulis dalam melengkapi data,
menarasikan data, hingga menyunting narasi. Keempat,
Kepala Kantor Bahasa Gorontalo, Dr. Sukardi Gau,
M.Hum. dan staf yang telah memberikan dukungan
penuh. Buku ini tidak akan sampai pada tahap penerbitan
dan berada di tangan pembaca yang budiman jika tidak
didukung oleh Pak Sukardi dan staf. Atas semua jasa,
bantuan, dan dukungan yang telah diberikan, penulis
menyampaikan terima kasih. Hanya kepada Allah Swt.
penulis menghaturkan doa semoga semua bantuan dan
dukungan yang telah diberikan oleh semua pihak beroleh
pahala yang berlimpah dari Allah Swt.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin
menyampaikan permohonan maaf yang mendalam atas
semua keterbatasan dalam penulisan buku ini. Terutama,
pada masalah-masalah teknis penulisan, seperti kesalahan
penulisan nama, marga, gelar, sapaan, hingga pengeditan
foto profil. Tidak ada niat sedikitpun dari tim kami untuk
membuat kesalahan dengan sengaja, melainkan sebagai
bukti keterbatasan kami sebagai manusia biasa. Setiap
biodata yang masuk kami periksa dengan saksama, narasi
yang disusun pun di-crosscheck oleh orang yang berbeda,
dan terakhir setiap bagian tulisan penulis periksa kembali
untuk memastikan isi dan bahasanya. Namun, kekeliruan
pasti tetap ada, dan itu pun kami sadari. Atas nama tim,
dari lubuk hati yang paling dalam, penulis memohonkan
maaf atas segala kekeliruan dan kesalahan yang terdapat
dalam buku ini. Sesungguhnya kesalahan datangnya dari
xi
kami sebagai manusia biasa, dan kesempurnaan hanyalah
milik Allah Swt.
Kritik dan saran yang konstruktif penulis nantikan
dari para pembaca yang budiman demi perbaikan dan
penyempurnaan buku ini pada masa mendatang. Besar
harapan kami, hadirnya buku ini dapat memberikan
kontribusi positif dalam rangka pelestarian dan
pengembangan sastra lisan daerah Gorontalo. Semoga
segala sesuatu yang telah kita lakukan kali ini menjadi salah
satu bentuk ikhtiar kita dalam upaya menjaga dan
mempertahankan eksistensi sastra lisan di daerah
Gorontalo. Terakhir, insyaallah, ke depan dukungan akan
semakin besar dari berbagai pihak untuk menyempurkan
isi dan penerbitan buku serupa dalam edisi yang lebih
lengkap.
Boloma’apu wau Odu’olo… wasalam.
Gorontalo, 3 Mei 2020
30 Ramadhan 1441 H
Penulis,
Dr. Herman Didipu, M.Pd.
xii
xiii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................... v
Prakata ............................................................... vii
Daftar Isi ............................................................. xii
WACANA PEMBUKA ........................................... 1
A. Eksistensi Pencerita Sastra Lisan ..................... 1
B. Tujuan Penulisan Buku ................................. 4
C. Tokoh Sastra Daerah Gorontalo ................... 5
D. Sastra Lisan Gorontalo .................................. 6
E. Pengumpulan Data ....................................... 17
F. Kontributor.................................................. 18
G. Sumber Bacaan Utama ................................. 20
TOKOH SASTRA DAERAH GORONTALO .............. 21
xiv
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 1
WACANA PEMBUKA
A. Eksistensi Pencerita Sastra Lisan
Gorontalo merupakan salah satu daerah di
Indonesia yang kaya dengan ragam sastra lisannya.
Sedikitnya ada 15 ragam sastra lisan Gorontalo yang secara
garis besar dapat dikelompokkan ke dalam enam bentuk
(Tuloli, 1995). Pertama, puisi adat yang berkaitan dengan
ragam-ragam puisi (tuja’i), pidato adat (palebohu), puisi
hiburan kedukaan (tinilo), dan puisi seruan pembukaan
upacara adapt (mala-mala). Kedua, puisi yang
berhubungan dengan filsafat dan pandangan hidup serta
agama, yaitu ragam-ragam pegangan hidup (taleningo),
puisi kata-kata arif (leningo), puisi pengasah otak
(lumadu), dan puisi kerja (bungga). Ketiga, puisi pergaulan,
yaitu ragam pantun (lohidu dan pantungi), ragam pantun
berbalas (pa’ia lo hungo lo poli). Keempat, puisi yang
berisi sejarah berbentuk puisi epik yaitu tanggomo.Kelima,
bentuk prosa, yang meliputi ragam-ragam dongeng (piilu),
ragam penuturan silsilah raja-raja dan keluarga tertentu
(wulito), dan cerita yang dianggap benar-benar terjadi
(wungguli). Keenam, bentuk cerita yang dilagukan dalam
upacara Isra dan Mikraj Nabi Muhammad saw. yang
disebut mi’raji.
Dari sekian ragam sastra lisan Gorontalo tersebut,
ada yang masih tetap eksis sampai sekarang dan ada pula
yang sudah terancan punah, bahkan ada di antaranya yang
sudah punah. Ragam sastra lisan Gorontalo yang masih
2 Herman Didipu
tetap eksis karena masih dapat ditemukan, didengar, atau
dilantunkan, misalnya tuja’i, dan dikili. Ragam yang sudah
mulai terancam punah karena sudah mulai jarang
dilantunkan, dituturkan, atau ditemukan di masyarakat,
misalnya palebohu dan tanggomo. Sementara ragam yang
sudah punah karena tidak pernah didengar atau ditemukan
lagi di masyarakat, misalnya bungga, dan wulito. Ini
mengindikasikan bahwa eksistensi sastra lisan pada zaman
modern saat ini sudah mulai berkurang. Bukan hal yang
tidak mungkin, suatu saat ragam lainnya akan ikut hilang
jika tidak segera dilestarikan.
Oleh karena sastra lisan disebarkan atau diwariskan
secara oral, maka bertahan atau punahnya ragam sastra
lisan salah satunya ditentukan oleh orang yang
melisankannnya, atau yang disebut juga pencerita,
penutur, pelantun, atau penembang sastra lisan. Tidak
sedikit ragam sastra lisan yang tersebar luas di berbagai
negara maupun daerah telah terancam punah, bahkan
sudah punah, disebabkan oleh berkurangnya pencerita
aslinya. Artinya, jika pencerita atau pelantun sastra lisan di
suatu daerah masih banyak jumlahnya, ada jaminan bahwa
sastra lisan di daerah tersebut masih dapat bertahan lama.
Sebaliknya, jika pencerita atau pelantun sastra lisan telah
banyak yang meninggal dunia dan sudah tidak ada lagi
penggantinya, hal ini mulai mengindikasikan ancaman
kepunahan ragam sastra lisan di daerah tersebut.
Berkurangnya atau bahkan punahnya ragam sastra lisan di
suatu daerah berimplikasi luas terhadap eksistensi
kebudayaan daerah. Hal senada diungkapkan oleh Didipu
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 3
(2013) bahwa substansi sastra daerah tidak lain merupakan
corak kebudayaan suatu daerah tertentu.
Harus diakui bahwa untuk menjadi pencerita atau
pelantun sastra lisan tidaklah mudah. Dibutuhkan bakat,
latihan, dan pengetahuan (Tuloli, 1990:38). Ketiganya
harus terintegrasi di dalam diri seseorang yang ingin belajar
melantunkan sastra lisan. Bakat berkaitan dengan bawaan
dan motivasi internal untuk belajar. Latihan dibutuhkan
untuk membiasakan atau bahkan memperlancar cara atau
trik melantunkan sastra lisan. Sementara pengetahuan
berhubungan dengan kemampuan mengingat dan
menghafal lirik atau cerita sastra lisan. Karena
pewarisannya secara lisan, dibutuhkan daya ingat yang
kuat sehingga bisa menghafal dengan baik setiap
permainan bunyi atau irama, susunan kata, frasa, hingga
keserasian bunyi dan kata dalam bait. Tidak cukup hanya
dihafal, pencerita sastra lisan pun harus piawai dalam
mengkreasikan sastra lisan yang dituturkannya. Menurut
Lord (1971), pencerita dalam waktu yang bersamaan
bertindak juga sebagai pelantun/pencerita (singer),
pelaku/penampil (performer) sekaligus
penggubah/penyusun (composer). Pencerita atau pelantun
sastra lisan harus multitalenta. Itulah sebabnya, tidak
mudah mendapatkan pewaris yang benar-benar ahli dalam
menceritakan atau melantunkan sastra lisan.
Uraian di atas mengisyaratkan pentingnya
eksistensi pencerita sastra lisan. Di dalam ingatan
merekalah sastra lisan hidup, lewat tuturan merekalah
sastra lisan diciptakan, ditampilkan, bahkan digubah atau
divariasikan. Selama ingatan mereka masih segar, selama
4 Herman Didipu
itu pula sastra lisan tetap hidup di masyarakat. Selama
artikulasi mereka masih berfungsi dengan baik, selama itu
pula sastra lisan akan terus didengar oleh pemilik sastra
lisan tersebut. Raga mereka bisa saja mati, namun jiwa dan
semangat mereka dalam menjaga dan melestarikan sastra
lisan Gorontalo harus tetap hidup dalam diri generasi
sekarang dan akan datang. Usaha kita adalah
mendokumentasikan sastra lisan ke dalam bentuk tulisan,
mempelajarinya, dan mencatat setiap jejak sejarah para
pencerita sastra lisan. Dengan begitu, meskipun raga
mereka telah tiada, namun jejak sejarah dan jasa mereka
tetap hidup. Nama mereka akan terpatri dalam ingatan
masyarakat Gorontalo sebagai pejuang dan pelestari sastra
lisan sebagai salah satu khazanah kebudayaan daerah
Gorontalo.
B. Tujuan Penulisan Buku
Buku ini ditulis dengan tujuan sebagai berikut.
1. Menginventarisasi tokoh sastra daerah
Gorontalo.
2. Mendokumentasikan biografi atau riwayat hidup
masing-masing tokoh.
3. Menjadi sumber informasi seputar praktisi dan
akademisi yang berkecimpung dalam usaha
pelestarian dan pengembangan sastra daerah
Gorontalo.
4. Memudahkan para pecinta dan pemerhati untuk
melacak atau menelusuri tokoh-tokoh sastra lisan
Gorontalo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 5
5. Menjadi referensi atau rujukan para peneliti
untuk menelusuri bahan kajian kepustakaan
sastra lisan Gorontalo.
C. Tokoh Sastra Daerah Gorontalo
Tokoh Sastra Daerah Gorontalo yang dimaksud
adalah pihak-pihak yang bergelut dalam bidang sastra lisan
Gorontalo, baik sebagai praktisi maupun sebagai
akademisi. Tokoh sastra daerah Gorontalo semuanya
berdomisili di wilayah Provinsi Gorontalo yang tersebar di
enam kota dan kabupaten, yaitu Kota Gorontalo,
Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango,
Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo, dan
Kabupaten Pohuwato. Pihak-pihak tersebut mencakup
para praktisi dan para akademisi.
Pertama, para praktisi yaitu para pelaku,
penembang, pelantun, atau penutur sastra lisan Gorontalo.
Dalam hal ini, para pemangku adat maupun masyarakat
pada umumnya yang menciptakan, menghapal dan
melafalkan, serta menggunakan sastra lisan dalam berbagai
keperluan. Melalui artikulasi merekalah berbagai ragam
sastra lisan Gorontalo tetap terus eksis hingga saat ini.
Kemampuan otak menghafal, dan kepiawaian lidah
melantunkan sastra lisan menjadi modal utama para
praktisi sastra daerah Gorontalo dalam menjaga dan
melestarikan salah satu khazanah kekayaan budaya daerah
Gorontalo. Dari lisan merekalah para generasi muda kini
(dan mungkin akan datang), mengenal dan terus
mendengarkan tuturan sastra lisan Gorontalo.
6 Herman Didipu
Kedua, para akademisi yaitu para peneliti dan
pengkaji sastra lisan dari perspektif teoretis maupun praktis
dengan pendekatan ilmiah. Dalam pengertian yang lebih
spesifik, yang dimaksud dengan para akademisi adalah
para ilmuwan atau dosen di perguruan tinggi. Meskipun
tidak secara praktis menembangkan atau menuturkan
sastra lisan, peran para akedimisi dalam upaya
pengembangan dan pelestarian sastra lisan Gorontalo
sangat penting. Melalui kegiatan penelitian, para
akademisi mampu mendekati ragam sastra lisan secara
ilmiah sehingga dapat diungkap makna yang terkandung
di dalamnya. Tidak hanya itu, melalui buah karya para
akademisi, ragam sastra lisan Gorontalo yang tadinya
hanya diketahui dan dinikmati oleh masyarakat lokal
Gorontalo, kini dapat diketahui oleh masyarakat luas.
Berbagai tulisan para akademisi tentang sastra lisan
Gorontalo telah banyak dipresentasikan dan
dipublikasikan dalam berbagai forum ilmiah, prosiding
seminar/konferensi, maupun jurnal ilmiah, baik lokal,
nasional, bahkan internasional.
D. Sastra Lisan Gorontalo
Telah disebutkan pada bagian awal bahwa
terdapat 15 ragam sastra lisan Gorontalo seperti
dikemukakan oleh Tuloli (1995). Untuk jelasnya lima belas
ragam sastra lisan Gorontalo tersebut, berikut uraian
singkat dan kutipan contoh setiap ragam sastra lisan
tersebut.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 7
1. Tuja’i, puisi adaptasi yang diucapkan untuk mengiringi
upacara perkawinan, penobatan, pemakaman,
penyambutan tamu, pemberian gelar, dan peringatan
Maulid Nabi. Berikut contoh satu jenis tuja’i, yaitu tuja’i
penyambutan tamu (dikutip dari Botutihe dan Daulima,
2003)
Banta tupalo lomayi Tuanku masuklah
Tupalayi to dutula Masuklah ke negeri
Taluhu huwa buluwa Laksana air dalam tabung
Malo lo liyatua Telah bersatu padu
Banta tupalayi Tuanku masuklah
Tupalayi to dutula Masuklah ke negeri
Taluhu huwa buluwa Seperti air dalam tabung
Malo liyatuwa Telah bersatu padu
Lo tutayi lo popalo Silakan masuk
To delomo Lintalo di dalam negeri
Banta tupalayi Tuanku masuklah
Taluhu huwa buluwa Seperti air dalam tabung
Malo liyatua Telah bersatu padu
Lo tulayi lo popalo Silakan masuk
To delomo Lintalo Di dalam negeri
Bo’odelo tima ipitalo Laksana timah dibersihkan
Bo’odelo pini bubo’alo Seperti kapas dicuci
Bo’odelo tomula popalo Seperti bambu menguning
Bo’odelo hulawa putalo Laksana emas murni
Banta payu bulayi Tuanku bangsawan mulia
Wahu polengge lo mayi Naiklah kemari
Wahu layi’olomayi Bergeraklah ke sini
Layi’ayi odiya Datanglah ke sini
Pu’ade malo sadiya Singgasana telah tersedia
8 Herman Didipu
U wolo banta mulia Untuk Tuanku yang mulia
Bubato hihadiriya Para pejabat telah hadir
Banta Pulu Lo Hunggia Tuanku bangsawan negeri
Malo to Dulahe botia Pada hari ini juga
Banta ma toduwolo Tuanku dipersilakan
Wawu motitihulo’olo dan diundang duduk
To Pu’ade wajalolo Pada kedudukan yang mulia
Eyanggu Tuanku
Eyanggu, Eyanggu, Tuanku, Tuanku,
Eyanggu Tuanku
Maa yilo limomotama’o Sudah sempurnalah
Aadati pilololimo Adat Penyambutan
lo Ito Eya kepada Tuanku
Maa motitingole wau- Beristirahat dan bersiramlah
Ito Eyanggu Tuanku
Salalahu Alayihi Wasallam
2. Pale Bohu, puisi adat yang dipakai untuk upacara
pemberian nasihat setelah upacara perkawinan,
penobatan, dan pemberian gelar. Orang yang baru
menikah dan baru dinobatkan dianggap sebagai orang
yang baru dalam suatu situasi atau kondisi sehingga
perlu diberi nasihat. Berikut contoh satu bait pale bohu
untuk perkawinan.
Banta potota:la, ananda saling menjaga,
motolodile sodala, suami istri bersatu,
diila pohama lo’ia jangan dengarkan perkataan
to dala, di jalan,
bolo woluo u tala, kalau ada yang salah,
toyunuta to wala, katakan terus terang,
humaya moliliyola, kalau ada kekhilafan,
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 9
mopio mobu:lola, baik saling memaafkan,
Hadisi di”la otola, hadits jangan ditinggalkan,
palamani pomontola, firman dijadikan hukum,
iba:dati po’olotola, ibadat diperkuat.
3. Tinilo, puisi yang berisi sanjungan, hiburan, dan doa.
Menurut Hinta (2005), ”Tinilo merupakan ragam sastra
tulis yang berbentuk syair dan dilagukan bersama-sama
dalam upacara adat.” Upacara adat yang dimaksud,
lanjut Hinta, adalah (1) upacara gunting rambut
(aqiqah), yang di dalam bahasa Gorontalo disebut
huntingo; (2) upacara perkawinan atau nika; (3)
upacara peringatan perkawinan yang keempat puluh
hari yang dalam bahasa Gorontalo disebut Tinilo Pa’ita
atau tinilo yang digunakan untuk mengganti batu nisan.
Berikut contoh tinilo pa’ita (dikutip dari Hinta, 2005)
Bisimillah monga:turu Dengan nama Allah yang
maha suci
Kudurati lonto Allah Kebenaran dari Allah
Jaddah bitakwallah Didapat kalau takut kepada
Allah
Akuramu indallah Maha mulis di sisi Allah
Bada: bismillah Memulai dengan nama
Allah
Sya’iri Alhamdulillah Syair itu memuji kepada
Allah
Wolo du’a sailillah Dengan doa tiap-tiap
karena Allah
Tawakkal Illah billah Kita menyerah diri kepada
Allah
....
10 Herman Didipu
Dile banta wombu kasia Istri, anak, dan cucu
tersayang
Hi yolola hi tabia Bersedih hati dan
mengenang
Didu:lu ta o hidia Yang menyayangi sudah
tiada
Lo nguli ode asali Telah kembali ke asal
Banta wopato umirati Anak perempuan empat
bersaudara
Banta moluhengo totola Anak mantu tiga
u la’i laki-laki
Hiyolola lo si:pati Bersedih hati yang paling
dalam
Ti pa:pa malo wapati Ayahanda tercinta telah
wafat
4. Mala-mala, puisi yang berbentuk seruan untuk
menyampaikan pengumuman atau maklumat. Berikut
ini diberikan contoh mala-mala untuk sebuah
perkawinan.
Utia mo mala-mala, Saya berseru,
bangima’o bangi bukalah buka,
bangima’o dalalo bukalah jalan,
hiangima’o hiangi menyingkirlah menyingkir,
hiangima’o dalalo menyingkirlah dari jalan,
wau popobotulalo, dan naikkanlah,
bulentiti humawalo pengantin yang gagah.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 11
5. Taleningo, ukuran atau pegangan hidup. Di dalam
taleningo terungkap cara hidup yang baik, soal
kematian, kelahiran, dan persiapan untuk akhirat.
Berikut contoh taleningo.
Donggo to a:lamu arua, Masih di alam arwah,
nyawa yilota:lua, nyawa menghadap,
u modihu ngakua, untuk memegang janji,
ode lipu osabua, ke dunia yang fana ini,
de’uwito a:lamu, yaitu alam,
timua’ato batangamu, tempat asal jasadmu,
wajibu otawamu, wajib kau ketahui,
dahai olipatamu. janganlah kau lupakan.
6. Leningo, kata-kata arif atau ungkapan leluhur yang
dijadikan pedoman dalam bertingkah laku. Leningo
juga dipakai sebagai pepatah, yaitu untuk mematahkan
perangai atau tingkah laku seseorang yang sangat
berlebih-lebihan atau yang tidak senonoh, dengan
norma yang berlaku dalam masyarakat Gorontalo.
Berikut adalah contoh leningo.
P’i’ili lo dudangata, Perangai parutan,
mohama mohangata, mengambil menyisihkan,
pi’ili lo u’ailo, perangai kail,
mongaito mongabito. mengait mencantol.
Maknanya ialah selalu suka mengambil keuntungan
untuk diri sendiri pada setiap kesempatan, seperti
korupsi.
7. Lumadu, teka-teki pengasah otak dan kiasan atau
perumpamaan. Lumadu ’teka-teki’ sering dipergunakan
oleh anak-anak untuk bermain-main, sedangkan
12 Herman Didipu
lumadu ’kiasan’ bertujuan untuk (1) menghormati orang
lain, (2) memperhalus pembicaraan terhadap lawan
bicara, (3) mempertinggi nilai sesuatu (objek) yang
dikiaskan. Lumadu juga sering dipakai untuk menyindir
orang secara halus sehingga orang yang kena sindiran
tidak merasa terhina. Setiap lumadu hanya terdiri atas
dua baris. Kedua baris itu diakhiri dengan bunyi yang
sama. Contoh lumadu.
Dutu-dutu lambutalo, Terletak berambut,
dengetalo duhualo digigit berdarah.
Jawabannya adalah : Onde-onde
Onde-onde adalah sejenis kue. Rambutnya adalah
parutan kelapa yang melekat di luar bulatan kue
tersebut, sedangkan darahnya adalah gula merah
sebagai isi kue tersebut.
8. Bungga, ragam puisi yang dipakai untuk memberikan
semangat kepada orang bekerja keras dan bergotong
royong. Dalam adegannya, sekelompok orang yang
bekerja diberi komando atau aba-aba melalui ungkapan
(biasanya cerita) berbentuk puisi oleh seorang dalang
yang dalam bahasa Gorontalo disebut talenga.
Contoh:
Wuni-wuninya didi’u, Wuni-wuni adikku,
u teya mola yang di sana,
u hewawolo’u yang kutenun,
u bo wohi’u yang hanya kuberikan,
u de olemu yang kepadamu
u buhuto’u yang kuikatkan,
u bulo’omu yang di lehermu,
U yimaipo Yang tunggulah,
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 13
u teto mola yang di sebelah sana,
u to huludio ng di ujungnya,
u to datahi’o yang di datarannya,
u to bawangi’o yang di lembahnya,
u to tilayoli’o yang di udiknya,
u to huliyali’o yang di muaranya,
u to tuduli’o yang di puncaknya,
u to biwihi’o yang di kakinya,
O waiyo-waiyo Hai, marilah-marilah,
o waiyo-waiyo hai marilah-marilah,
o waiyo-waiyo hai marilah-marilah.
9. Bunito, sejenis puisi mantra. Walaupun bertentangan
dengan ajaran agama, jenis puisi ini mempunyai nilai
kultur baik sebagai seni maupun juga sebagai bukti
bahwa masayarakat Gorontalo dulu mempunyai
pegangan untuk mengharapkan pertolongan dari Yang
Maha Tinggi. Bunito diucapkan oleh pencerita dalam
situasi setengah sadar. Tukang cerita bunito disebut
wombua yang mempunyai tugas ganda dalam
masyarakat, yaitu sebagai pemimpin upacara mantra
dalam pertanian, naik rumah baru, berperang, dan juga
sebagai dukun tradisional.
10. Lohidu, pantun yang diungkapkan dalam bahasa
Gorontalo. Lohidu bisa disajikan secara individual atau
dalam bentuk berbalasan yang disebut oleh orang
Gorontalo dengan pa:ia lo hungo lo poli. Berikut
contoh lohidu (dikutip dari Malik, dkk, 2016).
Wa’u lonto leyato Aku dari Leyato,
Donggo lo de bulontiyo lagi hendak ke Bulontiyo,
Dungohi mongowutato dengarlah saudara,
14 Herman Didipu
Malo odia susa lio hidupku sangat susah.
Lo’i tali ngante-ngante minta dibelikan anting-
anting,
Bome pilongoitiyo diberitahu dengan
mencolek,
Doi dila lo’osambe karena uang tidak cukup,
Uwito tete’iyo larilah dia.
Bite-bite to deheto berkayar di laut
Lo’o hudu mola binte sempat memberikan jagung
Banari lo hile leto benar minta sapu tangan
Leto tarapu lo pingge sapu tangan dari sorbet
Hutawara lo Tabongo angin Utara ke Tabongo
Mayilaba dupotio sungguh berangin
Lumangge lo humoyongo sungguh menangisnya
Mo’ela mai olio mengingat si dia
11. Pa:ntungi, pantun yang diungkapkan dalam bahasa
Melayu. Ciri ragam ini sama dengan ragam lohidu.
Sering diungkapkan dalam dua bahasa, yaitu bahasa
Gorontalo dan bahasa Malayu.
Contoh:
Dari Bandung ke Suka Bumi,
singgah di Bogor terus ke Bali,
tengahlah malam gambus berbunyi,
orang yang tidur bangun kembali.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 15
Pasanglah minyak tapisan,
kalau tiada biaralah pelita,
mati semut karena manisan,
mati pemuda karena cinta.
Aduhai teman selamat jalan,
Berikan dulu berjabatan tangan,
Kenangkan ingat lupakan jangan,
Di mata hilang di hati jangan.
Pakai cincin di jari manis,
pakai gelang di tangan kiri,
tengahlah malam bangun menangis,
mengingat nona, tidur sendiri.
Penutup
Wanu wa’u o tabimu kalau aku kau cintai,
tulade to poyonggimu tuliskan aku di pinggangmu,
wonu ito ma dulota kalau kita sudah berdua,
tulade wa’u to bungolopa tuliskan aku di pahamu.
12. Tanggomo, bentuk sastra yang diungkapkan dalam
bahasa berirama. Jika ditinjau dari segi strukturnya,
tanggomo dimasukkan pada ragam puisi naratif.
Panjang karangan sangat relatif antara 50 sampai
dengan 600 baris. Tentu saja hal ini tergantung pada
pencerita dan kondisi penceritaan.
16 Herman Didipu
Contoh:
Bisimilla momulai Memulai dengan nama
Allah,
watia modelo mai saya akan membawakan,
u he dilutola mai yang telah diderita,
lo mongotiombu mai oleh leluhur kita.
Tanggomo adalah salah satu ragam lisan dalam sastra
daerah Gorontalo yang digubah oleh pencerita
berdasarkan peristiwa atau kejadian nyata atau yang
dianggap nyata. Pada satu pihak, tanggomo adalah epik
sejarah yang berisi berbagai peristiwa sejarah,
kepahlawanan, peristiwa penting dan menarik, tetapi
pada pihak lain, berisi mite, legenda, dan dongeng. Jadi,
tanggomo mencakup hal-hal yang benar-benar terjadi,
yang dianggap benar terjadi, sampai pada yang benar-
benar hayalan.
13. Wungguli, bentuk prosa yang berisi sejarah, silsilah atau
riwayat hidup. Wungguli dianggap masyarakat sebagai
cerita yang benar. Dalam wungguli terdapat unsur-
unsur pembangun cerita yaitu tokoh, latar, dan jalan
cerita, serta tema dan amanat. Cerita terjadi dalam
dunia nyata dan tokoh-tokohnya adalah manusia biasa,
seperti raja, bangsawan, petani, pemburu, dan lain-lain.
Wungguli (cerita) yang terkenal dalam masyarakat
Gorontalo adalah “Orang mencari ilmu”, ”Perang
Panipi”, ”Raja yang dipecat oleh Ba:te (tokoh adat)”.
14. Pi:lu, bentuk prosa yang berisi dongeng tentang
manusia, tumbuhan, dan dewa-dewa. Pi:lu semata-
mata didasarkan pada rekaan tukang cerita dan isisnya
kebanyakan keajaiban dan keluarbiasaan.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 17
Pi:lu juga mempunyai unsur pembangun cerita seperti
wungguli. Yang membedakannya adalah tokoh-
tokohnya dan isi ceritanya. Pi:lu yang banyak diketahui
oleh masyarakat Gorontalo adalah pemuda “Lahilote”
yang kawin dengan bidadari.
15. Me’eraji, merupakan salah satu di antara naskah-naskah
keagamaan, di daerah Gorontalo, yang dibacakan
setiap peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw
(Baruadi, 2004: 1). Menurut Tuloli (2004:78) bahwa
Miqiraji (Me’eraji) termasuk ragam sastra daerah
Gorontalo setengah lisan yang bernuansa Islam. Atau
lebih tepat disebut sastra daerah Gorontalo yang
mendapat pengaruh Islam. Me’eraji termasuk pada jenis
sastra daerah Gorontalo yang menggunakan bahasa
Gorontalo dan campuran kata-kata Arab atau bahasa
Al-Quran (lihat Baruadi, 2004).
E. Pengumpulan Data
Data yang dimaksud adalah informasi dalam
bentuk biodata para tokoh sastra daerah Gorontalo, baik
yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia.
Data dijaring dengan daftar isian biodata yang disebarkan
oleh tim pengumpul data kepada personal atau tokoh
yang disasar. Penyebaran daftar isian dilakukan dengan
cara diantar atau didatangi langsung ke rumah masing-
masing. Pengisian biodata dapat dilakukan langsung oleh
tokoh yang bersangkutan, dapat pula diisi oleh pihak
keluarga dekat jika tokoh yang bersangkutan tidak mampu
mengisi sendiri atau jika tokoh yang bersangkutan telah
18 Herman Didipu
meninggal dunia. Hal ini dimaksudkan agar informasi
biodata dari para tokoh benar-benar valid.
Mengingat keterbatasan jumlah tim pengumpul
data, dan lokasi tempat tinggal para tokoh sastra yang
tersebar di wilayah Provinsi Gorontalo, maka
pengumpulan data dilakukan dengan cara lain yaitu
dengan menjaring informasi lewat hasil penelitian dan
lewat internet.Informasi lewat hasil penelitian diperoleh
melalui biodata para informan yang biasanya dilampirkan
pada laporan hasil penelitian dosen. Sementara informasi
lewat internet didapatkan melalui penelusuran berita
daring (online) tentang ragam sastra lisan Gorontalo, serta
rekaman video yang sudah tersebar luas lewat youtube.
F. Kontributor
Yang dimaksud kontributor adalah pihak-pihak
yang memberikan sumbangan pemikiran, tenaga, dan
dana demi terwujudnya buku ini. Adapun pihak-pihak
dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Tokoh Sastra Daerah
Tokoh sastra daerah merupakan praktisi dan akademisi
yang dikumpulkan biodata untuk selanjutnya
dinarasikan. Siapa dan apa saja kontribusi mereka telah
diuraikan pada bagian C bab ini. Semua nama yang
biodatanya tercantum dalam isi buku ini merupakan
tokoh sastra daerah Gorontalo.
2. Konsultan
Konsultan dalam penyusunan buku ini adalah: (1) Prof.
Dr. H. Nani Tuloli, dan (2) Prof. Dr. H. Moh. Karmin
Baruadi, M.Hum. Melalui beliau berdua, penulis
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 19
banyak berkonsultasi seputar tokoh sastra daerah, serta
teknis penyusunan buku.
3. Tim Pengumpul Data
Tim pengumpul biodata adalah mahasiswa dan
beberapa alumni yang secara aktif turun lapangan
untuk mendatangi para tokoh. Adapun nama-nama
tim tersebut adalah sebagai berikut.
Windi Mustapa, Nurfadila, Meiske, Rifaldi, Yeyen,
Cindi, Siti, Cili, Fitri, Sri Ayu, Nadila, Isti, Eka, Herlina,
Sania, Vira, Indriani, Nur, Mutmaina, Tiara, Nahda,
Fitra, Niken, Rahman, Umar, Slamet, Diyanti,
Sutiantira, Fasyila, Widya, Retno, Lasmita, Trywidarti,
Nur, Martiana, Widri, Wita, Fatma, Nursyarifa, Lusi,
Putri, Yuyun, Fitri, Desri, Ainun, Marlina, Ikram,
Kemal, Sarifudin, Sri, Nurmila.
4. Tim Narator
Tim narator merupakan mahasiswa yang secara teknis
bekerja dengan penulis untuk menarasikan biodata
para tokoh sastra daerah Gorontalo. Mereka adalah
Firman Yantu, Adelia Makalalag, Anwar Manto, Firda
Paputungan, Khadija R. Ahmad, Nurfaizah Abdullah,
Tity Laoh, Virawati Parman, Umar Kasim, dan Cindi
Hulopi.
5. Kantor Bahasa Gorontalo
Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo memiliki andil yang
sangat besar dalam usaha penyusunan buku ini.
Melalui Kepala Kantor Bahasa Gorontalo, Dr. Sukardi
Gau, M.Hum., kami difasilitasi untuk operasionalisasi
pengumpulan data, penarasian, hingga penerbitan
buku. Kontribusi yang diberikan pihak Kantor Bahasa
20 Herman Didipu
Gorontalo menjadikan usaha kecil ini berdampak besar
bagi usaha pengembangan sastra lisan Gorontalo kini
dan akan datang.
G. Sumber Bacaan Utama
Baruadi, Moh. Karmin. 2004. Me’eraji: Sastra Pengaruh
Islam dalam Nuansa Budaya Gorontalo.
Gorontalo: UNG Press.
Botutihe, Medi dan Farha Daulima. 2003. Tata Upacara
Adat Gorontalo. Gorontalo: Dulohupa.
Didipu, Herman. 2013. Sastra Daerah: Konsep Dasar dan
Ancangan Penelitiannya. Yogyakarta: Deepublish.
Hinta, Ellyana.2005. Tinilo Pa’ita, Naskah Puisi Gorontalo:
Sebuah Kajian Filologis. Jakarta: Djambatan.
Lord, Albert B. 1971. The Singer of Tales. Fourth Printing.
New York: Atheneum.
Malik, Harto, dkk. 2016. Lohidu: Pantun of Gorontalo.
Yogyakarta: Deepublish.
Tuloli, Nani. 1991. Tanggomo: Salah Satu Ragam Sastra
Lisan Gorontalo. Jakarta: Internasa.
. 1995. Khazanah Sastra Lisan. Gorontalo:
STKIP.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 21
TOKOH SASTRA
DAERAH GORONTALO
ABD. KADIR MOHAMAD
Abd. Kadir Mohamad atau yang akrab disapa Guru
Rum, lahir di Limba U, pada tanggal 6 juli tahun 1949.
Guru Rum berhasil menyelesaikan pendidikannya hingga
tamat S1 Pendidikan Agama Islam. Selain itu, beliau juga
memiliki riwayat pekerjaan yang berkecimpung di dunia
pendidikan dan kebudayaan. Abd. Kadir Mohamad
pernah menjadi seorang guru dan kepala sekolah. Setelah
itu, ia memiliki jabatan di dinas kebudayaan pada tahun
1997. Selain itu, beliau pernah menjadi Kepala Cabang
Dinas, dan Kepala Bagian Sosial Kabupaten Pohuwato,
serta Anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten
Pohuwato. Meskipun dengan banyaknya kesibukan yang
digeluti, Guru Rum masih aktif melestarikan sastra lisan
Gorontalo. Sastra lisan yang digeluti oleh Abd. Kadir
Mohamad adalah tuja’i. Sejak tahun 1973, beliau mulai
menembangkan tuja’i. Pada awalnya memang beliau
sering menghadiri upacara-upacara adat. Rupanya
momentum-momentum seperti itulah yang membuat
Guru Rum tertarik dan mulai mempelajari tuja’i. Bahkan,
pada prosesi melamar istrinya, Guru Rum menembangkan
tuja’i sendiri. Sejak itu, Guru Rum mulai menembangkan
tuja’i pada upacara-upacara adat Gorontalo.
22 Herman Didipu
ABDUL MUTALIB DEMOLAWA
Abdul Mutalib Demolawa, sangat
akrab dipanggil dengan sebutan Ka
Pulu. Ia dilahirkan di Gorontalo 21
Oktober 1975. Sekarang Ka Pulu
bertempat tinggal di Desa Ulanta,
Kecamatan Suwawa, Kabupaten
Bone Bolango. Pendidikan terakhir
Ka Pulu diketahui hanya sampai di
Sekolah Dasar. Pekerjaan sehari-harinya sekarang adalah
bertani. Selain menjadi seorang Petani, beliau bisa juga
menembangkan sastra lisan Gorontalo. Salah satu adat dan
budaya Gorontalo yang sampai saat ini dilestarikan adalah
sastra lisan. Ia sangat terampil menembangkan Tuja’i dan
Mi’raji. Sejak tahun 2014, ia sudah mulai bergiat dan
sampai terampil dalam menembangkan kedua jenis sastra
lisan tersebut. Tuja’i biasanya diadakan di acara
pernikahan dan Mi’raji biasa diadakan untuk
memperingati peringatan Isra Miraj pada bulan Rajab atau
Syaban. Sebagai bentuk kebanggaan terhadap daerah
Gorontalo, beliau malah sudah memiliki naskah sendiri.
Dari keuletannya menggeluti sastra lisan tersebut,
menjadikan ia sebagai tokoh adat Gorontalo. Sebab ini
pulalah, masyarakat Desa Ulanta, Kecamatan Suwawa,
Kabupaten Bone Bolango memberi kepercayaan
kepadanya sebagai ketua pemangku adat. Sastra lisan tuja’i
yang sedang beliau geluti sekarang biasa dipakai dan
ditembangkan pada acara adat pernikahan maupun
kematian.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 23
ABDUL RAHMAN ABUDI
Abdul Rahman Abudi, biasa disapa
dengan Papi Rili, lahir di Desa
Boludawa, pada tanggal 15
Februari 1958. Beliau menempuh
pendidikan terakhir di D3
Pertanian. Meskipun Bapak Abdul
Rahman Abudi ini berpendidikan
D3, beliau tetap bersemangat
dalam melestarikan adat dan
budaya yang ada di daerah Gorontalo. Salah satunya
adalah sastra lisan. Menurutnya, sastra lisan Gorontalo
memiliki banyak keunikan baik dari segi bahasa, segi
pelaksanaan, maupun segi manfaatnya. Beliau saat ini
diketahui sedang menggeluti dua sastra lisan gorontalo
yaitu Tuja’i dan Palebohu. Sejak tahun 1990-an, beliau
mulai menggeluti Tuja’i dan Palebohu yang biasa dipakai
pada peradatan untuk memperlancar kegiatan jenjang
upacara pada adat pernikahan. Sebagai bentuk
kebanggaan terhadap daerah Gorontalo, beliau juga
memiliki naskah tuja’i. Dari keuletannya dalam menggeluti
sastra lisan tersebut, Papi Rili memperoleh kedudukan
sebagai Kimalaha atau kedudukan yang kedua setelah
Bate. Walaupun demikian, saat ini Papi Rili sudah tidak
begitu aktif lagi pada sastra lisan yang pernah ia geluti di
daerah Desa Boluduwa, Kecamatan Suwawa, Kabupaten
Bone Bolango.
24 Herman Didipu
H. ABDUL WAHAB LIHU
Haji Abdul Wahab Lihu atau yang
lebih umum dikenal dengan nama
A.W. Lihu merupakan putra asli
Gorontalo, kelahiran 7 Oktober
1937. Usia beliau memang sudah
sepuh, yaitu 83 tahun, namun
motivasi dan semangat beliau
untuk terus menjaga dan
melestarikan adat dan budaya Gorontalo masih sangat
besar. Sosok beliau tidak asing lagi di kalangan masyarakat
Gorontalo, lebih-lebih di kalangan pemangku adat. Nama
besar A.W. Lihu dianggap sebagai salah satu tokoh adat
terkemuka yang sangat memahami seluk-beluk sistem
peradatan Gorontalo. Itulah sebabnya, beliau menjadi
rujukan oleh berbagai pihak terutama dalam berkonsultasi
masalah kebudayaan Gorontalo. Hingga sekarang, beliau
masih menduduki jabatan dalam adat yaitu sebagai Baate
lo Limutu Lolo’opo. Sebagai bentuk penghargaan terhadap
semangat beliau dalam melestarikan seni dan budaya
Gorontalo, Pemerintah Republik Indonesia, melalui
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
menganugerahkan Pengharagaan kepada A.W. Lihu
sebagai salah seorang Maestro Seni Tradisi (September
2015). Sejak saat itu, nama besar A.W. Lihu tidak hanya
dikenal sebagai pemangku adat, namun dikenal juga
sebagai Maestro Seni Tradisi Gorontalo. Bahkan, oleh
sebagian orang nama beliau dinobatkan sebagai Maestro
Tuja’i karena kepiawaian beliau dalam menuturkan sastra
lisan tuja’i.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 25
Lebih dari setengah abab beliau berkecimpung
dalam dunia peradatan Gorontalo. Ketertarikan beliau
terhadap budaya Gorontalo, khususnya sastra lisan, sudah
tumbuh sejak kecil. Selain bermodal bakat, ketertarikan
beliau terhadap budaya Gorontalo sudah mulai
dikembangkan pada usia muda dengan cara banyak
melihat, mendengar, dan memperhatikan setiap tahapan
pelaksanaan prosesi adat. Sastra lisan tuja’i itu sendiri
dipelajari secara langsung dari tuturan para senior,
terutama hapalan syair hingga tata cara melantunkan
tuja’i. Ini tidaklah mudah. Beliau harus belajar dengan cara
mendengarkan langsung tuturan para senior sekaligus
gurunya, karena kurangnya referensi pada waktu itu
(sekitar tahun 1960-an).
Nama A.W. Lihu dalam hal tuja’i memang sangat
masyhur. Berbagai jenis tuja’i masih segar dalam ingatan
beliau. Kepiawaian beliau dalam menuturkan tuja’i pun
dipuji oleh banyak orang. Tidak hanya itu, beliau mampu
memahami makna setiap kata, makna kalimat, hingga
makna keseluruhan isi teks tuja’i. Itulah sebabnya, beliau
menjadi salah seorang nara sumber utama bagi para
pemangku adat yang ingin belajar tuja’i untuk kepentingan
praktis, sekaligus informan kunci bagi para akademisi yang
ingin mengkaji atau meneliti tuja’i untuk kepentingan
teoretis akademis.
Selain menguasai dengan baik sastra lisan tuja’i,
beliau juga menggeluti ragam sastra lisan Gorontalo
lainnya, seperti taleningo, leningo, piilu, wulito, wungguli,
me’eraji, turunani, dan buruda. Ragam sastra lisan tersebut
mulai digelutinya sejak tahun 1970-an.
26 Herman Didipu
ABDUL WAHAB SULEMAN
Abdul Wahab Suleman atau biasa disapa Kak Unje
ini lahir di Motolohu pada 3 Mei 1971. Kak Unje sapaan
akrapnya, merupakan warga yang berprofesi sebagai
petani untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Selain
bekerja sebagai petani, ia juga menjadi anggota komunitas
sastra lisan di Desanya. Sering kali di beberapa acara,
seperti pesta hajatan pernikahan, dia dan teman-temannya
menjadi pengisi acara sebagai penembang sastra lisan
Lohidu dan Pantungi. Keahliannya dalam menembangkan
sastra lisan mendapatkan sambutan dan perhatian dari
masyarakat. Kak Unje seringkali mengikuti perlombaan
dan membawa hasil yang memuaskan. Penghargaan yang
pernah diraihnya semuanya bertumpu pada
kemampuannya bersastra lisan. Dia pernah mendapatkan
juara pertama lomba dana-dana. Ia juga sebagai pemenang
penembang sekaligus sebagai pemetik gambus pada lomba
yang diselenggarakan oleh masyarakat Desa. Penghargaan
itu menurutnya hanyalah hadiah dan bentuk apresiasi dari
masyarakat yang patut ia hargai. Meskipun demikian,
tujuan utamanya menembangkan sastra lisan tersebut tidak
lain adalah upaya untuk mengedukasi sekaligus menghibur
masyarakat melalui sastra lisan. Yang terpenting juga
adalah meneruskan kebiasaan-kebiasaan positif
masyarakat Gorontalo yang sudah ada sejak dahulu.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 27
ABDULAH MAJID
Abdulah Majid merupakan lelaki
kelahiran Tapada’a yang
berprofesi sebagai petani. Oleh
masyarakat setempat, Abdulah
Majid disapa dengan panggilan
Dula atau Ka Dula. Ka Dula lahir
pada tanggal 23 maret 1982 dan
menamatkan pendidikan
terakhirnya di sekolah dasar
Motoloho. Walaupun pendidikanya hanya sampai pada
tingkatsekolah dasar, namun beliau sangat terampil dalam
bersastra lisan. Sudah empat tahun lamanya ia mengeluti
sastra lisan daerah Gorontalo. Berbagai ragam sastra lisan
Gorontalo sudah ditekuninya. Misalnya, Ka Dula memiliki
keterampilan menembangkan Mala-mala dan Leningo.
Biasanya ia menembangkan sastra lisan tersebut di masjid-
masjid. Selain itu, ia turut serta dalam menembangkan
sastra lisan pada hari kebesaran islam yaitu idul fitri dan
idul adha. Keikutsertaannya dalam memperingati hari-hari
kebesaran Islam menjadikanya sebagai salah satu tokoh
adat yang berkedudukan sebagai kepada adat dan dapat
menjadi pembantu takmirul masjid.
28 Herman Didipu
ABDULAH PAKAYA
Abdulah Pakaya, atau biasa
dipanggil oleh orang-orang di
sekitarnya Paci Dula. Beliau lahir
di Suwawa 23 September 1953. Ia
merupakan seseorang yang
menggeluti sastra lisan daerah
Gorontalo. Ketertarikannya
terhadap sastra lisan sejak tahun
1978. Paci Dula Menggeluti dua
sastra lisan seperti mi’raji dan dikili. Mi’raji ini biasa
diadakan pada bulan Rajab atau Syaban untuk
memperingati peringatan Isra Mikraj. Adapun dikili biasa
diadakan di masjid untuk memperingati hari kelahiran
Nabi Muhammad saw. Dari keuletan Paci Dula dalam
menekuni sastra lisan tersebut membuat masyarakat di
Desanya mengangkat beliau sebagai imam masjid. Sampai
saat ini, Paci Dula masih terlihat aktif dalam sastra lisan
yang ia geluti di Desa Ulanta, Kecamatan Suwawa,
Kabupaten Bone Bolango, bahkan beliau sudah
mempunyai naskah sendiri.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 29
ABDULKADIR BANO
Abdulkadir Bano merupakan
salah satu tokoh sastra yang
tinggal di Kabupaten Gorontalo.
Beliau lahir pada tanggal 5
Oktober 1985 di Tibawa.
Abdulkadir Bano atau yang
sering disapa dengan Anto ini
bekerja sebagai staf di kantor
DPRD Kabupaten Gorontalo.
Anto mulai bergelut dengan sastra lisan saat berusia 12
tahun. Sudah 22 tahun lamanya, Anto merawat, menjaga,
dan melestarikan sastra lisan Gorontalo. Di tengah-tengah
kesibukan pekerjaannya, Anto masih tetap konsisten dalam
melestarikan kebudayaannya. Baginya, tanggung jawab
seperti inilah yang mestinya dimiliki oleh setiap individu,
dengan harapan kebudayaan daerah tidak tenggelam arus
modernisasi. Walaupun hanya menempuh pendidikan
hingga tingkat Sekolah Menengah Atas, tetapi Anto telah
memiliki segudang prestasi di bidang sastra lisan tujai.
Biasanya, Anto menembangkan sastra lisan tujai, pada saat
pernikahan. Sastra lisan tujai berisi nasihat pernikahan yang
akan berguna bagi pasangan suami istri yang akan mulai
membangun keluarga kecilnya.
30 Herman Didipu
ABDULLAH SIMBAKA
Abddullah Simbaka atau biasa
disapa Ka Ana Pulu, lahir di
Gorontalo, 21 Februari 1971.
Faktor ekonomi keluarga
menyebabkan Ka Ana Pulu hanya
dapat menyelesaikan pendidikan
sekolah dasar. Ia berdomisili di
Kelurahan Dembe 1, tepatnya di
Jln. Usman Isa, Kota Barat. Pria
ini sehari-hari bekerja sebagai penjual ikan. Di samping
profesinya itu, Ka Ana Pulu dikenal oleh masyarakat umum
sebagai salah seorang pemangku adat. Beliau menguasai
bacaan-bacaan sastra lisan tuja’i, khususnya tuja’i pada
upacara perkawinan adat Gorontalo. Kemampuan beliau
dalam ber-tuja’i sudah mulai diasah dan dikembangkan
sejak tahun 2004. Atas kemahirannya tersebut, Ka Ana
Pulu banyak mendapat undangan dari masyarakat yang
akan melakukan hajatan perkawinan dari anak, ponakan,
atau keluarga lainnya. Tuja’i pada upacara adat
perkawinan yang dilantunkan biasanya pada tahapan
tolobalango (tuja’i mo tolobalango), tahapan pengantaran
harta (tuja’i duutu), hingga saat hari pelaksanaan prosesi
akad nikah.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 31
AGUS KAMANA
Agus Kamana adalah salah satu anggota penggiat
kebudayaan di daerah Tilamuta. Beliau lahir di Tilamuta,
Kabupaten Boalemo, 15 September 1969. Beliau termasuk
dalam salah satu penggiat budaya tradisi lisan khusunya
Pa’ia lo hungo lo poli. Agus Kamana menggeluti Pa’ia
hungo lo poli sejak tahun 1955. Biasanya beliau sering
diundang untuk menembangkan pa’ia hungo lo poli di
kegiatan festival budaya yang sering diadakan oleh
pemerintah setempat. Terkadang beliau diundang di
kantor pariwisata untuk menembangkan sastra lisan ini.
Beliau juga pernah mendapatkan piagam penghargaan dari
pemerintah daerah sebagai anggota komunitas penggiat
budaya. Sampai dengan saat ini, beliau masih aktif
menembangkan sastra lisan pa’ia hungo lo poli.
32 Herman Didipu
AGUS MAHMUD
Agus Mahmud, sangat akrab
dipanggil dengan sebutan Aba
Agu. Penembang ini lahir pada 10
November 1970 di Kota
Gorontalo. Bapak Agus atau
sapaan akrab Aba Agu
menempuh pendidikan terakhir
Paket C, sekarang ia aktif bekerja
sebagai seorang satuan
pengamanan. Beliau begitu mahir menembangkan sastra
lisan Gorontalo, salah satunya adalah mala-mala. Aba
Agus mulai menggeluti salah sastra lisan Gorontalo ini
sudah berpuluh tahun lamanya, tepatnya mulai pada
tahun 1997. Ketika itu, usianya masih berumur 27 tahun
dan saat ini Aba Agu masih aktif sampai saat ini. Dia sering
menembangkan sastra lisan mala-mala ini pada saat salat
Idul Fitri dan Idul Adha. Karena telah lama terjun dalam
sastra lisan Gorontalo, akhirnya Aba Agu diberikan
penghargaan berupa kedudukan dalam adat yaitu sebagai
hulubanga.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 33
AHMAD MAHMUD
Pa Imam adalah sapaan yang
melekat pada Ahmad Mahmud.
Beliau lahir di Tutulo, pada tanggal
10 Januari 1964. Dulu Pa Imam
berdomisili di Desa Tutulo,
kemudian berpindah ke Desa
Potanga, Kecamatan Botumoito,
Kabupaten Boalemo. Beliau
menguasai tiga jenis sastra lisan
Gorontalo. Sastra lisan pertama adalah lohidu. Lohidu
adalah pantun yang dilantunkan dalam bahasa Gorontalo.
Sastra lisan selanjutnya yang dikuasai oleh beliau adalah
pantungi. Pantungi adalah sastra lisan Gorontalo yang
dilantunkan menggunakan dua bahasa, yakni bahasa
Gorontalo dan bahasa Melayu-Indonesia. Sastra lisan
ketiga yang dikuasai beliau adalah mi`raji. Mi’raji adalah
teks yang memuat perjalanan Nabi Muhammad saw.
dalam bahasa Gorontalo. Ketiga jenis sastra lisan tersebut,
digeluti beliau sejak tahun 1996. Beliau sering diundang
untuk menembangkan sastra lisan pantungi dan lohidu ke
rumah-rumah warga saat ada perayaan. Jika ada kegiatan
kesenian yang diadakan oleh masyarakat Desa, beliau juga
sering ditunjuk untuk menembangkan pantungi dan
lohidu. Untuk menembangkan pantungi dan lohidu, beliau
sering menggunakan gambus miliknya. Khusus untuk sastra
lisan mi`raji, masjid menjadi tempat beliau menuturkan
sastra lisan tersebut.
34 Herman Didipu
AISYA ALIWU
Aisya Aliwu atau yang akrab disapa
Yali Isa ini lahir di Motolohu, pada
tahun 1957. Yali Isa hanya
menamatkan pendidikannya di
jenjang sekolah dasar (SD).
Kesehariannya adalah seorang
wirausaha. Di Desanya, Yali Isa
dikenal sebagai seorang ketua
perempuan dalam kedudukan
adat. Aisya Aliwu aktif dalam pelaksanaan serta pelestarian
budaya di daerahnya. Jenis sastra lisan yang digelutinya
adalah dikili, turunani, dan buruda. Sejak usia 21 tahun,
Yali Isa mulai menembangkan sastra lisan Gorontalo ini,
baik di hari-hari besar Islam maupun perayaan adat yang
dilakukan masyarakat setempat. Ia menembangkan sastra
lisan Gorontalo ini di masjid dan rumah warga yang
mengundangnya. Ia tinggal di Desa Motolohu, Kecamatan
Randangan, Kabupaten Pohuwato.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 35
AISYAH A. DJUFRI
Aisyah A. Djufri lahir di Tilamuta,
18 Oktober 1966. Masyarakat di
lingkungannya sering menyapa
Aisyah dengan sebutan Mali Pudi.
Wanita penembang sastra lisan
tersebut sekarang sudah berpindah
tempat tinggal. Awalnya, beliau
berdomisili di Tilamuta kemudian
berpindah domisili di Desa
Rumbia, Kecamatan Botumoito. Sebagai ibu rumah
tangga, sehari-hari Mali Pudi juga berkebun di lahan
miliknya. Jenis sasatra lisan yang digelutinya adalah dikili.
Beliau menggeluti dikili sejak tahun 2010. Saat ini beliau
bersama kelompoknya tidak pernah berhenti melestarikan
sastra lisan dikili. Tatkala hari-hari besar Islam, beliau
sangat bergembira karena mendapatkan momentum untuk
menembangkan sastra lisan dikili di masjid-masjid yang
melaksanakan peringatan maulid Nabi Muhammad saw.
36 Herman Didipu
AISYAH PANIGORO
Aisyah Panigoro lahir di Bulota,
pada tanggal 9 februari 1948.
Aisyah Panigoro merupakan
pemerhati budaya daerah yang
masih melestarikan sastra daerah
Gorontalo. Aisyah Panigoro
merupakan anggota dalam
kedudukan adat di Desa Bulota,
Kecamatan Telaga, Kabupaten
Gorontalo. Aisyah merupakan tamatan Sekolah Dasar.
Aisyah menggeluti sastra lisan Gorontalo, yaitu dikili sejak
tahun 2000. Aisyah biasa menembangkan dikili pada
setiap perayaan maulid Nabi Muhammad saw, di masjid
sekitar Desanya dan juga di rumah-rumah warga.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 37
ALI SUGE
Ali Suge dilahirkan di Huluduotamo pada 28
Oktober 1952. Beliau lebih akrab dikenal dengan sapaan
Opa Kadu. Usianya sudah 67 Tahun. Walaupun
pendidikan berhenti hanya sampai di Sekolah Dasar, ia
memiliki kedudukan sebagai Imam Masjid di Desa Ulanta,
Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango. Opa Kadu
paham betul ciri khas dan keberagaman adat dan budaya
Gorontalo, termasuk sastra lisannya. Jenis sastra lisan yang
digeluti Opa Kadu yaitu mi’raji. Ketertarikannya
menggeluti sastra lisan sejak tahun 2015. Ia aktif
menembangkan mi’raji ini pada bulan Rajab dan Syaban
untuk memperingati Isra Miraj. Bahkan, Opa Kadu sendiri
sudah memiliki naskah mi’raji. Dengan keterampilannya
dalam bersastra lisan, beliau sudah mendapatkan beberapa
penghargaan.
38 Herman Didipu
ALUN MANTI
Alun Manti atau lebih dikenal
masyarakat setempat dengan
sapaan Ma Alun, lahir di Suwawa
pada tanggal 03 Februari 1976. Ma
Alun di tahun 2020 berumur 44
tahun. Riwayat pendidikan
terakhir yang ditempuh Ma Alun
adalah tingkat sekolah dasar. Ma
Alun termasuk dalam salah satu
penggiat kebudayaan khususnya di sastra lisan daerah.
Sastra daerah yang digeluti beliau adalah Me’eraji dan
Buruda. Ma Alun bergelut dengan kedua jenis sastra
daerah ini sejak tahun 2014. Awalnya, Ma Alun
menembangkan sastra lisan Me’eraji dan Buruda untuk
hobi semata, akan tetapi lama kelamaan akhirnya
mendapatkan pekerjaan dari menembangkans astralisan
ini. Ma Alun seringkali diundang untuk menembangkan
sastra lisan di rumah warga pada acara do’a-do’a yang
dilakukan pihak keluarga. Sampai dengan saat ini, Ma Alun
masih aktif menembangkan sastra daerah Me’eraji dan
Buruda.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 39
AMASIA HAIPI
Amasia Haipi atau Susi Masilahir di
Tutulo, 29 Februari 1952. Ia
merupakan wanita yang
menggemari sastra lisan
Gorontalo. Kegemaran bersastra
lisan dibuktikannya sampai saat ini
berumur 68 tahun. Pendidikan
terakhir yang dienyam oleh Susi
Masi adalah sekolah dasar (SD).
Walaupun demikian, suatu kebanggan bagi beliau karena
termasuk salah satu masyarakat penembang sastra lisan
khususnya di daerah Batuda’a Pantai.Jenis sastra daerah
yang digeluti oleh Susi Masi adalah dikili. Ia pun sering
diundang untuk menembangkan sastra daerah saat ada
perayaan maulid nabi Muhammad SAW di masjid-masjid
di wilayah Batuda’a Pantai. Sampai saat ini, sastra lisan
dikili masih menjadi satu-satunya sastra lisan yang
digelutinya.
40 Herman Didipu
AMRIN DJAPU
Amrin Djapu merupakan wanita yang lahir pada
tanggal 1 Januari 1959. Amrin Djapu atau lebih akrab
disapa dengan Ma Saya Nini diketahui menamatkan
pendidikan terakhir pada jenjang Sekolah Menengah Atas.
Sejak tahun 2000 silam, Amrin menjadi salah satu warga
yang ikut aktif menembangkan sastra lisan daerah. Sastra
lisan yang digeluti beliau adalah dikili. Dikili merupakan
sastra lisan yang biasa ditembangkan di masjid dalam
tradisi peringatan acara keagamaan.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 41
AMSIR SULEMAN
Amsir Suleman atau dikenal
dengan sebutan Kadua, merupakan
seorang pegiat budaya yang sudah
berusia 58 tahun. Beliau lahir di
Bolihutu’o pada 3 Juni tahun 1962.
Sekolah Dasar (SD) adalah
pendidikan terakhirnya dan
sekarang bekerja sebagai buruh
tani. Meskipun hanya bekerja
sebagai buruh tani tetapi beliau mempunyai perhatian
penuh pada pelestarian adat budaya Gorontalo. Hal ini
terlihat dari kemahiran beliau dalam bersastra lisan bunito.
Beliau biasa menembangkan sastra lisan bunito ini untuk
mengobati secara tradisional orang yang sakit. Bahkan
Kadua sering diundang oleh masyarakat luar Desa untuk
mengobati orang-orang yang sudah tidak pernah sembuh
oleh pengobatan medis atau rumah sakit. Semua bunito
yang dilafalkannya tidak lagi beliau baca pada kertas-kertas
yang bertuliskan mantra, tetapi semua lafal-lafalnya telah
tersimpan baik dalam ingatannya. Alamat tempat tinggal
beliau sekarang adalah Dusun II Pasir Putih, Desa
Bolihutu’o, Kecamatan Botumoito, Kabupaten Boalemo.
42 Herman Didipu
ARDIN TANGGUE
Ardin Tanggue atau biasa disapa Katiga Diini, lahir
di Gorontalo pada tanggal 11 Juli tahun 1950. Pendidikan
terakhir Katiga Diini yaitu tamatan Sekolah Dasar. Dalam
keseharian, Katiga Diini bekerja sebagai wiraswasta. Katiga
Diini berkedudukan sebagai pemangku adat atau utolia
dalam budaya Gorontalo. Beliau aktif menggeluti sastra
lisan tuja’i dan palebohu sejak tahun 1978. Dengan usia
menginjak 70 tahun, Katiga Diii masih aktif
menembangkan sastra lisan pada prosesi upacara adat
pernikahan dan biasanya juga diundang dalam berbagai
kegiatan peradatan di Provinsi Gorontalo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 43
ARDINTJE MANTO
Ardiantje Manto lahir di Tilamuta Kabupaten
Boalemo Provinsi Gorontalo. Beliau lahir pada tanggal 10
Desember 1965. Ia merupakan salah satu ketua adat yang
masih aktif dalam menembangkan sastra lisan daerahnya.
Sastra lisan yang biasa beliau tembangkan yakni debe.
Debe merupakan salah satu sastra lisan Gorontalo yang
mendapat pengaruh ajaran agama Islam. Tradisi ini
biasanya dilakukan pada setiap malam Jumat, tetapi tidak
menutup kemungkinan untuk dilaksanakan pada hari-hari
lainnya. Debe biasanya ditembangkan pada acara
khitanan, pernikahan, dan juga untuk perayaan maulid
nabi. Beliau mulai menembangkan sastra lisan tersebut
pada tahun 1986. Hingga saat ini, ia masih aktif menjaga
dan melestarikan sastra lisan ini sebagai bukti kecintaan
terhadap daerahnya. Prinsip beliau bahwa adat istiadat
para leluhur harus tetap dijaga dan dilestarikan sebagai
warisan bersama.
44 Herman Didipu
ARMIN TABUTO
Armin Tabuto atau yang sering
disebut oleh masyarakat sekitar
dengan Opa Aru. Ia lahir di
Gorontalo, pada tanggal 1 Januari
tahun 1963. Pendidikan terakhir
yang ditempuhnya berhenti pada
jenjang Sekolah Menengah
Pertama. Opa Aru termasuk salah
satu anggota masyarakat penggiat
kebudayaan daerah Gorontalo. Jenis sastra daerah yang
digeluti oleh Opa Aru adalah mi’raji dan dikili. Kedua jenis
sastra lisan ini ditembangkan beliau saat perayaan hari-hari
besar Islam. Lokasi yang biasa digunakan Opa Aru untuk
menembangkan mi’raji dan dikili adalah masjid dan
sekolah. Perayaan hari besar Islam seperti ini telah menjadi
sebuah tradisi yang membuat daerah Gorontalo dijuluki
sebagai Kota Serambi Madinah. Perayaan tersebut
dilakukan dengan merujuk ke falsafah hidup daerah
Gorontalo “Adat bersendikan Sara’ dan Sara’ bersendikan
Kitabullah.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 45
ASGAR NIHE
Asgar Nihe merupakan salah satu tokoh adat
daerah Gorontalo. Beliau lahir di Tilamuta, Kabupaten
Boalemo, Provinsi Gorontalo pada tanggal 25 Februari
1944 dan telah wafat pada tahun 2016. Tokoh adat
Gorontalo satu ini merupakan tokoh adat yang seringkali
menembangkan sastra lisan daerah tuja’i untuk
memberikan nasehat kepada pasangan muda-mudi yang
akan memulai kehidupan berumah tangga. Tuja’i berisi
pujian, nasihat, dan petuah yang sering diucapkan pada
prosesi adat setempat, seperti acara lamaran, perkawinan,
pemberian gelar dan lainnya. Tuja’i merupakan puisi
bersajak dalam bahasa Gorontalo, namun puisi tersebut
tidak terikat oleh jumlah baris. Beliau mulai
menembangkan tuja’i pada tahun 1995. Meskipun beliau
hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga tingkat
Sekolah Menengah Atas, namun hal tersebut tidak
membuat lelaki yang biasa disebut Pasisa ini, pantang
menyerah. Hal ini dibuktikannya dengan penghargaan-
penghargaan yang diberikan kepadanya. Salah satunya
yakni piagam provinsi. Hal tersebut juga membuat Pasisa
menjadi Bate Boalemo dalam kedudukan adat Gorontalo.
Kisah Pasisa seharusnya dijadikan contoh oleh penerus
bangsa khususnya para kawula muda Gorontalo, untuk
dapat menjaga, merawat dan melestarikan kebudayaan
yang sudah ada sejak lama.
46 Herman Didipu
ASIA KASADI
Asia Kasadi atau yang sering disapa Ita Siko, lahir di
Bolihutu’o, tanggal 3 Agustus 1953. Ita Siko yang sekarang
berumur 66 tahun. Pendidikan terakhir yang ditempuh Ita
Siko adalah sekolah dasar. Sebagai ibu rumah tangga, ia
juga termasuk anggota masyarakat yang aktif dalam
melestarikan kebudayaan daerah Gorontalo. Sastra daerah
yang digeluti oleh Ita Siko adalah dikili, turunani, dan
buruda. Ita Siko menggeluti ketiga jenis sastra daerah ini
sejak tahun 1965 sampai saat ini. Untuk menembangkan
dikili, Ita Siko sering diundang di masjid-masjid yang
merayakan hari-hari besar Islam. Beliau sering diundang
untuk menembangkan turunani dan buruda di pesta-pesta
pernikahan atau di rumah warga yang memerlukan jasa
beliau. Saat ini, Ita Siko tinggal di Dusun 2 Pasir Putih, Desa
Bolihutu’o, Kecamatan Botumoito, Kabupaten Boalemo.
Untuk naskah dari ketiga jenis sastra daerah yang
ditembangkan, masih disimpannya dengan baik.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 47
Dr. Hj. ASNA NTELU, M.Hum.
Dosen di Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Sastra dan
Budaya, Universitas Negeri
Gorontalo, sejak 1988. Lahir di
Gorontalo, 9 Oktober 1962.
Menyelesaikan pendidikan dasar di
SDN Negeri 2 Gorontalo (1973),
SMP Negeri 1 Gorontalo (1977),
SPG Negeri 1 Gorontalo (1981).
Pada tahun yang sama melajutkan pendidikan sarjana di
FKIP Unsrat di Gorontalo dan lulus 1987. Pada 1996
menyelesaikan pendidikan pascasarjana S-2 di Universitas
Hasanuddin, Ujung Pandang. Terakhir, menyelesaikan
pendidikan S-3 (Doktor) dalam bidang linguistik di
Universitas Sam Ratulangi Manado pada 2012. Beberapa
jabatan yang pernah dipercayakan adalah (1) Sekretaris
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (1999-2002); (2)
Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (2002-2007);
(3) Pembantu Dekan II Fakultas Sastra dan Budaya (2008);
dan terakhir (4) Ketua Prodi S-2 Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia (2014). Saat ini beliau berdomisili di Jln.
Bandes No. 165 Komp. Perum Awara Karya, Kel. Liluwo,
Kecamatan Kota Tengah.
Beliau mulai intensif menggeluti sastra lisan daerah
Gorontalo sejak 2012. Kajian utamanya berfokus pada
ragam sastra lisan tuja’i, palebohu, piilu dan wungguli.
Beberapa kajian terhadap sastra lisan Gorontalo yang
berupa hasil penelitian, makalah dan artikel adalah: (1)
Nilai Budaya Cerita Rakyat Lahilote (Tinjaauan Struktural
48 Herman Didipu
Semiotik); (2) Makna leksikal dalam Cerita Rakyat
Gorontalo (Suatu Kajian dengan Menggunakan Program
True Basic); (3) Sistem Simbol Verbal dan Nonverbal
dalam Upacara Adat Molalungo pada Masyarakat
Gorontalo; (4) Telaah Gaya Bahasa, Fungsi, dan Nilai
dalam Puisi Lisan Palebohu pada Upacara Adat Pernikahan
di Gorontalo; (5) Membangun Karakter Siswa melalui
Sastra Lisan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia; dan (6)
Pemberdayaan Generasi Muda dalam Melaksanakan Ritual
Adat Etnik Gorontalo (IbM Kota yang menghadapi krisis
pelaksana ritual peradatan (Pengabdian Masyarakat).
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 49
ASRIN TALIB
Asrin Talib atau yang sering disapa
Papa Isan, adalah salah satu tokoh
masyarakat di Desa Botumoito,
Kecamatan Botumoito. Beliau lahir
pada tanggal 18 Juni 1970 di
Botumoito. Tokoh masyarakat ini
memiliki kedudukan adat sebagai
Baate Tundungio di Kecamatan
Botumoito. Ia juga salah satu tokoh
adat yang dinobatkan sebagai penganti Baate Lo Boalemo
pada tahun 2012. Hal itu dikarenakan Baate Boalemo yang
bernama Zakir Sanusi, telah meninggal dunia. Asrin Talib
pernah mengenyam pendidikan sampai pada tingkat
Sekolah Menengah Pertama. Pertama kali beliau menjadi
tokoh penutur sastra lisan Gorontalo pada tahun 1980.
Sastra lisan yang selalu dilantunkan adalah sastra lisan
tuja`i. Khusus pada pernikahan dan pemberian gelar adat
pada pemangku-pemangku adat yang berada di
Kecamatan Botumoito. Beliau seringkali menjadi penutur
tuja’i di pesta pernikahan dan rumah dinas lindiha lo lipa.
Karena sudah sekian lama menjadi penutur sastra lisan
tuja’i, beliau sudah mendapatkan salah satu gelar adat
yaitu Kilama dalam jenjang pembantu adat.
50 Herman Didipu
DAHRUN CONO
Dahrun Cono, biasa disapa dengan Ayah Oto lahir
di Desa Suwawa, pada tanggal 17 Maret 1943. Pendidikan
terakhir Ayah Oto berakhir di SLTP atau Sekolah Lanjut
Tingkat Pertama. Meskipun beliau tidak mengenyam
pendidikan tinggi tetapi tidak membuat beliau putus asa
dalam melestarikan adat dan budaya Gorontalo. Ayah Oto
ini diketahui menggeluti beberapa jenis sastra lisan yang
ada di daerah Gorontalo, seperti tuja’i, palebohu, dikili,
debe, dan turunani. Bahkan sejak pada tahun 1970-an,
sebagai bentuk kebanggaan terhadap daerah Gorontalo,
Ayah Oto memiliki beberapa naskah tuja’i, dikili dan debe.
Dari keuletan Ayah Oto dalam menggeluti Sastra lisan
tersebut, menjadikan beliau sebagai tokoh adat Gorontalo.
Karena itu pulalah, masyarakat Gorontalo memberi
kepercayaan kepadanya sebagai ketua pemangku adat di
daerahnya sendiri. Beberapa sastra lisan yang sedang beliau
geluti biasa dipakai pada acara adat pernikahan maupun
kematian. Sampai saat ini beliau masih aktif dalam sastra
lisan yang dia geluti di Desa Tingkobuhu Timur, Kecamatan
Suwawa, Kabupaten Bone Bolango.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 51
Dr. H. DAKIA N. DJOU, M.Hum.
Lahir di Kabupaten Gorontalo, 26
Agustus 1959. Beralamat di Jln.
Bandes No. 165, Kompleks Perum
Awara Karyas, Kel. Liluwo, Kec.
Kota Tengah, Kota Gorontalo.
Melalui jenjang pendidikan
formal, SD (1973), SMP (1977),
dan SPG 1981. Pada 1987
menyelesaikan pendidikan sarjana
di Universitas Sam Ratulangi, kemudian melanjutkan
pendidikan pascasarjana di Universitas Hasanuddin dan
lulus 1996, dan kembali ke Universitas Sam Ratulangi,
Manado, untuk menyelesaikan pendidikan S-3 (Doktor)
dalam bidang linguistik pada 2012. Dakia N. DjoU tercatat
sebagai dosen di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorotalo
sejak 1988. Beberapa jabatan penting di lembaganya yang
pernah diduduki adalah (1) Kepala P2 M STKIP Negeri
Gorontalo tahun 1998-2000; (2) Kepala Pusat
Pengembangan Kebudayaan UNG tahun 2001-2003; dan
(3) Wakil Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas
Negeri Gorontalo periode 2014-2019.
Meskipun bergelut dalam bidang linguistik (ilmu bahasa),
tidak mengurangi kecintaan beliau dalam bidang sastra
daerah Gorontalo yang telah diminatinya sejak duduk di
bangku sekolah dasar. Hal itu terbukti dari banyaknya
karya penelitian yang memfokuskan kajian berbagai jenis
sastra lisan Gorontalo, seperti tuja’i, palebohu,
wumbungo, piilu, dan wungguli. Beberapa hasil penelitia
52 Herman Didipu
yang telah disusun dan dipublikasikan adalah: (1) Nilai
Budaya Cerita Rata Rakyat Lahilote; (2) Bahasa Gorontalo
Ragam Adat; (3) Penggunaan Bahasa dalam Upacara
Pernikahan menurut Etnik Gorontalo; (4) Dialog
Peminangan dalam Bahasa Gorontalo; (5) Menelusuri
Proses Penuturan Bahasa Adat pada Acara Peminangan
bagi Masyarakat Gorontalo; (6) Tradisi Lisan sebagai Salah
satu sarana Pembentukam Karakter Anak Bangsa
(Makalah); (7) Tradisi Lisan sebagai Salah Satu Sarana
Pemertahanan Bahasa Gorontalo; (8) Tradisi Lisan dan
Kemajuan Teknologi antara “Ya dan Tidak” (Makalah).
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 53
DANIAL MI’U
Danial Mi’u memiliki nama sapaan
Pa Ita, sebab nama sapaan itu lebih
dikenal oleh masyarakat setempat.
Ia lahir di Limbatuhu, Kecamatan
Batuda’a Pantai, Kabupaten
Boalemo, pada tanggal 4 Februari
1957. Pa Ita yang sehari-harinya
bekerja sebagai petani ini, memiliki
riwayat pendidikan SLTA (Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas). Di usia 63 tahun ini, beliau masih
memegang peranan dalam adat, yaitu memiliki kedudukan
dalam sistem adat sebagai timalaha. Pa Ita termasuk dalam
salah satu tokoh adat yang menggeluti sastra lisan daerah
khususnya tuja’i. Sastra lisan tuja’i ini digeluti beliau dari
tahun 2003 sampai dengan saat ini. Beliau sering
menembangkan tuja’i dalam acara pernikahan dan proses
lamaran. Salah satu daerah yang biasa mengundangnya
untuk menembangkan tuja’i yaitu daerah Batuda’a Pantai,
Kabupaten Boalemo.
54 Herman Didipu
DARWIN RAUF
Darwin Rauf, biasa disapa dengan sapaan Wini.
Beliau dilahirkan di Desa Lemito, Kabupaten Pohuwato,
Provinsi Gorontalo pada tanggal 20 Januari 1959. Sehari-
harinya beliau berkerja sebagai seorang petani di
kampungnya. Pendidikan terakhirnya hanya sampai di
bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Walaupun beliau tidak
mengenyam pendidikan tinggi, tetapi tidak membuat
beliau putus asa dalam melestarikan sastra lisan yang ada
di daerah Gorontalo tersebut. Sekarang ia sedang
menggeluti sastra lisan yang ada di daerah Gorontalo.
Beliau cukup mahir bersastra lisan tinilo, mi’raji, dikili dan
buruda. Beliau menggeluti sastra lisan ini sejak dirinya
masih muda. Sastra lisan ini ditembangkannya pada acara-
acara perayaan hari besar seperti maulid nabi di mssjid atau
rumah-rumah warga terdekat yang ingin merayakan acara
keagamaan tersebut.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 55
DATUMI HUDJULI
Datumi Hudjuli lahir di Tilamuta pada tanggal 6
September 1976. Pekerjaan sehari-harinya adalah bertani.
Ia hanya mengenyam pendidikan pada jenjang SMP.
Datumi Hudjuli menggeluti sastra lisan daerah Gorontalo,
khususnya turunani. Hingga saat ini beliau selalu menjadi
penembang sastra lisan pada acara-acara adat seperti
pernikahan maupun acara keagamaan di rumah warga.
Ketertarikannya terhadap sastra lisan dimulai sejak tahun
2000 silam.
56 Herman Didipu
DJAMILA SI’U
Djamila Si’u merupakan wanita
yang sering di sapa dengan Ma
Cura oleh masyarakat setempat.
Ma Cura lahir di Limbatuhu, 1 Juli
1947. Ma Cura yang sudah berusia
73 tahun, sehari-harinya aktif
menjadi guru mengaji di
lingkungannya. Riwayat
pendidikan terakhir Ma Cura
adalah sekolah dasar. Beliau menjadi salah satu penggiat
sastra daerah khususnya di sastra lisan dikili. Beliau sering
diundang untuk menembangkan dikili saat ada perayaan
mulid Nabi Muhammad saw., khususnya di daerah
Paguyaman Pantai. Kecintaan menembangkan dikili
dibuktikannya dengan menggeluti sastra daerah sejak
tahun 1976 dan masih aktif sampai sekarang.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 57
DJARIA SADI
Djaria Sadi atau yang sering
disapa No’u oleh masyarakat
setempat, lahir di Tutulo, tanggal
1 Januari 1966. Pendidikan
terakhir yang ditempuhnya
adalah sekolah dasar. Selain
sebagai ibu rumah tangga, No’u
termasuk dalam salah satu
anggota masyarakat yang aktif
menggeluti sastra daerah Gorontalo, khususnya lohidu dan
pantungi. No’u aktif menembangkan lohidu dan pantungi
sejak menginjak SD kelas 2. Beliau biasa diundang untuk
menembangkan lohidu dan pantungi untuk kegiatan seni
di sekolah-sekolah dan beberapa lokasi kegiatan yang
membutuhkan pertunjukan kedua jenis sastra lisan
tersebut.
58 Herman Didipu
DON KATILI
Don Katili atau biasa disapa Pak Dono, lahir di
Gorontalo, 20 Januari 1972. Pada usia yang masih berusia
cukup muda, Pak Dono sudah berkecimpung dalam dunia
peradatan Gorontalo. Pendidikan terakhirnya adalah
lulusan Sekolah Dasar. Untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, sehari-harinya ia berkerja sebagai tukang. Pak
Dono dikenal sebagai seorang yang menggeluti jenis sastra
lisan Pa’ai Lo Hungo Lo Poli kurang lebih 20 tahun.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 59
ETI KASIM
Eti Kasim lahir pada tanggal 17 Juli
1955. Beliau lahir di Bulota,
Kecamatan Talaga, Kabupaten
Gorontalo. Eti Kasim atau yang
lebih akrab disapa dengan Tinggi
Eti merupakan salah satu pelestari
sasttra yang sampai kini masih aktif
dengan kegiatan pelestarian sastra
lisan daerah. Diketahui, riwayat
pendidikan Tinggi Eti hanya sampai pada jenjang SD.
Walaupun demikian, hal tersebut tidak membuat beliau
lupa untuk menjaga, merawat dan melestarikan
kebudayaan daerahnya. Pria 65 tahun ini mulai bergelut
dengan dunia sastra lisan pada tahun 2001, Sudah
berpuluh tahun Tinggi Eti menyisihkan waktunya bersama
dengan kawannya untuk menembangkan sastra lisan
daerah Gorontalo, khususnya dikili. Tinggi Eti biasanya
menembangkan sastra lisan tersebut di mesjid sekitar
tempat tinggalnya. Alasan beliau untuk terus
menembangkan sastra lisan dikili karena untuk menjaga
tugas keluarganya. Beliau merupakan kepala rumah tangga
yang menjunjung tinggi kewajibannya sebagai kepala
rumah tangga yang harus mengarahkan keluarganya untuk
terus menjaga dan mencintai adat istiadat yang telah ada
sejak lama.
60 Herman Didipu
EWE MAHMUD
Ewe Mahmud oleh masyarakat sekitar lebih dikenal
dengan sapaan Oma Ewe. Ia lahir di Gorontalo, 7 Mei
1946. Pendidikan terakhir Oma Ewe yaitu Sekolah Dasar.
Ia aktif menggeluti sastra lisan dikili terutama pada saat
perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. Dalam usia yang
sudah menginjak 74 tahun ini, Oma Ewe masih semagat
untuk terus menggeluti sastra lisan Gorontalo. Usia senja
beliau tidak sedikitpun menyurutkan semangatnya untuk
melestarikan dikili sebagai salah satu khazanah kebudayaan
Gorontalo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 61
FAHRUDIN PAKAYA
Fahrudin Pakaya lahir pada 18
September 1975 di Gorontalo.
Lelaki yang biasa di sapa Pulu. Ia
secara formal menamatkan
pendidikan terakhirnya pada
jenjang Sekolah Menengah Atas.
Ia juga merupakan salah salah satu
warga yang dikenal sebagai tokoh
sastra lisan daerah Gorontalo di
Desa Hulawa, Kabupaten Gorontalo. Hal ini dibuktikan
dari kedudukanya dalam anggota kelompok dikili. Sejak
tahun 2015, Ka Pulu memulai kegemarannya dalam
bersastra lisan. Tidak membutuhkan waktu yang cukup
lama, Ka Pulu dengan cepat dan piawai menembangkan
sastra lisan dikili. Sampai saat ini, Pulu masih aktif dalam
menembangkan dikili untuk memperingati Maulid Nabi di
Masjid Nurul Iman. Selain itu, ia pun dikenal sebagai sosok
yang ramah dan aktif dalam kegiatan adat lainnya. Alasan
ia mempelajari sastra lisan dikili karena di lingkungan
keluarganya hampir semua keluarga dekatnya piawai
menembangkan dikili tersebut. Ibu dan bapaknya pun
adalah tokoh masyarakat yang bergeluti dalam
kebudayaan Gorontalo khususnya sastra lisan Gorontalo.
Keterampilannya menembangkan diliki telah menjadi
pekerjaan sampingannya juga untuk memberikan nafkah
dalam keluarganya. Ketika perayaan maulid nabi,
Fahrudin Pakaya seringkali mendapatkan tolangga yang
berisikan makanan-makanan khas daerah Gorontalo.
62 Herman Didipu
FARHA DAULIMA
Lahir di Gorontalo, 21 Juli 1945.
Menyandang gelar Sarjana Muda
Hukum dari Universitas Islam
Yogyakarta pada 1965. Ia
merupakan pensiunan Pegawai
Negeri Sipil dengan jabatan
terakhir sebagai Kepala Bidang
Pengkajian dan Pengembangan
BP7 Kota Gorotalo pada 1999.
Selanjutnya, ia memfokuskan perhatian pada usaha
pelestarian seni dan budaya Gorontalo. Itulah sebabnya,
Farha Daulima dikenal sebagai seorang seniman dan
budayawan Gorontalo. Ia berprinsip, “Opi-opiyohu lo
ta’uwa lo lipu, momaya to lipu, motonggo lipu, debo ta
mondo lipu”. Artinya, ‘Sebaik-baiknya pemimpin negeri,
mengabdikan diri kepada negeri, mensejahterakan negeri,
adalah berasal dari negeri itu sendiri’.
Sebagai seorang seniman dan budayawan Gorontalo,
Farha Daulima tidak hanya berbakat dalam mengingat
atau menghafal berbagai ragam budaya termasuk sastra
lisan Gorontalo. Ia juga produktif dalam
mendokumentasikan berbagai ragam kebudayaan tersebut
dalam bentuk tulisan. Tercatat hampir 50 buah tulisan
yang telah dihasilkannya. Dua buah novel sejarahnya,
yaitu (1) novel Tragedi Benteng Otanaha; (2) novel sejarah
Ti Laga-Laga (Kisah tentang Perang Panipi di Dataran
Gorontalo), mengantarkan ia sebagai juara 1 tingkat
nasional penulisan novel sejarah pada 1989. Salah satu
karya besar beliau adalah buku Tata Upacara Adat
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 63
Gorontalo (ditulis bersama Hi. Medi Botutihe) pada 2003.
Buku ini menjadi salah satu referensi ilmiah dalam
penelitian atau pengkajian kebudayaan termasuk sastra
lisan Gorontalo.
Sastra daerah lisan Gorontalo merupakan salah satu fokus
perhatiannya. Beberapa ragam sastra lisan yang telah
diabadikan dalam buku adalah, tuja’i, wungguli, piilu,
lumadu, tahuli, palebohu, wombuwa, tinilo. Berikut di
antara terbitan buku Farha Daulima yang berkaitan dengan
sastra daerah lisan Gorontalo, (1) Mbu'i Bungale:
Himpunan Dongeng Anak Daerah Gorontalo; (2)
Hulondalangi: Roman Bernuansa Sejarah dan Budaya
Daerah Gorontalo; (3) Kancing Ti Laga Laga; (4) Mengenal
Sejarah Terbentuknya Kerajaan Boalemo; (5)Wombuwa;
(6) Lumadu: (Ungkapan) Sastra Lisan Daerah Gorontalo;
(7) Sastra Lisan "Tahuli"; (8) Terbentuknya Kerajaan
Limboto Gorontalo; (9) Mengenal sastra lisan daerah
Gorontalo; (10) Cerita anak sebelum tidur daerah
Gorontalo; (11) Tata Cara Adat Perkawinan pada
Masyarakat Adat Suku Gorontalo; (12) Mengenal Alat
Musik Tadisional Daerah Gorontalo.
64 Herman Didipu
FARID TOILI
Farid Toili lahir pada 6 Juni 1971.
Farid Toili merupakan lelaki yang
bekerja sebagai seorang petani di
Desa Motilango, Kecamatan
Tibawa, Kabupaten Gorontalo.
Lelaki kelahiran Labanu yang biasa
disapa Farid ini, dimata
masyarakat adalah orang yang
bersahaja dan memiliki jiwa sosial
yang tiinggi. Beliau pernah merasakan dunia pendidikan
formal pada peringkat sekolah dasar. Di Desa Motoliango
Farid memiliki kedudukan sebagai pemangku adat. Sebagai
seorang pemangku adat, ia memiliki keterampilan dalam
menembangkan sastra lisan daerah Gorontalo, yaitu tuja’i.
Biasanya Farid menembangkan tuja’i pada saat
peminangan (Tolo Balango), pada upacara pernikahan di
Desa Motilango. Masyarakat sering mempercayakan
upacara-upacara adat kepada lelaki yang bersahaja ini
sebagai utolia (perantara untuk pihak pengantin lelaki)
ketika mengantarkan pengantin laki-laki pada saat datang
ke rumah pengantin wanita. Selain pada acara peminangan
adat, Farid pun sering menembangkan sastra lisan tuja’i
pada upacara adat istiadat lainnya di Desa Motilango.
Kepiawaiannya dalam menembangkan tuja’i ia peroleh
sejak tahun 2000 dan sampai sekarang ia masih aktif
menjadi penembang sastra lisan tersebut.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 65
FATMA ABAS
Fatma Abas, lahir pada tahun 1952 di Gorontalo.
Fatma Abas tinggal di Desa Bulota, Kecamatan Telaga,
Kabupaten Gorontalo. Fatma Abas atau yang sering disapa
Ci’i Ima ini merupakan ibu rumah tangga yang pernah
mengenyam pendidikan terakhir di Sekolah Dasar (SD).
Fatma Abas dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu
wanita yang ahli dalam bersastra lisan. Sastra lisan yang
dimaksud ialah dikili. Walaupun usianya sudah menginjak
68 tahun, tetapi ia masih aktif menjadi anggota dalam
pelestarian budaya khususnya sastra lisan Gorontalo. Sejak
tahun 2001, Ci’i Ima menggeluti dikili dan aktif
menembangkannya di masjid sekitar tempat tinggalnya.
66 Herman Didipu
FATMA MA’RUF
Fatma Ma’ruf lahir 2 April 1941 di Gorontalo.
Fatma Ma’ruf adalah seorang ibu rumah tangga yang
menamatkan pendidikan terakhirnya di sekolah dasar.
Masyarakat Bongo mengenal wanita ini sebagai seorang
penggiat sastra lisan daerah Gorontalo, sebab menguasai
beberapa jenissastra lisan daerah Gorontalo. Wanita yang
dikenal dengan sapaan Susi ini selalu aktif di kegiatan
masyarakat. Walaupun tidak memiliki kedudukan dalam
adat, ia tetap ikut serta dalam kegiatan adat di daerahnya.
Keahlianya dalam dalam menembangkan tinilo, dikili,
sa’iya, debe, turunani dan buruda membuat susi sering
diundang di masjid, pesta hajatan pernikahan, maupun
peringatan 40 hari setelah wafatnya seseorang.
Kecintaanya terhadap sastra lisan daerah Gorontalo,
dibuktikannya sejak duduk di bangku sekolah dasar. Hal
inilah yang membuat Susi dikenal sebagai tokoh
masyarakat yang ahli dalam bersastra lisan oleh
masyarakat setempat.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 67
FATMA WOLANGO
Fatma Wolango dengan sapaan
Mama Ima lahir di Gentuma, 2
Maret 1969. Beliau menduduki
perangkat adat sebagai anggota
adat di Desa Gentuma. Dalam
kesehariaanya Ma Ima hanya
sebagai ibu rumah tangga dan
pekerjaan tetapnya adalah sebagai
petani. Dalam kesehariannya
sebagai petani, Fatma telah menyelesaikan pendidikannya
di tingkat Madrasah Aliya (MA). Berbekal pendidikan yang
beliau tempuh tersebut, Ma Ima menyalurkan baca tulis al-
Qurannya untuk menggeluti ragam sastra lisan Gorontalo
yaitu dikili. Hal itu searah dengan pendidikan beliau
karena teks dikili bertuliskan dalam aksara bahasa Arab.
Tahun 2010 adalah awal dari Ma Ima belajar melantunkan
syair-syair tersebut hingga sekarang. Ma Ima sering
menembangkan sastra lisan tersebut pada perayaan maulid
nabi yaitu di 12 Rabiul Awal dengan tempat
pelaksanaannya di masjid-masjid yang menyelenggarakan
dikili.
68 Herman Didipu
Dr. FATMAH AR. UMAR, M.Pd.
Lahir di Tamboo, 4 Januari 1960.
Menyelesaikan pendidikan dasar
di SDN 2 Tamboo (1974), SMP di
PGS Muhammadiyah Kota
Gorontalo (1979), dan Madrasah
Aliyah Muhammadiyah Kota
Gorontalo (1981). Kemudian
melanjutkan pendidikan tinggi S-1
di Universitas Samratulangi (lulus
1987), S-2 di IKIP Negeri Malang (lulus 1997), dan
menyelesaikan pendidikan S-3 pada Prodi Pendidikan
Bahasa (dan Sastra) Indonesia dari Universitas Negeri
Malang (2010). Dalam keseharian, Fatmah Umar bertugas
sebagai dosen tetap di Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri
Gorontalo sejak 1988. Beliau banyak dipercayakan
menduduki jabatan penting di tempat tugasnya, di
antaraya (1) Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa
Indonesia STKIP Gorontalo (1997-2000); (2) Kepala
Pemagangan LPM STKIP Gorontalo (1998); (3) Pengelola
Bengkel Seni PBS STKIP Gorontalo (1999-2000); (4) Kabag
Kemahasiswaan IKIP N. Gorontalo (2002-2004); (5)
Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan UNG
(2004-2006); (6) Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia FSB UNG (2010-2014); hingga pada 2015-
2017 dipercayakan mendudukan jabatan Ketua Program
Studi S-3 Pendidikan Bahasa, Program Pascasarjana UNG.
Beliau beralamat di Jl. Arif Rahman Hakim Kelurahan
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 69
Wumialo Kec. Kota Tengah Kota Gorontalo (Blkg RRI
Gorontalo).
Sejak duduk di bangku kuliah S-1 tepatnya tahun 1981-
1982, Fatmah Umar telah bergelut dengan sastra lisan
Gorontalo. Lebih khusus lagi, beliau mendalami sastra lisan
tuja’i. Banyak penelitian yang ditulis dan telah
dipublikasikan menggarap sastra lisan tuja’i. Karya besar
beliau dalam kajian sastra lisan tuja’i adalah ketika
menyusun penelitian disertasi S-3 di Univeritas Negeri
Malang dengan judul “Wacana Tujaqi pada Prosesi Adat
Perkawinan Masyarakat Suwawa Kabupaten Bone
Bolango Provinsi Gorontalo” (2010). Karya besar tersebut
diabadikan dalam bentuk buku Ideologi Tujaqi: Analisis
Wacana Kritis (2011). Beliau tergolong dosen yang
produktif karena banyak mempublikasikan karya tulis baik
dalam bidang pendidikan, bahasa, sastra, maupun sastra
lisan Gorontalo.
Beberapa karya penting beliau adalah: (1) Wacana Tujaqi
pada Prosesi Adat Perkawinan Masyarakat Suwawa Kab.
Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Disertasi) Thn 2010; (2)
Ideologi Tujaqi: Analisis Wacana Kritis (Buku) (2011); (3)
Bahasa dan Sastra dalam Perspektif Etnografi da
Komunikasi (2010); (4) Pebelajaran Budaya di Era
Globalisasi (Makalah) Thn 2011; (5) Sosok Ideal Manusia
Generasi Indonesi 2045 Dilihat dari Representasi Ideologi
Wacana Tujaqi (2012); (6) Konkretisasi Wacana Tujaqi
Melalui Analisis Wacana Kritis (Makalah) Thn 2016; (7)
Wacana Tujaqi dalam Perspektif Keilmuan dan Pendidikn
(Makalah) Thn 2016; (8) Kearfan Lokal dan Komunikasi
Lintas Budaya dalam Konteks Pendidikan (2017); (9)
70 Herman Didipu
Pelestarian Budaya Suwawa Berbasis Lingkungan (2017);
(10) Representasi Budaya Tumbilo Tohe dalam Bingkai
Tradisi dan Modernitas (2018); (11) Cerminan Kehidupan
Sosial Budaya Masyarakat Suwawa dalam Bingkai Tradisi
dan Modernitas (2019).
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 71
HADI KANALIA
Hadi Kanadi atau yang sering
disapa oleh masyarakat Pa’ Ana,
lahir di Limbatuhu, Kecamatan
Batuda’a Pantai, Kabupaten
Boalemo, pada 4 Juli 1947.
Kedudukan Pa’ Ana dalam sistem
adat sebagai Utoliya. Beliau
menggeluti jenis sastra lisan
daerah, yaitu mi’raji. Pa Ana
biasanya menembangkan mi’raji pada saat memperingati
isra mikraj Nabi Muhammad saw., khususnya di daerah
Paguyaman Pantai. Riwayat pendidikan terakhir Pa Ana
adalah sekolah dasar. Beliau meninggal dunia di usia 61
tahun dan dikebumikan di Limbatuhu, Batuda’a Pantai,
Kabupaten Boalemo pada tanggal 28 November 2008.
Walaupun beliau telah meninggal, namun beliau tetap
dikenang dan dikenal sebagai penembang sastra lisan yang
hebat di mata masyarakat Limbatuhu.
72 Herman Didipu
HADIJA AHMAD
Hadija Ahmad lahir di Kabupaten Gorontalo,
tepatnya di Kecamatan Telaga, Desa Bulota. Dilahirkan
pada tanggal 3 Februari 1948. Wanita yang sering disapa
masyarakat dengan sebutan Aci Dari ini merupakan salah
satu penggiat sastra yang gemar melestarikan sastra lisan.
Ia mulai aktif menembangkan sastra lisan pada tahun 2001.
Hal ini dimulainya dengan menembangkan salah satu
sastra lisan yakni dikili di masjid tempat tinggalnya.
Meskipun, riwayat pendidikannya hanya sampai tingkatan
Sekolah Dasar, tetapi hal tersebut bukanlah halangan bagi
Aci Dari untuk terus melestarikan kebudayaan yang
terdapat di daerahnya. Wanita 72 tahun ini merupakan
seorang kepala rumah tangga di keluarganya. Walaupun
seringkali disibukkan dengan tugasnya menjadi kepala
rumah tangga yang harus mengurus dan memenuhi segala
kebutuhan dalam keluarganya, ia selalu menyisihkan
waktu untuk ikut menembangkan dikili bersama teman-
temannya untuk memenuhi kegiatan adat istiadat.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 73
HADIJA POU
Hadija Pou biasa disapa dengan sebutan sehari-hari
Ta Oku. Beliau dilahirkan di Desa Popayato, Kabupaten
Pohuwato dari keluarga yang sederhana bertepatan pada
tanggal 18 Januari pada tahun 1959. Perempuan yang
sudah lansia ini hingga sekarang masih bersemangat
melantunkan sastra lisan Gorontalo, yaitu Tinilo dan Dikili.
Ta Oku menempuh pendidikan terakhir di bangku Sekolah
Dasar. Aktivitas sehari-harinya sebagai Ibu Rumah Tangga.
Sastra lisan tinilo tersebut, selain biasa dipakai dalam acara
memperingati 40 hari kematian seseorang, juga
dilantunkan saat memperingati perayaan Maulid Nabi
Muhammad saw..
74 Herman Didipu
HADIJAH IBRAHIM
Hadijah Ibrahim atau biasa disapa Ma Inggi, lahir
di Gorontalo pada tanggal 12 Juni 1966. Pendidikan
terakhir Ma Inggi yaitu Sekolah Dasar. Pekerjaan sehari-
hari Ma Inggi sebagai ibu rumah tangga. Ma Inggi dikenal
sebagai salah seorang tokoh budaya yang menggeluti
berbagai jenis sastra lisan. Beberapa ragam sastra lisan yang
biasa ditembangkan adalah tinilo, leningo, lohidu,
pantungi, dikili, debe, dan buruda. Kebiasaannya dalam
menembangkan sastra lisan Gorontalo telah dimulai sejak
tahun 1980-an. Secara umum, beliau menembangkan
satsra lisan pada prosesi upacara adat pernikahan,
pemakaman, dan hari-hari besar keagamaan seperti
peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Untuk ragam
lohidu dan pantungi, biasanya ditembangkan dalam situasi
santai di mana pun ia berada.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 75
HALIMAH NADIKU
Halimah Nadiku atau lebih dikenal dengan sapaan
Sisa Ima. Menjadi penggiat sastra daerah sudah digeluti
wanita kelahiran Gorontalo ini sejak berusia 13 tahun.
Dengan usia yang terbilang masih sangat belia, ia mulai
belajar menekuni sastra daerah dikili. Ia menekuni sastra
daerah dikili sejak tahun 2007 hingga sekarang. Saat
berusia 13 tahun Sisa Ima telah menamatkan pendidikan
Sekolah Dasar, namun karena faktor ekonomi pendidikan
Ima tidak dapat berlanjut pada tingkat Sekolah Menengah
Pertama. Sisa Ima menekuni beberapa sastra daerah
Gorontalo, yaitu Tinilo, Taleningo, Lohidu Pantungi,
Dikili, Debe, dan Buruda hingga sekarang usianya sudah
berumur 50 tahun. Ketekunan dalam menggeluti sastra
daerah telah membuahkan hasil, Sisa Ima kini telah
menjadi salah satu anggota pemangku adat Kabupaten
Bone bolango. Keberhasilan menjadi anggota yang sudah
diakui masyarakat luas membuat Sisa Ima mulai
mendapatkan pekerjaan sampingan untuk mengisi acara-
acara keagamaan, baik yang dilaksanakan di masjid
maupun rumah warga. Selain sebagai penggiat sastra
daerah, Sisa Ima tidak pernah melupakan kodratnya
sebagai perempuan yang bekerja ibu rumah tangga.
76 Herman Didipu
HAMZAH ALI
Hamzah Ali atau kerap disapa Hamu, lahir pada 9
Februari 1957 di Desa Bongo, Kecamatan Batudaa Pantai,
Kabupaten Gorontalo. Hamu merupakan salah seorang
pemerhati budaya yang banyak menggeluti bidang sastra
lisan Gorontalo, di antaranya dikili, turunani, dan buruda.
Terhitung sejak tahun 1995, Hamzah Ali menggeluti
bidang sastra lisan tersebut. Sebagai anggota pemangku
adat di desanya, ia masih aktif menembangkan berbagai
jenis sastra lisan ini di masjid maupun rumah-rumah warga
di sekitar desanya. Walaupun hanya bisa menyelesaikan
pendidikannya di tingkatan Sekolah Dasar (SD), namun ia
memiliki kedudukan yang baik di mata masyarakat sebagai
sastrawan lisan daerah. Di dalam kesehariannya, ia bekerja
sebagai seorang petani. Ia juga tetap menyibukkan dirinya
dalam menggeluti sastra lisan daerah.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 77
HANIRA LADIKU
Hanira Ladiku biasa disapa dengan
Sisa Hani lahir di Desa Bongoine,
pada tanggal 15 September pada
tahun 1953. Beliau menempuh
pendidikan terakhir di SD. Sisa
Hani turut andil dalam
melestarikan adat dan budaya yang
ada di daerah Gorontalo,
khususnya jenis satra lisan debe. Ia
diketahui sedang menggeluti sastra lisan yaitu debe sejak
pada tahun 2015 bertepatan pada usianya 52 tahun.
Sekarang beliau masih aktif dalam kedudukannya sebagai
anggota debe di Desa Bongopini, Kabupaten Bone
Bolango.
78 Herman Didipu
HANO BOTUTIHE
Hano Botutihe atau dengan sebutan Ma Kuni
Hano. Hano lahir di Gorontalo pada 7 Desember 1941.
Kesibukan menjadi seorang ibu rumah tangga tidak
membuat semangat Ma Kuni Hano surut untuk menjaga
kelestarian adat istiadat dan kebudayaan daerah tempat
kelahirannya. Pendidikan terakhirnya yang hanya sebatas
SD tidak membuat dirinya kesulitan untuk menekuni sastra
daerah Gorontalo. Ada beberapa jenis sastra daerah yang
dikuasainya, yaitu tinilo, lumadu, dikili, turunani dan
buruda. Ketekunan yang ditunjukkan olehnya selama
kurang lebih 20 tahun hingga sekarang membuat dirinya
dikenal masyarakat sebagai salah satu tokoh adat di Desa
Butu, Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten Bone Bolango.
Selain dikenal luas masyarakat berkat kepiawaian yang
ditunjukkannya, Ma Kuni Hano sering diundang untuk
menembangkan sastra daerah yang digeluti di rumah-
rumah warga yang melaksanakan hajatan.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 79
HANO KUNE
Hano Kune lahir pada tanggal 1 Juli 1997 di Desa
Hulawa, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo. Hano
kune atau yang sering disapa dengan Oma Haji ini,
merupakan salah satu pelestari sastra lisan Gorontalo
gemar menembangkan sastra lisan ditempat tinggalnya.
Wanita 63 tahun ini, merupakan seorang ibu rumah tangga
yang diketahui tingkat pendidikannya hanya sampai di
tingkat sekolah dasar. Meskipun, disibukan dengan
tugasnya seorang ibu rumah tangga yang mengatur segala
keperluan dan kebutuhan anggota keluarga, hal tersebut
tidak menyurutkan rasa cinta oma haji terhadap
kebudayaan yang ditinggalkan leluhurnya. Oma haji mulai
menggeluti sastra lisan pada tahun 2000. Sudah 20 tahun
lamanya, beliau merawat dan melestarikan
kebudayaannya. Hal ini dimulainya dengan
menembangkan dikili di masjid sekitar rumahnya, hingga
menjadi ahlul dalam bidang sastra lisan dikili di Desa
Hulawa. Diketahui, alasan oma haji untuk terus merawat
dan melestarikan sastra lisan dikili, bukan hanya karena
kecintaanya terhadap sastra lisan namun juga dikili
merupakan adat istiadat yang telah ada sejak lama. Karena
itu, ia berprinsip bahwa sudah sepatutnya masyarakat
Gorontalo untuk terus merawat, mencintai, dan
melestarikan kebudayaan daerahnya.
80 Herman Didipu
HAPIPA HULUNGGI
Hapipa Hulunggi lahir pada tahun 1944.
Perempuan kelahiran Bongopini ini biasa disapa dengan
Oma Tinggi. Beliau menamatkan pendidikan terakhir
Sekolah Dasar, di Desa Bongopini, Kabupaten
Bonebolango. Oma Tinggi merupakan salah satu tokoh
adat yang menggeluti sastra daerah tinilo. Ketekunan
beliau dalam menggeluti sastra daerah telah membuat
dirinya menjadi ketua adat tinilo di Desa Bongopini. Beliau
menggeluti sastra daerah sejak 45 Tahun yang lalu. Ia
sering menembangkan sastra lisan tinilo di rumah-rumah
warga yang berduka. Biasanya, Oma Tinggi diundang saat
ada pihak keluarga yang menurunkan pa’ita saat 40 hari
setelah kematian anggota keluarga. Alamat tempat tinggal
beliau saat ini di Desa Bongopini, Kabupaten Bone
Bolango, Provinsi Gorontalo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 81
Dr. H. HARTO MALIK, M.Hum.
Lahir di Gorontalo, 4 Oktober
1966. Pendidikan sekolah dasar
dari SDN 2 Dungaliyo (1980),
SMPN Strandar Bongomeme
(1983), SMAN Limboto (1986).
Kemudian melanjutkan pendidikan
sarjana di Universitas Samratulangi
(1991), pendidikan pascasarjana di
Universitas Gajah Mada, dan
berhasil meraih gelar Magister Humaniora (M.Hum.) pada
2000. Terakhir beliau menyelesaikan pendidikan Doktor
di Universitas Negeri Jakarta pada 2012. Beberapa jabatan
penting pernah dipercayakan kepadanya, di antaranya (1)
Kepala Laboratorium Bahasa STKIP Gorontalo; (2) Kepala
Perpustakaan STKIP Gorontalo; (3) Sekretaris Jurusan
Bahasa Inggris STKIP Gorontalo; (4) Sekretaris Bidang
Kerjasama STKIP Gorontalo; (5) Sekretaris Tim
Pengembang IKIP Negeri Gorontalo; (6) Pembantu Dekan
Bidang Akademik FSB UNG; (7) Dekan Fakultas Sastra dan
Budaya UNG; dan sejak 2019 s.d. sekarang menjabat
Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Negeri
Gorontalo.
Meskipun berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris,
tidak menyurutkan kecintaan beliau terhadap bahasa dan
sastra daerah Gorontalo sebagai tanah kelahirannya. Hal
tersebut dibuktikan dengan keseriusan beliau melakukan
penelitian dalam bidang sastra lisan Gorontalo. Dalam
penyelesaian studi S-3 di Universitas Negeri Jakarta (2010),
beliau memfokuskan kajian pada ragam sastra lisan
82 Herman Didipu
Gorontalo lohidu, dengan judul Lohidu sebagai Ragam
Pantun pada Masyarakat Gorontalo: Suatu Kajian
Etnografi. Penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian
pertama yang secara spesifik dan njelimet mengungkap
berbagai aspek dalam sastra lisan lohidu. Lohidu
merupakan jenis pantun Gorontalo selain paantugi dan
pa’iya lohungolopoli. Lohidu umumnya terdengar
dilagukan, berirama, bahkan diiringi dengan alat musik
berupa gambus dan marwas. Isi lohidu juga banyak
berhubungan dengan cinta muda-mudi.
Tidak hanya berhenti pada kebutuhan penelitian akhir
studi program doktor, hasil penelitian terhadap lohidu pun
telah dipresentasikannya dalam berbagai forum ilmiah.
Salah satu kegiatan tersebut, mendapatkan Piagam
Penghargaan dalam Seminar Internasional yang diadakan
di Universitas Brawijaya, Malang. Kontribusi beliau dalam
usaha pengembangan sastra lisan lohidu, bersama tim, Dr.
Harto Malik menulis buku yang berjudul Lohidu: Pantun
of Gorontalo (2016). Hal menarik dalam buku ini adalah,
terjemahan pantun lohidu ke dalam dua bahasa, yaitu
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Ini merupakan usaha
yang sangat luar biasa karena lohidu tidak hanya bisa
dinikmati oleh orang Gorontalo, lebih luas lagi, lohidu
dapat dinikmati oleh orang-orang se-Indonesia, hingga
masyarakat internasional. Dengan begitu, sastra lisan
Gorontalo lohidu tidak hanya bisa dikenal oleh
masyarakat lokal, tapi nasional, bahkan hingga taraf
internasional.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 83
HARUN ABDULLAH
Harun Abdullah atau yang sering
disapa Harun. Lahir di Desa Pangi,
3 Juni 1968. Saat ini, beliau
berdominsili di Desa Rumbia,
Kecamatan Botumoito, Kabupaten
Boalemo. Beliau salah satu penggiat
sastra lisan daerah Gorontalo,
khususnya sastra lisan dikili. Saat ini,
beliau aktif menembangkan sastra
lisan dikili di rumah, masjid dan acara penikahan.
Pendidikan terakhir yang ditempuhnya adalah Sekolah
Dasar. Bapak Harun Abdullah dan kelompoknya akan
terlihat secara berkelompok saat perayaan Maulid Nabi
Muhammad saw. di masjid-masjid Kabupaten Boalemo.
Jika perayaan maulid nabi telah selesai, beliau dan
kelompoknya biasa menembangkan syair-syair dikili di
rumah warga. Waktu menembangkan dikili di rumah
warga, biasanya mereka memiliki jadwal khusus. Untuk di
pesta pernikahan, mereka melantunkan dikili untuk
mengisi rangkaian acara pernikahan setelah proses akad
nikah dilaksanakan.
84 Herman Didipu
HAWARIA HAMSIA
Hawaria Hamsia biasa disapa oleh masyarakat
dengan Mami Olau. Beliau lahir pada tanggal 7 Juli 1967.
Ia merupakan wanita kelahiran Bongo, Batudaa Pantai,
Gorontalo. Beliau menempuh pendidikan terakhirnya di
sekolah dasar pada tahun 1973 sampai 1978. Untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, Mami Olau mencari
nafka dengan bekerja sebagai perajin kerawang. Pekerjaan
tersebut sudah ditekuninya sejak tahun 2001 sampai
sekarang. Mami Olau juga dikenal oleh masyarakat sebagai
salah satu tokoh adat yang berkedudukan sebagai anggota.
Terpilihnya ia sebagai tokoh adat karena sampai sekarang
Hawaria melestarikan dan mengembangkan sastra
lisandaerah Gorontalo. Sastra lisan yang digeluti
diantarnya adalah dikili, debe, dan buruda. Biasanya
beliau menembangkan sastra lisan tersebut di beberapa
tempat di antaranya masjid dan rumah warga. Pada saat
memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw. beliau
pun ikut serta dalam menembangkan dikili. Selain itu,
Mami Olau juga sering menembangkan sastra lisan Buruda
di rumah warga yang sedang melaksanakan hajatan
pernikahan. Kecintaanya terhadap sastra lisan Gorontalo
dibuktikan dengan aktivitas bersastra lisannya sejak tahun
1981 hingga sekarang ini. Hal ini dilakukanya agar sastra
lisan daerah gorontalo tetap lestari dan tidak hilang
tergerus zaman.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 85
HEMIS GOIYO
Hemis Goiyo atau yang biasa disapa Pak Imam. Ia
lahir di Tilamuta pada 12 Maret 1969. Sekarang beliau
menjabat sebagai kasisi dalam struktur adat di desanya.
Pendidikan terakhirnya adalah Madrasah Tsanawiah atau
setingkat SMP. Berbekal lulusan MTs, Pak Imam
menggeluti sastra lisan Gorontalo mi`raji. Suara yang
merdu dan khas menjadi cirinya ketika menembangkan
miraji di masjid-masjid di desanya. Sejak 2001, Hermis
Goiyo sudah menggeluti sastra lisan tersebut, dan sudah
dipercaya oleh masyarakat Desa sebagai penembang
mi`raji tetap di lingkungan desanya. Berkat keahliannya
beliau sudah mendapat berbagai macam penghargaan dari
pihak dinas parawisata sebagai tokoh pelestari budaya
Gorontalo. Tidak hanya itu, Hemis gaiyo juga sering
mendapatkan undangan pribadi sebagai penembang
mi`raji di pagelaran-pagelaran budaya Gorontalo di
Gorontalo.
86 Herman Didipu
HERLINA ABDULLAH
Herlina Abdullah yang akrab
dipanggil Ta Chi adalah
perempuan kelahiran Tilamuta, 10
Desember 1965. Wanita
berkacamata ini adalah seorang
Sarjana Pendidikan (S.Pd.) yang
menjadi guru di Sekolah Dasar
Negeri 7, Botumoito, Kabupaten
Boalemo. Meskipun tugas utamanya sebagai seorang guru
di sekolah, ia tetap menjaga bahkan melestarikan budaya
Gorontalo. Wanita yang tegas dan penuh pendirian ini
memiliki keahlian di bidang sastra lisan. Terdapat dua
sastra lisan yang dgelutinya yaitu debe dan sastra lisan
turunani. Ketertarikannya untuk mempelajari dua sastra
lisan tersebut, bermula ketika melihat banyak teman-
teman seperjuangannya aktif bahkan selalu
menembangkan sastra lisan di setiap minggunya. Dengan
melihat kebiasaan teman-temannya tersebut, membuat
semangatnya muncul bahkan tidak pernah pudar
menembangkan sastra lisan. Beliau sudah bergelut dengan
sastra lisan ini sejak berusia 39 tahun atau tepatnya pada
tahun 2003. Ibu Herlina biasa menembangkan debe setiap
pekan sekali, tepatnya setiap malam Jumat. Adapun
turunani biasa ditembangkan pada acara pernikahan.
Sekarang beliau bertempat tinggal di Dusun II Pasir Putih,
Desa Bolihutu’o, Kecamatan Botumoito, Kabupaten
Boalemo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 87
HERLINA NUSI
Herlina Nusi lahir pada tanggal 29
November 1975. Beliau lahir di
Desa Bongo, Kabupaten
Gorontalo. Wanita yang lebih
akrab disapa dengan Bibi Ina ini,
diketahui hanya dapat menempuh
pendidikan hingga tingkat Sekolah
Dasar. Dengan tekunnya, beliau
mulai menggeluti sastra lisan pada
tahun 2012 di tengah-tengah kesibukannya sebagai ibu
rumah tangga. Bibi Ina tetap konsisten dan berperan aktif
dalam menembangkan sastra lisan dikili dan debe di mesjid
sekitar tempat tinggalnya. Sastra lisan tersebut biasanya
ditembangkannya bersama kelompoknya pada saat
penyambutan tamu di desa atau tempat tinggalnya.
88 Herman Didipu
HINDAR SAHIHU
Hindar Sahihu, akrab disapa dengan Pada’a. Ia lahir
di Pinogu, pada 1 Januari 1961. Pendidikan terakhir adalah
Sekolah Dasar. Sejak tahun 1990-an, ia menggeluti
beberapa jenis sastra lisan Gorontalo, yaitu Tuja’i,
Palebohu, Tinilo, Lohidu dan Pantungi, Pa’ia Lo Hungo Lo
Poli, Tanggomo, Me’eraji, Dikili, Sa’iya, Debe, Turunani,
dan Buruda. Sebagai bentuk kecintaan terhadap daerah
Gorontalo, beliau bahkan memiliki beberapa naskah sastra
lisan yang sudah digelutinya, di antaranya, naskah Tinilo,
Me’eraji, Dikili, Sa’iya, Debe, Turunani, dan Buruda.
Keuletan dalam menggeluti sastra lisan tersebut,
menjadikannya sebagai tokoh adat Gorontalo dan telah
menerima beberapa penghargaan dari pemerintah daerah.
Tidak hanya merupakan salah satu tokoh adat Gorontalo,
beliau juga memiliki kedudukan sebagai Imam di Wilayah
4 Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 89
ISMAIL DJUMULI
Ismail Djumuli adalah tokoh sastra
lisan mi’raji di daerah Kabupaten
Gorontalo. Ia mulai menggeluti
sastra lisan Mi’raji pada tahun 1943
hingga sekarang. Ia juga dikenal
oleh masyarakat sebagai wali-wali
adat. Lelaki kelahiran Tibawa,
pada 24 April 1972 ini, biasa
disapa Paci oleh masyarakat
setempat. Walaupun beliau hanya mengenyam
pendidikan sekolah dasar, namun Paci memiliki kedudukan
sangat penting dan sentral di dalam tingkatan keadatan.
Ismail Djumula menduduki perangkat adat bagian Bibito.
Paci sering menembangkan sastra lisan Mi’raji dalam
kegiatan peringatan hari-hari besar Islam lebih khususnya
pada peringatan isra mikraj Nabi besar Muhammad saw.
ketika melakukan perjalanan dari Masjidil Haram ke
Masjdil Aqsa dan dari Masjidil Aqsa ke sitdrotul muntoha
untuk melaksanakan perintah Allah Swt. Keahliannya
dalam menembangkan Mi’raji menghasilkan suatu
kebanggaan yang luar biasa bagi dirinya bahkan
keluarganya. Paci menjadi salah satu anggota masyarakat
yang dinobatkan sebagai budayawan daerah ketika
pelantikan adat istiadat Gorontalo yang dilaksanakan oleh
pemerintah desa dan kecamatan. Penghargaan tersebut dia
dapatkan, di samping Ismail Djumuli sebagai penembang
mi`raji, beliau juga sering mengajari pemuda-pemuda desa
menembangkan sastra lisan tersebut.
90 Herman Didipu
ISMAIL HABIBU
Ismail Habibu dilahirkan pada tanggal 21 Agustus
1943 di Bone Pantai. Pria yang lebih akrab disapa dengan
Ka’da suma ini merupakan salah satu pemangku adat yang
masih aktif dalam menembangkan sastra lisan di
daerahnya. Dalam kesehariannya, Ka’da suma bekerja
sebagai seorang petani. Ka’da suma hanya dapat
menyelesaikan pendidikanya hingga tingkat sekolah dasar.
Beliau mulai menembangkan sastra lisan Gorontalo pada
tahun 2010. Terhitung telah sepuluh tahun beliau menjaga
warisan leluhurnya. Sastra lisan yang biasa beliau
tembangkan yakni tuja’i dan dikili. Tuja’I merupakan puisi
bersajak dalam bahasa Gorontalo, namun tidak terikat
oleh jumlah baris. Tuja’i berisi pujian, nasihat, dan petuah
yang sering diucapkan pada prosesi adat setempat, seperti
acara lamaran, perkawinan, pemberian gelar dan lainnya.
Adapun dikili merupakan sebuah tradisi turun temurun
yang dilakukan oleh masyarakat Gorontalo dalam
memperingati hari kelahiran Rasulullah Muhammad saw.
atau yang lebih dikenal dengan perayaan maulid Nabi.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 91
ISMAIL MALIU
Ismail Maliu, lelaki yang biasa lebih akrab disapa
Ka Ise. Lahir di Tinemba, 11 Oktober 1950. Pendidikan
terakhirnya hanya sampai pada jenjang Sekolah Dasar.
Usaha dan semangat untuk melestarikan sastra lisan daerah
Gorontalo begitu kuat, khususnya jenis sastra lisan tuja`i.
Beliau menggeluti ini sejak 20 tahun yang lalu. Beliau
menembangkan tujai pada acara-acara pesta pernikahan.
Kedudukannya dalam adat sekarang adalah anggota yang
masih aktif dalam mengikuti acara-acara adat istiadat,
terutama adat pernikahan.
92 Herman Didipu
ISWAN LAHAY
Iswan Lahay atau yang sering dipanggil dengan
Pakuni Iru oleh masyarakat setempat, lahir di Lemito,
tanggal 07 Juli 1971. Beliau yang sekarang berusia 49
tahun, pernah menempuh pendidikan di SD Lemito.
Walaupun demikian, beliau memiliki kedudukan dalam
adat, Pakuni Iru diberi gelar sebagai Wu’u. Pekerjaan
beliau saat ini adalah petani di daerah Lemito. Pakuni
termasuk dalam salah satu penggiat sastra lisan daerah
Gorontalo. Jenis sastra lisan yang digeluti oleh beliau
adalah tuja’i dan mala-mala. Beliau menggeluti kedua jenis
sastra daerah ini sejak beliau berumur 20 tahun. Untuk
kedua jenis sastra daerah ini, Pakuni Iru sering diundang
untuk menembangkan tuja’i dan mala-mala di acara
pernikahan di daerah setempat. Pakuni Iru sendiri pernah
diberi penghargaan oleh pemerintah dalam bentuk piagam
kabupaten di tahun 2010. Hal itu membuatnya semakin
mencintai dan ingi lebih melestarikan sastra daerah
Gorontalo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 93
IWAN BARUWADI
Iwan Baruwadi lahir di Upomela,
5 Desember 1962. Dalam
kesehariannya, Irwan Baruadi
sering di sapa dengan panggilan
Kaci`i Bago. Ia beralamat di Desa
Huntulohulawo Kecamatan
Bongomeme kabupaten
Gorontalo. Sekolah Dasar adalah
bangku pendidikan terakhirnya.
Pekerjaan sehari-harinya adalah petani yang menggarap
lahannya sendiri yang tidak jauh dari pemukiman warga di
Huntulohulawo. Hidup di lingkungan masyarakat desa
yang kental dengan berbagai sastra lisan Gorontalo, Kaci`i
Bago memiliki keahlian yang tidak banyak dimiliki oleh
orang-orang pada umumnya. Dia bisa melantunkan sastra
lisan Gorontalo lohidu dan pantungi dengan sesukannya
tanpa harus melihat dan membuat terlebih dahulu teks
tersebut. Semua yang ditembangkannya sudah terpola
dalam kepala beliau sehingga dengan mudah beliau
menembangkan Lohidu dan pantungi. Tahun 1985
merupakan awal Kaci`i menggeluti sastra lisan tersebut
hingga sekarang. Untuk menembangkannya, beliau sering
mengiringi orang-orang bermain jambra bahkan sering
beliau berbalas pantun dengan para pendengar atau
penonton. Ia juga masuk pada sastra lisan Gorontalo pa`ia
lo hungolopoli. Untuk menembangkannya, Kaci`i Bago
biasanya diundang oleh warga yang melaksanakan
khitanan atau biasanya juga sampai di pelaminan Kaci`i
mengiringi pengantin. Selama menggeluti lohidu pantungi
94 Herman Didipu
dan pa`ia lo hungolopoli beliau pernah meraih pemenang
I dalam lomba pantungi di tingkat Desa Huntulohulawa.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 95
IWAN YUSUF
Pria kelahiran Gorontalo, 26 September 1958 yang
memiliki nama lengkap Iwan Yusuf merupakan salah satu
tokoh penggiat sastra lisan daerah. Pria yang akrab disapa
Iwan ini, memiliki latar belakang pendidikan Sekolah
Menengah Atas. Selain itu, Iwan juga merupakan
pensiunan Pegawai Negeri Sipil. Memiliki profesi sebagai
Pegawai Negeri Sipil tidak membuat dia hengkang dalam
melestarikan adat istiadat dan budaya daerah tercinta.
Setelah menjadi pensiunan Pegawai Negeri Sipil, beliau
secara aktif mulai menggeluti sastra lisan daerah, yaitu
tuja’i. Dua tahun terakhir, terhitung sejak tahun 2018,
beliau mulai dikenal masyarakat sebagai salah satu tokoh
adat di tempat kelahirannya, yaitu Kelurahan Tumbihe,
Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango. Tuja’i
merupakan puisi dalam bahasa Gorontalo yang berisi
pujian, nasihat, dan petuah yang biasanya diucapkan pada
prosesi adat setempat. Berkat kepiawaiannya dalam
melantunkan tuja’i, beliau seringkali diundang dalam acara
pernikahan, molo’apu, dan pulana di Kelurahan Tumbihe.
Namun, tidak hanya melantunkan tuja’i di rumah warga,
pria kelahiran Gorontalo ini juga sering diundang
melantukan tuja’i di kediaman iladiya atau camat.
96 Herman Didipu
JANTU ABDULLAH
Jantu Abdullah lahir di Kecamatan
Tilamuta, Kabupaten Boalemo
pada tanggal 8 Oktober 1935, oleh
masyarakat setempat biasa di sapa
Pa Ade Yantu. Pekerjaan Pa Ade
Yantu adalah petani dan
pendidikan terakhirnya adalah
Sekolah Dasar. Pada tahun 1950, ia
sudah menggeluti beberapa jenis
sastra lisan, di antaranya adalah sastra lisan dikili, sa’iya,
dan buruda. Dari ketiga sastra lisan tersebut yang paling
digeluti oleh Pa Ade Yantu adalah sastra lisan dikili. Beliau
sering menembangkan sastra lisan dikili ini dalam perayaan
hari besar Islam atau dalam perayaan Maulid Nabi
Muhammad saw. Sekarang beliau tinggal di Dusun Pasir
Putih, Desa Bolihutu’o, Kecamatan Botumoito, Kabupaten
Boalemo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 97
JERITA TAGUGE
Jerita Taguge, wanita paruh baya
ini bertempat tinggal di Dusun I,
Alumbango, Desa Bolihutu`o,
Kabupaten Boalemo Di samping
sebagai ibu rumah tangga, ia juga
merangkap sebagai seorang pegiat
sastra lisan. Keseharianya yang
berkutat dengan keluarganya tidak
menyurutkan semangat beliau
tetap berkarya di tengah-tengah masyarakat. Wanita
kelahiran tahun 1965 ini, adalah wanita yang memiliki
kepribadian yang sangat baik. Dalam keseharianya ia
dikenal sebagai wanita pendiam, namun tetap dengan
kemurahan senyumnya. Masyarakat setempat
memangilnya Ma Kuni Koci. Tidak hanya mengurusi
keluarga dan menggiatkan budaya sastra lisan Gorontalo,
beliau juga berprofesi sebagai petani aktif di desanya. Di
pagi hari sembari menyiapkan keperluan sekolah untuk
anak-anaknya, dia juga tidak lupa mempersiapkan segala
kebutuhannya untuk mengerjakan ladang perkebunannya.
Pendidikan terakhir beliau hanyalah Sekolah Dasar (SD),
keadaan itu terjadi kerena keterbatasan ekonomi yang
mereka hadapi kala itu. Terdapat tiga sastra lisan
Gorontalo yang dikuasainya, di antaranya adalah dikili,
debe, dan turunani. Beliau sudah bergelut dengan sastra
lisan sejak tahun 2012 atau tepatnya saat beliau berumur
42 tahun. Biasanya beliau sering menembangkan sastra
lisan di perayaan hari besar Islam. Tujuh tahun lebih beliau
menekuni sastra lisan tersebut, dengan penuh kebahagiaan,
98 Herman Didipu
sebab dengan terjunnya ia menggeluti sastra lisan
Gorontalo, banyak teman baru yang ia temukan. Bahkan,
ada yang dari luar kabupaten yang memiliki keahlian sama
seperti yang dia kuasai.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 99
JIBA UMAN
Jiba Uman atau yang kerap disapa denga Iki Nou
ini, lahir di Desa Bongo, Kabupaten Gorontalo. Wanita
yang lahir pada tahun 1962 ini, merupakan salah satu
tokoh sastra daerah yang aktif dalam menembangkan
sastra lisan daerah gorontalo. Sehari-hari wanita ini bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Riwayat pendidikannya hanya
sampai tingkat sekolah dasar. Namun, Iki Nou
membuktikan hal tersebut bukanlah penghalang untuknya
dalam ikut serta merawat, menjaga, dan melestarikan
sastra lisan yang berada di daerahnya. Iki nou mulai
menggeluti dan menembangkan sastra lisan daerah pada
tahun 1990. Beragam jenis sastra daerah yang sering
ditembangkannya, yakni tinilo, dikili, sa’iya, debe,
turunani dan buruda. Sastra lisan tersebut biasanya
ditembangkan Iki Nou pada saat pesta pernikahan,
peringatan 40 hari kedukaan, dan perayaan maulid nabi.
Hal tersebut dilakukannya untuk menjaga adat istiadat
yang telah ada sejak lama.
100 Herman Didipu
JUFRI AMARA
Jufri Amara lahir di Hutu’o, 16 September 1967.
Jufri Amara atau yang sering disapa Ka Nonu ini
menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA). Ia merupakan lelaki yang dikenal
oleh masyarakat sebagai orang yang ahli dalam bersastra
lisan. Tak hanya itu, beliau pun merupakan seorang
mayulu-mayulu atau yang menjadi penjaga atau bagian
pengamanan di setiap pelaksanaan kegiatan adat. Karena
itu pulalah, ia menjadi kepala lingkungan di tempat
tinggalnya. Salah satu sastra lisan yang ia gelutiadalah
tuja’i. Tuja’i digelutinya sejak tahun 2019. Walaupun
belum begitu lama dalam bersastra lisan, tetapi ia sudah
dikenal terampil dan mahir dalam menembangkan tuja’i.
Dia menembangkan tuja’i di upacara adat pernikahan.
Dengan keahlian tersebut, membuat beliau aktif menjadi
pelestari budaya di Gorontalo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 101
JUMRAN TAWA’A
Jumran Tawa’a lahir di Motolohu
tahun 1950. Lelaki yang akrab
disapa Ka Ku’u ini tinggal di Desa
Motolohu, Kecamatan
Randangan, Kabupaten
Pohuwato. Jumran Tawa’a
menamatkan pendidikan
terakhirnya di sekolah dasar (SD).
Walaupun demikian, ia bekerja
sebagai seorang wirausaha di desanya. Di usianya yang
tidak lagi muda, Jumran Tawa’a masih bergelut dengan
sastra lisan daerah Gorontlo. Hal ini dibuktikannya dengan
mengikuti aktivitas pelestarian kebudayaan. Sastra lisan
yang digelutinya ialah turunani dan buruda. Hal itu telah
ia geluti dan tembangkan sejak tahun 1978 atau ketika
sekitar usianya masih 28 tahun. Dengan naskah yang
dipegangnya, Jumran Tawa’a sering menembangkan sastra
lisan ini di upacara adat pernikahan.
102 Herman Didipu
KADAR ABUBAKAR
Kadar Abubakar atau biasa disapa Pak Dari, lahir di
Gorontalo, 10 Januari 1970. Usia 50 tahun, merupakan
usia yang tidak muda lagi, namun hal itu tidak menurunkan
motivasi beliau untuk melestarikan kebudayaan
Gorontalo, khususnya sastra lisan me’eraji. Pendidikan
terakhir Pak Dari adalah Sekolah Menengah Atas (SMA).
Pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai nelayan. Oleh
masyarakat setempat, Pak Dari dipercaya untuk menjadi
imam di desanya. Pada masa-masa peringatan Isra Mikraj,
tepatnya pada bulan Rajab, Pak Dari banyak mendapat
undangan untuk mengisi perayaan Isra Mikraj tersebut
secara tradisional, yaitu melantunkan sastra lisan me’eraji.
Pekerjaan sampingan sebagai pelantun me’eraji sudah
digelutinya sejak 10 tahun lalu.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 103
KARIM L. ABUDI
Karim L. Abudi sering disebut dengan sapaan Paci
atau Pa Kuni. Ia lahir di Boludawa pada 1 Januari 1993.
Pendidikan terakhir Pakuni hanya sampai di Sekolah Dasar.
Meskipun tidak mengeyam pendidikan tinggi, Pakuni
pernah diangkat sebagai Kepala Desa. Dia merupakan
salah satu tokoh adat Gorontalo yang memiliki kedudukan
sebagai Wu’u. Beberapa jenis sastra lisan yang digelutinya
yaitu Tuja’i, Palebohu, Tinilo, Lohidu, Pantungi, Piliu, dan
Buruda. Sejak tahun 1956 ia sudah menggeluti sastra lisan
tersebut. Pakuni menembangkan sastra lisan ini di acara-
acara tertentu seperti di acara pernikahan, kematian,
penyambutan tamu, momulanga dan doa arwah 40 hari.
Sebagai bentuk kecintaan terhadap daerah Gorontalo,
Pakuni bahkan memiliki beberapa naskah sastra lisan yang
digeluti, di antaranya, naskah tinilo, dan buruda. Keuletan
dalam menggeluti sastra lisan tersebut, menjadikan Pakuni
sebagai tokoh adat Gorontalo dan telah menerima
beberapa penghargaan.
104 Herman Didipu
KARTIN NURDIN
Kartin Nurdin atau akrab disapa masyarakat Desa
Butu dengan sebutan Sisa Kara. Ibu rumah tangga kelahiran
Gorontalo 7 Desember 1960 ini, menduduki jabatan
sebagai ketua atau ahlul adat di Desa Butu, Kecamatan
Tilongkabila, Kabupaten Bone bolango. Beliau memiliki
latar belakang pendidikan Sekolah Dasar. Kini beliau
memiliki kesibukan sebagai seorang ibu rumah tangga.
Latar belakang pendidikan Sekolah Dasar tidak membuat
beliau patah semangat untuk menjaga kelestarian tradisi
dan budaya daerah Gorontalo. Kartin memiliki
kecenderungan pada sastra daerah dikili. Sastra daerah
dikili sering dilantukan dalam rangka memperingati maulid
Nabi Muhammad saw. Lantunan dikili akan menggema di
seluruh belahan daerah Gorontalo secara bersamaan
setelah selesai salat Isya hingga Subuh. Inilah keunikan dari
adat istiadat dan budaya daerah yang dijuluki sebagai
serambi madinah setelah Aceh yang mendapat julukan
serambi Mekkah. Tidak hanya itu, kegiatan modikili juga
sering dimeriahkan dengan adanya tradisi walima atau kue
berhias yang penuh dengan makna simbolik.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 105
LATIFA KINO
Latifa Kino, wanita ini lahir pada tahun 1947 di
Kota Gorontalo. Latifa Kino ini lebih akrab di sapa dengan
Ma Ita Latifa. Dalam kesehariannya Ma Ita Latifa bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Beliau menempuh pendidikan
terakhir pada tingkat SD. Beliau sekarang mempelajari
beberapa jenis sastra lisan Gorontalo. Salah satunya adalah
dikili yang sudah digelutinya sekitar kurang lebih 10 tahun
yang lalu. Beliau biasa menembangkan dikili pada acara
untuk memperingati maulid nabi. Latifa Kino biasa
menembangkan dikili di masjid atau di rumah warga di
Desa Buhu, Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten Bone
Bolango.
106 Herman Didipu
LENI THALIB
Leni Thalib merupakan wanita
yang lahir pada 3 Maret 1968 di
Gorontalo. Sekarang ia bertempat
tinggal di Desa Bongo. Masyarakat
Desa Bongo sering menyapa ibu
rumah tangga ini dengan panggilan
Ta Eni. Walaupun ia hanya seorang
ibu rumah tangga, namun Ta Eni
sapaan akrabnya, juga ikut serta
dalam kegiatan di masyarakat seperti acara pernikahan,
akikah, doa syukuran, dan biasanya juga beliau menjadi
penyambut tamu. Masyarakat mengenal Ta Eni sebagai
salah satu tokoh wanita yang menggeluti sastra lisan
Gorontalo. Hal itu dibuktikan dengan keterampilanya
dalam menembangkan tinilo atau syair-syair yang
digunakan untuk mengantar batu nisan di hari yang ke
empat puluh kematian dan juga syair yang diharapkan
dapat menghibur keluarga yang ditinggalkan. Selain itu, Ta
Eni pun sering menembangkan debe setiap malam Jumat
di masjid. Ketertarikannya pada sastra lisan daerah
Gorontalo bermula pada tahun 2006. Hingga saat ini, Ta
Eni aktif dalam kegiatan-kegiatan adat di Desa Bongo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 107
LEWAN LAHAY
Lewan Lahay dilahirkan di Lemito, pada tanggal 7
Juli tahun 1971. Beliau lebih akrab dengan sapaan Pakuni
Iru. Jalur pendidikan beliau memang hanya sampai dan
berhenti di Sekolah Dasar. Walaupun demikian,
pengetahuannya tentang sastra lisan daerah Gorontalo
sangat baik dan bervariasi. Beliau memiliki kedudukan adat
sebagai Wu’u di Suwawa, Kabupaten Bone Bolango bukti
dari keluasan pengetahuannya. Jenis sastra lisan yang
digeluti Pakuni Iru yaitu, tuja’i dan mala-mala.
Ketertarikannya dalam menggeluti sastra lisan daerah
Gorontalo bermula sejak 20 tahun yang lalu. Sastra lisan
yang ia geluti sekarang biasa ditembangkan pada pesta
pernikahan. Dengan keuletan dalam menggeluti sastra lisan
Gorontalo, beliau sudah menerima sebuah penghargaan
dari kabupaten setempat pada tahun 2010.
108 Herman Didipu
LUKMAN OLI`I
Lukman Oli`i atau biasa di sapa Ka
Nuku. Ia lahir di Gentuma pada 10
Oktober 1966. Dengan usia seperti
itu, beliau masih aktif berkecimpung
dengan lingkungan adat di
daerahnya. Tokoh yang lahir di
Desa Gentuma tersebut telah
menamatkan jenjang
pendidikannya sampai pada tingkat
SMA. Dengan kepiawaian bersastra lisan di tengah-tengah
masyarakat, Ka Nuku diangkat oleh para petinggi adat
sebagai anggota dalam lingkaran adat di Desa Gentuma.
Keahliannya tidak diragukan lagi tatkala menembangkan
mala-mala. Mala-mala merupakan sastra lisan ragam adat
yang biasa dilantunkan sebagai pembuka sebelum
melakukan tuja`i pada acara-acara besar di daerah, seperti
penyambutan tamu negeri yang disebut ta`uwa lo lipu.
Sejak tahun 2005, Ka Nuku sudah dipercayakan untuk
menembangkan sastra lisan tersebut. Bahkan, Ka Nuku
dipercayakan sebagai petugas tetap untuk mengantar
khatib ke atas mimbar dengan menembangkan mala-mala
di masjid ketika menunaikan salat idul fitri.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 109
MAHMUD HAMZAH
Mahmud Hamzah lahir di
Kecamatan Batuda’a Pantai,
Kabupaten Gorontalo, tepatnya di
Desa Bongo, pada 19 juli 1963.
Mahmud Hamzah yang oleh
masyarakat sering disapa Kawali
Mudi berkedudukan sebagai
pemangku adat di Desa Bongo,
Kecamatan Batuda’a. Kawali Mudi
mengenyam pendidikan sekolah dasar pada tahun 1969
dan tamat pada tahun 1976. Dalam kesehariannya, Kawali
Mudi bekerja sebagai imam masjid dan seorang
wiraswasta. Sejak tahun 2013, Kawali Mudi bergelut dalam
dunia pelestarian dan pengembangan kebudayaan
Gorontalo, dalam hal ini sastra lisan mi’raji. Kawali Mudi
biasa menembangkan mi’raji di masjid pada setiap
peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad saw.
110 Herman Didipu
MAKU DJAFAR
Maku Djafar lahir di Duhiyada’a
pada tahun 1958. Oleh
masyarakat, Maku Djafar kerap
disapa Pa Imam. Hal tersebut
melihat keaktifannya dalam
bidang keagaamaan, Maku Djafar
juga bertugas sebagai imam masjid
di Desanya. Maku Djafar hanya
bisa menamatkan pendidikannya
pada tingkat Sekolah Dasar (SD) Duhiyada’a. Selain aktif di
bidang keagamaan, Maku Djafar juga aktif di bidang
pelestarian budaya, sastra lisan Gorontalo. Di antara sastra
lisan yang digelutinya yaitu tinilo, dikili, dan debe. Maku
Djafar biasa menembangkan tinilo pada peringatan malam
ke-40 setelah seseorang meninggal dunia yang
dilaksanakan oleh keluarga yang berduka. Maku Djafar
biasa menembangkan dikili pada setiap perayaan Maulid
Nabi Muhammad saw. Beliau dikenal sebagai guru bagi
setiap orang yang meminati sastra lisan dikili. Sedangkan
debe dilantunkan setiap malam jumat di masjid
kampungnya.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 111
Prof. Dr. MANSOER PATEDA
Lahir di Gorontalo tahun 1940 dan
meninggal dunia pada usia 70
tahun, tepatnya pada 4 September
2010. Beliau menyelesaikan
pendidikan Sarjana (1970),
kemudian melanjutkan pendidikan
pascasarjana di Universitas Leiden
(1976-1977) dalam bidang
Linguistik, dan terakhir meraih
gelar Doktor Linguistik dari Universitas Hasanuddin,
Makassar (1986). Sejak bertugas sebagai dosen, beliau
banyak dipercayakan menduduki jabatan strategis di
lembaganya. Di antaranya adalah (1) Sekretaris Jurusan
Pendididikan Bahasa dan Sastra Indonesia, (2) Kepala Biro
Umum, (3) Pembantu Dekan Muda 1 Fakultas Sastra dan
Seni IKIP Negeri Manado Cabang Gorontalo (1966-1970);
dan terakhir (3) Direktur Pascasarjana Universitas Negeri
Gorontalo.
Di kalangan akademisi, khsususnya para pakar linguistik di
Indonesia, nama Prof. Mansoer Pateda sudah tidak asing
lagi karena pemikiran dan karya-karya besarnya. Beliau
aktif menulis dan mempresentasikan makalah dalam
berbagai pertemuan ilmiah, baik tingkat lokal, nasional,
hingga internasional. Artikel-artikel ilmiahnya telah
diterbitkan di beberapa jurnal ilmiah. Nama besar beliau
pun dikenal lewat buku-buku ilmiah yang ditulis dan
diterbitkan secara nasional. Beberapa di antaranya adalah,
(1) Semantik Leksikal; (2) Linguistik Terapan; (3)
112 Herman Didipu
Sosiolinguistik; (4) Linguistik (Sebuah Pengantar); (5)
Fonologi; (6) Morfologi; dan (7) Analisis Kesalahan.
Di kalangan budayawan, pemangku adat, bahkan
masyarakat Gorontalo pada umumnya, nama besar Prof.
Mansoer Pateda sangat dikenal. Pemikiran dan karya-
karya monumental beliau akan terus dinikmati/dibaca oleh
generasi masa kini, hingga masa akan datang. Kepakaran
dalam bidang linguistik dipraktikkannya dalam bentuk
kajian-kajian ilmiah terhadap bahasa, sastra, dan budaya
Gorontalo. Beberapa karya beliau dalam bidang bahasa,
sastra, dan budaya Gorontalo adalah: (1) Kamus Bahasa
Gorontalo-Indonesia; (2) Kamus Indonesia-Gorontalo; (3)
Kaidah Bahasa Gorontalo; (4) Risalah Bahasa Gorontalo;
(5) Peribahasa Gorontalo; (6) Kamus Bahasa Suwawa-
Indonesia; (7) Morfologi Dialek Bune Bonda; (8) Sistem
Perulangan Bahasa Atinggola; (9) Geografi Dialek Bahasa
Gorontalo; (10) Pantun Nasehat Gorontalo; (11) Budaya
Penghambat Pembangunan; (12) Ejaan Bahasa Gorontalo;
(13) Cerita Nenekku; (14) Cerita untuk Anak dalam Bahasa
Gorontalo dan Bahasa Indonesia; (15) Pembelajaran
Muatan Lokal Bahasa Gorontalo untuk tingkat SD dan
SMP; (16) Panduan Prosesi Upacara yang Bernuansa Adat
Gorontalo. Karya besar beliau sebelum akhir hayatnya
adalah terjemahan Alquran ke dalam Bahasa Gorontalo
(bersama tim).
Sebagai penghargaan terhadap jasa-jasa Prof. Mansoer
Pateda semasa hidup, beliau dianugerahi gelar adat “Ta
Lopo’olamahe Popoli” yang artinya ‘Putra terbaik bangsa
pelestari budaya Gorontalo’. Kemasyhuran nama Prof.
Mansoer Pateda pun disandingkan dengan nama-nama
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 113
tokoh besar dari Gorontalo, seperti Hans Bague Jassin
(H.B. Jassin), Jusuf Syarief Badudu (J.S. Badudu).
114 Herman Didipu
MANSUR DALI
Haji Mansyur Dali, S.Pd., sering
disapa juga sebagai Pak Tengku,
merupakan tokoh pendidikan yang
dikenal luas masyarakat di
Kabupaten Gorontalo Utara,
Provinsi Gorontalo. Ia berprinsip
tidak akan pernah bosan mendidik
generasi bangsa khususnya di
daerah ini. Ia dikenal aktif melestarikan bahasa dan budaya
daerah Gorontalo di kalangan pelajar, semasa ia masih
menjadi guru hingga memasuki masa pensiun sejak 1
Agustus 2011. Bahkan, hingga mulai menikmati masa
pensiun, langkah melestarikan bahasa Gorontalo itu terus
ia lakukan mulai dari lingkungan keluarga, yaitu anak-anak
dan para cucu, warga di sekitar rumah hingga masyarakat
luas. Yang menarik, ia dikenal memiliki banyak koleksi
pantun (pantungi). Dengan kedalaman pengetahuannya
tentang sastra daerah sehingga hampir semua jenis sastra
lisan Gorontalo pun ia pahami dengan baik.
Ratusan penghargaan yang ia raih di dunia pendidikan
sejak meniti karir pada tahun 1971 sebagai guru honorer di
Kota Manado, Sulawesi Utara hingga pensiun pada jabatan
Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Ponelo Kepulauan.
Di antaranya, ia pernah meraih Juara I guru teladan tingkat
Kabupaten Gorontalo Utara dan Juara II guru teladan
tingkat Provinsi Gorontalo. Meski telah memasuki usia
senja, pria kelahiran Kwandang 3 Juli 1951 ini mengaku,
takkan pernah bosan dan patah semangat untuk berbagi
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 115
ilmu pengetahuan yang dimiliki baik kepada guru maupun
para generasi muda di daerah ini. Alasan tersebut membuat
ia hingga saat ini memilih aktif di beberapa organisasi yang
bersentuhan langsung dengan dunia pendidikan, di
antaranya Gerakan Pramuka serta mengembangkan kursus
rumahan karya sastra Inggris yang dipadukan dengan
Bahasa Gorontalo, yang ia kelola bersama putri
bungsunya, Mimi Dali yang juga mengikuti jejaknya
sebagai guru sastra jurusan Bahasa Inggris. Peraih
penghargaan sebagai Ketua Dewan Kehormatan Guru
Tergiat Kabupaten Gorontalo Utara ini mengaku, telah
berkomitmen meningkatkan kualitas pendidikan di daerah
ini agar semakin maju dan mampu melahirkan generasi
bangsa mandiri, berkualitas dan berdaya saing
(https://gorontalo.antaranews.com/berita/9969).
Beberapa kali ia turut berpartisipasi dalam kegiatan Kantor
Bahasa Provinsi Gorontalo dengan melatih para pelajar
dan komunitas sastra dalam usaha memperkenalkan sastra
lisan tanggomo, pantungi, lohidu, dan pa’iya lo hulango
poli.
116 Herman Didipu
MARIYA TAIB
Mariya Taib atau biasa disapa Aci Kona, lahir di
Kota Utara tepatnya di Dusun Biluntu pada tanggal 9 Juni
1950. Pendidikan terakhir Aci Kona yaitu Sekolah
Menengah Pertama. Pekerjaan sehari-hari Aci Kona sebagai
penjahit di daerah beliau tinggal. Aci Kona dikenal sebagai
salah seorang yang menggeluti jenis sastra lisan dikili sejak
tahun 1970 hingga sekarang. Ia biasa menembangkan
sastra lisan dikili pada perayaan maulid Nabi Muhammad
saw, tepatnya pada bulan Rabiul Awal hijiriah.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 117
MARTA KAMARU
Marta Kamaru lebih akrab disapa dengan Ta Ata.
Wanita ini lahir di Desa Suwawa, 30 September tahun
1960. Beliau menempuh pendidikan terakhir di SMP.
Meskipun beliau tidak mengenyam pendidikan tertinggi
tapi tidak membuat beliau putus asa dalam melestarikan
adat dan budaya yang ada di daerah Gorontalo. Salah satu
adat dan budaya yang masih tetap dilestarikan adalah
sastra lisan. Sastra lisan Gorontalo ini merupakan karya
yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut
secara turun-temurun. Marta Kamaru atau yang lebih
akrab disapa dengan Ta Ata ini, diketahui sedang
menggeluti beberapa jenis sastra lisan yang ada di daerah
Gorontalo atau lebih tepatnya di Kabupaten Bone
Bolango, yaitu Tinilo, Dikili dan Turanani sejak pada tahun
1970-an. Sebagai bentuk rasa kebanggaannya atas adat dan
budaya gorontalo, beliau menjadi salah satu masyarakat
yang masih cinta dan peduli dengan adat dan budaya
Gorontalo. Ia juga memiliki beberapa jenis naskah Tinilo,
Dikili dan Turanani. Sekarang Ta Ata masih terlihat sangat
aktif dalam kedudukannya sebagai anggota Tinilo, Dikili
dan Turanani di Desa Tingkohubu, Kecamatan Suwawa,
Kabupaten Bone Bolango.
118 Herman Didipu
MARTIN RAHMAN
Martin Rahman lahir di Gorontalo pada tanggal
1956. Wanita ini berdomisili di Desa Bongo, tepatnya di
Dusun Barat. Saat ini, Martin Rahman aktif pada setiap
kegiatan adat di Desa Bongo. Wanita yang biasa dipanggil
Bibi Nui ini dikenal oleh masyarakat sebagai penembang
Tinilo, Taleningo, Dikili, Sa’iya, Debe, dan Turunani.
Keahliannya dalam bersastra lisan tersebut membuatnya
sering diundang di pesta pernikahan di desanya. Selain itu,
ia pun sering ikut serta dalam kegiatan keagamaan di
masjid. Kepiawaiannya bersastra lisan bermula sejak tahun
1979. Ia belajar dari orang tuanya sendiri. Dengan
kepiawaiannya menembangkan sastra lisan tersebut, Bibi
Nui menjadi wanita yang diperhitungkan ketika perayaan
hari-hari besar Islam dilaksanakan. Dengan perhatian dan
kepercayaan masyarakat atas dirinya tersebut, ia pun
menganggapnya sebuah kebanggaan tersendiri. Memang
tidak begitu banyak wanita yang dapat menguasai
berbagai jenis sastra lisan di kampungnya. Walaupun
demikian, ia tetap menurunkan keterampilannya tersebut
pada anak-anak agar sastra lisan tersebut dapat lestari,
terutama di Desa Bonga dan di Gorontalo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 119
MARYAM KATU
Maryam Katu atau yang kerap
disapa Mami, lahir di Pantungo
pada April tahun 1971. Maryam
Katu merupakan penggiat yang
turut melestarikan sastra daerah
Gorontalo, khususnya di sastra
lisan dikili. Mami menyelesaikan
pendidikannya sampai pada
tingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Saat ini, ia beraktivitas sebagai seorang Ibu
Rumah Tangga (IRT). Walaupun memiliki kesibukan
sebagai IRT, hal itu tidak menghalanginya untuk
mengembangkan sastra lisan dikili. Maryam Katu mulai
menggeluti dikili sejak tahun 2013 dan masih aktif
menembangkan dikili pada peringatan mauled Nabi
Muhammad saw., yang dilaksanakan di masjid-masjid.
Dengan keahlianya tersebut, ia dikenal sebagai wanita
penggiat sastra lisan Gorontalo.
120 Herman Didipu
MASTIN KALUKU
Mastin Kaluku lahir di Batudaa, 6
November tahun 1953.. Mastin
Kaluku sering disapa dengan
panggilan Mami Masi.
Kedudukannya dalam adat
sebagai ketua adat di Desa
Batuda`a. Wanita yang
mengeyam pendidikan hanya
sampai sekolah dasar tersebut,
bekerja sebagai wiraswasta. Mami Masi selalu meluangkan
waktunya untuk menembangkan sastra lisan Gorontalo
tinilo, piilu, dikili, turunani, dan buruda. Keterampilannya
menguasai berbagai sastra lisan tersebut karena sejak tahun
1968, beliau sudah menggeluti lima sastra lisan tersebut.
Tempat yang biasa digunakan untuk menembangkan sastra
lisan tersebut di antaranya acara yang sering
diselenggarakan oleh pihak pemerintah kabupaten untuk
melestarikan dan mengembangkan sastra lisan Gorontalo
tersebut. Sekarang Mami Masi bertempat tinggal di
Huntulohulawa, Kecamatan Bongomeme, Kabupaten
Gorontalo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 121
Dr. (Hc) H. MEDI BITUTIHE
Lahir di Gorontalo, 12 September
1941. Meninggal dunia pada usia
75 tahun 6 hari, tepatnya pada
Minggu, 18 September 2016. Ia
dikenal sebagai seorang birokrat,
politisi, tokoh lingkungan,
sekaligus budayawan di
Gorontalo. Beliau pernah
menjabat Walikota Gorontalo
selama dua periode, yaitu 1998-2003 dan 2003-2008.
Semasa hidup, ia aktif dalam upaya pelestarian
kebudayaan Gorontalo. Pada 1974 saat mejabat Kepala
Bagian Pembangunan Kantor Pemda Kabupaten
Gorontalo, Medi Botutihe menciptakan paduma (salah
satu ragam sastra lisan Gorontalo) yang sangat terkenal
dan menjadi filosofi pada masyarakat Gorontalo, yaitu
“Payu Limo to Talu, Lipu Pe’i Hulalo”. Artinya, ‘Dengan
lima prinsip dasar, negeri kita bangun/muliakan’. Berkat
usaha-usaha beliau dalam melestarikan adat dan budaya
Gorontalo, ia dianugerahi gelar adat (pulanga) Ta’uwa Lo
Lingguwa (Raja Negeri) pada 2001.
Khusus dalam bidang sastra lisan daerah Gorontalo, Medi
Botutihe telah menulis dan menerbitkan beberapa buku
yang di dalamnya membahas beberapa ragam sastra lisan
daerah Gorontalo. Beberapa di antaranya adalah, (1)
Sejarah Perkembangan Limo Pohala'a di Daerah
Gorontalo; (2) Mo'odelo: sifat dan perilaku pemimpin
berdasarkan nilai lokal Gorontalo; dan (3) Tata Upacara
Adat Gorontalo (disusun bersama Farha Daulima). Karya-
122 Herman Didipu
karya beliau sarat dengan muatan pelajaran sastra lisan
daerah Gorontalo, yaitu: tuja’i, palebohu, lumadu,
tahuda, dan paduma.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 123
MIA RASYID
Mia Rasyid atau yang sering disapa dengan Susi
Mia oleh masyarakat Bolihutuo, lahir pada 5 April 1951 di
Tilamuta, Kabupaten Boalemo. Beliau yang sehari-hari
bekerja sebagai ibu rumah tangga ini, menempuh
pendidikan terakhirnya sampai sekolah dasar (SD). Susi
Mia termasuk dalam anggota masyarakat yang menggeluti
sastra daerah. Jenis sastra daerah yang digeluti oleh Susi
Mia adalah dikili, debe, turunani, dan buruda. Beliau
menggeluti keempat jenis sastra daerah ini sejak 1965.
Keahliannya dalam bersastra lisan terlihat dengan
seringnya diundang dalam perayaan hari besar Islam. Susi
Mia sering menembangkan debe setiap malam Jumat di
rumah warga. Sedangkan turunani dan buruda, Susi Mia
menembangkannnya di acara pernikahan di lingkungan
daerahnya saja. Sekarang, Susi Mia tinggal di Dusun 2 Wita,
Desa Bolihutuo, Kecamatan Botumoito, Kabupaten
Boalemo. Susi Mia masih aktif sebagai penembang
keempat jenis sastra daerah tersebut. Selain itu, Susi Mia
juga masih menyimpan naskah sastra daerah yang
digelutinya.
124 Herman Didipu
Prof. Dr. H. MOH. KARMIN
BARUADI, M.Hum.
Lahir di Gorontalo, 26 Oktober
1958. Mengawali pendidikan di
SDN 16 Gorontalo (1971);
selanjutnya SMPN 2 Gorontalo
(1974); SPGN 2 Gorontalo (1977).
Pendidikan tinggi diawali di FKIP
Unsrat Manado di Gorontalo
(1984); S-2 di Universitas
Padjadjaran Bandung (1998); dan program S-3 dari
Universitas Sam Ratulangi (2011). Sejak 1986 bertugas
sebagai dosen di Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas
Negeri Gorontalo.
Sebagai seorang dosen, beliau pernah menduduki
beberapa jabatan strategis di lembaganya, di antaranya (1)
Sekretaris Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP
Unsrat di Gorontalo (1987-1982); (2) Sekretaris Ketua
STKIP Gorontalo (1992-1995); (3) Ketua Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni STKIP Gorontalo (1999-2001);
(4) Dekan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Negeri
Gorontalo (2001-2002); (5) Pembantu Rektor Bidang
Kemahasis-waan (2006-2007); (6) Pembantu Rektor
Bidang Akademik (2007-2009); (7) Ketua Lembaga
Penelitian (2011-2012); dan (8) Ketua Lembaga
Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran (2012-
2014). Selain di lembaganya, Prof. Karmin juga dipercaya
duduk pada lembaga peradatan Gorontalo, yaitu (1) Ketua
Bidang Didito/Dilito/Bibito/Ayito Lembaga Adat
Dulohupa Kota Gorontalo sejak 2015; dan (2) Pengurus
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 125
Duango lo Adati (Dewan Adat) Provinsi Gorontalo, sejak
2018.
Perhatiannya terhadap sastra lisan Gorontalo sudah ada
sejak studi S-1, sehingga bersama beberapa teman
tergabung dalam penelitian kolaboratif dengan dosen dan
menghasilkan karya penelitian seperti Puisi Sastra Lisan
Gorontalo, juga penelitian tentang Nilai Budaya dalam
Cerita Rakyat Lahilote, dll. Dalam mengakhiri studi S-2 di
Unpad Bandung, beliau memfokuskan kajian/penelitian
terhadap sastra pengaruh Islam di Gorontalo. Kepakaran
beliau dalam bidang sastra lisan daerah Gorontalo terus
dikembangkan dengan melahirkan banyak karya, baik
yang berupa laporan hasil penelitian, buku, makalah,
maupun artikel jurnal ilmiah, yang dipresetasikan dan
dipublikasikan dalam lingkup lokal, nasional, maupun
internasional. Selain itu, beliau pun menjadi narasumber
dalam berbagai kegiatan peradatan dan sebagai
narasumber dalam siaran kebudayaan Gorontalo di
beberapa stasiun radio.
Prof. Karmin termasuk salah seorang akademisi yang intens
dalam upaya pelestarian dan pengembangan sastra lisan
Gorontalo. Lebih kurang 30 tulisan beliau tentang sastra
lisan Gorontalo yang telah dipublikasi, baik dalam bentuk
buku maupun makalah dan artikel jurnal ilmiah. Beberapa
di antaranya adalah: (1) Me’eraji, Sastra Pengaruh Islam
Bernuansa Budaya Gorontalo; (2) Appellation in
Gorontalese: An Antropo-linguistics Approach towards
Language and Culture in gorontalo, Indonesia; (3)
Kumpulan Cerita Rakyat Gorontalo; (4) Tradisi Sastra
Dikili Dalam Pelaksanaan Adat Maulidan di Gorontalo; (5)
126 Herman Didipu
Panduan Perkawinan Kebesaran Adat Gorontal; (6) The
Role of Folk Culture in The Promoting Tourism. A Case of
Folklore of Otanaha Fort in Gorontalo Province; (7) Buku
Percakapan Bahasa Gorontalo; (8) Cultural Tourism as a
Support of Local Content Learning in Gorontalo Regency;
(9) Lenggota lo Pohutu (Upacara Adat Perkawinan
Gorontalo); (10) Buku Sejarah Benteng Otanaha; (11) Buku
Cerita Potensi Wisata Berdasarkan Kearifan Lokal; (12)
Potret Cerita Wisata Budaya Kabupaten Gorontalo; (13)
Sastra Lisan Gorontalo Bagian dari Tradisi Lisan Universal;
(14) Exploring Lahilote Folklore as an Effort in Promoting
cultural Tourism in Gorontalo City; (15) Folklore dalam
Legenda Danau Limboto.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 127
MUSLIM LANUR
Muslim Lanur, biasa di sapa Ayah
Musu, merupakan Kepala Desa
Dulamayo, Kecamatan
Bongomeme. Lahir di Desa Iluta
pada 5 Desember 1941. Lelaki ini
menempuh jenjang pendidikan
pada Sekolah Pendidikan Guru
(SPG). Riwayat pekerjaannya
adalah pernah menjadi Guru di
sekolah dasar pada tahun 1965 sampai Mei 1998. Setelah
pensiun, Ayah Musu mulai belajar dan menggeluti sastra
lisan tuja`i. Pada tahun 2001. Ia selalu mendapatkan
kepercayaan untuk mengiringi pada pesta-pesta
penikahan, penyambutan tamu, dan upara adat untuk
pelantikan dalam kedudukan adat di Kecamatan
Bongomeme. Walaupun 19 tahun menggeluti tuja`i, Ayah
Musu sudah pernah menjadi pemenang utama dalam
perlombaan kebudayaan di tingkat desa bahkan sampai di
tingkat Provinsi Gorontalo. Alamat sekarang adalah Desa
Dulamayo, Kecamatan Bongomeme, Kabupaten
Gorontalo.
128 Herman Didipu
Prof. Dr. NANI TULOLI
Lahir di Gorontalo, 1 Juni 1945.
Menyelesaikan pendidikan Sekolah
Rakyat Pentadio (1956), SMP
Negeri 2 Gorontalo (1959), SGA
Negeri Gorontalo (1962), Sarjana
Jurusan Bahasa Indonesia IKIP
Negeri Manado (1970),
melanjutkan pendidikan Post
Graduate Training Programme for
General and Austronesia Linguistics, Rijksuniversiteit
(1981), dan terakhir pendidikan Doktor dalam bidang
Sastra dari Universitas Indonesia dengan predikat cumlade
(1990).
Bertugas sebagai seorang akademisi/dosen sejak 1966.
Sejak itu, beliau dipercayakan menduduki jabatan penting,
di antaranya (1) Kepala Bidang Pengajaran IKIP Manado
cabang Gorontalo (1977-1980), (2) Sekretaris Pusat
Penelitian Pendidikan dan Kebudayaan FKIP Unsrat (1982-
1984); (3) Pembantu Dekan II FKIP Unsrat, (1984-1986);
(4) Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP
Unsrat, (1987-1989); (5) Dekan FKIP Unsrat (1992-1993);
Ketua STKIP Gorontalo (1993-2000); (6) Pjs Rektor IKIP
N. Gorontalo (2000-2002). Di luar almamaternya, beliau
pernah menjabat (1) Kepala UPBJJ Universitas Terbuka
Gorontalo (2002-2004); (2) menjadi Anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) utusan Provinsi Gorontalo
(periode 2004-2009); (3) Rektor Universitas
Muhammadiyah Gorontalo (2008).
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 129
Nani Tuloli dikenal sebagai salah seorang tokoh
pengembang dan pelestari sastra lisan Gorontalo. Hal
tersebut dapat dilihat dari berbagai usaha beliau dalam
upaya inventarisasi dan eksplorasi ragam sastra lisan
Gorontalo. Beberapa hasil penelitian dalam bidang sastra
lisan Gorontalo adalah, (1) penelitian tentang ragam sastra
daerah Gorontalo dalam rangka Penataran Sastra yang
dilaksanakan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa (1979); (2) penelitian mengenai Fungsi Sastra Lisan
Gorontalo (1982); (3) Penelitian Sastra Lisan Gorontalo
(1982/1983); (4) Tanggomo Salah Satu Ragam Sastra Lisan
Gorontalo, Disertasi UI (1990); (5) Tim Peneliti Adat
Daerah Gorontalo (1992-1995); (6) Ketua Penelitian
Pengumpulan Puisi Lisan Gorontalo (1994).
Selain melakukan penelitian, beliau juga produktif dalam
penulisan karya ilmiah, baik dalam bentuk makalah yang
dipresentasikan dalam berbagai seminar ilmiah, serta buku
yang diterbitkan. Beberapa di antaranya adalah, (1) Teori
Sastra Lisan (1982); (2) Teori Fiksi (1986); (3) Sejarah,
Teori, dan Kritik Sastra (1986); (4) Nilai-Nilai Budaya
dalam Sastra Daerah Gorontalo (1983); (5) Te Ambalo:
Terjemaha 8 Cerita Rakyat Gorontalo (1984); (6) Sastra
Daerah dalam Masyarakat dan Budaya Gorontalo (1985);
(7) Tanggomo Salah Satu Ragam Sastra Lisan Gorontalo
(1990); (8) Cerita Rakyat Kepahlawanan Gorontalo
(1993); (9) Kumpulan Puisi Lisan Gorontalo (Transkripsi
dan Terjemahan) (2003); (10) Cerita Rakyat Gorontalo
(2004); (11) Kumpulan dan Terjemahan Ragam Pantun
Gorontalo (2013).
130 Herman Didipu
NASIR RAHMAN
Nasir Rahman lahir di Gorontalo
pada 9 November 1956. Beliau
bekerja sebagai nelayan kecil yang
kesehariannya menangkap ikan
dipinggir pantai dengan
menggunakan perahu dengan alat
sederhana. Lelaki yang pada masa
kecilnya ini tidak sempat
merasakan dunia pendidikan,
mempunyai keahlian khusus yang tidak semua orang
memilikinya. Masyarakat setempat memanggilnya Pada’a.
Panggilan tersebut adalah panggilan akrabnya karena
tubuhnya besar di antara saudara-saudaranya.
Ketertinggalannya di dunia pendidikan bukanlah
hambatan baginya untuk menggeluti sastra lisan Gorontalo
yang lebih dekat dengan kehidupannya. Sekarang ia adalah
tokoh masyarakat yang menggeluti sastra lisan daerah
Gorontalo. Ia dinobatkan sebagai tokoh masyarakat
karena memiliki keterampilan menembangkan tuja’i,
mi’raji, dan dikili. Beliau sering menembangkan sastra lisan
di acara hajatan dan pernikahan. Tidak hanya acara-acara
seperti itu, lelaki berusia senja tersebut sering
menembangkan teks mi`raji pada perayaan maulid nabi
yang dilaksanakan di masjid.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 131
NORMAWATI GOLONGGOMO
Normawati Golonggomo dikenal dengan sapaan
Mama Pelti. Ia lahir di Bone Pantai, pada tanggal 2
Februari 1963. Riwayat pendidikan yang berakhir pada
tingkatan Sekolah Dasar. Pendidikan yang ditempuhnya
sama sekali tidak menjadikan Mama Pelti mundur untuk
ikut serta melestarikan sastra daerah. Sejak 2009, beliau
mulai menggeluti sastra daerah Gorontalo. Mama Pelti
masih tercatat sebagai anggota aktif dalam menembangkan
tinilo dan dikili. Tinilo dan dikili merupakan sastra daerah
yang hingga sekarang masih dilestarikan di wilayah pesisir
Bone Pantai.
132 Herman Didipu
Hj. NURMIN MARTOSONO
Hj. Nurmin Martosono lahir pada 29 desember
1954, di Limboto. Hj. Nurmin Martosono atau yang akrab
disapa Bunda Eni ini merupakan salah satu perempuan
pemerhati kebudayaan yang berkedudukan sebagai
mongolito dalam adat. Pendidikan terakhir yang ditempuh
oleh Hj. Nurmin Martosono adalah PGSLP. Ibu ini adalah
seorang pensiunan pengawas guru. Sejak tahun 1990,
beliau aktif menembangkan sastra lisan Gorontalo. Sastra
lisan yang digeluti Bunda Eni adalah tinilo. Beliau biasa
menembangkan tinilo di upacara pernikahan di
daerahnya. Selain itu,beliau juga sering kali
menembangkan tinilo di luar Gorontalo pada kegiatan-
kegiatan seminar kebudayaan. Keahliannya dalam
menembangkan tinilo membuatnya menerima
penghargaan, salah satunya pada Gebyar Adat Hulanga.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 133
Dra. NURTINA INAKU
Dra. Nurtina Inaku lahir di Gorontalo, pada
tanggal 12 Maret 1965. Wanita ini menyelesaikan
pendidikan S1 Administrasi Pendidikan. Aktivitas sehari-
harinya bekerja sebagai seorang pegawai negeri sipil.
Masyarakat mengenalnya sebagai pemerhati sekaligus
pengembang kebudayaan Gorontalo, khususnya sastra
lisan daerah. Bidang sastra lisan yang digelutinya adalah
tinilo. Ia menembangkan tinilo bermula pada tahun 2002.
Tinilo ditembangkan umumnya pada upacara adat
pernikahan. Dengan keahlianya dalam menggeluti sastra
lisan tinilo, ia sering kali diundang pada kegiatan-kegiatan
kebudayaan di luar wilayah Gorontalo, antara lain di
Makassar, Jakarta, dan Manado. Hal itu membuat beliau
banyak menerima penghargaan sebagai seorang
narasumber pada kegiatan seminar dan kebudayaan.
134 Herman Didipu
NYOKU LASENA
Perempuan dengan nama lengkap
Nyoku Lasena yang akrab disapa
dengan Mama Nyoku. Ia lahir di
Dulamayo, pada tanggal 1 Juli 1949
silam. Mama Nyoku adalah
penduduk asli Desa
Huntulohulawa, Kecamatan
Bongomeme, Kabupaten
Gorontalo. Beliau menamatkan pendidikan terakhir pada
jenjang Sekolah Dasar. Selain menjalani kehidupan sebagai
ibu rumah tangga, Mama Nyoku juga aktif dalam
menembangkan beberapa sastra lisan daerah Gorontalo.
Di antaranya, tinilo, dikili, dan buruda yang telah
digelutinya sejak tahun 1981 silam. Beliau menembangkan
tinilo pada acara kedukaan untuk memperingati hari ke
tujuh dan hari ke empat puluh, menembangkan dikili pada
acara peringatan hari besar Islam seperti peringatan 10
Muharam dan maulid nabi, dan menembangkan buruda
pada acara bahagia seperti perkawinan di Kecamatan
Bongomeme dan sekitarnya.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 135
ONO MAKUTA
Ono Makuta atau biasa dipanggil
Ka Ono merupakan pemuda
kelahiran Gorontalo yang bekerja
sebagai petani. Pekerjaan tersebut
ia lakukan untuk menopang
kebutuhan dan keberlangsungan
kehidupan keluarganya. Lelaki
yang sekarang sudah menjadi
warga masyarakat Duhiyada’a
tersebut, dahulunya hanya menjadi masyarakat pada
umumnya yang tidak memiliki kedudukan dan
keterampilan apa-apa selain berkebun. Setelah berusaha
mempelajari dan mendalami kebudayaan Gorontalo,
khususnya sastra lisan Gorontalo, sekarang Ka Ono juga
menjadi pembantu imam dalam acara-acara keagamaan di
masjid. Ia pun tahu bahwa dengan mendalami dan
mengeluti kebudayaan Gorontalo, kita akan dihargai
bahkan akan diberikan kedudukan di antara warga
masyarakat Gorontalo. Semua tergambarkan pada Ka
Uno. Walaupun hanya lulusan sekolah dasar, hal itu
tidaklah menjadi penghalang dalam usahanya menguasai
sastra lisan daerah seperti mala-mala dan mi'raji. Ia sudah
terbiasa menembangkan sastra lisan pada hari besar Islam.
136 Herman Didipu
PULU UMAR
Pulu Umar lahir di Bone Pantai
pada tanggal 7 Agustus 1955.
Sehari-harinya bekerja sabagai
petani. Pulu Umar yang biasa
dipanggil Pak Ade Pulu,
merupakan seseorang yang
menggeluti sastra lisan daerah
Gorontalo. Hingga saat ini, beliau
selalu menjadi penembang sastra
lisan pada acara-acara adat, seperti pernikahan maupun
acara keagamaan. Ketertarikannya terhadap sastra lisan
dimulai saat beliau berumur 50 tahun. Pak Ade Pulu
menggeluti banyak sastra lisan Gorontalo seperti tuja’i,
palebohu, tinilo, mala-mala, taleningo, leningo, lumadu,
bungga, lohidu dan pantingi, pa’ia lo hungo lo poli,
tanggomo, piilu, wulito, wungguli, mi’raji, dikili, sa’iya,
debe, turunani, dan buruda. Dengan dikuasainya sastra
lisan tersebut, maka tak heran jika beliau menjadi
pemangku adat di daerahnya sendiri. Dengan
keterampilannya dalam bersastra lisan, beliau sudah
mendapatkan berbagai apresiasi dari instansi pemerintah.
Salah satunya ialah penghargaan yang diberikan oleh
Pemerintah Kecamatan Bone Pantai sebagai tokoh
pemerhati budaya Gorontalo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 137
RADEN RASID
Raden Rasid adalah tokoh panutan
di desanya yang menjadi rujukan
orang-orang untuk menanyakan
perihal berbagai macam sastra lisan
Gorontalo. Beliau sering di sapa
Atu Ruko oleh masyarakat
setempat. Ia dikenal oleh para
pemangku-pemangku adat sebagai
seorang pengiat budaya aktif di
Kecamatan Botumoito. Lelaki ini lahir pada 1 Juni 1958 di
Bolihutuo. Pekerjaan beliau adalah petani. Ia hanya
mengenyam pendidikan terakhir pada Sekolah Dasar. Atu
Ruko sangat aktif menjaga dan melestarikan adat budaya
Gorontalo yaitu sastra lisan. Hal ini diaktualisasikannya
dalam hafalan-hafalan mengenai sastra lisan tersebut, di
antaranya adalah tuja’i, mala-mala, lohidu dan pandungi,
pa’ia lo hungo lo poli, dikili dan sa’iya. Ia sering
menembangkan sastra lisan ini di berbagai tempat dan
acara yang berbeda tergantung sastra lisan apa yang
dibawakan. Misalnya sastra lisan dikili biasa ditembangkan
pada acara perayaan Maulid Nabi saw., kemudian untuk
sastra lisan tuja’i dan sa’iya biasa ditembangkan pada
acara-acara pernikahan, dan sastra lisan mala-mala biasa
ditembangkan pada hari Idul Fitri maupun hari raya Idul
adha.
138 Herman Didipu
RAHMAN NASARU
Rahman Nasaru atau sering disapa
Ka Ramin, lahir 15 April 1977 di
Bolihutuo Kecamatan Botumoito,
Kabupaten Ia adalah pengiat
budaya yang sangat mencintai adat
budaya Gorontalo. Pendidikan
terakhir adalah Madrasah Aliyah di
Al-khairat Tilamuta. Pekerjaan
sehari-hari adalah petani. Karena
kecintaannya terhadap adat budaya Gorontalo, Ka Ramin
menguasai banyak macam sastra lisan, di antaranya adalah
sastra lisan wungguli, sa’iya, dan debe. Ka Ramin sering
menembangkan sastra lisan ini di berbagai tempat,
tergantung jenis sastra lisan apa yang dibawakan. Misalnya
sastra lisan sa’iya sering dibawakan pada acara-acara
pernikahan, dan sastra lisan debe dibawakan di masjid. Hal
itu karena kebiasaan masyarakat setempat sering
mengadakan Debe setiap pekan sekali atau tepatnya pada
malam Jumat di masjid.
Ia pun telah berpulang ke Rahmatullah pada tanggal 18
Desember 2019 atau tepatnya pada umur yang ke 43
tahun. Suatu kesedihan yang mendalam bagi masyarakat
Gorontalo, bagaimana tidak seorang pegiat budaya yang
sangat mencintai adat budaya Gorontalo telah dipanggil
ke hadapan Allah Swt semoga apa yang diwariskannya
kepada anak-cucunya menjadi syafaat di yaumul mizan
nanti, amin.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 139
Hj. RAHMAWATI ISA
Rahmawati Isa dikenal juga dengan sapaan Mami
Runu. Wanita ini lahir di Gorontalo pada tanggal 14
Agustus 1966. Ia beralamat di Jalan Sawah Besar, Kel.
Heledulaa Utara, Kota Gorontalo. Riwayat pendidikannya
diketahui berhenti pada tingkatan Sekolah Menengah
Pertama. Dalam memenuhi kehidupan sehari-hari, beliau
bekerja sebagai pedagang kecil. Selain disibukkan dengan
pekerjaan sebagai pedagang dan suguhan kehidupan
modern kota tidak membuat surut keinginannya untuk
mempertahankan sastra daerah. Ia menguasai beberapa
sastra lisan daerah, yakni dikili, turunani, tinilo, buruda,
dan me’eraji. Sekitar tahun 1970-an, Mami Runu sudah
ikut berkecimpung dengan pelestarian sastra daerah
Gorontalo. Keikutsertaannya membuat dirinya sering
diundang menembangkan sastra lisan daerah di rumah-
rumah warga.
140 Herman Didipu
RAJAK NUSI
Rajak Nusi yang biasa di sapa Pasisa merupakan
salah satu tokoh pelestari sastra lisan Gorontalo. Ia lahir
pada 25 Mei 1945. Bangku pendidikannya hanya lulusan
sekolah dasar disebabkan oleh keluarga mereka memiliki
permasalahan ekonomi. Jenjang pendidikan tidak
menjadikan Pasisa sebagai orang yang tertinggal di
lingkungan desanya. Ini dapat dilihat dengan tugas yang
diembannya sekarang, Rajak Nusi sering dipercaya untuk
mendampingi para pengantin untuk menembangkan
tuja`i. Bahkan dari tugas tersebut, beliau bisa menghidupi
keluargannya. Tidak seperti tokoh-tokoh penutur sastra
lisan pada umumnya, Pasisa hanya dipercayakan untuk
menembangkan tuja`i khusus pernikahan di rumah-rumah
warga yang melaksanakan pernikahanan dengan tatanan
adat Gorontalo. Kelihaiannya menembangkan sastra lisan
Gorontalo yaitu tuja`i tidak perlu diragukan lagi. Sebab
sudah 1984, Pasisi sudah menekuni tugas tersebut. bahkan
ketika beliau menuturkan tuja`i terdengar lugas dan lancar.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 141
RAJIKU SI’U
Rajiku Si’u lahir di Limbatihu,
Kecamatan Batudaa Pantai, 15 Mei
1958. Beliau sering disapa oleh
masyarakat setempat dengan Pa
Tenga. Walaupun sudah berusia 62
tahun, ia masih giat bekerja sebagai
petani di daerah Limbatuhu. Selain
itu, ia memiliki kedudukan dalam
adat sebagai Hatibi atau Imam
Desa. Pendidikan terakhir Pa Tenga adalah Sekolah Dasar.
Walaupun memiliki pekerjaan sebagai seorang petani,
beliau sangat terampil dalam menembangkan sastra lisan
daerah. Di antaranya adalah sastra lisanTuja’i, Palebohu,
dan Pa’ia Lo Hungo Lo Poli. Untuk Tuja’i dan Palebohu. Ia
sering diundang dalam acara pernikahan. Sedangkan untuk
sastra daerah Pa’ia Lo Hungo Lo Poli, ia juga sering di
undang di acara pelamaran. Selain itu, ia pun sering
menembangkan Tuja’i, Palebohu, dan Pa’ia Lo Hungo Lo
Poli di daerah Paguyaman Pantai. Saat ini, ia menetap
menjadi warga di Desa Limbatihu, Kecamatan Paguyaman
Pantai, Kabupaten Boalemo.
142 Herman Didipu
RANI NUSI
Rani Nusi atau Ma Satu, lahir pada
12 Desember 1955 di Desa
Bolihutuo, Gorontalo. Sebutan ini
didapatkannya karena Ibu Rani
adalah anak satu-satunya. Seperti
wanita pada umumnya Ma satu
adalah ibu rumah tangga, yang
menghabiskan siang dan
malamnya untuk mengurusi suami
dan anak-anaknya. Ia memiliki keterampilan
menembangkan dikili dan turunani. Telah lama beliau
mempelajari sastra lisan ini, namun mulai aktif pada tahun
2015. Ma Satu biasanya menembangkan sastra lisan dikili
ini saat momentum hari besar Islam, seperti Maulid Nabi.
Dikili biasanya ditembangkan di masjid-masjid. Selain
dikili, wanita ini juga sering menembangkan sastra lisan
turunani saat momentum pernikahan. Di Gorontalo,
turunani adalah salah satu sastra lisan yang ditembangkan
saat prosesi pernikahan, Turunani ditembangkan di rumah
mempelai wanita dan biasanya ditembangkan pada waktu
pagi atau selesai salat asar sampai menjelang salat magrib.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 143
RASUNA BAKARI
Rasuna Bakari akrab disapa masyarakat dengan
sebutan Sisa Nou. Perempuan yang lahir di Gorontalo
tanggal 19 September tahun 1959 ini, memiliki riwayat
pendidikan hanya pada tingkatan Sekolah Dasar. Beliau
saat ini beralamat tinggal di Desa Iloheluma, Kabupaten
Bonebolango. Sejak tahun 2008 silam, ia turut serta
berkecimpung dengan sastra daerah yang ada di tanah
kelahirannya. Saat ini, perempuan ini bekerja sebagai
hulango yang bertugas membantu persalinan para ibu
hamil. Hulango sering dilakukannya di rumah-rumah
warga di Desa Iloheluma, Kabupaten Bone Bolango.
144 Herman Didipu
REN AGUGE
Ren Aguge, biasa juga disapa Da’a,
lahir di Bolihutuo pada 12 Juni
tahun 1959. Wanita ini merupakan
seorang pengiat adat budaya
Gorontalo ini. Ibu rumah tangga
ini hanya mengenyam pendidikan
terakhir di Sekolah Dasar (SD).
Banyak sastra lisan yang digeluti
olehnya seperti dikili, debe, dan
turunani. Dari ketiga jenis sastra lisan tersebut, yang paling
digeluti oleh ibu Ren Taguge yaitu sastra lisan dikili. Ren
atau Da`a sudah bergelut dengan sastra lisan ini sejak
tahun 2017 atau saat beliau berumur 58 tahun. Beliau biasa
menembangkan sastra lisan turunani dan debe pada acara
pernikahan, kemudian untuk sastra lisan Dikili biasa
ditembangkan pada perayaan hari besar Islam atau pada
perayaan Maulid Nabi saw. Ti Da`a dan teman-temanya
ketika menembangkan debe dan turunani lebih banyak di
rumah-rumah warga di seputaran desanya. Yang
mengundang pasti keluarga mempelai pria dan wanita
yang melaksanakan prosesi adat pernikahan. Untuk dikili,
ditembangkannya di dua tempat, yaitu di rumah-rumah
kelompoknya yang termasuk dalam cakupan kumbulu
atau arisan setiap minggunya dan di masjid ketika
dilaksanakan palillati atau maulid nabi. Sekarang ia
beralamat di Dusun I Alumbango, Kecamatan Botumoito,
Kabupaten Boalemo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 145
RETI SUNANI
Reti Sunani lahir pada tanggal 23
Maret 1974. Ia lahir di Gorontalo,
tepatnya di Desa Butu. Perempuan
yang akrab disapa Reti ini
merupakan salah satu pelaku
budaya yang giat melestarikan
sastra lisan di tempat kelahirannya,
yakni Desa Butu. Ibu rumah tangga
ini menggeluti sastra lisan
Gorontalo kurang lebih sudah 16 tahun. Meskipun,
pendidikannya hanya sampai tingkat Sekolah Menengah
Pertama, hal tersebut tidak menyurutkan rasa cintanya
terhadap sastra lisan daerah. Sastra lisan yang digeluti yakni
dikili. Perempuan berusia 46 tahun ini, sering
menembangkan sastra lisan dikili di masjid pada
peringatan maulid Nabi Muhammad saw.
146 Herman Didipu
RINCE HARMAIN
Rince Harmain atau biasa di sebut dengan sapaan
Ice, dilahirkan di Biau, pada 13 Maret 1974. Pendidikan
terakhir beliau adalah Sekolah Menengah Pertama. Jenis
sastra lisan yang digelutinya di Kecamatan Suwawa, yaitu
dikili dan turunani sejak tahun 2013. Dikili tersebut
biasanya diadakan untuk memperingati hari kelahiran
Nabi Muhammad saw. Sebagai bantuk kecintaan terhadap
sastra daerah Gorontalo, ia bahkan sudah memiliki naskah
dikili.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 147
RISMAN TANTU
Risman Tantu atau akrab disapa
Pak Imam lahir pada 29 September
1983, di Marisa. Risman Tantu
bertempat tinggal di Desa Bongo,
Kecamatan Marisa, Kabupaten
Pohuwato. Ia menyelesaikan
pendidikannya hingga tingkat
SMA. Dalam kesehariannya,
Risman bekerja sebagai nelayan.
Walaupun demikian, ia dikenal oleh masyarakat sebagai
seorang yang ahli dalam sastra lisan. Sejak tahun 2009,
Risman mulai menggeluti bidang sastra lisasn daerah
Gorontalo, yaitu mi’raji dan debe. Risman menembangkan
mi’raji pada setiap perayaan Isra Mikraj Nabi Muhammad
saw., dan menembangkan debe secara rutin setiap malam
jumat di masjid sekitar tempat tinggalnya.
148 Herman Didipu
RISNO AHAYA
Nama pria 60 tahun ini tidak asing
lagi bagi masyarakat Gorontalo.
Selain dikenal sebagai seniman
gambus Gorontalo, ia juga dikenal
sebagai seorang praktisi sastra lisan
daerah Gorontalo, khususnya
pantungi, lohidu, pa’iya lo hungo
lo poli, dan tanggomo. Bahkan,
oleh sebagian masyarakat Gorontalo, Risno Ahaya
dinobatkan sebagai maestro tanggomo. Sastra lisan
baginya bukan sekadar budaya yang perlu dihidupkan,
tetapi menjadi sumber penghidupan bagi diri dan
keluarganya. Itulah sebabnya, sastra lisan sudah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari dirinya sendiri.
Meskipun ditakdirkan dengan kondisi tunanetra, tidak
menyurutkan semangatnya untuk belajar sastra lisan
Gorontalo. Secara autodidak, Risno sudah menggeluti
sastra lisan daerah Gorontalo sejak usia 10 tahun. Ia biasa
menembangkan sastra lisan daerah Gorontalo di pasar, di
rumah, di lembaga-lembaga pemerintah, atau tempat
khusus atas permintaan atau undangan lembaga atau
pihak-pihak tertentu. Berkat bakat dan ketekunannya
dalam menembangkan sastra lisan, ia berhasil mendapat
Pemenang I pada lomba Festival Budaya secara berturut-
turut sejak tahun 1982-1984. Lebih kurang 200 lirik sastra
lisan telah diciptakan. Uniknya lagi, ia mampu
menciptakan lirik-lirik tersebut secara spontan sesuai
kondisi maupun sesuai permintaan audiens. Tembang
sastra lisannya pun sudah banyak direkam dan dapat
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 149
didengar lewat radio (RRI), ditonton lewat TV, dan dapat
pula diunduh lewat internet.
Kepiawaiannya dalam menembangkan sastra lisan
Gorontalo, seperti pantungi, lohidu, pa’iya lo hungo lo
poli, dan tanggomo, menjadikannya sebagai salah satu
sumber data primer dalam penelitian maupun kajian
ilmiah yang dilakukan oleh para akademisi. Sudah banyak
hasil penelitian (skripsi, tesis, dan disertasi), buku, makalah,
dan artikel ilmiah, yang disusun oleh para akademisi berkat
informasi dari seorang Risno Ahaya. Oleh sebab itu, Risno
Ahaya layak dinobatkan sebagai salah seorang informan
kunci sastra lisan Gorontalo.
Sebagai bentuk penghargaan terhadap kiprahnya dalam
melestarikan sastra lisan daerah Gorontalo, beberapa
lembaga pemerintah dan perguruan tinggi telah
menyematkan berbagai penghargaan kepadanya. Di
antaranya adalah Apresiasi Pelestari Sastra Lisan yang
diberikan oleh Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo (2014),
dan penghargaan yang diberikan oleh Fakultas Sastra dan
Budaya Universitas Negeri Gorontalo pada acara Kongres
Budaya Gorontalo (2016). Dalam kurun waktu lebih
kurang 4 tahun terakhir, senyum kehangatan dan suara
khasnya tidak dapat dinikmati lagi oleh masyarakat
Gorontalo karena Sang Maestro Tanggomo, Risno Ahaya
sedang dalam keadaan sakit.
150 Herman Didipu
RISTAN RASADINGI
Ristan Rasadingi lahir di Desa Pinogu, pada 15 Mei
1957. Akrab di sapa dengan Opa Latu. Beliau menempuh
pendidikan terakhir di bangku sekolah dasar. Meskipun
Opa Latu tidak mengenyam pendidikan tinggi tapi tidak
membuat Opa Latu putus asa dalam melestarikan adat dan
budaya Gorontalo. Opa Latu ini diketahui sedang
menggeluti dua jenis sastra lisan yaitu mi’raji dan dikili.
Sejak tahun 2000-an, sebagai bentuk rasa cinta dan rasa
peduli terhadap daerah Gorontalo, Opa Latu sudah
mempunyai beberapa naskah mi’raji dan dikili. Beliau
biasa menembangkan mi’raji dan dikili hanya pada sebuah
mesjid yang berada di sekitar Desa Tingkohubu Timur,
Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango. Sampai
sekarang beliau masih terlihat aktif dalam sastra lisan yang
ia geluti.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 151
ROBINSO TAHIR
Robinso Tahir atau yang sering disapa Ka Pende
atau Pa Satu Robi, lahir pada 7 Maret 1956 di Paguyaman,
Kabupaten Boalemo. Sehari-hari ia bekerja sebagai petani
di desanya. Ia merupakan seorang penggiat budaya,
khususnya di bidang sastra lisan mi’raji dan dikili. Beliau
menggeluti kedua jenis sastra itu sejak tahun 1971. Ia
biasanya menembangkan kedua sastra lisan di saat ada
perayaan hari besar islam. Untuk sastra lisan mi’raji, Pa
Satu Robi biasa menembangkannya di masjid atau di
rumah. Untuk sastra lisan dikili, beliau biasa
menembangkannya di masjid. Saat ini ia tinggal di Dusun
II Pasir Putih, Desa Boliohuto, Kecamatan Botumoito,
Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo. Ia menamatkan
pendidikan terakhir di Sekolah Dasar tidak melunturkan
semangatnya untuk mempelajari sastra lisan. Kecintaannya
terhadap sastra lisan dibuktikanya sampai saat ini. Selain
itu, beliau masih menyimpan naskah mi’raji dan dikili
untuk dijadikan sebagai pegangan atau arsip apabila suatu
waktu dibutuhkan.
152 Herman Didipu
ROMI H. ABDUL
Romi H. Abdul atau yang lebih akrab dikenal
dengan Omi, lahir pada tanggal 22 Januari 1973. Omi lahir
di Desa Bunggalo, Kecamatan Telaga, Kabupaten
Gorontalo. Ia merupakan salah satu tokoh sastra daerah
yang gemar menembangkan sastra lisan daerah gorontalo
di tempat tinggalnya. Tokoh sastra daerah satu ini, dalam
kesehariannya bekerja sebagai tukang bentor. Meskipun
disibukkan dengan pekerjaannya, Omi selalu aktif dalam
ikut serta melestarikan sastra daerahnya. Ia menamatkan
pendidikannya di Pesantren Hubulo. Rasa cinta Omi
terhadap sastra lisan Gorontalo sudah terpupuk sejak lama.
Omi mulai menggeluti salah satu sastra lisan daerah, yakni
miraji pada umur 16 tahun di mesjid sekitar tempat
tinggalnya. Sudah 31 tahun lamanya, Omi ikut serta dalam
merawat dan melestarikan salah satu kebudayaan
daerahnya. Omi beranggapan bahwa hal inilah yang
semestinya diajarkan kepada khalayak muda saat ini
karena kebudayaan merupakan salah satu aset yang harus
dijaga, dirawat dan dilestarikan.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 153
RONI MOLI
Roni Moli lahir di Tilamuta, Kabupaten Boalemo,
Provinsi Gorontalo. Roni Moli lahir. Roni masih aktif
dalam menembangkan sastra lisan di daerahnya.
Diketahui, Roni bekerja sebagai Guru. Kesibukannya
sebagai guru tidak membuat roni lupa akan tugasnya
sebagai pemuda daerah Gorontalo yang sudah seharusnya
terus melestarikan adat istiadat daerahnya. Roni mulai
menembangkan sastra lisan pada tahun 1997. Ia pun masih
konsisten menjaga dan merawat sastra lisan kebanggaan
daerahnya. Sastra lisan yang biasa beliau tembangkan
yakni tuja’i. Sastra lisan ini adalah puisi bersajak dalam
bahasa Gorontalo, namun tidak terikat oleh jumlah baris.
Tuja’i berisi pujian, nasihat, dan petuah yang sering
diucapkan pada prosesi adat setempat, seperti acara
lamaran, perkawinan, pemberian gelar dan lainnya. Roni
pun biasa menembangkan tuja’i di rumah-rumah warga
yang melakukan perkawinan. Hal inilah yang membuat
beliau diangkat menjadi Bate Tundungiyo dalam
kedudukan adat Gorontalo.
154 Herman Didipu
ROSTIN TARIF
Rostin Tarif akrab disapa dengan
Ka Satu diketahui lahir di Tapa, 12
November 1942. Pendidikan
terakhir Ka Satu adalah Sekolah
Menengah Pertama, selain dikenal
dengan julukan Kota Serambi
Madinah, daerah Gorontalo juga
dikenal karena memiliki
keberagaman adat dan budaya
yang menjadi ciri khas. salah satu adat dan budaya
Gorontalo yang hingga saat ini masih dilestarikan adalah
sastra lisan. Lelaki yang biasa di sapa Ka Satu ini menggeluti
sastra lisan mi’raji sejak tahun 1974 dan belajar
menembangkan bahkan sampai sekarang. Mi’raj ini biasa
diadakan untuk memperingati Isra Mikraj di masjid.
Dengan keterampilannya bersastra lisan, beliau juga sudah
mendapatkan apresiasi atau sebuah penghargaan.
Walaupun tidak mengenyam pendidikan tinggi tapi
pengetahuan beliau terhadap sastra lisan daerah Gorontalo
sangat luas. Bahkan, Ka Satu juga sudah memiliki naskah
mi’raji.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 155
RUGAIYAH B. SINO
Rugaiyah B. Sino lahir di Tahele, pada tanggal 12
September 1952. Rugaiyah B. Sino atau yang akrab disapa
Ate Kano ini pernah menempuh pendidikan nonformal di
Utusan Guru Agama (UGA). Pada tahun 1970-an, Ate
Kano pernah menjadi guru agama di SDN 2 Tahele. Sejak
kelas 4 SD, beliau telah bergelut di dunia pelestarian
budaya khususnya sastra lisan Gorontalo. Dengan umur
yang muda tersebut, membuktikanya sebagai seorang yang
sangat aktif menjadi pemerhati budaya Gorontalo. Bidang
sastra lisan yag menjadi fokus perhatianya ialah debe.
Melalui sastra lisan debe, beliau dikenal oleh masyarakat
sebab sudah biasa menembangkan debe dalam kegiatan-
kegiatan keagamaan di desanya.
156 Herman Didipu
RUKMIN THAIB
Rukmin Thaib lahir di Hulawa, Kabupaten
Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Beliau lahir pada tanggal
4 Juni 1980. Walaupun tingkat pendidikannya hanya
sampai tingkat sekolah dasar, namun hal ini tidak
membatasi wanita 40 tahun ini untuk mengembangkan
kreatifitasnya. Hal ini dapat dilihat dari pekerjaan wanita
yang lebih akrab disapa dengan Ibu Mimin ini sebagai
pengrajin karawo. Karawo merupakan kain tradisional
khas Gorontalo, yang pembuatannya merupakan hasil
kerajinan tangan. Dengan kesibukannya sebagai pengrajin
karawo dan ibu rumah tangga sekaligus, ia tetap berperan
aktif dalam melestarikan salah satu sastra lisan dikili di
daerah sekitar tempat tinggalnya.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 157
RUSDI BUKOTING
Rusdi Bukoting merupakan putra asli
daerah Desa Gentuma. Beliau lahir
pada 14 Agustus 1953. Masyarakat
Desa Gentuma sering menyapa
beliau dengan sapaan Aba Rusu. Ia
termasuk dalam anggota perangkat
adat setempat. Pendidikan terakhir
Aba Rusu sampai di tingkat sekolah
dasar. Saat ini Aba Rusu sehari-hari
bekerja sebagai petani. Sebagai salah satu tokoh
masyarakat, beliau sering menembangkan sastra lisan
Gorontalo yaitu mi`raji. Tugas yang diembannya bermula
tahun 2009, khususnya pada perayaan hari-hari besar
Islam. Salah satunya adalah perayaan maulid nabi yang
biasa disebut oleh masyarakat Gorontalo palillati. yang
pelaksanaannya sering diadakan di masjid-masjid.
158 Herman Didipu
RUSDIN HUSAIN
Rusdin Husain atau yang sering
disapa dengan Kaperudi. Ia lahir
di Rumbia, pada 12 Januari 1952.
Kaperudi saat ini berdomisili di
Desa Rumbia. Kedudukan beliau
dalam sistem adat, sebagai imamu
atau imam desa. Pendidikan
terakhir yang berhasil ditempuh
Kaperudi adalah PG
Muhammadiyah Limboto. Beliau merupakan salah satu
tokoh yang menekuni sastra lisan mi`raji. Mi’raji ini
dilaksanakan setiap peringatan Isra Mikraj Nabi
Muhammad saw. Teks mi`raji adalah teks yang memuat
perjalanan nabi dalam bahasa Gorontalo dengan
menggunakan aksara arab pegon. Beliau menekuni sastra
lisan tersebut sejak tahun 1980 sampai saat ini. Biasanya
Kaperudi menembangkan sastra lisan di masjid-masjid di
lingkungan Rumbia.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 159
RUSMIN IBRAHIM
Rusmin Ibrahim lahir di Gorontalo pada 3 Maret
1955. Wanita yang akrab disapa Sisa Usu ini merupakan
tamatan Sekolah Dasar (SD). Aktivitas kesehariannya
sebagai seorang Ibu Rumah Tangga. Di dalam adat
Gorontalo, Rusmin Ibrahim berkedudukan sebagai seorang
penembang tinilo yang sudah digelutinya sejak tahun
1970. Rusmin Ibrahim biasa menembangkan tinilo pada
setiap pelaksanaan adat, khususnya pada peringatan
malam ke 40 kematian seseorang atau biasa disebut
dengan tinilo pa’ita.
160 Herman Didipu
RUSNI DINGO
Rusni Dingolahir di Bolihutuo,
Kecamatan Botumoito, Kabupaten
Boalemo pada 18 Maret 1966.
Wanita ini juga akrab disapa Aci
Yoyo. Wanita kelahiran dari
keluarga yang sederhana ini
menguasai beberapa sastra lisan
Gorontalo, di antaranya adalah
dikili, debe, turunani, dan buruda.
Pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, dan pendidikan
terakhir beliau hanya sampai di sekolah dasar (SD). Untuk
melestarikan budaya Gorontalo agar tidak tergerus zaman,
ia pun sudah mempunyai naskah dari sastra lisan tersebut.
Bahkan, sebagian sudah di hafalnya. Beliau sering
menembangkan sastra lisan di berbagai tempat. Ia dan
teman-temannya menembangkan dikili untuk
memperingati hari besar Islam atau sering di sebut
perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. Untuk sastra lisan
turunani dan buruda, ia selalu menembangkan pada acara-
acara pernikahan. Berbeda dengan debe aci yoyo hanya
menembangkan pada malam Jumat di masjid. Sekarang
beliau tinggal di Dusun II Pasir Putih, Bolihutu’o,
Kecamatan Botumoito Kabupaten Boalemo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 161
RUWIDIN A. PAKAYA
Ruwidin A. Pakaya atau yang lebih
dikenal dengan sapaan Pasisa
Ruwi. Pria kelahiran Gorontalo, 6
Juli 1960, dalam kesehariannya
bekerja sebagai petani. Pendidikan
terakhir beliau adalah PGA
(Pendidikan Guru Agama). Bekal
pengetahuan agama yang
diperolehnya semasa sekolah,
menjadikan pria 59 tahun ini dipercaya oleh masyarakat
sekitar untuk menjadi imam di masjid. Untuk itu, Pa Sisa
Ruwi dipercayakan sebagai salah seorang pegawai sarah
yaitu sebagai khatib sejak tahun 1996 hingga sekarang. Ia
dikenal sebagai salah seorang yang menggeluti jenis sastra
lisan barzanji. Kemampuan beliau dalam melantunkan
barzanji menjadikan beliau sering diundang pada acara
mohuntingo atau gunting rambut.
162 Herman Didipu
SA’ADIAH IBURA
Sa’adiah Ibura atau yang sering
disapa masyarakat dengan Ta
Cindonga, lahir pada tahun 1966,
di Botumoito, Kabupaten
Boalemo. Pendidikan terakhir
yang ditempuh adalah sekolah
dasar. Bidang sastra lisan daerah
yang digeluti oleh Ta Cindonga
adalah dikili dan debe. Beliau
menggeluti sastra daerah dikili dan debe sejak remaja, di
umur 20 tahun. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi
keahliannya dalam menembangkan dikili. Ia juga diundang
untuk menembangkan dikili dan debe untuk maulid nabi
dan doa rutin kegiatan ibu-ibu tiap pekan. Ia biasanya
menembangkan sastra lisan tersebut di masjid dan di
rumah-rumah masyarakat yang menjadi kesepakatan ibu-
ibu yang tergabung dalam kelompok penembang debe.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 163
SABRIN LATIF
Sabrin latif, lahir di Wanggarasi, Kabupaten
Pohuwato, tanggal 8 November 1948. Beliau yang sehari-
harinya disapa Pa Mani Sabumenempuh pendidikan
terakhirnya sampai kelas 5 di SDN Lemito. Saat ini, beliau
bekerja sebagai seorang petani. Di dalam sistem adat
masyarakat, beliau termasuk dalam Baate. Pa Mani Sabu
termasuk anggota masyarakat yang aktif dalam
melestarikan kebudayaan masyarakat khususnya sastra
lisan daerah Gorontalo. Jenis sastra daerah yang digeluti
Pa Mani Sabu di antaranya; mi’raji, sa’iya, debe, turunani,
dan buruda. Keahliannya dalam bersastra lisan
dikarenakan Pa Mani Sabu telah menggeluti jenis sastra ini
sejak ia berumur 20 tahun. Beliau biasa diundang untuk
menembangkan sastra daerah di pesta pernikahan dan
maulid Nabi. Dulu, ia pernah mendapatkan penghargaan
dari pemerintah berupa uang sebesar Rp300.000,00. Saat
ini, ia bermukim di Dusun Tihungo Utara, Desa Motolohu,
Kecamatan Randangan, Kabupaten Pohuwato. Sampai
dengan saat ini, beliau aktif menembangkan lima jenis
sastra daerah tersebut.
164 Herman Didipu
SAFRUDIN MALITU
Safrudin Malitu adalah salah satu anggota
masyarakat yang termasuk dalam penggiat kebudayaan
lokal Gorontalo. Beliau lahir pada 21 September 1990 di
Tilamuta, Kabupaten Boalemo. Pendidikan terakhirnya
adalah Sekolah Menengah Atas. Ia pernah bekerja di salah
satu perusahaan swasta di Kabupaten Boalemo. Ia juga
sebagai anggota penggiat kebudayaan pada sastra lisan
tanggomo hingga saat ini. Sejak tahun 2012, ia mulai aktif
dalam menembangkan tanggomo. Biasanya, Safrudin
Malitu sering diundang untuk menembangkan tanggomo
pada festival budaya yang diadakan oleh pemerintah
daerah setempat. Ia juga pernah mendapatkan piala dan
piagam penghargaan dari pemerintah sebagai salah satu
anggota penggiat kebudayaan lokal.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 165
SALAMI NYOLE
Salami Nyole lahir pada tanggal 3 April 1950.
Wanita kelahiran Tibawa ini menamatkan pendidikanya
pada jenjang Sekolah Menengah Pertama. Sehari-hari, ia
membantu suaminya mencari nafkah dengan bekerja
sebagai petani di wilayah Kabupaten Gorontalo. Ia biasa
dikenal dengan nama lain Masisa Ani. Sejak tahun 1970
hingga sekarang, ia sering diundang untuk menembangkan
sastra lisan tinilo pada saat memperingati hari ke 40 di
acara kedukaan. Selain itu, Masisa Ani pun menjalankan
profesi sampingan sebagai bidan kampung atau hulango
untuk membantu persalinan ibu hamil secara tradisional.
Di dalam masyarakat, Masisa Ani memiliki kedudukan adat
sebagai biyanga. Masisa Ani di mata masyarakat di
Kabupaten Gorontalo dikenal sebagai salah satu tokoh
sastra daerah Gorontalo.
166 Herman Didipu
SALEH YUSUF
S aleh Yusuf lahir pada 6 April 1960 di Desa Tibawa,
Kabupaten Gorontalo. Masyarakat Tibawa sering
menyapa lelaki tersebut dengan sapaan Ka Pulu. Sekarang
ia menjabat sebagai Kepala Desa Sukma. Riwayat
pendidikannya juga cukup baik karena pernah mengeyam
pendidikan sarjana di perguruan tinggi dengan gelar S.A.P.
Walaupun menjabat sebagai Kepala Desa, hal itu tidak
menyurutkan semangatnya untuk menjaga sastra lisan
Gorontalo agar tetap lestari. Hal itu di buktikan oleh Ka
Pulu dengan kebiasaannya menembangkan sastra lisan
Gorontalo mi`raji. Sejak 2006, ia sudah aktif
menembangkan sastra lisan tersebut. Biasanya beliau
menembangkan sastra lisan untuk memperingati
perjalanan nabi besar Muhammad saw. yang
diselenggarakan di masjid-masjid.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 167
SALIM KUDE
Salim Kude akrab disapa Pasisa
Kohu lahir di Gorontalo, 18
September 1954. Pada tahun 1967
Pasisa Kohu menempuh
pendidikan di Sekolah Rakyat.
Sejak tahun 1971, Pasisa Kohu
mulai menggeluti sastra daerah.
Ketekunan Pasisa Kohu dalam
menggeluti sastra daerah dapat
dilihat dari penguasaan beberapa sastra daerah, yaitu tinilo
dan sa’iya. Selain itu, ia juga telah memiliki kedudukan
sebagai gambusi dalam adat.. Semangatnya tidak pernah
surut yang dibuktikan dengan keaktifannya dalam
menembangkan sastra daerah tnilo dan sa’iya di rumah-
rumah warga.
168 Herman Didipu
SALINI MONOARFA
Salini Monoarfa lahir pada tanggal
20 Oktober 1953. Perempuan
kelahiran Gorontalo ini akrab
disapa oleh masyarakat dengan
sebutan Mami. Beliau menamatkan
pendidikan di Sekolah Dasar. Saat
ini, Salini atau Mami beralamat
tinggal di Jl. Gani Hulukati,
Kelurahan Tumbihe, Kecamatan
Kabila, Kabupaten Bone Bolango. Dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari, beliau bekerja sebagai pembuat
kue. Sejak tahun 1997, Salini mulai menggeluti sastra lisan
Gorontalo. Jenis sastra lisan yang digelutinya adalah dikili.
Karena itu, ia serng diundang masyarakat untuk
menembangkan dikili sebagai rangkaian kegiatan adat
dalam peringatan maulid nabi.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 169
SALMA HUSAIN
Salma Husain atau lebih akrab
disapa Aci, lahir pada 11 September
1963 di Desa Ulanta, Kecamatan
Suwawa, Kab. Bone Bolango.
Pendidikan terakhir Aci hanya
sampai pada Sekolah Dasar. Ibu
rumah tangga ini sehari-hari
bekerja sebagai petani. Dalam
melestarikan budaya Gorontalo, ia
menekuni beberapa sastra lisan daerah gorontalo yaitu
dikili dan debe sejak tahun 2004. Bahkan, wanita ini
memiliki beberapa naskah sastra lisan dikili dan debe.
Aktifitasnya menembangkan dikili dan debe biasanya pada
acara peringantan maulid nabi di Desa Ulantha,
Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango.
170 Herman Didipu
SALMA MOHI
Salma Mohi, lebih akrab di sapa oleh masyarakat
sekitar dengan sapaan Ta Salma. Lahir di Desa Kaidundu,
pada tanggal 5 Februari 1969. Ta Salma menempuh
pendidikan terakhir di bangku Sekolah Menengah Atas.
Salah satu adat dan budaya yang masih sangat menonjol
di daerah gorontalo adalah satra lisan. Ia diketahui sedang
menggeluti dua sastra lisan yaitu tinilo dan dikili pada
tahun 2020. Beliau sekarang memiliki kedudukan dalam
adat sebagai anggota tinilo dan dikili. Ta Salma biasa
menembangkan tinilo dan dikili untuk memperingati
Maulid Nabi di Desa Tingkohubu Timur, Kecamatan
Suwawa, Kabupaten Bone Bolango.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 171
SALMIN ALI
Salmin Ali atau yang bisa di sapa
Ka Sale, lahir pada tahun 1967 di
Botumoito. Pendidikan terakhir
yang ditempuhnya adalah sekolah
dasar. Ka Sale adalah tokoh
masyarakat Desa Botumoito yang
menguasai tiga jenis sastra lisan
Gorontalo. Ketiga jenis sastra lisan
itu adalah tuja`i, leningo,dan
palebohu. Pada tahun 2002, ia mendapat gelar sebagai
Kilama Ipilo atau pemangku adat di Desa Botumoito.
Biasanya ia menembangkan ketiga jenis sastra lisan ini saat
menyambut tamu penting seperti camat, bupati, atau
Gubernur. Tempat yang sering dijadikan sebagai lokasi Ka
Sale untuk menembangkan ketiga jenis sastra lisan ini,
biasanya di kantor-kantor dinas pemerintah dan rumah
dinas pejabat negara.
172 Herman Didipu
SAMIN UTINA
Samin Utina atau yang lebih akrab
disapa dengan Ta Samin lahir di
Batuda’a pada tanggal 16 Januari
1968. Beliau tinggal di Desa
Potanga, Kabupaten Gorontalo.
Wanita ini merupakan salah salah
pelestari sastra lisan daerah
Gorontalo. Diketahui, riwayat
pendidikan Ta Samin hanya
sampai tingkat sekolah dasar. Walaupun demikian, hal itu
bukanlah halangan baginya untuk terus menjaga dan
melestarikan kebudayaan yang berada di daerahnya. Pada
tahun 1994, Ta Samin mulai bergelut dengan dunia sastra
lisan daerah Gorontalo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 173
SAMSUDIN MOHA
Samsudin Moha lahir di
Botumoito, Kabupaten Boalemo.
Tokoh masyarakat yang kerap
disebut Musi atau Pasusi ini,
sekarang sudah berumur lebih 70
tahun. Ia memiliki riwayat hanya
pada jenjang sekolah dasar (SD).
Pasusi termasuk dalam salah satu
penggiat sastra daerah Gorontalo,
khususnya sastra daerah jenis dikili. Ia memang dikenal
oleh masyarakat sebagai salah satu pelantun dikili di
Botumoito. Sejak usia muda, dikili sudah digelutinyai. Ia
sering menembangkan sastra lisan untuk kegiatan Maulid
Nabi di masjid-masjid area Botumoito. Keahliannya dalam
menembangkan dikili membuatnya dikenal oleh
masyarakat setempat maupun masyarakat yang tinggal di
luar kampungnya.
174 Herman Didipu
SAMSUDIN THAIB
Samsudin Thaib lahir di Batuda`a
pada 4 Mei 1954. Masyarakat
Batuda`a sering menyapa
Samsudin dengan sapaan Ka Sudi.
Kedudukannya dalam masyarakat
sebagai ketua adat (Ahululu) di
Desa Dulamayo. Lelaki ini adalah
lulusan sekolah guru agama. Selain
bekerja sebagai guru agama, ia
juga merangkap menjadi aparat Desa, beliau tetap
meluangkan waktunya untuk menggeluti sastra lisan tuja`i,
tinilo, mi`raji, dikili dan debe. Untuk menembangkannya
Ka Sudi memiliki waktu-waktu tertentu. Tuja`i
ditembangkan pada acara pernikahan, tinilo di waktu 40
hari setelah kematian, mi`raji ketika hari kelahiran nabi
Muhammad saw. Adapun dikili biasanya beliau
menembangkannya secara berkelompok pada perhelatan
maulid nabi atau yang biasa disebut palillati pada 12 Rabiul
Awal dan debe pada acara-acara arisan. Sejak tahun 1977
ia sudah aktif menembangkan jenis-jenis sastra lisan di atas.
Daerah yang menjadi kawasannya untuk menembangkan
sastra lisan mulai dari seputaran Pilohayanga hingga sekitar
Bungalio, Bongememe.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 175
SAMSUDIN TIALO
Samsudin Tialo atau Ti Pali Sama
adalah putra asli Desa Potanga,
Kecamatan Botumoito. Beliau lahir
pada tanggal 20 Juli 1952 di Desa
Potanga. Pendidikan formalnya
hanya pada bangku sekolah dasar.
Sastra lisan yang digelutinya adalah
dikili. Pali Sama biasa
menembangkan sastra lisan dikili
pada perhelatan maulid Nabi Muhammad saw. yang
sering juga disebut oleh masyarakat Gorotalo dengan
perayaan palillati. Sejak tahun 1970, beliau sudah bergelut
dengan sastra lisan tersebut. Biasanya Pali Sama
menembangkan dkili di masjid-masjid se-Kabupaten
Boalemo.
176 Herman Didipu
SANTI KARIM
Santi karim merupakan salah satu
penggiat sastra lisan daerah
Gorontalo yang tinggal di Desa
Bulota, Kecamatan Telaga,
Kabupaten Gorontalo. Wanita ini
lahir pada 18 April 1985 di Desa
Bulota. Pendidikan formalnya
hanya sampai tingkat SD. Meskipun
disibukkan dengan tugasnya
sebagai ibu rumah tangga, Santi selalu menyisihkan
waktunya untuk ikut serta menembangkan sastra lisan
dengan teman-teman lainnya. Ia mulai bergelut dengan
sastra lisan dikili pada tahun 2015. Menurutnya, ia mulai
menembangkan sastra lisan ini di Masjid Nurul Iman. Dari
penuturan juga, ia menembangkan sastra lisan daerah,
yakni dikili, karena untuk memenuhi pelaksanaan adat
istiadat yang berlaku di daerahnya.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 177
SARCO IBURA
Sarco Ibura merupakan warga
Botumoito yang dikenal oleh
masyarakat karena keahlianya
dalam bersastra lisan. Ia sering
disapa oleh masyarakat dengan
Ndo’u atau Ci Ndo’u. Ia lahir di
Botumoito pada tahun 1957. Di
dalam keseharianya, Ci Ndo’u
menjalani aktivitas sebagai ibu
rumah tangga. Pendidikan terakhir yang ditempuh beliau
yaitu sekolah dasar (SD). Walaupun demikian, ia termasuk
salah satu anggota masyarakat penggiat sastra daerah
Gorontalo. Kesibukannya sebagai ibu rumah tangga tidak
menghalangi kegemaranya dalam menggeluti sastra lisan
daerah Gorontalo. Ia menggeluti sastra lisan daerah,
khususnya dikili dan debe. Hal ini dilakukannya sejek
tahun 1970. Ci Ndo’u biasanya menembangkan dikili dan
debe pada kegiatan maulid nabi dan kegiatan rutin setiap
Jumat oleh ibu-ibu desa. Biasanya, dikili dan debe
ditembangkanya di masjid dan rumah warga.
178 Herman Didipu
SARDI MANOPO
Sardi Manopo lahir pada 1 Mei 1962 di Alo. Ia
memiliki kedudukan adat sebagai Ketua Adat. Pendidikan
terakhirnya hanya sampai peringkat sekolah dasar. Ia
sehari-hari bekerja sebagai petani. Sebagai seorang petani,
ia tetap bersemangat untuk belajar dan melestarikan sastra
lisan Gorontalo yaitu tujai. Tuja`i sebagai sastra lisan
Gorontalo ragam adat selalu ditembangkannya di rumah-
rumah masyarakat pada saat pesta pernikahan, khususnya
pada mempelai pria. Sejak tahun 2012, Sardi masih aktif
sebagai penyair tuja`i. Sekarang, Sardi bertempat tinggal di
Desa Nanati Jaya, Kecamatan Gentuma Raya, Kabupaten
Gorontalo Utara.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 179
SARIPA DAMA
Saripa merupakan wanita yang termasuk dalam
anggota masyarakat penggiat kebudayaan local di daerah
Tilamuta. Beliau lahir di Tilamuta, Kabupaten Boalemo,
pada 13 Juli 1949. Pendidikan terakhirnya adalah sekolah
dasar. Beliau aktif dan termasuk dalam salah satu anggota
masyarakat yang menggeluti sastra lisan, khusunya tinilo.
Wanita yang akrab disapa Tausa ini, mulai menggeluti
Tinilo sejak tahun 1989. Biasanya, Tausa sering diundang
untuk menembangkan Tinilo di upacara kematian dan
beberapa lomba MTQ di daerah Boalemo. Selain itu, ia
sering diundang untuk menembangkan tinilo di rumah
warga yang mengadakan upacara kematian sanak keluarga
mereka. Beliau pernah menerima penghargaan berupa
sertifikat dari pemerintah sebagai penggiat kebudayaan
lokal khususnya tinilo di daerahnya. Sampai dengan saat
ini, beliau aktif menembangkan sastra lisan jenis tinilo.
180 Herman Didipu
SARIPA TIALO
Saripa Tialo atau yang sering disapa oleh
masyarakat sekitar dengan Ma Ade Ipa lahir pada 28
Maret 1959 di Bolihutuo. Dia menamatkan pendidikan
terakhir sampai jenjang sekolah dasar. Sastra daerah yang
digelutinya, di antaranya, dikili, debe, dan turunani. sejak
tahun 2017. Ia juga sering diundang untuk menembangkan
ketiga jenis sastra daerah ini pada acara pernikahan dan
hari-hari besar Islam. Lokasi Ma Ade Ipa menembangkan
ketiga jenis sastra daerah ini di masjid dan rumah warga.
Dengan pekerjaannya sebagai petani di daerahnya, ia pun
masih aktif menembangkan ketiga jenis sastra daerah itu.
Untuk naskah sendiri, beliau menyimpan naskah turunani
dan dikili saja. Ma Ade Ipa saat ini menetap di Dusun 1
Alumbango, Desa Bolihutuo, Kabupaten Boalemo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 181
SARIPAH HULINGGI
Saripah Hulinggi lahir pada 20 Desember tahun
1962 di Gorontalo. Perempuan yang akrab disapa dengan
sebutan Ma Ipah ini, beralamat tinggal di Jalan Abdullah,
Kota Gorontalo. Pendidikan terakhir yang ditempuhnya
adalah tingkatan Sekolah Menengah Atas. Perempuan
kelahiran Gorontalo ini tercatat sebagai salah satu tokoh
penggiat adat daerah Gorontalo. Dalam sistem adat
daerah Gorontalo, beliau menempati kedudukan sebagai
hulungo. Sebagai salah satu penggiat sastra daerah, dia
tercatat sebagai salah satu tokoh adat yang aktif dalam
melaksanakan adat polihu lolimu dan molondalo. Adat
polihu lolimu merupakan salah satu adat yang
dilaksanakan pada saat pembaiatan untuk anak
perempuan atau laki-laki. Selain itu, juga adat molondalo
atau rabu-raba puru yang juga merupakan salah satu adat
daerah Gorontalo yang dilaksanakan pada saat usia
kehamilan pertama menginjak 7-8 bulan.
182 Herman Didipu
SARTIN AHMAD
Sartin Ahmad lahir di Suwawa pada
tanggal 28 Desember 1948, atau
lebih akrab disapa dengan sebutan
Kuni Oku. Pendidikan terakhirnya
hanya menjejaki sampai Sekolah
Menengah Pertama. Kuni Oku
tidak berputus asa untuk
melestarikan adat dan budaya
Gorontalo. Baginya, jenjang
pendidikan tidak menjamin terampilnya orang Gorontalo
menembangkan sastra lisan. Ia pun menjadi penembang
sastra lisan pada acara-acara dengan jenis sastra lisan debe
dan dikili. Ketertarikannya terhadap sastra lisan sejak tahun
1986. Dengan keterampilannya bersastra lisan, ia pun
mendapatkan berbagai apresiasi dan penghormatan.
Kedudukannya dalam adat di Desa Ulanta, Kecamatan
Suwawa, Kabupaten Bone Bolango adalah Ketua Majelis
Taklim. Kuni Oku biasa menembangkan sastra lisan di
masjid untuk memperingati hari kelahiran Nabi
Muhammad saw. Sebagai bentuk kecintaan terhadap
daerah Gorontalo, Kuni Oku bahkan sudah memiliki
naskahnya. Kepandaiannya dalam menggeluti sastra lisan
tersebut sehingga ia mendapatkan beberapa penghargaan
dari pemerintah.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 183
Prof. Dr. SAYAMA MALABAR,
M.Pd.
Prof. Dr. Sayama Malabar, M. Pd,
lahir di Gorontalo, 29 Juli 1960. Ia
menyelesaikan pendidikan SD
(1972), PGAN 4 (1976), dan PGAN
6 (1979). Pendidikan S-1 di FKIP
Unsrat diselesaikan pada tahun
1986, pendidikan S-2 di Prodi
Pendidikan Bahasa IKIP Jakarta
tahun 1997, dan terakhir pendidikan S-3 (Doktor) program
studi Linguistik di Unsrat Manado diselesaikan pada tahun
2011. Berkat ketekunan beliau, pada tahun 2013
memperoleh gelar jabatan akademik tertinggi sebagai
Profesor atau Guru Besar di bidang Linguistik. Hingga saat
ini, Prof. Sayama aktif mengajar pada jenjang S-1, S-2, dan
S-3 di Universitas Negeri Gorontalo.
Berbagai jabatan strategis pernah diduduki, di
antaranya: (1) Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia STKIP Negeri Gorontalo, 1999-2000; (2)
Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FPBS IKIP Negeri Gorontalo, tahun 2001; (3) Pembantu
Dekan I FPBS IKIP Negeri Gorontalo, tahun 2001-2004;
(4) Dekan Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri
Gorontalo, pada tahun 2004-pertengahan tahun 2009; (5)
Kepala Lembaga Pengembangan Pendidikan dan
Pengajaran (LP3) UNG tahun 2011-2012, (6) Ketua
Program studi S-2 Pendidikan Bahasa Indonesia
Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo tahun 2012;
184 Herman Didipu
dan (7) Ketua Program studi S-3 Pendidikan Bahasa
Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo tahun 2013.
Kontribusi Prof. Sayama dalam upaya
pengembangan sastra lisan Gorontalo sudah dimulai sejak
menjadi Tim Peneliti Ragam Sastra Lisan Gorontalo
bersama para dosen senior tahun 1980-an. Beberapa
tulisannya dalam ranah sastra dan budaya Gorontalo telah
dipublikasi dalam berbagai prosiding dan jurnal ilmiah,
antara lain: (1) Makna Tanda-Tanda Bau Kemenyan dalam
Aktivitas Kehidupan Masyarakat Gorontalo (Suatu Kajian
dari Segi Semiotika) (2007); (2) Eksistensi Bahasa Daerah
Gorontalo dan Upaya sebagai Wujud Ketahanan Budaya:
Prosiding Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kemendikbud, 2014; (3) Pelestarian Bahasa Daerah sebagai
Media Revolusi Mental, Prosiding APPI-Bastra, Surabaya,
2016; dan (4) Revitalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Melalui
Pembelajaran Sastra Daerah, Prosiding Hiski Bengkulu,
2017.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 185
SIMON GANI
Simon Gani atau biasa disapa Om
Simon, lahir di Gorontalo pada 6
Desember 1967. Pendidikan
terakhir Om Simon yaitu Sekolah
Menengah Atas. Untuk memenuhi
kebutahan keluarga, ia bekerja
sebagai tukang bentor. Bekal
pengetahuan agamanya,
menjadikan Om Simon dipercaya
oleh masyarakat sekitar untuk menjadi imam masjid. Pada
peringatan Isra Mikraj di Gorontalo, ia rutin melantunkan
sastra lisan me’eraji, baik di masjid maupun di rumah
warga sesuai permintaan pihak yang mengundang.
Keinginan Om Simon menjadi pelantun mi’raji di masjid-
masjid terdekat dan di rumah-rumah secara tradisional
yang bertujuan mengembangkan budaya yang telah lama
dilaksanakan di daerah Gorontalo. Berkat keuletannya
dalam melantunkan me’eraji, Om Simon berhasil
mendapat piagam penghargaan terbaik III pada kegiatan
Festival Mi’raj tingkat Kota Gorontalo. Selain itu, ia pun
pernah meraih Piagam Penghargaan Festival Mi’raj II se-
Provinsi Gorontalo, serta Piagam penghargaan Juara II
Tilawah Dewasa Qori’.
186 Herman Didipu
SITRA HUSAIN
Sitra Husain atau yang sering
disapa Sisa Nina, lahir di
Tilongkabila, Kabupaten Bone
Bolango pada 14 Agustus 1965.
Riwayat pendidikan terakhir Sisa
Nina tingkat Sekolah Dasar. Untuk
kelangsungan hidupnya, ia bekerja
sebagai pedagang. Ia merupakan
salah satu anggota masyarakat
yang termasuk dalam penggiat sastra daerah khusunya di
bidang dikili dan buruda sejak dua tahun terakhir. Sisa Nina
biasanya menembangkan kedua sastra lisan tersebut, di
saat perayaan-perayaan hari besar Islam. Untuk sastra lisan
dikili, Sisa Nina menembangkannya di masjid. Sedangkan,
sastra lisan buruda ditembangkannya tidak hanya di
masjid, melainkan juga di rumah warga yang mengadakan
acara tertentu. Saat ini, beliau tinggal di Desa Butu,
Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten Bone Bolango,
Gorontalo. Sampai saat ini, beliau masih aktif dalam
mengikuti perayaan-perayaan Islam yang sudah menjadi
tradisi di Gorontalo. Keaktifan tersebut membuat Sisa Nina
menjadi bagian dari kelompok adat di Desa Butu.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 187
SOFYAN LASIMPALA
Sofyan Lasimpala sangat akrab di kenal dengan
sapaan Paci Yani. Ia lahir di Suwawa pada 24 Oktober
tahun 1957. Pendidikan terakhir Paci Yani hanya sampai di
Sekolah Dasar. Pekerjaannya sehari-hari adalah petani.
Ketertarikannya terhadap sastra lisan sejak tahun 1994.
Paci Yani menggeluti sastra lisan tuja’i dan mi’raji. Tuja’i
biasa dilaksanakan di pesta pernikahan dan mi’raji
diadakan di bulan Rajab atau Syaban untuk memperingati
peringatan Isra Mikraj. Malahan, ia sudah menjadi petugas
tetap untuk menembangkan sastra lisan, Beliau telah
berinisiatif membuat naskah sendiri, tetapi masih
berpatokan pada naskah-naskah sebelumnya. Dari
keuletan Paci Yani dalam menggeluti sastra lisan tersebut,
pemerintah setempat menjadikannya sebagai Kimalaha.
Kimalaha merupakan kedudukan adat yang diberikan oleh
pemangku adat, karena seseorang tersebut berpengaruh di
daerahnya dan memiliki keterampilan khusus, terutama
berhubungan dengan sastra lisan. Paci Yani sampai saat ini
masih aktif dalam pelestarian sastra lisan Gorontalo yang
kaya akan makna kehidupan tersebut.
188 Herman Didipu
SRIVONI KUMAL
Srivoni Kumal merupakan wanita kelahiran
Tilamuta, tanggal 22 Juni 1980. Ia telah menyelesaikan
pendidikan terakhir pada jenjang S-1 Pendidikan Anak Usia
Dini. Saat ini, Srivoni tercatat sebagai Aparatur Sipil Negara
sebagai guru pada salah satu taman kanak-kanak. Dengan
pekerjaannya seperti itu, tidak membuat Srivoni tidak acuh
dengan kebudayaan daerah Gorontalo. Sejak tahun 2010,
ia menjadi salah satu warga yang ikut aktif menembangkan
sastra lisan daerah. Sastra lisan yang digeluti Srivoni adalah
debe. Debe merupakan sastra lisan yang biasa
ditembangkan di masjid untuk memperingati acara
keagamaan.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 189
SUDIRMAN PANTO
Sudirman Panto yang biasa disebut dengan sapaan
Bali Dima. Ia lahir di Buata, 1 Februari 1994. Pendidikan
terakhir Bali Dima berhenti di Sekolah Dasar. Ia merupakan
salah satu tokoh adat Gorontalo yang memiliki kedudukan
adat sebagai sarada’a. Salah satu adat dan budaya
Gorontalo tersebut adalah sastra lisan. Salah satu
pelestarinya adalah Bali Dima. Jenis sastra lisan yang
ditekuninya adalah dikili di Suwawa. Dikili ini biasa
dilaksanakan untuk memperingati kelahiran Nabi
Muhammad saw. dan biasanya diadakan di masjid. Sejak
tahun 1998, ia sudah menggeluti sastra lisan tersebut.
Sebagai bentuk kecintaan terhadap daerah Gorontalo, Bali
Dima sudah memiliki naskah dikili sendiri. Keuletan dalam
menggeluti sastra lisan tersebut, Bali Dima sudah menerima
suatu penghargaan dari pejabat pemerintah desa dan
kecamatan setempat.
190 Herman Didipu
SUHARDI HASAN
Suhardi Hasan adalah nama salah
satu anggota mansyarakat yang
berada di Botumoito. Suhardi
Hasan lahir di Botumoito 14
Februari 1971. Masyarakat sering
memanggilnya Aya atau Baate. Ia
mendapat panggilan Aya karena
Suhardi Hasan pernah menjadi
Kepala Desa di Desa Botumoito.
Sedangkan panggilan Baate didapatkan beliau, karena
diangkat oleh para pemangku adat sebelumnya menjadi
Baate. Pendidikan terakhir yang ditempuh Suhardi Hasan
adalah Sekolah Menengah Atas. Ia sering menembangkan
sastra lisan Gorontalo yaitu tuja`i dan tinilo. Ia menggeluti
kedua jenis sastra lisan ini sejak 2012. Saat ini, ia sudah aktif
sebagai penembang kedua jenis sastra lisan tersebut.
Biasanya, ia diundang untuk menembangkan kedua sastra
lisan ini saat menyambut menteri dan tamu-tamu istimewa
lainnya. Penyambutan tersebut dilakukannya di Kantor
Dinas Pendidikan, Kecamatan Botumoito.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 191
SUKO KASIM
Suko Kasim atau yang lebih akrab
disapa dengan Ka Suko merupakan
salah satu tokoh sastra daerah yang
tinggal di Desa Bulota, Kecamatan
Telaga, Kabupaten Gorontalo. Ia
lahir pada tanggal 10 Maret 1951 di
Limba U. Pria ini sehari-hari bekerja
sebagai petani. Riwayat pendidikan
Ka Suko hanya sampai di tingkat
Sekolah Menengah Pertama. Walaupun demikian, hal
tersebut tidak membuat Ka Suko berhenti untuk terus
merawat, menjaga dan melestarikan sastra lisan daerah
Gorontalo. Jika melihat dari sisi sistem adat masyarakat,
Ka Suko memiliki kedudukan adat sebagai Ketua Ahlul.
Jenis sastra lisan yang digeluti Ka Suko adalah dikili. Ia
menggeluti sastra daerah dikili sejak tahun 2001. Ia
menjadi seorang yang menembangkan dikili, berawal dari
keluarganya yang sudah mewarisi secara turun-temurun
untuk menembangkan dikili. Ka Suko biasanya
menembangkan dikili hanya di satu masjid saja, yaitu
Masjid Nurul Iman. Sampai saat ini, Ka Suko masih aktif
menembangkan dikili di masjid Nurul Iman.
192 Herman Didipu
SUPARDI DEHI
Supardi Dehi yang akrab disapa
masyarakat setempat Baate
Tuntungiyoini, dilahirkan di
Batuda’a pada tanggal 29 Juli
1967. Supardi menyelesaikan
pendidikan terakhir di bangku
SLTA atau yang dikenal saat ini
dengan SMA. Saat ini Supardi
menjabat sebagai Kepala Desa
Huntulohulawa, Kecamatan Bongomeme, Kabupaten
Gorontalo setelah menyelesaikan periode pertama tahun
2009-2014. Tanggung jawab yang diamanahkan kepada
Supardi tidak membuat dirinya pongah. Sejak Supardi
terpilih menjadi Kepala Desa, dirinya ikut andil dalam
melestarikan sastra daerah Gorontalo. Sastra daerah yang
digeluti beliau, ialah tuja’i. Selain berkedudukan sebagai
kepala Desa, beliau juga memiliki kedudukan dalam adat,
yaitu sebagai baate tuntungi to limutolodunggalaa to
Bongememe. Supardi sering menembangkan tuja’i pada
acara perkawinan, penyambutan tamu dan moloapu di
wilayah Batuda’a.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 193
SURIANTO MUSTAPA
Surianto Mustapa atau sering
disapa Ka Ogi adalah warga yang
berdomisili di Desa Bongo
tepatnya di Dusun Tengah. Tempat
kelahirannya di Gorontalo pada 12
Juli 1971. Untuk memenui
kebutuhan sehari-hari, beliau
bekerja sebagai sebagai
wiraswasta. Hal ini
dilatarbelakangi oleh pendidikan terakhirnya di Sekolah
Menengah Pertama (SMA). Memiliki pekerjaan sebagai
wiraswasta tidak menghalangi kegemarannya dalam
menekuni sastra lisan Daerah. Sejak tahun 2014, Kak Ogi
mengeluti sastra lisan mala-mala dan m’raji. Walaupun
tidak memiliki kedudukan di dalam adat, tetapi lelaki
murah senyum ini turut aktif dalam kegiatan masyarakat.
Biasanya dia ikut dalam menembangkan mi’raji di masjid.
Selain itu, Kak Ogi pun sering menembangkan mala-mala
untuk sebuah pengumuman. Kegemarannya dalam
bersastra lisan membuatnya dikenal oleh masyarakat
sebagai salah satu tokoh penting di lingkungan masyarakat.
Karena kehadirannya, ia sering membantu para lebi,
sarada`a dan baate dalam menjalankan tugas mereka dan
sering memberikan pemikiran-pemikiran tambahan ketika
ada urusan-urusan yang berhubungan dengan kebudayan
Gorontalo. Terlebih lagi dengan upacara-upacara adat
yang membutuhkan orang seperti Ka Ogi.
194 Herman Didipu
TAHIR RAHMAN
Tahir Rahman, biasa akrab disapa oleh masyarakat
sekitar dengan sapaan Ka Tinggi Ino. Ia lahir di Gorontalo
pada tanggal 7 juli 1969. Ia menempuh pendidikan
terakhir pada bangku Sekolah Dasar. Meskipun beliau
tidak mengenyam pendidikan tinggi tetapi tidak membuat
Ka Tinggi Ino putus asa dalam melestarikan adat dan
budaya yang ada di daerah Gorontalo. Salah satu adat dan
budaya yang sampai saat ini masih tetap menonjol adalah
sastra lisan. Sastra lisan Gorontalo memiliki banyak
keunikan baik dari segi bahasa, segi pelaksanaan, maupun
segi manfaatnya. Keseharian Ka Tinggi Ino bekerja sebagai
tukang. Ia menggeluti sastra lisan tuja’i kurang lebih satu
tahun yang lalu. Sastra lisan itu ditembangkannya pada
acara pernikahan. Dengan keuletannya dalam menggeluti
sastra lisan tersebut, menjadikan Ka Tinggi Ino sebagai
tokoh adat gorontalo dan membuat masyarakat
Gorontalo percaya terhadap dirinya sebagai ketua
pemangku adat di daerah sendiri yaitu di Desa Buhu,
Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten Bone Bolango.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 195
THAIB KAMA
Thaib Kama merupakan salah satu
tokoh sastra Gorontalo yang
tinggal di Desa Hulawa,
Kecamatan Telaga, Kabupaten
Gorontalo. Ia lahir pada tahun
1955 di Desa Hulawa. Thaib Kama
atau yang sering disapa dengan Pak
Kuni ini bekerja sebagai imam
wilayah. Meskipun riwayat
pendidikan Pak Kuni hanya sampai tingkat sekolah dasar,
namun hal tersebut tidak menghentikan Pak Kuni untuk
meraih prestasi di bidang sastra lisan Gorontalo. Hal ini
dibuktikan dengan dipilihnya Pak Kuni sebagai Imam
Wilayah dan ahlul dikili. Ini membuktikan bahwa untuk
menjaga dan melestarikan kebudayaan, dapat dilakukan
oleh semua orang selama ada kemauan dan rasa cinta akan
kebudayaan yang ada. Pak Kuni mulai menembangkan
sastra lisan dikili pada tahun 2000, namun kecintaannya
dengan sastra lisan telah tertanam sejak ia kelas 6 SD yakni
dengan mempelajari sastra lisan dikili. Biasanya, Pak Kuni
menembangkan sastra lisan dikili di masjid sekitar tempat
tinggalnya. Selain itu, ia juga menembangkan sastra lisan
tersebut di rumah-rumah tempat penyelenggaraan
kegiatan dikili. Alasan Pak kuni untuk terus
menembangkan dikili adalah untuk melanjutkan tugas
keluarganya dalam merawat dan menjaga adat istiadat
yang telah ada sejak lama. Ia berprinsip bahwa hal tersebut
perlu ditanamkan orang tua kepada anaknya sejak dini,
196 Herman Didipu
agar kebudayaan yang merupakan aset daerah bisa terus
ada dan tidak akan tenggelam oleh modernisasi.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 197
UDIN MALELA
Udin Malela lahir pada tanggal 12
desember tahun 1973 di Tosora.
Lelaki paruh baya itu menamatkan
pendidikannya di Sekolah Dasar
Tosora. Dalam kesehariannya, ia
bekerja sebagai seorang petani.
Udin Malela oleh masyarakat
desanya dipercayakan sebagai
Imam Masjid yang juga aktif
mengembangkan sastra lisan Gorontalo. Dengan naskah
yang dipegangnya, Udin Malela aktif menembangkan
tinilo pada peringatan malam ke-40 setelah seseorang
meninggal dunia. Bersamaan dengan pelaksanaan ta’jia
yang dilaksanakan keluarga yang berduka, Udin juga ikut
serta dalam menembangkan tinilo.
198 Herman Didipu
UMAR HUSAIN
Umar Husain atau biasa disapa Kadim Uma, lahir
di Gorontalo pada 20 Oktober 1960. Pendidikan terakhir
Kadim Uma adalah Sekolah Dasar. Pria 60 tahun ini
dikenal aktif dalam melestarikan kebudayaan Gorontalo,
khususnya sastra lisan me’eraji, dikili, turunani, dan
buruda. Mata pencaharian utama beliau adalah bertani.
Kemahiran beliau dalam melantunkan sastra lisan
(me’eraji, dikili, turunani, dan buruda), menjadi pekerjaan
sampingan beliau. Ia sering mendapat undangan untuk
mengisi berbagai prosesi upacara adat, seperti perkawinan,
maulid Nabi, dan Isra Mikraj. Kemampuannya dalam
melantunkan sastra lisan sudah diasah sejak dini. Oleh
pemerintah Gorontalo, Kadim Uma pernah mendapat
penghargaan dari pemerintah daerah karena upayanya
dalam pelestarian budaya musik etnik Gorontalo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 199
UMIRA MOLOLONTO
Umira Mololonto lahir pada
tanggal 25 Desember tahun 1957,
di Kecamatan Suwawa, Kabupaten
Bone Bolango, lebih tepatnya di
Desa Huluduatamo yang kini
dikenal masyarakat dengan Desa
Ulantha. Wanita ini sering disapa
masyarakat dengan sebutan Oma
Biji. Beliau menempuh pendidikan
terakhir di bangku SD (Sekolah Dasar). Dalam
kesehariannya, Oma Biji bekerja sebagai IRT (Ibu Rumah
Tangga). Dengan usia yang sudah beranjak 62 tahun, ia
masih terlihat aktif dalam kegiatan sastra yang beliau geluti
sekarang. Oma Biji sudah menggeluti dua sastra lisan
daerah Gorontalo yaitu, dikili dan debe sejak pada tahun
2010. Sebagai bentuk kecintaannya terhadap daerah
Gorontalo, ia pun memiliki beberapa naskah dikili dan
debe. Oma biji biasa menembangkan dua jenis sastra lisan
ini pada acara peringatan maulid Nabi.
200 Herman Didipu
UPIK TAIB KAMA
Upik Taib Kama lahir pada tanggal 21 Maret 1982
di Kabupaten Gorontalo, Kecamatan Telaga, tepatnya di
Desa Hulawa. Pria ini bekerja sebagai karyawan di kantor
Dinas Perhubungan. Tingkat pendidikannya hanya sampai
tingkat SMP. Upik Taib Kama yang lebih akrab disapa
dengan Upik ini merupakan salah satu penggiat sastra lisan
daerah Gorontalo yakni meraji. Meskipun disibukan
dengan pekerjaannya, namun upik tetap menjaga
kebudayaan yang ditinggalkan leluhurnya. Ia mulai aktif
dalam menembangkan sastra lisan meraji pada tahun 2014.
Sastra lisan meraji dibacakan pada saat perayaan Isra
Mikraj. Meraji dituliskan dengan menggunakan bahasa
Arab yang digabungkan dengan bahasa Gorontalo. Ia
merupakan anggota meraji yang aktif dalam
menembangkan sastra lisan tersebut. Dari penuturannya,
alasannya menembangkan sastra lisan meraji, selain karena
kecintaannya terhadap sastra lisan tersebut, tetapi juga
merupakan tugasnya untuk terus menjaga adat istiadat
yang ditinggalkan leluhurnya.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 201
USMAN RAHMAN
Usman Rahman, oleh keluarga dan masyarakat
sekitar dikenal dengan sapaan Kawali Mani. Pria ini lahir
di Gorontalo pada tahun 1961. Pendidikan terakhir Kawali
Mani yaitu Sekolah Dasar. Untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari, Kawali Mani berprofesi sebagai seorang
nelayan. Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang
nelayan, ia masih menyempatkan diri untuk
menembangkan sastra lisan dalam berbagai prosesi
peradatan. Terutamanya pada perayaan hari besar
keagamaan seperti Maulid Nabi Muhammad saw dan
peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad saw. Pada
peringatan hari-hari besar keagamaan tersebut, ia aktif
menembangkan jenis sastra lisan mi’raji dan dikili. Mo
me’eraji dan mo dikili menjadi profesi tambahan beliau
pada waktu-waktu tersebut. Ini sudah digelutinya sejak
tahun 2016. Ia sering menembangkan dikili dan me’eraji di
masjid maupun di rumah sesuai permintaan atau undangan
pihak pengundang atau keluarga.
202 Herman Didipu
YAN DUE
Yan Due lahir di Botumoito pada 1
Januari seribu 1970, di Kabupaten
Boalemo. Bagi masyarakat
setempat, beliau sering disapa
dengan sapaan Papa Alim. Ia
merupakan salah satu pemangku
adat di Desa Botumoito,
Kecamatan Botumoito. Sekarang,
ia menjabat sebagai Tamburu atau
pemegang salah satu alat musik (mayuru). Pendidikan
terakhir yang ditempuhnya sampai di tingkat SMA
(Sekolah Menengah Atas). Ia sangat lihai melantunkan
sastra lisan tuja’i. Diangkatnya Yan Due sebagai tokoh
penutur tuja’i pada tahun 2009, melalui hasil musyawarah
secara adat oleh Baate Kecamatan Botumoito. Tidak
semua orang bisa diangkat menjadi tokoh penutur tujai.
Beliau diangkat menjadi tokoh penutur tuja’i karena
memiliki keterampilan khusus dan mampu memberikan
dampak baik kepada orang-orang sekitar seperti istilah
para pemangku adat (mo`odelo). Masyarakat Kecamatan
Botumoito sering mempercayakan Papa Alim sebagai
tokoh yang bertugas untuk penyambutan tamu undangan
atau pejabat daerah seperti bupati, camat, dan gubernur
ketika datang bertamu di Kecamatan Botumoito.
Penyambutan-penyambutan tamu selalu dilakukan oleh
Papa Alim di rumah dinas, masjid kecamatan, dan Polres.
Selain untuk menyambut pemimpin-pemimpin daerah,
Yan Due juga dipercayakan sebagai para penutur tuja’i
dalam acara penikahan.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 203
YENI MATANA
Yeni Matana atau yang sering disapa Pakuni Yeni,
lahir di Bolihutu’o, Kabupaten Boalemo, tanggal 9
September 1959. Sehari-hari ia berprofesi sebagai petani. Ia
menempuh pendidikan terakhirnya sampai jenjang sekolah
dasar. Namun, tepat pada tanggal 19 Februari 2019, beliau
wafat pada usia 66 tahun. Walaupun telah wafat,
masyarakat mengenang beliau sebagai ahli sastra lisan
daerah Gorontalo. Hal ini pun dibuktikan dengan riwayat
beliau yang termasuk dalam salah satu anggota masyarakat
yang aktif melestarikan kebudayaan khususnya sastra
daerah. Jenis sastra daerah yang digeluti beliau di
antaranya; tuja’i, palebohu, mala-Mala, lohidu, pantungi,
dan tanggomo. Ia menggeluti sastra daerah ini sejak tahun
1970. Biasanya beliau menembangkan sastra daerah di
acara pernikahan, hari raya, dan acara-acara besar Islam.
Beberapa tempat Pakuni Yeni untuk menembangkan sastra
daerah biasanya di rumah, masjid, dan tempat-tempat
berkumpul masyarakat. Beliau tinggal di dusun 1
Alumbango, Kelurahan Bolihutu’o, Kabupaten Boalemo
dan itu merupakan alamat kediaman keluarganya saat ini.
204 Herman Didipu
YUNUS HASIN
Yunus Hasin lahir di Labanu, tanggal 28 November
1965. Pasisa Pulu adalah sapaan masyarakat setempat
kepada beliau. Pendidikan terakhir yang ditempuhnya
adalah sekolah dasar atau SD. Saat ini, ia bekerja sebagai
petani. Sehari-hari ia bekerja sebagai penggarap ladang
jagung miliknya sendiri. Ia bisa menguasai sastra lisan
Gorontalo Lohidu dan Pantungi. Kebiasaan Pasisa Pulu
dalam menembangkan sastra lisan tersebut, membuat
orang-orang sangat senang. Hal ini disebabkan dengan
hadirnya Pasisa Pulu di tengah-tengah lingkungan
masyarakat, mampu membuat orang yang mendengarkan
Lohidu dan Pantungi yang ditembangkannya merasa adem
dan akan teringat pada zaman-zaman sebelum kabupaten
Gorontalo berkembang seperti sekarang. Untuk
melantunkan Lohidu dan Pantungi, ia sering menyertakan
gambus yang selalu dipetiknya. Ia juga bisa menarik
pendengar untuk berkumpul saat ada pertunjukan yang
istimewa. Keahliannya dalam menggeluti sastra lisan
tersebut sudah cukup lama, tepatnya sejak tahun 1980.
Karena itu, ia sering mendapatkan undangan untuk
menembangkan sastra lisan di ibukota Kabupaten
Gorontalo tepatnya di area Menara Limboto. Bahkan
perayaan-perayaan hari ulang tahun daerah Kabupaten
Gorontalo, Pasisa Pulu sering diundang sebagai pelantun
Pantungi dan Lohidu.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 205
YUSNI IJULA
Yusni Ijula merupakan salah satu
anggota masyarakat yang berada di
Kecamatan Botumoito sebagai
penutur tetap sastra lisan Dikili.
Sastra lisan ini, biasanya
dilantunkan pada hari kelahiran
nabi besar Muhammad saw.
Masyarakat sekitar rumahnya
sering menyapanya dengan sapaan
Ci`i Yuni. Sapaan tersebut disematkan oleh masyarakat
setempat karena beliau memiliki mata yang cipit seperti
orang Cina. Beliau lahir di Botumoito 27 April 1966.
Sekarang ia menetap di Desa Botumoito dengan
keluarganya. Ia mengenyam pendidikan pada Sekolah
Menengah Pertama dan hanya sampai kelas dua. Artinya
beliau hanya memiliki ijazah Sekolah Dasar. Ia
melantunkan sastra lisan dikili sejak umur 15 tahun. Sejak
tahun 1981, Ci’i Yuni belajar dan fasih menlantunkan sastra
lisan dikili.
206 Herman Didipu
YUSUF HASAN
Yusuf Hasan lahir pada 4
Desember 1964. Lelaki murah
senyum ini, biasa disapa dengan Ka
Pude. Ia lahir dan besar di Kabila,
Bone Bolango. Pendidikan terakhir
Ka Pude hanya berhenti di Sekolah
Dasar. Meskipun demikian,
pengetahuannya terhadap sastra
lisan sangat luas. Bahkan
kedudukan dalam adat, Ka Pude di Suwawa adalah Wu’u.
Dalam kesehariannya Ka Pude bekerja sebagai petani. Ia
juga masih terlihat aktif dalam kegiatan sastra lisan yang ia
geluti. Jenis sastra lisan yang digeluti adalah Palebohu dan
Sa’iya. Ia menggeluti sastra lisan tersebut sejak tahun 1987.
Ia biasa menembangkan sastra lisan ini di acara pernikahan.
Dari keuletannya menggeluti sastra lisan, masyarakat
Suwawa memilih dia sebagai tokoh adat daerah Gorontalo
atau biasa disebut pemangku adat.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 207
YUSUF ILAHUDE
Yusuf Ilahude lahir 7 Mei 1965.
Masyarakat Desa Botumoito sering
menyapanyasebagai Pa Ade Juma.
Lahir dan besar di Bolihutu’o,
Kecamatan Botumoito, Kabupeten
Boalemo. Ia juga sangat dekat
dengan laut dan pekerjaan sehari-
harinya adalah sebagai nelayan.
Walaupun kesehariannya di dekat
pantai, ia juga tetap membuka lahan pertanian yang
ditanami jagung dan cabai. Dulunya ia pernah mengenyam
pendidikan di Sekolah Dasar atau (SD). Namun kala itu
dalam pemikiran keluarga mereka bertani lebih
menjanjikan masa depan ketimbang bersekolah. Karena
itu, ia hanya menamatkan pendidikannya sampai pada
Sekolah Dasar. Meskipun demikian, ia banyak menguasai
berbagai macam sastra lisan di Gorontalo di antaranya
sastra lisan Tuja’i, Palebohu, Lohidu, Pandungi, Pa’iya lo
hungo lo poli dan Sa’iya. Ia telah banyak bergelut dengan
sastra lisan ini, sebab sejak tahun 1995 atau tepatnya saat
berusia 31 tahun, ia sudah mulai belajar dan cepat terampil
menembangkan sastra lisan tersebut. Untuk tempat
penembangannya tergantung sastra lisan apa yang di
bawakan. Misalnya jika tuja’i dan Sa’iya biasa
ditembangkan pada acara-acara pernikahan. Yang
menraik, ia sudah menghafal semua naskah sastra lisan
tersebut. Sedangkan Lohidu, Pandungi, lebih banyak Pa
Ade habiskan di kebunnya ketika menjaga tanamannya
serta Pa’iya lo hungo lo poli ditembangkannya ketika ada
208 Herman Didipu
acara-acara kemasyarakatan yang berhubungan dengan
pementasan seni. Alamat tempat tinggalnya di Dusun II
Pasir Putih, Kecamatan Botumoito, Kabupaten Boalemo.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 209
YUSUF LIMONU
Yusuf Limonu atau biasa disapa Ka Usu. Lahir di
Buata, 9 Juni 1965. Pendidikan terakhir Ka usu adalah
Sekolah Dasar. Pria 55 tahun ini bermata pencaharian
utama sebagai petani. Selain sebagai petani, Ka Usu dikenal
juga oleh masyarakat sekitar sebagai pemangku adat di
desanya. Ia sering diundang oleh masyarakat untuk
menuturkan tuja’i khususnya pada upacara adat
perkawinan. Sebenarnya bakat Ka Usu dalam ber-tuja’i
sudah ada sejak remaja, tetapi lebih serius
dikembangkannya pada tahun 2017. Sejak saat itulah, Ka
Usu mulai sering diundang warga yang akan
melangsungkan perkawinan.
210 Herman Didipu
ZAKIA TOMBOTITA
Zakia Tombotita lahir pada tanggal
14 Juli 1947 di Gentuma.
Masyarakat sekitar memanggilnya
dengan sapaan Ma Ade yang
artinya mama yang paling adik atau
dari persaudaraanya.
Kedudukannya dalam adat adalah
ketua adat yang masih aktif bekerja
untuk kerukunan adat di Desa
Gentuma. Pekerjaan sehari-harinya sebagai ibu rumah
tangga. Usia tidak menjadi hambatan untuknya
melestarikan sastra lisan Gorontalo. Hal ini dibuktikan
dengan kebiasaannya sebagai pemimpin kelompok ketika
melantukan Tinilo untuk mengantarkan batu nisan di
empat puluh hari kematian. Tinilo yang dimaksud adalah
Tinilo Pa`ita. Sejak tahun 1966, Ma Ade sudah menggeluti
sastra lisan Tinilo tersebut. Biasanya untuk proses
pelantunannya ia mulai menembangkannya mulai dari
rumah kemudian berjalan mengikuti batu nisan yang
dibawa oleh Leebi sampai di pekuburan dan setelah di atas
kubur barulah Ma Ade berhenti menyelesaikan bacaan
tinilo tersebut.
Ensiklopedia Tokoh Sastra Daerah Gorontalo 211
ZUHURA ABAS
Zuhura Abas lahir di Desa Bongo,
Kecamatan Batudaa Pantai,
Kabupaten Gorontalo, pada
tanggal 6 Juni 1948. Zuhura Abas
atau yang sering disapa Kuni Zura
ini merupakan tamatan SD di SDN
1 Batudaa Pantai. Ia merupakan
anggota masyarakat sekaligus
pemerhati budaya yang aktif
dalam bidang pelestarian budaya khususnya sastra lisan
Gorontalo. Beberapa bidang sastra lisan yang digeluti Kuni
Zura di antaranya, dikili, debe, turunani, dan buruda. Sejak
tahun 1970, Kuni Zura bergelut di bidang tersebut. Ia biasa
menembangkan sastra lisan ini di masjid sekitar maupun
ruamh-rumah warga di desanya. Walaupun usianya tidak
muda lagi, ia masih ingin tetap melesarikan kebudayaan
lisan Gorontalo agar tidak mengalami kepunahan.