energi kita - iesr.or.id

40
ENERGI KITA Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan

Upload: others

Post on 19-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan

ENERGIKITASepuluh Tahun Tersisa

untuk PembangunanBerkelanjutan

Page 2: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/2021

Diterbitkan oleh:

Institute for Essential Services ReformJl. Tebet Barat Dalam VIII No. 20B, Jakarta SelatanT: +62 21 2232 3069 | F: +62 21 8317 073www.iesr.or.id [email protected]

Penerbitan dokumen ini memiliki lisensi Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0).

Cetakan pertama, Februari 2021

ENERGIKITA

2

Sepuluh Tahun Tersisauntuk Pembangunan

Berkelanjutan

Page 3: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan

Pembaca EnergiKita di manapun berada, semoga selalu sehat dan bersemangat

di tahun yang baru ini.

Tahun 2020, tahun sulit yang kita lewati hidup bersama dengan pandemi COVID-19 sebentar lagi akan berakhir. Di tahun ini, banyak perubahan terjadi, dari lingkup nasional dalam bentuk kebijakan publik hingga peralihan prioritas keluarga dan individu.

Tahun ini juga menandai sepuluh tahun tersisa untuk menuju pemenuhan capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/TPB (Sustainable Development Goals/SDGs). Selain sebagai cetak biru pembangunan global, SDGs juga telah menjadi bagian tak terpisahkan dari agenda pembangunan nasional Indonesia - tak hanya dalam agenda nasional melainkan juga telah diturunkan dalam lingkup pemerintah terkecil, yaitu lingkup desa.

Sejauh mana pencapaian target SDGs Indonesia hingga 2020, lima

tahun setelah TPB dideklarasikan bersama oleh Persatuan Bangsa-Bangsa? Apakah Indonesia mencatatkan perkembangan yang signifikan? Apa saja tantangan yang masih harus diselesaikan dan apa dampak pandemi terhadap target SDGs? EnergiKita kali ini membahas tuntas perkembangan SDGs di Indonesia, secara khusus dalam lansekap energi dan kaitan penyediaan energi dengan target SDGs lain, cerita inspiratif dari mereka yang ikut terlibat di dalamnya, dan bagaimana pembangunan berkelanjutan harus berlangsung dalam kaitannya dengan pemulihan ekonomi pascapandemi.

Tidak lupa, kami menunggu saran, komentar, dan usulan Anda untuk topik yang bisa kami angkat dalam EnergiKita edisi berikutnya.

Tabik,Marlistya CitraningrumPemimpin Redaksi EnergiKita

3

Suratdari

redaksi

Page 4: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/20214

Marlistya Citraningrum

Sebelum Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/TPB (Sustainable Development Goals) secara

resmi menjadi cetak biru pembangunan global, pada tahun 2000, para pemimpin dunia berkumpul di kantor pusat PBB di New York untuk menyepakati deklarasi Millennium Development Goals (MDGs). Cita-cita millennium ini terdiri dari 8 tujuan, mulai dari pengentasan kemiskinan dan kelaparan, peningkatan kesehatan ibu dan anak, hingga membangun kolaborasi internasional untuk pembangunan. Semua target ini diusahakan tercapai sebelum 2015.

Beberapa tahun berjalan dalam usaha memenuhi target MDGs, barulah disadari bahwa kemiskinan energi tak ada di sana; padahal energi adalah prasyarat banyak kemajuan dan tujuan. Tujuan MDGs 2 mengenai pendidikan dasar misalnya, tentu akan sulit dicapai tanpa ketersediaan listrik untuk pendukung proses belajar. Tujuan MDGs 5 mengenai kesehatan ibu, juga banyak berhubungan dengan tersedianya energi bersih untuk memasak.

Untuk menjawab tantangan ini,

Sekretaris Jenderal PBB saat itu, Ban Ki-Moon, kemudian meluncurkan inisiatif global yang disebut Sustainable Energy for All (SE4ALL) di tahun 2011, yang secara spesifik terfokus pada persoalan energi dan pemenuhan kebutuhan energi dengan cara-cara yang berkelanjutan. SE4ALL “hanya” punya tiga tujuan: peningkatan akses energi modern, penggandaan laju pengembangan energi terbarukan, dan penggandaan laju efisiensi energi; dengan tenggat waktu 2030.

Saat tenggat waktu MDGs tercapai, negara-negara di dunia kemudian menyepakati SDGs yang telah memasukkan banyak isu dan tujuan lain, termasuk energi. Di Indonesia, SDGs diintegrasikan dalam agenda pembangunan nasional melalui Perpres No. 59/2017.

Menuju 2030SDGs memiliki tenggat waktu

2030, dan beberapa catatan lembaga internasional menunjukkan bahwa semua target akan sulit dicapai sesuai dengan tenggat waktu tersebut. Strategi pencapaian target SDGs Indonesia sebenarnya menunjukkan arah yang

Sepuluh TahunMenuju TenggatWaktu TujuanPembangunanBerkelanjutan

Page 5: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 5

benar, yaitu dengan menyatukannya dalam agenda pembangunan jangka panjang dan jangka menengah sehingga tantangan pembiayaan dan pelaksanaan yang mensyaratkan kerjasama berbagai kementerian dan lembaga dapat diselesaikan. Pemerintah juga mendorong lokalisasi SDGs: memasukkan SDGs dalam rencana pembangunan nasional juga berarti menurunkannya dalam agenda pembangunan daerah.

Dalam lingkup global, Indonesia telah mengumpulkan laporan perkembangan SDGs sukarela (voluntary national report) di tahun 2017 dan 2019. Untuk laporan 2019, Indonesia menggarisbawahi pemberdayaan manusia dan memastikan inklusivitas serta kesetaraan. Khusus untuk target SDGs yang terkait dengan energi dan penanganan krisis iklim, terdapat beberapa capaian yang signifikan, yaitu integrasi pembangunan rendah karbon dalam agenda pembangunan nasional, penurunan emisi gas rumah kaca hingga 22,5% dari baseline sepanjang 2010 – 2017, dan capaian elektrifikasi semesta (hampir 100%).

Tahun 2020 yang seharusnya

menjadi titik awal satu dekade mengejar pencapaian target SDGs justru menjadi tahun yang sangat menantang. Pandemi COVID-19 yang melanda dunia membuat banyak negara harus mengalihkan prioritas mereka ke penanganan pandemi dan jaring pengaman sosial. Laporan dari PBB (UN Sustainable Development Report 2020) mengindikasikan bahwa pandemi ini akan berdampak negatif pada semua target SDGs, terutama SDGs 1 (pengentasan kemiskinan), SDGs 2 (pengentasan kelaparan), SDGs 3 (kesehatan dan kesejahteraan), dan SDGs 8 (ketenagakerjaan dan pertumbuhan ekonomi). Menurut Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, dalam skenario ekonomi “buruk”, akan muncul tambahan 1,1 juta orang miskin dan 2,9 juta pengangguran. Skenario terburuk menunjukkan 3,78 juta orang miskin akan masuk dalam garis kemiskinan dan lebih dari 5 juta orang kehilangan pekerjaan.

Pandemi ini juga berdampak pada target akses energi dan energi terbarukan Indonesia. Dalam laporan Tracking SDG7: The Energy Progress Report 2020 yang dikeluarkan Bank Dunia dan beberapa lembaga lainnya, Indonesia dinilai mencatatkan perkembangan yang searah dengan target SDG 7 dan lebih maju dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Meski demikian, terdapat beberapa catatan yang perlu menjadi diskursus publik:

1. “Akses energi” dalam bentuk elektrifikasi di Indonesia hingga saat ini masih menggunakan indikator bersifat biner – tersambung atau tidak tersambung. Hal ini menyebabkan kualitas akses energi dan dampaknya pada pengguna energi belum sepenuhnya tercakup dalam strategi pemerintah. Indonesia perlu melakukan redefinisi akses energi yang memasukkan kualitas, sumber energi berkelanjutan yang digunakan, perspektif pengguna akhir energi, dan dampak yang diinginkan pada pembangunan manusia dengan adanya akses energi tersebut. Begitu pula

Page 6: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/20216

dengan akses energi untuk memasak, perluasan distribusi LPG bukan satu-satunya solusi untuk masyarakat – pemerintah perlu mempertimbangkan penggunaan kompor listrik dan tungku sehat hemat energi yang lebih bersih.

2. Meski menunjukkan persentase yang cukup besar dalam bauran energi primer nasional, penggunaan energi terbarukan di Indonesia masih didominasi oleh biomassa tradisional. Dalam pembangkitan listrik, Indonesia masih dominan menggunakan bahan bakar fosil, terutama batu bara. Peralihan menuju sistem energi rendah karbon perlu menjadi prioritas pemerintah, tidak hanya untuk pencapaian target SDGs atau Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), juga untuk pemulihan ekonomi nasional (pemulihan hijau). Selain itu, penggunaan energi terbarukan juga harus didorong untuk sektor transportasi dan industri.

3. Efisiensi energi di Indonesia perlu mendapatkan fokus yang lebih mendalam, terutama untuk sektor transportasi.

Di tahun ini juga, lokalisasi SDGs telah mencapai tingkat desa. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) No. 13/2020 dikeluarkan untuk mendorong penggunaan Dana Desa tahun 2021 bagi pencapaian target SDGs. Ini merupakan sinyal baik untuk memperkaya konteks SDGs yang beragam di Indonesia dan menyelaraskan kebutuhan pembangunan di desa dengan target SDGs. Peraturan ini direncanakan untuk dilaksanakan pada tahun 2021 dengan fokus pada 9 tipe desa, yaitu Desa Tanpa Kemiskinan dan Kelaparan, Desa Ekonomi Tumbuh Merata, Desa Peduli Kesehatan, Desa Peduli Lingkungan Hidup, Desa Peduli Pendidikan, Desa Ramah Perempuan, Desa Berjejaring, Desa Tanggap Budaya, dan Desa Pancasila.

Indonesia telah berada di jalur benar, namun apakah kita berjalan cukup cepat untuk mencapai target SDGs?

Page 7: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 7

Membangundari Desa

Apa yang melatarbelakangi Kementerian Desa PDTT untuk menerbitkan peraturan Permendesa 13/2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa (DD) Tahun 2021?

Sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada 22 Oktober 2019 bahwa:

Selain itu, setiap tahun Kemendesa PDTT mengeluarkan peraturan yang dapat menjadi guideline pemanfaatan Dana Desa(DD) agar tepat sasaran. Ada satu hal yang disampaikan presiden kepada Bapak Menteri Desa, Halim Iskandar, bahwa DD

Wawancara dengan Direktur Jenderal Pem bangunan Daerah Tertinggal, Kemen te rian Desa, Pembangunan Daerah Ter tinggal, dan Transmigrasi

Icmi A. Safitri

Semua K/L terkait harus bersinergi agar Dana Desa dapat dimanfaatkan misalnya dalam mendukung pengembangan energi terbarukan. Dalam isu desa berenergi bersih dan terbarukan, (yang penting adalah) bagaimana sistem energi terbarukan bisa dikelola oleh masyarakat. (Juga) bagaimana teknologi-teknologi ini mampu ditangkap oleh kalangan grass root.”

Drs. Samsul Widodo, MA,Dirjen PDT, Kemendesa PDTTDana Desa harus

dirasakan seluruh warga desa, terutama golongan terbawah

Dana Desa harus berdampak pada peningkatan ekonomi dan sumber daya manusia desa

1.

2.

Page 8: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/20218

belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Pesan presiden adalah bagaimana DD bisa dirasakan seluruh warga desa golongan terbawah. Jika berbicara golongan terbawah, ini tentang kegiatan operasionalnya dalam satu mekanisme sosial dan politik di tingkat lokal yang mampu menyelesaikan isu perekonomian desa. Konsep SDGs desa ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 dan sebenarnya hal ini masih banyak perdebatan.

Selama ini kita tidak pernah terpikirkan untuk menurunkan SDGs/TPB sampai level desa tetapi dalam beberapa kali diskusi, misal SDGs nomor 6, desa layak air bersih, itu ada universal access. Ketika berbicara universal access terhadap air bersih berapa sih anggarannya dan satu-satunya anggaran yang sudah pasti ada adalah DD. Jadi pertanyaannya, kenapa DD tidak dimanfaatkan untuk mengatasi isu SDGs? Akhirnya kita turunkan menjadi SDGs Desa. Total tujuan SDGs global dan nasional ada 17. Namun SDGs Desa ada 18 tujuan, kita tambah di nomor 18, kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif. Tujuan 18 itu untuk menampung spiritualitas orang desa, kebhinekaan, mereka yang memiliki keberagaman sehingga ketika berbicara tentang pembangunan desa kita tidak berbicara pemenuhan hak warga dan pembangunan wilayah saja tapi juga berbicara masalah spiritualitas, keberagaman, ideologi, local wisdom. Maka dari itu kita menerjemahkan SDGs Desa menjadi 18 tujuan.

Bagaimana memastikan bahwa Permendes 13/2020 cukup kuat untuk mendukung capaian SDGs? Mengingat selama ini DD masih diprioritaskan untuk infrastruktur desa, bagaimana hal ini bisa sejalan dengan SDGs desa?

Sebenarnya tidak ada aturan manapun yang mengatakan bahwa prioritas (DD) itu untuk infrastruktur.

Jika mengacu pada Permendesa yang sebelumnya, itu hanya soal simplifikasi oleh kepala desa dalam lingkup politik lokal. Kepala desa terlihat bekerja jika membangun jalan, gorong-gorong, selokan, bangun jembatan. Jika berbicara desa tanpa kelaparan, desa peduli pendidikan, buat mereka (pemerintah desa) menjadi sesuatu yang tidak terlihat (kinerjanya). Hal ini merupakan tantangan yang harus kita hadapi. Saat ini kita memiliki konsep (SDGs Desa) yang secara akademik lebih baik. Bapak Menteri (Desa) juga memerintahkan seluruh eselon 1 untuk bergerak bersama, sosialisasi ke daerah-daerah, bagaimana SDGs Desa bisa diimplementasikan, kami tidak hanya berbicara dilihat dari perspektif Kemendesa (saja). Misalnya ketika berbicara desa peduli pendidikan, Kementerian Pendidikan (dan Kebudayaan) juga harus mendorong bagaimana supaya DD dapat berkontribusi memenuhi kewajiban-kewajiban dan berkontribusi terhadap layanan pendidikan.

Kita tidak bisa membandingkan antara panjang jalan (infrastruktur) apakah lebih baik dari besaran pasar desa. Apakah sarana olah raga lebih baik daripada irigasi, kita tidak bisa membandingkan dua hal tersebut. Perbandingan harus antar desa, antar kecamatan, antar kabupaten, dan antar provinsi. Jika menggunakan pendekatan SDGs, desa tanpa kemiskinan, desa berenergi bersih dan terbarukan, kita tahu berapa desa yang menjalankan program desa berenergi bersih dan terbarukan. Sehingga desa-desa ini bisa diperbandingkan capaiannya. Selama ini kita tidak create (perbandingan) apple to apple. Saat ini kita berbicara outcome atau dampaknya bukan input. Jika di Permendesa yang sebelumnya berbicara tentang list kegiatan, kalau di Permendesa yang terbaru kita bicara tujuan dari kegiatan itu. Sehingga kita menggunakan pendekatan SDGs.

Berbicara desa energi baru dan terbarukan, kita terjemahkan, desa

Page 9: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan

punya mata air, maka pemerintah desa dapat membuat (pembangkit listrik) piko atau mikrohidro. Misal ada potensi perdu, maka bisa diolah menjadi biomassa. Artinya pemerintah desa memiliki pilihan-pilihan, berdasarkan potensi lokal seperti angin dan sumber-sumber energi lainnya. Sehingga akan menumbuhkan tingkat kesadaran masyarakat tentang apa itu desa berenergi bersih dan terbarukan.

Sejauh ini bagaimana strategi Kemendesa mensinergikan SDGs Desa dengan K/L lain, apakah semua tujuan dalam SDGs desa sudah dikoordinasikan dengan K/L terkait?

Di berbagai forum, baik itu press briefing dan sebagainya, kami selalu mengundang K/L karena ketika berbicara tentang energi baru dan terbarukan, termasuk Kementerian ESDM. Kami (Kemendesa) tentunya harus melibatkan Kementerian ESDM. Semua K/L terkait harus bersinergi agar DD dapat dimanfaatkan (secara optimal), misalnya dalam mendukung pengembangan energi terbarukan. Kunci dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal itu adalah koordinasi, kolaborasi, dan dukungan. Dalam isu desa berenergi bersih dan terbarukan misalnya, sinergi ini diperlukan untuk mengupayakan agar sistem energi terbarukan bisa dikelola oleh masyarakat. (juga) bagaimana teknologi-teknologi ini mampu ditangkap oleh kalangan grass root.

Berbicara tentang kemiskinan energi khususnya di daerah tertinggal, ini memiliki tantangan tersendiri. Bagaimana penyelesaian isu ini selaras dengan SDGs Desa no 7?

Tantangan penyediaan energi khususnya di daerah tertinggal salah satunya adalah demand. Berbicara demand, kita menunggu penduduknya banyak atau membangun dulu (infrastruktur energi), hal ini masih menjadi perdebatan. Dan apapun kondisinya, negara harus hadir untuk masyarakat. Di Jawa, misalnya Jakarta, orang-orang menikmati subsidi listrik. Ketika berbicara (kawasan) Indonesia timur, yang tidak memiliki akses listrik berarti tidak menikmati subsidi. Orang-orang di Indonesia timur menjadi rugi dua kali, tidak mendapat (akses) listrik dan tidak menikmati subsidi.

Dalam konsep Public Service Obligation, untuk telekomunikasi 1,25% pendapatan kotor telekomunikasi itu disalurkan untuk mengembangkan koneksi komunikasi (jaringan) daerah-daerah yang secara bisnis negatif. Hal ini bisa menjadi contoh business model

9

Page 10: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/202110

dalam penyediaan akses energi yang demand-nya masih sedikit atau secara bisnis masih negatif. Tentu hal ini dapat terwujud dengan adanya koordinasi yang baik dengan Kementerian ESDM selaku regulator dan PLN sebagai badan usaha untuk menciptakan ekosistem yang ramah untuk penyediaan akses energi di desa khususnya daerah tertinggal.

Terkait SDGs dalam lanskap energi, Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan, apakah sudah ada contoh aplikasi program? Supaya program pemerintah desa selaras dengan tujuan SDGs?

Contoh penggunaan DD dalam lanskap energi:

1. Pembangunan dan pengembangan pembangkit listrik tenaga mikrohidro, biodiesel, matahari, angin, dan instalasi biogas bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes);

2. Pemasangan jaringan distribusi tenaga listrik non PLN ke rumah-rumah warga

3. Pembuatan bioetanol dari ubi kayu;

4. Pelatihan pemanfaatan energi tenaga matahari;

5. Pelatihan manajemen pengelolaan listrik oleh BUM Desa

BUMDes dapat menjadi lembaga ekonomi yang mengelola unit usaha bisnis penyediaan listrik desa, salah satunya dengan skema penyediaan layanan listrik desa. BUMDes akan mendukung manajemen pengelolaan listrik seperti: jasa pemasangan, pemeliharaan mesin, mengakomodir iuran masyarakat pengguna, dan fasilitasi kerjasama dengan pemerintah maupun swasta.

Kerjasama integrasi penyediaan listrik juga bisa dibangun antar desa,

sehingga desa-desa dalam satu kawasan melaksanakan musyawarah membahas kerja sama pembangunan rintisan pembangunan elektrifikasi dan pembentukan BUMDes bersama dengan unit usaha pengelola dan penyedia layanan listrik.

Selain itu, perlu dukungan dari Kementerian ESDM tentang bagaimana APBD provinsi, APBD kabupaten/kota berkontribusi terhadap pemenuhan listrik pedesaan. Bagaimana Kementerian Desa ini menciptakan ekosistem, menjangkau pihak-pihak lain, kita sebagai enabler. Saat di Bappenas ada proyek Green Prosperity, bagaimana mengembangan energi terbarukan skala kecil. Contohnya adalah biomassa, sejauh ini biomassa baru digunakan untuk industri besar, belum ada yang industri kecil sehingga sulit untuk di-capture oleh masyarakat.

Kita sebagai pemerintah harus menjadi enabler, pada saat swasta tidak bisa, kita (pemerintah) harus menjadi eksekutor. Pada saat swasta bisa, kita menjadi enabler. Salah jika kita mengambil peran swasta. Pemerintah tidak boleh menjadi kompetitor swasta. Sehingga perlu koordinasi yang baik antar kementerian misal dengan Kementerian ESDM, kira-kira siapa saja yang akan berkontribusi dalam listrik pedesaan.

Apa yang ingin Bapak sampaikan untuk pemerintah desa dalam mengelola DD agar selaras dengan target capaian SDGs serta pada masyarakat agar bekerjasama dengan pemerintah desa dalam upaya mencapai tujuan SDGs Desa?

Peran berbagai kementerian, tentunya juga kami (Kementerian Desa PDTT) khususnya sangat penting untuk mendorong DD agar bisa digunakan lebih berkualitas dengan strategi SDGs Desa. Semua pihak baik pemerintah, swasta, NGO (non-governmental organization), dan stakeholder terkait

Page 11: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 11

harus bekerja sama, saling berkoordinasi agar penggunaan DD bisa optimal khususnya dalam menyelesaikan berbagai isu yang ada. Pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan juga agar disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan. Misalnya, kemiskinan bagi kelompok rentan (orang tua) maka pendekatannya bisa dengan bantuan sosial. Namun jika kemiskinan pada kelompok muda (tidak memiliki pekerjaan), maka harus dicari akar permasalahan nya apa. Jika isunya terkait keterampilan, maka strateginya adalah DD digunakan untuk melatih anak muda supaya memiliki keterampilan dan siap terjun di dunia kerja.

Begitu juga dengan desa tanpa kelaparan, jika masalahnya adalah terkait pembibitan, DD boleh digunakan untuk membelikan bibit. Namun harus jelas bagi hasilnya seperti apa sehingga DD tidak habis begitu saja. Kita mengajak kepala desa dan aktor pembangunan desa untuk berpikir analitis. Jika konteksnya infrastruktur, pembangunan jalan misalnya, harus jelas konteksnya seperti apa. Kita tahu bahwa fokus DD adalah untuk 3 prioritas:

1. Pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa ▶ Pembentukan,

pengembangan dan revitalisasi BUMDes/BUMdes (SDGs Desa 8)

▶ Penyediaan listrik desa (SDGs Desa 7)

▶ Pengembangan usaha ekonomi produktif, utamanya yang dikelola BUMDes/BUMDes (SDGs Desa 12)

2. Program prioritas nasional sesuai kewenangan desa ▶ Pendataan desa, pemetaan

potensi dan sumber daya dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (SDGs Desa 17)

▶ Pengembangan Desa Wisata (SDGs Desa 8)

▶ Penguatan ketahanan pangan dan pencegahan stunting di desa (SDGs Desa 2)

▶ Desa inklusif (SDGs Desa 5, 16, 18)

3. Adaptasi kebiasaan baru: Desa Aman COVID-19 (SDGs Desa 1 dan 3)

Page 12: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/202112

Menunjang Perekonomian Desa dengan BUMDes Energi Terbarukan

Icmi A. Safitri

Pada Rapat Terbatas yang dilaksanakan pada 11 Desember 2019 tentang “Penyaluran

Dana Desa tahun 2020”, Presiden Jokowi memerintahkan adanya revitalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang tidak beroperasi agar menjadi penggerak ekonomi di daerah. Data menunjukkan bahwa sebanyak 2.188 BUMDes tidak beroperasi, sementara 1.670 BUM Desa yang beroperasi belum optimal dalam memberikan kontribusi perekonomian bagi desa. Pada kesempatan kali ini, IESR mendapat kesempatan berdiskusi dengan Bapak Dodiet Prasetyo, S.T,

Direktur Utama PT. Energi Barikade Indonesia, anak perusahaan Badan Usaha Milik Desa Bersama Brayan Bumi (BUMDesma Brimas) yang terletak di Banyumas, Jawa Tengah

Bisa ceritakan sedikit tentang latar belakang BUMDesma Brimas?

Cikal bakalnya adalah peninggalan Badan Kredit Desa (BKD) yang sudah sangat dipercaya oleh masyarakat untuk memperkuat konsolidasi lembaga keuangan mikro perdesaan. Kita harus membuktikan bahwa kerja

Page 13: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 13

“Harapannya ada komitmen bersama instansi (red. kementerian) untuk menantang desa-desa agar mereka berkomitmen untuk pengembangan energi terbarukan, yang tentunya ini tidak hanya mendukung kebijakan di tingkat nasional tapi juga di tingkat global”.

bersama membawa manfaat, tidak hanya dari aspek sosial namun juga profit-oriented. Tata kelolanya seperti perbankan. Sebelum tahun 1980-an, kegiatan operasionalnya masih manual seperti simpan pinjam perdesaan. Sejak 2016, BKD kemudian bertransformasi seperti bank desa. Tahun ini BKD juga menargetkan sistemnya online, menggunakan aplikasi, yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan dari masyarakat, karena trust itu sangat penting. BKD di Jawa Madura pada akhir tahun 1990-an ada sekitar 5000 unit. Namun data terakhir dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini yang masih bertahan hanya ratusan saja. Mengapa kami harus mempertahankan BKD yang jumlahnya semakin menyusut, karena itu merupakan bagian dari sejarah. Kami yakin latar belakang BUMDesma ini, yang diawali dengan kekuatan sebagai pelaku konsolidasi sektor keuangan, akan sangat penting ke depannya. Cara berpikir orang desa saat ini kan, “Sinarmas punya Bank,

Dodiet Prasetyo, S.TDirektur Utama PT. Energi Barikade Indonesia, Banyumas, Jawa Tengah

Page 14: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/202114

dia (Sinarmas) bisa membiayai sektor-sektor perusahaan holding-nya dengan penguatan perbankan. Dengan strategi holding seperti itu kami ingin belajar dan menerapkannya di konteks desa.

Saat ini berapa jumlah desa yang tergabung dalam BUMDesma?

BUMDesma saat ini beranggotakan 25 desa karena kami memiliki misi yang sama, kami melihat peluang di situ. Tapi kita tahu bahwa tiap-tiap desa memiliki keunikan sendiri, potensinya berbeda-beda di tiap desa. Ada desa yang punya potensi di sektor pertanian, ada juga desa yang tidak memiliki potensi, ada pula beberapa potensi sumber-sumber lainnya dan kita sudah membicarakan hal itu. Kita juga sudah memiliki roadmap. Dan misi BUMDesma ini sendiri adalah menjadi wadah dan patron yang menyatukan sekaligus melindungi banyak pelaku ekonomi kecil, menjadi bisnis yang lebih besar, tanpa harus mendominasi usaha bisnis yang sudah berkembang.

BUMDesma ini adalah milik bersama, dan tiap-tiap desa memiliki BUMDes masing-masing. Apakah ada kerjasama sehingga tidak terjadi tumpang tindih lini usaha?

Jadi secara regulasi, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi memberikan wilayah masing-masing. Untuk BUMDes masing-masing desa memang keterbatasan usaha di wilayah desanya. BUMDesma adalah badan usaha bersama yang konteksnya tidak mematikan usaha BUMDes masing-masing desa. BUMDesma itu bisa diibaratkan perdagangan, kami (BUMDesma) itu distributor sedangkan BUMDes adalah pengecer. Jadi sudah ada tanggung jawab masing-masing, tidak tumpang tindih. Malah harus bersinergi. Misalnya BUMDes di masing-masing kebutuhannya ritel, ya

BUMDesma tidak mungkin mendirikan ritel. Kami justru membuat distribution center untuk mendukung toko-toko desa itu. Antar BUMDes dan BUMDesma itu seperti jejaring. Intinya BUMDesma hadir sebagai “usaha bersama”, atau sebagai induk dari usaha BUMDes-BUMDes yang ada di desa, di mana masing-masing unit usaha yang berdiri sendiri-sendiri, diatur dan ditata sinerginya oleh BUMDesma agar tumbuh berdaya bersama.

Mengapa Barikade.id bergerak di sektor energi terbarukan? Seberapa besar Anda melihat potensi sektor ini?

Karena potensi itu yang sangat terlihat jelas di desa. Ada potensi air, udara (angin), dan sinar matahari di wilayah-wilayah desa. Ini juga berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang lain baik di sektor industri skala desa, UMKM kecil, pabrik yang menengah ke bawah ataupun kebutuhan-kebutuhan publik seperti penerangan jalan desa, kemudian penyediaan sinyal atau jaringan telekomunikasi yang tidak bisa dirambah oleh pemerintah. Jaringan telekomunikasi bisa masuk ke desa itu butuh energi, maka dari itu kita punya mandat kemandirian energi yang harus bisa dijalankan di wilayah desa. Dengan alasan inilah, kami paham bahwa listrik desa itu penting. Listrik itu kebutuhan pokok, anak tidak bisa belajar, orang tidak bisa bekerja tanpa adanya listrik, kebutuhan ini sangat pokok.

Berbicara mengenai akses energi, apakah ada warga di Banyumas yang belum teraliri listrik?

Jika bicara soal elektrifikasi desa, BUMN (red. PLN) menargetkan 95% (rasio elektrifikasi) di Jawa terpenuhi. Namun di lapangan ada juga ditemui beban (listrik) di desa yang tidak merata atau tidak sesuai dengan kapasitas jaringan. Misalnya begini, listrik untuk untuk 50 pengguna (rumah tangga) namun beban

Page 15: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 15

di desa bisa lebih dari itu dan paralel. Kadang beban listrik bisa sampai 3 kali lipat. Kadang kala juga tidak maksimal, mereka yang tersambung dengan daya 900 VA itu output-nya yang sampai pada pengguna itu tidak bisa maksimal 900 VA, karena bebannya terlalu berat.

Kami sepakat bahwa kebutuhan

listrik dikuasai oleh negara karena memang regulasinya seperti itu, jadi konteksnya kami memberikan untuk layanan publik dahulu, tidak untuk komersialisasi. Jika memang ada potensi yang bisa dikomersialisasi, kami akan merapat ke pemerintah yang sekiranya bisa mendukung penguatan sumber-sumber energi ini. Kami sudah punya feasibility study (studi kelayakan), ada salah satu kawasan di Kabupaten Banyumas dengan sungai yang memiliki potensi daya 5 MW - kapasitas ini pastinya bisa memenuhi kebutuhan desa. Kami sedang berkonsultasi untuk bisa dikerjasamakan dengan PLN. Tapi ada kendala juga karena investasi di bidang energi tidak mungkin ditanggung oleh satu atau dua desa. Karena itu, kami berjejaring dengan puluhan desa. Katakanlah ada sekitar 50 atau 100 desa yang bergabung dengan kami, walaupun ada satu desa yang tidak memiliki potensi, desa tersebut tetap bisa menikmati hasil bersama. Desa yang berpotensi tentu memiliki porsi keuntungan yang besar. Jadi kami melihat banyak peluang, setingkat BUMN negara saja bisa memberikan nilai ekonomi kepada negara, kalau kami memiliki badan usaha tingkat desa, ya harapannya ke depan bisa mandiri secara keuangan; tidak selalu “tangan menengadah atau meminta”, kita juga harus berusaha sendiri.

Di desa juga banyak ditemui warga yang “nyambung kabel” (bukan pelanggan resmi PLN), apakah ini karena kondisi ekonomi atau ada faktor lain?

Konteksnya lebih ke jaringan (PLN), karena jaringan seringkali hanya melayani jalan provinsi atau jalan kabupaten. Jika ada dusun atau pedukuhan yang terpisah, katakanlah ada 10 rumah dengan jarak yang lumayan (tersebar) itu belum tentu menjadi prioritas PLN. Dengan kondisi ini, penduduk akan “nyambung” pada rumah-rumah yang sudah berlistrik (di depannya), jadi energi itu akan terbagi dan terbuang (losses) di jalan karena jaraknya (kabel) yang lumayan jauh sehingga kualitasnya menurun.

Terkait Dana Desa (DD), apakah sejauh ini sudah ada alokasi DD untuk pengembangan usaha bidang energi terbarukan?

Dana Desa (DD) dimulai 2014 akhir, kami melihat sejauh ini DD 95% masih untuk pemenuhan infrastruktur desa. Desa menyetorkan modal ke kami, namun kami tidak menggantungkan pada hal itu. Kami bersyukur sekali karena sejak awal kami sudah berbentuk lembaga keuangan mikro perdesaan dan sudah ada modal, kami juga berusaha berkolaborasi dengan banyak pihak termasuk investor, ibaratnya induk atau “bapak angkat” untuk mendukung usaha atau bisnis dengan proses kerjasama atau investasi. Kami tidak ingin memberatkan desa, kami sadar bahwa desa masih butuh biaya untuk menata

Page 16: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/202116

diri. Bayangkan dari tahun 2014 sejak bergulirnya DD hingga tahun ini saja, nilai milyaran tersebut masih digunakan untuk menata diri. Jika diibaratkan orang, ini masih mikir untuk makan dulu, belum ke hal-hal yang sifatnya sekunder. Jadi saat ini desa masih berpikir kepada pembangunannya. Mungkin kebutuhan usaha itu menjadi target ketiga atau sekunder. Sebenarnya UU Desa atau DD itu tidak selamanya, bisa surut. Harusnya desa sudah berpikir bahwa mereka harus bisa memutarkan (DD) supaya sustainable untuk kebutuhan kesejahteraan ataupun ekonomi yang lainnya.

Setiap desa pasti memiliki kebijakan sendiri terkait pengalokasian DD, apakah dari 25 desa yang tergabung dalam BUMDesma Brimas, tidak ada satu desa pun yang mengalokasikan DD untuk lini usaha ?

Sampai saat ini, kami tidak memaksa dan kami tidak menggantungkan pada DD karena kami sudah dimodali dengan aset yang menjadi inti kegiatan kami di lembaga keuangan. Tentunya anak perusahaan adalah pengembangan ataupun improvisasi, kami memperluasnya tidak dengan “memandu” setiap anak perusahaan. Intinya modal di induk, kami sudah diberikan mandat, ya ini adalah bentuk perluasan usaha dengan modal (lembaga keuangan mikro) yang sudah dipercayakan kepada kami. Kami sadar bahwa kami tidak bisa memaksakan karena keuangan desa memiliki persyaratan, keuangan pemerintah desa itu ada empat bidang yang memang skala terbesar di infrastruktur, pemberdayaan dan ekonomi masyarakat itu porsinya sekitar 10-25% karena mereka juga memiliki tanggung jawab di desa masing-masing. Jadi selain mengembangkan dengan kegiatan program pemerintah, desa memiliki BUMDes. Jadi mereka (desa) mendapatkan dua sumber keuntungan: BUMDes dan BUMDesma.

Sejak berdiri tahun 2018 hingga saat ini apa saja yang sudah dilakukan Barikade.id?

Jika secara bisnis dan usaha kami belum running, konteksnya masih inkubasi. Kami saat ini sedang memperkuat data-data, harus mapping dulu di skala kabupaten, wilayah jaringan desa, dan kami sedang berkolaborasi untuk memperkuat organisasi, tidak hanya untuk kami. Pada 21 November 2020 lalu, kami (sebagai inisiator) mendeklarasikan Koperasi Energi Nusantara Desa Indonesia (KENDI) dan mendapat dukungan dari Kementerian Koperasi. Selain berbicara benefit, untuk jangka panjang di sektor energi, kami harus menggugah semangat-semangat desa untuk berkolaborasi membentuk jaringan sosial khususnya di sektor energi. Itu juga salah satu alasan pendirian KENDI. Permasalahan dan peluang energi itu memang banyak dan kami ingin mendapat dukungan dari praktisi dan pemerhati energi yang bisa berkolaborasi. Kami membutuhkan jaringan yang lebih luas tidak bisa hanya di tingkat desa saja. Jadi ide tidak harus dari desa, apalagi inovasi energi ini semakin

Page 17: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 17

bagus ya, jadi kami butuh informasi dan kolaborasi yang lebih luas karena kompleksitas masalah yang ada di desa.

Bisa dibilang pendirian KENDI ini untuk memperluas jangkauan usaha bidang energi?

Benar. Jika kami (BUMDesma) berkompetisi dengan pihak swasta, misalnya dengan PT besar dari Jakarta, pasti kalah secara pengalaman. Namun jika kami memiliki jejaring sosialnya, punya komunitas energi desa, misal dari 80.000 desa, ya minim kita targetkan 15.000 hingga 20.000 desa yang memiliki potensi, peluang, dan pasar, jadi kita punya daya tawar di situ.

Tantangan yang dialami Barikade.id dalam usaha pengembangan energi desa?

Tantangan terbesarnya adalah skala kebutuhan (demand) dan investasi yang besar di awal. Kita tahu bahwa ke depannya biaya efisiensi energi ini bagus. Kami membutuhkan sumber daya, dukungan banyak pihak, dan kolaborasi.

Jika ada potensi investasi energi namun skalanya kecil, nilai keekonomiannya juga kurang. Namun jika investasi energi skalanya besar tidak mungkin kami kerjakan sendiri, kita harus menanggung seluruh biaya investasi. Sebagai badan usaha, kami harus melihat titik impact-nya. Persoalan ini memang harus ditemukan solusinya, sekaligus menemukan mitra-mitra yang memiliki visi yang sama.

Dari segi kebijakan, apakah ada yang menghambat dalam mengembangakan usaha bidang energi terbarukan?

Jika kebijakan saya rasa tidak ada, semua lini pemerintah, baik dari Kementerian ESDM sampai turun ke wilayah, urusan energi ini menjadi komitmen bersama. Sejauh ini kebijakan sangat mendukung tinggal bagaimana kita menyikapi peluang ini. Dan memang harus saling sadar, misal pemerintah tingkat daerah harus bisa legowo bahwa pengembangan energi ini bisa menjadi potensi untuk kawasan desa supaya tidak saling berebut. Secara substansi jika berbicara tentang kebijakan, jika sudah melihat itu jadi peluang nilai ekonomis antara wilayah birokrasi biasanya saling berebut, harusnya saling mendorong karena pasti punya peranan masing-masing.

Bagaimana Anda melihat sektor energi sebagai peluang pertumbuhan ekonomi desa?

Sektor energi benar-benar peluang yang besar untuk pertumbuhan ekonomi desa yang ke depannya akan mendukung regulasi pemerintah dan target jangka panjang nasional. Memang kami mem-bu tuhkan wadah dan jaringan. Selain itu kami juga memikirkan bagaimana BUMDes kami memiliki produk, harus bi sa menyelesaikan masalah-masalah de ngan cara menciptakan peluang usa ha khususnya yang berbasis energi terbarukan.

Page 18: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/202118

Bagaimana model pendanaan BUMDesma sendiri? Apakah dari sektor swasta, perorangan, atau ada yang lain?

Intinya kami harus memiliki saham di tiap-tiap PT 51%, sisanya kami bisa melepas kepada swasta, kelompok, mitra, ataupun investor yang lain.

Terkait Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendes PDTT) No. 13 tahun 2020 bagaimana Anda melihat ini sebagai peluang?

Harapannya nanti Permendesa ini memang bisa mendorong salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), yaitu affordable and clean energy. Selain itu, Permendesa ini harus banyak campaign-nya. Bila dilihat sebagai acuan bisa dibilang kurang kuat, karena dalam konteksnya desa memiliki rencana jangka panjang sendiri yang memang belum semua desa bisa bergerak (termasuk untuk lini usaha energi) bersama-sama. Harapannya teman-teman pelopor energi ini bisa mendesak dan menyuarakan pada Kemendesa, untuk memperkuat dan memberi dukungan bahwa dana-dana ini bisa dipergunakan semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut (TPB/SDGs).

Tadi disampaikan tidak cukup kuat, apakah artinya Permendesa ini tidak cukup kuat untuk mendukung usaha energi desa yang merupakan salah satu tujuan dalam TPB/SDGs?

Saya pernah menjadi kepala desa selama 6 tahun, Permendesa ini memang sifatnya sebagai acuan saja, karena kami harus menyelesaikan prioritas utama di wilayah-wilayah desa sendiri.

Ketika berbicara prioritas, masing-masing desa memiliki prioritas berbeda dan hal itu juga tergantung pada siapa pemimpinnya. Apakah energi sudah dipandang sebagai isu yang potensial untuk pertumbuhan ekonomi desa?

Saya sepakat. Maka dari itu, selain berkampanye tentang aturan atau acuan, desa itu harus di-challenge. Bila dengan tantangan ini kemudian kepala desa, pengurus, dan masyarakat berkomitmen dengan program yang baik, maka ini bisa

Page 19: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 19

menjadi contoh. Biasanya kalo sudah di-challenge, dicontoh, tentunya perlu diapresiasi oleh berbagai pihak. Misalnya tidak hanya dari Kemendesa tapi juga Kementerian ESDM, jadi berkolaborasi “Ini lho salah satu desa A yang kita challenge dan memang terbukti untuk menguatkan ini”, dengan begitu desa-desa lain akan ikut termotivasi dan berkompetisi. Harapannya ada komitmen bersama antar instansi (red. kementerian) untuk menantang dan mendorong desa agar berkomitmen pada pengembangan energi (terbarukan), yang tentunya ini tidak hanya mendukung kebijakan di tingkat nasional tapi juga di tingkat global.

Apakah Barikade.id bisa mewadahi potensi anak-anak muda di desa supaya bisa berkontribusi langsung dalam peningkatan perekonomian desa? Dan apa yang bisa dilakukan anak muda? Apakah sejauh ini sudah ada program yang dirancang supaya anak-anak muda bisa mengambil peran di sektor strategis ini?

Barikade sedang mempersiapkan model barikade (bengkel rekayasawan skala desa) dimana pemuda-pemuda desa yang punya keahlian bisa kita tampung untuk berkarya. Karya-karya mereka bisa membantu proses-proses kebutuhan dan permasalahan desa-desa, misalnya permesinan usaha skala desa. Pemuda desa bisa berkontribusi aktif dengan memahami masalah apa yang ada di desanya agar bisa menjadi subyek solusi bagi desa-desa, sehingga semangat membangun desa dengan karya akan semakin terus tumbuh dengan hadirnya Barikade. Saat ini program yang telah kami jalani seperti membuat kendaraan listrik untuk kebutuhan operasional desa-desa wisata, terbukti bisa menjadi icon dan juga berfungsi untuk mengenalkan efisiensi energi dan kendaraan bersih. Ke depannya tentu ini bisa diselaraskan dengan penggunaan energi bersih dan inovasi berkelanjutan lainnya.

Page 20: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/202120

UMKM: Jatuh Akibat Pandemi, Bangkit Bersama Energi Terbarukan

Rizqi Mahfudz Prasetyo

Tidak dapat terelakkan lagi, pandemi COVID-19 telah menghantam

perekonomian di Indonesia, termasuk Provinsi Jawa Tengah. Pemberlakuan protokol kesehatan, pembatasan fisik, dan kenormalan baru membuat aktivitas produksi dan konsumsi, termasuk di tingkat rumah tangga, juga menurun tajam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)1, perekonomian Jawa Tengah turun hingga -5,94% (yoy) pada triwulan II tahun 2020; meskipun pada triwulan I, Jawa Tengah masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,61%. Penurunan tersebut dirasakan secara langsung maupun tidak langsung terhadap korporasi

Page 21: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 21

besar maupun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Berdasarkan pernyataan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah, Prasetya Aribowo pada webinar “Penanganan Dampak COVID-19 terhadap Pelaku UMKM di Jawa Tengah”, sektor UMKM menjadi salah satu sektor perekonomian yang sangat terkena dampak COVID-19. Sebanyak 23.900 UMKM2 di Jawa Tengah terancam bangkrut akibat rusaknya rantai pasok, turunnya harga komoditas, dan ketidakmampuan membayar kredit ke Bank. Padahal, UMKM di Jawa Tengah telah berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan sebesar 50 persen di Jawa Tengah3. Di seluruh Indonesia, 99% pengusaha adalah UMKM; mereka mampu menyerap lebih dari 97% tenaga kerja dan menyumbang 57% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia4. Pandemi ini menyebabkan Provinsi Jawa Tengah merasakan pengurangan Pendapatan Asli Daerah sebesar 12,5%. Apabila kondisi ini dibiarkan, maka dapat dipastikan perekonomian di Jawa Tengah dan seluruh daerah lainnya juga akan terganggu. Oleh karena itu, beberapa tindakan pemulihan ekonomi dilaksanakan oleh Pemerintah Jawa Tengah.

Pada webinar yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) berjudul “Green Economic Recovery: Pemulihan Ekonomi Pasca-COVID-19 dengan Energi Surya”, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah diwakili oleh Ganjar Pranowo, Gubernur Provinsi Jawa Tengah, dan Sudjarwanto Dwiatmoko, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan beberapa usaha pemulihan ekonomi di Jawa Tengah, di antaranya:

1. Pendataan dan pemetaan usaha yang terdampak serta masalah yang dihadapi,

2. Refocusing dan re-allocating Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2019 untuk jaring pengaman kesehatan, jaring pengaman sosial, dan jaring pengaman ekonomi.

3. Pengamanan ekonomi dilakukan melalui subsidi bahan baku, akses pasar, peningkatan keterampilan dan kompetensi, insentif-insentif, serta program padat karya.

4. Mempersiapkan pusat pengembangan ekonomi baru untuk menampung investasi pasca COVID-19.

Ganjar Pranowo menyampaikan bahwa prioritas pemulihan adalah sektor UMKM yang sangat terpukul selama pandemi ini, khususnya sektor pertanian, perikanan, industri kecil, dan pariwisata. Keadaan ini dapat dilihat sebagai momentum untuk mengambil kebijakan di bidang energi terbarukan yang dapat mendukung kebutuhan energi UMKM.

Sudjarwanto menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas ESDM telah merancang usaha pemulihan ekonomi untuk UMKM yang selaras dengan Program Jateng Solar Province, yaitu “Energi Gratis untuk UMKM”. Energi Gratis untuk UMKM ini akan mengalokasikan APBD dan APBN untuk membangun PLTS off-grid di unit UMKM yang berproduksi di siang hari, misalnya di sektor makanan, minuman, kerajinan logam, kerajinan kulit, kerajinan kayu, serta batik. Sementara PLTS on-grid didorong untuk kalangan industri manufaktur dan pariwisata melalui kemudahan investasi. PLTS terpadu akan dibangun untuk mendukung kawasan industri terpadu di Pemalang dan Batang.

Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Program Energi Gratis untuk UMKM ini, IESR melaksanakan wawancara eksklusif dengan Eni Lestari, Kepala Bidang Energi Baru & Terbarukan, Dinas Energi dan Sumber daya Mineral Provinsi Jawa Tengah. Berikut adalah

Page 22: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/202122

hasil wawancara kami dengan Eni:

Apa itu program “Energi Gratis untuk UMKM”?

Program Energi Gratis untuk UMKM adalah program pembangunan pembangkit energi terbarukan bagi UMKM yang terdampak COVID-19 dengan tujuan mengurangi pengeluaran dari pemakaian energi.

Apa latar belakang adanya program ini?

UMKM merupakan salah satu sektor yang paling terdampak akibat pandemi COVID-19 sehingga merupakan salah satu sektor prioritas untuk diberikan bantuan. Salah satu biaya operasional terbesar UMKM adalah biaya untuk

energi. Oleh karena itu, pemberian bantuan ini diharapkan akan dapat menghilangkan atau mengurangi biaya penyediaan energi tersebut.

Mengapa sektor UMKM yang menjadi sasaran program pemulihan ini?

Bantuan pemerintah yang diberikan pada sektor produktif akan memiliki multiplier effect yang besar. Hal ini dibutuhkan untuk membangkitkan kembali roda perekonomian yang terhambat akibat pandemi COVID-19.

Berapa alokasi anggaran dan sumber anggaran untuk program ini?

Alokasi anggaran untuk program ini sebesar Rp 4,27 miliar dari

Page 23: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 23

APBD dengan total kapasitas PLTS atap sebesar 154 kWp.

UMKM mana saja yang mendapat “Energi Gratis” ini?

Program ini akan dilaksanakan di 3 sentra dan 1 UMKM yang terletak di Kabupaten Tegal (sentra industri logam), Kabupaten Sukoharjo (sentra industri rotan), dan Kabupaten Jepara (sentra industri seni ukir relief), dan di Kabupaten Pati (UD Lancar Cepat).

Sudah sejauh mana perkembangan dari program ini?

Anggaran untuk melaksanakan program tersebut sudah ditetapkan dan akan dilaksanakan rangkaian proses

pembangunannya pada awal tahun 2021.

Program “Energi Gratis untuk UMKM” ini merupakan contoh nyata pemulihan ekonomi hijau (green economic recovery) yang menunjukkan juga adanya komitmen yang tinggi dari Pemerintah Jawa Tengah untuk mengembangkan energi terbarukan di tingkat daerah. Contoh dan komitmen ini dapat menjadi pemantik bagi pemerintah daerah lain untuk membuat kebijakan yang mendorong penggunaan energi terbarukan, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mendorong green economy guna mencapai target iklim Indonesia.

Referensi

1. BPS Provinsi Jawa Tengah (2020), “Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan II-2020”, Berita Resmi Statistik, Semarang : BPS.

2. Suara Merdeka (2020), Strategi Pemulihan UMKM Jawa Tengah di Masa Pandemi COVID-19. Semarang : suaramerdeka.com. (https://www.suaramerdeka.com/news/ekonomi-dan-bisnis/236554-pandemi-corona-ribuan-umkm-di-jateng-terancam-bangkrut)

3. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (2020), “UMKM Jateng Sumbang Kontribusi Pengentasan Kemiskinan Hingga 50%”, Portal Berita Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Semarang. (https://jatengprov.go.id/beritaopd/umkm-jateng-sumbang-kontribusi-pengentasan-kemiskinan-hingga-50/)

4. Bank Indonesia (2015), Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Jakarta : Bank Indonesia.

Page 24: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/202124

Pencapaian SDG 7 sangat berkaitan dan bahkan menjadi faktor pendorong pencapaian

tujuan lainnya, termasuk SDG 13 (isu perubahan iklim). Pencapaian mitigasi perubahan iklim sangat didorong oleh pengembangan energi terbarukan dan efisiensi energi, yang merupakan dua target pada SDG 7. Sebaliknya, integrasi strategi mitigasi perubahan iklim dalam berbagai kebijakan juga akan berkontribusi pada pengembangan energi terbarukan dan efisiensi energi5. Hubungan keterkaitan antar target ini pun telah dipahami, di mana target energi terbarukan dan efisiensi energi dinilai sebagai target utama berdasarkan hasil studi keterkaitan dalam Peta Jalan SDGs Indonesia menuju 20306.

Kaitan lainnya juga dapat dilihat dari status emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai penyebab pemanasan global dan perubahan iklim. Berdasarkan

Pemulihan Ekonomi Berbasis Energi Terbarukan

Hadi Prasojo

Energi, Krisis Iklim, dan Pandemi:

Page 25: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 25

Page 26: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/202126

laporan inventarisasi GRK7, sektor energi merupakan sektor penyumbang terbesar emisi GRK (sebesar 49%) yang disusul sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (termasuk kebakaran gambut) di Indonesia pada 2017. Dengan total emisi sebesar 559 juta ton CO2eq dari sektor energi, 44% berasal dari pembangkitan listrik dan 24% berasal dari transportasi darat sesuai yang ditampilkan pada Gambar 1.

Urgensi pemanasan global dan perubahan iklim serta konsekuensinya sendiri telah dirasa meningkat dalam beberapa tahun terakhir, sehingga kini dikatakan sebagai “krisis iklim”. Kondisi ini pun semakin diperparah dengan terjadinya krisis kesehatan dan krisis ekonomi yang diakibatkan pandemi COVID-19 pada 2020. Berbagai upaya pemulihan akibat pandemi ini terus dilakukan pada sektor kesehatan maupun ekonomi. Proses pemulihan ekonomi secara makro umumnya berfokus pada perbaikan tingkat kesejahteraan (baik tingkat kemiskinan maupun pengangguran) dan tingkat pertumbuhan. Di sisi tingkat kesejahteraan, upaya pemerintah mencakup perlindungan sosial terutama untuk masyarakat yang rentan maupun perlindungan dunia usaha untuk menjaga lapangan pekerjaannya. Adapun di sisi tingkat pertumbuhan, pemerintah juga berusaha menggenjot

aktivitas ekonomi. Dengan ancaman krisis iklim yang semakin nyata, juga target iklim Indonesia dan keterkaitan antar target TPB, strategi pemulihan ekonomi hijau (green economic recovery), yaitu pemulihan ekonomi yang tetap mempertimbangkan aspek keberlanjutan menjadi penting untuk diadopsi oleh banyak pihak.

Terdapat beberapa ide green economic recovery dari IESR yang dapat

diterapkan di Indonesia, yaitu: ▶ Percepatan pengembangan

energi terbarukan tenaga surya maupun bayu/angin skala utilitas melalui pelelangan kompetitif (misalnya lelang terbalik/reverse auction). Metode lelang terbalik dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan teknologi terbaik dan harga energi terendah yang dapat ditawarkan oleh pengembang listrik swasta8. Mekanisme ini terbukti efektif untuk mendorong peningkatan pembangkitan listrik energi terbarukan dan mampu menurunkan harga secara drastis pada beberapa negara9. Selain itu, pemerintah juga dapat mendukung percepatan pengembangan energi terbarukan melalui penyediaan lahan untuk jangka panjang (misalnya untuk jangka 50 tahun).

▶ Instalasi sistem PLTS atap di rumah tangga miskin untuk

Gambar 1. Status emisi GRK Indonesia terutama dari sektor energi pada 2017

Page 27: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 27

mengganti subsidi listrik (Program Surya Nusantara). Program ini juga akan mampu mendorong tumbuhnya industri surya dalam negeri, termasuk rantai pasoknya. Program Surya Nusantara menyasar pemasangan PLTS Atap dengan kapasitas kumulatif 1 GWp per tahun. Pemasangan ini akan mengurangi beban anggaran subsidi listrik nasional untuk rumah tangga miskin hingga Rp 1,3 triliun per tahun dan emisi GRK dapat berkurang 1,05 juta ton CO2eq per tahun. Program ini juga diyakini dapat menyerap hingga 22 ribu tenaga kerja terampil10.

▶ Pengembangan massal PLTS atap di bangunan pemerintah dan fasilitas publik. Mandatori RUEN11 mencakup kewajiban pemanfaatan sel surya minimum sebesar 30% dari luas atap untuk seluruh bangunan pemerintah. Sayangnya capaian ini belum signifikan sehingga perlu terus didorong, misalnya melalui regulasi-regulasi di tingkat daerah.

▶ Mengganti pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di daerah-daerah terpencil dan off-grid dengan pembangkit energi terbarukan (biomassa, surya, angin, air) ketika sumber dayanya tersedia. Dulu,

PLTD

dianggap sebagai solusi unggulan untuk daerah dengan beban kecil termasuk daerah terpencil dan off-grid mengingat ukurannya yang dapat disesuaikan, bisa dipindahkan, dan kemudahan transportasi bahan bakar utamanya, minyak solar. Namun dengan semakin terbatasnya suplai minyak solar saat ini dan terjadinya defisit migas secara keseluruhan di Indonesia, biaya PLTD terus meningkat. Penggantian PLTD terutama yang telah berusia tua dan kurang efisien dengan pembangkit energi terbarukan sesuai yang telah direncanakan PLN pada 2020 ini12 diharapkan mampu menurunkan biaya pembangkitan listrik setempat dan berkontribusi pada target energi terbarukan nasional.

▶ Percepatan pengembangan energi terbarukan tenaga panas bumi dengan pengambilalihan risiko eksplorasi. Potensi panas bumi di Indonesia diketahui menjadi yang terbesar di dunia, namun peningkatan statusnya menjadi cadangan terbukti (proven reserves) dan pemanfaatannya belum optimal. Biaya eksplorasi tinggi yang membebani harga jual ditambah dengan risiko kegagalan dalam eksplorasi menjadi salah satu penyebab lambatnya perkembangan tersebut. Dibutuhkan berbagai insentif bahkan pengambilalihan risiko untuk tahap eksplorasi ini. Beberapa opsi saat ini telah dijajaki diantaranya melalui skema

insentif biaya penggantian (reimbursement cost) yang

telah direncanakan13 serta rencana dilaksanakannya aktivitas eksplorasi oleh

pemerintah (government drilling)14.

Page 28: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/202128

▶ Elektrifikasi kendaraan umum seperti bus. Kendaraan listrik memiliki tingkat efisiensi energi yang lebih baik dari kendaraan konvensional. Secara global, tingkat elektrifikasi kendaraan umum bus merupakan yang tertinggi (dengan sales share >40% dibandingkan dengan moda transportasi darat lainnya) pada 2020. Di samping itu, di negara berkembang, transportasi publik perkotaan umumnya hanya menjadi bagian kecil dari total armada kendaraan tetapi memberikan kontribusi yang jauh lebih signifikan terhadap konsumsi energi dan emisi GRK. Karenanya, terdapat peluang penurunan emisi GRK yang signifikan melalui elektrifikasi bus umum15.

▶ Menyediakan pengadaan publik (public procurement) untuk sepeda motor elektrik dan menyediakan dana murah untuk penggantian sepeda motor ojek online. Menurut analisa IESR, penetrasi elektrifikasi sepeda motor dapat lebih cepat

terlaksana mengingat kelebihannya dalam hal efisiensi, kebutuhan baterai yang lebih kecil terkait beban yang lebih ringan, dan jarak yang lebih pendek. Untuk mendukung tercapainya hal tersebut, perlu adanya dukungan berbagai insentif termasuk untuk penyedia transportasi jasa ojek online.

Tentunya masih banyak ide green economic recovery lain untuk mendukung dekarbonisasi sektor energi secara lebih luas. Mengutip Winston Churchill, “Never let a good crisis go to waste”; krisis yang terjadi saat ini juga dapat dimanfaatkan untuk menjadi momentum percepatan transisi energi di Indonesia. Pemulihan ekonomi hijau ini diharapkan dapat berkontribusi pada pencapaian target reduksi emisi GRK sesuai yang telah ditargetkan pada dokumen National Determined Contribution16 dan target SDGs khususnya SDG 7 dan SDG 13.

Referensi

5. Allosio, I. (2018). SDG 7 as an enabling factor for sustainable development. diakses di https://sustainabledevelopment.un.org/content/documents/26618Alloisio_Session_5_SDG_7__EGM_01_2018.pdf

6. Bappenas (2019). Peta Jalan SDGs Indonesia menuju 2030. diakses di http://sdgs.bappenas.go.id/wp-content/uploads/2020/08/Roadmap_Bahasa-Indonesia_File-Upload.pdf

7. KLHK (2019). Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi Tahun 2018. diakses di http://ditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/dokumen/igrk/lapigrkmrv2018.pdf

8. SEIA. Reverse Auction Mechanism. diakses di https://www.seia.org/initiatives/reverse-auction-mechanism#:~:text=How%20does%20the%20Reverse%20Auction,to%20develop%20renewable%20energy%20projects.

9. Simamora, P, Gabriella, M, Christian, J (2019). Mekanisme Lelang Terbalik (Reverse Auction) dalam Penurunan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Skala Besar. IESR. diakses di https://iesr.or.id/pustaka/mekanisme-lelang-terbalik

10. Tumiwa, F (2020). Akselerasi Pembangunan PLTS Atap Sebagai Strategi Green Economic Recovery Pasca-COVID19 di Indonesia. IESR. diakses di https://iesr.or.id/pustaka/policy-brief-akselerasi-pembangunan-plts-atap

11. Perpres 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional. diakses di https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-rencana-umum-energi-nasional-ruen.pdf

12. PLN (2020). Dukung Energi Ramah Lingkungan, PLN Luncurkan Program Konversi PLTD ke EBT. Diakses di https://web.pln.co.id/media/siaran-pers/2020/11/dukung-energi-ramah-lingkungan-pln-luncurkan-program-konversi-pltd-ke-ebt

13. EBTKE ESDM (2020). Pacu Investasi Panas Bumi, Pemerintah Siapkan Kompensasi Eksplorasi. diakses di http://ebtke.esdm.go.id/post/2020/07/30/2600/pacu.investasi.panas.bumi.pemerintah.siapkan.kompensasi.eksplorasi

14. Geodipa (2020). Program Pemerintah government drilling Eksplorasi, PMK No.62/2017 Memastikan Energi Panas Bumi Pasca COVID-19. diakses di https://www.geodipa.co.id/program-pemerintah-government-drilling-eksplorasi-pmk-no-622017-memastikan-energi-panas-bumi-pasca-COVID-19/

15. Christian, J. 2020. A Transition Towards Low Carbon Transport in Indonesia: A technological perspective. IESR. diakses di https://iesr.or.id/pustaka/a-transition-towards-low-carbon-transport-in-indonesia-a-technological-perspective

16. Indonesia 1st National Determined Contribution. diakses di https://www4.unfccc.int/sites/ndcstaging/PublishedDocuments/Indonesia%20First/First%20NDC%20Indonesia_submitted%20to%20UNFCCC%20Set_November%20%202016.pdf

Page 29: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 29

Kualitas layanan pendidikan: akses energi berkualitas menjadi kunci

Bagi daerah yang memiliki penduduk tersebar, perluasan jaringan listrik tidak cukup efektif dan efisien secara biaya

untuk diterapkan. Desentralisasi akses energi dengan memanfaatkan potensi lokal seperti energi surya dapat menjadi alternatif, tidak hanya untuk keperluan rumah

melainkan juga untuk kegiatan pendidikan.

Icmi A. Safitri

Surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 4/2020 terkait Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan selama Masa Darurat Coronavirus Disease (COVID-19) menjadi tantangan tersendiri dalam proses pengajaran di berbagai level pendidikan. Seluruh kegiatan belajar-mengajar harus bertransisi dari moda luar jaringan (tatap muka) ke moda dalam

jaringan (online). Tentu bukan perkara yang mudah untuk mengubah kebiasaan yang sudah berlangsung selama berabad-abad ini.

Pandemi ini juga menunjukkan kesenjangan layanan pendidikan di Indonesia. Keterbatasan infrastruktur internet, misalnya, menghambat pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena tidak semua daerah memiliki koneksi jaringan

Page 30: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/202130

yang berkualitas. Selain itu, banyak pula wilayah yang belum memiliki akses pada energi yang baik dan berkualitas, padahal listrik sangat diperlukan untuk pengoperasian sarana dan prasarana belajar mengajar. Hal krusial yang minim perhatian dari pemerintah terkait PJJ adalah kecukupan akses energi dalam pembelajaran daring. Bantuan kuota internet yang diberikan oleh pemerintah mengasumsikan bahwa semua peserta didik memiliki perangkat elektronik untuk pembelajaran dan memiliki akses yang sama pada energi (listrik).

Bila dilihat dari kualitas pendidikan, tingkat literasi anak-anak Indonesia masih berada di bawah Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Thailand17 yang dibuktikan dengan hasil tes PISA (The Programme for International Student Assessment). Akar dari permasalahan ini tidak tunggal; selain tidak meratanya fasilitas dan infrastruktur pendidikan, keterbatasan akses energi dan asupan gizi untuk tumbuh kembang anak juga berpengaruh.

Adanya akses energi yang berkualitas membuka kesempatan bagi pelaku

pendidikan untuk menggunakan berbagai variasi fasilitas pembelajaran (komputer, internet, proyektor, printer, hingga mesin fotokopi) yang menunjang proses belajar mengajar. Adanya penerangan yang baik juga membantu peserta didik untuk belajar di sekolah dan di rumah sehingga dapat meningkatkan literasi dan kualitas pendidikan mereka18. Manfaat akses energi yang berkualitas bagi sektor pendidikan di antaranya: jam belajar yang lebih panjang, fasilitas teknologi dan komunikasi, meningkatkan kesempatan training bagi pendidik, dan performa sekolah yang lebih baik19. Ketersediaan akses energi berkualitas juga menjadi solusi dalam menghadapi masalah “kesenjangan digital” antara masyarakat menengah ke bawah dan menengah ke atas.

Akses listrik, setidaknya dengan indikator rasio elektrifikasi, memiliki korelasi positif terhadap literasi kaum muda. Dalam laporan UNDESA, data yang diambil dari 45 negara berkembang menunjukkan bahwa negara dengan rasio elektrifikasi di bawah 80% memiliki tingkat literasi yang lebih rendah20. Meski

Page 31: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 31

demikian, jika ditarik ke dalam konteks Indonesia, rasio elektrifikasi tidak dapat dijadikan patokan mengingat kualitas listrik yang diterima masyarakat masih belum seragam sehingga dampaknya juga tidak sama, termasuk untuk literasi dan pendidikan. Mereka yang berada di kota besar dengan akses listrik penuh 24 jam dapat menggunakannya untuk berbagai aktivitas, juga untuk menyelenggarakan pendidikan yang mumpuni. Sebaliknya, masyarakat yang tersambung listrik namun masih mengalami pemadaman atau hanya menerima LTSHE (Lampu Tenaga Surya Hemat Energi) mengalami hambatan untuk kegiatan sehari-hari dan untuk proses pembelajaran.

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang menjadi salah satu bagian penting pendidikan juga belum dapat diakses oleh mereka yang tidak memiliki akses energi berkualitas. Padahal TIK dinilai dapat meningkatkan kualitas pendidikan, prestasi peserta didik, memperbaiki efisiensi dan menurunkan biaya pendidikan, serta dapat mendorong daya saing peserta didik.

Penggunaan energi terbarukan setempat untuk menunjang proses pembelajaran dan meningkatkan kualitas pendidikan telah dilakukan di banyak negara. Di Indonesia, adanya PLTS di Sekolah Satu Atap (SATAP) Kataka (Sumba) membantu guru untuk mengajar dan melakukan kegiatan administrasi lainnya. Sebelumnya mereka harus pergi ke kota kecamatan yang berjarak lebih dari 20 km

untuk mencetak atau menyalin dokumen dan melakukan pengisian daya laptop. Dengan adanya listrik dari energi surya, proses belajar mengajar di SATAP Kataka menjadi lebih efektif 21.

Model serupa juga dikembangkan oleh IESR untuk sekolah dasar di Boafeo (Ende, Nusa Tenggara Timur). Untuk meningkatkan pemahaman peserta didik, media pembelajaran audio visual dinilai memberikan dampak yang lebih baik dibanding metode konvensional. Karena desa ini belum terjangkau listrik, maka penyediaan listrik dengan PLTS menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sana. Dengan adanya PLTS atap, disertai dengan pelatihan pembelajaran kreatif untuk guru, proses pembelajaran di SD Katolik Boafeo dapat lebih ditingkatkan dan diharapkan dapat berkontribusi pada pembangunan manusia yang berkualitas dan berkelanjutan. Penyediaan PLTS atap ini merupakan salah satu value proposition untuk penyediaan energi desa berbasis masyarakat dalam kerangka Energy Delivery Model (EDM).

Indonesia tentunya memerlukan ide dan solusi inovatif lainnya untuk mendorong kualitas pendidikan yang lebih baik. Penyediaan akses energi berkualitas tidak bisa dipisahkan dari proses ini, dan energi terbarukan sebaiknya menjadi pilihan prioritas karena setiap daerah memiliki potensi energi terbarukan yang beragam.

Referensi

17. Yang harus dilakukan untuk meningkatkan tingkat literasi Indonesia (theconversation.com)18. A.S.A.C. Diniz, E. D. França, C. F. Câmara, P. M. R. Morais, L. Vilhena, The Important Contribution of Photovoltaics in

a Rural School Electrification Program, Transactions of the IEEE (2006), pp. 2528-2531.19. Electricity and education: The benefits, barriers, and recommendations for achieving the electrification of primary

and secondary schools .:. Sustainable Development Knowledge Platform (un.org)20. (Source: World Bank 2014. “Data”. Available at http://data.worldbank.org/)21. https://energiterbarukan.org/2019/12/03/menyalakan-listrik-menerangi-pendidikan-di-pulau-sumba/

Page 32: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/202132

Pojok Kebijakan: Permendesa PDTT No.13/2020

Erina Mursanti

Penggunaan Dana Desa untuk Kegiatan Pencapaian SDG 7 Desa dapat Membuka Peluang untuk Pencapaian Target SDGs Desa Lainnya

Ketika Indonesia turut menyepakati Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs/Sustainable Development Goals) pada tahun 2015, pemerintah Indonesia dituntut untuk membuat aksi nyata dalam berkontribusi untuk mencapai mimpi kolektif dunia yang harus dicapai pada tahun 2030. Bertekad untuk mencapai 17 tujuan dengan 169 indikator untuk mengukur capaian tersebut, pembangunan dunia diharuskan untuk melibatkan semua pihak dan dapat memberikan manfaat bagi setiap orang (dikenal dengan prinsip no one left behind).

Sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam mencapai SDGs, Peraturan Presiden No. 59/2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan disahkan pada Juli 2017. Pada dasarnya perpres ini menyelaraskan target SDGs dengan target pembangunan yang ada di dalam RPJMN yang kemudian diterjemahkan ke dalam Rencana Aksi Nasional maupun Rencana Aksi Daerah. Menitikberatkan pada pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan, perpres ini

Page 33: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 33

menekankan bahwa proses yang partisipatif diperlukan untuk mencapai target SDGs: pengentasan kemiskinan, kesenjangan, dan perubahan iklim.

Sesuai dengan nawacita Kabinet Kerja, bahwa Indonesia dibangun dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, UU Desa No. 6/2014 memberikan mandat kepada pemerintah untuk mengalokasikan anggaran pembangunan desa setiap tahun dalam APBN (yang kemudian disebut dengan Dana Desa). Perangkat pemerintah desa lalu diberikan kewenangan untuk mengoptimalisasikan

dana tersebut dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

Dalam rangka mengoptimalisasi penggunaan Dana Desa untuk peningkatan pembangunan desa, khususnya ekonomi dan sumber daya manusia, setiap tahunnya Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengeluarkan peraturan terkait prioritas penggunaan dana. Pada September 2020, Permen Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 13/2020 disahkan untuk mengatur prioritas penggunaan serta pedoman umum pelaksanaan penggunaan

Page 34: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/2021

Energi Terbarukan: Energi Saat Ini dan Nanti

Dana Desa tahun 2021.Dijelaskan oleh Menteri Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi saat sosialisasi Permendesa PDTT No. 13/2020 di Medan, Sumatera Utara,22 bahwa terdapat 17 target SDGs nasional yang merupakan turunan dari target SDGs global. Namun, untuk skala desa, ada 18 target SDGs Desa yang ingin dicapai melalui pelaksanaan permen ini, yakni:

Secara keseluruhan, peraturan menteri ini memberikan gambaran besar dan arahan bagi pemerintah desa dalam menyusun

dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang dapat dibiayai oleh Dana Desa dalam rangka pencapaian 18 target SDGs yang telah dicanangkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Tentu ada beragam kegiatan yang dapat dibiayai oleh Dana Desa dalam upaya pencapaian SDGs Desa, dengan demikian dibutuhkan perencanaan yang komprehensif dan juga bersifat partisipatif yang melibatkan semua elemen masyarakat ketika ingin memutuskan kegiatan mana yang akan dilakukan. Meskipun begitu, apabila dianalisa lebih mendalam, ada satu target (diantara 18 target SDGs yang ada) yang pencapaiannya berpotensi untuk membuat target lainnya menjadi tercapai. Target tersebut adalah target ketujuh, yakni “Desa berenergi bersih dan terbarukan”.

Di bawah ini adalah analisa sederhana untuk dapat memahami bagaimana pencapaian target SDGs Desa 7 dapat membuka peluang untuk pencapaian target SDGs yang lain.

1. Desa tanpa kemiskinan2. Desa tanpa kelaparan3. Desa sehat dan sejahtera4. Pendidikan desa

berkualitas5. Keterlibatan perempuan

desa6. Desa layak air bersih dan

sanitasi7. Desa berenergi bersih dan

terbarukan8. Pertumbuhan ekonomi

desa merata9. Infrastruktur dan inovasi

desa sesuai kebutuhan10. Desa tanpa kesenjangan11. Kawasan permukiman

desa aman dan nyaman12. Konsumsi dan produksi

desa sadar lingkungan13. Desa tangkap perubahan

iklim14. Desa peduli lingkungan

laut15. Desa peduli lingkungan

darat16. Desa damai berkeadilan17. Kemitraan untuk

pembangunan desa18. Kelembagaan desa

dinamis dan budaya desa adaftif

34

22. https://monitor.co.id/2020/11/04/permendesa-pdtt-no-13-tahun-2020-jadi-acuan-penggunaan-dana-desa-2021/

Referensi

Page 35: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan

Gambar 2. Keterkaitan SDG Desa 7 dengan SDGs Desa yang lain

35

Sesuai dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No 13/2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021, Dana Desa diutamakan untuk kegiatan-kegiatan yang dapat mempercepat pencapaian SDGs melalui tiga hal: pemulihan ekonomi nasional paska pandemi COVID dan program prioritas nasional sesuai kewenangan desa, serta adaptasi kebiasaan baru desa. Secara rinci, gambar di bawah ini menjelaskan apa saja kegiatan-kegiatan yang pembiayannya dapat menggunakan Dana Desa dalam upaya pencapaian target SDGs.

DANA DESA - SDG

▶ Badan usaha milik desa ▶ Penyediaan energi terbarukan untuk

listrik desa ▶ Pengembangan usaha ekonomi

produktif

Pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa

1.

Adaptasi kebiasaan baru

▶ Mewujudkan desa sehat dan sejahtera

▶ Desa tanpa kemiskinan

3.

Program prioritas nasional sesuai kewenangan desa

▶ Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi sebagai upaya memperluas kemitraan

▶ Pengembangan desa wisata ▶ Penguatan ketahanan pangan ▶ Perwujudan desa yang inklusif

dimana adanya peningkatan peran perempuan

2.

Page 36: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/2021

Pemerintah Desa berkewajiban untuk melibatkan masyarakat dalam proses penetapan prioritas penggunaan Dana Desa, dengan begitu penetapan prioritas penggunaan dana dilakukan di Musyawarah Desa. Mekanisme penetapan prioritas penggunaan dana pun diatur dalam peraturan menteri ini (lihat grafis di samping).

Hal-hal lain yang diatur dalam peraturan menteri ini yaitu kegiatan-kegiatan yang didanai oleh Dana Desa haruslah kegiatan yang bersifat swakelola (menggunakan sumber daya lokal) dan diutamakan kegiatan yang padat karya. Dengan demikian, Dana Desa diprioritaskan untuk kegiatan yang swakelola dan menyerap tenaga kerja lokal yang banyak dimana pekerja tersebut kemudian akan mendapatkan upah sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah dilakukan.

Pemerintah desa memang memiliki kewenangan untuk mengelola Dana Desa, namun pemanfaatan dana tersebut harus tetap dilaporkan dan laporan tersebut harus dapat diakses publik. Bahkan pemerintah pusat tetap melakukan pemantauan dan pengevaluasian atas pemanfaatan dana tersebut. Di samping pemerintah pusat, gubernur dan bupati/walikota melakukan pembinaan melalui sosialisasi, pemantauan, dan evaluasi prioritas penggunaan Dana Desa secara berjenjang.

36

Daftar Prioritas Penggunaan Dana Desa

Berita Acara MusyawarahDesa

Peraturan Desa

Penetapan prioritas penggunaan Dana Desa dibahas dan disepakati di Musyawarah Desa

Kesepakatan prioritas penggunaan Dana Desa

Pedoman untuk mengatur RKP Desa

Page 37: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 37

Page 38: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/202138

TransisiEnergiby IESR

Page 39: ENERGI KITA - iesr.or.id

Sepuluh Tahun Tersisa untuk Pembangunan Berkelanjutan 39

SolarHubIndonesiaby IESR

Page 40: ENERGI KITA - iesr.or.id

EnergiKita 1/2021

IESR.id IESR iesr.id

IESR Indonesia Podcast Bicara Energi