elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/files/disk1/349/jbptunikompp-gdl... · web viewbab i pendahuluan...

68
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia yang mengalami perkembangan cukup pesat ini sebagai negara yang masih berkembang Indonesia cukup kelelahan mengikuti perkembangan jaman khususnya dalam bidang ekonomi. Ada penjual pasti ada konsumen, seiring berkembangnya jaman tingkat kebutuhan pun semakin meningkat dan berbagai barang yang ditawarkan kepada konsumen pun semakin beragam. Umumnya kita sering menemukan dalam hal membeli barang seperti kata-kata ”memecahkan berarti membeli” atau ”teliti sebelum membeli, barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar ataupun dikembalikan”. Meskipun kata-kata atau klausula-klausula tersebut ditulis dengan huruf jelas namun terkadang menimbulkan suatu masalah yang cenderung lebih merugikan konsumen.

Upload: truonghuong

Post on 14-Jun-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia yang mengalami perkembangan cukup pesat ini sebagai

negara yang masih berkembang Indonesia cukup kelelahan mengikuti

perkembangan jaman khususnya dalam bidang ekonomi. Ada penjual pasti ada

konsumen, seiring berkembangnya jaman tingkat kebutuhan pun semakin

meningkat dan berbagai barang yang ditawarkan kepada konsumen pun semakin

beragam. Umumnya kita sering menemukan dalam hal membeli barang seperti

kata-kata ”memecahkan berarti membeli” atau ”teliti sebelum membeli, barang

yang sudah dibeli tidak dapat ditukar ataupun dikembalikan”. Meskipun kata-

kata atau klausula-klausula tersebut ditulis dengan huruf jelas namun terkadang

menimbulkan suatu masalah yang cenderung lebih merugikan konsumen.

Lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan

dimaksud adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang selanjutnya

disebut BPSK. Dengan demikian tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa

BPSK adalah Badan publik yang menjalankan kekuasaan kehakiman yang

eksklusif dibidang perlindungan konsumen.

2

B. Sejarah Badan Penyelesaian Konsumen

BPSK kota Bandung ini merupakan amanat dari Undang-Undang No.8 tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen yang kemudian dipertegas oleh KEPPRES

No.90 tahun 2001 tentang Pembentukan BPSK di 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota

yang salah satunya adalah kota Bandung.

Kedudukan BPSK kota Bandung berada di bawah Pemerintah kota Bandung,

telah berdiri sejak ditetapkannya Undang-Undang No.8 tahun 1999. Namun

demikian badan ini baru bisa terbentuk dan mulai melakukan kegiatannya pada

tanggal 01 November 2002 dengan dilantiknya pengurus oleh Wali Kota

Bandung, dengan fungsi utama menangani dan menyelesaikan sengketa

konsumen di luar pengadilan.

Sejak kelahirannya BPSK kota Bandung yang terdiri dari oleh 9 (sembilan) orang

anggota yaitu tiga orang dari unsur pemerintah, tiga orang dari unsur pelaku

usaha, dan tiga orang dari unsur konsumen serta dibantu oleh lima orang

sekretariat dari unsur pemerintah. BPSK kota Bandung telah berupaya maksimal

untuk menjalankan amanat undang-undang tersebut berupa sengketa

perlindungan konsumen khususnya di kota Bandung. Visi misi BPSK antara lain:

1) Visi BPSK Kota Bandung, menyelaraskan dengan visi Kota Bandung dalam

jangka waktu tahun 2004 -2008 adalah Kota Bandung Sebagai kota jasa yang

BERMARTABAT (Bersih, Makmur, Taat dan BERSAHABAT). Untuk

3

merealisasikan keinginan, harapan serta tujuan, sebagaimana tertuang pada

visi yang telah ditetapkan, maka akan terwujudnya upaya penyelesaian

sengketa konsumen dalam rangka pemberdayaan dan perlindungan

masyarakat sehingga tercapainya peningkatan kualitas barang dan pelayanan

jasa di Kota Bandung dan sekitarnya.

2) Untuk merealisasikan visi yang telah ditetapkan dalam lima tahun kedepan

(2004-2005) yang bertumpu pada potensi sumber daya dan kemampuan yang

dimiliki serta ditunjang dengan semangat kebersamaan, tanggung jawab yang

optimal dan proporsional dari seluruh komponen kota, maka misi yang akan

dilaksanakan sebagai berikut :

a. Mewujudkan Kota Bandung sebagai kota jasa yang bermartabat

sehingga memacu terciptanya situasi ekonomi yang kondusif dan

menguntungkan dengan mengutamakan perlindungan konsumen.

b. Mewujudkan kemandirian dan keberdayaan konsumen dalam

mempertahankan hak dan menjalankan kewajibannya sehingga

terangkat harkat dan martabatnya sebagai kosumen.

c. Mewujudkan sistim perlindungan yang mengandung unsure kepastian

hukum, keadilan dan manfaat secara berimbang bagi konsumen dan

pelaku usaha.

4

d. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha untuk bersikap jujur dan

bertanggung jawab sehingga mampu menjamin kelangsungan usaha

dan perlindungan konsumen.

C. Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Tugas dan wewenang BPSK dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai badan

yang menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan,

adalah sebagi berikut :

1) Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan

cara konsiliasi, mediasi dan arbitrase;

2) Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

3) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

4) Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan

dalam Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

5) Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen

tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

6) Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;

7) Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap

perlindungan konsumen ;

8) Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan atau setiap orang yang

dianggap mengetahui pelangaran terhadap Undang-undang No. 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen;

5

9) Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi

ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada poin 7 dan 8 yang tidak

bersedia memenuhi panggilan BPSK;

10) Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain

guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

11) Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak

konsumen;

12) Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen;

13) Menjatuhkan sangsi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar

ketentuan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

Dengan demikian, kesulitan yang dihadapi oleh konsumen akan berkurang

setelah hadirnya BPSK sebagai penyelasai sengketa konsumen di luar

pengadilan, namun sayangnya pada jaman modern seperti ini, BPSK tidak terlalu

dikenal oleh masyarakat sehingga sengketa konsumen di dalam kehidupan

bermasyarakat belum dapat diselesaikan secara bijaksana.

MAJELIS

KETUA

ANGGOTA ANGGOTA

KEPALASEKRETARIAT

KETUA BPSK

WAKIL KETUA

ANGGOTA

6

D. Struktur BPSK

Bagan 1.1

E. Identifikasi Masalah

Berdasaarkan yang telah diuraikan di atas maka, penulis mengidentifikasikan

permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimana proses penyelesaian sengketa konsumen melalui Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen?

2. Bagaimana kekuatan hukum pembuktian digital dalam penyelesaian

konsumen melalui proses mediasi?

KONSUMEN

7

F. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan laporan kerja

praktek ini adalah:

1. Agar dapat mengetahui proses penyelesaian sengketa yang dilalui BPSK;

2. Agar dapat mengetahui kekuatan hukum pembuktian digital dalam proses

penyelesaian sengketa konsumen melalui mediasi.

8

BAB II

LANDASAN TEORI

Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,

mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui

sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan

mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi

oleh masyarakat.

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat ”kemudian daripada itu

untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu

Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan

Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada

Ketuhanan Yana Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia

dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

9

Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia”.

Pancasila sila ke dua ”Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan pada sila keempat

”kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan keadilan sosial”

Dalam Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(UU Perlindungan Konsumen), pada Pasal 45 menyatakan bahwa konsumen dapat

mengajukan keluhan atau sengketanya terhadap pelaku usaha kepada lembaga di luar

pengadilan maupun dalam pengadilan negeri.

Apabila kita telah memilih jalan untuk menyelesaikan permasalahan terhadap pelaku

usaha maka sebaiknya mengajukan gugatan, dimana dalam pengajuan gugatan

tersebut tidak bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen Pasal 46, dalam hal

ini mengatur bahwa pengajuan gugatan dapat dilakukan oleh seorang konsumen yang

merasa dirinya dirugikan oleh pelaku usaha atau pewarisnya. Sesungguhnya

penyelesaian sengketa dapat diamanatkan atau dilanjutkan kepada ahli waris

konsumen. Apabila dalam sengketa konsumen ini kita menemukan orang yang

merasa senasib sepenanggungan alias sama-sama merasa dirugikan oleh pelaku usaha

maka pengajuan gugatan tersebut bisa dilakukan secara bersama-sama, asal

mempunyai kepentingan yang sama.

10

UU Perlindungan Konsumen dalam Pasal 47 bahwa penyelesaian sengketa konsumen

yang ditempuh dengan jalur si luar pengadilan apabila diselenggarakan untuk

mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi atau mengenai

tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang

kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. Oleh karena itu hasil ganti rugi yang

pasti akan ditempuh dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah pelaku

usaha berpegang teguh untuk tidak melakukan kembali kelalaian tersebut yang

mengakibatkan konsumen menderita rugi.

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dapat di tempuh dengan cara

mengajukan keluhan konsumen kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK) di tingkat II, dalam Pasal 49 UU Perlindungan Konsumen mengatur syarat-

syarat seseorang yang dapat menjadi anggota BPSK , dalam ayat (2): warga negara

Republik Indonesia, berbadan sehat, berkelakuan baik, tidak pernah dihukum karena

kejahatan, memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen,

berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun. Sedangkan pengangkatan dan

pemberhentian anggota BPSK dilakukan oleh Menteri. Tugas dan wewenang BPSK

sendiri tercantum dalam Pasal 52 UU Perl;indungan Konsumen sedangkan dalam

pemaparan kinerja BPSK itu sendiri untuk tiap anggotanya diterangkan lebih jelas

dalam surat keputusan menteri seperti yang tercakup dalam Pasal 53 UU

Perlindungan Konsumen.

11

Pengaturan dalam majelis diatur dalam Pasal 54, sebagai berikut:1) Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, badan penyelesaian

sengketa konsumen membentuk majelis.2) Jumlah anggota majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ganjil dan

sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3), serta dibantu oleh seorang panitera.

3) Putusan majelis bersifat final dan mengikat.4) Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas majelis diatur

dalam surat keputusan menteri.

BPSK wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu)

hari kerja setelah gugatan diterima, hal ini tercantum dalam Pasal 55 UU

Perlindungan Konsumen. Sedangkan peraturan mengenai jangka waktu yang lain-lain

diatur dalam Pasal 56, 57, dan 58, sebagai berikut:

Pasal 561) Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan

penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.

2) Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.

3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap menerima putusan badan penyelesaian sengketa konsumen.

4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dijalankan oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

5) Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.

12

Pasal 57

”Putusan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) dimintakan

penetapan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang

dirugikan”.

Pasal 581) Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) dalam waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterimanya keberatan.

2) Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.

3) Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi.

Wewenang khusus dalam BPSK sebagai penyidik diatur pada Pasal 59, sebagai berikut:

1) Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik

2) sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan

dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga

melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum

sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

13

f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.

3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

Dalam Undang-Undang RI Nomor: 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik Pasal 1 ayat (4) mengartikan dokumen elektronik yaitu ”setiap informasi

elektronik yang dibuat, diteruskan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog,

digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,

dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak

terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf,

tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau

dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya” sedangkan dalam Pasal 5

pada ayat (1) menyatakan ”Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik

dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah” dan dalam Pasal 5

ayat (2) menyatakan ”Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau

hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat

bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia”.

Keppres No.90/2001, Untuk Pertama kali dibentuk disepuluh kota di Indonesia

(Medan, Palembang, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Yogyakarta,

Surabaya, Malang dan Makasar).

14

Hukum Perlindungan Konsumen membagi pengertiannya sebagai berikut:

Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen sedangkan konsumen

adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain

dan tidak untuk diperdagangkan . Hukum Perlindungan Konsumen mengenal 5 (lima)

asas, antara lain:

1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan

perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi

kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,

2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal

dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk

memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,

3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan

konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas

keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian

dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;

5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati

hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan

konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

15

Dalam Hukum Perlindungan Konsumen dikenal beberapa pendapat tentangnya yang

menciptakan batasan Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen, dalam

Hukum Konsumen menurut Mochtar Kusumaatmaja adalah: “Keseluruhan asas-asas

dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai

pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen di dalam

pergaulan hidup”. Sedangkan dalam Hukum Perlindungan Konsumen adalah:

“Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi

konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/ atau

jasa konsumen”. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan: hukum konsumen pada

pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para

pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi, daya saing maupun tingkat

pendidikannya. Kemudian hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila

kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah itu dalam

masyarakat tidak seimbang. Dalam kepentingan fisik konsumen: “kepentingan badani

konsumen yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan/ atau

jiwa mereka dalam penggunaan barang atau jasa konsumen. Dalam setiap perolehan

barang atau jasa konsumen, barang atau jasa tersebut harus memenuhi kebutuhan

hidup dari konsumen tersebut dan memberikan manfaat baginya (tubuh dan

jiwanya)”. Kepentingan sosial ekonomi konsumen: “Setiap konsumen dapat

memperoleh hasil optimal dengan penggunaan sumber-sumber ekonomi mereka

dalam mendapatkan barang atau jasa kebutuhan hidup mereka. Untuk keperluan itu,

tentu saja konsumen harus mendapatkan informasi yang benar dan bertanggungjawab

16

tentang produk konsumen tersebut, yaitu informasi yang informatif tentang segala

sesuatu kebutuhan hidup yang diperlukan”. kepentingan perlindungan hukum:

Sampai saat ini masih merupakan hambatan bagi konsumen atas peraturan yang

diterbitkan bukan tujuan utamanya mengatur dan/atau melindungi konsumen, kriteria

konsumen dan apa kategori kepentingan konsumen, perilaku dari pelaku bisnis yang

canggih, sehingga terhadap perbuatan tersebut undang-undang tidak dapat

menjangkaunya, hukum acara yang ada tidak dapat secara mudah dimanfaatkan oleh

konsumen yang dirugikan dalam hubungannya dengan penyedia barang dan/atau jasa.

Tanggung jawab produsen di bidang goods (barang) dan bukan jasa, karena

pertanggungjawaban jasa telah khusus yaitu Proffesional liability yang bersandar

pada contractual liability. Dalam product liability dikenal dua caveat yaitu Caveat

Emptor (konsumen berhati-hati) dan Caveat Venditor (produsen berhati-hati).

Pertanggung jawaban produk ini merupakan tanggungjawab produsen kalau

produknya menimbulkan kerugian dan merupakan tanggung jawab perdata. Untuk

melindungi konsumen terdapat dua ketentuan yaitu hukum publik dan hukum perdata,

di mana dalam hukum perdata terdiri dari hukum perjanjian dan hukum tentang

perbuatan melawan hukum. Hukum perjanjian didalamnya terdapat tanggung jawab

atas dasar kontrak (contractual liability) sedangkan hukum tentang perbuatan

melawan hukum atas dasar Tortius liability (Tanggungjawab atas dasar perbuatan

melawan hukum.

17

Bagan 2.1

Bagan 2.2

Permohonan PenyelesaianSengketa & PemeriksaanBerkas Perkara

Pelakua Usaha

Pemohon/ Konsumen

Sekretariat BPSK

Ketua BPSK

Ajukan Permohonan

Tanda Terima

Teruskan PermohonanKonsumen

Pemberitahuan PenolakanKarena tidak Memenuhi Ketentuan

Atau Bukan Kewenangan BPSK

Permohonanditerima

Rapat Anggota

BPSK

Permohonanditolak

Pembentukan Majelis Berdasarkan

Keputusan Ketua BPSKPemanggilan Pelaku Usaha

(Turunan Gugatan Terlampir)

PRASIDANG(Pemilihan metode

persidangan)KETUA/ANGGOTA/

SEKRETARIAT BPSK

Para pihak memilih masing-masing arbitror dari unsur pelaku usaha dan konsumen

Dua arbitor terpilih memilih arbitor ke 3 dari unsur pemerintah sebagai ketua majelis

Ditentukan waktu sidang pertama

KETUA BPSK MEMBENTUK MAJELISDITENTUKAN WAKTU SIDANG PERTAMA

Pemeriksaan identitas para pihakDijelaskan metode/cara penyelesaian sengketa di BPSK

Panggilan utk. Para Pihak dilakukan oleh panitera a.n. Ketua BPSK

KONSILIASI

MEDIASI

ARBITRASE

Para pihak memilih cara penyelesaian sengketa

18

Penyelesian Sengketa Konsumen Secara Konsiliasi dan Mediasi

1. Pemeriksaan identitas para pihak;

2. Pelaku usaha menyerahkan surat jawaban pada sidang pertama;

3. Majelis Pasif Dalam Sidang Konsiliasi (Sebagai Konsiliator);

4. Pemeriksaan identitas para pihak;

5. Pelaku usaha menyerahkan surat jawaban pada sidang pertama;

6. Majelis aktif pada sidang mediasi (sebagai mediator);

7. Hasil musyawarah berupa perjanjian/kesepakatan tertulis & ditandatangani

para pihak;

8. Putusan majelis berupa pengukuhan kesepakatan/perjanjian

9. Selesai.

19

Bagan 2.3

Keberatan Atas Putusan BPSK pada hakekatnya tidak dapat diajukan keberatan

terhadap putusan BPSK yang final dan mengikat, kecuali dipenuhi syarat-syarat

tertentu sesuai dengan Perma No. 1 Tahun 2006. Syarat-syarat mengajukan

keberatan: surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan

dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; setelah putusan diambil ditemukan

dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau

PENYELESIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA ARBITRASE

PANGGILAN

PERTAMA

GUGATAN DICABUT DNG SURAT PERNYATAAN

SALAH SATU PIHAK TIDAK HADIR

PARA PIHAK HADIR

MAJELIS UMUMKAN PENCABUTAN

SIDANGMAJELIS U PAYAKAN DAMAI

TERUSKAN ARBITRASE

PEMBACAAN ISI GUGATAN KONSUMEN PEMBACAN SURAT JAWABAN PELAKU USAHA MASING-MASING PIHAK DNG KESEMPATAN YANG SAMA JELASKAN HAL YANG DIPERSENGKETAKAN

PUTUSAN PENETAPAN PERDAMAIAN

PUTUSAN MAJELIS

PARA PIHAK PILIH PERDAMAIANKONSU

MEN TDK HADIRPELAKU USAHA TDK HADIR

SIDANGGUGATAN BATAL DEMI HUKUMSIDANGGUGATAN DIKABULKAN TNP KEHDIRN PELAKU USAHA

PUTUSAN MAJELIS

PUTUSAN MAJELIS

PANGGILANKEDUA

SELESAI

20

putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam

pemeriksaan sengketa. Untuk diperhatikan dalam pengajuan keberatan adalah

keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sejak para pihak menerima

pemberitahuan putusan arbitrase BPSK; pengajuan dibuat 6 rangkap; apabila

keduanya mengajukan keberatan, maka perkara harus didaftar dengan nomor yang

sama; BPSK bukan merupakan pihak.

Bagan 2.4

Dalam sistem hukum dan kehidupan sehari-hari, keberadaan suatu arsip adalah

sebagai suatu alat bukti yang merekam/menerangkan keberadaan suatu informasi

tertentu, atau dalam bahasa hukum ini dinyatakan sebagai pembuktian terhadap telah

terjadinya suatu peristiwa hukum yang tentunya mempunyai akibat hukum tertentu

TATACARA PENGAJUAN

KEBERATAN

DIKABULKAN

PEMBATALAN

PUTUSAN BPSK

SALAH SATU PIHAK

MENOLAK PUTUSAN

ARBRITASE BPSK

DITOLAK

PERKUAT

PUTUSAN

HAKIM PERIKSA

KEBERATAN ATAS

DASAR PUTUSAN

BPSK& BERKAS PERKARA

PUTUSANKETUA PN

MENUNJUK HAKIMPANITERA PN

PENGADILAN NEGERITEMPAT

KEDUDUKAN HUKUM

KONSUMEN

21

bagi hak dan kewajiban para pihak yang tersangkut daripadanya. Demikian dengan

keberadaan arsip elektronik, namun unsur trustworthiness dan reliability dari media

elektronik, walaupun sebenarnya memiliki beberapa keunggulan tertentu, ternyata

tidak dapat dengan mudah diakses dengan panca indera manusia sehingga sekilas

kekuatan pembuktiannya lemah. Beberapa alasan tersebut, menyebabkan lahirnya

rekomendasi dari UNICITRAL pada tahun 1985 yang lalu (UNICITRAL recomends

”Legal Value of Computer Records”),1 yaitu:

1. To review the legal rules affecting the use of computer records aas avidence

in litigation in order to eliminate unnecessary obstacles to their admission, to

be assured that the rules are consistent with developments in technology, and

provide appropriate means for a court to evaluate the credibility of the data

contained in those records;

2. To review legal requirements that certain trade transactions or trade related

documents be in writing, whether the written from is condition to the

enforceability or to the validity of the transaction or document, with a view to

permitting, where appropriate, the transaction or document to be recorded

and transmitted in computer readable form:

3. To review legal requirements of a handwritten signature or other paper based

method of authentication on trade related documents with a view to

permitting, where appropriate, the use of electronic means of authentication;

1 UNICITRAL Model Law on Eletonoc Commerce With Guide to Enacment 1996, United Nation: http://www.un.or.at/unicitral/english/texts/electron/mlec.htm

22

4. To review legal requirements that documents for submission to governments

be in writing and manually signed with a view to permitting, where

appropriate, such documents to be submitted in computer readable from to

those administrative services which have acquired the necessary aquipment

and established the necessary procedures;

Jasa perbankan sesuai dengan karakteristiknya, maka bentuknya: tidak berwujud,

tidak dapat dipisahkan yaitu melekat pada sumbernya, tidak dapat disimpan untuk

persediaan, serta memiliki sifat keanekaragaman. Dilihat dari kegiatan lembaganya,

jasa perbankan merupakan refleksi dari kegiatan lembaga perbankan tersebut yang

berupa: financial intermediary (lembaga perantara keuangan) sebagai bentuk kegiatan

di bidang administrasi dan layanan. Kemudian pada dunia globalisasi saat ini, Bank

dituntut untuk meningkatkan pelayanan salah satunya dengan sistem elektronik

dengan fungsi membangun perekonomian Indonesia, jenis-jenis teknologi e-banking,

antara lain adalah:

1. Computer Banking. Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui

koneksi internet ke pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan

perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.

2. Debit (or check) Card. Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-

of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang

langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.

23

3. Direct Deposit. Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi

(misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah

dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer

langsung ke setiap rekening nasabah.

4. Direct Payment (also electronic bill payment). Salah satu bentuk pembayaran

yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana

elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke

rekening kreditor. Direct payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal

ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct payment.

5. Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP). Bentuk pembayaran

tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan

secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank.

Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan

tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan

mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.

6. Electronic Check Conversion. Proses konversi informasi yang tertuang dalam

cek (nomor rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar

bisa dilakukan pemindahan dana elektronik atau proses lebih lanjut.

24

7. Electronic Fund Transfer (EFT). Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari

satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik.

8. Payroll Card. Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan oelh

pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya

mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi

kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara

elektronik.

9. Preauthorized Debit (or automatic bill payment). Bentuk pembayaran yang

mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang

diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya

dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan

telpon, dll). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke

rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom).

10. Prepaid Card. Salah satu tipe Stored-Value Card yang menyimpan nilai

moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai

tersebut ke penerbit kartu.

25

11. Smart Card. Salah satu tipe stored-value card yang di dalamnya tertanam satu

atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data,

melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus

(misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan

menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada sistem terbuka

(misalnya untuk pembayaran transportasi publik) atau sistem tertutup

(misalnya MasterCard atau Visa networks).

12. Stored-Value Card. Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai

moneter, yang diisi melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau

melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain.

Untuk single-purpose stored value card, penerbit (issuer) dan penerima

(acceptor) kartu adalah perusahaan yang sama dan dana pada kartu tersebut

menunjukkan pembayaran di muka untuk penggunaan barang dan jasa tertentu

(misalnya kartu telepon). Limited-purpose card secara umum digunakan

secara terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi sebelumnya di lokasi-

lokasi tertentu (misalnya vending machines di sekolah-sekolah). Sedangkan

multi-purpose card dapat digunakan pada beberapa penyedia jasa dengan

kisaran yang lebih luas, misalnya kartu dengan logo MasterCard, Visa, atau

logo lainnya dalam jaringan antar bank.

26

13. Automated Teller Machine (ATM). Terminal elektronik yang disediakan

lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk

melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan

setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.

ATM termasuk dalam salah satu arsip elektronik yang dihasilkan oleh sistem

informasi elektronik yang telah dilegalisasi atau dijamin oleh para profesional yang

berwenang untuk itu, jika tetap berjalan sebagaimana mestinya, sepanjang tidak

dibuktikan lain oleh para pihak, semestinya dapat diterima sebagaimana layaknya

akta autentik, bukan akta di bawah tangan. Dengan demikian, keberadaan dokumen

tersebut semestinya tidak dapat disangkal lagi dan mempunyai kekuatan hukum yang

mengikat bagi para pihak tersebut.

BAB III

KEGIATAN KERJA PRAKTEK

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang konsumtif terutama memenuhi

kebutuhan pokok seperti sandang dan pangan yang kini pilihannya bervariasi sesuai

dengan selera yang diinginkan, oleh karena itu tidak aneh apabila terjadi pembelian

27

dalam jumlah besar. Dalam pelaksanaan perlindungan konsumen memerlukan

pembinaan sikap, baik dari pelaku usaha maupun konsumen. Pembinaan sikap

dilakukan melalui pendidikan sebagai salah satu media sosialisasi. Karena itu

sebabnya pendidikan konsumen diperlukan dalam pelaksanaan perlindungan

konsumen. Kepentingan perlindungan hak-hak konsumen mendorong organisasi

nonpemerintah di bidang perlindungan konsumen untuk menempatkan isu pendidikan

konsumen sebagai bagian dari advokasi untuk mendesakkan perubahan-perubahan

kebijakan publik yang transparan dan akuntabel terhadap kepentingan-kepentingan

konsumen. Sengketa konsumen biasanya muncul dikarenakan adanya klausula-

klausula baku dalam pembelian barang tidak terlalu jelas untuk dimengerti oleh

konsumen, perjanjian jual-beli yang tidak dipedulikan oleh kedua belah pihak namun

yang sering terjadi adalah konsumen yang tidak teliti dalam membaca ketentuan-

ketentuan yang ditawarkan penjual/pelaku usaha.

Adapun tugas dan wewenang BPSK sebagaimana yang termuat dalam Pasal 52

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU

Perlindungan Konsumen) menyatakan bahwa pelaksanaan tugas dan wewenang

BPSK yaitu :

a. Melaksanakan penanganan dan peneyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi dan arbitrase;

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;d. Melaporkan kepada penyidik umum jika terjadi pelanggaran Undang-undang

Perlindungan Konsumen;

28

e. Menerima pengaduan tertulis maupun tidak dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;g. Memanggil pelaku usaha uang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap

perlindungan konsumen;h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi akhli dan/atau setiap orang yang

diduga mengetahui pelanggaran Undang-undang Perlindungan Konsumen;i. Meminta bantuan kepada penyidik untuk menghadirkan saksi, saksi akhli atau

setiap orang pada butir g dan butir h yan g tidak bersedia memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK);

j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan / atau pemeriksaan;

k. Memutuskan dan menetapkan ada tidaknya kerugian dipihak konsumen;l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen;m. Menjatuhkan sanksi administrasi kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan

Undang –Undang Perlindungan Konsumen.

Adapun dalam kelembagaan BPSK :

a. Legalitas Pembentukan

Pasal 49 ayat (1) jo. Keppres No.90/2001, Untuk Pertama kali dibentuk disepuluh

kota di Indonesia( Medan, Palembang, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Bandung,

Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang dan Makasar).

b. Kedudukan

Tiap-tiap Dati II, Pasal 49 ayat (1) UUPK, Pemerintah membentuk Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen diluar pengadilan, sejak Tahun 2004, BPSK

Kota Bandung, telah memiliki gedung sendiri, yang terletak di Jl. Mataraman

No.17 Bandung Telepon 022-7308147, Bantuan dari Bapak Walikota Bandung

(H. Dada Rosada, SH, Msi)

c. Keanggotaan

29

Anggota BPSK terdiri dari 3 (tiga) unsur : Pemerintah, Pelaku Usaha dan

Konsumen, Anggota dari setiap unsur, berjumlah sedikitnya 3 orang dan

maksimal 5 orang. Tugas-tugas BPSK, dibantu oleh Sekretariat BPSK dari unsur

PNS, yang terdiri dari, Kepala Sekretariat dan anggotanya, yang pengangkatan

dan pemberhentiannya ditetapkan oleh Menteri.

Mekanisme Peneyelesaian Sengketa

1. Pra- Sidang

a. Proses pada masa pra sidang :

1) Pemanggilan kepada para pihak untuk melakukan Pra Sidang dilakukan

oleh ketua BPSK.

2) Panggilan kepada para pihak harus disampaikan secara langsung baik

oleh sekretariat ataupun utusan untuk itu dan harus diterima langsung

oleh para pihak yang bersangkutan.

3) Nomor Surat Panggilan;

Hari, tanggal, tahun panggilan tersebut diserahkan;

Identitas dan kedudukan para pihak yang berperkara;

Kepentingan dipanggil;

Hari,tanggal,tahun panggilan tersebut harus dipenuhi;

Surat, bukti yang harus dibawa pada saat memenuhi panggilan;

Nama, tandatangan pihak yang memanggil;

Nama tandatangan Format pemanggilan berisi tentang :

30

pihak yang menyerahkan.

4) Pelaku usaha yang dipanggil selaku tergugat dapat memberi kuasa atau

memberi tugas kepada karyawan yang bertugas di bagian hukum.

5) Dalam hal Pelaku Usaha tidak memenuhi panggilan maka ketua BPSK

dapat meminta bantuan penyidik untuk menghadirkannya.

6) Dalam hal Pelaku usaha tidak memenuhi panggilan setelah dipanggil

secara patut, maka Ketua BPSK dapat melaporkannya kepada penyidik

untuk mendapatkan pengusutan adanya dugaan pelanggaran terhadap

peraturan perlindungan konsumen.

7) Apabila para pihak yang dipanggil pada masa pra sidang datang

menghadap, Ketua BPSK atau anggota yang ditunjuk akan memeriksa

dan mencatat pilihan forum dan pilihan cara penyelesaian sengketa yang

disepakati para pihak.

8) Apabila dalam Pra Sidang tidak terjadi kesepakatan pemilihan forum

dan pilihan cara penyelesaian sengketa, maka persidangan tidak bisa

dilanjutkan dan untuk itu Ketua BPSK membuat surat keterangan

tentang tidak terjadinya kesepakatan tersebut.

b. Proses Persidangan

1. Penunjukan Panitera dan Pembentukan Majelis

a. Penunjukan Panitera dilakukan oleh Ketua BPSK setelah berkas

perkara diterima Ketua BPSK.

31

b. Pembentukan Majelis dalam acara Konsiliasi dan Mediasi dilakukan

oleh ketua BPSK setelah para pihak hadir dalam acara Pra Sidang

dan memilih penyelesaian dengan cara Konsiliasi atau Mediasi.

c. Pembentukan Majelis dalam acara Arbitrasi dilakukan setelah para

pihak hadir dalam acara pra sidang, para pihak memilih arbiter

masing-masing dan selanjutnya Arbiter yang dipilih para pihak, akan

memilih Arbiter dari unsur pemerintah, yang akan bertindak sebagai

ketua Majelis.

2. Pemanggilan Para Pihak

Pemanggilan kepada para pihak untuk hadir dalam sidang dilakukan

oleh panitera atas perintah ketua Majelis.

Metode Persidangan :

1. Cara Mediasi :

(a) Dalam sidang pertama, Majelis mempersilahkan para pihak untuk melakukan

negosiasi dalam mencari solusi atas sengketa yang dihadapi.

(b) Majelis berupaya membantu para pihak untuk memberikan alternatif

penyelesaian sengketa yang dihadapi para pihak berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

(c) Apabila tercapai kesepakatan di antara para pihak dalam penyelesaian

sengketa, maka hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam keputusan

32

BPSK. Yang ditandatangani oleh para pihak, ketua dan anggota majelis serta

panitera.

(d) Apabila tidak tercapai kesepakatan diantara para pihak dalam penyelesaian

sengketa, maka ketua Majelis mengeluarkan Surat Keputusan yang

menyatakan bahwa para pihak telah sepakat untuk tidak sepakat terhadap hasil

penyelesaian sengketa.

3. Cara Konsiliasi

(a) Dalam sidang pertama, Majelis mempersilahkan para pihak untuk

melakukan negosiasi dalam mencari solusi atas sengketa yang dihadapi.

(b) Majelis berupaya mengarahkan para pihak untuk mencari dan menentukan

alternatif penyelesaian sengketa yang dihadapi para pihak.

(c) Apabila tercapai kesepakatan di antara para pihak dalam penyelesaian

sengketa, maka hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam keputusan

BPSK. Yang ditandatangani oleh para pihak, ketua dan anggota majelis serta

panitera.

(d) Apabila tidak tercapai kesepakatan diantara para pihak dalam penyelesaian

sengketa, maka ketua Majelis mengeluarkan Surat Keputusan yang

menyatakan bahwa para pihak telah sepakat untuk tidak sepakat terhadap hasil

penyelesaian sengketa.

4. Cara Arbitrase

(a) Dalam sidang pertama, Majelis akan berusaha untuk mendamaikan para pihak

yang bersengketa

33

(b) Apabila upaya perdamaian tersebut berhasil, maka Majelis akan

mengeluarkan putusan perdamaian.

(c) Putusan Perdamaian bersifat final dan mengikat.

(d) Apabila upaya perdamaian tidak berhasil, Maka majelis akan melanjutkan

persidangan untuk memutuskan sengketa tersebut.

(e) Putusan Majelis bersifat final dan mengikat.

Mengenai kegiatan kerja praktek di instansi yang terkait yaitu dalam hal ini adalah

BPSK antara lain adalah mengenali terlebih dahulu isi dan maksud dari UU

Perlindungan Konsumen, menganalisis pasal demi pasal yang terdapat dalam UU

Perlindungan Konsumen, memepelajari teori-teori hukum perlindungan konsumen,

kemudian mengikuti acara peradilan yang berlangsung dalam BPSK. Sebagai

mahasiswa yang praktek kerja lapangan di BPSK menempati posisi sebagai asisten

sekretaris yang bekerja mencatat perkara yang masuk dan mengikuti pra sidang dan

persidangan yang berlangsung.

Di persidangan BPSK mengenal istilah pra sidang, sidang I, sidang II, hingga sidang

III. Perkara konsumen yang diikuti penuh oleh penulis adalah perkara konsumen

nasabah Bank Mandiri mengenai pembobolan ATM, perkara ini mengambil jenis

persidangan mediasi, dimana majelis hanyalah sebuah fasilitator untuk mengambil

jalan penyelesaian sengketa. Sedangkan perkara-perkara lain yang diikuti oleh

penulis antara lain mengenai sengketa konsumen PT. Cipta Karya dengan konsumen

34

bernama Ibu Puspitawati melalui metode arbitrase dan pra sidang PT. Potencial

dengan konsumen bernama Bapak Budi, pra sidang sengketa konsumen Blue Top

dengan konsumen bernama Bapak Andi S. Selain itu, pekerjaan lainnya yaitu

mencatat nomor perkara yang masuk ke dalam daftar persidangan.

BAB IV

ANALISA

A. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen.

35

Pada tanggal 13 Oktober 2008, para pelaku di dalam sengketa konsumen

pembobolan ATM Bank Mandiri di undang oleh BPSK untuk mengikuti acara

pra sidang yang menetapkan Bank Mandiri yang diwakili oleh karyawannya di

bagian legal yaitu Bapak Amin dan Bapak Budito selaku kuasa hukum dari Bank

Mandiri selanjutnya disebut pelaku usaha, kemudian Ibu Hj. Yayah beserta

pendampingnya dalam pra sidang ini didampingi oleh Ibu Eti Mulyati adik

kandung dan selaku kuasa hukum selanjutnya disebut konsumen. Mereka semua

dikumpulkan oleh BPSK dengan majelis yang dipimpin oleh Bapak Dedi

menjelaskan secara rinci proses persidangan yang akan dilalui sesuai dengan

Pasal 55 dan Pasal 56 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen), dimana pada Pasal 55

menyebutkan ”Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan

putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah

gugatan diterima”, dapat dikatakan proses pra sidang ini adalah konsulidasi bagi

para pihak yang terkait agar tidak salah dalam memahami maupun menjalankan

proses persidangan.

Dalam hal ini para pihak baik konsumen maupun pelaku usaha ditawarkan untuk

mengambil proses persidangan yang menurut kedua belah pihak dirasa efektik

dan efisien. Oleh karena itu dalam hal ini majelis menawarkan tiga metode dalam

persidangan BPSK kepada para pihak, yaitu konsiliasi, mediasi, dan arbitrase.

36

Pada tahap ini, konsumen memilih metode mediasi namun pelaku usaha sepakat

untuk mengambil jalur hukum yaitu mengajukannya ke pengadilan negeri namun

majelis menjelaskan bahwa pelaku usaha harus mengikuti prosedur yang telah

diputuskan oleh konsumen maka dari itu kedua belah pihak sepakat untuk

mengambil metode mediasi melalui BPSK. Para pihak terutama khususnya

konsumen mengambil metode mediasi dikarenakan metode ini mengutamakan

prosedur musyawarah lebih kekeluargaan dan majelis hanya berperan sebagai

mediator dalam metode ini sedangkan yang berperan aktif tetaplah para pihak

yang bersangkutan. Dalam proses persidangan BPSK pelaku usaha dalam hal ini

yang berusaha untuk membuktikan dan menghadirkan bukti-bukti dan/atau saksi

yang menurut pelaku usaha dapat membuktikan bahwa pelaku usaha tidak

bersalah.

Proses persidangan tahap pertama, konsumen mengutarakan keluhannya secara

langsung kepada pelaku usaha bahwasannya pengambilan uang melalui ATM

adalah pembobolan dikarenakan konsumen tidak merasa mengambil uang pada

tanggal tersebut dikarenakan pada saat itu konsumen sedang terbaring sakit

ditambah lagi lokasi dari pengambilan uang tersebut yaitu Metro Bandung adalah

area yang tidak terjangkau oleh konsumen atau jauh dari tempat tinggal dan

konsumen belum sama sekali mengambil uang melalui ATM di area tersebut.

Kemudian dalam proses ini pelaku usaha memberikan print out yang

menunjukan lokasi pengambilan uang melalui ATM yang dilakukan konsumen.

37

Hasil print out tersebut membuktikan bahwa konsumen hanya melakukan

pengambilan uang di Metro Bandung pada saat pembobolan uang tersebut

terjadi. Konsumen meminta pelaku usaha untuk membuktikan print out

pengambilan uang tersebut namun pelaku usaha berdalih bahwasannya

pengambilan uang secara digital tidak bisa di tunjjukan dalam pengadilan

dikarenakan hal ini adalah termasuk rahasia Bank. Namun majelis memberikan

kelonggoran terhadap pelaku usaha untuk tidak menunjukan hasil print out

pengambilan uang kepada pengadilan namun majelis menegaskan bahwa apabila

pelaku usaha tidak dapat melakukannya maka posisi pelaku usaha terancam

untuk kalah dalam proses persidangan karena bukti digital tersebut adalah satu-

satunya dokumen yang dapat membuktikan bahwa pelaku usaha tidak melakukan

kesalahan. Di mana dalam teori hukum perlindungan konsumen tanggung jawab

produsen di bidang goods (barang) dan bukan jasa, karena pertanggungjawaban

jasa telah khusus yaitu Proffesional liability yang bersandar pada contractual

liability. Dalam product liability dikenal dua caveat yaitu Caveat Emptor

(konsumen berhati-hati) dan Caveat Venditor (produsen berhati-hati).

Pertanggung jawaban produk ini merupakan tanggungjawab produsen kalau

produknya menimbulkan kerugian dan merupakan tanggung jawab perdata.

Untuk melindungi konsumen terdapat dua ketentuan yaitu hukum publik dan

hukum perdata, di mana dalam hukum perdata terdiri dari hukum perjanjian dan

hukum tentang perbuatan melawan hukum. Hukum perjanjian didalamnya

terdapat tanggung jawab atas dasar kontrak (contractual liability) sedangkan

38

hukum tentang perbuatan melawan hukum atas dasar Tortius liability (tanggung

jawab atas dasar perbuatan melawan hukum). 2

Proses sidang tahap kedua, pelaku usaha dapat membawa bukti digital berupa

print out pengambilan berupa:

1. Pada tanggal 2 Agustus 2008, melakukan pengambilan sebesar

Rp.2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) sebanyak dua kali

pengambilan, kemudian

2. Pada tanggal 10 Agustus 2008, melakukan kembali pengambilan sebesar

Rp.2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) sebanyak dua kali

pengambilan.

Pada tahap terakhir ini, konsumen dan pelaku usaha diberi kesempatan untuk

membela diri dan memberi keluhan-keluhannya dengan tempat dan waktu yang

berbeda di muka majelis BPSK. Kemudian mereka kembali dipertemukan dalam

persidangan dan dipersilahkan untuk bermusyawarah. Dalam permusyawarahan

tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa

1. Perbaikan sistem di tempat pengambilan uang melalui ATM di mana

disetiap tempat pengambilan harus disediakan kamera CCTV sebagai

bukti kuat pelaku pembobolan ATM.

2 Handout mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen, Dosen Budi Fitriadi S, S.H, M.H. Tahun 2008.

39

2. Apabila satu hari kasus yang sama seperti yang dialami konsumen maka

pihak pelaku usaha bersedia mengaku salah dan memberikan

kompensasi kepada nasabah yang bersangkutan dan kepada konsumen.

B. Kekuatan Hukum Pembuktian Digital dalam Penyelesaian Konsumen

melalui Proses Mediasi.

Penyelesian Sengketa Konsumen secara Mediasi, meliputi:

1. Pemeriksaan identitas para pihak;

2. Pelaku usaha menyerahkan surat jawaban pada sidang pertama;

3. Pemeriksaan identitas para pihak;

4. Pelaku usaha menyerahkan surat jawaban pada sidang pertama;

5. Majelis aktif pada sidang mediasi (sebagai mediator);

6. Hasil musyawarah berupa perjanjian/kesepakatan tertulis &

ditandatangani para pihak;

7. Putusan majelis berupa pengukuhan kesepakatan/perjanjian

8. Selesai.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dalam proses persidangan BPSK seperti

Pengadilam Negeri pada umumnya dalam hukum positif Indonesia mengakui atas

pembuktian digital. Dalam hal ini ATM termasuk dalam salah satu arsip elektronik

yang dihasilkan oleh sistem informasi elektronik yang telah dilegalisasi atau dijamin

40

oleh para profesional yang berwenang untuk itu, jika tetap berjalan sebagaimana

mestinya, sepanjang tidak dibuktikan lain oleh para pihak, semestinya dapat diterima

sebagaimana layaknya akta autentik, bukan akta di bawah tangan. Bahwa keberadaan

dokumen tersebut semestinya tidak dapat disangkal lagi dan mempunyai kekuatan

hukum yang mengikat bagi para pihak tersebut ditambah dengan kekuatan hukum

dari UNICITRAL yang mengakui adanya dokumen elektronik yang telah

direkomendasi Indonesia.

Selanjutnya, Undang-Undang RI Nomor: 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 1 ayat (4) mengartikan dokumen elektronik

yaitu ”setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, diterima, atau disimpan

dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat

dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik,

termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau

sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki

makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”

sedangkan dalam Pasal 5 pada ayat (1) menyatakan ”Informasi elektronik dan/atau

dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah”

dan dalam Pasal 5 ayat (2) menyatakan ”Informasi elektronik dan/atau dokumen

elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di

Indonesia”. Dengan demikian, hukum acara peradilan yang diatur dalam hukum

41

positif Indonesia secara langsung dan tegas mengakui keberadaan dokumen

elektronik sebagai alat bukti yang sah dan selama dokumen elektronik tersebut

memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU ITE.

Oleh karena itu pihak dalam sengketa konsumen harus mengakui keberadaan bukti

digital tersebut apalagi dalam sengketa ini bukti digital tersebut merupakan kunci dari

penyelesaian sengketa konsumen yang dihadapi yang memakai metode mediasi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Proses penyelesaian sengketa konsumen dalam Badan Penyelesaian Sengketa

(BPSK), konsumen diberi kebebasan untuk memilih cara mana yang dianggap

paling tepat untuk menyelesaikan permasalahan konsumen yang dihadapi,

cara tersebut antara lain:

1) Cara Mediasi;

42

2) Cara Konsiliasi;

3) Cara Arbitrase.

Dalam kenyataannya proses yang selalu dipilih oleh konsumen adalah cara

mediasi, alasan utama konsumen dalam memakai cara mediasi dikarenakan

cara ini lebih mengutamakan kemusyawarahan dalam mengambil kesepakatan

atau keputusan itu sendiri sedangkan majelis hanya sebagai mediator bagi

konsumen dengan pelaku usaha. Ciri khas yang sangat menonjol dalam

penyelesaian sengketa konsumen di BPSK adalah dimana pelaku usaha yang

hanya memberikan bukti-bukti yang terkait dalam pembelaan/alibi dari pelaku

usaha. Dalam kata lain pelaku usaha yang membuktikan bahwasannya dirinya

tidak bersalah.

2. Dalam Hukum Acara di Indonesia diakui adanya alat bukti digital sebagai alat

bukti yang sah di mata pengadilan. Hal ini diperkuat dalam UNICITRAL dan

Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (UU ITE). Oleh karena itu kekuatan hukum pembuktian digital

dalam penyelesaian konsumen melalui proses mediasi dianggap sah dan kuat

adanya selama alat bukti tersebut memenuhi kriteria dalam UNICITRAL dan

dalam UU ITE.

C. Saran

43

1. Pemerintah harus membuat aturan yang tegas secara khusus mengenai tata

cara pengajuan Fiat eksekusi ke Pengadilan Negeri belum diatur; penetapan

sanksi administrasi belum diatur; pedoman pengawasan, pencantuman

klausula baku belum diatur; biaya pendaftaran dan persidangan belum diatur;

tugas dan wewenang Kepala Sekretariat dan anggota belum diatur, kecuali

panitera; pemanggilan dan/atau penyidikan oleh Polri terhadap pihak-pihak

yang tidak bersedia datang atau tidak melaksanakan putusan, belum diatur;

Protokoler BPSK belum diatur; dan belum optimalnya sosialisasi keberadaan

BPSK. Peraturan tersebut baiknya diatur secara tertulis dalam bentuk Undang-

Undang tentang Tata Cara Hukum Beracara Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen. Karena menurut penulis kekuatan hukumnya agar sama kuatnya

dengan Undang-Undang Acara Peradilan lainnya baik Acara Pidana maupun

Acara Perdata.

2. Perlu adanya sosialisasi agar masyarakat atau konsumen dapat mengetahui

tempat untuk menampung keluhan dan menyelesaikan permasalahan yang

telah mereka hadapi dalam persengketaan dengan pelaku usaha mengenai

perkara sengketa konsumen.

3. Perlu dibuat batasan sebagaimana diatur dalam UNICITRAL dan UU ITE

mengenai alat bukti digital, sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam

penyelesaian sengketa konsumen baik melalui proses arbitrase, konsiliasi, dan

44

mediasi dalam Putusan Pengadilannya bersifat final dan mengikat bagi para

pihak yang terkait, layaknya persidangan dalam Acara Pengadilan Negeri.

DAFTAR PUSTAKA

Sri Wahyuni, Endang. Aspek Hukum Sertifikasi Dan Keterkaitannya Dengan

Perlindungan Konsumen. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

Shofie, Yusuf. Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-Instrumen Hukumnya.

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2004

45

Handout Hukum Perlindungan Konsumen, Dosen Budi Fitriadi S, S.H.,M.H. Tahun

2008, Bandung

UUD 1945

Pembukaan UUD 1945

Pancasila

Undang-Undang RI No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik

Keppres No.90/2001

UNICITRAL Model Law on Eletonoc Commerce With Guide to Enacment 1996,

United Nation: http://www.un.or.at/unicitral/english/texts/electron/mlec.htm.

Dokumen-Dokumen Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.