elderly negligence-baru.pdf
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota
masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan
usia harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7
juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990
jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9
persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa
pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan
pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari
waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data
Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 :
55.30 tahun, pada tahun 1985 : 58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun,
dan tahun 1995 : 60,05 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000).
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap
sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah.
Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah
peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio
dependency). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin
banyak penduduk usia lanjut. Wirakartakusuma dan Anwar (1994)
2
memperkirakan angka ketergantungan usia lanjut pada tahun 1995 adalah
6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995
sebanyak 100 penduduk produktifharus menyokong 7 orang usia lanjut yang
berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk
produktif harus menyokong 9 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke
atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia banyak
mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami
perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada
perubahan yang negatif.
Kondisi yang dialami oleh lansia dengan pertambahan usia dan perubahan-
perubahan kondisi tubuh pada lansia, menyebabkan lansia dikategorikan
dalam kelompok resiko tinggi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
baik perubahan fisiologik maupun psikososial menyebabkan lansia
mengalami kelemaham dan keterbatasan fungsi. Perubahan fungsi fisiologik
berupa keterbatasan, kelemahan dan ketergantungan akan mempengaruhi
kondisi psikososial lansia berupa gangguan atau perubahan fungsi
psikososial. Perubahan fungsi psikososial pada lansia akan berdampak
terhadap terjadinya kerusakan fungsi psikososial pada lansia. Kerusakan
fungsi psikososial menjadi faktor resiko bagi lansia.
Kerusakan fungsi psikososial pada lansia menjadi faktor resiko terhadap
kejadian pengabaian pada lansia. Kerusakan fungsi psikososial dipicu oleh
adanaya faktor resiko seperti adanya kerusakan fungsi kognitif yang
menyebakan demensia, ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,
3
kurangnya kontak sosial, membuat lansia beresiko mendapatkan perlakuan
pengabaian (Miller, 1995). Adanya kerusakan fungsi psikososial yang
dialami oleh lansia berdampak pada perlakuan yang akan diterima lansia dari
masyarakat maupun keluarga.
Pengabaian merupakan kondisi yang berhubungan dengan kegagalan pemberi
perawatan dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh lansia baik itu
pemenuhan kebutuhan fisik maupun pemenuhan kebutuhan kesehatan mental
pada individu lansia (Stanhope & Lancaster, 2004). Perilaku pengabaian yang
terjadi pada lansia dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang dipicu
oleh ketidakmampuan lansia memenuhi kebutuhannya sendiri akibat
keterbatasan yang dialami.
Kejadian pengabaian pada lansia memberikan gambaran bahwa dukungan
keluarga terhadap penurunan fungsi yang dialami oleh lansia belum optimal.
Diperkirakan angka kejadian salah perlakuan pada lansia yaitu perlakuan
pengabaian mengalami peningkatan setiap tahunnya dan diperkirakan angka
terus meningkat sampai tahun 2020 (Meiner & Loueckonette, 2006).
Penelitian oleh Manthorpe dan Biggs (2007) yang melakukan pengukuran
dari Maret 2006 sampai September 2006 menyatakan bahwa terjadi
peningkatan kejadian perlakuan pengabaian pada lansia dari 2,6% menjadi
4% nilai peningkatan sebesar 1,1% adalah perlakuan pengabaian dan 0,3%
adalah perlakuan salah lainnya. Bila dihitung sesuai proporsi peningkatan,
kejadian perlakuan pengabaian adalah sebesar 78,5% dan jenis perlakuan
lainnya.
4
Pada laporan Administration on Aging tahun 1998, kasus kejadian
pengabaian ataupun bentuk kekerasan lainnya pada lansia di Amerika yaitu
perlakuan pengabain sebesar 49% kekerasan emosional sebesar 26% dan
lansia ditinggalkan sebesar 3% (Meiner & Lueckonette, 2006). Dari bentuk
kekerasan dan pengabaian pada lansia, kejadian pengabaian menempati posisi
dengan kejadian terbanyak. Pelaku dari kejadian pengabaian tersebut adalah
orang terdekat lansia (Allender & Spradley, 2005).
Penganiayaan dan pengabaian lansia adalah masalah yang telah meningkat
secara nasional (Larsen, 1989) dan hanya baru-baru ini saja diteliti (Gelles,
2000; Steinmetz, 1987). Diperkirakan lebih dari dua juta lansia dianiaya
setiap tahunnya di Ameriak Serikat (Lynch, 1997).
Wallace (1996) mendefenisikan penganiayaan lansia sebagai “tingkah laku
yang menyebabkan pengabaian, bahaya, atau cidera fisik, psikososial, atau
material pada lansia. Satu studi mengenai penganiayaan lansia, yang
dialakukan oleh Steinmetz (1987), menjelaskan keadaan yang menyebabkan
terjadinya penganiayaan lansia. Sembilan puluh persen sampelnya adalah
orang yang berusia 70 tahun atau lebih dan 85% mengalami penurunan fungsi
fisik. Semua lansia tinggal bersama satu dari anak mereka. Anggota keluarga
(anak dan pasangan) yang mengasuh anggota lansia yang sakit/cacat dan
menngalami tingkat stres yang lebih tinggi cenderung terlibat penganiayaan
lansia. Selainitu, pemberi asuhan menganggap tugas pemberian asuhan
sebagai hal yang penuh stress lebih cenderung terlibat dalam penganiayaan
lansia (Pagelow, 1984; Steinmetz, 1987).
5
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan keluarga rentan/resiko elderly
negligence
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi faktor rentan/resiko keluarga dengan elderly
negligence
b. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang mungkin terjadi pada
keluarga rentan/resiko elderly negligence
c. Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada keluarga
rentan/resiko elderly negligence
6
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
Pada bab ini akan membahas tinjauan teoretis tentang konsep elderly
negligence dan keluarga.
A. Elderly Negligence
1. Elderly (Lansia)
a. Pengertian lansia
Usia lanjut atau lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur
lainnya (Depkes, 2005). Darmojo dan Martono (1994) dalam
Nugroho (2008) mendefinisikan menua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
b. Teori proses menua
Proses menua terjadi pada setiap diri individu tanpa terkecuali dan
berlangsung secara terus menerus dan alamiah. Potter & Perry
(2005) menjelaskan teori-teori proses menua sebagai berikut:
1) Teori biologis
a) Teori radikal bebas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan
kerusakan irevisibel akibat senyawa pengoksidan. Radikal
7
bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan
bagian molekul yang sangat reaktif. Molekul ini
mempunyai ekstraseluler muatan yang sangat kuat dan
dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah
bentuk dan sifatnya. Molekul ini dapat juga bereaksi
dengan lipid yang ada dalam membran sel, mempengaruhi
permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan organel sel
lainya.
b) Teori cross-linkage
Teori ini dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul
kolegen dan elastin, komponen jaringan ikat, membentuk
senyawa dan yang lama meningkatkan rigiditas, cross-
linkage diperkirakan akibat reaksi kimia yang
menimbulkan senyawa antara molekul-molekul yang
normalnya terpisah.
c) Teori imunologis
Teori ini mengambarkan suatu kemunduran dalam sistem
imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika seseorang
telah bertambah menjadi tua, pertahanan daya tahan tubuh
mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan,
sehingga menyebabkan mereka rentan terhadap penyakit
seperti kanker, dan infeksi. Seiring dengan berkurangnya
fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respon
8
autoimun tubuh. Ketika orang mengalami proses penuaan
mereka mungkin mengalami penyakit auto imun yaitu
penyakit dimana sistem kekebalan tubuh telah salah dalam
mengidentifiksi benda asing, sel jaringan atau organ tubuh
manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga
dirusak oleh antibody, seperti penyakit arthritis rematoid.
d) Teori wear and tear
Teori ini mengatakan bahwa manusia diibaratkan seperti
sebuah mesin, sehingga perlu adanya perawatan, dan proses
dari penuaan merupakan hasil dari penggunaanya.
e) Teori riwayat lingkungan
Menurut teori ini faktor-faktor dalam lingkungan misalnya
karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma dan
infeksi dapat membawa perubahan dalam proses penuuan.
Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat
penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak
sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam proses
penuaan.
2) Teori sosial
a) Teori pembebasan
Salah satu teori sosial yang berkenaan dengan proses
penuaan adalah teori pembebasan (disengagement theory).
Teori tersebut menerangkan bahwa perubahan usia
9
seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri
dari kehidupan sosialnya atau mengambarkan proes
penarikan diri. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
dari lansia menjadi menurun, baik secara kualitatif dan
kuantitatif sehingga terjadi kehilangan ganda yaitu: (1)
kehilangan peran, (2) hambatan kontrol sosial, dan (3)
berkurangnya komitmen.
b) Teori aktifitas
Lawan langsung dari teori pembebasan (disengagement
theory) adalah teori aktifitas penuaan, yang berpendapat
bahwa jalan menuju penuaan yang berhasil atau sukses
dengan cara tetap aktif dan ikut banyak berpartisipasi dalam
kegiatan sosial di lingkungan. Havighurst yang pertama kali
menulis tentang pentingnya tetap aktif secara sosial sebagai
alat untuk penyesuaian diri yang sehat untuk usia lanjut
pada tahun 1952. Sejak saat itu, berbagai penelitian telah
memvalidasi hubungan positif antara mempertahankan
interaksi yang penuh arti dengan orang lain dan
kesejahteraan fisik dan mental orang tersebut. Kesempatan
untuk turut berperan dengan cara yang penuh arti bagi
kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya adalah
suatu komponen kesejahteraan yang sangat penting bagi
kehidupan usia lanjut. Penelitian menunjukan bahwa
10
hilangnya fungsi peran pada usia lanjut secara negatif
mempengaruhi kepuasaan hidup. Selain itu, penelitian
terbaru menunjukan pentingnya aktivitas mental dan fisik
yang berkesinambungan untuk mencegah terjadinya
kehilangan dan pemeliharaan kesehatan sepanjang masa
kehidupan manusia.
c) Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam
siklus kehidupan usia lanjut. Dengan demikian pengalaman
hidup seorang usia lanjut pada suatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat menjadi seorang usia lanjut.
Pokok- pokok dari teori kesinambungan adalah: (1) Usia
lanjut tidak disarankan untuk melepaskan peran atau harus
aktif dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada
pengalaman usia lanjut tersebut di masa lalu, dipilih peran
apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan, (2) Peran
usia lanjut yang hilang tak perlu diganti. (3) Usia lanjut
dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi.
3) Teori psikologi
a) Hirarki maslow
Motivasi manusia dapat dilihat dari hirarki kebutuhan pada
titik kritis pertumbuhan dan perkembangan pada semua
11
manusia. Individu dilihat pada partisipasinya aktif dalam
hidup sampai aktualisasi diri.
b) Jung’s theory of individualism
Perkembangannya dilihat sampai dewasa dengan realisasi
tujuan perkembangan kepribadian. Pada beberapa individu
akan mentrans formasikan kepada hal-hal spiritual.
c) Selective optimalization with compensation
Kemampuan fisik dikurangi oleh umur. Individu dengan
yang berhasil pada usianya akan mengkompensasi
kekurangan dengan seleksi, optimasi, dan kompensasi.
d) Erikson’s eight stage of life
Setiap orang mengalami suatu tahap perkembangan selama
hidupnya. Pada beberapa tahap akan ada kritis tujuan yang
mengintegrasikan kematangan fisik dengan keinginan
psikologinya. Pada beberapa tahap orang berhasil
mengatasi krisis tersebut. Keberhasilan tersebut akan
membantu perkembangan pada tahap selanjutnya. Individu
ingin selalu memperoleh peluang untuk bekerja kembali
sesuai perasaannya untuk mencapai kesuksesannya.
c. Batasan Umur Lansia
Batasan umur lansia dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
pendapat ahli seperti dikutip oleh Nugroho (2000) dalam Efendi dan
Makhfudli (2009) adalah sebagai berikut:
12
1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1
Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”
2) World Health Organization (WHO)
Menurut WHO, usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria
berikut: usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut
usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90
tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun
3) Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad
Masa lanjut usia (senium): 65 tahun ke atas
4) Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)
Lansia merupakan lanjutan dari usia dewasa yaitu fase senium
ialah 65 tahun hingga tutup usia
5) Prof. Koesoemoto Setyonegoro
Masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa
lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan
umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very
old (> 80 tahun)
d. Karakteristik Lansia
Menurut Hurlock (2004) lansia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Lansia merupakan periode kemunduran
13
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada
psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia.
2) Lansia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai
akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek
terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu seperti: lansia lebih
senang mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan
pendapat orang lain.
3) Lansia membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran
pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri
bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
4) Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat lansia
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia
lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk karena
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia
menjadi buruk.
14
e. Kelompok Lansia
Depkes RI (2003) mengelompokkan lansia dalam lima kategori,
adalah: pralansia (prasenilis/virilitas) yaitu seseorang yang berusia
antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang masih mampu
melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan
barang dan/atau jasa, dan lansia tidak potensial ialah lansia yang
tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain.
f. Masalah Kesehatan Dalam Kehidupan Lansia
Lansia mengalami perubahan dalam kehidupannya sehingga
menimbulkan beberapa masalah dalam kehidupannya. Hurlock
(2004) menjelaskan maslah lansia dalam kehidupannya, antara lain:
1) Masalah fisik
Permasalahan yang hadapi oleh lansia dengan masalah
pekembangan fisik yang mulai melemah, diantaranya seringnya
terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang
cukup berat, indra pengelihatan yang mulai kabur serta daya
tahan tubuh yang menurun.
15
2) Masalah kognitif (Intelektual)
Permasalahan yang hadapi oleh lansia yang terkait dengan
masalah pekembangan kognitif, ini dapat disimpulkan bahwa
pada lansia mulai melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal
(pikun) dan sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat di
sekitar.
3) Masalah emosional
Permasalahan yang hadapi oleh lansia yang terkait dengan
masalah pekembangan emosional, adalah rasa ingin berkumpul
dengan keluarga sangat kuat. Sering marah apabila ada sesuatu
yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stress
akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.
4) Perkembangan Spiritual
Permasalahan yang hadapi oleh lansia yang terkait dengan
masalah pekembangan spiritual, adalah kesulitan untuk
menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai menurun,
merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya
belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika menemui
permasalahan yang cukup serius.
2. Elderly Negligence
a. Ruang lingkup elderly negligence
Elder neglect merupakan salah satu tipe abuse pada lansia dimana
abuse pada lansia merupakan salah satu dimensi dalam family
16
violence. Fishwick, Parker, & Campbell dalam Stuart & Laraia
(2005) menjelaskan pengertian family violent adalah berbagai
perilaku berbahaya yang terjadi diantara keluarga dan anggota
keluarga lainnya. Hal ini termasuk abuse fisik dan emosional pada
anak, neglect pada anak, abuse diantara pasangan suami-istri,
pemerkosaan dalam pemerkosaan pasangan suami-istri, dan elder
abuse.
Elder Abuse adalah penganiayaan (mistreatment) atau eksploitasi
lansia meliputi neglect, abuse fisik, seksual, emosional, atau
keuangan (Allender, Rector, & Warner, 2010). Menurut National
Aging Information Center (NAIC; 1998) dalam Anderson &
McFarlane (2004), ada tiga kategori dasar pada elder abuse, yaitu:
domestic elder abuse, institutional abuse, dan self-neglect.
b. Pengertian elder neglect
Elder neglect pada glosarium penyelenggaraan kesejahteraan sosial
Kemensos RI dapat diartikan dengan ketelantaran yaitu:
pengabaian/penelantaran anak-anak dan orang lanjut usia karena
berbagai sebab atau kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan fisik,
psikis, dan sosial secara wajar yang disebabkan oleh
ketidakmampuan sosial, ekonomi, dan pengabaian terhadap tugas
dan tanggung jawab. kegagalan untuk menyediakan perawatan fisik
dan mental pada lansia.
17
c. Tipe elder neglect
Empat tipe elder neglect secara umum dapat dijelaskan menurut
GBMC (2014) sebagai berikut:
1) Self neglect
Self neglect dikarakteristikan sebagai perilaku seorang lansia
yang mengancam kesehatan dan keselamatannya.
2) Financial/Material neglect
Kegagalan untuk menggunakan dana yang tersedia dan sumber-
sumber yang diperlukan untuk kelangsungan hidup atau
mengembalikan kesehatan dan kesejahteraan lansia.
3) Psychological neglect
Kegagalan untuk memberikan lansia yang tergantung dengan
stimulasi sosial.
4) Physical neglect
Kegagalan pengasuh untuk menyediakan barang atau jasa yang
diperlukan untuk fungsi yang optimal atau untuk menghindari
bahaya.
Neglect dapat dimanifestasikan oleh kebersihan kurang, kerusakan
kulit, malnutrisi, dehidrasi, atau resep obat dengan dosis kurang atau
berlebih (Fishwick, Parker, & Campbell dalam Stuart & Laraia
(2005).
18
d. Indikator elder neglect
Lansia yang mengalami elder neglect biasanya tidak terlaporkan dan
dirahsiakan. Anne dan Duggan (1998) menjelaskan indikator
pengabaian pada lansia sebagai berikut:
1) Lansia dibiarkan bekerja berat, dehidrasi, malnutrisi
2) Memakai pakaian tidak pantas, lansia terlihat kotor
3) Kebutuhan medis tidak terpenuhi, terpapar dengan berbagai
bahaya atau infeksi penyakit
4) Terpapar dengan berbagai bahaya atau infeksi penyakit
5) Tidak adanya pemberian alat bantu yang dibutuhkan, seperti:
gelas, gigi palsu
6) Terdapat luka yang cukup parah di bagian tubuh tertentu
e. Karakteristik abuser dan lansia rentan/resiko abuse & neglect
Berikut ini gambaran karakteristik pelaku dan korban rentan/resiko
elder abuse & neglect dari berbagai sumber, seperti dibawah ini:
19
Tabel 2.1: Karakteristik Pelaku & Korban Rentan/Resiko Elder Abuse & Neglect
Anderson &
McFarlane
(2004)
Fishwick,
Parker, &
Campbell
dalam Stuart
& Laraia
(2005)
Menzey (2001)
dalam Allender,
Rector, & Warner
(2010)
Miller (2004)
dikutip oleh
Stevenson &
Pappas dalam
Nies &
McEwen
(2007)
Pelaku Bukan
orang asing
(seseorang
yang
dipercaya)
Aggota
keluarga
lansia.
Memiliki
masalah
mental dan
emosional,
Penyalahgu
naan zat.
Isolasi sosial &
patologi
Ketergantungan
emosi & finansial
pada korban
Penggunaan
alkohol
Laki-laki: abuse
fisik
Perempuan
(Pengasuh):
neglect fisik & psikkologi
Korban Lemah
Tergantung
Wanita
dengan usia
lebih dari 70
tahun
Riwayat
abusive.
Isolasi
sosial,
Kerusakan
kognitif,
Tergantung
dengan
orang lain
dalam
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari.
Dementia &
gangguan
kesehatan
Kerusakan
kognitif
Lansia dengan
perawatan oleh
pengasuh
Lansia dengan
kondisi kesehatan
buruk (self-
neglect)
Wanita
dengan usia
lebih 70 tahun
Kesehatan
mental & fisik
terganggu
Tergantung
dengan orang
lain untuk
dukungan
fisik &
keuangan Lansia
bingung &
depresi
B. Keluarga
1. Pengertian keluarga
Keluarga dapat didefinisikan sebagai kekeluargaan/pertalian keluarga
(kinship), menurut Con & Stuart dalam Stuart & Laraia (2005) keluarga
20
adalah kumpulan individu yang dihubungkan oleh pernikahan atau yang
setara atau kedudukan sebagai orang tua. Menurut Friedman, Bowden, &
Jones (2003 ) menjelaskan bahwa keluarga adalah dua atau lebih orang
yang tergabung bersama oleh ikatan keterlibatan emosi dan kedekatan
dan yang mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari suatu
keluarga. Kedua definisi tentang keluarga diatas dapat penulis rangkum
menjadi kumpulan orang dihubungkan oleh perkawinan dan emosional
sehingga sepakat membentuk sebuah keluarga.
2. Dimensi Status Orang Tua
Dimensi status orang tua dapat digunakan untuk menjelaskan keluarga
pada masyarakat saat ini dan area kerja klinik (Con & Stuart dalam Stuart
& Laraia, 2005)), seperti dibawah ini:
a. Biologis
1) Kedua orang tua berhubungan secara biologis terhadap anak
2) Satu orang tua berhubungan secara biologis terhadap anak
(keluarga lesbian, inseminasi buatan, orang tua wali, dan
keluarga campuran)
3) Kedua orang tua tidak ada hubungan secara biologis terhadap
anak (adopsi)
4) Secara biologis berhubungan dengan eyang/embah untuk
memenuhi peran orang tua
21
b. Status perkawinan
1) Single parent: (anak dari seksual, inseminasi, adopsi, atau anak
hasil perceraiain)
2) Married parents: (kedua orang tua secara biologis, satu orang
tua biologis dan satu orang tua tiri, orang tua adopsi)
3) Cohabiting parent (tinggal bersama sebagai suami isteri):
(heteroseksual dan gay/lesbian)
c. Orientasi seksual
1) Heteroseksual
2) Gay/lesbian
d. Peran gender/status pekerjaan
1) Tradisional
2) Non tradisional
3. Tipe Keluarga
Menurut Sussman (1974) dan Maclin (1988) dalam Efendi dan
Machfudli (2009) Pembagian tipe keluarga adalah sebagai berikut:
a. Keluarga tradisional
1) Keluarga inti: keluarga yang terdiri dari atas ayah, ibu, dan anak
2) Pasangan inti: keluarga yang terdiri atas suami dan istri saja
3) Keluarga dengan orang tua tunggal: satu orang sebagai kepala
keluarga, biasanya sebagai akibat dari perceraian
4) Lajang yang tinggal sendirian.
5) Keluarga besar yang mencakup tiga generasi
22
6) Pasangan usia pertengahan atau pasangan lanjut usia
7) Jaringan keluarga besar
b. Keluarga non tradisional
1) Pasangan yang memiliki anak tanpa menikah
2) Pasangan yang hidup bersama tanpa menikah
3) Keluarga homoseksual (gay/ lesbian)
4) Keluarga komuni: keluarga dengan lebih dari satu pasangan
monogami dengan anak-anak secara bersamam-sama
menggunakan fasiltas serta sumber-sumber yang ada
4. Struktur Keluarga
Parad & Caplan (1965) dalam Friedman (2003) menjelaskan struktur
keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan
fungsi keluarga di masyarakat, antara lain:
a. Struktur peran keluarga
Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam
keluarga sendiri dan perannya di lingkungan masyarakat atau peran
formal dan informal.
b. Nilai dan norma keluarga
Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh
keluarga, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.
c. Pola komunikasi keluarga
23
Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah dengan
ibu, orang tua dengan anak, anak dengan anak, dan anggota keluarga
lain dengan keluarga inti.
d. Struktur kekuatan keluarga
Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk
mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah
perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.
5. Fungsi Keluarga
Lima fungsi keluarga menurut Friedman (1998) dalam Efendi dan
Makhfudli (2009) adalah sebagai berikut:
a. Fungsi afektif/affective function
Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, merupakan basis
kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif
tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota
keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang
positif, perasaan memiliki, perasaan yang berarti dan merupakan
sumber kasih sayang dan reinforcement.
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi
Fungsi ini sebagai tempat untuk melatih anak dan mengembangkan
kemampuannya untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.
Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui
24
interaksi atau hubungan antara anggota keluarga yang ditujukan
dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar tentang disiplin, norma-
norma, budaya, dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam
keluarga.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan dan menambah
sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana
maka fungsi ini sedikit terkontrol. Di sisi lain, banyak kelahiran
yang tidak diharapkan atau di luar ikatan perkawinan sehingga
lahirlah keluarga baru dengan satu orang tua.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan tempat
mengembangkan kemampuan individu untuk meningkatkan
penghasilan dan memenuhi kebutuhan keluarga seperti makan,
minum, pakaian. Fungsi ini sukar dipenuhi oleh keluarga di bawah
garis kemiskinan.
e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan
Fungsi ini untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar
tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Kemampuan keluarga
dalam memberikan perawatan kesehatan mempengaruhi status
kesehatan keluaga. Bagi tenaga kesehatan keluarga yang
professional, fungsi perawatan kesehatan merupakan pertimbangan
vital dalam pengkajian keluarga.
25
6. Tugas Kesehatan Keluarga
Tugas kesehatan keluarga menurut Bailon dan Maglaya (1998) dalam
Efendi dan Makhfudli (2009), adalah sebagai berikut:
a. Mengenal masalah kesehatan
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh
diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti
dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan
dana kesehatan habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan
dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga.
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara
tidak langsung menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila
menyadari adanya perubahan keluarga perlu dicatat kapan
terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan berapa besar
perubahnnya. Sejauh mana keluarga mengetahui dan menganal
fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda
dan gejala, faktor penyebab dan yang mempengaruhinya, serta
persepsi keluarga terhadap masalah.
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai
masalah kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji
keadaan keluarga tersebut agar dapat memfasilitasi keluarga dalam
membuat keputusan. Berikut ini hal-hal yang harus dikaji oleh
perawat sebagai berikut:
26
1) Sejauhmana kemampuan keluarga mengerti mengani sifat dan
luasnya masalah
2) Apakah keluarga merasakan adanya masalah kesehatan
3) Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang
dialami
4) Apakah keluarga merasa takut akan akibat penyakit
5) Apakah keluarga mempunyai sikap negative terhadap masalah
kesehatan
6) Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang
ada
7) Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan
8) Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap
tindakan dalam mengatasi masalah
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang
sakit, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1) Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis,
dan perawatannya).
2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan
3) Keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan
4) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga
yang bertanggung jawab, sumber keuangan atau financial,
fasilitas fisik, psikososial).
27
5) Sikap keluarga terhadap yang sakit
d. Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang
sehat
Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah
yang sehat, keluarga harus mengathui hal-hal sebagai berikut:
1) Sumber-sumber keluarga yang dimiliki
2) Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan
3) Pentingnya hygiene sanitasi
4) Upaya pencegahan penyakit
5) Sikap atau padangan keluarga terhadap hygiene sanitasi
6) Kekompakkan antar anggota keluarga
e. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat
Ketika merujuk anggota kaluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga
harus mengetahui hal-hal berikut ini:
1) Keberadaan fasilitas keluarga
2) Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas
kesehatan
3) Tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas
kesehatan
4) Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan
5) Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga
28
7. Tahapan dan Tugas Perkembangan Keluarga
Menurut Carter dan Mc. Goldrik, 1998, Duval dan Miller, 1985 dalam
Friedman (2010), tahapan, tugas perkembangan keluarga pada fase
elderly meliputi:
a. Tahapan perkembangan
Tahap ini dimulai ketika salah satu atau kedua pasangan pensiun,
terus berlangsung ketika salah satu pasangan meninggal dunia, dan
berakhir dengan pasangan lain meninggal.
b. Tugas- tugas perkembangan keluarga:
1) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
2) Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun
3) Mempertahankan hubungan perkawinan
4) Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan
5) Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi
6) Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (riwayat
kehidupan dan integrasi hidup)
c. Masalah- masalah kesehatan:
1) Promosi kesehatan (nutrisi, latihan, pencegahan cedera,
penggunaan obat yang aman, pemakaian pelayanan preventif,
dan berhenti merokok)
2) Penurunan fungsi fisik
3) Penurunan sumber- sumber finansial
4) Kehilangan
29
8. Karakteristik Keluarga Dengan Kekerasan
Fishwick, Parker, & Campbell dalam Stuart & Laraia (2005),
menjabarkan bahwa karakteristik kekerasan keluarga dapat dipengaruhi
oleh:
a. Transmisi multigenerasi
b. Isolasi sosial
c. Menggunakan dan penyalahgunaan kekuasaan
d. Penyalahgunaan obat dan alkohol
30
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas tentang asuhan keperawatan keluarga
rentan/resiko elderly negligence yang terdiri dari pengkajian keperawatan
berdasarkan indikator abuse aktual atau potensial, merumuskan diagnosis
keperawatan keluarga, dan intervensi keperawatan preventif pada kekerasan
keluarga .
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pengumpulan data yang disengaja dan sistematis untuk
menentukan status kesehatan, status fungsional, dan pola koping klien pada
masa sekarang dan masa lalu (Capernito, 2000 dalam Potter & Perry, 2005).
Pengkajian keperawatan pada keluarga rentan elderly negligence dapat
didokumentasikan dengan merujuk kepada indikator abuse aktual atau
potensial menurut Fishwick, Parker, & Campbell dalam Stuart & Laraia
(2005) adalah sebagai berikut:
1. Riwayat Keperawatan
a. Alasan utama menghubungi
1) Informasi yang tidak jelas tentang penyebab masalah
2) Perbedaan antara temuan fisik dengan penjelasan penyebab
3) Meminimalkan cedera
4) Penundaan yang tidak tepat antara waktu cedera dan pengobatan
5) Reaksi keluarga yang tidak tepat (tidak perhatian, terlalu
perhatian, sikap yang mengancam
31
b. Informasi dari genogram keluarga
1) Riwayat kekerasan keluarga (anak, pasangan, lansia)
2) Riwayat kekerasan di luar rumah
3) Penahanan
4) Kematian akibat kekerasan keluarga
5) Riwayat keluarga dengan penyalahgunaan alkohol/obat-obatan
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat cedera trauma
2) Aborsi spontan
3) Perawatan psikiatri
4) Riwayat depresi
5) Penyalahgunaan obat-obatan
d. Riwayat seksual
1) Sexual abuse sebelumnya
2) Melakukan pemaksaan dalam aktivitas seksual
3) Penyakit yang berhubungan dengan kelamin
4) Anak dengan pengetahuan sexual diluar dari umur yang sesuai
5) Bersetubuh
e. Riwayat individu/sosial
1) Memiliki senjata api atau senjata lainnya
2) Kehamlan yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan
3) Kehamilan usia remaja
32
4) Isolasi sosial (kesulitan menyebutkan nama orang yang akan
membantunya saat krisis)
5) Kurang kontak dengan keluarga lainnya
6) Harapan yang tidak realistis terhadap suatu hubungan atau
perilaku yang sesuai usia
7) Cemburu berlebihan dengan pasangan
8) Keyakinan akan peran sex dengan kekerasan
9) Agresi verbal
10) Keyakinan akan hukuman fisik
11) Kesulitan di sekolah
12) Bolos, melarikan diri
f. Riwauay psikologi
1) Merasa ketidakberdayaan/putus asa
2) Merasa terjebak
3) Kesulitan membuat rencana ke depan
4) Kesedihan
5) Kelelahan kronis, apatis
6) Percobaan bunuh diri
g. Riwayat keuangan
1) Kemiskinan
2) Keuangan hanya dikontrol oleh satu anggota keluarga
3) Kengganan untuk menggunakan uang pada pelayanan
kesehatan/nutrisi yang memadai
33
4) Mengeluh tentang pengeluaran uang bagi anggota keluarga
5) Pengangguran
6) Menggunakan uang lansia untuk anggota keluarga lainnya
h. Nilai dan keyakinan keluarga
1) Keyakinan akan pentingnya disiplin fisik
2) Pengambil keputusan secara otoriter
3) Ketidaktoleranan pada perbedaan pandangan diantara keluarga
4) Ketidakpercayaan terhadap pihak luar
i. Hubungan keluarga
1) Kurang terlihat kasih sayang atau pengasuhan diantara anggota
keluarga
2) Ketergantungan yang berlebihan diantara anggota keluarga
3) Menghalangi atonomi
4) Banyak argumen
5) Berpisah sementara
6) Ketidakpuasan terhadap anggota keluarga
7) Kurang menikmati aktivitas keluarga
8) perselingkuhan
9) kekakuan peran (ketidakmampuan anggota keluarga untuk
mengambil peran nontradisional)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Takut, cemas, hiperaktif, atau hipoaktif
34
2) Kotor, tidak terawat
3) Pakaian tidak sesuai
4) Kecemasan meningkat saat abuser hadir
5) Melihat ke arah abuser untuk menjawab pertanyaan
6) Perilaku nonverbal yang tidak sesuai atau gelisah (tertawa saat
pertanyaan serius atau pertanyaan yang berhubungan dengan
abuse
7) Berkedip saat disentuh
b. Statistik penting
1) Gemuk atau kurus
2) Hipertensi
c. Kulit
1) Memar, berbekas, edema
2) Terdapat parut dan adanya luka dalam proses penyembuhan
3) Luka bakar rokok
d. Kepala
1) Botak pada kulit kepala dari tarikan rambut
2) Perdarahan Subdural
e. Mata
1) Perdarahan subkonjunctiva
2) Bengkak
3) Hitam disekitar mata
35
f. Telinga
1) Kehilangan pendengaran dari cedera lama atau infeksi yang
tidak sembuh
g. Mulut
1) Memar
2) Laserasi
3) Lubang gigi yang tidak sembuh
4) Infeksi sekitar mulut
h. Abdomen
1) Cedera intraabdomen
2) Cedera abdomen selama kehamilan
i. Ekstremitas
1) Memar pada lengan yang terjadi karena mencoba melindungi diri
dari pukulan
2) Patah lengan
3) Fraktur berdasarkan indikasi radiologis
j. Persarafan
1) Keterlambatan perkembangan
2) Kesuliltan menelan atau berbicara
3) Respon reflek hiperaktif
k. Kelamin/Perkemihan
1) Memar atau laserasi pada genital
2) Infeksi saluran kencing
36
3) Penyakit seksual menular
l. Rektal
1) Memar pada rektum
2) Perdarahan
3) Edema
4) Lunak
5) Menurunnya kekuatan sfingter
3. Observasi Keperwatan
a. Observasi umum
1) Observasi adanya perbedaan yang signifikan dari riwayat
keperawatan
2) Anggota keluarga yang tidak berpakaian atau berpakaian
b. Lingkungan rumah
1) Pemanas yang tidak cukup
2) Pengaturan tidur yang tidak sesuai
3) Tempat tinggal secara keseluruhan tidak terorganisir
4) Makanan yng tidak sesuai
5) Makanan basi tidak dibuang
c. Pola komunikasi keluarga
1) Salah satu orang tua menjawab seluruh pertanyaan
2) Meminta persetujuan pada anggota keluarga lainnya sebelum
menjawab pertanyaan
37
3) Seluruh nggota keluarga terus menerus melakukan interupsi
satu sama lainnya
4) Perilaku nonverbal negatif pada anggota keluarga lainnya
sewaktu salah satu anggota keluarga berbicara
5) Anggota keluarga tidak mendengar satu dengan lainnya
6) Topik tabu (rahasia keluarga)
d. Iklim emosional
1) Menegangkan, suasana rahasia
2) Ketidakbahagiaan
3) Kurang kasih sayang
4) Ketakutan yang jelas terhadap anggota keluarga lainnya
5) Berdebat lisan
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan keluarga yang dikembangkan adalah diagnosis
tunggal yang hampir serupa dengan diagnosis keperawatan di rumah sakit.
Dalam penyusunan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, seorang
perawat keluarga harus mengacu kepada tipologi masalah kesehatan
keluarga, yaitu: kurang atau tidak sehat, ancaman kesehatan, dan situasi krisis
(Sudiharto, 2005). Tahapan diagnosis keperawatan terdiri dari menganalisa
data, mengidentifiksi masalah kesehatan, dan membuat pernyataan diagnosis.
Pernyataan diagnosis berdasarkan diagnosa keperawatan NANDA
Internasional. Diagnosis keperawatan keluarga yang mungkin timbul pada
38
elderly abuse/negligence disesuaikan dengan analisa data indikator abuse
aktual atau potensial.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan preventif pada kekerasan dalam keluarga menurut
Fishwick, Parker, & Campbell dalam Stuart & Laraia (2005) adalah sebagai
berikut:
1. Prevensi Primer
Prevensi primer adalah suatu aktivitas yang menghentikan masalah
sebelum masalah itu terjadi. Merubah persepsi masyarakat terhadap
violence dan abuse adalah langkah awal yang penting dalam prevensi.
Prevensi primer yang efektif dapat dilakukan melalui:
a. Menghapuskan norma dan nilai budaya yang menerima dan
mengagungkan kekerasan.
b. Menghapuskan pornografi, khususnya kekerasan pornografi yang
berhubungan dengan kekerasan seksual.
c. Penguatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga memiliki
koping yang lebih efektif terhadap stres dan penyeleseaian konflik
tanpa kekerasan.
d. Program edukasi pada masyarakat, seperti: pertumbuhan dan
perkembangan yang sehat sepanjang kehidupan, hubungan intim
yang sehat, pendidikan sex dan kehidupan dalam keluarga, persiapan
39
menjadi orang tua, cara mendisiplinkan anak-anak dengan tanpa
kekerasan, dan .
e. Panduan antisipasi terhadap kekerasan keluarga
f. Kebijakan dan program yang mendukung lansia, seperti: tunjangan
hari tua, peringatan hari lansia, dan edukasi pada lansia.
2. Prevensi Sekunder
Upaya prevensi sekunder meliputi identifikasi keluarga yang beresiko
abuse, neglect, atau eksploitasi anggota keluarga sebagai deteksi dini
terhadap anggota keluarga yang menggunakan kekerasan. Pengkajian
terhadap kesehatan dan kesejahteraan lansia dan mengidentifikasi
kekerasan yang mungkin terjadi dalam rumah sendiri atau di tempat
pengasuh merupakan tahap awal hubungan perawat-lansia. Intervensi
keperawatan dibutuhkan apabila ada anggota keluarga yang beresiko
menggunakan kekerasan dengan mengkaji faktor-faktor resiko,
diskusikan persepsi dan perilaku, dan membuat daftar urut (checklist)
perencanaan penyelamatan pada korban kekerasan dalam rumah tangga
(Litle K: postgraduate Med 108:135, 2000 dalam Stuart & Laraia, 2005),
seperti dibawah ini:
a. Selama kekerasan terjadi:
1) Pindah ke ruangan dimana kamu terhindar dari cedera.
2) Hindari dapur, kamar mandi, garasi, dan ruangan tanpa pintu
keluar.
b. Merencanakan ke depan:
40
1) Simpan catatan nomor emergency.
2) Latihan memberikan tanda kepada tetangga untuk meminta
bantuan.
3) Rencanakan dengan anak anda, latiihan memberikan kata kode
atau tanda dan ajarkan mereka bagaimana menghubungi 911.
4) Latihan cara keluar dari rumah dengan aman.
5) Parkir mobil anda di luar rumah agar tidak terhalang.
6) Buat kunci mobil cadangan dan pertahankan tangki bensin
mobil anda penuh.
7) Bahkan jika Anda tidak berpikir akan ada waktu berikutnya,
rencanakan tiga tempat tujuan yang anda anggap aman.
8) Cari pilihan hukum dan prosedur perlindungan sebelum anda
membutuhkannya.
9) Buka tabungan pribadi anda pada bank terpisah.
c. Meletakkan segala sesuatu pada tempatnya:
1) Simpan uang dan pakaian ekstra dimana anda dapat
mengaksesnya dengan aman (rumah teman dan tempat kerja).
2) Buat salinan dokumen yang anda anggap penting dan disimpan
pada tempat yang aman.
d. Seandainya anda memiliki prosedur perlindungan:
1) Simpan salinannya dengan anda setiap waktu.
2) Berikan salinannya pada sekolah anak anda atau fasilitas
penitipan, dan pada manajer di tempat kerja anda.
41
3) Laporkan setiap kekerasan yang terjadi kepada polisi.
e. Seandainya pasangan anda tidak tinggal bersama anda:
1) Ganti kunci rumah.
2) Pasang kunci tambahan.
3) Rencanakan rute penyelamatan.
4) Dapatkan identitas pemanggil pada handphone anda.
5) Latihan memberikan tanda kepada tetangga untuk meminta
bantuan.
6) Beritahukan polisi agar mereka tahu situasi anda.
f. Keselamatan di tempat kerja:
1) Gunakan voice mail atau menampilkan panggilan anda kepada
seseorang.
2) Beritahukan kepada security atau supervisor anda.
3) Buat perencanaan penyelamatan bersama rekan kerja untuk
menangani situasi tertentu anda.
g. Membangun jaringan dukungan:
1) Hubungi teman-teman lama anda.
2) Bergabung dengan kelompok pendukung.
3) Hubungi hotline kekerasan dalam rumah tangga lokal.
h. Alkohol dan obat-obatan
1) Penggunaan alkohol dan obat-obatan mengurangi kesadaran
dan bertindak deWOngan cepat untuk melindungi diri dan anak
anda.
42
2) Pelaku kekerasan menggunakan alkohol dan obat-obatan
sebagai salah satu alasan untuk perilaku kekerasan mereka.
i. Memecah keheningan:
1) Katakan pada anggota keluarga anda, teman, tetangga, rekan
kerja, dan dokter tentang abuse.
2) Ingat bahwa isolasi menngkatkan resiko anda.
3. Prevensi Tersier
Upaya prevensi tersier mengacu kepada tindakan keperawatan yang
membahas tentang kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang victims
dan survivors saat mereka pulih dari pengalaman mereka dalam rangka
untuk memperbaiki efek negatif. Prevensi tersier juga berfokus pada
menghentikan abuse pada saat ini dan mencegah berulangnya abuse.
Sebagai contoh , apabila victims-survivors adalah anak-anak atau lansia,
mereka harus dipindahkan dari rumah untuk keamanan. Pada kasus lain
seperti abuse pada lansia oleh kehadiran perawatan pribadi ke rumah, hal
ini dimungkinkan untuk memndahkan pelaku kejahatan dari rumah
daripada mengganggu keamanan lansia.
Penting bagi perawat untuk mengetahui hukum wajib lapor di negara
mereka. Beberapa negara mewajibkan pelaporan untuk kasus abuse dan
neglect pada anak dan banyak negara telah memiliki formulir pelaporan
wajib pada abuse, neglect, dan eksploitasi lansia. Banyak keperawatan
dan organisasi medis menentang pelaporan wajib pada kekerasan dalam
rumah tangga karena melanggar otonomi individu dan melanggar
43
kerahasiaan pasien. Tingginya angka kekerasan keluarga dan rendahnya
angka deteksi, pelaporan, dan intervensi terapeutik pada pelayan
kesehatan profesional telah terdokumentasi, dan hal ini disebabkan oleh
karena rendahnya pengetahuan tentang child abuse, intimate partner
violent dan elder abuse.
Peran edukator dan mentor klinik untuk mengembangkan kurikulum
pada kekerasan keluarga. Hal ini akan menjadi model cara yang efektif
untuk menyaring dan menanggapi indikator kekerasan keluarga.
Program pendidikan dan pelatihan bagi dokter, perawat, pekerja sosial
dan dokter gigi sangat dibutuhkan untuk menekan laju peningkatan kasus
kekerasan keluarga.
44
BAB IV
KESIMPULAN
A. Perawat Kesehatan Masyarakat Dapat Memberikan Asuhan
Keperawatan Keluarga Rentan/Resiko Elderly Negligence Melalui
Pengkajian Yang Mendalam Terhadap Riwayat Keperawatan,
Pemeriksaan Fisik, dan Observasi Keperawatan; Menentukan Diagnosa
Keperawatan; dan Membuat Intervensi Keperawatan Preventif.
B. Faktor-Faktor Yang Rentan/Resiko Bagi Keluarga Dengan Elderly
Negligence Secara Umum Dipengaruhi Oleh Transmisi Multigenerasi,
Isolasi Sosial, Menggunakan Dan Penyalahgunaan Kekuasaan, Dan
Penyalahgunaan Obat, dan Alkohol.
C. Masalah Kesehatan Yang Mungkin Terjadi Pada Lansia Dengan
Keluarga Rentan/Resiko Elderly Negligence Adalah Kebersihan Kurang,
Kerusakan Kulit, Malnutrisi, Dehidrasi, Atau Resep Obat Dengan Dosis
Kurang Atau Berlebih
D. Intervensi Keperawatan Pada Keluarga Rentan/Resiko Elderly
Negligence Dapat Dilakukan Melalui Prevensi Primer, Sekunder, dan
Tersier.
DAFTAR PUSTAKA
Achjar, dkk (2010). Aplikasi keperawatan keluarga: Bagi mahasiswa keperawatan
& praktisi perawat perkesmas. Jakarta: Sagung Seto.
Anderson, E,T. & McFarlane, J.M. (2004). Community as partner: Theory and
practice in nursing. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Allender, J.A. & Rector, C., & Warner, K.D. (2010). Community health nursing:
Promoting and protecting the public’s health. 7th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Depkes R.I. (2005). Pedoman Puskesmas Satuan Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta: Depkes R.I.
Depkes R.I. (2003). Pedoman Pengelolaan kegiatan Kesehatan di Kelompok Usia
Lanjut. Jakarta: Depkes R.I.
Efendi, F. & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Friedman, M.M. Bowden, V.R., & Jones, E.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan
Keluarga: Riset, Teori, dan Praktik. Edisi Bahasa Indonesia, edisi kelima.
Jakarta: EGC.
Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E. G. (2003). Family
Nursing:Research, Theory,and Practice. New Jersey: Pearson Education,
Inc.
Hurlock. (2004). Pendekatan Bagi Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Kemensos RI. (2014). Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Diakses
di https://kemsos.go.id/modules.php?name=glosariumkesos. Diperoleh
tanggal 13 Mei 2014.
Kemensos RI. (2014). Trauma Center Bagi Lanjut Usia: Tumpuan Terakhir di
PSTW Gau Mabaji Gowa.
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=712.
2008. Diperoleh tanggal 14 mei 2014.
Maryam, R.S., dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Nies, M. A., & McEwen, M. (2007). Community/Public Health Nursing:
Promoting the Health of Populations (4th ed.). St. Louis, Missauri:
Sauders Elsevier.
Nugroho, W. (2008). Keperawatan: Gerontik & Geriatrik. Edisi ketiga. Jakarta:
EGC.
Potter, P.A & Perry, A.G. (2005). Fundamentals Of Nursing. 6th Ed. Philadelphia:
Mosby.
Sudiharto. (2005). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan
Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC.
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principle and Practice of Psychiatric
Nursing. 8th Edition. St. Louis: Elsevier Mosby.
Suhartini (2010). Faktor-Faktor Kondisi Kesehatan, Kondisi Ekonomi Dan
Kondisi Sosial Terhadap Kemandirian Orang Lanjut Usia.
http://repository.usu.ac.id/bitstream.pdf. Diperoleh tanggal 3 Mei 2014.
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA RENTAN/RESIKO
ELDERLY NEGLIGENCE
Makalah Penugasan:
Keperawatan Kesehatan Keluarga Lanjut
(MIK 008)
Disusun Oleh:
Feandi Putera
Luqman Hermansyah
Penanggung Jawab Mata Kuliah:
Ibrahim HS., SKM.MNSc.
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PASCA SARJANA-UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2013/2014
i
KATA PENGANTAR
ه ر مح مر نه مر نه
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya
kelompok dapat menyelesaikan penugasan makalah pada mata kuliah Keperawatan
Kesehatan Keluarga Lanjut (MIK 008). Shalawat dan salam penulis sampaikan ke
pangkuan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan dan alam Islamiyah.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran konsep
Asuhan Keperawatan Keluarga Rentan/Resiko Elderly Negligence. Dalam
menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang kelompok alami,
namun berkat dukungan, dorongan, dan semangat dari orang terdekat membuat
kelompok mampu menyelesaikannya. Oleh karena itu kelompok pada kesempatan
ini mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada dosen penanggung jawab
mata kuliah Bapak Ibrahim, HS., SKM, MNSc. yang telah membimbing dan
mengarahkan kelompok serta teman-teman Magister Ilmu Keperawatan Angkatan
II yang telah memberikan semangat dan motivasi bagi kelompok untuk
menyelesaikan makalah kelompok ini.
Kami menyadari tulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karenanya kelompok mengharapkan saran dan kritikan yang membangun guna
kesempurnaan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk kita semua, Amin.
Banda Aceh, Mei 2014
Kelompok XI
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................. 5
1. Tujuan Umum ............................................................... 5
2. Tujuan Khusus .............................................................. 5
.
BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Elderly Negligence ................................................................ 6
1. Elderly (Lansia) ............................................................. 6
2. Elderly Negligence ........................................................ 15
B. Keluarga ............................................................................ 19
1. Pengertian Keluarga .................................................... 19
2. Dimensi Status Orang Tua ........................................... 19
3. Tipe Keluarga ............................................................... 21
4. Struktur Keluarga ........................................................ 21
5. Fungsi Keluarga ............................................................ 22
6. Tugas Kesehatan Keluarga .......................................... 25
7. Tahap Dan Tugas Perkembangan Keluarga .............. 28
8. Karakteristik Keluarga Dengan Kekerasan ............... 29
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan ................................................. 29
1. Riwayat Keperawatan .................................................. 29
2. Pemeriksaan Fisik ......................................................... 32
3. Observasi Keperawatan ............................................... 35
B. Diagnosa Keperawatan ..................................................... 36
C. Intervensi Keperawatan .................................................. 37
1. Prevensi Primer ............................................................. 37
2. Prevensi Sekunder ........................................................ 38
3. Prevensi Tersier ............................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN