elderly negligence-baru.pdf

49
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1985 : 58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun, dan tahun 1995 : 60,05 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000). Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah. Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut ( old age ratio dependency). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk usia lanjut. Wirakartakusuma dan Anwar (1994)

Upload: ryan-mulfianda

Post on 23-Dec-2015

71 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota

masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan

usia harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7

juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990

jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9

persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa

pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan

pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari

waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data

Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 :

55.30 tahun, pada tahun 1985 : 58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun,

dan tahun 1995 : 60,05 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000).

Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap

sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah.

Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah

peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio

dependency). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin

banyak penduduk usia lanjut. Wirakartakusuma dan Anwar (1994)

2

memperkirakan angka ketergantungan usia lanjut pada tahun 1995 adalah

6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995

sebanyak 100 penduduk produktifharus menyokong 7 orang usia lanjut yang

berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk

produktif harus menyokong 9 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke

atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia banyak

mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami

perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada

perubahan yang negatif.

Kondisi yang dialami oleh lansia dengan pertambahan usia dan perubahan-

perubahan kondisi tubuh pada lansia, menyebabkan lansia dikategorikan

dalam kelompok resiko tinggi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

baik perubahan fisiologik maupun psikososial menyebabkan lansia

mengalami kelemaham dan keterbatasan fungsi. Perubahan fungsi fisiologik

berupa keterbatasan, kelemahan dan ketergantungan akan mempengaruhi

kondisi psikososial lansia berupa gangguan atau perubahan fungsi

psikososial. Perubahan fungsi psikososial pada lansia akan berdampak

terhadap terjadinya kerusakan fungsi psikososial pada lansia. Kerusakan

fungsi psikososial menjadi faktor resiko bagi lansia.

Kerusakan fungsi psikososial pada lansia menjadi faktor resiko terhadap

kejadian pengabaian pada lansia. Kerusakan fungsi psikososial dipicu oleh

adanaya faktor resiko seperti adanya kerusakan fungsi kognitif yang

menyebakan demensia, ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,

3

kurangnya kontak sosial, membuat lansia beresiko mendapatkan perlakuan

pengabaian (Miller, 1995). Adanya kerusakan fungsi psikososial yang

dialami oleh lansia berdampak pada perlakuan yang akan diterima lansia dari

masyarakat maupun keluarga.

Pengabaian merupakan kondisi yang berhubungan dengan kegagalan pemberi

perawatan dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh lansia baik itu

pemenuhan kebutuhan fisik maupun pemenuhan kebutuhan kesehatan mental

pada individu lansia (Stanhope & Lancaster, 2004). Perilaku pengabaian yang

terjadi pada lansia dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang dipicu

oleh ketidakmampuan lansia memenuhi kebutuhannya sendiri akibat

keterbatasan yang dialami.

Kejadian pengabaian pada lansia memberikan gambaran bahwa dukungan

keluarga terhadap penurunan fungsi yang dialami oleh lansia belum optimal.

Diperkirakan angka kejadian salah perlakuan pada lansia yaitu perlakuan

pengabaian mengalami peningkatan setiap tahunnya dan diperkirakan angka

terus meningkat sampai tahun 2020 (Meiner & Loueckonette, 2006).

Penelitian oleh Manthorpe dan Biggs (2007) yang melakukan pengukuran

dari Maret 2006 sampai September 2006 menyatakan bahwa terjadi

peningkatan kejadian perlakuan pengabaian pada lansia dari 2,6% menjadi

4% nilai peningkatan sebesar 1,1% adalah perlakuan pengabaian dan 0,3%

adalah perlakuan salah lainnya. Bila dihitung sesuai proporsi peningkatan,

kejadian perlakuan pengabaian adalah sebesar 78,5% dan jenis perlakuan

lainnya.

4

Pada laporan Administration on Aging tahun 1998, kasus kejadian

pengabaian ataupun bentuk kekerasan lainnya pada lansia di Amerika yaitu

perlakuan pengabain sebesar 49% kekerasan emosional sebesar 26% dan

lansia ditinggalkan sebesar 3% (Meiner & Lueckonette, 2006). Dari bentuk

kekerasan dan pengabaian pada lansia, kejadian pengabaian menempati posisi

dengan kejadian terbanyak. Pelaku dari kejadian pengabaian tersebut adalah

orang terdekat lansia (Allender & Spradley, 2005).

Penganiayaan dan pengabaian lansia adalah masalah yang telah meningkat

secara nasional (Larsen, 1989) dan hanya baru-baru ini saja diteliti (Gelles,

2000; Steinmetz, 1987). Diperkirakan lebih dari dua juta lansia dianiaya

setiap tahunnya di Ameriak Serikat (Lynch, 1997).

Wallace (1996) mendefenisikan penganiayaan lansia sebagai “tingkah laku

yang menyebabkan pengabaian, bahaya, atau cidera fisik, psikososial, atau

material pada lansia. Satu studi mengenai penganiayaan lansia, yang

dialakukan oleh Steinmetz (1987), menjelaskan keadaan yang menyebabkan

terjadinya penganiayaan lansia. Sembilan puluh persen sampelnya adalah

orang yang berusia 70 tahun atau lebih dan 85% mengalami penurunan fungsi

fisik. Semua lansia tinggal bersama satu dari anak mereka. Anggota keluarga

(anak dan pasangan) yang mengasuh anggota lansia yang sakit/cacat dan

menngalami tingkat stres yang lebih tinggi cenderung terlibat penganiayaan

lansia. Selainitu, pemberi asuhan menganggap tugas pemberian asuhan

sebagai hal yang penuh stress lebih cenderung terlibat dalam penganiayaan

lansia (Pagelow, 1984; Steinmetz, 1987).

5

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memberikan asuhan keperawatan keluarga rentan/resiko elderly

negligence

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi faktor rentan/resiko keluarga dengan elderly

negligence

b. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang mungkin terjadi pada

keluarga rentan/resiko elderly negligence

c. Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada keluarga

rentan/resiko elderly negligence

6

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

Pada bab ini akan membahas tinjauan teoretis tentang konsep elderly

negligence dan keluarga.

A. Elderly Negligence

1. Elderly (Lansia)

a. Pengertian lansia

Usia lanjut atau lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun

atau lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur

lainnya (Depkes, 2005). Darmojo dan Martono (1994) dalam

Nugroho (2008) mendefinisikan menua adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan

fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas

(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

b. Teori proses menua

Proses menua terjadi pada setiap diri individu tanpa terkecuali dan

berlangsung secara terus menerus dan alamiah. Potter & Perry

(2005) menjelaskan teori-teori proses menua sebagai berikut:

1) Teori biologis

a) Teori radikal bebas

Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan

kerusakan irevisibel akibat senyawa pengoksidan. Radikal

7

bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan

bagian molekul yang sangat reaktif. Molekul ini

mempunyai ekstraseluler muatan yang sangat kuat dan

dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah

bentuk dan sifatnya. Molekul ini dapat juga bereaksi

dengan lipid yang ada dalam membran sel, mempengaruhi

permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan organel sel

lainya.

b) Teori cross-linkage

Teori ini dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul

kolegen dan elastin, komponen jaringan ikat, membentuk

senyawa dan yang lama meningkatkan rigiditas, cross-

linkage diperkirakan akibat reaksi kimia yang

menimbulkan senyawa antara molekul-molekul yang

normalnya terpisah.

c) Teori imunologis

Teori ini mengambarkan suatu kemunduran dalam sistem

imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika seseorang

telah bertambah menjadi tua, pertahanan daya tahan tubuh

mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan,

sehingga menyebabkan mereka rentan terhadap penyakit

seperti kanker, dan infeksi. Seiring dengan berkurangnya

fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respon

8

autoimun tubuh. Ketika orang mengalami proses penuaan

mereka mungkin mengalami penyakit auto imun yaitu

penyakit dimana sistem kekebalan tubuh telah salah dalam

mengidentifiksi benda asing, sel jaringan atau organ tubuh

manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga

dirusak oleh antibody, seperti penyakit arthritis rematoid.

d) Teori wear and tear

Teori ini mengatakan bahwa manusia diibaratkan seperti

sebuah mesin, sehingga perlu adanya perawatan, dan proses

dari penuaan merupakan hasil dari penggunaanya.

e) Teori riwayat lingkungan

Menurut teori ini faktor-faktor dalam lingkungan misalnya

karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma dan

infeksi dapat membawa perubahan dalam proses penuuan.

Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat

penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak

sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam proses

penuaan.

2) Teori sosial

a) Teori pembebasan

Salah satu teori sosial yang berkenaan dengan proses

penuaan adalah teori pembebasan (disengagement theory).

Teori tersebut menerangkan bahwa perubahan usia

9

seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri

dari kehidupan sosialnya atau mengambarkan proes

penarikan diri. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial

dari lansia menjadi menurun, baik secara kualitatif dan

kuantitatif sehingga terjadi kehilangan ganda yaitu: (1)

kehilangan peran, (2) hambatan kontrol sosial, dan (3)

berkurangnya komitmen.

b) Teori aktifitas

Lawan langsung dari teori pembebasan (disengagement

theory) adalah teori aktifitas penuaan, yang berpendapat

bahwa jalan menuju penuaan yang berhasil atau sukses

dengan cara tetap aktif dan ikut banyak berpartisipasi dalam

kegiatan sosial di lingkungan. Havighurst yang pertama kali

menulis tentang pentingnya tetap aktif secara sosial sebagai

alat untuk penyesuaian diri yang sehat untuk usia lanjut

pada tahun 1952. Sejak saat itu, berbagai penelitian telah

memvalidasi hubungan positif antara mempertahankan

interaksi yang penuh arti dengan orang lain dan

kesejahteraan fisik dan mental orang tersebut. Kesempatan

untuk turut berperan dengan cara yang penuh arti bagi

kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya adalah

suatu komponen kesejahteraan yang sangat penting bagi

kehidupan usia lanjut. Penelitian menunjukan bahwa

10

hilangnya fungsi peran pada usia lanjut secara negatif

mempengaruhi kepuasaan hidup. Selain itu, penelitian

terbaru menunjukan pentingnya aktivitas mental dan fisik

yang berkesinambungan untuk mencegah terjadinya

kehilangan dan pemeliharaan kesehatan sepanjang masa

kehidupan manusia.

c) Teori kesinambungan

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam

siklus kehidupan usia lanjut. Dengan demikian pengalaman

hidup seorang usia lanjut pada suatu saat merupakan

gambarannya kelak pada saat menjadi seorang usia lanjut.

Pokok- pokok dari teori kesinambungan adalah: (1) Usia

lanjut tidak disarankan untuk melepaskan peran atau harus

aktif dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada

pengalaman usia lanjut tersebut di masa lalu, dipilih peran

apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan, (2) Peran

usia lanjut yang hilang tak perlu diganti. (3) Usia lanjut

dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi.

3) Teori psikologi

a) Hirarki maslow

Motivasi manusia dapat dilihat dari hirarki kebutuhan pada

titik kritis pertumbuhan dan perkembangan pada semua

11

manusia. Individu dilihat pada partisipasinya aktif dalam

hidup sampai aktualisasi diri.

b) Jung’s theory of individualism

Perkembangannya dilihat sampai dewasa dengan realisasi

tujuan perkembangan kepribadian. Pada beberapa individu

akan mentrans formasikan kepada hal-hal spiritual.

c) Selective optimalization with compensation

Kemampuan fisik dikurangi oleh umur. Individu dengan

yang berhasil pada usianya akan mengkompensasi

kekurangan dengan seleksi, optimasi, dan kompensasi.

d) Erikson’s eight stage of life

Setiap orang mengalami suatu tahap perkembangan selama

hidupnya. Pada beberapa tahap akan ada kritis tujuan yang

mengintegrasikan kematangan fisik dengan keinginan

psikologinya. Pada beberapa tahap orang berhasil

mengatasi krisis tersebut. Keberhasilan tersebut akan

membantu perkembangan pada tahap selanjutnya. Individu

ingin selalu memperoleh peluang untuk bekerja kembali

sesuai perasaannya untuk mencapai kesuksesannya.

c. Batasan Umur Lansia

Batasan umur lansia dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa

pendapat ahli seperti dikutip oleh Nugroho (2000) dalam Efendi dan

Makhfudli (2009) adalah sebagai berikut:

12

1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1

Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang

mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”

2) World Health Organization (WHO)

Menurut WHO, usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria

berikut: usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut

usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90

tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun

3) Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad

Masa lanjut usia (senium): 65 tahun ke atas

4) Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)

Lansia merupakan lanjutan dari usia dewasa yaitu fase senium

ialah 65 tahun hingga tutup usia

5) Prof. Koesoemoto Setyonegoro

Masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa

lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan

umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very

old (> 80 tahun)

d. Karakteristik Lansia

Menurut Hurlock (2004) lansia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Lansia merupakan periode kemunduran

13

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan

faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada

psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang penting dalam

kemunduran pada lansia.

2) Lansia memiliki status kelompok minoritas

Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai

akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap

lansia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek

terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu seperti: lansia lebih

senang mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan

pendapat orang lain.

3) Lansia membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai

mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran

pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri

bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.

4) Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat lansia

cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia

lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk karena

perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia

menjadi buruk.

14

e. Kelompok Lansia

Depkes RI (2003) mengelompokkan lansia dalam lima kategori,

adalah: pralansia (prasenilis/virilitas) yaitu seseorang yang berusia

antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau

lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau

lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan

masalah kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang masih mampu

melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan

barang dan/atau jasa, dan lansia tidak potensial ialah lansia yang

tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada

bantuan orang lain.

f. Masalah Kesehatan Dalam Kehidupan Lansia

Lansia mengalami perubahan dalam kehidupannya sehingga

menimbulkan beberapa masalah dalam kehidupannya. Hurlock

(2004) menjelaskan maslah lansia dalam kehidupannya, antara lain:

1) Masalah fisik

Permasalahan yang hadapi oleh lansia dengan masalah

pekembangan fisik yang mulai melemah, diantaranya seringnya

terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang

cukup berat, indra pengelihatan yang mulai kabur serta daya

tahan tubuh yang menurun.

15

2) Masalah kognitif (Intelektual)

Permasalahan yang hadapi oleh lansia yang terkait dengan

masalah pekembangan kognitif, ini dapat disimpulkan bahwa

pada lansia mulai melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal

(pikun) dan sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat di

sekitar.

3) Masalah emosional

Permasalahan yang hadapi oleh lansia yang terkait dengan

masalah pekembangan emosional, adalah rasa ingin berkumpul

dengan keluarga sangat kuat. Sering marah apabila ada sesuatu

yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stress

akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.

4) Perkembangan Spiritual

Permasalahan yang hadapi oleh lansia yang terkait dengan

masalah pekembangan spiritual, adalah kesulitan untuk

menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai menurun,

merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya

belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika menemui

permasalahan yang cukup serius.

2. Elderly Negligence

a. Ruang lingkup elderly negligence

Elder neglect merupakan salah satu tipe abuse pada lansia dimana

abuse pada lansia merupakan salah satu dimensi dalam family

16

violence. Fishwick, Parker, & Campbell dalam Stuart & Laraia

(2005) menjelaskan pengertian family violent adalah berbagai

perilaku berbahaya yang terjadi diantara keluarga dan anggota

keluarga lainnya. Hal ini termasuk abuse fisik dan emosional pada

anak, neglect pada anak, abuse diantara pasangan suami-istri,

pemerkosaan dalam pemerkosaan pasangan suami-istri, dan elder

abuse.

Elder Abuse adalah penganiayaan (mistreatment) atau eksploitasi

lansia meliputi neglect, abuse fisik, seksual, emosional, atau

keuangan (Allender, Rector, & Warner, 2010). Menurut National

Aging Information Center (NAIC; 1998) dalam Anderson &

McFarlane (2004), ada tiga kategori dasar pada elder abuse, yaitu:

domestic elder abuse, institutional abuse, dan self-neglect.

b. Pengertian elder neglect

Elder neglect pada glosarium penyelenggaraan kesejahteraan sosial

Kemensos RI dapat diartikan dengan ketelantaran yaitu:

pengabaian/penelantaran anak-anak dan orang lanjut usia karena

berbagai sebab atau kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan fisik,

psikis, dan sosial secara wajar yang disebabkan oleh

ketidakmampuan sosial, ekonomi, dan pengabaian terhadap tugas

dan tanggung jawab. kegagalan untuk menyediakan perawatan fisik

dan mental pada lansia.

17

c. Tipe elder neglect

Empat tipe elder neglect secara umum dapat dijelaskan menurut

GBMC (2014) sebagai berikut:

1) Self neglect

Self neglect dikarakteristikan sebagai perilaku seorang lansia

yang mengancam kesehatan dan keselamatannya.

2) Financial/Material neglect

Kegagalan untuk menggunakan dana yang tersedia dan sumber-

sumber yang diperlukan untuk kelangsungan hidup atau

mengembalikan kesehatan dan kesejahteraan lansia.

3) Psychological neglect

Kegagalan untuk memberikan lansia yang tergantung dengan

stimulasi sosial.

4) Physical neglect

Kegagalan pengasuh untuk menyediakan barang atau jasa yang

diperlukan untuk fungsi yang optimal atau untuk menghindari

bahaya.

Neglect dapat dimanifestasikan oleh kebersihan kurang, kerusakan

kulit, malnutrisi, dehidrasi, atau resep obat dengan dosis kurang atau

berlebih (Fishwick, Parker, & Campbell dalam Stuart & Laraia

(2005).

18

d. Indikator elder neglect

Lansia yang mengalami elder neglect biasanya tidak terlaporkan dan

dirahsiakan. Anne dan Duggan (1998) menjelaskan indikator

pengabaian pada lansia sebagai berikut:

1) Lansia dibiarkan bekerja berat, dehidrasi, malnutrisi

2) Memakai pakaian tidak pantas, lansia terlihat kotor

3) Kebutuhan medis tidak terpenuhi, terpapar dengan berbagai

bahaya atau infeksi penyakit

4) Terpapar dengan berbagai bahaya atau infeksi penyakit

5) Tidak adanya pemberian alat bantu yang dibutuhkan, seperti:

gelas, gigi palsu

6) Terdapat luka yang cukup parah di bagian tubuh tertentu

e. Karakteristik abuser dan lansia rentan/resiko abuse & neglect

Berikut ini gambaran karakteristik pelaku dan korban rentan/resiko

elder abuse & neglect dari berbagai sumber, seperti dibawah ini:

19

Tabel 2.1: Karakteristik Pelaku & Korban Rentan/Resiko Elder Abuse & Neglect

Anderson &

McFarlane

(2004)

Fishwick,

Parker, &

Campbell

dalam Stuart

& Laraia

(2005)

Menzey (2001)

dalam Allender,

Rector, & Warner

(2010)

Miller (2004)

dikutip oleh

Stevenson &

Pappas dalam

Nies &

McEwen

(2007)

Pelaku Bukan

orang asing

(seseorang

yang

dipercaya)

Aggota

keluarga

lansia.

Memiliki

masalah

mental dan

emosional,

Penyalahgu

naan zat.

Isolasi sosial &

patologi

Ketergantungan

emosi & finansial

pada korban

Penggunaan

alkohol

Laki-laki: abuse

fisik

Perempuan

(Pengasuh):

neglect fisik & psikkologi

Korban Lemah

Tergantung

Wanita

dengan usia

lebih dari 70

tahun

Riwayat

abusive.

Isolasi

sosial,

Kerusakan

kognitif,

Tergantung

dengan

orang lain

dalam

memenuhi

kebutuhan

sehari-hari.

Dementia &

gangguan

kesehatan

Kerusakan

kognitif

Lansia dengan

perawatan oleh

pengasuh

Lansia dengan

kondisi kesehatan

buruk (self-

neglect)

Wanita

dengan usia

lebih 70 tahun

Kesehatan

mental & fisik

terganggu

Tergantung

dengan orang

lain untuk

dukungan

fisik &

keuangan Lansia

bingung &

depresi

B. Keluarga

1. Pengertian keluarga

Keluarga dapat didefinisikan sebagai kekeluargaan/pertalian keluarga

(kinship), menurut Con & Stuart dalam Stuart & Laraia (2005) keluarga

20

adalah kumpulan individu yang dihubungkan oleh pernikahan atau yang

setara atau kedudukan sebagai orang tua. Menurut Friedman, Bowden, &

Jones (2003 ) menjelaskan bahwa keluarga adalah dua atau lebih orang

yang tergabung bersama oleh ikatan keterlibatan emosi dan kedekatan

dan yang mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari suatu

keluarga. Kedua definisi tentang keluarga diatas dapat penulis rangkum

menjadi kumpulan orang dihubungkan oleh perkawinan dan emosional

sehingga sepakat membentuk sebuah keluarga.

2. Dimensi Status Orang Tua

Dimensi status orang tua dapat digunakan untuk menjelaskan keluarga

pada masyarakat saat ini dan area kerja klinik (Con & Stuart dalam Stuart

& Laraia, 2005)), seperti dibawah ini:

a. Biologis

1) Kedua orang tua berhubungan secara biologis terhadap anak

2) Satu orang tua berhubungan secara biologis terhadap anak

(keluarga lesbian, inseminasi buatan, orang tua wali, dan

keluarga campuran)

3) Kedua orang tua tidak ada hubungan secara biologis terhadap

anak (adopsi)

4) Secara biologis berhubungan dengan eyang/embah untuk

memenuhi peran orang tua

21

b. Status perkawinan

1) Single parent: (anak dari seksual, inseminasi, adopsi, atau anak

hasil perceraiain)

2) Married parents: (kedua orang tua secara biologis, satu orang

tua biologis dan satu orang tua tiri, orang tua adopsi)

3) Cohabiting parent (tinggal bersama sebagai suami isteri):

(heteroseksual dan gay/lesbian)

c. Orientasi seksual

1) Heteroseksual

2) Gay/lesbian

d. Peran gender/status pekerjaan

1) Tradisional

2) Non tradisional

3. Tipe Keluarga

Menurut Sussman (1974) dan Maclin (1988) dalam Efendi dan

Machfudli (2009) Pembagian tipe keluarga adalah sebagai berikut:

a. Keluarga tradisional

1) Keluarga inti: keluarga yang terdiri dari atas ayah, ibu, dan anak

2) Pasangan inti: keluarga yang terdiri atas suami dan istri saja

3) Keluarga dengan orang tua tunggal: satu orang sebagai kepala

keluarga, biasanya sebagai akibat dari perceraian

4) Lajang yang tinggal sendirian.

5) Keluarga besar yang mencakup tiga generasi

22

6) Pasangan usia pertengahan atau pasangan lanjut usia

7) Jaringan keluarga besar

b. Keluarga non tradisional

1) Pasangan yang memiliki anak tanpa menikah

2) Pasangan yang hidup bersama tanpa menikah

3) Keluarga homoseksual (gay/ lesbian)

4) Keluarga komuni: keluarga dengan lebih dari satu pasangan

monogami dengan anak-anak secara bersamam-sama

menggunakan fasiltas serta sumber-sumber yang ada

4. Struktur Keluarga

Parad & Caplan (1965) dalam Friedman (2003) menjelaskan struktur

keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan

fungsi keluarga di masyarakat, antara lain:

a. Struktur peran keluarga

Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam

keluarga sendiri dan perannya di lingkungan masyarakat atau peran

formal dan informal.

b. Nilai dan norma keluarga

Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh

keluarga, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.

c. Pola komunikasi keluarga

23

Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah dengan

ibu, orang tua dengan anak, anak dengan anak, dan anggota keluarga

lain dengan keluarga inti.

d. Struktur kekuatan keluarga

Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk

mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah

perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.

5. Fungsi Keluarga

Lima fungsi keluarga menurut Friedman (1998) dalam Efendi dan

Makhfudli (2009) adalah sebagai berikut:

a. Fungsi afektif/affective function

Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, merupakan basis

kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan

kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif

tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota

keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang

positif, perasaan memiliki, perasaan yang berarti dan merupakan

sumber kasih sayang dan reinforcement.

b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi

Fungsi ini sebagai tempat untuk melatih anak dan mengembangkan

kemampuannya untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.

Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui

24

interaksi atau hubungan antara anggota keluarga yang ditujukan

dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar tentang disiplin, norma-

norma, budaya, dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam

keluarga.

c. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan dan menambah

sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana

maka fungsi ini sedikit terkontrol. Di sisi lain, banyak kelahiran

yang tidak diharapkan atau di luar ikatan perkawinan sehingga

lahirlah keluarga baru dengan satu orang tua.

d. Fungsi ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan tempat

mengembangkan kemampuan individu untuk meningkatkan

penghasilan dan memenuhi kebutuhan keluarga seperti makan,

minum, pakaian. Fungsi ini sukar dipenuhi oleh keluarga di bawah

garis kemiskinan.

e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan

Fungsi ini untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar

tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Kemampuan keluarga

dalam memberikan perawatan kesehatan mempengaruhi status

kesehatan keluaga. Bagi tenaga kesehatan keluarga yang

professional, fungsi perawatan kesehatan merupakan pertimbangan

vital dalam pengkajian keluarga.

25

6. Tugas Kesehatan Keluarga

Tugas kesehatan keluarga menurut Bailon dan Maglaya (1998) dalam

Efendi dan Makhfudli (2009), adalah sebagai berikut:

a. Mengenal masalah kesehatan

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh

diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti

dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan

dana kesehatan habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan

dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga.

Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara

tidak langsung menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila

menyadari adanya perubahan keluarga perlu dicatat kapan

terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan berapa besar

perubahnnya. Sejauh mana keluarga mengetahui dan menganal

fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda

dan gejala, faktor penyebab dan yang mempengaruhinya, serta

persepsi keluarga terhadap masalah.

b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai

masalah kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji

keadaan keluarga tersebut agar dapat memfasilitasi keluarga dalam

membuat keputusan. Berikut ini hal-hal yang harus dikaji oleh

perawat sebagai berikut:

26

1) Sejauhmana kemampuan keluarga mengerti mengani sifat dan

luasnya masalah

2) Apakah keluarga merasakan adanya masalah kesehatan

3) Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang

dialami

4) Apakah keluarga merasa takut akan akibat penyakit

5) Apakah keluarga mempunyai sikap negative terhadap masalah

kesehatan

6) Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang

ada

7) Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan

8) Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap

tindakan dalam mengatasi masalah

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang

sakit, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut:

1) Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis,

dan perawatannya).

2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan

3) Keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan

4) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga

yang bertanggung jawab, sumber keuangan atau financial,

fasilitas fisik, psikososial).

27

5) Sikap keluarga terhadap yang sakit

d. Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang

sehat

Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah

yang sehat, keluarga harus mengathui hal-hal sebagai berikut:

1) Sumber-sumber keluarga yang dimiliki

2) Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan

3) Pentingnya hygiene sanitasi

4) Upaya pencegahan penyakit

5) Sikap atau padangan keluarga terhadap hygiene sanitasi

6) Kekompakkan antar anggota keluarga

e. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat

Ketika merujuk anggota kaluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga

harus mengetahui hal-hal berikut ini:

1) Keberadaan fasilitas keluarga

2) Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas

kesehatan

3) Tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas

kesehatan

4) Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan

5) Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga

28

7. Tahapan dan Tugas Perkembangan Keluarga

Menurut Carter dan Mc. Goldrik, 1998, Duval dan Miller, 1985 dalam

Friedman (2010), tahapan, tugas perkembangan keluarga pada fase

elderly meliputi:

a. Tahapan perkembangan

Tahap ini dimulai ketika salah satu atau kedua pasangan pensiun,

terus berlangsung ketika salah satu pasangan meninggal dunia, dan

berakhir dengan pasangan lain meninggal.

b. Tugas- tugas perkembangan keluarga:

1) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan

2) Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun

3) Mempertahankan hubungan perkawinan

4) Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan

5) Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi

6) Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (riwayat

kehidupan dan integrasi hidup)

c. Masalah- masalah kesehatan:

1) Promosi kesehatan (nutrisi, latihan, pencegahan cedera,

penggunaan obat yang aman, pemakaian pelayanan preventif,

dan berhenti merokok)

2) Penurunan fungsi fisik

3) Penurunan sumber- sumber finansial

4) Kehilangan

29

8. Karakteristik Keluarga Dengan Kekerasan

Fishwick, Parker, & Campbell dalam Stuart & Laraia (2005),

menjabarkan bahwa karakteristik kekerasan keluarga dapat dipengaruhi

oleh:

a. Transmisi multigenerasi

b. Isolasi sosial

c. Menggunakan dan penyalahgunaan kekuasaan

d. Penyalahgunaan obat dan alkohol

30

BAB III

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas tentang asuhan keperawatan keluarga

rentan/resiko elderly negligence yang terdiri dari pengkajian keperawatan

berdasarkan indikator abuse aktual atau potensial, merumuskan diagnosis

keperawatan keluarga, dan intervensi keperawatan preventif pada kekerasan

keluarga .

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah pengumpulan data yang disengaja dan sistematis untuk

menentukan status kesehatan, status fungsional, dan pola koping klien pada

masa sekarang dan masa lalu (Capernito, 2000 dalam Potter & Perry, 2005).

Pengkajian keperawatan pada keluarga rentan elderly negligence dapat

didokumentasikan dengan merujuk kepada indikator abuse aktual atau

potensial menurut Fishwick, Parker, & Campbell dalam Stuart & Laraia

(2005) adalah sebagai berikut:

1. Riwayat Keperawatan

a. Alasan utama menghubungi

1) Informasi yang tidak jelas tentang penyebab masalah

2) Perbedaan antara temuan fisik dengan penjelasan penyebab

3) Meminimalkan cedera

4) Penundaan yang tidak tepat antara waktu cedera dan pengobatan

5) Reaksi keluarga yang tidak tepat (tidak perhatian, terlalu

perhatian, sikap yang mengancam

31

b. Informasi dari genogram keluarga

1) Riwayat kekerasan keluarga (anak, pasangan, lansia)

2) Riwayat kekerasan di luar rumah

3) Penahanan

4) Kematian akibat kekerasan keluarga

5) Riwayat keluarga dengan penyalahgunaan alkohol/obat-obatan

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat cedera trauma

2) Aborsi spontan

3) Perawatan psikiatri

4) Riwayat depresi

5) Penyalahgunaan obat-obatan

d. Riwayat seksual

1) Sexual abuse sebelumnya

2) Melakukan pemaksaan dalam aktivitas seksual

3) Penyakit yang berhubungan dengan kelamin

4) Anak dengan pengetahuan sexual diluar dari umur yang sesuai

5) Bersetubuh

e. Riwayat individu/sosial

1) Memiliki senjata api atau senjata lainnya

2) Kehamlan yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan

3) Kehamilan usia remaja

32

4) Isolasi sosial (kesulitan menyebutkan nama orang yang akan

membantunya saat krisis)

5) Kurang kontak dengan keluarga lainnya

6) Harapan yang tidak realistis terhadap suatu hubungan atau

perilaku yang sesuai usia

7) Cemburu berlebihan dengan pasangan

8) Keyakinan akan peran sex dengan kekerasan

9) Agresi verbal

10) Keyakinan akan hukuman fisik

11) Kesulitan di sekolah

12) Bolos, melarikan diri

f. Riwauay psikologi

1) Merasa ketidakberdayaan/putus asa

2) Merasa terjebak

3) Kesulitan membuat rencana ke depan

4) Kesedihan

5) Kelelahan kronis, apatis

6) Percobaan bunuh diri

g. Riwayat keuangan

1) Kemiskinan

2) Keuangan hanya dikontrol oleh satu anggota keluarga

3) Kengganan untuk menggunakan uang pada pelayanan

kesehatan/nutrisi yang memadai

33

4) Mengeluh tentang pengeluaran uang bagi anggota keluarga

5) Pengangguran

6) Menggunakan uang lansia untuk anggota keluarga lainnya

h. Nilai dan keyakinan keluarga

1) Keyakinan akan pentingnya disiplin fisik

2) Pengambil keputusan secara otoriter

3) Ketidaktoleranan pada perbedaan pandangan diantara keluarga

4) Ketidakpercayaan terhadap pihak luar

i. Hubungan keluarga

1) Kurang terlihat kasih sayang atau pengasuhan diantara anggota

keluarga

2) Ketergantungan yang berlebihan diantara anggota keluarga

3) Menghalangi atonomi

4) Banyak argumen

5) Berpisah sementara

6) Ketidakpuasan terhadap anggota keluarga

7) Kurang menikmati aktivitas keluarga

8) perselingkuhan

9) kekakuan peran (ketidakmampuan anggota keluarga untuk

mengambil peran nontradisional)

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

1) Takut, cemas, hiperaktif, atau hipoaktif

34

2) Kotor, tidak terawat

3) Pakaian tidak sesuai

4) Kecemasan meningkat saat abuser hadir

5) Melihat ke arah abuser untuk menjawab pertanyaan

6) Perilaku nonverbal yang tidak sesuai atau gelisah (tertawa saat

pertanyaan serius atau pertanyaan yang berhubungan dengan

abuse

7) Berkedip saat disentuh

b. Statistik penting

1) Gemuk atau kurus

2) Hipertensi

c. Kulit

1) Memar, berbekas, edema

2) Terdapat parut dan adanya luka dalam proses penyembuhan

3) Luka bakar rokok

d. Kepala

1) Botak pada kulit kepala dari tarikan rambut

2) Perdarahan Subdural

e. Mata

1) Perdarahan subkonjunctiva

2) Bengkak

3) Hitam disekitar mata

35

f. Telinga

1) Kehilangan pendengaran dari cedera lama atau infeksi yang

tidak sembuh

g. Mulut

1) Memar

2) Laserasi

3) Lubang gigi yang tidak sembuh

4) Infeksi sekitar mulut

h. Abdomen

1) Cedera intraabdomen

2) Cedera abdomen selama kehamilan

i. Ekstremitas

1) Memar pada lengan yang terjadi karena mencoba melindungi diri

dari pukulan

2) Patah lengan

3) Fraktur berdasarkan indikasi radiologis

j. Persarafan

1) Keterlambatan perkembangan

2) Kesuliltan menelan atau berbicara

3) Respon reflek hiperaktif

k. Kelamin/Perkemihan

1) Memar atau laserasi pada genital

2) Infeksi saluran kencing

36

3) Penyakit seksual menular

l. Rektal

1) Memar pada rektum

2) Perdarahan

3) Edema

4) Lunak

5) Menurunnya kekuatan sfingter

3. Observasi Keperwatan

a. Observasi umum

1) Observasi adanya perbedaan yang signifikan dari riwayat

keperawatan

2) Anggota keluarga yang tidak berpakaian atau berpakaian

b. Lingkungan rumah

1) Pemanas yang tidak cukup

2) Pengaturan tidur yang tidak sesuai

3) Tempat tinggal secara keseluruhan tidak terorganisir

4) Makanan yng tidak sesuai

5) Makanan basi tidak dibuang

c. Pola komunikasi keluarga

1) Salah satu orang tua menjawab seluruh pertanyaan

2) Meminta persetujuan pada anggota keluarga lainnya sebelum

menjawab pertanyaan

37

3) Seluruh nggota keluarga terus menerus melakukan interupsi

satu sama lainnya

4) Perilaku nonverbal negatif pada anggota keluarga lainnya

sewaktu salah satu anggota keluarga berbicara

5) Anggota keluarga tidak mendengar satu dengan lainnya

6) Topik tabu (rahasia keluarga)

d. Iklim emosional

1) Menegangkan, suasana rahasia

2) Ketidakbahagiaan

3) Kurang kasih sayang

4) Ketakutan yang jelas terhadap anggota keluarga lainnya

5) Berdebat lisan

B. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan keluarga yang dikembangkan adalah diagnosis

tunggal yang hampir serupa dengan diagnosis keperawatan di rumah sakit.

Dalam penyusunan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, seorang

perawat keluarga harus mengacu kepada tipologi masalah kesehatan

keluarga, yaitu: kurang atau tidak sehat, ancaman kesehatan, dan situasi krisis

(Sudiharto, 2005). Tahapan diagnosis keperawatan terdiri dari menganalisa

data, mengidentifiksi masalah kesehatan, dan membuat pernyataan diagnosis.

Pernyataan diagnosis berdasarkan diagnosa keperawatan NANDA

Internasional. Diagnosis keperawatan keluarga yang mungkin timbul pada

38

elderly abuse/negligence disesuaikan dengan analisa data indikator abuse

aktual atau potensial.

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan preventif pada kekerasan dalam keluarga menurut

Fishwick, Parker, & Campbell dalam Stuart & Laraia (2005) adalah sebagai

berikut:

1. Prevensi Primer

Prevensi primer adalah suatu aktivitas yang menghentikan masalah

sebelum masalah itu terjadi. Merubah persepsi masyarakat terhadap

violence dan abuse adalah langkah awal yang penting dalam prevensi.

Prevensi primer yang efektif dapat dilakukan melalui:

a. Menghapuskan norma dan nilai budaya yang menerima dan

mengagungkan kekerasan.

b. Menghapuskan pornografi, khususnya kekerasan pornografi yang

berhubungan dengan kekerasan seksual.

c. Penguatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga memiliki

koping yang lebih efektif terhadap stres dan penyeleseaian konflik

tanpa kekerasan.

d. Program edukasi pada masyarakat, seperti: pertumbuhan dan

perkembangan yang sehat sepanjang kehidupan, hubungan intim

yang sehat, pendidikan sex dan kehidupan dalam keluarga, persiapan

39

menjadi orang tua, cara mendisiplinkan anak-anak dengan tanpa

kekerasan, dan .

e. Panduan antisipasi terhadap kekerasan keluarga

f. Kebijakan dan program yang mendukung lansia, seperti: tunjangan

hari tua, peringatan hari lansia, dan edukasi pada lansia.

2. Prevensi Sekunder

Upaya prevensi sekunder meliputi identifikasi keluarga yang beresiko

abuse, neglect, atau eksploitasi anggota keluarga sebagai deteksi dini

terhadap anggota keluarga yang menggunakan kekerasan. Pengkajian

terhadap kesehatan dan kesejahteraan lansia dan mengidentifikasi

kekerasan yang mungkin terjadi dalam rumah sendiri atau di tempat

pengasuh merupakan tahap awal hubungan perawat-lansia. Intervensi

keperawatan dibutuhkan apabila ada anggota keluarga yang beresiko

menggunakan kekerasan dengan mengkaji faktor-faktor resiko,

diskusikan persepsi dan perilaku, dan membuat daftar urut (checklist)

perencanaan penyelamatan pada korban kekerasan dalam rumah tangga

(Litle K: postgraduate Med 108:135, 2000 dalam Stuart & Laraia, 2005),

seperti dibawah ini:

a. Selama kekerasan terjadi:

1) Pindah ke ruangan dimana kamu terhindar dari cedera.

2) Hindari dapur, kamar mandi, garasi, dan ruangan tanpa pintu

keluar.

b. Merencanakan ke depan:

40

1) Simpan catatan nomor emergency.

2) Latihan memberikan tanda kepada tetangga untuk meminta

bantuan.

3) Rencanakan dengan anak anda, latiihan memberikan kata kode

atau tanda dan ajarkan mereka bagaimana menghubungi 911.

4) Latihan cara keluar dari rumah dengan aman.

5) Parkir mobil anda di luar rumah agar tidak terhalang.

6) Buat kunci mobil cadangan dan pertahankan tangki bensin

mobil anda penuh.

7) Bahkan jika Anda tidak berpikir akan ada waktu berikutnya,

rencanakan tiga tempat tujuan yang anda anggap aman.

8) Cari pilihan hukum dan prosedur perlindungan sebelum anda

membutuhkannya.

9) Buka tabungan pribadi anda pada bank terpisah.

c. Meletakkan segala sesuatu pada tempatnya:

1) Simpan uang dan pakaian ekstra dimana anda dapat

mengaksesnya dengan aman (rumah teman dan tempat kerja).

2) Buat salinan dokumen yang anda anggap penting dan disimpan

pada tempat yang aman.

d. Seandainya anda memiliki prosedur perlindungan:

1) Simpan salinannya dengan anda setiap waktu.

2) Berikan salinannya pada sekolah anak anda atau fasilitas

penitipan, dan pada manajer di tempat kerja anda.

41

3) Laporkan setiap kekerasan yang terjadi kepada polisi.

e. Seandainya pasangan anda tidak tinggal bersama anda:

1) Ganti kunci rumah.

2) Pasang kunci tambahan.

3) Rencanakan rute penyelamatan.

4) Dapatkan identitas pemanggil pada handphone anda.

5) Latihan memberikan tanda kepada tetangga untuk meminta

bantuan.

6) Beritahukan polisi agar mereka tahu situasi anda.

f. Keselamatan di tempat kerja:

1) Gunakan voice mail atau menampilkan panggilan anda kepada

seseorang.

2) Beritahukan kepada security atau supervisor anda.

3) Buat perencanaan penyelamatan bersama rekan kerja untuk

menangani situasi tertentu anda.

g. Membangun jaringan dukungan:

1) Hubungi teman-teman lama anda.

2) Bergabung dengan kelompok pendukung.

3) Hubungi hotline kekerasan dalam rumah tangga lokal.

h. Alkohol dan obat-obatan

1) Penggunaan alkohol dan obat-obatan mengurangi kesadaran

dan bertindak deWOngan cepat untuk melindungi diri dan anak

anda.

42

2) Pelaku kekerasan menggunakan alkohol dan obat-obatan

sebagai salah satu alasan untuk perilaku kekerasan mereka.

i. Memecah keheningan:

1) Katakan pada anggota keluarga anda, teman, tetangga, rekan

kerja, dan dokter tentang abuse.

2) Ingat bahwa isolasi menngkatkan resiko anda.

3. Prevensi Tersier

Upaya prevensi tersier mengacu kepada tindakan keperawatan yang

membahas tentang kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang victims

dan survivors saat mereka pulih dari pengalaman mereka dalam rangka

untuk memperbaiki efek negatif. Prevensi tersier juga berfokus pada

menghentikan abuse pada saat ini dan mencegah berulangnya abuse.

Sebagai contoh , apabila victims-survivors adalah anak-anak atau lansia,

mereka harus dipindahkan dari rumah untuk keamanan. Pada kasus lain

seperti abuse pada lansia oleh kehadiran perawatan pribadi ke rumah, hal

ini dimungkinkan untuk memndahkan pelaku kejahatan dari rumah

daripada mengganggu keamanan lansia.

Penting bagi perawat untuk mengetahui hukum wajib lapor di negara

mereka. Beberapa negara mewajibkan pelaporan untuk kasus abuse dan

neglect pada anak dan banyak negara telah memiliki formulir pelaporan

wajib pada abuse, neglect, dan eksploitasi lansia. Banyak keperawatan

dan organisasi medis menentang pelaporan wajib pada kekerasan dalam

rumah tangga karena melanggar otonomi individu dan melanggar

43

kerahasiaan pasien. Tingginya angka kekerasan keluarga dan rendahnya

angka deteksi, pelaporan, dan intervensi terapeutik pada pelayan

kesehatan profesional telah terdokumentasi, dan hal ini disebabkan oleh

karena rendahnya pengetahuan tentang child abuse, intimate partner

violent dan elder abuse.

Peran edukator dan mentor klinik untuk mengembangkan kurikulum

pada kekerasan keluarga. Hal ini akan menjadi model cara yang efektif

untuk menyaring dan menanggapi indikator kekerasan keluarga.

Program pendidikan dan pelatihan bagi dokter, perawat, pekerja sosial

dan dokter gigi sangat dibutuhkan untuk menekan laju peningkatan kasus

kekerasan keluarga.

44

BAB IV

KESIMPULAN

A. Perawat Kesehatan Masyarakat Dapat Memberikan Asuhan

Keperawatan Keluarga Rentan/Resiko Elderly Negligence Melalui

Pengkajian Yang Mendalam Terhadap Riwayat Keperawatan,

Pemeriksaan Fisik, dan Observasi Keperawatan; Menentukan Diagnosa

Keperawatan; dan Membuat Intervensi Keperawatan Preventif.

B. Faktor-Faktor Yang Rentan/Resiko Bagi Keluarga Dengan Elderly

Negligence Secara Umum Dipengaruhi Oleh Transmisi Multigenerasi,

Isolasi Sosial, Menggunakan Dan Penyalahgunaan Kekuasaan, Dan

Penyalahgunaan Obat, dan Alkohol.

C. Masalah Kesehatan Yang Mungkin Terjadi Pada Lansia Dengan

Keluarga Rentan/Resiko Elderly Negligence Adalah Kebersihan Kurang,

Kerusakan Kulit, Malnutrisi, Dehidrasi, Atau Resep Obat Dengan Dosis

Kurang Atau Berlebih

D. Intervensi Keperawatan Pada Keluarga Rentan/Resiko Elderly

Negligence Dapat Dilakukan Melalui Prevensi Primer, Sekunder, dan

Tersier.

DAFTAR PUSTAKA

Achjar, dkk (2010). Aplikasi keperawatan keluarga: Bagi mahasiswa keperawatan

& praktisi perawat perkesmas. Jakarta: Sagung Seto.

Anderson, E,T. & McFarlane, J.M. (2004). Community as partner: Theory and

practice in nursing. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Allender, J.A. & Rector, C., & Warner, K.D. (2010). Community health nursing:

Promoting and protecting the public’s health. 7th ed. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins.

Depkes R.I. (2005). Pedoman Puskesmas Satuan Usia Lanjut Bagi Petugas

Kesehatan. Jakarta: Depkes R.I.

Depkes R.I. (2003). Pedoman Pengelolaan kegiatan Kesehatan di Kelompok Usia

Lanjut. Jakarta: Depkes R.I.

Efendi, F. & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan

praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Friedman, M.M. Bowden, V.R., & Jones, E.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan

Keluarga: Riset, Teori, dan Praktik. Edisi Bahasa Indonesia, edisi kelima.

Jakarta: EGC.

Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E. G. (2003). Family

Nursing:Research, Theory,and Practice. New Jersey: Pearson Education,

Inc.

Hurlock. (2004). Pendekatan Bagi Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika

Kemensos RI. (2014). Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Diakses

di https://kemsos.go.id/modules.php?name=glosariumkesos. Diperoleh

tanggal 13 Mei 2014.

Kemensos RI. (2014). Trauma Center Bagi Lanjut Usia: Tumpuan Terakhir di

PSTW Gau Mabaji Gowa.

http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=712.

2008. Diperoleh tanggal 14 mei 2014.

Maryam, R.S., dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta:

Salemba Medika.

Nies, M. A., & McEwen, M. (2007). Community/Public Health Nursing:

Promoting the Health of Populations (4th ed.). St. Louis, Missauri:

Sauders Elsevier.

Nugroho, W. (2008). Keperawatan: Gerontik & Geriatrik. Edisi ketiga. Jakarta:

EGC.

Potter, P.A & Perry, A.G. (2005). Fundamentals Of Nursing. 6th Ed. Philadelphia:

Mosby.

Sudiharto. (2005). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan

Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC.

Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principle and Practice of Psychiatric

Nursing. 8th Edition. St. Louis: Elsevier Mosby.

Suhartini (2010). Faktor-Faktor Kondisi Kesehatan, Kondisi Ekonomi Dan

Kondisi Sosial Terhadap Kemandirian Orang Lanjut Usia.

http://repository.usu.ac.id/bitstream.pdf. Diperoleh tanggal 3 Mei 2014.

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA RENTAN/RESIKO

ELDERLY NEGLIGENCE

Makalah Penugasan:

Keperawatan Kesehatan Keluarga Lanjut

(MIK 008)

Disusun Oleh:

Feandi Putera

Luqman Hermansyah

Penanggung Jawab Mata Kuliah:

Ibrahim HS., SKM.MNSc.

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PASCA SARJANA-UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2013/2014

i

KATA PENGANTAR

ه ر مح مر نه مر نه

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya

kelompok dapat menyelesaikan penugasan makalah pada mata kuliah Keperawatan

Kesehatan Keluarga Lanjut (MIK 008). Shalawat dan salam penulis sampaikan ke

pangkuan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam

kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan dan alam Islamiyah.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran konsep

Asuhan Keperawatan Keluarga Rentan/Resiko Elderly Negligence. Dalam

menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang kelompok alami,

namun berkat dukungan, dorongan, dan semangat dari orang terdekat membuat

kelompok mampu menyelesaikannya. Oleh karena itu kelompok pada kesempatan

ini mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada dosen penanggung jawab

mata kuliah Bapak Ibrahim, HS., SKM, MNSc. yang telah membimbing dan

mengarahkan kelompok serta teman-teman Magister Ilmu Keperawatan Angkatan

II yang telah memberikan semangat dan motivasi bagi kelompok untuk

menyelesaikan makalah kelompok ini.

Kami menyadari tulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karenanya kelompok mengharapkan saran dan kritikan yang membangun guna

kesempurnaan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

untuk kita semua, Amin.

Banda Aceh, Mei 2014

Kelompok XI

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................... 1

B. Tujuan ............................................................................. 5

1. Tujuan Umum ............................................................... 5

2. Tujuan Khusus .............................................................. 5

.

BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Elderly Negligence ................................................................ 6

1. Elderly (Lansia) ............................................................. 6

2. Elderly Negligence ........................................................ 15

B. Keluarga ............................................................................ 19

1. Pengertian Keluarga .................................................... 19

2. Dimensi Status Orang Tua ........................................... 19

3. Tipe Keluarga ............................................................... 21

4. Struktur Keluarga ........................................................ 21

5. Fungsi Keluarga ............................................................ 22

6. Tugas Kesehatan Keluarga .......................................... 25

7. Tahap Dan Tugas Perkembangan Keluarga .............. 28

8. Karakteristik Keluarga Dengan Kekerasan ............... 29

BAB III PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan ................................................. 29

1. Riwayat Keperawatan .................................................. 29

2. Pemeriksaan Fisik ......................................................... 32

3. Observasi Keperawatan ............................................... 35

B. Diagnosa Keperawatan ..................................................... 36

C. Intervensi Keperawatan .................................................. 37

1. Prevensi Primer ............................................................. 37

2. Prevensi Sekunder ........................................................ 38

3. Prevensi Tersier ............................................................ 41

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN