ekuitas merek terhadap intensi pembelian...

17
Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman) 33 EKUITAS MEREK TERHADAP INTENSI PEMBELIAN SMARTPHONE IPHONE PADA MAHASISWA MARIANA (ALUMNUS STRATA SATU JURUSAN MANAJEMEN) YOHANA F. CAHYA PALUPI MEILANI (DOSEN JURUSAN MANAJEMEN) FAKULTAS EKONOMI-UNIVERSITAS PELITA HARAPAN TANGERANG Ruang Dosen Manajemen Gedung F Lantai 3, Lippo Karawaci boulevard, UPH Tower, Kampus Universitas Pelita Harapan Lippo Karawaci, Tangerang 15811 Telp: 021-5460901 ext 2647 / HP. 081332360279 Kontak email: [email protected] Abstraks Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kesadaran merek, loyalitas merek, persepsi kualitas dan asosiasi merek berpengaruh terhadap intensi pembelian iphone. Data penelitian dikumpulkan dari 90 mahasiswa- mahasiswi Fakultas Ekonomi, Universitas ABC yang telah menggunakan seri iphone4 ke atas dengan jangka waktu minimal enam bulan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner dengan menggunakan judgemental sampling. Semua variabel telah terpenuhi dalam uji validitas dan reliabilitas. Indikator- indikator yang gugur dalam pengujian validitas tidak diikutsertakan dalam penelitian aktual. Pengolahan data dilakukan melalui program SmartPLS 3.4.2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran merek, loyalitas merek, persepsi kualitas, dan asosiasi merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian. Kontribusi penelitian dapat memberikan masukan kepada pihak iphone untuk meningkatkan intensi pembelian smartphone dengan meningkatkan kesadaran merek, loyalitas merek, persepsi kualitas, dan asosiasi merek. Referensi: 39 (2007-2016) Kata Kunci: Ekuitas Merek, Intensi Pembelian. Abstract This study aims to determine whether the brand awareness, brand loyalty, perceived quality and brand associations influence on purchase intentions of iphone. Data were collected from 90 college students of the Faculty of Economics, ABC University which has used a series iphone4 up with a minimum used period of six months. Data was collected by questionnaires using judgmental sampling. All the variables have been fulfilled in the validity and reliability test. The indicators that fall within the validity of the test do not included in the actual research. The data processing is done through a program SmartPLS 3.4.2. The results shown that brand awareness, brand loyalty, perceived quality, brand associations have positive influence on purchase intentions. The contribution of research to provide input to the Apple managerial to increase smartphone purchase intention by increasing brand awareness, brand loyalty, perceived quality, and brand associations. References: 39 (2007-2016) Keywords: Brand Equity, Purchase Intention.

Upload: nguyenthu

Post on 17-Aug-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

33

EKUITAS MEREK TERHADAP INTENSI PEMBELIAN SMARTPHONE IPHONE PADA MAHASISWA

MARIANA

(ALUMNUS STRATA SATU JURUSAN MANAJEMEN)

YOHANA F. CAHYA PALUPI MEILANI (DOSEN JURUSAN MANAJEMEN)

FAKULTAS EKONOMI-UNIVERSITAS PELITA HARAPAN TANGERANG

Ruang Dosen Manajemen Gedung F Lantai 3, Lippo Karawaci boulevard, UPH Tower,

Kampus Universitas Pelita Harapan Lippo Karawaci, Tangerang 15811 Telp: 021-5460901 ext 2647 / HP. 081332360279

Kontak email: [email protected]

Abstraks Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kesadaran merek, loyalitas merek, persepsi kualitas dan asosiasi merek berpengaruh terhadap intensi pembelian iphone. Data penelitian dikumpulkan dari 90 mahasiswa-mahasiswi Fakultas Ekonomi, Universitas ABC yang telah menggunakan seri iphone4 ke atas dengan jangka waktu minimal enam bulan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner dengan menggunakan judgemental sampling. Semua variabel telah terpenuhi dalam uji validitas dan reliabilitas. Indikator-indikator yang gugur dalam pengujian validitas tidak diikutsertakan dalam penelitian aktual. Pengolahan data dilakukan melalui program SmartPLS 3.4.2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran merek, loyalitas merek, persepsi kualitas, dan asosiasi merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian. Kontribusi penelitian dapat memberikan masukan kepada pihak iphone untuk meningkatkan intensi pembelian smartphone dengan meningkatkan kesadaran merek, loyalitas merek, persepsi kualitas, dan asosiasi merek. Referensi: 39 (2007-2016) Kata Kunci: Ekuitas Merek, Intensi Pembelian.

Abstract This study aims to determine whether the brand awareness, brand loyalty, perceived quality and brand associations influence on purchase intentions of iphone. Data were collected from 90 college students of the Faculty of Economics, ABC University which has used a series iphone4 up with a minimum used period of six months. Data was collected by questionnaires using judgmental sampling. All the variables have been fulfilled in the validity and reliability test. The indicators that fall within the validity of the test do not included in the actual research. The data processing is done through a program SmartPLS 3.4.2. The results shown that brand awareness, brand loyalty, perceived quality, brand associations have positive influence on purchase intentions. The contribution of research to provide input to the Apple managerial to increase smartphone purchase intention by increasing brand awareness, brand loyalty, perceived quality, and brand associations. References: 39 (2007-2016) Keywords: Brand Equity, Purchase Intention.

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

34

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi membuat smartphone merupakan salah satu produk yang dapat dikategorikan menjadi kebutuhan pokok netizen (internet citizen). Setiap perusahaan berusaha untuk menunjukkan keahlian ataupun keunikan masing-masing. Persaingan tersebut mengakibatkan perusahaan berlomba-lomba untuk meningkatkan daya saing dengan menggunakan logo, simbol, nama yang unik atau yang biasanya disebut dengan merek, agar menjadi suatu pembeda dengan perusahaan pesaing. Menurut Aaker (2015, 3-8) merek merupakan sebuah aset yang memiliki ekuitas, dan menggerakkan strategi serta performa bisnis. Sebuah merek yang mempunyai nilai merek secara positif tinggi akan lebih mudah untuk pemasar memasarkan produk tersebut, karena publik memiliki persepsi positif terhadap merek tersebut. Artinya Ketika sebuah merek mempunyai ekuitas merek yang tinggi maka intensi pembelian konsumen akan meningkat. Hal ini sejalan Santoso dan Cahyadi (2014) yang mengungkapkan ekuitas merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap intensi pembelian konsumen. Dalam penelitian ini iphone digunakan sebagai objek penelitian sebagai produk Apple. Apple merupakan sebuah perusahaan multinasional yang berpusat di Silicon Valley, California dan bergerak di bidang perancangan, pengembangan, dan penjualan barang-barang yang meliputi elektronik konsumen, perangkat lunak komputer serta komputer pribadi. Apple Inc., didirikan pada 1 April 1976 (Dharmaone, 2014). Awalnya Apple bernama Apple Computer, Inc., namun pada januari 2007, kata ‘computer’ di hapus untuk mencerminkan fokus Apple tehadap bidang elektronik konsumen pasca-peluncuran iphone. Apple meluncurkan iphone pertamanya pada 29 juni 2007 di Amerika Serikat (Dharmaone, 2014). Pemilihan Apple sebagai objek penelitian karena adanya pertimbangan Apple merupakan perusahaan tergolong baru dalam industri smartphone dan mempunyai nilai merek paling tinggi dibanding nilai merek smartphone lainnya bahwa Apple menduduki peringkat pertama pada The Brand Finance Global 500 pada 2016. Selain itu, berdasarkan studi eksplorasi dengan observasi yang dilakukan pada 100 mahasiswa-mahasiswi di Fakultas Ekonomi, Universitas ABC didapatkan 77% mahasiswa–mahasiswi menggunakan iphone, sehingga mudah untuk memperoleh data-data diperlukan. Hasil eksplorasi menunjukkan bahwa 60% alasan responden menggunakan iphone dikarenakan iphone memiliki kualitas bagus; 29% menyatakan telah menggunakan produk iphone dari awal, sehingga adanya hambatan berpindah ke merek lain sebagai pengguna iphone; 11% lainnya menggunakan iphone karena mempunyai reputasi merek baik. Asosiasi merek iphone muncul dalam benak responden ketika orang menyebutkan “iphone” yaitu iphone smartphone inovatif sebesar 44%; terdapat 25% dari responden mengatakan iphone merupakan smartphone berkelas; 24% mempunyai pendapat bahwa iphone merupakan smartphone yang canggih; 7% lainnya mempunyai asosiasi iphone mempunyai kualitas tinggi, desain simple, iphone merupakan produk Apple, sisanya berpendapat iphone smartphone yang biasa saja. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Chi, Yeh, dan Yang,2009; Jalilvand, Samiei, Mahdavinia, 2011 menemukan komponen ekuitas merek yaitu kesadaram merek, asosiasi merek, loyalitas merek, dan persepsi kualitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi pembelian konsumen. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad, Hamad, dan Shabir (2014) didapatkan bahwa loyalitas merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap intensi pembelian konsumen. Walangitan, Pangemanan, dan Rumokoy (2015) menyatakan bahwa ekuitas merek secara simultan memberi pengaruh yang signifikan, namun secara parsial hanya persepsi kualitas dan asosiasi merek yang memiliki pengaruh signifikan terhadap intensi pembelian. Sedangkan loyalitas merek dan kesadaran merek tidak terlalu berpengaruh terhadap intensi pembelian konsumen. Meskipun demikian, terdapat juga penelitian yang menunjukkan bahwa persepsi kualitas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap intensi pembelian konsumen yang dinyatakan oleh Santoso dan Cahyadi (2014). Hasil penelitian di atas menunjukkan adanya ketidak konsistenan hasil temuan penelitian komponen ekuitas merek terhadap intensi pemebelian konsumen. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Walangitan, Pangemanan, dan Rumokoy (2015). Menurut Sekaran & Bougie (2013, 21) replikasi merupakan mengulang penelitian dan memeriksa, untuk melihat apakah hasil dari penelitian tersebut sama diperoleh pada waktu yang berbeda. Alasan melakukan replikasi model adalah untuk mengetahui apakah model penelitian sebelumnya dapat diaplikasikan pada produk iphone di Fakultas Ekonomi, Universitas ABC. Penelitian sebelumnya dilakukan di Manado oleh Walangitan, Pangemanan, dan Rumokoy (2015) menggunakan objek pengamatan produk kosmetik Etude House. Model dalam penelitian masih belum banyak dilakukan terhadap iphone. 1.2 Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah.Berdasarkan latar belakang yang telah diulas di atas, maka didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas: 1. Apakah loyalitas merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone?

2. Apakah kesadaran merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone?

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

35

3. Apakah persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone?

4. Apakah asosiasi merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone? Kontribusi penelitian diharapkan dapat diaplikasikan dalam dunia bisnis nyata. Penelitian diharapkan dapat berguna bagi pengembangan konsep peningkatan intensi pembelian pelanggan. Selain itu, juga dapat memberikan masukan pihak iphone dapat meningkatkan intensi pembelian pelanggan melalui loyalitas merek, kesadaran merek, persepsi kualitas, dan asosiasi merek. 1.3 Ruang Lingkup Penelitian. Pembatasan masalah penelitian ini adalah menggunakan judgemental sampling. Artinya penarikan sampel, responden digunakan hanyalah yang memenuhi persyaratan, diantaranya konsumen menggunakan iphone selama 6 bulan atau lebih. Penelitian ini juga tidak melihat perubahan intensi pembelian konsumen periode waktu tertentu. Intensi pembelian yang dimaksudkan adalah intensi pembelian pengguna iphone terhadap varian baru produk iphone. Selain itu, responden terbatas mahasiswa–mahasiswi di Fakultas Ekonomi, Universitas ABC. Hal-hal tersebut membuat hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran . Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok perusahaann mempertahankan eksistensinya merupakan salah satu kegiatan dapat meningkatkan keuntungan serta mendukung perusahaan mencapai tujuaannya. Arti pemasaran sering dikaitkan penjualan, perdagangan, distribusi. Namun, sebenarnya pemasaran tidak hanya fokus pada keuntungan perusahaan tetapi juga memperhatikan relasi dengan pelanggan. Kotler dan Amstrong (2013, 27) mendefinisikan pemasaran sebagai proses menciptakan nilai pelanggan serta membangun hubungan kuat dengan pelanggan untuk mendapatkan nilai dari pelanggan sebagai imbalan. Tujuan pemasaran membuat pelanggan terus kembali membeli produk dari perusahaan. Adapula Schiffman dan Wisenblit (2014, 30) menyatakan pemasaran merupakan seperangkat institusi dan proses dari menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan, bertukar nilai pada pelanggan, klien, mitra, masyarakat. 2.2 Perilaku Konsumen. Dalam memasarkan produk atau jasa perusahaan, sebuah perusahaan harus dapat bersaing dalam lingkungan kompetitif dan harus menyediakan nilai lebih kepada konsumennya daripada yang diberikan kompetitor. Sebelum perusahaan dapat memberikan nilai lebih, perusahaan harus terlebih dahulu memahami perilaku konsumen. Secara umum, perilaku konsumen didefinisikan pembelajaran tentang individu, grup, organisasi dan proses yang mereka lakukan ketika memilih, menseleksi, serta membuang produk, jasa, ide atau pengalaman mereka untuk memuaskan kebutuhan mereka (Hawkins dan Mothersbaugh 2010, 6). Perilaku konsumen dipengaruhi beberapa faktor baik eksternal (keluarga, demografis, budaya, status sosial, dan aktifitas pemasaran), atau internal (persepsi, personaliti, perilaku, emosi, dan ingatan). Pengaruh ini kemudian membentuk gaya, konsep dasar yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Konsumen mengenali kebutuhannya, mencari produk atau jasa sesuai, menggunakan memuaskan kebutuhan, kemudian membuang; atau mengganti dengan melihat sampai sejauh mana produk atau jasa tersebut memenuhi kebutuhan (Hoyer dan Maclnnis 2010, 4). 2.3 Merek . Agar sebuah perusahaan dapat bersaing dengan pesaingnya, maka diberikan sebuah nama, logo, simbol perusahaan agar menjadi pembeda dengan kompetitor biasanya disebut dengan merek atau brand. Menurut Aaker (2015, 3) merek merupakan janji organisasi kepada pelanggan memberikan yang menjadi prinsip tidak hanya dalam manfaat fungsional, tetapi juga manfaat emosional, ekspresi diri, sosial. Merek mempunyai nilai dan merupakan aset perusahaan tergolong aset tak berwujud (intangible), perusahaan harus mengelola merek dengan baik (Keller 2013, 61). Dapat disimpulkan merek berkontribusi pada persepsi konsumen terhadap perusahaan. Sehingga merek harus dimiliki perusahaan untuk bersaing di pasar. 2.4 Ekuitas Merek. Banyaknya merek telah berdiri hingga sekarang ini, membuat perusahaan tidak dapat bersaing baik jika hanya membangun citra merek positif di benak masyarakat. Munculnya konsep ekuitas merek memberi kesadaran pentingnya merek dalam strategi pemasaran, sehingga menciptakan fokus dalam engelolaannya. Menurut Kotler dan Keller (2009, 278) ekuitas merek merupakan nilai tambah sebuah merek kepada produk atau jasa, di refleskikan dengan cara bagaimana seorang pelanggan, berfikir, merasakan, serta bertindak secara baik kepada sebuah merek. Dalam membuat sebuah brand menjadi kuat diperlukan pemahaman mengenai konsep Customer Based Brand Equity (Keller 2013, 68). Pada dasarnya konsep ini melihat ekuitas merek dari perspektif konsumen. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan ekuitas merek merupakan nilai tambah perusahaan melalui aktivitas-aktivitas pemasaran untuk mencapai target pasarnya. Ketika sebuah merek mempunyai ekuitas merek positif, konsumen lebih mudah untuk menerima brand extention dari merek tersebut dan konsumen juga tidak sensitif terhadap kenaikan harga dari produk perusahaan (Keller 2013, 69).

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

36

2.5 Kesadaran Merek. Kesadaran merek merupakan hal yang diperlukan untuk membangun ekuitas merek (Keller 2013, 72). Kotler dan Lee (2007, 114) menyatakan bahwa kesadaran merek merupakan sejauh-mana tingkat seorang konsumen dapat mengindentifikasi sebuah merek. Begitu pula Keller (2013, 72) berpendapat kesadaran merek berkaitan dengan kekuatan informasi merek yang memungkinkan pemasar untuk mengukur kemampuan konsumen dalam mengidentifikasi merek dalam berbagai kondisi. Sedangkan menurut Aaker (2015, 8) kesadaran merek merupakan satu aset mempengaruhi persepsi, rasa suka, bahkan tingkah laku konsumen. 2.6 Loyalitas Merek. Aaker (2015, 9) menyatakan bahwa loyalitas merek merupakan keengganan pelanggan untuk berpindah merek lain dan akan memberi kuntungan bagi merek yang telah memperoleh loyalitas. Dengan begitu, sulit bagi pesaing bisa mematahkan loyalitas tersebut. Sedangkan Kotler dan Lee (2007, 114) berpendapat bahwa loyalitas merek mengacu pada tingkat seorang konsumen memilih dan membeli brand yang sama secara konsisten dalam sebuah produk yang berkelas. Menurut Kerin et al., (2009, 135) loyalitas merek merupakan sebuah sikap konsumen yang konsisten pada satu merek dan sikap ini menguntungkan bagi perusahaan. Loyalitas merek memberikan prediktabilitas dan permintaan konstan dan menciptakan hambatan masuk perusahaan yang ingin memasuki pasar tersebut (Keller 2013, 35). 2.7 Intensi Pembelian. Menurut Kotler dan Keller (2009, 517) menyatakan bahwa intensi pembelian merupakan instruksi diri konsumen untuk membeli produk atau mengambil tindakan yang berkaitan dengan pembelian. Untuk meningkatkan intensi pembelian konsumen dapat dilakukan dengan penawaran yang menarik seperti kupon diskon (Kotler dan Keller 2009, 517). Dengan begitu dapat meningkatkan komitmen pembelian konsumen pada sebuah produk. Keller (2013, 344) menyatakan bahwa intensi pembelian konsumen dapat mengukur apakah konsumen akan membeli merek tersebut atau berpindah merek lainnya. Riset psikologi menunjukkan bahwa intensi pembelian memungkinan prediksi pembelian aktual (Keller 2013, 344). Keller juga menyatakan bahwa Intensi pembelian dapat dikatakan sebagai kecenderungan seorang konsumen untuk membeli merek tertentu. Intensi pembelian tersebut didasarkan pada kecocokan alasan dengan atribut atau karakteristik dari merek yang dipertimbangkan (Belch dan Belch 2015, 124). 2.8 Keterkaitan Antar Variabel Pembentuk Hipotesis 2.8.1 Keterkaitan Kesadaran Merek dengan Intensi Pembelian. Kesadaran merek merupakan satu aset yang dapat mempengaruhi persepsi, rasa suka, dan bahkan tingkah laku konsumen (Aaker 2015, 8). Tingkah laku atau perilaku konsumen terhadap sebuah merek akan mengarahkan kepada intensi pembelian jika perilaku tersebut positif. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa kesadaran merek mempunyai pengaruh terhadap intensi pembelian. Penelitian sebelumnya juga mendukung adanya hubungan positif antara kesadaran merek terhadap intensi pembelian (Chi, Yeh, dan Yang, 2009; Andriyanto dan Haryanto, 2010; Sandra dan Haryanto, 2010; Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia, 2011; Yudhiartika dan Haryanto, 2012; Agusli dan Kunto, 2013). Berdasarkan dari penelitian tersebut maka didapatkan hipotesis 1 yaitu: H1: Kesadaran merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. 2.8.2 Keterkaitan Loyalitas Merek dengan Intensi Pembelian. Loyalitas merek merupakan keengganan pelanggan untuk berpindah merek lain dan hal ini pastinya akan memberi kuntungan bagi merek yang telah memperoleh loyalitas (Aaker 2015, 9). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seorang pelanggan telah loyal pada sebuah merek, maka pelanggan akan melakukan pembelian ulang dikarenakan keengganan untuk berpindah merek. Dengan kata lain, adanya loyalitas merek dari seorang konsumen terhadap sebuah merek maka, berpenagaruh pada intensi pembelian. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa adanya pengaruh loyalitas merek terhadap intensi pembelian (Chi, Yeh, dan Yang, 2009; Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia, 2011; Agusli dan Kunto, 2013; Muhammad, Hamad, dan Shabir, 2014; Santoso dan Cahyadi, 2014). Berdasarkan dari penelitian tersebut maka didapatkan hipotesis 2 yaitu: H2: Loyalitas merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. 2.8.3 Keterkaitan antara Persepsi Kualitas dengan Intensi Pembelian. Aaker (2009) menyatakan persepsi kualitas merupakan seberapa jauh tingkat pertimbangan konsumen terhadap kualitas produk yang diukur dari lima kriteria seperti kualitas, keunikan (uniqueness), harga, ketersediaan produk, dan jumlah dari brand extention. Ketika persepsi yang dimiliki oleh konsumen mengenai sebuah merek itu tinggi maka, semakin besar kemungkinan konsumen mempertimbangkan merek untuk membeli produk tersebut. Dengan begitu dapat dinyatakan bahwa adanya pengaruh persepsi kualitas dari sebuah produk terhadap intensi pembelian. Penelitian sebelumnya juga mendukung pernyataan adanya hubungan persepsi kualitas terhadap intensi pembelian (Chi, Yeh, dan Yang, 2009; Paramasiwi, 2010; Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia, 2011; Agusli dan Kunto, 2013; Walangitan, Pangemanan dan Rumokoy, 2015). Berdasarkan dari penelitian tersebut maka didapatkan hipotesis 3 yaitu: H3: Persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone.

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

37

2.8.4 Keterkaitan antara Asosiasi Merek dengan Intensi Pembelian. Menurut Aaker (2015, 9) asosiasi merek meliputi atribut-atribut produk seperti desain, program sosial, kualitas, menjadi global, inovasi dan hal-hal yang dapat dikaitkan pelanggan pada merek dan asosiasi ini juga merupakan landasan bagi hubungan pelanggan, keputusan pembelian, pengalaman penggunaan, dan loyalitas merek. Informasi-informasi tersebut membuat seorang konsumen akan merasa akrab (familiar) terhadap produk, sehingga ada kemungkinan konsumen untuk membeli produk yang telah dikenal. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari asosiasi merek terhadap intensi pembelian. Penelitian sebelumnya juga mendukung pernyataan adanya hubungan positif asosiasi merek terhadap intensi pembelian (Nurani dan Haryanto, 2010; Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia, 2011; Santoso dan Cahyadi, 2014; Walangitan, Pangemanan dan Rumokoy, 2015). Berdasarkan dari penelitian tersebut maka didapatkan hipotesis 4 yaitu: H4: Asosiasi merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. 2.9 Model Penelitian. Model penelitian yang digunakan adalah model yang direplikasi dari Walangitan, Pangemanan, dan Rumokoy (2015). Kesadaran Merek H1 Asosiasi Merek H2 Persepsi H3 Kualitas Intensi Pembelian H4 Loyalitas Merek

Gambar 2.1 Model Penelitian Sumber: Walangitan, Pangemanan, dan Rumokoy (2015)

III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif yang berusaha menggambarkan pengaruh merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek terhadap pembelian Iphone. Obyek penelitian merek smartphone iphone sebagai bagian dari Apple. Subyek penelitian untuk mempermudah mengakses dalam perolehan data adalah mahasiswa/i Universitas ABC, dengan unit analisis individu, kriterianya yaitu: mahasiswa-mahasiswi fakultas ekonomi; menggunakan iphone; lama penggunaan iphone minimal enam bulan. tipe iphone digunakan minimal iphone 4 ke atas. Sampel nonprobabilitas, convinience sampling demi pengumpulan informasi responden secara nyaman dan mudah tersedia. Setiap calon responden diberi pertanyaan penyaringan, ditanyakan apakah menggunakan iphone lebih dari enam bulan dan minimal tipe iphone yang digunakan adalah iphone 4 keatas. Namun jika Tidak, maka tidak dapat menjadi responden penelitian ini. Sampel penelitian 70 responden pada penelitian pendahuluan/pretest. Sedangkan pada penelitian aktual digunakan 100 responden. Sejalan dengan Hair et al., (2010, 176) merekomendasikan penggunaan sampel untuk PLS antara 50-100. Skala pengukuran menggunakan skala likert lima poin dengan titik netral, alasannya lebih sedikit pilihan responden lebih fokus dan mempertimbangkan pilihan netral. Analisis Data dilakukan setelah memperoleh data kuesioner dengan menentukan metode perhitingan data terkumpulkan. Teknik analisis data terdiri dari Studi Pendahuluan, Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Statistik Deskriptif, Statistik Inferensial. Juga dilakukan uji validitas konvergen dan diskriminan. Pengujian validitas konvergen dilakukan dengan melihat nilai AVE. Dengan begitu, nilai AVE dihasilkan harus >0.5. Uji validitas diskriminan dilakukan sesuai dengan rekomendasi dari Ghozali dan Latan (2015, 74) yang menyatakan bahwa validitas diskriminan yang baik ditunjukkan dari akar kuadrat AVE untuk setiap variabel lebih besar dari korelasi antar variabel dalam model. Pengujian reliabilitas yang didasarkan pada nilai composite reliability. Pengevaluasian model SmartPLS 3.2.4 dilakukan dengan pengujian model pengukuran (outer model) dan pengujian model

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

38

struktural (inner model). Untuk pengujian hipotesis pada inner model tingkat signifikan 0.05, sehingga t-value harus lebih besar dari 1.96. Selanjutnya disampaikan tabel definisi konseptual dan operasional: Tabel 3.1 Definisi Konseptual dan Variabel Variabel

Definisi Konseptual

Definisi Operasional

Skala

Sumber

Kesadaran Merek

Loyalitas Merek

Persepsi Kualitas

kesadaran merek berkaitan dengan kekuatan informasi merek yang memungkinkan pemasar untuk mengukur kemampuan konsumen dalam mengidentifikasi merek dalam berbagai kondisi Keller (2013, 72). Loyalitas Merek merupakan keengganan pelanggan untuk berpindah merek lain dan hal ini pastinya akan memberi kuntungan bagi merek yang telah memperoleh loyalitas (Aaker 2015, 9).

Persepsi Kualitas merupakan seberapa jauh tingkat pertimbangan konsumen (Aaker, 2009).

5 indikator: 1. Iphone berkualitas tinggi

Skala Likert (1-5)

(Santoso dan Cahyadi, 2014;

5 indikator: 1. Saya pernah mendengar merek iphone 2. Saya tahu bagaimana bentuk produk iphone 3. Ketika berbicara mengenai smartphone, saya dapat mengingat iphone 4. Ketika berbicara mengenai smartphone, iphone menjadi merek pertama di pikiran saya. 5. Saya mengenali produk iphone diantara produk lainnya. 5 indikator: 1. Ketika iphone tidak tersedia saya akan membeli smartphone merek lain 2. Saya beli iphone karena toko resmi iphone dimana-mana 3. Saya akan merekomendasi iphone ke orang-orang 4. Karena saya mendapatkan banyak keungggulan dari iphone, saya akan membeli iphone lagi 5. Saya dapat dengan mudah menggantikan merek iphone dengan merek lainnya 5 indikator: 1. Iphone berkualitas

tinggi 2. Smartphone Iphone bertahan lama 3. Iphone memiliki performa yang unggul 4. Iphone memiliki fitur yang unggul 5. Spesifikasi iphone sesuai dengan yang dijanjikan.

Skala Likert (1-5) Skala Likert (1-5) Skala Likert (1-5)

Santoso dan Cahyadi, 2014; Jalilvand, Samiei, dan Mahdavinia, 2011 Santoso dan Cahyadi, 2014; Jalilvand, Samiei, dan Mahdavinia, 2011 Santoso dan Cahyadi, 2014; Jalilvand, Samiei, dan Mahdavinia, 2011

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

39

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Responden. Kuesioner penelitian aktual sebanyak 100 dengan tingkat respon (response rate) sebesar 90%. Persentase menunjukkan bahwa 62% yang mengisi kuesioner wanita dan 38% lainnya merupakan pria. 36% responden berusia 21-24 tahun, 3% lainnya berusia di atas 25 tahun. Sehingga mayoritas responden dalam penelitian ini adalah 17-20 tahun. Hal ini dikarenakan responden merupakan mahasiswa dan mahasiswi. Menurut Schiffman dan Wisenblit (2014, 57) usia dari individu mempengaruhi prioritas pembelian. Pada masa remaja, individu lebih mengikuti perkembangan zaman dan membeli produk sesuai dengan apa yang menjadi tren pada saat ini. Begitu pula dengan pendapat Schiffman dan Wisenblit (2014, 58) bahwa pemasar lebih melayani kebutuhan umur 18-34 (milleninals), dikarenakan daya beli yang masih tinggi dan masih berani untuk mencoba hal-hal baru. Sebanyak 50% responden dengan jumlah responden memiliki pengeluaran Rp. 2.000.000,- sampai dengan Rp. 5.000.000,- per bulan. Sebanyak 25 responden atau sebanyak 28% responden memiliki pengeluaran di bawah Rp.2.000.000,- perbulan, dan 22% lainnya memiliki pengeluaran lebih dari Rp. 5.000.000,- perbulan. Mahasiswa belum memperoleh penghasilan sendiri dan merupakan pemberian orangtuanya. Sehingga iphone digunakan merupakan pemberian dari orangtuanya

Asosiasi Merek Intensi Pembelian

Asosiasi Merek berkaitan dengan pikiran, perasaan, persepsi, citra, pengalaman, kepercayaan (beliefs), sikap, dan lain sebagainnya yang terkait dengan informasi-informasi merek yang pernah diterima oleh seorang konsumen (brand node) (Kotler dan Keller 2009, 205).

Intensi pembelian dapat diidentifikasi melalui indikator seperti minat transaksional, minat referensial, minat preferensial, dan minat eksploratif. (Menurut Ferdinand 2006, dalam Effendy dan Kunto 2013)

5 indikator: 1. Karena saya tertarik pada iphone, saya

Skala Likert (1-5)

(Santoso dan Cahyadi,

5 indikator: 1. Iphone memenuhi kebutuhan saya dalam kebutuhan smartphone 2. Iphone layak untuk dibeli 3. Iphone adalah smartphone untuk orang kelas menengah ke atas 4. Saya dapat mengingat logo iphone dengan cepat 5. Saya kesulitan untuk membayangkan simbol fitur iphone. 5 indikator: 1.Karena saya tertarik pada iphone, saya akan membeli iphone di masa depan 2. Jika saya mau membeli iphone, saya akan datang ke toko resmi iphone 3. Jika saya mau membeli iphone, saya akan mengumpulkan informasi mengenai iphone 4. Saya akan membeli iphone daripada smartphone lainnya 5. Saya bersedia untuk merekomendasi iphone ke orang lain

Skala Likert (1-5)

Skala Likert (1-5)

Santoso dan Cahyadi, 2014; Jalilvand, Samiei, dan Mahdavinia, 2011 Santoso dan Cahyadi, 2014; Jalilvand, Samiei, dan Mahdavinia, 2011

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

40

4.2 Hasil Uji Studi Pendahuluan. Uji studi pendahuluan dengan SmartPLS dilakukan pada 70 responden. Tujuan diadakan studi pendahuluan untuk memastikan indikator variabel yang ada pada kuesioner valid dan reliable memastikan responden mengerti pertanyaan di kuesioner. 4.2.1 Hasil Uji Validitas Studi Pendahuluan . Uji validitas konvergen studi pendahuluan nilai loading factor >0,7 dan nilai average variance extracted (AVE) > 0,5 (Ghozali dan Latan 2015, 74). Dengan begitu, jika nilai dihasilkan tidak sesuai kriteria, maka indikator digunakan tidak valid. Dalam uji validitas diskriminan sebaiknya ditunjukkan dari akar kuadrat AVE untuk setiap konstruk lebih besar dari korelasi antar konstruk dalam model (Ghozali dan Latan 2015, 74). Setiap variabel memenuhi syarat yaitu nilai AVE >0.5. Variabel kesadaran merek memiliki nilai 0.618. Dengan begitu variabel kesadaran merek dinyatakan valid, bahwa 61.8% varian indikator dapat dijelaskan. Pada variabel loyalitas merek mendapatkan nilai sebesar 0.670. Sehingga variabel dinyatakan valid sebesar 67% varian dari indikator dapat dijelaskan. Variabel persepsi kualitas nilai sebesar 0.772. Dengan demikian variabel persepsi kualitas dinyatakan valid dan 77.2% varian dari indikator dapat dijelaskan. Pada variabel asosiasi merek mendapatkan nilai sebesar 0.756. Dengan begitu varibel asosiasi merek dinyatakan valid dan 75.6% dari indikator dapat dijelaskan oleh variabel. Begitu pula dengan variabel intensi pembelian nilai AVE sebesar 0.660. Sehingga variabel intensi pembelian dinyatakan valid dan 66% dari indikator dapat dijelaskan. Pada kesadaran merek terdapat satu indikator yang tidak memenuhi syarat yaitu KM1 dengan pernyataan “Saya pernah mendengar merek iphone”. Pada variabel loyalitas merek terdapat dua indikator yang gugur dalam perhitungan loading factor yaitu LM1 dengan pernyataan “Ketika iphone tidak tersedia saya akan membeli smartphone merek lain“ dan LM2 “Saya beli iphone karena toko resmi iphone dimana-mana”. Sedangkan variabel persepsi kualitas hanya terdapat satu indikator tidak memenuhi kriteria yaitu PK1 dengan pernyataan “Iphone berkualitas tinggi”. Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Studi Pendahuluan Variabel AVE Valid

Kesadaran Merek 0.618 Valid Loyalias Merek 0.670 Valid Persepsi Kualitas 0.772 Valid Asosiasi Merek 0.756 Valid Intensi Pembelian 0.660 Valid Sumber: Hasil Pengolahan data, 2016 Pengukuran validitas konvergen studi pendahuluan diuji menggunakan loading factor. Nilai harus dimiliki setiap indikator agar dinyatakan valid adalah >0.7 (Ghozali dan Latan 2015, 74). Nilai dalam tabel merupakan loading factor, telah di seleksi sesuai kriteria yaitu nilai loading factor harus >0,7. Terdapat dua indikator dari variabel asosiasi merek gugur dalam perhitungan loading factor dikarenakan tidak memenuhi kriteria yaitu indikator AM3 pernyataan “Iphone smartphone untuk orang kelas menengah ke atas” dan AM4 pernyataan “Saya dapat mengingat logo iphone dengan cepat”. Pada variabel intensi pembelian terdapat dua indikator gugur yaitu IP2 pernyataan “Jika saya mau membeli iphone, saya akan datang ke toko.

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

41

4.2 Hasil Validitas Uji Pendahuluan Variabel Kesadaran Merek Loyalitas merek Persepsi Kualitas Asosiasi Merek Intensi Pembelian

Indikator

KM2 0.858 Valid KM3 0.835 Valid KM4 0.870 Valid KM5 0.700 Valid

LM3 0.728 Valid LM4 0.947 Valid LM5 PK2 PK3 PK4 PK5 AM1 AM2 AM3 IP1 IP2 IP3

Loading Factor 0.858 0.853 0.870 0.700 0.728 0.947 0.944 0.760 0.880 0.930 0.828 0.820 0.812 0.723 0.828 0.837 0.772

Hasil Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

4.2.2 Hasil Uji Reliabilitas Studi Pendahuluan. Uji reliabilitas dalam studi pendahuluan akan didasarkan pada composite reliability. Sesuai Ghozali dan Latan (2015, 96) menyatakan bahwa cronbach’s alpha oleh PLS sedikit under estimate, sehingga disarankan menggunakan composite reliabilityyang menghasilkan nilai yang juah lebih tinggi dibanding cronbach’s alpha. Indikator dinyatakan reliable jika nilai composite reliability >0.7 (Ghozali dan Latan 2015, 77). Semua variabel memenuhi kriteria dimana semua nilai >0.7. Pada variabel kesadaran merek mendapatkan nilai 0.829 yang >0.7, maka variabel kesadaran merek dinyatakan reliable. Nilai reliabilitas pada loyalitas merek sebesar 0.890 yang >0.7 dan dinyatakan reliable. Pada perhitungan reliabilitas komposit variabel persepsi kualitas didapatkan nilai sebesar 0.909 yang memenuhi kriteria yaitu >0.7. Sehingga variabel perspsi kualitas dinyatakan reliable. Pada variabel asosiasi merek, didapatkan nilai reliabilitas komposit sebesar 0.925 yang >0.7 dan dinyatakan reliable. Nilai reliabilitas komposit dari variabel intensi pembelian >0.7 yaitu sebesar 0.853 dan di nyatakan reliable. Dari pernyataan di atas, semua variabel dinyatakan reliable. 4.3 Hasil Penelitian Aktual Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas studi pendahuluan diketahui bahwa data valid dan reliable digunakan dalam penelitian aktual. Pengujian penelitian aktual terdiri dari statistik inferensial berupa uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas meliputi AVE untuk pengujian validitas konvergen. Uji validitas diskriminan dilakukan berdasarkan nilai loading factor. Pada pengujian reliabilitas penelitian aktual meliputi reliabilitas komposit. 4.3.1 Statistik Inferensial. Statistik inferensial membantu menentukan hubungan antara variabel dan menarik kesimpuan dari hubungan antara variabel (Sekaran dan Bougie 2013, 394).Dalam penelitian aktual, statistik inferensial diolah dengan menggunakan program SmartPLS 3.2.4. 4.3.1.1 Model Pengukuran (Outer Model). Outer model merupakan model yang menspesifikasikan hubungan antara variael laten denan indikatornya. Outer model dievaluasi melalui average variance extracted (AVE), validitas konvergen dan validitas diskriinan dari konstruk laten. Kemudian reliabilitas diukur dengan reliabilitas komposit untuk indikator para variabel (Ghozali dan Latan 2015, 74).

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

42

Gambar 4.1 Hubungan pengukuran model dan struktural model 1

Sumber: Hasil Pengolahan data, 2016

Berdasarkan gambar 4.1 bahwa terdapat beberapa indikator yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Kriteria sebuah indikator dikatakan valid adalah ketika nilai dari factor loading indikator > 0.7 (Ghozali dan Latan 2015, 37). Gambar 4.1 menunjukkan bahwa indikator dari variabel intensi pembelian yaitu IP1, IP4, dan IP5, memenuhi kriteria yaitu, nilai masing-masing indikator melebihi 0.7. Sehingga, semua indikator dari intensi pembelian diterima. Sedangkan pada variabel asosiasi merek yang memiliki 3 indikator yaitu, AM1, AM2, dan AM5. Gambar di atas menunjukkan adanya indikator yang tidak mencapai nilai 0.7 yaitu, indikator AM5. Sehingga indikator AM5 harus dihapus atau ditolak agar dapat lanjut ke tahap analisa selanjutnya. Setelah indikator AM5 tidak diikutsertakan, dilakukan perhitungan kembali menggunakan program SmartPLS 3.4.2. Hasil yang diperoleh terterah pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.2 Hubungan pengukuran model dan struktural model 2

Sumber: Hasil Pengolahan data, 2016 Setelah penghapusan indikator AM5, diperoleh hasil sesuai gambar 4.2, menunjukkan bahwa variabel asosiasi merek memiliki dua indikator AM1 dan AM2 yang nilainya >0.7. Pada variabel kesadaran merek memiliki 4 indikator yang terdiri dari KM2, KM3, KM4, dan KM5. Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa terdapat 2 indikator yang harus dihapus yaitu KM2 dan KM3. Setelah dilakukan penghapusan indikator KM3 dilakukan perhitungan ulang di bawah ini:

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

43

Gambar 4.3 Hubungan pengukuran model dan struktural model 3

Sumber: Hasil Pengolahan data, 2016 Gambar 4.3 menunjukkan bahwa indikator KM3 telah dihapus dan masih tersisa KM2 yang nilainya tidak melebihi 0.7. Sehingga harus dilakukan penghapusan KM2 dan dilakukan perhitungan ulang. Setelah penghapusan KM2, hasil perhitungan pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.4 Hubungan pengukuran model dan struktural model 4

Sumber: Hasil Pengolahan data, 2016 Pada gambar 4.4 hasil perhitungan ulang setelah penghapusan KM2. Dapat dilihat gambar di atas bahwa variabel kesadaran merek telah memiliki indikator memenuhi kriteria. Dimana setiap indikator pada kesadaran merek memiliki nilai di atas 0.7. Kemudian variabel loyalitas merek menunjukkan 1 indikator tidak mencapai 0.7 yaitu, indikator LM3. Sehingga indikator LM3 dihapus dan dilakukan perhitungan kembali. Hasil perhitungan tertera pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.5 Hubungan pengukuran model dan struktural model 5

Sumber: Hasil Pengolahan data, 2016

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

44

Pada Gambar 4.5 merupakan hasil perhitungan setelah dilakukan penghapusan indikator LM3. Hasil perhitungan menunjukkan variabel asosiasi merek telah memiliki indikator yang telah memenuhi kriteria, dimana masing-masing indikator telah memiliki nilai >0.7. Maka semua indikator variabel-variabel digunakan telah memiliki nilai >0.7 dan dapat dinyatakan valid. Setelah pengujian validitas melalui factor loading, pengujian juga dilakukan berdasarkan nilai average variance extracted (AVE). Berdasarkan data olahan hasil AVE sebagai berikut: Tabel 4.3 Nilai AVE Penelitian Aktual Indikator AVE

Kesadaran Merek 0.729 Loyalitas Merek 0.658 Persepsi Kualitas 0.843 Asosiasi Merek 0.703 Intensi Pembelian 0.746

Menurut Ghozali dan Latan (2015, 37) nilai AVE dihasilkan harus lebih besar dari 0.5. Nilai tersebut mengartikan 50% atau lebih, indikator varian dapat dijelaskan. Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa semua variabel memenuhi syarat. Uji validitas aktual dilakukan pengujian validitas diskriminan. Perhitungan nilai reliabilitas menunjukkan hasil perhitungan validitas diskriminan didasarkan pada kriteria Fornell dan Lackers. Asosiasi merek menunjukkan nilai paling tinggi diantara nilai yang ada di bawahnya yaitu sebesar 0.854. Hal ini menunjukkan bahwa nilai akar kuadrat AVE lebih tinggi daripada nilai korelasi, sehingga memenuhi validitas diskriminan, semua variabel dalam penelitian aktual memenuhi validitas diskriminan. Dalam melakukan uji reliabilitas penelitian aktual, akan dilihat dari nilai reliabilitas komposit. Hal ini dikarenakan nilai yang dihasilkan reliabilitas komposit lebih tinggi dibanding cronbach’s alpha. Ghozali dan Latan (2015, 74) juga lebih menyarankan penggunaan nilai komposit reliabilitas. Tabel 4.4 Reliabilitas Aktual Variabel

Kesadaran Merek 0.843 reliable Loyalitas Merek 0.852 reliable Persepsi Kualitas 0.915 reliable Asosiasi Merek 0.824 reliable Intensi Pembelian

Reliabilitas Komposit 0.843 0.852 0.915 0.824 0.921

Reliabilitas Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

Sumber: pengolahan data, 2016 Ghozali dan Latan (2015, 77) menyatakan indikator dengan reliabilitas tinggi adalah indikator dengan nilai > 0.8. Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa variabel kesadaran merek memiliki nilai > 0.8 yaitu sebesar 0.843, artinya variabel kesadaran merek mempunyai reliabilitas tinggi. Variabel Loyalitas merek memiliki nilai reliabilitas komposit >0.8 yaitu sebesar 0.852, bahwa variabel loyalitas merek memiliki reliabilitas tinggi. Pada variabel persepsi kualitas memiliki nilai reliabilitas komposit > 0.8 yaitu, 0.915. Sehingga variabel persepsi kualitas dapat dikatakan mempunyai reliabilitas tinggi. Pada variabel asosiasi merek memiliki nilai 0.824, dimana angka tersebut >0.8. Sehingga, variabel asosiasi merek dinyatakan variabel yang memiliki reliabilitas tinggi. Pada variabel intensi pembelian juga memiliki nilai > 0.8 sebesar 0.921. Sehingga variabel intensi pembelian dinyatakan mempunyai reliabilitas tinggi. 4.3.2.2. Model Struktural (Inner Model). Menguji multikolonearitas dengan menghitung nilai Variance Inflation Factor (VIF). Hasil perhitungan VIF penelitian aktual, menunjukkan nilai dihasilkan sesuai syarat yang ditentukan. Pada variabel kesadaran merek memperoleh nilai <5 yaitu, sebesar 1.575. Sehingga variabel kesadaran merek tidak memiliki kolonearitas tinggi. Sejalan dengan variabel loyalitas merek memiliki nilai di bawah 5 yaitu 1.202. Variabel loyalitas merek tidak memiliki kolonearitas tinggi. Selanjutnya, pada variabel persepsi kualitas

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

45

memiliki nilai < 5 yaitu 2.108, bahwa variabel persepsi kualitas tidak memiliki kolonearitas tinggi. Begitu pula, pada variabel asosiasi merek memiliki nilai < 5 yaitu 1.866 bahwa variabel asosiasi merek tidak memiliki kolonearitas tinggi. Dalam menilai model struktural dapat dievaluasi dengan program SmartPLS dengan melihat nilai Rsquare setiap variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi model struktural (Ghozali dan Latan 2015, 41). Hasil Rsquare merepresentasikan jumlah varian konstruk dijelaskan model. Penelitian aktual dapat dilihat R-Square sebesar 0.701. Angka tersebut mengartikan 70.1% model prediksi variabel endogen termasuk kategori kuat. Sesuai Chin (199, Ghozali dan Latan 2015, 81) nilai R-Square kuat apabila nilai melebihi 0.67. Nilai R-Square mengartikan 70.1% variabel eksogen dapat menjelaskan variabel endogen. Dengan kata lain, 29.9% faktor lainnya yang mempengaruhi variabel endogen tidak terdapat pada model penelitian. Variabel itu dapat merupakan fitur, desain, sistem operasi, user interface yang merupakan tampilan dari seri ke seri tidak jauh berbeda, membuat pengguna iphone tidak harus belajar dari awal. Selain itu, iphone aman dari ancaman malware (virus). 4.4 Hasil Pengujian Hipotesis. Setelah perhitungan R-Square, evaluasi model dilakukan dengan melihat nilai signifikansi mengetahui pengaruh antar variabel melalui prosedur bootstrapping atau jackknifing, Penelitian ini menggunakan prosedur bootsrapping, dikarenakan metode jackknifing dianggap kurang begitu efisien dibanding metode bootstrap karena mengabaikan confidence intervals (Ghozali dan Latan 2015, 90). Alasan lainnya menggunakan metode bootstrap juga dikarenakan program SmartPLS 3.4.2 hanya menyediakan metode resampling bootstrap. Ghozali dan Latan (2015, 80) menyatakan pendekatan bootstrap menggunakan seluruh sampel asli melakukan sampling kembali. Pendekatan ini merepresentasikan nonparametrik untuk precision dari estimasi PLS. Tabel. 4.5 Hasil Pengujian Hipotesis H H1 H2 H3 H4

Hipotesis Kesadaran merek à intensi pembelian Loyalitas merek à intensi pembelian Persepsi Kualitasà intensi pembelian Asosiasi merek à intensi pembelian

Original Sampel (o) 0.268 0.339 0.271 0.236

Sample mean (M) 0.263 0.332 0.283 0.227

Standard Deviation (STDEV) 0.083 0.061 0.118 0.096

T -Statistics (|o/STDEV) 3.239 5.570 2.298 2.450

Ghozali dan Latan (2015, 78) menyatakan bahwa indikasi suatu hipotesis didukung atau tidaknya dapat dilihat dari t-value. T-value diuji dengan one tailed test atau pengujian satu arah dengan tingkat signifikansi 5%. Hipotesis dinyatakan signifikan apabila t-value lebih dari 1.96. Dapat dilihat pada tabel 4.18 bahwa hasil bootstraping menunjukkan semua hipotesis didukung. Hipotesis pertama, dengan pernyataan kesadaran merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. Hipotesis pertama memiliki t-value sebesar 3.239 yang berarti melebihi 1.96. Dengan begitu berdasarkan batas yang ditentukan, dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama didukung. Hipotesis kedua, dengan pernyataan loyalitas merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. Bahwa hipotesis kedua memiliki nilai di atas 1.96 yaitu, sebesar 5.570. Angka tersebut mengartikan bahwa hipotesis kedua didukung. Hipotesis ketiga, dengan pernyataan persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. Dari hasil bootstrapping yang telah dilakukan, hipotesis ketiga memiliki nilai sebesar 2.298. Angka yang diperoleh melebihi 1.96, yang mengartikan bahwa hipotesis ketiga didukung. Hipotesis keempat, dengan pernyataan asosiasi merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. Hipotesis ini

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

46

memiliki nilai yang melebihi batas 1.96 yaitu sebesar 2.450. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat didukung. 4.5 Pembahasan.Tujuan penelitian ini mengetahui apakah kesadaran merek, loyalitas merek, persepsi kualitas, dan asosiasi merek mempengaruhi intensi pembelian iphone. Penelitian ini mereplikasi model penelitian Walangitan, Pangemanan dan Rumokoy (2015). Hasil uji hipotesis dilakukan menggunakan metode bootstrapping menunjukkan semua hipotesis didukung. Hipotesis pertama, kesadaran merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. Hasil uji menunjukkan bahwa hipotesis pertama didukung. Dengan kata lain, semakin tinggi kesadaran merek iphone maka semakin tinggi intensi pembelian pelanggan terhadap iphone. Pernyataan ini diperkuat dengan teori Aaker (2015, 8) menyatakan bahwa kesadaran merek dapat menjadi isyarat keberhasilan, komitmen, substansi, atribut-atribut penting bagi para pembeli barang-barang berharga mahal dan barang-barang tahan lama. Kesadaran dapat mempengaruhi merek itu di ingat kembali pada satu momen kunci dalam proses pembelian dan apakah merek itu berada di antara merek-merek dipertimbangkan pelanggan. Begitu pula, dalam Innovation adoption model (Belch dan Belch 2015, 159) menyatakan proses konsumen mengadopsi produk inovasi tiga tahap yaitu tahap kognitif, tahap afektif, tahap perilaku. Dalam tahap awal kognitif terdiri kesadaraan konsumen atas produk. Tahap kedua tahap afektif terdiri ketertarikan dan evaluasi. Ketika seorang konsumen tertarik produk inovasi maka akan mencari informasi lebih, membandingkan dengan produk lain, konsumen melakukan evaluasi. Tahap terakhir berupa tahap perilaku terdiri percobaan (trial) dan adopsi. Sehingga, konsumen akan membeli produk konsumen sadar adanya produk tersebut. Hasil ini sejalan penelitian Chi, Yeh, dan Yang (2009); Andriyanto dan Haryanto (2010); Sandra dan Haryanto (2010); Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia (2011); Yudhiartika dan Haryanto (2012); Agusli dan Kunto (2013). Hipotesis kedua, loyalitas merek berpengaruh positif tehadap intensi pembelian iphone. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis kedua didukung. Dengan demikian semakin tinggi loyalitas merek pelanggan terhadap iphone maka, semakin tinggi pula intensi pembelian terhadap iphone. Pernyataan ini sesuai teori Aaker (2015, 9) yang menyatakan loyalitas merek merupakan keengganan pelanggan berpindah merek lain dan hal ini pastinya akan memberi keuntungan bagi merek yang telah memperoleh loyalitas. Sejalan Kerin et al., (2009, 135) loyalitas merek merupakan sebuah sikap konsumen konsisten pada satu merek dan sikap ini menguntungkan perusahaan. Loyalitas merek dihasilkan aksi positif perusahaan pada konsumen seiring waktu menguat pada konsumen, sehingga konsumen memilih merek sama agar mengurangi resiko dan waktu secara konsisten. Begitu pula, menurut Schiffman dan Wisenblit (2014, 168) loyalitas merek terdiri dari dua komponen yaitu sikap dan perilaku. Sikap digunakan mengukur keseluruhan perasaan konsumen mengenai merek termasuk intensi pembelian masa depan. Sedangkan perilaku mengukur yang dapat diamati seperti perilaku faktual konsumen, misal jumlah dibeli, frekuensi pembelian, pembelian berulang. Hasil uji hipotesis sejalan penelitian Chi, Yeh, dan Yang (2009); Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia (2011); Agusli dan Kunto (2013); Muhammad, Hamad, dan Shabir (2014); Santoso dan Cahyadi (2014). Hipotesis ketiga, persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan hipotesis ketiga didukung, maka dinyatakan semakin tinggi persepsi kualitas iphone, intensi pembelian terhadap produk iphone juga semakin tinggi. Pernyataan diperkuat teori Aaker (2009) bahwa persepsi kualitas merupakan seberapa jauh tingkat pertimbangan konsumen atas kualitas produk diukur dari lima kriteria seperti kualitas, perbedaan (uniqueness), harga, ketersediaan produk, jumlah brand extention. Schiffman dan Wisenblit (2014, 138) menyatakan terdapat intrinsic cues dan extrinsic cues membentuk persepsi kualitas sebuah produk. Intrinsic cues merupakan karakteristik fisik dari produk seperti ukuran, warna, rasa atau aroma. Biasanya produk makanan, konsumen cenderung melakukan penilaian rasa. Namun pada produk Informasi dan Teknologi konsumen cenderung melakukan penilaian spesifikasi, desain produk tersebut. Sedangkan external cues merupakan karakteristik tidak melekat produk dan menjadi poin penilaian konsumen seperti rasa eksklusif dimiliki konsumen ketika menggunakan produk. Informasi-informasi konsumen peroleh dari produk menciptakan penilaian konsumen atas produk. Jika penilaian berujung positif maka persepsi kualitas akan menciptakan keinginan membeli atau intensi pembelian produk. Hasil uji hipotesis sejalan penelitian Chi, Yeh, dan Yang (2009); Paramasiwi (2010); Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia (2011); Agusli dan Kunto (2013); Walangitan, Pangemanan dan Rumokoy (2015). Hipotesis keempat, asosiasi merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. Dengan demikin, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi asosiasi merek iphone maka semakin tinggi pula intensi pembelian konsumen terhadap produk iphone. Pernyataan ini di dukung Aaker (2015, 9) yang menyatakan asosiasi merek meliputi atribut-atribut produk seperti desain, program sosial, kualitas, menjadi global, inovasi dan hal-hal dapat dikaitkan pelanggan pada merek dan asosiasi juga merupakan landasan bagi hubungan pelanggan, keputusan

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

47

pembelian, pengalaman penggunaan, dan loyalitas merek. Begitu pula dengan Kotler dan Keller (2009, 205) menyatakan bahwa asosiasi merek berkaitan dengan pikiran, perasaan, persepsi, citra, pengalaman, kepercayaan (beliefs), dan sikap individu, Hasil uji hipotesis sejalan dengan hasil penelitian dari Nurani dan Haryanto (2010); Jalilvand, Samiei dan Mahdavinia (2011); Santoso dan Cahyadi (2014); Walangitan, Pangemanan dan Rumokoy (2015). 4.6 IMPLIKASI MANAJERIAL. Berdasarkan hasil analisis, dapat diuraikan saran untuk pihak manajerial pihak iphone meningkatkan intensi pembelian smartphone dengan memfokuskan diri dalam peningkatan kesadaran merek, loyalitas merek, persepsi kualitas, dan asosiasi merek. Dari hasil penelitian menunjukkan profil responden pengguna iphone adalah di rentang usia 17-20 tahun, sesuai dengan target kuesioner. Hal ini dapat dijadikan motivasi pihak iphone memahami dalam memenuhi kebutuhan dan kemauan mahasiswa. Dari hasil pengujian hipotesis, H1 didukung dengan pernyataan kesadaran merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian. Hal ini mengartikan iphone harus meningkatkan tingkat kesadaran merek konsumen untuk meningkatkan intensi pembelian. Kesadaran merek dimaksud berdasarkan dua indikator pada definisi konsep operasional yaitu, ketika berbicara mengenai smartphone, iphone menjadi merek pertama di pikiran pelanggan; dan pelanggan mengenali produk iphone diantara smartphone lainnya. Berdasarkan hasil statistik deskriptif, semua indikator tersebut masuk dalam kategori “Setuju”. Sehingga, iphone sebaiknya terus meningkatkan kesadaran merek dengan definisi operasional ini ke tahap yang lebih tinggi yaitu “Sangat Setuju”. Ada berbagai cara untuk mencapai hal tersebut dengan melakukan iklan (advertising), public relation, sponsorship, direct marketing, sales promotion, dan personal selling. Menurut Hooley et al., (2012, 311) dalam meningkatkan tingkat kesadaran lebih baik menggunakan iklan, public relation, dan sponsorship. Dikarenakan direct marketing, sales promotion, dan personal selling lebih efektif untuk merujuk konsumen melakukan pembelian. Dari hasil pengujian hipotesis, H2 didukung dengan pernyataan loyalitas merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian. Hal ini mengartikan iphone harus meningkatkan tingkat loyalitas merek konsumen untuk meningkatkan intensi pembelian. Loyalitas merek dalam penelitian ini berdasarkan dua indikator pada definisi konsep operasional yaitu, Karena pelanggan mendapatkan banyak keunggulan dari iphone, pelanggan akan membeli iphone; dan pelanggan tidak mudah untuk menggantikan merek iphone dengan merek lainnya. Berdasarkan hasil statistik deskriptif, semua indikator tersebut masuk dalam kategori “Setuju”. Sehingga, iphone sebaiknya terus meningkatkan loyalitas merek dengan definisi operasional ini, agar naik ke tahap yang lebih tinggi yaitu “Sangat Setuju”. Ada berbagai cara untuk mencapai hal tersebut dengan menciptakan hambatan berpindah (switching barriers) yang tinggi pada pengguna iphone seperti menciptakan program buy back iphone lama agar pelanggan menggantikan iphone seri terbaru. Di samping itu, iphone harus mempertahankan reputasi mereknya. Kemudian, iphone tetap harus menjaga kualitas yang ditawarkan, sehingga konsumen tidak ragu dan tidak mempunyai perceived risk yang tinggi. Sesuai pernyataan Schifffman dan Wisenblit (2014, 169) menyatakan tiga faktor mempengaruhi loyalitas merek yaitu, penghindaran resiko seorang konsumen; reputasi sebuah merek; ketersediaan pengganti; pengaruh kelompok, rekomendasi orang-orang sekitar seperti keluarga atau teman Dari hasil pengujian hipotesis, H3 didukung dengan pernyataan persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap intensi pembelian. Hal ini mengartikan bahwa iphone harus meningkatkan persepsi kualitas konsumen untuk meningkatkan intensi pembelian. Persepsi kualitas yang dimaksud dalam penelitian ini berdasarkan empat indikator pada definisi konsep operasional yaitu, smartphone iphone tahan lama; iphone memiliki performa yang unggul; iphone memiliki fitur yang unggul; dan spesifikasi iphone sesuai yang dijanjikan. Berdasarkan hasil statistik deskriptif, semua indikator tersebut masuk dalam kategori “Setuju”. Sehingga, iphone sebaiknya terus meningkatkan persepsi kualitas dengan definisi operasional ini, agar naik ke tahap yang lebih tinggi yaitu “Sangat Setuju”. Ada berbagai cara mencapai hal tersebut dengan mempertahan kualitas yang baik; menciptakan keunikan untuk ditawarkan pada konsumen; iphone dapat memperbanyak toko resmi iphone, sehingga konsumen mudah untuk menjangkau produk iphone. Dengan begitu, sesuai dengan teori Aaker (2009) yang menyatakan bahwa persepsi kualitas diukur dari kualitas yang ditawarkan; tingkat perbedaan produk; Ketersediaan produk; dan jumlah brand extension. Dari hasil pengujian hipotesis, H4 didukung bahwa iphone harus meningkatkan asosiasi merek terhadap konsumen untuk meningkatkan intensi pembelian. Asosiasi merek yang dimaksud dalam penelitian ini berdasarkan dua indikator pada definisi konsep operasional yaitu, iphone memenuhi kebutuhan pelanggan dalam kebutuhan smartphone; dan iphone layak untuk dibeli. Berdasarkan hasil statistik deskriptif, semua indikator tersebut masuk dalam kategori “Setuju”. Sehingga, iphone sebaiknya terus meningkatkan asosiasi merek dengan definisi operasional ini, agar naik ke tahap yang lebih tinggi yaitu “Sangat Setuju”. Ada berbagai cara untuk mencapai hal tersebut dengan melakukan program sosial, meningkatkan desain iphone yang tampak eksklusif, memberikan kualitas terbaik. Selain itu, iphone harus menciptakan Selain itu, iphone harus menciptakan keunikan

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

48

yang sulit untuk ditiru pesaing dan terus melakukan inovasi yang memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Sejalan dengan pernyataan dari Aaker (2015, 9) asosiasi merek merupakan atribut produk seperti desain, program sosial, kualitas, menjadi global, invoasi, dan hal-hal yang dapat dikaitkan pada merek. V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, SARAN 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka disimpulkan H1 dengan pernyataan kesadaran merek berpengaruh positif pada intensi pembelian iphone, diterima. Demikian juga H2 diterima dapat dinyatakan loyalitas merek berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone. Pada H3 dengan pernyataan persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap intensi pembelian iphone, diterima. Pada H4 dengan pernyataan asosiasi merek berpengaruh positif pada intensi pembelian iphone, diterima. 5.2 Keterbatasan Penelitian. Terdapat keterbatasan dalam penelitian ini, dimana keterbatasan didasarkan pada variabel, teknik sampel, karakteristik, jumlah sampel dan waktu. Pada penelitian ini, hanya menggunakan variabel yang ada dalam model penelitian. Terdapat variabel lain yang dapat mempengaruhi intensi pembelian iphone. Teknik sampel digunakan adalah judgement sampling, dimana hanya subjek-subjek yang memenuhi kriteria dapat menjadi responden. Pada karakteristik sampel digunakan hanya mahasiswa-mahasiwi Fakultas Ekonomi, Universitas ABC, sehingga hasil penelitian ini belum tentu mencerminkan seluruh pengguna smartphone iphone. Selain itu, keterbatasan jumlah responden hanya 90 responden. Oleh karena itu, belum dapat digeneralisasikan. Penelitian dilakukan dengan studi cross-sectional. Dimana, perubahan intensi pembelian konsumen dalam periode waktu tertentu tidak diidentifikasikan lebih lanjut. 5.3 Saran untuk Penelitian Selanjutnya. Penelitian selanjutnya disarankan melakukan penelitian dengan demografi lebih luas atau tidak hanya berasal mahasiswa. Selain itu, juga dapat memberikan masukan kepada manajemen mengelola dan memberikan layanan pelanggan sesuai karakteristik konsumen. Penggunaan responden lebih umum, lebih mencerminkan keragaman pengguna iphone. Di samping itu, penelitian selanjutnya diharapkan menambahkan variabel terkait yang belum digunakan penelitian ini. Variabel dimaksud dapat berupa fitur, desain, sistem operasi, user interface yang mengartikan bahwa tampilan iphone dari seri ke seri tidak jauh berbeda. Penelitian ini menggunakan metode PLS, penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan metode SEM agar dapat mengestimasi model struktural menguji hubungan kausalitas antar variabel, mengukur kelayakan model, mengkonfirmasinya sesuai data empiris.

Daftar Pustaka 1. Aaker, D. (2009). Type of Model: Brand Model (Structure Model). European Institute For

BrandManagement.http://www.eurib.org/fileadmin/user_upload/Documenten/PDF/Merkmeerwaarde_ENGELS/s_-_Brand_equity_model_by_Aaker_EN_.pdf di akses pada 22 may 2016.

2. Aaker, D. (2015). Aaker On Branding: 20 Prinsip Esensial Mengelola dan Mengembangkan Brand. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

3. Andriyanto, R. D; Haryanto, J. O. (2010). Analisis Pengaruh Internet Marketing terhadap pemebentukan Worf of Mouth dan Brand Awareness untuk Memunculkan Intention to Buy. Jurnal Manajemen Teknologi. Pp. 20-34.

4. Agusli, D; dan Kunto, Y. S. (2013). Analisa Pengaruh Dimensi Ekuitas Merek Terhadap Minat Beli Konsumen Midtown Hotel Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran PETRA. Vol. 1, No. 2. Pp. 1-8.

5. Belch, G. E; dan Belch, M.A. (2015). Advertising and Promotion: An Integrated Marketing Communications Perspective. Singapore: McGraw-Hill Education. 10th Global Edition.

6. Chi, H. K; Yeh, H. R; Yang Y. T. (2009). The Impact of Brand Awareness on Loyalty. The Journal of International Management Studies, Vol. 4, No. 1, Pp. 135-144

7. Dharmaone,R.(2014). Sejarah Awal Apple Hingga Sekarang. http://granoidcomputer. blogspot.co.id/2014/04/sejarah-awal-apple-hingga-sekarang.html di akses pada 28 April 2016. 8. Ghozali, I; dan Latan, H. (2015). Partial Least Squares: Konsep, Teknik, dan Aplikasi Menggunakan Program

SmartPLS 3.0. UNDIP 9.Hair, J. F; Black, W. C; Babin, B. J; Anderson, R. E. (2010). Multivariate Data Analysis. 7th Ed. Pearson

Prentice Hall. 10.Hawkins, D. I; dan Motherbaugh, D, L. (2010). Consumer Behavior : Building Marketing Strategy. 11st Ed.

New York: McGraw-Hill. 11. Hoyer, W. D; dan Maclnnis, D. J. (2010). Consumer Behavior. 5th Ed. Cengage Learning 12.Hooley, G; Piercy, N.F; dan Nicoulaud, N. (2012). Marketing Strategy & Competitive Positioning. 5th Ed.

Pearson Education Limited.

Vol. III, No. 6, Januari 2017 Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Jurakunman)

49

13.Jagoangadget.com (2015). Keunggulan Iphone: Kenapa harus Memilih iphone?. http://www.jagoangadget.com/2015/12/keunggulan-iphone-kenapa-harus-memilih.html diakses pada 6 juni 2016.

14.Jalilvand, M. R;Samiei, N; Mahdavinia,S. H. (2011). The Effect of Brand Equity Components on Purchase Intention: An Application of Aaker’s Model in the Automobile Industry. Journal of International Business and Management. Vol. 2 No. 2. 2011. Pp. 148-158.

15.Kano, G. (2015). Wanita Lebih Suka Belanja Ke Mall. http://pesonamatalelaki.blogspot.com/2015/11/wanita-lebih-suka-belanja-ke-mall.html . diakses pada 14 juni 2016.

16. Kotler, P; dan Amstrong, G. (2013). Principle of Marketing. 15th Ed. Pearson. 17. Keller, L. K. (2013). Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing Brand Equity. 4th Global Edition. USA: Pearson. 18. Kerin, R. A; Hartley, S.W; Rudelius, W; Theng, L. G. (2009). Marketing in Asia. Singapore: McGraw-Hill

Companies, Inc. 19.Kotler, P; dan Keller; K. L. (2009). Marketing Management. 13rd Ed. Pearson Prentice Hall. 20.Kotler, P; dan Lee, N. (2007). Marketing In The Public Sector: A Performance For Improved Performance.

New Jersey: Pearson Education, Inc. 21.Muhammad, A; Hamad, N; Shabir, G. (2014). Impact of Brand Equity Drivers on Purchase Intention (A

Quantitative Study of Smart Phone Market). International Journal of Innovative Research & Development. Vol. 3 Issue 5. Pp. 388-394.

22.Naresh K, M. (2010). Marketing research: an appplied orientation. 6th Ed. Prentice Hall. 23. Paramasiwi, H. (2010). Hubungan Antara Persepsi terhadap Kualitas Produk dengan Intensi Membeli Laptop

Merek Lokal Pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Angkatan 2006-2008. Semarang: Universitas Diponegoro

24.Santoso, C. R; Cahyadi, T. E. (2014). Analyzing the Impact of Brand Equity towards Purchase Intention in Automotive Industry: A Case Study of ABC in Surabaya. iBuss Management. Vol. 2 No.2 2014. Pp. 29-39.

25.Schiffman, L.G; dan Wisenblit, J.L. (2014). Consumer Behavior Elevent Edition. Pearson 26.Walangitan A; Pangemanan S. S; Rumokoy, F. S. (2015). Analysing The Impact of Brand Equity on Consumer

Purchase Intention of Etude House Cosmetic Product In Manado. Jurnal EMBA. Vol 3 No.2 Juni 2015. Pp.758-766.

27. Yudhiartika, D; Haryanto, O. J. (2012). Pengaruh Personal Selling, Display, Promosi, Penjualan Terhadap Kesadaran Merek Dan Intensi Membeli Pada Produk Kecantikan Pond’s. BULETIN STUDI EKONOMI, Vol. 17, No. 2, Agustus 2012. Pp. 142-156.