ekstraksi khitosan dari limbah udang putih (penaeus merguiensis asal sorong papua dengan teknik...

4
EKSTRAKSI KHITOSAN DARI LIMBAH UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) ASAL SORONG PAPUA DENGAN TEKNIK DEPROTEINISASI DAN DEMINERALISASI Murtihapsari *, Ani S. Parubak*, Murtiningrum** *Jurusan Kimia, Universitas Negeri Papua Manokwari-UNIPA ** Jurusan Teknologi Pertanian, UNIPA, Papua Barat. Jl. Raya Amban, Kota Manokwari Correspondence : Telp. 0986215057, Email: murtiunipa@yahoo.com Abstrak Ekstraksi khitosan limbah udang diawali dengan tahap deproteinasi menggunakan larutan NaOH 3 % dan demineralisasi dengan larutan HCl 1,25 N selama 15 jam. Limbah kulit udang mengalami penurunan kadar air dan kadar abu dari tahap deproteinasi ke tahap demineralisasi, sedangkan terjadi peningkatan kadar protein, lemak dan karbohidrat. Hasil ekstraksi khitosan dari limbah udang dipengaruhi secara nyata oleh suhu deasetilasi dan konsentrasi larutan natrium hidroksida. Penggunaan suhu dan konsentrasi larutan tinggi cenderung menurunkan kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat khitosan yang dihasilkan. Berdasarkan penilaian terhadap kadar air dan kadar abu diperoleh bahwa pada konsentrasi NaOH 20 % pada suhu 140 o C menghasilkan kadar air dan kadar abu terendah masing-masing sebesar 4,56 % (bk) dan 0,15 % (bk). PENDAHULUAN Pada umumnya udang dibekukan dalam bentuk tanpa kepala atau tanpa kepala dan kulit. Limbah yang berasal dari pembekuan udang bervariasi, tetapi umumnya berkisar antara 30-75 persen dari berat udang tergantung jenisnya. Swanson, et al (1980) mengatakan bahwa limbah padat yang berasal dari pengolahan udang berkisar antara 65-85 persen. Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang yang berasal dari usaha pembekuan udang cukup tinggi. Limbah tersebut berupa kulit, kepala, ekor maupun kaki udang. Di Papua usaha pembekuan udang terutama dikembangkan dari jenis udang putih white shrimp (Penaeus merguiensis). Lokasi pengembangan udang beku berada di Kabupaten Sorong yang terletak di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Taminabuan dan Kecamatan Inanwatan. Komoditas udang beku tersebut merupakan pengembangan ekonomi lokal yang diperoleh rata-rata sebesar 28 ton/tahun (KPEL, 2003). Hingga saat ini limbah dari perusahaan pengolahan udang beku dibuang begitu saja. Dikhawatirkan di masa yang akan datang limbah udang tersebut dapat menimbulkan masalah lingkungan bahkan memerlukan biaya tinggi untuk mengelolanya. Sebagai salah satu upaya pemanfaatan limbah udang, industri-industri yang memanfaatkan limbah sebagai bahan baku perlu semakin dikembangkan, salah satunya adalah produksi khitosan. Pada saat ini khitosan banyak dimanfaatkan dalam bidang bioteknologi, industri pangan, pertanian, farmasi, kesehatan dan pengolahan limbah. METODOLOGI Bahan dan Alat Kulit udang yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari udang putih (white shrimp) ( Penaeus merguiensis) dari Kabupaten Sorong. Bahan yang digunakan dalam ekstraksi kitin dan Kitosan, adalah sodium hidroksida, asam klorida dan bahan-bahan kimia untuk analisis proksimat. Metode Penelitian 1. Tahap satu : Deproteinasi dan Demineralisasi Deproteinasi kulit udang dilakukan menggunakan NaOH sebagai larutan pengekstrak dengan konsentrasi 3 % selama berturut-turut 15 jam. Mula-mula larutan sodium hidroksida dengan konsentrasi yang telah ditentukan dicampur dengan perbandingan antara pelarut dan kulit udang 6 : 1, lalu dipanaskan pada suhu 80 – 85 o C menggunakan oven. Setelah waktu deproteinasi selesai, larutan didinginkan dan disaring sehingga didapatkan padatan. Padatan dicuci dengan air sampai pH netral, kemudian dikeringkan pada suhu 80 o C selama 24 jam. Kulit udang yang telah mengalami penghilangan protein pada tahap 1 tahap demineraliasasi. Pada tahap ini larutan yang digunakan yaitu HCl sebagai larutan pengekstrak dengan konsentrasi 1,25 N selama 15 jam. Proses ini dilakukan dengan perbandingan antara pelarut dan kulit udang 10 : 1, lalu dipanaskan menggunakan oven pada suhu 70 75 o C. Setelah pemanasan padatan dicuci sampai pH netral kemudian dikeringkam dalam oven pada suhu 80 o C selama 24 jam. Analisis yang dilakukan terhadap hasil deproteinasi dan demineralisasi meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar

Upload: kadarusman

Post on 27-Jul-2015

334 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

EKSTRAKSI KHITOSAN DARI LIMBAH UDANG PUTIH(Penaeus merguiensis) ASAL SORONG PAPUA DENGAN TEKNIK DEPROTEINISASI DAN DEMINERALISASI

TRANSCRIPT

Page 1: Ekstraksi Khitosan Dari Limbah Udang Putih (Penaeus Merguiensis Asal Sorong Papua Dengan Teknik Deproteinisasi Dan Demineralisasi

EKSTRAKSI KHITOSAN DARI LIMBAH UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) ASAL SORONG PAPUA DENGAN TEKNIK DEPROTEINISASI

DAN DEMINERALISASI  

Murtihapsari *, Ani S. Parubak*, Murtiningrum** *Jurusan Kimia, Universitas Negeri Papua Manokwari-UNIPA

** Jurusan Teknologi Pertanian, UNIPA, Papua Barat. Jl. Raya Amban, Kota Manokwari Correspondence : Telp. 0986215057, Email: [email protected]

 Abstrak Ekstraksi khitosan limbah udang diawali dengan tahap deproteinasi menggunakan larutan NaOH 3 % dan demineralisasi dengan larutan HCl 1,25 N selama 15 jam. Limbah kulit udang mengalami penurunan kadar air dan kadar abu dari tahap deproteinasi ke tahap demineralisasi, sedangkan terjadi peningkatan kadar protein, lemak dan karbohidrat. Hasil ekstraksi khitosan dari limbah udang dipengaruhi secara nyata oleh suhu deasetilasi dan konsentrasi larutan natrium hidroksida. Penggunaan suhu dan konsentrasi larutan tinggi cenderung menurunkan kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat khitosan yang dihasilkan. Berdasarkan penilaian terhadap kadar air dan kadar abu diperoleh bahwa pada konsentrasi NaOH 20 % pada suhu 140 oC menghasilkan kadar air dan kadar abu terendah masing-masing sebesar 4,56 % (bk) dan 0,15 % (bk).  

PENDAHULUAN Pada umumnya udang dibekukan dalam

bentuk tanpa kepala atau tanpa kepala dan kulit. Limbah yang berasal dari pembekuan udang bervariasi, tetapi umumnya berkisar antara 30-75 persen dari berat udang tergantung jenisnya. Swanson, et al (1980) mengatakan bahwa limbah padat yang berasal dari pengolahan udang berkisar antara 65-85 persen. Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang yang berasal dari usaha pembekuan udang cukup tinggi. Limbah tersebut berupa kulit, kepala, ekor maupun kaki udang. Di Papua usaha pembekuan udang terutama dikembangkan dari jenis udang putih white shrimp (Penaeus merguiensis). Lokasi pengembangan udang beku berada di Kabupaten Sorong yang terletak di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Taminabuan dan Kecamatan Inanwatan. Komoditas udang beku tersebut merupakan pengembangan ekonomi lokal yang diperoleh rata-rata sebesar 28 ton/tahun (KPEL, 2003). Hingga saat ini limbah dari perusahaan pengolahan udang beku dibuang begitu saja. Dikhawatirkan di masa yang akan datang limbah udang tersebut dapat menimbulkan masalah lingkungan

bahkan memerlukan biaya tinggi untuk mengelolanya. Sebagai salah satu upaya pemanfaatan limbah udang, industri-industri yang memanfaatkan limbah sebagai bahan baku perlu semakin dikembangkan, salah satunya adalah produksi khitosan. Pada saat ini khitosan banyak dimanfaatkan dalam bidang bioteknologi, industri pangan, pertanian, farmasi, kesehatan dan pengolahan limbah.  METODOLOGI Bahan dan Alat

Kulit udang yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari udang putih (white shrimp) ( Penaeus merguiensis) dari Kabupaten Sorong. Bahan yang digunakan dalam ekstraksi kitin dan Kitosan, adalah sodium hidroksida, asam klorida dan bahan-bahan kimia untuk analisis proksimat.  Metode Penelitian 1. Tahap satu : Deproteinasi dan Demineralisasi

Deproteinasi kulit udang dilakukan menggunakan NaOH sebagai larutan pengekstrak dengan konsentrasi 3 % selama berturut-turut 15 jam. Mula-mula larutan sodium hidroksida dengan konsentrasi yang telah ditentukan dicampur dengan perbandingan antara pelarut dan kulit udang 6 : 1, lalu dipanaskan pada suhu 80 – 85oC menggunakan oven. Setelah waktu deproteinasi selesai, larutan didinginkan dan disaring sehingga didapatkan padatan. Padatan dicuci dengan air sampai pH netral, kemudian dikeringkan pada suhu 80oC selama 24 jam.

Kulit udang yang telah mengalami penghilangan protein pada tahap 1 tahap demineraliasasi. Pada tahap ini larutan yang digunakan yaitu HCl sebagai larutan pengekstrak dengan konsentrasi 1,25 N selama 15 jam. Proses ini dilakukan dengan perbandingan antara pelarut dan kulit udang 10 : 1, lalu dipanaskan menggunakan oven pada suhu 70 – 75oC. Setelah pemanasan padatan dicuci sampai pH netral kemudian dikeringkam dalam oven pada suhu 80oC selama 24 jam. Analisis yang dilakukan terhadap hasil deproteinasi dan demineralisasi meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar

Page 2: Ekstraksi Khitosan Dari Limbah Udang Putih (Penaeus Merguiensis Asal Sorong Papua Dengan Teknik Deproteinisasi Dan Demineralisasi

2  

karbohidrat (AOAC, 1999). Khitin yang dihasilkan disimpan dalam kantong plastik untuk siap digunakan dan dianalisa. Proses pembuatan khitin dari kulit udang disajikan pada Gambar 1.

   

 

         

 

 

   

 

   

 

       

Gambar 1. Proses Pembuatan Khitin (Knorr, 1984 di dalam Arlius, 1991)

   2. Tahap kedua : Ekstraksi Kitosan

dengan Teknik Deasetilasi Kitosan dapat diperoleh dari khitin dengan

menambah sodium hidroksida pekat dengan perbandingan antara pelarut dan kulit udang 20 : 1 dengan konsentrasi 10, 15, dan 20 persen, selanjutnya berturut-turut disebut perlakuan A1, A2, dan A3. Pelarut dan kulit udang dipanaskan selama 60 menit pada suhu 100, 120 dan 140oC, selanjutnya berturut- turut disebut perlakuan B1, B2, dan B3. Padatan yang diperoleh dicuci dengan air sampai pH netral sebelum dikeringkan pada suhu 80oC selama 24 jam khitosan diperoleh ditimbang dan disimpan dalam kantong plastik pada suhu kamar.

Pengerjaan penelitian pada tahap ekstraksi kitosan akan dilakukan mengikuti rancangan percobaan faktorial acak lengkap 3 x 3 dengan dua kali

pengulangan (Mongomery, 1991). Proses pembuatan khitosan disajikan pada Gambar 2.  

 

     

 

 

 

 

 

     Gambar 2. Proses Pembuatan Chitosan (Knorr, 1984 di dalam Arlius, 1991)    HASIL PEMBAHASAN  

Deproteinasi dan Demineralisasi  

Kulit udang yang digunakan sebagai bahan penelitian pada tahap deproteinasi dan demineralisasi merupakan limbah dari pembekuan udang dari bagian kepala dan dada udang. Limbah udang tersebut memiliki berat rata-rata 0,14 g/ekor dan telah dibersihkan dari kotoran-kotoran yang melekat. Hasil analisis limbah udang yang telah mengalami deproteinasi dan demineralisasi disajikan pada Tabel 1.  Tabel 1. Data Deproitenasi dan Demineralisasi Limbah Udang  

Kandungan Deproteinasi Demineralisasi Kadar air (% bb) 8,47 5,68 Kadar abu (% bk) 47,20 0,40 Kadar lemak (% bk) 0,70 0,87 Kadar protein (% bk) 20,56 38,53 Karbohidrat (% bk) 31,54 60,20

 Berdasarkan data pada Tabel 2, diperoleh bahwa limbah kulit udang mengalami penurunan kadar air dan kadar abu dari tahap deproteinasi ke tahap demineralisasi, sedangkan terjadi peningkatan kadar protein, lemak dan karbohidrat. Penurunan kadar air diduga karena penggunaan larutan pengekstrak yaitu NaOH dan HCl yang merupakan basa dan asam kuat. Menurut Darensbourg et al., (1984) penguapan air dipengaruhi oleh adanya daya tarik menarik van der wals dan ikatan

Page 3: Ekstraksi Khitosan Dari Limbah Udang Putih (Penaeus Merguiensis Asal Sorong Papua Dengan Teknik Deproteinisasi Dan Demineralisasi

3  

Kadar air kitosan bergantung kepada kelembaban relatif udara sekeliling tempat  

hidrogennya, dimana agar dapat menguap kedua faktor tersebut harus dapat diatasi, dalam hal ini dibutuhkan energi.

Penurunan kadar abu disebabkan karena proses demineralisasi yaitu proses penghilangan mineral dari limbah udang berlangsung sempurna. Reaksi kimia yang terjadi antara asam klorida dengan kalsium CaCO3 dan Ca3(PO4)2 pada proses ini akan

   Kadar air (% b/k)

6,00

5,00

4,00

3,00

2,00

1,00

- 100 120 140

S uhu (ºC)

 

     Kons entras i

larutan NaOH

 10 15 20

 

mudah dipisahkan dari produk. Proses ini didukung dengan proses pencucian menggunakan air mengalir sehingga memungkinkan terbuangnya mineral yang mengendap dan terlarut dalam larutan.

Peningkatan kandungan protein, lemak dan karbohidrat pada bahan ada kaitannya dengan penurunan kandungan abu pada bahan. Pada proses demineralisasi terjadi penghilangan komponen mineral yang ditandai dengan penurunan kadar abu bahan. Diduga dengan semakin rendahnya komponen mineral pada bahan akan semakin meningkatkan persen relatif komponen non mineral terhadap bahan.  Ekstraksi Kitosan

Khitosan dihasilkan dari khitin yang merupakan hasil dari tahap deproteinasi dan demineralisasi limbah udang. Untuk mendapatkan kitosan, khitin yang diperoleh dilakukan penghilangan gugus asetil (deasetilasi) dengan cara menambahkan larutan sodium hidroksida pekat pada suhu tertentu selama satu jam. Kadar air

Hasil analisis ragam menunjukkan hanya perlakuan suhu pemanasan yang berpengaruh nyata terhadap kadar air kitosan yang dihasilkan. Rata-rata kadar air kitosan berkisar antara 4,52-5,45 %. Grafik hubungan konsentrasi larutan dan suhu deasetilasi terhadap kadar air disajikan pada Gambar 3.

Kadar air kitosan bergantung kepada kelembaban relatif udara sekeliling tempat

 Gambar 3. Grafik Hubungan konsentrasi Larutan dan Suhu Terhadap Kadar Air Kitosan        penyimpanan karena khitosan bersifat higrokopis. Kadar air khitosan merupakan parameter yang penting dalam menentukan mutu kitosan. Standar kadar air kitosan untuk komersial maksimum 10 persen. Dengan demikian kadar air khitosan yang dihasilkan dalam penelitian memenuhi standar yang berlaku (Anonymous, 1987).

Kadar air merupakan parameter yang penting karena dengan adanya kandungan air dalam kitin dan khitosan akan berpengaruh terhadap masa simpan dari kitin dan khitosan itu sendiri. Cara pengemasan dan penyimpanan yang baik akan menghasilkan khitosan dengan kadar air yang rendah.  Kadar abu  

Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan konsentrasi larutan, suhu pemanasan serta interaksi antara konsentrasi larutan dan suhu pemanasan berpengaruh nyata terhadap kadar abu khitosan yang dihasilkan. Rata-rata kadar abu kitosan berkisar antara 0,15-0,80 %. Grafik hubungan konsentrasi larutan dan suhu deasetilasi terhadap kadar abu disajikan pada Gambar 4.

 Kadar abu (% b/k)

 menentukan mutu kitosan. Standar kadar air kitosan untuk komersial maksimum 10 persen. Dengan demikian kadar air kitosan yang dihasilkan dalam penelitian memenuhi standar yang berlaku (Anonymous, 1987).

 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 -

             100 120 140

S uhu (ºC)

 Kons entras i

larutan NaOH

10 15 20

 

Gambar 4. Grafik Hubungan konsentrasi Larutan dan Suhu Terhadap Kadar Abu Kitosan

Page 4: Ekstraksi Khitosan Dari Limbah Udang Putih (Penaeus Merguiensis Asal Sorong Papua Dengan Teknik Deproteinisasi Dan Demineralisasi

4  

Tingkat kemurnian khitosan semakin tinggi dengan semakin rendahnya kadar abu khitosan. Penggunaan konsentrasi larutan dan suhu deasetilasi mendapatkan kadar abu yang sesuai dengan standar yang mutu khitosan Anonymous (1987). Berdasarkan penilaian terhadap kadar air dan kadar abu diperoleh bahwa pada konsentrasi NaOH 20 % pada suhu 140 oC menghasilkan kadar air dan kadar abu terendah masing- masing sebesar 4,56 % (bk) dan 0,15 % (bk).  

KESIMPULAN DAN SARAN  

Kesimpulan  

Hasil ekstraksi kitosan dari limbah udang dipengaruhi secara nyata oleh suhu deasetilasi dan konsentrasi larutan natrium hidroksida. Penggunaan suhu dan konsentrasi larutan tinggi cenderung menurunkan kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat kitosan yang dihasilkan. Berdasarkan penilaian terhadap kadar air dan kadar abu diperoleh bahwa pada konsentrasi NaOH 20 % pada suhu 140 oC menghasilkan kadar air dan kadar abu terendah masing-masing sebesar 4,56 % (bk) dan 0,15 % (bk).

 DAFTAR PUSTAKA      Anonymous. 1987. Cational Polymer for Recovering

Valuable by Products from Food Processing Waste. Protein Laboratories. Burgess.

 Arlius, 1991. Mempelajari Ekstraksi Khitosan dari

Kulit Udang dan Pemanfaatannya sebagai Bahan Koagulasi Protein Limbah Pengolahan Pindang Tongkol (Euthynnus affinis), Bogor.

 Association of Analytical Chemist. 1999. Official

Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist, 16th ed. AOAC, Inc. Arlington, Virginia.

 Darensbourg, M. Y, D. J. Darensbourg, R.E. Dickerson

dan H.B. Gray. 1984. Chemical Principles. The Benjamin/Cummings Publishing Co., Inc., Menlo Park, California.

 Montgomery, D.C. 1991. Design and Analysis of

Experiments. John Wiley and Sons, New York.  Saran  

 Penggunaan suhu deasetilasi yang lebih

rendah (100 oC) dengan kombinasi proses pencuncian berulang dan waktu deasetilasi yang berbeda diduga dapat memberikan hasil ekstraksi yang optimal, karena itu prngujian lebih lanjut perlu dilakukan.