eksplorasi metabolit sekunder dari spons di wilayah ... · pdf filekebutuhan obat baru...

5
53 Eksplorasi Metabolit Sekunder dari Spons di Wilayah Sulawesi Selatan dan Uji Bioaktivitasnya terhadap Artemia salina Beddu Jawahir, Nunuk H. Soekamto, dan Rosmawaty Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin Kampus Tamalanrea 90245 Makassar Abstrak. Eksplorasi Metabolit Sekunder dari Spons di Wilayah Sulawesi Selatan telah dilakukan, khususnya dari fraksi non aktif dari spons Clathria reinwardtii. Uji bioaktivitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) menggunakan Artemia salina Leach. Teknik pemisahan yang digunakan terdiri atas ekstraksi, fraksinasi, dan pemurnian. Senyawa yang diperoleh diuji golongan senyawa dan penentuan strukturnya berdasarkan data fisik dan data spektroskopi UV, IR dan NMR. Dua senyawa yang diduga termasuk dalam golongan senyawa fenolik dan steroid yaitu β-sitosterol telah berhasil diisolasi dari Clathria reinwardtii. Kata kunci; β-sitosterol, Artemia salina Leach, Clathria reinwardtii, fenolik. Abstract. Explorations of secunder metabolic, especially non active fraction of Clathria reinwardtii, of spons from South Sulawesi have been done. Bioactivity test against Artemia salina was carried out with Brine Shrimp Lethality Test method. Separation techniques contain of extraction, fractionation, and purification. Qualitative tests and structure elucidation on the compound obtained was based on the physical and spectroscopic data UV, IR and NMR. Two compounds which are isolated from Clathria reinwardtii are suggested as fenolic compound and steroid group i.e. β-sitosterol. Keywords : β-sitosterol, Artemia salina Leach, Clathria reinwardtii, fenolic. 1. PENDAHULUAN Terumbu karang di daerah tropis merupakan suatu ekosistem yang khas, bereanekaragaman biota laut yang hidup di dalamnya yang merupakan sumber senyawa organik yang beranekaragam pula. Beberapa jenis organisme yang terdapat di dalamnya merupakan sumber vitamin, protein, dan mineral. Selain itu, ada juga beberapa jenis organisme yang mensintesis dan menyimpan senyawa toksin (marine toxin) pada bagian tubuhnya atau dikeluarkan ke lingkungan hidupnya (Satari, 2003). Senyawa tersebut merupakan metabolit sekunder yang digunakan dalam sistem pertahanan diri, yaitu untuk mempertahankan hidup dan menghindari gangguan dari organisme lain di lingkungan hidupnya. Karena aktivitas farmakologiknya maka senyawa tersebut memiliki prospek untuk diisolasi dan dimanfaatkan dalam bidang pengobatan (Sardjoko, 1996). Berbagai jenis penyakit akhir-akhir ini muncul dengan tingkat keganasan yang berbeda dan cenderung meningkat. Saat ini upaya kebutuhan obat baru dipenuhi melalui kerja eksploratif yaitu pencarian dengan memodifikasi struktur senyawa obat yang secara klinis masih digunakan dan memanfaatkan sumber daya alam. Salah satu sumber daya alam yang belum

Upload: truongnhan

Post on 06-Feb-2018

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Eksplorasi Metabolit Sekunder dari Spons di Wilayah ... · PDF filekebutuhan obat baru dipenuhi melalui kerja eksploratif yaitu pencarian dengan memodifikasi ... penyebab terjadinya

53

Eksplorasi Metabolit Sekunder dari Spons di Wilayah Sulawesi Selatan

dan Uji Bioaktivitasnya terhadap Artemia salina

Beddu Jawahir, Nunuk H. Soekamto, dan Rosmawaty

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin

Kampus Tamalanrea 90245 Makassar

Abstrak. Eksplorasi Metabolit Sekunder dari Spons di Wilayah Sulawesi Selatan telah

dilakukan, khususnya dari fraksi non aktif dari spons Clathria reinwardtii. Uji bioaktivitas

dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) menggunakan Artemia salina

Leach. Teknik pemisahan yang digunakan terdiri atas ekstraksi, fraksinasi, dan pemurnian.

Senyawa yang diperoleh diuji golongan senyawa dan penentuan strukturnya berdasarkan data

fisik dan data spektroskopi UV, IR dan NMR. Dua senyawa yang diduga termasuk dalam

golongan senyawa fenolik dan steroid yaitu β-sitosterol telah berhasil diisolasi dari Clathria

reinwardtii.

Kata kunci; β-sitosterol, Artemia salina Leach, Clathria reinwardtii, fenolik.

Abstract. Explorations of secunder metabolic, especially non active fraction of Clathria

reinwardtii, of spons from South Sulawesi have been done. Bioactivity test against Artemia

salina was carried out with Brine Shrimp Lethality Test method. Separation techniques contain

of extraction, fractionation, and purification. Qualitative tests and structure elucidation on the

compound obtained was based on the physical and spectroscopic data UV, IR and NMR. Two

compounds which are isolated from Clathria reinwardtii are suggested as fenolic compound and

steroid group i.e. β-sitosterol.

Keywords : β-sitosterol, Artemia salina Leach, Clathria reinwardtii, fenolic.

1. PENDAHULUAN

Terumbu karang di daerah tropis

merupakan suatu ekosistem yang khas,

bereanekaragaman biota laut yang hidup di

dalamnya yang merupakan sumber senyawa

organik yang beranekaragam pula.

Beberapa jenis organisme yang terdapat di

dalamnya merupakan sumber vitamin,

protein, dan mineral. Selain itu, ada juga

beberapa jenis organisme yang mensintesis

dan menyimpan senyawa toksin (marine

toxin) pada bagian tubuhnya atau dikeluarkan

ke lingkungan hidupnya (Satari, 2003).

Senyawa tersebut merupakan metabolit

sekunder yang digunakan dalam sistem

pertahanan diri, yaitu untuk mempertahankan

hidup dan menghindari gangguan dari organisme

lain di lingkungan hidupnya. Karena aktivitas

farmakologiknya maka senyawa tersebut memiliki

prospek untuk diisolasi dan dimanfaatkan dalam

bidang pengobatan (Sardjoko, 1996).

Berbagai jenis penyakit akhir-akhir ini

muncul dengan tingkat keganasan yang berbeda

dan cenderung meningkat. Saat ini upaya

kebutuhan obat baru dipenuhi melalui kerja

eksploratif yaitu pencarian dengan memodifikasi

struktur senyawa obat yang secara klinis masih

digunakan dan memanfaatkan sumber daya alam.

Salah satu sumber daya alam yang belum

Page 2: Eksplorasi Metabolit Sekunder dari Spons di Wilayah ... · PDF filekebutuhan obat baru dipenuhi melalui kerja eksploratif yaitu pencarian dengan memodifikasi ... penyebab terjadinya

55

dikembangkan secara maksimal adalah

sumber alam kelautan (Wahyuono, 2003).

Salah satu jenis organisme yang

berpotensi cukup besar dan berpeluang

mengandung senyawa aktif adalah spons.

Spons merupakan hewan laut yang hidup di

kedalaman sampai dengan 50 meter di bawah

permukaan laut. Penyebarannya sangat luas,

terdapat 15.000 spesies spons laut di seluruh

dunia dan sekitar 45 % senyawa bioaktif

ditemukan pada spons laut (Anonim, 2006).

Perjalanan pencarian obat dari spons di

beberapa perairan di Indonesia sudah

dilakukan, namun masih banyak lokasi di

Indonesia yang belum tersentuh (Wahyuono,

2003). Di Perairan kepulauan Spermonde saja

telah ditemukan 199 spesies spons dan diduga

sekitar 2000 spesies terdapat di Kepulauan

tersebut (de Voogd, 2005 dalam Noor, 2007).

Salah satu pulau yang terdapat di Kepulauan

tersebut adalah Pulau Barang Lompo.

Spons dengan populasi terbesar yang

tumbuh di perairan sekitar Pulau Barang

Lompo yaitu Clathria reinwardtii (de Voogd

et al., 2006). Ekstrak dari Clathria sp.

memberikan aktivitas antibiofouling yang

tinggi dan aktivitas dalam menghambat jamur

Aspergillus fumigatus, Aspergillus sp., dan

Fusarium sp. (Suryati et al., 2005).

Beberapa contoh senyawa metabolit

sekunder yaitu dari spons Xentospongia

aschmorica yaitu manzamin A yang

berpotensi sebagai antikanker dan

berkemampuan menghambat parasit (Sakai,

1992), thorectandrol A dan B yang diisolasi

dari spons Thorectandra sp yang dikoleksi

dari Palau aktif terhadap sel kanker MALME-

3M (melanoma) dan MCF-7, disamping itu

ditemukan pula senyawa yang s palaulol

yang bersifat sitotoksik pula (Charan, 2001).

Pada kesempatan ini akan dilaporkan

dua senyawa fenolik (1) dan β-sitosterol (2)

hasil penelusuran dari fraksi non aktif

terhadap benur udang A. salina yang

terkandung dalam spons C. reinwardtii.

2. Metode dan Hasil

2.1 Umum

Penentuan titik leleh senyawa hasil penelitian

ini dilakukan menggunakan alat refraktometer.

Spektrum UV, IR, dan NMR diukur masing-

masing dengan spektrofotometer Varian Conc 100,

Simadzu FTIR, dan JMN ECA-500. Proses

fraksinasi dengan kromatografi kolom vakum,

flash dan gravitasi serta analisis KLT pada pelat

berlapis Si gel Merck Kieselgel 60 F254, 0,25 mm

dan pereaksi serium sulfat sebagai penampak

noda. Untuk penguapan pelarut pada tekanan

rendah digunakan alat Buchi Rotavapor.

2.2 Persiapan Sampel

Spons C. reinwardtii yang telah

dibersihkan, dikeringkan di udara terbuka (tanpa

sinar matahari) kemudian dihaluskan dengan

blender untuk digunakan pada tahap selanjutnya.

2.3 Ekstraksi, Isolasi, dan Uji Bioaktivitas

Serbuk spons Clathia reiwardtii sebanyak

3,6 kg dimaserasi dengan pelarut metanol selama

1 x 24 jam sebanyak tiga kali. Maserat metanol

yang diperoleh kemudian dievaporasi hingga

menghasilkan ekstrak metanol kering sebanyak

126,25 gram. Selanjutnya ekstrak tersebut dipartisi

dengan peningkatan kepolaran, mulai dari n-

heksan, kloroform dan etil asetat. Hasil partisi

ketiga pelarut yang kemudian dievaporasi

diperoleh ekstrak kering dengan berat berturut-

turut 27; 16; dan 2,8 g.

Ekstrak kering dari n-heksan, CHCl3, dan

EtOAc diuji bioaktivitasnya dengan metode

Brime Shrimp Lethality Test (BST). Hasilnya

dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut Anderson

(1990) untuk fraksi yang digolongkan tidak aktif

terhadap benur udang A. salina memiliki nilai

LC50 > 500 µg/mL, maka ketiga fraksi tersebut

tergolong fraksi yang non aktif.

Tabel 1. Berat dan nilai aktivitas (LC50) ekstrak

n-heksan, kloroform, dan etil asetat

No Ekstrak

Berat

(g)

Aktivitas

(LC50)

(µg/mL)

1.

2.

3.

n-Heksan

Klorofom

EtOAc

27,00

16,00

2,80

3044,00

589,01

1313,91

Page 3: Eksplorasi Metabolit Sekunder dari Spons di Wilayah ... · PDF filekebutuhan obat baru dipenuhi melalui kerja eksploratif yaitu pencarian dengan memodifikasi ... penyebab terjadinya

56

Ekstrak n-heksan selanjutnya

difraksinasi dengan KKV menggunakan eluen

n-heksana, etil asetat, aseton dan metanol

dengan urutan kepolaran yang terus

meningkat, diperoleh 9 fraksi utama. Fraksi-

fraksi tersebut diuji bioaktivitasnya

menggunakan benur udang A. salina Leach

dengan metode BST. Hasilnya dapat dilihat

pada Tabel 2.

Berdasarkan data uji bioaktivitas fraksi

n-heksan, ada delapan fraksi yang non aktif

yakni fraksi A, B, C, D, E, F, G, I karena

memiliki nilai LC50 > 500 µg/mL.

Sembilan fraksi gabungan diperoleh

dari KKT fraksi utama D. Fraksi gabungan

pertama D1 (8,50 mg) kemudian di KKG

diperoleh 4 fraksi gabungan. Senyawa 1

(1,90 mg) diperoleh dari fraksi gabungan

kedua D1.2 dan setelah dianalisis KLT dengan

3 macam sistem eluen diperoleh noda

tunggal, kemudian diuji kualitatif yang

menunjukan senyawa tersebut positif fenolik.

Tabel 2. Berat dan nilai aktivitas (LC50)

fraksi utama hasils fraksinasi

ekstrak n-heksan

Fraksi

Berat

(mg)

Nilai

Aktivitas

(LC50)

(µµµµg/mL)

Keterangan

A 147,50 >1000 Non aktif

B 407,20 >1000 Non aktif

C 140,00 >1000 Non aktif

D 970,00 >1000 Non aktif

E 132,00 >1000 Non aktif

F 617,60 >1000 Non aktif

G 410,00 >1000 Non aktif

H 3200,00 86,34 Aktif

I 200,00 >1000 Non aktif

Senyawa 2 diperoleh dari rekristalisasi

fraksi gabungan kelima D5 dari fraksi

utama D. Kemurnian senyawa ini dibuktikan

melalui analisis KLT yang menunjukkan noda

tunggal dengan tiga macam sistem eluen.

Berdasarkan analisis KLT senyawa 2 yang

dibandingkan dengan senyawa standar β-sitosterol

pada tiga sistem eluen, senyawa tersebut

memberikan nilai Rf yang sama. Hal ini berarti

senyawa 2 diduga adalah ß-sitosterol dan dari

hasil uji kualitatif dengan pereaksi Liebermann

Burchard menunjukkan positif steroid.

Ekstrak CHCl3 difraksinasi dengan KKV

menggunakan eluen n-heksana, etil asetat, aseton

dan metanol dengan urutan kepolaran yang terus

meningkat, diperoleh 14 fraksi utama. Fraksi-

fraksi tersebut diuji bioaktivitasnya menggunakan

benur udang A. salina Leach dengan metode BST.

Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil uji BST, ada empat

fraksi yang tergolong fraksi non aktif, yakni fraksi

A, B, M, dan N.

Tabel 3. Berat dan nilai aktivitas (LC50) fraksi

utama hasil fraksinasi ekstrak CHCl3

Fraksi Berat

(mg)

Nilai Aktivitas (LC50 )

(µg/mL) Keterangan

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M

N

7,60

346,50

127,60

283,30

126,80

249,60

417,80

395,40

324,10

349,80

109,50

210,40

1157,70

1030,20

> 1000

> 1000

107,30

44,75

48,51

89,75

78,04

65,82

89,71

119.64

128,08

21,36

502,94

> 1000

Non aktif

Non aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Non Aktif

Non Aktif

Uji Bioaktivitas tidak dapat dilakukan pada

senyawa hasil isolasi karena senyawa (1) sangat

sedikit dan senyawa (2) tidak larut pada pelarut

uji.

3. Pembahasan

3.1 Identifikasi Struktur Senyawa

Senyawa 1 diperoleh berupa kristal tak

berwarna (bening). Spot senyawa ini pada

kromatogram hasil KLT berpendar hijau muda di

Page 4: Eksplorasi Metabolit Sekunder dari Spons di Wilayah ... · PDF filekebutuhan obat baru dipenuhi melalui kerja eksploratif yaitu pencarian dengan memodifikasi ... penyebab terjadinya

57

bawah sinar UV yang mengindikasikan

adanya kromofor atau ikatan rangkap

terkonjugasi. Berdasarkan hal tersebut

karakterisasi struktur senyawa ini dilakukan

berdasarkan analisis spektrum UV, IR, dan

NMR. Dari data spektrum UV diperoleh

serapan maksimum pada λ max 224,5 dan

273,3. Hal ini mengindikasikan bahwa

senyawa ini memiliki ikatan rangkap

terkonjugasi. Selanjutnya informasi mengenai

senyawa 1 diperoleh dari spektrum Infra

merah yang menunjukkan puncak pada

serapan 3450 cm-1

sebagai serapan gugus

OH, 3050 cm-1

sebagai serapan gugus C-H

aromatik dan regang C=C aromatik pada

serapan 1675 dan 1580 cm-1

, adanya serapan

2920 dan 2850 cm-1

sebagai regang C-H

aliftatik dengan tekukan CH2 dan CH3 pada

serapan 1460 dan 1380 cm-1

. Spektrum 1H-NMR menunjukkan adanya puncak-

puncak serapan pada pergeseran kimia δH

0,8-2 (m) sinyal H untuk CH alkana; δH 4,2

(m) dan δH 5,1 ppm (d, J = 7,35 Hz) sinyal H

untuk H-C=C alken; sinyal H untuk H-C=C

aromatik pada δH 7,51 (t, J = 9,2 Hz), δH

7,53 (dd, J = 9,2 dan 2,45 Hz) dan δH 7,70

ppm (dd, J = 9,2 dan 2,45 Hz). Data di atas

mengindikasikan bahwa senyawa 1 memiliki

gugus alifatik dan gugus aromatik.

Kemungkinan senyawa tersebut mempunyai

struktur dengan kerangka sebagai berikut: R

R

OH

Senyawa 2 diperoleh sebagai kristal

putih berbentuk jarum dengan titik leleh

132-133 oC. Senyawa ini tidak berpendar di

bawah sinar UV, namun dengan

menggunakan pereaksi penampak noda

serium sulfat menunjukkan noda mula-mula

berwarna biru terang kemudian menjadi

coklat tua dan selanjutnya memudar. Hal ini

berarti bahwa senyawa 2 termasuk dalam

senyawa non fenolik. Hasil uji kualitatif

senyawa 2 dengan pereaksi Liebermann

Burchard menghasilkan warna hijau biru yang

menunjukkan bahan uji positif steroid. Data

tersebut didukung oleh data spektrum Infra merah

(IR) dimana terdapat serapan maksimum pada

daerah 3417 cm-1

untuk gugus hidroksil dan

serapan pada 1053 cm-1

untuk vibrasi uluran

ikatan C-O. Serapan pada 2939, 2897, dan 2862

cm-1

menunjukkan adanya gugus C-H alifatik,

serta serapan tekuk dari gugus metilen dan metil

masing-masing pada 1460 dan 1375 cm-1

. Data-

data ini menguatkan perkiraan senyawa 2

termasuk steroid yang mengandung banyak ikatan

C-H alifatik. Sementara serapan pada daerah 1662

cm-1

memberi isyarat adanya ikatan rangkap C=C.

Dari spektrum perbandingan senyawa (2) dengan

spektrum standar ß-sitosterol diperoleh adanya

kemiripan.

Gambar Struktur Molekul β -sitosterol

Walaupun uji bioaktivitas terhadap kedua

senyawa hasil tidak dapat dilakukan, namun

berdasarkan literatur senyawa β -sitosterol memiliki

efek farmakologis yaitu mampu menghambat kerja

enzim yang mengkonversi testosteron menjadi

dehidrotestosteron (DHT) yang merupakan

penyebab terjadinya kanker prostat (Renai Sante

dalam Sapar, 2004). Selain itu menurut Yuk

(2007), β-sitosterol merupakan senyawa yang

efektif digunakan dalam penyembuhan penyakit

asma, sehingga memungkinkan senyawa ini untuk

dikembangkan sebagai obat terapi penyakit alergi.

4. Kesimpulan

Hasil interpretasi data fisik dan spektrum

(UV,IR, dan NMR) menghasilkan 2 jenis

senyawa, yaitu senyawa (1) golongan fenolik dan

senyawa (2) diduga β-sitosterol. Kedua senyawa

tersebut berasal dari fraksi n-heksan yang

HO

Page 5: Eksplorasi Metabolit Sekunder dari Spons di Wilayah ... · PDF filekebutuhan obat baru dipenuhi melalui kerja eksploratif yaitu pencarian dengan memodifikasi ... penyebab terjadinya

58

mempunyai bioaktivitas non aktif terhadap

benur udang A. salina pada uji BST.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Mencari Obat Mujarab Laut,

(Online),

(http:www. Forek. or. id, diakses 18

Februari 2007).

Charan, R.D., McKee, T.C., and Boyd, M.R.,

(2001), J. Nat. Prod, 64, 661-663.

Noor, A. 2007. Riset Kelautan Berorientasi

Terapan: Keperluan Mendesak Bagi

Kawasan Timur Indonesia. Kongres

Ilmu Pengetahuan Wilayah untuk

Kawasan Timur Indonesia. Pusat

Kegiatan Penelitian Unhas. Makassar.

Sakai, R., Higa, T., and Jefoord, C. (1992),

Manzamin A, A novel Antitumor

Alkaloid from a sponge, J. Am. Chem.

Soc., 11 (1), 8925-8927.

Sapar, A., A. S. Kumanireng, N. de Voogd,

Alfian N, 2004. Isolasi dan Penentuan

Struktur Metabolit Sekunder Aktif

Dari Spons Biemma Triraphis Asal

Pulau Kapodasang (Kepulauan

Spermonde). Marina Chimica Acta. 6.

1.

Sardjoko. 1996. Hubungan Kuantitatif

Struktur dan Aktivitas, Rancangan

Rasional dalam Pengembangan

Senyawa Bioaktif. Makalah disajikan

pada Seminar Perspektif Baru dalam

Drug Discovery, Ujung Pandang.

Satari, R., 2003. Produk Alam Laut sebagai

Lead Compaund untuk Farmasi dan

Pertanian. Makalah disajikan pada

Seminar Nasional Perspektif Baru

dalam Drug Discovery, Makassar 26

Oktober 2003.

Suryati, E., Rosmiati, Parenrengi, A. 2005.

Sponge Bioactive For Bactericide,

Fungicide and Antibiofouling in

Coastal Aquaculture. Riset Institute

for Coastal Aquaculture, Maros.

Voogd, N. de, Cleary, D. F., Hoeksema, B. W.,

Noor, A., Soest, R. W. 2006. Sponge Beta

Diversity in The Spermonde Archipelago,

SW Sulawesi, Indonesia. Marine Ecology

Progress Series. 309. 131-142.

Wahyuono, S. 2003. Mencari Obat Antikanker

dari Spons Perairan Indonesia, (Online),

http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0503/

22/cakrawala/lainnya02. htm, diakses 18

Februari 2007).