eksploitasi wanita

3

Click here to load reader

Upload: syuhadak

Post on 19-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Artikel

TRANSCRIPT

Eksploitasi Seorang SPGSeorang Sales Promotion Girl (SPG) menjajakan salah satu produk rokok ke setiap sopir yang ditemuinya di salah satu terminal terbesar di kota Makassar, ia terlihat berusaha keras merayu agar sang sopir mau mendengar penjelasan tentang keunggulan produk yang ditawarkan terlebih bisa membelinya.Pemandangan ini tentu tak asing, pasalnya sering kita lihat atau bahkan pernah menjadi sasaran promosi mereka. SPG dengan mudah kita ditemui terutama di pusat-pusat perbelanjaan seperti mall, super market, mini market, atau lokasi keramaian lainnya. Tak jarang pula ada perusahaan yang mengirim SPG mereka hingga ke desa.Perempuan-perempuan yang akan dijadikan sebagai SPG harus dipoles sedemikian rupa agar terlihat cantik dan menarik perhatian pelanggan. Tak pelak, berpenampilan menarik menjadi syarat mutlak. Namun, menarik dipandang saja belum tentu menarik perhatian calon konsumen, tetapi mereka harus banyak belajar tentang jurus-jurus jitu menghadang pelanggan.Selain itu, kemampuan bertutur juga menjadi perhatian yang sangat penting demi menunjang kelancaran berkomunikasi dengan pelanggan. Retorika (seni berbicara) menjadi sangat penting untuk dimiliki SPG demi menghadapi karakter dan tingkah pelanggan yang berbeda-beda. Meski begitu, kadang-kadang mereka juga harus menelan kekecewaan lantaran dicueki atau bahkan digoda pelanggan.Pemandangan yang terlihat di salah satu terminal di kota Makassar beberapa waktu lalu adalah sang SPG bermodal polesan make up bak selebritis, rambut panjangnya terurai, bersepatu high heels, dan pakaian yang terlihat menyiksa saking ketatnya, berlari kesana-kemari mengejar sopir, tukang bentor, hingga menghadang pejalan kaki yang lalu lalang, demi menjajakan produknya.Apa yang dilakukan oleh sang SPG tersebut adalah kewajiban baginya untuk melakukan segala cara agar produknya bisa diminati pelanggan. Tak hanya kewajiban sebagai tanggung jawab secara pribadi, tetapi yang terpenting adalah tuntutan dari perusahaan produk tersebut. Pasalnya, SPG menjadi ujung tombak perusahaan yang berhadapan langsung dengan end user , sehingga ia pun tak peduli menjadi santapan empuk pusat perhatian sang pelanggan yang notabene didominasi kaum pria, namun yang terpenting jualannya bisa laris.Penampilan (Performance) cantik, menarik, serta memiliki kemampuan komunikasi mumpuni seperti yang saya bahas sebelumnya memang menjadi modal utama menjadi SPG. Namun, di salah satu situs internet penyedia jasa pekerjaan ini bahkan menambahkan kriteria lain yakni dari segi body languange. Body languange yang dimaksud lebih mengarah pada lemah lembut atau lemah gemulai.Berbagai lasan untuk bekerja di bidang ini coba dilontarkan. Antara lain bidang ini merupakan pekerjaan ringan dan tidak memerlukan pendidikan yang tinggi, di sisi lain mereka hanya mendapatkan upah yang rendah. Perempuan dalam pekerjaan ini seringkali mengalami eksploitasi fisik berupa pelecehan seksual dan eksploitasi ekonomi berupa waktu kerja yang sampai malam hari dan tidak terpenuhinya hak-hak pekerja perempuan seperti faktor keselamatan dan hak untuk cuti. Dengan kondisi seperti ini, maka perlindungan terhadap perempuan bekerja pada umumnya dan SPG pada khususnya menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan.Wanita di eksploitasi menjadi bintang iklan, artis, peragawati, Sales Promotion Girl (SPG), Umbrella Girl (gadis yang memayungi para pembalap), Cheerleader (pemandu sorak pada perlombaan olah raga) dan Ringcard Girl (gadis pembawa papan ronde pada pertandingan tinju), bahkan lebih menyedihkan ketika menjadi pemuas laki-laki di tempat-tempat maksiat. Pada umumnya mereka di pajang dengan pakaian minim, rok mini dan harus tampil seksi, mereka dimanfaatkan hanya karena kecantikannya bukan sebagai manusia utuh yang mempunyai kecerdasan.Melalui berbagai media di bentuk opini bahwa standar kecantikan wanita adalah mereka yang bertubuh tinggi, ramping, berkulit putih, berambut pirang dan bermata biru. Sehingga para wanita berlomba-lomba ingin tampil cantik, kemudian melakukan diet ketat agar ramping, menggunakan berbagai cream pemutih, mencat rambutnya menjadi pirang dan menggunakan lensa kontak warna. Bahkan melakukan berbagai operasi plastik untuk memperbaiki bagian tubuh yang dirasakan kurang sempurna.1 Disamping mempercantik tubuh, lebih banyak uang lagi dibelanjakan untuk membeli pakaian dan segala asesorisnya (sepatu, tas, perhiasan dan lain-lain) yang setiap saat berubah modenya sesuai dengan keinginan para kapitalis.