eksistensi perda syariah dan relasinya d

26
PERDA SYARIAH DALAM OTONOMI DAERAH Oleh: Patty Regina Rafli Fadilah Achmad Valeryan Natasha Universitas Indonesia Depok 1

Upload: muhammad-taufiq-hidayat

Post on 10-Apr-2016

226 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

membahas terkait pro dan kontra perda syariah dalam sistem ketatanegaraan indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

PERDA SYARIAH DALAM OTONOMI DAERAH

Oleh:

Patty Regina

Rafli Fadilah Achmad

Valeryan Natasha

Universitas Indonesia

Depok

April 2015

1

Page 2: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Kami yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Patty Regina Nama : Rafli Fadilah

NPM : 1106056075 NPM : 1206246313

Program Studi : Ilmu Hukum Program Studi: Ilmu Hukum

Nama : Valeryan Natasha

NPM : 1206251471

Program Studi: Ilmu Hukum

Menyatakan bahwa artikel imiah yang berjudul :

PERDA SYARIAH DALAM OTONOMI DAERAH

Benar-benar merupakan hasil karya pribadi dan seluruh sumber yang dikutip

maupun dirujuk telah kami nyatakan dengan benar. Demikian pernyataan ini kami

buat dengan sebenarnya, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Apabila di

kemudian hari terbukti terdapat pelanggaran di dalamnya, kami siap untuk

didiskualifikasi dari kompetisi ini sebagai bentuk tanggung jawab kami.

Depok, 12 Mei 2015

(Patty Regina) (Rafli Fadilah Achmad) (Valeryan Natasha)

2

Page 3: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

Daftar Isi

Daftar Isi ................................................................................................................. 3

I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 4

II. PEMBAHASAN ................................................................................................ 4

II. 1 Pandangan Pro terhadap Perda Syariah dalam Otonomi Daerah ....... 5

II. 1. 1 Perda Syariah Sesuai dengan Konsep Otonomi Daerah.......................5

II. 1. 2 Perda Syariah sesuai dengan Pancasila dan Konstitusi........................6

II. 1. 3 Perda Syariah sesuai dengan nilai Sejarah dan Sosiologis bangsa

Indonesia..........................................................................................................7

II. 2 Pandangan Kontra terhadap Perda Syariah dalam Otonomi Daerah . 8

II. 2. 1 Perda Syariah bertentangan dengan Otonomi Daerah..........................8

II. 2. 2 Perda Syariah menimbulkan ketidakseimbangan dalam Kehidupan

Beragama dan Bertentangan dengan Konsep Agama....................................10

III. PENUTUP ...................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………,…. 14

3

Page 4: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

I. PENDAHULUAN

Peraturan Daerah Syariah (Perda Syariah) belakangan merupakan topik

yang hangat diperbincangkan. Eksistensi Perda Syariah didalam pelaksanaan

otonomi daerah di beberapa daerah kabupaten/kota ataupun provinsi bukan lagi

menjadi hal yang aneh, contohnya Perda Sumatera Barat No. 3 Tahun 2007

tentang Pendidikan Al-Qur’an dan Perda Bulukumba Sulawesi Selatan No. 6

Tahun 2003 tentang Pandai Baca Al-Qur’an bagi Siswa dan Calon Pengantin dan

masih banyak lagi. Walaupun tidak diberikan nama Perda Syariah, namun dapat

dimaknai sebagai perda syariah melihat bahwa substansinya yang secara tegas

mengatur mengenai syariat islam dan bersumber secara langsung dari Al-Qur’an

serta hanya ditunjukan bagi pemeluk agama islam. Keberadaan perda syariah ini

bukanlah tanpa kontroversi, penolakan terhadap perda syariah telah terjadi di

Indonesia, bahkan Presiden dan Wakil Presiden RI Jokowi dan Jusuf Kalla pada

masa kampanyenya menyuarakan penolakan terhadap perda syariah dan melarang

kemunculan perda syariah itu sendiri kecuali di Aceh.1 Namun, terhadap

pernyataan tim pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla melalui Ketua Tim Bidang

Hukum Pemenangan Jokowi-JK, Trimedya Panjaitan2 ini ditentang oleh Majelis

Mujadihid (MM) yang menyatakan penghapusan perda syariah adalah tindakan

anti-agama yang dilandaskan pada kebohongan belaka.3 Kontroversi ini lah yang

akan dianalisis didalam artikel hukum ini menggunakan sudut pandang baik dari

pro penghapusan perda syariah maupun yang kontra.

II. PEMBAHASAN

Dalam tulisan ini, perda syariah yang dimaksud adalah peraturan-peraturan

daerah yang secara tegas dan lugas mengatur mengenai syariat islam serta dasar

pembentukannya adalah Al-Qur’an yang dapat dilihat pada bagian “menimbang”

dari perda itu sendiri. Otonomi daerah disini adalah penyerahan utusan pemerintah

kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi

pemerintahan,4 yang terbatas pada otonomi simetris atau umum bukan otonomi

asimetris atau khusus seperti yang dimiliki oleh Aceh atau Papua. 5

4

Page 5: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

II. 1 Pandangan Pro terhadap Perda Syariah dalam Otonomi Daerah

II. 1. 1 Perda Syariah Sesuai dengan Konsep Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.6

Otonomi daerah ini sendiri telah diamanatkan didalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yaitu pada BAB VI

tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah ini diterapakan di Indonesia

dengan prinsip seluas-luasnya7 dengan tujuan untuk mencapai efesiensi dan

efektivitas dalam rangka menjalankan pemerintahan daerah.8 Tujuan otonomi

daerah ini akan tercapai karena pelaksanaannya didasarkan pada kekhususan dan

keragaman daerah.9 Hal ini didasarkan pada kemajemukan faktor heterogenitas

serta pluralisme masing-masing daerah yang perlu penanganan yang berbeda satu

dengan yang lainnya.10 Salah satu dasar pembedaan ini dapatlah dikatakan adanya

kebutuhan penegakan kaidah agama tertentu sesuai dengan daerah masing-

masing. Dalam status quo, penjalanan otonomi daerah yang demikian

dilaksanakan dengan cara pembentukan perda syariah.

Pembentukan perda syariah ini ditunjukan hanya kepada pemeluk agama

islam sehingga tidak akan melakukan pemaksaan kepada pemeluk agama lain.

Tujuannya pun sebenarnya dilaksanakan agar didalam suatu daerah terjadi

percepatan dalam hal pengaturan akan kebutuhan seperti pembentukan Peraturan

Daerah No. 1 Tahun 2014 Kota Banjarmasing tentang Pengelolaan Zakat,

Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan No. 4 Tahun 2012 tentang Pengelolaan

Zakat dan peraturan lainnya. Pembentukan peraturan ini ditunjukan berdasarkan

intensitas perhatian dalam penanganan suatu permasalahan yang memang

berbeda. Maka dari itu, eksistensi perda syariah didalam otonomi daerah adalah

keniscayaan dari konsepsi otonomi daerah itu sendiri yang didasarkan pada

keragaman dan kekhasan daerah.

5

Page 6: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

II. 1. 2 Perda Syariah sesuai dengan Pancasila dan Konstitusi

Para founding fathers bangsa Indonesia membentuk dasar negara yang

sejatinya digunakan untuk menjadi arahan dalam kegiataan bernegara yaitu

Pancasila.11 Sila ke-1 Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila ke-1 ini

menjadi dasar untuk mengatakan bahwa negara Indonesi adalah negara

berketuhanan.12 Salah satu manifestasi dari konsep ini adalah lahirnya agama dan

kepercayaan.13 Tiap-tiap warga negara memiliki hak untuk menjalankan segala

bentuk kegiataan dari agama dan kepercayaannya ini selama tidak menganggu

kepentingan umum. Hak ini pun telah diakui dan dilindungi didalam UUD NRI

1945 yaitu Pasal 28E ayat (1) dan 28I ayat (1). Terhadap perlindungan ini negara

pun telah membebankan dirinya sendiri dengan kewajiban untuk menjamin

kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut

agama atau kepercayaannya tersebut.14 Terhadap kewajiban negara yang diatur

didalam pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945 ini, Hazairin memberikan penafsiran

bahwa, Negara wajib menjalankan syariat islam bagi pemeluk agama islam,

agama kristen bagi pemeluk agama kristen, agama buddha bagi pemeluk agama

buddha dan seterusnya.15 Negara disini tidaklah dapat diartikan hanya sebagai

pemerintah pusat tetapi juga pemerintah daerah. Dalam melaksanakan

kewajibannya ini, negara melalui pemerintah daerah akhirnya membentuk perda

syariah. Perda syariah ini dibentuk bagi pemeluk agama islam agar menjalankan

syariat islam, sehingga secara substansial yang ditunjukan dalam pembentukan

perda syariah adalah semata-mata menjalankan kewajiban negara sebagaimana

diatur didalam Pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945. Kemudian secara formil,

kewajiban ini dijalankan dalam bentuk peraturan daerah. Hal ini menunjukan

bahwa pemerintah daerah memberikan perhatiannya terhadap penegakan konsep

ketuhanan yang telah termanifestasi dalam agama dan ajaran-ajarannya. Jadi,

perda syariah dalam otonomi daerah dengan demikian sejalan dengan pancasila

dan memiliki landasan konstitusional yang jelas.

6

Page 7: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

II. 1. 3 Perda Syariah sesuai dengan nilai Sejarah dan Sosiologis bangsa

Indonesia

Agama islam tidak dapat dipungkiri merupakan agama mayoritas di

Indonesia. Eksistensi agama islam telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka dan

menjadi negara seperti yang dikenal dewasa ini. Sejak zaman kerajaan islam

berjaya di Indonesia, ajaran-ajaran agama islam telah dikenal dan menjadi salah

satu pedoman serta mengakar didalam kehidupan masyarakat Indonesia bahkan

menjadi bagian dari adat beberapa kebudayaan.16 Syariat islam telah begitu kuat

dan menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri. Salah satu bukti dari hal ini

sebenarnya terlihat dari dibentukanya Kompilasi Hukum Islam17 dan Kompilasi

Hukum Ekonomi Syariah. Kedua produk hukum ini menunjukan bahwa dalam

bidang tertentu diperlukan penyamarataan dalam skala nasional untuk mengatur

pola kehidupan masyarakat agar tetap berpegang pada syariat islam itu sendiri.

Selain itu, Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, walaupun tidak

1 Muhammad Akbar Wijaya, Pemerintahan Jokowi-JK Larang Perda Syariat Islam Baru, http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/06/04/n6mzlx-pemerintahan-jokowijk-larang-perda-syariat-islam-baru, diakses pada 04 Mei 2015.

2 Muhammad Akbar Wijaya, Kecuali di Aceh, Jokowi-JK Bakal Larang Perda Syariat Islam, http://www.republika.co.id/berita/pemilu/menuju-ri-1/14/06/04/n6n15d-kecuali-di-aceh-jokowijk-bakal-larang-syariat-islam, diakses pada 04 Mei 2015.

3 Arramah.com, Tolak Perda Syariah, Majelis Mujahidin tantang debat terbuka PDIP, http://www.arrahmah.com/news/2014/06/09/tolak-perda-syariah-majelis-mujahidin-tantang-debat-terbuka-pdip.html, diakses [ada 04 Mei 2015.

4 HAW Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005, h. 17.

5 Jacobus Perviddya Solossa, Otonomi Khusus Papua: Mengangkat Martabat Rakyat Papua di Dalam NKRI, Cetakan ke-1, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2005, h. 54.

6 Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 23 Tahun 2014, LN No. 244 Tahun 2014, TLN No. 5587, Pasal 1 Angka 6.

7 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, UUD NRI 1945, Pasal 18 Ayat (5).

8 HAW Widjadja, Otonomi dan Otonomi Daerah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004, h. 7

9 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, UUD NRI 1945, Pasal 18A Ayat (1).

10 Sultan Hamengku Buwono X, Merajut Kembali Keindonesiaan Kita, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 19.

11 Soekarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, Yogyakarta, Media Pressindo, 2006, h. 152.

12 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, UUD NRI 1945, Lihat . Pasal 29 ayat (1).

13 Elza Peldi Taher, Merayakan Kebebasan Beragama Bunga Rampai Bunga Rampai 70 Tahun Djohan Effendi, Jakarta, ICRP, 2009, h. 257.

14 Ibid, Pasal 29 ayat (2)15 Tahir Azhary, Bunga Rampai Hukum Islam, Jakarta, IND-HILL-CO, 2003, h. 153.

7

Page 8: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

ditegaskan didalam substansi UU tersebut, dapatlah dikatakan mengadopsi ajaran-

ajaran islam terutama mengenai kebolehan poligami serta persyaratan poligami

tersebut. Hal ini menandakan bahwa dari segi sosiologis telah tumbuh suatu

kebutuhan untuk mempositivisasi ajaran-ajaran agama islam dalam rangka

pengaturan pemeluk agama islam dengan tujuan menegakan ajaran agama islam

itu sendiri, dimana dalam hal ini adalah dengan perda syariah didalam otonomi

daerah. Selain itu dari segi historis lebih lanjut, didalam dekrit presiden 5 Juli

1950 terdapat bagian yang menyatakan bahwa, “Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni

1945 menjiwai UUD NRI 1945”. Kata “menjiwai” ini dimaknai oleh Notonegoro

termasuk bagi pembukaan dan pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945.18 Lebih lanjut

Notonegoro mengartikan kata “Ketuhanan” dengan konsep yaitu “Ketuhanan

dengan kewajiban bagi umat islam menjalankan syariat islam.”,19 namun

meskipun demikian dapat pula diartikan bagi menjalankan ajaran agama lain,

semua tergantung pada kebutuhan suatu daerah. Berdasarkan hal ini maka jelas

keberadaan perda syariah didalam otonomi daerah telah sesuai dengan nilai

sejarah dan sosiologis bangsa Indonesia.

II. 2 Pandangan Kontra terhadap Perda Syariah dalam Otonomi Daerah

II. 2. 1 Perda Syariah bertentangan dengan Otonomi Daerah

Penerapan otonomi daerah merupakan bentuk respon dari

ketidakberhasilan konsep sentralisasi yang dianut Indonesia sejak diundangkannya

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Tujuan otonomi daerah ini adalah mencapai

pemerataan pembangunan di Indonesia yang dijalankan melalui pengurusan dan

pengaturan oleh masing-masing daerah sesuai kekhasan dan keragaman yang

dimilikinya. Otonomi daerah itu sendiri adalah hak, wewenang, dan kewajiban

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.20 Otonomi daerah ini dijalankan dengan prinsip seluas-luasnya,21

16 Marzuki Wahid dan Rumadi, Kritis Atas Politik Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta, LkiS, 2001, h. 81.

17 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Gema Insani Press, 1994, h. 61.

18 Notonegoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Cetakan ke-3, Jakarta, Pancuran Tujun, 1975, h. 70.

19 Ibid.

8

Page 9: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

dengan batasan kewenangan pengurusan dan pengaturan yang menjadi

kewenangan pemerintah pusat dan daerah. Pembatasan ini dapat ditemukan

didalam Pasal 10 ayat (1) UU tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan

ketentuan ini terdapat 6 (enam) hal yang menjadi kewenangan absolut pemerintah

pusat, yaitu:22

a. politik luar negeri;b. pertahanan;c. keamanan;d. yustisi;e. moneter dan fiskal nasional; danf. agama

Di dalam penjelasan mengenai huruf f dinyatakan bahwa,23

“Yang dimaksud dengan “urusan agama” misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan, dan sebagainya.”

Berdasarkan hal diatas terlihat bahwa, dalam menjalankan otonomi daerah,

daerah tidak dibenarkan untuk mengatur perihal penyelenggaraan kehidupan

beragama. Hal ini jelas dilanggar dengan adanya perda syariah. Perda syariah

pada naturnya merupakan produk peraturan perundang-undangan yang dibuat

pemerintah daerah yang didasarkan pada syariat islam dan dibentuk untuk

menegakan syariat islam serta mengatur kegiatan keagamaan, seperti Perda

Sumatera Barat No. 3 Tahun 2007 tentang Pendidikan Al-Qur’an dan Perda

Bulukumba Sulawesi Selatan No. 6 Tahun 2003 tentang Pandai Baca Al-Qur’an

bagi Siswa dan Calon Pengantin. Kedua perda ini dibentuk dengan pertimbangan

bahwa membaca, mempelajari, mengimahi dan mengamalkan Al-Qur’an adalah

kewajban umat islam. Perda ini jelaslah mengatur kegiatan keagamaan, secara

khusus agama islam dalam hal pendidikan Al-Qur’an, sehingga sudah selayaknya

dinyatakan bertentangan dengan konsep otonomi daerah yang memiliki batasan

sebagaimana diatur didalam UU No. 23 Tahun 2014.

20 Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No, 23 Tahun 2014, LN No. 244 Tahun 2014, TLN No. 5587, Pasal 1 angka 6.

21 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, UUD NRI 1945, Pasal 18 Ayat (5).

22 Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No, 23 Tahun 2014, LN No. 244 Tahun 2014, TLN No. 5587, Pasal 10 ayat (1).

23 Ibid, lihat bagian penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf (f)

9

Page 10: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

Selain itu didalam UU No 23 Tahun 2014 pada Pasal 250 ayat (1) dan (2)

diatur pula bahwa peraturan daerah tidaklah boleh bertentangan dengan;

I. Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi; dan

II. Kepentingan umum meliputi diskriminasi terhadap agama

Pada poin (1), berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, peraturan perundang-

undangan diatas perda adalah UUD 1945 hingga peraturan presiden. Namun,

dalam praktik perda syariah telah bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan diatasnya, contoh pada Perda Syariah Sumatera Barat dan Perda

Bulukamba diatas mewajibkan calon pengantin untuk pandai baca ayat Al-qur’an

dan mewajibkan siswa sesuai jenjang pendidikan (SD, SLTP atau SLTA) pandai

membaca, menulis, dan memahami ayat Al-qur’an agar dapat melanjutkan ke

jenjang yang lebih tinggi.24 Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang No. 1

tahun 1974 Tentang Perkawinan yang tidak mengatur syarat demikian sehingga

jelaslah terjadi kontradiksi selain itu perda-perda ini juga membebankan

kewajiban pendidikan Al-qur’an yang tidak diatur didalam UU No. 23 tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikaan Nasional.25 Pertentangan-pertentangan tersebut

hanyalah contoh kecil dari ketidakteraturan tata peraturan perundang-undangan di

Indonesia akibat adanya Perda Syariah.

Pada poin (2) mengenai diskriminasi. Secara konseptual, diskriminasi

adalah pembedaan perlakuan yang didasarkan pada stereotip atau prasangka yang

kemudian ditunjukan kepada seseorang,26. Salah satu dasar terjadinya diskriminasi

adalah karena adanya perbedaan agama terutama di negara yang pluralisme

seperti Indonesia.27 Diskriminasi dalam konteks perda syariah terjadi karena

pemerintah daerah membentuk peraturan yang seharusnya diperuntukan untuk

seluruh warga di daerah tersebut namun ternyata hanya berlaku untuk pemeluk

24 Provinsi Sumatera Barat, Peraturan Daerah Sumatera Barat tentang Pendidikan Al-Qur’an, Perda No. 3 tahun 2007, LD Sumbar No. 3 Tahun 2007, Pasal 13.

25 Muntoha, Otonomi Daerah dan Perkembangan “Peraturan-Peraturan Daerah Bernuansa Syariah”, (Disertasi, Program Doktoral, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2008), h. 337.

26 Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, Yogyakarta, LkiS, 2002, h. 93.

27 Tore Lindhol,et.al, Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh, diterjemahkan oleh Rafael Edy Bosko dan M. Rifa’i Abduh, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2010, h. 328.

10

Page 11: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

agama islam. Perda syariah menunjukan bahwa pengurusan dan pengaturan

otonomi daerah lebih difokuskan pada agama islam saja, sedangkan agama lain di

marginalkan. Selain itu jika dikaitkan dengan APBD, penegakan dan segala

kewajiban daerah yang ditimbul dari perda syariah akan dijalankan menggunakan

dana dari APBD. Dalam hal ini dengan semakin banyaknya perda syariah yang

dibentuk semakin banyak APBD yang dialokasikan untuk penegakan syariat dan

ajaran agama islam, semakin timpang pula pengaturan dan pengurusan yang

dilakukan daerah terhadap warga daerah, terutama warga non-islam. Fokus

otonomi daerah menjadi hanya pada pemeluk agama islam bukan warga daerah

secara keseluruhan. Hal ini menunjukan adanya perbedaan sikap pelaksanaan

otonomi daerah oleh pemerintah daerah yang didasarkan pada agama dan hal ini

adalah tindakan diskriminatif. Padahal seharusnya otonomi daerah dijalankan

tanpa berfokus pada agama tertentu saja.

Berdasarkan penjelasan diatas jelas maka perda syariah didalam otonomi

daerah tidak sesuai dengan konsep otonomi daerah dan bertentangan dengan UU

Tentang Pemerintahan Daerah sehingga harus ditolak.

II. 2. 2 Perda Syariah menimbulkan ketidakseimbangan dalam Kehidupan

Beragama dan Bertentangan dengan Konsep Agama

Salah satu tujuan pembentukan hukum adalah untuk menciptakan

keteraturan didalam kehidupan manusia. Keteraturan ini adalah kunci agar kondisi

suatu negara selalu damai. Sebagai negara yang plural, terdiri dari berbagai

agama, suku,bangsa dan lain sebagainya, hukum di Indonesia memainkan peranan

yang penting yaitu menciptakan keseimbangan sehingga masing-masing

kepentingan yang didasarkan pada hal-hal tersebut tidak bertentangan dan

menimbulkan konflik. Salah satu permasalahan yang harus dihindari adalah

adanya ketidakseimbangan dalam kehidupan beragama karena hal ini dapat

memicu adanya konflik yang tidak diperlukan serta membuat hubungan antar

umat beragama menjadi tidak rukun. Namun sayangnya, keberadaan salah satu

produk hukum di Indonesia yaitu perda syariah ternyata membuat permasalahan

tersebut menjadi kenyataan. Perda syariah dibentuk dengan pertimbangan bahwa

mayoritas suatu daerah adalah beragama islam dan digunakan untuk menegakan

11

Page 12: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

syariat islam. Tetapi ternyata dalam praktiknya, respon terhadap eksistensi perda

syariah ini telah membuat daerah-daerah di Indonesia terkotak-kotak. Perda

syariah dinilai memberikan efek tertekan perasaan tida enak bagi pemeluk agama

lain. Alhasil, hal ini menimbulkan daerah dengan mayoritas agama lain contoh

kristen, terdorong membentuk perda sesuai ajaran agama kristen yaitu perda

injili.28 Di Manokwari, terdapat Rancangan Peraturan Daerah Injili yang pada

intinya melarang perempuan muslimah memakai jilbab di publik.29 Munculnya

rancangan perda ini didasarkan pada fakta diperbolehkannya membentuk perda

yang bernuansa agama. Jelas apabila tidak segera dihentikan maka kerukunan

antra umat beragama akan terusik bahkan ditakutkan dapat menimbulkan konflik.

Hal ini akan menciptakan ketidakseimbangan dalam kehidupan beragama. Selain

itu, perda-perda syariah ini akan membuat wilayah-wilayah Indonesia menjadi

terkotak-kotak sesuai agama dan menodai pluralisme dan heterogenitas yang ada

di Indonesia.

Secara lebih mendalam, perda syariah akan menimbulkan disintegrasi

didalam kehidupan beragam yang mengancam persatuan bangsa. Tidak dapat

dipungkiri bahwa negara Indonesia adalah negara yang plural dari segi agama.

Sejak dahulu founding fathers bangsa Indonesia berusaha menemukan cara agar

perbedaan tidak memecahkan bangsa Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan

membentuk dasar negara yang universal, pancasila. ditinjau dari sisi sejarah,

dahulu terdapat perbedaan pendapat antara kaum nasionalis dan kaum agama

mengenai sila pertama pancasila.Dimana dahulu muncul ide rumusan sila pertama

yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban Menjalankan

Syaritat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya”30. Namun, hal ini ditolak kaum nasrani

di Indonesia timur yang disampaikan oleh Muhammad Hatta dengan menyatakan

hal tersebut bersifat diskriminatif.31 Pada akhirnya diambil jalan tengah dengan

menghilangkan 7 (tujuh) kata setelah kata Esa. Hal ini menandakan bahwa

28 Komaruddin Hidayat dan Putut Widjanarko, Reimventing Indonesia Menemukan Kembali, Jakarta, Mizan, 2008, h. 88.

29 Rumadi dan Ahmad Suaedy (Ed), Politisasi Agama dan Konflik Komunal: Beberapa Isu Penting di Indonesia, Cetakan ke-1, The Wahid Institute, Jakarta, 2007, h. 26-27.

30 Roland Dumartheray, Agama dalam Dialog Pencerahan, Pendamaian, dan Masa Depan, Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia, 2003, h. 464.

31 Amrullah Ahmad, Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta, Gema Insani Press, 1996, h. 238.

12

Page 13: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

pancasila adalah titik temu semua agama dan golongan.32 Perda syariah sejatinya

bertentangan dengan semangat ini, perda yang seharusnya difokuskan untuk

mengatur seluruh warga di suatu daerah ternyata hanya dikhusukan untuk agama

islam saja, menandakan pengaturan yang tidak seimbang dan tidak mengadopsi

nilai pancasila tersebut.

Dalam sudut pandang agama, yaitu Islam, hukum islam adalah hukum

yang bersumber dari Allah SWT yang sifatnya absolut. Hukum islam mengatur

berbagai aspek kehidupan manusia, dimana ketaatan terhadap hukum islam ini

bersumber dari keimanan seseorang. Namun, dengan penerjemahan syariat islam

terutama mengenai pendidikan Al-qur’a ke dalam hukum nasional, kita

mengamini dan mengatakan bahwa ajaran agama islam seolah-olah tidak dapat

ditaati dan ditegakan apabila tidak ada sanksi atau ketentuan hukum positif di

Indonesia. Kita menjadi mengecilkan arti agama dan ajarannya karena

meniscayakan agama yang kita yakini bersumber dari Tuhan yang mutlak

kebenarannya harus bersandar pada institusi temporer yaitu negara dalam

penegakannya. Selain itu, perda syariah menunjukan ada tendensi pemanfaatan

agama oleh penguasa didaerah. Agama tidak lepas dari hubungan kekuasaan dan

pengetahuan.33 Dalam perda syariah, dapat dikatakan agama sebagai pengetahuan

digunakan digunakan untuk memaksakan suatu kekuasaan pada subyek lain tanpa

memberi kesan bahwa ia datang dari pihak tertentu.34

33 Haryatmoko, Dominasi Penuh Muslihat AkarKekerasan dan Diskriminasi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010, h. 101.

32 Jan S Aritonang, Sejarah Perjumpaang Kristen dan Islam di Indonesia, Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia, 2004, h. 315.

34 Ibid.

13

Page 14: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

Berdasarkan hal-hal diatas jelas bahwa Perda Syariah lebih memiliki

dampak negatif yaitu menggangu kerukunan umat beragama, meciptakan

ketidakseimbangan dalam kehidupan beragama dan mengecilkan arti agama itu

sendiri.

III. PENUTUP

Penyelenggaraan Perda Syariah di beberapa daerah kabupaten/kota

ataupun provinsi di Indonesia sudah bukan merupakan hal yang tabu. Meskipun

disebut Perda, tetapi Perda Syariah pemaknaannya hanya ditujukan bagi warga

Daftar Pustaka

Abdullah, Abdul Gani. 1994. Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata

Hukum Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.

Ahmad, Amrullah. 1996. Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta:

Gema Insani Press.

Aritonang, Jan S. 2004. Sejarah Perjumpaang Kristen dan Islam di Indonesia.

Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Arramah.com. Tolak Perda Syariah, Majelis Mujahidin tantang debat terbuka

PDIP. http://www.arrahmah.com/news/2014/06/09/tolak-perda-syariah-

majelis-mujahidin-tantang-debat-terbuka-pdip.html diakses pada 04 Mei

2015.

Azhary, Tahir. 2003. Bunga Rampai Hukum Islam. Jakarta: IND-HILL-CO.

14

Page 15: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

yang memeluk agama islam. Perda Syariah sumbernya didasarkan pada syariat

islam yang tertuang dalam Al-Qur’an.

Pandangan yang pro terhadap Perda Syariah dalam otonomi daerah

didasarkan pada kesesuaiian penerbitan Perda Syariah itu sendiri dengan konsep

otonomi daerah, dimana daerah berusaha memenuhi kebutuhannya masing-

masing. Selain itu, Perda Syariah juga sesuai dengan amanat Sila Pertama

Pancasila dan Pasal 29 UUD NRI 1945. Dari sudut pandang sosiologis dan

Dumartheray, Roland. 2003. Agama dalam Dialog Pencerahan, Pendamaian, dan

Masa Depan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Haryatmoko. 2010. Dominasi Penuh Muslihat AkarKekerasan dan Diskriminasi.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hidayat, Komaruddin dan Putut Widjanarko. 2008. Reimventing Indonesia

Menemukan Kembal. Jakarta: Mizan.

Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. UUD NRI 1945.

_______. Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. UU No. 23 Tahun

2014. LN No. 244 Tahun 2014. TLN No. 5587

Liliweri, Alo. 2002. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya.

Yogyakarta: LkiS.

Lindhol, Tore et al. 2010. Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa

Jauh. diterjemahkan oleh Rafael Edy Bosko dan M. Rifa’i Abduh.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Muntoha. 2008. Otonomi Daerah dan Perkembangan “Peraturan-Peraturan

Daerah Bernuansa Syariah”. (Disertasi, Program Doktoral, Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, Jakarta).

Notonegoro. 1975. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Cetakan ke-3. Jakarta:

Pancuran Tujun.

15

Page 16: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

historispun, nilai-nilai syariat islam juga memang sudah lama ada di Indonesia,

sehingga lazimlah syariat islam untuk dijewantahkan dalam bentuk Perda.

Pandangan yang kontra terhadap Perda Syariah dalam otonomi daerah

didasarkan pada pembatasan kewenangan daerah terkait urusan agama yang

seharusnya merupakan kewenangan absolut pusat. Selain itu, Perda Syariah juga

dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan beragama

akibat kecenderungan Perda untuk hanya memihak pada agama tertentu.

Provinsi Sumatera Barat, Peraturan Daerah Sumatera Barat tentang Pendidikan

Al-Qur’an, Perda No. 3 tahun 2007, LD Sumbar No. 3 Tahun 2007, Pasal

13.

Soekarno. 2006. Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno. Yogyakarta: Media

Pressindo.

Solossa, Jacobus Perviddya. 2005. Otonomi Khusus Papua: Mengangkat

Martabat Rakyat Papua di Dalam NKRI. Cetakan ke-1. Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan.

Suaedy, Ahmad dan Rumadi (Ed). 2007. Politisasi Agama dan Konflik Komunal:

Beberapa Isu Penting di Indonesia. Cetakan ke-1. Jakarta: The Wahid

Institute.

Taher, Elza Peldi. 2009. Merayakan Kebebasa Beragama Bunga Rampai Bunga

Rampai 70 Tahun Djohan Effendi. Jakarta: ICRP, 2009.

Wahid, Marzuki dan Rumadi. 2001. Kritis Atas Politik Hukum Islam di Indonesia.

Yogyakarta: LkiS.

Widjadja, HAW. 2004. Otonomi dan Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

______________. 2005. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

16

Page 17: Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

Wijaya, Muhammad Akbar. Kecuali di Aceh, Jokowi-JK Bakal Larang Perda

Syariat Islam. http://www.republika.co.id/berita/pemilu/menuju-ri-

1/14/06/04/n6n15d-kecuali-di-aceh-jokowijk-bakal-larang-syariat-islam

diakses pada 04 Mei 2015.

______________________. Pemerintahan Jokowi-JK Larang Perda Syariat

Islam Baru.

http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/06/04/n6mzlx-

pemerintahan-jokowijk-larang-perda-syariat-islam-baru diakses pada 04

Mei 2015.

X, Sultan Hamengku Buwono. 2007. Merajut Kembali Keindonesiaan Kita.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

17